BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Model Sistem Pembelajaran ICARE I CARE sebagai sebuah model sistem pembelajaran tentunya membutuhkan tahapantahapan dari perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi. Adapun tahapan perencanaan adalah mempersiapkan materi pelajaran berdasarkan kurikulum yang ada, analisis kebutuhan di kelas, serta perkembangan dunia usaha dan dunia industri. Sedangkan pelaksanaan ICARE dipaparkan sebagai berikut :Introduction Pada tahap pengalaman pembelajaran ini, para guru atau fasilitator menanamkan pemahaman tentang isi dari pelajaran/sesi kepada para peserta. Bagian ini harus berisi penjelasan tujuan pelajaran/sesi dan apa yang akan dicapai—hasil selama pelajaran/sesi tersebut. Introduction (pendahuluan) harus singkat dan sederhana. Connection Sebagian besar pembelajaran merupakan rangkaian dengan satu kompetensi yang dikembangkan berdasarkan kompetensi sebelumnya. Oleh karena itu, semua pengalaman pembelajaran yang baik perlu dimulai dari apa yang sudah diketahui, dapat dilakukan oleh peserta, dan mengembangkannya. Pada tahap connection dari pelajaran/sesi, anda berusaha menghubungkan bahan ajar yang baru dengan sesuatu yang sudah dikenal para peserta dari pembelajaran atau pengalaman sebelumnya. Anda dapat melakukan hal ini dengan mengadakan latihan brainstorming yang sederhana untuk memahami apa yang telah diketahui para peserta, dengan meminta mereka untuk memberitahu anda apa yang mereka ingat dari pelajaran/sesi sebelumnya atau dengan mengembangkan sebuah kegiatan yang dapat dilakukan peserta sendiri. Sesudah itu, anda dapat menghubungkan para peserta dengan informasi baru. Ini dapat dilakukan melalui presentasi atau penjelasan yang sederhana. Akan tetapi, perlu diingat bahwa presentasi seharusnya tidak terlalu lama dan paling lama hanya berlangsung selama sepuluh menit. Application Tahap ini adalah yang paling penting dari pelajaran/sesi. Setelah peserta memperoleh informasi atau kecakapan baru melalui tahap connection, mereka perlu diberi kesempatan untuk mempraktikkan dan menerapkan pengetahuan serta kecakapan tersebut. Bagian application harus berlangsung paling lama dari pelajaran/sesi di mana peserta bekerja sendiri, tidak dengan instruktur, secara pasangan atau dalam kelompok untuk menyelesaikan kegiatan nyata atau memecahkan masalah nyata menggunakan informasi dan kecakapan baru yang telah mereka peroleh.
Reflection Bagian ini merupakan ringkasan dari pelajaran/sesi, sedangkan peserta memiliki kesempatan untuk merefleksikan apa yang telah mereka pelajari. Tugas intruktur adalah menilai sejauh mana keberhasilan pembelajaran. Kegiatan refleksi atau ringkasan dapat melibatkan diskusi kelompok dimana instruktur meminta peserta untuk melakukan presentasi atau menjelaskan apa yang telah mereka pelajari. Mereka juga dapat melakukan kegiatan penulisan mandiri dimana peserta menulis sebuah ringkasan dari hasil pembelajaran. Refleksi ini juga bisa berbentuk kuis singkat dimana instruktur memberi pertanyaan berdasarkan isi pelajaran/sesi. Poin penting untuk diingat dalam refleksi adalah bahwa instruktur perlu menyediakan kesempatan bagi para peserta untuk mengungkapkan apa yang telah mereka pelajari. Extend Karena waktu pelajaran/sesi telah selesai, bukan berarti semua peserta yang telah mempelajari dapat secara otomatis menggunakan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan bagian Extension adalah kegiatan dimana fasilitator menyediakan kegiatan yang dapat dilakukan peserta setelah pelajaran/sesi berakhir untuk memperkuat dan memperluas pembelajaran. Di sekolah, kegiatan extension biasanya disebut pekerjaan rumah. Kegiatan Extension dapat meliputi penyediaan bahan bacaan tambahan, tugas penelitian atau latihan.
2.2 SMK dan Pendidikan Kecakapan Hidup 2.2.1 SMK Dalam upaya menghasilkan manusia Indonesia yang cerdas dan kompetitif. Pemerintah, khususnya Depdiknas, berupaya agar setiap individu memperoleh kesempatan mendapatkan pendidikan yang bermutu dengan utuh. Hal itu diwujudkan melalui tiga kebijakan utama yaitu: (1) pemerataan dan perluasan akses pendidikan; (2) peningkatan mutu, relevansi dan daya saing; dan (3) penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. Tiga pilar ini diyakini akan mampu secara berkesinambungan meningkatkan kualitas sistem pendidikan nasional di Indonesia. Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di masa yang akan datang, harus sejalan dengan kebijakan tersebut. Secara khusus, program-program yang terkait dengan pengembangan penting di SMK antara lain: (1) peningkatan jumlah siswa SMK hingga mencapai 70% siswa SMK dan 30% siswa SMU pada tahun 2015; (2) perintisan SMK bertaraf internasioanl yang pada akhir tahun 2010 harus mencapai jumlah 441 SMK; (3) revitalisasi peralatan pendidikan di SMK; (4) pengembangan program kewirausahaan bagi para siswa SMK. Saat ini SMK telah memperbahurui visi dan misinya sesuai dengan tuntutan zaman. Pembaharuan tersebut didasarkan atas permintaan pasar terhadap tenaga kerja yang mampu berkompetensi di era globalisasi. Sementara itu, dsiperluas pula pendidikan kejuruan yang berbasis keunggulan lokal. Hal tersebut dijalankan melalui misi berupa peningkatan profesionalisme dan akuntabilitas lembaga pendidikan kejuruan sebagai pusat pembudayaan kompetensi bertaraf internasional. Diupayakan pula peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan. Adapun tujuan SMK adalah menghasilkan tamatan yang berkualitas dan mampu bersaing baik di tingkat nasional maupun internasional. Bertolak dari visi, misi, dan tujuan itu maka profil lulusan SMK adalah siap kerja, cerdas, dan kompetitif. Lulusan SMK telah dibekali keterampilan dan kemampuan bekerja di bidangnya, sehingga mereka siap untuk langsung bekerja tanpa perlu ditraining lagi. Mereka juga dibekali kemampuan untuk membuka usaha sendiri. Kecerdasan yang dimaksud di sini bukan hanya secara intelektual, namun juga cerdas secara spiritual, emosional dan sosial, serta cerdas secara kinestik. Jiwa kompetitif, ingin menjadi agen perubahan dan pantang menyerah sudah ditanamkan sejak tahun pertama di SMK.
Kemandirian serta kepribadian siswa SMK yang unggul memicu kesiapan mental untuk bekerja atau membuka lapangan usaha ketika lulus kelak. Karakteristik komponen pendidikan SMK meliputi standar pendidikan, kurikulum, manajemen, kegiatan belajar mengajar, tenaga pendidik, sarana dan prasarana. Masing-masing komponen tersebut dijelaskan secara ringkas berikut ini. a. Standar pendidikan SMK yang tersebar di seluruh Nusantara mempunyai standar pendidikan berkualitas tinggi. SMK berstandar nasional menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan kejuruan dengan sertifikat kompetensi standar nasioanl pada satu atau lebih program keahlian dan menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggri untuk salah saatu mata diklat. b. Kurikulum Menerapkan kurikulum SMK yang telah melalui proses validasi bersama Institusi pasangan/dunia usaha/dunia Industri (DU/DI), dengan pengayaan pada mata pelajaran tertentu dan disesuaikan dengan perkembangan IPTEK. c. Manajemen Penyelenggaraa pendidikan yang berkualitas tinggi, wajib memiliki pengorganisasian, sistem manajemen dan sistem administrasi yang baik, termasuk di dalamnya memiliki sertifikat manajemen mutu ISO 9001:2000. d. Kegiatan belajar mengajar Siswa harus menyelesaikan beban belajar selama tiga tahun dengan menggunakan bahan ajar berupa modul tertulis atau interaktif yang dioptimalkan sesuai tuntutan kompetensi, sumbersumber belajar lain serta jaringan internet.
e. Tenaga pendidik Tenaga pendidikan memiliki latar belakang pendidikan tinggi (S1 atau D4), sertifikasi TOEIC minimal 450, dan kompetensi yang sesuai dengan mata diklat yang diajarkan, baik yang tersedia di sekolah atau melalui outsourching (mendatangkan guru tamu dari DU/DI) f. Sarana dan prasarana Sarana dan prasaranan meliputi bangunan, infrastruktur dan perabot. Bangunan berupa ruang teori, laboraturium, ruang praktek, perpustakaan, kamar mandi dan ruang penunjang. Infrastruktur berupa jalan, listrik dan penerangan, telepon, sumber dan instalasi air bersih,
pembuangan air hujan, pengelolaan limbah cair dan padat, serta pagar pengaman sekolah. Perabot; tersedia dengan jumlah, jenis dan persayaratan teknis sesuai kebutuhan diklat. 2.2.2 Kecakapan Hidup Spesifik Kecakapan hidup merupakan kecakapan-kecakapan yang secara praksis dapat membekali siswa dalam mengatasi berbagai macam persoalan hidup dan kehidupan. Kecakapan itu menyangkut aspek pengetahuan, sikap yang di dalamnya termasuk fisik dan mental, serta kecakapan kejuruan yang berkaitan dengan pengembangan akhlak siswa sehingga mampu menghadapi tuntutan dan tantangan hidup dalam kehidupan. Kecakapan hidup mencakup lima jenis, yaitu: (1) kecakapan mengenal diri, (2) kecakapan berpikir, (3) kecakapan
ystem, (4)
kecakapan akademik, dan (5) kecakapan kejuruan. Menurut konsep di atas, kecakapan hidup adalah kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari dan menemukan solusi untuk mengatasinya. Pendidikan berorientasi kecakapan hidup bagi siswa adalah sebagai bekal dalam menghadapi dan memecahkan problema hidup dan kehidupan, baik sebagai pribadi yang mandiri, warga masyarakat, maupun sebagai warga negara. Apabila hal ini dapat dicapai, maka ketergantungan terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan, yang berakibat pada meningkatnya angka pengangguran, dapat diturunkan, yang berarti produktivitas nasional akan meningkat secara bertahap. Sementara dalam pandangan Brolin (1989) kecakapan hidup merupakan interaksi berbagai pengetahuan dan kecakapan sehingga seseorang mampu hidup mandiri. Pengertian kecakapan hidup tidak semata-mata merujuk kepada pemilikan kemampuan tertentu (vocational job), melainkan juga kemampuan dasar pendukung secara fungsional seperti: membaca, menulis, dan berhitung, merumuskan dan memecahkan masalah, mengelola sumber daya, bekerja dalam kelompok, dan menggunakan teknologi (Dikdasmen, 2002). Kecakapan hidup bukan sekadar keterampilan untuk bekerja (vokasional) tetapi memiliki makna yang lebih luas. WHO (1997) mendefinisikan kecakapan hidup sebagai keterampilan atau kemampuan untuk dapat beradaptasi dan berperilaku positif, yang memungkinkan seseorang mampu menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam kehidupan secara lebih efektif. Pendidikan kecakapan hidup dapat dilakukan melalui kegiatan intra/ekstrakurikuler untuk mengembangkan potensi siswa sesuai dengan karakteristik, emosional, dan spiritual dalam prospek pengembangan diri, yang materinya menyatu pada sejumlah mata pelajaran yang ada.
Penentuan isi dan bahan pelajaran kecakapan hidup dikaitkan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan agar siswa mengenal dan memiliki bekal dalam menjalankan kehidupan dikemudian hari. Isi dan bahan pelajaran tersebut menyatu dalam mata pelajaran yang terintegrasi sehingga secara struktur tidak berdiri sendiri. Barrie Hopson dan Scally (1981) mengemukakan bahwa pendidikan kecakapan hidup merupakan pengembangan diri untuk bertahan hidup, tumbuh, dan berkembang, memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan berhubungan baik secara individu, kelompok maupun melalui sistem dalam menghadapi situasi tertentu. Menurut konsepnya, kecakapan hidup dapat dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu kecakapan hidup generik (generic life skill/GLS), dan kecakapan hidup spesifik (specific life skill/SLS). Kecakapan hidup kecakapan
ystem
terdiri atas kecakapan personal (personal skill), dan
ystem (social skill). Kecakapan personal mencakup kecakapan dalam memahami
diri (self awareness skill) dan kecakapan berpikir (thinking skill). Kecakapan mengenal diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, sebagai anggota masyarakat dan warga
ystem, serta menyadari dan
mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki sekaligus sebagai modal dalam meningkatkan dirinya sebagai individu yang bermanfaat bagi lingkungannya. Kecapakan berpikir mencakup antara lain kecakapan mengenali dan menemukan informasi, mengolah, dan mengambil keputusan, serta memecahkan masalah secara kreatif. Sedangkan dalam kecakapan
ystem mencakup kecakapan berkomunikasi (communication skill)
dan kecakapan bekerjasama (collaboration skill). Kecakapan hidup spesifik adalah kecakapan untuk menghadapi pekerjaan atau keadaan tertentu. Kecakapan ini terdiri dari kecakapan akademik (academic skill) atau kecakapan intelektual, dan kecakapan vokasional (vocational skill). Kecakapan akademik terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih memerlukan pemikiran atau kerja intelektual. Kecakapan akademik seringkali disebut juga kecakapan intelektual atau kemampuan berpikir ilmiah yang pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecakapan berpikir secara umum, namun mengarah kepada kegiatan yang bersifat keilmuan. Kecakapan ini mencakup antara lain kecakapan mengidentifikasi
ystem e, menjelaskan hubungan suatu fenomena
tertentu, merumuskan hipotesis, merancang dan melaksanakan penelitian. Untuk membangun kecakapan-kecakapan tersebut diperlukan pula sikap ilmiah, kritis, obyektif, dan transparan.
Kecakapan vokasional terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih memerlukan keterampilan motorik. Kecakapan ini seringkali disebut dengan kecakapan kejuruan, artinya suatu kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di masyarakat atau lingkungan siswa. Kecakapan vokasional lebih cocok untuk siswa yang menekuni pekerjaan yang mengandalkan keterampilan psikomotorik daripada kecakapan berpikir ilmiah. Kecakapan vokasional terbagi atas kecakapan vokasional dasar (basic vocational skill) dan kecakapan vokasional khusus (occupational skill). Kecakapan vokasional dasar bertalian dengan bagaimana siswa menggunakan alat sederhana, misalnya: obeng, palu, dsb; melakukan gerak dasar, dan membaca gambar sederhana. Kecakapan ini terkait dengan sikap taat asas, presisi, akurasi, dan tepat waktu yang mengarah kepada perilaku produktif. Kecakapan vokasional khusus hanya diperlukan bagi mereka yang akan menekuni pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya. Misalnya pekerja montir, apoteker, tukang, tehnisi, atau meramu menu bagi yang menekuni pekerjaan tata boga, dan sebagainya. Pendidikan vokasional merupakan penggabungan antara teori dan praktik secara seimbang dengan orientasi pada kesiapan kerja lulusannya. Kurikulum dalam pendidikan vokasional, terkonsentrasi pada
ystem pembelajaran keahlian (apprenticeship of learning) pada kejuruan-
kejuruan khusus (specific trades). Kelebihan pendidikan vokasional ini, antara lain, siswa secara langsung dapat mengembangkan keahliannya disesuaikan dengan kebutuhan lapangan atau bidang tugas yang akan dihadapinya. Dalam mengembangkan kecakapan hidup siswa, SMK memiliki visi dan misi dalam pelaksanaan proses pendidikan yang mendukung siswa untuk meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan yang bersifat praktis yang dihadapi oleh siswa. Kecakapan inilah yang selanjutnya akan menjadikan siswa SMK memiliki sikap kemandirian serta keterampil pada saat berhasil menyelesaikan studinya di SMK. Kecakapan hidup spesifik merupakan salah satu aspek yang ditanamkan pada kompetensi pogram keahlian multimedia. Siswa program keahlian multimedia di SMK diharapkan menguasai kemampuan akademik dan kemampuan vokasional multimedia. Kemampuankemampuan tersebut tercermin dalam Dasar Kompetensi Kejuruan dan Kompetensi Kejuruan sebagai berikut: 1. Merakit personal computer. 2. Melakukan instalasi
ystem operasi dasar.
3. Menerapkan Keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup (K3LH) 4. Memahami etimologi Multimedia 5. Memahami aluir poses produksi produk multimedia 6. Merawat peralatan multimedia 7. Mengelola isi halaman web 8. Menerapkan teknik pengambilan gambar produksi 9. Menerapkan prinsi-prinsip sendi grafis dalam desain komunikasi visual untuk multimedia 10. Menguasai cara menggambar kunci untuk animasi 11. Menguasai cara menggambar clean-up dan sisip 12. Menguasai dasar animasi stop-motion (bidang datar) 13. Menggambungkan gambar 2D ke dalam sajian multimedia 14. Menggambungkan fotografi digital ke dalam sajian multimedia 15. Menggambungkan audio ke dalam sajian multimedia 16. Membuat story board aplikasi multimedia 17. Memahami cara penggunaan peralatan tata cahaya 18. Menerapkan efek khusus pada objek produksi 19. Menyusun proposal penawaran Sesuai dengan unsur utama Hoffman dan Ritchie (1998), I CARE merupakan model sistem pembelajaran yang berawal dari desain pembelajaran praktikum yang digunakan untuk pembelajaran jarak jauh (online). I CARE memiliki lima tahap yaitu Introduce, Connect, Apply, Reflect dan Extend. 2.3 Hubungan antara Model Sistem Pembelajaran ICARE dengan Kecakapan Hidup Spesifik SMK sebagai satuan pendidikan yang berorientasi pada pengembangan kecakapan hidup siswanya tentu membutuhkan perencanaan yang komprehensif dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Tidak hanya kecakapan akademik saja yang akan diukur tetapi juga kecakapan vokasional atau kecakapan kejuruan. Oleh karena itu selain sarana prasana, guru dan siswa, diperlukan pula sebuah model sistem pembelajaran yang relevan untuk pelaksanaannya. I CARE merupakan model sistem pembelajaran yang memiliki karakteristik sesuai dengan kebutuhan di Sekolah karena memiliki karakteristik yang kontekstual, desain yang komprehensif,
berorientasi pada pengembangan kecakapan hidup, dan memiliki ciri belajar yang joyfull learning. Oleh karena itu maka penulis tertarik untuk meneliti keefektifan model sistem pembelajaran di SMK. 2.4 Kerangka Berpikir SMK Negeri 3 Tegal dan SMK Al-Irsyad Tegal keahlian multimedia berupaya untuk menyesuaikan program keahliannya dengan dunia usaha dan dunia industri. Maka untuk mendapatkan kompetensi lulusan yang sesuai dengan dunia usaha dan dunia industri maka pembelajaran berbasis TIK memerlukan model sistem pembelajaran yang sesuai dan efektif. Adapun karakteristik model sistem pembelajaran yang dicari adalah kontekstual, desain yang komprehensif, berorientasi pada pengembangan kecakapan hidup dan memiliki ciri belajar yang joyfull learning atau PAKEM. Dari rumusan di atas maka, peneliti menawarkan model sistem pembelajaran ICARE karena memiliki keempat karakteristik tersebut. Sehingga dapat menciptakan siswa yang memiliki kecakapan hidup spesifik bidang TIK yang sesuai dengan kompetensi lulusan yang ditentukan, sehingga dapat menyesuaikan tuntutan dunia usaha dan dunia industri.
Gambar 2.1 Kerangka berpikir penelitian 2.5 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas masalahn penelitian. Adapun hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini penulis rumuskan sebagai berikut: 2.5.1 (1)
Hipotesis Nol
Tidak terdapat perbedaan kualitas pengalaman belajar yang signifikan antara siswa yang diberi dengan yang tidak diberi perlakukan model sistem pembelajaran ICARE, baik di SMK Negeri 3 Tegal maupun SMK di SMK Al-Irsyad Tegal.
(2)
Tidak terdapat perbedaan kualitas kecakapan akademik yang signifikan antara siswa yang diberi dengan yang tidak diberi perlakuan model sistem pembelajaran ICARE, baik di SMK Negeri 3 Tegal maupun di SMA Al-Irsyad Tegal.
(3)
Tidak terdapat perbedaan kualitas kecakapan vokasional yang signifikan antara siswa yang diberi dengan yang tidak tidak diberi perlakuan model sistem pembelajaran ICARE, baik di SMK Negeri 3 Tegal maupun SMA Al-Irsyad Tegal
2.5.2 Hipotesis Kerja (1)
Terdapat perbedaan kualitas pengalaman belajar yang signifikan antara siswa yang diberi dengan yang tidak diberi perlakukan model sistem pembelajaran ICARE, baik di SMK Negeri 3 Tegal maupun SMK di SMK Al-Irsyad Tegal.
(2)
Terdapat perbedaan kualitas kecakapan akademik yang signifikan antara siswa yang diberi dengan yang tidak diberi perlakuan model sistem pembelajaran ICARE, baik di SMK Negeri 3 Tegal maupun di SMA Al-Irsyad Tegal.
(3)
Terdapat perbedaan kualitas kecakapan vokasional yang signifikan antara siswa yang diberi dengan yang tidak tidak diberi perlakuan model sistem pembelajaran ICARE, baik di SMK Negeri 3 Tegal maupun SMA Al-Irsyad Tegal