12
BAB II URAIAN TEORITIS
2.1 Pengertian dan Landasan Hukum Bank Syariah Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Kemudian bank dikenal juga sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkan. Pengertian perbankan menurut pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 7 tahun 1992 adalah “Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Dalam undang-undang ini tidak terdapat aturan tentang Bank Syariah karena hanya menjelaskan tentang perbankan konvensional, bahkan tidak ada satu katapun yang menyinggung tentang bank syariah. Sesuai dengan perkembangan perbankan, maka undangundang ini disempurnakan dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam undang-undang ini telah tercakup hal-hal yang berkaitan dengan perbankan syariah. Menurut pasal 1 UU RI No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sementara pengertian bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip usaha syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Sofyan, 2004:2). Sedangkan yang dimaksud dengan prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau
Universitas Sumatera Utara
13
pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip Bagi Hasil (Mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip Penyertaan Modal (Musyarakah), prinsip Jual Beli dengan memperoleh keuntungan (Murabahah), pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip Sewa Murni tanpa pilihan (Ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (Ijarah wa Iqtina) (Sofyan, 2004:3). Sesuai dengan Ijtima Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang diselenggarakan pada tanggal 16 November 2003 dan pada tanggal 16 Desember 2003 mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa bunga termasuk dalam kriteria riba dan riba hukumnya haram. Jadi, karena bank syariah harus sesuai dengan syariah Islam, maka bank syariah harus terhindar dari riba dan hal-hal lain yang tidak bertentangan dengan syariah.
2.2 Perbedaan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional Menurut Antonio (2004:29) dalam beberapa hal, bank syariah dan bank konvensional memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan dan lain sebagainya, akan tetapi terdapat banyak perbedaan mendasar antara keduanya, antara lain: a. Akad dan aspek legalitas Perbankan syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang akan dilakukan berdasarkan hukum Islam. Setiap akad tersebut harus memenuhi ketentuan akad, yaitu: 1. Rukun: Penjual Pembeli
Universitas Sumatera Utara
14
Barang Harga Akad/ijab-qabul 2. Syarat: Barang dan jasa harus halal, sehingga transasksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah. Harga barang dan jasa harus jelas. Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena berdampak pada biaya transportasi Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal Dalam perbankan konvensional, setiap perjanjian berdasarkan hukum positif yang digunakan, tidak perlu memenuhi rukun maupun syarat seperti yang diwajibkan pada perbankan syariah. a. Lembaga Penyelesaian Sengketa Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada perbankan syariah terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya, kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai dengan tata cara dan hukum materi syariah atau yang dikenal dengan Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). b. Struktur Organisasi
Universitas Sumatera Utara
15
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan ketentuan atau garis-garis syariah. Dewan Pengawas Syariah berada pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini menjamin efektivitas dan setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu, penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah ini mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional. Dewan Syariah Nasional adalah dewan yang berfungsi mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah Islam (bank dan lembaga keuangan bukan bank). c. Bisnis dan usaha yang dibiayai. Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan syariah. Karena itu, bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang diharamkan. Dalam perbankan syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok, diantaranya: a. Apakah objek pembiayaan halal atau haram? b. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat? c. Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan asusila? d. Apakah proyek berkaitan dengan perjudian?
Universitas Sumatera Utara
16
e. Apakah usaha itu berkaitan dengan industri senjata yang ilegal atau orientasi pada pengembangan senjata pembunuh massal? f. Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun tidak langsung? Sementara dalam perbankan konvensional, apabila setiap ketentuan ataupun persyaratan baik secara yuridis (hukum positif), keuangan dan ketersediaan agunan, maka bisnis atau usaha yang dibiayai dapat dilakukan tanpa harus memastikan apakah proyek tersebut halal atau haram (sesuai atau tidaknya dengan syariah). d. Lingkungan kerja dan Corporate Culture Setiap karyawan pada bank syariah harus memiliki sifat dapat dipercaya (amanah), jujur (shiddiq), skillful dan professional yang baik (fathanah) dan mampu melakukan tugas secara team-work dimana informasi merata diseluruh fungsional organisasi (tabligh). Dalam hal berpakaian dan tingkah laku, para karyawan merupakan cerminan bahwa mereka bekerja dalam lembaga keuangan yang membawa nama besar Islam, sehingga tidak ada aurat yang terbuka dan tingkah laku yang kasar (akhlak selalu terjaga).
2.3 Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil. Bunga merupakan harga yang harus dibayar/diterima untuk meminjam/menyimpan uang selama periode tertentu dan biasanya dinyatakan dalam persentase uang yang dipinjam/disimpan, hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitur-debitur. Sementara bagi hasil adalah hasil (untung/rugi) yang diperoleh atas suatu proyek yang dibiayai oleh bank maupun peminjam dibagi sesuai dengan ketentuan atau akad yang telah
Universitas Sumatera Utara
17
disepakati bersama. Jadi pada perbankan syariah antara bank dan nasabah mempunyai hubungan dalam bentuk kemitraan (Antonio, 2004:30) Tabel 1.3 Perbedaan Antara Bunga Dan Bagi Hasil No
Bunga
Bagi Hasil
Penentuan bunga dibuat pada waktu akad Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dengan asumsi harus selalu untung
dibuat
pada
waktu
akad
dengan
1 berpedoman pada kemungkinan untung rugi Besarnya persentase berdasarkan pada Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada 2
jumlah uang (modal)yang dipinjamkan
jumlah keuntungan yang diperoleh.
Pembayaran bunga tetap seperti yang Bagi hasil bergantung pada keuntungan dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek dijalankan. Bila usaha merugi, 3 proyek
yang
dijalankan
oleh
pihak kerugian akan ditanggung bersama oleh
nasabah untung atau rugi Jumlah
pembayaran
kedua belah pihak. bunga
tidak Jumlah pembagian laba meningkat sesuai
meningkat sekalipun jumlah keuntungan dengan peningkatan jumlah pendapatan. 4 yang
berlipat
atau
ekonomi
sedang
”booming”. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi 5
dikecam) oleh semua agama, termasuk hasil Islam
Universitas Sumatera Utara
18
2.4. Fungsi Produksi Perkembangan atau pertambahan produksi dalam kegiatan ekonomi tidak lepas dari peranan faktor-faktor produksi atau input. Untuk menaikkan jumlah output yang diproduksi dalam perekonomian dengan faktor-faktor produksi, para ahli teori pertumbuhan neoklasik menggunakan konsep produksi (Dernberg, 1992; Dornbusch dan Fischer, 1997). Menurut Soedarsono (1998), fungsi produksi adalah hubungan teknis yang menghubungkan antara faktor produksi (input) dan hasil produksi (output). Disebut faktor produksi karena bersifat mutlak, supaya produksi dapat dijalankan untuk menghasilkan produk. Hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang dapat ditunjukan melalui hubungan antar kurva TPP (Total Physical Product) atau kurva TP (Total Produk), kurva MPP (Marginal Physical Product) atau Marjinal Produk (MP), dan kurva APP (Average Physical Product) atau produk rata-rata dalam grafik fungsi produksi (Miller dan Meiners, 2000). Fungsi produksi pada suatu perusahaan menggambarkan hubungan antara jumlah keluaran (output) dengan variabel masukan (input) pada suatu waktu tertentu diperusahaan tersebut. Fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut : Y = f (X1, X2, X3, ... , Xn) Dimana: Y = Output X1 = Input ke–1 X2 = Input ke-2 X3 = Input ke-3 Xn = Input ke-n Menurut Nicholson (2005), fungsi produksi tersebut memiliki asumsi-asumsi yang harus diperhatikan, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
19
1. Nilai input (X1, X2, X3, ... , Xn) dan output (Q) adalah positif (non negative values). 2. Kuantitas dari input tetap (fixed input) sudah tertentu jumlahnya dan tidak dapat diubah oleh industri selama periode tertentu. 3. Industri dapat memilih dan menggunakan berbagai kombinasi dari input X1, X2 dan X3 untuk dapat memproduksi tingkat output tertentu, dan jumlah dari kombinasi ini adalah tidak terbatas. 4. Teknologi dalam industri adalah semua informasi teknik tentang semua kombinasi input untuk memproduksi output. Teknologi menyatakan bahwa semua kombinasi input X1, X2 dan X3 dapat dilaksanakan dengan berbagai cara dan karenanya dapat menghasilkan tingkat output yang berbeda-beda. Fungsi produksi di atas dapat dispesifikasi lebih lanjut dalam bentuk fungsi Produksi: Q = f (K,L) Dimana: Q = output K = input modal L = input tenaga kerja Dari fungsi produksi di atas, dapat dihitung total produksi yang dihasilkan (TP = Q), tambahan produksi karena penambahan penggunaan satu unit faktor produksi (Marginal Physical Product /MP) dan rata-rata output yang dihasilkan per unit faktor produksi (Average Physical Product /AP). Jika diasumsikan bahwa salah satu input adalah konstan dalam jangka pendek, fungsi produksi dapat disederhanakan. Diumpamakan input modal dianggap konstan, maka fungsi produksinya menjadi: Q = TP = f (L)
Universitas Sumatera Utara
20
Secara matematis TP akan maksimum jika turunan pertama dari fungsi nilainya sama dengan nol. Turunan TP adalah MP, maka TP maksimum pada saat MP sama dengan nol. MPL = TP’= Perusahaan dapat menambah jumlah tenaga kerja selama MP > 0. Jika MP < 0, penambahan tenaga kerja justru mengurangi produksi total. Penurunan nilai MP merupakan indikasi terjadinya the Law of Diminishing Return (LDR). Sementara itu, AP akan maksimum pada saat AP’ = 0. Ini terjadi pada saat AP = MP, dan MP akan memotong AP pada saat nilai AP maksimum. APL = TP/L Ini merupakan prinsip umum dalam menganalisis proses alokasi faktor produksi yang efisien.
Universitas Sumatera Utara
21
Output
MP=0
TP
AP
MP maks
0
1
2
3
4
5
Tahap I
6
7
8
9
10
Tenaga Kerja
Tahap III
Tahap II
Produk Rata-rata Produk Marginal 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Tenaga Kerja
Gambar 2.7. : Kurva TP, MP, dan AP
Universitas Sumatera Utara
22
Gambar 2.7. menunjukkan 3 tahapan dalam proses produksi suatu perusahaan. Tahap I terjadi sampai pada saat kondisi AP maksimum. Pada tahap ini, penambahan tenaga kerja akan meningkatkan produksi total maupun produksi rata-rata. Karena itu, hasil yang diperoleh dari tenaga kerja masih jauh lebih besar dari pada tambahan upah yang harus dibayarkan. Perusahaan rugi jika berhenti berproduksi pada tahap ini Pada tahap II, karena berlakunya LDR, baik produksi marginal maupun produksi rata-rata mengalami penurunan. Namun nilai keduanya masih positif. Penambahan tenaga kerja akan menambah produksi total sampai mencapai nilai maksimum. Sedangkan pada tahap III, perusahaan tidak mungkin melanjutkan produksi lagi karena penambahan tenaga kerja justru menurunkan produksi total. Perusahaan akan mengalami kerugian. Oleh karena itu, perusahaan akan berproduksi pada tahap II.
2.5. Efisiensi Shone Rinald (1981) dalam Nurul Komaryatin (2006) menyatakan bahwa efisiensi merupakan perbandingan output dan input berhubungan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input, yang berartijika ratio output input besar maka efis iensi dikatakan semakin tinggi, dapat dikatakan bahwa efisiensi adalah penggunaan input yang terbaik dalam memproduksi output. Sarjana (1999) dalam Nurul Komaryatin (2006) berpendapat, ada dua pengertian efisiensi, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomis mempunyai sudut pandang makro yang mempunyai jangkauan lebih luas dibandingkan efisiensi teknis yang bersudut pandang mikro. Pengukuran efisiensi teknis cenderung terbatas pada hubungan teknis dan operasional dalam proses konversi input menjadi output. Akibatnya, usaha untuk meningkatkan efisiensi teknis hanya memerlukan kebijakan mikro y ang bersifat internal,
Universitas Sumatera Utara
23
yaitu dengan pengendalian dan alokasi sumber daya yang optimal. Harga dalam efisiensi ekonomis tidak dapat dianggap given, karena harga dapat dipengaruhi oleh kebijakan makro. Suatu perusahaan dikatakan efisien secara teknis apabila menghasilkan output maksimal dengan sumber daya tertentu atau memproduksi sejumlah tertentu output menggunakan sumber daya yang minimal, dan perusahaan dalam efisiensi ekonomis menghadapi kendala besarnya harga input, sehingga suatu perusahaan harus dapat memaksimalkan penggunaan input sesuai dengan anggaran yang tersedia. Produsen dapat berproduksi jika,
dimana MP1 adalah produk marjinal faktor produksi tenaga kerja ( L), MPk adalah produk marjinal faktor produksi kapital, dan MPa adalah produksi marjinal faktor A, sedangkan P1, Pk dan Pa masing-masing adalah harga sumber-sumber tersebut (Farried WM, 1991) dalam Nurul Komaryatin (2006). Produsen harus mengkombinasikan faktor produksi seefisien mungkin agar biaya input yang digunakan paling rendah (least cost combination). Dualitas antara produksi dan biaya yang tercermin pada persamaan diatas (2.2) selain menghasilkan produk yang maksimal juga memenuhi persyaratan kombinasi input dengan biaya yang paling rendah (Bi llas, 1992) dalam Nurul Komaryatin (2006).
2.5.1. Efisiensi Teknis Penghitungan efisiensi teknis telah dilakukan oleh Farell berdasarkan paper dari Debreu dan Koopmans yang menggambarkan sebuah ukuran sederhana mengenai efisiensi perusahaan dengan cara men ghitung berbagai macam input yang digunakan untuk produksi.
Universitas Sumatera Utara
24
Farell mengusulkan efisiensi terdiri dari dua komponen yaitu : technical efficiency yang merefleksikan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan output maksimum dari serangkaian input yang telah dit entukan, dan allocative efficiency yang merefleksikan kemampuan perusahaan untuk menggunakan berbagai macam input didalam proporsi yang optimal, dimana masing masing inputnya sudah ditentukan tingkat harga dan teknologi produksinya. Kedua komponen efisiensi ini lalu dikombinasikan yang menghasilkan total economic efficiency. Pemikiran awal mengenai pengukuran efisiensi dari Farell dimana analisisnya berkenaan dengan ruang input, yang berfokus pada upaya pengurangan input (an inputreducing focus). Metode ini disebut dengan pengukuran berorientasi input ( input-orientated measures).
2.5.1.1 Pengukuran Berorientasi Input ( Input Orientated Measure) Farrel (1957) mengilustrasikan idenya dengan menggunakan sebuah contoh sederhana dengan kasus sebuah perusahaan tertentu yang menggunakan dua buah input ( x1 dan x2) untuk memproduksi sebuah output tunggal (q) dengan sebuah asumsi constant return to scale (CRS). Dengan menggunakan garis isokuan dari sebuah perusahaan dengan kondisi efisiensi penuh (fully efficient firm), yang diwakili oleh kurva SS’ dalam Gambar 4, maka dapat dilakukan penghitungan technical efficiency. Jika sebuah perusahaan telah menggunakan sejumlah tertentu input yang ditunjukkan oleh titik P, untuk memproduksi satu unit output, maka ketidakefisiensi produksi secara teknis (technical inefficiency) dari perusahaan tersebut diwakili oleh jarak QP yang merupakan jumlah dari semua input yang secara proporsional dapat berkurang atau dikurangi tanpa menyebabkan terjadinya pengurangan output yang dapat dihasilkan. Indikator tersebut biasanya dituliskan secara matematis dalam persentase
Universitas Sumatera Utara
25
yang merupakan rasio dari QP/0P, yang merupakan penggambaran persentase dari input yang dapat dikurangi. Tingkat efisiensi teknis (technical efficiency/TE) dari perusahaan pada umumnya diukur dengan menggunakan nilai rasio : TE = 0Q/0P persamaan tersebut akan sama dengan persamaan 1 – QP/0P, dimana nilainya berkisar antara nol dan satu, dan karena itu menghasilkan indikator dari derajat technical efficiency dari perusahaan tersebut. Nilai satu mengimplikasikan bahwa perusahaan telah mencapai kondisi efisien secara penuh. Sebagai contoh, titik Q telah mencapai technical efficiency karena ia berada pada kurva isokuan yang efisien. Gambar 2.4 Efisiensi Teknis dan Efisiensi Alokatif
Sumber : Farel 1957
Dimana: x1 = input pertama, x2 = input kedua, q = output. Jika rasio harga input (diwakili oleh garis AA’) juga telah diketahui, maka titik produksi yang efisien secara alokatif dapat juga dihitung. Tingkat efisiensi alokatif (allocative efficiency/AE) dari suatu perusahaan yang berorientasi pada titik P dapat didefinisikan sebagai rasio dari : AE = 0R/0Q di mana jarak RQ menggambarkan pengurangan dalam biaya produksi yang dapat diperoleh apabila tingkat produksi berada pada titik Q’ yang efisiensi secara alokatif (dan secara
Universitas Sumatera Utara
26
teknis), berbeda dengan titik Q yang efisien secara teknis (technical efficient), akan tetapi tidak-efisien secara alokatif (allocatively inefficient). Total efisiensi ekonomis (total economic efficiency) didefinisikan sebagai rasio dari : EE = 0R / 0P dimana jarak dari titik R ke titik P dapat juga diinterpretasikan dengan istilah pengurangan biaya (cost reduction). Perhatikan bahwa produk yang efisien secara teknis dan secara alokatif memberikan makna telah tercapainya efisiensi ekonomis secara keseluruhan. TE x AE = (0Q/0P) x (0R/0Q) = (0R/0P) = EE Dimana semua ukuran ketiganya terletak pada daerah yang bernilai antara noldan satu.
2.5.1.2 Pengukuran Berorientasi Output (Output-Orientated Measures) Pengukuran efisien secara teknis yang berorientasi input, pada dasarnya bisa ditujukan untuk menjawab sebuah pertanyaan; “Sampai seberapa banyaknya kuantitas input dapat dikurangi secara proporsional tanpa mengubah kuantitas output yang diproduksi ?” dengan kata lain, “Sampai seberapa banyak kuantitas dari output dapat ditambah tanpa mengubah kuantitas input yang digunakan?”. Ini yang disebut pengukuran berorientasi output (output-oriented measure), merupakan kebalikan dari pengukuran berorientasikan input. Perbedaan antara pengukuran berorientasi input dan output dapat diilustrasikan dengan menggunakan sebuah contoh sederhana yang terdiri dari satu input dan satu output, dalam diatas, diilustrasikan mengenai sebuah fungsi produksi dengan teknologi yang bersifat decreasing return to scale yang diwakili oleh ƒ(x), dan sebuah perusahaan yang tidak efisien yang beroperasi pada titik P. Farell menjelaskan pengukuran yang berorientas input dari efisiensi teknis (TE) sama dengan rasio AB/AP, sedangkan pengukuran berorientasikan
Universitas Sumatera Utara
27
output dari efisiensi teknis diwakili oleh rasio CP/CD. Pengukuran yang berorientasi input dan output akan menghasilkan nilai pengukuran yang sama dari efisien si teknis jika berada dalam kondisi constant return to scale (CRS), namun jika berada dalam kondisi decreasing return to scale (DRS), nilai pengukuran TE tidak akan sama hasilnya. Dalam kasus constant return to scale (CRS) sebagaimana terlihat dari Gambar 2.5 (b), bahwa AB/AP =CP/CD, untuk titik P yang tidak efisien (Farell dan Lovell, 1978) dalam Coelli, et al (2005).
Gambar 2.5 Pengukuran Efisiensi Berorientasi Output dan Input serta Return to Scale
Sumber : Farell dan Lovell (1978) dalam Coelli, et al (2005) Pengukuran tingkat efisiensi berorientasi output ini dapat dianalisis lebih dalam dengan sebuah contoh kasus dimana fungsi produksi melibatkan dua macam output (q1 dan q2) dan sebuah input tunggal ( x). Jika kita mengasumsikan kondisinya constant return to scale, maka dapat direpresentasikan tingkat teknologi dengan sebuah kurva unit kemungkinan produksi (unit production possibility curve ) dalam bentuk dua dimensi. Contoh ini digambarkan dalam Gambar 2.6 dimana garis ZZ’ adalah merupakan kurva unit kemungkinan produksi (unit production possibility curve) dan titik A dapatlah diumpamakan dengan sebuah perusahaan yang tidak efisien . Perhatikan bahwa A sebagai titik yang tidak
Universitas Sumatera Utara
28
efisien dalam kasus ini terletak dibawah kurva karena ZZ’mewakili batasan atau titik tertinggi dari garis kemungkinan produksi
Gambar 2.6 Efisiensi Teknis dan Alokatif dari Pendekatan berorientasi Output
Sumber : Farell dan Lovell (1978) dalam Coelli, et al (2005) Farell (1978) dalam Coelli, et al (2005) menjelaskan pengukuran efisiensi berorientasikan output dapat didefinisikan sebagaimana yang terilustrasikan dalam Gambar 2.5, dimana jarak A ke B mewakili ketidakefisiensi secara teknis ( technical inefficiency), yang menunjukan arti bahwa jumlah dari output dapat ditingkatkan tanpa memerlukan penambahan input. Oleh sebab itu, sebuah pengukuran efisiensi teknis berorientasikan output adalah merupakan rasio TE= 0A/0B dengan revenue efficiency (RE) yang merupakan rasio RE=0A/0C Jika diperoleh informasi tentang harga, maka dapat digambarkan sebuah kurva isorevenue yaitu garis DD’ dan mendefinisikan alokatif sebagai, AE = 0B/0C
Universitas Sumatera Utara
29
dimana mempunyai sebuah interpretasi adanya peningkatan pendapatan ( aincreasing revenue interpretation ), dimana pada contoh kasus pengukuran efisiensi berorientasi input, serupa dengan interpretasi adanya pengurangan biaya (cost reducing) dalam kondisi ketidakefisienan yang bersifat alokatif. Lebih lanjut dapat didefinisikan efisiensi ekonomi secara keseluruhan (overall economic efficiency) sebagai hasil dari dua pengukuran efisiensi teknis danefisiensi alokatif. EE= (0A/0C) = (0A/0B) x (0B/0C) = TE x AE
2.6. Efisiensi Perbankan Nurul Komaryatin (2006) mengatakan efisiensi perbankan dapat dianalisis dengan efisiensi skala (Scala Efficiency), efisiensi dalam cakupan (Scope Effisiensi), efisiensi teknis (Technical Efficiency) , dan efisiensi lokasi (Allocative Efficiency). Bank dikatakan mencapai efisiensi dalam skala ketika perbankan bersangkutan mampu b eroperasi dalam skala hasil yang konstan (constant return to scale) , sedangkan efisiensi cakupan tercapai ketika perbankan mampu beroperasi pada diversifikasi lokasi. Efisiensi alokasi tercapai ketika bank mampu menentukan berbagai output yang mampu memaksimalkan keuntungan, sedangkan efisiensi teknis merupakan hubungan antara input dengan output dalam suatu proses produksi. Suatu proses produksi dikatakan efisien jika pada penggunaan input sejumlah tertentu dapat dihasilkan output yang maksimal, atau untuk menghasilkan output sejumlah tertentu digunakan input yang paling minimal . Nurul Komaryatin (2006) menjelaskan perbankan dikatakan efisien secara teknis apabila menghasilkan output maksimal dengan sumber daya tertentu atau memproduksi sejumlah tertentu ou tput menggunakan input yang minimal. Konsep-konsep yang digunakan
Universitas Sumatera Utara
30
dalam mendefinisikan hubungan input output dalam tingkah laku dari institusi keuangan pada metode parametrik maupun nonparametrik adalah, a. Pendekatan produksi (the production approach), b. Pendekatan intermediasi (the intermediation approach) c. Pendekatan asset (the asset approach) Pendekatan produksi melihat bank sebagai produser dari akun deposit ( deposit accounts) dan kredit pinjaman (loans). Pendekatan intermediasi memdanang sebuah bank sebagai intermediator yaitu merubah dan mentransfer aset –aset finansial dari unit-unit surplus menjadi unit -unit defisit. Pendekatan intermediasi yang lebih umum melihat bank sebagai financial intermediary, dengan output yang diukur dalam unit Rupiah dan dalam hal ini input-input bank yang digunakan pada penelitian ini seperti modal yaitu modal disetor untuk operasional bank, biaya bunga yaitu biaya yang dikeluarkan pihak bank atas semua jenis simpanan yang ada pada industri bank serta biaya operasional bank lainnya adalah biaya yang digunakan pihak bank untuk melakukan kegiatan operasionalnya dalam jangka waktu satu tahun. dengan output yang diukur dalam bentuk pendapatan bunga adalah semua pendapatan yang diperoleh bank dari pemberian kredit dan simpanan di Bank Indonesia, pendapatan operasional lainnya adalah pendapatan yang diperoleh pihak bank dari operasional perbankan selain pendapatan bunga , seperti komisi, provisi, fee. Pendekatan intermediasi pada kenyataannya bersifat komplemen terhadap pendekatan produksi dan menerangkan aktivitas perbankan sebagai pentransformasian uang yang dipinjamkan dari depositor menjadi uang yang dipinjamkan kepada para debitor. Aktivitas pentransformasian ini berasal dari karakteristik yang berbeda dari berbagai macam karakteri stik deposit dan kredit pinjaman yang ada. Deposit biasanya dapat dibagi -bagi, likuid dan tidak beresiko, dimana pada sisi lain kredit pinjaman bersifat kurang likuid dan beresiko.
Universitas Sumatera Utara
31
Dalam pendekatan ini, input adalah modal finansial – deposit yang dikumpulkan dan dana yang dipinjam dari pasar finansial, dan outputoutput diukur dalam volume pinjaman dan investasi yang outstdaning. Muliaman Hadad, et al (2003) pendekatan intermediasi memandang sebuah institusi finansial sebagai intermediator : merubah dan men transfer aset-aset finansial dari unit-unit surplus menjadi unit -unit defisit. Dalam hal ini input-input institusional seperti biaya tenaga kerja dan modal dan pembayaran bunga pada deposit, dengan output yang diuku r dalam bentuk kredit pinjaman (loans) dan investasi finansial (financial investments). Akhirnya, pendekatan aset ini melihat fungsi primer sebuah institusi financial sebagai pencipta kredit pinjaman (loans). Yang terakhir adalah pendekatan asset yang memvisualisasikan fungsi primer sebuah instit usi finansial sebagai pencipta kredit pinjaman ( loans); dekat sekali dengan pendekatan intermediasi, dimana output benar -benar didefinisikan dalam bentuk aset -aset. Muliaman Hadad, et al (2003) mengatakan bahwa pendekatan intermediasi mempunyai beberapa varians. Berger dan Humprey mengklasifikasikan aktivitas -aktivitas dimana bank-bank menciptakan value added yang tinggi, seperti kredit pinjaman ( loans), demdan deposit, dan time dan savings deposits sebagai sebuah output yang “penting”, dengan tenaga kerja, modal, dan pembelian dana diklasifikasikan sebagai input. Secara alternatif Aly, et al (1990); Hancock (1991) dan Fixler serta Zieschang (1992) dalam Muliaman Hadad, et al (2003) mengadopsi sebuah kerangka “ usercost” dimana sebuah bank asset d iklasifikasikan sebagai sebuah output jika return dari sebuah asset finansial diklasifikasikan sebagai sebuah output jika return finansial dari asset tersebut melebihi opportunity cost dari investasi, dan sebuah kewajiban (liability) diklasifikasikan sebagai sebuah output jika biaya finansial dari kewajiban tersebut lebih kecil dari opportunity cost-nya. Meskipun detail mereka berbeda,
Universitas Sumatera Utara
32
pendekatan value added dan user-cost cenderung menyarankan sebuah klasifikasi yang mirip pada pemilihan variabel input dan ouput dari sebuah bank, dengan perbedaan prinsipil pada klasifikasi dari demdan deposit sebagai sebuah output pada sebagian besar studi user-cost yang ada dan sebagai input maupun output ketika pendekatan value added yang diambil. Pendekatan asset memvisualisas ikan fungsi primer sebuah institusi finansial sebagai pencipta kredit pinjaman ( loans), dekat sekali dengan pendekatan intermediasi, dimana output benar-benar didefinisikan dalam bentuk aset-aset. Freixas dan Rochet (1997) dalam Nurul Komaryatin (2006) menyarankan tiga pendekatan dalam diskusi literatur terkait dengan aktivitas perbankan antara lain : Pendekatan produksi ( the production approach), pendekatan intermediasi (the intermediation approach) dan pendekatan modern (the modern approach). Dua pendekatan pertama mengaplikasikan teori perusahaan mikroekonomi tradisional pada industri perbankan dan berbeda hanya pada spesifikasi dari aktivitas banknya. Pendekatan yang ketiga melangkah lebih jauh dan memasukkan beberapa aktivitas spesifik dari bank kedalam teori klasik yang kemudian dimodifikasi. Dalam pendekatan produksi, aktivitas bank dideskripsikan sebagai sebuah produksi jasa bagi para depositor dan peminjam kredit. Faktor -faktor produksi tradisional seperti tanah, tenaga kerja dan modal digunakan seb agai input untuk memproduksi output-output yang diinginkan. Pendekatan modern mempunyai kelebihan dalam mengintegrasikan resiko manajemen dan proses informasi kedalam teori klasik mengenai perusahaan. Bagian yang paling inovatif dari pendekatan ini adalah pengenalan dari kualitas aset bank dan kemungkinan dari kegagalan bank dalam pengestimasian biaya mereka. Dapat diargumentasikan, bahwa pendekatan ini terkait pada pendekatan – pendekatan sebelumnya. Pendekatan modern dapat direpresentasikan secara terbaik melalui pendekatan CAMEL yang berdasarkan rasio. Pada pendekatan ini, Capital adequacy (kecukupan modal), Asset quality (kualitas aset), Management (manajemen),
Universitas Sumatera Utara
33
Earnings (pendapatan) dan Liquidity (likuiditas) diturunkan dari tabel-tabel finansial bank dan digunakan sebagai variabel - variabel dalam analisis performance.
2.7. Fungsi produksi Cobb-Douglas Fungsi produksi dapat dispesifikasi dalam bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi ini dapat ditunjukkan dalam persamaan berikut : Y = A Ka Lß ............................................................................................ (1) Dimana: Y = output A = koefisien teknologi K = input modal L = input tenaga kerja a = elastisitas input modal ß = elastisitas input tenaga kerja Menurut Joesron dan Fathorrozi (2003), dengan menggunakan fungsi produksi CobbDouglas dapat diketahui beberapa hal yang sangat penting, antara lain : 1. Marginal Physical Product dari masing-masing input, yaitu perubahan pada output sebagai akibat perubahan-perubahan pada input. Pemahaman tentang Marginal Physical Product penting untuk mengetahui produktifitas masing-masing input. Marginal Physical Product (MP) dapat diketahui melalui turunan fungsi produksi. Jika fungsi produksi Cobb-Douglas yang digunakan adalah: Y = A K a Lß MP dari kapital (Marginal Physical Product of Capital/MPK)
diperoleh dengan
menghitung turunan fungsi tersebut, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
34
dan MP dari tenaga kerja (Marginal Physical Product of Labor/MPL) adalah :
2. Elastisitas output dari masing-masing faktor input, yaitu perubahan persentase dari output sebagai akibat perubahan persentase dari faktor input. Parameter ini sangat penting, terutama dalam usaha mengadakan perbaikan dari proses produksi atau efisiensi dan juga untuk meramalkan, misalnya dampak-dampak perubahanperubahan dari faktor-faktor input. Dengan kata lain, fungsi produksi Cobb-Douglas dapat menjelaskan kondisi return to scale. Return to scale dapat diperoleh melalui penjumlahan elastisitas substitusi. Jika a + ß = 1 berarti constant return to scale, jika a + ß < 1, berarti decreasing return to scale, jika a + ß > 1, berarti increasing return to scale. Dalam persamaan, jika input dinaikkan dua kali lipat, maka :
Artinya: jika a + ß = 1, maka Q2 = 2Q1 terjadi constant return to scale; jika a + ß < 1, maka Q2 < 2Q1 terjadi decreasing return to scale; jika a + ß > 1, maka Q2 < 2Q1 terjadi increasing return to scale. Dalam grafik dapat dilihat kondisi return to scale sebagai berikut : K
Universitas Sumatera Utara
35
2K
b b
a K
a
0
L
2L
L
(sumber: joesron dan Fatthorrozi) Gambar 2.7.1 : Constan return to scale Constan return to scale terjadi jika persentase pertambahan kantitas produksi sama besarnya dengan persentase pertambahan kuantitas faktor-faktor produksi (oa=ab)
K b 2K
b
a
2Q
a
K
Q L
2L
L
(Sumber ; Joesron dan Fatthorrozi) Gambar 2.7.2 : Icreasing Return to Scale
Universitas Sumatera Utara
36
Increasing return to scale terjadi jika presentase pertambahan kuantitas produksi lebih besar dari persentase pertambahan kuantitas faktor-faktor produksi. K
2K b
a K
b
a
2Q Q L
2L
L
(sumber : joesron dan fathorrozi) Gambar 2.7.3. : decreasing return to Scale Decresing return to scale terjadi jika persentase bertambah kuantitas produsi lebih kecil dari persentase pertambahan kuantitas faktor-faktor produksi 3. Bagian dari faktor input, yaitu tenaga kerja dan modal diketahui. Hal ini sangat penting karena setiap proses produksi mempunyai dampak yang berbeda-beda terhadap bagian-bagian tersebut. Dengan pengetahuan mengenai bagian-bagian dari input juga kita dapat mengetahui sejauh mana suatu proses perubahan bersifat padat kerja atau padat modal. Dengan kata lain, fungsi produksi cob-Douglas dapat menjelaskan elastisitas input. Elastisitas input modal diperoleh melalui persamaan:
Universitas Sumatera Utara
37
Dengan mensubstitusikan nilai dQ/dK pada persamaan(2) ke persamaan(4), diperoleh persamaan:
Dengan cara yang sama, diperoleh persamaan untuk elastisitas tenaga kerja, yaitu :
Dari persamaan di atas, diketahui bahwa koefisien regresi dari fungsi produksi CobbDouglas adalah sama dengan elastisitas inputnya. Elastisitas input berfungsi untuk menjelaskan input mana yang lebih elastis di antara input-input yang digunakan. Di samping itu, nilai elastisitas juga menjelaskan intensitas faktor produksi. Jika a > ß, berarti proses produksi lebih bersifat padat modal. Sebaliknya, jika ß > a, berarti proses produksi lebih bersifat padat karya.
2.8. Input Dengan Dua Variabel Isokuan adalah sebuah kurva yang memperlihatkan semua kemungkinan kombinasi dari Input yang menghasilkan output yang sama. Isokuan dalam produksi menunjukkan berbagai kombinasi input yang diperlukan sebuah perusahaan untuk memproduksi jumlah output tertentu . sejumlah isokuan atau peta isokuan menunjukkan fungsi produksi dari perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
38
E
5 4 3
B
A
C
2 1 D 0
1
2
3
4
5
Tenaga Kerja Pertahun
2.9. Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi baik dari segi jumlahnya, kualitas dan juga macam tenaga kerja. Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga penggunaannya optimal. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, jenis pekerjaan dan upah tenaga kerja. Untuk mengetahui sejauhmana penggunaan tenaga kerja wanita dan tenaga kerja pria pada petani kecil maupun petani besar. Menurut Payaman Simanjuntak (1995) yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah: “Penduduk yang berumur 10 tahun atau lebih, yang sudah atau sedang mencari pekerjaan dan sedang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga.’
Universitas Sumatera Utara
39
Adapun definisi tenaga kerja menurut Mubyarto (1999) adalah : “Jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut.” Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja hanya dibedakan oleh batas umur. Di Indonesia dipilih batas umur 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Dengan demikian, di Indonesia penduduk dibawah umur 10 tahun digolongkan sebagai bukan tenaga kerja. Pemilihan 10 tahun sebagai batas umur minimum berdasarkan kenyataan bahwa pada umur tersebut sudah banyak penduduk usia muda terutama di desa-desa yang sudah bekerja atau mencari pekerjaan. Menurut Biro Pusat Statistik berdasarkan sensus tahun 1990 tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat, atau berusaha untuk terlibat, dalam kegiatan produktif yaitu memperoleh hasil produksi barang dan jasa. Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan golongan yang menganggur atau mencari pekerjaan. Angkatan kerja yang digolongkan bekerja adalah : Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan yang lamanya bekerja paling sedikit satu jam selama seminggu yang lalu. Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan tidak melakukan pekerjaan atau bekerja kurang dari satu jam tetapi mereka adalah : a. Pekerja tetap, pegawai-pegawai pemerintah atau swasta yang sedang tidak masuk kerja karena cuti, sakit, mogok, mangkir ataupun perusahaan menghentikan kegiatan sementara.
Universitas Sumatera Utara
40
b. Petani-petani yang mengusahakan tanah pertanian yang tidak bekerja karena menuggu hujan untuk menggarap sawah. c. Orang-orang yang bekerja di bidang keahlian seperti dokter, tukang cukur, dalang dan lain lain. Angkatan kerja yang digolongkan menganggur dan sedang mencari pekerjaan adalah : a. Mereka yang belum pernah bekerja, pada saat sedang berusaha mendapatkan pekerjaan. b. Mereka yang pernah bekerja pada saat pencacahan, sedang menganggur dan berusaha mendapatkan pekerjaan. c. Mereka yang dibebas tugaskan dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan. Golongan yang menganggur dalam pengangguran dan setengah pengangguran dimana: a. Pengangguran yaitu orang yang sama sekali tidak bekerja dan berusaha mencari kerja. b. Setengah pengangguran adalah mereka yang kurang dimanfaatkan dalam bekerja dilihat dari segi jam kerja, produktivitas kerja dan pendapatan. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang digunakan didalam melaksanakan proses produksi. Dalam proses produksi tenaga kerja memperoleh pendapatan sebagai balas jasa. dari usaha yang telah dilakukannya yakni upah. Maka pengertian permintaan tenaga kerja disini diartikan sebagai jumlah tenaga kerja yang diminta oleh pengusaha pada berbagai tingkat upah. (Boediono, 1984) Permintaan pengusaha terhadap faktor produksi berlainan dengan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Orang membeli barang karena barang itu memberikan
Universitas Sumatera Utara
41
manfaat (Utility) pada pembeli. Akan tetapi pengusaha menggunakan faktor produksi dalam hal ini tenaga kerja karena tenaga kerja itu membantu memproduksi barang dan jasa untuk dijual kepada konsumen. Dengan kata lain pertambahan permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja, tergantung dari permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksinya. Permintaan tenaga kerja akan tenaga kerja yang seperti itu disebut derived demand (Soedarsono, 1998).
2.10. Aset Harta atau (asset) adalah sesuatu yang member arus keuangan atau jasa kepada pemiliknya. Dalam perbankan syariah asset meliputi kas, penempatan dana pada BI, penempatan pada bank
lain, pembiayaan yang diberikan, penyertaan, penyisihan
penghapusan Akitva Produktif, Aktiva Tetap dan Inventaris, serta Rupa-rupa Akitva. (Banoon dan Malik, 2007) a. Kas. Uang kartal yang tersedia bagi suatu usaha, terdiri atas uang kertas bank dan uang logam yang merupakan alat pembayaran yang sah; dalam perusahaan bukan bank, cek,wesel, dan surat berharga lain yang dapat segera dijadikan uang diperhitungkan juga sebagai kas. b. Penempatan Penanaman dana bank syariah pada Bank Indonesia, bank syariah lainnya dan atau Bank Pembiayaan Rakyat berdasarkan prinsip syariah, antara lain dalam bentuk gio dan atau tabungan wadi’ah, deposito berjangka dan atau tabungan mudharabah, pembiayaan yang diberikan, Sertifikat Investasi Mudharabah Antarabank (sertifikat IMA) dan atau bentuk-bentuk penempatan lainnya berdasarkan prinsip syariah.
Universitas Sumatera Utara
42
c. Pembiayaan Pembiayaan pada bank syariah meliputi pembiayaan diterima, pembiayaan investasi, pembiayaan likuiditas, pembiayaan konsumtif, pembiayaan modal kerja, pembiayaan persediaan, dan pembiayaan piutang. d. Penyertaan Penanaman dana bank syariah dalam bentuk saham pada perusahaan yang bergerak dibidang keuangan syariah atau untuk mengatasi kegagalan pembiayaan dan atau piutang dalam perusahaan nasabah. Hal ini menyebabkan bank syariah memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan yang bergerak dibidang keuangan syariah atau pada perusahaan milik nasabah. e. Penghapusan Aktiva Penghapusan nilai buku suatu aktiva yang dilakukan apabila nilai buku yang tercantum tidak lagi menggambarkan manfaat dari aktiva yang bersangkutan. f. Penghapusan Aktiva Produktif Tindakan administratif untuk menghapusbuku aktiva produktif yang tergolong macet dari neraca sebesar kewajiban nasabah tanpa menghapus hak tagih bank kepada nasabah
Universitas Sumatera Utara