BAB II KAJIAN TEORI
A. Tahap-tahap Berpikir van Hiele Pierre van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof adalah sepasang suami-istri bangsa Belanda yang mengabdi sebagai guru matematika di negaranya. Pada tahun 1957 mereka berhasil mempertahankan disertasinya tentang pengajaran geometri. Disertasi–disertasi itu ditulis berdasarkan hasil penelitian di lapangan. Mereka menemukan antara lain: tahap-tahap berpikir dalam belajar geometri, sifat-sifat yang berkaitan dengan tahap-tahap berpikir dalam belajar geometri, dan tahaptahap urutan pembelajaran geometri. Penelitian yang dilakukan van Hiele menyatakan perkembangan kognitif siswa dalam memahami geometri. Menurut Piere van Hiele dan Dina van Hiele– Geldof dalam belajar geometri seseorang akan melalui lima tahapan hierarkis (van de Walle, 2002; Aisyah 2006; Pitajeng 2006; Idris, 2005, Idris, 2008). Lima tahapan tersebut adalah: tahap 0 pengenalan (visualisasi), tahap 1: analisis (analysis), tahap 2: deduksi informal, tahap 3: deduksi (deduction) dan tahap 4: Ketepatan (rigor). Siswa yang didukung dengan pengalaman pengajaran yang tepat, akan melewati lima tahapan tersebut, dimana siswa tidak dapat mencapai satu tahapan pemikiran tanpa melewati tahapan sebelumnya. Setiap tahap menunjukkan proses berpikir yang digunakan seseorang dalam belajar konsep geometri. Menurut van Hiele (dalam van de Walle, 2002) tahap–tahap berpikir tersebut diuraikan sebagai berikut: Tahap 0: Pengenalan (visualisasi). Obyek–obyek pikiran pada tahap 0 berupa bentuk–bentuk dan bagaimana “rupa” mereka. Siswa pada tahap awal ini mengenal dan menamakan bentuk–bentuk berdasarkan pada karakteristik luas dan tampilan dari bentuk-bentuk tersebut. Siswa mampu membuat pengukuran dan bahkan berbicara tentang sifat–sifat bentuk, tetapi sifat–sifat itu tersebut tak terpisahkan dari wujud yang sebenarnya. Sebagai contoh, sebuah bujur sangkar dikatakan seperti bujur sangkar karena “terlihat seperti bujur sangkar”. Wujud/tampilan begitu dominan pada tahapan ini, wujud/tampilan dapat menentukan sifat–sifat dari suatu bentuk. Berdasarkan pada tampilan bentuk, siswa mampu meninjau apakah bentuk–bentuk tersebut serupa atau berbeda. Hasil pemikiran pada tahap 0 adalah kelas–kelas atau kelompok–kelompok dari bentuk– bentuk yang terlihat “mirip”. Karakteristik yang muncul pada tahap ini adalah siswa mengidentifikasi, memberi nama, membandingkan dan mengoperasikan gambargambar geometri berdasarkan penampakannya (Bekti, 2012). Tahap 1: Analisis (analysis). Obyek–obyek pemikiran pada tahap 1 berupa kelompok bentuk bukan bentuk–bentuk individual. Siswa pada tahap analisis ini dapat menyatakan semua bentuk dalam golongan selain bentuk satuannya. Saat 5
memfokuskan pada golongan bentuk, siswa dapat berpikir tentang bagaimana sebuah persegi panjang terbentuk (empat sisi, sisi–sisi berlawanan yang sejajar, sisi–sisi berlawanan yang sama panjang, empat sudut siku–siku, diagonal–diagonal yang kongruen, dsb). Pada tahap ini, siswa mulai mengerti bahwa sebuah kumpulan bentuk tergolong serupa berdasarkan sifat/ciri–cirinya. Siswa juga diminta untuk menyebutkan sifat–sifat dari bentuk sebanyak yang mereka tahu. Hasil pemikiran pada tahap 1 adalah sifat–sifat dari bentuk. Karakteristik yang muncul pada tahap ini adalah siswa menganalisis bangun berdasarkan sifat-sifat dari komponen dan hubungan antar komponen, menyusun sifat-sifat pada sebuah kelas bangun-bangun secara nyata, dan menggunakan sifat-sifat tersebut untuk memecahkan persoalan (Bekti, 2012). Tahap 2: Deduksi Informal. Obyek pemikiran pada tahap 2 adalah sifat–sifat dari bentuk. Siswa mulai dapat berpikir tentang sifat–sifat obyek tertentu, mereka dapat membuat hubungan diantara sifat–sifat itu. “Jika keempat sudut adalah sikusiku, bangun tersebut sudah pasti persegi panjang. Jika bentuknya persegi, semua titik sudutnya sudah pasti siku–siku. Jika bentuknya persegi, bangun tersebut juga merupakan persegi panjang”. Sebagai contoh, persegi panjang merupakan jajargenjang dengan sudut siku–siku. Siswa pada tahap 2 ini akan dapat mengikuti dan mengapresiasi pendapat–pendapat informal, deduktif tentang bentuk dan sifat–sifatnya. Hasil pemikiran pada tahap 2 adalah hubungan di antara sifat–sifat obyek geometri. Karakteristik yang muncul pada tahap ini adalah siswa merumuskan dan menggunakan definisi, memberikan argumen informal, mengikuti dan memberikan argumen secara deduktif (Bekti, 2012). Tahap 3: Deduksi. Obyek pemikiran pada tahap 3 berupa hubungan diantara sifat–sifat obyek geometri. Pada tahap 3, siswa mampu meneliti bukan hanya sifat–sifat bentuk saja. Pemikiran mereka sebelumnya telah menghasilkan dugaan mengenai hubungan antar sifat–sifat. Apakah perkiraan ini tepat? Apakah itu semua “benar”? Ketika analisis pendapat informal ini berlangsung, struktur sebuah sistem lengkap dengan aksioma, definisi, teorema, efek dan postulat mulai berkembang dan dapat dihargai sebagai alat dalam pembentukan kebenaran geometri. Seorang siswa pada tahap 3 dapat dengan jelas mengamati bahwa garis diagonal dari sebuah persegi panjang saling berpotongan, sebagaimana siswa pada tahap yang lebih rendah pun dapat melakukannya. Pada tahap 3, terdapat apresiasi akan kebutuhan untuk membuktikannya berdasarkan serangkaian pendapat deduktif. Hasil pemikiran pada tahap 3 berupa sistem–sistem deduktif dasar dari geometri. Karakteristik yang muncul pada tahap ini adalah siswa menetapkan dalam sistem postulational, teorema dan hubungan antara jaringan teorema (Bekti, 2012). Tahap 4: Ketepatan (rigor). Obyek–obyek pemikiran pada tahap 4 berupa sistem–sistem deduktif dasar dari geometri. Pada tahap teratas dalam tahapan van Hiele, obyek–obyek perhatian adalah sistem dasarnya sendiri, bukan hanya penyimpulan dalam sistem. Terdapat sebuah apresiasi akan perbedaan dan hubungan antara berbagai sistem dasar. Sebagai contoh, geometri bola 6
berdasarkan garis-garis yang tergambar pada bola bukannya pada bidang atau ruang biasa. Geometri ini memiliki rangkaiannya sendiri akan aksioma atau teorema. Secara umum ini adalah tahapan mahasiswa jurusan matematika yang mempelajari geometri sebagai cabang dari ilmu matematika. Hasil pemikiran pada tahap 4 berupa perbandingan dan perbedaan di antara berbagai sistem-sistem geometri dasar. Menurut Burger (dalam Bekti, 2012) karakteristik yang muncul pada tahap ini adalah siswa menilai penyelidikan dari bermacam-macam sistem aksioma dan logika. Juga dapat memberi alasan dalam cara yang sangat tepat dengan sistem yang bermacam-macam. Hubungan dari tahap–tahap berpikir van Hiele diilustrasikan oleh (Van de Walle , 2002) pada gambar berikut:
Gambar 2.1 Tahap-Tahap Berpikir Geometri van Hiele
Selain mengemukakan mengenai tahap–tahap perkembangan kognitif dalam memahami geometri, van Hiele (dalam Aisyah dkk, 2007) juga mengemukakan beberapa teori berkaitan dengan pembelajaran geometri. Teori yang dikemukakan van Hiele antara lain adalah sebagai berikut: 1. Tiga unsur yang utama pada pembelajaran geometri yaitu waktu, materi pembelajaran dan metode penyusun yang apabila dikelola secara terpadu dapat mengakibatkan meningkatnya kemampuan berpikir siswa kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap yang sebelumnya. 2. Bila dua orang yang mempunyai tahap berpikir berlainan satu sama lain, kemudian saling bertukar pikiran maka kedua orang tersebut tidak akan mengerti. Sebagai contoh, seorang siswa tidak mengerti mengapa gurunya membuktikan bahwa jumlah sudut-sudut dalam sebuah jajargenjang adalah 360°, misalnya siswa tersebut berada pada tahap pengurutan ke bawah. Menurut siswa pada tahap yang disebutkan, pembuktiannya tidak perlu sebab sudah jelas bahwa jumlah sudut-sudutnya adalah 360°. Contoh lain, seorang siswa yang berada pada tahap kedua atau tahap analisis, tidak mengerti apa 7
yang dijelaskan gurunya bahwa kubus itu adalah balok, belahketupat itu layanglayang. Gurunya pun sering tidak mengerti mengapa siswa yang diberi penjelasan tersebut tidak memahaminya. Menurut van Hiele seorang siswa yang berada pada tahap yang lebih rendah tidak mungkin dapat mengerti atau memahami materi yang berada pada tahap yang lebih tinggi dari siswa tersebut. Walaupun siswa tersebut dipaksakan untuk memahaminya, siswa itu baru bisa memahami melalui hafalan saja bukan melalui pengertian. 3. Agar mendapatkan hasil belajar yang diinginkan, yaitu siswa dapat memahami konsep geometri dengan penuh pemahaman, pembelajaran harus sesuai dengan tingkat perkembangan siswa atau sesuai dengan tahap berpikirnya. Setiap tahap dalam teori van Hiele menunjukkan karakteristik proses berpikir siswa dalam geometri dan pemahamannya dalam konteks geometri. Kualitas pengetahuan siswa tidak ditentukan oleh akumulasi pengetahuannya, tetapi lebih ditentukan oleh tahap berpikir yang digunakan, (Ferdianto, 2010). B. Deskriptor Tahapan Berpikir van Hiele Fuys (dalam Bekti, 2012) mengemukakan deskriptor penentu tahap berpikir siswa menurut teori van Hiele. Untuk tahap 0, pengenalan (visualisasi) sebagai berikut: 1. Siswa mengidentifikasi hal-hal tentang suatu bentuk melalui penampakannya secara keseluruhan. 2. Siswa mengkonstruksi, manggambar atau menyalin sebuah bentuk. 3. Siswa memberi nama atau memberi lebel bangun dan konfigurasi yang lain menggunakan nama-nama standart dan atau non standart yang cocok. 4. Siswa membandingkan dan memilah bentuk-bentuk berdasarkan penampakannya secara keseluruhan. 5. Secara verbal siswa mendeskripsikan bangun dengan penampakannya secara keseluruhan. 6. Dalam memecahkan persoalan rutin, siswa cenderung menggunakan operasi pada bentuk-bentuk daripada menggunakan sifat yang diterapkan secara umum. 7. Siswa mengidentifikasi bagian-bagian bangun, tetapi: a. Tidak menganalisis bangun tersebut berdasar sifat dari komponennya. b. Tidak berpikir sifat-sifat sebagai ciri dari suatu bangun. c. Tidak membuat generalisasi mengenai bentuk-bentuk atau menggunakan bahasa hubung. Untuk tahap 1, analisis (analysis) sebagai berikut: 1. Siswa mengidentifikasi dan menguji hubungan antar komponen bangunbangun (misalnya kekongruenan dari sisi yang berhadapan pada sebuah jajargenjang). 2. Siswa mengingat dan menggunakan dengan tepat istilah untuk komponen dan hubungan antar komponen .
8
3a. Siswa membandingkan dua bentuk berdasarkan hubungan antara komponenkomponennya. b. Siswa memilah bentuk-bentuk dalam berbagai cara berdasar sifat-sifat tertentu, termasuk memilah contoh dan bukan contoh pada sebuah kelas. 4a. Siswa menginterpretasikan dan menggunakan deskripsi verbal tentang bangun dalam istilah sifat-sifatnya dan menggunakan deskripsi itu untuk menggambarkan atau mengkonstruksi bangun. b. Siswa menginterpretasikan pernyataan verbal atau simbolik tentang aturanaturan dan menerapkannya. 5. Siswa menemukan sifat-sifat bangun khusus secara nyata dan menggeneralisasikan sifat itu untuk kelas dari bangun tersebut. 6a. Siswa mendeskripsikan kelas bangun dalam istilah sifatnya. b. Siswa menyatakan bentuk dari sebuah bangun berdasarkan sifat tertentu yang diberikan. 7. Siswa mengidentifikasi sifat yang digunakan untuk mengkarakterisasi satu kelas bangun adalah kelas bangun yang lain dan membandingkan kelas-kelas bangun dengan sifatnya. 8. Siswa menemukan sifat-sifat kelas bangun yang tidak biasa dikenal. 9. Siswa memecahkan masalah geometri dengan menggunakan sifat bangun yang diketahui atau melalui wawasan yang mendalam. 10. Siswa merumuskan dan menggeneralisasikan sifat-sifat bangun (diarahkan oleh guru/materi atau secara spontan dari dirinya sendiri) dan menggunakan bahasa hubung (contoh: semua, setiap, tidak ada), tetapi a. Tidak menjelaskan bagaimana sifat-sifat tertentu sebuah bangun saling berhubungan; b. Tidak merumuskan dan menggunakan definisi formal; c. Tidak menjelaskan hubungan subkelas diluar pengecekan contoh-khusus pada sifat yang telah terdaftar. d. Tidak mengusahakan keperluan untuk bukti atau keterangan logika pada generalisasi yang ditemukan secara nyata dan tidak menggunakan bahasa hubung (misalnya: jika-maka, karena) secara tepat. Untuk tahap 2, pengurutan/deduksi informal sebagai berikut: 1a. Siswa mengidentifikasi perbedaan kumpulan sifat yang mengkarakteristikkan sebuah kelas dari bangun dan memeriksa bahwa hal tersebut sudah cukup. b. Siswa mengidentifikasi kumpulan sifat minimum yang dapat dipakai untuk mengkarakteristikkan sebuah bangun. c. Siswa merumuskan dan menggunakan definisi untuk kelas bangun. 2. Siswa memberikan alasan informal (menggunakan diagram, potongan bangun yang dapat dilipat atau materi lain). a. Menggambarkan sebuah kesimpulan dari informasi yang diberikan mengambil kesimpulan dengan menggunakan hubungan logika. b. Mengurutkan kelas-kelas bentuk. c. Mengurutkan dua sifat. 9
d. Menemukan sifat baru dengan deduksi. e. Menghubungkan beberapa sifat dalam sebuah silsilah. 3. Siswa memberikan argumen deduktif informal a. Mengikuti sebuah argumen deduktif dan dapat memberikan bagian-bagian dari argumen. b. Memberi sebuah kesimpulan atau variasi dari sebuah argumen deduktif. c. Memberi argumen deduktif berdasarkan pendapatnya sendiri. 4. Siswa memberikan lebih dari satu keterangan untuk membuktikan sesuatu dan memberi penjelasan tersebut dengan menggunakan silsilah. 5. Siswa mengenal perbedaan antara pernyataan dan konversnya secara informal. 6. Siswa mengidentifikasi dan menggunakan strategi atau alasan dengan wawasan yang mendalam untuk menyelesaikan masalah. 7. Siswa mengenal peran argumen deduktif dan pendekatan masalah secara deduktif, tetapi: a. Tidak berpegang pada pengertian deduktif dalam sebuah sistem aksioma (misalnya tidak melihat keperluan untuk definisi dan asumsi dasar). b. Tidak membedakan secara formal antara pernyataan dan konversnya c. Belum bisa membangun antar hubungan antar jaringan kerja dari teorema. Untuk tahap 3, deduksi sebagai berikut: 1. Mengakui kebutuhan istilah yang tidak didefinisikan, definisi dan dasar asumsi tertentu (misalnya, postulat). 2. Mengakui karakteristik definisi formal (misalnya, kondisi perlu dan cukup) dan kesetaraan definisi. 3. Membuktikan dalam sebuah hubungan pengaturan aksiomatik yang dijelaskan secara informal. 4. Membuktikan hubungan antara teorema dan pernyataan terkait (misalnya konvers, invers, kontrapositif). 5. Menetapkan keterkaitan antara jaringan teorema. 6. Membandingkan dan mengkontraskan bukti yang berbeda dari teorema. 7. Meneliti efek dari perubahan definisi awal, atau postulat dalam suatu urutan logika. 8. Menetapkan prinsip umum yang menyatukan beberapa dalil yang berbeda. 9. Menciptakan bukti dari set aksioma sederhana sering menggunakan model untuk mendukung argumen. 10. Memberikan argumen deduktif formal tetapi tidak menyelidiki axiomatics sendiri atau membandingkan sistem aksioma. Untuk tahap 4, Ketepatan (rigor) sebagai berikut: 1. Siswa secara rigor membangun teorema dalam sistem aksiomatik yang berbeda. 2. Siswa membandingkan sistem aksiomatik (misal, geometri Euclides dan nonEuclides); secara spontan menggali bagaimana mengubah aksioma dalam mempengaruhi hasil geometri.
10
3. Siswa membangun secara konsisten kumpulan aksioma, kebebasan suatu aksioma dan ekivalensi perbedaan kumpulan aksioma, mengkreasikan suatu sistem aksiomatik untuk suatu geometri. 4. Siswa menemukan metode umum untuk menyelesaikan kelas-kelas masalah. 5. Siswa mencari konteks yang lebih luas untuk teorema/prinsip matematika yang akan diaplikasikan. 6. Siswa melakukan studi yang lebih dalam dari logika untuk mengembangkan pengertian baru dan pendekatan untuk inferensi logis. C. Pembelajaran Geometri Berbasis Teori van Hiele Pembelajaran geometri berbasis teori van Hiele adalah pembelajaran yang dalam bagian kegiatan inti dilaksanakan fase van Hiele yang terdiri atas 5 fase, informasi, orientasi, penjelasan, orientasi bebas dan integrasi. Kelima fase tersebut dijelaskan oleh van Hiele (dalam Aisyah dkk, 2007) sebagai berikut: 1. Fase Informasi Pada awal tahap ini, guru dan siswa menggunakan tanya jawab dan kegiatan tentang obyek–obyek yang akan dipelajari pada tahap berpikir siswa. Pada hal ini obyek yang dipelajari adalah sifat komponen dan hubungan antar komponen bangun–bangun segiempat. Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sambil melakukan observasi. Tujuan dari kegiatan ini adalah: (1) guru mempelajari pengalaman awal yang dimiliki siswa tentang topik yang dibahas, (2) guru mempelajari petunjuk yang muncul dalam rangka menentukan pembelajaran selanjutnya yang akan diambil. 2. Fase Orientasi Siswa menggali topik–topik yang dipelajari melalui alat–alat yang dengan cermat telah disiapkan guru. Aktivitas ini akan berangsur–angsur menampakkan kepada siswa struktur yang memberi ciri–ciri sifat komponen dan hubungan antar komponen suatu bangun segiempat. Alat ataupun bahan dirancang menjadi tugas pendek sehingga dapat mendatangkan respon khusus. 3. Fase Penjelasan Berdasarkan pengalaman sebelumnya, siswa menyatakan pandangan yang muncul mengenai struktur yang diobservasi. Di samping itu, untuk membantu siswa menggunakan bahasa yang tepat dan akurat, guru memberi bantuan sesedikit mungkin. Hal tersebut berlangsung sampai sistem hubungan pada tahap berpikir mulai tampak nyata. 4. Fase Orientasi Bebas Siswa menghadapi banyak tugas-tugas yang kompleks berupa tugas yang memerlukan banyak langkah, tugas yang dilengkapi dengan banyak cara dan tugas yang open–ended. Siswa memperoleh pengalaman dalam menemukan cara mereka sendiri, maupun dalam menyelesaikan tugas-tugas. Melalui orientasi di antara para siswa dalam bidang investigasi, banyak hubungan antar obyek menjadi jelas.
11
5. Fase Integrasi Siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari. Guru dapat membantu siswa dalam membuat sintesis ini dengan melengkapi survey secara global terhadap apa yang telah dipelajari. Hal ini penting, tetapi kesimpulan ini tidak menunjukkan sesuatu yang baru. Pada akhir fase kelima ini siswa mencapai tahap berpikir yang baru. Siswa siap untuk mengulangi fase– fase belajar pada tahap sebelumnya. Van Hiele menyatakan bahwa kemajuan dari satu tahap berpikir ke tahapan selanjutnya melibatkan kelima fase tersebut. Guru juga mempunyai peranan yang penting dalam keberhasilan pembelajaran geometri berbasis Teori van Hiele ini. Ada beberapa karakter pada fase pembelajaran van Hiele, yaitu: 1. Rangkaian urutan (Sequential) Memperhatikan tahap berpikir geometri siswa yang harus maju dari satu tahap ke tahap berikutnya, maka para pengajar dapat menyusun langkah pembelajaran sesuai dengan tahap berpikir geometri siswa. 2. Pengembangan (Advancement) Kemajuan tahap berpikir geometri siswa dari satu tahap ke tahap berikutnya, sangat bergantung pada hasil pembelajaran dengan lima fase pembelajaran van Hiele, bukan tergantung pada usia. Tidak ada metode pembelajaran yang memperbolehkan siswa untuk melompati tahapan berikutnya tanpa melalui tahapan sebelumnya. 3. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik (Intrinsic and Extrinsic) Objek dan sifat-sifat berikutnya yang dipahami pada satu tahap menjadi obyek pada tahap berikutnya. Pada tahap pengenalan (visualisasi) hanya sosok bentuk yang dipahami. Sosok bentuk tersebut dipertimbangkan oleh sifat-sifatnya tetapi tidak kepada tahap analisis, sosok bentuk tersebut dianalisis sehingga tiap komponen dan sifat-sifatnya ditemukan pada tahap berikutnya. 4. Kebahasaan (Linguistics) Setiap tahap berpikir geometri mempunyai lambang dan bahasa masing-masing, mempunyai sistem hubungan antar lambang itu. Hubungan yang benar pada satu tahap, mungkin dimodifikasi pada tahap yang lain. Sebagai contoh, sebuah persegi adalah juga persegi panjang (dan juga merupakan jajargenjang). 5. Ketaksepadanan (Mismatch) Jika siswa berada pada satu tahap berpikir geometri tertentu dan pembelajaran pada tahap yang lain, minat dan kemajuan belajar mungkin tidak akan terjadi. Secara khusus terutama jika guru, bahan ajar, kosakata, dll berada pada tahap yang lebih tinggi dari pembelajaran, maka siswa tidak akan mengikuti tahap berpikir yang sedang digunakan Tahap suatu kegiatan dapat dibuat bervariasi, meskipun untuk materi yang sama. Hal ini merupakan tipe pemikiran yang harus dilakukan siswa yang ingin membuat suatu perbedaan dalam pembelajaran, bukan dalam materi khusus. Menurut van Hiele (dalam van de Walle, 2002) terdapat kegiatan–kegiatan 12
pengajaran yang tepat untuk setiap tiga tahap awal. Berikut diuraikan kegiatan– kegiatan tersebut yang pada penelitian ini membahas tentang geometri segiempat meliputi: Pengajaran pada tahap 0. Kegiatan pengajaran dalam geometri yang tepat untuk tahap 0 berupa: 1. Meliputi berbagai pemilihan dan pengelompokkan. Meninjau bagaimana bentuk dapat serupa atau berbeda adalah fokus utama pada tahap 0. Ketika siswa belajar lebih banyak materi, jenis benda-benda yang mereka perhatikan akan lebih rumit. 2. Mengandung keragaman contoh bentuk yang cukup sehingga fitur–fitur yang tidak relevan tetap penting. Pengajaran pada tahap 1. Kegiatan pengajaran dalam geometri yang tepat untuk tahap 1 berupa: 1. Berfokus lebih pada sifat–sifat bentuk daripada identifikasi sederhana. Ketika konsep geometri yang baru telah dipelajari, jumlah sifat–sifat dari bentuk dapat dikembangkan. 2. Terapkan ide–ide ke seluruh kelompok bentuk (contoh semua persegi panjang) daripada model–model bentuk per individu. Pengajaran pada tahap 2. Kegiatan pengajaran dalam geometri yang tepat untuk tahap 2 berupa: 1. Dorong pembuatan dan pengujian hipotesis atau perkiraan “Apakah hal tersebut akan berlaku setiap saat?”. 2. Periksa sifat–sifat bentuk untuk menentukan kondisi yang diperlukan untuk berbagai bentuk atau konsep. 3. Gunakan bahasa deduksi informal: semua, beberapa, tidak satupun, jika..maka, bagaimana jika, dsb. 4. Dorong siswa untuk mencari bukti–bukti alternatif. D. Geometri Segiempat Menurut kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006) Standar Kompetensi SD yang membahas tentang geometri dan pengukurannya tentang pokok bahasan bangun datar menyimpulkan bahwa geometri dan pengukurannya adalah bagian yang penting dari standar kompetensi di SD. Pada penelitian ini, peneliti membahas bangun datar kelompok segiempat. Segiempat merupakan materi yang tergolong dasar bagi siswa, namun siswa masih merasa kesulitan untuk memahaminya (Yadil, 2009). Agar lebih memahami materi segiempat, maka materi ini disajikan dalam bentuk peta konsep (Pitajeng, 2006).
13
Dasar penyusunan peta konsep di atas adalah: 1. Bangun–bangun tersebut merupakan segiempat karena dibentuk oleh empat garis dan mempunyai empat sudut. 2. Segiempat terbagi menjadi tiga bagian atau komponen utama yaitu trapesium, jajargenjang dan layang–layang. 3. Jajargenjang merupakan belahketupat yang mempunyai dua sisi berhadapan sama panjang. 4. Persegi panjang merupakan jajargenjang yang keempat sudutnya siku–siku. 5. Belahketupat merupakan jajargenjang yang keempat sisinya sama panjang. 6. Persegi merupakan persegi panjang yang keempat sisinya sama panjang. 7. Persegi merupakan belahketupat yang keempat sudutnya siku–siku. Berdasarkan penyusunan peta konsep di atas dapat disimpulkan bahwa segiempat bukan hanya persegi, tetapi segiempat mempunyai banyak hubungan dengan bangun–bangun lainnya. Diharapkan melalui peta konsep tersebut, siswa dapat menyelidiki hubungan segiempat dengan bangun–bangun lainnya berdasarkan kesamaan sifat dan unsur–unsur pembentuknya, sehingga memudahkan siswa untuk memahami konsep–konsep geometri pada pokok bahasan segiempat.
14