10
BAHAN DAN METODA PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Sampel ikan diambil dari beberapa lokasi yang mewakili perairan Indonesia bagian Selatan (Selat Sunda, Bali, dan Nusa Tenggara Timur) yang terletak di Indonesia bagian, Barat, Tengah, dan Timur. Identifikasi spesimen dan analisa histopatologi dilakukan di Laboratorium Helmintologi dan Bagian Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Bogor. Penelitian berjalan selama bulan Maret 2005 sampai dengan Juni 2006.
Bahan dan Alat Penelitian 1. Parasitologi Bahan dan alat yang digunakan dalam teknik parasitologi terdiri dari: a. Seperangkat alat bedah (dissecting kit) b. Kaca pembesar c. Mikroskop cahaya d. Mikroskop stereo e. Timbangan elektronik f. Cawan Petri g. Gelas plastik h. Botol plastik film i.
Gelas objek
j. Larutan garam fisiologis k. Ethanol 70% l.
Akuades
m. Pewarna Acetocarmine n. KOH bubuk o. Minyak cengkeh p. Entellan q. Alkohol r. Xylol s. Kertas label
11
2. Patologi Bahan dan alat yang digunakan dalam analisis patologi terdiri dari: a. Seperangkat alat bedah (dissecting kit) b. Kaca pembesar c. Fosfat buffer formalin 10% d. Gelas objek e. Pewarna HE f. Blok parafin g. Mikrotome h. Mikroskop cahaya i.
Mikroskop video
Metode 1. Pemilihan dan Pengacakan Sampel Penelitian ini merupakan studi observasional yang dilakukan terhadap kondisi yang sudah terjadi di populasi alamiah. Untuk itu, metoda pemilihan dan pengacakan sampel dilakukan agar gambaran umum populasi tersebut dapat terwakili. Besaran sampel yang diambil didefinisikan berdasarkan dua kategori yaitu: kelompok jenis ikan dan kelompok lokasi pengambilan. Besaran sampel ikan ditentukan menggunakan formula seperti dijelaskan dalam Permin & Hansen (1998). Dengan tingkat kepercayaan 90%, dugaan prevalensi kecacingan pada 70%, dan presisi 15%, maka di setiap lokasi diperlukan minimal 26 satuan sampel ikan. Kelompok ikan laut yang diteliti terdiri dari: •
Ikan Pelagis 1 yang memiliki relung, pola penyebaran dan diet yang sama dengan mamalia la ut predator pemakan ikan (12 satuan sampel dengan ukuran panjang 15-20 cm) dunia: Animalia filum: Chordata kelas: Osteichthyes ordo: Perciformes famili: Scombridae genus: Auxis, Thunnus, Euthyunnus
12
•
Ikan Pelagis 2 yang memiliki relung yang sama, namun pola penyebaran dan diet yang berbeda dengan kelompok Pelagis 1 (12 satuan sampel dengan ukuran panjang 30-50 cm) dunia: Animalia filum: Chordata kelas: Osteichthyes ordo: Perciformes famili: Caesionidae genus: Caesio, Pterocaesio
•
Ikan Demersal yang memiliki relung, pola penyebaran dan pola diet yang berbeda dengan ikan pelagis 1 dan Pelagis 2 (12 satuan sampel dengan ukuran panjang 20-30 cm). dunia: Animalia kelas: Osteichthyes ordo: Perciformes famili: Serranidae genus: Cephalopolis, Variola, Aethaloperca, Epinephelus
Berdasarkan ketentuan di atas, ditarik 36 ekor ikan dari setiap lokasi perairan yang mewakili populasi ikan di: Ujung Kulon (untuk mewakili perairan Indonesia bagian Barat), Bali (untuk mewakili perairan Indonesia bagian Tengah), dan perairan P. Lembata/Nusa Tenggara Timur (untuk mewakili perairan Indonesia Timur). Ketiga lokasi pengambilan ini merupakan provinsi yang berbeda, terpisah dengan jarak yang lebih besar dari 20 mil laut dan juga merupakan habitat satwa yang berdekatan dengan perairan samudera Hindia. Dengan demikian setiap lokasi mewakili populasi ikan dan juga satwa liar perairan yang berbeda di bagian selatan Indonesia. Jenis-jenis ikan sampel disajikan dalam Gambar 2.
13
A
B
C
Gambar 2 Jenis ikan- ikan sampel yang digunakan dalam penelitian. A= tuna/tongkol (Scombridae), B=kerapu (Serranidae) dan C=ekor kuning (Caesionidae) Sampel ikan merupakan hasil tangkapan beberapa nelayan dengan tonase kapal kurang dari 10 ton di lokasi- lokasi tersebut di atas, dan ikan telah dicampur di pasar atau pelelangan ikan sebelum dibeli untuk diteliti. Dengan demikian telah terjadi pengacakan terhadap ikan laut hasil tangkapan tersebut.
Untuk
menjamin bahwa sampel ikan ditarik dalam satu siklus yang sama, maka pengambilan sampel dilakukan pada fase bulan kwartal pertama (awal bulan dalam penanggalan Jawa/Islam). Semua sampel ikan diidentifikasi berdasarkan cara Allen (2000) dan diberi kode untuk penandaan pengelompokan berdasarkan jenis ikan dan lokasi sampel.
2. Isolasi Cacing Dari Sampel Ikan Laut Ikan pelagis
diambil dari hasil tangkapan nelayan di beberapa lokasi
tersebut di atas. Ikan tuna/tongkol, kerapu dan ekor kuning tersebut diawetkan dengan pendinginan sebelum dibedah dan diteliti saluran pencernaannya.
Di
setiap provinsi tempat pengambilan sampel, 12 ekor ikan tuna atau tongkol, 12 ekor ikan kerapu, dan 12 ekor ikan ekor kuning diambil dari pelelangan ikan, atau tangkapan nelayan.
Isolasi cacing parasitik dilakukan di lokasi pengambilan
sampel. Telaah dilakukan terutama pada insang, organ pencernaan, dan daging
14
(otot di sekitar rongga abdomen). Spesimen ikan dibedah dengan membuat sayatan pada bagian ventral ikan. Sayatan dimulai dari kloaka ke arah anterior sampai operkulum untuk memaparkan insang dan organ pencernaan. Organ dipisahkan berdasarkan kategori: insang, lambung, hati-empedu, dan usus untuk kemudian direndam dalam cairan garam fisiologis selama 2-3 jam. Cacing yang ditemukan kemudian dipindahkan ke dalam larutan garam fisiologis segar dan diidentifikasi menggunakan mikroskop cahaya.
Spesimen yang didapat dari
daerah diawetkan dengan alkohol 70% untuk analisis lebih lanjut dengan pewarnaan di Laboratorium Helmintologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Pewarnaan pada spesimen cacing perlu dilakukan agar cacing dapat diidentifikasi dengan lebih tepat. Cacing yang berhasil diisolasi disimpan di dalam larutan NaCl fisiologis selama 8 jam dalam suhu dingin, kemudian dipindahkan dalam alkohol 70% yang baru dididihkan dan disimpan dalam suhu ruangan sampai suhu alkohol kembali ke suhu ruangan.
Tingkat infestasi cacing parasitik dari berbagai daerah
ditentukan dengan cara mengidentifikasi dan menghitung jumlah cacing yang ditemukan dari jaringan tubuh inang (insang, saluran pencernaan, daging).
Gambar 3
Pengendapan dengan gelas Baerman untuk mengisolasi cacing dari daging ikan.
15
3. Isolasi Cacing (stadium infektif) dari Daging Stadium infektif berbagai jenis cacing (larva, plerocercoid, cercaria, atau metacercaria) diisolasi menggunakan metoda pengendapan menggunakan gelas Baerman pada Gambar 3 dengan langkah- langkah sebagai berikut: 1. Sampel daging dari etanol 70% dikeringkan dengan menggunakan saringan selama 5 menit dalam suhu ruangan. 2. Sampel dikeringkan lebih lanjut sebelum ditimbang menggunakan timbangan elektronik 3. Daging kemudian digerus secara perlahan menggunakan mortar dan sedikit akuades 4. Daging diletakkan di atas kain kasa dan saringan yang terpasang pada bibir gelas Baerman (Gambar 3) 5. Gelas Baerman kemudian diisi dengan akuades sampai daging terendam 6. Biarkan selama satu malam (8 jam atau lebih) dalam suhu ruangan 7. Endapan diambil dengan pipet dari dasar gelas Baerman dan diamati dibawah mikroskop stereoskopik 8. Parasit dihitung dan dipindahkan ke dalam etanol 70% untuk identifikasi
4. Metoda Pewarnaan Semichon’s Acetocarmine Pewarnaan Semichon Acetocarmine digunakan untuk mengidentifikasi cacing pipih (Trematoda dan Cestoda), hal ini karena pewarnaan tersebut merupakan metoda pewarnaan yang tepat (Kusumamihardja 1995). Pewarnaan spesimen dilakukan dengan merendam spesimen dalam larutan acetocarmine dan melakukan dehidrasi dengan alkohol bertahap sebelum fiksasi pada sediaan gelas objek. Bahan pewarnaan acetocarmine seperti pada Gambar 4 disiapkan melalui langkah-langkah berikut: 1. 100 ml akuades dicampur dengan 100 ml asam asetat glacial 2. Bubuk lithium carmine dicampurkan sampai larutan menjadi jenuh 3. Larutan dipanaskan sampai 950 C selama 15 menit 4. Etanol 70% sebanyak 200 ml ditambahkan ke dalam larutan
16
Pewarnaan spesimen dilakukan dengan prosedur sebagai berikut a) Spesimen cacing direndam dalam larutan pewarna acetocarmine selama 15-20 menit sampai warna terserap (spesimen menjadi berwarna merah cerah) b) Spesimen dibilas dalam etanol 70% dan kemudian direndam dalam larutan asam alkohol (99 bagian etanol 70% dicampur dengan 1 bagian HCl) c) Dehidrasi spesimen dengan alkohol bertahap (70%, 85%, 95%, 100%) direndam selama 5 menit pada tiap-tiap konsentrasi alkohol. d) Perendaman dengan xylol sampai spesimen terlihat tembus pandang e) Membuat sediaan dengan bahan Entellan sebagai media fiksasi
5. Metoda Pewarnaan dengan Minyak Cengkeh Untuk cacing nematoda dan acanthocephala yang memiliki struktur berbeda dengan cacing pipih (trematoda/cestoda) digunakan pewarnaan khusus dengan menggunakan KOH dan minyak cengkeh.
Pewarnaan KOH- minyak
cengkeh dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: 1.
Spesimen direndam dalam larutan KOH 1% (Bubuk KOH dilarutkan dalam akuades) selama 1-3 menit sampai kutikula / lapisan luar spesimen terlihat agak melunak dan tembus pandang
2.
Cacing kemudian dipindahkan ke dalam minyak cengkeh selama 1-3 menit sampai organ-organ tubuh terlihat berwarna lebih jelas
3.
Dehidrasi spesimen dengan alkohol bertahap (70%, 85%, 95%)
4.
Membuat sediaan dengan bahan Entellan sebagai media fiksasi
17
Gambar 4 Perangkat pewarnaan Semichon Acetocarmine yang digunakan dalam proses identifikasi cacing 6. Metoda Identifikasi Identifikasi cacing parasitik mengacu pada panduan dalam Yamaguti (1958), Soulsby (1982), Noble & Noble (1989), Kusumamihardja (1995), Williams & Bunkley-Williams (1996), dan Moravec et al. (1999). Secara garis besar, kriteria identifikasi terangkum dalam Tabel 1.
Spesimen yang telah
diwarnai diidentifikasi di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran lensa 160x. Berdasarkan morfologi spesimen dibedakan menjadi 3 filum yaitu: cacing pipih (Plathyhelminthes), cacing gilig (Nemathelminthes), dan Acanthocephala. Masing- masing kelompok tersebut dipisahkan lagi menjadi beberapa stadium yaitu: dewasa, larva pada Nemathelminthes; dan procercoid / plerocercoid pada Plathyhelminthes. Untuk cacing gilig (Nemathelminthe s) dibedakan berdasarkan bentuk esophagus menjadi:
cacing parasitik (esophagus lurus), cacing non-
parasitik (esophagus berbentuk gada).
Identifikasi dilakukan sampai tingkat
genus untuk kemudian menentukan sifat zoonosis cacing tersebut berdasarkan genus. Penentuan risiko zoonosis dilakukan dengan menggunakan daftar cacing parasit zoonosis pada ikan yang disusun oleh Orlandi et al. (2002).
Tabel 1 Kriteria identifikasi cacing parasitik berdasarkan beberapa pustaka
18
Filum Plathyhelminthes
Klasifikasi
Bentuk tubuh
Morfologi
Cestoda
Pipih, segmen, tanpa rongga badan, tidak ada saluran pencernaan, batil hisap, scolex
Stadium proserkoid, pleroserkoid, sitiserkus, dewasa
Trematoda
Pipih, dengan rongga badan, panjang dan bentuk segmen
Posisi batil hisap (acetabulum), saluran cerna, vitellaria
Nemathelminthes
Nematoda
Gilig, dengan atau tanpa selubung
Bentuk mulut, esofagus, bentuk lambung, ujung posterior
Acanthocephala
Acanthocephala
Gilig, tanpa segmen, proboscis
Rasio panjang proboscis:badan, bentuk proboscis, distribusi duri
7. Analisis Patologi Analisis dititik beratkan pada saluran pencernaan (lambung dan usus), ikan tuna/tongkol, kerapu dan ekor kuning secara patologi anatomi (PA) dengan mengamati kondisi patologis pada saluran pencernaan dan juga histopatologi (HP) dengan mengamati perubahan-perubahan yang terjadi pada saluran cerna. Usus difiksasi dalam larutan fosfat buffer formalin 10% untuk kemudian menjalani proses dehidrasi dengan alkohol bertahap dan penjernihan dengan xylol sebelum dimasukkan ke dalam blok parafin. Setelah itu blok parafin dengan sampel jaringan dipotong menggunakan microtome dan hasil potongan dilekatkan pada sediaan kaca. Sediaan histopatologi dari jaringan saluran cerna diberi pewarnaan Hematoksilin- Eosin (HE), dan diamati berdasarkan variabelvariabel berikut:
19
1. Keberadaan parasit 2. Infeksi bakteria (untuk menduga adanya infeksi sekunder) 3. Kondisi enteritis (keberadaan sel-sel radang, edema radang, dan bentuk vili) 4. Perubahan-perubahan patologis lainnya (sarang-sarang nekrosis, atrofi vili, deskuamasi epitel, dll)
8. Analisis Statistik dan Pemetaan Perhitungan statistik dilakukan untuk menghitung: 1. Prevalensi (pendugaan proporsi) dari sampel dan populasi ikan terinfeksi cacing parasitik dengan menggunakan rumus: P = x/n P = pendugaan proporsi (prevalensi) pada populasi x = jumlah sampel dengan infeksi cacing parasitic n = total sampel yang diambil Selang dengan tingkat kepercayaan 95% dihitung sebagai:
P ± Za/2
P(1-P)/n
P = Pendugaan proporsi (prevalensi) kecacingan pada populasi Za /2 = nilai Z dua arah pada tingkat kepercayaan 95% (1.96) n = jumlah sampel yang diambil
20
2. Galat baku dari intensitas kecacingan pada sampel ikan dengan menggunakan rumus: x ± t a/2 s___ vn x = rata-rata intensitas kecacingan (jumlah cacing per individu) t a/2 = nilai distribusi t dua arah dengan tingkat kepercayaan 95% n = jumlah sampel 3. Korelasi Pearson antara jumlah temuan parasit pada inang (intensitas), prevalensi, dan kondisi patologis menggunakan rumus: ? (x.y) – n x y p= (? xi 2 – n x2 )(? yi 2 – n y2 ) p = koefisien Pearson x, y = nilai dari variable x dan y x,
y = rata-rata variable x dan y
Data disusun dalam bentuk tabulasi untuk mempermudah perhitungan dan juga analisis box plot, sementara pendugaan proporsi digunakan untuk menganalisis perbedaan pada prevalensi. Perangkat lunak SPSS versi 12 digunakan dalam analisis data dimana sebagian besar dari analisis statistik yang digunakan bersifat deskriptif dengan membandingkan prevalensi dan juga intensitas dari tiap-tiap jenis parasit yang ditemukan. Keragaman parasit dari setiap lokasi dan jenis ikan juga diteliti untuk melihat apakah ada perbedaan prevalensi dan intensitas pada tiap jenis ikan ataupun lokasi.
Selain tabulasi, grafik juga digunakan untuk
memaparkan hasil agar dapat dianalisis secara visual. Tabulasi dan grafik juga digunakan pada hasil pengamatan kondisi patologis saluran cerna ikan untuk mempelajari perubahan yang terjadi pada spesimen jaringan usus dari tiap jenis ikan. Perangkat lunak pemetaan Google™ Earth digunakan untuk verifikasi koordinat titik pengambilan ikan (pelelangan atau pasar) sementara ArcView GIS 3.3 digunakan untuk mengolah data yang diperolah dari pengamatan di lapangan.
21
Gabungan dari fungsi kedua perangkat lunak ini digunakan untuk memetakan sebaran jumlah dan cacing parasitik berdasarkan data dari lapangan (tingkat infestasi dan koordinat lokasi pengambilan sampel).
Database pemetaan
dilakukan dengan keterwakilan pada tingkat provinsi (pengamatan dilakukan di provinsi-provinsi yang berbeda) seperti terlihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Lokasi pengambilan sampel di perairan Banten, Bali dan NTT (ditandai dengan kotak berwarna putih) berdasarkan perangkat lunak Google Earth™.