BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki aneka warna etnik atau suku bangsa yang tersebar diseluruh wilayah Nusantara. Setiap suku bangsa memiliki budaya masing-masing sebagai ciri khas yang membedakannya dari suku-suku bangsa lain salah satunya adalah bahasa. Setiap daerah memiliki bahasa daerah masingmasing. Begitu juga dengan suku Batak Toba yang memiliki bahasa daerah dan memiliki dialek bahasa Batak Toba. Menurut Koentjaraningrat (1996: 80-81) ada tujuh unsur-unsur kebudayaan secara universal. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut adalah bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan tehnologi, sistem mata pencaharian hidup, religi, dan kesenian. Berdasarkan ketujuh unsur kebudayaan tersebut, bahasa merupakan salah satu bagiannya. Kebudayaan juga dipahami dari proses penamaan (naming process), sebuah proses penggunaan bahasa yang paling awal dalam kehidupan manusia. Ada dua macam proses penamaan, yakni common naming atau proses penamaan untuk benda-benda umum sehingga membentuk kata-kata benda umum (common nouns) dan proper naming atau proses penamaan untuk nama-nama diri sehingga membentuk kata benda nama diri (Proper nouns). Proper naming lebih berhubungan dengan kajian budaya yang akan diteliti (Sibarani dalam Fasya, 2006: 6 ).
1 Universitas Sumatera Utara
Menurut Sibarani (2004: 109) dalam budaya Batak Toba terdapat lima jenis nama yaitu: 1. Pranama, yaitu julikan yang diberikan kepada si anak sebelum dia diberi nama-sebenarnya. Anak laki-laki dengan sendirinya diberi nama si unsok dan anak perempuan diberi nama si butet. 2. Goar sihadakdanahon “nama sebenarnya/sejak lahir”. Yaitu nama yang diberikan oleh orang tua kepada si anak sejak kecil seperti Bonar,Togi, Parulian. 3. Panggoaran” teknonim atau nama dari anak/cucu sulung”, yaitu nama tambahan yang diberikan masyarakat secara langsung kepada orang tua dengan memanggil nama anak atau cucu sulungnya. 4. Goar-goar”, yaitu nama tambahan yang diberikan orang banyak kepada seseorang yang memiliki pekerjaan, keistimewaan, tabiat atau sifat tertentu. 5. Marga”nama keluarga/kerabat”, yaitu nama yang diberikan kepada seseorang dengan otomatis berdasarkan kekerabatan yang unilinear atau garis keturunan geneologis secara patrilineal dari satu nenek moyang. Seorang anak diperkenalkan kepada anggota masyarakat dengan cara memberikan nama kepada anak tersebut. Pemberian nama kepada seorang anak biasanya ketika ia masih bayi. Akan tetapi pada umumnya, pasangan suami-istri berembuk membuat nama bayi mereka. Mereka kadang-kadang sudah mempersiapkan nama anak mereka ketika si anak masih dalam kandungan.
2 Universitas Sumatera Utara
Dalam tulisan ini akan membahas dan memfokuskan mengenai Goar sihadakdanahon. Yaitu nama sebenarnya yang sejak lahir yaitu nama yang diberikan oleh orang tua kepada sianak sejak kecil. Inilah yang disebut dengan propper name’ nama pribadi”. Masyarakat Batak Toba memiliki nama yang unik, karena nama-nama mereka diambil dari bahasa daerah Batak. Akan tetapi dengan semakin
majunya zaman dan tehnologi maka dampaknya pun terlihat pada
pemgambilan nama. Nama-nama yang dipakai pun semakin beragam. Banyak nama yang diambil dari orang-orang yang terkenal ada nama yang diambil dari nama arti dan bintang film. Menurut
Sibarani
proses
penamaan
sangat
berhubungan
dengan
kebudayaan, baik yang menyangkut identitas orang-orang pemilik nama itu atau pun kebiasaan kelompok masyarakat dalam pemberian nama (dalam Fasya, 2006: 7). Setiap masyarakat mempunyai kekhasan misalnya bila melihat nama suku sunda: Suparna Djaka Neneng, Eep Saifullah dll. Suku Batak Toba: Togap, Togar,Tiur dll.
Benarkah pernyataan William Shakespeare yang berbunyi What is in a name?“apalah arti sebuah nama?”nama yang dikaji adalah nama orang. Pernyataan tesebut dapat disetujui atau tidak disetujui. Mungkin benar, siapa pun nama presiden pertama Republik Indonesia, sosoknya tetap sosok “Soekarno.” Namun, ditinjau dari pemberian nama, pada umumnya, pemilihan nama tidak dilakukan sembarang. Misalnya, seseorang diberi nama Sugiharto dengan harapan kelak ia kaya raya sesuai dengan makna namanya. Apa pun alasannya, pemilihan sebuah nama pasti tidak sembarang. Demikian pula halnya dengan penggantian nama. Cukup banyak artis mengganti atau diminta mengganti namanya agar 3 Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan dunia komersial, seperti Roy Wicaksono menjadi Roy Martin, Cucu Suryaningsih menjadi Evie Tamala, Marjolein Tambayong menjadi Rima Melati, Sudarwati menjadi Titik Puspa, Wahyu Setyaning Budi menjadi Yuni Shara (http://www.fih.ui.ac.id/index1.php=view&ctnews=75)
Masyarakat primitif bangsa di Australia, Amerika dan Afrika, memiliki adat dan kebiasaan yang membedakan sukunya dari suku yang lain yaitu dari segi pemberian nama. Mereka memberikan dan memiliki nama yang sama dengan binatang (contoh, dengan singa dan beruang). Nama yang mereka ambil dari nama binatang, itu untuk menyatakan bahwa masyarakat primitif tersebut mempunyai pengharapan untuk memiliki sifat yang sama seperti nama binatang yang mereka sandang. Harapan-harapan yang mereka inginkan, misalnya punya keberanian dan memiliki kekuatan, seperti yang dimiliki oleh binatang tersebut. Anak-anak dari keturunan mereka, yang dipanggil dengan sebutan (nama) beruang atau singa, secara alamiah, mereka tidak merasa akan pernah merasa namanya jelek dan bahkan mereka merasa malu, mereka akan mengagnggap nama ini sebagai nama leluhur mereka (Andrew Lang dalam Freud, 2001: 179) Di kalangan masyarakat tertentu, nama bukanlah hanya sekedar mempunyai nilai yang praktis. Akan tetapi nama itu mempunyai nilai magis dan ritual. Seperti
halnya dengan masyarakat Batak Toba, sebagai suku yang akan
diteliti, sebuah nama tidak hanya berfungsi sebagai panggilan saja, tetapi di dalam nama terkandung suatu maksud, suatu makna, tersimpan suatu harapan, suatu citacita yang diharapkan kelak dapat dicapai oleh anak. Selain itu, di dalam suatu nama, tersimpan sejuta kenangan terhadap suatu peristiwa, atau kejadian yang pernah dialami oleh orang tuanya.. 4 Universitas Sumatera Utara
Pemberian nama sudah merupakan mitos pada suatu masyarakat karena mereka yakin bahwa nama mempunyai makna dan maksud tertentu selain hanya untuk menyebutkan. Dan beberapa masyarakat hal ini masih terjadi, masih meyakini bahwa si anak itu tidak memperoleh kehidupan sesuai dengan makna dan maksud namannya karena jiwanya tidak sanggup menerima dan memikul nama besar yang diberikan kepadanya, hal ini termasuk mitos pengukuhan. Masyarakat yakin bahwa nama bermakna dalam. Jika kehidupan si anak kelak sesuai dengan yang di harapkan orang tua pemberi nama itu, maka mereka semakin yakin bahwa nama si anak itu membawa suatu kebenaran. Dalam hal ini terjadi mitos pengukuhan (myth of concern). Akan tetapi, bilamana kehidupan si anak dikemudian hari tidak sesuai dengan yang diharapkan orang tua pemberi nama itu atau tidak sesuai dengan makna namanya dalam bahasanya. Maka mereka sebagian yakin bahwa nama tidak berpengaruh apa-apa terhadap kehidupan kelak. Disini sudah terjadi mitos baru yakni mitos pembebasan (myth of Freedom) (Sibarani dan Guntur, 1993: 9). Bermacam ragam tata cara yang dilaksanakan untuk memberi nama ini. Setiap
daerah
memiliki
kebiasaan
dan
tradisi
tertentu.
Ada
yang
menyelenggarakan upacara secara besar-besaran dan ada pula yang hanya dengan upacara sederhana. Bahkan, ada yang tanpa upacara sama sekali, begitu anak lahir langsung diberi nama oleh orang tuanya.Orang Batak Toba pada mengenal suatu konsep yang bernama Dalihan Na Tolu, yaitu kelompok kekerabatan yang merupakan sistem sosial yang erat. Unsur-unsurnya ada tiga ialah Hula-hula (marga pemberi istri) unsur Boru (marga penerima istri) dan unsur Dongan Sabutuha (semarga atau seperut artinya marga sendiri). Kebermaknaan sebuah
5 Universitas Sumatera Utara
nama tergantung kepada orang tua yang memberikan dan menyandang nama tersebut. Namun, dibelakang nama yang diberikan terkandung suatu maksud, suatu makna. Inilah yang menjadi alasan penulis untuk melakukan penelitian, dimana penulis merasa tertarik untuk meneliti nama-nama pada masyarakat Batak Toba.
1.2 Ruang Lingkup Masalah Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana proses pemberian dan penggantian nama orang pada masyarakat Batak Toba. 2. Apa makna dan maksud yang terkandung dalam pemberian nama orang pada masyarakat Batak Toba. 3. Perubahan pemberian nama bagi masyarakat Batak Toba.
1.3 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Pollung, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan. Alasan pemilihan lokasi di Desa tersebut adalah karena penduduknya mayoritas beretnis Batak Toba. Berdasarkan pengamatan dan informasi sementara yang penulis dapat, ternyata ditemukan nama-nama yang unik yang diberikan orang tua mereka kepada anaknya.
6 Universitas Sumatera Utara
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1Tujuan Penelitian Penelitian tentang pemberian nama orang pada masyarakat Batak Toba ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan proses pemberian dan penggantian nama orang pada masyarakat Batak Toba 2. Untuk mengungkapkan makna dan maksud nama yang terkandung dalam masyarakat Batak Toba 3. Untuk melihat perubahan pemberian nama pada masyarakat Batak Toba. 1.4.2 Manfaat Penelitian Hasil penelitian tentang pemberian nama orang pada masyarakat Batak Toba ini diharapkan dapat memberi manfaat yaitu: 1. Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah referensi dibidang Antropologi mengenai pemberian nama orang pada masyarakat Batak Toba. 2. Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan dalam pelestaraian budaya daerah. 3. secara akademis bahwa hasil penelitian ini merupakan bahan untuk menyusun skripsi guna memperoleh gelar sarjana program Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
7 Universitas Sumatera Utara
1.5 Kerangka Teori Menurut Sibarani (2004: 108) nama sebagai bagian dari bahasa yang digunakan sebagai penanda identitas kita juga memperlihatkan budaya pemilik nama itu. Dengan mendengar nama Daniel, Tomson, Nurcahaya, Suwito, Haposan, Pardomuan, kita tahu, paling tidak kita dapat menebak, agama atau etnik orang pemilik nama itu. Kalaupun ada penyimpangan, itu disebabkan oleh maksud, efek, dan latar belakang tertentu. Selanjutnya menurut Sibarani (dalam Fasya, 2006: 7) proses penamaan sangat berhubungan dengan kebudayaan, baik itu yang menyangkut identitas orang-orang pemilik nama itu atau pun kebiasaan kelompok masyarakat dalam pemberian nama. Menurut Spradley (1997: xx) budaya sebagai suatu sistem pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses belajar, yang mereka gunakan untuk menginterpretasikan dunia sekeliling mereka, dan sekaligus untuk menyusun srategi prilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka. Dalam antropologi kognitif ini berasumsi bahwa setiap masyarakat memupunyai sistem yang unik dalam mempersepsikan dan mengorganisasikan fenomena material, seperti benda-benda, kejadian prilaku, emosi. Karena itu, objek kajian antropologi bukanlah fenomena material tersebut, tetapi tentang cara fenomena tersebut diorganisasikan dalam pikiran (mind) manusia. Dan bentuknya adalah organisasi pikiran tentang fenomena material. Dalam hal ini, tugas antropolog adalah mencoba menemukan dan menggambarkan fenomena tersebut diorganisasikan dalam pikiran’mind’manusia. Dengan itu peneliti mencoba mengorek keluar isi pikiran masyarakat Pollung untuk menjelaskan konsep mereka tentang nama. Untuk menjelaskan pikiran
8 Universitas Sumatera Utara
(konsep tentang nama) yang ada dalam ‘kepala’masyarakat, dalam hal ini peneliti akan melihat orang tua dalam memberikan nama-nama kepada anak-anak mereka. Proses belajar tersebut menghasilkan pengetahuan-pengetahuan yang berasal dari pengalaman-pengalaman individu atau masyarakat yang pada akhirnya fenomena tersebut terorganisasi di dalam pikiran ‘mind’ inidividu atau masyarakat. Setiap kebudayaan suku bangsa di dunia, seperti di Indonesia dapat juga dipelajari melalui tiga aspeknya (wujudnya), yaitu (1) kebudayaan sebagai tata kelakuan atau lazim disebut sistem budaya; (2) kebudayaan sebagai kelakuan manusia atau sistem sosial dan (3) kebudayaan sebagai hasil karya manusia atau disebut sebagai kebudayaan material (Koentjaraningrat, 1983: 5) Ilmu yang mempelajari seluk beluk nama disebut onomastik (onomastics). Onomastik
dapat
dibagi
lagi
atas
dua
bagian
yaitu
antroponomastik
(anthroponomastics), cabang ilmu onomastik yang menyelidiki seluk beluk nama orang, dan toponomastik (toponomastics) yaitu yang kadang-kadang juga disebut toponimi (toponymy), cabang ilmu onomastik yang menyelidiki seluk beluk nama tempat (Sibarani, 1993: 8). Menurut Voergowen (1986: 252) sebagian tondi (jiwa) seseorang bemukim didalam
Goarnya (namanya), terikat kepadanya dan dapat
mempengaruhi nasibnya. Orang mengasalkan kemakmurannya antara lain dari namanya. Jika nasib malang dan derita menimpanya, ia akan mencampakkan namanya yang dianggap sial dan mengambil nama baru dengan pengharapan persekutuan baru, antara nama dan pribadi akan lebih menguntungkan.
9 Universitas Sumatera Utara
Nama adalah bayangan dari pribadi atau cita-cita orang yang menyandangnya dan merupakan bagian dari intrinsik dari keperibadiannya (Tobing, 1992: 49). Pemberian nama-nama yang baik memberikan pengaruh yang baik kepada keperibadian anak agar anak dapat mempunyai sosok ideal yang dapat ditirunya, dari nama yang diberikan kepadanya. (Tallcot Parson dalam Suwarno dan alvin, 1990) mengatakan masyarakat selalu mengalami perubahan, tetapi teratur. Perubahan sosial yang terjadi pada suatu lembaga akan berakibat pada perubahan lain untuk mencapai keseimbangan baru. Dengan demikian, masyarakat bukan sesuatu yang statis, tetapi dinamis, sekalipun perubahan itu amat teratur dan selalu menuju pada keseimbangan baru. Jika suatu bagian tubuh manusia berubah, maka bagian lain akan mengikutinya. Ini
dimaksudkan
untuk
mengurangi
ketegangan
intern
dan
mencapai
keseimbangan baru. Menurut Thatcher, dkk (dalam Sibarani, 1993: 8) ada tujuh aturan pemberian nama yang baik pada seseorang (anak): 1. Nama harus berharga , bernilai, dan berfaedah. 2. Nama harus mengandung makna yang baik. 3. Nama harus asli. 4. Nama harus sudah dilafalkan 5. Nama harus bersifat membedakan. 6. Nama harus cocok dengan nama keluarga. 7. Nama harus menunjukkan jenis kelamin.
10 Universitas Sumatera Utara
Aturan pertama menyatatakan bahwa pemberian nama harus didasarkan pada pertimbangan kasih sayang dan pertimbangan keindahan bunyi. Jika kita mengakui bahwa anak sebagai pemberian Tuhan, maka kita perlu menamainya dengan baik. Dengan demikian, orang tua sebaiknya memberikan nama yang dapat menimbulkan inspirasi dan kebanggaan kepada anaknya. Aturan kedua menyarankan bahwa nama itu harus memiliki makna yang baik. Artinya, apabila nama itu dirunut dalam bahasa aslinya, sebaiknya nama itu memiliki arti yang baik. Namun, meskipun suatu nama mengandung makna yang baik, janganlah digunakan sebagai nama jika mengandung asosiasi yang yang jelek. Aturan ketiga menyarankan nama seharusnya orisinil atau asli. Keaslian di sini dapat dihubungkan dengan imajinasi dan akal sehat pemberi nama. Menurut aturan ini, nama seorang bisa diberi sesuai dengan keadaan atau situasi ketika bayi itu lahir. Aturan keempat menyarankan agar nama yang diberikan kepada seorang mudah diucapkan. Oleh karena itu, seharusnya dipilih nama yang susunan bunyinya terdapat di dalam bahasa yang bersangkutan . apabila nama itu diambil dari bahasa asing, sebaiknya bunyinya disesuaikan dengan bunyi bahasa pemilik nama itu. Aturan kelima menyarankan agar nama yang diberikan kepada seseorang seharusnya berbeda dari nama orang lain. Di dalam satu keluarga atau kelompok masyarakat, nama-nama anggota keluarga atau masyarakat itu harus berbeda meskipun mereka juga mempunyai nama yang sama sebagai pertanda ikatan keluarga atau kemasyarakatan mereka. Pada masyarakat tertentu, nama nama yang
11 Universitas Sumatera Utara
dimiliki bersama sebagai pertanda ikatan kelompok kekerabatan baik secara matrilineal maupun secara patrilineal disebut marga Aturan keenam menyarankan agar nama yang diberikan kepada seseorang sesuai dengan nama keluarganya atau, paling tidak, tidak bertentangan dengan nama keluarga. Aturan ketujuh atau yang terakhir menyarankan agar nama yang diberikan kepada seseorang dapat membedakan jenis kelamin. Hal ini sangat penting karena dengan mengetahui namanya, kita sudah tahu bahwa dia seorang pria atau wanita. Antropolinguistik, adalah cabang linguistik yang mempelajari variasi dan penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan perkembangan waktu, perbedaan tempat, komunikasi, sistem kekerabatan, pengaruh kebiasaan etnik, kepercayaan, etika berbahasa, adat-istiadat, dan pola-pola kebudayaan lain dari suatu suku bangsa (Sibarani, 2004: 50). Makna nama dalam bahasa Batak Toba mengandung dua makna yaitu : (1) Pengharapan dan (2) kenangan. Maka pengharapan ini masih dapat dibagi menjadi dua yaitu (1) makna pengharapan futuratif dan (2) makna pengharapan situasional. Makna nama pengharapan futuratif adalah makna nama pemberian yang mengandung pengharapan agar kehidupan pemilik nama seperti maknanya. Sedangkan makna nama pengharapan situasional adalah makna nama yang mengandung pemberitahuan situasi. Sekarang kehidupan keluarga pemilik nama dengan pengharapan agar kehidupan keluarganya lebih baik dari pada situasi sekarang.
12 Universitas Sumatera Utara
Menurut Sibarani (2004: 112-114) pemberian nama dalam masyarakat Batak Toba terbatas hanya kepada seorang bayi yang baru lahir, tetapi juga dapat diberikan kepada orang dewasa. Jadi, apabila kita memperhatikan pemberian nama dalam budaya Batak Toba, bahwa nama diberikan : 1. Setelah bayi lahir. Jika seorang anak lahir, dia akan diberi nama oleh orang tuanya. Jenis nama yang pertama sekali diberikan adalah nama pranama dan setelah beberapa hari kemudian, diberikanlah goar sihadakdanahon. 2. Setelah mempunyai anak. Setelah seseorang mempunyai anak. Ia dan istrinya diberi nama baru yang diambil dari nama anak sulungnya dengan ditambah kata yang dapat menunjuk pada kata yang bermakna ‘ayah’(untuk ayah) dan yang bermakna ‘ibu’(untuk ibunya) jenis nama ini disebut panggoaran. 3. Setelah mempunyai cucu. Setelah pasangan suami istri mempunyai cucu, dia dan istrinya juga akan diberi nama baru yang diambil dari nama cucu pertama dan ditambah kata yang dapat menunjuk pada
kata yang
bermakna “kakek” atau “nenek”yang dipentingkan adalah nama cucu pertama dari putra pertamanya. Jenis nama ini disebut panggoaran. 4. Setelah memiliki pekerjaan atau tabiat tertentu. Orang yang pekerjaan atau tabiatnya sangat menonjol/sangat mencolok sering dijuluki dengan nama yang sesuai dengan keadaan atau tabiatnya. Jenis nama ini disebut goargoar. 5. Setelah masuk Klan. Seorang yang masuk pada suatu klan diberi nama atau keluarga atau marga. Misalnya, orang dari etnis China bisa masuk pada etnis Batak. Setelah salah satu persyaratannya adalah pemberian
13 Universitas Sumatera Utara
nama keluarga marga kepadanya. Inilah yang disebut mampe goar “menahbiskan marga”. Pemberian nama itu harus dilakukan dengan upacara tertentu dan harus diangkat menjadi anak seorang dari marga yang diinginkannya. 6. Setelah menikah. Orang yang baru menikah, biasanya wanita, diberi nama tambahan sesuai dengan nama suaminya, baik nama keluarga maupun nama pertama suaminya itu. Orang yang sudah lama menikah tetapi belum mempunyai anak biasanya diberi nama baru menunggu mereka mendapatkan anak. Si suami diberi nama ama ni paima, dan si istri diberi nama nai paima yang artinya “bapak/ibu yang sedang menunggu. Menurut Tobing (1992: 42) beberapa nama yang bermakna, yang dalam bahasa Batak Toba disebut goar tulut (nama yang menuntun) dan terbagi dalam beberapa kelompok, antara lain (1) nama pujaan, seperti debata Raja (Allah itu Raja); (2) nama kenangan pada suatu peristiwa, umpamanya, waktu ia lahir ayahnya sedang mengadakan suatu perjanjian yang sangat penting, seperti Marsangakap (bersepakat) ; (3) nama menolak bala seperti: Horas (sehat-selamatbahagia). Nama itu biasanya diberikan kepada anak yang lahir di dalam keluarga yang sering mengalami musibah kematian anak. Di harapkan dari nama yang sandang seseorang dapat diperoleh sekedar gambaran tentang keperibadiannya. Menurut Sibarani (2004: 109) dalam budaya Batak Toba terdapat jenis lima yaitu : 1. Pranama, yaitu julukan yang diberikan kepada si anak sebelum dia diberi nama-sebenarnya. Anak laki-laki dengan sendirinya diberi nama si unsok
14 Universitas Sumatera Utara
dan anak perempuan diberi nama si butet. Pranama ini pun dengan sendirinya akan tanggal setelah si anak di beri nama sebenarnya. Kadangkadang, pranama ini bisa terus digunakan sampai si anak berusia balita meskipun si anak sudah diberi nama terutama oleh orang yang tidak mengetahui nama si anak. 2. Goar sihadakdanahon “nama sebenarnya/sejak lahir”, yaitu nama yang diberikan oleh orang tua kepada si anak sejak kecil seperti Bonar, Togi, Parulian. Inilah yang disebut dengan proper name” nama pribadi”. Nama ini lebih kekal dari pada nama-nama lain dan terus digunakan dan bahkan sampai seorang meninggal dunia. Oleh karena itu nama sebenarnya, nama inilah yang digunakan dalam daftar-daftar identitas dengan diikuti oleh nama keluarga atau marga. 3. Panggoaran “teknonim atau nama dari anak/cucu sulung”, yaitu nama tambahan yang diberikan masyarakat secara langsung kepada orang tua dengan memanggil nama anak atau cucu sulungnya. Misalnya, jika anak sulung pasangan suami-istri bernama Lamtiur, maka si suami akan dipanggil
Ama Lamtiur “Pak Lamtiur dan istri akan dipanggil Nai
Lamtiur “Bu Lamtiur”. Ama menunjukkan ayah dan Nai menunjukkan pada ibu. Jika pasangan suami istri itu telah mempunyai cucu yang bernama Sahat, maka nama cucunya itu yang digunakan sebagai nama tambahan mereka seperti ompu Sahat “Kakek/Nenek Sahat”. Dalam panggilan sehari-hari dan dalam urusan-urusan formal lainnya, nama panggoaran inilah yang paling sering digunakan karena kurang sopan
15 Universitas Sumatera Utara
memanggil seseorang yang telah mempunyai anak dengan nama aslinya atau nama yang diberikan kepadanya ketika masih bayi. Kebiasaaan penamaan seorang orang tua berdasarkan nama atau cucunya disebut teknonimi. 4. Goar-goar” nama julukan”, yaitu nama tambahan yang diberikan orang banyak kepada seseorang yang mimiliki pekerjaan, keistimewaan, tabiat atau sifat tertentu. Sebenarnya, ada dua jenis nama ini yaitu nama julukan berdasarkan jabatan/gelar profesi dan nama julukan berdasarkan sifat seseorang.
Nama
julukan
pertama
hampir
sama
dengan
“gelar
kehormatan”, sedangkan nama julukan kedua sama dengan ”nama sindiran”. Nama julukan kehormatan pada umumnya bermakna positif, membanggakan, dan benar adanya seperti Datu, Si Baso, Guru, Mantari, Dokter, Profesor, Sintua, Pandita. Sebagaimana terlihat pada contohcontoh tersebut, nama julukan kehormatan ini tidak begitu banyak dan baru muncul seteklah mengalami kemajuan karena masyarakat Batak Toba dahulu hampir semua petani kecuali datu ”dukun” dan si baso “bidan”. Akhir-akhir ini, dua gelar kehormatan itu pun bergeser maknanya menjadi bermakna negatif. Akan tetapi, nama julukan sindiran ini cukup banyak dan biasanya mengandung makna negatif, menngejek, dan mungkin tidak benar adanya. Misalnya, nama Tokke Haminjon diberikan kepada seseorang karena dia berpenampilan seperti saudagar/toke kemenyan dan nama Parsoto “Tukang Mi” diberikan karena dia pernah berjualan soto “mi”. karena kebanyakan jenis nama ini mengandung makna negatif, ada kemungkinan seseorang diberi nama julukan tanpa sepengetahuan orang 16 Universitas Sumatera Utara
itu sehingga nama itu hanya disebut ketika yang dijuluki tidak mendengarnya. Nama si Mokmok “si Gendut”, si Ganjang “si Panjang”, Pangaracun “Tukang Racun”, Guru Lasiak “Guru Cabe”, Parbibi “Pemilik Bebek”, nama julukan sindiran ini cukup banyak dan telah lama dipraktekkan dalam masyarakat Batak Toba. 5. Marga “nama keluarga/kerabat”, yaitu nama yang diberikan kepada seseorang dengan otomatis berdasarkan kekerabatan yang unilininear atau garis keturunan geneologis secara patrilineal dari satu nenek moyang. Pada mulanya, marga ini berasal dari nama pribadi seseorang nenek moyang. Pada keturunannya kemudian menggunakan nama ini sebagai nama keluarga (marga) untuk menandakan bahwa mereka keturunan si nenek moyang itu. Misalnya dahulu ada orang bernama Pasaribu; kemudian, semua keturunannya menggunakan marga Pasaribu sebagai nama keluarganya untuk menandakan bahwa mereka keturunan nenek moyang mereka itu. Marga ini selalu digunakan sebagai nama akhir atau ditempatkan di akhir nama. Misalnya, nama pribadi seseorang adalah Gumontom dan nama keluarganya Pasaribu, maka dia bernama lengkap Gumontom Pasaribu. Meskipun seseorang memiliki dua nama pribadi, nama keluarga tetap berada di akhir. Jenis nama inilah yang disebut dengan sib name.
17 Universitas Sumatera Utara
1.6 Kerangka Konsep 1. Nama Suatu kata atau kelompok kata yang digunakan untuk mengidentifikasi dan menyebut orang, benda, dan tempat. Pada umumnya keempat bentuk itulah yang perlu dinamai (Sibarani, 1993: 8).
2. Anak Semua yang lahir dari seorang ibu atau wanita sebagai hasil konsepsi antara suami istri, biasanya melalui perkawinan yang sah atau hukum (Zulkarnaen, 1995: 23).
3. Masyarakat Kesatuan hidup manusia yang interaksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat, 1979: 160). 4. Adat Wujud ideal dari suatu kebudayaan. Adat tata kelakuan ini berfungsi sebagai pengatur kelakuan. Adat ini dapat dibagi dalam empat tingkatan yaitu: (i) tingkat nilai budaya, (ii) tingkat norma-norma, (iii) tingkat hukum, (iv) tingkat aturan khusus (Koentjaraningrat, 1981: 11).
18 Universitas Sumatera Utara
5. Nilai Budaya Merupakan konsepsi yang masih bersifat abstrak mengenai dasar dari suatu hal yang penting dan bernilai dalam kehidupan manusia. Dengan kata lain budaya itu merupakan bagian dari kebudayaan yang berfungsi sebagai pengarah dan pendorong dalam tata kehidupan manusia. Biasanya nilai budaya ini hanya terdiri dari konsep-konsep abstrak dan biasanya sudah mendarah daging dalam diri setiap individu sehingga sangat sulit berubah (Koentjaraningrat, 1985: 276). 6. Motivasi Merupakan alasan atau penggerak tindakan dalam bertindak sebaiknya orang selalu memperhatikan nilai dan norma-norma uang berlaku. Setiap orang berbeda-beda dalam setiap tindakannya termasuk dalam pemberian nama. 7. Suku Bangsa Batak Toba Salah satu dari sub suku bangsa Batak, yang mendiami suatu daerah induk yang meliputi daerah tepi danau Toba, pulau Samosir, dataran tinggi Toba, daerah Asahan, Silindung, daerah Barus dan Sibolga serta daerah pegunungan Pahae dan Habinsaran. Pada tulisan ini yang dimaksud dengan suku bangsa Batak Toba adalah yang bermukim di desa Kecamatan Pollung Tapanuli Utara. 8. Dalihan Na Tolu Dalihan Na Tolu artinya tungku yang dibuat dari batu. Na artinya yang, Tolu artinya tiga, jadi Dalihan Na Tolu artinya tiga tiang tungku. Suku bangsa Batak Toba pada saat melihat tiang tungku yang tiga atau Dalihan Na Tolu
19 Universitas Sumatera Utara
sebagai tungku pemasak, mereka melihat bahwa apa saja dapat dimasak diatas tungku yang baik dan masakan itu adalah untuk dimakan perseorangan atau bersama. Masakan yang baik apabila tungku atau dalihan yang baik. Tungku yang baik atau sempurna terdiri dari tiga Dalihan. Demikianlah sistem kekerabatan suku bangsa Batak Toba berdasarkan Dalihan Na Tolu, tiga kelompok kekerabatan yaitu dongan sabutuha, hula-hula, boru. Yang harus berkaitan dalam usaha melaksanakan kegiatan-kegiatan di dalam sikap prilakunya, segala kegiatan masyarakat Batak dalam hubungan sosial budaya baru dikatakan sempurna bila telah didukung ketiga kelompok kekerabatan tadi (hula-hula, dongan sabutuha, boru), ibarat tiga Dalihan (tungku) yang mendukung periuk, belanga tempat memasak nasi, lauk-pauk dan minuman. Yang dimasak untuk diciptakan oleh dongan sabutuha, hula-hula dan boru adalah budaya untuk turunan-turunan mereka ibarat nasi, lauk-pauk, dan minuman bekal bagi kelanjutan hidup para turunannya (Rajamarpodang, 1992: 59-60). a. Dongan Sabutuha Dikatakan dongan sabutuha karena lahir dari rahim (butuha) yang sama yaitu ibu mereka sendiri. Kelompok kekerabatan dongan sabutuha ini adalah saudara istri seayah, saudara laki-laki senenek, saudara laki-laki senenek moyang. Saudara laki-laki semarga berdasarkan sistem keturunan kekeluargaan garis lakilaki atau patrilineal.
20 Universitas Sumatera Utara
b.Hula-hula (kerabat pemberi istri) Orang tua dari pihak istri suhut tadi atau mertua dari suhut dinamai hulahula, dalam hubungan lebih luas, keluarga hula-hula kelompok kekerabatan pihak hula-hula, saudara laki-laki semarga dari hula-hula berdasarkan sistem kekeluargaan prinsip patrilineal. c. Boru (kerabat pengambil istri) Sebaiknya saudara perempuan dari suhut yang kawin dengan seseorang disebut boru. Atau lebih jelasnya, suami dari saudara perempuan suhut dinamai boru. Dalam hubungan lebih lanjut, bahwa semua saudara laki-laki boru, kelompok kekerabatan dari boru menjadi boru dari suhut (Rajamarpodang, 1992: 60).
1.7 Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu yang bertujuan untuk menggambarkan secara terperinci bagaimana proses pemberian nama dan makna yang terkandung di dalam nama pada masyarakat Batak Toba. 2. Teknik Pengumpulan Data Teknik penelitian yang akan digunakan dalam pencarian data di lapangan dalam pencapaian tujuan penelitian ini adalah menggunakan teknik :
21 Universitas Sumatera Utara
a. Teknik Observasi (Pengamatan) Pengamatan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengamati suatu gejala atau siatuasi sosial yang meliputi keadaan, kegiatan, peristiwa, prilaku dan hubungan sosial dalam masyarakat desa Pollung. b. Teknik Wawancara Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam. Wawancara ini dimaksudkan untuk memperoleh sebayak mungkin pengetahuan dan sikap masyarakat Batak Toba dalam hal memberikan nama kepada anak mereka. Wawancara dilakukan dengan dengan menggunakan alat tulis untuk mencatat hasil wawancara untuk menghindari kelupaan dalam menulis laporan nantinya. c. Studi Kepustakaan Selain data yang diperoleh dari wawancara dan observasi, data kepustakaan dapat berupa hasil penelitian, buku-buku, majalah, dan surat kabar. Data kepustakaan ini juga akan berguna sebagai landasan teori untuk melakukan penelitian. 3. Pemilihan Informan Metode yang digunakan dalam menetukan informan adalah dengan menggunakan teknik snowballing, yaitu memilih informan secara berjenjang informan pertama menentukan informan kedua, dan informan kedua menetukan informan ketiga dan seterusnya,. Peneliti akan berhenti jika data yang didapat dari informan sudah cukup dan jawaban yang diberikan informan sama dan sudah berulang-ulang.
22 Universitas Sumatera Utara
Pertama sekali kelapangan yang menjadi informan pangkal adalah kepala desa, peneliti memilih kepala desa sebagai informan pangkal untuk mengetahui kira-kira siapa saja yang sudah berkeluarga dan mempunyai anak. Dan dari informan pangkal nantinya akan mengetahui informan kunci. Adapun informan kunci dalam menjawab masalah penelitian ini adalah orang tua yang ada di desa Pollung. Dari informan ini akan diharapkan didapat apa makna dan maksud yang terkandung didalam memberikan nama kepada anak mereka. Penentuan informan kunci oleh peneliti yaitu orang tua yang tidak harus memberikan nama kepada anak mereka dari bahasa Batak Toba maupun yang tidak dari bahasa Batak Toba. Nama yang diambil dari alkitab bagi yang beragama kristen, maupun yang beragama muslim yang mengambil nama anak mereka dari alquran. Peneliti juga membutuhkan informan biasa, yaitu masyarakat sekitar yang memberikan nama kepada anak mereka hanya sebagai identitas yang tanpa ada tujuan dan maksud tertentu dari nama yang diberikan.
1.8 Analisa Data Setelah data dikumpulkan dari lapangan maka tahap berikutnya adalah analisa data. Data yang diperoleh tersebut akan dianalisis secara kualitatif. Proses analisa data pada penelitian ini dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh dari observasi dan wawancara serta studi kepustakaan. Seterusnya disusun secara sistematis agar lebih dipahami. Data yang telah diperoleh disusun atau di kelompokkan berdasarkan kategori-kategori tertentu.
23 Universitas Sumatera Utara