BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Faktor Geografis Dalam Pemekaran Wilayah Semua wilayah pada setiap Negara memiliki taraf kemajuan berbeda-beda, tergantung kondisi fisis dan kondisi sosial dari wilayah masing-masing. Begitupun wilayah-wilayah di Negara kesatuan Republik Indonesia, pulau-pulau yang tersebar memiliki karakteristik yang berbeda-beda baik secara fisis geografis maupun sosial geografisnya. Diantaranya adalah faktor geografis yang menyangkut aspek fisik dan non fisik. Aspek fisik seperti luas tanah. Aspek non fisik (sosial) seperti jumlah penduduk, sosial budaya, sosial politik, kondisi sarana ekonomi, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana transportasi, dan sarana pariwisata. 1. Dimensi Geografi dalam Pemekaran Wilayah Menurut Smith (1985:15) dimensi geografi pembentukan daerah otonom adalah variabel yang terkait dengan pembentukan daerah otonom sebagai akibat munculnya ikatan-ikatan yang bermotif politik pada masyarakat yang tinggal di suatu daerah. Ikatan-ikatan bermotif politik tersebut, latar belakang kesatuan geografis itu dihubungkan oleh suatu ikatan secara politis. Kuat lemahnya ikatan tersebut sangat tergantung kepada seberapa besar daya tarik politik terhadap hadirnya kesatuan masyarakat tersebut sebagai suatu kesatuan politis. Pandangan ini menjadi pembenaran terbentuknya suatu daerah otonom. Daerah otonom tidaklah mungkin terbentuk jika tidak terdapat jalinan ikatan
9
10
politis antara masyarakat dengan wilayah tinggalnya. Sebagai bentuk dan aktualisasi politik, pembentukan daerah otonom harus memiliki landasan dasar yang kuat secara politis, sehingga daerah otonom mampu memberi identitas baru yang merepresentasikan perasaan-perasaan masyarakat dalam bentuk yang sangat khas. Aspek geografis, mengasumsikan bahwa kondisi geografis suatu daerah akan berpengaruh terhadap pembentukan identitas suatu kelompok masyarakat yang akhirnya akan berkembang menjadi satu kesatuan politik. Misalnya masyarakat daerah pantai, gunung atau pulau. Masyarakat yang terpisah secara geografis, cenderung membentuk komunitas tersendiri dan akan menjadi dasar pembentukan kelompok masyarakat. 2. Dimensi Sosial Budaya dalam Pemekaran Wilayah Menurut Urwin (1982:17) budaya dan etnik selalu membentuk bagian sosial dari suatu daerah yang khusus berdasarkan sejarah yang dibentuk dari elemen-elemen yang saling berbeda dari suatu kelompok etnik ke kelompok etnik yang lain. Aspek Sosial Budaya mengasumsikan, jika suatu masyarakat terikat dengan suatu sistem budaya tersendiri yang memberi perbedaan identitas budaya dengan masyarakat lain, maka secara politis ikatan kesatuan masyarakat tersebut akan lebih kuat. Aspek ini secara langsung terkait dengan persoalan etnisitas dan mungkin saja keagamaan. Faktor ini sebetulnya terkait pula dengan faktor geografi, karena faktor etnisitas tidak mungkin muncul dengan sendirinya. Pembentukan sebuah identitas etnis merupakan proses yang sangat panjang terkait dengan faktor-faktor geografis dan demografis secara langsung.
11
3. Dimensi Demografi dalam Pemekaran Wilayah Menurut Mutalib (1987:18) dimensi demografi yaitu faktor yang mengasumsikan bahwa homogenitas penduduk akan mendorong lahirnya kesatuan penduduk secara politis. Suatu masyarakat dengan penduduk yang homogen, akan memiliki tingkat kesatuan politik yang lebih tinggi dibanding masyarakat heterogen. Jika faktor heterogenitas ini dikolaborasikan dengan kesatuan secara geografis, maka secara politis pembentukan kesatuan masyarakat tersebut akan lebih kuat dan secara langsung akan semakin mendorong tuntunan terbentuknya daerah otonom. Menurut Smith (1985:18) fakta dimana suatu wilayah dibagi-bagi ke dalam bentuk pemerintahan yang otonom, selalu dihubungkan dengan wilayah yang dapat dikenali dan penduduk yang ada di dalamnya terbentuk menjadi suatu unit sosial ekonomi yang alami. Umumnya mereka membentuk perasaan bersama dan memiliki identitas. 4. Dimensi Administrasi dalam Pemekaran Wilayah Mutalib (1987:10) pengorganisasian wilayah didasarkan pada setiap aktivitas yang dilaksanakan dalam suatu wilayah sehingga memerlukan area kerja sendiri. Wilayah-wilayah yang diberi status otonom atau yang didesentralisasikan diyakini akan meningkatkan pelaksanaan administrasi dan pelayanan kepada masyarakat, karena desentralisasi dapat memberikan peluang pada penyesuaian administrasi dan pelayanan terhadap karakteristik wilayah-wilayah yang bervariasi sebagai konsekuensi dan perbedaan-perbedaan yang dibentuk geografi.
12
Geografi dalam pengertian fisik menjadi dasar penentuan batas-batas administrasi. Suatu wilayah geografis dengan wilayah yang relatif kecil adalah areal yang tepat untuk : 1) Pelayanan lebih optimal, karena wilayah pelayanan relatif sempit. 2) Pemerintahan lebih responsif karena lebih dekat dengan komunitas yang dilayani. 3) Partisipasi masyarakat lebih meluas karena akses masyarakat yang relatif terbuka. 4) Konsolidasi masyarakat menjadi lebih mudah karena kedekatan institusi dengan masyarakat. 5) Pengawasan menjadi lebih mudah karena wilayah pengawasan yang relatif sempit. Smith (1985:10) dimensi lain mendasarkan pada prinsip teknis, yaitu suatu daerah atau wilayah bagi suatu fungsi pemerintahan ditentukan oleh lingkungan kerja (alam) ataupun ekonomi : air, iklim, kondisi pantai, topografi dan lokasi sumber daya alam serta distribusi industri. Sumber-sumber alam yang ada di daerah mungkin memiliki persamaan secara administratif serta menyediakan suatu pola daerah berdasarkan ciri-ciri fisiknya. Walaupun daerah-daerah memiliki perbedaan secara geografis dan administratif akan tetapi administrasi daerah dibuat selalu berdasarkan pada letak geografisnya yaitu karakteristik-karakteristik serta hal-hal lain yang berada di daerah. Bagi para geografer hal-hal lain yang dimaksudkan diatas termasuk di dalamnya sosial dan ekonomi, lahan batubara atau daerah-daerah pertanian.
13
5. Dimensi Politik dalam Pemekaran Wilayah Smith (1985:13) keanekaragaman budaya, pembangunan ekonomi yang tidak merata, perbedaan etnik serta loyalitas primordial yang keras selalu menghasilkan tekanan-tekanan yang tidak dapat ditahan oleh desentralisasi. Dimensi politik dalam pembentukan daerah atau desentralisasi
adalah
pemerintahan yang dilokalisir sebagai bagian dan suatu landasan pengakuan suatu kelompok masyarakat sebagai entitas politik. Dengan demikian desentralisasi idealnya berbasis komunitas masyarakat. Pemerintahan daerah atau daerah otonom dalam perspektif teori adalah entitas yang memberi wujud khas pada kelompok masyarakat tertentu menjadi bagian integral dari organisasi negara yang berada di bawah hukum pemerintahan daerah dengan batas-batas geografis tertentu. Pengelompokan tidak hanya terletak pada batas geografis semata tetapi pada kehidupan kelompok yang hidup bersama sebagai suatu kesatuan. Dalam pengertian sebagai kelompok mereka berbeda secara abstrak karena adanya perbedaan aspek sosial dan demografi. Dimensi politik desentralisasi mencakup aspek-aspek geografis, sosial, dan demografi yang membedakan suatu komunitas secara kongkrit atau abstrak yang membentuk identitas dan landasan bersama sebagai suatu kesatuan atau entitas politik.
B. Peraturan Pemerintah Dalam Pemekaran Wilayah Otonomi daerah yang dilaksanakan dalam Negara republik Indonesia telah diatur kerangka landasanya dalam UUD 1945 antaralain: Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi: Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.
14
Pasal 18 yang menyatakan : Pembangunan daerah Indonesia atas dasar daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dan system pemerintahan Negara dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. Pemekaran wilayah sama halnya dengan pemekaran daerah dalam PP RI No 129 tahun 2000 pasal 1: 4 disebutkan bahwa pemekaran daerah adalah pemecahan daerah propinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota menjadi lebih dari satu daerah. Pemekaran wilayah merupakan suatu proses pembagian wilayah menjadi lebih dari satu wilayah, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan mempercepat pembangunan. Pemekaran wilayah juga diharapkan dapat menciptakan kemandirian daerah. Pemekaran wilayah adalah pemecahan Kotamadya atau Kabupaten Administrasi, Kecamatan dan Kelurahan menjadi lebih dari satu dari Kotamadya atau Kabupaten Administrasi, Kecamatan dan Kelurahan. Selanjutnya PP No. 129 Tahun 2000 pasal 2 menegaskan, bahwa tujuan dari pembentukan atau pemekaran wilayah, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui: a. b. c. d. e.
Peningkatan pelayanan kepada masyarakat Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah Percepatan pengelolaan potensi daerah Peningkatan keamanan dan ketertiban
1. Syarat-syarat dan Indikator Pembentukan suatu Daerah Baru Pembentukan suatu daerah baru tidak terlepas dari persyaratan dan indikator yang harus dicapai, maka dari itu syarat dan indikator dalam Bab III PPRI No 129 Tahun 2000 terdiri dari:
15
a. Kemampuan ekonomi hal ini merupakan cerminan hasil kegiatan usaha perekonomian yang berlangsung di suatu daerah Propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan. b. Potensi daerah merupakan cerminan tersedianya sumberdaya yang dapat dimanfaatkan dan memberikan sumbangan terhadap penerimaan daerah dan kesejahteraan msyarakat yang diukur dari: 1) Sarana ekonomi 2) Sarana pendidikan 3) Sarana kesehatan 4) Sarana transportasi 5) Sarana pariwisata c. Sosial budaya merupakan cerminan yang berkaitan dengan struktur sosial dan pola budaya masyarakat, kondisi sosial budaya masyarakat yang dapat diukur dari tempat peribadatan dan sarana olah raga. d. Jumlah penduduk yaitu jumlah tertentu penduduk dalam suatu daerah. e. Luas daerah yaitu nilai luas keseluruhan suatu daerah tertentu. f. Pertimbangan lain bagi terselenggaranya otonomi daerah dengan berpatok pada: kemanan/ketertiban, ketersediaan sarana prasarana, rentang kendali dan lain-lain. Tabel 2.1 Faktor dan Indikator Pembentukan Kecamatan Faktor 1. Penduduk 2. Luas daerah 3. Rentang kendali
4. Aktivitas perekonomian
5. Ketersediaan sarana prasarana
dan
Indikator Jumlah penduduk Luas wilayah keseluruhan Luas wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan Rata-rata jarak desa ke pusat pemerintahan Kecamatan Rata-rata waktu perjalanan ke pusat pemerintahan kecamatan 6. Jumlah bank 7. Lembaga keuangan non bank 8. Kelompok pertokoan 9. Jumlah Pasar 10. Rasio Sekolah Dasar per penduduk usia Sekolah Dasar 11. Rasio Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama per penduduk usia Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 12. Rasio Sekolah Lanjutan Tingkat Atas per penduduk usia Sekolah Lanjutan Tingkat Atas 13. Rasio tenaga medis per penduduk 14. Rasio fasilitas kesehatan per penduduk 15. Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor atau perahu atau perahu motor atau kapal motor 16. Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah
1. 2. 3. 4. 5.
rumah tangga 16. Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor
16
Lanjutan Tabel 2.1 Faktor
Indikator 17. Rasio sarana peribadatan per penduduk 18. Rasio fasilitas lapangan olahraga per penduduk 19. Jumlah balai pertemuan
Sumber : PP RI No. 19 Tahun 2008.
2. Cara Penghitungan Indikator dalam Pembentukan Kecamatan Adapun cara untuk mengetahui perhitungan dari indikator dalam pembentukan kecamatan yaitu sebagai berikut: Tabel 2.2 Cara Perhitungan Indikator No 1.
Faktor dan Idikator Penduduk : a. Jumlah penduduk
2.
Luas Daerah: a. Luas wilayah keseluruhan b. Luas wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan
3.
4.
Rentang kendali: a. Rata-rata jarak desa ke pusat pemerintahan kecamatan (ibu kota kecamatan) b. Rata-rata waktu perjalanan dari desa ke pusat pemerintahan (ibu kota kecamatan) Aktifitas ekonomi: a. Jumlah bank
b. Jumlah lembaga keuangan
c. Jumlah kelompok pertokoan
Perhitungan - semua penduduk yang berdomisisli selama 6 bulan - semua penduduk yang berdomisisli > 6 bulan tujuan menetap jumlah luas daratan + luas lautan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kawasan budi daya di luar kawasan lindung. jumlah jarak dari desa/kelurahan ke pusat pemerintahan kecamatan : jumlah desa/kelurahan. jumlah waktu perjalanan dari desa/kelurahan ke pusat pemerintahan kecamatan : jumlah 1 / 4 desa/kelurahan jumlah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, menyalurkannya dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya. jumlah badan usaha selain bank, meliputi asuransi, pegadaian, dan koperasi. sejumlah toko yang terdiri atas paling sedikit 10 toko dan mengelompok. Dalam satu kelompok pertokoan bangunan fisiknya dapat lebih dari satu.
17
Lanjutan Tabel 2.2 No
Faktor dan Idikator d. Jumlah pasar
Perhitungan prasarana fisik dibangun untuk tempat pertemuan antara penjual dan pembeli barang dan jasa, yang aktivitasnya rutin dilakukan setiap hari.
e. Rasio sarana peribadatan per peduduk
Jumlah lapangan bulu tangkis, sepak bola, bola volly, dan kolam renang : jumlah penduduk.
f. Rasio fasilitas lapangan olahraga per Tempat (gedung) yang digunakan penduduk untuk pertemuan masyarakat melakukan berbagai kegiatan interaksi sosial. Sumber : PP RI No. 19 Tahun 2008
3.
Metode penilaian dalam Pembentukan Kecamatan Metode untuk menentukan penilaian dari indikator pembentuk Kecamatan
dilihat pada tabel 2.3. Tabel 2.3 Metode Penilaian dari Indikator Pembentuk Kecamatan Penilaian Sistem skoring
Metode 1. Metode Rata-rata adalah metode yang membandingkan besaran/nilai tiap calon kecamatan dan kecamatan induk terhadap besaran/nilai rata-rata keseluruhan kecamatan di kabupaten/kota. • kecamatan yang memiliki besaran/nilai indikator yang sangat berbeda (di atas 5 kali dari besaran/nilai terendah), • maka besaran/nilai tersebut tidak diperhitungkan 2. Metode Kuota adalah metode yang menggunakan angka tertentu sebagai kuota penentuan scoring baik terhadap calon kecamatan maupun kecamatan induk.
Indikator Skor • skala 1-5 (sangat mampu) • skor 4 (mampu) • skor 3 (kurang mampu) • skor 2 (tidak mampu) • skor 1 (sangat tidak mampu)
Pemberian Skor • skor 5: nilai indikator lebih besar / sama dengan 80% • skor 4: nilai indicator lebih besar/ sama dengan 60% • skor 3: nilai indicator lebih besar / sama dengan 40 % • skor 2: nilai indicator lebih besar/sama dengan 20%
18
Lanjutan Tabel 2.3 Penilaian Sistem skoring
•
•
•
Metode Untuk pembentukan kecamatan di kabupaten adalah 10 (sepuluh) kali rata-rata jumlah penduduk desa/kelurahan seluruh kecamatan di kabupaten yang bersangkutan. Untuk pembentukan kecamatan di kota adalah 5 (lima) kali rata-rata jumlah penduduk desa/kelurahan seluruh kecamatan di kota yang bersangkutan. 2/4 Semakin besar perolehan besaran/nilai calon kecamatan dan kecamatan induk (apabila dimekarkan) terhadap kuota pembentukan kecamatan, maka semakin besar skornya.
Indikator Skor
Pemberian Skor • skor 1: nilai indicator kurang dari 20%nilai rata-rata
Sumber : PP RI No. 19 Tahun 2008
4.
Pembobotan dalam Pembentukan Kecamatan Setiap faktor dan indikator mempunyai bobot yang berbeda-beda sesuai
dengan perannya dalam pembentukan Kecamatan. a. Bobot untuk masing-masing faktor dan indikator: Tabel 2.4 Pembobotan untuk Masing-masing Faktor dan Indikator No 1. 2.
3.
4.
Faktor dan Idikator Penduduk 1. Jumlah penduduk Luas Daerah 1. Luas wilayah keseluruhan 2. Luas wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan Rentang kendali 1. Rata-rata jarak desa ke pusat pemerintahan kecamatan (ibu kota kecamatan) 2. Rata-rata waktu perjalanan dari desa ke pusat pemerintahan (ibu kota kecamatan) Aktifitas ekonomi 1. Jumlah bank 2. Jumlah lembaga keuangan
Bobot 20 20 10 5 5 20 10 10 10 2 2
19
Lanjutan Tabel 2.4 No
Faktor dan Idikator 3. Jumlah kelompok pertokoan 4. Jumlah pasar 5. Ketersediaan sarana dan prasarana 1. Rasio sekolah dasar per penduduk usia sekolah dasar 2. Rasio Sekolah Lanjutan Tingkat pertama per penduduk usia Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 3. Rasio Sekolah lanjutan tingkat atas per penduduk usia sekolah lanjutan tingkat atas 4. Rasio fasilitas kesehatan per penduduk 5. Rasio tenaga medis per penduduk 6. Peresntase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor atau kapal motor 7. Presentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga 8. Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor 9. Rasio sarana peribadatan per peduduk 10. Rasio fasilitas lapangan olahraga per penduduk Total 100 Sumber : PP RI No. 19 Tahun 2008
Bobot 2 4 40 4 4 4 4 4 3 3 3 4 3
b. Nilai indikator adalah hasil perkalian skor dan bobot masing-masing indikator. Kelulusan ditentukan oleh total nilai seluruh indikator dengan kategori dalam tabel 2.5 Tabel 2.5 Total Nilai Keseluruhan Indikator Kategori Total Nilai Seluruh Indikator Sangat Mampu 420 s/d 500 Mampu 340 s/d 419 Kurang Mampu 260 s/d 339 Tidak mampu 180 s/d 259 Sangat Tidak Mampu 100 s/d 179 Sumber : PP RI No. 19 Tahun 2008
Keterangan Rekomendasi Rekomendasi Ditolak Ditolak Ditolak
c. Suatu calon kecamatan direkomendasikan menjadi kecamatan baru apabila calon kecamatan dan kecamatan induknya (setelah pemekaran) mempunyai total nilai seluruh indikator dengan kategori sangat mampu (420-500) atau mampu (340-419).
20
d. Usulan pembentukan kecamatan ditolak apabila calon kecamatan atau kecamatan induknya (setelah pemekaran) mempunyai total nilai seluruh indikator dengan kategori kurang mampu (260 339), tidak mampu (180259) dan sangat tidak mampu (100-179).
C. Pengaruh Perkembangan Wilayah Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat 1. Pengembangan Wilayah dalam Pemekaran Wilayah Menurut Francis (dalam Djakapermana, 2005:10) pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai tujuan agar wilayah itu berkembang menuju tingkat perkembangan yang diinginkan. Pengembangan wilayah dilaksankan melalui optimasi pemanfaatan sumberdaya yang dimilikinya secara harmonis, serasi dan terpadu melalui pendekatan yang bersifat komperhensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosoial, budaya dan lingkungan hidup utnuk
pembangunan
berkelanjutan. Prinsip ini juga sering disebut dengan pembangunan berkelanjutan dengan basis pendekatan penataan ruang wilayah. Pembangunan berkelanjutan dengan prinsi seperti ini harus dijadikan tujuan utama bagi pembuat keputusan kebijakan publi untuk setiap tingkatan pemerintahan yang memang berbeda tipenya. Tujuan penataan ruang antara lain adalah tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas berbudi luhur dan sejahtera, mewujudkan keterpaduan pemanfaatan sumberdaya, meningkatkan sumberdaya alam secara efisien dan efektif bagi manusia, dan mewujudkan bagi perlindungan fungsi ruang dan mencegah kerusakan lingkungan. Hal yang sama
21
dinyatakan oleh Sitorus (2004:10), bahwa pembangunan wilayah berkelanjutan erat kaitannya dengan rencana pemanfaatan lahan (ruang) dan dapat diwujudkan melalui keterkaitan pengelolaan yang tepat antara sumberdaya alam, dengan aspek social-ekonomi, dan budaya (kultur). Dalam pengembangan wilayah, terlebih dahulu dilakukan perencanaan penggunaan lahan yang strategis yang dapat memberikan keuntungan ekonomi wilayah (strategic landuse development planning). Menurut Sitours (2004:12) perencanaan penggunaan lahan yang strategis bagi pembangunan merupakan salah satu kegiatan dari upaya pengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan. Hal ini penting untuk mengetahui potensi pengembangan wilayah, daya dukung dan manfaat ruang wilayh melalui proses inventarisais dan penilaian keadaan/kondisi lahan, potensi, dan pembatasan-pembatasan suatu daerah tertentu. Ketersediaan sumberdaya alam dan lingkungan serta kegiatan pengolahan hasil ekstraksi sumberdaya alam tersebut juga akan berinteraksi dengan penduduk setempat, permukiman atau lokasi-lokasi pasar (outlet-kota/pelabuhan). Interaksi yang baik, aman, lancar, murah dan tidak mengganggu lingkungan alam yang serasi merupakan kebutuhan untuk dapat memperlancar pemasaran hasil produksi pemanfaatan sumberdaya alam, dan sekaligus akan memberikan dampak timbulnya berbagai kegiatan pemanfaatan ruang lainnya yang berpotensi bagi pengembangan wilayah dimasa yang akan datang. Konsepsi pengembangan wilayah dapat dilihat pada gambar 2.1 (Djakapermana, 2005:14).
22
PERKEMBANGAN YANG DIINGINKAN PERKEMBANGAN YANG ADA PERKEMBANGAN TANPA INTERVENSI T MASA LALU
SAAT INI
Tergantung kepada kemampuan daerah, wilayah, lokasi
MASA DEPAN
Optimasi sumberdaya alam (lahan), lingkungan, dan prasaranatransportasi perlu penataan ruang (leverage)
Gambar 2.1 Konsepsi Pengembangan Wilayah Berdasarkan beberapa pandangan tersbut, terlihat suatu keterkaitan antara upaya pemanfaatan ruang wilayah dengan faktor optimasi pemnafaatan sumberdaya alam, lingkungan dan pengembangan prasarana transportasi wilayah. Upaya untuk mengembangkan wilayah harus sesuai dengan tujuan pokok pengembangan wilayah yang ada dalam rencana tata ruang yang telah disepakati sebelumnya. Tujuan ini selanjutnya dituangkan dalam rencana struktur dan pola ruang serta berbagai indikasi program. Perwujudan rencana tata ruang dan indikasi program tersebut masih memerlukan alat penjabarannya dalam bentuk arahan kebijakan strategis. Dalam proses pengembangan wilayah ada beberapa pengertian wilayah yang terkait aspek keruangan yang harus dipahami terlebih dahulu. Konsep wilayah dalam proses penataan ruang harus meliputi konsep ruang sebagai ruang wilayah ekonomi, ruang wilayah sosial budaya, ruang wilayah ekologi, dan ruang wilayah politik. Wilayah itu sendiri adalah batasan geografis (deliniasi yang
23
dibatasi oleh koordiant geografis) yang mempunyai pengertian atau maksud tertentu atau sesuai fungsi pengamatan tertentu. Menurut Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah “ruang” yang merupakan satu kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi dan atau aspek fungsional. Sementara itu, pengertian ruang menurut undang-undang yang sama adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk hidup lain, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Dengan pengertian ruang tersebut, maka ada ruang untuk kegiatan manusia melakukan kegiatannya (budidaya) dan ada ruang untuk kelangsungan mahluk hidup lainnya yang harus dipelihara, dijaga, dan bahkan dlindungi agar kehidupannya bisa tetap berlangsung (ruang yang harus dilindungi). Berdasarkan pengertian undang-undang tersebut, ada dua aspek yang harus diperhatikan dalam konsep wilayah yaitu: a. Didalam wilayah ada unsur-unsur yang saling terkait yaitu ruang yang berfungsi lindung yang harus selalu dijaga keberadaannya dan ruang yang berfungsi budidaya sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya untuk kelangsungan hidupnnya, yang pada dasarnya, keduanya tidak biasa hidup dan berkembang serta survive (berkelanjutan) secara sendiri-sendiri.
24
b. Adanya pengertian deliniasi fungsi berdasarkan kooridnasi geografis (batas berdasarkan titik-titik kooridnat) yang deliniasinya bisa wilayah admnisitrasi (pemerintahan) dan wilayah fungsi tertentu lainnya. Pengertian wilayah ini menurut Rustiadi et al (dalam Djakapermana, 2005:28). akan selalu terkait aspek kepentingan sosial, ekonomi, budaya, politik, keamanan maupun pertahanan. Secara umum pengertian wilayah ini dapat dikelompokan sebagai berikut: 1) Ruang wilayah ekologis adalah deliniasi fungsi kesatuan ekosistem berbagai kehidupan alam dan buatan yang membentuk pola ruang ekotipe dan struktur hubungan yang hierarkis antara ekotipe, misalnya daerah aliran sungai (DAS) dengan sub DAS-nya, wilayah hutan tropis dengan struktur bagian hutan tropisnnya. 2) Ruang wilayah ekonomi adalah deliniasi wilayah yang berorientasi menggambarkan maksud fungsi (manfaat-manfaat) ekonomi, seperti wilayah produksi, konsusmi, perdagangan, aliran barang dan jasa. 3) Ruang wilayah sosial budaya adalah deliniasi wilayah yang tekait dengan budaya adat dan berbagai prilaku masyarakat, misalnya wilayah adat/marga, suku maupun wilayah pengaruh kerajaan. 4) Menurut Rustiadi et al (dalam Djakapermana, 2005:29) wilayah politik yaitu dimensi wilayah yang terkait dengan batas administrasi, yaitu batasan ruang kewenangan kepala pemerintahan yang mengatur dan mengelola berbagai sumber daya alam dan manffatnya untuk kepentingan
25
pengembangan wilayah yang akan diatur dan yang menjadi kewenangan politiknya selaku penguasa wilayah. 2. Jenis-jenis Perwilayahan dalam Pemekaran Menurut Tarigan (2005:115) perwilayahan mengelompokan wilayah kecil dalam satu kesatuan. Suatu perwilayahan
beberapa
dapat diklasifiasikan
berdasarkan tujuan pembentukan wilayah itu sendiri. Dasar dari perwilayahan dapat dibedakan sebagai berikut : a.
Berdasarkan wilayah administratif pemerintah,
di Indonesia dikenal
wilayah kekuasaan pemerintahan, seperti Provinsi, Kabupaten atau Kota, Kecamatan, Desa atau Kelurahan dan Dusun atau lingkungan. b.
Berdasarkan kesamaan kondisi (homogenity), yang paling umum adalah kesamaan kondisi fisik dan kondisi kesamaan sosial budaya.
c.
Berdasarkan ruang lingkup pengaruh ekonomi. Perlu ditetapkan terlebih dahulu beberapa pusat pertumbuhan (growth pole atau growth centre) yang kira-kira sama besarnya atau rangkingnya, kemudian ditetapkan batsbatas-batas pengaruh dari setiap pusat pertumbuhan.
d.
Berdasarkan wilayah perencanaan atau program. Dalam hal ini ditetapkan bats-batas wilayah ataupun daerah-daerah yang terkena suatu program atau proyek dimana wilayah tersebut termasuk kedalam suatu perencanaan untuk tujuan khusus.
26
3. Kebaikan dan Keburukan Masing-masing Jenis Perwilayahan Menurut Tarigan (2005:115) perwilayahan mempunyai kebaikan ataupun keburukan. Cara perwilayahan yang paling cocok digunakan, tergantung pada tujuan studi atau perencanaan itu sendiri. a. Perwilayahan berdasarkan administrasi pemerintahan, biasanya terikat pada sejarah masa lalu dan telah ditetapkan berdasarkan undang-undang sehingga tidak mudah diubah. Pembentukannya biasanya berdasarkan sejarah, tuntutan masyarakat, atau keputusan pemerintah. Berdasarkan sejarah terbentuknya, wilayah administrasi yang setingkat di Indonesia adalah beragam. Ada yang luas dan ada yang sempit, ada yang memiliki potensi ekonomi yang kuat dan ada yang potensi ekonominya rendah. Batas wilayah atas dasar administrasi pemerintahan ini tidak mungkin diabaikan dalam perencanaan pembangunan karena memiliki batas yang jelas sehingga penyediaan data umumnya didasarkan atas wilayah administrasi.
Demikian
pula
kebijakan
yang
disarankan
harus
memperhatikan aspek wilayah pemerintahan karena kewenangan dalam pelaksanaan dibagi berdasrkan wilayah pemerintahan. b. Perwilayahan berdasarkan homogenitas terutma berguna bagi perencanaan sektoral. Daerah-daerah yang memiliki kesamaan dalam sektor misalnya, pertanian rakyat, perikanan, perkebunan, agama, atau beberapa sektor sekaligus dapat dijadikan satu wilayah. c. Perwilayahan berdasarkan ruang lingkup pengaruh ekonomi mengenal adanya pusat-pusat pertumbuhan yang masing-masing memiliki daerah
27
belakangnya. Wilayah belakang (hinterland) diakatakan sebagai wilayah pengaruh sebuah kota apabila alam memenuhi kebutuhannya atau menjual hasil produksinya cenderung bergantung pada kota tersebut, termasuk kebutuhan hidup, pendidikan, kesehtan, atau rekreasi. d. Perwilayahan berdasarkan program atau perencanaan khusus sering bersifat insidential dan sementara. Perwilayahan ini dibuat karena ada program khusus. 4. Kondisi Sosial Ekonomi Masyrakat Kondisi sosial ekonomi merupakan suatu keadaan atau tingkat sosial dan ekonomi masyarakat. Untuk melihat suatu keadaan tersebut, dapat dilihat dari beberapa indikator seperti dibawah ini : a. Pendidikan Pendidikan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia suatu bangsa. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2003, pendidikan adalah sebagai berikut : “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyrakat, bangsa dan negara”. Pendidikan dapat dikelompokan menjadi dua bagian yaitu pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pihak swasta dengan kurikulum yang sudah berlaku. Pendidikan ini dimulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi.
28
Sedangkan pendidikan nonformal, kurikulumnya dibuat sesuai dengan kebutuhan misalnya balai kursus, balai pelatihan dan sebagainya. b. Kesehatan Kesehatan
merupakan
hal
penting
dalam
Peningkatan sumber daya kualitas manusia serta
menjalani
kehidupan.
kesejahteraan keluarga dan
masyarakat akan tercapai bila derajat kesehatan masyarakat meningkat. Pada umumnya tingkat kesehatan pada masyarakat perkotaan lebih baik dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Hal ini terjadi karena fasilitas kesehatan di daerah perkotaan lebih memadai dibandingkan dengan didaerah pedesaan. c. Transportasi Transportasi merupkan salah satu faktor pendorong perkembangan Kota. Untuk memudahkan dalam berkomunikasi dan kelancaraan aktivitas masyarakat maka diperlukan sarana transportasi yang memadai. Dengan memadainya sektor transportasi dalam suatu wilayah, maka perekonomian wilayah tersebut akan cepat meningkat. Masyarakat di daerah perkotaan dikenal sebagai masyarakat yang setiap saat sibuk dengan aktivitasnya, yang selalu berinteraksi dengan orang-orang di berbagai tempat. Tanpa adanya sarana transportasi yang memadai, maka secara tidak langsung aktivitasnya pun akan terhambat. d. Mata pencaharian Mata pencaharian merupakan usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bekerja pada berbagai sektor. Mata pencharian merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat karena dapat
29
menggambarkan tingkat pendapatan penduduk dan dapat mengetahui tingakt taraf kesejahteraan hidupnnya. Mata pencharian penduduk pada suatu wilayah merupakan salah satu aspek
yang paling penting dalam
mendukung laju
pertumbuhan
dan
perkembangan wilayah tersebut. Usaha ini erat kaitannya dengan leingkungan sekitarnya. Daerah yang berada di lingkungan agraris maka sebagian besar penduduk disekitar bekerja sebagai petani. Begitu pula dengan daerah yang berbeda di lingkungan industri maka sebagian besar penduduk di sekitarnya bekerja pada sektor industri. e. Tingkat pendapatan Tinggi rendahnya tingkat pendapatan dapat menunjukan tinggi rendahnya keadaan sosial ekonomi msayarakat pada suatu wilayah. Besar kecilnya tingkat pendapatan tergantung beberapa faktor diantaranya tingkat pendidikan, modal, serta jenis pekerjaan. Pada umumnya tingkat pendapatan masyarakat pada derah perkotaan lebih besar dibandingkan dengan masyarakat daerah pedesaan. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan masyarakat pada derah perkotaan lebih tinggi sehingga memiliki kedudukan yang lebih tinggi pula dalam pekerjaan.
D. Hipotesis Penelitian Hipotesis menurut Hasan (2004:31) adalah “pernyataan atau dugaan yang bersifat sementara terhadap suatu masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah sehingga harus diuji secara empiris”. Dalam pnelitian ini terdapat pengaruh
30
perkembangan wilayah Kecamatan Malausma terhadap peningkatan sosial ekonomi diantaranya pendidikan, kesehatan, peribadatan, tingkat pendapatan, kondisi mata pencaharian, kondisi sarana jalan, dan perdagangan. Adapun hipotesis dari kondis sosial ekonomi masyarakat adalah sebagai berikut: Ha :
a. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma berpengaruh secara signifikan terhadap fasilitas pendidikan. b. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma berpengaruh secara signifikan terhadap fasilitas kesehatan. c. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma berpengaruh secara signifikan terhadap fasilitas peribadatan. d. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi sarana jalan dan transportasi. e. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma berpengaruh secara signifikan terhadap mata pencaharian. f. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat pendapatan. g. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma berpengaruh secara signifikan terhadap fasilitas perdagangan.
Ho :
a. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma tidak berpengaruh secara signifikan terhadap fasilitas pendidikan b. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma tidak berpengaruh secara signifikan terhadap fasilitas kesehatan.
31
c. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap fasilitas peribadatan.
d. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi sarana jalan dan transportasi. e. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma tidak berpengaruh secara signifikan terhadap mata pencaharian. f. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat pendapatan. g. Perkembangan pemekaran wilayah Kecamatan Malausma tidak berpengaruh secara signifikan terhadap fasilitas perdagangan.