9
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoretis Dalam rangka teori ini ditemukan teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi. Kerangka dasar ini perlu dikemukakan agar pemecahan suatu masalah tidak mengalami ke simpang siuran penyelesaiannya, tetapi tetap berdasarkan kepada suatu teori oleh para ahli. Dalam penelitian ini akan membahas pengaruh motivasi kerja, kepemimpinan demokratis, dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan. 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Pada dasarnya suatu perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya untuk mencapai tujuan selalu menggunakan sumber daya yang ada, salah satunya adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia merupakan salah satu unsur produktivitas yang sangat penting di samping unsur-unsur produksi yang lain. Sumber daya manusia harus dikelola dengan cukup hati-hati mengingat bahwa yang menjadi sasaran atau obyek pengelolaannya dalam hal ini adalah manusia. Oleh karena itu, di dalam pengelolaan sumber daya manusia berarti bahwa yang
9
10
mengelola maupun yang dikelola sama-sama manusia, masing-masing manusia selalu mempunyai cipta, rasa, dan karsa. Menurut Bohlarander dan Snell, (2010:4) manajemen sumber daya manusia merupakan kegiatan yang mengatur tentang cara pengadaan tenaga kerja, melakukan pengembangan, memberikan kompensasi, integrasi, pemeliharaan dan pemisahan tenaga kerja melalui proses-proses manajemen dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Dari definisi tersebut, dapat dijelaskan bahwa manajemen sumber daya manusia dalam suatu perusahaan sangatlah penting dan mempunyai sumber daya yang efektif, sehingga tujuan perusahaan yang telah ditetapkan dapat tercapai. 2.1.2 Kinerja Karyawan Menurut Bernardin dan Russel yang diterjemahkan oleh (Umam, 2010:190191), kinerja karyawan adalah hasil kerja selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misal standart, target atau sasaran atau kriteria yang telah disepakati bersama. Untuk lebih jelasnya akan diberikan penjelasan beberapa pendapat mengenai definisi kerja. Menurut Wibowo (2010:7), yang dimaksud dengan kinerja adalah “Hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai dengan perannya dalam organisasi”. Pendapat lain mengenai pengertian kinerja dikemukakan oleh Moeherionto (2012:69), yang menyatakan bahwa, istilah kinerja berasal dari kata job
11
performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadannya. Menurut (Dharma, 2009:125), untuk dapat menilai secara objektif dan akurat adalah dengan mengukur tingkat kinerja. Pengukuran kinerja dapat juga berfungsi sebagai upaya mengumpulkan informasi yang dapat digunakan untuk mengarahkan upaya karyawan melalui serangkaian prioritas tertentu, seperti komunikasi. Sedangkan menurut Bernardin dan Russel (2013:383) terdapat beberapa indikator dalam mengukur kinerja karyawan secara individual yaitu: a. Quality Merupakan hasil kerja keras karyawan yang sesuai tujuan yang ditetapkan perusahaan sebelumnya. Jika hasil yang dicapai karyawan tinggi maka kinerja karyawan dianggap baik oleh pihak perusahaan atau sesuai dengan tujuannya. b. Quantity Merupakan hasil kerja keras dari karyawan yang bisa mencapai skala maksimal yang telah ditentukan oleh pihak perusahaan. Dengan hasil yang telah ditetapkan perusahaan tersebut maka kinerja para karyawan sudah baik.
12
c. Timeliness Merupakan dimana karyawan dapat bekerja sesuai dengan standar waktu kerja yang telah ditetapkan perusahaan. Dengan bekerja yang sesuai dengan standar waktu yang telah ditentukan maka kinerja dari karyawan tersebut sudah baik. d. Cast Effectiveness Merupakan penggunaan sumber daya dari karyawan yang digunakan secara optimal dan efisien. Dengan penggunaan sumber daya yang efisien dan efektif maka akan bisa mempengaruhi keefektifan biaya yang dikeluarkan oleh pihak perusahaan dan menghasilkan keuntungan yang maksimum. e. Need for Supevision Merupakan kemampuan karyawan dalam bekerja dengan baik tanpa ada pengawasan dari pihak perusahaan. Dengan tanpa ada pengawasan dari pihak perusahaan maka para karyawan akan dapat bekerja dengan baik sehingga kinerja dari karyawan akan mengalami peningkatan. f. Interpersonal Impact Dengan adanya karyawan yang mempunyai rasa harga diri yang tinggi terhadap pekerjaannya maka karyawan berusaha untuk mencapai hasil terbaik dalam pekerjaan tersebut. Oleh karena itu dengan rasa harga diri yang tinggi terhadap pekerjaannya diharapkan para karyawan dapat meningkatkan kinerjanya dalam bekerja. Dengan mengidentifikasi indikator – indikator dari kinerja, maka dapat diketahui efektivitas kinerja suatu pekerjaan yang telah
13
dilakukan seorang karyawan, sehingga akan lebih muda bagi perusahaan untuk menentukan penghargaan yang pantas diberikan kepada karyawan sesuai dengan kinerja yang telah dicapainya. Hal ini akan dapat mendorong karyawan untuk lebih mengembangkan diri dalam peran pekerjaannya sesuai dengan tuntutan perusahaan, sehingga kinerja yang dicapai akan lebih meningkat. 2.1.3 Motivasi Kerja Menurut Wibowo (2010:379), motivasi adalah konsep yang kita gunakan untuk menggambarkan dorongan yang timbul pada atau didalam seorang individu yang menggerakkan dan menggarahkan perilaku. Motivasi menurut Harbani (2010:140) adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja untuk membuat orang bertindak atau berprilaku dengan cara-cara tertentu. Oleh sebab itu motivasi diartikan sebagai keseluruhan proses pemberian dorongan atau rangsangan kepada para karyawan sehingga mereka bersedia bekerja dengan rela tanpa dipaksa. Menurut Herzberg (Hasibuan, 2014:251), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktor higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah hubungan antar
14
manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainnya (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dsb (faktor intrinsik). Sedang menurut Mc Clelland (2008), menyatakan bahwa ada tiga hal penting yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu : 1. Need for achievement (kebutuhan akan prestasi) 2. Need for afiliation (kebutuhan akan hubungan sosial/hampir sama dengan soscialneed-nya). 3. Need for Power (dorongan untuk mengatur) Untuk mengukur motivasi kerja dipergunakan beberapa indikator menurut Sulistyanto (2013:241), yang meliputi: 1. Prestasi kerja Sesuatu yang dicapai oleh seorang pekerja di bawah lingkungan kerja yang sulit sekalipun. Misalnya dalam menyelesaikan tugas yang dibatasi jadwal waktu (deadline) yang ketat harus dipenuhi, seorang pekerja dapat menyelesaikan tugasnya dengan hasil yang memuaskan. 2. Pengaruh Upaya yang dilakukan untuk mempertahankan gagasan atau argumnetasi sebagai bentuk dari kuatnya pengaruh yang ditanamkan kepada orang lain. Saran-saran atau gagasan yang diterima sebagai bentuk partisipasi dari
15
seorang pekerja yang akan menumbuhkan motivasi, apalagi jika gagasan atau pemikiran tersebut dapat diikuti oleh orang lain yang dapat dipakai sebagai metode kerja baru dan ternyata hasilnya positif dan dirasakan lebih baik. 3. Pengendalian Tingkat pengawasan yang dilakukan oleh atasan terhadap bawahan. Untuk menumbuhkan motivasi dan sikap tanggung jawab yang besar dari bawahan, seorang atasan dapat memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk bekerja sendiri sepanjang pekerjaan ini memungkinkan dan menumbuhkan partisipasi. 4. Ketergantungan Kebutuhan dari bawahan terhadap orang-orang yang berada di lingkungan kerjanya, baik terhadap sesama pekerja maupun terhadap atasan. Adanya saran, gagasan ataupun ide dari atasan kepada bawahan yang dapat membantunya memahami suatu masalah atau cara penyelesaian masalah akan menjadi motivasi yang positif. 5. Pengembangan Upaya yang dilakukan oleh organisasi terhadap pekerja atau oleh atasan terhadap bawahannya untuk memberikan kesempatan guna meningkatkan potensi dirinya melalui pendidikan atau pelatihan. Pengembangan ini dapat menjadi motivator yang kuat bagi karyawan. Di samping pengembangan yang menyangkut kepastian karir pekerja, pengertian pengembangan yang
16
dimaksudkan di sini juga menyangkut metode kerja yang dipakai. Adanya perubahan metode kerja yang dirasakan lebih baik karena membantu penyelesaian tugas juga menjadi motivasi bagi pekerja. 6. Afiliasi Dorongan untuk berhubungan dengan orang-orang atas dasar sosial. Keterbukaan
orang-orang
yang
berada
di
lingkungan
kerja
yang
memungkinkan hubungan antar pribadi dapat berjalan dengan baik, saling membantu masalah pribadi akan menjadi motivasi yang positif dari pekerja.
1. Proses Motivasi Kebutuhan dan tujuan adalah konsep yang memberikan dasar untuk menyusun suatu pola terpadu. Orang berusaha memenuhi berbagai macam kebutuhannya. Kebutuhan yang tidak dipenuhi, menyebabkan orang mencari jalan untuk menurunkan tekanan yang timbul dari rasa tidak senang. Maka orang memiliki suatu tindakan dan terjadilah perilaku yang diarahkan untuk mencapai tujuan. Sesudah lewat beberapa waktu, para manajer menilai prestasi kerja/kinerja tersebut. Evalusi penampilan menghasilkan beberapa jenis ganjaran atau hukuman. Hasil ini dipertimbangkan oleh orang itu, dan kebutuhan yang tidak dipenuhi, dinilai kembali.
17
2. Model Motivasi Perkembangan teori manajemen juga mencakup model-model motivasi yang berbeda-beda. Berikut 3 model motivasi menurut (Handoko, 2003:252): a. Model Tradisional Model ini mengisyaratkan bahwa manajer menentukan bagaimana pekerjaanpekerjaan harus dilakukan dan digunakannya sistem pengupahan insentif untuk memotivasi para pekerja lebih banyak berproduksi, lebih banyak menerima penghasilan. Pandangan tradisional menganggap bahwa para pekerja pada dasarnya malas, dan hanya dapat dimotivasi dengan penghargaan berwujud uang. Dalam banyak situasi pendekatan ini cukup efektif. Sejalan dengan meningkatnya efisiensi, karyawan yang dibutuhkan untuk tugas tertentu dapat dikurangi. Lebih lanjut, manajer mengurangi besarnya upah insentif. Pemutusan hubungan kerja biasa dan pekerja akan mencari keamanan/jaminan daripada hanya kenaikan upah kecil dan sementara. b. Model Hubungan Manusiawi Banyak praktek manajemen merasakan bahwa pendekatan tradisional tidak memadai. Elton Mayo dan para peneliti hubungan manusiawi lainnya menemukan bahwa kontak-kontak sosial karyawan pada pekerjannya adalah juga penting dan bahwa kebosanan dan tugas-tugas yang bersifat pengulangan adalah faktor-faktor pengurangan motivasi. Mayo dan lain-lainnya juga percaya bahwa manajer dapat memotivasi bawahan melalui pemenuhan
18
kebutuhan-kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna dan penting. Sebagai hasilnya, para karyawan diberi berbagai kebebasan untuk membuat keputusan sendiri dalam pekerjaannya. c. Model Sumber Daya Manusia Model ini menyatakan bahwa karyawan dimotivasi oleh banyak faktor tidak hanya uang atau keinginan untuk mencapai kepuasan, tetapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang berarti. Mereka beralasan bahwa kebanyakan orang telah dimotivasi untuk melakukan pekerjaan secara baik dan bahwa mereka tidak secara otomatis melihat pekerjaan sebagai sesuatu yang tidak dapat menyenangkan. Mereka mengemukakan bahwa para karyawan lebih menyukai pemenuhan kepuasan dari suatu prestasi kerja yang baik. 2.1.4 Kepemimpinan Demokratis Gaya kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Gaya kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya.
19
Menurut Daryanto (2011:34), menyatakan bahwa kepemimpinan demokratis menempatkan manusia sebagai faktor utama serta yang paling penting dalam sebuah organisasi. Perwujudan dari tipe kepemimpinan ini didominasi perilaku sebagai pelindung, penyelamat, serta perilaku yang cenderung memajukan dan mengembangkan organisasi. Selain itu diwujudkan juga melalui perilaku kepemimpinan sebagai pelaksana. Dengan
didominasi
oleh ketiga perilaku
kepemimpinan tersebut, maka dalam tipe ini diwarnai dengan upaya mewujudkan dan mengembangkan hubungan manusiawi yangefektif. Berdasarkan
prinsip
saling menghormati dan menghargai antara yang satu dengan yang lain. Dalam tipe kepemimpinan demokratis selalu terlihat usaha untuk memanfaatkan setiap orang yang dipimpin. Anggota organisasi diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Partisipasi tersebut disesuaikan dengan jabatan maupun tingkat dan jenis kemampuan setiap anggota organisasi. Selain itu pengambilan keputusan dalam tipe kepemimpinan ini sangat mementingkan musyawarah, sehingga dalam pelaksanaan setiap keputusan tidak ada anggota yang merasa terpaksa (Daryanto, 2011: 34-35). 1. Tipe Kepemimpinan Demokratis Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada
20
diri sendiri) dan kerjasama yang baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok. Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat dan sugesti bawahan. Bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing. Mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat. Perilaku atau kepemimpinan demokratis yang dilakukan oleh pimpinan menurut (Nawawi, 2008:133) sebagai berikut: a. Mengakui dan menghargai manusia sebagai mekhluk individual, yang memiliki perbedaan kemampuan antara yang satu dengan yang lain. b. Memberikan hak dan kesempatan yang sama pada setiap individu sebagai makhluk sosial dalam mengekpresikan dan mengaktualisasikan diri melalui prestasi masing-masing di lingkungan organisasinya sebagai semua masyarakat kecil. c. Memberikan hak dan kesempatan yang sama pada setiap individu untuk mengembangkan kemampuannya yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya dengan menghormati nilai-nilai atau norma-norma yang mengaturnya sebagai makhluk normatif di lingkungan organisasi masingmasing.
21
d.
Menumbuhkan
dan
mengembangkan
kehidupan
bersama
dalam
kebersamaan melalui kerjasama yang saling mengakui, menghargai, dan menghormati kelebihan dan kekurangan setiap individu sebagai anggota organisasi. e. Memberikan perlakuan yang sama pada setiap individu sebagai anggota organisasi untuk maju dan mengembangkan diri dalam persaingan yang fair dan sehat (jujur dan sportif). f. Memikulkan kewajiban dan tanggung jawab yang sama dalam menggunakan hak masing-masing untuk mewujudkan kehidupan bersama yang harmoni
Menurut (Siagian, 2002:121), indikator-indikator
yang dapat dilihat
dari kepemimpinan demokratis adalah sebagai berikut : a. Iklim saling mempercayai Hubungan seorang pemimpin yang bersifat demokratis dengan bawahannya yang diharap-harapkan adalah suatu hubungan yang dapat menumbuhkan iklim atau suasana saling mempercayai. Keadaan seperti ini akan menjadi suatu kenyataan apabila di pihak pemimpin memperlakukan bawahannya sebagai manusia yang bertanggung jawab dan di pihak lain bawahan dengan sikap mau menerima kepemimpinan atasannya.
22
b. Penghargaan terhadap ide bawahan Penghargaan terhadap ide bawahan dari seorang pemimpin yang demokratis dalam sebuah lembaga atau instansi akan dapat memberikan nuansa tersendiri bagi para bawahannya. Seorang bawahan akan selalu menciptakan ide-ide yang positif demi pencapaian tujuan organisasi pada lembaga atau instansi dia bekerja. c. Memperhitungkan perasaan para bawahan Dari sini dapat dipahami bahwa perhatian pada manusia merupakan visi manajerial yang berdasarkan pada aspek kemanusiaan dari perilaku seorang pemimpin. d. Perhatian pada kenyamanan kerja bagi para bawahan Hubungan antara individu dan kelompok akan menciptakan harapan-harapan bagi perilaku individu. Dari harapan-harapan ini akan menghasilkan perananperanan tertentu yang harus dimainkan. Sebagian orang harus memerankan sebagai pemimpin sementara yang lainnya memainkan peranan sebagai bawahan. Dalam hubungan tugas keseharian seorang pemimpin harus memperhatikan pada kenyamanan kerja bagi para bawahannya. e. Perhatian pada kesejahteraan bawahan Seorang pemimpin yang demokratis dalam fungsi kepemimpinan pada dasarnya akan selalu berkaitan dengan dua hal penting yaitu hubungan dengan bawahan dan hubungan yang berkaitan dengan tugas. Perhatian adalah tingkat
23
sejauh mana seorang pemimpin bertindak dengan menggunakan cara yang sopan dan mendukung, memperlihatkan perhatian segi kesejahteraan mereka. Misalkan berbuat baik terhadap bawahan, berkonsultasi dengan bawahan atau pada bawahan dan memperhatikan dengan cara memperjuangkan kepentingan bawahan. Konsiderasi sebagai perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan seringkali ditandai dengan perilaku pemimpin yang cenderung memperjuangkan
kepentingan
bawahan,
memperhatikan
kesejahteraan
diantaranya dengan cara memberikan gaji tepat pada waktunya, memberikan tunjangan, serta memberikan fasilitas yang sebaik mungkin bagi para bawahannya. f. Memperhitungkan faktor kepuasan kerja para bawahan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang dipercayakan padanya. Dalam sebuah organisasi seorang pemimpin memang harus senantiasa memperhitungkan faktor-faktor apa saja yang dapat menimbulkan kepuasan kerja para bawahan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya, dengan demikian hubungan yang harmonis antara pemimpin dan bawahan akan tercapai. g. Pengakuan atas status para bawahan secara tepat dan profesional Pemimpin dalam berhubungan dengan bawahan yang diandalkan oleh bawahan adalah sikap dari pemimpin yang mengakui status yang disandang bawahan secara tepat dan professional. Dari pernyataan diatas dapat dipahami bahwa pengakuan atas status para bawahan secara tepat dan profesional yang
24
melekat pada seorang pemimpin menyangkut sejauh mana para bawahan dapat
menerima
dan
mengakui
kekuasaannya
dalam
menjalankan
kepemimpinan. 2.1.5 Budaya Organisasi Secara etimologis budaya atau culture berasal dari kata budi, yang diambil dari bahasa sangsekerta, artinya kekuatan budi atau akal, sehingga budaya diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan akal. Sedangkan Culture, bahasa Inggris, yang asalnya diambil dari bahasa latin, colere yang berarti mengolah dan mengerjakan tanah pertanian. Dari sini pengertian culture berkembang menjadi, segala upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan merubah alam. (Razak, 2008: 152). Secara terminologis, budaya berarti suatu hasil dari budi dan atau daya, cipta, karya, karsa, pikiran dan adat istiadat manusia yang secara sadar maupun tidak, dapat diterima sebagai suatu perilaku yang beradab. Budaya merupakan nilai- nilai dan kebiasaan yang diterima sebagai acuan bersama yang diikuti dan dihormati. Menurut Sobirin(2009:52), budaya adalah kompleksitas menyeluruh yang terdiri dari pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat kebiasaan dan berbagai kapabilitas lainnya serta kebiasaan apa saja yang diperoleh manusia sebagai bagian dari sebuah masyarakat. Menurut Moeldjono (2003:16), budaya adalah gabungan kompleks asumsi, tingkah laku, cerita, mitos, metafora, dan
25
berbagai ide lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi anggota masyarakat tertentu.. Pace dan Faules (2006:34) menjabarkan tiga perspektif budaya secara luas mengenai budaya, yaitu: 1. Perspektif holistik, yaitu memandang budaya sebagai cara-cara terpola mengenai berpikir, menggunakan perasaan dan berkreasi; 2. Perspektif variabel, yaitu terpusat pada pengekspresian budaya; 3. Perspektif kognitif, yaitu memberi penekanan pada gagasan konsep, cetak biru,
keyakinan,
nilai-nilai,
dan
norma-norma,
pengetahuan
yang
diorganisikan yang ada dalam pikiran orang-orang untuk memahami realitas. 1. Pengertian Organisasi Secara etimologis kata organisasi berasal dari bahasa Yunani organon yang berarti alat. Kata ini masuk ke bahasa Latin, menjadi organization dan kemudian ke bahasa Prancis (abad ke-14) menjadi organization. Organisation terdiri dari bagian-bagian yang tersusun dan terkoordinasi hingga mampu menjalankan fungsi tertentu secara dinamis. Karakteristik utama organisasi dapat diringkas sebagai 3-P, yaitu Purpose, People, dan Plan. Sesuatu tidak disebut organisasi bila tidak memiliki tujuan (purpose), anggota (People), dan rencana (Plan). Dalam aspek rencana terkandung semua ciri lainnya, seperti sistem, struktur,
26
desain, strategi, dan proses, yang seluruhnya dirancang untuk menggerakkan unsur manusia (people) dalam mencapai berbagai tujuan yang telah ditetapkan (Kusdi,2009:4). Jadi, organisasi adalah kesatuan (Entity) sosial
yang
dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasikan, yang bekerja atas dasar yang relatif terus-menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan. Organisasi sering dipahami sebagai sekelompok orang yang berkumpul dan bekerja sama dengan cara yang terstruktur untuk mencapai tujuan atau sejumlah sasaran tertentu yang telah ditetapkan bersama (Poerwanto, 2008:10). Menurut Schmerhorn, organisasi adalah kumpulan orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Sementara menurut Hasibuan, (2003:26) Organisasi adalah struktur tata pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekolompok orang pemegang posisiyang bekerja sama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai suatu tujuan tertentu. 2. Pengertian Budaya Organisasi Budaya organisasi adalah suatu nilai-nilai yang dipercayai sehingga menjadi karakteristik yang diberikan anggota kepada suatu organisasi. Budaya organisasi merupakan lingkungan internal suatu organisasi karena keragaman budaya yang ada dalam suatu organisasi sama banyaknya dengan jumlah individu yang ada dalam organisasi tersebut sehingga budaya organisasi sebagai
27
pemersatu budaya-budaya yang ada pada diri individu untuk menciptakan tindakan yang dapat diterima dalam organisasi. Budaya organisasi berarti suatu sistem nilai yang unik, keyakinan, dan norma-norma yang dimiliki secara bersama oleh anggota suatu organisasi. Budaya dapat menjadi suatu penyebab penting bagi keefektifan (Donnellyet al, 2008:13). Menurut Martin, budaya organisasi merupakan gambaran perspektif dari budaya dalam organisasi. Sedangkan menurut Wagner dan Hollenbeck, budaya organisasi adalah suatu pola dari dasar asumsi untuk bertindak, menentukan, atau mengembangkan anggota organisasi dalam mengatasi persoalan dengan mengadaptasinya dari luar dan mengintegrasikan ke dalam organisasi, di mana karyawan dapat bekerja dengan tenang serta teliti, serta juga bermanfaat bagi karyawan baru sebagai dasar koreksi atas persepsi mereka, pikiran, dan perasaan dalam hubungan mengatasi persoalan. (Tampubolon, 2008: 188-189). Schein mengatakan pengertian budaya organisasi sebagai sebuah corak dari asumsi-asumsi dasar, yang ditemukan atau dikembangkan oleh sebuah kelompok tertentu untuk belajar mengatasi problem-problem kelompok dari adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang telah bekerja dengan baik (Tika, 2008:13). Mangkunegara menyimpulkan bahwa budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal. Tujuan keberadaan
28
budaya suatu organisasi adalah melengkapi para anggota dengan rasa (identitas) organisasi dan menimbulkan komitmen terhadap nilai-nilai yang dianut organisasi (Kasali, 2006: 285). Budaya organisasi terdiri atas dua lapisan. Lapisan pertama adalah lapisan yang umumnya mudah dilihat dan sering dianggap mewakili budaya perusahaan secara menyeluruh. Lapisan pertama ini disebut Visible Artifacts. Lapisan yang dapat dilihat secara kasatmata ini terdiri dari cara orang berperilaku, berbicara, berdandan, serta simbol-simbol seperti logo perusahaan, lambang merek, slogan, ritual, figur dan bahasa serta cerita-cerita yang sering dibicarakan oleh para anggota. Lapisan kedua yang lebih dalam itulah yang sesungguhnya disebut budaya. Ini terdiri atas nilai-nilai pokok, filosofi, asumsi, kepercayaan, sejarah korporat, dan proses berpikir dalam organisasi. (Kasali, 2006:286). Sementara itu menurut Schein menyederhanakan budaya organisasi menjadi tiga lapisan berdasarkan tingkat kedalamannya, yaitu artifak yang meliputi elemen- elemen yang paling kasat mata dan berada pada lapisan terluat; nilai-nilai yang sifatnya lebih abstrak, tetapi masih berada dalam ruang lingkup kesadaran pelaku; dan asumsi-asumsi atau basic assumptions yang bersifat kelaziman atau taken for granted dan sering kali berada di luar kesadaran pelaku (Kusdi, 2011: 52).
29
3. Peran dan Fungsi Budaya Organisasi Di dalam suatu organisasi peran budaya dalam mempengaruhi perilaku karyawan tampaknya semakin penting. Budaya organisasi dapat tercermin diantaranya dari sistem yang meliputi besar kecilnya kesempatan berinovasi dan berkreasi bagi karyawan, pembentukan tim-tim kerja, kepemimpinan yang transparan dan tidak terlalu birokratis. Karakteristik tersebut yang dipersepsi oleh karyawan sebagai budaya organisasi, diharapkan dapat berfungsi dalam memberikan kepuasan kerja dan kinerja yang optimal dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Menurut Robbins (Riani, 2011: 8) peran atau fungsi budaya di dalam suatu organisasi adalah: a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain, b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang. d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan. e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang membentuk sikap serta perilaku karyawan.
30
Sedangkan menurut (Chatab, 2007:226), budaya organisasi dapat berfungsi sebagai: a. Identitas, yang merupakan ciri atau karakter organisasi; b. Pengikat/pemersatu (social cohesion), seperti orang berbahasa Sunda yang bergaul dengan orang Sunda, atau orang dengan hobi olahraga yang sama; c. Sumber (sources), misalnya inspirasi; d. Sumber penggerak dan pola perilaku. 4. Karakteristik Budaya Organisasi Menurut (Robbins, 2006:721) ada sepuluh karakteristik utama yang dapat menjadi ciri budaya organisasi, yaitu: a. Inisiatif individual, yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan dan interdepedensi yang dipunyai individu. b. Toleransi terhadap tindakan yang beresiko, yaitu sejauh mana para anggota organisasi dianjurkan untuk bertindak aktif, inovatif, dan mengambil resiko. c. Arah, yaitu sejauh mana organisasi tersebut menetapkan dengan jelas sasaran dan harapan mengenaiprestasi. d. Integrasi, yaitu sejauh mana unit-unit dalam organisasi didorong untuk bekerja dengan cara yang terkordinasi. e. Dukungan dari manajemen, yaitu sejauh mana para pemimpin memberi
31
komunikasi yang jelas, bantuan serta dukungan terhadap bawahan mereka. f. Kontrol, yaitu jumlah peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi dan mengendal ikan perilaku anggota organisasi. g. Identitas, yaitu tingkat sejauh mana para anggota mengidentifikasikan dirinya secara keseluruhan dengan organisasinya daripada dengan kelompok kerja tertentu atau dengan keahlian profesional. h. Sistem imbalan, yaitu sejauh mana alokasi imbalan (kenaikan gaji atau promosi jabatan) didasarkan atas kriteria prestasi sebagai kebalikan dari senioritas, sikap pilih kasih dan sebagainya. i. Toleransi terhadap konflik, yaitu tingkat sejauh mana para anggota organisasi didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka. j. Pola-pola komunikasi, yaitu tingkat sejauh mana komunikasi organisasi dibatasi oleh heararki kewenangan yang formal. 2.1.6 Hubungan Antar Variabel 1. Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Dua hal yang berkaitan dengan kinerja/performance adalah kesediaan atau motivasidari pegawai untuk bekerja, yang menimbulkan usaha karyawan dan kemampuan karyawan untuk melasanakannya. Harbani (2010:140) menyatakan motivasi merupakan sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja untuk membuat orang bertindak atau berprilaku dengan cara-cara tertentu. Oleh sebab itu motivasi diartikan sebagai keseluruhan proses pemberian dorongan atau
32
rangsangan kepada para karyawan sehingga mereka bersedia bekerja dengan rela tanpa dipaksa. Kemampuan melekat dalam diri seseorang dan merupakan bawaan sejak lahir serta diwujudkan dalam tindakannya dalam bekerja, sedangkan motivasi adalah aspek yang sangat penting untuk menggerakan kreativitas dan kemampuan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan, serta selalu bersemangat dalam menjalankan pekerjaan tersebut. Dari sebagian uraian yang telah dijelaskan dapat ditarik kesimpulan bahwa para karyawan mampu melakukan pekerjaan dan ingin mencapai hasil maksimal dalam pekerjaanya. Perwujudan kinerja yang maksimal, dibutuhkan suatu dorongan untuk memunculkan kemauan dan semangat kerja, yaitu dengan motivasi. Motivasi berfungsi untuk merangsang kemampuan karyawan maka akan tercipta hasil kinerja yang maksimal. 2. Pengaruh Kepemimpinan Demokratis terhadap Kinerja Karyawan Seperti yang diketahui gaya kepemimpinan merupakan suatu pola tingkah laku yang disukai pemimpin dalam mengarahkan dan mempengaruhi pekerja. Setiap pemimpin mempunyai gaya kepemimpinannya sendiri. Pemimpin dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik apabila pemimpin tersebut dapat menyesuaikan dengan situasi kerja yang dihadapinya. Handoko (2011:8) mengatakan bahwa: Manajer yang baik adalah orang yang dapat memelihara keseimbangan yang tinggi dalam menilai secara
tepat
kekuatan yang
33
menentukan perilakunya yang benar-benar mampu bertindak demikian. Keberhasilan organisasi pada dasarnya ditopang oleh kepemimpinan yang efektif, dimana dengan kepemimpinannya itu dia dapat mempengaruhi bawahannya untuk membangkitkan motivasi kerja mereka agar berpartisipasi terhadap tujuan bersama. Seperti yang dikatakan (Timple, 2001:31), mengatakan bahwa: Pemimpin merupakan orang yang menerapkan prinsip dan teknik yang memastikan motivasi, disiplin dan produktivitas jika bekerja sama dengan orang, tugas dan situasi agar dapat mencapai sasaran organisasi. Dengan mengerti dan mengetahui hal-hal yang dapat membangkitkan motivasi dalam diri seseorang merupakan kunci untuk mengatur orang lain. Tugas pemimpin adalah mengidentifikasi dan memotivasi pegawai agar berprestasi dengan baik, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja pegawai. Keadaan ini merupakan suatu tantangan bagi seorang pemimpin yang demokratis untuk dapat menciptakan iklim organisasi yang dapat meningkatkan kinerja pegawai yang tinggi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan demokratis sangat mempengaruhi kinerja pegawai. 3. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Suatu organisasi biasanya dibentuk untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui kinerja segenap sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Namun, kinerja sumber daya manusia sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan
34
internal maupun eksternal organisasi, termasuk budaya organisasi. Karenanya, kemampuan menciptakan suatu organisasi dengan budaya yang mampu mendorong kinerja adalah suatu kebutuhan (Wibowo, 2010: 363). Dengan adanya budaya organisasi akan memudahkan pegawai untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan organisasi, dan membantu pegawai untuk mengetahui tindakan apa yang seharusnya dilakukan sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam organisasi dan menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut sebagai pedoman karyawan untuk berperilaku yang dapat dijalankan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya (Riani,2011:109). Menurut penelitian yang dilakukan oleh para ahli, budaya organisasi memiliki penngaruh terhadap kinerja pegawai. Beberapa peneliti seperti Kotter, Chatman dan Bersade mengatakan bahwa budaya organisasi memiliki pengaruh terhadap kinerja pegawai. Budaya organisasi dapat menghasilkan efek yang sangat mempengaruhi individu dan kinerja, khususnya dalam suatu lingkaran yang bersaing, pengaruh ini bahkan dapat menjadi lebih besar daripada semua faktor lain (Kotter dan Heskett, 2007:10). Di sini, nilai-nilai inti berfungsi sebagai dasar yang mendukung dan membimbing perilaku pegawai yang berhubungan dengan tugas mereka (Rampersad, 2003: 84).
35
2.2
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian
yang dilakukan oleh : 1. Amelia
(2013),
dengan
judul
penelitian
Analisis
Pengaruh
Gaya
Kepemimpinan Demokratis dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan pada Divisi Front Office di Hotel Le Meridien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan demokratis terhadap kinerja karyawan adalah berpengaruh secara signifikan sebesar 79% pada divisi front officedi Hotel Le Meridien. Dimana jika pemimpin menerapkan gaya kepemimpinan dengan baik, maka kinerja karyawan akan meningkat, begitu juga sebaliknya. Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan adalah berpengaruh secara signifikan sebesar 77,1% pada divisi front ofice di Hotel Le Meridien. Dimana jika perusahaan dapat menerapkan budaya organisasi dengan baik, maka kinerja karyawan akan meningkat, begitu juga sebaliknya.Pengaruh gaya kepemimpinan demokratis dan budaya organisasi secara simultan terhadap kinerja karyawan adalah berpengaruh secara signifikan sebesar 81% pada divisi front office di Hotel Le Meridien. 2. Dzulkifli (2013), dengan judul penelitianPengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi Kerja, Disiplin Kerja, Kompetensidan Budaya Organisasiterhadap Kinerja Pegawai (Studi Kasus pada Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura Pasar Minggu Jakarta Selatan). Hasil uji regresi ditemukan
36
bahawa Gaya Kepemimpinan, Motivasi Kerja, Disiplin Kerja, Kompetensi dan Budaya Organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura.
Hasil uji regresi juga
ditemukan bahwa budaya organisasi merupakan variabel yang berpengaruh paling dominan terhadap kinerja pegawai Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura. Hal ini ditujukan dengna nilai Standardized Coefficien Betayang lebih besar 0,423 atau 42,3% dibanding dengan variabel lainnya yang nilainya dibawah variabel budaya organisasi.
2.3
Rerangka Pemikiran Rerangka pemikiran disusun atas dasar tinjauan teoritis, untuk kemudian
melakukan analisis dan pemecahan masalah yang dikemukakan peneliti. Dari latar belakang masalah, rumusan masalah serta tujuan penelitian yang telah dikemukakan, maka dapat disusun rerangka pemikiran yang nampak pada gambar 1
37
Teoritis
Penelitian terdahulu
Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan Demokratis, dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Tanjung Perak Surabaya
1. Analisis
Pengaruh
GayaKepemimpinan
Demokratis, dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada Divisi Front Offcedi Hotel Le Meridien 2. Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi Kerja, Disipilin
Kerja,
Kompetensi
dan
Budaya
Organisasi terhadap Kinerja Pegawai (Studi Kasus pada
Direktorat
Budidaya
dan
Pascapanen
Florikultura Pasar Minggu Jakarta Selatan.
Rumusan Masalah
1. Alat Analisis: Analisis Regresi Berganda 2. Uji Hipotesis: Uji F dan Uji t
Hasil dan Pembahasan
Skripsi
Gambar 1 Rerangka Pemikiran
38
Motivasi Kerja (MK)
Kepemimpinan Demokratis
Kinerja Karyawan
(KD)
(KK)
Budaya Organisasi (BO)
Gambar 2 Rerangka Konseptual
39
Adapun keterangan dari Gambar 1 dan 2 sebagai berikut: 1.
Motivasi kerja di dalam suatu perusahaan diartikan sebagai keseluruhan proses pemberian dorongan yang terarah atau rangsangan kepada para karyawan sehingga mereka bersedia bekerja dengan rela tanpa dipaksa untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan.
2. Kepemimpinan demokratis di dalam suatu perusahaan berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien dari seorang pemimpin kepada bawahannya. Kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak pada partisipatif aktif dari setiap warga kelompok. 3.
Budaya Organisasi merupakan lingkungan internal suatu organisasi karena keragaman budaya yang ada dalam organisasi tersebut sehingga budaya organisasi sebagai pemersatu budaya-budaya yang ada pada diri individu untuk menciptakan tindakan yang dapat diterima oleh organisasi.
2.4 Perumusan Hipotesis Dalam penelitian ilmiah, setelah menentukan rumusan masalah maka perlu untuk membuat rumusan hipotesis. Menurut (Sugiyono, 2012:99), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang dberikan baru berdasarkan teori yang relevan,
40
belum didasarkan pada fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Adapun hipotesis yang dirumuskan dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Tanjung Perak Surabaya. 2. Kepemimpinan demokratis berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Tanjung Perak Surabaya. 3. Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Tanjung PerakSurabaya.
9