BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Akuntansi Keperilakuan Menurut Ikhsan dan Muhammad (2005:91-92), Akuntansi keperilakuan adalah suatu sistem informasi yang digunakan dalam penetapan suatu keputusan yang melibatkan aspek-aspek keperilakuan dari para pengambil keputusan. Akuntansi keperilakuan menggunakan metodologi ilmu pengetahuan perilaku untuk melengkapi gambaran informasi dengan mengukur dan melaporkan faktor manusia yang memengaruhi keputusan bisnis dan hasil mereka. Akuntansi keperilakuan menyediakan suatu kerangka yang disusun berdasarkan teknik berikut ini, yaitu: 1. Untuk memahami dan mengukur dampak proses bisnis terhadap orang-orang dan kinerja perusahaan 2. Untuk mengukur dan melaporkan perilaku serta pendapat yang relevan terhadap perencanaan strategis 3. Untuk memengaruhi pendapat dan perilaku guna memastikan keberhasilan implementasi kebijakan perusahaan. Sebagai bidang riset yang sering memberikan kontribusi yang bermakna, riset akuntansi keperilakuan ini dapat membentuk kerangka dasar (framework) serta arah riset di masa yang akan datang. Banyaknya volume riset atas akuntansi
9
10
keperilakuan dan meningkatnya sifat spesialisasi riset, serta tinjauan studi secara periodik, akan memberikan manfaat untuk beberapa tujuan berikut ini: 1. Memberikan gambaran state of the art terhadap minat khusus dalam bidang baru yang ingin diperkenalkan 2. Membantu dalam mengidentifikasikan kesenjangan riset 3. Untuk meninjau dengan membandingkan dan membedakan kegiatan riset melalui subbidang akuntansi, seperti audit, akuntansi manajemen, dan perpajakan sehingga para peneliti dapat mempelajarinya melalui subbidang lain. Riset akuntansi keperilakuan dalam bidang perpajakan telah memfokuskan diri pada kepatuhan (tax compliance) dengan melakukan pengujian variabel psikologi dan lingkungan. Bermacam-macam variabel yang diuji, sering dengan hasil campuran menyarankan bahwa perilaku kepatuhan pajak adalah hasil yang kompleks. Interdependensi hubungan antara otoritas perpajakan dan kontribusi wajib pajak pada kompleksitas perilaku digambarkan oleh Colins dan Plumlee (1991). 2.1.2 Pengertian Pajak Definisi pajak yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro dalam Resmi (2008:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
11
Pengertian pajak yang dikemukakan oleh prof.Dr.P.J.A.Andriani yang telah diterjemahkan oleh R.Santoso Brotodiharjo (1992:2) pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintah. Pengertian pajak menurut Mr. Dr. NJ. Feldmann dalam Waluyo (2011:2) pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaranpengeluaran umum. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, adalah sebagai berikut: 1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan 2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah 3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah 4. Pajak diperuntukakan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. 5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.
12
2.1.3 Fungsi Pajak Dalam Wirawan (2007:10-11) terdapat empat fungsi pajak, yaitu: 1. Fungsi anggaran (budgetair) adalah fungsi yang letaknya di sektor publik yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan undang-undang yang berlaku pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, dan bila ada surplus akan digunakan sebagai tabungan pemerintah untuk investasi pemerintah. 2. Fungsi mengatur (regulerend) yaitu fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan. 3. Fungsi demokrasi yaitu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem gotong-royong, termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan demi kemaslahatan manusia. Fungsi ini sering dikaitkan dengan hak seseorang untuk mendapatkan pelayanan dari pemerintah apabila ia telah melakukan kewajibannya membayar pajak, bila pemerintah tidak memberikan pelayanan yang baik, pembayar pajak bisa melakukan protes (complaint). 4. Fungsi distribusi yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. 2.1.4 Asas-Asas Pemungutan Pajak Asas pemungutan juga dikemukakan oleh John F.Due dalam buku Government Finance, An Economic Analisys yaitu the neutrality principle yang bermakna bahwa pajak itu harus netral artinya tidak memengaruhi pilihan masyarakat untuk mengkonsumsi atau memproduksi barang. Terlihat bahwa asas
13
ini bertujuan untuk menjaga agar pemungutan pajak tidak mengganggu kemajuan ekonomi. Namun, dimungkinkan kebijaksanaan pemerintah justru dibuat untuk memengaruhi konsumsi masyarakat. Asas pemungutan pajak dapat pula dibagi dalam beberapa asas, adalah sebagai berikut (Waluyo, 2011:15-16): 1. Asas Menurut Falsafah Hukum Hukum pajak harus mendasarkan pada keadilan. Selanjutnya keadilan ini sebagai asas pemungutan pajak. Untuk menyatakan keadilan kepada hak negara untuk memungut pajak, muncul beberapa teori dasar, sebagai berikut: a
Teori Asuransi Dalam perjanjian asuransi diperlukan pembayaran premi. Premi tersebut dimaksudkan sebagai pembayaran atas usaha melindungi orang dari segala kepentingannya, misalnya keselamatan atau keamanan harta bendanya. Teori asuransi ini menyamakan pembayaran premi dengan pembayaran pajak. Walaupun kenyataannya menyatakan bahwa dengan premi tersebut tidaklah tepat.
b
Teori Kepentingan Pada teori kepentingan ini memperhatikan beban pajak yang harus dipungut dari masyarakat. Pembebanan ini harus didasarkan pada kepentingan setiap orang pada tugas pemerintah termasuk perlindungan jiwa dan hartanya. Oleh karena itu, pengeluaran negara untuk melindunginya dibebankan pada masyarakat.
14
c
Teori Gaya Pikul Teori ini mengandung maksud bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada masyarakat berupa perlindungan jiwa dan harta bendanya. Oleh karena itu, untuk kepentingan perlindungan, maka masyarakat akan membayar pajak menurut gaya pikul seseorang.
d
Teori Bakti Teori bakti ini disebut juga teori kewajiban pajak mutlak. Teori ini berdasarkan pada negara memunyai hak mutlak untuk memungut pajak. Di lain pihak, masyarakat menyadari bahwa pembayaran pajak sebagai suatu kewajiban untuk membuktikan tanda baktinya terhadap negara. Dengan demikian dasar hukum pajak terletak pada hubungan masyarakat dengan negara.
e
Teori Asas Daya Beli Dalam teori ini mendasarkan bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat yang dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak yang bukan kepentingan individu atau negara, sehingga lebih menitikberatkan pada fungsi mengatur.
2. Asas Yuridis Untuk menyatakan suatu keadilan. Hukum pajak harus memberikan jaminan hukum kepada negara atau warganya. Oleh kaena itu, pemungutan pajak harus didasarkan pada undang-undang. Landasan hukum pemungutan pajak di Indonesia adalah pasal 23A Amandemen Undang-Undang Dasar 1945
15
3. Asas Ekonomis Seperti pada uraian sebelumnya, pajak mempunyai fungsi reguler dan fungsi budgeter. Asas ekonomi ini lebih menekankan pada pemikiran bahwa negara menghendaki agar kehidupan ekonomi masyarakat agar terus meningkat. Untuk itu, pemungutan pajak harus diupayakan tidak menghambat kelancaran ekonomi sehingga kehidupan ekonomi tidak terganggu. 4. Asas Pemungutan Pajak Lainnya Terdapat tiga asas yang digunakan untuk memungut pajak dalam Pajak Penghasilan, adalah sebagai berikut: a
Asas Tempat Tinggal Negara-negara memunyai hak untuk memungut asas seluruh penghasilan Wajib Pajak berdasarkan tempat tinggal Wajib Pajak. Wajib Pajak yang bertempat tinggal di Indonesia dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh, yang berasal dari Indonesia atau berasal dari luar negeri (pasal 4 Undang-Undang Pajak Penghasilan)
b
Asas Kebangsaan Pengenaan
pajak
dihubungkan
dengan
suatu
negara.
Asas
ini
diberlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia untuk membayar pajak. c
Asas Sumber Negara memunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang bersumber pada suatu negara yang memungut pajak. Dengan demikian, Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
16
dikenakan pajak di Indonesia tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. 2.1.5 Pembagian Pajak Dalam Waluyo (2011:12) pajak dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, adalah sebagai berikut: 1. Menurut golongan atau pembebanan, dibagi menjadi berikut ini. a
Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh: pajak penghasilan
b
Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai
2. Menurut sifat Pembagian pajak menurut sifat dimaksudkan pembedaan dan pembagiannya berdasarkan ciri-ciri prinsip adalah sebagai berikut: a
Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan
b
Pajak Objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3. Menurut pemungut dan pengelolanya adalah sebagai berikut a
Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak
17
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai. b
Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: pajak reklame, pajak hiburan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkotaan dan pedesaan.
2.1.6 Sistem Perpajakan Nurmantu (2003:106) memaparkan bahwa sistem perpajakan suatu negara terdiri atas tiga unsur, yaitu Tax Policy, Tax Law, dan Tax Administration. Sistem perpajakan dapat disebut sebagai metode atau cara bagaimana mengelola utang pajak yang terutang oleh Wajib Pajak dapat mengalir ke kas negara. Sedangkan sistem pemungutan pajak itu sendiri menurut waluyo (2011: 17) yaitu: 1. Sistem Official Assessment Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri Official Assessment System adalah sebagai berikut: a
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus
b
Wajib Pajak bersifat pasif
c
Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
2. Sistem Self Assessment Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung,
18
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar 3. Sistem Withholding Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. 2.1.7 Reformasi Perpajakan Menurut Abimanyu (2003) reformasi perpajakan adalah perubahan yang mendasar di segala aspek perpajakan. Reformasi perpajakan yang sekarang menjadi prioritas menyangkut modernisasi administrasi perpajakan jangka menengah (tiga hingga enam tahun) dengan tujuan tercapainya: pertama, tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi. Kedua, kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi. Dan, ketiga, produktivitas aparat perpajakan yang tinggi. Menurut Pandiangan (2008:64) modernisasi perpajakan yang dilakukan merupakan bagian dari grand design reformasi perpajakan (tax reform) secara komprehensif. Sebagaimana yang menjadi sasaran sejak tahun 2002, bahwa reformasi perpajakan secara komprehensif sebagai satu kesatuan dilakukan terhadap 3 (tiga) bidang pokok atau utama yang secara langsung menyentuh pilar perpajakan, yaitu : 1. Bidang Administrasi, yakni melalui modernisasi administrasi perpajakan Melalui modernisasi administrasi perpajakan, diharapkan terbangun pilar-pilar pengelolaan perpajakan nasional yang baik dan kokoh sebagai fundamental penerimaan negara yang baik dan berkesinambungan (sustainable revenue) ke
19
depan. Dalam hal ini, pengelolaan perpajakan pada dasarnya tidak menutup diri terhadap pandangan, pendapat, atau kritisi dari berbagai pihak eksternal. Direktorat Jenderal Pajak berupaya terbuka (transparency) dan menjadikannya sebagai masukan dalam menata dan membangun sistem pengelolaan perpajakan yang baik dan modern. 2. Bidang Peraturan, dengan melakukan amandemen terhadap Undang-Undang Perpajakan. Dari aspek peraturan perpajakan, terus diupayakan dan dilakukan pengembangan yuridis formal dan materil perpajakan. Langkah yang dilakukan yakni melalui penyesuaian dan pembaruan peraturan seirama dengan perkembangan yang terjadi dalam tatanan kehidupan masyarakat, negara, maupun kegiatan ekonomi. Alasannya karena suatu peraturan pada dasarnya harus dapat mengikuti dan diikuti oleh kehidupan masyarakat, negara, dan pemangku kepentingan. Bila tidak, maka peraturan tersebut justru bisa menjadi penghambat (barrier) bahkan kontradiktif, sehingga pencapaian sasaran dapat menjadi tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. 3. Bidang Pengawasan, membangun bank data perpajakan nasional Di bidang pengawasan, dibangun bank data perpajakan nasional sebagai upaya menyeimbangkan pelaksanaan sistem self assessment dengan official assessment dalam penghitungan dan penetapan besarnya pajak yang terutang, sebagaimana diatur dalam UU Perpajakan. Selain itu pembangunan bank data perpajakan nasional juga bertujuan untuk melakukan kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan. Melalui kegiatan ekstensifikasi, berdasarkan data dan informasi yang ada maka dihimbau agar masyarakat yang telah memenuhi
20
syarat untuk mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Untuk orang pribadi, batasannya adalah bagi mereka yang telah memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) baik yang sudah berkeluarga maupun yang belum berkeluarga. Setelah masyarakat mengetahui himbauan ini, dan ternyata masyarakat belum mendaftarkan diri sendiri sebagai Wajib Pajak seiring sistem self assessment, untuk menyeimbangkannya dilakukan penerbitan NPWP secara jabatan (official assessment). Melalui ekstensifikasi, akan terjadi perluasan basis pajak yakni dengan pertambahan jumlah Wajib Pajak, terutama orang pribadi. Dalam kondisi seperti itu, akan terwujud aspek keadilan dalam perpajakan. Seiring dengan itu untuk kegiatan intensifikasi dilakukan berbagai upaya kegiatan. Di antaranya melalui model optimalisasi pemanfaatan data perpajakan (OPDP). 2.1.8 Reformasi Sistem Administrasi Perpajakan Keban (2004: 2) mengutip pendapat Trecker, administrasi merupakan suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan yang digerakkan dalam rangka mencapai tujuan dengan cara memanfaatkan orang dan material melalui koordinasi dan kerjasama Menurut Lumbantoruan (1997:582), administrasi perpajakan ialah cara-cara atau prosedur pengenaan dan pemungutan pajak. Dalam arti sempit, administrasi perpajakan merupakan penatausahaan dan pelayanan atas hak-hak dan kewajibankewajiban pembayar pajak, baik penatausahaan dan pelayanan yang dilakukan di kantor pajak maupun di tempat Wajib Pajak. Dalam arti luas, administrasi perpajakan dipandang sebagai: (1) fungsi, (2) sistem, dan (3) lembaga. Sebagai
21
fungsi, administrasi perpajakan meliputi fungsi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian perpajakan. Sebagai suatu sistem, administrasi perpajakan
merupakan
separangkat
unsur
(subsistem)
yaitu
peraturan
perundangan, sarana dan prasarana, dan wajib pajak yang saling berkaitan yang secara bersama-sama menjalankan fungsi dan tugasnya untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagai lembaga, administrasi perpajakan merupakan institusi yang mengelola sistem dan melaksanakan proses perpajakan. Menurut Silvani (1992) seperti dikutip Gunadi, administrasi pajak dikatakan efektif bila mampu mengatasi masalah-masalah sebagai berikut: 1. Wajib Pajak yang tidak terdaftar (Unregistered Taxpayers). Artinya sejauh mana administrasi pajak mampu mendeteksi dan mengambil tindakan terhadap anggota masyarakat yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak walau seharusnya yang bersangkutan sudah memenuhi ketentuan untuk menjadi Wajib Pajak. Penambahan jumlah Wajib Pajak secara signifikan akan meningkatkan jumlah penerimaan pajak. Penerapan sanksi yang tegas perlu diberikan terhadap mereka yang belum mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak padahal sebenarnya potensial untuk itu. 2. Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (stopfiling taxpayers) yaitu Wajib Pajak yang sudah terdaftar di administrasi kantor pajak tetapi tidak menyampaikan surat pemberitahuan. 3. Penyelundup Pajak (tax evaders) yaitu Wajib Pajak yang melaporkan pajak lebih kecil dari yang seharusnya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. Keberhasilan sistem self assessment yang memberi kepercayaan sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, sangat tergantung dari kejujuran Wajib Pajak. Tidak mudah untuk mengetahui apakah Wajib Pajak melakukan penyelundupan pajak atau tidak. Dukungan adanya bank data tentang Wajib Pajak dan seluruh aktivitas usahanya sangat diperlukan. 4. Penunggakan Pajak (delinquent tax pavers). Dari tahun ke tahun tunggakan pajak jumlahnya semakin besar. Upaya pencairan tunggakan pajak dilakukan melalui pelaksanaa tindakan penagihan secara intensif.
22
Sejak dilakukannya pembaharuan perpajakan nasional (tax reform) tahun 1983, pemerintah secara terus menerus berupaya menyempurnakan sistem perpajakan nasional. Selain dilakukan terhadap kebijakan perpajakan dan undangundangnya, perbaikan juga mencakup administrasi perpajakan. Administrasi merupakan suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan, yang digerakkan dalam rangka mencapai tujuan dengan cara memanfaatkan orang dan material melalui koordinasi dan kerjasama. Program-program reformasi administrasi perpajakan jangka menengah Direktorat Jenderal Pajak menurut Purnomo (2004: 218-233) antara lain: 1. Meningkatkan Kepatuhan Perpajakan 1) Meningkatkan Kepatuhan Sukarela a Program kampaye sadar dan peduli pajak b Program pengembangan pelayanan perpajakan 2) Memelihara Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Patuh a Program pengembangan Pelayanan Prima b Program penyederhanaan pemenuhan kewajiban perpajakan 3) Menangkal Ketidakpatuhan Perpajakan a Program merevisi pengenaan sanksi b Program menyikapi berbagai kelompok Wajib Pajak tidak patuh c Program meningkatkan efektivitas pemeriksaan. d Program modernisasi aturan dan metode pemeriksaan dan penagihan e Program penyempurnaan ekstensifikasi f Program pemanfaatan teknologi terkini dan pengembangan IT masterplan g Program pengembangan dan pemanfaatan bank data 2. Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat terhadap Administrasi Perpajakan 1) Meningkatkan Citra Direktorat Jenderal Pajak a. Program merevisi UU KUP b. Program penerapan Good Corporate Governance c. Program perbaikan mekanisme keberatan dan banding d. Program penyempurnaan prosedur pemeriksaan 2) Melanjutkan Pengembangan Administrasi Large Taxpayer Office (LTO) atau Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar. a. Program peningkatan pelayanan, pemeriksaan dan penagihan pada LTO
23
b. Program peningkatan jumlah Wajib Pajak terdaftar pada LTO selain BUMN/BUMD c. Program penerapan sistem administrasi LTO pada kanwil Direktorat Jenderal Pajak d. Program penerapan sistem administrasi LTO pada kanwil lainnya. 3. Meningkatkan Produktivitas Aparat Perpajakan a. Program reorganisasi Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan fungsi dan kelompok Wajib Pajak b. Program peningkatan kemampuan pengawasan dan pembinaan oleh kantor Pusat/Kanwil Direktorat Jenderal Pajak c. Program penyusunan kebijakan batu untuk manajemen Sumber Daya Manusia d. Program peningkatan mutu sarana dan prasana kerja e. Program penyusunan rencana kerja operasional Menurut Nasucha (2004:69-77), empat dimensi reformasi administrasi perpajakan, yaitu: 1. Struktur organisasi. Bahwa struktur organisasi adalah unsur yang berkaitan dengan polapola peran yang sudah ditentukan dan hubungan antar peran, alokasi kegiatan kepada sub unit-sub unit terpisah, pendistribusian wewenang di antara posisi administratif, dan jaringan komunikasi formal. 2. Prosedur organisasi Prosedur organisasi berkaitan dengan proses komunikasi, pengambilan keputusan, pemilihan prestasi, sosialisasi dan karier. Pembahasan dan pemahaman prosedur organisasi berpijak pada aktivitas organisasi yang dilakukan secara teratur. 3. Strategi organisasi Strategi organisasi dipandang sebagai siasat, sikap pandangan dan tindakan yang bertujuan memanfaatkan segala keadaan, faktor, peluang, dan sumber daya yang ada sedemikian rupa sehingga tujuan organisasi dapat dicapai dengan berhasil. Strategi berkembang dari waktu ke waktu sebagai pola arus keputusan yang bermakna. 4. Budaya organisasi. Budaya organisasi didefinisikan sebagai sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-nilai yang berkembang dalam organisasi dan mengarahkan perilaku anggota-anggotanya. Budaya organisasi mewakili persepsi umum yang dimiliki oleh anggota organisasi.
24
2.1.9 Kepatuhan Wajib Pajak Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah self assessment system dimana segala pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan sepenuhnya oleh wajib pajak. Fiskus hanya melakukan pengawasan melalui prosedur pemeriksaan. Kondisi perpajakan menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya yang membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela / valuntary of comlience merupakan tulang punggung self assessment system, dimana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut. Menurut Deviano dan Siti (2006:110) Mengatakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakan ada terdapat 2 macam kepatuhan yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material: 1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. 2. Kepatuhan material, adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.
25
Menurut James et al. (2003), pengertian kepatuhan pajak (tax compliance) dalam hal ini diartikan bahwa Wajib Pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya
pemeriksaan,
investigasi
seksama
(obtrusive
investigation),
peringatan, ataupun ancaman dan penerapan sangsi baik hukum maupun administrasi.
2.2 Rerangka Pemikiran
Sistem Administrasi Perpajakan Modern
Prosedur Organisasi
Strategi Organisasi
Kepatuhan Wajib Pajak
Budaya Organisasi
Gambar1 Pengaruh Sistem Administrasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak
26
2.3 Perumusan Hipotesis Berdasarkan Rerangka pemikiran diatas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah: H1 : Terdapat hubungan yang signifikan antara penerapan sistem administrasi perpajakan dari prosedur organisasi, strategi organisasi, dan budaya organisasi terhadap kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Pabean Cantikan H2 : Terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi prosedur organisasi administrasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Pabean Cantikan H3 : Terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi strategi organisasi administrasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Pabean Cantikan H4 : Terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi budaya organisasi administrasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Pabean Cantikan