BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 MATERIAL BAJA 2.1.1 Jenis Baja Menurut SNI 2002, baja struktur dapat dibedakan berdasarkan kekuatannya menjadi beberapa jenis, yaitu BJ 34, BJ 37, BJ 41, BJ 50, dan BJ 55. Besarnya tegangan leleh (fy) dan tegangan ultimit (fu) berbagai jenis baja struktur sesuai dengan SNI 2002, disajikan dalam tabel dibawah ini : Tabel 2.1 Kuat tarik batas dan tegangan leleh Kuat Tarik Batas (fu)
Tegangan Leleh (fy)
MPa
MPa
BJ 34
340
210
BJ 37
370
240
BJ 41
410
250
BJ 50
500
290
BJ 55
550
410
Jenis Baja
Sumber : SNI 2002
2.1.2 Profil Baja Terdapat banyak jenis bentuk profil baja struktural yang tersedia di pasaran. Semua bentuk profil tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan II-1
tersendiri. Beberapa jenis profil baja menurut AISCM bagian I diantaranya adalah profil IWF, tiang tumpu (HP), O, C, profil siku (L), dan profil T struktur
Gambar 2.1 Profil Baja
Profil IWF terutama digunakan sebagai elemen struktur balok dan kolom. Semakin tinggi profil ini, maka semakin ekonomis untuk banyak aplikasi Profil
M mempunyai penampang melintang yang pada dasarnya
sama dengan profil W, dan juga mempunyai aplikasi yang sama. Profil S adalah balok standard Amerika. Profil ini memiliki bidang flens yang miring, dan web yang relative lebih tebal. Profil ini jarang digunakan dalam konstruksi, tetapi masih digunakan terutama untuk beban terpusat yang sangat besar pada bagian flens. Profil HP adalah profil jenis penumpu (bearing type shape) yang mempunyai karakteristik penampang agak bujursangkar dengan flens dan web yang hampir sama tebalnya. Biasanya digunakan sebagai fondasi tiang II-2
pancang. Bisa juga digunakan sebagai balok dan kolom, tetapi umumnya kurang efisien. Profil C atau kanal mempunyai karakteristik flens pendek, yang mempunyai kemiringan permukaan dalam sekitar 1 : 6. Aplikasinya biasanya digunakan sebagai penampang tersusun, bracing tie, ataupun elemen dari bukan rangka (frame opening). Profil siku atau profil L adalah profil yang sangat cocok untuk digunakan sebagai bracing dan batang tarik. Profil ini biasa digunakan secara gabungan, yang lebih dikenal sebagai profil siku ganda. Profil ini sangat baik untuk digunakan pada struktur truss. 2.1.2.1 Sumbu Utama Sumbu utama adalah sumbu
yang
menghasilkan
inersia
maksimum atau minimum. Sumbu yang menghasilkan inersia maksimum dinamakan sumbu kuat, dan yang menghasilkan inersia minimum disebut sumbu lemah. Sumbu simetri suatu penampang selalu merupakan sumbu utama, namun sumbu utama belum tentu sumbu simetri (Padosbajayo, 1994).
Gambar 2.2 Sumbu Utama II-3
Sumbu X-X dan Y-Y untuk profil I gambar 2.2 adalah sumbu simetri, karenanya sumbu-sumbu tersebut meruapakan sumbu utama. Sumbu X-X dan Y-Y. Untuk profil siku gambar 2.2 bukan sumbu simetri dan bukan sumbu utama. Sumbu – sumbu utama profil siku adalah sumbu A-A (sumbu kuat) dan sumbu B-B (sumbu lemah). 2.1.2.2 Sumbu bahan dan sumbu bebas bahan Sumbu bahan adalah sumbu yang memotong semua elemen bahan, sedangkan sumbu bebas bahan adalah yang sama sekali tidak memotong elemen bahan atau hanya memotong sebagian elemen bahan. Sumbu X-X untuk gambar 2.3 adalah sumbu bahan. Sedangkan sumbu Y-Y adalah sumbu bebas bahan. Pada profil siku ganda yang disusun saling membelakangi, inersia arah sumbu Y (Iy) dipastika n akan selalu bernilai lebih besar (lebih dominan) daripada inersia arah sumbu X (Ix), berapapun jarak antara dua profil tersebut.
Gambar 2.3 Sumbu Bahan dan Sumbu Bebas Bahan
II-4
2.1.3
SIFAT BAHAN BAJA Sifat baja yang terpenting dalam penggunaannya sebagai bahan
konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi , dibandingkan dengan bahan lain seperti kayu, dan sifat keliatannya, yaitu kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik dalam tegangan, dalam regangan maupun dalam kompresi sebelum kegagalan, serta sifat homogenitas yaitu sifat keseragaman yang tinggi. Baja merupakan bahan campuran besi (Fe), 1,7% zat arang atau karbon (C), 1,65% mangan (Mn), 0,6% silicon (Si), dan 0.6% tembaga (Cu). Baja dihasilkan dengan menghaluskan bijih besi dan logam besi tua bersama-sama dengan bahan tambahan pencampur yang sesuai, dalam tungku temperatur tinggi untuk menghasilkan massa-massa besi yang besar, selanjutnya dibersihkan untuk menghilangkan kelebihan zat arang dan kotoran-kotoran lain. Berdasarkan persentase zat arang yang dikandung, baja dapat dikategorikan sebagai berikut : a) Baja dengan persentase zat arang rendah (low carbon steel) yakni lebih kecil dari 0.15% b) Baja dengan persentase zat arang ringan (mild carbon steel) yakni 0,15% -0,29% c) Baja dengan persentase zat arang sedang (medium carbon steel) yakni 0,3% -0,59% II-5
d) Baja dengan persentase zat arang tinggi (high carbon steel) yakni 0,6% -1,7% Baja untuk bahan struktur termasuk ke dalam baja yang persentase zat arang yang ringan (mild carbon steel), semakin tinggi kadar zat arang yang terkandung di dalamnya, maka semakin tinggi nilai tegangan lelehnya. Sifat-sifat bahan struktur yang paling penting dari baja adalah sebagai berikut: a) Modulus elastisitas (E) berkisar antara 193000 Mpa sampai 207000Mpa. Nilai untuk design lazimnya diambil 210000 Mpa. b) Modulus geser (G) dihitung berdasarkan persamaan : G = E/2(1+µ) Dimana : µ = angka perbandingan poisson Dengan mengambil µ = 0,30 dan E = 210000 Mpa, akan memberikan G = 810000 Mpa. c) Koefisien ekspansi (α), diperhitungkan sebesar : α = 11,25 x 10-6 per °C d) Berat jenis baja (γ), diambil sebesar 7,85 t/m3. Untuk mengetahui hubungan antara tegangan dan regangan pada baja dapat dilakukan dengan uji tarik di laboratorium. Sebagian besar percobaan atas baja akan menghasilkan bentuk hubungan tegangan dan regangan seperti gambar 2.4 di bawah ini :
II-6
Gambar 2.4. hubungan tegangan untuk uji tarik pada baja lunak (sumber : Charles G. Salmon,1986)
Keterangan gambar: σ = tegangan baja ε = regangan baja A = titik proporsional A’= titik batas elastis B = titik batas plastis M = titik runtuh C = titik putus Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa sampai titik A hubungan tegangan dengan regangan masih liniear atau keadaan masih mengikuti hukum Hooke. Kemiringan garis OA menyatakan besarnya modulus elastisitas E. Diagram regangan untuk baja lunak umumnya memiliki titik leleh atas (upper yield point), σyu dan daerah leleh datar. Secara praktis, letak titik II-7
leleh atas ini, A’ tidaklah terlalu berarti sehingga pengaruhnya sering diabaikan. Titik A’ sering juga disebut sebagai titik batas elastis (elasticity limit). Sampai batas ini bila gaya tarik dikerjakan pada batang baja maka batang tersebut akan berdeformasi. Selanjutnya bila gaya itu dihilangkan maka batang akan kembali ke bentuk semula. Dalam hal ini batang tidak mengalami deformasi permanen. Bila
beban
yang
bekerja
bertambah,
maka
akan
terjadi
pertambahan regangan tanpa adanya pertambahan tegangan. Sifat pada daerah AB inilah yang disebut sebagai keadaan plastis. Lokasi titik B, yaitu titik batas plastis tidaklah pasti tetapi sebagai perkiraan dapat ditentukan yakni terletak pada regangan 0,014. Daerah BC merupakan daerah strain hardening, dimana pertambahan regangan
akan
Disamping
diikuti
dengan
sedikit
pertambahan
tegangan.
itu, hubungan tegangan dengan regangan tidak lagi bersifat
liniear. Kemiringan garis setelah titik B ini didefiniikan sebagai Ez. Di titik M, yaitu regangan berkisar antara 20% dari panjang batang, tegangannya mencapai nilai maksimum yang disebut sebagai tegangan tarik batas (ultimate tensile strength). Akhirnya bila beban semakin bertambah besar lagi maka titik C batang akan putus. Tegangan leleh adalah tegangan yang terjadi pada saat mulai meleleh. Sehingga dalam kenyataannya, sulit untuk menentukan besarnya tegangan leleh, sebab perubahan dari elastisitas menjadi plastis seringkali II-8
besarnya tidak tetap.
2.2 TYPE STRUKTUR PENYANGGA ATAP BAJA (BERUPA STRUKTUR KUDA-KUDA BAJA)
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2.5. Type Struktur Rangka Baja (konstruksi Rangka Kap)
Gambar a diatas disebut rangka batang dengan diagonal turun. Teoritis batang-batang diagonal ini akan mengalami gaya tarik sehingga dimensinya bisa kecil. Batang vertikal akan merupakan batang tekan dan didimensi terhadap gaya tekan panjang
tekuknya.
Teoritis
yang
sangat
dipengaruhi
oleh
lk
=
pula dibandingkan dengan type b maka
penurunan (deflection) pada rangka kuda-kuda II-9
type a akan lebih besar, tetapi sebaliknya dimensi batang tekan akan lebih kecil karena lk lebih kecil. Gambar
b
diatas
menggunakan profil I diperlukan
penggunaan
merupakan
sebagai profil
batang
gambar
kuda
utamanya.
–
kuda
Sehingga
yang sangat
yang cukup besar untuk menghindari
deflection yang besar. Gambar c diatas merupakan rangka batang yang menggunakan profil silinder biasa pada bagian tengahnya dengan rangka batang naik turun, pada batang atas dan bawah menggunakan profil CNP double. Gambar d diatas merupakan gambar kuda – kuda profil castella atau honey comb, di mana
pada bagian tengah atau di badan profil tersebut
dilubangi. Gambar e diatas disebut type polencieau atau rasuk prancis. Rangka batang terdiri dari dua bagian, yang ditinggikan ditengah, dihubungkan oleh batang tarik (batang t) batang-batang tekan relatif kecil panjang tekuknya sehingga dimensi lebih kecil. Rangka – rangka anak memikul beban setempat sehingga dimensi batang sangat hemat. Sebaliknya batang h dalam gambar e memerlukan dimensi yang cukup besar. Seperti diterangkan dimuka, type rangka ”polencieau” sangat tepat untuk konstruksi aula sederhana serta gudang. (Inti sari Kuliah Konstruksi Baja II, Ir. Patar M. Pasaribu, Dipl Trop, 1992)
II-10
2.3
Desain Struktur Desain struktur dapat didefinisikan sebagai suatu paduan dari sains dan seni, yang mengkobinasikan perasaan intuitif seorang insinyur yang berpengalaman mengenai perilaku struktur dengan pengetahuan yang mendalam mengenai prinsip – prinsip statika, dinamika, mekanika bahan, dan analisa structural, untuk menciptakan suatu stuktur yang aman dan ekonomis sehingga dapat berfungsi seperti yang diharapkan. Sampai sekitar tahun 1850-an, desain struktur pada umumnya masih berupa suatu seni berdasarkan intuisi, baik pada penentuan ukuran maupun susunan elemen – elemen strukturnya. Struktur – struktur pertama yang dibuat oleh manusia pada hakikatnya merupakan tiruan bentuk dari apa yang ditampilkan oleh alam, misalnya balok dan lengkungan. Ketika prinsip – prinsip yang menentukan perilaku struktur serta bahan – bahan struktur telah dipahami dengan lebih baik, proses desain pun berkembang menjadi semakin ilmiah pula. Perhitungan – perhitungan yang melibatkan prinsip – prinsip ilmiah hendaknya hanya berfungsi sebagai pedoman untuk mengambil keputusan saja, dan tidak perlu diikuti secara membuta. Kemampuan seni atau kemampuan intuitif dari seorang insinyur yang berpengalaman dapat dimanfaatkan pada pengambilan keputusan, dengan disertai bimbingan hasil – hasil perhitungan.
II-11
2.3.1 Prinsip – Prinsip Desain Desain merupakan suatu proses untuk mendapatkan penyelesaian yang optimum. Dalam tulisan ini, kita membicarakan desain struktur – dan secara lebih khusus lagi, struktur baja. Dalam desain apapun, harus ditentukan sejumlah kriteria t menilai apakah yang optimum tersebut telah tercapai atau belum. Untuk sebuah struktur, kriteria – kriteria tesebut dapat berupa biaya yang minium, berat minimum, waktu konstuksi yang minimum, jumlah tenaga kerja minimum, biaya pembuatan produk – produk pemilik yang minium, dan efisiensi pemakaian yang maksium bagi pemilik. Biasanya dilibatkan beberapa kriteria yang masing – masing perlu di beri bobot nilai. Dengan memperhatikan kriteria yang mungkin seperti diatas, tampaknya bahwa penentuan kriteria – kriteria yang terukur dengan jelas pun (seperti berat dan biaya) untuk mencapai suatu optimum kerap kali terbukti tidak mudah, bahkan mustahil dilakukan. Dengan kebanyakan situasi praktis, penilaian hanya dapat dilakukan secara kualitatif. Apabila suatu kriteria tertentu dapat diwujudkan secara matematis, untuk memperoleh titik maksimum dan minimum dari fungsi objektif yang bersangkutan, dapat digunakan teknik – teknik optimasi. Namun demikian, tulisan ini tidak bermaksud membicarakan prosedur – prosedur serta teknik – teknik optimasi itu. Dalam tulisan ini, yang mendapat tekanan adalah kriteria berat mininum, dengan asumsi bahwa bahan yang minimum akan berarti pula biaya yang minimum. Pengintegrasian dan prinsip – prinsip perilaku dengan II-12
desain elemen – elemen baja struktur hanya berdasarkan kriteria – kriteria objektif yang sederhana saja, misalnya berat dan biaya. Prosedur desain dapat dianggap terdiri dari dua bagian – desain fungsional dan desain kerangka kerja struktural. Desain fungsional akan menjamin tercapainya hasil – hasil yang dikehendaki seperti area kerja yang lapang dan mencukupi, ventilasi dan/atau pengkondisian udara yang tepat, fasilitas – fasilitas transportasi yang memadai (seperti lift, tangga, dan derek atau alat – alat untuk menangani bahan – bahan), pencahayaan yang cukup, dan estetika. Desain kerangka kerja struktural berarti pemilihan susunan serta ukuran elemen – elemen struktur yang tepat, sehingga beban – beban layanan bekerja dengan aman. Secara garis besar, prosedur desain secara iteratif dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Perencanaan. Penentuan fungsi – fungsi yang akan dilayani oleh struktur yang bersangkutan. Tentukan kriteria – kriteria untuk mengukur apakah desain yang dihasilkan telah mencapai optium. 2. Konfigurasi struktur pendahuluan. Susunan dari elemen – elemen yang akan melayani fungsi – fungsi pada langkah 1. 3. Penentuan beban – beban yang harus dipikul. 4. Pemiihan batang pendahuluan. Pemilihan ukuran batang yang memenuhi kriteria objektif, seperti berat dan biaya minimum dilakukan berdasarkan keputusan dari langkah 1, 2, dan 3. II-13
5. Analisis. Analisis struktural dengan mebuat model beban – beban dan kerangka kerja struktural untuk mendapatkan gaya – gaya internal dan defleksi yang dikehendaki. 6. Evaluasi. Apakah semua persyaratan kekuatan dan kemampuan kerja telah terpenuhi dan apakah hasilnya sudah optimum? Bandingkan dengan kriteria – kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. 7. Redesain. Sebagai hasil dari evaluasi, diperlukan pengulangan bagian mana saja dari urutan langkah 1 sampai dengan 6. Langkah – langkah tersebut merupakan suatu proses iteratif. Namun dengan mengingat bahwa konfigurasi struktural dan pembebanan luar telah ditentukan sebelumnya. 8. Keputusan akhir. Penentuan apakah desain optimum telah tercapai atau belum. 2.4
PEMBEBANAN STRUKTUR
2.4.1 Kombinasi Beban Rencana Berdasarkan SNI 2002, struktur baja harus mampu memikul semua kombinasi pembebanan dibawah ini : a) 1,4 D b) 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (La atau H) c) 1,2 D + 1,6 (La atau H) + ( γLL atau 0,8 W) d) 1,2 D + 1,3 W + γLL + 0,5 (La atau H) e) 1,2 D ± (1,3 W atau 1,0 E) II-14
D
adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap.
L
adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut.
La
adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak.
H air.
adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan
W
adalah beban angin.
E
adalah beban gempa, yang ditemukan menurut SNI 03 – 1726 – 2002, atau penggantinya.
γL
γL = 0,5 bila L < 5 kPa, dan γL = 1 bila L ≥ 5 kPa
2.4.2 Faktor Reduksi Ø Untuk Keadaan Kekuatan Batas Untuk berbagai pertimbangan keamanan, nilai daya dukung nominal komponen struktur (Nn) harus dikalikan suatu faktor reduksi. Nilai faktor reduksi ini untuk setiap kondisi struktur. Menurut SNI 2002, nilai – nilai faktor reduksi Ø disajikan dalam tabel dibawah ini :
II-15
Tabel 2.2 Faktor reduksi Ø untuk keadaan kekuatan batas Sumber SNI 2002 Kapasitas Rencana Untuk Komponen yang memikul lentur : Balok Pelat badan yang memikul geser Pelat badan pada tumpuan pengaku Komponen yang memikul gaya tekan aksial : Kuat penampang Kuat komponen struktur Komponen yang memikul gaya tarik aksial : Terhadap kuat tarik leleh Terhadap kuat tarik fraktur Komponen yang menerima aksi – aksi kombinasi : Kuat lentur atau geser Kuat tarik Kuat tekan Komponen yang menerima aksi – aksi kombinasi : Kuat tekan Kuat tumpu beton Kuat lentur dengan distribusi tegangan plastik Kuat lentur dengan distribusi tegangan elastik Sambungan baut : Baut yang memikul geser Baut yang memikul tarik Baut yang memikul kombinasi tarik dan geser Lapis yang memikul tumpu Sambungan las : Las tumpul penetrasi penuh Las sudut dan las tumpul penetrasi sebagian Las pengisi
Faktor Reduksi ø 0,9 0,9 0,9 0,9 0,85 0,85 0,9 0,75 0,9 0,9 0,85 0,85 0,6 0,85 0,9 0,75 0,75 0,75 0,75 0,9 0,75 0,75
II-16
2.5 BATANG TARIK Batang tarik adalah batang yang mendukung tegangan tarik yang diakibatkan oleh bekerjanya gaya tarik pada ujung-ujung batang. Kestabilan batang ini sangat baik sehingga tidak perlu lagi ditinjau dalam perencanaan. Batang tarik biasa digunakan pada struktur rangka atap, struktur jembatan rangka, struktur jembatan gantung, pengikat gording, dan penggantung balkon. Pemanfaatan batang tarik juga telah dikembangkan untuk sistem dinding, struktur atap gantung, dan batang prategangan struktur rangka batang bentang panjang. 2.5.1 Tipe Batang Tarik Terdapat beberapa tipe batang tarik yang biasa digunakan, seperti tali kawat, batang bulat dengan ujung bandul berulir, batang mata, dan plat sambungan pasak. Batang – batang tersebut merupakan batang tarik efisiensi tinggi namun tidak dapat mendukung beban tekan. Selain tipe diatas, terdapat juga profil – profil struktural dan profil tersusun yang dapat dilihat pada gambar 2.6. Batang tarik tipe ini terutama dipakai dalam struktur rangka batang (truss). Batang tarik tersusun digunakan bila : a. Kapasitas tarik tunggal tidak memadai b. Kekakuan profil tunggal tidak memadai c. Detail sambungan memerlukan bentuk tampang lintang tertentu
II-17
Gambar 2.6. Bentuk tampang batang tarik Sumber : Padosbajayo, 1994. 2.6 BATANG TEKAN Batang tekan (compression member) adalah elemen struktur yang mendukung gaya tekan aksial. Batang tekan banyak dijumpai pada struktur bangunan sipil seperti gedung, bangunan, dan menara. Pada struktur gedung,
batang tekan sering dijumpai sebagai kolom, sedangkan pada
struktur rangka batang (jembatan atau kuda – kuda) dapat berupa batang tepi, batang diagonal, batang vertikal, dan batang – batang pengekang (bracing). Berdasarkan kelangsingannya, batang tekan atau kolom dapat digolongkan dalam tiga jenis,
yaitu kolom langsing (slender column),
kolom sedang (medium column), dan kolom gemuk/pendek (stoky column). Berbeda dengan batang tarik, kestabilan batang tekan kurang baik dan perlu diperhitungkan dalam perencanaan. Batang akan mengalami kegagalan akibat II-18
tekuk (buckling). Batang gemuk akan mengalami kegagalan akibat tekuk dengan tegangan normal cukup besar, sedang tegangan lenturnya masih kecil. Hal yang sebaliknya akan terjadi pada batang langsing. Tampak di sini bahwa kuat tekan kolom dipengaruhi oleh kelangsingan. Semakin langsing suatu kolom, kuat tekannya semakin kecil. 2.6.1 Bentuk – Bentuk Penampang Batang Tekan Batang tekan dapat dirancang dengan profil tunggal maupun profil tersusun. Jika beban yang didukung relatif kecil dan kapasitas profil tunggal yang tersedia memenuhi, umumnya dipilih profil tunggal. Namun apabila beban yang didukung relatif besar, sedang kapasitas profil tunggal yang tersedia tidak memenuhi, dapat digunakan profil tersusun. Beberapa bentuk penampang yang dapat digunakan untuk batang tekan ditunjukkan pada gambar 2.11.
Gambar 2.11 Bentuk – bentuk tampang penampang tekan Sumber : Padosbajayo, 1994 II-19
2.7
Balok Baja Secara sederhana, balok sebagai elemen lentur digunakan sebagai elemen
penting dalam kosntruksi. Balok mempunyai karakteristik internal yang lebih rumit dalam memikul beban dibandingkan dengan jenis elemen struktur lainnya. Balok menerus dengan lebih dari dua titik tumpuan dan lebih dari satu tumpuan jepit merupakan struktur statis tak tentu. Struktur statis tak tentu adalah struktur yang reaksi, gaya geser, dan momen lenturnya tidak dapat ditentukan secara langsung dengan menggunakan persamaan keseimbangan dasar Fx =0,
Fy =0, danFz =0.
Balok statis tak tentu sering juga digunakan dalam praktek, karena struktur ini lebih kaku untuk suatu kondisi bentang dan beban daripada struktur statis tertentu. Jadi ukurannya bisa lebih kecil. Kerugian struktur statis tak tentu adalah pada kepekaannya terhadap penurunan (settlement) tumpuan dan efek termal.
2.7.1 Prinsip Desain Balok Pada sistem struktural yang ada di gedung, elemen balok adalah elemen yang paling banyak digunakan dengan pola berulang. Umumnya pola ini menggunakan susunan hirarki balok, dimana beban pada permukaan mulamula dipikul oleh elemen permukaan diteruskan ke elemen struktur sekunder, dan selanjutnya diteruskan ke kolektor atau tumpuan. Semakin besar beban, yang disertai dengan bertambahnya panjang, pada umumnya akan memperbesar ukuran atau tinggi elemen struktur, seperti pada Gambar 2.8 Susunan hirarki bisa sangat bervariasi, tetapi susunan yang umum digunakan adalah satu dan dua tingkat. Sedangkan susunan tiga tingkat adalah susunan yang maksimum digunakan [Gambar 2.8(a)]. Untuk ukuran bentang tertentu, pada umumnya sistem dengan berbagai tingkat dapat digunakan. Ukuran II-20
elemen struktur untuk setiap sistem dapat ditentukan berdasarkan analisis bentang, beban dan material. Ada beberapa kriteria pokok yang harus dipenuhi, antara lain : kemampuan layan, efisiensi, kemudahan. Tegangan aktual yang timbul pada balok tergantung pada besar dan distribusi material pada penampang melintang elemen struktur. Semakin besar balok maka semakin kecil tegangannya. Luas penampang dan distribusi beban merupakan hal yang penting. Semakin tinggi suatu elemen, semakin kuat kemampuannya untuk memikul lentur. Variabel dasar yang penting dalam desain adalah besar beban yang ada, jarak antara beban-beban dan perilaku kondisi tumpuan balok. Kondisi tumpuan jepit lebih kaku daripada yang ujung-ujungnya dapat berputar bebas. Balok dengan tumpuan jepit dapat memikul beban terpusat di tengah bentang dua kali lebih besar daripada balok yang sama tidak dijepit ujungnya. Beban lentur pada balok menyebabkan terjadinya gaya-gaya internal, tegangan serta deformasi. Gaya serta momen ini berturut-turut disebut gaya geser dan momen lentur. Agar keseimbangan pada bagian struktur tersebut diperoleh untuk bagian struktur yang diperlihatkan, sekumpulan gaya internal pasti timbul pada struktur yang efek jaringnya adalah untuk menghasilkan momen rotasional yang sama besar tapi berlawanan arah dengan momen lentur eksternal dan gaya vertikal yang sama dan berlawanan arah dengan gaya geser eksternal.
II-21
Gambar 2.8. Prilaku Umum Balok 2.7.2. Analisa Tegangan pada Balok a. Tegangan Lentur Pada perilaku umum balok, tegangan lentur yang bervariasi secara linier pada suatu penampang merupakan tanggapan atas aksi momen lentur eksternal yang ada pada balok di titik tersebut. Hubungan antara tegangan lentur (fy), parameter loaksi (y) dan besaran penampang (I) dapat dinyatakan dalam hubungan berikut ini :
II-22
Untuk suatu harga momen tertentu, bila tinggi balok menjadi dua kali (sementara lebarnya tetap), akan menyebabkan tegangan lentur mengecil dengan faktor ¼. Tegangan lentur tidak terlalu peka terhadap perubahan lebar penampang. Untuk momen dan tinggi penampang konstan, memperlebar penampang dua kali akan memperkecil tegangan lentur menjadi setengahnya. Untuk penampang tak simetris, penentuan lokasi pusat berat tidak tepat ditengah tinggi penampang. Proses penentuan dimensi penampang melintang pada balok sederhana simetris yang memikul momen lentur tidaklah sulit. Mula-mula bahan dipilih sehingga tegangan ijin diketahui. Selanjutnya ukuran penampang yang diperlukan ditentukan berdasarkan taraf tegangan lentur aktual pada balok yang harus sama atau lebih kecil dari taraf tegangan lentur ijin. Apabila tegangan aktual pada titik itu melampaui tegangan ijin, maka balok tersebut dipandang mengalami kelebihan tegangan (overstressed) dan hal ini tidak diijinkan.
b. Tekuk Lateral pada Balok Pada balok yang dibebani dapat terjadi tekuk lateral dan terjadi keruntuhan sebelum seluruh kekuatan penampang tercapai. Fenomena tekuk lateral pada balok serupa dengan yang terjadi pada rangka batang. Ketidakstabilan dalam arah lateral terjadi karena gaya tekan yang timbul di daerah di atas balok, disertai dengan tidak cukupnya kekakuan balok dalam arah lateral.
II-23
Diasumsikan bahwa jenis kegagalan tekuk lateral ini dapat terjadi, dan tergantung pada penampang balok, pada taraf tegangan yang relatif rendah.
Pencegahan tekuk lateral dapat dilakukan dengan cara :
(1) dengan membuat balok cukup kaku dalam arah lateral
(2) dengan menggunakan pengaku/pengekang (bracing) lateral.
Apabila balok digunakan untuk menumpu tutup atap atau sistem sekunder lain, pengekang dengan sendirinya diberikan oleh elemen sekunder tersebut. Apabila balok digunakan pada situasi dimana jenis pengekang tersebut tidak mungkin digunakan, maka balok dapat dibuat menjadi kaku dalam arah lateral dengan memperbesar dimensi transversal di daerah atas balok. Penggunaan beberapa pengekang lateral pada contoh struktur balok kayu dapat dilihat pada Gambar 2.9 Jenis dan penggunaan pengekang lateral juga ditentukan oleh perbandingan antara tinggi dan lebar balok.
II-24
Gambar 2.9. Pengekang Lateral Balok c. Tegangan Geser
Gaya resultan dari tegangan geser ini, yaitu gaya geser internal (VR) sama besar, tetapi berlawanan arah dengan gaya geser eksternal (VE). Tegangan geser maksimum pada penampang balok adalah 1,5 kali tegangan geser ratarata penampang balok segiempat.
d. Tegangan Tumpu
Tegangan tumpu (bearing stress) adalah tegangan yang timbul pada bidang kontak antara dua elemen struktur. Contohnya adalah tegangan yang terjadi pada ujung-ujung balok sederhana yang terletak di atas tumpuan ujung dengan dimensi tertentu. Banyak material, misalnya kayu, yang sangat mudah II-25
mengalami kegagalan akibat tegangan tumpu. Apabila beban tekan disalurkan, kegagalan tegangan tekan biasanya terjadi, dan hal ini ditunjukkan dengan hancurnya material. Kegagalan ini biasanya dilokalisasikan, dan lebih baik dihindari.
e. Torsi Torsi adalah puntiran, yang timbul pada elemen struktur apabila diberikan momen puntir langsung MT atau secara tak langsung. Tegangan geser torsional timbul pada elemen struktur tersebut sebagai akibat dari momen torsi yang bekerja padanya, seperti pada gambar 2.10
G Gambar 2.10. Torsi Pada Balok
II-26
f. Pusat Geser Gambar 2.11 adalah ilustrasi pusat geser (shear centre) pada balok. Pada penampang tak simetrik, pemberian beban dapat menyebabkan terjadinya puntiran. Dengan menerapkan beban melalui ’pusat geser’ balok, maka hanya akan terjadi lentur, tanpa adanya puntir. Pusat geser penampang tak simetris seringkali terletak di luar penampang.
Gambar 2.11. Pusat Geser Balok g.Defleksi Beberapa kriteria empiris yang digunakan untuk menentukan defleksi ijin adalah sebagai berikut :
II-27
g. Tegangan Utama Pada balok, interaksi antara tegangan lentur dan tegangan geser dapat merupakan tegangan normal tekan atau tarik, yang disebut sebagai tegangan utama (principle stresses). Arah tegangan aksial ini pada umumnya berbeda dengan arah tegangan lentur maupun tegangan gesernya. Garis tegangan utama dapat digambarkan berikut ini, dimana merupakan implikasi pada mekanisme pemikul-beban yang ada pada balok
Gambar 2.13. Tegangan Pada Balok
II-28
2.7.3 . Desain Balok Metode ASD & LRFD
Persyaratan kekuatan lentur ultimit, Mu, untuk balok pada desain faktor beban dan tahanan (metode LRFD) dinyatakan sebagai: Φb Mn ≥Mu
(2.1)
dengan Φb merupakan faktor tahanan untuk lentur yaitu 0,90 dan Mn merupakan momen nominalnya (SNI03). Sedangkan untuk metode ASD,modulus penampang, Sx dinyatakan sebagai Sx ≥ M/fb
(2.2)
dimana M merupakan momen yang bekerja dan fb merupakan tegangan kerja yang diperoleh dari 2/3 tegangan leleh, fy (SNI 03). Penampang bersifat elastis pada saat momen lentur
dalam rentang beban layanan, seperti
terlihatdalam Gambar 1a. Kondisi elastis akan terjadi sampai tegangan pada serat terluar mencapai tegangan leleh,Fy, dan kekuatan nominalnya, Mn, merupakan momen leleh, My, seperti pada Gambar 1b, dan dihitung sebagai Mn = My = SxFy
(2.3)
dengan Sx = Ix / cy
(2.4)
II-29
S merupakan modulus penampang, yangdidefinisikan sebagai momen inersia I dibagi dengan jarak c dari pusat berat ke serat terluar. Subskrip xdan y menunjukan momen inersia dan jarak c dihitungterhadap sumbu x atau terhadap sumbu y.Bila serat memiliki regangan ,ϵ, yang sama atau lebih besar dari regangan leleh, ϵy = Fy/Es, yangberada dalam rentang plastis, maka kekuatan momen nominal merupakan momen plastis, Mp, dan dihitungsebagai, Mp = Fy ∫A y dA = FyZ dengan Z = ∫y dA merupakan modulus plastik (Salmonet al, 1992). Faktor bentuk, ξ merupakan perbandingan momen plastis dan momen leleh, yang merupakan sifat bentuk penampang melintang dan tidak tergantung dari sifat materialnya, sehingga: ξ = Mp = Z My S Persyaratan kekuatan lentur ultimit, Mu,, untukbalok pada desain faktor beban dan tahanan, dinyatakan sebagai Φb Mn ≥Mu
II-30
f< Fy (a) M < My
f= Fy (b) M = My
(c)
f = Fy My < M< Mp
(d)
f= Fy M = Mp
Gambar 2.14. Distribusi Tegangan pada Tahap Pembebanan Lentur.
Kekuatan lentur nominal, Mn
untuk masing-masing keadaan batas
kelangsingan yaitu 1) penampang kompak, untuk λ ≤ λp,
(2.5)
2) penampang non kompak, untuk λp < λ ≤ λr,
(2.6)
3) penampang langsing, untuk λ > λr.
(2.7)
Pada penampang kompak yang secara lateral stabil, kekuatan nominal sama dengan kekuatan momen plastis yaitu : Mn = Mp , dimana: Mp merupakan kekuatan momen plastik.
II-31
Desain harus memperhitungkan tekuk local sayap tekan atau tekuk lokal badan yang dapat terjadi sebelum mencapai regangan tekan untuk menimbulkan momen plastis, Mp. Untuk penampang non kompak yang secara lateral stabil, rasio kelangsingan (lebar/tebal) λ, berada di antara batas kelangsingan λr dan batas kelangsingan λp maka harga kekuatan nominal, Mn harus diinterpolasi secara linear antara Mp dan Mr (Salmon et al, 1992) yaitu :Mn = Mp - (Mp - Mr) x (λ-λp) ≤ Mp
(2.8)
(λr –λp) Pada penampang langsing, rasio kelangsingan (lebar/tebal), λ melampaui batas λr, kekuatan nominal dinyatakan sebagai Mn = Mcr = SFcr
(2.9)
Bila λ sama dengan λr, dengan serat terluar berada pada tegangan leleh maka kekuatan momen nominal yang tersedia : Mn = Mr = (Fy - Fr) S
(2.10)
dengan Mr merupakan momen sisa yang menyebabkan tegangan serat terluarnya meningkat dari harga tegangan sisa, Fr sampai tegangan leleh, Fy bila tidak ada beban luar yang bekerja.
II-32
2.8 Metode ASD (Allowed Stress Desain) 2.8.1 Desain balok 1. Menentukan penampang kompak untuk balok dengan tegangan ijin Fb= 0,67Fy 2. Hitung beban momen yang bekerja M= DL + LL + W
(2.11) (2.12)
3. Hitung modulud penampang balok yang bekerja Sx≥ M/fb 4. Periksa batas kompak penampang λflens = bf/2tf < λp
(2.13)
λbadan = d/tw < λp
(2.14)
5. Periksa tegangan lentur Fb = M/S
(2.15)
2.8.2 Batang tarik a. Desain tegangan tarik : σ = S tarik ≤ σ ijin
(2.16)
A netto Dimana Starik = gaya batang tarik A netto = luas penampang bersih σ ijin
= tegangan ijin
II-33
untuk desain awal luas netto dapat diperkirakan 80% - 85% dari luas bruto/kotor penampang baja. Tegangan tarik ijin berdasarkan SNI 03 ditentukan sebagai berikut 1. penampang tanpa lubang
σ tarik = σ ijin
2. penampang berlubang
σ tarik = 0,75 σ ijin
σ = σ field / Fk
(factor keamanan)
b. Angka kelansingan batang tarik λtarik = L batang/ i min
(2.17)
i min = √ I min/A
(2.18)
Angka kelangsingan batang tarik menurut SNI 03 Konstruksi utama = λtarik ≤ 240
(2.19)
Konstruksi sekunder = λtarik ≤ 300
(2.20)
2.8.3 Batang Tekan a.
Syarat kekakuan & kekuatan Deformasi yang terjadi pada struktur desain Syarat kekuatan σ < σ ijin
II-34
σijin = σ field /Fk
(2.21)
tegangan geser = τ < τ ijin b. Panjang tekuk batang tekan Besarnya panjang tekuk batang tekan sangat bergantung pada kondisi tumpuan dikedua ujung batang tekan tersebut:
Gambar. 2.15. Nilai K (kekakuan) c. Angka kelangsingan Angka kelangsingan batang tekan λ= Lk / imin Dimana
: Lk = panjang tekuk batang tekan Imin = jari jari girasi minimum, yaitu imin =√I min /A Imin = momen inersia minimum penampang profil baja A = luas penampang profil baja
II-35
d. Faktor tekuk Dalam desain kekuatan batang tekan dalam digunakan tegangan tekuk (buckling stress), yang dipengaruhi oleh kelangsingan batang tekan λ, yaitu melalui factor tekuk ω. Besarnya factor tekuk ω bergantung akan angka kelangsingan batang tekan dan mutu baja. λg = π √ E
.
dan λs = λ / λg
(2.22)
0,7 σ yield
Untuk λg < 0,183 ω=1
(2.23)
0,183 <λg <1 ω=1,41/1,593-λs
(2.24)
λg >1 ω=2,381 λ2 s
(2.25)
e. Desain kekuatan batang tekan Desain kekuatan batang tekan dilakukan melalui perhitungan tekuk yang terjadi sebagai berikut σ = ω Stekan < σ
S= gaya batang tekan
(2.26)
A bruto
f.
Pembebanan, fakto beban pada ASD=1
II-36
2.9 . Metode LRFD (Load Resistance Faktor Design) 2.9.1. Desain balok Momen lentur Mu, harus mempunyai persyaratan sebagai berikut Mu<ΦMn Dimana : Mu= momen lentur yang diperlukan Mn= momen lentur nominal Φ= factor reduksi =0.9 Kelangsingan penampang untuk balok lentur dapat ditentukan berdasarkan a. Pelat sayap berpenampang kompak λf
< λp
b/2tf < 170 / √fy
(2.27)
b. Pelat badan berpenampang kompak λw
< λp
h/tw < 1680/ √fy
(2.28)
untuk balok yang berpenampang kompak maka kuat lentur nomimal penampang adalah Mn=Mp Dimana:
Mp= fy x Z II-37
Kuat lentur nominal penampang penampang dengan pengaruh tekuk lateral ditinjau dengan membagi jenis balok menurut panjang bentang yang tak terkekang secaa lateral, Lb yaitu sebagai berikut a. Untuk bentang pendek dengan Lb≤Lp, kuat lentur nominal Mn=Mp
(2.29)
b. Untuk bentang menengah dengan Lp ≤Lb ≤ Lr, kuat lentur nominal Mn= Cb(Mr+(Mp-Mr) (Lr-Lb/Lr-Lp) ≤ Mp
(2.30)
c. Untuk bentang panjang dengan Lr ≤ Lb, kuat lentur nominal untuk profil I dan canal adalah Mn= Mcr=Cb x (π/Lb) x √EIyGj + Iw Iy (πE/Lb) ≤ Mp (2.31) Dimana : Lp = 1.76 x ry√E/fy
(2.32)
Lr = ry(X1/fL) √1+(√1+X2fL2)
(2.33)
X1 = π/Wx √EGJA/2
(2.34)
Iw ≈ Iy x (h-tf) 2 / 4
(2.35)
X2 = 4 (Wx/Gj) 2 x Iw/Iy
(2.36)
II-38
Cb =
12.5 M max
≤ 2.3
(2.37)
(2.5 Mmax + 3Ma + 4 Mb + 3Mc) Ma = Momen pada ¼ bentang Mb = momen pada ½ bentang Mc = momen pada ¾ bentang Berdasarkan gambar diagram bentang diatas diperoleh nilai dari gaya geser yang terjadi di titik momen lentur maksimum . pelat badan yang memikul gaya geser perlu Vu yang memenuhi : Vu ≤ ΦVn Vu = gaya geser yang diperlukan Vn = gaya geser nominal plat Φ = factor nominal=0.9
Kuat geser nominal pelat badan ditentukan berdasarkan kondisi berikut a. Jika perbandingan maksimum tinggi terhadap tebal memenuhi h/tw < 1.10 √kn E/fy
(2.38)
kn = 5 + 5/(a/h) 2
(2.39) II-39
maka kuat geser nominal Vn = 0.6 fy x Aw
(2.40)
b. Jika perbandingan maksimum tinggi terhadap tebal memenuhi 1.10 √knE/fy ≤ h/tw ≤ 1.37 √knE/fy
(2.41)
Maka kuat geser nominal Vn = 0.6 fy x Aw(1.10√knE/fy) x 1/(h/tw)
(2.42)
c. Jika perbandingan maksimum tinggi terhadap tebal memenuhi 1.37 √knE/fy ≤ h/tw
(2.43)
Maka kuat geser nominal Vn = 0.9 x kn x E
(2.44)
(h/tw)2 Apabila pada suatu balok bekerja gaya geser dan normal, maka balok harus direncanakan untuk memikul kombinasi geser dan lentur yaitu : Mu/ΦMn + 0.625 Vu/ΦVn ≤ 1.375
(2.45)
2.9.2 Batang Tarik Filosofi umum dari Load and Resistance Factor Design (LRFD) memberikan persyaratan keamanan struktur sebagai berikut : II-40
Rn iQi di mana :
Φ
(2.46) = faktor resistensi (faktor reduksi kekuatan)
Rn
= resistensi nominal (kekuatan)
γi
= faktor – faktor kelebihan beban
Qi
= beban – beban (seperti beban mati, beban hidup, beban angin, beban gempa) atau efek – efek beban (seperti momen lentur, geser, gaya aksial, dan momen puntir karena berbagai macam beban)
Persamaan di atas menyaratkan bahwa kekuatan desain Φ Rn sama atau melebihi penjumlahan beban – beban terfaktor, atau secara khusus untuk batang tarik, menjadi :
tTn Tu
(2.47)
di mana : Φt
= faktor resistensi yang berkaitan dengan kekuatan tarik
Tn
= kekuatan nominal batang tarik
Tu
= beban terfaktor pada batang tarik
II-41
Karena pembebanan tidak berkaitan dengan tipe batang, misalnya batang tarik atau kolom, berbagai kombinasi faktor beban yang diberikan dalam LRFD sama untuk semua batang dalam struktur. Meskipun demikian, faktor resistensi Φ memperhitungkan bahwa kekuatan sebenarnya dari batang yang bersangkutan bisa jadi lebih kecil dibanding kekuatan hitung teoritis karena adanya variasi – variasi dalam sifat – sifat bahan dan toleransi dimensional. Sementara secara individual variasi – variasi dalam sifat – sifat bahan dan toleransi, dalam struktur sebenarnya dapat memberikan kekuatan yang lebih kecil dari hasil hitungan. Baik faktor Φ maupun faktor kelebihan beban γ tak satu pun yang dimaksudkan untuk memperhitungkan kesalahan karena kecerobohan dalam desain atau konstruksi. Reliabilitas desain batang tarik baja dengan baut yang menggunakan LRFD Kekuatan desain ΦtTn menurut LRFD lebih kecil dibanding dengan yang didasarkan pada pelelehan pada penampang bruto :
Φt Tn = Φt Fy Ag = 0.90 Fy Ag
(2.48)
Atau pada retakan pada penampang bersih : Φt Tn = Φt Fy Ae = 0.75 Fu Ae
(2.49)
Perhatikan bahwa faktor resistensi Φt adalah sebesar 0.90 untuk keadaan batas pelelehan dan sebesar 0.75 untuk keadaan batas retakan. II-42
2.9.3. Batang tekan Kekuatan nominal Pn dari batang tekan profil tempa diberikan oleh : Pn AgFcr
(2.50)
1. Untuk λc ≤ 1.5 :
(2.51)
0.887 Fcr Fy 2 c
(2.52)
Fcr 0.658c Fy 2
2. Untuk λc ≥ 1.5 :
Persamaan di atas untuk Fcr dapat ditetapkan dalam desain kolom profil H tempa biasa; meskipun demikian, bila digunakan elemen pelat berdinding tipis dalam penampang lintangnya, Bila suatu elemen tipis menunjukkan ketidakstabilan (tekuk lokal), elemen sedemikian tidak dapat memikul porsi bebannya
yang
sebanding..
Perhatikan
bahwa
persamaan
di
atas
memperkenalkan fungsi kerampingan λc yang diambil sebagai parameter kerampingan (sebagai ganti KL/r) menurut Spesifikasi Load and Resistance Factor Design. Parameter kerampingan λc didefinisikan sebagai :
c 2
Fy Fy Fcr Euler 2 E 2 KL r
(2.53) II-43
c
KL Fy r 2E
(2.54)
Persyaratan kekuatan dalam desain faktor beban dan resistansi menurut LRFD.
cPn Pu
(2.55)
di mana : Φc = 0.85 Pn = Kekuatan nominal = AgFcr Pu = beban layanan terfaktors Kombinasi Beban Rencana Berdasarkan SNI 2003, struktur baja harus mampu memikul semua kombinasi pembebanan dibawah ini : metode LRFD
(2.56)
a) 1,4 D b) 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (La atau H) c) 1,2 D + 1,6 (La atau H) + ( γLL atau 0,8 W) d) 1,2 D + 1,3 W + γLL + 0,5 (La atau H) e) 1,2 D ± (1,3 W atau 1,0 E) D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, II-44
termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap. L adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut. La adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak. H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air. W adalah beban angin. E adalah beban gempa, yang ditemukan menurut SNI 03 – 1726 – 2002, atau penggantinya. γL γL = 0,5 bila L < 5 kPa, dan γL = 1 bila L ≥ 5 kPa
2.10 Sambungan Baut Untuk batang tarik yang penyambungannya dilakukan dengan alat sambung baut, profil baja perlu dilubangi. Lubang – lubang tersebut bagi batang tarik merupakan suatu perlemahan yang harus diperhitungkan dalam perencanaan. Adapun besarnya luas tampang netto (An) suatu profil baja yang berlubang menurut SNI 2002 dapat dihitung dengan rumus – rumus sebagai berikut :
II-45
Gambar 2.16a. Sambungan Baut Zig -Zag
(2.57) Dengan d adalah diameter lubang baut, dengan ketentuan : a) d > db + 2 mm, untuk db < 24 mm.
(2.58)
b) d < db + 3 mm, untuk db > 24 mm. db adalah diameter nominal baut. Luas tampang netto An = hn . t , dengan nilai hn diambil yang terkecil dari kemungkinan keretakan plat, dan t adalah tebal plat. Yang perlu diperhatikan dalam sambungan baut adalah bahwa dalam suatu potongan, jumlah luas lubang tidak boleh lebih dari 15 % dari luas penampang utuh. Sedang nilai faktor U menurut SNI 2003 dihitung sebagai berikut :
Gambar 2.16b Sambungan Baut.
(2.59) II-46
Dengan : x = eksentrisitas sambungan L = Panjang sambungan antara batang tarik dengan komponen sambungan. 2.10.1. Pengurangan Luas Akibat Lubang Baut Untuk keperluan pemasangan baut, maka profil baja perlu dilubangi. Lubang – lubang tersebut bagi profil baja merupakan suatu perlemahan yang harus diperhitungkan dalam perencanaan. Adapun besarnya luas tampang netto (An) suatu profil baja yang berlubang, menurut SNI 2002 dapat dihitung dengan rumus berikut : Untuk penampang seperti siku dengan lubang pada satu kaki, nilai g diambil sebagai jumlah jarak tepi ke tiap lubang, dikurangi tebal kaki.
Gambar 2.17 Nilai g pada Penampang Siku Luas tampang netto An = hn . t, dengan nilai hn dipilih dari irisan penampang yang menghasilkan pengurangan luas yang maksimum, hn = h – d1, d1 > d2 dan t adalah tebal plat. Alub ≤ 15 % Ag Yang perlu diperhatikan dalam sambungan baut adalah bahwa dalam suatu potongan, jumlah luas lubang tidak boleh lebih dari 15% dari luas penampang II-47
utuh. 2.10..2 Tata Letak Baut Jarak antar pusat lubang baut tidak boleh kurang dari 3 kali diameter nominal baut. Sedangkan jarak minimum dari pusat baut ke tepi pelat atau pelat sayap profil tidak boleh kurang 1,5 kali diameter nominal baut (SNI 2003) Pemasangan baut dilakukan pada sumbu berat profil, sehingga tidak menimbulkan momen pada struktur. Apabila pemasangan baut tidak terdapat pada satu baris, maka harus diatur sehingga menghasilkan momen yang minimal.
2.10.3 Kekuatan Baut a) Baut dalam geser Kuat geser rencana dari satu baut dihitung sebagai berikut : Tunggal → Vd = Ab . τb = Ab . 0,6 . σb ; τb = 0,6 . σb
(2.60)
Ganda → Vd = 2 . Ab . τb = 1,2 . Ab . σb
(2.61)
dengan Ab adalah luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir σb adalah tegangan baut.
Gambar 2.18 Baut dalam Geser II-48
b) Baut yang memikul gaya tarik Kuat tarik rencana satu baut dihitung sebagai berikut : Td = Ab . σt
(2.62)
dengan Ab adalah luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir
σt = σb adalah tegangan baut. c) Kuat Tumpu Apabila persyaratan tentang tata letak baut terpenuhi, dan ada lebih dari satu baut dalam arah kerja gaya, maka kuat rencana tumpu dapat dihitung sebagai berikut : Rd = d .tp .σds ; σds → 1,2 σpr →1,5d ≤ s < 2d (antar baut)
(2.63)
→ 1,5 σpr → s1 ≥ 2d (baut ke tepi) dengan d adalah diameter nominal baut tp adalah tebal plat ; yang terkecil antara ti dan t2 atau t dan (ti + t2) σpr adalah tegangan profil. d). Penempatan baut
II-49
Gambar. 2.19 Penempatan Baut Tabel 2.3. Tegangan Tarik Ft F’t Baut ( ksi )
( Mpa )
26 – 1.8 fv 20
179 – 1.8 fv 138
A325 – N ulir pada bidang 55 – 1.8 fv 44
379 – 1.8 fv 303
A307
geser A325 – X ulir di luar bidang 55 – 1.4 fv 44
379 – 1.4 fv 303
geser A490 – N ulir pada bidang 68 – 1.8 fv 54
469 – 1.8 fv 372
geser A490 – X ulir diluar bidang 68 – 1.4 fv 54
469 – 1.4 fv 372
geser Harga – harga diatas berlaku bagi lubang standar, lubang kebesaran, lubang lonjong yang arahnya tegak lurus beban.
II-50
2.10.4 Sambungan LRFD Kuat geser = Vd = Φ Vn = Φx r1x fux Ab Kuat tumpu = Rd = ΦRn = 2.4 Φx db x tpxfu
(2.64) ambil yang terkecil
Jumlah baut = n = Vu/Φ Rn Dimana :
(2.65)
Φ = Faktor reduksi kekuatan fraktur (0,85) r1 = 0,5 (untuk baut tanpa ulir pada bidang geser ) = 0,4 (untuk baut dengan ulir pada bidang geser ) fu = Tegangan tarik putus baut Ab = Luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir fu = Tegangan tarik putus yang terendah dari baut /pelat tp = Tebal plat
Kontrol jarak baut : Jarak tepi minimum : 1.5db Jarak tepi maksimum : (4tp + 100 mm) atau 200 mm Jarak minimum antar baut : 3db Jarak maksimum antar baut : 15tp atau 200 mm
II-51
Kontrol Kekuatan Pelat ΦPn = 0.75 x 0.6 fu x Anv Vu
(2.66)
< ΦPn
II-52