BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1
Fasilitas Penyeberangan Fasilitas penyeberangan pejalan kaki menurut Departemen Pekerjaan Umum,
dalam Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki pada Jalan Umum (1999:1) adalah fasilitas yang disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan keamanan, kenyamanan, dan keselamatan pada saat menyeberang jalan. Fasilitas
penyeberangan
jalan
ini
terbagi
dari
dua
bagian
yaitu,
Penyeberangan jalan sebidang dan Penyeberangan jalan tidak sebidang.
2.1.1
Penyeberangan Jalan Sebidang Penyeberangan sebidang terdiri dari: 1.
Penyeberangan Zebra tanpa pelindung.
2.
Penyeberangan Zebra dengan pelindung, yaitu penyeberangan dilengkapi dengan pulau pelindung dan rambu untuk lalu lintas dua arah.
3.
Pelican Cross tanpa pelindung, yaitu penyeberangan pelican tanpa pelindung.
4.
Pelican Cross dengan pelindung, yaitu dilengkapi dengan pulau pelindung dan rambu peringatan awal.
Aspek Lokasi: 1.
Penyeberangan Zebra: Bisa dipasang di kaki persimpangan tanpa ruas/link jalan, Apabila diatur dengan lampu pengatur hendaknya waktu
Universitas Sumatera Utara
penyeberangan menjadi satu kesatuan dengan lampu pengatur lalu lintas dan jika tidak diatur maka kriteria batas kecepatan adalah < 40 km/jam. 2.
Penyeberangan Pelican, dipasang pada ruas/link jalan, minimal 300 meter dari persimpangan dimana kecepatan operasional rata – rata lalu lintas > 40 km/jam.
Dasar penentuan jenis – jenis fasilitas penyeberangan sebidang menurut Bina Marga (1999:10) adalah sebagai berikut: Tabel 2.1. Jenis Fasilitas Penyeberangan Jalan Berdasarkan PV2
Keterangan: P
= Arus penyeberangan pedestrian sepanjang 100 meter (orang/jam)
V
= Arus kendaraan pada segmen jalan raya (kend/jam)
Catatan: 1.
Arus penyeberang jalan dan kedaraan adalah rata – rata arus lalu lintas pada jam – jam sibuk.
2.
Lokasi penyeberangan harus terlihat oleh pengendara, minimal memnuhi jarak pandang henti.
3.
Di tempatkan tegak lurus terhadap sumbu jalan.
Universitas Sumatera Utara
Berikut grafik penentuan penyeberangan Jalan:
Gambar 2.1. Grafik Penentuan fasilitas penyeberangan
2.1.2 Penyeberangan Tak Sebidang Penyeberangan tak sebidang terdiri dari: 1.
Jembatan Penyeberangan, sekurang – kurangnya memiliki lebar dua meter dan tinggi sekurang kurangnya lima meter dari atas permukaan jalan.
2.
Terowongan, sekurang – kurangnya memiliki lebar dua meter dangan ketinggian tiga meter dari lantai terowongan serta harus dilengkapi lampu penerangan.
Aspek Lokasi: 1. Jembatan Penyeberangan: Bila jenis jalur penyeberangan dengan menggunakan zebra atau pelikan sudah mengganggu lalu lintas kendaraan, dan frekuensi terjadinya kecelakaan cukup tinggi. 2. Terowongan: Bila jenis jalur penyeberangan dengan menggunakan jembatan penyeberangan tidak memungkinkan untuk diadakan, dan lokasi memungkinkan untuk dibangun terowongan.
Universitas Sumatera Utara
Kriteria dalam pemilihan fasilitas penyeberangan tak sebidang dalam tesis Listiati Amalia(2005:9) adalah: PV2 lebih dari 2 x 108 , arus pejalan kaki lebih dari 1.100 orang/jam, arus kendaraan lebih dari 750 kend/jam, yang diambil dari arus rata – rata selama jam – jam sibuk. Pada ruas jalan dengan kecepatan rencana 70 km/jam. Pada kawasan strategis, tetapi tidak memungkinkan para penyeberang jalan untuk menyeberang jalan selain pada jembatan penyeberangan. Persyaratanyang
harus
dipenuhi
untuk
diadakannya
jembatan
penyeberangan agar sesuai dengan yang ditentukan/dipersyaratkan seperti aspek keselamatan, kenyamanan dan kemudahan bagi pejalan kaki, maka hal-hal berikut ini harus diperhatikan yaitu : 1. kebebasan vertikal antara jembatan dengan jalan ≥ 5,0 m 2. tinggi maksimum anak tangga diusahakan 15 cm 3. lebar anak tangga 30 cm 4. panjang jalur turun minimum 1,5 m 5. lebar landasan tangga dan jalur berjalan minimum 2,0 m 6. kelandaian maksimum 10 % Dasar penetapan kriteria tersebut diatas adalah dengan asumsi kecepatan rata-rata pejalan kaki pada jalan datar 1,5 m/detik, pada tempat miring 1,1 m/detik, dan pada tempat vertikal 0,2 m/detik.
Universitas Sumatera Utara
Disamping hubungan PV2 dinyatakan sebagai indikasi awal perlunya penyediaan fasilitas penyeberangan perlu dipertimbangkan juga beberapa hal oleh Eddy Ellizon, antara lain: Headway antara kendaraan yaitu senjang waktu antara dua buah kendaraan melalui suatu titik pengamatan. Rata – rata headway untuk arus lalu lintas berbanding terbalik dengan volume kendaraan per jam. Frekuensi kecelakaan yang terjadi di lokasi tersebut Kapasitas jalan Lebar jalan Peruntukan Jalan Pemanfaatan lahan di sepanjang jalan Jarak jalan pejalan kaki rata – rata (walking distance) 2.2
Parameter Efektivitas Jembatan Penyeberangan Orang (JPO)
2.2.1 Volume Pejalan Kaki Rumus yang digunakan untuk menentukan parameter efektivitas JPO adalah sebagai berikut(Amalia, 2005:18):
% Efektivitas =
x 100% ..........(2.1)
Tabel 2.2 Parameter Efektivitas JPO Efektivitas (%)
Kriteria
0-20
Sangat tidak efektif
20,1-40
Tidak Efektif
40,1-60
Cukup Efektif
60,1-80
Efektif
80,1-100
Sangat Efektif
Sumber: Tesis Listiati Amalia (2005) dan Skripsi Richard Andreas (2012)
Universitas Sumatera Utara
2.2.2
Perilaku Penyeberang Jalan Dari penelitian terdahulu (Amalia,19:2005) dan berasal dari Arikonto
Suharsimi untuk menilai tingkat efektivitas JPO berdasarkan dari pendapat responden/perilaku penyeberang jalan, Yaitu kuantitas penggunaan jembatan penyeberangan dan jenis penyeberangan yang diinginkan responden. Berikut nilai nilai yang diberikan menurut Arikunto dalam tesis Listiati Amalia sebagai berikut: -
Nilai 4 = Selalu menggunakan JPO dan Jenisfasilitaspenyeberangan yang diinginkanadalah JPO Nilai 3 = Sering Menggunakan JPO dan jenis fasilitas penyeberangan yang diinginkan crossing Nilai 2 = Jarang Menggunakan JPO dan jenis fasilitas penyeberangan yang diinginkan adalah zebra crossing Nilai 1 = Tidak pernah menggunakan JPO dan yang diinginkan adalah tanpa fasilitas penyeberangan Nilai – nilai ini nantinya akan dikalikan dengan banyak nyarespon den yang
menjawab, dan dihitung nilai reratanya dengan membagi terhadap jumlah responden. Nilai rerata total diperoleh dari jumlah keseluruhan nilai rerata tiap lokasi dan parameter yang ditinjau dibagi dengan jumlah lokasi dan parameter ditinjau. Tingkat efektivitas dikatagorikan tinggi (T) apabila nilai pada lokasi yang bersangkutan melebihi nilai rerata total, dan dikatagorikan rendah (R) bila nilai dibawah nilai rerata total. 2.3
Pejalan Kaki Menurut Departemen Pekerjaan Umum dalam Pedoman perencanaan jalur
pejalan kaki pada jalan umum (1999) adalah orang yang melakukan aktifitas berjalan kaki dan merupakan salah satu unsur pengguna jalan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam PP No. 43 Tahun 1993, pejalan kaki harus berjalan pada bagian jalan yang diperuntukan bagi pejalan kaki, atau pada bagian pejalan kaki, atau pada bagian jalan yang paling kiri apabila tidak terdapat bagian jalan yang diperuntukan bagi pejalan kaki. 2.4
Jalan Menurut Dirjen Perhubungan Darat dalam buku rekayasa lalu lintas
(1995:25) Jalan atau jalan raya atau milik jalan adalah meliputi badan jalan, trotoar, drainase, dan seluruh perlengkapan jalan yang terkait seperti rambu lalu lintas, lampu penerangan dan lain - lain. 2.5
Konstruksi Jembatan Penyeberangan Departement of Transport (1980) menyatakan Desain standar khusus untuk
jembatan penyeberangan dan dimensi tangga sangat penting, karena desain jembatan penyeberangan yang baik dapat memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki yang menggunakan jembatan penyeberangan, sehingga dapat meningkatkan penggunaan suatu jembatan penyeberangan:
a. Untuk anak tangga:
Antrede (lebar injakan) = 240 – 280 mm (disarankan 260 mm ) ditambah tonjolan datar = 25 mm
Optrede (tinggi injakan) = 150 – 180 mm (disarankan 160 mm )
Kemiringan tangga = ά = 35° - 45°
Lebar tangga > 1100 mm (disarankan 1250 mm)
Universitas Sumatera Utara
b. Untuk Lantai jembatan:
Lebar lantai / dek = 1700 – 1800 mm ( disarankan 1800 mm )
Tinggi = 4,5 – 5 m ( bila tidak ada bis susun ) = 5,5 – 6 m ( bila ada bis susun )
Tinggi pegangan tangga dari anak tangga = 800 - 840 mm
Lokasi anak tangga di tempatkan sesuai dengan lahan yang tersedia diusahakan pada tempat yang mudah dijangkau (hindari penempatan pedagang).
Banyaknya jumlah kaki tangga tergantung dari daerah kebutuhan pejalan kaki. Bentang/panjangnya jembatan penyeberangan tergantung dari lebar jalan
yang ada. 2.6
Kecepatan Kendaraan Kecepatan lalu lintas dihitung berdasarkan jarak tempuh kendaraan di bawah
jembatan penyeberangan (yaitu 100 meter) dibagi waktu tempuhnya untuk masing – masing kendaraan dan diambil nilai rerata kecepatan untuk mengetahui kesesuaian dengan kecepatan rerata yang disyaratkan untuk penggunaan fasilitas jembatan penyeberangan. 2.7
Waktu Menyeberang Pejalan Kaki Waktu menyeberang pejalan kaki adalah waktu rata – rata yang diambil pada
saat menyeberang jalan. Dapat dipakai rumus dari New Zealand Transport
Universitas Sumatera Utara
(Guidelines Selection of
Pedestrian
Facilities)
untuk
menentukan
waktu
menyeberang pejalan kaki yaitu: tcp = (dc/vw) Fs + C.........................................................(2.2) Dimana: dc
= Jarak Menyeberang (meter)
vw
= Mean Walk Speed (m/s)
FS
= Faktor keselamatan (FS = 1,1)
C
= Waktu Konfirmasi (s) C = 3 ps (ps = Proporsi dari pengguna jalan dibawah
umur 12 tahun dan pengguna lansia) Untuk menentukan Mean Walk Speed dipakai rumus sebagai berikut: vw = 1,2 (1- pa) + 0,8 po...............................................(2.3) Dimana po = proporsi dari pejalan kaki lansia, dianggap po = pa 2.8
Tingkat Pelayanan Pejalan Kaki Untuk Penyeberangan Dalam penentuan tingkat pelayanan pejalan kaki untuk penyeberangan dapat
ditentukan berdasarkan dari New Zealand Transport dalam Guidelines for selection of pedestrian facilities adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Penentuan tingkat pelayanan penyeberangan pejalan kaki Rata – rata Tingkat delay pejalan Pelayanan kaki (detik)
Definisi
Deskripsi Pejalan kaki mampu menyeberang hampir secara cepat sampai ke tujuan Seluruh pejalan kaki mampu menyeberang dengan sedikit delay 95th persentil, delay≈ 40 detik Seluruh pejalan kaki mampu menyeberang dengan periode yang dapat diterima 95th persentil delay ≈ 60 detik Beberapa pejalan kaki harus menunggu lama dari yang diinginkan untuk gap yang dapat diterima 95th persentil delay ≈ 80 detik Seluruh Pejalan kaki harus menunggu lama dari yang diinginkan untuk gap yang dapat diterima 95th persentil delay ≈ 80 detik Hampir semua pejalan kaki harus menunggu lebih lama dari yang diinginkan untuk gap yang dapat diterima 95th persentil delay ≈ 80 detik
<5
A
Exellent
5-10
B
Very Good
10-15
C
Satisfactory
15-20
D
20-40
E
>40
F
Some Concern
Major Concern
Unsatisfactory
Keadaan yang Sesuai
Jalan Lokal Jalan kolektor
Jalan Arteri Minor Jalan Arteri Mayor
Tidak sesuai dari semua kondisi
Sumber : NZT (Guidelines Selection of Pedestrian Facilities) 2.9
Petunjuk Manual Dalam Pemilihan Jenis Fasilitas Penyeberangan Jalan Berdasarakan Oleh New ZealandTransport Ada empat alasan mendasar dalam penentuan penyeberangan bagi pejalan
kaki yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1) Tingkat Pelayanan,kesempatan menyeberang yang tersedia untuk pejalan kaki berada di bawah tingkat pelayanan yang diinginkan dan ada permintaan yang mencukupi. 2) Sefety, catatan yang terdahulu dari kecelakaan disekitar lokasi yang telah diidentifikasi. Dari sekumpulan kecelakaan yang terjadi dapat dikurangi dengan penyediaan bantuan penyeberangan jalan. 3) Akses yang memiliki ketentuan khusus, ketentuan untuk kelompok tertentu seperti: a) Anak – anak b) Penyeberangan jalan sekolah c) Tuna netra d) Cacat tubuh 4) Integrasi, integrasi dan penguatan rancangan managemen lalu lintas yang lebih luas untuk suatu area, seperti CBD Traffic management.
2.10
Tinjauan Statitik
2.10.1 Pengujian Hipotesis Hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai suatu hal yang dibuat untuk menjelaskan. Untuk pengujian hipotesis dilakukan penelitian, jika hasil yang didapat dari penelitian itu jauh berbeda dari hasil yang diinginkan terjadi berdasar hipotesis, maka hipotesis ditolak. Jika sebaliknya, hipotesis diterima. Dalam melakukan pengujian hipotesis, ada dua macam kekeliruan yang dapat terjadi,
Universitas Sumatera Utara
a) Kekeliruan tipe I
: ialah menolak hipotesis yang seharusnya diterima
b) Kekeliruan tipe II
: Ialah menerima hipotesis yang seharusnya ditolak
2.10.2 Analisis Regresi Dalam perhitungan tingkat efektivitas jembatan penyeberangan dipakai dua variabel – variabel yaitu pejalan kaki yang menyeberang tidak melalui JPO dan volume kendaraan yang lewat dibawah JPO. Hubungan fungsional antara variabel – variabel yang dinyatakan dalam bentuk matematis dikenal dengan analisis regresi (Sudjana, 2002) 2.10.3 Analisis Korelasi Analisis korelasi adalah studi yang membahas mengenai hubungan antara variabel – variabel (Sudjana,2002) Koefisien korelasi ( r) dalam regresi linier didapat dari akar r2 seperti rumus dibawah ini : Ʃ
r= Ʃ
. Ʃ
Ʃ . Ʃ
. Ʃ
.....................(2.4) Ʃ
Dimana : r
= Koefisien korelasi
Xi
= Variabel bebas
Yi
= Variabel tak bebas
Universitas Sumatera Utara
r
= akar r2 = Koefisien korelasi, nilainya -1 < r < +1
r = -1 = Korelasi negatif r = +1 = Korelasi positif r=0
= tidak terdapat hubungan linier
2.10.4 Uji F Uji F bertujuan untuk menguji signifikansi menyeluruh antara variabel terikat dengan variabel – variabel bebas, yaitu dengan hipotesis : F hitung > F tabel, maka ada hubungan antara variabel terikat dengan semua variabel bebas. F tabel diperoleh dari tabel F dengan derajat kebebasan df (v1,v2) dan tingkat kepercayaan (α) 2.10.5 Uji t Uji t berfungsi untuk menguji kestabilan nilai koefisien variabel – variabel bebas, yaitu dengan hipotesis : t hitung > t tabel, maka persamaan regresi diterima. t tabel diperoleh dari tabel t dengan derajat kebebasan df (df) dan tingkat kepercayaan (α) 2.11
Penelitian Sejenis Adapun penelitian sejenis sebelumnya tentang fasilitas pejalan kaki dapat
dilihat pada tabel dibawah berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Penelitian Sebelumnya No.
Peneliti
Judul Penelitian
Tujuan/Metode Penelitian
1.
Hasil Penelitian
Barnabas
Kebutuhan Fasilitas Membuat
Model fasilitas
Untung
pejalan kaki di pusat permodelan
pejalan
Sudianto
pertokoan
kebutuhan
(1997)
kaki
fasilitas yang terdiri dari
pejalan kaki di pusat lebar pertokoan
trotoar,
efektif tingi
trap rafuge, dan lusa
sudut
persimpangan jalan 2.
Amsal Fatzia
Studi efektifitas
(2006)
Pemanftan Jembatan penyeberangan dikota Medan
3.
Listiati
Kajian
Menemukan faktorfaktor penyebab tidak efektif nya pemanfaatan jembatan penyeberangan tersebut apabila dinilai tidak efektif lagi pemanfaatannya
Persentase tingkat efektifitas pemanfaatan seluruh jembatan dari hasil kuisioner berkisar 5%36,7% dn melalui pendekatan secara teknis berkisar 17,8%52,8%(dengan hasil rata-rata 31,7 %)
Efektivitas Menilai
tingkat - Fasilitas belum sesuai dan yang Amalia (2005) jembatan efektivitas sesuai adalah penyeberangan penggunaan pelican dengan pelindung pejalan kaki pada jembatan - Pada ketiga pusat perdagangan di penyeberangan bagi lokasi tetap kota Semarang pejalan kaki yang perlu digunakan
Universitas Sumatera Utara
menyeberang jalan
fasilitas penyeberangan karena rekomendasi pentingnya keselamatan pejalan kaki dan kelancaran arus lalulintas
4.
Richard
Studi
efektivitas -Menentukan bentuk Fasilitas
Andreas
jembatan
fasilitas pejalan kaki
penyeberngan
(2012)
penyeberangan
-Menentukan
yang
efektivitas JPO
digunakan adalah
layak
Zebra
cross
Universitas Sumatera Utara