1
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Indonesia merupakan negara majemuk yang kaya akan kebudayaan. Kekayaan budaya ini dipengaruhi oleh bentuk wilayah Indonesia yang terdiri dari susunan pulaupulau dan memiliki beragam suku bangsa, agama, budaya, adat istiadat, mata pencaharian, dan hasil kesenian. Keberagaman ini berpotensi pada laju perubahan budaya dan memungkinkan terjadinya kontak-kontak budaya yang berbeda. Hasil dari kontak budaya ini adalah proses sosial berupa akulturasi budaya. Menurut Koentjaraningrat akulturasi (acculturation) adalah proses sosial yang terjadi ketika suatu masyarakat dengan kebudayaan tertentu dipengaruhi oleh unsur-unsur dari kebudayaan asing atau kebudayaan luar yang sedemikian berbeda sifatnya sehingga unsur-unsur
kebudayaan
asing
tersebut
lambat
laun
diakomodasikan
dan
diintergrasikan ke dalam kebudayaan yang dipengaruhi tanpa kehilangan kepribadian dari kebudayaan itu sendiri (Koentjaraningrat, 1990:91). Semakin banyak kontak-kontak kebudayaan terjadi semakin masyarakat daerah bersangkutan mendapatkan kesempatan untuk mengadopsi pemikiran, pola-pola tingkah laku, serta teknologi yang sesuai dengan tingkat kebutuhan dan minat masyarakat yang bersangkutan(Nanang Rizali, 2013:22). Atas dasar kenyataan ini maka tidaklah mengherankan jika di kepulauan Indosnesia yang terbentang si sepanjang katulistiwa ini berkembang aneka ragam kebudayaan daerah. Tentu saja
2
proses perubahan kebudayaan tidak selalu terjadi karena pengaruh dari unsur-unsur kebudayaan asing, tetapi karena di dalam kebudayaan itu sendiri terjadi pembaharuan yang biasanya mengalami penggunaan sumber-sumber alam, energi, dan modal, peraturan baru tentang tenaga kerja, dan penggunaan teknologi baru yang semuanya akan
menyebabkan
adanya
sistem
produksi
dan
produk-produk
baru
(Koentjaraningrat, 1990:99). Salah satu unsur bentuk budaya yang sering mengalami akuluturasi dan inovasi perubahan adalah karya seni masyarakat. Karya seni yang pada awal penciptaannya sangat berkaitan dengan adat istiadat dan makna simbolis yang berhubungan dengan kepercayaan, seiring perkembanngan zaman karya seni pun berkembang ke fungsi yang lebih beragam. Salah satu fungsi karya seni adalah sebagai seni pakai yang memiliki nilai fungsi dan nilai ekonomi. Karya seni tersebut berkembang menjadi bentuk karya yang bernilai jual yang selanjutnya menjadi bentuk-bentuk usaha sebagai wujud mata pencaharian individu atau kelompok masyarakat. Batik sebagai salah satu bentuk karya seni dalam perkembangannya mengalami berbagai dinamika sejalan dengan perubahan jaman dan budaya.. Perkembangan jaman membawa dinamika dan fungsi batik dari busana keraton ke busana resmi dan eksklusif ke dalam busana keseharian, serta berbagai fungsi lainnya seperti sebagai pelengkap interior dan asesories. Perubahan ini seharusnya menjadi peluang bagi pengrajin untuk berinovasi dan bereksplorasi secara leluasa. Fakta di lapangan sebagian besar pengrajin hanya menempatkan sistem produksi dan fariasi
3
produk seperti para pendahulunya. Konsepsi perubahan ini seharusnya menjadi wacana dan acuan bagi para pelakunya. Perubahan dan perkembangan aturan yang lebih bebas untuk menggunakan batik sebagai busana rakyat merangsang berbagai kalangan untuk memproduksi batik dalam jumlah yang besar. Perubahan penciptaan batik ini berpengaruh terhadap perkembanngan industri kecil yang dinamakan batik saudagar (industri batik). Karakter dari usaha ini seperti layaknya industri rumahan yang memberlakukan sistem produksi dan memperkerjakan buruh sebagai tenaga kerja (Santosa, 2002:124). Keadaan ini juga berkembang di Jawa Tengah khususnya di Surakarta. Di kota ini berkembang industri-industri batik seperti di daerah Pasar Kliwon, Lawean, dan daerah seputar keraton (Kauman). Batik yang berkembang di derah ini mengarah pada bentuk industri sehingga memerlukan tenaga kerja yang tidak sedikit. Dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja perusahaan batik tersebut memperkerjakan atau menggunakan tenaga kerja buruh dari masyarakat seputar Karisidenan Surakarta. Dampak dari kebutuhan tenaga kerja tersebut banyak masyarakat yang berurbanisasi menjadi buruh tetap atau buruh musiman industri batik di Solo. Kaum urban ini merupakan petani yang mencari tambahan penghasilan sebagai buruh tetap atau musiman. Daerah asal kaum buruh dari daerah Sukoharjo, Karanganyar, Matesih, dan Sragen (Santosa, 2002:126). Dalam perkembangannya banyak dari kaum buruh yang kemudian mempunyai pandangan lain, mereka berinisiatif mengambil pekerjaan dari kota Solo sebagai pekerjaan sanggan di rumah atau di daerahnya sendiri. Perubahan cara produksi ini
4
merangsang para buruh membentuk kelompok usaha yang kemudian lebih dikenal sebagai daerah sentral pengrajin. Salah satunya adalah sentral pengrajin dalam indusri batik yang berkembang di daerah Sragen tepatnya di kecamatan Masaran dan sebagian kecamatan Plupuh. Keberadaan batik di kabupaten Sragen pada saat ini tersentral pada wilayah utama yaitu desa Pilang, Kliwonan, Sidodadi (kecamatan Masaran) , Jabung dan Pungsari (kecamatan Plupuh). Terdapat 135 pengusaha (IKM), 44 Showroom dan 1430 usaha mikro (Dinas Perindustrian Sragen , 2011). Sistem organisasi produksi adalah
bentuk aktifitas seni kolektif , usaha mikro sebagai kepanjangan sistem
produksi dari IKM. Kondisi ini melahirkan status pengusaha batik (IKM) dan Pengrajin (usaha mikro). Para pelaku usaha mikro rata-rata adalah masyarakat agraris. Ketrampilan membatik diperoleh secara turun-temurun, terutama batik yang berada di kecamatan Masaran dan Jabung (kecamatan Plupuh). Keberadaan ini melahirkan pemahaman dan konsepsi pemikiran yang cenderung statis terutama bagi para pelaku usaha mikro. Mereka kurang memiliki keberanian dalam pengolahan karya pada segi eksperimentasi, dan eksplorisasi. Berdasarkan data Dinas perindustrian Sragen 2013 dari sejumlah IKM dan Usaha Mikro mengalami perkembangan pasang surut, hanya sebagian kecil (44 IKM) saja yang mampu mengambil langkah pengembangan. Pada kelompok inilah yang berkembang pesat dan memiliki ketahanan produksi yang baik. Pemerintah Kabupaten Sragen sendiri peduli terhadap permasalahan yang dihadapi para pengrajin batik tersebut lewat beragam program kegiatan seperti mendirikan sentral batik Sragen dan koperasi girli (pinggir kali), melaksanakan berbagai pelatihan
5
ketrampilan produksi dan manajemen bagi para pengrajin batik, menjalin kerjasama dengan lembaga pendidikan, pencanangan kampung wisata batik sebagai sarana wisata pendidikan dan budaya, dan dinas perindustrian sebagai lembaga pengembang. Tujuan dari Pemerintah Kabupaten Sragen kedepan adalah menempatkan produk batik sebagai salah satu produk unggulan Kabupaten Sragen. Tujuan ini diharapakan dapat, (a) Meningkatkan taraf hidup para pengrajin batik di daerah asal secara merata, (b) .Meningkatkan ketrampilan manajemen produksi meliputi pemasaran, etos kerja dan kreatifitas dalam berkarya. (c) Menjadikan Sragen sebagai salah satu pusat penghasil Batik. (d) Melestarikan kerajinan batik di daerah asal Batik wilayah Sragen. Berbagai langkah ini ditempuh agar batik menjadi sektor andalan perekonomian di daerah tersebut untuk melengkapi sektor pertanian yang sulit dikembangkan. Pungsari adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan Plupuh kabupaten Sragen, desa ini telah menjadi salah satu daerah penghasil batik. Selintas batik yang berada di daerah ini memiliki perkembangan yang istimewa. Secara historis kegiatan batik di daerah ini baru dimulai pada tahun 1995. Masyarakatnya bukan merupakan warga yang berketurunan pengajin batik dan hanya beberapa saja yang menjadi buruh batik di Solo, yang berbeda dengan wialayah sentral batik di empat daerah Sragen (Sidodadi, Pilang, kliwonan dan Jabung). Secara demografi sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Secara geografi desa pungsari merupakan desa pertanian yang kurang baik, karena letaknya berada di sebelah utara Bengawan solo sehingga sarana irigasinya tidak sebaik wilayah lainnya. Dari segi perekonomian, pada awalnya tergolong masyarakat kurang mampu dengan income
6
pendapatan masyarakat kurang dari standar kehidupan rata-rata. Keadaan tersebut memberikan dampak terhadap profesi masyarakat dan generasi penerus. Generasi muda rata-rata memilih untuk keluar dari desa untuk mencari pekerjaan yang lebih menjanjikan. Mereka pergi merantau dengan bekal ketrampilan dan pendidikan yang tidak cukup sehingga setelah mereka berkeluarga akan kembali ke desa dan menjalani kehidupan seperti generasi sebelumnya. Perubahan terjadi semenjak tahun 2004 desa Pungsari menjadi salah satu desa yang berkembang pesat dalam segi perekonomian. Salah satu bentuk arena perekonomian baru adalah adanya industri-industri batik di daerah ini. Hal tersebut sangat menarik pemerintah kabupaten Sragen dan menjadi catatan khusus bagi peneliti sebagai acuan untuk mengkaji lebih dalam. Telah banyak para peneliti melakukakan berbagai kajian batik terutama pada kajian ekonomi dan karya batik. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, sebagian besar terpusat pada daerah penghasil batik di wilayah Pilang dan Kliwonan. Pungsari yang merupakan salah satu daerah penghasil batik di Sragen belum tersentuh secara spesifik untuk sebuah kajian yang mendalam, baik dalam segi sejarah keberadaan, kajian karya-karyanya dan segi perekonomian dari imbas kegiatan kerajinan Batik. Berdasarkan informasi Batik yang berada di Pungsari telah dilakukan sebuah kajian oleh Komunitas Studio 11. Kajian ini hanya terbatas pada kuisioner dan pendataan awal saja yang lebih bertujuan untuk mengenalkan keberadaan batik Pungsari pada kalayak umum dengan melalui media website. Selain kegiatan yang telah dilakukan komunitas Studio 11, secara perlahan dinas perindustrian Sragen telah
7
juga melakukan kajian-kajian namun masih dalam taraf pendataan dan hipotesa saja. Berangkat dari sinilah penelitian ini bisa menjadi media yang akan memberikan gambaran dan masukkan pada program-program perealisasian dari tujuan pemerintah Sragen untuk mengembangkan potensi pengrajin batik di Sragen khususnya di desa Pungsari. Penelitian ini juga mempertimbangkan hal-hal mendasar yang diperlukan pada saat ini yaitu sebuah korelasi perubahan budaya terhadap konsepsi inovasi yang merupakan terobosan-terobosan baru yang mampu merubah konseptual produksi batik meliputi konsep penciptaan dan menjadi sebentuk karya baru yang lebih inovatif dan kompetitif serta dampak dari hasil inovasi terhadap perubahan ekonomi dan sosial mayarakat. Dengan kajian ini di harapkan sebuah konsepsi dasar yang merupakan akar Batik di Pungsari dapat lebih di jelaskan dan di fahami bersama. Berdasarkan observasi dan berbagai kajian yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, hipotesa yang ada karya batik di desa Pungsari mampu bertahan karena adanya pergeseran dari konsep kerajinan ke bentuk sistem produksi yang cepat, dapat diproduksi dalam jumlah yang besar, fungsi yang beragam, terjangkau dalam harga, dan mudah dalam pemenuhan bahan baku. Batik di desa Pungsari secara umum menunjukkan potensinya dalam segi perubahan perekonomian masyarakatnya. Latar belakang yang lain adalah menelusuri keberadaan batik di desa Pungsari apakah merupakan batik yang telah diturunkan dari generasi sebelumnya ataukah keberadaannya merupakan sebuah konspirasi yang lahir dari pengaruh budaya, ekonomi atau permasalahan sosial.
8
B. Permasalahan B.1. Identifikasi Masalah Secara umum keberadaan batik di Pungsari telah meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Bagaimanakah hal ini terjadi dan korelasinya terhadap konsepsi pemikiran dan inovasi karya batik pada masyarakat pengrajin yang berada di desa Pungsari terhadap perubahan budaya yang terjadi. B.2. Pembatasan Masalah Akumulasi dari pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah permasalahan yang memerlukan pemecahan secara cerdas dan mudah dipahami oleh pengrajin batik. Penelitian ini membatasi pokok permasalahan dasar yaitu mengapa mereka telah memilih sebagai pengrajin batik sebagai sarana perekonomian selain bertani, sejauh mana mereka memahami perubahan budaya yang berpengaruh pada inovasi berkarya serta tujuan apa yang sebenarnya mereka inginkan. Penelitian ini hanya dilakukan di desa Pungsari kecamatan Plupuh kabupaten Sragen pada 12 IKM dengan skala produksi yang berbeda dan beberapa tempat Usaha Mikro terpilih. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada proses perkembangan dan masa keberadaannya yang relatif singkat namun mengalami perkembangan yang signifikan. Lokasi lain sebagai pendukung yaitu desa Jabung dan Pusat perdagangangan batik Sragen di SGBS Jl. Sukowati Sragen. Perkembangan Berkarya akan diteliti hingga tahun puncak karya (2013).
9
B.3. Perumusan Masalah Berdasarkan gambaran tersebut, rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah keberadaan batik di desa Pungsari Kecamatan Plupuh kabupaten Sragen? 2. Bagaimana konteks perubahan budaya mempengaruhi inovasi berkarya pengrajin batik di desa Pungsari? 3. Bagaimana pengaruh inovasi berkarya pengrajin batik di desa Pungsari terhadap peningkatan perekonomian dan kondisi sosial masyarakat setempat?
C. Tujuan Penelitian C.1. Tujuan Umum : Setelah diperoleh kajian dan analisa serta dampaknya, diharapkan mampu merumuskan berbagai kebijakkan, langkah strategis serta formula yang lebih baik untuk sebuah kemajuan dan fungsi yang lebih maksimal dari keberadaan batik di desa Pungsari sebagai kekuatan ekonomi masyarakat setempat yang lebih maju ,merata dan memiliki daya tahan berkelanjutan. Timbulnya pemahaman konsepsi berkarya pada masyarakat setempat dalam bentuk inovasi karya sesuai perubahan jaman dan budaya yang berkembang. Dari tujuan ini akan menjadikan batik Pungsari menjadi ruang ekonomi masyarakat atau mata pencaharian baru yang diharapkan mampu menumbuhkan sektor-sektor ekonomi yang lain.
10
C.2. Tujuan Khusus: a. Mengkaji keberadaan batik di desa Pungsari dari awal keberadaan, proses perkembangan dan kondisi saat ini. b. Menganalisa dampak dari perubahan budaya yang berpengaruh pada perubahan inovasi berkarya, produk dan sistem produksi. c. Menganalisa dampak dari perubahan budaya dan konsep inovasi karya terhadap perubahan perekonomian dan sosial masyarakat setempat.
D.Manfaat Penelitian Penelitian yang baik mampu menghasilkan manfaat bagi berbagai pihak yang melingkupi bidang kajiannya. Penelitian ini diharapkan memberi manfaat terhadap: 1. Ilmu Pengetahuan, dalam penelitian ini di harapkan mampu melahirkan konsep-konsep keilmuan baru dalam konteks perubahan budaya terhadap perkembangan dunia kesenirupaan khususnya karya Seni Batik. 2. Lembaga terkait, yang meliputi dinas Perindustrian kabupaten Sragen sebagai pengelola dan pusat pengembangan, perencanaan dan pembinaan batik di kabupaten Sragen. Pengrajin (Usaha Mikro) dan IKM Industri batik di desa Pungsari, sebagai bahan kajian dan pengembangan untuk kemajuan usaha mereka. 3. Masyarakat di desa Pungsari dan masyarakat sekitar yang terkait dengan keberadaan
batik
Pungsari
yang
berperan
dalam
membangkitkan
11
perekonomian bagi masyarakat sekitar dan kabupaten Sragen secara umum. Masyarakat lain sebagai penghasil batik untuk referensi IKM mereka dan masyarakat pendukungnya serta masyarakat luas yang memperoleh dampak secara langsung maupun tidak langsung dari industri batik yang berkembang di desa Pungsari kecamatan Plupuh kabupaten Sragen.
E.Susunan Penulisan Sistematika penulisan tesis ini mengacu pada panduan penulisan tesis Kajian Budaya UNS. Penulisan tesis dibagi menjadi lima bab, yaitu: 1. Bab I, Pendahuluan. Berisi Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, dan Manfaat Penelitian. Bagian latar belakang masalah menjelaskan secara umum latar belakang penelitian batik Pungsari dari hal yang paling mendasar yaitu perubahan kebudayaan dan implikasi ke masyarakat, unsur kebudayaan dan inovasinya, dan alasan-alasan mengapa penelitian perlu dilakukan. Penjelasan singkat tentang batik di daerah Pungsari yang mengerucut pada pertanyaan di rumusan masalah. Rumusan masalah ini yang menuntun penelitian ini di dalam mengunpulkan data dan menyajikan hasil penelitian sebagai sebuah kajian. 2. Bab II. Kajian Pustaka, berisi Kajian Pustaka yang menjelaskan pendekatan dan konsep-konsep teoritik yang relevan dengan penelitian dan bisa menjadi dasar pijakan yang kokoh secara teori. Kajian Pustaka juga menguraikan landasan-landasan teoritik yang dipakai dalam penelitian tesis ini. Landasan-
12
landasan teoritik ini mengerucut pada Kerangka Teori yakni rancangan teori yang dipakai sebagai acuan di dalam penelitian. 3. Bab III. Metode Penelitian. Metode penelitiaan ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif yang meliputi: jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data dan teknik pengumpulan data. Kegiatan tersebut meliputi observasi, hipotesa awal, wawancara, kuisioner, perekaman dan lain sebagainya. Berikutnya adalah validitas data dan teknik analisa data. 4. Bab IV Sajian data dan Analisa data. Bagian ini berisi hasil penelitian (sajian data) dan analisisnya. Pada bagian ini memaparkan data yang diperoleh dilapangan dan dianalisis dengan pendekatan yang dipakai. Penelitian ini secara garis besar menyajikan dua subtansi dasar sebagai berikut: Pertama, Desa Pungsari, Kecamatan Plupuh adalah masyarakat agraris yang juga berkegiatan sebagai pengrajin batik. Mereka memilih profesi ini berharap mampu meningkatkan taraf hidup mereka. Pertanian yang mereka jalani tidak sepenuhnya menyita waktu dan kurang memenuhi kebutuhan hidup mereka. Batik tumbuh dan berkembang muncul sebagai bentuk ruang ekonomi sebagai mata pencaharian baru mereka. Dalam proses perjalanannya mengalami berbagai
periode-periode
yang syarat dengan perubahan.
Perubahan dalam segi karya produk, konsepsi, perekonomian dan sosial mayarakat. Keberadaan batik diharapkan berbagai pihak sebagai sarana untuk peningkatan taraf hidup masyarakat. Hal ini merupakan sebagian data dari data-data lain yang mendukung proses penelitian.
13
Kedua, Pendekatan histori, budaya dan ekonomi sebagai langkah teoritis untuk menganalisa data sebagai jawaban dari permasalahan yang ada. Karya yang lahir memiliki latar belakang kenyataan kehidupan suatu masyarakat dan kehidupan sosial, jika yang diimpikan sebuah kemakmuran hasil karya difahami sebagai sarana untuk mendapatkan penghasilan sebaliknya jika karya lahir dari kondisi psikologis, karya tersebut sebagai kepuasan jiwa. Dari tendensi tersebut akan terbentuk karya jual dan karya bermakna (religis dan magis) (Laurie, 1996:63). Menurut Vera L Zoolberg jika karya seni dipandang sebagai bentuk benda yang dapat menghasilkan, diperlukan sebuah intitusi, sosial antropologis pelaku dan sebuah bentuk organisasi dan yang mengorganisasikan. Selanjutnya karya tersebut lahir sebagai seni sosial yang hanya memiliki sedikit kualitas estetis karena tingkat pendidikan, penghayatan dan kontruksi seni yang sederhana (Zolberg, 1990: 12). Sebuah karya masyarakat yang bersifat kolektif sebenarnya merupakan budaya produksi yang tidak dapat dipisahkan oleh tiga hal utama yaitu Teknologi, Intitusi sosial dan Faktor ekonomi (Wolf, 1981:63). Sebuah karya seni akan lebih memiliki nilai baik dari segi makna dan nilai jual pada sebuah masyarakat jika di dalamnya terdapat agen, arena produksi, dan kepercayaan produksi (Bourdieu, 2010:5-9). Dalam perjalannya diperlukan ide, konsep dan kekuatan produk yaitu sebuah proses difusi Inovatif dengan berbagai tahapan (Rogers, 1995 dalam Suyatiningsih, 2011:5). 5. Bab V. Penutup. Berisi Kesimpulan dan saran.
14
Keberadaab batik di desa Pungsari lahir sebagai produk perubahan budaya dari sebuah masyarakat agraris dengan permasalahan ekonomi. Batik muncul sebagai karya seni kolektif yang membentuk sebuah ruang ekonomi baru masyarakat dan berevolusi sebagai mata pencaharian. Inovasi berkarya di tempuh sebagai jawaban dari perubahan budaya dan
peningkatan
taraf
hidup
masyarakat
sebagai
sarana
dalam
mempertahankan kualitas karya, kuantitas karya dan persaingan pasar produksi untuk keberlangsungan perekonomiannya. Proses inovasi karya melahirkan konsepsi pemikiran baru , peningkatan ekonomi masyarakat dan lahirnya kontruksi sosial baru dalam masyarakat sebagai bentuk peralihan dari tatanan masyarakat agraris ke bentuk masyarakat indutri. Dampak yang ada adalah kesenjangan perekonomian dan status sosial masyarakat. Saran yang
disampaikan dalam kajian tulisan ini adalah adanya
penelitian lanjut dari disiplin ilmu yang lain terutama pada bidang kajian manajemen perekonomian, pemberdayaan masyarakat dan teknologi tekstil. Bagi para pelaku aktifitas batik di Pungsari seharusnya para usaha mikro mencontoh para IKM dengan bersatu dan membentuk KUB agar dapat memproduksi batik secara mandiri dan tidak hanya sebagai kepanjangan proses produksi IKM. Bagi pemerintah, peranan sanagat diharapkan yang lebih berfokus pada program-program yang berpihak pada Usaha Mikro (pengrajin) agar memiliki peran perekonomian yang besar untuk mengurangi kesenjangan perekonomian dan sosial masyarakat.