perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Setiap bahasa, termasuk bahasa Jawa seringkali ditemui adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya lagi. Hubungan atau relasi kemaknaan ini mungkin menyangkut hal kesamaan makna (sinonimi), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), ketercakupan makna (redudasi) dan sebagainya (Chaer, 1990: 85). Relasi keberlawanan arti (dalam bahasa Inggris disebut the oppositeness of meaning) adalah relasi antar dua satuan lingual (terutama kata) atau lebih yang bersifat berlawanan (Subroto, 2011: 68). Kata antonimi berasal dari bahasa Yunani yaitu onoma yang artinya „nama‟, dan anti yang artinya „melawan‟. Secara semantik, Verhaar (1978) mendefinisikan sebagai: ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk frase atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain. Misalnya dengan kata bagus adalah berantonimi dengan kata buruk; kata besar adalah berantonimi dengan kata kecil; dan kata membeli berantonimi dengan kata menjual (Chaer, 1990: 91). Antonimi adalah oposisi makna dalam pasangan leksikal yang dapat dijenjangkan, misalnya dalam tinggi: rendah (tidak tinggi) tidak berarti (rendah) (Kridalaksana, 2001: 15). Beberapa pasangan kata mempunyai arti yang berlawanan. Relasi ini disebut antonimi, dan kata-kata yang berlawanan ini disebut antonim (antonym). commit to user
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam bahasa Indonesia ada pasangan rendah >< tinggi, kecil >< besar, mahal >< murah dan sebagainya (Alwasilah, 1987: 150). Sesuai dengan hasil pengamatan terhadap antonimi dalam bahasa Jawa yang sekarang ada, dapat ditampilkan contoh-contoh sebagai berikut. adoh „jauh‟ >< cedhak „dekat‟, nggeret „menarik‟ >< nyurung „mendorong‟, babu „pembantu‟ >< bandara „majikan‟ dan lain sebagainya. Dari beberapa contoh tersebut, kaidah antonimi dalam bahasa Jawa belum bisa dipahami karena memang belum ada informasi kajian kaidah secara detail. Terkait dengan contoh antonimi adoh „jauh‟ >< cedhak „dekat‟, babu „pembantu‟ >< bandara dari segi bentuk merupakan bentuk tunggal. Maksudnya antonimiantonimi tersebut sudah tidak bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi, dengan kata lain antonimi-antonimi itu sudah tidak mempunyai konstituen lagi, antonimiantonimi tersebut sebagai bentuk dasar. Di lain pihak contoh antonimi nggeret „menarik‟ >< nyurung „mendorong‟, merupakan antonimi yang berbentuk kompleks sehingga bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Maka dalam bahasa Jawa ditemukan antonimi geret „tarik‟ >< surung „dorong‟ jadi antonimi itu, mempunyai konstituen yang lebih kecil. Lain dari pada itu, antonimi adoh „jauh‟ >< cedhak „dekat‟ merupakan kelas kata sifat (ajektiva), karena menyatakan sifat atau keadaan dan bisa dibentuk dengan prefiks sa „se‟, diikuti dengan reduplikasi, diikuti oleh sufiks e „nya‟, maka bentuk antonimi itu menjadi saadoh- adohe „sejauh- jauhnya‟ >< sacedhakcedhake „sedekat- dekatnya‟. commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terkait dengan antonimi bahasa Jawa babu „pembantu‟ >< bandara „majikan‟ bisa dibentuk menjadi babu sing sregep „pembantu yang rajin‟ >< bandara sing sregep „majikan yang rajin‟, maka antonimi itu termasuk kelas kata benda (nomina), karena masing-masing antonimi bisa diikuti kata sing „yang‟ dan kata sifat (ajektiva). Sedangkan antonimi nggeret „menarik‟ >< nyurung „mendorong‟ termasuk kelas kata kerja (verba), karena bisa dibentuk dengan diikuti kata kanthi „dengan‟ dan kata sifat. Maka antonimi itu menjadi nggeret kanthi rosa „menarik dengan kuat‟ >< nyurung kanthi rosa „mendorong dengan kuat‟, karena masing-masing antonimi tersebut bisa diikuti kata kanthi „dengan‟ dan kata sifat (ajektiva). Selain itu, antonimi lanang „laki- laki‟ >< wedok „perempuan‟, lanang „laki-laki‟ yang mempunyai keberlawanan makna dengan wedok „perempuan‟ yang penyebutannya wedok „perempuan‟ senantiasa mengikuti lanang „laki- laki‟. Hal ini juga terjadi pada banyu „air‟ >< geni „api‟, banyu „air‟ yang mempunyai keberlawanan makna dengan geni „api‟ yang penyebutannya geni „api‟ senantiasa mengikuti banyu „air‟. Dengan demikian, berhubung kata kedua yang menyatakan keberlawanan selalu mengikuti kata yang pertama, maka antonimi ini masuk dalam tipe komplementer. Uraian-uraian tersebut menyatakan bahwa antonimi dalam bahasa Jawa yang sekarang ini ada, jelas belum pernah memperlihatkan adanya kaidah yang rinci. Dengan demikian, fenomena ini perlu segera diadakan kajian, sehingga kaidah antonimi bisa ditemukan. Maka, peneliti sangat mantap untuk mengkaji antonimi dengan judul “Antonimi dalam Bahasa Jawa”. commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah pada analisis antonimi dalam bahasa Jawa. Adapun masalah yang akan dikaji mengenai bentuk, tipe, dan kelas kata antonimi dalam bahasa Jawa.
C. Rumusan Masalah Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimanakah bentuk antonimi dalam bahasa Jawa? 2. Bagaimanakah tipe antonimi dalam bahasa Jawa? 3. Apakah kelas kata antonimi dalam bahasa Jawa?
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu. 1. menjelaskan bentuk antonimi dalam bahasa Jawa; 2. menjelaskan tipe antonimi dalam bahasa Jawa; dan 3. mendeskripsikan kelas kata antonimi dalam bahasa Jawa.
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menambah wawasan penelitian terhadap teori linguistik semantik, khususnya kajian terhadap kaidah antonimi dalam bahasa Jawa. Penelitian ini diharapkan dapat commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberikan pengetahuan yang bersifat keilmuan dan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan studi linguistik. 2.
Manfaat Praktis Dapat dijadikan bahan informasi ilmiah mengenai antonimi dalam bahasa Jawa sebagai acuan pengajaran dalam dunia pendidikan. Penelitian ini juga dapat bermanfaat bagi peneliti linguistik bahasa Jawa sebagai dokumen, sehingga dapat memberikan informasi/gambaran tentang penelitian kualitatif yang menggunakan kajian semantik.
F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini meliputi lima bab, yaitu sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Kajian Pustaka, berisi tentang pengertian semantik, pengertian antonimi, arti, relasi makna, bentuk antonimi, tipe antonimi dalam bahasa Jawa, kelas kata antonimi dalam bahasa Jawa, kajian terdahulu, kerangka berpikir, dan penelitian yang relevan. Bab III Metode Penelitian, berisi tentang taraf (tingkatan) penelitian, data dan sumber data, alat penelitian, populasi dan sampel, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, dan metode teknik penyajian hasil analisis data. commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bab IV Analisis Data, mengenai bentuk antonimi, tipe antonimi, dan kelas kata antonimi dalam bahasa Jawa. Bab V Penutup, berisi simpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Daftar Pustaka, berisi tentang sumber-sumber data dari teori-teori yang digunakan dalam penelitian. Lampiran, berisi data yang dijadikan bahan penelitian dan daftar informan.
commit to user