KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
ARAH DAN KEBIJAKAN FISKAL JANGKA MENENGAH 2015-2019
Paparan Menteri Keuangan Rakorbangpus Penyusunan Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 Jakarta, 25 November 2014
TOPIK BAHASAN 1. Pendahuluan 2. Perkembangan Perekonomian Terkini dan Proyeksi Jangka Menengah 3. Arah dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2015-2019 4. Penutup
2
PENDAHULUAN 1. Dengan ditetapkannya Pemerintah Baru, perlu disusun RPJMN 2015-2019, sesuai dengan visi misi Presiden 2014-2019, dengan tetap memperhatikan tahapan pencapaian sasaran jangka panjang dalam RPJPN 2005-2025 2. RPJMN 2015-2019 harus sejalan dengan arah dan pokok-pokok kebijakan Fiskal jangka menengah 3. Kebijakan fiskal jangka menengah disusun dengan memperhatikan perkembangan dan proyeksi perkonomian, baik global maupun domestik 4. Arah Umum Kebijakan Fiskal 2015 - 2019 a. b. c.
Stabilisasi makro & mendorong pertumbuhan ekonomi ; Redistribusi pendapatan; Penyediaan barang publik, meredam kegagalan pasar & mengantisipasi ketidakpastian ekonomi
3
2. Perkembangan Perekonomian Terkini dan Proyeksi Jangka Menengah
Dinamika perekonomian global berdampak pada ekonomi domestik, dengan prospek pertumbuhan di 2015 membaik 25
Pertumbuhan Vol Impor Mitra Dagang Utama RI (%)
20 15
Tiongkok
Japan
Euro area
ASEAN-5
Lainnya, 33.6%
10 5 0 2010
2011
2012
2013
2014f
Tujuan Ekspor Non Migas RI (rata rata 2012-2013)
2015f
-5
Consensus forecast Agustus 2014
ASEAN, 20.2%
India, 8. 4% AS, Uni 9.8% Eropa, 11.4%
Tiongkok 13.9% Jepang, 11.0%
Tiongkok merupakan negara tujuan ekspor RI yang penting. Perlambatan ekonomi Tiongkok menimbulkan risiko bagi ekspor RI Investasi Ekuitas EM Asia (US$ Miliar) 450
Investasi Portofolio
Investasi Langsung
400 350
79
44
89
72
300 250
322
324
321
322
2012
2013
2014f
2015f
200
Tren arus modal masuk ke emerging market cenderung menurun, mendorong persaingan likuiditas yang makin ketat. Risiko tapering off dan kenaikan FFR ke depan akan memperketat likuiditas dan arus modal masuk di EM, meskipun masih terdapat likuiditas yang berasal dari Eropa 5
Update Perekonomian Indonesia (1) Indikator
Kinerja
Nilai Tukar
• • • •
Per 31 Desember 2013 : Rp12.171/USD depresiasi 19,54%(ytd) Per 2 Januari 2014: Rp12.160 depresiasi 0,09% (ytd) Per 24 November 2014: Rp12.122 apresiasi 0,55% (ytd) Periode 2 Jan – 24 November 2014 Terkuat Rp11.271/USD -- Terlemah Rp12.267/USD
IHSG
• • • •
Per 31 Desember 2013 : 4.274,18 melemah 0,98% (ytd) Per 2 Januari 2014: 4.327,27 menguat 15,5% (ytd) Per 21 November 2014: 5.112,05 menguat 19,60% (ytd) Periode 2 Jan – 7 November 2014 Tertinggi 5.246,5 – Terendah 4.175,81
Inflasi
• Inflasi sepanjang tahun 2013 sebesar 8,38% (ytd, yoy), rata-rata inflasi 2013: 6,97%, lebih tinggi dibandingkan rata-rata 2012: 4,28% (SBH 2007) • Inflasi Oktober 2014 : 0,47% (mtm) , 4,19% (ytd) atau 4,83% (yoy)
Harga Minyak Mentah Indonesia
• Per Oktober 2014 ICP mencapai US$83,7 per barel • Per Januari 2014 ICP mencapai US$105,8 per barel • Rata-rata tahun 2013 sebesar US$105,9 per barel • Total capital inflow 2013 sebesar Rp36,0T. Saham = net outflow 20,6T; SUN net inflow 53,3T; SBI = net inflow 3,3T.
Arus Modal Masuk
Yield SUN
• Selama Oktober 2014: Saham outflow Rp3,20 triliun, SUN Inflow Rp12,49 triliun • Di pasar SUN, posisi kepemilikan asing per 19 November 2014 adalah sebesarRp464,18T • • • •
Per 31 Des 2013: Yield SUN 10Y 8,47%, Yield SUN 5Y 8,07%. Per 2 Jan 2014: Yield SUN 10Y 8,57%, Yield SUN 5Y 8,09% Per 24 November 2014: Yield SUN 10Y 7,73%, Yield SUN 5Y 7,62% Periode 1 Jan – 24 November 2014 : Yield SUN 10Y Tertinggi 9,18% -- Terendah 7,73% Yield SUN 5Y Tertinggi 8,67% -- Terendah 7,56%
6
Update Perekonomian Indonesia (2) Indikator Pertumbuhan PDB
Kinerja • • • • •
• Realisasi PMA/PMDN Q3 2014 mencapai Rp119,9T atau naik 16,34% (yoy) PMA : Rp78,3T naik 16,9%(yoy) PMDN : Rp41,6T naik 24,2%(yoy) • Realisasi PMA/PMDN s.d. Triwulan III 2014 mencapai Rp342,7T atau naik 16,8% (yoy) PMA : Rp228,3T naik 14,6%(yoy) PMDN : Rp114,4T naik 21,6%(yoy)
Investasi Langsung
Perdagangan Internasional
• Jan – Des 2013: Ekspor tumbuh -3.93% (yoy). Impor tumbuh -2,64% (yoy) • September 2014 : Ekspor naik 3,87% (yoy) menjadi US$15,28 miliar, sementara impor turun 0,23% (yoy) menjadi US$15,55 miliar. Defisit neraca perdagangan sebesar US$270 juta. • Jan-Sep 2014 : ekspor turun 0,93% (yoy) menjadi US$132,71 miliar, sementara impor turun 4,26% (yoy) menjadi US$134,37 miliar. Defisit perdagangan sebesar US$1,68 miliar. •
Neraca Pembayaran
Q3-2014: 5,01% (yoy) Q2-2014: 5,12% (yoy) Q1-2014: 5,21% (yoy). Sepanjang 2013 : 5,78% (yoy). PDB nonmigas 6,3%, PDB migas -2,8%. Sepanjang 2012 : 6,23% (yoy). PDB nonmigas 6,8%, PDB migas -3.3%
•
Pada Q1-2014, defisit transaksi berjalan kembali menyempit menjadi US$4.2 miliar (2.0% PDB) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar US$4.3 miliar (2.1% PDB). Surplus transaksi modal dan finansial turun menjadi US$7.8 miliar yang berasal dari defisit investasi lainnya. Q2 2014 surplus NPI meningkat dari US$2,1 miliar pada Q1 menjadi US$4,3 miliar. Membaiknya kinerja NPI tersebut ditopang oleh transaksi modal dan finansial yang mencatat peningkatan surplus yang signifikan.
7
Asumsi dasar ekonomi makro, 2014-2015 2014 Indikator
2015
APBNP
Outlook
APBN
Outlook
5,5
5,1
5,8
5,8
d. Nilai tukar (Rp/US$)
11.600
11.900 1.216
12.000 95
g. Lifting Gas (ribu barel setara minyak per hari)
1.224
11.900 105
a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) b. Inflasi (%, yoy)
c. Tingkat bunga SPN 3 bulan (%)
e. Harga Minyak Mentah Indonesia (US$/barel) f. Lifting Minyak (ribu barel per hari)
5,3 6,0
105 818
7,3 5,9 99
798
4,4 6,0
900
1.248
4,7 6,2
900
1.248
8
Pertumbuhan ekonomi Domestik dalam jangka menengah diperkirakan akan terus meningkat Indikator Ekonomi Global
14
12.768
12
0.08 0.075
10
0.07
8
6.221
5.736 5.625 5.258 5.618 5.655
6 5.176 4 2
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: 6.500%-7,4% Outlook MTBF
2.818 3.100
4.000
6.486% 6.264% 6.224% 5.781%
0.065
5.600% 5.300%
0.06 0.055
4.000 3.950 3.949 3.926 3.878 3.939 3.500 3.200 3.400
5.900% - 6,5%
6.200%-7,0%
0.05 4.629% 0.045 0.04
0 2010 2011 2012 2013 2014f 2015f 2016f 2017f 2018f 2019f Pertumbuhan Ekonomi
2009
2010
2011
2012
2013 2014* 2015* 2016* 2017* 2018*
Volume Perdagangan
Membaiknya prospek ekonomi global ke depan akan turut mempengaruhi perkembangan ekonomi domestik
• Pemulihan ekonomi global dan stabilitas yang terjaga akan menciptakan permintaan pasar global yang kuat • Perbaikan demand global turut mendorong peningkatan aktivitas perdagangan dunia. • Stabilitas ekonomi global akan mampu menciptakan pasar keuangan dan likuiditas global yang lebih baik stabilitas arus modal dan nilai tukar antar negara
Peningkatan pertumbuhan ekonomi domestik ke depan dipengaruhi antara lain: • Perbaikan kinerja neraca perdagangan Indoesia
Membaiknya demand global dan MTP Meningkatnya peran ekspor manufaktur yang lebih berdaya saing
• Peningkatan kegiatan investasi
Program dan pembangunan infrastruktur terus berjalan Pasar yang luas menjadi penarik minat investor
• Konsumsi dalam negeri yang tetap tinggi
Stabilitas ekonomi Bonus Demografi dan Peningkatan Middle Income
9
Laju inflasi dalam jangka menengah diperkirakan mengalami penurunan selaras dengan lintasan sasaran inflasi yang telah ditetapkan, sementara nilai tukar bergerak stabil dengan kecenderungan menguat
Inflasi: Outlook MTBF 8.380%
0.09 0.08 6.960% 0.07 0.06 4.300% 0.05 0.04 3.790% 0.03 0.02 0.01 2.780% 0 2009
2010
2011
2012
Nilai Tukar: Outlook MTBF
12500 12000
11,700
11,900
11,400 -12.000
11500
5.300%
4.400%
3.00%-5,0%
11000 10500
10,452
10,408
10000 3.00%-5,0%
9,087
9500 -4,5% 2.500%
9000
9,384
11,200 -11.800 11,000 -11.600
8,779
8500 8000
2013 2014* 2015* 2016* 2017* 2018*
• Inflasi inti masih dapat dijaga stabil pada kisaran 4,2%, sementara tekanan inflasi yang bersumber pada volatile food dan administered price perlu dikendalikan agar tidak memberikan dampak negatif terhadap inflasi ke depan. • Pemerintah terus meningkatkan koordinasi dengan Bank Indonesia untuk mengendalikan dampak potensi tekanan inflasi yang ada. Meningkatkan dan menjaga kelancaran arus distribusi barang kebutuhan (infrastruktur) Meningkatkan dan menjaga pasokan dan ketersediaan bahan pangan (program ketahanan pangan, operasi pasar) Melaksanakan pengendalian konsumsi energi guna mengurangi ketergantungan pada importasi BBM bersubsidi
2009
2010
2011
2012
2013 2014* 2015* 2016* 2017* 2018*
Nilai tukar dalam jangka menengah diperkirakan akan cenderung terapresiasi • Perbaikan kinerja dan daya saing sektor riil akan berdampak positif pada posisi neraca perdagangan, dan pada gilirannya berdampak positif pada cadangan devisa dan nilai tukar • Tingkat inflasi yang terjaga akan turut mengurangi risiko tekanan depresiasi • Kepercayaan investor dan daya tarik perekonomian domestik terus mendorong terjadinya FDI • Program program financial deepening dan financial inclusion akan mendorong peran pemupukan modal dalam negeri dan mengurangi ketergantungan modal asing, khususnya dalam pasar saham
10
Suku bunga SPN 3 Bulan dalam jangka menengah diperkirakan mengalami penurunan, sementara perkembangan harga ICP diperkirakan bergerak pada kisaran US$100-US$110 per barel serta memiliki ketidakpastian yang tinggi. Suku Bunga SPN 3 Bulan: Outlook MTBF
0.08 0.07 0.06 0.05
5.800% 4.800%
6.200%
5,0% - 7,0%
5,0%- 7,0%
4.500% 3.200%
0.04
4,5% - 6,5%
0.03 0.02 0.01 0 2011
2012
2013
2014*
2016*
2017*
2018*
ICP: Outlook MTBF
120
112
113 106
110 100
105
105
110 100
90
79
80 70
2015*
62
60 2009
2010
2011
2012
Penurunan suku bunga SPN 3 Bulan dalam jangka menengah dipengaruhi beberapa hal: Kesehatan fiskal dan stabilitas ekonomi yang semakin terjaga Perbaikan kinerja pasar uang dalam negeri, termasuk dampak financial deepening dan financial inclusion Masih tingginya minat investor pada instrumen obligasi negara
2013 2014* 2015* 2016* 2017* 2018*
Faktor yg mendorong kenaikan harga minyak: Kenaikan pertumbuhan ekonomi dunia terutama negara emerging market akan mendorong permintaan minyak Pasokan minyak non-OPEC relatif stabil Risiko geopolitik berasal dr ketegangan di Timur Tengah Faktor yg mendorong penurunan harga minyak: Kenaikan permintaan minyak akan mendorong kenaikan produksi OPEC Upaya-upaya untuk mengurangi efek negatif bahan bakar fosil Peran gas yang semakin besar sebagai sumber energi selain minyak Peningkatan pemakaian energi alternatif
11
Selama beberapa tahun ke depan lifting minyak masih tetap dihadapkan dengan tantangan usia sumur minyak yang sudah tua, sementara lifting gas masih memiliki peluang yang cukup baik Lifting Gas: Outlook MTBF
Lifting Minyak: Outlook MTBF 1000 950 900 850 800 750 700 650 600
944
1350
954 899 860
1300
825
845
1269 1260 1224
1250
804
1200
900 850
800 750
1215 1224
1195
1300 1250
1150 750 700
1248
1250 1225
1300 1250
1100 1050
550
1000
500 2009 2010 2011 2012 2013 2014* 2015* 2016* 2017* 2018*
2009
2010
2011
2012
2013 2014* 2015* 2016* 2017* 2018*
• Lifting minyak diperkirakan masih dapat meningkat hingga 2016 (bersumber pada puncak kapasitas Blok Cepu). Namun pada periode selanjutnya produksi akan menurun dan tidak mampu menutupi penurunan usia sumur-sumur lain yang sudah tua. • Untuk meningkatkan kapasitas produksi dan lifting dibutuhkan penemuan sumur sumur minyak baru lain. • Potensi lifting gas lebih baik, mengingat cadangan gas Indonesia yang masih besar 12
Asumsi dasar ekonomi makro, 2016-2019 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) b. Inflasi (%, yoy)
c. Tingkat bunga SPN 3 bulan (%) d. Nilai tukar (Rp/US$)
e. Harga Minyak Mentah Indonesia (US$/barel) f. Lifting Minyak (ribu barel per hari)
g. Lifting Gas (ribu barel setara minyak per hari)
2016
2017
2018
2019
6,3 - 6,9
6,8 - 7,4
7,2 - 7,8
6,7 - 8,3
3,0 - 5,0 5,0 - 7,0
3,0 - 5,0 5,0 - 7,0
2,5 - 4,5 4,5 - 6,5
2,5 - 4,5 4,5 - 6,5
11.750 - 12.150 11.700 - 12.100 11.650 - 12.050 11.600 - 12.000 85 - 105
850 - 900
1.250 - 1.280
86 - 106
750 - 800
1.225 - 1.300
87 - 107
700 - 750
1.250 - 1.300
87 - 107
700 - 709
1.265 - 1.272 13
3. Arah dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2015-2019
Formulasi Kebijakan Fiskal Dinamika Perekonomian
Tantangan & Isu Strategis
Sasaran & Target Pembangunan
Arah Kebijakan Fiskal
1
Stabilisasi makro & Pertumbuhan ekonomi
2
Menyediakan barang publik, korektif eksternalitas, kegagalan pasar, kepastian ekonomi
3
Redistribusi pendapatan & perlindungan sosial 15
Potensi Indonesia untuk bertumbuh …. Dengan sumber daya alam , usia penduduk produktif dan tenaga kerja terdidik, Indonesia memiliki potensi untuk lepas landas … Jumlah Populasi besar, Peningkatan Angkatan Kerja Produktif
Sumber Daya Alam berlimpah
Kinerja Makroekonomi yang stabil dan kuat
Pengelolaan Fiskal yang Prudent
Jumlah penduduk peringkat 4 dunia, Ekonomi terbesar di Asia Tenggara Bonus Demografi, peningkatan rasio angkatan kerja Bertumbuhnya kelompok Middle Income Keragaman budaya Batubara, gas bumi, mineral Komoditi pertanian: CPO, karet Tanah yang subur dan laut yang kaya
Pertumbuhan ekonomi relatif stabil di kisaran 6%, volatilitas pertumbuhan yang sangat rendah Investasi infrastruktur yang meningkat Tren peningkatan investasi langsung Laju inflasi yang cukup terkendali Defisit Anggaran Pemerintah ≤3% PDB Manajemen Pengelolaan Utang
16
Tantangan APBN (1) Pendapatan Negara 1. Target penerimaan perpajakan tahun 2011-2013 tidak tercapai, dan diperkirakan target tahun 2014 juga tidak tercapai. 2. Tax ratio berada pada kisaran 11-12% dari PDB 3. Potensi PNBP terutama di bidang SDA nonmigas (minerba dan perikanan) perlu digali 4. Lifting minyak cenderung menurun , namun lifting gas cenderung meningkat penerimaan perpajakan tahun 2008 -2015
triliun rupiah
persen
1600,0
20,00 18,49 18,00
1400,0 15,44 1200,0
14,11
15,54
15,67
15,83
15,79
13,31 1000,0
11,06
16,00
14,51
11,26
11,77
11,90
12,21
14,00
12,38
12,38
12,00
800,0
10,00 1.077,3 980,5
873,9
600,0
609,2
723,3
619,9
658,7
400,0
652,0
1.148,4
1.380,0
8,00
1.246,1
1.016,2
6,00
878,7
743,3
4,00
200,0
2,00
0,0
2008
2009 Target
2010 Realisasi
2011 Tax Ratio (%)
2012
2013
2014 APBNP Tax Ratio termasuk SDA migas dan Pajak Daerah (%) -
2015 APBN -
17
Tantangan APBN (2) Belanja Pemerintah Pusat 1. Fiscal space APBN masih terbatas: komposisi belanja negara didominasi oleh belanja mengikat yang bersifat wajib (seperti belanja pegawai, belanja barang operasional, subsidi, pembayaran bunga utang, dan transfer ke daerah). 2. Penyerapan anggaran belanja negara belum optimal nilai tambah terhadap ekonomi tidak seperti yang diharapkan 3. Kualitas belanja masih perlu ditingkatkan perbaikan struktur (efisien, produktif, risiko terkendali, dan berkelanjutan Transfer ke Daerah 1. Porsi PAD dalam APBD perlu ditingkatkan. 2. Peningkatan efektivitas dan kualitas Belanja Daerah. 3. Transparansi dan Akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah perlu ditingkatkan.
Komposisi Belanja Negara, 2008 - 2015
2.500
82% 82%
2.000
85% 77%
85% 80%
89%
86% 80%
91%
88%
80%
80%
77%
100%
92%
81%
1.500
50%
1.000 500 0
2008
Belanja Wajib Triliun Rupiah
700
90,9
2009
2010
Belanja Tidak Wajib
2011
2012
2013
Belanja Wajib (% thd BN)
2014 APBNP
2015 APBN
Belanja Wajib (% thd Pendapatan)
(%)
Perkembangan Belanja K/L 2010-2014 90,5
89,3
93,7
95,6
100 90
600
80
500
70 60
400
50
300
40 30
200
20
100 0
0%
10
2010
*) Perkiraan Realisasi 2014
2011
2012
2013
2014 *
18
0
Tantangan APBN (3) Defisit dan Pembiayaan
(triliun Rp)
14.000
26,1
010
Menurunkan tingkat defisit APBN Menurunkan rasio utang terhadap PDB Pembiayaan anggaran dari non-utang semakin terbatas. Keseimbangan primer dalam realisasi APBNP 2012-2013 negatif berdampak pada kesinambungan fiskal
24,4
Rasio Utang terhadap PDB, 2010 - 2015 26,1
26,2
12.000
24,4
24,0
27
26,2 25,6
25,6
(%)
25,6
25,6
25
24,0
23
8.000 21 6.000
84.3
50
41.5
25
0 -4.1 2008
-50 -100
19
4.000
8.9
23 2009 21 -88.6
2010
2011
2012
-46.8
2013
2014
2015
-52.8 -84.4
-98.6
19
-106.0
-93.9
-150
17
2.000
17 -200
0
terian Keuangan
100
5.2
10.000
2011
Keseimbangan Primer dan 27Surplus/Defisit, 2008 - 2015
(%)
Rp triliun
1. 2. 3. 4.
15 2012 2010
2013 2011
Outstanding Utang
Sumber: Kementerian Keuangan
2014 2012
2015 2013
2014
2015
-250
-153.3
Surplus/Defisit 15 Keseimbangan Primer
-211.7 -241.5 -245.9
PDBOutstanding RasioUtang Utang thd PDB PDB (RHS) Rasio Utang thd PDB (RHS)
19
Arah dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBNP 2015 Pendapatan Negara
a. Optimalisasi penerimaan perpajakan, melalui penggalian potensi penerimaan perpajakan secara sektoral b. Peningkatan PNBP SDA (mineral dan batu bara), perikanan, dan laba BUMN
Belanja Negara
a. Melanjutkan penghematan belanja tidak produktif seperti perjadin, konsinyering di hotel, dll b. Pendanaan atas program-program Presiden baru, khususnya untuk pembangunan infrastruktur dan program-program sosial (program keluarga produktif) c. Peningkatan alokasi DAK dan dana desa
Defisit dan Pembiayaan Anggaran
a. Defisit < 2,21 persen terhadap PDB (Defisit APBN 2015) b. Pengendalian rasio utang terhadap PDB c. Memanfaatkan pinjaman luar negeri secara selektif, terutama untuk bidang infrastruktur dan energi, dan mempertahankan kebijakan negative net flow.
20
Rencana Penggunaan Penghematan Subsidi BBM Bidang
Fokus
1. Infrastruktur
• • • • •
2. Pendidikan
• Meningkatkan Kualitas Pendidikan
4. Perlindungan Sosial
• Membangun Keluarga Produktif, termasuk mempertahankan daya beli kelompok masyarakat miskin. • Lanjutan kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi sekitar Rp14 T.
3. Kesehatan
5. Transfer Ke Daerah 6. Lain-lain
Pangan, Transportasi Publik, Energi, Maritim, dan Kelautan, Komunikasi dan informasi (mendukung e-government).
• Perbaikan coverage layanan (demand side), • Perbaikan layanan kesehatan (supply side)
• Penguatan pembangunan Desa, dan • Pembangunan daerah tertinggal.
• Pengurangan carry over subsidi BBM dan listrik. • Pengurangan defisit anggaran.
21
Arah dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2016-2019 a. Kebijakan Belanja Negara i. Pemantapan reformasi birokrasi dalam rangka peningkatan pelayanan publik ii. Mempertahankan kesejahteraan aparatur negara/pensiun dan efisiensi belanja barang (flat policy, pembatasan perjalanan dinas, seminar, konsinyering dan sejenis); iii. Penguatan Daya saing pembangunan Infrastruktur listrik, jalan, pelabuhan, bandara, irigasi) dan penguatan SDM (Pendidikan, Kesehatan, Ketenagakerjaan, UMKM); iv. Mendukung pencapaian kedaulatan Pangan dan energi mendorong produktifitas pertanian dan pengembangan energi baru dan terbarukan v. Mendukung Stabilisasi Pertahanan dan keamanan Nasional (Penegakan hukum, MEF dengan memberdayakan industri dalam negeri, Maritim) vi. Affirmative policy dukungan pembangunan didaerah perbatasan, terpencil dan terluar (infrastruktur, pendidikan, kesehatan) melalui peningkatan DAK vii. Dukungan pemenuhan secara bertahap amanat UU No.6 tahun 2014 (Dana Desa);
b. Kebijakan Pendapatan Negara
Perpajakan: tax ratio mengarah 16% (termasuk migas dan pajak daerah) Peningkatan PNBP: PNBP SDA, PNBP lainnya dan laba BUMN.
c. Kebijakan Pembiayaan Anggaran
Defisit ditargetkan terus menurun hingga 1% Primary balance positif. Rasio utang terhadap PDB menurun (sekitar 24% di 2019).
22
ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR • Pembangunan Infrastruktur diarahkan untuk mengatasi bottleneck infrastruktur dengan prioritas untuk mendukung pencapaian sasaran di bidang: 1. Pangan 2. Energi 3. Maritim dan Kelautan 4. Pariwisata • Secara kewilayahan, pembangunan Infrastruktur diprioritaskan untuk kawasan: 1. Desa dan Perdesaan 2. Daerah Pinggir 3. Kawasan Timur • Menggali potensi pendanaan dengan mengutamakan sumber-sumber pendanaan kreatif termasuk Kerjasama Pemerintah dan Swasta: 1. Partisipasi swasta 2. Peran aktif BUMN 3. APBN murni
23
PENUTUP 1. Diperkirakan kondisi perekonomian nasional akan membaik seiring dengan membaiknya perekonomian global, untuk itu perlu dilakukan stimulus melalui pembangunan infrastruktur, investasi, serta perbaikan iklim usaha dan investasi (one stop perijinan) 2. Perlunya koordinasi antara pihak-pihak yang terkait, dalam hal: a.
b. c.
d.
Kesinambungan RPJMN 2015-2019 dengan RPJPN 2005-2025, dengan mempertimbangkan pencapaian visi misi Presiden baru (nawacita), serta Penyusunan sasaran-sasaran perekonomian jangka menengah Kebijakan-kebijakan strategis yang dapat berpengaruh terhadap kapasitas fiskal jangka menengah (seperti kebijakan bidang energi) Kesesuaian antara kebutuhan dan kapasitas pendanaan pembangunan jangka menengah
3. Perlunya meningkatkan sinkronisasi antara Perencanaan Pembangunan Nasional dengan Perencanaan Pembangunan Daerah 4. Dukungan segenap komponen Pemerintahan atas kebijakan-kebijakan peningkatan kualitas belanja negara (seperti pengalihan subsidi BBM, serta penghematan belanja pejalanan dinas, konsinyering kepada belanja-belanja yang lebih produktif) sangat diperlukan untuk efektivitas pelaksanaannya menjaga fiscal sustainability dalam jangka panjang 24
TERIMA KASIH
25
DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI • Dampak pada Pertumbuhan PDB 2014 Realisasi pertumbuhan PDB q1 – q3 2014 q1: 5.21% q2: 5.12% q3: 5.01% Laju Pertumbuhan q1 - q3 2014: 5.1%
Proyeksi pertumbuhan PDB 2014 setelah memperhitungkan dampak kenaikan harga serta kompensasi kenaikan harga BBM: 5.1%
• Dampak pada Pertumbuhan PDB 2015 Kebijakan penyesuaian harga BBM Rp2000/liter (premium dan solar) saving sekitar Rp120 T (2014: Rp9.4 T dan 2015: 110.2 T) Selain itu juga dilakukan kebijakan penghematan belanja operasional (rapat, perjalanan dinas dll) Infrastruktur dasar:
Saving 2015: Rp110.2 T
Maritim Ketahanan Pangan
Perlindungan Sosial:
Kartu Indonesia Pintar Kartu Indonesia Sehat Kartu Keluarga Sejahtera
Transfer ke Daerah
Dengan realokasi belanja ke yang lebih produktif tersebut, pertumbuhan ekonomi 2015 diperkirakan dapat mencapai 5.8%
Diantaranya Dana Desa
Mengurangi Defisit APBN 26
DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP INFLASI DAN KEMISKINAN .. (1)
1%
1.19%
2%
2015-J
1.03%
2%
1.12%
23 Juni 2013 : Kenaikan harga BBM bersubsidi +33%
3%
2.09%
3%
%, mtm
17 November 2014 : Kenaikan harga Premium +31% & Solar +36%
1.18%
2011-2015
N
3.29%
INFLASI BULANAN (mtm) 4%
1% 0%
yoy/eop:
3,79%
4,30%
1. Dampak kenaikan harga BBM diperkirakan akan terdistribusi dalam 3 bulan, yaitu sebesar 2,52%. 2. Harga pangan merupakan salah satu komponen yang terpengaruh oleh kenaikan harga BBM. Dalam komponen poverty line, kontribusi pangan adalah 57%. Dengan demikian penduduk miskin merupakan kelompok masyarakat yang rentan terkena dampak kenaikan harga BBM terutama dari makanan. Untuk itu Pemerintah akan menjaga pasokan dan kelancaran distribusi bahan pangan dalam rangka menjaga inflasi bahan pangan. 3. Total jumlah penduduk miskin yang terjkena dampak kebijakan ini diperkirakan sebesar 64,3 juta atau setara dengan 15,5 juta RTS. 4. Untuk mengatasi dampak tersebut Pemerintah telah mendesain jaring pengaman sosial dalam bentuk program KIP, KIS, KKS, serta Kartu Simpanan Keluarga Sejahtera (KSKS) yang meliputi 15,5 juta RTS.
8,38%
Commodities Rice Other foods Processed food Housing Clothes Health Education Transportation Total
S
J
M
M
2014-J
N
S
J
M
M
2013-J
N
S
J
M
M
2012-J
N
S
J
M
M
-1%
2011 - J
-1%
Perkiraan :7,3%-7,6%
Proportion (%)
Consumer’s Price Index
Poverty Line
5 15 17 26 7 4 7 19 100
29 28 8 17 4 3 4 7 100 27
Inflasi (% dari periode sebelumnya)
DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP INFLASI DAN KEMISKINAN .. (2) 20
Poverty Basket
15 10
7.26
5 0
CPI
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
3.97
6.96 5.9
7.85 5.02
2012 Mar-13 Sep-13
PENDUDUK BERPENGHASILAN 40% TERBAWAH (PERKIRAAN) Pekerja Rentan: 47,3 juta
Sumber: Bappenas
Masy Miskin tanpa aset: 17 juta
28
Dampak Penyesuaian Harga BBM tahun 2014 Kenaikan tingkat Inflasi sekitar 2,52% dalam 3 bulan berjalan Pertumbuhan Ekonomi sekitar 5,1% dalam tahun 2014
Penghematan anggaran Subsidi BBM sekitar Rp9 T dalam tahun 2014, dan sekitar Rp90 T– Rp140 T dalam tahun 2015 (tergantung asumsi harga minyak dan Kurs Rupiah)
Perbaikan kualitas pembangunan nasional (memacu Pertumbuhan ekonomi, pengurangan Pengangguran dan Kemiskinan), peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan efisiensi kegiatan ekonomi nasional yang lebih sustainable dalam jangka panjang Perbaikan ketahanan Energi nasional Penghematan konsumsi BBM Pengurangan Impor BBM Memacu pengembangan energi alternatif (non BBM)
29