BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang sering juga disebut sebagai social disclosure, corporate social reporting, social accounting (Mathews, 1995) atau corporate social responsibility (Hackston dan Milne, 1996) merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan. Hal tersebut memperluas tanggung jawab organisasi (khususnya perusahaan),
di luar peran tradisionalnya
untuk
menyediakan laporan keuangan kepada pemilik modal, khususnya pemegang saham. Perluasan tersebut dibuat dengan asumsi bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih luas dibanding hanya mencari laba untuk pemegang saham (Gray et. al., 1987 dalam Purnasiwi, 2011). Ide tanggung jawab sosial pada dasarnya adalah bagaimana perusahaan memberi perhatian kepada lingkungannya terhadap dampak yang terjadi akibat kegiatan operasional perusahaan. Menurut Daniri (2007) dalam Rahayu (2010), CSR lahir dari desakan masyarakat atas perilaku perusahaan yang biasanya selalu fokus untuk memaksimalkan laba, mensejahterakan para pemegang saham., dan mengabaikan tanggung jawab sosial seperti perusakan lingkungan, eksploitasi sumber daya alam, dan lain sebagainya. Pada intinya, keberadaan perusahaan berdiri secara berseberangan dengan kenyataan kehidupan sosial. Konsep dan praktik CSR saat
ini bukan lagi dipandang sebagai suatu cost center tetapi juga sebagai suatu strategi perusahaan yang dapat memacu dan menstabilkan pertumbuhan usaha secara jangka panjang. Oleh karena itu penting untuk mengungkapkan CSR dalam perusahaan sebagai wujud pelaporan tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Anggraini (2006) menyatakan bahwa tuntutan terhadap perusahaan untuk memberikan informasi yang transparan, organisasi yang akuntabel serta tata kelola perusahaan yang semakin bagus semakin memaksa perusahaan untuk memberikan informasi mengenai aktivitas sosialnya. Masyarakat membutuhkan informasi mengenai sejauh mana perusahaan sudah melaksanakan aktivitas sosialnya sehingga hak masyarakat untuk hidup aman dan tentram, kesejahteraan karyawan, dan keamanan mengkonsumsi makanan dapat terpenuhi. Pertanggung jawaban
sosial perusahaan atau Corporate Social
Responsibility (CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial kedalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum (Anggraini, 2006). Menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan didefinisikan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang
bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun untuk pembangunan. Ini berarti bahwa perusahaan harus dapat berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi beriringan dengan meningkatkan kualitas hidup tenaga kerja dan keluarganya serta
komunitas lokal dan masyarakat luas. Ini bisa dilakukan dengan cara
mengerti aspirasi dan kebutuhan stakeholder dan kemudian berkomunikasi dan berinteraksi dengan para stakeholder. Konsep CSR pada umumnya menyatakan bahwa tanggung jawab perusahaan tidak hanya terhadap pemiliknya atau pemegang saham saja tetapi juga terhadap para stakeholders yang terkait atau terkena dampak dari keberadaan perusahaan. Hal ini sesuai dengan teori stakeholder yang menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholdernya. Perusahaan harus menjaga hubungan dengan stakeholdernya dengan mengakomodasi keinginan dan kebutuhan stakeholdernya, terutama stakeholder yang mempunyai power terhadap ketersediaan sumber daya yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan, misal tenaga kerja, pasar atas prod uk perusahaan dan lain- lain (Chariri dan Ghozali, 2007 dalam Kusumadilaga, 2010). Salah satu strategi untuk menjaga hubungan dengan para stakeholder perusahaan adalah dengan melaksanakan CSR, dengan pelaksanaan CSR diharapkan keinginan dari stakeholder dapat terakomodasi sehingga akan menghasilkan hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan stakeholdernya. Hubungan yang harmonis akan berakibat pada perusahaan sehingga dapat mencapai keberlanjutan atau kelestarian perusahaannya.
Achda (2007) dalam Permanasari (2010) mengartikan CSR sebagai komitmen perusahaan untuk mempertanggung jawabkan dampak operasinya dalam dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan serta terus- menerus menjaga agar dampak tersebut menyumbang manfaat kepada masyarakat dan lingkungan hidupnya. Effendi (2009) dalam Purnasiwi (2011) mengatakan bahwa terdapat dua hal yang mendorong perusahaan menerapkan CSR, yaitu faktor yang berasal dari luar perusahaan (external drivers) dan dari dalam perusahaan (internal drivers). Yang termasuk ke dalam faktor pendorong dari luar perusahaan adalah adanya regulasi, hukum dan diwajibkannya analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dari operasi persahaan. Sedangkan faktor yang berasal dari dalam perusahaan antara lain nilai, kebijakan manajemen, strategi da n tujuan perusahaan. Laporan pertanggung jawaban sosial disajikan dalam sebuah laporan yang berkelanjutan (sustainability reporting) yang dapat diterbitkan secara terpisah ataupun terintegrasi dalam laporan tahunan (annual report). Laporan keberlanjutan adalah praktek pengukuran, pengungkapan dan upaya akuntabilitas dari kinerja organisasi dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan kepada para pemangku kepentingan baik internal maupun eksternal. Sebuah laporan keberlanjutan harus menyediakan gambaran yang berimbang dan masuk akal dari kinerja keberlanjutan sebuah organisasi, termasuk kontribusi yang positif maupun negatif.
Pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan umumnya bersifat voluntary (sukarela), unaudit (belum diaudit), dan unregulated (tidak dipengaruhi oleh peraturan tertentu). Anggraini (2006) mengatakan bahwa Corporate Social Responsibility terbagi menjadi 3 kategori yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan dan kinerja sosial. Sedangkan dalam penelitian ini mengidentifikasi hal- hal yang berkaitan dengan pelaporan sosial perusahaan berdasarkan standar GRI (Global Reporting Initiative). Global Reporting Initiative (GRI) adalah sebuah jaringan berbasis organisasi yang telah mempelopori perkembangan dunia, paling banyak menggunakan kerangka laporan keberlanjutan dan berkomitmen untuk terus- menerus melakukan perbaikan dan penerapan di seluruh dunia (www.globalreporting.org). Daftar pengungkapan sosial yang berdasarkan standar GRI juga pernah digunakan oleh Kusumadilaga (2010), peneliti ini menggunakan 6 indikator pengungkapan yaitu: ekonomi, lingkungan, tenaga kerja, hak asasi manusia, sosial dan produk. Indikator- indikator yang terdapat di dalam GRI yang digunakan dalam penelitian yaitu: 1. Indikator Kinerja Ekonomi (economic performance indicator) 2. Indikator Kinerja Lingkungan (environment performance indicator) 3. Indikator Kinerja Tenaga Kerja (labor practices performance indicator) 4. Indikator Kinerja Hak Asasi Manusia (human rights performance indicator) 5. Indikator Kinerja Sosial (social performance indicator) 6. Indikator Kinerja Produk (product responsibility performance indicator)
Untuk penelitian ini indikator yang digunakan hanyalah tiga kategori, yaitu indikator kinerja ekonomi, lingkungan dan sosial. Indikator kinerja sosial mencakup empat indikator yang terdiri dari : indikator kinerja tenaga kerja, hak asasi manusia, sosial atau kemasyarakatan dan produk. 2.1.2 Profitabilitas Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, dan ekuitas. Semakin tinggi profitabilitas,
maka
semakin
tinggi
efisiensi perusahaan
dalam
memanfaatkan fasilitas perusahaan (Sartono, 2011). Tingkat profitabilitas yang tinggi pada perusahaan akan meningkatkan daya saing antara perusahaan. Perusahaan yang menghasilkan profit tinggi akan membuka lini atau cabang yang baru, kemudian cenderung memperbesar investasi atau membuka investasi baru terkait dengan perusahaan induknya. Tingkat profit yang tinggi akan menandakan pertumbuhan perusahaan pada masa yang akan datang. Pertumbuhan perusahaan memerlukan pengungkapan yang lebih luas dalam memenuhi kebutuhan informasi sesuai kebutuhan masing- masing pengguna (Suryono dan Prastiwi, 2011). Hubungan antara pengungkapan CSR dan profitabilitas perusahaan telah dipostulasikan
untuk
merefleksikan
pandangan
bahwa
kepekaan
sosial
membutuhkan gaya managerial yang sama sebagaimana yang diperlukan untuk dapat membuat perusahaan menguntungkan (profitable) Heckston dan Milne (1996). Pengungkapan CSR merupakan cerminan suatu pendekatan manajemen
dalam menghadapi lingkungan yang dinamis dan multidimensional serta kemampuan untuk mempertemukan tekanan sosial dengan reaksi kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, ketrampilan manajemen perlu dipertimbangkan untuk survive dalam lingkungan perusahaan masa kini (Heckston dan Milne, 1996). Heckston dan Milne, (1996) menyatakan bahwa profitabilitas merupakan faktor yang memberikan kebebasan dan fleksibilitas kepada manajemen untuk mengungkapkan pertanggung jawaban sosial kepada pemegang saham. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial yang dilakukan oleh perusahan. Riset penelitian empiris terhadap hubungan antara profitabilitas dan pengungkapan sosial perusahaan menghasilkan hasil yang sangat beragam. Penelitian Bowman dan Haire (1976) serta Hackston dan Milne (1996) mendukung hubungan profitabilitas dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Sedangkan penelitian yang dilakukan Belkaoui dan Karpik (1989) melaporkan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005) dan Anggraeni (2006) menunjukan hasil bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan.
2.1.3 Likuiditas Likuiditas merupakan rasio yang mengukur kemampuan jangka pendek perusahaan untuk membayar kewajibannya yang jatuh tempo. Kewajiban atau hutang jangka pendek dapat dipenuhi atau ditutup dari aktiva lancar yang juga berputar dalam jangka pendek (Rahardjo, 2005 dalam Luthfia, 2012). Konsep operasi ini didasarkan klasifikasi aset dan kewajiban dalam bentuk kategori lancar dan tidak lancar. Perbedaan secara tradisional antara curret liabilities dan non current libilities didasarkan pada jatuh tempo kurang dari satu tahun atau berdasarkan siklus operasi perusahaan yang normal (Suryono dan Prastiwi, 2011).
2.1.4 Leverage Rasio leverage merupakan proporsi total hutang terhadap rata-rata ekuitas pemegang saham. Rasio tersebut digunakan untuk memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu utang. Leverage merupakan gambaran seberapa besar perusahaan tergantung pada kreditor dalam membiayai aset perusahaan. Leverage mencerminkan tingkat resiko keuangan perusahaan. Semakin tinggi tingkat leverage (rasio hutang atau ekuitas) semakin besar kemungkinan akan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi, supaya laba yang dilaporkan tinggi maka manajer harus mengurangi biaya-biaya (termasuk biaya untuk mengungkapkan pertanggung jawaban sosial) (Sembiring, 2005).
Scott (2000) dalam Fahrizqi (2010) menyampaikan pendapat yang mengatakan bahwa semakin tinggi leverage kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak utang, maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba dimasa depan. Dengan laba yang dilaporkan lebih tinggi akan mengurangi kemungkinan perusahaan melanggar perjanjian utang. Manajer akan memilih metode akuntansi yang akan memaksimalkan laba sekarang. Menurut Belkaoui dan Karpik (1989) keputusan untuk mengungkapkan CSR akan mengikuti suatu pengeluaran untuk pengungkapan yang menurunkan pendapatan. Perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi mengakibatkan pengawasan yang tinggi dilakukan oleh debtholder terhadap aktivitas perusahaan. Berdasarkan teori signaling bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan sedikit informasi, hal ini menjadi sorotan para debt holders.
2.2 Penelitian Terdahulu Heckston dan Milne (1996) melakukan penelitian mengenai faktor- faktor yang menentukan pengungkapan sosial dan lingkungan di Seland ia Baru. Heckston dan Milne menggunakan metode content analysis dengan menggunakan checklist sebagai alat untuk menentukan pengungkapan sosial dan lingkungan. Dalam penelitian ini, Heckston dan Milne menemukan bahwa ukuran perusahaan dan tipe industry mempengaruhi perusahaan dalam pengungkapan sosial dan lingkungan di Selandia Baru.
Sembiring (2005) melakukan penelitian mengenai hubungan antara karakteristik perusahaan dan pengungkapan CSR di Indonesia. Karakteristik perusahaan dalam penelitian ini terdiri atas ukuran perusahaan, profitabilitas, tipe industri, ukuran dewan komisaris dan leverage. Penelitian ini menemukan bahwa ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris dan tipe industri mempengaruhi pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan di Indonesia. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Anggraini (2006). Anggraeni melakukan penelitian untuk menguji pengaruh kepemilikan manajemen, leverage, ukuran perusahaan, tipe industri dan profitabilitas terhadap pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan di Indonesia. Anggaraini menggunakan metode content analysis untuk menghitung pengungkapan CSR di Indonesia. Anggraini menemukan bahwa kepemilikan manajemen dan tipe industri berpengaruh secara signifikan pada pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan di Indonesia. Suryono dan Prastiwi (2011) menganalisis pengaruh profitabilitas, likuiditas, leverage, aktivitas, ukuran perusahaan, dan corporate governance terhadap praktik publikasi SR. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian menyatakan variabel likuiditas, leverage, aktivitas, governance commitee tidak berpengaruh terhadap praktik publikasi SR.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No.
Nama Penelitian Hackston dan Milne (1996)
Judul Penelitian Some Determinants Of Social And Environmental Disclosures In New Zaeland Companies
Variabel Penelitian Industria, size, profitabilitas
2.
Sembiring, (2005)
Ukuran Regresi perusahaan, berganda profitabilitas, tipe industry, ukuran dewan komisaris dan leverage
3.
Anggraini (2006)
Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial : Study Empiris Pada Perusahaan yang Tercatat Di Bursa Efek Jakarta Pengungkapan Informasi Sosial Dan FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial Dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada PerusahaanPerusahaan yang Terdaftar Bursa Efek Jakarta)
1.
Metode Analisis Regresi linier berganda
Kepemilikan Regresi manajemen, berganda leverage, ukuran perusahaan, tipe industri dan profitabilitas
Hasil Penelitian Size dan tipe industria berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, sedangkan profitabilitas tidak signifikan. Ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris dan tipe industri mempengaruhi pengungkapan CSR
Kepemilikan manajemen dan tipe industri berpengaruh secara signifikan pada pengungkapan CSR
Tabel 2.1 Lanjutan Penelitian Terdahulu No. 4.
Nama Penelitian Suryono dan Prastiwi (2011)
Judul Penelitian Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Leverage, Aktivitas, Ukuran Perusahaan, dan Corporate Governance terhadap Praktik Pengungkapan Sustainability Report
Variabel Penelitian Profitabilitas, Likuiditas, Leverage, Aktivitas, Ukuran Perusahaan, dan Corporate Governance
Metode Analisis Uji Beda ttest dan Regresi Logistik
Hasil Penelitian Variabel Profitabilitas, Likuiditas, Aktivitas, Ukuran Perusahaan, dan Corporate Governance menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan sustainability report.
2.3 Kerangka Pe mikiran Tinjauan terdahulu dan kajian teoritis serta permasalahan yang telah dikemukakan merupakan dasar untuk merumuskan hipotesis. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini merupakan pernyataan singkat yang disimpulkan dari telaah pustaka tersebut dan merupakan uraian sementara dari permasalahan yang perlu pengujian kembali. Gambar 2.1 merupakan kerangka pemikiran penelitian ini.
Profitabilitas
H1 H2
Likuiditas
H3
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Laverage
Gambar 1 Kerangka Pe mikiran
2.4 Pengembangan Hipotesis 2.4.1 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba sehingga mampu meningkatkan nilai pemegang saham perusahaan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa profitabilitas perusahaan merupakan indikator pengelolaan manajemen perusahaan yang baik, sehingga manajemen akan cenderung mengungkapkan lebih banyak informasi ketika ada peningkatan profitabilitas perusahaan. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka akan semakin besar pula pengungkapan informasi sosial. Devina et al., (2004) menjelaskan bahwa profitabilitas adalah faktor yang memberikan kebebasan dan fleksibelitas kepada manajemen untuk melakukan dan mengungkapkan kepada pemegang saham program tanggung jawab sosial secara lebih luas. Hubungan antara profitabilitas perusahaan dengan pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan telah menjadi postulat (anggapan dasar) untuk mencerminkan pandangan bahwa reaksi sosial memerlukan gaya manajerial. Anggraini (2006) semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial yang dilakukan perusahaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, Corporate Social Responsibility akan meningkatkan nilai perusahaan pada saat profitabilitas perusahaan meningkat. Hasil penelitian Dahli dan Siregar (2008) juga mengindikasikan bahwa perilaku etis perusahaan berupa tanggung jawab sosial terhadap lingkungan sekitarnya memberikan dampak positif, yang dalam jangka panjang akan tercermin pada keuntungan perusahaan (profit) dan peningkatan kinerja keuangan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut: H1 : Profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR)
2.4.2 Pengaruh Likuiditas Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Rasio likuiditas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya kepada kreditur (Prastowo dan Juliaty, 2005). Perusahaan yang mempunyai tingkat likuiditas tinggi dianggap mampu untuk mengelola bisnisnya, sehingga menghasilkan tingkat resiko yang rendah. Perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas tinggi merupakan gambaran keberhasilan perusahaan dalam membayar kewajiban-kewajiban jangka pendeknya tepat waktu. Hal ini tentunya menunjukkan kemampuan perusahaan yang kredibel sehingga menciptakan image positif dan kuat melekat pada perusahaan. Image positif tersebut semakin memungkinkan pihak stakeholders untuk selalu ada pada pihak perusahaan atau mendukung perusahaan tersebut (Suryono dan Prastiwi, 2011). Salah satu bentuk apresiasi yang akan ditunjukkan perusahaan untuk menambah kepercayaan dan image positif yang telah ada adalah dengan mempublikasikan informasi tambahan yang merepresentatifkan kegiatan perusahaan yang peduli terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut: H2 : Likuiditas berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR).
2.4.3 Pengaruh Leverage Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Leverage memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu utang. Scott (2000) menyampaikan pendapat yang mengatakan bahwa semakin tinggi leverage kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak utang, maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba dimasa depan. Perusahaan yang memiliki rasio leverage tinggi akan lebih sedikit mengungkapkan CSR supaya dapat
melaporkan laba sekarang yag lebih tinggi. Leverage merupakan alat untuk mengukur seberapa besar perusahaan tergantung pada kreditur dalam membiayai aset perusahaan. Leverage mencerminkan tingkat risiko keuangan perusahaan (Sembiring, 2005). Leverage merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang (Rahardjo, 2005 dalam Luthfia, 2012). Tingkat leverage yang tinggi pada perusahaan juga meningkatkan kecenderungan perusahaan untuk melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan melaporkan laba sekarang lebih tinggi. Pelaporan laba yang tinggi akan mencerminkan kondisi keuangan perusahaan yang kuat sehingga meyakinkan perusahaan dalam memperoleh pinjaman dari para stakesholder-nya. Perusahaan dalam menggapai laba yang tinggi maka akan mengurangi biaya-biaya, termasuk mengurangi biaya untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut: H3 : Leverage berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR)