1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan oleh pemerintah. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlindungan terhadap kesehatan sangat jelas diatur dimana dalam ketentuan Pasal 28H ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Dalam perkembangan dewasa ini, masih sering dijumpai pelanggaran – pelanggaran terhadap hak seseorang di bidang kesehatan. Salah satu hal yang sering dijumpai itu adalah pola hidup masyarakat dalam kegiatan merokok, kegiatan merokok sudah menjadi kebiasaan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia dan kegiatan ini sangat berdampak negatif bagi perokok itu sendiri maupun bagi orang lain yang terpaksa harus terkena paparan asap rokok. Menurut World Health Organization (WHO), manusia masih jauh dari kata sadar akan dampak negatif yang juga mematikan akibat tembakau rokok. WHO juga mencatat adanya jumlah kematian yang sangat tinggi sekitar 11.000 orang tewas setiap harinya akibat terkena penyakit dari tembakau. Bahkan tembakau setiap tahunnya menewaskan 4 juta orang di seluruh dunia dan
1
2
ironisnya angka tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 10 juta dalam 25tahun mendatang,1 Penyakit berbahaya yang ditimbulkan akibat tembakau rokok ialah impotensi, kemandulan, gangguan janin, enfisema, bronhitis kronis sampai berbagai jenis kanker.Kanker yang dimaksud seperti kanker paru – paru, mulut, tenggorokan, pankreas, kandung kemih, mulut Rahim bahkan leukemia, serta kanker kerdiovaskular dan stroke. Bagi para wanita hamil, merokok tidak hanya menyebabkan kelainan pada fisik, seperti terserang asma, epilepsi, bronhitis dan pneumonia, melainkan juga kelainan psikologis pada anak yang dapat berupa depresi, hiperaktif atau imatur.2 Racun tembakau rokok terbesar dihasilkan oleh asap yang mengepul dari ujung rokok yang sedang dihisap. Sebab asap yang dihasilkan berasal dari pembakaran tembakau yang tidak sempurna.Asap rokok mengandung sejumlah zat yang berbahaya seperti benzene, nikotin, nitrosamin, senyawa amin, aromatik, naftalen, ammonia, oksidan sianida, karbon monoksida benzaprin dan lain-lain. Partikel ini akan menghendap di saluran nafas dan sangat berbahaya bagi tubuh. Endapanasap rokok juga mudah melekat di benda-benda di ruangan dan bisa bertahan sampai lebih dari tiga tahun dengan tetap berbahaya.3 Di sisi lain kegiatan merokok mengakibatkan pencemaran udara dimana hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia dalam 1
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs339/en/, Diakses Pada Tanggal 10 Juli 2015. 2 http://www.who.int/tobacco/research/youth/health_effects/en/, Diakses Pada Tanggal 10 Juli 2015. 3 Budhi Antariksa, 2015, “Bahaya merokok bagi kesehatan”, http://www. dokita.co/diakses tanggal 19 Februari 2015.
3
halmemperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat, di samping itu pencemaranterhadap lingkungan kerap kali mengandung adanya risiko terhadap kesehatan manusia.4 Pada kenyataan sehari – hari di lingkungan masyarakat seorang perokok aktif tidak memperdulikan lingkungan di sekitar ketika dia sedang melakukan kegiatan merokokdan tidak menyadari akan bahaya yang ditimbulkan bagi orang sekitarnya, terutama dalam hal ini adalah bagi seorang perokok pasif. Selama ini bahaya asap rokok selalu menjadi ancaman bagi perokok pasif, perokok pasif adalah seorang penghirup asap rokok dari orang yang sedang merokok, sebagai perokok pasif dampaknya lebih berbahaya dibandingkan perokok aktif, bahkan bahaya yang harus di tanggung perokok pasif tiga kali lipat dari bahaya perokok aktif.5Berdasarkan data fakta tentang rokok di Indonesia menurut Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tjandra Yoga Aditama menyatakan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jumlah perokok aktif di Indonesia terbanyak ke tiga di dunia setelah China dan India. Prevalensi Perokok: 67,4 %(laki-laki) &4,5%(perempuan) 61,4 juta perokok di Indonesia 97 juta warga Indonesia (non-smoker) terpapar asap rokok orang lain (secondhand smoke) 43 juta anak-anak terpapar asap rokok (secondhand smoke), diantaranya 11,4 juta anak usia 0-4 tahun Lebih dari 200.000 meninggal setiap tahun akibat penyakit berhubungan dengan rokok Tren Kenaikan Anak usia 10-14 tahun yang merokok tahun 1995 dan mengalami peningkatan hingga enam kali lipat pada tahun 2007. Jumlah 4
Takdir Rahmadi, 2012, Hukum Lingkungan di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta,
h. 4. Widyastuti Soerojo, 2014, “Perokok Pasif”, http://id.mwikipedia.org/wiki/ istimewa:history/Perokok_pasifdiakses tanggal 19 Februari 2015. 5
4
8.
Perokok Anak 1995 sebesar 71.126 anak dan pada tahun 2007 sebesar 426.214 anak. Beban ekonomi makro akibat penggunaan tembakau sebesar Rp.245,41 Triliun Rupiah (2010)6 Untuk mengantisipasi dampak buruk dan bahaya yang disebabkan rokok
terhadap kesehatan manusia Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan untuk menetapkan Kawasan Tanpa Rokok. Kewenangan pembentukan Kawasan Tanpa Rokok tersebut tercantum pada Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dalam Pasal 115 ayat (2) yang menetapkan bahwa “Pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya.” Berdasarkan kewenangan yang diperoleh dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada ketentuan Pasal 115 ayat(2),Pemerintah Provinsi Bali membentuk Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Kawasan Tanpa Rokok, selanjutnya disebut dengan Perda Provinsi Bali tentang KTR. Dalam Perda Provinsi Bali tentang KTR pada Pasal 2 yang termasuk sebagai kawasan tanpa rokok meliputi “fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan“. Penegakan Perda Provinsi Bali tentang KTR ini terus digalakkan Pemerintah Provinsi di 9 (Sembilan) kabupaten yang ada di Bali, salah satunya adalah di Kabupaten Buleleng yaitu di Kota Singaraja. Kota Singaraja merupakan wilayah administratif dari Kabupaten Buleleng, sebagai daerah administratif Kota Gabriel Abdi Susanto, 2013, “8 Fakta Tentang Rokok di Indonesia” http://m.liputan6.com/health/read/601141/8-fakta-tentang-rokok-di-indonesia di akses tanggal 24 februari 2015. 6
5
Singaraja menjadi salah satu percontohan bagi daerah – daerah yang ada di Kabupaten Buleleng dalam menerapkan Perda Provinsi Bali tentang KTR. Kawasan tanpa rokok di Kota Singaraja meliputi : a. fasilitas pelayanan kesehatan. b. tempat proses belajar mengajar. c. tempat anak bermain. d. tempat ibadah. e. angkutan umum. f. tempat kerja. g. tempat umum. h. tempat lain yang ditetapkan.
Perda Provinsi Bali tentang KTR sudah berlaku selama 4 (empat) tahun.Namun kenyataannya masih banyak pelanggaran – pelanggaran ditemukan pada kawasan – kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok di Kota Singaraja.Berkaitan dengan hal tersebut penulis mengidentifikasi bahwa dalam penerapannya Perda Provinsi Bali Nomor 10 tahun 2011 mengenai Kawasan Tanpa Rokok inimasih menimbulkan kesenjangan antara Das sollen (norma yang di cita-citakan) dan Das sein (kenyataan di masyarakat). Maka dari itu, melihat uraian latar belakang masalah tersebut, penulis mengangkat
skripsi
dengan
judul
“EFEKTIVITASPELAKSANAAN
PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI KOTA SINGARAJA”.
6
1.2. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari uraian latar belakang tersebut, ada beberapa permasalahan yang perlu diteliti, sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Kawasan Tanpa Rokok diKota Singaraja? 2. Bagaimana Upaya Pemerintah Kabupaten Buleleng dalam melaksanakan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Singaraja? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Ruang
Lingkup
Penelitian
merupakan
bingkai
penelitian,
yang
menggambarkan batas penelitian, mempersempit permasalahan, dan mengatasi area penelitian.7 Untuk lebih terarahnya dan mencapai tujuan yang dikehendaki, pembahasan dan penelitian akan dibatasi sesuai ruang lingkup masalah yang akan dibahas maka ruang lingkup dari permasalahan ini hanya membatasi mengenai pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok diKota Singaraja. 1.4. Orisinalitas Penelitian Orisinalitas adalah suatu syarat dalam penulisan penelitian yang digunakan untuk menuliskan penelitian – penelitian terdahulu yang sejenis dan menjelaskan perbedaan penelitian terdahulunya. Dalam hal ini penulis wajib memakai minimal 2 (dua) penelitian pembeda, adapun 2 (dua) pembeda dalam penelitian ini adalah: 7
Bambang Sunggono, 2010, Metedologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h, 111.
7
1.
Judul Skripsi : Agenda Setting Rancangan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta tentang Kawasan Tanpa Rokok. Penulis : Diena Tiara Sari (Mahasiswi Program Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada, tahun 2014). Rumusan Masalah : 1. Bagaimana tahap-tahap dan dinamika pada agenda setting Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kota Yogyakarta tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR)? 2. Siapa saja aktor yang terlibat dalam setiap tahapan agenda setting dan bagaimana hubungan di antara para aktor tersebut, khususnya pada Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kota Yogyakarta tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan bagaimana hubungan antara aktor- aktor tersebut? 3. Apa kepentingan dari setiap aktor yang terlibat dalam setiap tahapan agenda setting Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kota Yogyakarta tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR)?
2.
Judul Skripsi : Proses Formulasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Kelurahan Keparakan, Kecamatan Mergangsan, Yogyakarta.
8
Penulis : Diena Tiara Sari (Mahasiswi Program Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada, tahun 2014). Rumusan Masalah : 1.
Bagaimana proses formulasi kebijakan kawasan tanpa rokok di Kelurahan Keparakan, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta?
2.
Bagaimana peran aktor dalam perumusan kebijakan KTR di Kelurahan Keparakan, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta?
1.5 Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus : 1.5.1
Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dengan menganalisis bagaimana efektivitas pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok diKota Singaraja, mengingat pentingnya jaminan perlindungan hukum terhadap hak asasi manusia khususnya dalam memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat serta bebas dari asap rokok.
1.5.2
Tujuan Khusus a.
Agar dapat mengetahui dan memahami pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Singaraja.
9
b.
Agar dapat mengetahui dan memahami upayaPemerintah Daerah Kabupaten Buleleng dalam meningkatkan pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Singaraja.
1.6. Manfaat Penelitian Manfaat peneltian dari skripsi ini dibedakan atas manfaat praktis yaitu sebagai berikut : 1.6.1 Manfaat Teoritis Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam bidang Ilmu Hukum khususnya berkait dengan bidang Hukum Administrasi Negara. 1.6.2 Manfaat Praktis a.
Manfaat praktis bagi pemerintah adalah terlaksananya penyampaian informasi mengenai adanya aturan – aturan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok.
b.
Dapat mengetahui pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 20111 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Singaraja
c.
Dapat mengetahui upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng dalam meningkatkan pelaksanaan peraturan daerah.
d.
Manfaat Praktis bagi masyarakat adalah dapat memberikan suatu informasi yang bermanfaat baik berupa masukan maupun sumbangan pemikiran bagi pihak – pihak yang berkepentingan dengan kegiatan dan bidangkesehatan.
10
1.7 LandasanTeoritis Dalam penelitian ini akan digunakan teori – teori, konsep – konsep, maupun pandangan – pandangan para pakar yang berpengaruh sebagai landasan pemikiran penelitian,yaitu : 1)
Teori Efektivitas Kata efektif berasal dari bahasa inggris yaitu effective yang berarti berhasil
atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik.Kamus ilmiah populer mendefinisikan efektivitas sebagai ketetapan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Selain itu efektivitas juga merupakan suatu gambaran tingkat keberhasilan atau keunggulan dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan adanya keterkaitan atara nilai – nilai bervariasi. Ketika kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka kita pertama –tama harus dapat mengukur sejauh mana aturan hukum itu ditaati oleh sebagian target yang menjadi sasaran ketaatannya, kita akan mengatakan bahwa aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif, namun demikian sekalipun dapat dikatakan aturan yang ditaati itu efektif, tetapi kita masih tetap dapat mempertanyakan lebih jauh derajat efektivitasnya.8
8
Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang – Undang (Legisprudence), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h.375.
11
Berbicara mengenai efektivitas hukum, Soerjono Soekanto sebagaimana di kutip dalam Siswanto Sunarso berpendapat tentang pengaruh hukum, yaitu sebagai berikut : Salah satu fungsi hukum baik sebagai sikap tindak atau perilaku teratur adalah membimbing perilaku manusia. Masalah pengaruh hukum tidak hanya terbatas pada timbulnya ketaatan atau kepatuhan hukum, tetapi mencakup efek total dari hukum terhadap sikap atau perilaku baik yang bersifat positif maupun negatif.9 Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Friedman sebagaimana dikutip dalam Siswanto Sunarso mengemukakan bahwa : “pengaruh hukum terhadap sikap tindak atau perilaku dapat diklasifikasikan sebagai ketaatan (Compliance), ketidaktaatan atau penyimpangan (deviance), dan pengelakan (evasion). Konsep – konsep ketaatan, ketidaktaatan atau penyimpangan, dan pengelakan sebenarnya berkaitan dengan hukum yang berisikan larangan atau suruhan. Bilamana hukum tersebut berisikan kebolehan, perlu dipergunakan konsep – konsep lain, yakni penggunaan (use), tidak menggunakan (nonuse), dan penyalahgunaan (misuse), hal tersebut adalah lazim di bidang hukum perikatan.”10 Efektivitas hukum menurut Scolars sebagaimana dikutip oleh friedman dalam Siswanto Sunarso diakui bahwa “pada umumnya dapat dikelompokkan dalam teori tentang perilaku hukum ialah aktualisasi kegiatan hukum.11 Selanjutnya Siswanto Sunarso mengemukakan bahwa “efektivitas penegakan hukum amat berkaitan erat dengan efektivitas hukum. Agar hukum itu efektif, maka diperlukan aparat penegak hukum untuk menegakkan sanksi tersebut.Suatu
9
Soerjono Soekanto, 1988, Efektivitas Hukum dan Peranan Sanksi, Ramadja Karya Bandung, dikutip dari Siswanto Sunarso, 2011, Penegakan Hukum Psikotropika Dalam Kajian Sosiologi Hukum,(selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto I),Cet.IV, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.88. 10 Ibid, h.89. 11 Ibid.
12
sanksi yang dapat diaktualisasikan kepada masyarakat dalam bentuk ketaatan (compliance), dengan kondisi tersebut menunjukkan adanya indikator bahwa hukum tersebut adalah efektif”.12
2)
Teori Penegakan Hukum Secara umum penegakan hukum dapat diartikan sebagai tindakan
menerapkan perangkat sarana hukum tertentu untuk memaksakan sanksi hukum guna menjamin penataan terhadap ketentuan yang ditetapkan. Menurut Satjipto Rahardjo, “penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan – keinginan hukum (yaitu pikiran – pikiran badan pembuat undang – undang yang dirumuskan dalam peraturan – peraturan hukum) menjadi kenyataan”.13 Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya yang berjudul penegakan hukum, menyebutkan bahwa :14 Suatu penegakan hukum dapat dilakukan dengan baik dan mantap bukan hanya dilihat dari jumlah peraturan yang tertulis yang telah dikeluarkan dan luas bidang suatu kehidupan masyarakat karena hal itu akan mewujudkan penegakan hukum secara formal saja, namun dalam segi materialnya lebih hukum itu sendiri, karena tanpa kegiatan tersebut kesulitan besar akan dihadapi disamping biaya social yang sangat besar. Penegakan hukum (law enforcement) dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subyek
12
Ibid. Satjipto Rahardjo, 1996, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung, h.
13
24. 14
Soerjono Soekanto, 1983,Penegakan Hukum, Binacipta, Bandung, (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto II), h 37.
13
hukum.Penegakan hukum mencakup pula segala aktivitas yang dimaksud agar hukum sebagai perangkat kaidah normatif yang mengatur dan mengikat para subjek hukum dalam segala aspek kehidupan masyarakat dan bernegara benar – benar ditaati dan sunguh – sunguh dijalankan sebagaimana mestinya. Secara umum, sebagaimana dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, faktor– faktor yang mempengaruhi dalam penegakan hukum ada 5 macam antara lain :15 1. Faktor hukum atau norma hukum yang berlaku; 2. Faktor penegakan hukum, yakni pihak – pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum; 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; 5. Faktor kebudayaan, yang sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karya manusia dalam pergaulan hidup;
Faktor – faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain, sebab merupakan bagian dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur dari efektivitas berlakunya undang – undang atau peraturan. Dari kelima faktor tersebut dapat dikaji berdasarkan Teori Sistem hukum dari Lawrence M. Friedman. Teori Sistem Hukum dari sistem kemasyarakatan, maka hukum mencakup tiga komponen yaitu :16 a. Legal substance (subtansi hukum) : merupakan aturan – aturan, normanorma dan pola tingkah laku nyata manusia yang berada dalam sistem itu termasuk produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang merela susun.
15
Ibid, h 30. Lawrence M. Friedman, 1969, The Legal System; A Social Science Perspektif, Russel Soge Foundation, New York, h. 16. 16
14
b. Legal structure (struktur hukum) : merupakan kerangka, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberikan semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan instansi – instansi penegak hukum antara lain ; institusi atau penegak hukum seperti advokat, polisi, jaksa dan hakim. c. Legal culture (budaya hukum) : merupakan suasana pikiran sistem dan kekuatan social yang menentukan bagaimana hukum itu digunakan, dihindari atau disalah gunakan oleh masyarakat. Sebagai daerah otonom, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, berwenang untuk membuat peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, guna menyelenggarakan urusan otonomi daerah dan tugas pembantuan. Peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah, setelah mendapat persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dalam menegakan Peraturan Daerah,Pemerintah Daerah wajib menyebarluaskan Peraturan Daerah tersebut yang telah diundangkan dalam berita daerah. Untuk menegakkan peraturan daerah tersebut, dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang bertugas dalam membantu kepala daerah untuk menegakkan Peraturan Daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.17 Anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dapat diangkat sebagai penyidik pegawai negeri sipil dan penyelidikan, serta penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah dilakukan oleh pejabat penyidik dan penuntut umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan. Maka dari itu peran Satpol PP sangat penting dalam penyelenggaraan penegakan hukum
17
Siswanto Sunarno, 2009, Hukum Pemerintah Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h. 37-38.
15
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Kawasan Tanpa Rokok. Dalam menegakkan Peraturan Daerah dapat juga ditunjuk pejabat lain yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran selama berdasarkan pada ketentuan peraturan daerah tersebut.18 Teori penegakan hukum dalam kaitannya dengan pembahasan skripsi ini adalah penegakan hukum terhadap masyarakat yang melanggar ketentuan larangan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok. 3)
Teori Kesadaran Hukum Kesadaran hukum tidaklah lepas dari ketaatan hukum, dan kesadaran
hukum yang baik adalah ketaatan hukum.Pernyataan kesadaran hukum disandingkan sebagai awal dari ketaatan hukum itu sendiri. Sosiologi hukum sangat berperan dalam upaya sosialisasi hukum demi untuk meningkatkan kesadaran hukum yang positif, baik dari warga masyarakat secara keseluruhan maupun dari kalangan penegak hukum. Sebagaimana diketahui bahwa kesadaran hukum ada dua macam : a. Kesadaran hukum positif, identik dengan ‘ketaatan hukum’. b. Kesadaran hukum negatif, identik dengan ‘ketidaktaatan hukum’.19 Hukum berbeda dengan ilmu yang lain dalam kehidupan manusia, hukum berbeda dengan ilmu seni, dan profesionalis lainya, struktur hukum pada dasarnya berbasis pada kewajiban dan komitmen. Kewajiban moral untuk mentaati dan
18 19
Ibid. Achmad Ali, op.cit, h. 298.
16
peranan peraturan membentuk karakteristik masyarakat. Didalam kenyataannya kesadaran hukum tidaklah sama dengan kesadaran sosial lainnya, memenuhi ketaatan hukum harus didasari dari kesadaran hukum yang timbul dari diri masyarakat. Tidaklah berlebihan bila ketaatan dalam hukum cenderung dipaksakan akibat kesadaran yang tidak ada masyarakat itu sendiri. Selanjutnyta Menurut Soerjono Soekanto ada empat idikator kesadaran hukum, yaitu : a. b. c. d.
Pengetahuan tentang hukum. Pemahaman tentang hukum. Sikap terhadap hukum; dan Perilaku hukum.20
Teori kesadaran hukum dalam kaitannya dengan pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok adalah bila mana masyarakat dapat taat dan patuh terhadap peraturan yang mengatur kawasan tanpa rokok dan faktor apa saja yang dapat mempengaruhi masyarakat terhadap ketaatan hukum yang berlaku dan mengatur kawasan tanpa rokok itu sendiri. 1.8 Metode Penelitian Sebagai karya ilmiah yang baik, tentulah menggunakan suatu metode tertentu di dalam pendekatan dan penyelesaian masalahnya, karena metode bertujuan
untuk
memenuhi
pertanggungjawabkan. 1.8.1
Jenis Penelitian
20
Achmad Ali, op.cit, h.301.
syarat
sebagai
suatu
skripsi
yang
di
17
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip – prinsip hukum, maupun doktrin – doktrin hukum guna menjawab isuhukum yang dihadapi.21 Dalam penelitian hukum dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris :22 1.
Penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Logika keilmuan yang ajeg dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara – cara kerja hukum normatif, yaitu hukum yang objeknya hukum itu sendiri.23
2.
Penelitian hukum empiris adalah istilah dari penelitian hukum sosiologis pada penelitian sosiologis, hukum di konsepkan sebagai pranata sosial yang secara riil dikaitkan dengan variabel – variabel sosial yang lain. Apabila hukum sebagai gejala sosial yang empiris sifatnya, dikaji sebagai variabel bebas/sebab (independent variable) yang menimbulkan pengaruh dan akibat pada berbagai kehidupan sosial, kajian itu merupakan kajian hukum yang sosiologis (socio-legal research).24 Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian hukum
empiris.Menurut Soerjono Soekanto penelitian hukum empiris atau sosiologis terdiri dari penelitian terhadap hukum identifikasi hukum (tidak tertulis) dan
21
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Cetakan ke IV, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 35. 22 Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum dan Praktek, Cetakan III, Sinar Grafika, Jakarta, h. 13. 23 Johnny Ibrahim, 2005, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Cetakan Pertama, Bayumedia Publishing, Malang, h. 57. 24 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, h. 133.
18
penelitian
terhadap
efektivitas
hukum.25
Sehingga
penulis
mengkaji
bagaimanakah efektivitas pelaksanaan dari Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok ini dalam penerapannya di masyarakat.Penelitian hukum empiris menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi:
1. Penelitian yang bersifat Eksploratif (Penjajahan atau penjelajahan). 2. Penelitian yang bersifat Deskriptif. 3. Penelitian yang bersifat Eksplanatoris. Dalam hal ini penulis menggunakan penelitian yang bersifat dekriptif. Sifat deskriptif ini pada penelitian secara umum, termasuk pula dalam penelitian ilmu hukum, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat – sifat suatu individu, keadaan gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara gejala yang satu dengan gejala lainnya di dalam masyarakat. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau data yang di peroleh, digunakan untuk menelitiapakah Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok sudah terlaksana sesuai ketentuan yang di muat dalam Peraturan Daerah tersebut atau tidak. 1.8.2
Jenis Pendekatan. Penelitian hukum umumnya mengenal 7 (tujuh) jenis pendekatan yakni :
1. 2. 3. 4. 5.
Pendekatan Kasus (The Case Approach). Pendekatan Perundang – Undangan (The Statute Approach). Pendekatan Fakta (The Fact Approach) Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual Approach). Pendekatan Frasa (Words & Phrase Approach). 25
Soerjono Soekanto, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan ke III, Universitas Indonesia, Jakarta, h. 51.
19
6. Pendekatan Sejarah (Historical Approach). 7. Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach). Jenis pendekatan penelitian hukum yang digunakan adalah Pendekatan Perundang – Undangan (The Statue Approach) dan Pendekatan Fakta (The Fact Approach).Pendekatan Perundang – Undangan (The Statue Approach) yang artinya adalah dilakukan dengan menelaah semua undang – undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang di tangani. 26Pendekatan Fakta (The Fact Approach)yang artinya bahwa pendekatan yang di lakukan berdasarkan fakta – fakta yang terjadi di lapangan yang ada kaitannya dengan permasalahan isu hukum yang sedang di tangani. 1.8.3
Sumber Data. Adapun sumber data yang digunakan dalam penulisan hukum empiris ada
2 (dua) jenis yaitu : 1. Data Primer adalah data-data yang di peroleh langsung dalam penelitian di lapangan berupa data wawancara (interview) para informandari instansi yang berwenang mengawasi pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Kawasan Tanpa Rokok. 2. Data Skunder adalah data yang di peroleh dari data kepustakaan (Library Research) yaitu dimana data – data atau bahan penulisan ini di peroleh dari literatur – literatur dan peraturan Perundang – undangan yang ada kaitannya dengan masalah. Mengenai data skunder ini berdasarkan kekuatan mengikat dari isinya dapat dibagi menjadi 3 (tiga):
26
Peter Mahmud Marzuki, op.cit, h. 93.
20
a.
Data Primer, yaitu data yang isinya mengikat dan dikeluarkan oleh pemerintah, seperti berbagai peraturan perundang – undangan, putusan pengadilan, traktat dan lain – lain. Dalam penelitian ini, peraturan perundang – undangan yang digunakan adalah :
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang – Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Undang – Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukkan Peraturan Perundang-undangan.
Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.
Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No. 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok.
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Kawasan Tanpa Rokok.
Peraturan Gubernur Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok.
21
b.
Data Skunder yaitu bahan yang isinya membahas bahan primer, seperti buku, artikel, laporan penelitiandan berbagai karya tulis ilmiah lainnya.
c.
Data Tersier yaitu bahan – bahan yang bersifat menunjang bahan primer dan skunder, seperti kamus, buku pegangan dan lain – lain.
1.8.4
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan bahan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah
adalah
dengan
teknik
studi
dokumen
dan
teknik
wawancara
(interview).Teknik Studi Dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam setiap penelitian ilmu hukum, baikdalam penelitian hukum normatifmaupun dalam penelitian empiris, karena meskipun aspeknya berbeda namun keduanya adalah penelitian ilmu hukum yang selalu bertolak dari premis normatif. Studi dokumen dilakukan atas bahan – bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian.27 Menurut M. Mochtar, teknik wawancara adalah teknik atau metode memperoleh informasi untuk tujuan penelitian dengan cara melakukan tanya jawab serta langsung (tatap muka), antara pewawancara dengan responden. Selain
27
Fakultas hukum, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 82.
22
dengan cara tatap muka wawancara dapat dilakukan secara tidak langsung dengan telepon atau surat.28 Dalam pengumpulan data melalui studi kepustakaan atau library research, teknik yang digunakan adalah membaca, menganalisa literatur – literatur yang terkait dengan masalah yang diteliti sehingga nantinya akan di tarik sebuah kesimpulan terhadap data tersebut. 1.8.5
Teknik Analisis Penelitian hukum empiris dikenal dengan model – model analisis seperti
analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Dalam analisis data ini, penulis menggunakan analisis data kualitatif karena dilihat sifat dari penelitiannya berupa deskriptif dan disajikan secara deskriptif kualitatif, dengan menggambarkan secara lengkap sebagaimana adanya tentang aspek – aspek yang berkaitan dengan masalah yang dibahas yaitu mengenai Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan tanpa Rokok sehingga dapat diperoleh suatu kebenaran dan suatu kesimpulan.
28
M. Mochtar, 1998, Pengantar Metodelogi Penelitian, Sinar Karya Dharma IIP, Jakarta, h, 78.