29 BAB 4 ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Profil Perusahaan Dengan masuknya teknologi baru ke Indonesia, pada sekitar tahun 1976 di Indonesia mulai dikenal penggunaan bantalan karet sebagai perletakan jembatan. Karena memiliki beberapa keistimewaan dan keunggulan-keunggulan lainnya, dewasa ini hampir semua proyek jembatan selalu menggunakan bantalan karet. PT. Kakada Pratama dengan pengalaman bertahun-tahun dalam memproduksi barang jadi karet telah tumbuh sebagai salah satu perusahaan swasta nasional yang mampu membuat bermacam - macam barang jadi karet dengan kualitas tinggi antara lain produk utamanya adalah bantalan karet (Elastomer Rubber Bearing Pad), dan bantalan pelabuhan atau (Rubber Dock Fender). Bantalan karet produksi PT. Kakada Pratama dibuat dengan kualitas yang tinggi mengacu pada salah satu beberapa standar internasional seperti AASHTO, ASTM, BS, DIN, dan JIS. Disamping bantalan karet, PT. Kakada Pratama mendesain dan memproduksi beberapa jenis barang jadi karet lainnya sesuai pesanan atau sesuai dengan spesifikasi yang ada pada dokumen kontrak. Selanjutnya untuk menjamin mutu hasil produksi PT. Kakada Pratama, selalu diuji di Pusat Penelitian dan Pengembangan Jembatan dan Prasarana Jalan di Jl. AH Nasution Ujung Berung Bandung serta, Balai Pemukiman Bandung, untuk pengujian bahan dilakukan di Balai Penelitian Perkebunan Karet Jl. Salak Bogor. PT. Kakada Pratama berdiri pada 12 Desember 1985, Perusahaan PT. Kakada Pratama berlokasi di Jln. Batutulis Gg Jaya Tunggal No. 3 Bogor, sedangkan Pabrik
29
30 PT. Kakada Pratama berlokasi di Kp. Neglasari Rt 03/IX Kec Ciomas Bogor, dan cabang PT Kakada Pratama berlokasi di Jln. Cipinang Lontar no.47 Jakarta. 4.2. Produk Elastomeric Rubber Bearing Pad Sebuah jembatan pada dasarnya terdiri dari struktur dek tiang yang ditopang oleh tiang. Untuk menghindari kerusakan akibat gerakan ekspansi termal, pergeseran struktur akibat gerakan kendaraan, elastomeric rubber bearing pad digunakan untuk mengakomodasi reaction force dan bending movements ke dalam batas-batas keselamatan struktur.
Gambar 4.1 Elastomeric rubber bearing pad. Sumber: www.sepbearings.com/media/elastomeric.pdf (Tanggal akses 26 Juni 2013)
31 Neoprene serta karet alam merupakan bahan rekayasa yang ideal untuk bantalan jembatan karena sangat elastis dan cukup lembut untuk mengakomodasi gerakan ini tanpa transmisi stres berbahaya dan juga menyerap dan mengisolasi energi dari dampak dan getaran. Bantalan jembatan adalah perangkat untuk mengalokasikan beban dan gerakan dari dek jembatan ke tiang jembatan. (pretread.com) 4.3 Diagram Rantai Pasok PT. Kakada Pratama Dalam prosesnya, supply chain dari PT. Kakada Pratama mempunyai proses rantai pasok mulai dari pemasok hingga customer yang melibatkan beberapa peran stakeholder.
Diagram Rantai Pasok Supply PT Kakada Pratama Supplier’s supplier
Supplier
Kebun karet dan rumah pengasapan
Distributor karet
Manufaktur plat besi
Distributor plat besi
Manufaktur bahan kimia
Importir bahan kimia
Manufacture
Manufaktur PT. Kakada Pratama
Distributor kebutuhan lainlain
Gambar 4.2 Diagram rantai pasok supply PT. Kakada Pratama Sumber: Hasil pengolahan data
32 Pada diagram rantai pasok supply dijelaskan bahwa PT. Kakada Pratama memperoleh bahan baku produksi dan bahan pendukung produksi dari beberapa distributor dan importir. Bahan baku yang dibutuhkan antara lain karet untuk pembuatan rubber compound, plat besi sebagai bahan pengisi, dan bahan pendukung produksi seperti bahan kimia untuk pengolahan rubber compound dan pengolahan plat besi. Sedangkan kebutuhan lain lain seperti parts dari alat, dan bahan pendukung seperti lem diperuntukan untuk proses finishing .Berikut ini diagram alir hilir dari rantai pasok PT. Kakada Pratama setelah manufaktur (finished goods):
Diagram Rantai Pasok Demand PT Kakada Pratama Manufacture
Manufaktur PT. Kakada Pratama
Intermediaries
Balai pengetesan
Jasa pengiriman logistik
Customer
Konsumen (Perusahaan jasa konstruksi)
Gambar 4.3 Diagram rantai pasok demand PT. Kakada Pratama Sumber: Hasil pengolahan data Pada gambar 4.3 dijelaskan bahwa barang jadi dari PT. Kakada Pratama dibawa ke balai pengetesan karet yang berada di daerah Kabupaten Bandung untuk memenuhi standar uji kualitas, sebelum dikirim kepada konsumen akhir. Pengiriman ke konsumen akhir dilakukan pengiriman langsung dari perusahaan atau menggunakan jasa pengiriman ketiga atau penyedia jasa logistik hingga barang sampai kepada konsumen akhir.
33 4.4 Identifikasi Risiko 4.4.1 Brainstorming Brainstorming digunakan untuk menggali ide-ide melalui sesi diskusi. Hasil dari brainstorming berguna untuk mencari pandangan secara luas dan hubunganhubungan dari masing-masing pandangan. Berikut ini brainstorming identifikasi risiko rantai pasok yang ada pada PT. Kakada Pratama yang meliputi risiko supply, risiko operation dan risiko demand. Dari masing-masing risiko dibagi menjadi tiga aliran, dimana risiko meliputi aliran informasi, risiko meliputi aliran keuangan, dan risiko meliputi aliran material.
Gambar 4.4 Brainstorming risiko Supply pada PT. Kakada Pratama Sumber: Hasil pengolahan data Risiko supply, melalui pandangan downstream pada rantai pasok meliputi: RSI1: Kesalahan pemberian keterangan harga ke manufaktur RSI2: Kesalahan pemberian keterangan ketersediaan stok RSI3: Kesalahan pemberian keterangan spesifikasi pemesanan
34 RSI4: Salah pemahaman perjanjian dengan manufaktur RSK1: Keterlambatan pembayaran dari manufaktur RSK2: Menumpuknya hutang dari manufaktur RSM1: Keterlambatan pengiriman pesanan ke manufaktur RSM2: Kesalahan pengiriman spesifikasi pesanan ke manufaktur RSM3: Kekurangan jumlah pengiriman pesanan ke manufaktur.
Gambar 4.5 Brainstorming risiko operation PT. Kakada Pratama Sumber: Hasil pengolahan data Risiko operasional pada PT. Kakada Pratama meliputi: ROI1: Kesalahan komunikasi antar divisi ROI2: Kerusakan pada sistem informasi perusahaan ROI3: Kerusakan pada teknologi informasi perusahaan ROK1: Menumpuknya hutang ke pemasok ROK2: Terjadinya keterlambatan pembayaran dari pelanggan ROK3: Terjadinya keterlambatan mengeluarkan tagihan ke pelanggan ROM1: Terjadinya kekurangan bahan baku produksi
35 ROM2: Cacat produksi ROM3: Keterlambatan pengiriman pesanan jadi ke pelanggan.
Gambar 4.6 Brainstorming risiko demand PT. Kakada Pratama. Sumber: Hasil pengolahan data Berikut ini risiko demand dari PT. Kakada Pratama melalui pandangan upstream pada rantai pasok: RDI1: Kesalahan spesifikasi pesanan ke manufaktur RDI2: Kesalahan keterangan harga pesanan RDI3: Perubahan waktu penyelesaian pesanan RDI4: Salah pemahaman kontrak kerja dengan manufaktur RDK1: Keterlambatan pembayaran ke manufaktur RDK2: Menumpuknya hutang ke manufaktur RDK3: Kesalahan penjadwalan pembayaran tagihan RDM1: Keterlambatan penerimaan pesanan
36 RDM2: Penerimaan pesanan tidak sesuai spesifikasi RDM3: Penerimaan pesanan cacat atau rusak. 4.5 Analisis Risiko 4.5.1 Risk Likelihood & Concequences Analisis risiko dijabarkan dalam bentuk table likelihood and consequences Tabel 4.1 Tabel likelihood and consequences risiko rantai pasok PT. Kakada Pratama Sumber: Hasil pengolahan data Risk
L
C
LxC
RSI1
2
2
4
RSI2
1
1
1
RSI3
4
4
16
RSI4
2
3
6
RSK1
5
2
10
RSK2
3
2
6
RSM1
4
3
12
RSM2
1
4
4
RSM3
1
2
2
ROI1
3
2
6
ROI2
5
3
15
ROI3
4
3
12
ROK1
3
2
6
ROK2
4
2
8
ROK3
1
1
1
ROM1
3
4
12
ROM2
3
3
9
ROM3
3
2
6
37 RDI1
3
4
12
RDI2
2
5
10
RDI3
3
5
15
RDI4
1
3
3
RDK1
4
4
16
RDK2
2
3
6
RDK3
2
1
2
RDM1
3
3
9
RDM2
1
5
5
RDM3
1
5
5
Total
Skala nilai L (likelihood) 1= paling tidak sering terjadi 2= sangat jarang terjadi, 3= sering terjadi, 4= sangat sering terjadi 5= paling sering terjadi Skala nilai C (consequences) 1= paling tidak berdampak, 2= tidak berdampak 3= sedikit berdampak 4= sangat berdampak, 5= paling sangat berdampak.
73
83
215
38 4.5.2 Peta Risiko Dari hasil perhitungan LxC dibentuk dalam matrix 5x5 dan ditempatkan sesuai dengan besarnya nilai L (skala 1-5) dan besarnya nilai C (skala 1-5), dimana nilai L (1 = paling tidak sering terjadi, 2= sangat jarang terjadi, 3= sering terjadi, 4=, sangat sering terjadi 5= paling sering terjadi), dengan besar nilai C ( 1= paling tidak berdampak, 2= tidak berdampak 3=sedikit berdampak 4= sangat berdampak, 5= paling sangat berdampak) Tabel 4.2 Tabel indikator dari peta risiko Kelas LxC
Kategori risiko
1-8
Risiko rendah
9-17
Risiko sedang
18-25
Risiko tinggi
Warna
RDM3
Gambar 4.7 Peta Risiko PT. Kakada Pratama Sumber: Hasil pengolahan data Matrix 1,1 : RSI2, ROK3 Matrik 1,5 : RDM3
39 Matrix 2,1: RSM3, RDK3 Matrix 2,2: RSI1 Matrix 2,3: ROM3, RDK2, RSK2, ROI1, ROK1 Matrix 2,4: ROK2 Matrix 2,5 : RSK1 Matrix 3,1 : RDI4 Matrix 3,2 : RSI4, RDM1, Matrix 3,3 : ROM2 Matrix 3,4 : RSM1, ROI3 Matrix 3,5 : ROI2 Matrix 4,1 :RSM2 Matrix 4,3 : RSI3, RDK1, ROM1 Matrix 5,1 : RDM2 Matrix 5,2 : RDI2, Matrix 5,3 : RDI3 Dari hasil pemetaan risiko diatas, ada tiga kategori dimana nilai LxC dikategorikan sebagai risiko rendah (1-8), risiko sedang (9-17), dan risiko tinggi (1825). Penjabaran dari masing-masing yang termasuk pada kategori risiko tersebut dijelaskan pada table berikut: Tabel 4.3 Tabel kategori risiko rantai pasok PT. Kakada Pratama Sumber: Hasil pengolahan data Kategori Risiko
Risiko
Risiko rendah
RSI2, ROK3, RSM3, RDK3, ROK2, RSI1, ROM3, RDK2, ROI1, ROK1, RSI4, RDM1, RSM2, RDM2, RDI4,
40 RSK2, RDM3, ROM1. Risiko sedang
RSK1, ROI2, RSM1, ROI3, ROM2, RSI3, RDK1, RDI1, RDI3, RDI2.
Risiko tinggi
-
4.5.3 Profil Risiko Dari hasil brainstorming, pandangan dan ide yang didapat diberi penjabaran berupa hasil dan hubungan brainstorming dalam masing-masing risiko dan hubungannya dengan risiko yang lainnya. Profil risiko dibuat untuk mengetahui tingkat risiko dan hubungan risiko. Tingkat risiko digambarkan dalam bentuk peta risiko sedamgkan hubungan antar risiko dibuat tabel hubungan risiko. Dari tabel 4.4 diketahui bahwa dari suatu risiko mempunyai hubungan dengan risiko yang lainnya, berikut ini penjabaran dari hasil profil risiko. RSI1: RSK1, RSM1, ROK1, ROK2, RDI2, RDK1, RDK2, RDK3. RSI2: ROM1, ROM3, RDI3, RDM1. RSI3: RSM1, RSM2, RDI1, RDM1, RDM2. RSI4: RSK1, RSK2, RSM1, RSM3, ROK1, ROK2, ROK3, ROM1, ROM3. RSK1: RSI1, RSI4, RSK2, RSM1, ROK2, ROK1. RSK2: RSI4, RSK1, RSM1, ROK1, ROM1. RSM1: RSI1, RSI4, RSK1, RSK2. RSM3: RSI2, RSI4, ROK3, ROM1. ROI1: ROK1, ROK2, ROM1, ROM2, ROM3, RDI2, RDI4, RDK3.
41 Tabel 4.4 Tabel hubungan antar risiko rantai pasok PT. Kakada Pratama Sumber: Hasil pengolahan data R
R
R
R
R
R
R
R R
R R
S
S
S
S
S
S
S
S
O O O O O
I
1
I
I
K K M M M I
1
I
K K
K M M M I
I
I
I
K K K M M M
1
2
3
4
1
2
3
1
3
2
3
4
1
RSI1
2
O
1
2
S
3
1
R R
O
R
2
R R
2
3
O O O O
O
RSK2
R R
R
R
R
O O
2
3
O
O O
R
R
R
O O
1
2
3
O O O O
O
O
O O
O O
1
O O
O O
RSI4
RSM1
1
O
RSI3
R R
O O O O D D D D D D D D D D
RSI2
RSK1
R R
O O
O
O O
O
O
O
O O O
O
RSM2 RSM3
O
O
O O
ROI1
O O
ROI2
O
O O
ROI3
O
O
O O
O
O
O
ROK1
O
O
ROK2
O
O O
ROK3 ROM1
O O O O O
O
O O O O O O
ROM3
O
O
O
O
O O
O
O O
O
O
O
O O O O
O
O O
O O O O O O
ROM2
O O O
O
O O O
O O
O
RDI1
O O
RDI2
O O
O O O
RDI3 RDI4
O
O
O
O
RDK1
O
RDK2
O
RDK3 RDM1 RDM2 RDM3
O O O O O O
O O
O O
O
O
O O O
O O O
O O O O O
O
42 ROI2: ROK2, ROK3, ROM1, ROM3, RDI2, ROI3, ROK2, ROK3, ROM2. ROI3: ROK2, ROK3, ROM2, ROM3. ROK1: RSI1, RSI4, RSK2, ROI1, ROK2, ROM1, ROM3. ROK2: RSI1, ROK3, RSI1, RSI4, RSK1, ROI1, ROI2, ROI3, ROK1. ROK3: RDK3, RDI4, RSI4, RSK1, RSM1, ROI2, ROI3, RDI3. ROM1: ROM3, RSI2, RSI3, RSI4, RSK2, RSM1, RSM2, RSM3, ROI1, ROI2, ROK1, ROK2. ROM2: ROI1, ROI2, ROI3, ROM3. ROM3: ROM1, ROM2, RSI1, RSI4, RSM1, ROI1, ROI2, ROI3, ROK1, RDM1. RDI1: RDI4. RDI2: ROI1, ROI2, RDK1, RDK2, RDK3. RDI4: ROI1, ROK3, RDI1, RDK1, RDK2, RDK3, RDM1, RDM2, ROM3. RDK1: RDI2, RDI4, RDK2, RDK3, RDM1. RDK2: RDI2, RDI4, RDK1, RDK3. RDK3: ROI1, ROK2, RDI2, RDI4, RDK1, RDK2. RDM1: RSI2, RSI3, RDI4, RDK1. 4.6 Evaluasi Risiko 4.6.1. Figur ANP Pada perhitungan ANP dibuat figur dari cluster dan node. Hubungan dari node dan cluster dijabarkan pada profil risiko untuk dihitung tingkat korelasinya. Pada Gambar 4.8 menggambarkan figur dari analytical network process pada perangkat lunak super decision. Masing-masing risiko diinput sebagai node pada cluster yang dibagi menjadi cluster risiko supply, risiko operation, dan risiko demand.
43
Gambar 4.8 Figur cluster dan node ANP pemilihan risiko rantai pasok PT. Kakada Pratama. Sumber: Hasil pengolahan data dengan Super Decision 4.6.2 Input ANP Tabel 4.5 Input hubungan risiko RSI1 dengan antar risiko RSK1, RSM1, ROK1, ROK2, RDI2, RDK1, RDK2, RDK3 RSI1 RDI2
6
RDK1
RDI2
4
RDK2
RDI2
4
RDK1
RDK3 3
RDK2
RDK1
7
RDK3
RDK2
3
RDK3
ROK1
4
ROK2
RSK1
6
RSM1
44 Tabel 4.6 Input hubungan risiko RSI2 dengan antar risiko ROM1, ROM3, RDI3, RDM1 RSI2 RDI3
5
RDM1
ROM1
4
ROM3
Tabel 4.7 Input hubungan risiko RSI3 dengan antar risiko RSM1, RSM2, RDI1, RDM1, RDM2 RSI3 RDI1
4
RDM1
RDI1
6
RDM2
RDM1
8
RDM2
RSM1
4
RSM2
Tabel 4.8 Input hubungan risiko RSI4 dengan antar risiko RSK1, RSK2, RSM1, RSM3, ROK1, ROK2, ROK3, ROM1, ROM3 RSI4 RSK1
5
RSK2
RSK3
5
RSM1
RSK1
2
RSM3
RSK2
6
RSM1
RSK2
4
RSM3
RSM1
4
RSM3
45 ROK1 ROK1
4 5
ROK2 ROK3
ROK1
6
ROM1
ROK1
3
ROM3
ROK2
6
ROK3
ROK2
7
ROM1
ROK2
3
ROM3
ROK3
6
ROM1
ROK3
2
ROM3
ROM1
3
ROM3
Tabel 4.9 Input hubungan risiko RSK1 dengan antar risiko RSI1, RSI4, RSK2, RSM1, ROK2, ROK1 RSK1 ROK1
RSI1
5
5
ROK2
RSI4
RSI1
7
RSK2
RSI1
5
RSM1
RSI4
4
RSK2
RSI4
3
RSM1
RSK2
4
RSM1
46 Tabel 4.10 Input hubungan risiko RSK2 dengan antar risiko RSI4, RSK1, RSM1, ROK1, ROM1 RSK2 RSI4
5
RSK1
RSI4
5
RSM1
RSK1
7
RSM1
ROK1
4
ROM1
Tabel 4.11 Input hubungan risiko RSM1 dengan antar risiko RSI1, RSI4, RSK1, RSK2 RSM1 ROM1
3
ROM3
RSI1 RSI1
4 5
RSK1
RSI1 RSI4
RSI4
6 7
RSK2 RSK1
RSI4
3
RSK2
RSK1
7
RSK2
Tabel 4.12 Input hubungan risiko RSM3 dengan antar risiko RSI2, RSI4, ROK3, ROM1 RSM3 ROK3
6
ROM1
47 RSI2
6
RSI4
Tabel 4.13 Input hubungan risiko ROI1 dengan antar risiko ROK1, ROK2, ROM1, ROM2, ROM3, RDI2, RDI4, RDK3 ROI1 RDI2
4
RDI4
RDI2
3
ROK3
RDI4
6
RDK3
ROK1
5
ROK2
ROK1
5
ROM1
ROK1
4
ROM2
ROK1
6
ROM3
ROK2
7
ROM1
ROK2
5
ROM2
ROK2
3
ROM3
ROM1
6
ROM2
ROM1 ROM2
2 3
ROM3 ROM3
Tabel 4.14 Input hubungan risiko ROI2 dengan antar risiko ROK2, ROK3, ROM1, ROM3, RDI2, ROI3, ROK2, ROK3, ROM2 ROI2 ROK2 ROK2
5
ROK3 4
ROM1
48 ROK2
3
ROM3
ROK3
6
ROM1
ROK3
2
ROM3
ROM1
7
ROM3
Tabel 4.15 Input hubungan risiko ROI3 dengan antar risiko ROK2, ROK3, ROM2, ROM3 ROI3 ROK2
4
ROK3
ROK2
5
ROM2
ROK2
7
ROM3
ROK3
3
ROM2
ROK3
5
ROM3
ROM2
6
ROM3
Tabel 4.16 Input hubungan risiko ROK1 dengan risiko antar RSI1, RSI4, RSK2, ROI1, ROK2, ROM1, ROM3 ROK1 ROI1
6
ROK2
ROI1
4
ROM1
ROI1
6
ROM3
ROK2
5
ROM1
ROK2
7
ROM3
ROM1
2
ROM3
49 RSI1
5
RSI4
RSI1
5
RSK2
RSI4
7
RSK2
Tabel 4.17 Input hubungan risiko ROK2 dengan antar risiko RSI1, ROK3, RSI1, RSI4, RSK1, ROI1, ROI2, ROI3, ROK1 ROK2 RSI1
5
RSI4
RSI1
6
RSK1
RSI4
8
RSK1
ROI1
7
ROI2
ROI1
5
ROI3
ROI1
6
ROK1
ROI1
4
ROK3
ROI2
3
ROI3
ROI2
2
ROK1
ROI2
5
ROK3
ROI3
3
ROK1
ROI3
4
ROK3
ROK1
3
ROK3
50 Tabel 4.18 Input hubungan risiko ROK3 dengan antar risiko RDK3, RDI4, RSI4, RSK1, RSM1, ROI2, ROI3, RDI3 ROK3 ROI2
4
ROI3
RDI3
5
RDI4
RDI3
7
RDK3
RDI4
3
RDK3
RSI4
4
RSK1
RSI4
6
RSM1
RSK1
5
RSM1
Tabel 4.19 Input hubungan risiko ROM1 dengan antar risiko ROM3, RSI2, RSI3, RSI4, RSK2, RSM1, RSM2, RSM3, ROI1, ROI2, ROK1, ROK2 ROM1 RSI2
5
RSI3
RSI2
6
RSI4
RSI2
4
RSK2
RSI2
3
RSM1
RSI2
6
RSM2
RSI2
4
RSM3
RSI3
5
RSI4
RSI3
7
RSK2
RSI3
6
RSM1
51 RSI3
5
RSM2
RSI3
3
RSM3
RSI4
8
RSK2
RSI4
3
RSI4
RSM1 5
RSM2
RSI4
7
RSM3
RSK2
3
RSM1
RSK2 RSK2
5 7
RSM1
RSM2 RSM3
5
RSM2
RSM1
3
RSM3
RSM2
6
RSM3
ROI1
7
ROI2
ROI1
3
ROK1
ROI1
5
ROK2
ROI1
3
ROM3
ROI2
5
ROK1
ROI2
7
ROK2
ROI2
5
ROM3
ROK1
7
ROK2
ROK1
4
ROM3
ROK2
4
ROM3
52 Tabel 4.20 Input hubungan risiko ROM2 dengan antar risiko ROI1, ROI2, ROI3, ROM3 ROM2 ROI1
5
ROI2
ROI1
3
ROI3
ROI1
6
ROM3
ROI2
5
ROI3
ROI2
3
ROM3
ROI3
6
ROM3
Tabel 4.21 Input hubungan risiko ROM3 dengan antar risiko ROM1, ROM2, RSI1, RSI4, RSM1, ROI1, ROI2, ROI3, ROK1, RDM1 ROM3 ROI1
6
ROI1 ROI1
5 3
ROI1 ROI1
ROI2
ROK1 5
4
ROI2
ROI3
ROM1 ROM2
5
ROI3
ROI2
3
ROK1
ROI2
6
ROM1
ROI2
5
ROM2
ROI3
7
ROK1
ROI3
4
ROM1
53 ROI3
7
ROM2
ROK1
4
ROM1
ROK1
5
ROM2
ROM1
3
ROM2
RSI2
6
RSI4
RSI2
4
RSM1
RSI4
3
RSM1
Tabel 4.22 Input hubungan risiko RDI1 dengan antar risiko RDI4 RDI1 RDI3
7
RDI4
Tabel 4.23 Input hubungan risiko RDI2 dengan antar risiko ROI1, ROI2, RDK1, RDK2, RDK3 RDI2 RDK1
4
RDK2
RDK1
3
RDK3
RDK2
6
RDK3
ROI1
5
ROI2
54 Tabel 4.24 Input hubungan risiko RDI4 dengan antar risiko ROI1, ROK3, RDI1, RDK1, RDK2, RDK3, RDM1, RDM2, ROM3 RDI4 ROI1
4
ROK3
RDI1
5
RDK1
RDI1
4
RDK3
RDI1
3
RDK3
RDI1 RDI1
RDM1 5
RDM2
RDI1
7
RDM3
RDK1
4
RDK2
RDK1
3
RDK3
RDK1
6
RDM1
RDK1
4
RDM2
RDK1
3
RDK2
RDM3 4
RDK3
RDK2
3
RDM1
RDK2
3
RDM2
RDK2
5
RDM3
RDK3
8
RDM1
RDK3
2
RDM2
RDK3
7
RDM3
RDM1 RDM1
3
RDM2 5
RDM3
55 RDM2
4
RDM3
Tabel 4.25 Input hubungan risiko RDK1 dengan antar risiko RDI2, RDI4, RDK2, RDK3, RDM1 RDK1 RDI2
6
RDI4
RDI2
2
RDK2
RDI2
4
RDK3
RDI2
7
RDM1
RDI4
4
RDK3
RDI4
3
RDK3
RDI4
6
RDM1
RDK2
4
RDK3
RDK2
7
RDM1
RDK3
6
RDM1
Tabel 4.26 Input hubungan risiko RDK2 dengan antar risiko RDI2, RDI4, RDK1, RDK3 RDK2 RDI2
5
RDI4
RDI2
6
RDK1
RDI2
5
RDK3
RDI4
5
RDK1
RDI4
4
RDK3
56 RDK1
3
RDK3
Tabel 4.27 Input hubungan risiko RDK3 dengan antar risiko ROI1, ROK2, RDI2, RDI4, RDK1, RDK2 RDK3 RDI2
4
RDI4
RDI2
5
RDK1
RDI2
7
RDK2
RDI4
5
RDK1
RDI4
6
RDK2
RDK1
4
RDK2
ROI1
5
ROK2
Tabel 4.28 Input hubungan risiko RDM1 dengan antar risiko RSI2, RSI3, RDI4, RDK1 RDM1 RDI4
5
RDK1
RSI2
4
RSI3
4.6.3 Hasil Kalkulasi ANP dengan Super Decision ANP merupakan alat untuk mencari peringkat dari risiko yang mempunyai hubungan dengan risiko lainnya. Dari masing-masing risiko yang mempunya hubungan, dibandingkan dengan skala 1-10, dimana skala 1= sama penting, 2= sedikit lebih penting, hingga 10 = sangat lebih penting. Input dari masing-masing
57 hubungan risiko dikomputasi untuk mengetahui prioritas risiko dalam bentuk peringkat. Tabel 4.29 Hasil perhitungan prioritas risiko dengan perangkat lunak super decision. PEMILIHAN MITIGASI
Normalized By
RISIKO
Cluster
Peringkat
ROM1
0.29239
1
RDI4
0.20691
2
ROK2
0.18061
3
RSK2
0.17159
4
RSM1
0.15992
5
RDM1
0.15397
6
RSI4
0.15281
7
ROM3
0.14414
8
RSK1
0.12833
9
RDK3
0.12603
10
RSI1
0.11957
11
RDI2
0.11512
12
ROK1
0.11235
13
RDI3
0.10285
14
ROI1
0.09459
15
RDK1
0.08904
16
RSM2
0.08336
17
RSI3
0.08196
18
58 RDK2
0.07891
19
RSI2
0.06639
20
ROK3
0.06574
21
RDI1
0.0565
22
ROI2
0.04965
23
RDM2
0.04936
24
RSM3
0.03607
25
ROI3
0.03254
26
ROM2
0.02799
27
RDM3
0.02131
28
Dari hasil diatas dijabarkan bahwa risiko yang memiliki peringkat paling tinggi ialah ROM1 (kekurangan bahan baku produksi). Berdasarkan profil risiko, kekurangan bahan baku produksi mempunyai hubungan dengan risiko yang lainnya antara lain ROM3 (keterlambatan pengiriman), RSI2 (kesalahan pemberian keterangan ketersediaan stock) , RSI3 (kesalahan spesifikasi pemesanan), RSI4 (kesalah pahaman perjanjian), RSK2 (menumpuknya hutang dari manufaktur), RSM1 (keterlambatan pengiriman bahan baku), RSM2 (kesalahan pengiriman spesifikasi
pesanan),
RSM3
(kekurangan
jumlah
pengiriman
pesanan),
ROI1(kesalahan komunikasi antar divisi), ROI2 (kerusakan sistem informasi pada perusahaan), ROK1 (menumpuknya hutang ke pemasok), ROK2 (terjadinya keterlambatan pembayaran).
59
Gambar 4.9 Diagram prioritas risiko rantai pasok PT. Kakada Pratama Sumber: Hasil pengolahan data 4.7 Penanganan Risiko 4.7.1 Pemilihan Strategi Manajemen Risiko Dari hasil pemilihan risiko, peringkat risiko terpilih memiliki hubungan dengan dengan risiko yang lainnya. Berikut ini penangan risiko terpilih dengan pemilihan strategi manajemen risiko. 4.29 Tabel pemilihan strategi manajemen risiko rantai pasok PT. Kakada Pratama Sumber: Hasil pengolahan data Pe-
Risiko
ring-
Kategori
Strategi
risiko
manajemen risiko
Tindakan
kat 1
Kekurangan bahan Risiko baku (ROM1)
produksi sedang
Pengurangan
Mengintegrasi secara
teknologi,
manajerial,
dan
keuangan
dengan
pemasok
dan
pelanggan
60 3
Terjadinya
Risiko
keterlambatan
sedang
pembayaran
Pengurangan
Secara
teknologi
membuat
dari
perencanaan
pelanggan (ROK2)
flow
cash dengan
integrasi
sistem
informasi keuangan 4
Menumpuknya hutang
Risiko
Pengalihan
dari rendah
Secara
manajerial
bersama-sama
manufaktur (RSK2)
bernegosiasi
untuk
menetapkan kontrak yang efektif 5
Keterlambatan
Risiko
Pengurangan
Secara
teknologi
pengiriman pesanan sedang
membuat
sistem
ke
informasi
terpadu
manufaktur
(RSM1)
akan
kebutuhan
bahan baku dengan manufaktur. 7
Salah
pemahaman Risiko
perjanjian
Pengalihan
dengan rendah
manufaktur. (RSI4)
Secara
operasional
melibatkan
pihak
ketiga
dalam
persetujuan perjanjian 8
Keterlambatan
Risiko
Pengalihan
Secara
manajerial
pengiriman pesanan rendah
memperbaiki
ke
penjadwalan
pelanggan
61 (ROM3)
pengiriman pesanan dengan
jasa
konsultan 13
Menumpuknya
Risiko
Pengalihan
Secara
manajerial
hutang ke pemasok rendah
memperbaiki sistem
(ROK1)
keuangan
dengan
menggunakan
jasa
auditor keuangan 15
Kesalahan komunikasi
Risiko
Pengurangan
antar sedang
Secara
teknologi
lebih
divisi (ROI1)
banyak
memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi
dalam
internal
perusahaan. 17
Kesalahan
Risiko
pengiriman
rendah
Pengurangan
Secara
operasional
melakukan inspeksi
spesifikasi pesanan
lanjut pada pesanan
ke
yang akan dikirim
manufaktur.
(RSM2) 18
Kesalahan
Risiko
spesifikasi
sedang
pemesanan. (RSI3)
Pengurangan
Secara
teknologi
memberlakukan sistem
informasi
terpadu
antara
pemasok
dengan
62 manufaktur. 20
Kesalahan
Risiko
informasi
rendah
ketersediaan
Pengurangan
Secara
teknologi
memberlakukan
stok
sistem
(RSI2)
informasi
terpadu
antara
pemasok
dengan
manufaktur. 23
Kerusakan sistem
pada Risiko
Pengalihan
informasi sedang
Secara
manajerial
menyerahkan pihak
perusahaan (ROI2)
pada ketiga
melakukan pelatihan karyawan
perihal
sistem informasi. 25
Kekurangan jumlah Risiko
Pengurangan
Secara
operasional
pengiriman pesanan rendah
meggunakan check
ke
sheet pada bagian
manufaktur
(RSM3)
pengiriman pesanan.
Kekurangan bahan baku produksi (ROM 1) berhubungan dengan sejumlah risiko yang lainnya. Strategi manajemen risiko pada ROM 1 ialah pengurangan. ROM 1 termasuk kedalam risiko sedang. Tindakan pengurangan risiko dapat ditempuh dengan cara mengintegrasikan dalam hal teknologi, manajerial, keuangan, dengan pemasok dan pelanggan. Secara teknis dapat dibuat sistem e-SCM dan berkomitmen membentuk suatu divisi terkait dengan komunikasi dan hubungan dengan pemasok dan pelanggan.
63 Kekurangan bahan baku produksi (ROM 1) juga berhubungan dengan Terjadinya keterlambatan pembayaran dari pelanggan (ROK 2) dimana ROK 2 termasuk kedalam risiko sedang dengan strategi manajemen risiko melakukan pengurangan. Langkah yang dapat ditempuh secara teknologi membuat perencanaan cash flow dengan integrasi sistem informasi keuangan dengan pemasok dan pelanggan. Menumpuknya hutang dari manufaktur (RSK 2) mengakibatkan kekurangan bahan
produksi,
dimana
perencanaan
pembayaran
hutang
ke
pemasok
mengakibatkan pemasok enggan memberikan supply bahan baku kepada manufaktur. Strategi manajemen risiko yang dilakukan ialah pengalihan risiko. Secara manajerial dapat bersama-sama bernegosiasi untuk menetapkan sistem kontrak yang efektif dengan bantuan pihak ketiga sebagai mediator dan pengawas jalannya kontrak. Risiko keterlambatan pengiriman bahan baku (RSM1) dapat terjadi apabila pemasok tidak tahu persis akan kebutuhan dari manufaktur sehingga mengakibatkan adanya kekurangan bahan baku pada manufaktur (ROM 1), maka dari itu secara teknologi informasi dapat membuat sistem informasi terpadu akan kebutuhan bahan baku dengan manufaktur. Salah pemahaman perjanjian dengan manufaktur. (RSI4) atau adanya bentuk perjanjian yang rancu memicu akan terjadinya suatu kejadian risiko kekurangan bahan baku produksi (RSM1). Kesalah pahaman perjanjian dapat dilakukan pengalihan risiko dengan melibatkan pihak ketiga pada bidang hukum seperti notaris dalam membuat perjanjian. Keterlambatan pengiriman pesanan ke pelanggan (ROM3) pada manufaktur dapat dilakukan pengalihan risiko dengan menggunakan jasa konsultan untuk memperbaiki penjadwalan pengiriman pesanan agar lebih optimal. Keterlambatan
64 pengiriman berhubungan dengan kekurangan bahan baku dimana saat pengiriman pesanan terlambat mengakibatkan keterlambatan pembayaran yang mengganggu cash flow perusahaan. Menumpuknya hutang ke pemasok (ROK1) memperbesar kemungkinan akan terjadi kekurangan bahan baku. Keuangan secara manajerial perlu diperbaiki, dengan mengalihkan kepada pihak jasa auditor keuangan akan membantu meminimalisir kemungkinan kejadian risiko. Risiko kesalahan komunikasi antar divisi (ROI1) dapat memicu kekurangan bahan baku. Risiko dari ROI1 perlu dilakukan pengurangan dengan cara memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam internal perusahaan. Bentuk informasi yang tertulis dapat mengurangi kesalahan komunikasi antar divisi. Kesalahan pengiriman spesifikasi pesanan. (RSM 2) mengakibatkan pemulangan pesanan dan adanya penundaan pembayaran dari pelanggan sehingga adanya gangguan cash flow pada perusahaan yang memicu adanya keterlambatan pembayaran ke pemasok yang berujung pada kekurangan bahan baku pada manufaktur. Kesalaham pengiriman pesanan dapat diminimalisir dengan cara melakukan perbaikan pengawasan kualitas berupa inspeksi lanjut pada pesanan yang akan dikirim. Kesalahan spesifikasi pemesanan (RSI3), akan mengakibatkan pengembalian bahan baku ke pemasok. Tenggang waktu pengembalian hingga datangnya bahan baku dapat mengakibatkan kekurangan bahan baku (ROM1). Kesalahan pemberian keterangan ketersediaan stok dapat memicu kesalahan waktu penjadwalan pengiriman. Kekurangan stok pada pemasok dapat juga memicu akan adanya kekurangan bahan baku pada manufaktur (ROM1). Secara teknologi, pihak pemasok dan manufaktur perlu adanya pemberlakuan sistem informasi terpadu antara pemasok
65 dengan manufaktur, sehingga kesalahan spesifikasi pemesanan dan kesalahan pemberian keterangan ketersediaan stok dapat dikurangi.
Gambar 4.10 Hubungan antar risiko terpilih dengan risiko yang lainnya. Sumber: Hasil pengolahan data Kerusakan pada sistem informasi pada perusahaan (RSI2) dapat menghambat kelancaran komunikasi dan pengolahan data dan informasi pada perusahaan. Perlu adanya pengalihan risiko kepada pihak ketiga dalam melakukan pelatihan karyawan perihal kerusakan sistem informasi. Kekurangan
jumlah
pengiriman
pesanan
ke
manufaktur
(RSM3)
mengakibatkan adanya keterlambatan penyelesaian pemesanan yang berakibat pada keterlambatan pembayaran, cash flow yang terganggu akan mengakibatkan gangguan pembayaran ke pemasok yang berujung pada kekurangan bahan baku produksi (ROM1).