BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Tingkat Berpikir Menurut kamus besar bahasa Indonesia, arti kata tingkat adalah tinggi rendah martabat (kedudukan, jabatan, kemajuan, peradaban, dsb) : derajat, taraf, kelas.Sedangkan menurut kamus psikologi, arti kata tingkat (level) adalah (1) satu posisi atau tingkat yang dicapai pada suatu tes (2) suatu usia mental atau angka (skor) ujung yang harus dicapai oleh semua pribadi orang dengan usia kronologis tertentu. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, arti kata berpikir adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan suatu, menimbang-nimbang di ingatkan. Sedangkan menurut kamus psikologi, arti kata berpikir (thinking) adalah proses-proses yang menyajikan atau memanipulir pengalaman-pengalaman selengkapnya. Jadi dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat berpikir adalah tingkat yang akan dicapai oleh seseorang dalam menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu.
10
11
2.2 Tinjauan Tingkat Berpikir Berdasarkan Teori Van Hiele 2.2.1 Tingkat Berpikir Berdasarkan Teori Van Hiele Pembelajaran geometri dipengaruhi oleh teori Van Hiele yang dikembangkan oleh Pierre dan Diana Van Hiele pada tahun 1950-an. Teori Van Hiele ini diakui secara internasional dan memberikan pengaruh yang kuat dalam pembelajaran geometri di sekolah. Menurut teori Van Hiele (dalam Walle, 2011) seseorang akan melalui lima tingkat perkembangan berpikir dalam belajar geometri, yaitu : a. Tingkat 0 ( visualisasi ) Tingkat ini juga dikenal dengan tingkat dasar, tingkat rekognisi, tingkat holistik, ataupun tingkat visual. Pada tingkat ini anak mengenal bentuk-bentuk geometrihanya sekedar berdasarkan karakteristik visual dan penampakannya. Anak secaraeksplisit tidak terfokus pada sifat-sifat objek yang diamati, tetapi memandangobjek sebagai keseluruhan. Oleh karena itu, pada tahap ini anak tidak dapatmemahami dan menentukan sifat geometri dan karakteristik bangun yangditunjukkan.Sebagai contoh, mereka mengatakan bahwa bangun yang diketahui adalahpersegipanjang, karena seperti daun pintu. Anak belum menyadari adanya sifat-sifatdari bangun geometri. Pada tingkat ini anak sudahmengenal persegipanjang. Hal ini ditunjukkan dengan cara dia dapat memilihpersegipanjang dari kumpulan bangungeometri lainnya. Namun demikian, anak tidak bisa menyebutkan sifat-sifatpersegi panjang. Pada tingkat ini anak belum dapat menerima sifatgeometri atau memberikan karakteristikterhadap bangun-bangun yang
ditunjukkan.
Meskipun
suatu
banguntelah
ditentukan
12
berdasarkankarakteristiknya, tetapi anak padatingkat ini belum menyadari karakteristikitu. Pada tingkat ini pemikiran anak didominasi oleh persepsi belaka. b. Tingkat 1 ( analisis ) Tingkat ini juga dikenal dengan tingkat deskriptif. Pada tingkat ini anak sudah terlihat adanya analisis konsep dan sifat-sifatnya. Anak dapat menentukan sifatsifatsuatu
bangun
dengan
melakukan
pengamatan,
pengukuran,
eksperimen,menggambar dan membuat model. Akan tetapi, anak belum sepenuhnya dapatmenjelaskan hubungan antara sifat-sifat tersebut, belum dapat melihat hubunganantara beberapa bangun geometri dan defenisi. Suatu contoh, siswa belumbisa menyatakan bahwa persegi panjangjuga merupakan jajargenjang. c. Tingkat 2 ( Deduksi Informal ) Tingkat ini dikenal juga dengan tingkat abstrak, tingkat relasional, tingjat teoritik, atau tingkat keterkaitan. Pada tahap ini, anak sudah dapat melihat hubungan sifatsifat pada suatu bangun geometri dan sifat-sifat antara beberapa bangun geometri. Anak juga dapat membuat defenisi abstrak, menemukan sifat-sifatdari berbagai bangun dengan mengggunakan deduksi informal, dan dapatmengklasifikasikan bangun-bangun secara hirarki. Misalnya, anak menyatakan bahwa persegi jugamerupakan belah ketupat dan belah ketupat juga merupakan jajargenjang. Anak dapat menyusun definisi dan menemukan sifat-sifat bangun melaluiinduktif atau deduksi informal. Definisi yang dibangun tidak hanya berbentukdeskripsi tetapi merupakan hasil daripengaturan secara logis dari sifat-sifatkonsep yang didefinisikan. Sebagai contoh, anak dapat menunjukkan bahwajumlah ukuran sudut-sudut segiempatadalah 360osebab setiap segiempat dapatdidekomposisi
13
menjadi dua segitiga yangmasing-masing sudutnya 180o, tetapimereka tidak dapat menjelaskan secaradeduktif d. Tingkat 3 ( Deduksi Formal ) Pada tingkat ini berpikir deduksi anak sudah mulai berkembang dan penalaran deduksi sebagai cara untukmembangun struktur geometri dalam sistem aksiomatik telah dipahami. Hal ini telah ditunjukkan anak denganmembuktikan suatu pernyataan tentanggeometri dengan menggunakan alasanyang logis dan deduktif. Suatu contoh, anak telah mampu menyusun bukti jika sisi-sisi berhadapan suatu segiempatsaling sejajar maka sudut-sudut yangberhadapan sama besar. e. Tingkat 4( Rigor ) Pada tingkat ini anak dapatbekerja dalam berbagai struktur deduksi aksiomatik. Anak dapat menemukanperbedaan antara dua struktur. Anak memahami perbedaan antara geometriEuclides dan geometri non-Euclides yaitu pada postulat kesejajaran
kelima.Suatu
contoh,
anak
telah
memahami
aksioma-
aksiomayangmendasari terbentuknya geometri non-Euclides yaitu geometri Lobachevsky dan geometri Elliptik atau geometri Riemann. Setiap
tingkat
dalam
teori
VanHiele,
menunjukkan
karakteristik
prosesberpikir siswa dalam belajar geometri danpemahamannya dalam konteks geometri.
Kualitas
akumulasipengetahuannya,
pengetahuan tetapi
lebih
siswa
tidakditentukan
ditentukanoleh
proses
oleh berpikir
yangdigunakan.Tingkat-tingkat berpikir VanHiele akan dilalui siswa secara berurutan.
14
Dari pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat berpikir berdasarkan teori Van Hiele adalah tingkat 0 (visualisasi), tingkat 1 (analisis), tingkat 2 (deduksi informal), tingkat 3 (deduksi formal), tingkat 4 (rigor). Pada tingkat 0 (visualisasi) siswa dapat mengenali berbagai bentuk segiempat berdasarkan bentuk fisiknya.Pada tingkat 1 (analisis) siswa sudah dapat mengenali sifat-sifat dari bangun segi empat secara matematik. Pada tingkat 2 (deduksi informal) siswa sudah mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun segi empat dengan bangun segi empat lainnya. Pada tingkat 3 (deduksi formal) siswa sudah mampu membuktikan suatu pernyataan tentanggeometri dengan menggunakan alasanyang logis dan deduktif. Pada tingkat 4 (rigor)
Anak memahami perbedaan antara
geometriEuclides dan geometri non-Euclides. Anak memahami aksioma-aksioma yangmendasari terbentuknya geometri non-Euclides. Dalam penelitian ini, peneliti hanya akan melakukan penelitian tingkat berpikir geometri siswa pada tingkat 0 (visualisasi), tingkat 1 (analisis), tingkat 2 (deduksi informal) dan tingkat 3 (deduksi informal). Peneliti tidak melakukan penelitian pada tingkat 4 (rigor) karena pada tingkat tersebut siswa harus memahami perbedaan antara geometri Euclides dan geometri non-Euclides. Sedangkan berdasarkan kurikulum yang ada di SMP, dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar pada materi segiempat siswa belum diajarkan tentang bagaimana menemukan perbedaan antara geometri Euclides dan geometri non-Euclides.
15
2.2.2 Karakteristik Teori Van Hiele Clements
&
Battista
(1992)
menyatakan
bahwa
teori
van
Hiele
mempunyaikarakteristik, yaitu (1) belajar adalah proses yang tidak kontinu, terdapat“lompatan” dalam kurva belajar seseorang, (2) tahap-tahap tersebut bersifatterurut dan hirarki, (3) konsep yang dipahami secara implisit pada suatu tahapakan dipahami secara eksplisit pada tahap berikutnya, dan (4) setiap tahapmempunyai kosakata sendiri-sendiri. Crowley (1987) menyatakan bahwa teori van Hiele mempunyai sifat-sifat berikut (1) berurutan, yakni seseorang harus melalui tahap-tahap tersebut sesuai urutannya, (2) kemajuan, yakni keberhasilan dari tahap ke tahap lebih banyak dipengaruhi oleh isi dan metode pembelajaran daripada oleh usia, (3) intrinsik dan ekstrinsik, yakni objek yang masih kurang jelas akanmenjadi objek yang jelas pada tahap berikutnya, (4) kosakata, yakni masing-masing tahap mempunyai kosakata dan sistem relasi sendiri, (5) mismatch, yaknijika seorang berada pada suatu tahap dan tahap pembelajaran berada pada tahapyang berbeda. Secara khusus yakni guru, bahan pembelajaran, isi, kosakata danlainnya berada pada tahap yang lebih tinggi daripada tahap berpikir siswa.
2.3 Tinjauan Gaya Berpikir Sekuensial Abstrak 2.3.1 Pengertian Gaya Berpikir
Menurut Anonim (1992) yang dimaksud dengan gaya adalah sistem atau cara yang berulang-ulang. Pikir adalah ingatan atau pertimbangan, sedangkan berpikir
16
adalah mempertimbangkan atau memutuskan sesuatu. Maka dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya berpikir adalah suatu cara kerja otak dalam menerima, menyimpan, mengolah, mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Dari segi memandang sesuatu dan bagaimana ia melakukan pengaturan informasi, ada orang yang cenderung memandang sesuatu secara abstrak, dan ada pula yang konkret. Sedangkan dari aspek pengaturan informasi, manusia mengolahnya secara sekuensial (teratur/urut) dan acak (random). Lebih lanjut Gregorc (dalam Deporter 2011: 128) membagi gaya berpikir ke dalam empat gaya berpikir yang berbeda, yaitu : Sekuensial Kongkret (SK), Acak Kongkret (AK), Acak Abstrak (AA), dan Sekuensial Abstrak (SA). 1. Gaya Berpikir Sekuensial Konkret (SK) Pemikir sekuensial konkret berpegang pada kenyataan dan proses informasi dengan cara yang teratur, urut, dan sekuensial. Bagi para SK, realitas terdiri dari apa yang dapat mereka ketahui melalui indra fisik mereka, yaitu indra penglihatan, peraba, pendengaran, perasa, dan penciuman. Mereka memperhatikan dan mengingat realitas dengan mudah dan mengingat fakta-fakta, informasi, rumus-rumus, dan aturan-aturan khusus dengan mudah. Catatan atau makalah adalah cara baik bagi orang-orang ini untuk belajar. Pemikir SK harus mengatur tugas-tugas menjadi proses tahap demi tahap dan berusaha keras untuk mendapatkan kesempurnaan pada setiap tahap. Mereka menyukai pengarahan dan prosedur khusus. 2. Gaya Berpikir Acak Konkret (AK) Pemikir acak konkret mempunyai sikap eksperimental yang diiringi dengan prilaku yang kurang terstruktur. Seperti pemikir sekuensial konkret, mereka
17
berdasarkan pada kenyataan, tetapi ingin melakukan pendekatan coba-salah (trial and error). Karenanya , mereka sering melakukan lompatan intuitif yang diperlukan untuk pemikiran kreatif yang sebenarnya. Mereka mempunyai dorongan kuat untuk menemukan alternatif dan mengerjakan segala sesuatu dengan cara mereka sendiri. Waktu bukanlah prioritas bagi orang-orang AK dan mereka cenderung tidak memedulikannya, terutama jika sedang terlibat dalam situasi yang menarik. Mereka lebih terorientasi pada proses daripada hasil. 3. Gaya Berpikir Acak Abstrak (AA) Dunia “nyata” untk pelajar acak abstrak adalah dunia perasaan dan emosi. Mereka tertarik pada nuansa, dan sebagian lagi cenderung pada mistisme. Pikiran AA menyerap ide-ide, informasi, dan kesan, dan mengaturnya dengan refleksi. (Kadangkadang hal ini memakan waktu lama hingga orang lain tidak menyangka bahwa orang AA mempunyai reaksi atau pendapat). Mereka mengingat dengan sangat baik jika informasi
dipersonifikasi.
Perasaan
juga
dapat
lebih
meningkatkan
atau
mempengaruhi belajar mereka. Mereka merasa dibatasi ketika berada di lingkungan yang sangat teratur. Pemikir AA mengalami peristiwa secara holistik, mereka perlu melihat keseluruhan gambar secara sekaligus bukan bertahap. Dengan alasan inilah mereka akan terbantu jika mengetahui bagaimana segala sesuatu terhubung dengan keseluruhannya sebelum masuk ke dalam detail. 4. Gaya Berpikir Sekuensial Abstrak (SA) Realitas bagi para pemikir sekuensial abstrak adalah dunia teori metafisis dan pemikiran abstrak. Mereka suka berpikir dalam konsep dan menganalisis informasi.
18
Mereka sangat menghargai orang-orang dan peristiwa-peristiwa yang teratur rapi. Adalah mudah bagi mereka untuk meneropong hal-hal penting, seperti titik-titik kunci dan detail-detail penting. Proses berpikir mereka logis, rasional, dan intelektual. Aktifitas favorit pemikir sekuensial abstrak adalah membaca, dan jika suatu proyek diteliti, mereka akan melakukannya dengan mendalam. Mereka ingin mengetahui sebab-sebab dibalik akibat dan memahami teori serta konsep. Biasanya, mereka lebih suka bekerja sendiri daripada berkelompok. Jadi keempat gaya berpikir yang telah dijelaskan di atas sangat bermanfaat bagi siswa karena gaya berpikir ini menerapkan hal yang dianggap sebagai aktifitas belahan kiri maupun kanan, yang memuat belajar lebih mudah dan bermanfaat. 2.3.2 Pengertian Gaya Berpikir Sekuensial Abstrak Tobias (dalam Deporter, 2011:75) menjelaskan bahwa ada empat gaya atau cara belajar anak. Dia mendasarkan pokok pikirannya itu dari hasil riset Dr.Anthony F.Gregorc. Model yang dikembangkannya memberikan wawasan yang sangat berharga mengenai bagaimana pikiran kita menerima dan menggunakan informasi diantaranya sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak konkret, dan acak abstrak. Salah satu gaya berpikir seseorang adalah gaya berpikir sekuensial abstrak. Seseorang dengan gaya berpikir sekuensial abstrak memiliki kemampuan dalam menganalisis yang sangat baik. Anak ini cenderung kritis dan suka membaca karena dia memilki imajinasi yang kuat. Biasanya ia bersifat pendiam dan menyendiri karena sibuk berpikir dan menganalisa. Menurut Gregorc (dalam Deporter, 2011:134) realitas bagi para pemikir sekuensial abstrak adalah dunia teori. Mereka suka berpikir dalam konsep dan selalu
19
menganalisis informasi yang diterimanya. Mereka sangat menghargai orang dan peristiwa yang teratur rapi. Proses berpikir mereka cenderung logis, rasional, dan intelektual. Aktivitas favorit pemikir sekunsial abstrak adalah membaca dan jika diberi suatu masalah yang perlu diteliti maka mereka akan melakukan dan menganalisisnya. Mereka ingin mengetahui sebab-sebab dibalik akibat dan cenderung menggunakan teori dan konsep dalam menyelesaikan masalah. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Rober (dalam Deporter, 2011:135) bahwa pemikir sekuensial abstrak berpikir rasional dan kritis. Pada umumnya siswa yang berpikir rasional akan menggunakan prinsip-prinsip dan dasardasar pengetahuan dalam menjawab pertanyaan bagaimana (how) dan mengapa (why). Dalam berpikir kritis, siswa dituntut menggunakan strategi kognitif untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan serta kekurangan sehingga diperoleh pemahaman dalam menyelesaikan masalah. Albrecht (dalam Deporter, 2011:136) mengemukakan bahwa aktivitas favorit pemikir sekuensial abstrak adalah membaca, menulis dengan bebas, menggunakan istilah-istilah abstrak, senang akan matematika, serta konsep dan teori. Selanjutnya Muhibbin (dalam Rahayu, 2011:25) juga mengemukakan pendapatnya bahwa pemikir sekuensial abstrak dalam mengolah informasi cenderung menggunakan peranan akal yang kuat (logika) disamping penguasaan atas prinsip, konsep, dan generalisasi. Menurutnya pemikir sekuensial abtrak ini cocok dalam belajar matematika, kimia, kosmologi, astronomi, dan yang sejenisnya. Dryden dan Jeannette (dalam Rahayu, 2011:26) menyatakan bahwa pemikir sekuensial abstrak memiliki
20
ciri-ciri : analitis, kritis, suka mencipta, personal, sistematis, penuh perasaan, logis, dan suka membaca.. Instrumen yang digunakan dalam menentukan gaya berpikir siswa adalah dengan sebuah tes untuk membantu siswa mengenali cara berpikir yang mereka miliki, yang dirancang oleh Jhon Parks Le Telleir yang disebut dengan tes olah informasi (dalam Deporter, 2011:124). Tes olah informasi ini disusun berdasarkan karakter dari setiap gaya berpikir yang dikemukakan oleh Gregorc (dalam Deporter, 2011:138), berikut adalah karakter dari seseorang gaya berpikir sekuensial abstrak : 1. Biasanya merupakan pemikir yang cerdas dan punya ide-ide yang brilian. 2. Orang ini senang mengetahui dan berpikir tentang apa yang tidak dipikirkan orang lain. 3. Senang membaca membuatnya senang untuk berdiskusi, bahkan berdebat dengan orang lain. Saking senangnya berpikir, kadang mereka lupa bahwa orang disekitarnya sama sekali tidak paham dengan ide-idenya yang terlalu “tinggi”. 4. Lebih menyukai belajar secara individu daripada berkelompok. 5. Mereka sering disebut “konseptor ulung” dan jago menganalisis informasi. 6. Mengumpulkan banyak informasi sebelum membuat sebuah keputusan. 7. Menganalisis ide-ide. 8. Melakukan penelitian. 9. Menyediakan ide-ide logis yang beurutan. 10. Menggunakan bukti-bukti untuk membuktikan atau menyangkal teori-teori.
21
11. Memberikan bukti-bukti yang diperlukan untuk diselesaikan. 12. Menggunakan contoh yang tepat, sebagai hasil dari penelitian yang akurat. 13. Belajar lebih dengan mengamati darpada melakukannya. 14. Lebih menerima alasan yang dapat diterima secara logika 15. Bekerja dengan tenang untuk membahas suatu persoalan secara menyeluruh. Beberapahal yang sulitdilakukanolehpemikir sekuensial abstrak adalah: 1. Dituntut untuk bekerja dalam hal sudut pandang yang berbeda 2. Memiliki waktu yang terlalu sedikit dalam menyelesaikan suatu persoalan 3. Mengulangi tugas yang sama berulang-ulang kali 4. Banyak aturan-aturan yang spesifik dan peraturan-peraturan yang lainnya 5. Mengekspresikan emosi mereka 6. Menjadi diplomatik ketika meyakinkan orang lain 7. Tidak menguasai suatu percakapan Dari semua pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa orang atau individu yang memiliki gaya berpikir sekuensial abstrak dalam aktivitas berpikirnya cenderung menggunakan peranan konsep yang logis, dan dalam mengolah informasi cenderung menggunakan peranan akal yang kuat (logika). Dalam menyelesaikan soal seseorang
harus
mampu
menganalisis
permasalahan
yang
ada,
kemudian
menyesuaikannya dengan informasi yang pernah diberikan selama pembelajaran. Menurut Muhibbin (dalam Rahayu, 2011:25) pemikir sekuensial abtrak ini cocok dalam belajar matematika, kimia, kosmologi, dan astronomi. Sehingga dapat dikatakan siswa dengan gaya berpikir sekuensial abstrak berpotensi dalam menyelesaikan soal matematika, khususnya untuk soal-soal geometri.
22
2.4 Penyelesaian Soal Matematika Salah satu kegiatan dalam belajar matematika adalah menyelesaiakan soal matematiika. Hal ini menjadi ciri khas bahwa orang yang belajar matematika harus banyak melakukan latihan dan mengerjakan soal-soal. Adapun tujuannya adalah untuk memperdalam penguasaan konsep-konsep matematika sekaligus latihan menerapkannya dalam menyelesaikan berbagai masalah. Soal matematika merupakan salah satu alat untuk penilaian hasil belajar matematika. Bentuk soal matematika yang dijadikan alat penilaian dapat berupa soal pilihan ganda maupun soal uraian. Dari berbagai bentuk soal tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan serta mempunyai bentuk dan macam tes lainnya. Soal uraian menuntut peserta didik mengemukakan atau mengekspresikan gagasan secara tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Hal yang paling sulit dalam penulisan bentuk uraian adalah menyusun pedoman penskorannya. Penulis soal harus dapat merumuskan setepat-tepatnya pedoman penskoran karena kelemahan bentuk soal uraian terletak pada subyektifitas penskorannya. Berdasarkan metode penskorannya, bentuk uraian diklasifikasikan menjadi 2 yaitu, uraian obyektif dan uraian non obyektif. Bentuk uraian obyektif adalah suatu soal atau pertanyaan yang menuntut sehimpun jawaban dengan pengertian/konsep tertentu, sehingga penskorannya dapat dilakukan secara obyektif. Artinya perilaku yang diukur dapat diskor secara dikotomi (benar-salah atau 1-0). Bentuk uraian non obyektif
adalah
suatu
soal
yang
menuntut
sehimpun
jawaban
dengan
23
pengertian/konsep menurut pendapat masing-masing peserta didik, sehingga penskorannya sukar dilakukan secara obyektif. Soal sebagai perantara dapat dilihat dari segi pedagogik yaitu soal sebagai perantara untuk menuju satu atau beberapa sasaran. Dan salah satu sasaran adalah agar siswa dapat menerapkan ide-ide matematis dalam situasi-situasi yang belum pernah dialami. Dan sasaran lain adalah agar siswa mengerti kegunaan konsepkonsep maupun teknik yang dipelajari. Perlu diingat bahwa mengingat jawaban soal bukanlah hal yang utama melainkan mengingat bahwa soal semacam itu dapat diselesaikan dengan teknik tertentu adalah hal yang utama. Sedangkan soal sebagai aktivitas adalah suatu situasi dimana siswa dibangkitkan minatnya untuk mencapai tujuan tetapi siswa belum mempunyai pola dan teknik dalam menyelesaikan soal matematika. Selain itu soal dapat mengandung arti yang sangat subjektif yaitu tergantung dari bagaimana siswa menanggapi situasi saat siswa menghadapi soal matematika. Oleh karenanya masalah yang diberikan guru dapat menjadi soal bagi satu siswa tetapi bukan soal bagi siswa yang lainnya tergantung situasi siswa. Pengertian penyelesaian soal matematika adalah suatu proses pencarian jawaban (solusi) atas soal matematika yang diberikan dengan menggunakan pengetahuan yang ada. Penyelesaian soal matematika dapat dilakukan dengan membentuk siswa agar mampu memahami soal, tertarik untuk menyelesaikan soal, mampu
menggunakan
semua
pengetahuannya
penyelesaian soal, dan melaksanakan strategi tersebut.
untuk
merumuskan
strategi
24
2.5 Indikator Tingkat Berpikir Berdasarkan Teori Van Hiele dalam Menyelesaikan Soal Matematika Menurut teori Van Hiele (dalam Walle, 2011) seseorang akan melalui limaindikator tingkat perkembangan berpikir dalam belajar geometri, yaitu : (1) Tingkat 0 (visualisasi); (2) Tingkat 1 (analisis); (3) Tingkat 2 (deduksi informal); (4) Tingkat 3 (deduksi formal). Maka berdasarkan hal tersebut, peneliti menyusun indikator tingkat berpikir berdasarkan teori Van Hiele dalam menyelesaikan soal matematika disajikan pada tabel berikut : Tabel 2.1 : Indikator Tingkat Berpikir Berdasarkan Teori Van Hiele dalam Menyelesaikan Soal Matematika Gaya Berpikir
Tingkat Berpikir Berdasarkan
Sekuensial Abstrak
Teori Van Hiele
Deskriptor
1
2
3
Suka berpikir dalam konsep dan mampu
Siswa dapat mengenali berbagai Tingkat 0 ( Visualisasi)
menganalisis dengan
bentuk segiempat berdasarkan gambar yang diberikan
baik
Tingkat 1 ( Analisis )
Tingkat 2 ( Deduksi Informal )
Siswa dapat menjelaskan sifatsifat persegi panjang dan persegi berdasarkan gambar yang diamatinya
1. Siswa dapat memberikan penjelasan secara informal berdasarkan pengamatannya dalam mencari panjang sisi yang belum diketahui pada gambar
25
1
2
3 2. Siswa dapat menghitung luas dan keliling persegi panjang dan persegi
Tingkat 3 ( Deduksi Formal )
Siswa dapat membuktikan suatu pernyataan dan memberikan penjelasan secara formal
2.6 Keterkaitan Tingkat Berpikir Berdasarkan Teori Van Hiele dengan Siswa Gaya Berpikir Sekuensial Abstrak Menurut teori Van Hiele pada tahun 1950-an, siswa akan melalui lima tingkat berpikir dalam mempelajari dan memahami geometri, yaitu tingkat 0 (visualisasi), tingkat 1 (analisis), tingkat 2 (deduksi informal), tingkat 3 (deduksi)dan tingkat 4 (rigor).Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa pada sekolah menengah awal (SMP) baru sampai pada tingkat 0 (visualisasi), tingkat 1 (analisis) dan tingkat 2 (deduksi informal) teori Van Hiele. Penelitian yang dilakukan Burger dan Saughnessy (1986) menyatakan bahwa tingkat berpikir siswa SMP dalam belajar geometri tertinggi pada tingkat 2 (deduksi informal) dan sebagian besar pada tingkat 0 (visualisasi). Meskipun beberapa penelitian sebelumnya menunjukan tingkat berpikir siswa SMP dalam memahami pelajaran geometri dari tingkat 0, tingkat 1 sampai tingkat 2, tetapi pada penelitian ini peneliti tertarik melakukan analisis tingkat berpikir siswa SMP dari tingkat 0, tingkat 1, tingkat 2 sampai pada tingkat 3. Dengan melalui setiap tingkat berpikir geometri
26
menurut Van Hiele, siswa dapat secara spesifik mengidentifikasi sifat-sifat bentuk geometri dan menemukan sendiri konsep-konsep yang ada. Menurut Gregorc (dalam Deporter, 2011:134) realitas bagi para pemikir sekuensial abstrak adalah dunia teori. Mereka suka berpikir dalam konsep dan selalu menganalisis informasi yang diterimanya. Proses berpikir mereka cenderung logis, rasional, dan intelektual. Dari pembahasan tentang tingkat berpikir menurut teori Van Hiele dan ciriciri dari siswa yang memiliki gaya berpikir sekuensial abstrak yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa seorang siswa yang memiliki gaya berpikir sekuensial abstrak berpotensi mampu melalui setiap tingkat berpikir berdasarkan teori Van Hiele dari tingkat 0 (visualisasi), tingkat 1 (analisis), tingkat 2 (deduksi informal) sampai tingkat 3 (deduksi formal).
2.7 Tinjauan Materi Persegi Panjang dan Persegi 1. Persegi Panjang D
C
A
B
a. Sifat-sifat Persegi panjang 1) Mempunyai empat sisi, dengan sepasang sisi yang berhadapan samapanjang dan sejajar. 2) Keempat sudutnya sama besar dan merupakan sudut siku-siku. 3) Kedua diagonalnya sama panjang dan berpotongan membagi dua sama besar.
27
4) Mempunyai 2 simetri lipat dan 2 simetri putar Jadi persegi panjang adalah segi empat yang keempat sudutnya siku-siku dan sisi-sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar. b. Menentukan Keliling dan Luas Persegi panjang N
M
K
L
Gambar diatas menunjukkan persegi panjang KLMN dengan sisi-sisinya KL, LM, MN, dan KN. Keliling suatu bangun datar adalah jumlah semua panjang sisinya. Tampak bahwapanjang KL = MN = 5 satuan panjang dan panjang LM = KN= 3 satuan panjang. Keliling KLMN = KL + LM + MN + NK = ( 5+ 3 + 5 + 3 ) satuan panjang = 16 satuan panjang Selanjutnya garis KL disebut panjang ( p ) dan KN disebut lebar ( l ). Secara umum dapat disimpulkan bahwa keliling persegi panjang denganpanjang p dan lebar l adalah :K = 2 ( p + l ) atau K = 2p + 2l Luas persegi panjang adalah luas daerah yang dibatasi oleh sisi-sisinya.
28
Luas persegi panjang KLMN = KL x LM = ( 5 x 3 ) satuan luas = 15 satuan Jadi, luas persegi panjang dengan panjang p dam lebar l adalah :L = p x l 2. Persegi D
C
A
B
Persegi ABCD. Jika diamati akan memperoleh ; 1. Sisi-sisi persegi ABCD sama panjang, yaitu AB = BC= CD = AD 2. Sudut-sudut persegi ABCD sama besar, yaitu ∠ABC = ∠BCD = ∠CDA = ∠DAB = 90o a. Sifat-sifat Persegi 1) Semua sisi persegi adalah sama panjang. 2) Sudut-sudut suatu persegi sama besar yaitu 90Odan setiap sudut dibagi dua sama besar oleh diagonal-diagonalnya. 3) Diagonal-diagonal persegi saling berpotongan sama panjang membentuksudut siku- siku. 4) Mempunyai 4 simetri lipat dan 4 simetri putar Jadi pengertian persegi adalah segiempat yang keempat sisinya sama panjang dan keempat sudutnya sama besar, yaitu 900.
29
b. Menentukan Keliling dan Luas Persegi
N
M
K
L
Pada gambar bangun persegi KLMN dengan panjang sisi = KL = 4 satuan Keliling KLMN
= KL + LM + MN + NK = ( 4 + 4 + 4 + 4 ) satuan panjang = 16 satuan panjang
Selanjutnya, panjang KL = LM = MN = NK disebut sisi ( s ). Jadi, secara umum keliling persegi dengan panjang sisi s adalah : K = 4 s Luas persegi KLMN = KL x LM = ( 4 x 4 ) satuan luas = 16 satuan luas Jadi, luas persegi dengan panjang sisi s adalah : L = s x s
2.8 Kerangka Berpikir Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli, menurut Santori dan Aan (2010:82-83) mengelaborasikan tahap-tahap penelitian kualitatif meliputi langkahlangkah yaitu memilih topik kajian, instrumen, pelaksanaan penelitian, pengolahan data dan hasil penelitian. Oleh karena itu, dalam penelitian ini secara garis besar kerangka berpikir mengikuti alur seperti diagram berikut :
30
Melakukan tes gaya berpikir untuk menemukan subjek penelitian Siswa gaya berpikir sekuensial abstrak Mengingatkan siswa tentang materi persegi panjang dan persegi Menyelesaikan soal tes tingkat berpikir berdasarkan teori Van Hiele materi bangun datar segi empat persegi panjang dan persegi Menyelesaikan Soal Matematika Indikator Tingkat Berpikir Berdasarkan Teori Van Hiele Tingkat 0 (visualisasi) Tingkat 1 (analisis) Tingkat 2 (deduksi informal) Tingkat 3 (deduksi formal)
Analisis tingkat berpikir berdasarkan teori Van Hiele pada siswa yang memiliki gaya berpikir sekuensial abstrak dalam menyelesaikan soal bangun datara segi empat persegi panjang dan persegi Deskripsi tingkat berpikir berdasarkan teori Van Hiele pada siswa yang memiliki gaya berpikir sekuensial abstrak dalam menyelesaikan soal bangun datara segi empat persegi Kesimpulan
Gambar 2.1 Diagram Kerangka Berpikir
Ket :
: Kegiatan
: Hasil
: Urutan