BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Konsep Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan adalah rasa khawtir, takut yang tidak jelas sebabnya. Pengaruh kecemasan terhadap tercapainya kedewasaan, merupakan masalah
penting
dalam
perkembangan
kepribadian.
Kecemasan
merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah laku, baik tingkah laku yang normal maupun tingkah laku yang menyimpang, yang terganggu. Keduanya merupakan pernyataan, penampilan, penjelmaan, dari
pertahananan
terhadap
kecemasan
itu
(Gunarsa,
2008,
www.book.google.co.id). Kecemasan bukanlah suatu penyakit melainkan suatu gejala. Kebanyakan orang mengalami kecemasan pada waktu-waktu tertentu dalam kehidupannya. Biasanya, kecemasan muncul sebagai reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan dan karena itu berlangsung sebentar saja (Savitri, 2003, www.book.google.co.id). Kecemasan adalah suatu keadaan tidak tentram dimana pasien merasakan adanya bahaya yang akan datang. Ini adalah respons dasar terhadap segala macam stress. Kecemasan dan ketakutan adalah reaksi umum terhadap stress penyakit. Perasaan hilang kendali, bersalah dan frustasi
juga turut berperan dalam reaksi emosional pasien. Penyakit
membuat pasien merasa tidak berdaya. Menyadari akan terjadinya kematian tubuh membuat pasien merasa cemas sekali (Swartz, 2005, www.book.google.co.id). 2. Etiologi Sebuah berbagai faktor predisposisi yang mungkin dihubungkan dengan perkembangan gangguan kecemasan. Faktor-faktor ini meliputi predisposisi herediter, kelainan neurokimia gigih, seperti hipertiroid: penyakit fisik memproduksi ketakutan terus-menerus kematian, seperti
5
6
dalam kasus mitral valve prolapse: trauma perkembangan memproduksi kerentanan khusus, pengalaman sosial atau interpersonal yang memadai yang diperlukan untuk memperoleh mekanisme bertahan matang, kontraproduktif pola kognitif dalam bentuk tujuan realistis, nilai, atau set kepercayaan, dan eksposur terhadap stresor psikologis yang ekstrim (Haber, 1982). Faktor tambahan yang berkontribusi pada timbulnya gangguan kecemasan adalah penyakit fisik kronis, terus-menerus, paparan dihindari untuk zat beracun, paparan berulang terhadap bahaya fisik atau psikologis, kronis,
paparan
ketidaksetujuan
berbahaya dan
stressor
untuk
kritik
eksternal
halus,
khusus
ancaman
menimpa
dan
spesifik
kerentanan emosional, seperti dalam kasus individu otonom kecemasan dipaksa agar sesuai dengan norma-norma yang ketat dari kelompok teratur kaku. Setiap faktor sebelumnya sendiri atau dalam kombinasi interaktif dengan orang lain bisa dianggap penyebab gangguan kecemasan. 3. Gejala Gejala kecemasan yang lazim dijumpai adalah sulit tidur, mimpi buruk, sering buang air kecil, palpitasi, kelelahan, rasa nyeri yang samarasamar,
parestesia,
dan
sesak
napas
(Swartz,
2005,
www.book.google.co.id). Menurut Kandouw (2006) gejala kecemasan sebagai berikut: a. Gejala Fisik 1) Otot, kaku, tegang, terasa pegal. 2) Panca indra, otot mata yang mengatur lensa bekerja berlebihan sehingga mata lelah, telinga berdenging. 3) Sistem kardiovaskular, jantung berdebar-debar, tekanan darah meningkat. 4) Sistem pencernaan, mules, mual, diare 5) Sistem saluran kemih, sering berkemih.
7
6) Sistem reproduksi, pada wanita berupa gangguan menstruasi, pada pria berupa disfungsi ereksi & gairah terganggu. 7) Kulit, terasa panas, dingin, gatal. b. Gejala Psikis 1) Sangat mengantisipasi segala sesuatu. 2) Iritabel (mudah marah). 3) Tertekan, gelisah, sulit relaks, mudah lelah, dan terkejut. 4) Takut. 5) Gangguan tidur 4. Teori Psikososial Tentang Kecemasan a. Teori Psikodinamika Freud (1936) memandang ansietas seseorang sebagai sumber stimulus untuk perilaku. Ia menjelaskan mekanisme pertahanan sebagai upaya manusia untuk mengendalikan kesadaran terhadap ansietas. Misal jika seseorang memiliki pikiran dan perasaan yang tidak tepat sehingga meningkatkan ansietas, ia merepresi pikiran dan perasaan tersebut. Represi adalah proses menyimpan impuls yang tidak tepat. b. Teori Interpesonal Hubungan interpersonal dini secara langsung mempengaruhi perkembangan konsep diri dan harga diri. Individu dengan konsep diri yang buruk dan harga diri yang rendah lebih rentan terhadap kecemasan dan gangguan yang terkait dengan kecemasan. c. Teori Perilaku Kecemasan adalah respons terkondisi terhadap stressor internal dan eksternal. d. Teori Kognitif Perasaan
subyektif
terhadap
kecemasan
secara
langsung
berkaitan dengan pikiran individu tersebut tentang dirinya sendiri, masa depannya dan dunia. Pola kognitif yang salah dapat
8
menyebabkan kesalahan persepsi tentang makna berbagai hal yang terjadi (dan karenanya menimbulkan kecemasan) e. Teori Humanistik Kecemasan berkaitan dengan hilangnya arti dalam kehidupan seseorang (Issacs, 2005). 5. Tingkatan Kecemasan Tingkatan kecemasan menurut Ann Issacs (2005) tersaji dalam tabel berikut. Tabel 2.1 Tingkatan Kecemasan, Efek dan Intervensi Keperawatan Tingkatan Kecemasan Ringan
Efek
Intervensi Keperawatan
Meningkatkan kewaspadaan meningkatkan pembelajaran
Menggunakan strategi kognitif, penyuluhan manajemen stres, dan pendekatan pemecahan masalah
Sedang
Kemampuan berfokus pada masalah utama, kesulitan untuk tetap perhatian dan mampu belajar.
Menggunakan teknik relaksasi, membantu dalam penggunaan pendekatan pemecahan masalah, mengajarkan tentang strategi koping, mendorong verbalisasi perasaan.
Berat
Ketidakmampuan berfokus atau menyelesaikan masalah, aktifasi sistem saraf simpatik.
Mendorong aktifitas fisik untuk menstimulasi kelompok-kelompok otot besar dan untuk melepaskan energi dari respons “fight or fligh”, membuat tugas atau latihan yang terstruktur.
Panik
Ketidakmampuan total untuk berfokus disintegrasi kemampuan koping, gejala fisiologik dari respons “fight or fligh”.
Mengurangi stimulasi lingkungan, tetap bersama klien, menggunakan suara yang tenang, membantu klien melakukan pernapasan relaksasi.
Sumber, (Ann Issacs, 2005,52)
6. Gangguan Terkait Kecemasan Gangguan kecemasan merupakan gangguan psikiatrik yang paling banyak terjadi. Gangguan ini menyebabkan seseorang merasa takut, distress dan khawatir tanpa sebab yang jelas (misalnya, stressor tertentu dapat berasal dari luar kesadaran klien dan karenanya klien menganggap perasaan khawatir tersebut sebagai ”bad mood”) (Issacs, 2005).
9
Jenis-jenis gangguan kecemasan menurut DSM-IV adalah sebagai berikut: a. Gangguan kecemasan umum Ciri utamanya adalah kecemasan dan kekhawatiran berlebihan yang sering terjadi berhari-hari selama sedikitnya 6 bulan. Ciri lainnya meliputi gelisah, tegang, mudah lelah, sulit berkonsentrasi, iritabilitas dan ketegangan otot, serta gangguan tidur. b. Gangguan panik Gangguan panik bercirikan serangan panik yang terjadi pada waktu yang tidak terduga, disertai kecemasan, ketakutan dan terror yang kuat. c. Gangguan obsesif – kompulsif Ciri utama dari gangguan ini adalah obsesi (ide persisten) atau kompulsi (dorongan yang tidak terkendali untuk melakukan suatu tindakan secara berulang) yang cukup parah hingga menghabiskan waktu, menyebabkan distres berat, atau kerusakan fungsi yang signifikan. gangguan ini seringkali mulai terjadi pada kanak-kanak dan remaja. d. Gangguan fobia Ciri utamanya adalah ketakutan yang tidak rasional terhadap obyek, aktifitas atau kejadian tertentu. Individu tersebut dapat mengalami serangan panik atau kecemasan berat bila dihadapkan pada situasi atau obyek tersebut. e. Gangguan stres pascatrauma Ciri penting dari gangguan ini adalah pikran dan perasaan yang terjadi berulang-ulang berkaitan dengan trauma tertentu yang buruk (misalnya, pengalaman berperang, perkosaan, kecelakaan yang serius, deprivasi atau penyiksaan yang buruk) (Issacs, 2005).
10
7. Ukuran Skala Kecemasan Menurut Hamilton Anxiety Rating Scale kecemasan diukur melalui 14 indikator, yang meliputi: a. Perasaan cemas. Berupa cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, dan mudah tersinggung. b. Ketegangan. Merasa tegang, lesu, tidak dapat beristirahat dengan tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar dan gelisah. c. Ketakutan. Ketakutan pada gelap, ketakutan ditinggal sendiri, ketakutan pada binatang besar, ketakutan pada kerumunan orang banyak, ketakutan pada orang asing, ketakutan pada keramaian lalu lintas. d. Gangguan tidur. Sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidak tidur nyenyak, mimpi buruk, mimpi yang menakutkan. e. Gangguan kecerdasan. Daya ingat buruk, sulit konsentrasi, sering binggung. f. Perasaan depresi. Kehilangan minat, sedih, bangun dini hari, kurang senang pada hobi, perasaan yang berubah sepanjang hari. g. Gejala somatik. Nyeri pada otot, kaku, kedutan otot, gigi gemertak, suara berubah. h. Gejala sensorik. Telinga berdengung penglihatan kabur, merasa lemah, perasaan ditusuk-tusuk, muka merah dan pucat. i. Gejala kardiovaskuler. Berdebar-debar, nadi cepat, nyeri pada dada, denyut nadi mengerut, rasa lemah seperti mau pingsan, detak jantung hilang sekejap.
11
j. Gejala pernafasan. Rasa tertekan pada dada, perasaan tercekik, merasa nafas pendek atau sesak, sering menarik nafas panjang. k. Gejala gastrointestinal. Saat menelan, mual, muntah, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri lambung sebelum/sesudah makan, rasa panas pada perut, berat badan turun, sukar buang air besar, berat badan menurun. l. Gejala urogenital. Sering kencing, tidak dapat menahan kecing, anemorhea, menstruasi yang tidak teratur, frigiditas. m. Gejala otonom. Mulut kering, mudah berkeringat, pusing/sakit kepala, bulu roma berdiri, muka kering. n. Penampilan saat wawancara. Gelisah, tidak tenang, jari gemetar, mengerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonas otot meningkat, nafas pendek dan cepat, muka merah. 8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan menurut Stuart (2001) sebagai berikut: a. Faktor Predisposisi Kecemasan
merupakan
faktor
utama
dalam
pengembangan
kepribadian dan pembentukan karakter individu. Karena pentingnya, berbagai teori tentang asal-usul kecemasan telah dikembangkan. 1) Pandangan Psikoanalitik Freud (1969) mengidentifikasi dua jenis kecemasan: primer dan berikutnya. Kecemasan primer, keadaan traumatis, dimulai pada bayi sebagai akibat dari rangsangan tiba-tiba dan trauma lahir. Kegelisahan berlanjut dengan kemungkinan bahwa lapar dan haus mungkin tidak puas. Kecemasan Primer karena itu keadaan tegang atau drive yang dihasilkan oleh penyebab eksternal. Lingkungan
12
mampu mengancam serta memuaskan. Ini ancaman implisit predisposes orang untuk kecemasan di kemudian hari. 2) Pandangan Interpersonal Sullivan (1953) tidak setuju dengan Freud. Dia percaya kecemasan yang tidak bisa muncul sampai organisme memiliki beberapa kesadaran lingkungannya. Dia percaya kecemasan yang pertama disampaikan oleh ibu kepada bayi. Bayi merespon sementara jika ia dan ibunya adalah satu unit. Sebagai anak tumbuh lebih tua, dia melihat ketidaknyamanan ini sebagai akibat dari tindakan sendiri. Ia percaya bahwa ibunya baik menyetujui atau tidak menyetujui tingkah lakunya. Selain itu, trauma perkembangan seperti perpisahan dan kerugian dapat menyebabkan kerentanan spesifik (geser, 1996). Sullivan percaya bahwa kecemasan di kemudian hari muncul ketika seseorang merasakan bahwa ia akan dipandang tidak baik atau akan kehilangan cinta dari seseorang dia nilai. 3) Pandangan Perilaku Beberapa
teori
perilaku
mengusulkan
bahwa
kecemasan
merupakan produk frustrasi disebabkan oleh apa saja yang mengganggu dengan mencapai tujuan yang diinginkan. Contoh frustrasi eksternal mungkin hilangnya pekerjaan. Banyak tujuan dengan demikian dapat diblokir, seperti keamanan keuangan, kebanggaan dalam pekerjaan, dan persepsi diri sebagai penyedia keluarga. Sebuah frustrasi internal ini dibuktikan dengan lulusan perguruan tinggi muda yang menetapkan tujuan karir terlalu tinggi dan frustrasi dengan tawaran pekerjaan yang entry-level. Dalam hal ini pandangan mereka tentang diri Dari PUS istri terancam oleh tujuan-tujuan realistis mereka. Mereka mungkin mengalami perasaan kegagalan, tak berarti dan kecemasan. b. Faktor Presipitasi Seorang yang mengalami atau menyaksikan sumber trauma apapun telah dikaitkan dengan berbagai gangguan kecemasan, khususnya
13
gangguan stres pasca trauma (PTSD). Krisis pematangan dan situasional semua dapat mempercepat respon maladaptif kecemasan. Pengendapan stres ini dapat dikelompokkan menjadi dua kategori: ancaman terhadap integritas fisik dan ancaman terhadap diri-sistem 1) Ancaman terhadap integritas fisik Ancaman ini menunjukkan ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Mungkin mencakup sumber-sumber internal dan eksternal. Sumber eksternal bisa meliputi pemaparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polusi lingkungan, bahaya keamanan, kurangnya memadai, fodd perumahan atau pakaian, dan cedera traumatik. Sumber-sumber internal mungkin termasuk kegagalan mekanisme fisiologis seperti jantung, sistem kekebalan tubuh, atau pengaturan suhu. Perubahan biologis normal yang dapat terjadi dengan kehamilan dan kegagalan untuk berpartisipasi dalam praktik kesehatan preventif merupakan sumber internal lainnya. Nyeri seringkali merupakan indikasi pertama bahwa integritas fisik sedang terancam. Ini menciptakan kecemasan yang sering memotivasi orang untuk mencari pelayanan kesehatan. 2) Ancaman terhadap diri-sistem Ancaman terhadap diri-sistem. Ancaman dalam kategori kedua menyiratkan membahayakan identitas seseorang, harga diri dan fungsi sosial terpadu. Baik sumber-sumber eksternal dan internal dapat mengancam harga diri. Sumber eksternal dapat mencakup kehilangan orang dihargai melalui kematian, perceraian atau relokasi, perubahan status pekerjaan, kecemasan dilema etika, dan tekanan kelompok sosial atau budaya. Sumber-sumber internal mungkin termasuk kesulitan interpersonal di rumah atau di tempat kerja atau asumsi peran baru, seperti orang tua, siswa atau karyawan. Selain itu, banyak ancaman terhadap integritas fisik juga
14
mengancam harga diri karena istri hubungan pikiran-tubuh Dari kecemasan PUS tumpang tindih satu. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan menurut Carpenito (2000) sebagai berikut : a. Pengalaman Carpenito menganggap bahwa pengalaman mempengaruhi tingkat kecemasan. Pada cemas ringan individu dapat menginterprestasikan pengalaman masa lalu, saat ini dan masa datang. Pada cemas sedang memandang saat ini dengan arti masa lalu. Pada tingkat panik, individu tidak mampu mengintegrasikan pengalaman, dapat terfokus hanya pada hal saat ini. b. Pengetahuan Pasien pre operasi sebanyak 90% berpotensi mengalami ansietas. Selain itu ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan dari faktor pasien sendiri yaitu pengetahuan
B. Konsep Pengetahuan 1. Definisi Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007). Pendapat lain mendefinisikan pengetahuan sebagai hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensori khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behavior) (Sunaryo, 2004).
15
2. Tingkatan Pengetahuan Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. Contoh dapat mengetahui informasi sebelum operasi. b. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampauan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari. c. Aplikasi (application) Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsipprinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. d. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di
16
dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan
bagian-bagian
di
dalam
suatu
bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaianpenilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. misalnya, dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggani terjadinya diare di suatu tempat, dapat menafsirkan sebab-sebab mengapa ibu-ibu tidak mau ikut KB, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007). 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu: a. Tingkat pendidikan Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan agar terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka akan mengakibatkan kesadaran dasar akan pentingnya ilmu pengetahuan. Hal ini dapat memacu seseorang untuk bersifat aktif dalam meningkatkan pengetahuan.
17
b. Informasi Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas, melalui media elektronika maupun media masa. c. Budaya Tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan. d. Pengalaman Suatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat informal. e. Sosial ekonomi Tingkat kemampuan seseorang yang memenuhi kebutuhan hidup semakin tinggi tingkat sosial ekonomi akan mendapat tingkat pengetahuan dengan semakin luasnya cara mendapat informasi (Soekamto, 2002) 4. Sumber-sumber pengetahuan Sumber
pengetahuan
manusia
dipengaruhi
beberapa
hal,
diantaranya: a. Tradisi Tradisi adalah suatu dasar pengetahuan dimana setiap orang tidak dianjurkan untuk memulai mencoba memecahkan masalah. b. Autoritas Ketergantungan terhadap suatu autoritas tidak dapat dihindarkan karena kita tidak secara otomatis menjadi seorang ahli dalam mengatasi setiap masalah yang dihadapi. c. Pengalaman seseorang Setiap pengalaman seseorang mungkin terbatas untuk membuat kesimpulan yang valid tentang situasi dan diwarnai dengan penilaian bersifat subyektif.
pengalaman seseorang
18
d. Trial dan Error Dalam menyelesaikan suatu permasalahan keberhasilan kita dalam menggunakan alternatif pemecahan melalui “coba dan salah “. e. Alasan yang logis Pemikiran ini merupakan komponen yang penting dalam pendekatan ilmiah, akan tetapi alasan yang rasional sangat terbatas karena validitas alasan deduktif tergantung dari informasi seseorang melaluinya. f. Metode ilmiah Pendekatan yang paling tepat untuk mencari suatu kebenaran karena didasari
pada
pengetahuan
yang
berstruktur
dan
sistematis
(Nursalam,2001) 5. Pengukuran pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas (Notoadmojo, 2003)
C. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Kecemasan Perasaan subyektif terhadap kecemasan secara langsung berkaitan dengan pikiran individu tersebut tentang dirinya sendiri, masa depannya dan dunia. Pola kognitif yang salah dapat menyebabkan kesalahan persepsi tentang makna berbagai hal yang terjadi dan karenanya menimbulkan kecemasan (Issacs, 2005). Pengetahuan juga dapat bersumber dari pengalaman, dan pengalaman dapat mempengaruhi kecemasan seseorang. Carpenito menganggap bahwa pengalaman mempengaruhi tingkat kecemasan. Pada cemas ringan individu dapat menginterprestasikan pengalaman masa lalu, saat ini dan masa datang. Pada cemas sedang memandang saat ini dengan arti masa lalu. Pada tingkat panik, individu tidak mampu mengintegrasikan pengalaman, dapat terfokus hanya pada hal saat ini (Carpenito 2000).
19
Pengetahuan juga terkait dengan tingkat pendidikan individu. Gangguan psikologis atau kecemasan dapat dipengaruhi oleh pendidikan seseorang, baik secara langsung maupun tidak lansgsung. Pendidikan mempengaruhi status kesehatan mental seseorang individu, dengan tingkat pendidikan rendah memiliki faktor resiko terjadi gangguan mental dibandingkan dengan yang berpendidikan lebih tinggi (Stuart & Sudeen, 1998).
D. Kerangka Teori
Predisposisi: - Pandangan psikoanalitik - Pandangan interpersonal - Pandangan Perilaku
Pengetahuan Kecemasan
Presipitasi: - Ancaman terhadap integritas fisik - Ancaman terhadap diri sendiri
Keterangan : diteliti : tidak diteliti
Gambar 2.1 Kerangka Teori menurut Stuart
Pengalaman Operasi
20
E. Kerangka Konsep Kerangka konsep dari penelitian ini tersusun seperti skema pada gambar 2.2 berikut ini. Variable independen
Variabel dependen
Pengetahuan
Cemas
Gambar 2.2 Kerangka konsep penelitian
F. Variabel Panelitian Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain (Arikunto, 2002). Variabel dalam penelitian ini terdiri atas dua variabel, yaitu variabel independen dan variabel dependen . Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan pasien tentang informasi sebelum, dan sebagai variabel dependen adalah kecemasan pasien.
G. Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka peneliti merumuskan hipotesa penelitian sebagai berikut : Ada hubungan antara pengetahuan tentang informasi sebelum operasi dengan kecemasan pasien pada saat akan dilakukan operasi di RS Kraton Kabupaten Pekalongan.