BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya masing-masing. Setiap wilayah memiliki cara pemakaian bahasa yang berbeda-beda. Dialek merupakan disiplin ilmu yang mengkaji perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang berkaitan dengan faktor geografis, salah satu aspek kajiannya adalah pemetaan perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang terdapat di antara daerah-daerah pengamatan dalam penelitian, oleh sebab itu dialektologi dalam kajiannya membutuhkan pengetahuan yang berkaitan dengan ilmu geografi (Mahsun, 1995: 20). Di Indonesia terdapat sejumlah besar bahasa daerah, salah satunya adalah bahasa Karo. Bahasa daerah itu masing-masing dituturkan sebagai alat berkomunikasi antarwarga pemakai bahasa itu. Dalam sebuah bahasa terdapat beberapa dialek, dialek tersebut terbentuk pada suatu kumpulan masyarakat yang menempati suatu wilayah. Hal itu tampak ketika terdapat beberapa dialek yang berbeda pada penutur satu bahasa. Demikian halnya dengan bahasa Karo di Kecamatan Munte
Kabupaten Karo yang digunakan oleh
masyarakat yang menempati daerah tersebut. Dialek berasal dari bahasa Yunani, yaitu dialektos yang pada mulanya digunakan dalam hubungannya dengan keadaan bahasanya. Di Yunani terdapat bedaan-bedaan kecil dalam bahasa yang digunakan oleh para penuturnya. Namun, sedemikian jauh hal itu tidak sampai menyebabkan mereka menganggap bahwa mereka mempunyai bahasa yang sama (Meillet, 1967:69).
1 Universitas Sumatera Utara
Objek dalam penelitian ini adalah bahasa Karo. Sekelompok penutur menyatakan suatu hal dengan cara yang berbeda walaupun sama-sama merupakan penutur bahasa yang sama. Contohnya dalam bahasa Karo, di beberapa desa di Kecamatan Munte terdapat variasi leksikal seperti Desa Munte menggunakan kata perik untuk menyatakan kata ‘burung’, sedangkan di Desa Gunung Saribu menggunakan kata piduk. Selain itu ada juga fenomena lingual yang terjadi di beberapa daerah di Kecamatan Munte, seperti dalam menyatakan ‘bakar’, di Desa Munte menggunakan kata tutoŋ, sedangkan di Desa Sari Munte menggunakan kata ciluk. Contoh lain dari variasi leksikal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut, No
Glos
Berian
1
burung
[pidu?] [pәri?]
Desa Singgama -nik
Desa Kuta Suah
bakar
√
kotor
√
√
√
√
√
jendela [jәndela]
√
√
√
√
√ √
√
√
[ndәhara]
√
√
√
√
√
√ √
√ √
√ √
√
√
[kәmbәrahәn] [dibәru]
√
√
[pintun pәri?] istri
Desa Gunung Saribu
√
[tingkap]
5
Desa Sarimunte
√
[mәluat] 4
√
[mәlkәt] [murma?]
Desa Guru Benua
√
[tutoŋ] 3
Desa Tanju -ng Beringin
√
√
[tutuŋ] [cilo?]
Desa Sukarame
√
[lɛto] 2
Desa Mun -te
√ √
√
√ √
√ √
√ 2 Universitas Sumatera Utara
Namun, dalam komunikasi yang terjadi antara masyarakat penutur yang menggunakan kata yang berbeda tetap terjalin kesalingpahaman walaupun menggunakan kata yang berbeda. Fenomena lingual ini terjadi karena perbedaan letak wilayah yang ditempati oleh masyarakat penutur tersebut. Kecamatan Munte merupakan daerah yang mempunyai luas wilayah 125,64 km2, terdiri dari 22 desa dan setiap desa dipimpin oleh seorang kepala desa. Pusat pemerintahan berada di Desa Munte yang dijadikan sebagai Ibu kota Kecamatan. Kecamatan Munte terletak pada 750-1.250 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Munte berbatasan dengan Kecamatan Payung di sebelah utara, Kecamatan Juhar di sebelah selatan, Kecamatan Tigabinanga di sebelah barat, dan dengan kecamatan Tigapanah di sebelah timur.
Gambar 1.1 : Peta Kecamatan Munte Ragam dialek atau bahasa ditentukan oleh faktor waktu, tempat, sosial budaya, situasi, dan sarana pengungkapan (Kridalaksana 1970:8). Geoff Woallams dalam bukunya yang berjudul “Tata Bahasa Karo” menyatakan bahwa bahasa Karo terdiri atas empat kelompok dialek, yaitu, (1) Dialek Singalor Lau, salah satu kecamatan yang menggunakan
3 Universitas Sumatera Utara
dialek tersebut adalah Kecamatan Tigabinanga, (2) Dialek Karo Gugung, salah satu kecamatan yang menggunakan dialek tersebut adalah Kecamatan Munte, (3) Dialek Karo Julu , salah satu kecamatan yang menggunakan dialek ini adalah Kecamatan Tigapanah, dan (4) Dialek Karo Jahe, salah satu kecamatan yang menggunakan dialek ini adalah Kecamatan Sibolangit. Kecamatan Munte merupakan salah satu kecamatan yang memiliki penggunaan bahasa yang unik, tidak hanya dalam hal leksikal yang mengalami perbedaan tetapi dalam aspek reduplikasi juga mengalami perbedaan. Contohnya, di Desa Munte, Desa Singgamanik, dan
Desa Tanjung Beringin terdapat kata ulang yang bentuk
pengulangannya yaitu bentuk pengulangan yang terjadi pada suku awal kata atau sering disebut dengan ‘dwipurwa’, sedangkan di Desa Gunung Saribu, Desa Sukarame, Desa Kuta Suah, Desa Guru Benua dan di Desa Sari Munte tidak terdapat reduplikasi dwipurwa, melainkan di desa tersebut menggunakan kata ulang utuh atau penuh yang sering disebut dengan ‘dwilingga’. Sebagai contoh yaitu untuk menyatakan kata ‘anak-anak’, di Desa Munte, Desa Singgamanik, dan Desa Tanjung Beringin menggunakan kata dadanak sedangkan di Desa Gunung Saribu, Desa Sukarame, Desa Kuta Suah, Desa Guru Benua, dan Desa Sari Munte menggunakan kata danak-danak. Contoh lain, untuk merealisasikan kata ‘jalan-jalan’ di Desa Munte, Desa Singgamanik, dan Desa Tanjung Beringin mengatakan dadalan, sedangkan di Desa Sukarame, Desa Sarimunte, Desa Kuta Suah, Desa Guru Benua, dan Desa Gunung Saribu merealisasikan kata ‘jalan-jalan’ dengan dalan-dalan. Contoh lain dari variasi reduplikasi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut, No
Glos
Berian
Desa Singgamanik
Desa Kuta Suah
Desa Munte
Desa Sukarame
Desa Tanju -ng Beringin
Desa Guru Benua
Desa Sarimunte
4 Universitas Sumatera Utara
Desa Gunung Saribu
1
anakanak
[dadana?]
√ √
[dana?-dana?] 2
jalanjalan
[dadalan]
tidurtidur
[tutunduh]
4
makanmakan
[maman]
dudukduduk
[kukundul] [kundul-kundul]
√ √ √ √ √ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √
√
√
√ √
√
√ √
√
√
[man-man] 5
√ √
[tunduh-tunduh]
√ √
√
[dalan-dalan] 3
√
√ √
Mahsun (1995:23) menyatakan bahwa dialektologi yang mengkaji perbedaan unsurunsur kebahasaan mencakup seluruh bidang linguistik yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon, dan semantik. Akan tetapi, penelitian tentang dialek bahasa Karo di Kecamatan Munte ini dibatasi bidang leksikon dan morfologi saja, dan dalam bidang morfologi dibatasi lagi hanya dalam bentuk reduplikasi saja. Sesuai dengan objek kajiannya yang berupa perbedaan unsur-unsur kebahasaan karena faktor spasial (geografis), peta bahasa dalam dialektologi khususnya dialek geografis memiliki peran yang sangat penting. Peran tersebut berkaitan dengan upaya memvisualisasikan data yang diperoleh dari lapangan ke dalam bentuk peta. Hal tesebut bertujuan agar data tersebut tergambar dalam perspektif yang bersifat geografis, serta memvisualisasikan penyantaan-pernyataan umum yang dihasilkan berdasarkan distribusi geografis perbedaan-perbedaan unsur kebahasaan yang lebih dominan dari wilayah ke wilayah yang dipetakan. 5 Universitas Sumatera Utara
Pentingnya data kebahasaan yang diperoleh dari setiap daerah pengamatan dalam penelitian dialektologi didukung oleh informan yang ditunjuk dalam sebuah penelitian. Dalam penelitian dialektologi diperlukan banyak informan, sehingga dapat diperoleh gambaran yang lebih objektif mengenai situasi kebahasaan setempat (Samarin, 1988:28). Untuk itu, pada setiap daerah pengamatan dibutuhkan paling sedikit tiga orang informan, dan dari ketiga informan tersebut harus ditentukan informan utama. Pemilihan Kecamatan Munte sebagai tempat penelitian karena Kecamatan Munte merupakan kecamatan yang diapit oleh empat kecamatan lainnya yang terletak di Kabupaten Karo yaitu Kecamatan Tigapanah di sebelah timur, Kecamatan Payung disebelah utara, Kecamatan Juhar di sebelah selatan, dan Kecamatan Tigabinanga di sebelah barat, sehingga besar kemungkinan bahasa di Kecamatan Munte disentuh oleh faktor-faktor dari luar daerah tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana variasi leksikon dan variasi reduplikasi di Kecamatan Munte Kabupaten Karo? 2. Bagaimana pemetaan variasi dialek bahasa Karo di Kecamatan Munte Kabupaten Karo pada bidang leksikon dan reduplikasi? 3. Bagaimana penetapan isolek bahasa Karo di Kecamatan Munte Kabupaten Karo jika dianalisis dengan metode Dialektometri?
6 Universitas Sumatera Utara
1.3 Batasan Masalah Sebuah penelitian haruslah memiliki batasan masalah, hal ini dilakukan agar penelitian lebih terarah dan tidak menyimpang dari permasalahan dan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peneliti membatasi penelitian tersebut, yaitu meliputi persamaan dan perbedaan variasi leksikon dan variasi reduplikasi dalam bahasa Karo di Kecamatan Munte yang diwujudkan dalam peta bahasa. Dalam bidang reduplikasi, peneliti hanya membahas sampai pada pemetaan dan berkas isoglos. Untuk penetapan status isolek bahasa Karo di Kecamatan Munte secara statistik hanya dibatasi pada penghitungan leksikon, karena perbedaan leksikon dapat memenuhi persyaratan untuk penetapan status isolek di daerah tersebut. 1.4 Tujuan Penelitian Pada dasarnya suatu penelitian harus memiliki tujuan tertentu untuk memberikan arah dalam pelaksanannya. Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan variasi reduplikasi dan variasi leksikon bahasa Karo di Kecamatan Munte, Kabupaten Karo. 2. Menggambarkan pemetaan variasi leksikon dan variasi reduplikasi dalam bahasa Karo di Kecamatan Munte, Kabupaten Karo. 3. Mendeskripsikan isolek bahasa Karo di Kecamatan Munte, Kabupaten Karo. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoretis 1. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang dialek dan isolek sebuah bahasa pada masyarakat atau penutur bahasa Karo di Kecamatan Munte Kabupaten Karo sebagai masyarakat tutur yang inklusif.
7 Universitas Sumatera Utara
2. Menjadi sumber masukan bagi peneliti lain dalam mengkaji lebih lanjut mengenai pemetaan dialek bahasa pada masyarakat atau penutur bahasa Karo di Kecamatan Munte Kabupaten Karo sebagai masyarakat tutur yang inklusif. 1.5.2 Manfaat Praktis Memperkenalkan bahasa Karo kepada pembaca sebagai salah satu bahasa daerah yang memperkaya kebudayaan nasional serta melakukan pelestarian dan pengembangan salah satu bahasa nusantara yaitu bahasa Karo.
8 Universitas Sumatera Utara