BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan
1. Hakikat Kualitas Proses Pembelajaran Kualitas dapat diartikan sesuai dengan kriteria dan konteks. Kualitas adalah sebuah mutu dari sesuatu hal. Namun, secara umum kualitas merupakan ukuran atau tingkatan baik atau buruknya sesuatu hal. Menurut
Sagala
(2010:
63),
dalam
proses
pembelajaran
mempunyai dua karakteristik, yaitu pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar dan mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir. Kedua, dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksikan sendiri. Pembelajaran
merupakan
kegiatan
membelajarkan
siswa
menggunakan asas pendidikan. Pembelajaran juga merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Pembelajaran guru harus memahami materi pelajaran yang diajarkannya sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar. Aktivitas proses pembelajaran dalam bentuk interaksi edukatif, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan, artinya interaksi yang telah direncanakan untuk suatu tujuan tertentu. Dalam proses pembelajaran dikembangkan melalui pola pembelajaran yang menggambarkan kedudukan serta peran pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Belajar menurut 7
8 Suyono dan Hariyanto (2014: 9) adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk
memperoleh
pengetahuan,
meningkatkan
keterampilan,
memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian. Kualitas suatu proses pembelajaran dipengaruhi oleh pihak yang secara langsung dan aktif terlibat di dalamnya, yaitu guru dan peserta didik atau siswa. Sebuah proses pembelajaran harus memiliki kriteria tertentu untuk menunjukkan tingginya kualitas proses dan hasil dalam mencapai tujuan pembelajaran. Kriteria tersebut adalah tingkat kinerja guru dan tingkat kinerja siswa. a. Kinerja Guru Guru memegang peranan sangat penting dalam meningkatkan atau memperbaiki kualitas pembelajaran. Kualitas proses pembelajaran sangat terpengaruh oleh kualitas tenaga pendidiknya yaitu guru. Dalam pembelajaran di kelas, guru dituntut menjadi sosok yang profesional. Guru profesional harus menguasai pengetahuan yang mendalam dalam spesialisasinya dan dapat melaksanankan pembelajaran dengan baik. Menurut Khanifatul (2013: 26), proses pembelajaran yang baik harus meliputi perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan dalam proses pembelajaran. Dalam perencanaan pembelajaran, prinsip-prinsip belajar dapat menunjukkan batasan dalam pembelajaran. Sebelum melaksanakan pembelajaran, guru menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
yang
berdasar
pada
silabus.
Rencana
pembelajaran
dimaksudkan untuk mewujudkan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal. Pembelajaran dirancang secara sistematis, baik berupa interaksi pembelajaran, pengelolaan, dan pendayagunaan sumber belajar, serta penilaian. Dalam pembelajaran, pengetahuan tentang teori dan prinsipprinsip belajar dapat membantu guru dalam memilih tindakan yang tepat untuk proses pembelajaran yang baik. Sebagai pelaksana
9 pembelajaran, guru hendaknya melakukan beberapa hal, diantaranya merencanakan tujuan pembelajaran, mengorganisasikan berbagai sumber belajar, dan memimpin yang meliputi memotivasi, mendorong, dan menstimulasi siswa. b. Kinerja Siswa Pembelajaran dapat berjalan dengan baik, ketika siswa memiliki antusias dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Kualitas proses pembelajaran dipengaruhi oleh tingkat kinerja siswa. Upaya dasar yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas belajar siswa dan kualitas mengajar guru adalah memahami prinsip-prinsip belajar. Dimyati dan Mudijono (2009: 42) mengemukakan bahwa prinsip-prinsip belajar terdiri dari tujuh aspek, yaitu: (1) Perhatian dan motivasi. Perhatian akan dipengaruhi oleh minat dalam setiap individu. Perhatian terhadap sesuatu atau dalam pembelajaran biasanya dilakukan terhadap hal-hal yang dianggap penting saja. Selain perhatian, motivasi juga berperngaruh dalam pembelajaran. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi berfungsi agar individu merasa senang dalam setiap proses belajar untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal; (2) Keaktifan. Keaktifan individu dapat dilihat berdasarkan bagaimana individu tersebut mampu bersikap aktif di tengah orang lain. Dapat dikatakan siswa aktif, ketika siswa tersebut memperhatikan guru dengan sungguh-sungguh kemudian menyatakan pendapatnya atau mengemukakan pertanyaannya sebagai tanda bahwa siswa tersebut memperhatikan dan memahami apa yang telah disampaikan oleh guru. Aktif juga dapat dilihat, ketika siswa tersebut mengungkapkan jawaban, kesimpulan, ataupun menemukan pemecahan masalah; (3) Keterlibatan langsung/ berpengalaman. Keterlibatan siswa dalam pembelajaran tidak hanya keterlibatan fisik, namun yang lebih utama adalah keterlibatan emosional, keterlibatan dengan kognitif; (4) Pengulangan. Pengulangan berarti mengulang kembali materi belajar
10 yang telah diberikan dalam proses pembelajaran. Mengulang berarti mempertahankan ingatan yang terlupakan atau yang kurang begitu dipahami; (5) Tantangan. Tantangan dapat diberikan pada siswa berupa pemecahan suatu masalah. Memecahkan masalah dan menemukan solusinya akan merangsang siswa untuk bersemangat dalam proses pembelajaran; (6) Balikan dan penguatan. Balikan yang diperoleh siswa saat belajar akan membuat siswa terdorong untuk belajar lebih giat dan bersemangat; dan (7) Perbedaan individual. Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Proses pembelajaran dilakukan dengan model tertentu agar perbedaan individual ini dapat diperbaiki, sehingga proses belajar dapat terlaksana dengan baik. Menurut Sudjana (2014: 59) ada beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam menilai proses belajar, antara lain: (1) konsistensi kegiatan belajar-mengajar dengan kurikulum; (2) keterlaksanaan kegiatan belajar-mengajar oleh guru; (3) keterlaksanaan kegiatan belajar-mengajar oleh siswa; (4) motivasi belajar siswa; (5) keaktifan para siswa dalam kegiatan belajar; (6) interaksi guru-siswa; (7) kemampuan atau keterampilan guru dalam mengajar; (8) kualitas hasil belajar yang dicapai oleh siswa, dan (9) perhatian siswa terhadap proses pembelajaran. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses kegiatan belajar mengajar yang dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun. Adapun kualitas proses pembelajaran merupakan tingkatan atau ukuran dalam proses belajar mengajar yang dilakukan oleh pihak tertentu. Pembelajaran yang baik harus memiliki kriteria penilaian untuk menunjukkan tingkat kualitas proses dan hasil pembelajaran. Kriteria tersebut antara lain: (1) tingkat kinerja guru; (2) tingkat kinerja siswa; dan (3) kualitas hasil belajar siswa. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik dengan
11 mengintegrasikan guru, siswa, sumber belajar, model pembelajaran, dan unsur penunjang lainnya.
2. Hakikat Keterampilan Menulis Puisi a. Pengertian Menulis Setiap orang pasti ingin mengungkapkan ide, gagasan, dan pikirannya kepada orang lain. Ada berbagai cara untuk mengungkapkan hal-hal tersebut, salah satunya adalah dengan menulis. Melalui tulisan, seseorang dapat mengungkapkan ide, gagasan, pikiran, atau memberikan informasi kepada orang lain atau dalam hal ini adalah pembaca. Banyak manfaat yang diperoleh baik oleh pembaca maupun penulis itu sendiri. Menulis dan membaca merupakan dua elemen yang saling mendukung dan tidak dapat dipisahkan (Lasa, 2005: 5). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa proses menulis kebanyakan diawali dari proses membaca lebih dahulu. Gaya bahasa suatu tulisan seseorang akan selalu dipengaruhi dari sejauh mana kualitas bacaan memengaruhinya. Berbeda dengan keterampilan berbicara, menurut Creme dan Lea (2008: 9) bahwa berbicara tentang suatu gagasan pada umumnya jauh lebih mudah daripada menuliskannya. Karena untuk menuliskan sebuah tulisan harus memerhatikan berbagai hal agar tulisan tersebut dapat dibaca dan dipahami dengan mudah oleh orang lain. Menurut Kusmana (2014: 17), menulis merupakan aktivitas produktif. Untuk menghasilkan tulisan yang baik, penulis harus menguasai secara keseluruhan semua ide dalam pikiran yang akan ditulis dan mendapatkan beberapa cara untuk mengorganisasikan ide tersebut menurut struktur yang tepat. Menurut Tarigan (2008: 22), menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari
12 kesatuan-kesatuan ekspresi bahasa. Jadi, menulis adalah kegiatan mengungkapkan ide, gagasan, pikiran, atau informasi kepada pembaca dengan menggunakan media tulis dengan menggunakan ekspresi bahasa tertentu. Menurut Dalman (2014: 3), menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis dalam tujuan, misalnya memberitahu, meyakinkan, atau menghibur. Dalam prosesnya menulis menggunakan kedua belahan otak. Menulis adalah sebuah proses mengait-ngaitkan antara kata, kalimat, paragraf maupun antarbab secara logis agar mudah dipahami. Proses ini mendorong seorang penulis harus berpikir secara sistematis dan logis sekaligus kreatif. Berdasarkan dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis adalah salah satu akivitas menuangkan segala gagasan, ide, ataupun pikiran dalam bentuk tulisan yang dapat disampaikan kepada orang lain dan mudah dipahami. Pada prinsipnya, tujuan dari tulisan adalah sebagai alat komunikasi tidak langsung. Menulis atau tulisan dikatakan komunikasi tidak langsung karena penulis berkomunikasi dengan pembaca melalui media tulis, tidak seperti berbicara dimana penutur berkomunikasi langsung dengan mitra tutur menggunakan alat ucap. Namun, dengan tulisan pembaca dapat mengulang-ulang komunikasi dengan penulis karena pembaca dapat membaca berulang-ulang jika dia mau. Selain itu, menulis juga dapat bertujuan untuk memecahkan permasalahan atau problematika ataupun untuk memberikan penjelasan atau informasi tentang sesuatu hal atau peristiwa. Informasi yang disajikan dalam tulisan berupa sesuatu yang bersifat faktual atau sesuatu yang problematis. Pada dasarnya, menulis itu bukan hanya berupa melahirkan pikiran atau perasaan saja, melainkan juga merupakan pengungkapan ide, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman hidup seorang dalam bahasa tulis. Oleh karena itu, menulis bukanlah merupakan kegiatan yang sederhana dan tidak perlu dipelajari, tetapi justru dikuasai. Menulis pada dasarnya merupakan upaya mengomunikasikan gagasan, ide, pikiran, pendapat, opini, dan lain-lain melalui media tulis.
13 Banyak bentuk media tulis yang sudah ada, misalnya surat, koran, majalah, selebaran, dan sebagainya. Seorang penulis adalah pelaku komunikasi yang sedang terlibat dalam proses penyampaian pesan lewat media tulis. Ada beberapa kelebihan media tulis. Salah satunya adalah pesan-pesan yang dirangkai dalam tulisan dapat dirumuskan secara lebih berhati-hati, sehingga sewaktu-waktu penulis melakukan kesalahan pada saat menulis, ia dapat memperbaikinya sebelum dibaca orang lain. Rahardi (dalam Kusumaningsih, dkk., 2013: 65), menulis adalah kegiatan menyampaikan sesuatu menggunakan bahasa melalui tulisan, dengan maksud dan pertimbangan tertentu untuk mencapai sesuatu yang dikehendaki. Menurut Suparno dan Yunus (2009: 129), menulis adalah kegiatan komunikasi berupa penyampaian pesan secara tertulis kepada pihak lain. Sebagai suatu keterampilan berbahasa, menulis merupakan kegiatan yang kompleks
karena
penulis
dituntut
untuk
dapat
menyusun
dan
mengorganisasikan isi tulisannya serta menuangkannya dalam formulasi ragam bahasa tulis dan konvensi penulisan lainnya. Menulis mengandung banyak manfaat bagi pengembangan mental, intelektual, dan sosial seseorang. Menulis dapat meningkatkan kecerdasan, kreativitas, serta merangsang kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi. Menulis kreatif merupakan aktivitas menuangkan gagasan secara tertulis atau melahirkan daya cipta berdasarkan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau karangan dalam teks nonsastra dan karya sastra. Kegiatan menulis kreatif mempunyai banyak tujuan, seperti memberikan informasi kepada pembaca, menceritakan suatu peristiwa, melaporkan sesuatu, dan lain sebagainya.
b. Fungsi dan Tujuan Menulis Kegiatan menulis kreatif mempunyai banyak tujuan, seperti memberikan informasi kepada pembaca, menceritakan suatu peristiwa, melaporkan sesuatu, dan lain sebagainya.
14 Menurut Tarigan (2008: 22), fungsi utama dari tulisan adalah sebagai alat komunikasi yang tidak langsung. Fungsi menulis di bidang pendidikan dapat memudahkan para pelajar berpikir. Fungsi menulis secara umum, antara lain: (1) dapat menolong berpikir secara kritis, (2) memudahkan kita merasakan dan menikmati hubungan-hubungan, (3) memperdalam daya tanggap atau persepsi, (4) memecahkan masalahmasalah yang dihadapi, dan (5) menyusun urutan bagi pengalaman. Dalam pelaksanaan kegiatan menulis, menurut Akhadiah, dkk (1996: 1) fungsi menulis, antara lain dapat: (1) mengenali kemampuan dan potensi diri, (2) mengembangkan berbagai gagasan, (3) lebih menyerap, mencari, serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang ditulis, (4) mengorganisasikan gagasan secara sistematik serta mengungkapkannya secara tersurat, (5) meninjau dan menilai gagasan secara lebih objektif, (6) lebih mudah memecahkan permasalahan, (7) mendorong belajar secara aktif, dan (8) membiasakan berpikir serta berbahasa secara tertib. Menurut Hugo Hartig (dalam Tarigan, 2008: 25), tujuan menulis adalah sebagai berikut: 1) Assignment purpose (tujuan penugasan) Tujuan penugasan tidak mempunyai tujuan, hanya saja penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan karena atas kemauan sendiri. 2) Altruistic purpose (tujuan altruistik) Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu. 3) Persuasive purpose (tujuan persuasif) Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan. 4) Informational purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan). Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan/ penerangan kepada para pembaca. 5) Self-expressive purpose (tujuan pernyataan diri) Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada para pembaca. 6) Creative purpose (tujuan kreatif) Tujuan ini erat berhubungan dengan tujuan pernyataan diri. Tetapi keinginan kreatif di sini melebihi pernyataan diri dan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik, atau seni yang
15 ideal, seni idaman. Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian. 7) Problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah) Dalam tulisan seperti ini penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Penulis ingin menjelaskan, menjernihkan, menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh pembaca (menurut Hipple dalam Tarigan, 2008: 26). Mengetahui tujuan menulis sangat penting. Dorongan menulis yang kuat muncul karena adanya tujuan yang jelas. Tujuan menulis menurut Semi (1990: 19), antara lain: 1) Memberikan arahan, yakni memberikan petunjuk kepada orang lain dalam mengerjakan sesuatu. 2) Menjelaskan sesuatu, yakni memberikan uraian atau penjelasan tentang suatu hal yang harus diketahui orang lain. 3) Menceritakan kejadian, yaitu memberikan informasi tentang sesuatu yang berlangsung di suatu tempat pada suatu waktu. 4) Meringkaskan, yaitu membuat rangkuman suatu tulisan sehingga menjadi lebih singkat. 5) Meyakinkan, yaitu tulisan yang berusaha meyakinkan orang lain agar setuju atau sependapat dengannya. c. Langkah-langkah Menulis Menulis merupakan suatu proses kreatif. Sebagai suatu proses, menulis dilaksanakan dengan langkah-langkah yang sistematis. Menurut Semi (1990: 11), menulis mempunyai tujuh langkah, yaitu: 1) Pemilihan dan penetapan topik. Topik tulisan adalah masalah atau gagasan yang hendak disampaikan di dalam tulisan. Masalah atau gagasan itu dapat diperoleh atau digali melalui empat sumber, yaitu: (a) pengalaman, (b) pengamatan, (c) imajinasi, dan (d) pendapat dan keyakinan. Dalam pemilihan dan penetapan topik diperlukan upaya pertimbangan dan pemikiran yang matang dan mempertimbagkan berbagai hal. 2) Pengumpulan informasi. Informasi dan data yang dikumpulkan adalah informasi yang relevan dengan topik atau pokok bahasan dan sesuai pula dengan tujuan tulisan. Data dan informasi dapat berupa gambar, statistik, grafik, atau beberapa cuplikan pendapat orang lain. 3) Penetapan tujuan. Menetapkan tujuan tulisan merupakan hal penting sebelum mulai menulis, karena tujuan sangat berpengaruh dalam menetapkan bentu, panjang, sifat, dan cara penyajian tulisan. Bila suatu tulisan tidak dilandasi dengan tujuan yang jelas dan tegas dapat
16
4)
5)
6)
7)
menyebabkan tulisan itu tanpa arah yang jelas. Besar kemungkinan menjadi tulisan yang tidak berhasil atau tidak dipahami oleh pembaca. Perancangan tulisan. Merancang tulisan diartikan sebagai suatu kegiatan menilai kembali informasi dan data, memilih subtopik yang perlu dimuat, melakukan pengelompokan topik-topik kecil ke dalam suatu kelompok yang lebih besar, dan memilih suatu sistem notasi dan sistem penyajian uang dianggap paling baik. Hasil merancang tulisan ini, antara lain akan berwujud sebagai kerangka tulisan (outline) dan penetapan gaya penyajian tulisan. Penulisan. Di dalam penulisan perlu organisasi dan sistem penyajian yang tepat. Artinya, tepat menurut jenis tulisan, tepat menurut topik, dan tepat menurut tujuan atau sasaran tulisan. Penyuntingan atau revisi. Di dalam penyuntingan dilakukan kegiatan mengecek ketepatan angka-angka atau nama, menghilangkan yang tidak perlu, dan menambah sesuatu yang perlu ditambahkan. Sebuah tulisan belum dapat dikatakan selesai ditulis sebelum selesai disunting. Penulisan naskah jadi. Setelah penyuntingan, tulisan harus ditulis kembali agar menjadi tulisan yang selesai, rapi, dan bersih. Dalam pengetikan terakhir ini perlu diperhatikan kembali masalah ejaan dan tanda baca.
d. Jenis-jenis Tulisan Hasil kegiatan menulis adalah suatu tulisan atau karya tulis. Tulisan terdiri dari bentuk dan isi. Bentuk adalah paparan, uraian, penyampaian gagasan melalui susunan kata atau kalimat. Isi adalah gagasan, pendapat, keinginan, usul, saran yang kita kemukakan lewat tulisan tadi. Sebuah tulisan tentu dapat masuk dalam jenis tulisan yang berbeda-beda. Telah banyak ahli yang membuat klasifikasi mengenai tulisan. Sebagai contoh, kita sebutkan beberapa klasifikasi yang pernah dibuat. Menurut Salisbury (dalam Tarigan, 2008: 27) membagi tulisan berdasarkan bentuknya sebagai berikut: (1) bentuk-bentuk yang objektif, yang mencakup: (a) penjelasan yang terperinci mengenai proses, (b) batasan, (c) laporan, dan (d) dokumen; (2) bentuk-bentuk subjektif, yang mencakup: (a) otobiografi, (b) surat-surat, (c) penilaian pribadi, (d) esai informal, (e) potret/ gambaran, dan (f) satire. Menurut Weaver (dalam Tarigan, 2008: 28), jenis-jenis tulisan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Eksposisi, yang mencakup: definisi dan analisis.
17 2) Deskripsi, yang mencakup: (a) deskripsi ekspositori dan (b) deskripsi literer. 3) Narasi, yang mencakup: (a) urutan waktu, (b) motif, (c) konflik, (d) titik pandangan, dan (e) pusat minat. 4) Argumentasi, yang mencakup induksi dan deduksi. Jenis-jenis tulisan menurut Suparno dan Yunus (2009: 425-557) dapat dibedakan sebagai berikut: 1) Argumentasi Karangan argumentasi adalah karangan yang isinya terdiri atas paparan alasan dan penyintesisan pendapat untuk membangun suatu kesimpulan. Karangan argumentasi ditulis dengan maksud untuk memberikan alasan, untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan. Setiap argumen selalu menjelaskan suatu pertalian antara dua pernyataan atau asersi yang biasanya diurutkan. Karangan argumentasi dikembangkan dengan dua teknik, yaitu: (a) teknik induktif dan (b) teknik deduktif. Pengembangan argumentasi dengan teknik induktif adalah penyusunan argumentasi yang dilakukan dengan mengemukakan terlebih dahulu bukti-bukti kemudian diambil kesimpulan yang bersifat umum. Pengembangan argumentasi dengan teknik deduktif dimulai dengan suatu kesimpulan umum yang kemudian disusul uraian mengenai hal-hal yang khusus. 2) Deskripsi Deskripsi ditulis untuk mendeskripsikan, menggambarkan, atau melukiskan suatu objek sehingga pembaca memiliki penghayatan seolah-olah menyaksikan atau mengalaminya sendiri. Objek dalam karangan deskripsi dapat berupa manusia dan tempat atau suasana. Ada tiga alternatif pendekatan dalam membuat karangan deskriptif, pendekatan
yaitu
pendekatan
menurut
sikap
ekspositoris, pengarang.
impresionistik, Dengan
dan
pendekatan
ekspositoris, pengarang berusaha menggambarkan objek seobjektif mungkin atau apa adanya. Dengan pendekatan impresionistik, pengarang berusaha menggambarkan objek menurut kesan atau
18 penafsiran
pengarang.
Dengan
pendekatan
sikap
pengarang,
pengarang berusaha menggambarkan objek dengan menunjukkan sikap pengarang tentang objek tersebut dalam karangan. 3) Eksposisi Eksposisi adalah karangan yang bertujuan utama untuk memberitahu, mengupas, menguraikan, atau menerangkan sesuatu. Masalah yang dikomunikasikan terutama adalah informasi. Informasi dapat berupa: (a) data faktual, (b) suatu analisis atau penafsiran yang objektif terhadap seperangkat fakta, dan (c) mungkin sekali berupa fakta tentang seseorang yang berpegang teguh pada suatu pendirian yang khusus. Ada beberapa teknik pengembangan eksposisi yang dapat dipilih sesuai dengan topik dan tujuan pembahasannya, yaitu: (a) teknik identifikasi, (b) teknik perbandingan, (c) teknik ilustrasi, (d) teknik klasifikasi, (e) teknik definisi, dan (f) teknik analisis. 4) Narasi Narasi
adalah
karangan
yang menyajikan
serangkaian
peristiwa. Karangan ini berusaha menyampaikan serangkaian kejadian menurut urutan terjadinya (kronologis), dengan maksud memberi arti kepada sebuah kejadian atau serentetan kejadian, dan agar pembaca dapat memetik hikmah dari cerita itu. Tujuan menulis narasi secara fundamental ada dua, yaitu: (a) hendak memberikan informasi atau memberi wawasan dan memperluas pengetahuan pembaca dan (b) hendak memberikan pengalaman estetis kepada pembaca. Tujuan pertama menghasilkan narasi informasional atau ekspositoris dan tujuan kedua menghasilkan narasi artistik atau sugestif. Untuk memulai sebuah tulisan diperlukan sebuah tema, topik, dan judul sebagai pokok bahasan yang membatasi fokus tulisan. Menurut Kuncoro (2009: 47) hal terpenting dalam menulis adalah membatasi topik dari sebuah tulisan. Karena batasan merupakan langkah penting agar sebuah tulisan tidak melebar tanpa arah.
19
e. Pengertian Puisi Perkataan “puisi” berasal dari Yunani, yang juga dalam bahasa Latin “pioetes” (Latin “poeta”). Awalnya berarti pembangun, pembentuk, pembuat. Asal katanya poieo atau poio atau poeo yang artinya membangun, menyebabkan, menimbulkan, menyair. Puisi adalah bentuk karya sastra yang paling tua. Menurut Wisang (2014: 13) puisi merupakan karya sastra tertulis yang paling awal ditulis manusia. Puisi sebagai salah satu karya seni sastra yang dapat dikaji dari berbagai aspek. Puisi adalah ungkapan perasaan atau pikiran yang dirangkai menjadi sebuah tulisan dalam bentuk bait dan baris yang mengandung makna. Selain itu puisi juga merupakan suatu hasil karya sastra yang imajinatif, memiliki nilai estetika yang tinggi dan mempunyai arti yang luas. Menurut HB Jassin (dalam Situmorang, 1983:7), puisi ialah pengucapan dengan perasaan. Pendapat ini ditekankan kepada unsur perasaan sesungguhnya sukar dipisahkan dengan unsur pikiran. Jadi sesungguhnya puisi merupakan penghayatan kehidupan manusia totalitas yang dipantulkan oleh penciptanya dengan segala pribadinya, pikirannya, perasaannya, kemauannya, dan lain-lain. Puisi adalah bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata indah dan kaya makna. Keindahan sebuah puisi disebabkan oleh diksi, majas, rima dan irama yang terkandung dalam karya sastra itu. Adapun kekayaan makna yang terkandung dalam puisi disebabkan pemadatan segala unsur bahasa. Bahasa yang digunakan dalam puisi berbeda dengan yang digunakan sehari-hari. Puisi menggunakan bahasa yang ringkas, namun maknanya sangat kaya. Menurut Pradopo (1997: 7), puisi mengekspresikan
pemikiran
yang membangkitkan
perasaan,
yang
merangsang imajinasi pancaindra dalam susunan yang berirama. Meskipun demikian, orang tidak akan mudah dapat memahami puisi secara penuh tanpa mengetahui dan menyadari bahwa puisi itu kaya estetis yang bermakna, yang mempunyai arti, bukan hanya sesuatu yang kosong dan tak bermakna.
20 Menurut para penyair luar negeri seperti Mathew Arnold (dalam Situmorang, 1983: 8) puisi adalah satu-satunya cara yang paling indah, impresif dan yang paling efektif mendendangkan sesuatu. Oleh karena itu, puisi selain memerhatikan etika juga memerhatikan estetikanya. Puisi merupakan karya sastra yang bersifat imajinatif dan menggunakan bahasa konotatif karena banyak digunakannya makna kias dan makna lambang (majas). Berbeda dengan prosa, menurut Read (dalam Semi, 1993: 94) puisi lebih bersifat intuitif, imajinatif, dan sintetis, sedangkan prosa menurutnya lebih mengutamakan logika, bersifat konstruktif, dan analitik. Mengenai intuisi, imajinasi, dan sintesis yang mendominasi pembentukan suatu puisi dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Intuisi Intuisi adalah satu daya atau kemampuan melihat sesuatu kebenaran atau kenyataan tanpa pengalaman langsung atau dibantu oleh suatu proses logika. Pada dasarnya intuisi lebih merupakan hasil kumpulan latihan berpikir
yang pernah dilakukan sebelumnya. Intuisi
merupakan suatu ketajaman kata hati atau bisikan kalbu dalam menangkap isyarat-isyarat alam atau peristiwa kehidupan yang penuh makna. 2) Imajinasi Imajinasi merupakan segi kedua yang membedakan puisi dengan prosa. Imajinasi dalam puisi merupakan upaya memperkuat kesan suatu pengalaman jiwa yang hendak disampaikan oleh penyairnya. Di samping itu berperan sebagai penghubung antarbagian, sehingga bagaikan membentuk suatu jaringan yang akhirnya membentuk suatu puisi yang utuh. Imajinasi dapat dikatakan sebagai hasil kreativitas berpikir. Dengan kemampuan imajinasi para penyair menangkap pengalaman atau penghayatan puitik yang dengan cara lain mungkin tidak tertangkap dan terungkap.
21 3) Sintesis Sintesis berarti suatu kesatuan, suatu gabungan atau ikatan yang merupakan lawan dari analisis
yang berarti terurai. Suatu
karakteristik dari kesintesisan puisi adalah pernyataan yang disampaikan bersifat unik, tidak langsung mengacu pada sesuatu yang diungkapkannya, tetapi dapat mengandung pengertian yang luas atau pengertian yang berganda. Menurut Pradopo (1997: 101) puisi memiliki keistimewaan sendiri, keistimewaan itu tidak semata-mata terletak pada bentuk melainkan pada beberapa segi lain seperti cara pengucapan pilihan kata, rasa, dan suasana. Menurut Sayuti (1985: 12) puisi merupakan hasil kreativitas manusia yang diwujudkan lewat susunan kata yang mempunyai makna. Dari sinilah puisi dapat dipahami dengan mudah. Berdasarkan dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa puisi adalah sebuah karya sastra yang berasal dari pikiran imajinatif penyair yang dituangkan dalam bentuk tulisan yang menggunakan katakata indah penuh estetika dan etika.
f. Unsur-unsur Puisi Secara garis besar, unsur-unsur puisi terbagi ke dalam dua bagian yakni unsur fisik dan unsur batin. Menurut Reeves (dalam Waluyo, 1995: 22) struktur fisik dan struktur batin puisi sangat padat. Berikut ini adalah uraian tentang unsur-unsur puisi tersebut. 1) Unsur fisik (diksi, pengimajian, majas, tipografi) a) Diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menentukan bentuk yang sesuai dengan situasi. Kata-kata yang dipilih penyair merupakan kata yang khas dipertimbangkan
betul
dari
berbagai
aspek
dan
efek
pengucapannya. Menurut Wisang (2014: 14), ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan kata: (a) makna kias,
22 (b) lambang: penggantian suatu hal/ benda dengan hal/ benda lain, dan (c) persamaan bunyi atau rima: pemilihan kata di dalam sebuah baris puisi maupun dari satu baris ke baris lain mempertimbangkan kata-kata yang mempunyai persamaan bunyi yang harmonis. b) Pengimajian adalah kata atau susunan kata–kata yang dapat mengungkapkan pendengaran,
pengalaman
dan
perasaan
sensoris, (Waluyo,
seperti 1995:
penglihatan, 78).
Melalui
pengimajian, apa yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat (imaji visual), didengar (imaji auditif), atau dirasa (imaji taktil). Imaji visual menampilkan kata atau kata-kata yang menyebabkan apa yang digambarkan penyair lebih jelas seperti dapat dilihat oleh pembaca, imaji auditif (pendengaran) adalah penciptaan ungkapan oleh penyair, sehingga pembaca seolah-olah mendengar suara seperti yang digambarkan oleh penyair sedangkan imaji taktil (perasaan) adalah penciptaan ungkapan oleh penyair yang mampu mempengaruhi perasaan sehingga pembaca ikut terpengaruh perasaannya (Waluyo, 2002: 10). c) Majas atau bahasa figuratif adalah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna. Kata atau bahasanya bermakna kias atau bermakna lambang (Waluyo, 1995: 83). d) Tipografi berkaitan dengan bentuk. Peranan tipografi dalam puisi selain untuk menyampaikan aspek artistik visual, juga untuk menciptakan nuansa makna dan suasana tertentu. Cara sebuah teks ditulis sebagai larik-larik yang khas menciptakan makna tambahan. Makna tambahan itu diperkuat oleh penyajian tipografi puisi (Waluyo, 1995: 97).
2) Unsur batin (tema, amanat, nada, perasaan) (Waluyo, 1995: 102) a) Tema adalah gagasan pokok (subjec-matter) yang dikemukakan oleh penyair melalui puisinya. Tema puisi harus dihubungkan dengan penyairnya, dengan konsep-konsep yang terimajinasikan.
23 Oleh sebab itu, tema bersifat khusus, tetapi objektif, dan lugas (tidak dibuat-buat). b) Amanat merupakan kesan yang ditangkap pembaca setelah membaca puisi. Amanat merupakan hal yang mendorong penyair menciptakan puisinya. c) Nada dan suasana. Jika nada merupakan sikap penyair terhadap pembaca, maka suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi atau akibat psikologis yang ditimbulkan puisi tersebut terhadap pembaca. d) Perasaan, nada dan perasaan penyair akan dapat ditangkap jika puisi itu dibaca keras dalam deklamasi. Perasaan yang diungkapkan penyair berpengaruh terhadap pemilihan bentuk fisik puisi. g. Langkah-langkah Menulis Puisi Untuk dapat menulis puisi sesuai ketentuan (unsur pembangun puisi), menurut Muryanto (dalam Wisang, 2014: 65) ada langkah-langkah yang dapat dijadikan petunjuk awal dalam menulis puisi: 1) Menentukan tema Tema sebagai pokok pikiran, pokok gagasan yang ingin diungkapkan oleh penulis. Tema dapat diperoleh dari pengalaman yang terjadi dalam hidup baik yang dialami langsung maupun tidak langsung, pengalaman yang berkesan dapat melahirkan kata-kata untuk dijadikan sebuah puisi. Selain itu, tema juga dapat diperoleh dari objek disekitar penulis ataupun dari kegemaran atau kesukaan penulisnya. 2) Menemukan inspirasi Inspirasi sangat dibutuhkan dalam penulisan puisi, tetapi inspirasi terkadang tidak dapat datang dengan sendirinya. Ada banyak cara bagi seorang penulis untuk mendapatkan inspirasi, salah satunya dengan membaca, seperti membaca karya orang lain ataupun membaca buku. 3) Menentukan nada, suasana puisi Perasaan merupakan kunci untuk menentukan nada dan suasana dalam menulis puisi. Ada perasaan senang, sedih, lucu, gembira, iba,
24 dan lain-lainnya yang memungkinkan pembaca dapat merenungkan dan memaknai puisi yang ditulis. 4) Menentukan amanat Meskipun yang menentukan amanat pada puisi adalah pembaca, tetapi secara tersirat penulis sebaiknya sudah menentukan amanat puisinya. Ketika pembaca membaca puisinya pasti akan menemukan beragam amanat lain dari puisi tersebut. 5) Menentukan judul Sebuah puisi akan menjadi lebih menarik, ketika judulnya dibuat menarik, lebih puitis, dan imajinatif sehingga pembaca dapat bermain
dengan
imajinasinya
untuk
mendapatkan
dorongan
menemukan makna dibalik judul puisi tersebut. 6) Menggunakan imajinasi Imajinasi muncul dari apa yang terjadi atau ada di sekitar. Imajinasi merupakan salah satu sarana puitik dari sebuah puisi itu sendiri. 7) Mulai menulis Inilah langkah yang menentukan dari penulisan sebuah puisi. Selama belum ada kemauan dan keinginan dari penulis untuk membuat puisi, keinginan untuk menjadi penulis menjadi sia-sia. Menulis harus diawali dengan keberanian dan tekad. 8) Mulai mengendapkan Setelah berhasil menulis sebuah puisi, kemudian penulis perlu merenungkan dalam batin. Mengendapkan dalam arti merenungkan kembali apa yang sudah ditulisnya. 9) Pemilihan kata Pemilihan kata yang tepat merupakan kekuatan dari sebuah puisi. Rangkaian kata-kata yang ada menghasilkan tulisan yang imajinatif dan dapat mendorong pembaca untuk ikut berimajinasi mengikuti alur puisi. 10) Pemanfaatan majas
25 Majas merupakan sarana puitik dalam menulis puisi menjadi lebih indah, menarik dan berkesan. Ada banyak macam majas yang dapat digunakan oleh penulis untuk membuat puisi. 11) Memanfaatkan kreativitas Yang dimaksud memanfaatkan kreativitas di sini lebih mengarah ke pembuatan tipografi puisi agar lebih menarik dan mendukung alur dan isi dari puisi tersebut. 12) Mulai menyunting Menyunting puisi adaah menetapkan yang terbaik dengan berani mengurangi, menambah kata-kata atau kalimat yang sesuai. Kemudian dapat memberikan hasil yang maksimal dalam penciptaan puisi. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan menulis puisi hakikatnya adalah kemahiran (kesanggupan) siswa dalam menyusun sebuah karya sastra puisi dan mampu mengapresiasi karya sastra. Keterampilan tersebut terukur setelah siswa mendapatkan dan mengerjakan tes keterampilan menulis puisi yang diujikan oleh peneliti dengan indikator: 1) kesesuaian judul dan tema dengan isi puisi, (2) diksi, (3) majas, (4) pengimajian, dan (5) makna.
h. Penilaian dalam Keterampilan Menulis Puisi Dalam proses pembelajaran melibatkan dua subjek, yaitu guru dan siswa yang saling berinteraksi. Dari interaksi ini akan menghasilkan suatu perubahan pada diri siswa sebagai hasil dari kegiatan pembelajaran. Dalam proses interaksi ini guru perlu merencanakan apa yang akan diajarkan dalam proses belajar mengajar dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Setelah guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan perencanaan, guru melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa. Penilaian penting dilakukan oleh guru, karena dengan ini guru dapat mengetahui kesulitan belajar siswa yang selanjutnya dipakai sebagai upaya untuk memperbaiki terhadap cara belajar-mengajar yang sudah diterapkan.
26 Hal ini senada dengan pendapat Suharsimi (dalam Widoyoko, 2013: 36) yang menyatakan bahwa guru maupun pendidik lainnya perlu mengadakan penilaian terhadap hasil belajar siswa, karena dalam dunia pendidikan khususnya dunia persekolahan penilaian hasil belajar mempunyai makna yang penting, baik bagi siswa, guru, maupun sekolah. Menurut Widoyoko (2013: 3), penilaian (assesment) diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran berdasarkan kriteria maupun aturan-aturan tertentu. Penilaian dalam proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan untuk menilai tingkat pencapaian kurikulum dan berhasil tidaknya proses pembelajaran. Menurut Hill dan Ruptic (dalam Warsono dan Hariyanto, 2012: 267), penilaian adalah suatu proses untuk mengumpulkan bukti-bukti dan mendokumentasikan pembelajaran dan pertumbuhan siswa. Penilaian membantu guru merancang kurikulum dan pengajaran untuk memenuhi kebutuhan siswa. Penilaian hasil belajar siswa dilakukan berdasarkan data yang diperolah melalui tes, pengamatan, wawancara, rating scale, maupun angket. Hal ini sejalan dengan pendapat Uno dan Koni (2012: 2) yang menyatakan bahwa secara umum, penilaian (assesment) dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk dasar pengambilan keputusan tentang siswa, baik yang menyangkut kurikulum, program pembelajaran, iklim sekolah maupun kebijakan-kebijakan sekolah. Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian adalah suatu proses menilai atas pengukuran yang telah dilakukan terhadap sesuatu dengan kriteria yang telah ditentukan secara sistematis. Menurut Buchori (1980: 6) dalam pendidikan orang mengadakan evaluasi memenuhi dua tujuan, yaitu (1) untuk mengetahui kemajuan anak atau murid setelah murid tersebut menyadari pendidikan selama jangka waktu tertentu dan (2) untuk mengetahui tingkat efisiensi metode-metode pendidikan yang dipergunakan pendidikan selama jangka waktu tertentu.
27 Sedikit berbeda dengan Arikunto (1996: 9) yang berpendapat bahwa tujuan atau fungsi dari evaluasi ada empat hal, yaitu: (1) penilaian berfungsi selektif, (2) penilaian berfungsi diagnostik, (3) penilaian berfungsi sebagai penempatan, dan (4) penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan. Penilaian merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan guru sebagai
bagian
dari
sistem
pengajaran
yang
direncanakan
dan
diimplementasikan di kelas. Dalam penilaian menurut Suwandi (2009: 8) terdapat beberapa komponen pokok, yaitu pengumpulan informasi, interpretasi terhadap informasi yang telah dikumpulkan, dan pengambilan keputusan. Kegiatan tes kebahasaan dan tes kesastraan sangat diperlukan dalam pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah. Dengan penilaian guru akan mengetahui hasil belajar siswa, kemudian guru dapat melakukan tindakan atas hasil belajar siswa tersebut. Akan tetapi, agar guru dapat menilai secara lebih objektif dan dapat memeroleh informasi yang lebih rinci tentang kemampuan siswa. Menurut Nurgiyantoro (2001: 322) penilaian dalam pengajaran sastra dapat berfungsi ganda, yaitu: (1) mengungkapkan kemampuan apresiasi sastra siswa dan (2) menunjang tercapainya tujuan pengajaran apresiasi sastra. Menulis merupakan kegiatan yang mempunyai tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan keterampilan berbahasa lainnya. Kegiatan menulis puisi perlu adanya apresiasi dalam bentuk penilaian. Penilaian dilakukan dengan membuat rubrik penilaian menulis puisi. Aspek dan kriteria penilaian dalam rubrik penilaian menulis puisi harus disesuaikan dengan indikator yang telah ditentukan. Penilaian terhadap keterampilan menulis puisi siswa dapat dilakukan dengan memberikan tes. Tes kemampuan menulis tidak hanya melibatkan aktivitas kognitif saja, melainkan juga psikomotorik yang berupa aktivitas (otot) untuk menulis. Tes merupakan suatu bentuk pemberian tugas atau pertanyaan yang harus dikerjakan oleh siswa yang
28 sedang dites (Suwandi, 2011: 39). Hal ini sejalan dengan pendapat Sudjana (2014: 35) bahwa tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Dalam penilaian keterampilan menulis puisi siswa dapat menggunakan tes esai secara tertulis. Menurut Zaini Machmoed (dalam Nurgiyantoro, 2001: 305) menyatakan bahwa kategori-kategori pokok dalam mengarang meliputi : (1) kualitas dan ruang lingkup isi, (2) organisasi dan penyajian isi, (3) gaya dan bentuk bahasa, (4) mekanik tata bahasa, ejaan, tanda baca, kerapian tulisan, dan kebersihan, dan (5) respon efektif guru terhadap karya tulis. Menurut Harris dan Amran (dalam Nurgiyantoro, 2001: 306) mengemukakan bahwa unsur-unsur mengarang yang dinilai adalah content (isi, gagasan yang dikemukakan), form (organisasi isi), grammar (tata bahasa dan pola kalimat), style (gaya: pilihan struktur dan kosa kata), dan mechanics (ejaan). Berdasarkan dua pendapat
tersebut
dapat
disimpulkan
unsur
yang dinilai
dalam
keterampilan menulis puisi, yaitu: kesesuaian isi puisi dengan tema, diksi yang tepat, majas, pengimajian, dan makna yang terkandung dalam puisi.
3. Hakikat Model Snowball Throwing a. Pengertian Model Pembelajaran Menurut
Winaputra
(dalam
Sugiyanto,
2009:
3),
model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Dalam tingkatan operasional model pembelajaran dan strategi pembelajaran sering dipertukarkan. Menurut Joyce dan Weil (dalam Trianto, 2010: 53, model pembelajaran adalah sebuah perencanaan yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atas pembelajaran
29 dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran. Menurut Trianto (2013: 53), model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru dalam merancang dan melaksanankan pembelajaran. Hal ini senada dengan pendapat Huda (2014: 143) bahwa model pembelajaran harus dianggap sebagai kerangka kerja struktural yang juga dapat digunakan sebagai pemandu untuk mengembangkan lingkungan dan aktivitas belajar yang kondusif. Menurut Sugiyanto (2009: 3), hal yang perlu dipertimbangkan dalam
memilih
model/
strategi
pembelajaran
yaitu:
(1)
tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai, (2) sifat bahan/ materi ajar, (3) kondisi siswa, dan (4) ketersediaan sarana-prasarana belajar. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah sebuah kerangka perencanaan yang terkonsep dan sistematis
yang
dijadikan
pedoman
dalam
melakukan
aktivitas
pembelajaran.
b. Jenis Model Pembelajaran Menurut Joyce dan Weil (dalam Majid, 2013: 15-19), ada empat kelompok model pembelajaran, yaitu: 1) Model proses informasi. Teori ini merupakan gambaran atau model dari kegiatan di dalam otak manusia di saat memproses suatu informasi. Dalam pemprosesan informasi, terjadi adanya interaksi antara kondisikondisi internal dan eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang memengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
30 2) Model personal. Penggunaan model pembelajaran personal lebih memusatkan perhatian pada pandangan perseorangan dan berusaha menggalakkan kemandirian yang produktif sehingga manusia menjadi semakin sadar diri dan bertanggung jawab atas tujuannya. Dalam rumpun model personal ini terdapat empat model pembelajaran, yaitu: (a) pengajaran tanpa arahan, (b) model sinektik, (c) latihan kesadaran, dan (d) pertemuan kelas. 3) Model interaksi sosial. Dalam model interaksi sosial, proses belajar pada hakikatnya adalah mengadakan hubungan sosial dalam pengertian peserta didik berinteraksi dengan peserta didik lain dan berinteraksi dengan kelompoknya. Langkah yang ditempuh guru dalam model ini adalah: a) Guru mengemukakan masalah dalam bentuk situasi sosial kepada para peserta didik. b) Peserta didik dengan bimbingan guru menelusuri berbagai macam masalah yang terdapat dalam situasi tersebut. c) Peserta didik diberi tugas atau permasalahan yang berkenaan dengan situasi tersebut untuk dipecahkan, dianalisis, dan dikerjakan. d) Dalam memecahkan masalah belajar tersebut peserta didik diminta untuk mendiskusikannya. e) Peserta didik membuat kesimpulan dari hasil diskusinya. f) Membahas kembali hasil-hasil kegiatannya. 4) Model sistem perilaku (behavior). Model behavioral menekankan pada perubahan perilaku yang tampak dari peserta didik, sehingga konsisten dengan konsep dirinya. Model ini lebih menekankan pada aspek perubahan perilaku psikologis dan perilaku yang tidak dapat diamati.
31 c. Model Snowball Throwing Model pembelajaran Snowball Throwing merupakan salah satu model cooperative learning yang merupakan model pembelajaran secara berkelompok.. Menurut Saminanto (2010:37), “Model pembelajaran Snowball Throwing disebut juga model pembelajaran gelundungan bola salju”. Menurut Huda (2014:226), model pembelajaran ini melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari siswa lain dalam bentuk bola salju yang terbuat dari kertas, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok. Dalam model ini siswa juga dilatih kesiapannya dalam menerima tugas dan melatih siswa untuk aktif dalam pembelajaran di dalam kelas. Menurut Purbowo (2012) bahwa pembelajaran Snowball Throwing merupakan suatu model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada kerja kelompok. Lemparan
pertanyaan
menggunakan
bola
kertas
tidak
menggunakan tongkat seperti model pembelajaran Talking Stik dan berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas lalu dilemparlemparkan kepada siswa lain. Siswa yang mendapat bola kertas lalu membuka dan menjawab pertanyaannya. Model ini memiliki kelebihan diantaranya ada unsur permainan yang menyebabkan model ini lebih menarik perhatian siswa. Hal ini searah dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhang (2011) bahwa pembelajaran dengan bermain dapat memfasilitasi kemampuan sosial anak untuk mempraktikan teori dan menyimpulkan materi yang didapat dalam pembelajaran. Pembelajaran dengan bermain memberikan pengaruh yang positif bagi perkembangan sosial anak dalam mengaplikasikan pengetahuannya. Penerapan model pembelajaran model ini akan semakin efektif ketika dalam penerapannya menggunakan media yang bervariasi. Chen (2011) menyatakan bahwa pembelajaran bahasa dengan menggunakan permainan dapat sebagai alat pembelajaran yang baik dan kuat. Menurut Darusmin (2012) bahwa model Snowball Throwing dapat
32 memberikan dampak yang positif dan dapat merubah perilaku siswa menjadi
lebih
baik
serta
dapat
membuat
kelas
menjadi
lebih
menyenangkan.
d. Kelebihan dan Kekurangan Model Snowball Throwing Kelebihan dari model pembelajaran Snowball Throwing sebagai berikut. 1) Pembelajaran menjadi menyenangkan karena siswa melakukan pembelajaran dengan bermain melempar bola kepada siswa lain. 2) Model ini dapat mengembangkan kemampuan berpikir karena siswa diberi kesempatan untuk membuat soal dan diberikan pada siswa lain. 3) Menumbuhkan rasa kesiapan dalam proses pembelajaran. 4) Menumbuhkan sikap aktif dan motivasi dalam proses pembelajaran. 5) Media yang digunakan dalam pembelajaran dapat lebih bervariasi, karena siswa ikut serta secara langsung dalam praktik pembelajaran. 6) Pembelajaran menjadi lebih efektif. 7) Dapat
mendukung
tercapainya
aspek
kognitif,
afektif,
dan
psikomotorik. Adapun kekurangan dari model pembelajaran Snowball Throwing sebagai berikut. 1) Sangat bergantung kepada kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran. 2) Ketua kelompok dapat kurang mampu menjelaskan materi pelajaran dengan baik. 3) Memerlukan waktu yang cukup panjang. 4) Siswa yang nakal cenderung membuat keributan saat pembelajaran. 5) Kelas menjadi gaduh karena kelompok dibuat oleh siswa.
33 e. Langkah-langkah Pembelajaran Model Snowball Throwing Menurut Suprijono (2009: 128), langkah-langkah pembelajaran model snowball throwing adalah: 1) Guru menyampaikan materi yang akan disajikan, dan Kompetensi Dasar yang ingin dicapai. 2) Guru membentuk siswa berkelompok, lalu memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi. 3) Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masingmasing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya. 4) Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok. 5) Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 5 menit. 6) Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian. 7) Evaluasi 8) Penutup Dari berbagai uraian di atas dan dari pendapat para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran Snowball Throwing merupakan model pembelajaran yang dipadukan antara belajar dan bermain untuk pembelajaran secara berkelompok yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan atau kemampuan siswa dalam materi tersebut.
34 f. Penerapan Model Snowball Throwing dalam Pembelajaran Menulis Puisi Pembelajaran menulis puisi adalah salah satu mata pelajaran yang harus diajarkan di Sekolah Menengah Pertama kelas VII semester dua sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Di dalam pembelajaran terkadang materi tidak dapat disampaikan secara maksimal karena adanya berbagai kendala. Terlebih hasil belajar siswa tentang materi menulis puisi yang belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini membutuhkan usaha dan kerjasama antara guru dan siswa untuk meningkatkan hasil proses belajar agar lebih maksimal. Peningkatan hasil belajar siswa pada keterampilan menulis puisi dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran yang inovatif yang dapat membangkitkan motivasi ataupun kekretifitasan siswa dalam menulis puisi. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran Snowball Throwing. Model pembelajaran ini merupakan perpaduan antara kegiatan belajar dan bermain. Menurut Huda (2014: 226), model pembelajaran ini melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari siswa lain dalam bentuk bola salju yang terbuat dari kertas, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok. Kegiatan menulis puisi sangat membutuhkan kreativitasan dan imajinasi yang kuat agar dapat menghasilkan karya sastra yang menarik. Oleh karena itu, dengan penggunaan model pembelajaran Snowball Throwing siswa akan lebih terpacu untuk berkompetisi dalam menulis puisi dengan bermain, kemudian siswa akan lebih semangat dan akan berlomba-lomba dalam berimajinasi dan berkreativitas. Penerapan
model
pembelajaran
Snowball
Throwing
dalam
pembelajaran menulis puisi adalah sebagai berikut. Pertama, guru menyebutkan materi yang akan disajikan yaitu puisi. Kedua, guru membentuk kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok
35 untuk memberikan penjelasan tentang puisi. Ketiga, masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya kemudian menjelaskan materi puisi kepada temannya. Keempat, masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas untuk menuliskan satu tema puisi. Kelima, siswa membentuk kertas tersebut seperti bola dan dilempar ke siswa lain selama kurang lebih 5 menit. Keenam, setelah setiap siswa memndapatkan satu bola, siswa diberi kesempatan untuk menulis puisi sesuai dengan tema yang telah ditentukan. Ketujuh, guru melakukan evaluasi dan menutup pembelajaran. Berkaitan dengan paparan di atas penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Intan Kumala Sari sebagai skripsinya yang berjudul “Penerapan Model Quantum Learning dengan Teknik Pengelompokan (Clustering) untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Puisi pada Siswa Kelas V SD Negeri Kadilangu I Demak Tahun Ajaran 2011/ 2012”. Dalam penelitian ini mempunyai persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Persamaannya, penelitian ini sama-sama meneliti tentang upaya untuk meningkatkan kemapuan menulis puisi pada siswa. Perbedaannya, penelitian ini bersubjek siswa kelas V SD sedangkan penelitian ini bersubjek siswa kelas VII SMP dan
penggunaan modelnya juga berbeda, penelitian ini
menggunakan model Quantum Learning dengan teknik pengelompokan (Clustering)
sedangkan
penelitian
penulis
menggunakan
medel
pembelajaran Snowball Throwing. Penelitian yang dilakukan oleh Nimas Permata Putri yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Snowball Throwing dan Minat Belajar Terhadap Kemampuan Menyimak (Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri di Boyolali)”. Tesis yang dilakukan oleh Nimas ini mempunyai perbedaan dan persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Dalam tesis dan penelitian yang dilakukan peneliti samasama bersubjek siswa kelas VII SMP dan menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing, tetapi dalam tesis yang dilakukan oleh
36 Nimas ini berobjek pada pembelajaran menyimak, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis berobjek pada pembelajaran menulis puisi. Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Setyaningsih dengan judul “Penerapan Model Field Trip untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Puisi pada Siswa Kelas VII B SMP Bhinneka Karya Boyolali Tahun Ajaran 2009/ 2010”. Skripsi ini menggunakan model Field Trip sedangkan penulis menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing dalam penelitiannya. Skripsi yang dilakukan oleh Dwi memiliki persamaan dengan penelitian, yaitu sama-sama berobjek keterampilan menulis puisi pada siswa kelas VII SMP.
B. Kerangka Berpikir Pembelajaran bahasa Indonesia pada kelas VII G SMP Negeri 14 Surakarta, khususnya materi menulis puisi sampai saat ini masih menjadi kendala dan kesulitan bagi siswa kelas tersebut. Selain kurangnya motivasi siswa dalam memahami materi puisi, model pembelajaran yang digunakan masih kurang tepat. Karena guru masih menggunakan model ceramah, sehingga siswa kurang aktif selama proses pembelajaran dan minat siswa untuk mengikuti pelajaran semakin turun. Suasana kelas selama proses pembelajaran pun menjadi tidak kondusif karena para siswa gaduh dan mengobrol dengan temannya. Guru juga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif selama proses pembelajaran. Model pembelajaran Snowball Throwing merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah yang disebabkan model pembelajaran yang kurang tepat yang digunakan oleh guru. Model pembelajaran Snowball Throwing dipilih karena model pembelajaran ini dapat memancing keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dengan cara yang menyenangkan. Dengan demikian, siswa tidak akan merasa bosan karena selama proses pembelajaran siswa dituntut untuk selalu aktif. Penerapan model pembelajaran Snowball Throwing akan lebih menarik ketika dalam penerapannya menggunakan media yang bervariasi. Hasil akhir yang diharapkan peneliti maupun guru mata pelajaran bahasa Indonesia SMP Negeri 14
37 Surakarta adalah meningkatnya kualitas proses dan hasil pembelajaran menulis puisi. Siswa dapat lebih berperan aktif selama proses pembelajaran berlangsung, dapat memotivasi siswa untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar. Berikut bagan kerangka berpikir pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Kondisi Awal
Guru menggunakan model pembelajaran ceramah yang konvensional pada materi menulis puisi.
Keterampilan menulis puisi siswa masih kurang
Siklus I Tindakan
Menerapkan model Snowball Throwing dalam pembelajaran puisi Siklus II Menerapkan model Snowball Throwing dengan media gambar kartun hitam putih. Siklus III Menerapkan model pembelajaran Snowball Throwing dengan media foto.
Kondisi Akhir
Setelah diterapkan model pembelajaran Snowball Throwing diharapkan keterampilan menulis puisi siswa dapat meningkat. Gambar 1. Kerangka Berpikir