BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2013. Tempat penelitian di Desa Brondong, Kecamatan Pasekan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat dan analisis sampel dilakukan di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Lingkungan Perairan Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 tahap, yaitu penentuan titik sampling, pengambilan data lalu analisis data.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian adalah: a) Alat Tulis Menulis (ATK) untuk mengisi data mengenai mangrove dan mencatat setiap kegiatan. b) Kamera untuk mendokumentasikan setiap kegiatan. c) Bambu atau pipa paralon sebagai patokan dalam membuat plot (petak contoh). d) GPS untuk menentukan posisi geografis titik sampling. e) Meteran dari bahan plastik sepanjang 50m untuk mengukur tali yang digunakan dalam membuat transek. f) Kantong plastik untuk meletakkan sampel yang telah diambil. g) Piston core dan Sekop untuk mengambil biota dari substrat. h) Ayakan untuk memisahkan biota dari substrat. i) Tali rafia untuk membuat transek garis dan petak contoh. j) Termometer untuk mengukur suhu air dengan ketelitian 0,1oC. k) Refraktometer dengan ketelitian 0,1 ‰ untuk mengukur salinitas perairan l) Label untuk menanda sampel. m) pH meter dengan ketelitian ± (0,02 pH +2d) untuk mengukur pH perairan
21
3.2.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah = Alkohol 70 % untuk mengawetkan sampel benthos.
3.3 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survey (non eksperimental). Pengambilan sampel berada pada 3 lokasi dengan 3 kali ulangan di Desa Brondong, Kecamatan Pasekan, Kabupaten Indramayu (Lampiran 1). Stasiun penelitian ditentukan di lokasi secara konseptual berdasarkan keterwakilan lokasi penelitian. Stasiun 1 : Letaknya berbatasan langsung dengan tepi pantai Stasiun 2 : Letaknya mendekati garis pantai dan berada di sisi muara sungai. Stasiun 3 : Letaknya agak jauh dari garis pantai, ±100 meter dari muara sungai
3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Persiapan Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dipersiapkan agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi kesalahan dalam pemakaian alat dan penggunaan bahan. Alat yang akan digunakan dilakukan kalibrasi agar akurat (Lampiran 2). 3.4.2 Penentuan Titik Awal Sampling Penelitian ini dilaksanakan di Desa Brondong, Kecamatan Pasekan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Sesuai kriteria masing–masing stasiun, maka pada setiap stasiun diletakkan 3 titik sampling (petak ukur) yang ditempatkan sesuai dengan kiteria yaitu diletakkan pada awal batas titik stasiun. 3.4.3 Pengumpulan data Data yang dikumpulkan adalah berupa Kerapatan, Frekuensi, Dominansi mangrove, Kepadatan, Keanekaraganam, Keseragaman moluska, Parameter fisika dan kimia perairan serta tipe substrat. Pengumpulan data dilakukan secara in situ dan pengamatan laboratorium.
22
3.4.3.1 Vegetasi Mangrove Pengambilan sampel vegetasi mangrove menggunakan teknik line transect yaitu teknik pengukuran dan pengamatan yang dilakukan pada sepanjang jalur yang dibuat dengan diberi jarak antar petak ukur (Gambar 5). Dengan langkah sebagai berikut : 1) Membuat satu jalur dengan lebar 10 m dan panjang 10 m, jalur dibuat dengan arah tegak lurus dengan pantai yang mengacu pada kaedah-kaedah yang diutarakan oleh Mueller-Dombosis (1974) yaitu pengamatan pada jalur- jalur berukuran 10 x 60 m mewakili kondisi rata-rata di desa hutan mangrove. 2) Pada jalur dibuat petak contoh dengan ukuran 2 x 2 m untuk semai, 5x 5 m untuk pancang, dan 10 x 10 m untuk pohon. 3) Pada setiap petak contoh yang telah ditentukan, setiap jenis tumbuhan mangrove yang ada dicatat, demikian pula dengan jumlah individu tiap jenisnya. 4) Apabila belum diketahui nama jenis tumbuhan yang ditemukan, identifikasi
dilakukan
di
Laboratorium
Manajemen
Sumberdaya
Lingkungan Perairan menggunakan buku identifikasi dengan mengambil ranting, daun, buah, dan bunga.
Gambar 5. Teknik Pengambilan Sampel Mangrove
Ket : : Jalur line transect : Petak contoh pohon : Petak contoh pancang : Petak contoh semai
23
3.4.3.2 Moluska
Pengambilan moluska dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan cara pemungutan epifauna dan dengan cara mengambil substrat sampai kedalaman 15 cm untuk moluska infauna. Pengambilan sampel moluska dilakukan dalam transek pengamatan vegetasi 10 x 10 m. Dalam setiap petak ukur 10 x 10 m tersebut dibuat 5 sub petak, masing–masing sub petak tersebut menggunakan transek (1 x 1 m) dengan subtransek 20 x 20 cm. Pengamatan moluska dilakukan pada sub transek secara diagonal (Gambar 6). 10 m 1m 1m
10 m
Gambar 6. Transek pengambilan sampel Moluska 3.4.3.3 Substrat
Tekstur substrat sangat dipengaruhi oleh komposisi dari butiran liat, debu dan pasir. Untuk menentukan tekstur substrat berdasarkan komposisinya dilakukan dengan bantuan Segitiga Miller (Gambar 7). Pengambilan sampel substrat dilakukan pada masing-masing stasiun pengamatan.
24
Gambar 7. Segitiga Millar (sumber: USDA, 2009) 3.4.4 Identifikasi Sampel Sampel moluska dan mangrove yang telah diambil dari lokasi penelitian, diidentifikasi di tempat penelitian. Jika sampel belum bisa diidentifikasi di lokasi penelitian, maka sampel diawetkan dan disimpan dalam kantong plastik yang sudah diberi label lalu dibawa di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Lingkungan Perairan untuk diidentifikasi. Jenis-jenis mangrove diidentifikasi berdasarkan pedoman Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove (Bengen 2003). Jenis moluska diidentifikasi menggunakan buku pedoman Siput dan Kerang Indonesia (Dharma 1992) dan Guide to Identification of Marine and Estuarine Invertebrata (Kenneth 1971).
25
3.5 Parameter yang diamati 3.5.1 Parameter Fisika dan Kimia Perairan Pengamatan parameter fisika dan kimia dilakukan untuk mengetahui parameter fisika dan kimia yang mempengaruhi perairan dan untuk mendukung data biologis dari vegetasi mangrove dan struktur komunitas moluska pada titik sampling penelitian (Tabel 1). Pengukuran dilakukan 2 kali ulangan yaitu pada jam 10 dan jam 11. Tabel 1. Parameter Fisika dan Kimia Perairan Parameter Fisika Perairan 1. Temperatur 2. Kedalaman Kimia Perairan 1. salinitas 2. pH
Unit
Alat
Metode pengukuran
0
C Cm
Termometer Papan berskala
Insitu Insitu
0
Refraktometer pH meter
Insitu Insitu
/00
3.5.2 Vegetasi Mangrove a. Kerapatan Jenis Kerapatan Jenis (Ki) adalah jumlah tegakan jenis i dalam suatu unit area (English et al. 1994) : 𝐾𝑖 =
𝑛𝑖 𝐴
Keterangan: Ki
: Kerapatan jenis ke-i
ni
: Jumlah total tegakan ke-i
A
: Luas area total pengambilan contoh Kerapatan relatif (KR) adalah perbandingan antara jumlah tegakan jenis i
dan jumlah total tegakan seluruh jenis (Σn) (English et al., 1994): 𝑛𝑖 𝐾𝑅 = 𝑥 100% 𝑛 Keterangan: KR
: Kerapatan relatif jenis ke-i
ni
: Jumlah total tegakan dari jenis ke-i
Σn
: Jumlah total tegakan seluruh jenis
26
Kriteria: 1. Baik (sangat padat) : apabila terdapat > 1.500 pohon per hektar 2. Baik ( sedang)
: apabila terdapat 1.000 < μ < 1.500 pohon per hektar
3. Rusak (jarang)
: apabila terdapat < 1.000 pohon per hektar. (KepMen LH No. 201 Th 2004)
b. Frekuensi Frekuensi (Fi) adalah peluang ditemukannya jenis i dalam semua petak contoh yang dibuat (English et al. 1994): 𝐹𝑖 =
𝑝𝑖 𝑝
Keterangan: Fi
: Frekuensi jenis ke-i
𝑝i
: Junlah plot ditemukannya jenis ke-i
ΣP
: Jumlah plot pengamatan
Frekuensi relative (FR) adalah perbandingan antara frekuensi jenis i (Fi) dengan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis (ΣF) (English et al., 1994) :
𝐹𝑅𝑖 =
𝐹𝑖 𝑥 100 𝐹
Keterangan: FRi
: Frekuensi relative jenis i
Fi
: Frekuensi jenis ke-i
ΣF
: Jumlah frekuensi untuk seluruh jenis
c. Dominansi jenis dan Dominansi relatif jenis Dominansi (Di) adalah luas penutupan jenis i dalam suatu unit area (English et al. 1994):
27
𝐵𝐴 𝐴
𝐷𝑖 = Keterangan: Di
: Dominansi jenis i
BA
: Basal area
A
𝐵𝐴 = 4 , π = 3,1416 : Luas total area pengambilan contoh (plot)
𝜋 𝐷2
Dominansi relatif jenis (DRi) adalah perbandingan antara jumlah Dominansi suatu jenis dengan jumlah Dominansi seluruh jenis (English et al., 1994) :
𝐷𝑅𝑖 =
𝐷𝑖 𝐷
x 100%
Keterangan: DRi
: Dominansi relatif jenis i
Di
: Dominansi jenis ke-i
ΣD
: Total Dominansi untuk seluruh jenis
Kriteria : Baik
: apabila terdapat >70%
Sedang
: apabila terdapat 50 % < μ < 70%
Rusak
: apabila terdapat <50 (KepMen LH No. 201 Th 2004)
d. Indeks nilai penting (INP) Menurut Fachrul (2007) Indeks nilai penting menurut metode COX adalah jumlah nilai kerapatan relatif jenis (KRi), frekuensi relatif jenis (FRi), dan Dominansi relatif jenis (DRi). INP= KR + FR + DR (Pohon) INP= KR + FR (semai dan pancang) Keterangan : INP = Indeks Nilai Penting KR = Kerapatan Relatif FR = Frekuensi Relatif DR = Dominansi Relatif
Nilai penting ini untuk memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis mangrove dalam ekosistem tersebut. Indeks nilai penting memiliki kisaran antara 0-300. Kriteria : INP 201% - 300%
= Tinggi
INP 101% - 200%
= Sedang
INP 0% - 100%
= Rendah
3.5.3 Struktur Komunitas Moluska a. Kepadatan (D) Kepadatan adalah jumlah individu per satuan luas atau volume area dengan menggunakan rumus dibawah ini (Brower et al. 1989):
𝐷=
𝑁𝑖 𝐴
Keterangan: Di
: Kepadatan individu jenis ke-i (individu / m2)
Ni
: Jumlah individu jenis ke-i yang diperoleh
A
: Luas total area pengambilan contoh
b. Keanekaragaman Keanekaragaman spesies dapat diartikan sebagai heterogenitas spesies dan merupakan ciri khas struktur komunitas. Formula yang digunakan untuk menghitung keanekaragaman spesies didasarkan pada indeks Shannon-wienner (Brower dan Zar 1989), yaitu :
29
𝑠
𝐻′ = −
𝑝𝑖 𝐿𝑛 𝑝𝑖 𝑖=1
Keterangan: H’
: Indeks keanekaragaman
𝑝i
: Proporsi jumlah individu spesies ke-i terhadap jumlah individu total (𝑝 i = ni / N)
N
: Jumlah total individu semua jenis
ni
: Jumlah total individu semua spesies ke i Kriteria indeks keanekaragaman berdasarkan Shannon-Wiener (Krebs
1989) adalah:
H’ < 1
: Keanekaragaman spesiesnya rendah, penebaran jumlah
individu tiap spesies rendah, kestabilan komunitas rendah dan keadaan perairan tercemar berat.
1 < H’ < 3
: Keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap
spesies atau genera sedang, kestabilan komunitas sedang dan keadaan perairan tercemar sedang.
H’ > 3
: Keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap
spesies atau genera tinggi dan perairannya masih bersih/ belum tercemar.
c. Keseragaman Keseragaman dapat diartikan sebagai penyebaran individu antar spesies yang berbeda dan dapat diperoleh dari hubungan antara keanekaragaman (H’) dengan keanekaragaman maksimal. Keseragaman juga dapat
dikatakan
sebagai
keseimbangan, yaitu komposisi individu tiap jenis yang terdapat dalam suatu komunitas. Rumus indeks keseragaman shannor-wienner (Brower dan Zar 1989) dinyatakan sebagai berikut :
30
𝐻′ 𝐸= 𝐻𝑚𝑎𝑥 Keterangan: E
: Indeks keseragaman (evennes)
H’
: Indeks keanekaragaman
H max : Ln S s
: Jumlah spesies atau taksa
Kriteria : E < 0.4
= Keseragaman rendah
0.4 < E < 0.6 = Keseragaman sedang E > 0.6
= Keseragaman tinggi
3.6 Analisis data Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif komparatif agar dapat membandingkan keadaan ekosistem mangrove dan struktur komunitas moluska pada masing masing titik sampling.