I I I . B A H A N DAN M E T O D A
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
dilakukan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas
Pertanian Universitas Riau kampus Bina Widya jalan H.R Subrantas km 12,5 Simpang Baru Panam Pekanbaru. Penelitian berlangsung selama 6 bulan, dimulai pada bulan Mei sampai November 2008. 3.2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: kulit udang putih {Peaneus marguinensis) diambil dari pasar tradisional didaerah rokan hilir, inokulum Phytophthora palmivora dari buah kakao yang sakit dan sampel buah kakao varietas forestero yang sehat, mendekati masak (buah menguning > 75%) dengan panjang ± 20 cm, diameter ± 9 cm diambil dari kebun kakao milik petani di Rokan Hilir,
aquades steril, NaOH 2%, NaOH 50%, HCI 1,25 N , Potato
Dextrose Agar (komposisi dan cara kerja pembuatan media PDA dapat dilihat pada Lampiran 1), amoksilin, alkohol 70%, aluminium foil,
plastik transparan,
tissue gulung. Alat yang digunakan antara lain: cawan petri, tabung reaksi, mikro pipet, cork borer, gelas piala 1000 ml, erlenmeyer 500 ml, gelas ukur, batang pengaduk, pipet tetes, laminar air flow cabinet, autoclax'e, incubator, automatic
shakers,
lampu spirtus, oven, objek glass, cover glass, mikroskop, pH meter, kertas saring, eletric stove, hand sprayer, timbangan analitik. blender dan alat tulis. 3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Uji Penghambatan Patogen Pada Cawan Petri {in vitro) dan U j i Pengaruh Senyawa Kitosan Pada Buah Kakao Terhadap Jamur Phytophthora palmivora (in vivo) Penelitian dilakukan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 percobaan icrdiri
dan
Pada
p<-'JIIU.T-
uji pcngharnhju-
2 cawan
pctn s c h i r n j
aplikasi knosan pada buah
kakji
pu'
^
.'ancan pada
\ - ;jpjt ijr
jmi
sehingga terdapat 30 unit
cawan petri tiap unit percobaan cawan petri. Sedangkan untuk
percobaan terdapat 2 buah kakao
12
sebagai titik maksimum perlakuan
= nilai pendugaan dari persamaan regresi polynomial
Bo,bl,b2
= nilai-nilai konstanta regresi polinomial
X
= perlakuan yang diberikan (konsentrasi) Untuk mendapatkan nilai ketepatan hasil pendugaan perlu dicari nilai
koefisien determinasi (R^) dari persamaan
yang terbentuk. Ada beberapa
parameter yang terlibat untuk mendapatkan nilai R' diantaranya : Y = Nilai observasi Y = rata-rata Y Y"=
Nilai pendugaan dari persamaan regresi polynomial yang terbentuk
SSE (sume square error)
= (Y-Y")"
SSR (sume square regression) = ( Y ' - Y)^ SST (sume square total)
= (Y- Y)^ atau SSE+SSR
Koefisien determinasi (R^)
= SST
nilai R" yang baik adalah mendekati 1, artinya jika R" = 1 maka nilai pendugaan dari persamaan regresi yang terbentuk adalah sama dengan nilai observasi (pengamatan). Nilai R^ = 1 akan diperoleh j i k a Nilai SST = SSR. Keadaan ini akan terjadi jika nilai SSE = 0 dimana nilai observasi sama dengan nilai pendugaan. Terdapat beberapa indikator yang menjadi perhatian dari hasil analisis regresi polinomial diantaranya: F hitung
: nilai F.hit harus Iebih besar dari nilai F tabel (sigf < taraf kepercayaan) agar didapat titik maksimum dari pola grafik yang ferbcnfiik
Selain Ifu nilai F.hitunc iuga dapat menjadi dasar
pcni:an!'- ! j n Imicr V u j . ! ' d ' »
•.L^'U'-'"^"
N iji I
terhadap model regresi yang di pilih Hitung yang paling besar diantara kedua
13
model merupakan yang paling tepat menggambarkan hubungan antara perlakuan dan parameter yang diamati. (Rsq)
: Menggambaikan tingkat k^epatan hasil pendugaan, seiain itu nilai R^ dapat digunakan untuk menggambarkan seberapa besar pengaruh perlakuan terhadap hasil pengamatan.
Titik puncak grafik parabola yang terbentuk dapat ditentukan dengan rumus : Nmaks = ——— -2b2 Nilai b l dan b2 = nilai-nilai konstanta persamaan yang terbentuk 3.4. Pelaksanaan Penelitian 3.4.1. Di Laboratorium 3.4.1.1. Ektraksi K u l i t Udang Untuk Mendapatkan Kitosan Metoda ekstraksi kitosan dari kulit udang putih untuk tiap tahapan dilakukan
sesuai
dengan
metode
Yunizal,
(2001). Kecuali
pada
proses
pengeringan tepung kulit menggunakan oven mengikuti metode Widodo dkk, (2005) yang dilakukan pada suhu 60°C selama 4 jam. Proses pengeringan tepung dengan oven yang dilakukan pada metode Yunizal yaitu pada suhu 70°C selama 24 jam bertujuan untuk analisis kimia pada tiap akhir tahapan proses ektraksi yang meliputi kadar kitosan, kadar abu, kadar air dan total nitrogen sehingga tepung kitosan harus benar-benar mempunyai kadar air yang sangat rendah. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan tidak melakukan pengamatan kandungan dan mutu rendeman kitosan yang dihasilkan dari tiap akhir tahapan ektraksi. Ektraksi kulit udang mclewati 3 tahapan pengolahan yaitu deproteinisasi, demineralisasi dan deasetilisasi. Kulit yang didapat dari tempat pengolahan udang sebanyak 200 gram dicuci dan dibersihkan sehingga tersisa kulit atau cangkang, kemudian ditiriskan dan dijemur hingga kering. Selanjutnya kulit udang putih dihancurkan dengan blender selama ± 1 menit hingga membentuk tepung kasar. Proses perebusan tepung untuk ketiga tahapan dilakukan dengan menggunakan
lahap
dcpr
putih i j i j a i j r n
u
j
lakukan
dengan merebus tepung kasar kulit udang
'H
dengan pcrbandingan 1 ; 6 (g/ml) pada suhu
mcr.it L-ntuk
menghilangkan senyawa protein pada tepung kulit.
lan.ij-
(>0 C selama 90
n ^jv, '>J<
14
Larutan didinginkan dan tepung dibiarkan mengendap ± 30 menit, pisahkan endapan tepung dan lanrtan NaOH 2% dengan cara menuangkan larutan hingga terpisah dengan endapan. Endapan tepung dibilas dengan aquades hingga pH air bilasan menjadi normal (pH ± 7). Larutan disaring dengan kertas saring untuk mendapatkan endapan tepung lalu keringkan dalam oven pada suhu 60°C selama 4 jam. Tahap demineralisasi dilakukan dengan merebus tepung kasar kulit udang putih didalam larutan HCI 1,25 N dengan pcrbandingan 1 : 12 (g/ml) pada suhu 100°C selama 60 menit. Hasil rebusan didinginkan agar mengendap selama ± 30 menit. Kemudian dibilas dan dikeringkan dengan oven sama dengan tahapan diatas. Hasil dari tahap demineralisasi adalah senyawa kitin. Tahap deasetilisasi dilakukan dengan merebus kitin yang terbentuk didalam larutan NaOH 50% dengan pcrbandingan 1 : 1 5 (g/ml) pada suhu 100°C selama 60 menit. Hasil rebusan didinginkan dan dibiarkan mengendap selama ± 30 menit, lalu dibilas hingga air bilasan mempunyai pH netral (pH ± 7). Tepung kasar yang telah dibilas disaring dengan kertas saring, kemudian diblender kembali selama ± 5 menit agar ukuran partikel tepung Iebih halus sehingga dapat mempermudah proses kelarutan senyawa. Tepung yang terbentuk dikeringkan dengan oven sama dengan tahapan sebelumnya. Tepung hasil dari proses ini disebut adalah senyawa kitosan. Jika tepung tidak langsung digunakan, simpan pada wadah yang kedap udara agar dapat bertahan Iebih lama. Sebelum melakukan aplikasi kitosan dibuat terlebih dahulu larutan induk dengan melarutkan 30 gram tepung kitosan dalam 300 ml asam asetat (cuka dapur) aduk merata dengan automatic shaker hingga larut membentuk larutan kental benvama putih susu, kemudian ditambahkan aquades hingga volume larutan menjadi 1 liter lalu diaduk kembali hingga tercampur merata. Proses pembuatan kitosan dari kulit udang putih secara skematis dilakukan seperti pada Lampiran 4.
3.4.1.2.
tk%i<'f-kikara palmivora Dari Lapangan
|V..UM
I niui
fTifnjjfvitkjn
pji.'ccn J j " dengan
ciriAir
iH^lat Phytophthora palmivora
dilakukan isolasi
*.Aka.' \ a n g husuk dan didiagnosa tcrscranuan P. palmivora Vrtak
hcnsama coklat kehitaman dan soring tampak seperti
15
tepung berwama
putih pada bagian buah yang telah menghitam. Bercak
berkembang dan meluas dimulai pada pangkal buah dan terus menyebar keseluruh bagian buah. Kegiatan isolasi dilakukan didalam laminar air flow cabinet
untuk
mencegah kontaminasi pada biakan jamur. Tahap awal proses isolasi adalah moist chamber yang bertujuan untuk menumbuhkan miselium pada bagian yang terserang. Kulit buah diiris setengah bagian yang sakit dan setengah bagian yang sehat dengan ukuran ± 2 cm. Sterilisasi permukaan kulit yang telah diiris dengan merendam kulit dalam natrium hipochllorit 10% selama ± 2 menit lalu dibilas dengan merendam dalam aquades steril selama ± 2 menit. Kulit buah diletakkan pada cawan cawan petri yang telah dilapisi kertas saring steril sebanyak 3 lapis dan ditetesi dengan aquades streril hingga tampak lembab. Tiap cawan cawan petri terdapat 2 irisan kulit buah kakao yang disusun terpisah. Inkubasi dalam inkubator pada suhu 20°C selama ± 1 minggu. Miselium yang tumbuh dari kulit buah diisolasi kembali pada media PDA dan diinkubasi selama ± 1 minggu. Jika hasil isolasi pertama belum mumi lakukan isolasi kembali pada PDA hingga didapat isolat mumi. Proses reisolasi pada isolat mumi dilakukan 3-4 kali hingga isolat yang didapat diharapkan benar-benar mumi. Biakan jamur
yang
tumbuh
diidentifikasi
secara makroskopis
dan
mikroskopis untuk memastikan isolat yang didapat benar merupakan jamur P. palmivora yang meliputi bentuk dan wama miselium, bentuk kotak spora (sporangium) atau spora. Identifikasi P. palmivora dilakukan dengan mengacu pada
litcratur dari
kumpulan jumal
Phytophtora
terbitan
The American
Phylopathological Society (1983). Ciri-ciri koloni jamur P. palmivora adalah : tumbuh lambat pada media PDA, berbentuk bulat dengan pinggiran tidak rata, miselium seperti kapas dan menebal, berwama putih, pada umumnya sporangia berbentuk buah pir (ovoid) dengan papila yang jelas meskipun ditemukan juga . J - .1
• - X lainnva. bersifat caducous (mudah lepas dari sporangiofor) dengan
1- k» . fx njck. kiamidospora berbentuk bulat. ukuran sporangia 53-61 x 32-42 • t *IJM!
identifikasi isolat benar merupakan isolat jamur P. palmivora, maka
V. J ir'-^hut dapat digunakan sebagai inokulum pada uji penghambatan patogen
16
pada cawan cawan petri dan uji pengaruh senyawa icitosan pada buah icalcao terhadap jamur P. palmivora. 3.4.1.3. U j i Penghambatan Patogen Pada Cawan Petri { m vitro) Pengujian dilakukan dengan menumbuhkan inokulum (miselium) biakan mumi jamur Phytophthora palmivora didalam cawan petri yang berisi media PDA yang telah dicampur dengan larutan kitosan. Cawan petri yang digunakan pada pengujian ini bagian bawahnya dibuat garis vertikal dan horizontal untuk memudahkan saat {jengamatan. Kegiatan inokulasi patogen pada PDA dilakukan didalam laminar air flow cabinet. Sebelum aplikasi dilakukan pengenceran pada larutan induk kitosan dengan menambahkan aquades steril hingga mencapai konsentrasi sesuai masing-masing perlakuan. Kebutuhan akuades untuk setiap perlakuan dapat dihitung dengan rumus pengenceran larutan yaitu: n l . v l = n2.v2 Keterangan : nl = masa zat terlarut sebelum pengenceran (g) v l = volume larutan sebelum pengenceran (ml) n2 = masa zat terlarut setelah pengenceran (g) v2 = volume larutan setelah pengenceran (ml) Larutan kitosan dituangkan dalam cawan petri sebanyak 400fxL/cawan petri (0.4 ml). Selanjutnya PDA cair (suhu ± 40°C) dituangkan sebanyak ± 10 ml, kemudian digoyang dan diaduk agar tercampur merata dengan larutan kitosan, diamkan hingga membeku. Sebelum inokulasi dilakukan pemotongan pada media PDA menggunakan cork borer dengan diameter 5 mm tepat pada bagian tengah PDA yang berfungsi sebagai tempat peletakan miselium P. palmivora. Koloni dari biakan mumi P. palmivora diambil dengan cork borer dengan diameter 5 mm, hal ini bertujuan agar pertumbuhan miselium pada media PDA untuk tiap perlakukan rclatif sama. Koloni jamur diinokulasikan pada PDA yang telah dicampur dengan -cr\j<*a kiiosan tepat dibagian tengah cawan petri, kemudian dilakukan inkubasi Jen^jn
mcmasukkan cawan pctri kedalam inkubator pada suhu kamar dan diamati
u p hari.
17
3.4.1.4. Uji Pengaruh Senyawa Kitosan Pada Buah Kakao Terhadap Jamur Phytophthora palmivora {in vivo) Buah kakao yang menjadi sampel adalah buah yang sehat, sudah mendekati masak (buah menguning > 75%) dan berukuran hampir sama dengan panjang ± 20 cm dan diameter ± 9 cm. Tiap perlakukan terdapat 2 sampel buah kakao sehingga dari total 6 perlakuan dan 5 ulangan dibutuhkan 60 buah kakao. Sebelum aplikasi lakukan pengenceran pada larutan induk kitosan dengan menambahkan aquades steril hingga mencapai konsentrasi sesuai masing-masing perlakuan. Sebelum aplikasi senyawa kitosan dilakukan sterilisasi permukaan pada sampel buah dengan merendam dalam natrium hipochlorit 10% selama ± 2 menit, kemudian buah dibilas dengan merendam dalam akuades steril selama ± 2 menit. Aplikasi kitosan dilakukan dengan merendam buah didalam larutan kitosan sesuai konsentrasi perlakuan selama ± 1 menit. Setelah direndam buah diangkat kemudian didiamkan selama 30 menit hingga larutan kitosan tampak agak mengering. Kemudian \r\oku\\im]am\iv Phytophthora palmivora hasil isolasi dari media PDA diambil dengan cork borer dengan diameter 5 mm diletakkan pada bagian pangkal buah. Buah yang telah diinokulasi dengan P. palmivora disusun dalam kotak plastik dengan ukuran (p x 1 x t) 30cm x 30cm x 15cm yang telah dialas dengan kertas saring steril lembab kemudian ditutup. Tiap kotak terdapat 2 sampel buah dengan konsentrasi perlakuan yang sama dan disusun terpisah. Kotak disusun dalam rak-rak percobaan pada suhu ruangan.
3.5. Pengamatan 3.5.1. D i Laboratorium 3.5.1.1. Masa Inkubasi (hari) Masa inkubasi adalah pengamatan lama waktu munculnya gejala awal pertumbuhan
miselium
setelah
inokulasi patogen
dan
aplikasi
kitosan.
Pengamatan dilakukan setiap hari pada tiap unit percobaan. Timbulnya gejala awal pada uji penghambatan patogen pada cawan petri {in vitro) ditandai dengan tunibuhn\a miselium pada pinggiran koloni tunggal jamur yang diinokulasikan pada media PDA. Sedangkan untuk uji pengaruh senyawa kitosan pada buah kakao terhadap P. [yalmivora. gejala awal ditandai dengan timbulnya bercakbercak berwama coklat kehitaman pada permukaan kulit buah. Pada penelitian
18
yang dilakukan Pamekas (2007), masa inkubasi jamur C. capsici pada media P D A dengan perlakuan kitosan ± 3 hari, sedangkan untuk uji aplikasi pada buah ± 5 hari.
3.5.1.2. Diameter Koloni (mm) Pengamatan diameter koloni dilakukan pada uji penghambatan
patogen
pada cawan petri. Diameter koloni diukur mulai pertama kali munculnya gejala awal pertumbuhan koloni jamur pada P D A untuk tiap perlakuan, hingga koloni pada perlakukan kontrol memenuhi cawan petri ± 5 hari. Pengamatan dilakukan setiap hari pada tiap unit percobaan, alat yang digunakan dalam pengukitran adalah kertas skala dengan satuan ukuran milimeter (mm). Pengukuran diameter koloni dilakukan pada garis vertikal dan horizontal yang telah dibuat pada bagian bawah
cawan
petri.
Cara pengukuran
diameter
koloni
pada cawan
petri
digambarkan sebagai berikut.
Gambar 5. C a r a Pengukuran Diameter Koloni J a m u r Pada C a w a n Petri
, , . d\ + cJ2 Diameter koloni = 2 Keterangan : d 1 = diameter 1 pada garis vertikal d2 = diameter 2 pada garil horizontal
^.5.!.3. I'ersentase Penghambatan (%) Porscnta.sc penghambatan
dihitung menurut rumus Pandey dkk, (1982)
.uiiiim Novcri/a dan lomhc. (2(K).^o KunuiN porscnta.sc pcnghamhat.m; X KM)'
19
Keterangan: P = persentase penghambatan a = diameter koloni jamur pada kontrol b = diameter koloni jamur pada perlakuan Persentase penghambatan dihitung dari data diameter koloni setiap hari, hingga koloni jamur pada kontrol memenuhi cawan petri <± 5 hari). 3.5.1.4. Intensitas Serangan Phytophthora palmivora Pada Buah Kakao (%) Penghitungan intensitas serangan dilakukan setiap hari mulai saat pertama muncul gejala awal sampai didapat nilai intensitas serangan 100% pada perlakuan kontrol. Intensitas serangan pada buah kakao dihitung dengan rumus gejala bervariasi. Keparahan penyakit atau kategori serangan ditetapkan dengan skor modifikasi dari Bowen dkk., (1995) dalam Noveriza dan Tombe, (2003). Rumus gejala Bervarisi:
/ = -! ZxN
xlOO%
Keterangan : 1 = intensitas serangan nj = banyak buah yang diamati tiap kategori serangan. v, = nilai skala kerusakan dari tiap kategori serangan Z = nilai skala kerusakan tertinggi dari tiap kategori serangan N = banyak buah yang diamati Kategori skala kerusakan : 0 = tidak ada bercak atau gejala 1 = luas bercak (1-20 % ) atau < 1/5 bagian dari buah 2 = luas bercak (21-40 % ) atau 1/4 bagian dari buah 3 = luas bercak (41-60 % ) atau 1/2 bagian dari buah 4 = luas bercak (61-80 % ) atau 3/4 bagian dari buah 5 = luas bercak (>80 % ) > atau 3/4 bagian dari buah
21
A
B
i
ii
Gambar 6. Pertumbuhan Phytophthora palmivora Pada Media P D A A = pertumbuhan P. palmivora pada awal isolasi B = pertumbuhan P. palmivora saat pengujian
Pengamatan pada awai isolasi (isolat berumur ± 2-4 minggu) tampak bahwa koloni jamur memenuhi cawan petri pada 9 hari setelah inokulasi (Gambar 6.A.iii) sedangkan pada saat pengujian (isolat berumur ± 12 minggu) koloni jamur telah memenuhi cawan petri pada 2 hari setelah inokulasi (Gambar 6.B.ii). Hasil ini menunjukkan terjadi peningkatan kecepatan pertumbuhan P. palmivora
pada
media PDA antara saat awal isolasi dengan saat pengujian. Isolasi P. palmivora
yang dilakukan sebelum pengujian adalah ± 12
minggu lamanya proses ini karenakan seringnya terjadi kontaminasi pada isolat yang dipcrbanyak, sehingga proses rekulturisasi rutin dilakukan. Hal ini diduga menyebabkan adanya proses adaptasi serta kemungkinan mutasi pada kemampuan pembelahan sel-sel jamur P. palmivora
saat ditumbulikan pada media P D A
sehingga pertumbuhan koloni jamur Iebih cepat untuk memenuhi cawan petri dari 9 hari (awal isolasi) menjadi 2 hari (saat pengujian). Peningkatan
kecepatan
pertumbuhan ini .sangat berpengaruh pada munculnya gejala awal (masa inkubasi) keadaan inilah \ang
diduga menyebabkan
perlakuan tidak K-.'bcdj n> ata.
data masa inkubasi untuk setiap
22
4.1.2. Masa Inkubasi Uji Pengaruh Senyawa Kitosan Pada Buah Kakao Terhadap Jamur Phytophthorapalmivaraijn vivo) Hasil
pengamatan
terhadap
waktu
muncul
gejala
awal
infeksi
Phytophthora palmivora pada buah kakao setelah dianalisis ragam (Lampiran 5a) menunjukkan pengaruh nyata dan hasil uji lanjut DNMRT pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Masa Inkubasi Jamur P. palmivora Pada Buah Kakao Perlakuan (konsentrasi kitosan mg/ml) Masa inkubasi (hari) 1.3 a CtO = tanpa pemberian kitosan Ctl = konsentrasi kitosan 10 mg/ml 2.2 b Ct2 = konsentrasi kitosan 15 mg/ml 2.2 b Ct3 = konsentrasi kitosan 20 mg/ml 2.6 be 3.2 c Ct4 = konsentrasi kitosan 25 mg/ml 3.2 c Ct5 = konsentrasi kitosan 30 mg/ml Angka-angka yang diikuti oleh hurup kecil yang tidak sama adalah berbeda nyata menurut hasil uji DNMRT pada taraf 5%. K K = 0,88 %
Berdasarkan
Tabel 2 dapat
dilihat
bahwa perlakuan Ct4 dan Cts
menunjukkan masa inkubasi paling lama namun keduanya tidak berbeda nyata secara statistik. Hal ini diduga karena fungsi pelapisan fisik buah oleh kitosan yang mengering dan efek fungisidal kitosan dalam melindungi buah antara Ct4 dan Cts relatif sama. Seiain itu diduga adanya nilai optimum dari fungsi pelapisan fisik
buah
pada
perlakuan
ct4, sehingga
peningkatan
konsentrasi
tidak
berpengaruh nyata dalam memperlambat masa inkubasi. Perlakuan pada Ct| dan Ct2 menunjukkan efek yang tidak berbeda nyata, diduga aktifitas enzimatik dan fungsi pelapisan antar kedua perlakuan relatif sama. Perlakuan Ct4 dan Cts dibandingkan dengan Ctj, Cti, Cti dan Cto tampak berbeda nyata, sehingga dapat dilihat peningkatan konsentrasi berpengaruh dalam memperlambat munculnya gejala awal pada buah. Hasil analisis lanjut regresi polinomial (Lainpiran 5a) diketahui bahwa pengaruh konsentrasi terhadap masa inkubasi tidak signifikan pada kuadratik (sigf = 0,104 > 0,05) sehingga tidak dapat diketahui konsentrasi terbaiknya. Nilai koefisien determinasi (R') = 0,896 artinya 89,6% ketepatan hasil pendugaan persamaan regresi Y = 1.6800 + 0.0371X + 0.0006X- adalah sama dengan nilai data pengamatan (observasi). Dari nilai R^ (0,896) dapat juga diketahui bahwa 89.6° o variasi data masa inkubasi yang didapat dipengaruhi oleh konsentrasi yang
23
diberikan. Nilai F.hitung linier > F.hitung kuadratik (Lampiaran 5a), sehingga hubungan antara konsentrasi dengan masa inkubasi Iebih tepat digambarkan sebagai hubungan linier.
masalnkubast
10 00
15.00
20.00
25.00
30.00
konsentrasi
Gambar 7. Pola hubungan kuadratik antara konsentrasi dengan masa inkubasi Phytophthpora palmivora pada buah kakao Seiain dari nilai signifikansi dan nilai F.hitung dari Gambar 7 juga dapat dilihat bahwa pola yang terbentuk dari persamaan regresi tidak menggambarkan grafik
fungsi
kuadratik sehingga tidak ada titik
puncak grafik.
Hal ini
menyebabkan nilai optimum konsentrasi tidak dapat diketahui. Grafik yang terbentuk Iebih tepat menggambarkan hubungan linier antara konsentrasi dengan masa inkubasi P. palmivora pada buah. 4.2. Diameter Koloni (mm) Pengamatan
terhadap
kecepatan
pertumbuhan
diameter
koloni
Phytophthora palmivora pada media PDA dengan perlakuan konsentrasi kitosan pada beberapa taraf (Cto ; tanpa pemberian kitosan, Ct| ; konsentrasi kitosan 10 mg/ml. Ct2 ; konsentrasi kitosan 15 mg/ml, Ctj ; konsentrasi kitosan 20 mg/ml, Ct4 : konsentrasi kitosan 25 mg/ml, Cts ; konsentrasi kitosan 30 mg/ml) setelah dianalisis ragam (Lampiran 5b) menunjukkan pengaruh nyata dan hasil uji lanjut DNMR1 pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 3.
24
Tabel 3. Pertambahan Diameter Koloni Jamur P. palmivora Pada Media PDA Konsentrasi Diameter Koloni (mm) Kitosan mg/ml 40.3 a Cto (kontrol) 38.05 a C t l (10 mg/ml) 24.25 b Ct2 (15 mg/ml) 19.1 c Ct3 (20 mg/ml) 13.2 d Ct4 (25 mg/ml) 11.55d Ct5 (30 mg/ml) Angka-angka yang diikuti oleh hurup kecil yang tidak sama adalah berbeda nyata menurut hasil uji DNMRT pada taraf 5%. K K = 8.36 %
Berdasatkan Tabel 3 dapat dilihat Ct4 dan Cts menunjukkan penghambatan diameter yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain namun tidak berbeda nyata secara statistik. Perlakuan Ct4 dan Cts tidak berbeda nyata diduga karena intetraksi fungsi pelapisan fisik pada permukaan media dan banyaknya aktivitas enzim kitinase, P-1,3 glukanase serta senyawa-senyawa kiinia yang terurai dari kitosan seperti polimer D-Glukosamin antar kedua perlakuan relatif sama, sehingga efek penghambatan tidak berbeda nyata. Perlakuan Ct4 dan Cts dibandingkan dengan Cts, Ct2, Cti dan Cto tampak berbeda nyata. Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum peningkatan konsentrasi berpyengaruh terhadap penghambatan diameter koloni P. palmivora. Hal ini sesuai dengan penelitian Hadwiger dkk, (1989) dalam Rogis dkk, (2007) ketika kitosan diaplikasikan pada cendawan patogen akan menghambat pembentukan tabung kecainbah (genninasi) dan pertumbuhan miselium pada konsentrasi kurang dari 10 mg/ml. Perlakuan Cto (kontrol) menunjukkan diameter yang paling luas pada pengujian ini, namun tidak berbeda
nyata dengan perlakuan Ct|. Diduga
konsentrasi enzim dan polimer D-Glukosamin serta interaksi pelapisan fisik pada Cti (10 mg/ml) terlalu rendah sehingga daya penghambatan
pertumbuhan
P. palmivora tidak berbeda nyata dengan Cto. Secara keseluruhan peningkatan konsentrasi kitosan berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan koloni jamur P. palmivora (foto diameter koloni Lampiran 6). Perlakuan 25 mg/ml kitosan (Ct4) memberikan efek yang cukup baik 4
dibandingkan dengan perlakuan lain, karena efek penghambatan yang ditunjukkan tidak berbeda nyata dengan Ct5 yang merupakan konsentrasi tertinggi (30 mg/ml).
25
Hasil analisis lanjut regresi polynomial diatneter koloni (Lampiran 5b), diketahui bahwa pemberian kitosan dengan beberapa konsentrasi berpengaruh signifikan pada taraf kuadratik (sigf = 0,011< 0,05). Persamaan regresi polinomial yang terbentuk adalah Y = 60.4000 - 3.9724X + 0.0673X1 Nilai koefisien determinasi (R^) = 0.989 artinya 98,9% ketepatan hasil p>endugaan persamaan regresi yang didapat sama dengan nilai data pengamatan (observasi). Seiain itu dari nilai R^ (0,989) dapat juga simpulkan bahwa 98,9% diameter koloni dipengaruhi oleh konsentrasi yang diberikan. Grafik pola hubungan kuadratik konsentrasi dengan pertambahan diameter dapat dilihat pada Gambar 8. Pertambahan diameter
'
1
1
toooo
tSOOO
1 20000
konsentrasi
1 25000
r-" 30 000
Gambar 8. Pola hubungan kuadratik konsentrasi dan diameter koloni j a m u r
Pola hubungan kuadratik antara konsentrasi dan diameter koloni jamur pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa bahwa titik puncak grafik berada pada selang perlakuan yang diberikan. Hal ini berarti konsentrasi terbaik senyawa kitosan dalam menghambat
pertumbuhan jamur pada media berada
pada interval
perlakuan yang diberikan. Konsentrasi terbaik dari perlakuan adalah 29.5 mg/ml, nilai ini didapat dengan membandingkan nilai-nilai konstanta konsentrasi pada persamaan regresi polinomial yang didapat (Lampiran 5b).
26
4.3. Persentase Penghambatan Koloni Jamur (%) Hasil pengamatan persentase penghambatan senyawa kitosan terhadap pertumbuhan koloni Phytophthora palmivora secara in-vitro setelah dianalisis ragam menunjukkan pengaruh nyata
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa persentase penghambatan diameter koloni paling besar adalah pada Cts, namun tidak berbeda nyata secara statistik dengan Ct4. Pengaruh perlakuan Ct4 dan Cts tidak berbeda
nyata terjadi
sebelumnya pada pengamatan diameter koloni, sehingga semakin menguatkan dugaan bahwa mekanisme pelapisan fisik pada permukaan media dan tingkat aktitas enzim kitinase, P-1,3 glukanase yang bereaksi pada proses penguraian kitin dari dinding hifa jamur antara kedua perlakuan ini relatif saina. Rogis dkk (2007) mengatakan enzim p-1,3 glukanase dapat mengakibatkan terurainya kitin pada dinding hifa dan sporangium yang mengakibatkan rusaknya dinding hifa sehingga pertumbuhan koloni jamur terhambat.
Secara umum enzim akan
bekerja
mempercepat reaksi jika terdapat substrat yang cukup. Penambahan enzim dengan peningkatan konsentrasi yang dilakukan sedangkan jumlah substrat (jamur) fetap, maka laju reaksi akan konstan atau tidak berbeda nyata. Hal ini yang diduga terjadi pada perlakuan Ct4 dan Cts sehingga pengaruh kedua perlakuan ini tidak berbeda nyata. Secara keseluruhan peningkatan konsentrasi kitosan berpengaruh nyata meningkatkan persentase penghambatan
pertumbuhan
koloni jamur.
Perlakuan Ct4 (25 mg/ml) dapat memberikan efek cukup baik dibandingkan perlakuan yang lain dalam menekan pertumbuhan P. palmivora. Hasil
analisis
lanjut
dengan
regresi
polinomial
(Lampiran
5c)
menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi senyawa kitosan dengan konsentrasi
27
yang
berbeda
menunjukkan
hubungan
yang
signifikan
pada
kuadratik
(sigf = 0.01< 0,05). Persamaan regresi poiinomiainya adalah Y = -73.571 + 9.7567X - 0.1648X1 Nilai koefisien determinasi (R^) = 0.99 artinya 99% ketcpatan hasil pendugaan persamaan regresi yang didapat sama dengan nilai data pengamatan (observasi). Seiain ku dari nilai R^ (0,99) dapat juga simpulkan bahwa 99% variasi nilai persentase penghambatan dipengaruhi oleh variasi konsentrasi yang diberikan dan I % dipengaruhi oleh faktor lain. Grafik hubungan kuadratik konsentrasi dengan persentase penghambatan diameter koloni dapat dilihat pada Gambar 9. p«rsenUse
Linear Ouadratic
liOO
20.00
2S00
konsentrasi
Gambar
9. Pola hubungan kuadratik konsentrasi penghambatan diameter koloni Jamur
dengan
persentase
Pola hubungan kuadratik pada Gambar 9 membentuk grafik dengan titik puncak berada pada interval perlakuan, dengan demikian akan didapat nilai maksimum konsentrasi senyawa kitosan yaitu nilai persentase penghambatan tertinggi pada grafik. Konsentrasi terbaik dari perlakuan adalah 29.6 mg/ml, nilai ini didapat dengan
membandingkan nilai-nilai
konstanta konsentrasi
persamaan regresi polynomial yang didapat (Lampiran 5c).
pada
28
4.4. Intensitas Serangan Phytophthora palmivora Pada Buah Kakao (%) Hasil pengamatan intensitas serangan Phytophthora palmivora pada buah kakao setelah dianalisis ragam berpengaruh nyata (Lampiran 5
Uraian Tabel 5 dapat dilihat intensitas serangan pada Cti, Cti, Ct3, Cu dan Cts berturut-turut menunjukkan penurunan, namun tidak berbeda nyata secara statistik. Diduga besamya efek pelapisan fisik dan rangsangan respon resistensi jaringan buah akibat pemberian kitosan pada konsentrasi yang berbeda relatif sama, sehingga penekanan intensitas serangan tidak berbeda nyata. .laringan buah akan membentuk sistim ketahanan dengan menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti asam salisilat jika dirangsang dengan senyawa-senyawa kimia atau oleh infeksi patogen. Senyawa kitosan irierupakan salah satu senyawa yang mapu menimbulkan efek resitensi jaringan, sistim ketahanan ini dikenal dengan sistim ketahanan sistemik terimbas. Ha! yang sama terjadi pada mekanisme pelapisan buah oleh kitosan, diduga ada suatu titik optimum konsentrasi sehingga penambahan konsentrasi tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan mutu pelapisan fisik buah oleh kitosan.
29
Gambar 10. Hubungan Konsentrasi dengan intensitas serangan P. palmivora Dari Gambar 10 dapat dilihat pemberian perlakuan Cti. Ct:. Cts Ct4 dan Cts intensitas serangan turun cukup tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan
Cto (kontrol).
Hasil
ini menjelas
pemberian
senyawa
kitosan
berpengaruh terhadap penurunan intensitas serangan penyakit (foto intensitas serangan pada Lampiran 7). Berdasarkan hasil ini dapat diketahui pengaruh efek resistensi jaringan melalui mekanisme sistim ketahanan terimbas (induce sistemic reaction), efek fungisidal dan pelapisan fisik buah pada perlakuan Cti (10 mg/ml) sudah cukup baik dalam menekan intensits serangan P. palmivora. Hasil analisis lanjut regresi polinomial (Lampiran 5d) diketahui bahwa pengaruh konsentrasi terhadap intensitas serangan tidak signifikan pada kuadratik (sigf = 0,094 > 0,05) sehingga tidak dapat di ketahui konsentrasi terbaiknya. Nilai koefisien determinasi (R^) = 0.906 artinya 90.6% ketepatan hasil pendugaan persamaan regresi yang didapat sama dengan nilai data pengamatan (observasi).
30
intensKas
10 00
1S00
20.00
2S.00
30.00
kontantrul
Gambar 11. Pola kuadratik antara intensitas serangan dengan konsentrasi Gambar 11 menjelaskan bahwa pola yang terbentuk dari persamaan regresi polynomial
Y =
34.5508 - 0.2512X - 0.00I6X^
tidak menggambarkan fungsi
kuadratik, sehingga tidak ditemukan titik puncak grafik. Hal ini menyebabkan tidak didapat konsentrasi
optimum
perlakuan. Hubungan konsentrasi dan
intensitas serangan Iebih tepat menggambarkan hubungan linier antara konsentrasi dan intensitas serangan P. palmivora pada buah kakao, hal ini dapat juga dilihat dari nilai F.hitung linier > F.hitung kuadratik (Lampiran 5d).