BAB 2
BAHAN DAN METODA
2.1 Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan. Dalam penelitian ini penentuan titik sampling dilakukan dengan metode “Purpossive Random Sampling” dengan menentukan 4 (empat) stasiun penelitian. Pengambilan sampel dilakukan pada saat pasang naik dan pasang surut. Pada masing-masing stasiun pengambilan sampel dilakukan sebanyak 6 kali ulangan pada saat pasang naik, dan 6 kali ulangan pada saat pasang surut.
2.2 Deskripsi Area
Perairan Kuala Tanjung memiliki garis pantai sepanjang 62 km. Luasnya kirakira 65,47 Km² atau 7,23 % dari luas total Batubara. Perairan ini banyak terdapat aktivitas manusia diantaranya: pariwisata, pembuangan limbah pabrik, dan muara sungai tempat bertemunya air sungai dan air laut (Lampiran A). Pengambilan sampel dilakukan pada 4 (empat) stasiun antara lain:
a. Stasiun 1
Stasiun ini merupakan daerah pariwisata. Secara geografis terletak pada 03º 23’ 13,9” LU dan 099º 24’ 39,1” BT. Substrat dasar pada lokasi ini berupa pasir berlumpur seperti terlihat pada Gambar 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Foto Lokasi Penelitian Pada Stasiun 1 (Daerah Pariwisata) b. Stasiun 2
Stasiun ini merupakan daerah bebas aktivitas dengan vegetasi dominan mangrove. Secara geografis terletak pada 03º 23’ 06,8” LU dan 099º 24’ 53,7” BT. Substrat dasar pada lokasi ini berupa lumpur berpasir seperti terlihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Foto Lokasi Penelitian Pada Stasiun 2 (Daerah Mangrove)
Universitas Sumatera Utara
c. Stasiun 3
Stasiun ini terdapat di daerah muara sungai. Secara geografis terletak pada 03º 22’ 54,3” LU dan 099º 24’ 56,3” BT. Substrat dasar pada lokasi ini berupa lumpur berpasir seperti terlihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Foto Lokasi Penelitian Pada Stasiun 3 (Daerah Muara Sungai)
d. Stasiun 4
Stasiun ini terdapat di daerah pembuangan limbah pabrik. Secara geografis terletak pada 03º 22’ 08,3” LU dan 099º 26’ 41,8” BT. Substrat dasar pada lokasi ini berupa pasir dan batu seperti terlihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Foto Lokasi Penelitian Pada Stasiun 4 (Daerah Pembuangan Limbah Pabrik)
Universitas Sumatera Utara
2.3 Pengambilan Sampel Plankton
Pengambilan sampel plankton dilakukan pada saat pasang naik dan pasang surut. Pada masing-masing stasiun penelitian pengambilan sampel air laut dibagi menjadi 6 titik dengan cara membuat transek sepanjang 200 m dengan jarak 25 dari garis pantai. Transek tersebut dibagi menjadi 3 titik, yaitu pada bagian pinggir dan bagian tengah. Setiap titik ditarik lagi transek 25 m secara vertikal kearah laut. Diambil sampel pada setiap titik. Sampel air laut diambil dengan menggunakan lamnot kapasitas 1 liter sebanyak 25 liter, kemudian dituang kedalam plankton net. Sampel plankton yang terjaring akan terkumpul dalam bucket yang selanjutnya dituang kedalam botol film dan diawetkan menggunakan lugol sebanyak 3 tetes dan diberi label.
Identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Departemen Biologi FMIPA USU. Sampel diamati dengan menggunakan mikroskop dan selanjutnya di identifikasi dengan menggunkan buku identifikasi (Edmonson, 1963; Bold & Wayne, 1985; dan Pennak, 1989).
2.4 Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan
Pengukuran faktor fisik kimia perairan yang dilakukan di lapangan diukur pada setiap titik dan dirata-ratakan, hasil rata-rata menjadi nilai akhir dari faktor fisik kimia. Sedangkan pengukuran faktor fisik kimia yang dilakukan di laboratorium dilakukan dengan membuat sampel air laut menjadi sampel komposit. Faktor fisik kimia perairan yang diukur mencakup:
a. Temperatur (ºC)
Pengukuran temperatur dilakukan dengan menggunakan alat termometer, diambil 1 ember sampel air, kemudian dimasukkan termometer kedalamnya, biarkan beberapa saat lalu dibaca skala dari termometer tersebut dan di catat.
Universitas Sumatera Utara
b. Penetrasi cahaya (m)
Penetrasi Cahaya diukur dengan menggunakan keping sechii yang dimasukkan ke dalam badan air sampai keping sechii tidak terlihat lagi dari permukaan, kemudian diukur panjang tali yang masuk kedalam air.
c. Intensitas Cahaya
Intensitas Cahaya diukur dengan menggunakan lux meter yang diletakkan kearah datangnya cahaya, kemudian dibaca angka yang tertera pada lux meter tersebut.
d. pH (Derajat keasaman)
Pengukuran pH air dilakukan dengan menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter ke dalam sampel air yang diambil. Kemudian dibaca angka konstan yang tertera pada pH meter tersebut.
e. Salinitas
Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan alat refrakto meter. Kemudian diambil sampel air sebanyak 1 tetes lalu ditetesi pada permukaan alat refraktometer, dilihat batas akhir pada skala.
f. DO (Disolved Oxygen)
Disolved Oxygen (DO) diukur dengan menggunakan metode Winkler dengan menggunakan reagen-reagen kimia yaitu MnSO4, KOHKI, H2SO4, Na2S2O3, dan amilum. dengan memasukkan sampel air kedalam botol winkler, kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut, bagan kerja terlampir (Lampiran B).
Universitas Sumatera Utara
g. BOD5 Pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan metode Winkler. Sampel air diinkubasi selama 5 hari pada suhu 20oC. Setelah 5 hari kemudian diukur nilainya dengan metode winkler dimana nilai BOD5 didapat dari pengurangan DO awal – DO akhir, bagan kerja terlampir (Lampiran C).
h. Kandungan Nitrat dan Posfat
Pengukuran kandungan nitrat dan posfat dilakukan dengan metode spektrofotometer. Spektrofotometer yang digunakan yaitu spektrofotometer sinar tanmpak SPEK 300 merek Optima. Sampel air diukur dengan menggunakan reagenreagen NaCl, H2SO4, Brucine Sulfat Sulfanic Acid, Amstrong Reagen dan Arsorbic Acid. bagan kerja terlampir (Lampiran D dan E).
i. Kejenuhan Oksigen
Nilai kejenuhan oksigen (%) (Lampiran F) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kejenuhan =
O [u ] x 100 % O [t] 2
2
O2 (u) = nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/l) O2 (t) = nilai konsentrasi oksigen sebenarnya (pada tabel) Sesuai dengan besarnya suhu
Universitas Sumatera Utara
Secara keseluruhan pengukuran faktor fisik kimia beserta satuan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Alat dan Satuan yang Dipergunakan Dalam Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan No 1 2 3
Parameter Fisik-Kimia Temperatur Penetrasi Cahaya Intensitas Cahaya
4 5
pH
6
Satuan 0
C Cm Lux
Alat
Tempat Pengukuran In-situ In-situ In-situ
Termometer Keping Sechi Lux meter
-
pH meter
/00
Refraktometer
In-situ In-situ
DO
mg/l
Metoda Winkler
In-situ
7
BOD5
mg/l
Metoda Winkler dan Inkubasi
Laboratorium
8
Kadar nitrat dan posfat Kejenuhan Oksigen
mg/l %
Spektrofotometer Metoda winkler
Laboratorium In-situ
9
0
Salinitas
2.6 Analisis Data
2.6.1 Plankton
Data plankton yang diperoleh dihitung nilai kepadatan populasi, kepadatan relatif, frekuensi kehadiran, indeks diversitas Shannon-Wiener, indeks ekuitabilitas dan indeks korelasi dengan persamaan menurur Michael (1984) dan Krebs (1985) sebagai berikut:
a. Kelimpahan plankton (K)
Jumlah plankton yang ditemukan dihitung jumlah individu per liter dengan menggunakan alat Haemocytometer dan menggunakan rumus modifikasi menurut Isnansetyo & Kurniastuty (1995), yaitu:
K =
T P V 1 × × × L p v W
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: K = jumlah plankton per liter (l) T = luas penampang permukaan Haemocytometer (mm2) L = luas satu lapang pandang (mm2) P = jumlah plankter yang dicacah p = jumlah lapang yang diamati V = volume konsentrasi plankton pada bucket (ml) v = volume konsentrat di bawah gelas penutup (ml) W = volume air media yang disaring dengan plankton net (l) Karena sebagian besar dari unsur – unsur rumus ini telah diketahui pada Haemocytometer, yaitu T = 196 mm2 dan v = 0,0196 ml (19,6 mm3) dan luas penampang pada Haemocytometer sama dengan hasil kali antara luas satu lapang pandang (L) dengan jumlah lapang yang diamati (p). Sehingga rumusnya menjadi:
K =
PV ind./l 0,0196W
b. Kelimpahan Relatif (KR)
KR =
jumlah K dalam setiap spesies x 100 % total K
c. Frekuensi Kehadiran (FK)
FK =
Jumlah ulangan yang ditempati suatu spesies x 100% Total ulangan
dimana nilai FK :
0 – 25% 25 – 50% 50 – 75% > 75%
= sangat jarang = jarang = sering = sangat sering
d. Indeks Diversitas Shannon – Wiener (H’) H’ = − ∑ pi ln pi
Universitas Sumatera Utara
dimana : H’ Pi ln pi
= indeks diversitas Shannon – Wiener = proporsi spesies ke –i = logaritma Nature = ∑ ni / N (Perhitungan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis)
0 < H´ < 2,302 2,302 < H´ < 6,907 H´ > 6,907
= keanekaragaman rendah = keanekaragaman sedang = keanekaragaman tinggi
e. Indeks Equitabilitas/Indeks Keseragaman (E)
E =
H' H max
Dimana : H’ H max
= indeks diversitas Shannon – Wienner = keanekaragaman spesies maximum = ln S (dimana S banyaknya genus)
f. Indeks Similaritas (IS)
IS =
2c x 100% a+b dimana: IS a b c
Dimana:
IS IS IS IS
= Indeks Similaritas = Jumlah spesies pada lokasi A = Jumlah spesies pada lokasi B = Jumlah spesies yang sama pada lokasi A dan B
= 75 - 100% = 50 - 75% = 25 - 50 % = ≤ 25 %
: sangat mirip : mirip : tidak mirip : sangat tidak mirip
Universitas Sumatera Utara
g. Analisis Korelasi
Dilakukan dengan menggunakan Analisis Korelasi Pearson (SPSS) versi 16.00 antara faktor fisik kimia terhadap indeks keanekaragaman. Menurut Sugiyono (2005), tingkat hubungan nilai Indeks Korelasi dinyatakan sebagai berikut: Interval Koefisien 0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,00
Tingkat Hubungan sangat rendah rendah sedang kuat sangat kuat
Universitas Sumatera Utara