BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Penelitian Terdahulu Simbolon (2005), melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dosen Di Politeknik Negeri Medan”. Penelitian ini adalah penelitian deskriftif kuantitatif, yang mengunakan instrumen kuisioner sebagai alat pengumpul data pokok, dimana jumlah populasi adalah seluruh dosen Politeknik Negeri Medan. Dimana jumlah sampel sebanyak 155 orang. Pada penelitian terdapat 3 variabel bebas yaitu kemampuan, motivasi, dan kesempatan berkarir, dan yang menjadi variabel terikat adalah kinerja. Hasil dari penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan kerja dengan kinerja dosen, terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi dengan kinerja dosen, dan terdapat hubungan positif dan signifikan kesempatan karir terhadap kinerja dosen Politeknik Negeri Medan. Safrijal (2010), melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kompensasi, Iklim Kerja dan Motivasi Terhadap Kinerja Dosen (Studi kasus di Stikes Cut Nyak Dien Langsa)” Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif, yang mengunakan instrumen kuisioner sebagai alat pengumpul data pokok, dimana jumlah populasi adalah 42 orang dan seluruh populasi diambil sebagai sampel penelitian. Pada penelitian ini terdapat 3 variabel bebas yaitu: kompensasi, iklim organisasi, dan kinerja dosen sedangkan variabel terikatnya yaitu kinerja. Hasil dari penelitian ini,
14
Universitas Sumatera Utara
terdapat pengaruh langsung kompensasi terhadap kinerja dosen, terdapat pengaruh langsung iklim organisasi tehadap kinerja dosen, dan terdapat pengaruh motivasi terhadap kinerja dosen.
2.2. Teori tentang Motivasi 2.2.1. Pengertian Motivasi Motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal spesifik sesuai dengan tujuan individu. Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu yang invisible yang memberikan kekuatan untuk mendorong individu bertingkah laku dalam mencapai tujuan. Dorongan tersebut terdiri dari 2 komponen yaitu arah perilaku (kerja untuk mencapai tujuan) dan kekuatan perilaku (seberapa kuat usaha individu dalam bekerja). Motivasi meliputi perasaan unik, pikiran dan pengalaman masa lalu yang merupakan bagian dari hubungan internal dan eksternal. Pada dasarnya motivasi dapat memacu karyawan untuk bekerja keras sehingga dapat mencapai tujuan mereka, hal ini akan meningkatkan produktivitas kerja sehingga berpengaruh pada pencapaian tujuan. Amini (2004), menyatakan motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi kearah tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individu.
Universitas Sumatera Utara
Siagian dalam Sutrisno (2009), menyatakan bahwa motif adalah keadaan kejiwaan yang mendorong, mengaktifkan atau mengerakan dan motif itulah yang mengarahkan dan menyalurkan perilaku, sikap dan tindak tanduk seseorang yang selalu dikaitkan dengan pencapaian tujuan baik tujuan organisasi maupun tujuan pribadi masing-masing anggota organisasi. Mangkunegara (2007), menyatakan bahwa motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi. Sikap mental pegawai yang positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja yang maksimal. Hasibuan (2000), menyatakan motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Jadi motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahannya, agar mau bekerja sama secara produktif, berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal. Sopiah (2008), menyatakan pada dasarnya terdapat tiga karakteristik pokok motivasi, yaitu usaha, kemauan yang kuat, dan arah atau tujuan.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Teori-teori Motivasi Motivasi sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan indivisual, Sementara motivasi umum bersangkutan dengan upaya ke arah setiap tujuan. Setiap teori motivasi berusaha untuk menguraikan apa sebenarnya manusia dan manusia dapat menjadi seperti apa. Dengan alasan ini, bisa dikatakan bahwa sebuah teori motivasi mempunyai isi dalam bentuk pandangan tertentu mengenai manusia. Teori tentang motivasi dikelompokan dua aspek, yaitu teori kepuasan dan motivasi proses. 1. Teori Kepuasan Teori ini mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu. Teori kepuasan tersebut dipelopori oleh F.W.Taylor, Abraham H Maslow, David McClelland, Frederick Hezberg, Clayton P Alderfer dan Douglas McGregor (dalam Sutrisno, 2009). 1) Taylor dengan teori motivasi konvensional Teori motivasi konvensional ini termasuk content theory, karena teori ini memfokuskan pada anggapan bahwa keinginan untuk pemenuhan kebutuhannya menyebabkan orang mau bekerja keras. Dengan teori ini dapat disebutkan bahwa seseorang akan mau berbuat atau tidak berbuat didorong oleh ada atau tidak adanya imbalan yang akan diperoleh yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
2) Abraham H Maslow dengan teori hierarki Teori motivasi yang dikembangkan oleh Maslow, mengemukakan bahwa kebutuhan manusia itu dapat diklasifikasikan kedalam lima hierarki kebutuhan, sebagai berikut: a. Kebutuhan fisiologis. Kebutuhan untuk mempertahankan hidup ini disebut juga dengan kebutuhan psikologis, yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup dari kematian. Kebutuhan ini merupakan tingkat paling dasar yang dikenalkan oleh maslow. Kebutuhan paling dasar ini adalah kebutuhan akan makan, minum, perumahan, pakaian, yang harus dipenuhi seseorang. b. Kebutuhan rasa aman. Menurut Maslow, setelah kebutuhan tingkat dasar terpenuhi, maka seseorang berusaha memenuhi kebutuhannya yang lebih tinggi, yaitu kebutuhan akan rasa aman dan keselamatan. c. Kebutuhan hubungan sosial. Kebutuhan ini hanya dapat terpenuhi bersama masyarakat, karena memang orang lainlah yang dapat memenuhinya. Seperti kasih sayang, dicintai, dihormati dan diakui keberadaannya. d. Kebutuhan pengakuan. yaitu kebutuhan akan penghargaan dan prestasi. Setiap orang ingin dipandang bahwa mereka adalah penting, bahwa apa yang mereka lakukan ada artinya,
Universitas Sumatera Utara
bahwa
mereka
mempunyai
konstribusi
terhadap
organisasi
dan
lingkungannya. e. Kebutuhan aktualisai diri kebutuhan aktualisasi diri merupakan tingkat kebutuahan yang paling tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan puncak ini biasanya seseorang bertindak bukan atas dorongan orang lain, tetapi karena kesadaran dan keinginan sendiri. 3) David McClelland dengan teori motivasi prestasi Teori kebutuhan yang dikemukakan oleh David McClelland disebut juga dengan teori motivasi prestasi. Menurut teori ini, ada tiga komponen dasar yang dapat digunakan untuk memotivasi orang bekerja, yaitu kebutuhan akan: a. Need For achievment Merupakan kebutuhan untuk mencapai sukses, yang diukur berdasarkan standar kesempurnaan dalam diri seseorang. Kebutuhan ini berhubungan erat dengan pekerjaan dan mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk mencapai prestasi tertentu. b. Need for affiliation Merupakan kebutuhan akan kehangatan dan sokongan dalam hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan ini mengarahkan tingkah laku untuk mengadakan hubungan secara akrab dengan orang lain. c. Need for power
Universitas Sumatera Utara
Kebutuhan untuk menguasai dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini, menyebabkan orang yang bersangkutan tidak atau kurang memedulikan perasaan orang lain. 4) Frederick Hezberg dengan teori model dan faktor Menurut Herzberg, orang menginginkan dua macam faktor kebutuhan, yaitu: 1) Kebutuhan akan kesehatan atau kebutuhan akan pemeliharaan atau maintenance factors. Maintenance factors (faktor pemeliharaan) ini berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman dan kesehatan badaniah. 2) Faktor pemeliharaan ini menyangkut kebutuhan psikologis seseorang. Kebutuhan ini meliputi serangkaian kondisi instrisik, kepuasan pekerjaan (job content) yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik. 5) Clayton P. Alderfer dengan teori ERG Menurut teori ini ada tiga kebutuhan setiap orang: a. Exixtence (Keberadaan) Merupakan kebutuhan seseorang untuk dapat dipenuhi dan terpelihara keberadaan yang bersangkutan sebagai manusia di tengah-tengah masyarakat maupun perusahaan. b. Relatedness (Kekerabatan) Merupakan keterkaitan seseorang dengan lingkungan sosial sekitarnya.
Universitas Sumatera Utara
c. Growth (Pertumbuhan) Ini berkaitan dengan pengembangan potensi diri seseorang seperti pertumbuhan kreativitas dan pribadi. 6) Douglas Mc Gregor dengan teori X dan Y Prinsip teori X didasarkan pada pola pikir konvensional yang ortodoks dan menyorot sosok negatif perilaku manusia. Sementara teori Y memandang manusia secara optimis karena itu disebut teori potensial. Kedua teori ini pada dasarnya memang berlaku dan dapat kita terima dalam memandang manusia, tipe-tipe perilaku yang cocok dengan kedua teori tersebut. Dalam memberi motivasi kepada bawahan, seorang pimpinan harus mempunyai kualifikasi bawahan, apakah mereka tipe x atau y manusia tipe x memerlukan gaya kepemimpinan otoriter, sedangkan manusia tipe y memerlukan gaya kepemimpinan partisipan. 2. Teori Motivasi Proses Teori proses ini berlawanan dengan teori-teori kebutuhan. Teori-teori proses memusatkan perhatiannya pada bagaimana motivasi terjadi. Dengan kata lain, teori proses pada dasarnya berusaha menjawab pertanyaan bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara dan menghentikan perilaku individu agar setiap individu bekerja giat sesuai dengan keinginan atasan.
Universitas Sumatera Utara
Ada tiga teori motivasi proses yang lazim dikenal, yaitu teori harapan, keadilan dan pengukuhan. a. Teori Harapan (Expectacy Theory) Teori harapan menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang bekerja giat dalam melaksanakan pekerjaanya bergantung pada hubungan timbal balik antara apa yang dia inginkan dengan kebutuhan hasil pekerjaan itu. b. Teori Keadilan (Equity Theory) Inti dari teori keadilan adalah bahwa pegawai membandingkan antara usaha mereka dan imbalan yang mereka terima dengan usaha dan imbalan yang diterima orang lain dalam situasi kerja yang serupa. Teori motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa individu itu dimotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara adil dalam pekerjaan. Orang bekerja untuk mendapatkan imbalan dari organisasi. Empat istilah penting dalam teori motivasi ini adalah: 1) Orang (Person) : Individu yang merasa diperlakukan secara adil atau tidak adil. 2) Perbandingan dengan orang lain (Comparasion Other) : Setiap kelompok atau orang yang digunakan oleh orang (Person) sebagai perbandingan mengenai rasio dari input dan perolehan. 3) Masukan (Input) : Karakteristik individual yang dibawa serta oleh orang (Person) ke pekerjaan yang dapat dicari (Misalnya : umur, jenis kelamin, suku).
Universitas Sumatera Utara
4) Perolehan (Outcomes) : Apa yang diterima oleh orang (Person) dari pekerjaan (Misalnya : penghargaan, tunjangan, upah). Keadilan terdapat apabila pegawai merasa bahwa perbandingan dari usaha mereka terhadap perolehan (Outcomes) adalah sama. Dengan kata lain bahwa gaji atau upah mereka sesuai dengan pekerjaan mereka. c. Teori Pengukuhan (Reinforecement Theory) Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi. Misalnya, promosi tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Bonus kelompok tergantung pada produksi kelompok. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku itu. Teori pengukuhan terdiri dari dua jenis, yakni: 1) Pengukuhan positif (positive reinforcement) yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadai apabila pengukuh positif diterapkan secara bersyarat. 2) Pengukuhan negatif (negative reinforcement) yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi apabila pengukuh negatif dihilangkan secara bersyarat.
2.3. Teori tentang Kepemimpinan 2.3.1. Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan faktor penting dalam memberikan pengarahan kepada seseorang dalam hal ini dosen apalagi pada saat-saat sekarang ini di mana semua serba terbuka, maka kepemimpinan yang dibutuhkan adalah kepemimpinan
Universitas Sumatera Utara
yang bisa memberdayakan bawahannya. Kepemimpinan yang bisa menumbuhkan motivasi kerja adalah kepemimpinan yang bisa menumbuhkan rasa percaya diri para bawahanya dalam menjalankan tugasnya masing-masing. Dalam suatu organisasi, faktor kepemimpinan memegang peranan yang penting karena pimpinan itulah yang akan mengerakkan dan mengarahkan organisasi dalam mencapai tujuan dan sekaligus merupakan tugas yang tidak mudah. Tidak mudah karena harus memahami setiap perilaku bawahan yang berbeda-beda. Umumnya kekuasaan meliputi sifat-sifat yang berhubungan dengan orang dan posisi yang didudukinya, yang merupakan dasar kekuatan bagi pemimpin untuk mempengaruhi orang lain. Dalam manajemen, kekuasaan meliputi kemampuan seseorang mendapatkan sumber daya, menggunakan sumber daya serta menggerakan sumber daya apa yang tersedia untuk dapat mencapai tujuan perusahaan atau organisasi. Seorang pemimpin harus mengetahui betul fungsi pemimpin dan sekaligus mengetahui unsur-unsur kepemimpinan sebagai aktivitas mempengaruhi, kemampuan mengajak, mengarahkan, menciptakan dan mencetuskan ide. Kepemimpinan merupakan kompleks dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dimiliki oleh seseorang atau badan hukum yang menyebabkan terjadinya gerak pada warga masyarakat. Menurut Hasibuan (2003), kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
Matondang (2008), menyatakan kepemimpinan adalah suatu proses dalam mempengaruhi orang lain agar mau atau tidak melakukan sesuatu yang diinginkan. Menurut Nixon (dalam sutrisno 2009), kepemimpinan merupakan suatu bentuk seni yang unik, yang membutuhkan kekuatan dan visi pada tingkat yang luar biasa. Kepemimpinan merupakan aktivitas perilaku seseorang dalam mempengaruhi orang lain. Kepemimpinan memainkan peranan yang dominan, krusial dan kritikal dalam keseluruhan untuk meningkatkan kinerja, baik pada tingkat individual, kelompok dan organisasi. Seorang pimpinan hasrus mengetahui betul fungsi pemimpin dan sekaligus mengetahui unsur-unsur kepemimpinan sebagai aktivitas mempengaruhi, kemampuan mengajak, mengarahkan, menciptakan dan mencetuskan ide.
2.3.2. Teori-teori Kepemimpinan Secara garis besar pendekatan teori kepemimpinan dibagi atas tiga aspek, yaitu teori sifat, teori perilaku dan teori kepemimpinan situasional. 1. Kepemimpinan Menurut Teori Sifat (Trait Theory) Studi-studi
mengenai
sifat-sifat/ciri-ciri
mula-mula
mencoba
untuk
mengidentifikasi karakteristik-karakteristik fisik, ciri kepribadian, dan kemampuan orang yang dipercaya sebagai pemimpin alami. Ratusan studi tentang sifat/ciri telah dilakukan, namun sifat-sifat/ciri-ciri tersebut tidak memiliki hubungan yang kuat dan konsisten dengan keberhasilan kepemimpinan seseorang. Penelitian mengenai sifat/ciri tidak memperhatikan pertanyaan tentang bagaimana sifat/ciri itu berinteraksi sebagai suatu integrator dari kepribadian dan perilaku atau bagaimana situasi
Universitas Sumatera Utara
menentukan relevansi dari berbagai sifat/ciri dan kemampuan bagi keberhasilan seorang pemimpin. Menurut Mictchel dan larson dalam Riduan (2009), operasional variabel kinerja dosen menjadi lima dimensi: yaitu, kemampuan, prakarsa inisiatif, ketepatan waktu, kualitas hasil kerja dan komunikasi. 2. Kepemimpinan Menurut Teori Perilaku (Behavioral Theory) Selama tiga dekade, dimulai pada permulaan tahun 1950-an, penelitian mengenai perilaku pemimpin telah didominasi oleh suatu fokus pada sejumlah kecil aspek dari perilaku. Kebanyakan studi mengenai perilaku kepemimpinan selama periode tersebut menggunakan kuesioner untuk mengukur perilaku yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada hubungan. Beberapa studi telah dilakukan untuk melihat bagaimana perilaku tersebut dihubungkan dengan kriteria tentang efektivitas kepemimpinan seperti kepuasan dan kinerja bawahan. Peneliti-peneliti lainnya menggunakan eksperimen laboratorium atau lapangan untuk menyelidiki bagaimana perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja bawahan. Jika kita cermati, satu-satunya penemuan yang konsisten dan agak kuat dari teori perilaku ini adalah bahwa para pemimpin yang penuh perhatian mempunyai lebih banyak bawahan yang puas. Hasil studi kepemimpinan Ohio State University menunjukkan bahwa perilaku pemimpin pada dasarnya mengarah pada dua kategori yaitu consideration dan initiating structure. Hasil penelitian dari Michigan University menunjukkan bahwa perilaku pemimpin memiliki kecenderungan berorientasi kepada bawahan dan berorientasi pada produksi/hasil. Sementara itu, model leadership continuum dan
Universitas Sumatera Utara
Likert’s Management Sistem menunjukkan bagaimana perilaku pemimpin terhadap bawahan dalam pembuatan keputusan. Pada sisi lain, managerial grid, yang sebenarnya menggambarkan secara grafik kriteria yang digunakan oleh Ohio State University dan orientasi yang digunakan oleh Michigan University. Menurut teori ini, perilaku pemimpin pada dasarnya terdiri dari perilaku yang pusat perhatiannya kepada manusia dan perilaku yang pusat perhatiannya pada produksi. 3. Teori Situasional Teori situasi mencoba mengembangkan kepemimpinan sesuai dengan situasi dan kebutuhan. Dalam pandangan ini, hanya peminpin yang mengetahui situasi dan kebutuhan organisasi yang dapat menjadi pemimpin yang efektif. Teori situasi kontingensi berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam segala situasi. Menurut model ini, pemimpin yang efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikut. 4. Teori Kontingensi (Contigensy Theory) Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku pemimpin (atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi efektivitas kepemimpinan. Teori Path-Goal tentang kepemimpinan meneliti bagaimana empat aspek perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan serta motivasi pengikut. Pada umumnya pemimpin memotivasi para pengikut dengan mempengaruhi persepsi mereka tentang konsekuensi yang mungkin dari berbagai upaya. Bila para pengikut percaya bahwa hasil-hasil dapat diperoleh dengan usaha yang serius dan bahwa usaha yang demikian akan berhasil, maka kemungkinan akan melakukan usaha tersebut. Aspek-aspek
Universitas Sumatera Utara
situasi seperti sifat tugas, lingkungan kerja dan karakteristik pengikut menentukan tingkat keberhasilan dari jenis perilaku kepemimpinan untuk memperbaiki kepuasan dan usaha para pengikut. LPC Contingency Model dari Fiedler berhubungan dengan pengaruh yang melunakkan dari tiga variabel situasional pada hubungan antara suatu ciri pemimpin (LPC) dan kinerja pengikut. Menurut model ini, para pemimpin yang berskor LPC tinggi adalah lebih efektif untuk situasi-situasi yang secara moderat menguntungkan, sedangkan para pemimpin dengan skor LPC rendah akan lebih menguntungkan baik pada situasi yang menguntungkan maupun tidak menguntungkan. Leader Member Exchange Theory menjelaskan bagaimana para pemimpin mengembangkan hubungan pertukaran dalam situasi yang berbeda dengan berbagai pengikut. Hersey and Blanchard Situasional Theory lebih memusatkan perhatiannya pada para pengikut. Teori ini menekankan pada perilaku pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya dan hubungan pemimpin pengikut. Leader Participation Model menggambarkan bagaimana perilaku pemimpin dalam proses pengambilan keputusan dikaitkan dengan variabel situasi. Model ini menganalisis berbagai jenis situasi yang mungkin dihadapi seorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Penekanannya pada perilaku kepemimpinan seseorang yang bersifat fleksibel sesuai dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan pimpinan menurut Matondang (2008) yaitu memiliki keterampilan berkomunikasi, memiliki kemampuan memotivasi orang lain, memiliki kemampuan membuat
keputusan
yang
cepat
dan
tepat,
memiliki
kemampuan
untuk
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi orang lain, memiliki kemampuan untuk mengelola konflik, memiliki kemampuan untuk berorganisasi, memiliki kemampuan memimpin tim kerja dan memiliki kemampuan untuk mengendalikan stres.
2.3.3. Gaya Kepemimpinan Terdapat beberapa tipe dari gaya kepemimpinan antara lain: 1. Kepemimpinan Transaksional Model kepemimpinan ini berfokus pada transaksi antarpribadi, antara manajemen dan karyawan. Dua karakteristik yang melandasi kepemimpinan transaksional adalah: a. Para pemimpin menggunakan penghargaan kontingensi untuk memotivasi karyawan. b. Para pemimpin melaksanakan tindakan korektif hanya ketika para bawahan gagal mencapai tujuan kinerja. 2. Kepemimpinan Kharismatik Karisma merupakan sebuah atribusi yang berasal dari proses interaktif antara pemimpin dan para pengikut. Atribut-atribut karisma antara lain rasa percaya diri, keyakinan yang kuat, sikap tenang, kemampuan berbicara dan yang lebih penting adalah bahwa atribut-atribut dan visi pemimpin tersebut relevan dengan kebutuhan para pengikut. Berbagai teori tentang kepemimpinan karismatik telah dibahas dalam kegiatan belajar ini. Teori kepemimpinan karismatik dari House menekankan kepada
Universitas Sumatera Utara
identifikasi pribadi, pembangkitan motivasi oleh pemimpin dan pengaruh pemimpin terhadap tujuan- tujuan dan rasa percaya diri para pengikut. Teori atribusi tentang karisma lebih menekankan kepada identifikasi pribadi sebagai proses utama mempengaruhi dan internalisasi sebagai proses sekunder. Teori konsep diri sendiri menekankan internalisasi nilai, identifikasi sosial dan pengaruh pimpinan terhadap kemampuan diri dengan hanya memberi peran yang sedikit terhadap identifikasi pribadi. Sementara itu, teori penularan sosial menjelaskan bahwa perilaku para pengikut dipengaruhi oleh pemimpin tersebut mungkin melalui identifikasi pribadi dan para pengikut lainnya dipengaruhi melalui proses penularan sosial. Pada sisi lain, penjelasan psikoanalitis tentang karisma memberikan kejelasan kepada kita bahwa pengaruh dari pemimpin berasal dari identifikasi pribadi dengan pemimpin tersebut. Karisma merupakan sebuah fenomena. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan oleh seorang pemimpin karismatik untuk merutinisasi karisma walaupun sukar untuk dilaksanakan. Kepemimpinan karismatik memiliki dampak positif maupun negatif terhadap para pengikut dan organisasi. 3. Kepemimpinan Transformasional Pemimpin transformasi (transforming leaders) mencoba menimbulkan kesadaran para pengikut dengan mengarahkannya kepada cita-cita dan nilai-nilai moral yang lebih tinggi. Burns dan Bass telah menjelaskan kepemimpinan transformasional dalam organisasi dan membedakan kepemimpinan transformasional, karismatik dan transaksional. Pemimpin transformasional membuat para pengikut menjadi lebih peka
Universitas Sumatera Utara
terhadap nilai dan pentingnya pekerjaan, mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi dan menyebabkan para pengikut lebih mementingkan organisasi. Hasilnya adalah para pengikut merasa adanya kepercayaan dan rasa hormat terhadap pemimpin tersebut, serta termotivasi untuk melakukan sesuatu melebihi dari yang diharapkan darinya. Efek-efek transformasional dicapai dengan menggunakan karisma, kepemimpinan inspirasional, perhatian yang diindividualisasi serta stimulasi intelektual. Hasil penelitian Bennis dan Nanus, Tichy dan Devanna telah memberikan suatu kejelasan tentang cara pemimpin transformasional mengubah budaya dan strategi-strategi sebuah organisasi. Pada umumnya, para pemimpin transformasional memformulasikan sebuah visi, mengembangkan sebuah komitmen terhadapnya, melaksanakan strategi-strategi untuk mencapai visi tersebut, dan menanamkan nilainilai baru.
2.4. Teori Tentang Kinerja 2.4.1. Pengertian Kinerja Dosen Kinerja dalam bahasa Inggris disebut performance, yang dapat diartikan dengan pekerjaan, perbuatan atau penampilan. Kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya menyatakan hasil kerja, tetapi bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Rivai (2008) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di salam
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan tugas di bandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atas kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Simanjuntak (2005), menyatakan bahwa kinerja adalah tingkat pencapaian hasil kerja atas pelaksanaan tugas tertentu oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Sedangkan Alwi (2001) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Mangkunegara (2005) kinerja adalah penampilan hasil karya personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personil, tidak terbatas pada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga pada keseluruhan jajaran personil dalam organisasi. Penilaian kinerja adalah proses menilai hasil karya personil dalam suatu organisasi melalui instrumen kinerja dan hakikatnya merupakan evaluasi terhadap penampilan kinerja personil dengan membandingkan dengan standar baku penampilan. Suprihanto (2000) mengatakan bahwa penilaian kinerja adalah proses yang digunakan organisasi untuk menilai sejauh mana anggotanya telah melakukan pekerjaannya dengan memuaskan. Penilaian kinerja dapat saja dilakukan terhadap kinerja perorangan dan sekelompok orang yang bekerja secara terorganisir.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya Suprihanto juga menjelaskan kinerja berdasarkan standar adalah hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai ukuran, misalnya standar, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu atau telah disepakati bersama. Dosen merupakan salah satu komponen strategis dalam peningkatan mutu pendidikan. Diperguruan tinggi terdapat keberagaman latar belakang mahasiswa hal ini akan mempengaruhi pola pikir setiap mahasiswa tersebut. Untuk itu setiap dosen diharapkan memberikan perhatian yang terfokus kepada mahasiswanya agar tercipta sumber daya manusia yang semakin meningkat. Seorang dosen harus memperhatikan tugas dan tanggung jawabnya sebagai dosen, sebagai mana tercantum dalam pedoman beban kerja dosen dan evaluasi pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi (2010) tentang tugas utama dosen pada tri dharma perguruan tinggi, yaitu: 1). tugas pendidikan dan pengajaran 2). penelitian 3). tugas pengabdian kepada masyarakat. Dengan demikian, seseorang dosen dalam upaya peningkatan kinerjanya adalah dengan mengimplimentasikan tugas-tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi. a) Kinerja dosen pada pendidikan dan pengajaran Dalam melaksanakan tugas seorang dosen harus memenuhi persyaratan yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan dan pengajaran, dan di lain pihak juga mengemban sejumlah tanggung jawab mewariskan nilai-nilai dan norma-norma kepada mahasiswa selaku generasi muda sehingga terjadi konversi nilai, bahkan terciptanya nilai-nilai baru.
Universitas Sumatera Utara
Manullang (2005) mengemukakan bahwa pengajar (dosen) berurusan dengan otak dan otot maka dosen harus menembus sampai ke dalam hati. Seorang pengajar (dosen) profeional adalah seorang dosen sejati, dan dosen profesional melakukan kegiatan dan pekerjaan dengan ketrampilan tinggi yang didasarkan pada pengetahuan teoritis dan sistemastis. Dengan demikian, seorang dosen yang profesional harus tepat menggunakan pertimbangan dalam bertindak dan menjawab tantangan yang dihadapi dalam tugasnya, setiap dosen berkewajiban menciptakan suasana kinerja yang baik, menjalin suasana harmonis antar sesama, dan memberikan respon mendidik bagi lingkungannya. Dalam kaitannya dengan mahasiswa, tugas dosen dalam pelaksanaan pendidikan adalah melaksanakan tugas pembelajaran sesuai dengan perencanaan bahan kuliah, persiapan perkuliahan, hadir di kelas sesuai jadwal, mengemukakan tata aturan perkuliahan secara jelas, melakukan penilaian secara objektif sesuai dengan ketentuan lembaga, dan harus menyadari bahwa mahasiswa sebagai individu yang mempunyai latar belakang yang berbeda, harus dihormati dan mempunyai hak yang harus dilindungi. Supaya pembelajaran dapat diterima oleh mahasiswa maka seorang dosen harus menguasai materi dan ketrampilan teknis dalam proses belajar mengajar, yang merupakan suatu hal yang mutlak harus dimiliki oleh seorang dosen sebagai pengajar. Kompetensi yang dimiliki seorang dosen, akan dapat meningkatkan kinerja yang profesional. Hal ini tak dapat disangkal karena kompetensi itu banyak mengandung
Universitas Sumatera Utara
nilai-nilai yang dapat membuat seseorang melakukan serta menyelesaikan tugas dan tanggungjawab dengan baik. Hal ini jelas dikemukakan Usman (1995) bahwa kinerja dosen dapat terlihat dari 10 kompetensinya, yakni: a. Mengembangkan kepribadian b. Menguasai landasan pendidikan c. Menguasai bahan ajar d. Menyusun progran pengajaran/perkuliahan e. Melaksanakan program pengajaran/perkuliahan f. Menilai hasil dari proses belajar mengajar yang dilaksanakan g. Melaksanakan program bimbingan h. Menyelengarakan administrasi sekolah i. Beriteraksi dengan sejawat masyarakat dan j. Menyelenggarakan penelitian untuk keperluan pengajaran/perkuliahan. b) Kinerja dosen pada karya ilmiah dan penelitian Dalam
tri dharma Perguruan tinggi setiap dosen diharuskan melakukan
penelitian ilmiah. Kemajuan perkembangan ilmu dan teknologi bergantung pada usaha-usaha penelitian. Penelitian adalah pendukung kunci pelaksanaan tugas pendidikan akademis. Pembaharuan materi-materi pendidikan hanya mungkin, jika dosen bersangkutan telah melakukan penelitian-penelitian ilmiah bidang ilmunya. Tanpa penelitian perkembangan pendidikan akan statis bahkan ketinggalan zaman.
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan dari sebuah penelitian perlu dijabarkan secara logis dan kronologis dari metode keilmuan. Penelitian merupakan suatu penjabaran dari kajian teoritis dan empiris, maka memerlukan kriteria tertentu untuk dapat dikatakan karya ilmiah yang bermutu. Menurut Rusidi (1992) suatu penelitian dikatakan bermutu atau merupakan suatu langkah-langkah sistematik keilmuan atau metode ilmiah, yaitu: 1) Mencari dan merumuskan serta mengindentifikasi masalah, 2) Menyusun kerangka pemikiran, 3) Merumuskan hipotesis, 4) Hipotesis secara empirik, 5) Melakukan pembahasan dan, 6) Menarik kesimpulan. c) Kinerja dosen pada pengabdian masyarakat. Menurut pedoman direktorat pembinaan dan pengabdian masyarakat, yang dikutip Muliana (2002), bahwa pengabdian masyarakat dirumuskan sebagai pengamalan pengetahuan dan teknologi yang dilakukan oleh perguruan tinggi secara lembaga dan langsung kepada masyarakat untuk mensukseskan pembangunan dan pengembangan manusia menuju tercapainya masyarakat indonesia yang maju, adil dan sejahtera berdasarkan pancasila serta meningkatkan pelaksanaan misi dan visi perguruan tinggi. Kegiatan pengabdian pada masyarakat menjadi bagian yang tidak dapat dipisahakan dari tugas dosen yang ditunjukan untuk menunjang pembangunan diberbagai lapisan masyarakat. Kegiatan pengabdian masyarakat pada dasarnya mempunyai arti, bagi perguruan tinggi dapat melihat dan merasakan langsung permasalah pendidikan yang dihadapin masyarakat. Sedangkan bagi masyarakat dapat merasakan hasil-hasil penelitian yang diterapkan dalam kegiatan dengan pengembangan daerah. Berkaitan
Universitas Sumatera Utara
dengan indikator kinerja dosen dalam pengabdian masyarakat, terletak pada ada tidaknya relevansi kegiatan yang dilaksanakan dengan kebutuhan masyarakat serta makna dari kegiatan dosen atau lembaga sebagai sarana tanggung jawab terhadap masyarakat. Tujuan penyelengaraan pengabdian masyarakat ditulis dalam peraturan pemerintah No 5 tahun 1980 adalah pengembangan sumber daya manusia ke arah terciptanya manusia pembangunan, mengembangkan masyarakat ke arah terbinanya masyarakat belajar, meningkatkan kepekaan sosial para tenaga akademik dan terhadap masalah-masalah yang timbul dala masyarakat, serta menggembangkan sistem pendidikan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Wes (1999), memberikan pendapat tentang aspek-aspek pengukuran kegiatan pengabdian pada masyarakat sebagai berikut: a. Kegiatan atas nama perguruan tinggi. b. Usaha bersama antara perguruan tinggi dengan masyarakat tempat kegiatan tersebut dilaksanakan. c. Seimbang dengan kegiatan pendidikan dan penelitian. d. Atas inisiatif subjek pelaksanaan kegiatan. e. Bermanfaat bagi masyarakat tempat kegiatan dilakukan. f. Menunjang pengembangan ilmu di sisi lain. g. Merupakan pengalaman ilmiah dari ilmu yang dikaji.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian kegiatan-kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang efisien dan efektif serta produktif. Sehubungan dengan uraian di atas, bahwa seorang dosen diwajibkan melakukan tugasnya sesuai dengan tri Dharma Perguruan Tinggi. Berdasarkan pendapat para ahli bahwa kinerja pengabdian pada masyarakat sebagai salah satu Dharma dari Tri Dharma Perguruan Tinggi merupakan suatu tugas kewajiban bagi seorang dosen. Dosen selaku tenaga pengajar/pendidik pada perguruan tinggi diharapkan mampu mengaktualisasikan dirinya melalui Tri Dhrama Perguruan Tinggi, yaitu: pengajaran dan pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat.
2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Anoraga dan Suryati (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai/karyawan adalah sebagai berikut: a. Motivasi, pimpinan organisasi perlu mengetahui motivasi kerja dari anggota organisasi. Untuk mengetahui motivasi itu maka pemimpin mendorong karyawan untuk bekerja secara optimal. b. Pendidikan, pada umumnya pendidikan seseorang yang mempunyai pendidikan yang lebih tinggi akan mempunyai potensi kerja yang baik pula, dengan demikian pendidikan merupakan syarat penting dalam peningkatan kinerja. c. Disiplin kerja, yaitu kedisiplinan dilakukan melalui sesuatu latihan antara lain dengan menghargai waktu dan biaya.
Universitas Sumatera Utara
d. Ketrampilan, yaitu ketrampilan karyawan dalam suatu organisasi dapat ditingkatkan melalui kursus/pelatihan. e. Sikap dan etika, yaitu tercapainya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara perilaku dalam proses produksi dan meningkatkan kinerja. f. Tingkat penghasilan, yaitu penghasilan yang cukup berdasarkan prestasi kerja akan meningkatkan kinerja. g. Lingkungan kerja, yang dimaksud dalam hal ini termasuk hubungan antara karyawan, hubungan dengan pimpinan, lingkungan fisik dan lain sebagainya. h. Teknologi, yaitu dengan semakin majunya teknologi maka pegawai yang berkinerja tinggi yang dapat mengikuti perkembangan teknologi ini.
2.5. Teori Lingkungan Kerja 2.5.1. Pengertian Lingkungan Kerja Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat penting untuk diperhatikan manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksnakan proses produksi dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap para karyawan yang melaksanakan proses produksi tersebut. Lingkungan kerja yang memusatkan bagi karyawannya dapat meningkatkan kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja dan akhirnya menurunkan motivasi kerja karyawan. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksnakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan
Universitas Sumatera Utara
nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi lingkungan-lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rencangan sistem kerja yang efisien. Beberapa ahli mendifinisikan lingkungan kerja antara lain sebagai berikut Menurut Nitisemito (2000), lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan. Menurut Sedarmayati (2001), Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok. Dari beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja, baik yang berbentuk fisik ataupun non fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaanya saat bekerja
2.5.2. Jenis Lingkungan Kerja Sedarmayanti (2001) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yakni : (a) lingkungan kerja fisik, dan (b) lingkungan kerja non fisik.
Universitas Sumatera Utara
A. Lingkungan kerja Fisik Menurut Sedarmayanti (2001), Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun scara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yakni :Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (Seperti: pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya) Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya :temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain. Untuk dapat memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap karyawan, maka langkah pertama adalah harus mempelajari manusia, baik mengenai fisik dan tingkah lakunya maupun mengenai fisiknya, kemudian digunakan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang sesuai. B. Lingkungan Kerja Non Fisik Menurut Sadarmayanti (2001), Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Nitisemito (2000) Perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status jabatan yang sama di perusahaan. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian diri. Sentono (2001) yang mengutip pernyataan Prof. Myon Woo Lee sang pencetus teori W dalam Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia, bahwa pihak manajemen perusahaan hendaknya membangun suatu iklim dan suasana kerja yang bisa membangkitkan rasa kekeluargaan untuk mencapai tujuan bersama. Pihak manajemen perusahaan juga hendaknya mampu mendorong inisiatif dan kreativitas. Kondisi seperti inilah yang selanjutnya menciptakan antusiasme untuk bersatu dalam organisasi perusahaan untuk mencapai tujuan.
2.5.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik, sehingga dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi, keadaan lingkungan yang kurang baik dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien. Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja.
Universitas Sumatera Utara
Berikut ini beberapa faktor yang diuraikan Sedarmayanti (2001) yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan karyawan, diantaranya adalah : 1. Penerangan/cahaya di tempat kerja 2. Temperatur/suhu udara di tempat kerja 3. Kelembaban di tempat kerja 4. Sirkulasi udara di tempat kerja 5. Kebisingan di tempat kerja 6. Getaran mekanis di tempat kerja 7. Bau tidak sedap ditempat kerja 8. Tata warna di tempat kerja 9. Dekorasi di tempat kerja 10. Musik di tempat kerja 11. Keamanan di tempat kerja
2.6. Teori Tentang Insentif 2.6.1. Pengertian Insentif Insentif merupakan suatu usaha dari perguruan tinggi untuk memberikan tambahan diluar upah biasa untuk mendorong dosen agar bekerja lebih giat lagi dan bersemangat guna meningkatkan kinerja kerja mereka. Adapun pengertian insentif adalah merupakan suatu bentuk motivasi yang dinyatakan dalam bentuk uang. Heiddjrachman, (1993) Insentif adalah penghargaan atau ganjaran yang diberikan
Universitas Sumatera Utara
untuk memotivasi para pekerja agar produktivitas kerjanya tinggi, sifatnya tidak tepat atau sewaktu-waktu. Oleh karena itu insentif sebagai bagian dari keuntungan, terutama sekali di berikan pada pekerja yang bekerja secara baik atau berprestasi, misalnya dalam bentuk pemberian bonus dan dapat pula diberikan dalam bentuk barang. Menurut Hasibuan (2004), insentif merupakan suatu perangsang atau pendorong yang diberikan dengan sengaja kepada para pekerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang yang lebih besar untuk berprestasi bagi perusahaan. Penerapan pemberian insentif yang adil, layak, dan tepat waktu, serta diberikan secara terbuka akan menciptakan pemeliharaan yang baik. Dengan demikian, sikap loyal karyawan akan semakin baik, prestasi kerja meningkat, absensi dan turnover karyawan menurun Insentif
merupakan
suatu
perangsang
atau
pendorong
yang
dapat
menimbulkan semangat atau gairah kinerja seseorang guna meningkatkan prestasi kerja. Heidjrachman Ranupanjodo dan Suad Husnan (1993) mengklasifikasikan jenisjenis insentif yang diberikan pada karyawan adalah sebagai berikut: 1. Uang, seseorang ingin bekerja karena ingin memperoleh uang, dengan uang seseorang dapat memuaskan kebutuhannya, bagi kebanyakan karyawan uang dapat merupakan daya rangsang yang sangat kuat. 2.
Keamanan, merupakan sebuah kebutuhan manusia yang fundamental bagi sebagian tenaga kerja kadang-kadang pekerjaan yang aman lebih penting dari pada uang atau upah. Keamanan yang dimaksud dalam hal ini adalah kecemasan tarhadap kemungkinan diberhentikan meskipun pada dasarnya
Universitas Sumatera Utara
upah yang diberikan rendah tetapi karena pekerjaan itu menjamin kontiunitas maka hal ini menjadi minat utama seseorang untuk bekerja. 3. Persahabatan, manusia bekerja memerlukan manusia lainnya, adanya persahabatan akan akan menyatuakan mereka secara kelompok yang bekerja sama dan saling memiliki. 4. Pengakuan yang adil, merupakan salah satu kebutuhan sosial yang dapat diperoleh dari hubungan antara atasan dan bawahan atau sesama mereka. Perlakuan yang adil ini dimaksudkan tidak pandang bulu dalam pemberian tugas, insentif dan penghargaanserta lainnya yang dapat mengganggu kosentrasi guru dalam bekerja. 5. Otonomi, merupakan salah satu bentuk insentif dalam memenuhi egoistik dosen untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam batas-batas tertentu akan meningkatkan kreatifitas dan spontanitas. 6. Prestasi, pemberian kesempatan pada dosen untuk berprestasi merupakan salah satu kebutuhan egoistik dalam hubungan dengan pemberian insentif.
Seorang pimpinan harus menghargai hasil pekerjaan mereka dan memberikan kesempatan untuk melakukan suatu tujuan organisasi. Seseorang yang merasa bahwa pekerjaannya tidak penting sering tidak semangat dan sering mengeluh didalam melaksanakan pekerjaannya. Menurut Manulang (1996), pada dasarnya bentuk insentif dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Insentif Finansial a. Bonus, adalah uang yang diberikan sebagai balas jasa yang diberikan secara ikatan dimasa datang dan diberikan kepada dosen yang berhak menerimanya. b. Komisi, adalah jenis komisi yang diberikan kepada guru yang berprestasi. 2. Insentif non finasial a. Pemberian pujian secara lisan maupun tertulis b. Pemberian promosi jabatan c. Ucapan terima kasih secara formal maupun tidak formal d. Pemberian perlengkapan khusus pada ruang kerja e. Pemberian penghargaan Tujuan pemberian kompensasi (balas jasa) menurut Handoko (1998) adalah: 1. Memperoleh personalia yang berkualitas Kompensasi perlu ditetapkan cukup tinggi agar menarik para pelamar, karena organisasi-organisasi bersaing dalam pasar tenaga kerja, tingkat pengupahan harus sesuai dengan kondisi suplai dan permintaan tenaga kerja. Terkadang tingkat gaji yang relatif tinggi diperlukan untuk menarik para pelamar yang cakap dan sudah bekerja di berbagai organisasi lain. 2. Mempertahankan para pekerja yang ada sekarang Bila tingkat kompensasi tidak kompetitif, niscaya banyak tenaga dosen yang baik akan keluar. Untuk mencegah perputaran dosen, pengupahan harus dijaga agar tetap kompetitif dengan Perguruan Tinggi lain.
Universitas Sumatera Utara
3. Menjamin keadilan Administrasi pengupahan dan penggajian sekolah untuk memenuhi prinsip keadilan. Keadilan dan konsisten internal dan eksternal sangat penting diperhatikan dalam tingkat kompensasi. 4. Kepuasan kerja Dengan balas jasa dosen akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status, sosial dan egoistiknya, sehingga ia memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya itu. 5. Motivasi Jika balas jasa yang di berikan cukup besar, pimpinan akan mudah memotivasi bawahannya yaitu dosen. 6. Disiplin Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin dosen semakin baik. Mereka akan menyadari serta mentaati peraturan-peraturan yang berlaku. Tujuan pemberian balas jasa ini hendaknya memberikan kepuasan kepada semua pihak, dosen dapat memnuhi kebutuhannya, pimpinan mendapatkan hasil yang baik, peraturan pemerintah harus ditati, dan masyarakat mendapatkan hasil yang baik, tamatan yang membanggakan. Dari tujuan-tujuan tersebut kita lihat bahwa insetif sangat penting didalam memotivasi dosen agar mau mengajar dengan baik dan sungguh-sungguh.
Universitas Sumatera Utara
Adapun definisi insentif menurut Terry dan Leslie (2003) adalah: .Incentive is an important actuating tool. Human being tend to strive more itensely when the reward for accomplishing satisfies their personal demand.. Artinya: Insentif adalah suatu alat penggerak yang penting. Manusia cenderung untuk berusaha lebih giat apabila balas jasa yang diterima memberikan kepuasan terhadap apa yang diminta.
2.6.2. Tujuan Pemberian Insentif Tujuan pemberian insentif adalah untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak, yaitu: a. Bagi perusahaan: 1. Mempertahankan tenaga kerja yang terampil dan cakap agar loyalitasnya tinggi terhadap perusahaan. 2. Mempertahankan dan meningkatkan moral kerja pegawai yang ditunjukkan akan menurunnya tingkat perputaran tenaga kerja dan absensi. 3. Meningkatkan produktivitas perusahaan yang berarti hasil produksi bertambah untuk setiap unit per satuan waktu dan penjualan yang meningkat. b. Bagi karyawan: 1. Meningkatkan standar kehidupannya dengan diterimanya pembayaran di luar gaji pokok. 2. Meningkatkan semangat kerja pegawai sehingga mendorong mereka untuk berprestasi lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
3. Meningkatkan loyalitas karyawan untuk tetap komit terhadap perusahaan dikarenakan karyawan merasa puas. Setiap orang apabila ditawarkan suatu ganjaran yang memberikan hasil yang cukup menguntungkan bagi mereka, maka ia akan termotivasi untuk memperolehnya. Alat motivasi yang kuat itu adalah dengan memberikan insentif. Pemberian insentif terutama insentif material dimaksudkan agar kebutuhan materi pegawai terpenuhi, dengan terpenuhinya kebutuhan materi itu diharapkan pegawai dapat bekerja lebih baik, cepat dan sesuai dengan standar perusahaan sehingga output yang dihasilkan dapat meningkat daripada input dan akhirnya kinerja karyawan dapat meningkat. Semakin baik kinerja dan prestasi karyawan, maka akan memperoleh insentif yang lebih sehingga merangsang karyawan agar tetap bertahan bekerja pada perusahaan tersebut. Jadi pemberian insentif merupakan sarana motivasi yang dapat merangsang ataupun mendorong pegawai agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi dan merasa puas sehingga mereka mau bertahan tetap kerja di dalam perusahaan. Menurut Simamora (1997) program insentif yang baik harus memenuhi beberapa aturan sebagai berikut: a. Sederhana, aturan sistem insentif haruslah ringkas, jelas dan dapat dimengerti. b. Spesifik, para karyawan perlu mengetahui secara rinci apa yang diharapkan supaya mereka kerjakan. c. Dapat dicapai, setiap karyawan harus memiliki kesempatan yang masuk akal untuk memperoleh sesuatu.
Universitas Sumatera Utara
d. Dapat diukur, tujuan yang terukur merupakan landasan di mana rencana insentif dibangun. Program bernilai rupiah merupakan pemborosan jika pencapaian spesifik tidak dapat dikaitkan dengan uang dikeluarkan.
2.7.
Kerangka Konseptual Robbins (2007) menyatakan motivasi adalah sebagai proses yang ikut
menentukan intensitas, arah dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran. Amini (2004), menyatakan motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi kearah tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individu. Mangkunegara (2007), menyatakan bahwa Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi. Sikap mental pegawai yang positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja yang maksimal. Robbins (2007) menyatakan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi
kelompok
menuju
pencapaian
sasaran.
Matondang
(2008),
menyatakan kepemimpinan adalah suatu proses dalam mempengaruhi orang lain agar mau atau tidak melakukan sesuatu yang diinginkan. Siagian (2008), menyatakan kepemimpinan adalah cara pemimpin yang terdapat dalam suatu organisasi untuk memainkan peranan yang sangat dominan dalam keberhasilan organisasi tersebut dalam menyelenggarakan berbagai kegiatannya terutama terlihat pada kinerja bawahanya. Alwi (2001) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas
Universitas Sumatera Utara
dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Mangkunegara (2005) kinerja adalah penampilan hasil karya personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Suprihanto (2000), menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai yaitu: lingkungan kerja dan fasilitas, kepemimpinan, iklim kerja, gaji, bonus, insentif, seleksi, dukungan yang diterima, pekerjaan yang mereka lakukan, motivasi dan kemampuan hubungan industrial, teknologi, manajemen,kesempatan berprestasi dan keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan. Lingkungan kerja adalah keadaan di mana tempat kerja yang baik meliputi fisik dan nonfisik yang dapat memberikan kesan menyenangkan, aman, tentram, perasaan betah. Menurut Nitisemito (2000), lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan. Lingkungan kerja yang segar, nyaman, dan memenuhi standat kebutuhan layak akan memberikan kontribusi terhadap kenyamanan dosen dalam melakukan tugasnya. Lingkungan kerja nonfisik yang meliputi keramahan sikap para dosen, sikap saling menghargai diwaktu berbeda pendapat, dan lain sebagainya adalah syarat wajib untuk terus membina kualitas pemikiran dosen yang akhirnya bisa membina kinerja mereka secara terus-menerus. Menurut Mardiana (2005) “Lingkungan kerja adalah lingkungan dimana pegawai melakukan pekerjaannya sehari-hari”. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan para pegawai untuk dapat berkerja
Universitas Sumatera Utara
optimal. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi emosi pegawai. Jika pegawai menyenangi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka pegawai tersebut akan betah di tempat kerjanya untuk melakukan aktivitas sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif dan optimis prestasi kerja pegawai juga tinggi dan dapat meningkatkan motivasi pegawai dalam bekerja. Lingkungan kerja tersebut mencakup hubungan kerja yang terbentuk antara sesama pegawai dan hubungan kerja antar bawahan dan atasan serta lingkungan fisik tempat pegawai bekerja. Adapun pengertian insentif adalah merupakan suatu bentuk motivasi yang dinyatakan dalam bentuk uang. Husnan (1993), menyatakan insentif adalah penghargaan atau ganjaran yang diberikan untuk memotivasi para pekerja agar produktivitas kerjanya tinggi, sifatnya tidak tepat atau sewaktu-waktu. Menurut Hasibuan (2004), bahwa insentif merupakan suatu perangsang atau pendorong yang diberikan dengan sengaja kepada para pekerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi perusahaan. Menurut Sarwoto (1996), insentif merupakan sarana motivasi, dapat berupa perangsang atau pendorong yang diberikan dengan sengaja kepada para pekerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang yang lebih besar untuk berprestasi bagi organisasi. Bentuk hubungan dari pengaruh motivasi dan kepemimpinan terhadap kinerja dosen dapat digambarkan sebagai berikut. Begitu juga pengaruh hubungan lingkungan kerja dan insentif terhadap motivasi.
Universitas Sumatera Utara
Lingkungan Kerja Motivasi Insentif
Kinerja Kepemimpinan Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.8.
Hipotesis Berdasarkan kerangka konseptual di atas, maka hipotesis penelitian sebagai
berikut: 1. Motivasi dan kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja dosen STIE Nusa Bangsa Medan. 2. Lingkungan kerja dan insentif berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi dosen STIE Nusa Bangsa Medan.
Universitas Sumatera Utara