43 BAB 3 METODOLOGI ANALISA
3.1.
Prosedur analisis Proses analisa dalam tugas akhir ini dilakukan berdasarkan diagram alir berikut:
Gambar 3.1.
Diagram alir Prosedur analisis
44 Tulisan ini merupakan studi gabungan antara studi literatur dengan studi lapangan. Hal yang pertama kali dilakukan dalam penulisan ini adalah merumuskan masalah yang akan diangkat, dan mencari informasi mengenai permasalahan tersebut kemudian baru diteruskan dengan proses pengumpulan data, baik data lapangan maupun data literatur dari berbagai nara sumber. Data-data lapangan yang digunakan merupakan data sekunder yang didapat dari PT TETRASA GEOSININDO Jakarta, dan sebagian parameter yang tidak tersedia didapatkan dengan korelasi. Data-data yang digunakan pada tulisan ini dapat dilihat pada bab 4.1.
3.2.
Penyelidikan Lapangan dan Pengujian Laboratorium Untuk mendapatkan data-data kondisi dan jenis tanah dasar, perlu dilakukan
penyelidikan tanah dan pengujian laboatorium. Secara umum, mutu dan tingkat ketelitian penyelidikan lapangan dan pengujian laboratorium dipengaruhi oleh sifat dasar dan keadaan secara keseluruhan proyek, topografi, geologi, batas lingkungan, jenis aplikasi, batasan lingkungan, jenis aplikasi, akibat kelongsoran, kerawanan proyek, dan batasan proyek lain. Data properti tanah yang akan digunakan untuk mendesain perkuatan geotekstil, meliputi klasifikasi tanah, satuan berat, dan kuat geser.
3.2.1. Pengeboran Metode yang dilakukan untuk menentukan kondisi tanah bawah permukaan dan pengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih. Proses pengeboran akan memberikan tujuan yang berbeda dan meliputi: Nilai N-SPT untuk mengklasifikasi tanah
45 Contoh tanah terganggu dan contoh tanah tak terganggu Pengamatan air tanah Penentuan lokasi pengeboran tergantung pada topografi lapangan, dan lokasi struktur yang akan diambil. Dalam dan jarak pengeboran antara bor tergantung pada : Maksud pemakaian (ukuran, jenis bangunan, berat dan sebagainya) Informasi yang diperlukan (sifat-sifat fisis tanah, kekuatan, aliran air) Kondisi di lapangan yang dijumpai pada saat pengeboran sedang dilakukan
Tahap selanjutnya setelah penyelidikan tanah adalah pengujian laboratorium. Sering kali parameter tanah yang didapat dari uji laboratorium mengandung ketidaktepatan yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: •
Pengujian di laboratorium sulit atau tidak bisa dilakukan
•
Terjadi gangguan pada contoh tanah yang diuji sehingga tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Baik dikarenakan proses pengambilan contoh tanah yang tidak sesuai, ataupun gangguan pada saat contoh tanah dibawa ke laboratorium dan menyebabkan properti tanah berubah.
3.2.2. Pengujian di laboratorium Pengujian properti tanah di laboratorium umum dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Berikut merupakan pengujian-pengujian parameter tanah yang biasa dilakukan di laboratorium.
46 Tabel 3.1. Prosedur dan pengujian parameter tanah secara umum di laboratorium STANDARD PROCEDURE
TEST NAME
ASTM
AASHTO APPLICABILITY
(1)
(2)
D2488-00
-
All Soils
D2487-00
M145
All Soils
Visual and Manual Description and Identification Classification
of Soils Classification of Soils according to USCS (3) Particle-Size Analysis (with sieves)
D422-63 (1998)
T88
Granular Soils Fine-grained and
Soil Fraction Finer Than No. Index Parameters
200 Sieve (75 μm)
T11
Granular Materials Boundary
Moisture Content
D2216-98
T265
Atterberg Limits
D4318-00
T89, T90
Fine-grained soils
Organic Contents
D2974-00
T194
Fine-grained soils
D854-00
T100
All Soils
D2166-00
T208
Fine-grained soils
T296
Fine-grained soils
D4767-95
T234
Fine-grained soils
D3080-98
T236
Specific Gravity of Soil Solids Unconfined Compressive Strength (UC)
Strength
D140-00
Unconsolidated-Undrained
D2850-95
Triaxial Compression (UU)
(1999)
Consolidated-Undrained Triaxial
All Soils
Compression (CU) Direct Shear (Consolidated)
Sands and Finegrained soils
47 Hydraulic Conductivity
Permeability (Constant Head) One-Dimensional Consolidation
Compressibility One-Dimensional Consolidation (ControlledStrain Loading) Frost Heave and Thaw Weakening Susceptibility Other
Collapse Potential Swelling Potential
D2434-68 (2000) D2435-96
T215
Granular Soils
T216
Fine-grained soils
-
Fine-grained soils
-
Silts
-
Loess, silt
D4186-89 e1 (1998) D5918-96 (2001) D5333-92 (1996) D4546-96
T258
Fine-grained soils
(Sumber : Lazarte, 2003) Catatan : (1) Standar ASTM tersendiri dapat ditemukan dalam ASTM (2002) (2) Standar AASTHO tersendiri dapat ditemukan dalam AASTHO (1992) (3) USCS : Unified Soil Classification System
3.2.3. Uji Penetrasi Standar (SPT) Uji penetrasi standar (Standard Penetration Test) merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk menentukan kondisi tanah di seluruh dunia. Angka penetrasi baku (N) adalah angka yang biasa dipakai untuk mengkorelasikan parameter fisik tanah. Harga Unconfined omprestive strength dari tanah lempung juga dapat diperkirakan berdasarkan angka penetrasi bakunya (N). Korelasi antara nilai N-SPT dan sifat-sifat tanah telah direkomendasikan oleh para ahli tanah seperti Schmertmann (1975), Merccuissin dan Bierganousky (1977).
48 Korelasi antara nilai N-SPT dan parameter tanah yang sering digunakan disajikan dalam tabel berikut ini : Tabel 3.2. Korelasi antara nilai N-SPT dengan paremeter tanah non Kohesif N
0 – 10
11 – 30
31 – 50
>50
Berat isi, γ (kN/m3 )
12 – 16
14 – 18
16 – 20
18 – 23
Sudut Geser dalam,ø ( º )
25 – 32
28 – 36
30 – 40
>35
Kepadatan
Lepas
Sedang
Padat
Sangat padat
(Bowles, 1991) Tabel 3.3. Korelasi antara nilai N – SPT dengan parameter tanah Kohesif N
<4
4–6
6 – 15
6 -15
> 25
Berat isi, γ (kN/m3 )
14 – 18
16 – 18
16 – 18
16 – 18
>20
Qu (kPa)
<25
20 – 50
30 – 60
40 – 200
>100
Konsistensi
Sangat lunak
Lunak
Sedang
Stiff
Keras
( Bowles, 1991)
Sedangkan Meyerhof (1956) mengusulkan besar sudut geser dalam tanah pasir pada tabel 3.4. berdasarkan beberapa pengamatan di lapangan. Pengamatan ini didasari oleh hubungan antara sudut geser dalam, kerapatan relatif, dan hasil dari pengujian Standard Penetration Test (SPT) dan tahanan kerucut statis atau sondir.
49 Tabel 3.4. Hubungan kerapatan relatif dan sudut geser dalam tanah pasir dari penyelidikan lapangan Kerapatan Kondisi
relatif
Nilai SPT
(Dr) Sangat tidak padat
Nilai tahanan kerucut
Sudut geser
statis
dalam
( qu )
(Ø)
(N)
< 0,2
<4
< 20
< 30°
Tidak padat
0,2-0,4
4 – 10
20 - 40
30° - 35°
Agak padat
0,4 - 0,6
10 – 30
40 -120
35° - 40°
Padat
0,6 - 0,8
30 – 50
120 - 200
40° - 45°
> 0,8
> 50
> 200
> 45°
Sangat Padat (Meyerhof, 1956)
Menurut Stroud dan Butler 1975, hubungan antara kuat geser undrained (Cu ) dengan nilai N-SPT :
( 3.1 ) Dimana : f1
=
484 untuk IP = 25 %
f1
=
878,6 untuk IP = 9 %
Kepadatan relatif untuk tanah jenis pasir menurut Marcusson dan Bieganousky (1997) dapat ditentukan dari persamaan : Dr = 0,086 + 0,0083 x ( 2311 + 222N – 711 (OCR) – C1σv )0,5
( 3.2 )
Sedangkan menurut Fardis dan Veneziano (1981) dengan menggunakan data yang lebih banyak, kepadatan relatif ditentukan melalui : Ln N = C2 + 2, 06 ln Dr + C3 . ln σv
( 3.3 )
50 Dimana : C1
=
7,7 untuk σv dalam kPa dan 53 untuk satuan Psi
C2
=
Fungsi kedalaman ( umumnya diambil 2,6 )
C3
=
0,222 untuk σv dalam kPa dan 0,442 untuk satuan Psi
OCR =
Over Consolidation Ratio
3.2.4. Uji Penetrasi Kerucut (Cone Penetration Test) Uji CPT atau yang juga biasa disebut sondir, merupakan pengujian yang menggunakan alat kerucut penetrometer Belanda (sondir) yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudut 60° dan dengan luasan ujung 1,54 in2 atau 10 cm2. Alat ini digunakan dengan cara ditekan ke dalam tanah terus menerus dengan kecepatan tetap 15 sampai dengan 20 mm/detik, sementara besarnya perlawanan tanah terhadap kerucut penetrasi (qc) juga terus diukur. Aplikasi utama uji CPT adalah: Menentukan stratifikasi dan mengidentifikasi jenis material tanah dasar. Menginterpretasi parameter geoteknik Menyediakan hasil untuk keperluan perancangan geoteknik Pada tabel 3.4 diberikan perkiraan hubungan antara harga perlawanan ujung dari sondir (qc) dan angka penetrasi baku (N). Oleh beberapa peneliti, harga qc tersebut dikorelasikan terhadap harga modulus young (E) dari tanah dasar. Schmertmann (1970) telah membuat suatu perumusan sederhana untuk tanah pasir, yaitu : E = 2 qc
( 3.4 )
Trofimenkov ( 1974) juga telah memberikan rumusan untuk modulus tegangan regangan pada tanah pasir dan lempung, yaitu : E = 3 qc ( untuk tanah pasir )
( 3.5 )
51 E = 7 qc ( untuk tanah lempung )
( 3.6 )
3.2.5. Korelasi antar tanah dasar Ada beberapa parameter tanah dasar yang memerlukan korelasi empiris dari parameter tanah lain, yaitu : Korelasi antara parameter kekakuan (E) dengan parameter kuat geser tanah, yang disarankan oleh para ahli yaitu: Untuk tanah lempung terkonsolidasi normal (NC clay) Menurut Termaat, Vermeer dan Vergeer (1985), Nilai Eu50 bervariasi antara 1500 Cu – 150 Cu, sesuai dengan pernyataan berikut :
Gambar 3.2. Korelasi antara Parameter Cu, IP dan E ( Termaat, Vermer dan Vergeer, 1985)
Untuk lempung terkonsolidasi lebih (OC Clay) Hubungan anatara Eu dan Cu menurut Duncan dan Buchignani (1976) tergantung dari indeks plastisitas tanah, untuk nilai Over Consolidation Ratio (OCR) ≤ 2, berlaku :
52 IP = 30 % maka Eu / Cu = 600
( 3.7 )
IP = 50 % maka Eu / Cu = 300
( 3.8 )
Gambar 3.3. Korelasi antara parameter Cu dan E (Duncan dan Buchignani, 1976)
3.2.6. Korelasi antara Poisson Ratio (υ) dan indeks plastisitas (Ip) Menurut Wrorth (1975), nilai dari poisson ratio untuk tanah yang terkonsolidasi normal atau sedikit terkonsolidasi dapat dilihat pada gambar 3.3.
53
Gambar 3.4. Hubungan antara IP (Indeks Plastistas) dengan υ ( poisson Ratio) (Duncan dan Buchignani, 1976)
Parameter-parameter di atas umumnya diperuntukkan kondisi undrained. Untuk memperoleh parameter yang diperuntukkan kondisi drained dapat dilakukan uji coba laboratorium atau korelasi-korelasi empiris ataupun dengan cara korelasi empiris berdasarkan parameter undrained yang tersedia.
3.3.
Parameter percepatan gempa Untuk proses perhitungan pengaruh beban dinamik pada program Slope/w,
diperlukan parameter percepatan gempa. Percepatan yang digunakan merupakan percepatan batuan dasar yang berdasarkan pada pembagian zona gempa Indonesia, adapun data percepatan batuan dasar tersebut dapat dilihat pada tabel 2.5.
54 3.4.
Metodologi perhitungan Proses perhitungan dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap perhitungan terhadap
beban statik dan tahap perhitungan terhadap beban dinamik yang menggunakan program Slope/w. langkah-langkah perhitungan terhadap beban statik dan dinamik dilihat pada diagram alir perhitungan di gambar 3.4 :
Gambar 3.5. Diagram alir perhitungan
55 Penjelasan lebih lanjut mengenai langkah-langkah analisa akan dijabarkan pada bab 4. 3.5.
Program Slope/w Pada sub bab ini akan dibahas mengenai langkah-langkah yang dilakukan dalam
proses analisa perhitungan pengaruh gempa pada Lereng dengan konstruksi geotekstil woven menggunakan program Slope/w yaitu salah satu bagian dari program GEOSLOPE yang dikhususkan untuk perhitungan kestabilan lereng. Adapun langkahlangkahnya berdasarkan diagram alir dibawah ini :
Gambar 3.6. Diagram alir proses analisa pada program Slope/w
56 Tahap awal; Permodelan lereng Pada tahap ini, yang dilakukan adalah membuat desain lereng sesuai dengan keadaan asli yang hendak dihitung. Tampilan awal dari program Slope/w seperti dibawah ini.
Gambar 3.7. Tampilan awal progam Slope/w
57
Langkah pertama adalah menentukan titik dasar permodelan. Dengan cara mengklik Key in → Point Masukkan titik-titik sudut lereng yang dimaksud, beserta koordinatnya dikolom Key in Point, lalu klik ok.
Gambar 3.8. Tampilan kolom point pada program Slope/w
58
Langkah Kedua adalah menentukan properti tanah. Dengan cara mengklik Key in → Soil Properties Masukkan data tanah yang dimaksud dikolom Key in Soil Properties, lalu klik ok.
Gambar 3.9. Tampilan kolom Soil Properties pada program Slope/w
59
Langkah ketiga adalah memasukkan data tanah ke dalam gambar. Dengan cara mengklik Key in → Lines Pada kolom Keyin Lines masukkan titik-titik sudut lereng sesuai dengan kode tanah yang dimaksud.
Gambar 3.10. Tampilan kolom Key in Lines pada program Slope/w
60 Setelah memasukkan data properti tanah, maka tampilan SLOPE/W akan terlihat seperti dibawah ini
Gambar 3.11. Tampilan program Slope/w setelah memasukkan data tanah
Tahap kedua, Input data geotekstil Pada tahap ini, yang dilakukan adalah menentukan letak dan memasukkan data properti geotekstil. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
Langkah pertama, menentukan titik-titik penjangkaran geotekstil. Dengan cara yang sama dengan menentukan titik-titik sudut lereng pada langkah 1 diatas.
61
Langkah kedua, memasukkan data geotekstil yang digunakan. Dengan cara mengklik Key in → Loads →Reinforcement Load Pada kolom keyin Reinforcement Load, dimasukkan data-data properti geotekstil yang dimaksud.
Gambar 3.12. Tampilan Key in Reinforcement load pada program Slope/w
Tahap keempat, menentukan posisi muka air tanah
62 Setelah memasukkan data geotekstil, langkah selanjutnya adalah menentukan letak muka air tanah. Pada tugas akhir ini, muka akhir tanah diasumsikan berada pada dasar lereng. Langkah yang dilakukan adalah : Klik Key in → pore pressure → water pressure → pilih pada titik-titik yang menunjukkan lokasi air tanah
Gambar 3.13. Tampilan kolom water pressure pada program Slope/w
Setelah selesai memasukkan data geotekstil dan muka air tanah, maka tampilan pada Slope/w adalah seperti :
63
Gambar 3.14. Tampilan program Slope/w setelah dimasukkan muka air tanah
Tahap Empat, menentukan titik pusat lingkaran kelongsoran dan bidang batas, Setelah memasukkan seluruh data-data perancangan, langkah selanjutnya adalah menentukan letak titik-titik pusat lingkaran kelongsoran dan bidang batas dari lingkaran itu sendiri. Titik-titik tersebut dibuat sebanyak dan sedemikian rupa sehingga akan berbentuk jajaran genjang. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam menentukan pletak titik-titik pusat lingkaran kelongsoran adalah :.
Langkah pertama adalah menentukan letak kumpulan titik pusat lingkaran kelongsoran yang berbentuk jajaran genjang
64 Dengan cara yang sama dengan menentukan titik-titik sudut lereng ditahap satu.
Langkah kedua adalah menentukan pembagian grid pada titik lingkaran kelongsoran dan bidang batas kelongsoran. Dengan cara klik key in → Slip Surface → Grid & Radius Masukkan titik-titik yang berbentuk jajaran genjang tadi kedalam kolom Grid corner points, dan titik bidang batas kelongsoran pada lereng di kolom Radius corner points. Isi kolom # of radius / grid corner dengan jumlah garis pembagi yang sesuai.
Gambar 3.15. Tampilan kolom slip surface pada progam Slope/w Setelah posisi slip surface telah ditentukan, tampilan progam Slope/w akan terlihat seperti :
65
Gambar 3.16. Tampilan Program Slope/w setelah posisi slip surface ditentukan
Tahap keenam, menghitung faktor keamanan terhadap beban statik
66 Setelah tahap penentuan titik pusat lingkaran kelongsoran dan bidang batas kelongsoran telah selesai, maka tahap selanjutnya adalah tahap perhitungan faktor keamanan terhadap beban statik lereng. Cara mencari faktor keamanan adalah dengan cara:
Langkah pertama adalah memeriksa ada atau tidak kesalahan pada pekerjaan. Dengan cara mengklik tools → verify.
Gambar 3.17. Tampilan kolom Verify pada program Slope/w
Langkah kedua, perhitungan faktor keamanan
67 Setelah dicek dan tidak ada kesalahan dalam kolom verify, maka tahap selanjutnya adalah calculate, dengan cara mengklik ikon calculate.
Gambar 3.18. Ikon calculate untuk menjalankan proses perhitungan. maka akan tampil hasil perhitungan faktor keamanan, seperti gambar dibawah ini :
Gambar 3.19. Tampilan kolom Faktor Keamanan pada program Slope/w
Langkah ketiga adalah melihat pola kelongsoran Dengan cara klik ikon yang bergambar kontur
68
Gambar 3.20. Tampilan ikon kontur pada program Slope/w
Setelah ikon bergambar kontur tersebut diklik, maka akan keluar tampilan seperti:
69
Gambar 3.21. Tampilan pola kelongsoran pada pogram Slope/w
Tahap ketujuh, Input koefisien gempa Untuk memasukkan data gempa adalah dengan cara : Klik Key in → Load → Seismic Load Pada kolom Key in Seismic Load masukkan faktor koefisien gempa horizontal.
70
Gambar 3.21.
Tampilan kolom key in Seismic Load pada program Slope/w
Tahap kedelapan, menghitung faktor keamanan terhadap gempa Setelah koefisien gempa telah dimasukkan, langkah kedelapan adalah mencari faktor keamanan terhadap beban gempa, dengan cara yang sama pada langkah keenam.