BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1.
KERANGKA TEORI
A. DEFENISI Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang timbul sejak lahir pada tahun pertama kehidupan dan merupakan salah satu penyebab kebutaan pada anak yang sering di jumpai. Jika katarak tetap tak terdeteksi, kehilangan penglihatan yang permanen dapat terjadi. Turunnya penglihatan akibat katarak tergantung pada posisi kekeruhan lensa, jika kekeruhan lentikular timbul pada sumbu penglihatan maka akan terjadi gangguan visus secara signifikan dan dapat berlanjut menjadi kebutaan. Jika kataraknya sedikit, dibagian depan atau perifer lensa, gangguan penglihatan hanya sedikit. ˡ
B. EMBRIOLOGI DAN ANATOMI LENSA Pembentukan lensa manusia di mulai kira – kira hari ke 25 kehamilan yang disebut vesikel optic yang menonjol dari otak bagian depan atau di encephalon. Karena vesikal optic bertambah besar, maka vesikel optic makin mendekati permukaan ectoderm, suatu lapisan tunggal dari sel – sel kuboid. ˡ Sel – sel ectoderm akan menekan vesikel optic menjadi kolumnar pada hari ke 27 kehamilan. Di daerah ini terdapat sel – sel yang tebal yang disebut lens plate atau lens placode. Suatu mediator kimia dari neuroektoderm diperkirakan merangsang pembentukan lens plate. Kontak
Universitas Sumatera Utara
fisik langsung antara permukaan ectoderm
tidak
diperlukan
dalam
peristiwa induksi lensa ini. Lens pit atau fovea lentis muncul pada hari ke 29 kehamilan sebagai indentasi kecil dari inferior lens plate. Lens pit makin dalam melalui proses invaginasi dan multiplikasi selular. Karena
lens
pit
terus
berinvaginasi,
pangkal
sel-sel
yang
berhubungan dengan permukaan ectoderm mengerut bahkan menghilang. Hasil berupa suatu lapisan sel-sel kuboid yang terkurung dalam sebuah membrane ( the lens capsule ) yang disebut vesikel lensa. Pada hari ke 33 kehamilan, vesikel lensa ini diameternya mencapai 0,2 mm. ˡ Karena
vesikel
lensa
terbentuk
melalui
proses
invaginasi
permukaan ectoderm, apeks dari lapisan tunggal sel-sel berada di depan lumen vesikel lensa, dengan dasar sel sepanjang vesikel lensa pada waktu bersamaan
dengan
terbentuknya
vesikel
lensa,
berlangsung
pula
pembentukan vesikel optic melalui proses invaginasi yang dimulai dengan pembentukan dua lapis optic cup. Sel-sel posterior vesikel lensa menjadi lebih kolumnar dan mulai berelongasi. Karena berelongasi, sel-sel ini menghilang ke dalam lumen vesikel lensa. Pada hari ke 40 kehamilan, lumen vesikel lensa hilang sama sekali. Sel-sel yang berelongasi disebut serat-serat lensa primer. Inti dari serat lensa primer ini bergerak mendekati lamina basal posterior ke posisi lebih anterior. Serat-serat lensa kemudian menjadi piknotik karena organelorganel intraseluler menjadi tak teratur. Serat-serat lensa primer berubah menjadi nucleus embriotik yang akan menempati daerah sentral lensa. Walaupun sel-sel lapisan posterior dari vesikel optic berdifferensiasi menjadi serat lensa primer, sel-sel anterior vesikel lensa tidak berubah.
Universitas Sumatera Utara
Lapisan
sel-sel
kuboid
ini
akan
menjadi
epitel
lensa
kemudian
berdifferensiasi dan pertumbuhan materi - materi lensa dari epitel lensa. Kapsul lensa berkembang dari perpaduan membrane basement, epitel lensa anterior dan serat lensa posterior. ˡ Kira-kira minggu ke 7 kehamilan, sel-sel epitel lensa di daerah ekuator membelah cepat dan berelongasi membentuk serat lensa sekunder. Bagian anterior dari masing-masing serat lensa ini berkenbang ke pole anterior lensa, meresap ke bawah epitel lensa. Dengan demukian serat lensa baru terbentuk menjadi fetal nucleus. Karena serat-serat lensa berkembang anterior dan posterior, pola ini berbentuk pertemuan serat-serat antara bagian anterior dan posterior lensa. Pola ini dikenal sebagai suture. Bentuk Y suture dikenal pada kehamilan 8 minggu dengan bentuk Y suture anterior dan Y suture terbalik anterior. Hanya selama kehamilan Y suture terbentuk. Jika serat-serat lensa terus menerus terbentuk dan lensa terus bertambah, maka pole suture lensa berkembang kompleks. Lensa berkembnag bikonveks, avaskuler, bening dengan sebagian besar struktur transparan. Bagian-bagian lensa berupa nucleus, korteks, epitel lensa dan kapsul ( anterior dan posterior ) yang semi permiabel. Komposisi lensa terdiri dari 65% air, 35% protein, dan sedikit mineral.
Universitas Sumatera Utara
C. ETIOLOGI DAN MORFOLOGI Diperkirakan 50% penyebab katarak kongenital idiopatik, 30% herediter ( 20% diantarnya autosomal dominan ), selebihnya oleh karena sebab lain. Wanita sebagai pembawa sifat ( carrier ) menunjukkan kekeruhan pada Y suture lensa tapi tidak terlihat jelas. Menurut Friedman 50% katarak kongenital adalah mutasi baru, yang mana 8,3 - 23 bersifat familial. Sementara itu pewarisan secara autosomal dominan, autosomal resesif dan X-linked jarang ditemukan. Secara skematik penyebab terjadinya katarak kongenital dapat di bagi atas : 1. Idiopatik 2. Pewarisan Mendel a) Autosomal Dominan b) Autosomal Resesif c) X-linked 3. Infeksi intrauterine a) Rubella b) Chicken pox/ Herpes zoster c) Herpes Simpleks d) Cytomegalovirus 4. Prematuritas 5. Gangguan Metabolic a) Galaktosemia b) Sindrom Lowe c) Sindrom Alport
Universitas Sumatera Utara
6. Gangguan Kromosom a) Trisomy- 21 ( Sindrom Down ) b) Trisomy- 13 ( Sindrom Patau ) c) Trisomy- 18 ( Sindrom Edwar ) 7. Abnormalitas Okuler a) Mikroptalmia b) Aniridia c) Persisten Hiperplasia Primary Vitreous ( PHPV )
Morfologi : 1) Polar yaitu lensa bagian korteks subkapsular, kapsul anterior dan kapsul posterior a. Katarak polaris anterior : biasanya kecil, bilateral, sistemik, non progresif dan tidak terlalu mengganggu penglihatan. Merupakan herediter dengan pola autosomal dominan. b. Katarak polaris posterior : umumnya mengganggu penglihatan, bertendensi menjadi lebih besar, unilateral dan kapsul kaku. Merupakan herediter dengan pola autosomal dominan. 2) Sutural (stellate) : kekeruhan pada Y – suture dari nukleus, biasanya tidak
mengganggu
penglihatan,
bercabang-cabang,
bilateral,
sistemik. Merupakan herediter dengan pola autosomal dominan. 3) Koronary : kekeruhan pada korteks kecil-kecil dan berkelompok tersusun di sekitar equator lensa berbentuk seperti mahkota (corona). Kekeruhan
tidak
dapat
dilihat
tanpa
dilatasi
pupil.
Tidak
mempengaruhi ketajaman penglihatan. Merupakan herediter dengan
Universitas Sumatera Utara
pola
autosomal
dominan.
Katarak
dengan
bentuk
ini
telah
dideskripsikan pada Down Syndrome dan Myotonic dystrophy. 4) Cerulean ( blue-dot cataract ) : kekeruhan kecil kebiru-biruan sekitar korteks, non progesif dan tidak mengganggu penglihatan. 5) Nuklear : kekeruhan yang terjadi pada nukleus lensa embrional dan atau nukelus fetal. Biasanya bilateral dan jika luas gejalanya berat dan kekeruhan dapat total mengenai nukleus. Mata dengan katarak nuclear congenital cenderung Mikrophthalmia. 6) Kapsular : kekeruhan kecil pada epitel lensa dan kapsul anterior. Merupakan differensial dari katarak polaris anterior. Umumnya tidak mengganggu penglihatan. 7) Lamellar (zonular) : merupakan bentuk katarak kongenital terbanyak, bilateral
dan
sistemik.
Efek
terhadap
penglihatan
bervariasi
tergantung pada ukuran dan densitas kekeruhan lensa. Pada beberapa kasus katarak lamellar adalah transisi dari pengaruh toksik selama perkembangan lensa fetus. Katarak Lamellar adalah transisi dari pengaruh toksik selama perkembangan lensa fetus. Katarak lamellar juga diwariskan secara autosomal dominan. Katarak lamellar adalah kekeruhan zona atau lapisan spesifik lensa. Secara klinis katarak dapat dilihat sebagai lapisan keruh dengan sentral jernih. Kekeruhan yang berbentuk tapal kuda disebut riders. 8) Komplit atau total adalah katarak dengan morfologi semua serat lensa keruh. Refleks fundus tidak ada, dan retina tidak dapat dilihat dengan ophthalmoscopy direct maupun indirect. Beberapa katarak bisa sub total waktu lahir dan bergerak sangat cepat menjadi katarak komplit.
Universitas Sumatera Utara
Katarak bisa unilateral dan bilateral yang menimbulkan gangguan penglihatan berat.
D. GAMBARAN KLINIS Gejala yang paling sering dan mudah dikenali adalah leukokoria. Gejala ini kadang-kadang tidak terlihat jelas pada bayi yang baru lahir, karena pupil miosis. Bila katarak binokuler, penglihatan kedua mata buruk sehingga orangtua biasanya membawa anak dengan keluhan anak kurang melihat, tidak dapat fokus atau kurang bereaksi terhadap sekitarnya. Gejala lain yang dapat di jumpai antar lain fotofobia, strabismus, nistagmus. Adanya riwayat keluarga perlu ditelusuri karena kira-kira sepertiga katarak kongenital merupakan
herediter.
Riwayat
kelahiran
yang
berkaitan
dengan
prematuritas, infeksi maternal, pemakaian obat-obatan dan radiasi selama kehamilan perlu ditanyakan. Katarak kongenital sering hadir bersamaan dengan kelainan okuler atau sistemik lain. Hal ini didapatkan pada pasien-pasien dengan kelainan kromosom dan gangguan metabolik. Kelainan okuler yang dapat ditemukan antara lain mikroptalmus, megalokornea, aniridia, koloboma, pigmentasi retina, atrofi retina, dan lain-lain. Sedangkan kelainan non okuler yang di dapat antara lain : retardasi mental, gagal ginjal, anomali gigi, penyakit jantung kongenital, wajah mongoloid dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
E. PENALAKSANAAN EVALUASI Semua anak baru alhir berhak mendapat pemeriksaan mata, termasuk evaluasi dengan ophthalmoscopy. Pemeriksaan dari refleks fundus dapat menyatakan keadaan sedikit keruh. Evaluasi lengkap dari refleks merah yang simetris secara normal mudah dikerjakan di dalam ruangan gelap dengan cahaya yang terang dari ophthalmoscopy direct kedalam kedua mata secara simultan. Pemeriksaan kini disebut tes iluminasi, tes refleks fundus atau tes Bruckner, dengan mudah dapat digunakan secara rutin untuk skrining bola mata oleh perawat, dokter anak dan praktisi. Retinoskopi pada anak dengan pupil tidak dilatasi membantu untuk penilaian penglihatan potensial pada mata katarak. Kekeruhan sentral atau dikelilingi distorsi kortikal lebih dari 3 mm dapat dilihat secara signifikan. •
Anamnesa Memperhatikan anamnesa lengkap, onset dan tanda serta gejala dari
status okuli dari pemeriksaan mata sebelumnya dapat membantu prognosis penglihatan setelah terapi. Selain itu, dalam anamnesa juga harus diperoleh informasi mengenai tumbuh kembang anak, kebiasaan makan, kelainan tumbuh kembang lainnya, lesi kulit dan riwayat keluarga. •
Fungsi penglihatan Perkembangan fungsi penglihatan dapat dibantu dari anamnesa,
observasi dari fiksasi dan refleks, pemeriksaan tingkah laku, dan pemeriksaan elektrofisiologi. Anak dengan katarak kongenital bilateral biasanya menunjukkan penurunan penglihatan dan perkembangan yang terlambat, fiksasi okuli dan pergerakan mata dapat menurun atau tidak ada.
Universitas Sumatera Utara
Strabismus juga dapat di jumpai, khususnya pada anak dengan katarak unilateral. Nistagmus terjadi karena kehilangan penglihatan awal dan sebagai tanda bahwa penglihatan bisa menjadi turun setelah terapi. •
Pemeriksaan segmen anterior Pemeriksaan dengan slit-lamp dapat menjelaskan morfologi dari
katarak dan dapat membantu menentukan penyebab dan prognosis. Hal yang berhubungan dengan kornea abnormal, iris dan pupil dapat dicatat. Slit lamp yang mudah bayi
dan
anak.
dibawa secara khusus membantu pemeriksaan
Glaukoma
bisa dikesampingkan karena katarak dan
glaukoma dihubungkan dengan rubella congenital dan Lowe Syndrome. •
Pemeriksaan funduskopi Suatu pemeriksaan untuk melihat keadaan retina dan optic disc untuk
memperkirakan penglihatan potensial dari mata. Ketika katarak sudah komplit dan menghambat aksis penglihatan. B-ultrasonografi dapat digunakan untuk menyingkirkan retina dan vitreous patologis. Secara khusus penting dilakukan pada pasien dengan katarak bilateral yang tebal untuk melihat adanya retinoblastoma.
PEMBEDAHAN Pengangkatan lensa ( lensektomi ) Pada anak-anak pemasangan lensa kontak ataupun kacamata ditujukan untuk koreksi afakia. Lensektomi dilakukan melalui insisi kecil di limbus atau pars plana menggunakan alat pemotong vitreous atau alat aspirasi manual. Irigasi dapat dilakukan dengan alat infus terintegrasi atau kanul yang terpisah untuk pembedahan bimanual. Korteks dan lensa
Universitas Sumatera Utara
secara umum bersifat lunak sehingga fakoemulsifikasi tidak diperlukan. Kapsulektomi anterior dilakukan sebelum atau setelah pengangkatan seluruh korteks. Karena kekruhan kapsul posterior cepat terjadi pada anak-anak, penanganan kapsulotomi moderat dan vitrektomi anterior sebaiknya dilaksanakan pada saat pembedahan, terutama pada bayi. Sisa kapsul lensa posterior bagian perifer sebaiknya ditinggalkan untuk memfasilitasi penanaman IOL sekunder di kemudian hari.
Ekstra kapsular katarak ekstraksi Ketika IOL digunakan secara luas pada tahun 1980 maka tehnik yang digunakan para ahli adalah tehnik ekstra kapsular katarak dan menggantikan tehnik intrakapsular. Walaupun ECCE memerlukan insisi limbus yang relatif besar ( 8-10 mm ) tapi hal ini relatif sederhana dan memudahkan untuk belajar tanpa membutuhkan peralatan yang mahal. Setelah can opener cystitome
capsulotomy dilakukan dengan jarum halus atau
sehingga nukleus lensa terdorong. Material korteks di aspirasi
dan diangkat dari kapsul posterior yang intak. Dimana sebagai tempat insersi IOL di dalam kantung kapsular. Insisi kemudian di jahit, kadangkadang hal ini menimbulkan astigmatisma kornea. Perbaikan visual secara lambat biasanya 3 bulan post operasi dan astigmatisma dapat hilang dalam beberapa waktu kemudian.
Universitas Sumatera Utara
Rehabilitasi optik post operasi Pilihan koreksi optik untuk afakia tergantung pada berbagai faktor. Kacamata afakia adalah metode paling aman yang tersedia dan mudah diganti untuk mengakomodasi perubahan refraksi yang timbul seiring pertumbuhan anak. Kacamata tidak praktis pada monokular afakia disebabkan adanya anisekonia. Sampai anak dapat memakai lensa bifokal, pilihan kekuatan refraksi sebaiknya sedikit miopia. Lensa kontak adalah pilihan metode terpopuler yang sangat baik pada kasus monokular afakia. Mengubah kekuatan lensa relatif mudah dilaksanakan dan beberapa lensa kontak dapat dipakai selama 24 jam. Sangat disayangkan lensa kontak mudah bergeser bila mata digosok-gosok dan harganya mahal. Sebagai tambahan, koreksi kacamata diperlukan jika penglihatan yang jelas diinginkan untuk penglihatan dekat dan jauh. Tetapi lensa kontak juga memiliki resiko infeksi berulang dan terjadinya ulkus kornea.
Pemilihan kekuatan lensa intra okuler. Karena mata anak-anak terus memanjang hingga usia 11 tahun, pilihan kekuatan lensa intra okuler yang tepat sangatlah rumit. Penelitian telah memperhatikan bahwa kelainan refraksi pada anak yang afakia mengalami pergeseran miopia ( Myopic shift ) 7-8 D dari usia 1 hingga 10 tahun. Kemudian jika anak dibuat emetropia pada usia 1 tahun nilai refraksinya pada usia 10 tahun menjadi sekitar -8D. Oleh karena itu implantasi lensa intra okuler memerlukan perhitungan yang mencakup usia anak dan target refraksi pada saat dilakukan pembedahan. Kebanyakan ahli memasang implant lensa intra okuler dengan
kekuatan yang
Universitas Sumatera Utara
dibutuhkan sampai usia dewasa dan membiarkan anak tumbuh dewasa dengan pilihan kekuatan lensa intra okuler tersebut. Kemudian anak yang undercorrection
dan
memerlukan
kacamata
hipermetropia
dengan
penurunan kekuatan refraksi bertahap hingga usia remaja. Ahli lainnya lebih menganjurkan emetropia pada saat
implantasi lensa intraokuler,
khususnya pada yang unilateral untuk menghindari anisometropia dan memfasilitasi perkembangan fungsi binokuler. Pada anak-anak seperti ini berkembang progesif menjadi lebih miopia seiring waktu dan akhirnya memerlukan
prosedur
sekunder
untuk
mengatasi
peningkatan
anisometropia.
F. KOMPLIKASI Pada anak-anak komplikasi setelah pengangkatan lensa berbeda dengan dewasa. Retinal detachment, macula edema, dan abnormalitas kornea jarang pada anak-anak. Insidensi infeksi setelah operasi dan perdarahan, sama pada dewasa dan anak-anak. Glaukoma berhubungan dengan pediatrik afakia berkembang setiap tahun setelah pengangkatan lensa dilaporkan terjadi sampai 25% dari pasien.
Universitas Sumatera Utara