BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 The Pecking Order Theory Pecking Order Theory merupakan penetapan suatu urutan keputusan pendanaan
dimana
para
manajer
pertama
kali
akan
memilih
untuk
menggunakan laba ditahan, utang dan penerbitan saham sebagai pilihan terakhir. Penggunaan utang lebih disukai karena biaya yang dikeluarkan untuk utang lebih murah dibandingkan dengan biaya penerbitan saham. Pecking order theory menjelaskan mengapa perusahaan-perusahaan yang profitable (menguntungkan) umumnya meminjam dalam jumlah yang sedikit. Hal tersebut bukan karena perusahaan mempunyai target debt ratio yang rendah, tetapi karena memerlukan external financing yang sedikit. Sedangkan perusahaan yang kurang profitable cenderung mempunyai utang yang lebih besar karena dana internal tidak cukup dan utang merupakan sumber eksternal yang lebih disukai (Hidayat, 2013). Menurut Myers (1984) dalam menjelaskan suatu perusahaan menentukan hierarki sumber dana yang paling disukai. Teori ini mendasarkan pada adanya informasi asimetrik, yaitu suatu situasi dimana pihak manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak tentang perusahaan daripada para pemilik modal. Informasi asimetrik ini akan mempengaruhi pilihan antara penggunaan dana internal atau dana eksternal dan antara pilihan penambahan hutang baru atau dengan melakukan penerbitan equitas baru.
10
11
Secara singkat teori ini menyatakan bahwa : (a) Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan), (b) Apabila pendanaan dari luar (eksternal financing) diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dulu, yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan (Pithaloka, 2009). 2.1.2 Signaling Theory Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa sinyal adalah suatu tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan yang memberikan petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Perusahaan
dengan
prospek
yang
menguntungkan
akan
mencoba
memaksimalkan dana internal. Namun, jika dana internal tidak dapat memenuhi maka perusahaan akan menghindari penjualan saham dan mengusahakan modal baru dengan cara – cara lain seperti dengan menggunakan utang. Ross (1997) mengembangkan model dimana struktur modal (penggunaan utang) merupakan sinyal yang disampaikan oleh manajer ke pasar. Apabila manajer mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan ingin agar harga saham meningkat, perusahaan ingin mengkomunikasikan hal tersebut ke investor. Manajer dapat menggunakan utang lebih banyak, sebagai sinyal yang lebih dapat dipercaya. Hal ini karena perusahaan yang meningkatkan utang bisa dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang. Dasar pertimbangannya adalah penambahan utang menyebabkan
12
keterbatasan arus kas dan meningkatkan biaya – biaya beban keuangan sehingga manajer hanya akan menerbitkan utang baru yang lebih banyak apabila mereka yakin perusahaan kelak dapat memenuhi kewajibannya. Investor diharapkan akan menangkap sinyal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik. Dengan demikian utang merupakan tanda atau sinyal positif. 2.1.3 Kebijakan Utang Kebijakan utang merupakan keputusan yang sangat penting dalam perusahaan. Dimana kebijakan utang merupakan salah satu bagian dari kebijakan pendanaan perusahaan. Kebijakan utang adalah kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan bagi perusahaan sehingga dapat digunakan untuk membiayai aktivitas operasional perusahaan. Selain itu kebijakan utang perusahaan juga berfungsi sebagai mekanisme monitoring terhadap tindakan manajer yang dilakukan dalam pengelolaan perusahaan. Keputusan pembiayaan atau pendanaan perusahaan akan dapat mempengaruhi struktur modal perusahaan. Sumber pendanaan dapat diperoleh dari modal internal dan modal eksternal. Modal internal berasal dari laba ditahan, sedangkan modal eksternal adalah dana yang berasal dari para kreditur dan pemilik, peserta atau pengambil bagian didalam perusahaan. Modal yang berasal dari kreditur adalah merupakan utang perusahaan. Modal ini sering disebut dengan pembelanjaan asing/ utang (Riyanto, 1997). Menurut Munawir (2004), utang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, di mana utang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditor.
13
Menurut Murni dan Andriani (2007) untuk memenuhi kebutuhan pendanaan, pemegang saham lebih menginginkan pendanaan perusahaan dibiayai dengan utang karena dengan penggunaan utang, hak pemegang saham terhadap perusahaan tidak akan berkurang dan dapat mencapai keinginan perusahaan. Disamping itu perilaku manajer dan komisaris perusahaan juga dapat dikendalikan. Namun, sebaliknya manajer tidak menyukai pendanaan tersebut dikarenakan utang mengandung resiko yang tinggi. Manajemen perusahaan mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan sebesar – besarnya dengan biaya pihak lain. Perilaku seperti ini dikenal sebagai keterbatasan rasional (bounded rationality). Dalam penentuan kebijakan utang, dipengaruhi oleh beberapa faktor. Baik faktor yang berasal dari dalam perusahaan maupun faktor yang berasal dari luar perusahaan. Menurut Mamduh (2004), terdapat beberapa faktor yang memiliki pengaruh terhadap kebijakan utang yaitu a) non-debt tax shield (NDT), manfaat dari penggunaan utang adalah bunga utang yang dapat digunakan untuk mengurangi pajak perusahaan. Namun untuk mengurangi pajak, perusahaan dapat menggunakan cara lain seperti depresiasi dan dana pensiun. Dengan demikian, perusahaan
dengan
non-debt tax shield tinggi tidak perlu
menggunakan utang yang tinggi; b) struktur aktiva, besarnya aktiva tetap suatu perusahaan dapat menentukan besarnya penggunaan utang. Perusahaan yang memiliki aktiva tetap dalam jumlah besar dapat menggunakan utang dalam jumlah besar karena aktiva tersebut dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman; c) kepemilikan manajerial, adanya kepemilikan manajerial atau manajer yang
14
mendapatkan sebagian saham perusahaan dapat mengendalikan konflik keagenan yang berdampak pada manajer, sehingga manajer akan mempertimbangkan pengambilan keputusan pendanaan perusahaan menggunakan utang; d) risiko bisnis, perusahaan yang memiliki risiko bisnis yang tinggi akan menggunakan utang yang lebih kecil untuk menghindari risiko kebangkrutan; e) struktur kepemilikan institusional, perusahaan yang besar cenderung terdiversifikasi sehingga menurunkan risiko kebangkrutan. Di samping itu, perusahaan yang besar lebih mudah dalam mendapatkan pendanaan eksternal; f) kondisi internal perusahaan, kondisi internal
perusahaan menentukan kebijakan penggunaan
utang dalam suatu perusahaan. Brigham dan Houtson (2001) ada 3 implikasi penting mengapa perusahaan mendanai perusahaannya dengan utang (financial leverage), antara lain yaitu: 1) dengan
memperoleh
dana
memalui
utang,
pemegang
saham
bisa
mempertahankan kontrol terhadap perusahaan tersebut tanpa harus menambah investasi; 2) kreditur mengharapkan ekuitas atau dana yang disetor oleh pemilik untuk memberikan marjin keamanan sehingga semakin tinggi proporsi total modal yang disediakan oleh pemegang saham, semakin kecil resiko yang ditanggung kreditur; 3) jika perusahaan menghasilkan laba lebih banyak pada investasi yang didanai dengan utang dibanding jumlah yang harus dikembalikan maka tingkat laba yang diperoleh pemegang saham menjadi lebih besar meskipun tidak menambah penanaman modal. Kebijakan utang yang ditetapkan dalam suatu perusahaan tidak terlepas dari struktur utang. Struktur utang menjelaskan mengenai komposisi jangka
15
waktu utang yang dipergunakan oleh perusahaan tersebut. Menurut Djarwanto (2004:34), klasifikasi utang dibagi menjadi dua antara lain, utang jangka pendek dan utang jangka panjang. Utang jangka pendek adalah utang yang diharapkan akan dilunasi dalam waktu satu tahun atau satu siklus operasi normal perusahaan dengan menggunakan sumber – sumber aktiva lancar atau dengan menimbulkan utang jangka pendek yang baru. Siklus operasi adalah priode waktu yang diperlukan antara akuisisi barang dan jasa yang terlibat dalam proses manufaktur serta realisasi kas akhir yang dihasilkan dari penjualan dan pengahasilan selanjutnya. Utang jangka pendek meliputi: a) utang dagang (accounts payable) adalah semua pinjaman yang timbul karena pembelian barang – barang dagang atau jasa kredit; b) wesel bayar (notes payable) adalah promes tertulis dari perusahaan untuk membayar sejumlah uang atas perintah pihak lain pada tanggal tertentu yang akan datang ditetapkan (utang wesel); c) penghasilan yang ditangguhkan deferred revenue) adalah penghasilan yang sebenarnya belum menjadi hak perusahaan. Pihak lain telah menyerahkan uang lebih dahulu kepada perusahaan sebelum perusahaan menyerahkan barang atau jasanya; d) kewajiban yang masih harus dipenuhi (accrual payable) adalah kewajiban yang timbul karena jasa – jasa yang diberikan kepada perusahaan selama jangka waktu tetapi pembayarannya belum dilakukan (misalnya upah, bunga, sewa, pensiun, pajak harta milik dan lain – lain); e) utang jangka panjang yang telah jatuh tempoh (maturing long term debt) adalah sebagian atau seluruh utang jangka panjang yang menjadi utang jangka pendek karena sudah waktunya untuk dilunasi.
16
Utang jangka panjang adalah kewajiban perusahaan kepada pihak lain yang harus dipenuhi dalam jangka waktu melebihi satu tahun. Yang termasuk utang jangka panjang ialah a) utang hipotek (mortgage note payable) adalah surat tanda berutang dengan jangka waktu pembayaran yang melebihi satu tahun, dimana pembayarannya dijamin dengan aktiva tertentu misalnya bangunan, tanah, atau perabotan; b) utang obligasi (bonds payable) adalah surat tanda berutang yang dikeluarkan dibawah cap segel, yang berisi kesanggupan membayar pokok pinjaman pada tanggal jatuh temponya dan membayar bunganya secara teratur pada setiap interval waktu tertentu yang telah disepakati; c) wesel bayar jangka panjang (notes payable long term) adalah wesel bayar dimana jangka waktu pembayarannya melebihi jangka waktu satu tahun atau melebihi jangka waktu operasi normal. Pembiayaan kegiatan operasional perusahaan dengan utang membuat perusahaan memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan membayar beban
bunga
secara
periodeik,
sehingga
memaksa
manajer
untuk
mengoptimalkan penggunaan dana yang ada. Kegagalan perusahaan dalam membayar bunga atas utang dapat menyebabkan kesulitan keuangan yang dapat berakhir dengan kebangkrutan perusahaan. Namun demikian, penggunaan utang juga memberikan keuntungan pada perusahaan dalam penghematan pajak atas laba perusahaan. Oleh karena itu, penggunaan utang harus menyeimbangkan antara keuntungan dan kerugiannya (Tampubolon, 2005). Pembiayaan dengan menggunakan utang memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan. Menurut Houtson (2001) keunggulan pembiayaan dengan menggunakan utang antara lain,
17
a) bunga yang dibayarkan dapat dipotong untuk tujuan pajak, sehingga menurunkan biaya efektif dari utang; b) pemegang utang (debtholder) mendapat pengembalian yang tetap, sehingga pemegang saham (stockholder) tidak perlu mengambil bagian laba mereka ketika perusahaan dalam kondisi prima. Sementara kelemahan pembiayaan dengan menggunakan utang antara lain, a) semakin tinggi rasio utang, semakin tinggi pula resiko perusahaan, sehingga suku bunganya mungkin akan lebih tinggi; b) apabila sebuah perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan laba operasi tidak mencukupi untuk menutup beban bunga, maka pemegang sahamnya harus menutup kekurangan itu, dan perusahaan akan bangkrut jika mereka tidak sanggup melunasi utangnya. 2.1.4 Arus Kas Bebas Arus kas bebas merupakan arus kas yang tersedia untuk didistribusikan kapada seluruh investor (pemegang saham dan pemilik utang) setelah perusahaan menempatkan seluruh investasinya pada aktiva tetap dan modal kerja yang dibutuhkan untuk mempertahankan operasi yang sedang berjalan (Brigham dan Houtson, 2006). Arus kas bebas menggambarkan kepada investor bahwa deviden yang dibagikan oleh perusahaan bukan hanya sebagai strategi menyiasati pasar dengan maksud meningkatkan nilai perusahaan. Bagi perusahaan yang mengeluarkan pengeluaran modal, arus kas bebas akan mencerminkan dengan jelas mengenai perusahaan manakah yang masih mempunyai kemampuan di masa depan atau tidak. Pasar akan bereaksi jika terlihat ada arus kas bebas yang dapat meningkat harapan mereka untuk mendapatkan deviden di masa depan. Arus kas mencerminkan keuntungan atau
18
kembalian bagi para penyedia modal, termasuk utang atau equity. Arus kas bebas dapat digunakan untuk membayar utang, membeli kembali saham, membayar deviden atau menahannya untuk kesempatan pertumbuhan di masa depan. Arus kas bebas memudahkan perusahaan untuk mengukur pertumbuhan bisnis dan pembayaran kepada stakeholers. Menurut Jensen (1986) mendefinisikan arus kas bebas adalah aliran kas yang merupakan sisa dari pendanaan seluruh proyek yang menghasilkan net present value positif yang didiskontokan pada tingkat biaya modal yang releavan. Perusahaan dengan arus kas bebas berlebihan akan memiliki kinerja lebih baik dibandingkan dengan perusahaan lainnya karena mereka dapat memperoleh keuntungan atas berbagai kesempatan yang mungkin tidak dapat diperoleh perusahaan lain. Semakin besar arus kas bebas yang tersedia dalam perusahaan, maka semakin sehat perusahaan tersebut karena meiliki kas yang tersedia untuk pertumbuhan, pembayaran utang, dan deviden (White et al., 2003:68). Perusahaan yang memiliki arus kas bebas yang tinggi bisa dianggap lebih survive dalam situasi yang buruk. Sedangkan, arus kas negatif menandakan bahwa sumber dana internal tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan investasi perusahaan sehingga diperlukan tambahan dana eksternal baik yang dalam bentuk utang maupun penerbitan saham baru. Berikut ini beberapa manfaat yang diperoleh dari adanya arus kas bebas antara lain, 1) semakin tinggi arus kas bebas menggambarkan perusahaan semakin sehat, karena memiliki kas yang tersedia untuk pertumbuhan, pembayaran utang dan deviden; 2) perusahaan memiliki kesempatan yang luas untuk menangkap peluang investasi; 3) menunjukkan kepada investor bahwa
19
deviden yang dibagikan tidak sekedar strategi menyiasati pasar dengan maksud menaikkan nilai perusahaan; 4) adanya arus kas bebas akan menandakan kepada pasar bahwa perusahaan mempunyai kemampuan di masa depan; 5) arus kas bebas dapat meningkatkan nilai perusahaan. Fakta saat ini, tersedianya free cash flow yang tinggi akan cenderung disalahgunakan penggunaannya oleh pihak manajemen untuk kepentingannya sendiri. Manajer cenderung menggunakan free cash flow untuk memperluas perusahaan dengan berinvestasi meskipun menghasilkan net present value negatif. 2.1.5 Profitabilitas Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dalam hubunganya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri (Sartono, 2001). Secara keseluruhan ketiga pengukuran ini akan memungkinkan seorang penganalisa untuk mengevaluasi tingkat earnings dalam hubungannya volume penjualan, jumlah aktiva dan investasi tertentu dari pemilik perusahaan. Profitabilitas adalah keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalakan operasinya. Perusahaan dengan laba ditahan yang besar, akan menggunakan laba ditahan terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menggunakan utang. Hal ini sesuai dengan Pecking Order Theory yang menetapkan suatu urutan keputusan pendanaan dimana para manajer pertama kali akan memilih untuk menggunakan laba ditahan, utang dan penerbitan saham sebagai pilihan terakhir (Mamduh, 2004).
20
Profitabilitas dapat mencerminkan bagaimana prospek perusahaan dimasa yang akan datang,sehingga dapat memengaruhi kebijakan para investor terhadap investasi yang dilakukan di perusahaan tersebut. Perusahaan yang tingkat profitabilitasnya relatif tinggi akan dapat menarik perhatian investor untuk menanamkan dananya di perusahaan. Sedangkan apabila tingkat profitabilitas perusahaan tersebut menurun akan memungkinkan para investor manarik dana yang telah diinvestasikan. Oleh karena itu, perusahaan selalu berusaha untuk meningkatkan
profitabilitasnya
untuk
menjamin
keberlangsungan
hidup
perusahaan di masa yang akan datang. Profitabilitas menggambarkan pendapatan yang dimiliki perusahaan untuk membiayai investasi. Perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi cenderung menggunakan utang yang relatif kecil karena laba ditahan yang tinggi sudah memadai untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan termasuk investasi. 2.1.6 Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan (SIZE) adalah kekayaan perusahaan yang diukur dari total aktiva perusahaan. Ukuran perusahaan menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan tingkat utang perusahaan. Perusahaan – perusahaan besar cenderung lebih mudah untuk memperoleh pinjaman dari pihak ketiga, karena kemampuan mengakses kepada pihak lain atau jaminan yang memiliki berupa aktiva bernilai lebih besar dibandingkan perusahaan kecil (Susanto, 2011). Perusahaan besar dapat mengakses pasar modal karena kemudahan tersebut maka berarti bahwa perusahaan memilki fleksibilitas dan kemampuan untuk mendapatkan dana. Ukuran perusahaan dapat diartikan sebagai
21
besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya equity, nilai perusahaan, ataupun hasil nilai total aktiva dari suatu perusahaan (Riyanto, 1995). Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang dapat dinyatakan dengan total aktiva atau total penjualan bersih. Semakin besar total aktiva maupun penjualan maka semakin besar pula ukuran perusahaan. Semakin besar aktiva makan semakin besar modal yang ditanam, sementara semakin banyak penjualan makan semakin banyak juga perputaran uang dalam perusahaan. Dengan demikian, ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya asset yang dimiliki oleh perusahaan. Ukuran perusahaan secara langsung mencerminkan tinggi rendahnya aktivitas operasi suatu perusahaan. Pada umumnya semakin besar suatu perusahaan maka akan semakin besar pula aktivitasnya. Dengan demikian, ukuran perusahaan juga dapat dikaitkan dengan besarnya kekayaan yang memiliki oleh perusahaan, Nisa Fidyati, 2003 (dalam Rahmawati, 2012). Tingkat
pertumbuhan
perusahaan
juga
merupakan
faktor
yang
mempengaruhi struktur modal, perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan pesat cenderung lebih banyak menggunakan utang daripada perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih lambat. Pertumbuhan perusahaan berbanding
lurus
dengan
ukuran
perusahaan,
sehingga
semakin
cepat
pertumbuhan perusahaan maka semakin besar pula ukuran perusahaan, sehingga ukuran perusahaan berpengaruh terhadap struktur modal karena perusahaan yang lebih besar akan mudah memperoleh pinjaman dibandingkan perusahaan kecil. Perusahaan yang besar akan lebih aman dalam memperoleh utang karena
22
perusahaan mampu dalam pemenuhan kewajiban dengan adanya diversifikasi yang lebih luas dan memiliki arus kas yang stabil. Pengukuran ukuran perusahaan menurut Faisal (2004) diukur dengan total aktiva. Pengukuran lain dalam penelitian Margaretha (2014) diukur dengan total penjualan. 2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian oleh Faisal (2004) yang menguji tentang pengaruh free cash flow, kesempatan investasi, kepemilikan manajerial, dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan utang perusahaan manufaktur tahun 2000-2002. Hasil penelitian ini adalah free cash flow dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kebijakan utang. Sama halnya dengan set kesempatan investasi dan kepemilikan manajerial memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan utang. Karinaputri dan Sofian (2012) menguji pengaruh kepemilikan institusional, kebijakan dividen, profitabilitas dan pertumbuhan perusahaan terhadap kebijakan utang pada perusahaan manufaktur di bursa efek Indonesia pada tahun 20082010. Hasil yang diperoleh adalah variabel kepemilikan institusional dan profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan utang, sedangkan
pertumbuhan
perusahaan
berpengaruh
positif
dan signifikan
terhadap kebijakan utang. Indahningrum dan Hndayani (2010) menguji pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dividen, pertumbuhan perusahaan, free cash flow, dan profitabilitas terhadap kebijakan utang perusahaan pada perusahaan manufaktur di bursa efek Indonesia pada tahun 2005-2007. Hasil
23
yang diperoleh adalah variabel kepemilikan institusional dan free cash flow berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan utang, sedangkan variabel profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan utang. Setiana dan Sibagariang (2013) menguji pengaruh free cash flow dan kepemilikan manajerial terhadap kebijakan utang perusahaan pada perusahaan manufaktur
yang
terdaftar
bursa
efek
Indonesia
pada period
2011.
Didapatkan 55 perusahaan yang memenuhi kriteria sampel dengan teknik purposive
sampling.
Hasil
yang
diperoleh adalah variabel kepemilikan
manajerial tidak berpengaruh terhadap kebijakan utang, sedangkan variabel free cash flow berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan utang. Milanto (2011) menguji pengaruh kepemilika manajerial, kepemilikan institusional, kebijakan dividen, struktur aset, ukuran dan pertumbuhan perusahaan terhadap kebijakan utang perusahaan pada perusahaan manufaktur di bursa efek Indonesia pada tahun 2009-2011. Hasil yang diperoleh adalah variabel kepemilikan institusional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan utang, sedangkan variabel kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan utang. Kurniati (2007) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Struktur kepemilikan terhadap kebijakan utang (studi pada perusahaan textile/garments di bursa efek jakarta). Teknik analisis menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan saham manajemendan institusi,
24
deviden berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan utang. Profitabilitas berpengaruh negataif dan tidak signifikan terhadap kebijakan utang. 2.3 Rerangka Pemikiran Diagram cara berpikir penelitian ini bedasarkan dari latar belakang sampai dengan tinjauan teoritis, dapat dilihat pada konsep Gambar 1 dibawah ini.
Perusahaan
Manajemen
Fungsi Keuangan Perusahaan
Keputusan Pendanaan
Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Utang
Arus Kas Bebas
Profitabilitas
Kebijakan Utang
Gambar 1 Rerangka Pemikiran
Ukuran Perusahaan
25
Manajemen perusahaan dihadapkan dengan fungsi keuangan berupa keputusan pendanaan. Keputusan pendanaan merupakan penentu dalam meningkatkan laba perusahaan. Salah satu keputusan pendanaan adalah kebijakan utang, dimana utang mempunyai pengaruh penting bagi perusahaan dalam pendanaan dan dapat digunakan untuk mengurangi konflik keagenan. Faktor – faktor yang mempengaruhi kebijakan utang terdiri dari arus kas bebas, profitabilitas dan ukuran perusahaan. Kebijakan utang (DER) dalam penelitian ini merupakan variable dependen yang menjadi pusat perhatian peneliti. Variabel dependen tersebut keragamannya dijelaskan oleh variabel – variabel independen yaitu Arus Kas Bebas dan Ukuran Perusahaan. Laporan tahunan merupakan salah satu proxy yang menggambarkan mengenai kebijakan perusahaan terkait kebijakan utang. Arus kas bebas merupakan kas lebih perusahaan yang dapat didistribusikan kepada krditur atau pemegang saham yang tidak diperlukan lagi untuk modal kerja atau investasi pada asset tetap, Ross et al, 2000 (dalam Panjaitan, 2011). Arus kas bebas ini berkaitan dengan teori agensi yaitu hubungan antara manajer dan pemegang saham terkait arus kas dalam perusahaan. Konflik agensi terjadi karena pemegang saham mengharapkan dana tersebut dibagi sebagai deviden, sedangkan manajer menginginkan dana ditahan sebagai persediaan dana internal perusahaan sebagai investasi perusahaan. Menurut Wu (2004) menyatakan bahwa konflik yang terjadi antara pemegang saham dan manajer biasanya menggunakan utang untuk mengurangi agency cost dari konflik tersebut. Utang memungkinkan manajer untuk mengeluarkan arus kas
26
di masa depan. Hal tersebut menunjukkan utang dapat mengurangi agency cost pada arus kas bebas, sehingga arus kas dibelanjakan sesuai kebutuhan manajer perusahaan. Hal – hal yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa perusahaan – perusahaan dengan arus kas bebas besar yang mempunyai level utang yang tinggi. Di sisi lain, perusahaan dengan tingkat arus kas bebas rendah akan mempunyai level utang rendah. Profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan dalam memperoleh laba (Munawir, 2004). Dalam hal ini profitabilitas akan menambahkan dana bagi perusahaan yang kemudian akan digunakan untuk investasi maupun laba ditahan. Menurut Myers (1984), menyarankan kepada manajer untuk menggunakan Pecking Order Theory dalam melakukan keputusan pendanaan. Pecking order merupakan urutan penggunaan dana untuk investasi yaitu laba ditahan sebagai urutan pertama, kemudian diikuti oleh utang dan ekuitas. Perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi memiliki nominal dana internal yang tinggi pula. Semakin tinggi nominal dana internal perusahaan bedasarkan pada pecking order theory , maka perusahaan akan menggunakan dana internal/ laba ditahan dalam memenuhi kebutuhan operasional perusahaan. Ukuran perusahaan juga diprekdisikan memberikan pengaruh terhadap kebijakan utang perusahaan. Ukuran perusahaan mencerminkan tinggi rendahnya aktivitas perusahaan. Ukuran tersebut dapat menjadi ukuran investor atau kreditur dalam melihat keadaan sebuah perusahaan. Ukuran perusahaan yang besar mencerminkan bahwa perusahaan tersebut memerlukan dana yang besar dalam
27
pembiayaan perusahaan. Perusahaan yang besar menunjukkan bahwa asset aktivitas dalam perusahaan tersebut besar. Aktivitas perusahaan yang besar mencerminkan bahwa kebutuhan dana untuk aktivitas operasional banyak, sehingga laba di tahan akan kurang untuk memnuhinya. Pecking oerder theory menyatakan bahwa jika laba ditahan tidak mencukupi untuk operasional peruahaan, maka untuk menutupi pendanaannya dapat menggunakan utang sebagai keputusan selanjutnya. Jadi, jika ukuran perusahaan besar maka perusahaan tersebut dapat menggunakan utang untuk operasional perusahaan. Sebaliknya, jika perusahaan kecil hanya mempunyai aktivitas yang sedikit sehingga untuk operasional perusahaan dapat dipenuhi dengan dana sendiri. 2.4 Perumusan Hipotesis 2.4.1 Pengaruh Arus Kas Bebas Terhadap Kebijakan Utang Arus kas bebas yaitu arus kas perusahaan yang dihasilkan dalam sebuah periode akuntansi, setelah membayar biaya operasi dan pembiayaan yang diperlukan oleh perusahaan. Arus kas ini mencerminkan keuntungan atau kembalian bagi para penyedia modal, termasuk utang atau equity. Arus kas ini berperan penting dalam keputusan kebijakan utang perusahaan. Keputusan yang diambil harus memperhatikan arus kas yang ada diperusahaan, sehingga tidak terjadi penggunaan arus kas yang tidak dibutuhkan perusahaan. Dalam memutuskan kebijakan utang harus memperhatikan keinginan dari pemegang saham.
28
Menurut Jansen (1986) menyatakan bahwa tekanan pasar akan mendorong manajer untuk mendistribusikan arus aks bebas kepada pemegang saham. Pemegang saham mengharapkan dana tersebut dibagikan sebagai deviden sehingga menambah kesejahteraan mereka. Di sisi lain, manajer lebih menginginkan dana ditahan sebagai persediaan dana internal yang digunakan untuk membiayai investasi agar dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Menurut Jansen dan Meckling (1976) dalam teori keagenannya menyatakan bahwa hal tersebut adalah konflik keagenan (agency conflict) yaitu terjadi perbedaaan kepentingan antara pemilik dan manajer. Menurut Karinaputri (2012) menyatakan bahwa dalam teori keagenan, konflik keagenan dapat diminamilisir dengan mekanisme pengawasan yang mensejajarkan kepentingan – kepentingan pihak terkait. Dengan adanya mekanisme pengawasan ini menyebabkan munculnya biaya yang disebut dengan agency cost. Biaya ini merupakan biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual dengan kreditur dan pemegang saham, Van dan John (dalam Karinaputri, 2012). Konflik yang terjadi karena perusahaan menghasilkan arus kas bebas, biasanya menggunakan utang mengurangi agency cost akibat timbulnya konflik tersebut (Wu, 2004). Penggunaan utang merupakan kebijakan yang efektif untuk membagikan deviden. Adanya deviden tersebut mengartikan bahwa arus kas yang ada di perusahaan berkurang. Hal tersebut mendorong manajer menggunakan utang untuk membelanjakan sesuai kebutuhan. Adanya utang tersebut dapat mengurangi agency cost pada arus kas bebas.
29
Indahningrum dan Handayani (2009) menemukan bukti bahwa arus kas bebas berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan utang. Artinya, semakin tinggi arus kas bebas yang ada di perusahaan maka perusahaan akan membagikan arus kas tersebut kepada pemegang saham. Jika perusahaan telah membagikan kepada pemegang saham, maka perusahaan akan menggunakan utang untuk pembiayaan operasional perusahaan sesuai kebutuhan. Kebijakan utang tersebut diambil agar dapat mengurangi konflik agensi antara manajemen dan pemegang saham. Bedasarkan uraian di atas, maka hipotesis pertama yang diajukan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: H1 : Arus kas bebas berpengaruh positif terhadap kebijakan utang. 2.4.2 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Kebijakan Utang Menurut Masdupi, 2005 (dalam Yeniate dan Destriani, 2010) profitabilitas merefleksikan laba untuk pendanaan investasi, bedasarkan pendekatan pecking order theory, pilihan pertama dalam keputusan pendanaan adalah menggunakan retained earning kemudian menggunakan utang dan ekuitas. Perusahaan yang tingkat profitabilitasnya tinggi biasanya menggunakan utang dalam jumlah yang relatif sedikit karena tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk membiayai kegiatan operasionalnya dengan menggunakan dana yang dihasilkan oleh perusahaan (dana internal). Hal ini sesuai dengan pecking order theory
yang menyatakan bahwa perusahaan lebih cenderung memilih
pendanaan yang berasal dari internal perusahaan yang bersumber dari aliran kas dan laba ditahan dari pada yang berasal dari eksternal perusahaan. Semakin tinggi profit yang diperoleh perusahaan, maka akan semakin kecil penggunaan utang
30
yang digunakan dalam pendanaan perusahaan karena perusahaan dapat menggunakan internal equity yang diperoleh dari laba ditahan terlebih dahulu. Apabila kebutuhan dana belum tercukupi, perusahaan dapat menggunakan utang. Bedasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut: H2 : Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan utang. 2.4.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Utang Ukuran perusahaan diartikan sebagai besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai equity, nilai perusahaan, ataupun hasil nilai total aktiva dari suatu perusahaan (Riyanto, 1995). Semakin total aktiva maupun penjualan maka semakin besar pula ukuran suatu perusahaan. Ukuran perusahaan secara langsung mencerminkan tinggi rendahnya aktivitas operasi perusahaan. Pada umumnya semakin besar suatu perusahaan maka akan semakin besar pula aktivitas. Seluruh aktivitas pasti memerlukan dana untuk dapat berjalan dengan baik. Ukuran perusahaan yang besar pasti memerlukan dana yang lebih banyak dibandingkan perusahaan yang kecil. Milianto (2011) menyatakan bahwa perusahaan besar cenderung memiliki pasar saham yang lebih luas sehingga penggunaan modal sendiri dalam struktur modal juga cukup besar. Pada kondisi dana internal tidak dapat mencukupi kebutuhan struktur modal perusahaan, berdasarkan pada Pecking Order Theory, perusahaan akan menggunakan opsi dana eksternal/ utang dalam memenuhi kebutuhan struktur modal perusahaan. Selain itu ukuran perusahaan juga sangat berpengaruh terhadap struktur modal, terutama berkaitan dengan kemampuan
31
memperoleh pinjaman. Perusahaan besar lebih mudah memperoleh pinjaman karena nilai aktiva yang dijadikan jaminan lebih besar dan tingkat kepercayaan bank juga lebih tinggi. Selain itu semakin besar ukuran perusahaan maka semakin mudah pula perusahaan tersebut mendapatkan akses ke pasar modal yang memudahkan perusahaan tersebut mendapatkan dana dari pihak eksternal atau utang. Sebaliknya, jika perusahaan kecil hanya mempunyai aktivitas yang sedikit sehingga untuk operasional perusahaan dapat dipenuhi dengan dana sendiri. Dengan demikian, ukuran perusahaan yang besar mencerminkan aktivitas perusahaan banyak, sehingga perusahaan dapat menggunakan hutang dalam mendanai aktivitas tersebut. Berdasarkan
uraian
tersebut,
maka
hipotesis
yang diajukan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: H3 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan utang.