BAB 3 METODOLOGI DAN ANALISA
3.1 Analisa industri 3.1.1 Peraturan dalam industri farmasi. Dalam industri farmasi, peraturan di Indonesia mengacu sistem dari jaman Belanda dimana secara penjualan terbagi menjadi 3 kelompok : 1. Kelompok Ethical atau Obat Resep yang hanya dapat diperoleh dengan resep dokter atau termasuk golongan K dan O 3.2. OTC (Over The Counter) è G2, W, B 4.3.OTC terbatas Namun pemerintah telah membuat perundangan baru untuk lebih mempertegas batasan dan perbedaan antara yang memakai resep dan tanpa resep dokter, yaitu: 1. Golongan K Obat sangat keras atau tergolong narkotika. Penggunaan obat dari golongan K ini harus memakai resep dari dokter. Semua obat dalam golongan ini terdapat dot merah dengan huruf “K” sebagai tandanya. 2. Golongan G Hanya boleh terdapat di apotik dengan menggunakan resep dokter, dimana dalam desain kemasannya terdapat dot merah sebagai tanda. 3. Golongan G2 Bagian dari kategori G, penggunaannya bisa tanpa menggunakan resep tetapi hanya bisa dijual di apotik. 4. Golongan W Obat yang dapat dijual bebas tetapi harus di apotik atau toko obat berijin., dimana dalam desain kemasannya terdapat dot biru sebagai tanda dan produsen dapat beriklan. 5. Golongan B
Obat yg dijual bebas di mana saja dan dalam desain kemasannya terdapat dot hijau sebagai tanda.
Industri farmasi termasuk industri yang sangat diatur oleh pemerintah Indonesia, oleh karena itu ada beberapa peraturan yang harus selalu diperhatikan ketika memproduksi sebuah produk obat, dari harga, tata cara desain kemasan, periklanan, dan sebagainya. Beberapa peraturan yang penting untuk diperhatikan adalah: 1. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Repulbik
Indonesia
No.
245/Men.Kes/SK/V/1990 - Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri farmasi. 2. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1239/MENKES/SK/XI/2004 - Tentang Harga Jual Obat Generik. 3. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
96/Menkes/Per/V/1977 - tentang Wadah. Pembungkus, Penandaan, Serta Periklanan Kosmetika dan Alat Kesehatan. 4. Kumpulan Peraturan Perundang-undangan Bidang Obat, Ditjen POM, DepKes RI, Jakarta, 1996.
Selain itu, berdasarkan kode promosi, industri farmasi juga dapat dibagi menjadi 2 bagian yakni: 1. Ethical : Obat yg diperdagangkan tidak secara bebas dan perlu resep dokter, dengan dot biru, merah di kemasannya. Promosi dan komunikasi secara masal tidak diperbolehkan, hanya diperkenankan lewat dokter saja. 2. Generik : di dalam jenis ini selalu ada active ingredient yang dipatenkan dan produk dapat diluncurkan setelah paten tersebut sudah diselesaikan dan diresmikan. Di pasaran terdapat 2 jenis obat generik, yaitu: a. Branded generic : “me too” produkt, aktif di aktifitas promosi. b. Unbranded generic : Tidak ada promosi, biasanya merupakan proyek pemerintah, BUMN atau Perusahaan Lokal.
3.1.2 Analisa kompetitor Pemain di industri farmasi yang cukup besar adalah sebagai berikut: 1. PT Sanbe Farma: Poldan, Poldan Mig, Otede, Neosanmag, dan Sanaflu, Elkana, Sanmag, Neurosanbe, Becom-C, dan lain-lain. Distributor: PT. Bina San Prima. 2. PT Kalbe Farma:Promag, Neo Entrostop, Kalpanax, Procold, Handy Clean, Wood’s, Xon-Ce, Cerebrovit, Cerebrovit Gingko Biloba, Vitalen, Zegavit, Zegase, AD Plex, Ferofort, Cerebrofort, dan lain-lain. Distributor: ENSEVAL yang merupakan bagian dari Kalbe Group. 3. PT Dexa Medica: OGB Dexa, Hemore, Asmadex, Flexor, Neurodex, Lytadex, Supradex, Dexanta, Hemore, dan lain-lain. Fokus pada produk ethical. Anak perusahaan : Anugerah Argon Medica. 4. PT Bintang Toedjoe: Bintang Toedjoe, Extra Joss, Irex, Komix, Mikorex, Waisan, Colza. Kontribusi terbesar: Extra Joss. Merupakan bagian dari Kalbe Group. 5. PT Kimia Farma, Tbk: Undecyl, Bekarbon, Calcidol, Marcks, Neladryl, Supra Flu, Neurovit E, Vitamin B Complex, Askorbin, Erceevit,Oralit, Fitogra, Fitolady. Didirikan pada tahun 1971 dengan status PMDN. Juga memproduksi kosmetik. 6. PT Konimex Indonesia: Basamex, Konibalm, Zeropain, Calorex Syrup, Basamex, Inza, Inzana, Paramex, Anakonidin, Kalibex, Konidin, Neladryl, Termorex, Zerofex, Zeroflu, Feminax, Solusal 500, Migran, Askamex, Protecal, Fungiderm, dan lain lain. Didirikan pada tahun 1952 sebagai NV Persekutuan Andil Maskapai Dagang, dan pada tahun 1967 menjadi PT Konimex. Juga memproduksi kembang gula. Anak perusahaan: PT Viva Cosmetics. 7. PT Indo Farma: OBH Indo Farma, Biovision, Prolipid, Indomaag, Proflu, Biofarma. 8. PT Phapros: Antimo, Dextropen, Febrinex, Neo Triaminic, Niriton, Noza, Osteotin, Becefort, Amarovo, Pehalmin, Pehavral, Hemavort, Livron B-Plex, Supra Livron, Eucarbon, Neo Gastrolet, dan lain-lain.
3.2 Analisa industri farmasi Porter’s industry analysis untuk industri farmasi adalah sebagai berikut: 3.2.1 Entry barrier 1. Tidak diperlukan skala industri yang cukup besar untuk suatu pendatang baru yang akan memasuki bisnis ethical. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya pemain pemain dengan revenue dibawah Rp 50 milyar per tahun (ditahun 2004) seperti Yamanouchi, Medifarma, Transfarma, Organon dan lain-lain. 2. Bila dibutuhkan modal kerja yang tinggi lebih dikarenakan kebutuhan untuk melakukan promosi ke dokter, seminar, dan lain lain yang dapat dipenuhi melalui opsi untuk aliansi dengan perusahaan farmasi lain (baik asing maupun lokal). 3. BPOM mengatur bahwa perusahaan pabrik obat mesti dipisahkan dengan perusahaan distribusinya. 4. Adanya klasifikasi dari pemerintah untuk kategori produk obat yang bermacam macam. 5. Tidak diperkenankan beriklan.
3.2.2 Persaingan antara pemain yang ada 1. Industri ethical di Indonesia menunjukkan angka pertumbuhan yg tinggi (Pertumbuhan rata rata selama 4 tahun terakhir adalah 21%). 2. Pasar ethical memiliki diferensiasi nyata untuk tiap kelas produk yang ada di pasar. Diferensiasi dibedakan berdasar kelas masing-masing fungsi obat tersebut. Dan pada umumnya masing masing memiliki hak paten. 3. Identitas merek relatif tidak dianggap penting oleh pasien, namun merupakan faktor penting bagi dokter, sebagai jaringan distribusi kita. 4. Kekuatan penjualan secara personal kepada dokter memegang peranan yang sangat penting.
5. Lebih dari 32 pemain asing, 50 pemain lokal, dan 4 pemain BUMN di industri farmasi Indonesia. 6. Industri OTC di Indonesia menunjukkan angka pertumbuhan yg tinggi (rata rata pertumbuhan selama 4 tahun terakhir adalah 20.8% per tahun) 7. Terdapat beberapa kelas OTC yang beredar sat ini yang dibedakan berdasar fungsinya (analgesik, obat batuk, multivitamin dan lain lain) 8. Untuk memasarkan produk produk OTC, identitas merek sangat mutlak diperlukan. 9. Kebutuhan modal lebih kepada investasi merek dibandingkan dengan investasi prasarana produksi pada industri OTC. 10. Akses ke distribusi jauh lebih mudah dibandingkan dengan industri ethical, karena tidak mutlak diperlukan medical representative, melainkan bisa melalui jaringan distribusi yg memasarkan produk produk melalui pasar tradisional, toko toko obat dan lain-lain. 11. Ada peraturan dasar dalam beriklan untuk produk OTC : a. Informasi terkait obat tersebut harus dijelaskan secara transparan. b. Iklan yg dibuat harus sesuai dengan fungsi obat yang semestinya. c. Iklan tidak boleh menyesatkan.
3.2.3 Daya penawaran pembeli Pembeli ataupun konsumen dari industri ini dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu: a. Konsumen akhir (pengguna obat tersebut) 1. Secara umum, konsumen tidak dapat membeli obat ethical tanpa adanya resep dari dokter, serta tidak memiliki kemampuan nyata untuk menukar produk / obat yg harus di beli. 2. Di satu sisi dengan kemanjuran obat tsb, konsumen relatif akan bersikap moderat terhadap perubahan harga. Di sisi lain, dengan semakin gencarnya iklan tentang obat generik, maka pasien akhir-akhir ini jadi sangat kritis terhadap obat yang akan dibeli dan makin tertarik untuk menukar dengan produk yang lebih murah atau generik.
7. Untuk menghemat, biasanya konsumen meminta apotik untuk mengurangi porsi obat yang dibeli ke tingkat minimum 8. Konsumen lebih melihat pada merek serta fungsi obat itu sendiri dibandingkan dengan perbedaan harga pada produk OTC (loyalitas konsumen cukup kuat), meskipun harga merupakan salah satu faktor yg dominan bagi konsumen dalam mengambil keputusan membeli atau tidaknya produk tersebut. 9. Konsumen memiliki kemampuan nyata untuk menukar produk / obat yg harus di beli. b. Distributor : 1. Distribusi mutlak dikuasai medical representative, dokter dan apotik. Penulisan resep dokter adalah satu satunya cara untuk memasarkan obat ethical yang mujarab. 2. Dokter mempunyai keleluasaan penuh untuk menentukan obat yg akan ditulis dengan pertimbangan medis maupun biaya yg harus ditanggung konsumen. Insentif untuk dokter dan medical representative sangat berpengaruh. 3. Dengan adanya aturan dari BPOM tentang aturan pemisahan pabrik obat dan distribusinya, maka semakin banyaknya muncul perusahaanperusahaan distribusi yang dimiliki oleh pabrik obat yang besar: Sanbe dengan Bina San Prima, Kalbe dengan Enseval, Dexa dengan Anugerah Argon Medica 4. Harga merupakan salah satu faktor yg dominan bagi pedagang. 5. Trade promo lebih banyak dijumpai saat ini dibandingkan consumer promo. (Untuk konsumen promo, saat ini dijumpai pada produk seperti extra joss, handy plast, dan lain lain. Untuk obat yg ada efek samping akan diteliti lebih jauh)
3.2.4 Daya penawaran pemasok 1. Terdapat kemungkinan bahwa pemegang lisensi bahan/produk tempat kita melakukan kerjasama produksi melakukan penjualan langsung dengan
menggunakan merek dagang mereka sendiri, bila didapat cerita sukses dari produk kita. 2. Banyak pabrik obat, baik lokal maupun asing, yang punya kapasitas berlebih dan bersedia untuk bekerjasama didalam produksi (OEM). 3. Semua informasi yang berkaitan dengan produk harus sesuai dengan berkas pendaftaran di POM, apabila ada penggantian bahan baku, bahan jadi atau bahan lainnya, maka harus mengacu kepada aturan dari BPOM. 4. Jarang terjadi kemungkinan bahwa produsen tempat kita melakukan kerjasama produksi melakukan penjualan langsung dengan menggunakan merek dagang mereka sendiri, bila didapat cerita sukses dari produk kita. (Brand image memegang peranan tinggi)
2. 3.2.5 Ancaman dari produk atau servis pengganti 1.
Saat ini sebagian dokter juga patuh dengan aturan Rumah Sakit dimana persediaan obat ditentukan oleh pihak Rumah Sakit sehingga dokter akan meresepkan obat sesuai persediaan yang ada, hal ini karena persaingan dari jenis obat dengan isi yang sama dari berbagai perusaan farmasi.
2. Substitusi produk bisa juga datang dari barang tradisional impor, bisa juga dengan metoda penyembuhan penyakit yang lain seperti “tusuk jarum, kerokan” dan sebagainya.
Dari hasil penjabaran di atas, dapat dilihat bahwa ternyata industri farmasi tergolong industri yang cukup dinamis, karena untuk kategori industri ethical, entry barrier, pemasok, persaingan dan tekanan dari konsumen termasuk cukup kuat namun untuk produk substitusi atau pengganti adalah rendah. Sementara itu, pada industri OTC, entry barrier, persaingan, dan tekanan dari konsumen juga cukup kuat, terutama pada persaingan, sementara daya tawar dari pemasok dan tingkat substitusi atau produk pengganti tergolong rendah.
3.3 Analisa Internal 3.3.1 Maksud dan tujuan analisa internal
Untuk memulai proses pengembangan balanced score card, penting sekali mengetahui kondisi internal perusahaan tersebut di mata karyawan. Manajemen harus dapat menyetarakan persepsi dan ekspektasi karyawan dan manajemen, agar jalan yang ditempuh oleh karyawan dan management dalam menjalankan roda perusahaan menjadi searah dan seirama. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai kondisi tersebut di atas, kemudian dilakukan survey intenal terhadap 50 responden karyawan PT Jamu Puspo dengan mendistribusikan kuesioner pada mereka. Responden karyawan tersebut dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan : a. Tingkat jabatan manager atau staf, b. Divisi yaitu Marketing, Accounting/Finance/IS, Production/PPIC/R&D/QC, dan Legal/IT/HRD/Umum; c. Periode lamanya mereka bekerja di PT Jamu Puspo yaitu: kurang dari 1 tahun, 1 – 3 tahun, 3 – 5 tahun, dan diatas 5 tahun.
3.3.2 Hasil data survey Dari survey tersebut dapat disimpulkan bahwa ternyata sebagian besar karyawan tersebut kurang atau tidak memahami visi, misi, tujuan dan bahkan jumlah dari produk yang dimiliki oleh PT Jamu Puspo.
Tabel 3.1 Awareness karyawan terhadap misi perusahaan Yes - Right Yes - Wrong Don’t Know
Employees awareness of the company's Mission 30%
24%
25% 20% 15% 10%
16% 10%
8%
12%
10% 4%
5%
6%
6% 2%
2%
0% Marketing
Acct/Fin/IAS
Prod/PPIC/R&D/QC Legal, IT, HRD, umum
Berdasarkan tabel per divisi diatas, dapat dilihat bahwa walaupun banyak pegawai perusahaan yang merasa mengetahui misi dari perusahaan, namun pada kenyataannnya
pegawai yang menjawab salah cukup banyak. Yang paling
banyak menjawab misi perusahaan dengan benar adalah divisi Marketing diikuti oleh divisi Produksi/PPIC/R&D/QC. Tabel 3.2 Awareness karyawan terhadap visi perusahaan Employees awareness of the company's vision
Yes - Right Yes - Wrong Don’t Know
30% 24%
25% 20%
16%
15% 10%
10%
8%
6%
6%
5%
10%
8%
6%
4%
2%
0% Male manager
Female manager
Male staff
Female staff
Table 2: Employees awareness of the company’s vision
Berdasarkan data di atas, tidak telalu ada perbedaan pengetahuan mengenai visi perusahaan baik dari level manager ataupun staf, bahkan kelompok staff wanita menjawab paling banyak benar.
Tabel 3.3 Awareness karyawan terhadap tujuan perusahaan Yes - Right
Employees awareness of the company's goal
Yes - Wrong Don’t Know
30% 24%
25% 18%
20% 15% 10%
12%
12%
10%
6%
5%
2%
8% 4%
2%
2%
0% < 1 thn
1 - 3 thn
3 - 5 thn
> 5 thn
Table 3: Employees awareness of the company’s goal Berdasarkan hasil kuesioner untuk mengetahui tingkat pengetahuan karyawan mengenai tujuan perusahaan, ternyata cukup banyak pegawai yang mengetahui secara jelas tujuan dari perusahaan. Bahkan dari kelompok yang telah bekerja antara 3 sampai 5 tahun menunjukan persentase angka yang cukup tinggi yaitu 24% dan bagi yang bekerja 1 sampai 3 tahun menunjukkan persentase angka sampai dengan 18%.
Tabel 3.4 Awareness karyawan terhadap jumlah produk PT Jamu Puspo Internusa Employees awareness of the number of total products Employees awareness of the number of total products
Yes -Yes Right - Right Yes -Yes Wrong - Wrong
45%45% 40%40% 35%35% 30%30% 25%25% 20%20% 15%15% 10%10% 5% 5% 0% 0%
Don’tDon’t KnowKnow
40%40% 28%28%
10%10%
4% 4% eting ting Mark Marke
2% 2%
8% 8%
2% 2%
IAS AS /Fin/ Fin/I Acct Acct/
C C &D/Q D/Q IC//PRPIC/R& P P / Prod Prod
2% 2%
um um D,HuRmD, um HR , , T I T l, l, I Lega Lega
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa pengetahuan pegawai mengenai jumlah produk yang diproduksi oleh perusahaan sangat minim, hal ini terlihat dari rendahnya persentase jumlah pegawai yang menjawab benar. Bahkan dari divisi produk/PPIC/R&D /QC dan dari divisi marketing masing-masing 2 % dan 4 % yang menjawab benar, sedangkan divisi lain tidak ada yang dapat menjawab dengan benar jumlah produk yang dmiliki
Berdasarkan hasil data survey di atas dapat dilihat bahwa sangat penting bagi PT Jamu Puspo melakukan suatu tindakan yang dapat mengukur secara jelas ,detail dan dapat memberikan gambaran yang tepat mengenai tindakan yang harus dilakukan, serta hasil akhir yang ingin dicapai. Selain itu untuk mendapatkan kesepahaman dalam visi dan misi perusahaan sehingga tujuan akhir perusahaan dapat dipahami bersama dan dapat dicapai.
3.4 Analisa SWOT PT Jamu Puspo 3.4.13.4.1 Kekuatan atau Strengh 1. Mempunyai fasilitas pabrik dan dukungan secara teknis yang kuat atau menggandeng pemain yang telah ada yang kompeten. 2. Mempunyai “nafas yang panjang” untuk membangun investasi pada merek
4% 4%
3. Ethical: program insentif untuk para dokter yang kompetitif 4. OTC: investasi untuk membangun merek yang dapat dipercaya. 5. Punya produk andalan dengan differensiasi khusus (Non-generic Ethical) untuk mendapatkan kepercayaan konsumen 6. Mempunyai tim medical representative yang pengalaman dan solid (Ethical) 7. Mempunyai jalur distribusi yang kuat untuk menjamin ketersediaan produk (terbuka kemungkinan untuk menggunaka jasa pihak ke-3 seperti APL atau Enseval) 8. Memiliki sumber daya yang kompeten dan berpengalaman dalam industri farmasi terutama untuk R&D (Research & Development) dan Marketing
3.4.23.4.2 Kelemahan atau Weakness 1. Value chain : Sangat tergantung kepada pemasok dan tidak memiliki fasilitas laboratorium. Tidak memiliki lisensi produk ethical. (Sangat disarankan memiliki) Tidak memiliki ijin pedagang besar farmasi bila ingin masuk ke ethical.
2. Research & Development (R&D) Tidak ada staff ahli yang mempunyai pengalaman di bidang ethical. Tidak memiliki fasilitas laboratorium. Keterbatasan kemampuan pengembangan produk 3. Marketing Keterbatasan data untuk menganalisa market yang potensial, dan pengetahuan yang terbatas pula mengenai perilaku konsumennya. Pengembangan merek baru
No customer relation or after sales team. Perusahaan masih mengalami kegagalan dalam memenuhi kepuasan pelanggan yang disebabkan oleh kualitas produk yang masih belum stabil. Belum tergarapnya pasar-pasar yang potensial di dalam dan luar negeri. Tidak ada Sumber Daya Manusia (SDM) yang berpengalaman di bidang ini. 4. Perlu dibentuk entity terpisah dari yang ada saat ini.
3.4.1 Peluang atau Opportunity 1. Industri ethical di Indonesia menunjukkan angka pertumbuhan yg tinggi (Pertumbuhan rata rata 4 tahun terakhir adalah 21.6%) 2. Besar pasar industri ethical di Indonesia, berdasar data ITMA tahun 2004 adalah Rp. 12.7 triliun dengan sifat industri adalah kompetisi sempurna (perfect competition). 3. Kecil kemungkinan terjadi substitusi produk di tingkat konsumen, karena mayoritas konsumen tidak memahami jenis obat yg dibeli. Tetapi ancaman terjadinya substitusi produk terjadi di tingkat dokter sebagai jaringan distribusi kita. 4. Banyak pabrik farmasi kecil, baik asing maupun lokal, yang saat ini menawarkan diri untuk merger atau diakuisisi. 5. Pangsa pasar industri OTC di Indonesia cukup menarik, sebesar Rp. 8.2 triliun. 6. Tingkat pertumbuhan pertahun selama 4 tahun terakhir, sampai dengan tahun 2004 sebesar 20.8%. 7. Akses ke distribusi jauh lebih mudah dibandingkan dengan industri ethical, karena tidak mutlak diperlukan medical representative, melainkan bisa melalui jaringan distribusi yg memasarkan produk produk melalui pasar tradisional, toko toko obat dan lain-lain.
8. Dengan dicetuskannya program Menteri Kesehatan yaitu menuju “Indonesia Sehat 2010”, dan meningkatnya harapan hidup masyarakat (sejalan dengan meningkatnya kualitas hidup), diperkirakan konsumsi obat di masa mendatang akan meningkat. 9. Banyak pabrik farmasi kecil, baik asing maupun lokal, yang saat ini menawarkan diri untuk merger atau diakuisisi. 10. Telah terjadi evolusi dalam industri OTC: 11. Yang awalnya hanya terdiri dari obat-obat bebas dengan kandungan zak aktif penuh, menjadi 12. Obat-obat bebas dengan kandungan kombinasi zak aktif + herbal, food supplement serta multivitamin 13. Dengan adanya penyakit baru seperti SARS, tingkat kesadaran orang untuk menjaga kesehatan meningkat.
3.4.33.4.4 Ancaman atau Threat 1. Dibutuhkan “nafas” yang relatif panjang untuk masuk ke bisnis ethical dan membuat jaringan. 2. Pasar sudah dipenuhi oleh +/- 100 pemain dan dikuasai oleh pemain yang sama dalam 2 dekade terakhir. 3. Untuk ethical, promosi penjualan tidak dapat menggunakan media iklan, akan tetapi harus melalu medical representative, dokterdokter dan apotik. 4. Dokter mempunyai keleluasaan penuh untuk menentukan obat yg akan ditulis dengan pertimbangan medis maupun biaya yang harus ditanggung konsumen, dengan demikian insentif untuk dokter dan medical representative sangat berpengaruh. 5. Terdapat kemungkinan bahwa pemegang lisensi bahan/produk dimana kita melakukan kerjasama produksi melakukan penjualan langsung dengan menggunakan merek dagang mereka sendiri, bila didapat cerita sukses dari produk kita.
6. Dibutuhkan “nafas” yang relatif panjang untuk masuk ke bisnis ethical, untuk membangun investasi pada merek (brand investment). 7. Identitas merek (brand identity) sangat mutlak diperlukan, sehingga untuk pemain baru tidak mudah untuk masuk. 8. Konsumen memiliki kemampuan nyata untuk menukar produk / obat yang harus di beli. 9. Harga merupakan salah satu faktor yg dominan 10. Produk baru yang menunjukkan keberhasilan pasar yang signifikan dalam 20 tahun terakhir sangat sedikit (strong consumers’ trust). 11. Contoh yang berhasil: OBH Combi, Oskadon, Extra Joss