perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Model Pembelajaran Terdapat beberapa pengertian model yang dapat dirujuk dari berbagai sumber. Kamus Besar Bahasa Indoenesia (KBBI, 2008: 923), model adalah pola (contoh, acuan, ragam, dsb.) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Dalam kamus oxford (2007: 276), model adalah desain atau jenis dari suatu produk. Pengertian model dari dua kamus tersebut dapat dimaknai bahwasannya model merupakan hasil awal produk yang dibuat sebagai purwarupa/ protoyype sebelum diimplementasikan pada bidang secara sesungguhnya. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang memiliki kualifikasi tertentu yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Joyce dan Weil (dalam Rusman, 2008: 6) mengungkapkan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pelajaran berjangka panjang), merancang bahanbahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
Model pembelajaran dapat dijadikan sebagai pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. B. Project Based Learning Pembelajaran berbasis proyek merupakan pembelajaran yang berpusat pada proses, relatif berjangka waktu, berfokus pada masalah, unit pembelajaran bermakna dengan memadukan konsep-konsep dari sejumlah komponen baik itu pengetahuan, disiplin ilmu atau lapangan. Pada pembelajaran berbasis proyek kegiatan pembelajarannya berlangsung secara kolaboratif dalam kelompok yang heterogen.
Mengingat
hakikat
kerja
proyek
adalah
kolaboratif,
maka
pengembangan keterampilan belajar berlangsung diantara mahasiswa. Pada pembelajaran berbasis proyek kekuatan individu dan cara belajar yang diacu dapat memperkuat kerja tim sebagai suatu keseluruhan (Sungkono, 2010). Ada beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam implementasi pembelajaran proyek. Pendapat Thomas yang dikutip Herminarto Sofyan (dalam Sungkono, 2010) menyatakan ada lima kriteria pembelajaran berbasis proyek yaitu keterpusatan (centralita), berfokus pada pertanyaan atau masalah, investigasi konstruktif atau desain, otonomi mahasiswa, dan realisme. Dalam pembelajaran berbasis proyek yang dijadikan sebagai pusat proyeknya adalah inti kurikulum. Melalui proyek ini mahasiswa akan mengalami dan belajar konsep-konsep. Pembelajaran berbasis proyek memfokuskan pada pertanyaan atau masalah yang mendorong menjalani konsep-konsep dan prinsipcommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
prinsip. Proyek ini dapat dibangun di sekitar unit tematik atau gabungan topiktopik dari dua atau lebih. Proyek juga melibatkan mahasiswa dalam investigasi konstruktif. Investigasi ini dapat berupa desain, pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, penemuan atau proses pembangunan model. Agar dapat disebut proyek yang memenuhi kriteria pembelajaran berbasis proyek, aktivitas tersebut harus meliputi transformasi dan kontruksi pengetahuan pada pihak mahasiswa. Proyek mendorong mahasiswa mendapatkan pengalaman belajar sampai pada tingkat yang signifikan. Proyek dalam pembelajaran berbasis pada proyek lebih mengutamakan otonomi, pilihan, waktu kerja yang tidak bersifat rumit, dan tanggung jawab mahasiswa. Proyek adalah realistik. Proyek memberikan keotentikan pada mahasiswa. Karakteristik ini meliputi topik, tugas, peranan yang dimainkan mahasiswa, konteks dimana proyek dilakukan, kolabotaror yang bekerja sama dengan mahasiswa, produk yang dihasilkan, sasaran bagi produk yang dihasilkan dan unjuk kerja atau kriteria dimana produkproduk dinilai. Secara umum pembelajaran berbasis proyek menempuh tiga tahap yaitu perencanaan proyek, pelaksanaan proyek, dan evaluasi proyek. Kegiatan perencanaan meliputi: identifikasi masalah riil, menemukan alternatif dan merumuskan strategi pemecahan masalah, dan melakukan perencanaan. Tahap pelaksanaan meliputi pembimbingan mahasiswa dalam penyelesaian tugas, dalam melakukan pengujian produk (evaluasi), presentasi antar kelompok. Tahap evaluasi meliputi penilaian proses dan produk yang meliputi: kemajuan belajar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
proyek, proses aktual dari pemecahan masalah, kemajuan kenerja tim dan individual, buku catatan dan catatan penelitian, kontrak belajar, penggunaan komputer, refleksi. Sedangkan penilaian produk seperti dalam hal: hasil kerja dan presentasi, tugas-tugas non tulis, laporan proyek (Sungkono, 2010). C. Inquiry Learning Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara pendidik dengan peserta didik. Pembelajaran inkuiri juga dinamakan pembelajaran heuristic¸ yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti menemukan (Sanjaya, 2013: 196). Secara lebih lanjut, Sanjaya (2013, 196-197) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran inkuiri adalah: 1) menekankan kepada aktivitas peserta didik secara maksimal untuk mencari dan menemukan sehingga menempatkan mereka sebagai subjek pembelajaran, 2) aktivitas yang dilakukan peserta didik diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan sehingga dapat menumbuhkan sikap percaya diri, 3) bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Pembelajaran Inquiry adalah model pembelajaran yang mampu menggiring mahasiswa untuk menyadari apa yang telah didapatkan selama belajar. Inquiry commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
menempatkan peserta didik sebagai subyek belajar yang aktif (Mulyasa, 2003:234). Sedangkan pembelajaran inquiry menurut Roestiyah (2001:75) adalah suatu teknik atau cara yang dipergunakan dosen untuk mengajar di depan kelas, dimana dosen membagi tugas meneliti suatu masalah ke kelas. Mahasiswa dibagi menjadi beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan, kemudian mereka mempelajari, meneliti, atau membahas tugasnya di dalam kelompok. Setelah hasil kerja mereka di dalam kelompok didiskusikan, kemudian dibuat laporan yang tersusun dengan baik. Akhirnya hasil laporan dilaporkan ke sidang pleno, dan terjadilah diskusi secara luas. Dari sidang pleno kesimpulan akan dirumuskan sebagai kelanjutan hasil kerja kelompok. Dan kesimpulan yang terakhir bila masih ada tindak lanjut yang harus dilaksanakan, hal itu perlu diperhatikan. Sedangkan pembelajaran inquiry menurut Suryosubroto (2002:192) adalah perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Artinya proses inqury mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan problema, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisa data, menarik kesimpulan, dan sebagainya. Uno (2009: 17) megungapkan pembelajaran inkuiri dapat dilakukan melalui tahapan-tahapan: 1) melontarkan permasalahan, 2) mengumpulkan data dan verifikasi, 3) mengumpulkan data dan eksperimentasi, 4) merumuskan penjelasan, 5) menganalisis proses inkuiri (penelitian). Model pembelajaran inkuiri sangat penting untuk mengembangkan nilai dan sikap dalam cara berpikir ilmiah, seperti: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
keterampilan melakukan pengamatan, pengumpulan dan pengorganisasian data, termasuk merumuskan dan menguji hipotesis serta menjelaskan fenomena, 2) kemandirian belajar, 3) keterampilan mengekspresikan secara verbal, 5) kemampuan berpikir logis, 6) kesadaran bahwa ilmu bersifat dinamis dan tentatif. D. Pembelajaran Pendidikan Pancasila Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dari pengertian tersebut dapat dicermati bahwa dalam pembelajaran secara aktif terdapat dua komponen subjek yang wajib ada dalam pelaksanaannya, yakni peserta didik dan pendidik. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi didi melalui proses pembelajaran yang tersedian pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong pelajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan (UU Nomor 20 Th. 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Konsep pembelajaran sering disebut juga dengan instruction yang terdiri atas dua kata yakni kegiatan belajar dan mengajar. Dalam konsepsi umum, belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada yang berlangsung dalam diri seseorang. Woolfolk dan Nicolich (dalam Aman, 2011: 63) mengemukakan bahwa belajar merupakan perubahan yang terjadi pada diri seseorang sebagai hasil pengalaman. Perubahan sebagai hasil kegiatan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
pembelajaran dapat mencakup perubahan pengetahuannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya, dan lain sebagainya. Demikian pula dengan mengajar yang pada dasarnya merupakan suatu proses, yang meliputi proses mengatur dan mengorganisasikan lingkungan belajar peserta didik dengan tujuan-tujuan tertentu (Aman, 2011: 63). Pancasila adalah dasar (falsafah) negara, pandangan hidup, ideologi nasional, dan ligature (pemersatu) dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan Indonesia. Pancasila adalah dasar statis yang mempersatukan sekaligus bintang penuntun (leitsar) yang dinamis, yang mengarahkan bangsa dalam mencapai tujuannya. Dalam posisinya seperti itu, Pancasila merupakan sumber jati diri, kepribadian, moralitas, dan haluan keselamatan bangsa (Latif, 2011: 41). Pancasila merupakan dasar dan pandangan yang menjadi sumber kepribadian Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Soekarno (dalam Latif, 2011: 41) secara lebih gamblang mengungkapkan sebagai berikut: “Tetapi kecuali Pancasila adalah satu weltanschauung, ada dasar falsafah, Pancasila adalah satu alat mempersatu, yang saya yakin seyakin-yakinnya Bangsa Indonesia dari Sabang sampai ke Merauke hanyalah dapat bersatu padu di atas dasar Pancasila itu. Dan bukan saja alat mempersatu untuk di atasnya kita letakkan Negara Republik Indonesia, tetapi juga pada hakekatnya satu alat mempersatu dalam perjoeangan kita melenyapkan segala penyakit terutama sekali, imperialisme. Perjoeangan suatu bangsa, perjoeangan melawan imperialism, perjoeangan mencapai kemerdekaan, perjoeangan sesuatu bangsa yang membawa corak sendiri-sendiri. Tidak ada dua bangsa yang cara berjoeangnya sama. Tiap-tiap bangsa mempunyai cara berjoeang sendiri, mempunyai karakteristik sendiri. Oleh karena ada hakekatnya bangsa sebagai individu mempunyai kepribadian sendiri. Kepribadian yang terwujud dalam pelbagai hal, dalam kebudayaannya, dalam perekonomiannya, dalam wataknya dan lain-lain sebagainya.” commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
Terdapat permasalahan pada upaya untuk melestarikan Pancasila melalui pengamalan dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan tersebut adalah seputar pendalaman pemahaman, penghayatan, dan kepercayaan akan keutamanaan nilainilai yang terkandung pada setiap sila Pancasila dan kesalingkaitannya satu sama lain, untuk kemudian diamalkan secara konsisten di segala lapis bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam konteks ini, yang diperlukan adalah apa yang disebut oleh Kuntowijoyo (dalam Latif, 2011: 47) dengan proses “radikalisasi Pancasila”. “Radikalisasi” dalam arti ini adalah revolusi gagasan, demi membuat Pancasila tegar, efektif, dan menjadi petunjuk bagaimana negara ini ditatakelola dengan benar. Radikalisasi Pancasila yang dimaksudnya adalah: (1) mengembalikan Pancasila sebagai ideologi negara, (2) mengembangkan Pancasila sebagai ideology menjadi Pancasila sebagai ilmu, (3) mengusahakan Pancasila mempunyai konsistensi dengan produk-produk perundangan, koherensi antarsila, dan korenspondensi dengan realitas sosial, (4) Pancasila yang semula hanya melayani kepentingan vertikal/ negara menjadi Pancasila yang melayani kepentingan horizontal, dan (5) menjadikan Pancasila sebagai kritik kebijakan negara. Proses radikalisasi tersebut dimaksudkan untuk membuat Pancasila menjadi lebih operasional dalam kehidupan ketatanegaraan, dan sanggup memenuhi kebutuhan praktis atau pragmatis dan bersifat fungsional (Latif, 2011: 48). Pancasila merupakan alat untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara yang demokratis secara hakiki. mengungkapkan bahwa demokrasi dalam alam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
Pancasila dilandasi oleh nilai-nilai teosentris yang mengangkat kehidupan politik dari tingkat sekuler ke tingkat moral-spiritual dan nilai-nilai antroposentris yang memuliakan nilai-nilai kemanusiaan, yang menghargai perbedaan berlandaskan semangat kesetaraan dan persaudaraan, dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila ke-4 Pancasila yang tertulis “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” adalah diliputi dan dijiwai oleh sila-sila ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, meliputi dan menjiwai sila keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia (Latif, 2011: 485). Pancasila merupakan asas-asas moral atau budi pekerti rakyat yang dijadikan sebagai pandangan hidup, dan kemudian dimurnikan dan dipadatkan menjadi dasar negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945. Warga negara memiliki kewajiban tunduk kepada hukum yang mengikat warga, termasuk memelajari Pancasila yang merupakan dasar filsafat negara. Terdapat keharusan untuk mengaktualisasikan dalam sikap dan perbuatan yang nyata dalam hidup sebagai bangsa yang menegara. Pendidikan Pancasila adalah upaya membekali peserta didik untuk dapat mengaktualisasikan Pancasila dasar filsafat negara dalam sikap dan perbuatannya (Soegito, 2012: 6-7). Pendidikan Pancasila sebagai salah satu komponen Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian
(MPK)
memegang
peranan
penting
dalam
membentuk kepribadian mahasiswa perguruan tinggi. Hal itu karena setelah menyelesaikan pendidikan tinggi, mahasiswa tidak hanya sekedar berkembang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
daya intelektualitasnya namun juga sikap dan perilakunya. Soegito (2012, 10) mengungkapkan bahwa Pendidikan Pancasila diformulasikan dengan tujuan: 1) mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggung jawab sesuai dengan hati nuraninya, 2) mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya, 3) mengantarkan mahasiswa mampu mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, 4) mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan Indonesia. Wibisono (dalam Soegito, 2012: 10) menyatakan bahwa pendidikan Pancasila dapat dijadikan sebagai dasar keilmuan bagi peserta didik agar bermanfaat pada dirinya, keluarga, dan masyarakat. Tujuan pembelajaran umum pendidikan Pancasila yaitu peserta didik dapat memiliki pengetahuan dan memahami landasan dan tujuan pendidikan Pancasila, Pancasila sebagai karya besar Bangsa Indonesia yang setingkat dengan ideologi besar dunia lainnya, dan kenegaraan sehingga memperluas cakrawala pemikirannya, menumbuhkan sikap demokratis pada mereka dalam mengaktualisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. E. Hasil Belajar Anni (2007: 5) mengungkapkan hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perubahan perilaku yang harus dicapai oleh pembelajar setelah melaksanakan aktivitas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
belajar dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Gerlach dan Ely (dalam Anni, 2007: 5), menyatakan tujuan pembelajaran adalah deskripsi tentang perubahan perilaku yang diinginkan atau deskripsi produk yang menunjukkan bahwa belajar telah terjadi. Primay Matters/OFSTED (dalam Muijs dan Reynolds, 2008: 5, mengungkapkan terdapat beberapa faktor-faktor umum pendidik yang terkait erat dengan hasil belajar peserta didik sebagai berikut. 1) Pengetahuan yang baik mengenai subjek yang diajarkan; 2) Keterampilan bertanya yang baik; 3) Ada penekanan dalam pengajaran; 4) Strategi pengelompokkan yang seimbang; 5) Tujuan pembelaran yang jelas; 6) Manajemen waktu yang baik; 7) Perencanaan yang efektif; 8) Organisasi kelas yang baik. Perumusan hasil belajar berkaitan erat dengan ranah-ranah yang ada dalam belajar. Bloom (dalam Rifa’i, 2012: 70), mengusulkan tiga taksonomi yang lebih dikenal dengan ranah belajar meliputi ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. 1) Ranah Kognitif a) Mengingat (Remember) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
Mengingat merupakan usaha mendapatkan kembali pengetahuan dari memori atau ingatan yang telah lampau, baik yang baru saja didapatkan maupun yang sudah lama didapatkan. Mengingat merupakan dimensi yang berperan penting dalam proses pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) dan pemecahan masalah (problem solving). Kemampuan ini dimanfaatkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang jauh lebih kompleks. Mengingat meliputi mengenali (recognition) dan memanggil kembali (recalling). Mengenali berkaitan dengan mengetahui pengetahuan masa lampau yang berkaitan dengan hal-hal yang konkret, misalnya tanggal lahir, alamat rumah, dan usia, sedangkan memanggil kembali (recalling) adalah proses kognitif yang membutuhkan pengetahuan masa lampau secara cepat dan tepat. b) Memahami/ Mengerti (Understand) Memahami/mengerti berkaitan dengan membangun sebuah pengertian dari
berbagai
sumber
Memahami/mengerti
seperti
berkaitan
pesan, dengan
bacaan aktivitas
dan
komunikasi.
mengklasifikasikan
(classification) dan membandingkan (comparing). Mengklasifikasikan akan muncul ketika seorang peserta didik berusaha mengenali pengetahuan yang merupakan anggota dari kategori pengetahuan tertentu. Mengklasifikasikan berawal dari suatu contoh atau informasi yang spesifik kemudian ditemukan konsep dan prinsip umumnya. Membandingkan merujuk pada identifikasi persamaan dan perbedaan dari dua atau lebih
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
obyek, kejadian, ide, permasalahan, atau situasi. Membandingkan berkaitan dengan proses kognitif menemukan satu persatu ciri-ciri dari obyek yang diperbandingkan. c) Menerapkan (Apply) Menerapkan menunjuk pada proses kognitif memanfaatkan atau mempergunakan suatu prosedur untuk melaksanakan percobaan atau menyelesaikan permasalahan. Menerapkan berkaitan dengan dimensi pengetahuan prosedural (procedural knowledge). Menerapkan meliputi kegiatan menjalankan prosedur (executing) dan mengimplementasikan (implementing). Menjalankan prosedur merupakan proses kognitif peserta didik dalam menyelesaikan masalah dan melaksanakan percobaan di mana peserta didik sudah mengetahui informasi tersebut dan mampu menetapkan dengan pasti prosedur apa saja yang harus dilakukan. Jika peserta didik tidak mengetahui prosedur yang harus dilaksanakan dalam menyelesaikan permasalahan maka peserta didik diperbolehkan melakukan modifikasi dari prosedur baku yang sudah ditetapkan. Mengimplementasikan muncul apabila peserta didik memilih dan menggunakan prosedur untuk hal-hal yang belum diketahui atau masih asing. Karena peserta didik masih merasa asing dengan hal ini maka peserta didik perlu mengenali dan memahami permasalahan terlebih dahulu kemudian baru menetapkan
prosedur
yang
tepat
commit to user
untuk
menyelesaikan
masalah.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
Mengimplementasikan berkaitan erat dengan dimensi proses kognitif yang lain yaitu mengerti dan menciptakan. Menerapkan merupakan proses yang kontinu, dimulai dari peserta didik menyelesaikan suatu permasalahan menggunakan prosedur baku/ standar yang sudah diketahui. Kegiatan ini berjalan teratur sehingga peserta didik benar-benar mampu melaksanakan prosedur ini dengan mudah, kemudian berlanjut pada munculnya permasalahan-permasalahan baru yang asing bagi peserta didik, sehingga peserta didik dituntut untuk mengenal dengan baik permasalahan tersebut dan memilih prosedur yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan. d) Menganalisis (Analyze) Menganalisis merupakan memecahkan suatu permasalahan dengan memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari keterkaitan dari tiap-tiap bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana keterkaitan tersebut dapat menimbulkan permasalahan. Kemampuan menganalisis merupakan jenis kemampuan yang banyak dituntut dari kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah. Berbagai mata pelajaran menuntut peserta didik memiliki kemampuan menganalisis dengan baik. Tuntutan terhadap peserta didik untuk memiliki kemampuan menganalisis sering kali cenderung lebih penting daripada dimensi proses kognitif yang lain seperti mengevaluasi dan menciptakan. Kegiatan pembelajaran sebagian besar mengarahkan peserta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
didik untuk mampu membedakan fakta dan pendapat, menghasilkan kesimpulan dari suatu informasi pendukung. Menganalisis berkaitan dengan proses kognitif memberi atribut (attributeing) dan mengorganisasikan (organizing). Memberi atribut akan muncul apabila peserta didik menemukan permasalahan dan kemudian memerlukan kegiatan membangun ulang hal yang menjadi permasalahan. Kegiatan mengarahkan peserta didik pada informasi-informasi asal mula dan alasan suatu hal ditemukan dan diciptakan. Mengorganisasikan menunjukkan identifikasi unsur-unsur hasil komunikasi atau situasi dan mencoba mengenali bagaimana unsur-unsur ini dapat menghasilkan hubungan yang baik.
Mengorganisasikan
memungkinkan
peserta
didik
membangun
hubungan yang sistematis dan koheren dari potongan-potongan informasi yang diberikan. Hal pertama yang harus dilakukan oleh peserta didik adalah mengidentifikasi
unsur
yang
paling
penting
dan
relevan
dengan
permasalahan, kemudian melanjutkan dengan membangun hubungan yang sesuai dari informasi yang telah diberikan. e) Mengevaluasi (Evaluate) Evaluasi berkaitan dengan proses kognitif memberikan penilaian berdasarkan kriteria dan standar yang sudah ada. Kriteria yang biasanya digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Kriteria atau standar ini dapat pula ditentukan sendiri oleh peserta didik. Standar ini dapat berupa kuantitatif maupun kualitatif serta dapat ditentukan sendiri oleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
peserta didik. Perlu diketahui bahwa tidak semua kegiatan penilaian merupakan dimensi mengevaluasi, namun hampir semua dimensi proses kognitif memerlukan penilaian. Perbedaan antara penilaian yang dilakukan peserta didik dengan penilaian yang merupakan evaluasi adalah pada standar dan kriteria yang dibuat oleh peserta didik. Jika standar atau kriteria yang dibuat mengarah pada keefektifan hasil yang didapatkan dibandingkan dengan perencanaan dan keefektifan prosedur yang digunakan maka apa yang dilakukan peserta didik merupakan kegiatan evaluasi. Evaluasi meliputi mengecek (checking) dan mengkritisi (critiquing). Mengecek mengarah pada kegiatan pengujian hal-hal yang tidak konsisten atau kegagalan dari suatu operasi atau produk. Jika dikaitkan dengan proses berpikir merencanakan dan mengimplementasikan maka mengecek akan mengarah pada penetapan sejauh mana suatu rencana berjalan dengan baik. Mengkritisi mengarah pada penilaian suatu produk atau operasi berdasarkan pada kriteria dan standar eksternal. Mengkritisi berkaitan erat dengan berpikir kritis. Peserta didik melakukan penilaian dengan melihat sisi negatif dan positif dari suatu hal, kemudian melakukan penilaian menggunakan standar ini. f) Menciptakan (Create) Menciptakan mengarah pada proses kognitif meletakkan unsur-unsur secara bersama-sama untuk membentuk kesatuan yang koheren dan mengarahkan peserta didik untuk menghasilkan suatu produk baru dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
mengorganisasikan beberapa unsur menjadi bentuk atau pola yang berbeda dari sebelumnya. Menciptakan sangat berkaitan erat dengan pengalaman belajar peserta didik pada pertemuan sebelumnya. Meskipun menciptakan mengarah pada proses berpikir kreatif, namun tidak secara total berpengaruh pada kemampuan peserta didik untuk menciptakan. Menciptakan di sini mengarahkan peserta didik untuk dapat melaksanakan dan menghasilkan karya yang dapat dibuat oleh semua peserta didik. Perbedaan menciptakan ini dengan dimensi berpikir kognitif lainnya adalah pada dimensi yang lain seperti mengerti, menerapkan, dan menganalisis peserta didik bekerja dengan informasi yang sudah dikenal sebelumnya, sedangkan pada menciptakan peserta didik bekerja dan menghasilkan sesuatu yang baru. Menciptakan memproduksi
meliputi
(producing).
menggeneralisasikan Menggeneralisasikan
(generating) merupakan
dan
kegiatan
merepresentasikan permasalahan dan penemuan alternatif hipotesis yang diperlukan. Menggeneralisasikan ini berkaitan dengan berpikir divergen yang merupakan inti dari berpikir kreatif. Memproduksi mengarah pada perencanaan
untuk
menyelesaikan
permasalahan
yang
diberikan.
Memproduksi berkaitan erat dengan dimensi pengetahuan yang lain yaitu
pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognisi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
2) Ranah Afektif Taksonomi tujuan pembelajaran afektif dikembangkan oleh Krathwohl dan kawan-kawan. Tujuan pembelajaran ini berhubungan denga perasaan, sikap, minat, dan nilai (Anni, 2007: 8). Anni (2007: 8) menjabarkan kategorikategori tujuan pembelajaran afektif adalah sebagai berikut: a) Penerimaan Penerimaan
mengacu
pada
keigninan
peserta
didik
untuk
menghadirkan rangsangan atau fenomena tertentu. Hal tersebut berkaitan dengan memperoleh, menangani, dan mengarahkan perhatian peserta didik. Hasil belajar ini berentangan dari kesadaran sederhana tentang adanya sesuatu sampai pada perhatian selektif yang menjadi bagian milik individu peserta didik. Penerimaan ini mencerminkan tingkat belajar paling rendah di dalam ranah afektif. b) Penanggapan Penanggapan mengacu pada partisipasi aktif pada diri peserta didik. Pada tingkat ini peserta didik tidak hanya menghadirkan fenomena tertentu tetapi juga mereaksinya dengan berbagai cara. Hasil belajar di bidang ini adalah penekanan pada kemahiran merespon, keinginan merespon, atau kepuasan dalam merespon. c) Penilaian Penilain berkaitan dengan harga atau nilai yang melekat pada objek, fenomena dan perilaku tertentu pada diri peserta didik. Penilaian ini commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
berentangan dari penerimaan nilai yang lebih sederhana sampai pada tingkat kesepakatan yang kompleks. Hasil belajar di bidang ini dikaitkan dengan perilaku yang konsisten dan cukup stabil di dalam membuat nilai yang dapat dikenali secara jelas. Tujuan pembelajaran yang diklasifikasi ke dalam sikap dan apresiasi termasuk ke dalam kategori ini. d) Pengorganisasian Pengorganisasian berkaitan erat dengan perangkaian nilai-nilai yang berbeda, memecahkan kembali konflik-konflik antar nilai, dan mulai menciptakan sistem nilai yang konsisten secara internal. Hasil belajar ini dapat berkaitan dengan konseptualisasi nilai atau pengorganisasian sistem nilai. Tujuan pembelajaran yang berkaitan dengan pengembangan pandangan hidup dapat dimasukkan ke dalam kategori ini. e) Pembentukan Pola Hidup Pada ranah afektif ini, individu peserta didik memiliki sistem nilai yang telah mengendalikan perilakunya dalam waktu cukup lama sehingga mampu mengembangkannya menjadi karakterisitik gaya hidupnya. Perilaku pada tingkat ini adalah bersifat persuasif, konsisten, dan dapat diramalkan. Hasil belajar pada tingkat ini mencakup berbagai aktivitas yang luas, namun penekanan dasarnya adalah pada ciri khas perilaku peserta didik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
3) Ranah Psikomotorik Anni
(2007:
10)
mengungkapkan
tujuan
pembelajaran
ranah
psikomotorik menunjukkan adanya kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi obyek, dan koordinasi syaraf. Simpson (dalam Anni, 2007: 10) mengategorikan jenis perilaku ranah psikomotorik sebagai berikut: a) Persepsi Persepsi bekaitan erat dengan penggunaan organ penginderaan untuk memperoleh petunjuk yang memandu kegiatan motorik. Kategori ini berentangan dari rangsangan penginderaan sampai penerjemahan. b) Kesiapan Kesiapan mengacu pada pengambilan tipe kegiatan tertentu. Kategori ini mencakup kesiapan mental dan kesiapan jasmani. Pada tingkat ini persepsi terhadap petunjuk menjadi prasyarat penting. c) Gerakan Terbimbing Gerakan terbimbing berkaitan erat dengan tahap-tahap awal di dalam belajar keterampilan kompleks. Hal tersebut meliputi peniruan dan mencoba-coba. Kecukupan untuk kerja disesuaikan oleh pedidik atau oleh seperangkat kriteria yang sesuai. d) Gerakan Terbiasa Gerakan terbiasa berkaitan erat dengan tindakan untuk kerja gerakan yang telah dipelajari itu telah menjadi biasa dan gerkaan dapat dilakukan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
dengan sangat meyakinkan dan mahir. Hasil belajar pada tingkat ini berkaitan dengan keterampilan untuk kerja dari berbagai tipe, namun polapola gerakannya kurang kompleks dibandingkan dengan tindakan berikutnya yang lebih tinggi. e) Gerakan Kompleks Gerakan kompleks berkaitan erat dengan kemahiran unjuk kerja dari tindakan motorik yang mencakup pola-pola gerakan yang kompleks. Kecakapan ditunjukkan dengan kecepatan, kehalusan, keakuratan, dan yang memerlukan energi minimun. Kategori ini mencakup pemecahan hal-hal yang tidak menentu. Hasil belajar pada tingkat ini mencakup kegiatan motorik yang sangat terkoordinasi. f) Penyesuaian Penyesuaian berkaitan dengan keterampilan yang dikembangkan sangat baik sehingga individu peserta didik dapat memodifikasi pola-pola gerakan sesuai dengan persyaratan-persyaratan baru atau ketika menemui situasi masalah baru. g) Kreativitas Kreativitas mengacu pada penciptaan pola-pola gerakan baru untuk disesuaikan dengan situasi tertentu atau masalah-masalah tertentu. Hasil belajar pada tingkat ini menekankan aktivitas yang didasarkan pada keterampilan yang benar-benar telah dikembangkan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
F. Motivasi Belajar a. Pengertian Motivasi Belajar Istilah motivasi berasal dari kata kerja latin movere yang berarti menggerakkan.
Ide tentang pergerakan tersebut tercermin dalam ide-ide
common sense mengenai motivasi, seperti sebagai sesuatu yang membuat seseorang memulai pengerjaan tugas, menjaga diri seseorang tersebut tetap konsisten mengerjakannya, dan membantunya untuk dapat menyelesaikannya secara sempurna. Schunk (2012: 6) mengungkapkan bahwa motivasi merupakan suatu proses diinisiasikannya dan dipertahankannya aktivitas yang diarahkan pada pencapaian tujuan. Pengertian motivasi tersebut lebih berorientasi pada suatu proses daripada hasil. Motivasi menyangkut berbagai tujuan yang memberikan daya penggerak dan arah bagi tindakan. Pada praksisnya, tujuan bisa jadi tidak dirumuskan secara baik dan mungkin bisa berubah seiring dengan pengalaman. Meskipun demikian, individu yang sedang berproses tersebut menyadari tentang sesuatu yang sedang dia coba untuk dapatkan atau dihindari. Motivasi dituntut dilakukannya aktivitas fisik maupun mental. Aktivitas fisik memerlukan usaha, kegigihan, dan tindakan lainnya yang dapat diamati. Aktivitas mental mencakup berbagai tindakan kognitif seperti perencanaan, penghafalan, pengorganisasian, pemonitoran, pengambilan keputusan, penyelesaian masalah, dan penilaian kemajuan. Sebagian besar aktivitas yang dilakukan oleh para peserta didik diarahkan pada pencapaian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
tujuan pembelajaran mereka. Selain itu, dalam motivasi terdapat proses menginisiasikan dan mempertahankan. Mengawali pencapaian sebuah tujuan merupakan proses penting dan sering kali sulit untuk dilakukan. Hal demikian karena proses tersebut melibatkan pembentukan sebuah komitmen dan pelaksanaan langkah pertama. Namun demikian, proses-proses motivasi sangat penting dalam mempertahankan tindakan. Istilah motivasi tidak dapat terlepas dari kata motif. Sartain (dalam Purwanto, 2007: 60) menyatakan bahwa motif adalah suatu pernyataan yang kompleks. Di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku/ perbuatan ke suat tujuan atau perangsang/ stimulus. Kata motif juga seringkali digantikan dengan kata drive untuk menjelaskan makna yang sama. Sardiman (dalam Aman, 2011: 124) menyatakan bahwa, kata “motif” diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Sartain (dalam Purwanto, 2007) menggunakan kata motivasi dan drive/ motif untuk pengertian yang sama. Menurutnya, pada umumnya suatu motivasi atau dorongan adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu orgnisme yang mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan (goal) atau perangsang (incentice). Tujuan/ goal adalah yang menentukan/ commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
membatasi tingkah laku organisme tersebut. Jika yang ditekankan adalah fakta/ objek yang menarik organisme tersebut, maka yang digunakan adalah istilah perangsang (incentive). Sehubungan dengan hal itu, Siagian (dalam Aman, 2011: 126) mengungkapkan bahwa motivasi merupakan akibat dari interaksi seseorang dengan seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya. Hal tersebut mengakibatkan terdapatnya perbedaan dalam kekuatan motivasi yang ditunjukkan oleh seseorang dalam menghadapi situasi tertentu dibandingkan dengan orang-orang lain yang menghadapi situasi yang sama. Bahkan seseorang akan menunjukkan dorongan tertentu dalam menghadapi situasi yang berbeda dan dalam waktu yang berlainan pula. Motivasi berbeda seseorang dengan orang lain dan dalam diri seseorang pada waktu yang berlainan. Mc. Donald (dalam Yamin, 2007: 217) motivasi adalah perubahan energy dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dari pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi. Perubahan-perubahan dalam motivasi timbul dari perubahanperubahan tertentu secara psikologis. Motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan yang semula merupakan ketegangan psikologis yang berkonversi menjadi suatu emosi. Suasan emosi menimbulkan kelakuan yang bermotif. Motivasi juga ditandai dengan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Pribadi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
yang bermotivasi mengadakan respon-respon yang tertuju kea rah suatu tujuan. Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik yang di dalamnya memuat unsur motivasi sebagai salah satu penggerak prosesnya. Gagne dan Berliner (dalam Anni, 2007: 2) menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman. Sementara itu Morgan (dalam Anni: 2007: 2) mengungkapkan bahwa belajar merupakan perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil dari praktik atau pengamalan. Tidak jauh berbeda, Slavin (dalam Anni, 2007: 2) menyatakan belajar adalah perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman. Aman (2011: 138) menyatakan bahwa motivasi belajar adalah keadaan pada diri peserta didik yang didorong oleh keinginan untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan pembelajaran. Kegiatan-kegiatan tersebut juga menyangkut dorongan untuk menyelesaikan tugas-tugas dan melakukan kegiatan-kegiatan lain secara maksimal sesuai dengan tuntutan program. Senada dengan itu, Yamin (2007: 219) menyatakan bahwa motivasi belajar merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah keterampilan serta pengamalan. Motivasi mendorong dan mengarah minat belajar untuk tercapai suatu tujuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
Dari konsep-konsep tersebut, motivasi belajar dapat diartikan sebagai daya penggerak individu/ peserta didik untuk melakukan perubahan perilaku yang
diimplementasikan
melalui
proses
pembelajaran.
Pembelajaran
merupakan proses sistematis yang memuat serangkaian prosedur untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi belajar mencakup daya gerak peserta didik untuk melewati semua proses sistematis pembelajaran. b. Tujuan dan Fungsi Motivasi Belajar Setiap motif bertalian erat dengan suatu tujuan maupun cita-cita. Semakin berharga tujuan yang ditetapkan maka semakin kuat pula motifnya. Purwanto (2007: 73) menyatakan bahwa secara umum motivasi bertujuan untuk menggerakkan atau mengunggah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan segala sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu. Purwanto (2007: 73) selebihnya menjelaskan bahwa semakin jelas tujuan yang diharapkan atau yang akan dicapai, semakin jelas pula bagaimana tindakan memotivasi itu dilakukan. Tindakan memotivasi akan lebih dapat berhasil jika tujuannya jelas dan disadari oleh orang yang dimotivasi serta sesuai dengan dengan kebutuhan orang yang akan dimotivasi. Oleh karena itu, setiap orang yang akan memberikan motivasi harus mengenal dan memahami benar-benar latar belakang kehidupan, kebutuhan, dan kepribadian orang yang akan dimotivasi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
Purwanto (2012: 70) mengungkapkan beberapa fungsi motivasi sebagai berikut: 1) Motivasi berfungsi sebagai penggerak atau sebagai motor yang memberikan energy (kekuatan) kepada seseorang untuk melakukan tugas; 2) Motivasi mengarahkan tindakan seseorang untuk mencapai tujuan. Hal demikian berarti bahwa motivasi mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu. Semakin jelas tujuan, semakin jelas pula jalan yang akan ditempuh; 3) Motivasi menentukan perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan (sebagai selektor), konsekuensinya adalah tidak melakukan tindakantindakan yang dirasa tidak seperlunya untuk dilakukan. Hamalik (dalam Yamin, 2007: 224) juga mengungkapkan fungsi motivasi sebagai berikut: 1) Mendorong timbulnya kelakukan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi maka tidak akan timbul suatu perbuatan seperti belajar; 2) Motivasi berfungsi sebagai pengarah. Artinya mengarahkan perbuatan kepencapaian tujuan yang diinginkan; 3) Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan. Prinsip-prinsip fungsi motivasi belajar adalah memberikan penguatan, sokongan, arahan pada perilaku yang erat kaitannya dengan prinsip-prinsip dalam
belajar.
Memberikan motivasi kepada commit to user
peserta
didik
berarti
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
memberdayakan efeksi mereka agar dapat melakukan sesuatu, melalui pengutan langsung (eksternal), penguatan pengganti, dan penguatan diri sendiri (Yamin, 2007: 224). Bandura (dalam Yamin, 2007: 232) berpendapat bahwa seseorang belajar tidak ditentukan oleh kekuatan-kekuatan yang datang dari dalam dirinya, atau oleh stimulus-stimulus yang datang dari lingkungan, akan tetapi merupakan interaksi timbal balik dari determinan-determinan individu dan determinan-determinan lingkungan. Belajar merupakan perubahan perilaku seseorang melalui latihan dan pengalaman, motivasi akan memberi hasil yang lebih baik terhadap perbuatan yang dilakukan seseorang. c. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi Belajar Anni (2007: 158) mengungkapkan terdapat enam faktor yang memiliki dampak substansial terhadap motivasi belajar peserta didik yaitu:
1) Sikap Sikap merupakan kombinasi dari konsep, informasi, dan emosi yang dihasilkan di dalam predisposisi untuk merespon orang, kelompok, gagasan, persitiwa, atau objek tertentu secara menyenangkan atau tidak menyenangkan. Sikap memiliki pengaruh kuat terhadap perilaku dan belajar karena dapat membantu peserta didik dalam merasakan dunianya dan memberikan pedoman kepada perilaku yang dapat membantu dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
menjelaskan dunianya. Sikap akan memberikan pedoman dan peluang kepada seseorang untuk mereaksi secara lebih otomatis, serta membuat kehidupan lebih sederhana dan membebaskan seseorang dalam mengatasi unsur-unsur kehidupan sehari-hari yang bersifat unik. Sikap merupakan produk dari kegiatan belajar yang dapat membantu secara personal kerena berkaitan dengan harga diri yang positif. Sikap berada pada diri setiap orang sepanjang waktu dan secara konstan sikap itu mempengaruhi perilaku belajar. 2) Kebutuhan Kebutuhan merupakan kondisi yang dialami oleh individu sebagai suatu kekuatan internal yang memandu peserta didik untuk mencapai tujuan. Perolehan tujuan merupakan kemampuan melepaskan atau mengakhiri perasaan kebutuhan dan tekanan. Kebutuhan berada di dalam jaringan atau memori manusia yang bersifat fisiologis yang dalam konsep belajar dapat diidentifikasikan sebagai kebutuhan untuk berprestasi. Kebutuhan bertindak sebagai kekuatan internal yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan. Pendidik dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta didiknya berdasarkan kebutuhan yang dirasakan oleh mereka. 3) Rangsangan Rangsangan merupakan perubahan di dalam persepsi atau pengalaman dengan lingkungan yang membuat seseorang bersifat aktif. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
Stimulus/ perangsang yang unik akan menarik perhatian setiap orang dan cenderung mempertahankan keterlibatan diri secara aktif terhadap stimulus tersebut. Rangsangan secara langsung membantu memenuhi kebutuhan
belajar
peserta
didik.
Apabila
peserta
didik
tidak
memperhatikan pelajaran, maka sedikit sekali belajar akan terjadi pada diri peserta didik tersebut. Setiap peserta didik memiliki keinginan untuk memelajari sesuatu dan memiliki sikap positif terhadap materi pembelajaran. Pembelajaran yang tidak merangsang mengakibatkan peserta didik yang semula termotivasi untuk belajar pada akirnya menjadi bosan terlibat dalam pembelajaran. 4) Afeksi Konsep afeksi berkaitan dengan pengalaman emosional, kecemasan, kepedulian, dan pemilikan dari individu atau kelompok pada waktu belajar. Tidak ada kegiatan belajar yang terjadi di dalam kekosongan emosional. Peserta didik merasakan sesuatu saat belajar, dan emosi peserta didik tersebut dapat memotivasi perilakunya kepada tujuan. Weiner (dalam Anni, 2007: 163) menyatakan bahwa perasaan di dalam dan pada diri individu dapat memotivasi perilaku. Setiap lingkungan belajar secara konstan dipengarui oleh reaksi emosi peserta didik. Keadaan emosi peserta didik pada kegiatan belajar memiliki pengaruh penting. Pendidik hendaknya memahami bahwa emosi peserta didik bukan hanya memengaruhi perilaku melainkan juga memengaruhi cara berpikirnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
Motivasi dapat menjadi motivator intrinsik. Integritas emosi dan cara berpikir peserta didik dapat memengaruhi motivasi belajar dan menjadi kekuatan terpadu yang positif sehingga akan menimbulkan kegiatan belajar yang efektif. 5) Kompetensi Teori kompetensi mengasumsikan bahwa peserta didik secara alamiah berusaha keras untuk berinteraksi dengan lingkungannya secara efektif. Peserta didik cenderung termotivasi apabila mereka menilai aktivitas belajar secara efektif. Peserta didik yang sedang belajar dan dapat merasakan kemajuan belajarnya merupakan peserta didik yang termotivasi dengan baik untuk melanjutkan usaha belajarnya karena kesadaran kompetensi memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku. Di dalam situasi pembelajaran, rasa kompetensi pada diri peserta didik akan timbul apabila menyadari bahwa pengetahuan atau kompetensi yang diperoleh telah memenuhi standar yang telah ditentukan. Apabila mereka mengetahui merasa mampu terhadap apa yang telah dipelajari, maka akan timbul rasa percaya diri. Hubungan antara kompetensi dan percaya diri adalah saling melengkapi. Kompetensi memberikan peluang pada kepercayaan diri untuk berkembang, dan memberikan dukungan emosional terhadap usaha tertentu dalam menguasai keterampilan dan pengetahuan baru. Perolehan kompetensi dari belajar baru itu selanjutnya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
menunjang kepercayaan diri, yang selanjutnya dapat menjadi faktor pendukung dan motivasi belajar yang lebih luas. 6) Penguatan Penguatan/
reinforcement
merupakan
peristiwa
yang
mempertahankan atau meningkatkan kemungkinan respon. Perilaku seseorang dapat dibentuk kurang lebih sama melalui penerapan penguatan positif atau negatif. Penggunaan peristiwa penguatan yang efektif (memberi apresiasi) dinyatakan sebagai variabel penting di dalam pencancangan pembelajaran. Penguatan positif memiliki peran penting yang menggambarkan konsekuensi atas peristiwa itu sendiri. Peserta didik dalam belajar akan disertai dengan usaha yang lebih besar dan belajar lebih efektif apabila perilaku belajarnya diperkuat secara positif oleh pendidik. Trna (2012) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis inquiry telah terbukti menjadi model pembelajaran yang mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, serta memotivasi peserta didik secara signifikan. Pembelajaran berbasis inquiry menjanjikan bagi peserta diik untuk menjadi lebih produktif, serta memberi mereka kesempatan untuk menikmati proses belajar. Pembelajaran berbasis inquiry merupakan model pembelajaran yang berpendakatan pada aktivitas peserta didik yang mengintegrasikan pemahaman terhadap teori dan pelaksanaan praktek pembelajaran, yang dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
menemukan solusi melalui pengidentifikasian masalah. Peserta didik harus memecahkan masalah, melakukan pembelajaran mandiri, dan bekerja dalam kelompok belajar untuk membuat relasi pembelajaran, mengreasikan dan mengorganisasikan kegiatan belajar untuk kebutuhan masa depan mereka. G. Penelitian yang Relevan Bell (2010) mengungkapkan bahwa pembelajaran berbasis proyek merupakan strategi kunci untuk membentuk pemikir dan pembelajar yang memiliki daya independensi. Peserta didik memecahkan masalah yang terdapat pada dunia nyata sekitar mereka melalui perancangan penyelidikan mereka secara mandiri, merencanakan pembelajaran mereka, mengorganisasikan kegiatan penelitian, dan menerapkan berbagai macam strategi pembelajaran. Studi Bell (2010) yang dilakukan di Inggris dalam tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa peserta didik yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran berbasis proyek mampu meraih nilai yang tinggi dalam ujian nasional. Selain itu, peserta didik secara merata mampu menjawab pertanyaan secara prosedural dengan menerapkan konsep-konsep tertentu sesuai dengan bidang studinya. Dalam pembelajaran berbasis proyek, peserta didik mampu menyelesaikan masalah yang terdapat pada dunia sekitar mereka. Selain itu, peserta didik juga memiliki pemahaman yang solid terhadap konsep dan mereka mampu menunjukkan secara baik hasil tes setelah melakukan serangkaian kegaitan pembelajaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
Markam (dalam Amaral, 2015) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis proyek merupakan model yang mengaitkan antara pengetahuan dan keterampilan peserta didik melalui proses inkuiri tingkat lanjut yang terstruktur dan kompleks, mengajukan pertanyaan otentik, dan membuat desain produk serta tugas. Pembelajaran berbasis proyek sangat cocok ketika peserta didik bekerja dalam tim dalam rangka untuk membuat produk dalam jumlah waktu yang terbatas. Dalam pelaksanaannya, peserta didik disajikan beberapa tema proyek dan diorientasikan untuk mengikuti setiap tahapan-tahapan proyek yang harus dilaksanakan. Barrow (dalam Friesen dan Scott, 2013) menyatakan bahwa pembelajaran inkuri dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan memberi alasan secara saintifik.
Pembelajaran inkuiri secara saintifik
diselenggarakan melalui tahapan, 1) mengidentifikasi pertanyaan dan konsep yang akan memandu kegiatan investigasi, 2) mendesain dan melakukan investigasi saitifik, 3) menggunakan teknologi yang tepat untuk menunjang kegiatan pembelajaran, 4) memformulasikan dan merevisi penjelasan model saintifik dengan menggunakan logika dan bukti, 5) mengenali dan menganalisis penjelasan alternative dan model, 6) mengomunikasikan dan mempertahankan argument saintifik. Hattie (dalam Friesen dan Scott, 2013) Pengajaran berbasis inkuiri adalah seni dalam pengembangan situasi menantang dimana peserta didik diminta untuk mengamati dan mempertanyakan fenomena, mempertunjukkan penjelasan dari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
apa yang telah mereka amati, mempersiapkan dan melakukan eksperimen untuk mengumpulkan data, menganalisis data, merumuskan simpulan. Shymansky, Hedges, dan Woodsworth (dalam Friesen dan Scott, 2013) menemukan bahwa pembelajaran inkuiri membantu peserta didik untuk meningkatkan kompetensi dalam proses saintifik. Pembelajaran inkuiri memiliki efek positif terhadap pengembangan minat dan poteni peserta didik. Friesen dan Scott (2013) menyimpulkan bahwa pembelajaran berbasis inkuiri secara positif memengaruhi kemampuan peserta didik untuk memahami konsep inti dan prosedur. Pembelajaran inkuiri juga membuat lingkungan belajar menjadi lebih hidup. Widiyanti (2011) melakukan penelitian tentang perbedaan pengaruh penerapan metode pembelajaran kooperatif dan metode ceramah terhadap pencapaian prestasi belajar sejarah di SMA Taruna Nusantara Magelang. Saran yang diajukan berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan adalah metode pembelajaran ceramah digunakan oleh pendidik untuk menyampaikan informasi kognitif tingkat tinggi, sedangkan metode pembelajaran kooperatif digunakan oleh pendidik untuk mengembangkan keterampilan sosial peserta didik. Selain itu, perlu penerapan metode-metode pembelajaran inovatif yang sekiranya dapat menunjang prestasi belajar peserta didik. Wahyuni (2012) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan minat peserta didik selama mengikuti pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat melatih peserta didik untuk terbiasa berpikir memahami konsep, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
berpikir kritis, dan mandiri. Peserta didik dapat belajar untuk menjalankan tanggung jawab atas apa yang menjadi kewajibannya selama proses pembelajaran sehingga dapat menemukan makna belajar. Senada dengan itu, Dawamuddin (2014) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan keefektivan peserta didik dalam proses belajar, sikap positif, dan respon peserta didik. Selain itu, peserta didik juga lebih memungkinkan untuk terjadi peningkatan pada penguasaan konsep-konsep materi yang diajarkan. H. Kerangka Pikir 1. Perbedaan Pengaruh antara Model Project Based Learning dan Inquiry Learning terhadap Hasil Belajar Pendidikan Pancasila Bahasan Mempertahankan dan Mengisi Kemerdekaan RI masa 1945-1949 Tujuan utama pembelajaran adalah membelajarkan peserta didik. Peserta didik dewasa ini bukan merupakan objek dalam pembelajaran tetapi subjek dalam pembelajaran. Peran pendidik tidak hanya sebagai satu-satunya sumber belajar bagi peserta didik. Pembelajaran adalah proses mengatur lingkungan yang melibatkan seluruh komponen yang ada di dalamnya. Model Project Based Learning dan model Inquiry Learning merupakan dua model pembelajaran yang berpusat pada aktivitas peserta didik. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik merupakan paradigma pembelajaran saat ini yang menuntut optimalisasi berbagai komponen proses pembelajaran. Tujuan merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pembelajaran. Hal itu terkait dengan pencapaian yang akan didapatkan setelah menjalani proses pembelajaran. Isi/ materi pembelajaran merupakan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
komponen yang berperan untuk memberikan bekal kepada peserta didik terkait keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki. Metode merupakan komponen yang memiliki peran penting dimana materi perkuliahan disampaikan dengan berbagai macam cara agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien. Media pembelajaran adalah perantara pembawa pesan pembelajaran yang memerlukan keterampilan khusus dalam penggunaannya. Evaluasi merupakan komponen terakhir dalam system proses pembelajaran. Evaluasi bukan saja berfungsi untuk melihat keberhasilan peserta didik dalam proses pembelajaran, tetapi juga berfungsi sebagai umpan balik bagi pendidik atas kinerjanya dalam pengelolaan pembelajaran. 2. Perbedaan Pengaruh Motivasi Belajar Tinggi dengan Motivasi Belajar Rendah terhadap Hasil Belajar Pendidikan Pancasila Bahasan Mempertahankan dan Mengisi Kemerdekaan RI masa 1945-1949 Pembelajaran yang berpusat pada aktivitas peserta didik memiliki kekuatan untuk menggerakkan motivasi belajar. Hal demikian karena peserta didik diberi kesempatan secara maksimal untuk menjadi partisipan aktif dalam pembelajaran. Peserta didik sebagai partisipan aktif dalam pembelajaran akan menjadikan mereka menjadi subjek pembelajaran. Motivasi belajar yang tinggi akan berdampak pada kegiatan instruksional yang maksimal. Kaitannya dengan hal itu, segala strategi serta metode pembelajaran yang dilakukan dapat berjalan dengan baik. Pembelajaran optimal yang berpusat pada aktivitas peserta didik akan menghasilkan makna yang mendalam bagi peserta didik. Hasil belajar yang dicapai melalui model Project Based Learning dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
model Inquiry Learning merupakan pencapaian pembelajaran yang akan membantu peserta didik mencapai hasil belajar yang optimal. Motivasi peserta didik merupakan modal penting untuk melakukan aktivitas belajar. Motivasi belajar pada peserta didik yang dalam hal ini mahasiswa tidak hanya digerakkan oleh peserta didik sendiri namun membutuhkan peran dari pihak eksternal yang dalam hal ini adalah pendidik/ dosen. Pendidik dalam perspektif baru pembelajaran tidak hanya berperan sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. Pendidik yang baik haruslah mampu menyediakan akses yang baik bagi peserta didik untuk menemukan sendiri sumber belajarnya yang menjadi kebutuhan mereka. Proses menemukan sumber belajar secara mandiri akan memungkinkan untuk mewujudkan pembelajaran yang bermakna. Keberadaan pihak eksternal yang dalam hal ini pendidik/ dosen diperlukan sebagai fasilitator dalam pembelajaran sekaligus pemantik motivasi peserta didik. 3. Interaksi antara Model Project Based Learning dan Inquiry Learning dengan Hasil Belajar Peserta Didik Pendidikan Pancasila Bahasan Mempertahankan dan Mengisi Kemerdekaan RI masa 1945-1949 Hasil belajar merupakan indikator capaian suatu proses yang diorganisasikan
secara
sistematis.
Pembelajaran
yang
ideal
adalah
pembelajaran yang berbasis pada kebutuhan peserta didik baik secara internal maupun eksternal yang kemudian secara gayung bersambut diolah melalui peran pendidik melalui optimalisasi perannya. Peserta didik dewasa ini bukan lagi sekedar sebagai objek dalam pembelajaran, namun juga sebagai subjek commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
pembelajaran. Pendidik dalam kaitannya dengan itu tidak dibenarkan berperan sebagai satu-satunya pihak yang melakukan monopoli dalam pembelajaran. Model Project Based Learning dan Inkuiry Learning merupakan model pembelajaran yang berpusat pada aktivitas peserta didik yang menuntut konsekuensi logis memosisikan mereka sebagai subjek belajar. Pendidik perlu mengorganisasikan secara baik agar dalam prosesnya membuahkan hasil belajar yang diharapkan. Motivasi peserta didik merupakan faktor internal yang perlu diberdayakan secara maksimal yang dimanifestasikan melalui kegiatan-kegiatan yang dapat memobilisasi mereka untuk belajar.Kerangka pikir dalam penelitian ini secara lebih ringkas disajikan dalam bagan alur sebagai berikut: Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir Penelitian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
I. Hipotesis Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dideskripsikan sebelumnya, hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Terdapat perbedaan pengaruh model Project Based Learning dan model Inquiry Learning terhadap hasil belajar Pendidikan Pancasila Bahasan Mempertahankan dan Mengisi Kemerdekaan Republik Indonesia Masa 19451949. Model Project Based Learning menimbulkan hasil belajar yang lebih baik daripada model Inquiry Learning. Model Project Based Learning memiliki keragaman aktivitas yang berdampak pada proses yang lebih mendukung untuk terwujudnya kondisi belajar yang ideal. Kondisi belajar yang ideal akan berdampak pada hasil belajar yang baik. b. Terdapat perbedaan pengaruh motivasi belajar tinggi dan motivasi belajar rendah terhadap hasil belajar Pendidikan Pancasila Bahasan Mempertahankan dan Mengisi Kemerdekaan Republik Indonesia Masa 1945-1949. Mahasiswa yang memiliki motivasi belajar tinggi mempunyai hasil belajar yang lebih baik daripada mahasiswa yang memiliki motivasi belajar rendah akan berpengaruh terhadap hasil belajar. c. Terdapat pengaruh interaksi antara penggunaan model Project Based Learning dan model Inquiry Learning dengan motivasi belajar terhadap hasil Pendidikan Pancasila Bahasan Mempertahankan dan Mengisi Kemerdekaan Republik Indonesia Masa 1945-1949. Model pembelajaran yang mampu menggerakkan peserta didik sebagai partisipan aktif dalam pembelajaran akan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
dapat membangkitkan motivasi belajar. Motivasi belajar peserta didik berhubungan dengan capaian/ hasil belajar sesuai dengan kapasitas/ kemampuan masing-masing peserta didik.
commit to user