BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Tuberkulosis hingga kini masih jadi masalah kesehatan utama di dunia. Berbagai pihak mencoba bekerja bersama untuk memeranginya. Bahkan penyakit ini akhirnya “mampu” menggalang dana dari beberapa tokoh dunia seperti Bill Gates dan George Soros, sehingga terbentuk GF ATM (global fund against human immuno deficiency virus acquired immuno deficiency syndrome, tuberculosis, and malaria) yang juga diterima oleh program penanggulangan tuberkulosis di negara Indonesia (Aditama, 2006). Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan tuberkulosis dapat dibagi kedalam 2 kategori, yaitu: obat anti tuberkulosis primer dan obat anti tuberkulosis sekunder. Obat anti tuberkulosis primer lebih tinggi kemanjurannya dan lebih baik keamanannya dari obat anti tuberkulosis sekunder. Obat anti tuberkulosis primer adalah rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol (Muchtar, 2006). Obat anti tuberkulosis sekunder adalah asam para amino salisilat, etionamid, tioacetazon, fluorokuinolon, aminoglikosida, kapreomisin, sikloserin, penghambat beta laktam, klaritromisin, rifabutin, linezolid, amikasin dan lain-lain. Pengobatan dengan obat anti tuberkulosis sekunder memerlukan waktu yang lebih lama, mengandung risiko efek samping yang lebih berat, sehingga ancaman ketidakpatuhan mengikuti pengobatan adalah tinggi. Obat anti tuberkulosis sekunder belum dapat menandingi keampuhan pasangan obat anti tuberkulosis primer, seperti: rifampisin dan isoniazid. Obat rifampisin bersifat bakterisid
Universitas Sumatera Utara
terhadap kuman yang dorman, sedangkan isoniazid bersifat bakterisid terhadap kuman pada fase pembelahan. Pengobatan dengan obat anti tuberkulosis sekunder menghasilkan konversi sputum setelah 4-7 bulan, dilanjutkan selama minimal 18 bulan dan jauh lebih lama dari pengobatan dengan menggunakan isoniazid dan rifampisin (Muchtar, 2006). Obat dalam bentuk kombinasi sering digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, termasuk diantaranya penyakit infeksi. Rifampisin, isoniazid dan pirazinamid merupakan kombinasi obat anti tuberkulosis. Pengobatan tuberkulosis sering dikombinasi dengan baik sebagai formulasi kombinasi dosis tetap (fixed dose combination (FDC)) maupun diberikan dalam bentuk sediaan yang terpisah secara bersamaan atau sekaligus (Pramudianto dan Evaria, 2010). Sediaan tablet dalam kombinasi rifampisin, isoniazid dan pirazinamid terdapat di pasaran, selain itu juga terdapat dalam bentuk sediaan tunggal (Pramudianto dan Evaria, 2010). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 105 ayat 1 bahwa sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan baku obat harus memenuhi syarat Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya. Persyaratan kadar untuk sediaan tablet yang mengandung kombinasi rifampisin, isoniazid dan pirazinamid tidak tertera pada Farmakope Indonesia. Akan tetapi dalam Farmakope Amerika Serikat edisi ke-30 (United States Pharmacopoeia) tahun 2007 tertera bahwa sediaan tablet rifampisin, isoniazid dan pirazinamid mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% jumlah rifampisin (C 43 H 58 N 4 O 12 ), isoniazid (C 6 H 7 N 3 O) dan pirazinamid (C 5 H 5 N 3 O) yang tertera pada etiket.
Universitas Sumatera Utara
Pemantauan terapi obat (therapeutics drug monitoring (TDM)) perlu dilakukan untuk mengetahui bahwa kadar obat dalam tubuh berada pada rentang terapi. Adanya kemungkinan terjadinya interaksi obat anti tuberkulosis dengan obat lain pada pasien pengguna obat anti tuberkulosis dan penggunaan obat anti tuberkulosis pada pasien yang memiliki respon yang lambat terhadap obat anti tuberkulosis akan dapat menurunkan efektivitas terapi dari obat anti tuberkulosis. Sehingga dari hal-hal diatas maka perlu dilakukan pemantauan terapi obat (therapeutics drug monitoring (TDM)) pada pengobatan tuberkulosis (Peloquin, 2002). Penetapan kadar rifampisin, isoniazid dan pirazinamid dari plasma manusia dan sediaan tablet dapat dilakukan dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi. Metode kromatografi cair kinerja tinggi mempunyai beberapa keuntungan dibanding metode analisis lain, diantaranya: kolom dapat digunakan kembali, memiliki berbagai jenis detektor, waktu analisis umumnya relatif singkat, ketepatan yang relatif tinggi, ketelitian yang relatif tinggi dan dapat digunakan untuk menganalisis kebanyakan sebagian besar senyawa kimia (Meyer, 2004). Upaya untuk mendapatkan hasil analisis kromatografi cair kinerja tinggi yang baik memerlukan optimasi. Tujuan optimasi metode kromatografi cair kinerja tinggi adalah untuk memperoleh pemisahan yang lebih baik, analisis yang lebih cepat, meningkatkan sensitifitas dan menghemat biaya. Optimasi dilakukan terhadap beberapa variabel, diantaranya: fase gerak (mobile phase), yakni: perbandingan fase gerak, kecepatan alir fase gerak maupun optimasi terhadap fase diam (stationary phase) atau kolom. Adapun optimasi yang paling sederhana dan sering dilakukan, yaitu: terhadap perbandingan fase gerak dan laju alir fase gerak
Universitas Sumatera Utara
(Kromidas, 2006). Perubahan perbandingan fase gerak dan laju alir (flow rate) dapat mempengaruhi waktu analisis, tekanan dan efisiensi kolom (Meyer, 2004; Ahuja dan Dong, 2005; Snyder, 1979). Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk melakukan pengembangan terhadap metode kromatografi cair kinerja tinggi spektrometri massa yang akan digunakan untuk penetapan kadar campuran rifampisin, isoniazid dan pirazinamid dari plasma manusia dan sediaan tablet. Penelitian yang akan dilaksanakan ini akan meliputi optimasi terhadap beberapa parameter dari metode kromatografi cair kinerja tinggi spektrometri massa yang diharapkan kondisi optimum yang diperoleh akan dapat digunakan untuk penetapan kadar campuran rifampisin, isoniazid dan pirazinamid dari plasma manusia dan sediaan tablet. Optimasi dilakukan terhadap jenis campuran fase gerak, perbandingan fase gerak, laju alir fase gerak dan suhu oven kolom. Upaya untuk menguji validitas dari metode ini dilakukan pengujian validasi yang dilaksanakan dengan beberapa pengujian seperti: uji akurasi dengan parameter persentase perolehan kembali (recovery percentage (% recovery)), uji presisi dengan parameter simpangan baku relatif (relative standard deviation (RSD)), uji spesifitas, uji batas deteksi, uji batas kuantitasi dan uji linearitas (Rohman, 2009).
1.2 Kerangka Pemikiran Penelitian Pada penelitian yang akan dilaksanakan ini terdapat dua Variabel (dapat dilihat pada Gambar 1.1), yaitu: 1.
Variabel bebas.
Universitas Sumatera Utara
•
Jenis campuran fase gerak. Optimasi pada berbagai jenis campuran fase gerak, yakni: o
Air destilasi ganda (yang telah dimurnikan, disaring melalui membran
penyaring
nitrat
selulosa
0,2
µm
dan
diawaudarakan/disonikasi selama 30 menit) dan metanol (yang disaring
melalui
membran
penyaring politetraflouroetilen
(PTFE) 0,5 µm dan diawaudarakan/disonikasi selama 30 menit). o
Larutan asam format 0,1% dalam air destilasi ganda yang telah dimurnikan (setelah dicampur kemudian disaring melalui membran
penyaring
nitrat
selulosa
0,2
µm
dan
diawaudarakan/disonikasi selama 30 menit) dan larutan asam format 0,1% dalam metanol (setelah dicampur kemudian disaring
melalui
membran
penyaring politetraflouroetilen
(PTFE) 0,5 µm dan diawaudarakan/disonikasi selama 30 menit). o
Larutan asam asetat 1% dalam air destilasi ganda yang telah dimurnikan (setelah dicampur kemudian disaring melalui membran
penyaring
nitrat
selulosa
0,2
µm
dan
diawaudarakan/disonikasi selama 30 menit) dan larutan asam asetat 1% dalam metanol (setelah dicampur kemudian disaring melalui membran penyaring politetraflouroetilen (PTFE) 0,5 µm dan diawaudarakan/disonikasi selama 30 menit). •
Perbandingan fase gerak. Optimasi pada berbagai perbandingan fase gerak, yakni: 10%:90%, 30%:70%, 50%:50%, 70%:30% dan 90%:10%.
Universitas Sumatera Utara
•
Laju alir fase gerak. Optimasi pada laju alir fase gerak, yakni: 0,3 mL/menit, 0,5 mL/menit dan 0,7 mL/menit.
•
Suhu oven kolom. Optimasi pada suhu oven kolom, yakni: 30oC, 35oC dan 40oC.
2.
Variabel terikat. Kromatogram (resolusi, lempeng teoritikal, tinggi setara dengan lempeng teoritikal, faktor ikutan, faktor asimetri dan waktu tambat).
Gambar 1.1. Skema hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat pada sistem kromatografi cair kinerja tinggi.
Universitas Sumatera Utara
1.3 Perumusan Masalah 1.
Apakah metode kromatografi cair kinerja tinggi spektrometri massa dapat digunakan untuk penetapan kadar campuran rifampisin, isoniazid dan pirazinamid dari plasma manusia dan sediaan tablet?
2.
Apakah kondisi optimum metode kromatografi cair kinerja tinggi spektrometri massa yang digunakan untuk penetapan kadar campuran rifampisin, isoniazid dan pirazinamid dari plasma manusia dan sediaan tablet memenuhi persyaratan uji validasi metode?
3.
Apakah kadar sediaan tablet yang mengandung campuran rifampisin, isoniazid dan pirazinamid yang ditetapkan dengan kondisi optimum metode kromatografi cair kinerja tinggi spektrometri massa memenuhi persyaratan Farmakope Amerika Serikat edisi ke-30 (United States Pharmacopoeia) tahun 2007?
1.4 Hipotesis 1.
Metode kromatografi cair kinerja tinggi spektrometri massa dapat digunakan untuk penetapan kadar campuran rifampisin, isoniazid dan pirazinamid dari plasma manusia dan sediaan tablet.
2.
Kondisi optimum metode kromatografi cair kinerja tinggi spektrometri massa yang digunakan untuk penetapan kadar campuran rifampisin, isoniazid dan pirazinamid dari plasma manusia dan sediaan tablet memenuhi persyaratan uji validasi metode.
3.
Kadar sediaan tablet yang beredar di pasaran yang mengandung campuran rifampisin, isoniazid dan pirazinamid yang ditetapkan dengan kondisi
Universitas Sumatera Utara
optimum metode kromatografi cair kinerja tinggi spektrometri massa memenuhi persyaratan Farmakope Amerika Serikat edisi ke-30 (United States Pharmacopoeia) tahun 2007.
1.5 Tujuan Penelitian 1.
Melakukan pengembangan metode kromatografi cair kinerja tinggi spektrometri massa, sehingga dapat digunakan untuk penetapan kadar campuran rifampisin, isoniazid dan pirazinamid dari plasma manusia dan sediaan tablet.
2.
Melakukan optimasi fase gerak (jenis campuran fase gerak, perbandingan fase gerak, laju alir fase gerak) sehingga diperoleh kondisi yang optimum dari metode kromatografi cair kinerja tinggi spektrometri massa yang digunakan untuk penetapan kadar campuran rifampisin, isoniazid dan pirazinamid dari plasma manusia dan sediaan tablet.
3.
Menentukan validitas kondisi optimum metode kromatografi cair kinerja tinggi spektrometri massa yang digunakan untuk penetapan kadar campuran rifampisin, isoniazid dan pirazinamid dari plasma manusia dan sediaan tablet.
4.
Mengetahui kesesuaian kadar sediaan tablet yang beredar di pasaran yang mengandung campuran rifampisin, isoniazid dan pirazinamid dengan persyaratan Farmakope Amerika Serikat edisi ke-30 (United States Pharmacopoeia) tahun 2007.
Universitas Sumatera Utara
1.6 Manfaat Penelitian Diharapkan metode kromatografi cair kinerja tinggi spektrometri massa dapat digunakan sebagai metode alternatif pada rumah sakit untuk penetapan kadar campuran rifampisin, isoniazid dan pirazinamid dari plasma manusia secara simultan. Disamping itu diharapkan metode kromatografi cair kinerja tinggi spektrometri massa juga dapat digunakan sebagai metode alternatif bagi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta industri obat untuk penetapan kadar sediaan yang mengandung campuran rifampisin dan/atau isoniazid dan/atau pirazinamid secara simultan.
Universitas Sumatera Utara