“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
i
ALIH PENGALAMAN PRAKTIK CERDAS Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Diterbitkan atas kerjasama Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Proyek BASICS-DFATD Kanada, dan Proyek Kinerja-USAID Pelindung Prof. Dr. H. Djohermansyah Djohan, Ma. Pengarah: 1. DR. Kurniasih, SH, M.SI 2. Ir. Gunawan, M.A Penanggungjawab: 1. William James Duggan 2. Elisabeth Laury O. Noya 3. Elke Rapp Tim Penyusun: 1. Pokja Pusat : UPD I dan UPD II Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, Kementerian Dalam Negeri 2. Pokja Provinsi: Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Aceh, Jawa Timur, dan Papua. 3. Tim BASICS 4. Tim KINERJA Penyunting: Theresia Erni Andri Pujikurniawati Desain dan Tata Letak: Muh. Iswandhi Badillah A Cetakan: April 2014
Sebagian atau seluruh isi buku ini termasuk ilustrasinya, boleh diperbanyak dengan syarat disebarkan secara gratis dengan mencantumkan sumbernya.
ii
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
Sambutan
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga berbagai upaya, jerih payah dan kerja yang kita lakukan bersama untuk membangun bangsa, khususnya di bidang kesehatan telah menunjukkan hasil-hasil yang cukup membanggakan bagi semua pelaku pembangunan di semua tingkatan baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Buku “Alih Pengalaman Inovasi Praktik Cerdas Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan” ini merupakan refleksi implementasi SPM bidang kesehatan di Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara dan diharapkan dapat direplikasikan di daerah lainnya. Saya percaya bahwa jika semua pihak mempunyai komitmen dan kerja keras dengan ide kreatif dan inovatif dalam mengatasi berbagai masalah pembangunan termasuk bidang kesehatan, alih pengalaman bukanlah hal yang sulit. Menyadari akan pentingnya pembangunan bidang kesehatan yang diarahkan untuk mencetak generasi bangsa yang cerdas dan terampil serta berbudi pekerti, berkepekaan sosial, maka dibutuhkan upaya serius dari semua pihak.
iii
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Penerapan Pecapaian SPM adalah salah satu strategi dan motivasi untuk mengejar target terpenuhinya Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals) 2015. Namun demikian, sebenarnya kita tidak boleh hanya berfikir pada pencapaian target indikator MDGs 2015, Kita harus menyiapkan strategi-strategi lanjutan pasca target pencapaian MDGs. Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Dalam Negeri bersama Pemerintah Kanada melalui Department of Foreign Affair Trade and Development (DFATD-Kanada) telah melakukan kerjasama untuk mendukung percepatan pencapaian SPM bidang Kesehatan melalui Proyek BASICS yang telah dilaksanakan sejak Tahun 2009. Kami menyadari bahwa tantangan dan permasalahan yang dihadapi oleh 539 daerah otonom di Indonesia tentu berbeda-beda. Tetapi secara umum sering kali ada beberapa faktor-faktor atau akar masalahnya serupa. Oleh karena itu, hampir pasti beberapa inovasi yang pernah dikembangkan dan lebih penting, diujicobakan oleh Proyek BASICS dan mitra daerah dapat disesuaikan dan diterapkan di daerah lain untuk mendukung percepatan pencapaian SPM Kesehatan dan guna mencapai target SPM bidang Kesehatan khususnya sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan SPM Praktik-praktik cerdas yang disajikan dalam buku ini sudah mencakup keunggulan teknis, penyediaan perubahan positif atau dampak kongkrit, keterjangkauan (affordability) dan pelembagaan dalam struktur pemerintah baik dari segi dasar hukum maupun dalam konteks penganggaran di daerah. Harapan saya semoga beberapa praktik cerdas tersebut dapat menjadi pedoman dalam berinovasi dan dapat direplikasikan di Provinsi dan Kabupaten lainnya di seluruh Indonesia, guna percepatan penerapan dan pencapaian SPM bidang Kesehatan. Jakarta, 12 Maret 2014 DIREKTUR JENDERAL OTONOMI DAERAH,
PROF. DR. H. DJOHERMANSYAH DJOHAN, MA.
iv
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Sambutan
Direktur Proyek Basics Buku “Alih Pengalaman Inovasi Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan” ini merupakan sumbangsih karya yang telah dihasilkan oleh upaya kerjasama Proyek BASICS beserta Kementerian Dalam Negeri dan Proyek KINERJA. Di dalamnya memuat tujuh Praktik Cerdas yang merupakan inovasi Pemerintah Daaerah dalam meningkatkan pelayanan dasar bidang Kesehatan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Kami berharap pengalaman dan pembelajaran dari inovasi penerapan SPM bidang kesehatan yang telah dihasilkan oleh Proyek BASICS dan mitra kerja kami di Provinsi Sulwesi Utara dan Sulawesi Tenggara dapat diterapkan di daerah lain dalam rangka percepatan penerapan SPM serta merupakan langkah yang efektif dan efisien dalam mengatasi berbagai persoalan/ masalah pembangunan sektor kesehatan di Indonesia. Kami juga berharap pembelajran tersebut dapat meningkatkan efektifitas dan efisensi proses perencanaan, penganggaran dan penyediaan layanan dasar, khususnya bidang kesehatan. Kami menyampaikan terima kasih kepada Kementerian Dalam Negeri yang telah mendukung kerjasama antara Proyek BASICS dan mitra kerja pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. Apresiasi juga disampaikan kepada semua pihak yang telah bekerjasama dan berkontribusi dalam pengembangan Praktik Cerdas ini di daerah dan terima kasih kepada seluruh kontributor yang mendukung penyusunan buku ini. William James Duggan
Direktur Proyek BASICS
v
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Sambutan
Chief of Party Proyek KINERJA Kinerja USAID adalah proyek tata kelola pelayanan publik di bidang pendidikan, kesehatan dan iklim usaha yang bertujuan untuk membantu Indonesia mendapatkan solusi jangka panjang yang luas dan sesuai dengan konteks lokal. Proyek ini bekerjasama dengan pemerintah dan masyarakat untuk mendorong mereka memperkuat program pemerintah yang telah terbukti keberhasilannya dengan menambahkan unsur tata kelola yang baik. Sejak 2010, Kinerja telah bekerja di 24 kabupaten/ kota di lima provinsi (Aceh, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Papua). Sebagai bagian dari srategi kunci proyek ini, Kinerja bekerjasama dengan LSM lokal dengan tujuan untuk mendorong institusi lokal agar mampu mendukung pemerintah daerah dan masyarakat yang ingin menerapkan pendekatan yang telah terbukti ini di masa depan. Kinerja USAID terus berusaha untuk mendukung kemitraan antara pemerintah daerah dan masyarakatnya. Proyek ini mendorong pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan publik yang transparan dan akuntabel. Kinerja juga meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak mereka terhadap pelayanan publik dan mendorong mereka untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan pengawasan penyediaan layanan publik. Selama beberapa tahun terakhir, kami telah melihat banyak sekali perubahan yang kami nilai sangat pantas untuk disebarluaskan kepada pemerintah daerah lain. Kami sangat berterimakasih atas kesempatan yang diberikan untuk menyebarluaskan praktik cerdas kami dalam buku ini.
vi
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Dalam buku praktik cerdas pendidikan, Anda akan mendapat informasi tentang bagaimana sekolah mitra Kinerja bersama dengan komite sekolah telah melaksanakan banyak sekali survei pengaduan masyarakat setelah mendapat pemahaman tentang standar pelayanan. Survei ini telah menghasilkan data penting yang dapat digunakan sebagai panduan untuk membuat perubahan di tingkat sekolah dan membawa dampak jangka pendek yang jelas. Forum masyarakat mengawasi penyediaan pelayanan pendidikan dan pemerintah bekerjasama dengan masyarakat untuk mengatasi pengaduan tersebut. Pemerintah daerah lebih berkomitmen terhadap pelayanan publik dan sekolah mitra kami dapat melakukan perbaikan di sekolah dan mengatasi isu yang berkaitan dengan disiplin dan manajemen dengan lebih cepat. Contoh praktik cerdas lainnya adalah distribusi guru proporsional dimana pemerintah daerah dapat memindahkan guru ke sekolah yang kekurangan guru menggunakan hasil analisa standar pelayanan dan dukungan masyarakat yang kuat. Kami juga mendokumentasikan praktik cerdas dari kabupaten yang telah menghitung Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) berdasarkan standar pelayanan dan telah mengalokasikan anggaran untuk mengatasi kendala keuangan sekolah. Praktik-praktik cerdas ini merupakan bukti bahwa masyarakat dalam dilibatkan dalam tata kelola pendidikan. Kami juga telah melihat bahwa bantuan teknis kami mendorong perubahan serupa di layanan kesehatan di kabupaten dan puskesmas mitra kami. Kemitraan bidan dan dukun mulai menunjukkan hasil yang menggembirakan dalam mendorong ibu melahirkan dengan pertolongan tenaga kesehatan yang memiliki keahlian kebidanan; hal ini sejalan dengan prioritas program kesehatan nasional untuk mengurangi angka kematian ibu dan bayi. Melalui bantuan teknis Kinerja, puskesmas mitra kami telah membuat dan melaksanakan prosedur operasional standar yang menjadi acuan penyediaan layanan dan memberikan informasi yang jelas tentang waktu dan biaya pelayanan. Forum masyarakat dan staff puskesmas telah melakukan survei pengaduan dan berhasil melarang susu formula beredar di fasilitas kesehatan sebagai upaya untuk mendukung program ASI. Kami bangga dengan kemajuan yang telah kami capai bersama dengan mitra kami, dan kami bukan satu-satunya pihak yang merasa senang. Dengan melihat bukti nyata keberhasilan tata kelola pelayanan publik, beberapa kabupaten/ kota telah mereplikasi sejumlah program yang kami dukung.
vii
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Di mitra kabupaten/ kota kami, pejabat pemerintah daerah bekerjasama dengan LSM mitra kami untuk menjangkau lebih banyak sekolah dan puskesmas. Mitra sekolah kami memiliki banyak kasus yang telah menjadi model atau ‘laboratorium’ yang membantu sekolah lain mendapatkan masukan tentang partisipasi publik, transparansi keuangan dan perencanaan tahunan. Hasil kerja kami juga menginspirasi kabupaten/ kota diluar daerah dampingan awal kami untuk meminta bantuan teknis agar mereka juga dapat membuat kemajuan untuk mencapai tujuan kebijakan daerah dan prioritas nasional. Kami harap bahwa praktik cerdas yang Anda baca di buku ini dapat memberikan inspirasi dan mendorong Anda melakukan hal yang serupa. Capaian kami tidak lepas dari tantangan, tapi kami merasa optimis dengan masa depan pelayanan publik di Indonesia. Kami telah melihat bahwa pelaksanaan standar pelayanan telah menjadi faktor pendorong utama terhadap peningkatan pelayanan publik. Standar pelayanan ini dapat membantu setiap orang yang berdedikasi untuk membuat perubahan, tidak hanya pemerintah tapi juga masyarakat. Kemitraan pemerintah dan masyarakat memungkinkan kita mencapai hasil yang luar biasa. Saya harap praktik cerdas ini cukup memberikan informasi tentang perkembangan yang telah kami capai dan menjadi pembelajaran bagi kita serta menginspirasi pihak lain.
viii
Elke Rapp
Chief of Party, KINERJA
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Daftar Isi
Sambutan Direktur Jenderal Otonomi Daerah ........................................ Sambutan Direktur Proyek BASICS .......................................................... Sambutan Chief of Party KINERJA ............................................................ Daftar Isi ...................................................................................................
iii v vi ix
BAB 1 Mengenal Proyek BASICS-DFATD .................................................. 1 1.1 Sekilas Proyek BASICS-DFATD ....................................................... 1 1.2 Capaian Proyek BASICS-DFATD ..................................................... 3 BAB 2 Mengenal Proyek KINERJA-USAID ................................................ 2.1 Sekilas Proyek USAID-KINERJA ..................................................... 2.2 Tujuan dan Fokus Pelayanan ........................................................ 2.3 Capaian Proyek Kinerja-USAID ......................................................
8 8 9 10
BAB 3 Konsep Dasar dan Pendokumentasian Praktik Cerdas ................. 3.1 Pengertian Praktik Cerdas ............................................................ 3.2 Kriteria Praktik Cerdas .................................................................. 3.2 Pendokumentasian Praktik Cerdas ...............................................
13 13 14 15
BAB 4 Praktik Cerdas Dalam Penerapan SPM Bidang Pendidikan 4.1
Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan Proyek BASICSDFATD 4.1.1 Kampor Waraka - Perencanaan Kesehatan Bersama Masyarakat Desa, Kabupaten Buton Utara, Sulawesi Tenggara ............................................................................ 18
ix
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4.1.2 Desa Mapalus Sehat - Pengembangan Desa Siaga Aktif Dengan Konsep Budaya Lokal, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara .... 27 4.1.3 Bidan Kontrak - Inovasi Untuk Mengatasi Kekurangan Bidan di Kepulauan dan Desa Terpencil, Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara .......................................................................... 27 4.1.4 Desa Mandara Mandidoha - Konsep Desa Sehat, Cerdas dan Sejahtera, Kabupaten Konawe Selatan, Sulwesi Tenggara ......... 41 4.2
Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan Proyek KINERJAUSAID 4.2.1 Perencanaan dan Penganggaran Kesehatan Berbasis SPM, Kabupaten Bener Meriah, Aceh ............................................... 49 4.2.2 Integrasi Standar Pelayanan Minimal Dalam Anggaran, Kabupaten Jember, Jawa Timur ................................................. 56 4.2.3 Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Standar Pelayanan Minimal Kesehatan, Kabupaten Jayapura, Papua ...................... 63 4.2.4 Peraturan Walikota Makasar Dalam Percepatan Penerapan Standar Pelayanan Minimal Kesehatan ................................ 78 4.2.5 Rencana Strategis Berbasis Standar Pelayanan Beri Peluang Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak, Kota Singkawang, Kalimantan Barat........................................................................ 84
BAB 5 Penutup 5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 90 5.2 Rekomendasi ........................................................................................ 92
x
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Bab 1
Mengenal Proyek BASICS-DFATD
1.1 Sekilas Proyek BASICS BASICS (Better Approaches for Service Provision through Increased Capacities in Sulawesi) atau Peningkatan Pelayanan Dasar melalui Pengembangan Kapasitas di Sulawesi, adalah proyek inisiatif kerjasama Pemerintah Kanada dengan Pemerintah Indonesia melalui Department of Foreign Affair Trade and Development (DFATD-Kanada) dengan Departemen Dalam Negeri yang ditandai dengan penandatangan Nota Kesepahaman pada tanggal 25 September 2007 di Jakarta. Nota Kesepahamam ini secara efektif berlangsung untuk selama 7 (tujuh) tahun sejak ditandatanganinya, dengan total nilai kontribusi yang diberikan oleh Pemerintah Kanada sebesar Can $ 19.427.923 (Sembilan Belas Juta Empat Ratus Dua Puluh Tujuh Sembilan Ratus Dua Puluh Tiga Dolar Kanada) melalui penugasan kepada Cowater sebagai Badan Pelaksana Kanada untuk melaksanakan seluruh proyek termasuk administrasi keuangan dan pengelolaan teknis proyek dalam dokumen Project Implementation Plan (PIP) yang disepakati bersama. Tujuan Proyek BASICS: Pemerintah Kabupaten/Kota dan DPRD, dapat mengembangkan dan melaksanakan rencana dan anggaran untuk penyediaan layanan pendidikan dan kesehatan berbasis MDG’S/SPM yang lebih responsif, berpihak pada kaum miskin mendukung kesetaraan gender dan melestarikan lingkungan;
1
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Pemerintah dan Pemerintah Provinsi, meningkatkan dukungan daan pengawasan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Perencanaan dan Penganggaran untuk penyediaan layanan dasar berbasis MDG’s/SPM; Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), termasuk kelompok perempuan, memberikan masukan pada proses perencanaan dan penganggaran yang dilakukan pemerintah daerah demi penyediaan layanan bebasis MDG’s/SPM, dan memberikan jasa teknis dalam Pelaksanaan pelayanan dasar. Tahun 2010 proyek BASICS-DFATD Kanada melakukan diseminasi di 8 kabupaten dan 2 kota terpilih di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara, setelah adanya penigkatan dengan Technical Arrangement/Pengaturan Teknis antara 10 (sepuluh) Pemerintah Kabupaten/Kota dengan Proyek BASICS. Kegiatan dilaksanakan secara efektif pada pertengahan Tahun 2010, dengan berbagai kegiatan peningkatan kapasitas bagi eksekutif, legislative dan organisasi masyarakat sipil dalam melakukan perencanaan dan penganggaran yang berbasis pelayanan dasar. Tahun 2011 Proyek BASICS meluncurkan Program BRI (Basics Responsive Initiative) dengan strategi Peningkatan Pelayanan Pendidikan dan Kesehatan selama tiga tahun (Tahun 2011 s/d 2013) untuk mendukung percepatan pencapaian beberapa indikator SPM/MDGs bidang kesehatan dan pendidikan dasar yang masih rendah atau jauh dari target sasaran. Pada Tahun 2012 Proyek BASICS mengembangkan instrumen perhitungan satuan biaya (unit cost) SPM bidang kesehatan. Sejalan dengan kebutuhan peningkatan kinerja, proyek BASICS juga mengembangkan strategi keterlibatan Kementrian/Lembaga di tingkat nasional dan strategi Pengelolaan Pengetahuan. Tahun 2013 fokus Program diarahkan pada: 1). Pelembagaan praktik cerdas yang didukung melalui mekanisme Program BRI, 2). Pengembangan Instrumen Unit Cost untuk implementasi BKKKes di Sulawesi Utara, dan 3). Asistensi untuk terbitnya beberapa kebijakan daerah (Perda, Pergub, Perbup/Perwali) yang mendukung terhadap Perecepatan Pencapaian SPM/MDGs bidang kesehatan dan pendidikan. Pada Tahun 2014 Proyek BASICS pada upaya diseminasi dan replikasi pada praktik cerdas yang telah dikembangkan di 10 Kabupaten/Kota sebelumnya. Upaya
2
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
replikasi dilakukan di dua Kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara (Kabupaten Kepulauan Talaut dan Kabupaten Minahasa Tenggara) dan di dua kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara ada di dua Kabupaten (Kabupaten Bombana dan Kabupaten Konawe Utara). Mitra Kerja Proyek BASICS-DFATD Kanada: Provinsi Sulawesi Utara, terdiri dari: 1. Kota Bitung 2. Kabupaten Minahasa 3. Kabupaten Minahasa Utara 4. Kabupaten Kepulauan Sangihe 5. Kabupaten Kepulauan Siau, Tagulandang dan Biaro 6. Kabupaten Kepulauan Talaud 7. Kabupaten Minahasa Tenggara Provinsi Sulawesi Tenggara, terdiri dari: Kota Baubau 1. Kabupaten Buton Utara 2. Kabupaten Kolaka Utara 3. Kabupaten Konawe Selatan 4. Kabupaten Wakatobi 5. Kabupaten Bombana 6. Kabupaten Konawe Utara
1.2 Capaian Proyek BASICS-DFATD Kanada 1) Meningkatnya kemampuan pemerintah dan masyarakat sipil dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan, proses dan sistem untuk memberikan layanan desentralisasi yang efektif. Pada kurun waktu 4 tahun pelaksanaan Proyek BASICS-DFATD Kanada, telah berkontribusi atas terbitnya berbagai kebijakan pemerintah daerah, baik di Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang berhubungan erat dengan Percepatan Pencapaian SPM dan MDGs. 2) Kabupaten/Kota wilayah kerja Proyek BASICS telah membuat kemajuan yang cukup signifikan dalam mengembangkan dan melaksanakan perencanaan dan penganggaran bidang kesehatan dan pendidikan dasar
3
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
yang responsif gender dalam mendukung percepatan pencapaian SPM/ MDGs. a. Perangkat perhitungan biaya per unit (unit cost) untuk 11 indikator SPM kesehatan telah diadopsi menjadi perangkat standar yang wajib digunakan sebagai dasar untuk menghitung anggaran pelayanan kesehatan dalam usulan APBD di 15 kabupaten/kota dalam forum MUSRENBANG Provinsi Sulawesi Utara. b. 10 Kabupaten/kota mitra kerja Proyek BASICS di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara memasukkan indikator khusus terkait target SPM/ MDGs bidang kesehatan dan pendidikan dalam dokumen perencanaan dan anggaran daerah. c. 10 Kabupaten/kota mitra proyek BASICS di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara telah berhasil merancang dan mengimplementasikan Strategi Perbaikan Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan Dasar berbasis SPM/ MDGS melalui mekanisme BASICS Responsive Initiative (BRI) selama tahun 2010-2013 d. Meningkatnya dana DEKON yang disalurkan kepada 12 kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara berdasarkan program kerja pengarusutamaan gender oleh BPPKB Sultra bekerjasama dengan Proyek BASICS. e. Mendorong lahirnya kebijakan Bantuan Keuangan Khusus Kesehatan (BKK-Kes) pada Tahun 2013 di Provinsi Sulawesi Utara untuk percepatan pencapaian SPM/MDGs bidang kesehatan. 3) Kontribusi Proyek BASICS dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan pendidikan dasar dan kesehatan melalui mekanisme BRI (Basics Responsive Initiative) a. Selama tahun 2012-2013 sebanyak 416 dari 642 anak putus sekolah di Kabupaten Minahasa Utara telah kembali ke sekolah formal melalui Program Sumikolah. Bagi anak putus sekolah yang tidak kembali ke sekolah, Program Sumikolah juga memfasilitasi agar dapat belajar di PKBM (Pusat Kegiatan Masyarakat). Inisiatif ini telah dimuat dalam rancangan peraturan bupati dan menjadi gerakan yang langsung dipimpin oleh Bupati.
4
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
b. Pendekatan Kampo Waraka (Desa Sehat) di Kabupaten Buton Utara ikut berkontribusi pada penurunan jumlah kematian sehingga pada tahun 2013 tidak ada kematian ibu melahirkan di seluruh wilayah Kabupaten Buton Utara. Pendekatan ini telah menjadi satu bagian dari misi kepala daerah yang dituangkan dalam dokumen perencanaan daerah, seperti RPJMD. c. Pendekatan Mandara Mandidoha pada 22 desa pilot project di Kabupaten Konawe Selatan berkontribusi pada menurunnya jumlah kematian ibu dan bayi sepanjang di desa-desa tersebut pada tahun 2013. Inovasi tersebut kemudian dituangkan dalam peraturan daerah dan mendapatkan dukungan APBD sejak tahun 2013. d. Program Sangihe Mengajar di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Bidan Kontrak di Kabupaten Kepulauan Sitaro yang dikembangkan dengan merekrut sumber daya lokal telah memberikan kontribusi bagi peningkatan pelayanan pendidikan dasar dan kesehatan di daerah terpencil dan kepulauan tersebut. Inovasi tersebut kemudian dilembagakan melalui Peraturan Bupati dan didukung oleh APBD Tahun 2013. e. Fasilitasi pembentukan TPPK (Tim Pengembangan Pendidikan Kecamatan) di Kota Bitung telah membantu dalam pelaksanaan pendataan anak putus sekolah di Kota Bitung dan mendorong dikembangkanya mekanisme kerjasama multipihak dan lintas SKPD dalam penanganan anak putus sekolah di Kota Bitung. Tim yang terdiri dari dari para pihak di kecamatan dan desa tersebut diperkuat oleh Surat Keputusan Walikota dan didukung oleh APBD Tahun 2013. f.
Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar pada lingkup daerah dapat ditunjukan dengan kemajuan pada 11 indikator SPM/MDGs sebagaimana fokus Program SPP BRI (Basics Responsive Initiative).
4) Meningkatnya dukungan, Bantuan Teknis dan pengawasaan yang diberikan oleh mitra di tingkat provinsi.
5
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Desentralisasi yang telah bergerak cepat mendorong terjadinya percepatan pemahaman mengenai peran dan fungsi Pemerintah Provinsi dalam memberikan bantuan teknis dan pengawasan kepada pemerintah Kabupaten/Kota untuk memfasilitasi pencapaian MDGS dan SPM, melalui: a. Reformasi peraturan yang salah satunya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah; b. Berkontribusi dalam mendorong Pemerintah Provinsi untuk mengambil peran penting (dan dibutuhkan) dalam mendukung pencapaian sasaran SPM dan MDGS bidang kesehatan dan pendidikan dasar, dengan menggunakan data sebagai dasar menyusun perencanaan dan penganggaran; dan c. Pelaksanaan mekanisme BRI di 10 Kabupaten/Kota menjadi media uji coba Pemerintah Provinsi (melalui sub komite BRI tingkat Provinsi) dalam memberikan bantuan teknis bagi Kabupaten/Kota dalam percepatan pencapaian SPM dan MDGs, mulai dari penyusunan Strategi Peningkatan Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan sampai pada monitoring dan evaluasi pelaksanaan program.
5) Memperkuat kerjasama parapihak di tingkat nasional dalam mendukung perencanaan dan penganggaran berbasis SPM. Upaya bersama yang dilaksanakan secara sinergis antar instansi di tingkat pusat telah memperkuat partisipasi dan kerjasama para pihak terhadap Pelaksanaan Perencanaan dan Penganggaran berbasis SPM dan responsif gender melalui beberapa aktifitas, antara lain: a. Bantuan teknis Pengembangan Instrumen Evaluasi pencapaian SPM dan memfasilitasi berbagai lokakarya tingkat provinsi dan tingkat regional yang terkait dengan percepatan pencapaian kerangka kerja SPM. b. Kerjasama dengan Kemendagri untuk menyiapkan dan mendistribusikan 1.500 eksemplar buku saku yang terdiri dari dua jenis buku yang memuat garis besar praktik cerdas dan inovasi yang dihasilkan oleh
6
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
BASICS dan mitranya dalam mempercepat pencapaian SPM pelayanan dasar bidang kesehatan dan pendidikan. Lebih dari 500 kabupaten dan kota, dan beberapa provinsi telah menerima dokumen publikasi ini. c. Capaian kemajuan kerjasama antara Proyek BASICS dengan K/L (Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Kesehatan dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan) dan Pemerintah Provinsi melalui berbagai media baik formal maupun informal telah melahirkan berbagai potensi untuk mendukung Perecepatan Pencapaian SPM/MDGs bidang kesehatan dan pendidikan dasar: d. Kerjasama antara Kemendagri dan Kemdikbud untuk menyempurnakan beberapa indikator SPM pendidikan dasar agar sesuai dengan kondisi geografis yang dihadapi di daerah terpencil dan kabupaten kepulauan. Upaya demikian berpotensi memberi pengaruh positif pada proses perencanaan dan penganggaran yang pada akhirnya akan mempengaruhi pula pencapaian SPM pendidikan dasar.
7
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Bab 2
Mengenal Proyek KINERJA-USAID 2.1 Sekilas Proyek KINERJA-USAID Proyek Kinerja-USAID bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengatasi kesenjangan penyediaan pelayanan publik di bidang kesehatan, pendidikan, dan iklim usaha yang baik. Melalui insentif yang lebih baik, inovasi yang lebih luas, dan lebih banyak jenis replikasi, pemerintah daerah di Indonesia diharapkan mampu menyediakan layanan yang lebih murah dan lebih baik serta lebih responsif terhadap kebutuhan dan permintaan warga negara/pengguna layanan. Salah satu aspek kunci pendekatan Kinerja-USAID adalah keterlibatan masyarakat, masyarakat sipil, dan media lokal untuk meminta pelayanan publik yang lebih baik dan pemberian bantuan teknis kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan kapasitasnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebagian besar program Kinerja-USAID dilaksanakan melalui dana hibah bagi organisasi nasional dan daerah yang juga menerima pelatihan peningkatan kapasitas dari Kinerja-USAID. Beberapa contoh strategi untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat adalah: 1. Mendukung pelaksanaan kebijakan berdasarkan kondisi empiris melalui analisa bantuan, seperti Analisa Anggaran Daerah dan Analisa Bantuan Operasional Satuan Pendidikan; 2. Membentuk forum multi-pemangku kepentingan untuk menciptakan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat sipil dalam perencanaan dan penganggaran yang partisipastif; 3. Melibatkan masyarakat sipil untuk mengawasi penyediaan pelayanan publik melalui mekanisme penanganan pengaduan dan janji perbaikan pelayanan; serta
8
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4. Mendukung pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID), media lokal, dan jurnalis warga untuk menyediakan akses terhadap informasi publik dan meningkatkan permintaan terhadap penyediaan pelayanan publik yang lebih baik. Kinerja-USAID dibentuk pada bulan Oktober 2010 dan akan berjalan hingga Februari 2015. Program ini dilaksanakan oleh RTI International dengan konsorsiumnya yang terdiri dari lima mitra organisasi The Asia Foundation, Social Impact, SMERU Research Institute, Universitas Gadjah Mada dan Kemitraan.
2.2 Tujuan dan Fokus Pelayanan Kinerja-USAID bertujuan untuk meningkatkan penyediaan pelayanan pemerintah daerah dan bekerja di tiga intervensi penting: 1. Insentif – Menguatkan permintaan terhadap pelayanan yang lebih baik; 2. Inovasi – Meningkatkan praktik inovasi yang sudah ada dan mendukung pemerintah daerah untuk menguji dan mengadopsi pendekatan penyediaan pelayanan pendidikan yang menjanjikan; serta 3. Replikasi – Memperluas inovasi yang sudah dianggap berhasil di tingkat nasional dan mendukung organisasi di Indonesia untuk menyediakan dan menyebarluaskan pelayanan yang lebih baik kepada pemerintah daerah. Di tiga area tersebut, Kinerja-USAID fokus di bidang: 1. Pendidikan – Akses terhadap pendidikan dasar merupakan prioritas utama pemerintah nasional maupun pemerinta daera dalam mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) dan dalam memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) terkait pendidikan dasar yang ditetapkan oleh pemerintah. Paket pendidikan Kinerja-USAID dibentuk berdasarkan materi yang sudah dibuat oleh pemerintah untuk melaksanakan distribusi guru proporsional (DGP), analisa Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) dan manajemen berbasis sekolah (MBS). 2. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan akses kepada pelayanan kesehatan dasar merupakan prioritas utama pemerintah nasional maupun pemerintah daerah dalam mencapai MDG dan dalam memenuhi SPM terkait yang ditetapkan oleh pemerintah nasional. Paket kesehatan Kinerja-USAID fokus pada KIA, terutama persalinan aman dan ASI eksklusif. Kegiatan ini dilakukan
9
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
sebagai bagian dari paket kesehatan yang mencakup perbaikan akuntabilitas puskesmas dengan cara melibatkan forum multi-pemangku kepentingan dalam perencanaan dan penganggaran partisipatif, melaksanakan survei pengaduan, membuat janji perbaikan pelayanan antara warga negara dan pemerintah dan meningkatkan manajemen puskesmas untuk memastikan pelayanan publik yang diberikan berkualitas tinggi. Di Papua, paket kesehatan fokus pada tata kelola penguatan sistem kesehatan untuk KIA, HIV/AIDS dan Tubercolusis (TB). 3. Iklim Usaha yang Baik (BEE) – Sektor ini fokus pada perbaikan perizinan usaha dibawah Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dengan cara membuat kebijkan berbasis bukti dan meningkatkan dialog pemerintah dan swasta serta menguatkan pengawasan dari masyarakat publik. Beberapa contoh bantuan BEE adalah pembentuakn PTSP di kabupaten, studi partisipatif mendalam, fasilitasi dialog pemerintah dan swasta, dan bantuan teknis untuk menulis rancangan peraturan baru. Kabupaten Mitra Proyek USAID-Kinerja: Aceh
:
Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Bener Meriah, Kota Banda Aceh dan Simeulue
Jawa Timur
:
Bondowoso, Jember, Kota Probolinggo, Probolinggo, dan Tulungagung
Sulawesi Selatan
:
Barru, Bulukumba, Luwu, Luwu Utara, dan Kota Makassar
Kalimantan Barat
:
Bengkayang, Kota Singkawang, Melawi, Sambas, dan Sekadau
Papua
:
Jayapura, Jayawijaya, Kota Jayapura, dan Mimika
2.3 Capaian Proyek KINERJA-USAID Program Kinerja-USAID telah mendapat dukungan politis dan sosial dari pemerintah daerah dan masyarakat. Hingga awal tahun 2014, program KinerjaUSAID telah direplikasi di 24 kabupaten/ kota mitra dan 25 kabupaten/ kota non-mitra. Selama program ini berjalan, pemerintah daerah mitra Kinerja-USAID telah mengalokasikan dana lebih dari US$ 4,6 juta untuk membantu sekolah
10
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
dan puskesmas memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Selain itu, pemerintah daerah mitra juga telah menerbitkan 112 peraturan bupati/ walikota terkait BOSP, DGP, ASI eksklusif dan persalinan aman, penyederhanaan proses perizinan serta integrasi standar pelayanan minimal untuk mendukung keberlanjutan program. Untuk mendukung upaya perluasan program peningkatan iklim usaha di tingkat provinsi, Kinerja USAID telah mendorong pembentukan empat forum pelayanan terpadu satu pintu di empat provinsi mitra. Kinerja-USAID mendorong pemerintah daerah untuk memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) pendidikan dan kesehatan. Kinerja-USAID mendampingi pemerintah daerah untuk menghitung capaian SPM, analisa kesenjangan, penghitungan anggaran yang diperlukan hingga advokasi dalam perencanaan. Selama dua tahun proses pendampingan ini dilakukan, pemerintah daerah mitra telah mengintegrasikan hasil penghitungan anggaran SPM kedalam rencana kerja tahunan dan rencana strategi mereka, sejak tingkat unit layanan, dinas hingga tingkat daerah. Bahkan, Kota Makassar telah menerbitkan peraturan walikota untuk mendukung upaya pemerintah daerah memenuhi SPM. Kinerja-USAID mendukung Autonomy Awards sebagai salah satu insentif bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kinerjanya. Bekerjasama dengan The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP), program ini memberikan penghargaan bagi pemerintah daerah yang telah melakukan berbagai inovasi pembangunan, termasuk penyediaan pelayanan publik. Program Autonomy Awards ini telah direplikasi di Sulawesi Selatan melalui kerjasama dengan Fajar Pos Insititute of Pro-Otonomi (FIPO) dan di Kalimantan Barat oleh Pontianak Pos Institute of ProOtonomi (PPIP). Selain kapasitas penyedia layanan yang semakin meningkat, partisipasi publik di seluruh provinsi mitra Kinerja-USAID dalam perencanaan dan pengawasan program pemerintah juga telah meningkat. Masyarakat telah membentuk lebih dari184 forum-multistakeholder yang aktif memberikan input terhadap pembuatan berbagai kebijakan pemerintah dan mengawasi penyediaan pelayanan publik. Di beberapa daerah mitra Kinerja, kemitraan kuat antara pemerintah dan masyarakat ini mendorong diterbitkannya sejumlah peraturan pendukung pelayanan publik.
11
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Selama program Kinerja-USAID berjalan, kurang lebih 135 jurnalis warga telah aktif menulis berita tentang pelayanan publik di berbagai media arus utama dan media alternative. Beberapa pemerintah daerah kemudian menjadikan berita jurnalis warga sebagai salah satu sumber informasi untuk melihat perkembangan kualitas pelayanan publik. Sebagai bagian dari strategi keberlanjutan Kinerja-USAID, program ini telah bekerjasama dan meningkatkan kapasitas 55 lembaga swadaya masyarakat di tingkat lokal. Mereka diharapkan untuk terus dapat membantu pemerintah meningkatkan kualitas pelayanan publik dan mendorong masyarakat untuk meminta pelayanan yang lebih baik.
12
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Bab 3
Konsep Dasar dan Pendokumentasian Praktik Cerdas
3.1 Pengertian Praktik Cerdas Menurut kamus besar bahasa Indonesia, praktik diartikan sebagai melaksanakan sesuatu secara nyata seperti yang disebutkan dalam teori. Secara umum dapat dimaknai bahwa praktik merupakan suatu perilaku yang masuk akal atau bisa dipahami (tangible) dan bertujuan (visible). Umumnya, sebuah praktik juga merupakan sebuah ekspresi dari ide yang mendasarinya. Sebuah ide tentang bagaimana menyelesaikan sebuah masalah atau tantangan untuk mencapai tujuan yang kemudian diikuti dengan tindakan untuk melaksanakannya. Praktik Cerdas dapat diartikan sebagai sebuah kegiatan yang terbukti dapat membawa manfaat bagi sebuah kelompok masyarakat tertentu dan menjawab permasalahan atau tantangan yang mereka hadapi. Dalam kaitan dengan penulisan buku alih pengalaman ini, Praktik Cerdas diartikan secara lebih khusus sebagai sebuah program atau kegiatan yang berhasil dilakukan untuk menjawab tantangan pelayanan dasar yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah dalam pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), khususnya bidan kesehatan dan pendidikan dasar.
13
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Kekuatan utama Praktik Cerdas ini adalah peran pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan dengan melibatkan kemitraan dengan masyarakat. Praktik Cerdas yang dihasilkan diawali dengan analisis ketimpangan pencapaian SPM/MDGs di kabupaten/kota yang menjadi urusan wajib pemerintah daerah. Hasil analisis data menjadi pedoman bagi pemerintah kabupaten/kota untuk menyusun strategi, program dan kegiatan dalam memberikan pelayanan dan pemenuhan hak-hak dasar masyarakat, utamanya pendidikan dan kesehatan. Tujuan yang ingin di capai adalah pemenuhan SPM dan percepatan pencapaian MDGs yang akan berkontribusi terhadap peningkatan pemenuhan layanan dasar masyarakat.
3.2 Kriteria Praktik Cerdas Beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan sebuah program atau kegiatan yang dilaksanakan sebagai sebuah Praktik Cerdas adalah sebagai berikut: 1) Ide Inovatif/Kreatif Merupakan inisiatif yang baru atau bisa juga merupakan hasil dari modifikasi model/ pola yang sudah ada sebelumnya dan/atau merupakan replikasi dari daerah lain tetapi telah disesuaikan dengan kondisi daerah setempat dengan berbagai aspeknya (budaya, kemampuan sumber daya, dan lain-lain). 2) Peran serta/Keterlibatan Setidaknya melibatkan lebih dari satu pemangku kepentingan tingkat lokal dan didasarkan pada asas pemenuhan kebutuhan masyarakat 3) Keberlanjutan Kegiatan telah dilakukan setidaknya dua tahun dan masih berlangsung saat ini disertai rencana untuk dilanjutkan di waktu yang akan datang. Kegiatan
14
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
juga bisa terus berjalan dengan pendanaan mandiri pemerintah lokal maupun dari swadaya masyarakat. 4) Kebertanggungjawaban (Akuntabel) Kegiatan bersifat transparan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak, baik yang berkaitan langsung maupun tidak langsung, termasuk unsur masyarakat. 5) Keberpihakan Memenuhi unsur-unsur keberpihakan kepada masyarakat miskin dan berkeadilan gender, artinya kegiatan dapat memberi manfaat kepada masyarakat miskin serta berdampak dan dilaksanakan dengan prinsipprinsip kesetaraan gender. 6) Dampak nyata Ada perubahan positif yang nyata terlihat atau dialami oleh masyarakat penerima manfaat. 7) Replikasi Setelah melalui proses pengamatan dan pembelajaran program/kegiatan dapat diterapkan di tempat/daerah lain karena adanya kecukupan sumberdaya (dana, sumber daya manusia, kelembagaan) maupun instrumen lainnya yang mendukung upaya-upaya replikasi.
3.3 Pendokumentasian Praktik Cerdas Pendokumentasian Praktik Cerdas adalah sesuatu hal yang sangat penting karena akan membantu banyak pihak termasuk kelompok masyarakat untuk mengefektifkan proses pembelajaran dalam mengatasi berbagai tantangan pembangunan yang dihadapi termasuk dalam hal pembangunan bidang pendidikan dan kesehatan. Praktik Cerdas cukup relevan untuk didokumentasikan dengan berbagai alasan, antara lain: 1. Praktik Cerdas merupakan pengalaman nyata di lapangan yang menunjukkan pemanfaatan sumberdaya dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
15
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
2. Pengalaman sebagai proses yang mengandung pembelajaran dan dapat menjadi sumber referensi yang nyata. 3. Praktik Cerdas berpeluang untuk direplikasi, dengan atau tanpa modifikasi. Untuk menjadikan Praktik Cerdas sebagai referensi dibutuhkan pendokumentasian Praktik Cerdas sesuai dengan kerangka pembangunan atau proses perubahan, dapat menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Pencarian Fakta a. Identifikasi fakta; b. Kondisi geografis/lingkungan sekitar praktik; c. Kultur/tradisi yang mendukung/menghambat praktik; d. Sejarah masyarakat (peristiwa-peristiwa penting, masalah yang pernah dialami) 2) Informasi yang perlu diketahui untuk didokumentasikan a. Mengapa muncul gagasan? b. Apakah gagasan muncul karena adanya keinginan kuat di masyarakat? c. Apakah kepemimpinan lokal mendukung munculnya gagasan-gagasan cemerlang di masyarakat? 3) Perencanaan dan Strategi a. Siapa yang memulai gagasan Praktik Cerdas? b. Siapa saja yang mendukung gagasan yang muncul? c. Keterlibatan masyarakat dalam gagasan awal/perencanaan awal; d. Bentuk hambatan yang muncul pada tahap perencanaan/ mengembangkan gagasan; e. Usaha untuk mengatasi hambatan tersebut. 4) Mobilisasi Sumberdaya a. Sumberdaya lokal dan luar yang digunakan untuk mengembangkan kegiatan (identifikasi sumberdaya potensial yang digunakan) b. Proses mobilisasi sumberdaya dan kunci suksesnya c. Keterlibatan masyarakat dalam mobilisasi sumberdaya d. Hambatan yang dialami dan bagaimana mengatasinya
16
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
5) Implementasi dan Perkembangan a. Keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan dalam kegiatan b. Ketersediaan “ahli” dalam pelaksanaan kegiatan c. Perkembangan yang konkrit dan penting dalam kegiatan d. Manfaat dan nilai plus kegiatan Peningkatan kualitas hidup? Peningkatan pendapatan dan lapangan kerja? Ef isiensi penggunaan sumberdaya lokal? Peningkatan pengetahuan dan keterampilan? Peningkatan kualitas infrastruktur lokal? e. Perubahan yang signif ikan di komunitas/masyarakat 6) Pemantauan dan Evaluasi a. Usaha yang dilakukan untuk memantau kegiatan b. Inovasi yang dilakukan untuk memperluas kegiatan c. Keberlanjutan kegiatan d. Usaha yang dilakukan untuk keberlanjutan kegiatan e. Dukungan bagi keberlanjutan (kebijakan, pendanaan, upaya) Tahapan praktik dimana lesson learned dapat diambil : 1. Inisiatif awal dan pengembangan gagasan a) Kondisi-kondisi yang dapat memunculkan ide cerdas b) Strategi mengembangkan ide cerdas menjadi aksi 2. Peranserta/Keterlibatan stakeholder a) Peran yang tepat dari masing-masing stakeholder b) Kerjasama antar stakeholder 3. Mobilisasi sumberdaya, termasuk mengorganisasikan masyarakat 4. Perluasan dan keberlanjutan.
keterlibatan
17
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Bab 4
Praktik Cerdas Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
4.1 Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan Proyek BASICS-DFATD 4.1.1 Kampo Waraka (Desa Sehat) - Perencanaan Kesehatan Bersama Masyarakat Desa, Kabupaten Buton Utara, Sulawesi Tenggara. Waraka merupakan bahasa lokal di Kabupaten Buton Utara yang artinya sehat. Namun Waraka juga menjadi kepanjangan dari musyaWArah peRencanAan KesehAtan. Kampo Waraka merupakan hasil atau tindak lanjut dari pengembangan Waraka yang dilakukan bersama antara pemerintah kabupaten melalui SKPD terkait bersama dengan masyarakat desa. Kampo Waraka merupakan hasil dari Waraka atau perencanaan kesehatan bersama masyarakat desa yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Buton Utara atas dukungan Proyek BASICS melalui mekanisme BASICS Responsive Initiatif (BRI) selama tiga tahun, yakni sejak Tahun 2011 s/d 2013. Konsep dan praktek ini kemudian dijadikan suatu bagian program dan kebijakan Pemerintah Kabupaten Buton Utara
18
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
A. Masalah dan Peluang Sejumlah masalah yang dihadapi Dinas Kesehatan Kabupaten Buton Utara antara lain: ketersediaan data dan informasi kesehatan yang masih terbatas, kemampuan staff perencana dalam memahami formulasi perhitungan data seperti formulasi data pada indikator SPM dan MDGs, keterlambatan aliran data dari dari unit pelayanan kesehatan di desa dan puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten, serta kurangnya pemanfaatan data dalam proses penyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran program kesehatan. Tantangan lain yang dihadapi adalah masih kurangnya fasilitas dan tenaga kesehatan. Hingga akhir tahun 2012, RSUD Kabupaten Buton Utara masih dalam proses pembangunan. Seluruh penanganan rujukan hanya bisa dilakukan pada Rumah Sakit di kota Kendari maupun Rumah Sakit di Kota Baubau. Fasilitas kesehatan yang ada bagi seluruh kabupaten terdiri dari 1 Puskesmas perawatan dan 9 Puskesmas non perawatan. Bidan yang tersedia sebanyak 39 orang dan belum seluruhnya menamatkan pendidikan D-4 sementara tidak ada bidan PTT (Pegawai Tidak tetap) yang ditugaskan dari Kementrian Kesehatan. Dengan kondisi seperti itu, tidak heran capaian SPM Kesehatan di Kabupaten Buton Utara khususnya terkait kesehatan ibu dan bayi masih jauh dari memuaskan. Data tahun 2009 menunjukkan cakupan kunjungan ibu hamil K-4 baru mencapai 70%; cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi kebidanan baru mencapai 60%. Jumlah kematian ibu melahirkan pada tahun 2009 sebanyak 7 kasus Selain tantangan ada juga peluang untuk meningkatkan pelayanan dasar kesehatan di Kabupaten Buton Utara, antara lain masih kuatnya budaya kekeluargaan dan gotong royong warga. Budaya ini tentu berpotensi dalam memberikan dukungan bagi ibu hamil dan ibu bersalin, termasuk upaya menyediakan bantuan rujukan bagi ibu bersalin. Peluang lain terkait komitmen pemerintah daerah yang bisa dilihat dengan adanya dokumen perencanaan pemerintah yang berpihak pada peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Dalam RPJMD Kabupaten Buton Utara termuat rencana pembangunan untuk percepatan infrastuktur pelayanan dasar, pengembangan kualitas sumberdaya manusia (khususnya tenaga kesehatan), penguatan tata kelola pemerintahan daerah serta memperkuat aktualisasi budata masyarakat Kabupaten Buton Utara. Secara formal hal ini merupakan peluang yang mendukung pengembangan inisiatif dan inovasi dalam peningkatan kualitas pelayanan dasar.
19
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
B. Langkah-langkah Pelaksanan Berikut digambarkan langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan Waraka dan Kampo Waraka: 1. Melakukan kajian kesehatan ibu dan anak. Kajian Ini dilakukan pada tahun 2010 dengan dukungan Proyek BASICS. Kajian ini dilakukan oleh berbagai pihak terkait, seperti Dinas Kesehatan, Bappeda, BPPKB dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS). Selain berhasil menemukenali akar masalah yang menyebabkan ketimpangan capaian SPM kesehatan dan MDGs, kajian ini pada akhirnya juga mendorong kerjasama yang erat antar instansi terkait, termasuk OMS. Nilai tambah dalam kajian ini adalah proses pembelajaran antar instansi antar kabupaten/kota dan alih pengetahuan melalui bantuan teknis dari pemerintah provinsi yang lebih memiliki kompetensi. Pengetahuan tentang kesehatan ibu dan anak serta keterampilan dalam mengelola kajian secara kolaboratif merupakan pembelajaran utama yang diperoleh. Hasil kajian tersebut menjadi dasar bagi penyusunan perencanaan kesehatan 3 tahun yang didukung oleh BASICS Project melalui mekanisme BASICS Responsive Initiative periode 2011-2013. 2. Melakukan pendataan dan perencanaan kesehatan desa secara partisipatif atau disebut WaRaKa. Waraka merupakan bahasa lokal yang artinya sehat, namun Waraka juga menjadi kepanjangan dari musyaWArah peRencanaAn KesehAtan. Kegiatan ini diawali pembentukan dan pembekalan Tim Lintas SKPD yang terdiri dari Dinas Kesehatan, Puskesmas, Bappeda, dan BPPKB dengan dukungan dari Organisasi Masyarakat Sipil. Kehadiran Bappeda secara umum untuk mendapatkan konteks masalah kesehatan secara makro yang harus ditangani Bappeda, seperti merencanakan pembangunan akses masyarakat ke pusat pelayanan kesehatan. Kehadiran OMS ditekankan pada koneksitas pada kerja-kerja pendampingan masyarakat desa yang biasa dilakukannya, sementara kehadiran BPPKB lebih mendorong upaya pengintegrasian agar peran kader KB dan kader kesehatan bisa saling menunjang dan sinergis, meskipun di beberapa tempat, kader kesehatan dan kader KB adalah orang yang sama.
20
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Sebelum pelaksanaan survey di 59 desa, tim pemerintah kabupaten dibekali pemahaman tentang perencanaan kesehatan partisipatif berbasis desa dengan menerapkan pendekatan PRA (Participatory Rural Appraisial). Pertama, memfasilitasi pertemuan (musyawarah) desa bersama kepala desa untuk memperoleh informasi tentang kesehatan masyarakat desa dan merencanakan penyelesainnya. Kedua, melakukan kunjungan, wawancara dan analisis kesehatan bagi masyarakat yang bermasalah kesehatan. Pendekatan ini dilakukan untuk mendorong kemandirian masyarakat desa untuk aktif melakukan analisis dan merencanakan bersama penanggulangan masalah kesehatan masyarakat di desa.
3. Mengembangkan konsep terpadu berdasarkan inovasi-inovasi yang dikembangkan, yaitu: Kampo Waraka atau Desa Sehat.
Kampo Waraka merupakan satu perwujudan dari kegiatan Waraka. Kampo Waraka atau Desa Sehat adalah desa yang masyarakatnya aktif berpartisipasi untuk meningkatkan kehidupan yang sehat, maju dan mandiri. Hal ini dilakukan melalui 3 strategi utama, yaitu: 1) pelayanan prima di unit pelayanan kesehatan; 2) meningkatkan peran multipihak dalam mewujudkan Kampo Waraka; dan 3) kemitraan bidan, dukun bayi dan kader posyandu.
4. Meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan.
Pelatihan teknis bagi tenaga kesehatan terutama diberikan bagi bidan desa yang bertugas di 8 Puskesmas yang ada di Kabupaten Buton Utara dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan bidan dalam menangani masalahmasalah kesehatan ibu, bayi dan anak.
5. Meningkatkan kapasitas kader kesehatan. Kader merupakan ujung tombak pelaksanaan Waraka dan Kampo Waraka di desa. Peran-peran kader tersebut diantaranya: Mendata ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas; membantu bidan dalam sosialisasi kesehatan ibu dan anak; bersama kepala desa menfasilitasi pertemuan desa. Demikian strategisnya peran yang dilakukan kader kesehatan maka dilakukan beberapa upaya peningkatan kapasitas bagi kader kesehatan, seperti: pelibatan dalam kegiatan perencanaan kesehatan di kabupaten, pertemuan-pertemuan dalam membangun kemitraan bidan dan dukun, monitoring perkembangan desa/kelurahan serta promosi kesehatan oleh tenaga kesehatan.
21
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
6. Mengembangkan kemitraan bidan, dukun, dan kader. Satu upaya yang dikembangkan pasca penerapan Waraka adalah penerapan kemitraan bidan, dukun dan kader di dua kecamatan, Kulisusu dan Kambowa. Penerapan atau uji coba ini telah menghasilkan kesepakatan bersama antara bidan, dukun dan kader dalam membantu ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas serta panduan yang dapat diberlakukan ke seluruh desa di Kabupaten Buton Utara. 7. Memberikan insentif finansial bagi keluarga tidak mampu. Salah satu upaya menekan kematian ibu melahirkan adalah dengan mempercepat pengambilan keputusan keluarga dalam menolong persalinan ibu. Hal ini sangat terkait dengan latar belakang ekonomi keluarga yang tidak bisa membiayai diri dan keluarga yang mendampinginya selama proses rujukan ke rumah sakit di Kota Baubau atau Kota Kendari. Insentif finansial ini menjadi satu upaya untuk menjawab kebutuhan tersebut. 8. Dukungan kebijakan pemerintah daerah. Pada tahap awal, kampo Waraka baru diujicobakan di 9 desa di dua kecamatan di Kabupaten Buton Utara dengan dukungan dana dari BASICS Project tetapi melihat dampak yang sangat signifikan pada peningkatan kesehatan masyarakat maka didoronglah upaya untuk mengembangkan Kampo Waraka di seluruh desa di Kabupaten Buton Utara. Oleh karena itu diperlukan pelembagaannya dalam kebijakan daerah untuk menjamin ketersediaan anggaran bagi pelaksanaan dan keberlangsungan program tersebut. Dua kebijakan yang disusun untuk mendukung Kampo Waraka ini adalah Peraturan Bupati tentang Kemitraan Bidan, Dukun dan Kader, serta Peraturan Bupati tentang Jaminan Bagi Rujukan Ibu Hamil Resiko Tinggi. Dua kebijakan tersebut dilahirkan untuk memperkuat program kebijakan nasional tentang Jamkesmas dan Jampersal karena memuat hal-hal yang tidak dibiayai oleh Jamkesmas dan Jampersal seperti: transportasi rujukan ibu bersalin, komsumsi bagi keluarga yang mendampingi ibu bersalin, dan insentif bagi dukun bayi dan kader kesehatan.
22
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
C. Dampak dan Perubahan Sejumlah hasil dan dampak yang dihasilkan dari program ini antara lain: 1. Survei kesehatan dengan metode partisipatif yang melibatkan masyarakat desa yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Buton Utara kemudian dikembangkan menjadi satu pendekatan baru dalam perencanaan kesehatan di desa. Masyarakat dan pemerintah kabupaten menyebutnya dengan Waraka. . 2. Waraka berhasil menghasilkan data yang akurat yang kemudian dapat diguanakan oleh Dinas Kesehatan untuk melakukan perencanaan dan penganggaran kesehatan yang lebih efektif dan menjawab kebutuhan masyarakat, selain mempercepat pencapaian target SPM Kesehatan dan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) bidang kesehatan. 3. Penerapan kemitraan bidan, dukun dan kader yang dikembangkan pasca Waraka telah menghasilkan kesepatan bersama antara bidan, dukun dan kader dalam membantu ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas serta panduan yang dapat diberlakukan di seluruh desa di Kabupaten Buton Utara. 4. Meningkatnya partisipasi masyarakat di bidang kesehatan merupakan salah satu dampak positif Kampo Waraka. Masyarakat secara aktif menerapkan
23
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
perilaku hidup bersih dan sehat. Kader kesehatan dan dukun bayi aktif mengajak ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan secara teratur pada petugas kesehatan dan mendorong persalinan oleh tenaga kesehatan. Selain itu kader kesehatan juga aktif memberikan sosialisasi kesehatan kepada masyarakat. 5. Pelaksanaan Waraka dan penerapan Kampo Waraka secara langsung dan tidak langsung telah berkontribusi pada percepatan pencapaian SPM Kesehatan dan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Hal ini bisa dilihat dari adanya penurunan kasus kematian ibu melahirkan dari 7 kasus pada tahun 2009 menjadi nol atau tidak ada kasus kematian ibu melahirkan pada akhir tahun 2013. Selain itu, cakupan pemeriksaan ibu hami K-4 meningkat dari 70% menjadi 79%; cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan meningkat dari 66% menjadi 96%; dan cakupan komplikasi ibu hamil yang ditangani meningkat dari 29% menjadi 51%. 6. Waraka dan Kampo Waraka mendapat sambutan positif dari berbagai pihak, dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi Pemerintah Kabupaten Buton Utara. Salah satu buktinya adalah penghargaan yang diberikan Canadian International Developmen Agency (CIDA) berupa CIDA AWARD pada tahun 2012 atas inovasi untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. 7. Komitmen Bupati Buton Utara dalam mendukung upaya percepatan pencapaian SPM dan MDGs bidang kesehatan. Keberadaan program ini setidaknya menjadi stimulan bagi pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan. Terkait hal ini sejumlah perkembangan positif yang bisa dilihat di Kabupaten Buton Utara antara lain: a. Sejak Tahun 2011, Pemerintah Kabupaten Buton Utara telah memangkas pos pos anggaran Perjalanan Dinas keluar. Anggaran tersebut digunakan untuk kebutuhan masyarakat secara langsung, khususnya kebutuhan dasar seperti kesehatan. Hal itu ditunjukkan dengan peningkatkan alokasi anggaran urusan kesehatan hingga mencapai 10% dari total APBD Tahun 2012. Pada tahun sebelumnya, porsi anggaran kesehatan berkisar 7,4%. b. Komitmen juga dituangkan dalam bentuk regulasi, beberapa regulasi yang dikeluarkan adalah: (1) SK Bupati tentang Tim Kampo Waraka; (2) Peraturan Bupati tentang Jaminan Rujukan Ibu Hamil Resiko Tinggi,
24
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Ibu Bersalin dan Ibu dari Keluarga Tidak Mampu; (3) Peraturan Bupati tentang Kemitraan Bidan, Dukun dan Kader dalam Penanganan Ibu Hamil hingga Nifas. c. Bupati juga mendukung inisiatif Dinas Kesehatan Kabupaten Buton Utara dalam pembentukan Peraturan Daerah (Perda) tentang Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) Kabupaten Buton Utara, dimana didalamnya memuat hal terkait dengan insentif keluarga pendamping ibu hamil dari keluarga tidak mampu, insentif bagi dukun yang mendukung persalinan serta insentif bagi kader kesehatan dalam pengelolaan Kampo Waraka. Alokasi anggaran untuk mendukung penyusunan Perda telah disiapkan sebesar 100 juta dalam APBD Tahun 2013. D. Pembelajaran Beberapa hal yang dapat ditarik pembelajaran atas inisiatif Program Waraka dan Kampo Waraka adalah: Inisiatif untuk mengatasi tantangan kurangnya fasilitas dan tenaga kesehatan yang berkualitas di suatu daerah, dapat didorong dengan optimalisasi peran dan partisipasi masyarakat. Peran serta masyarakat dalam perencanaan kesehatan di tingkat desa sangat mendukung antisipasi penanganan kasuskasus kesehatan yang berpotensi muncul, seperti penanganan persalinan ibu hamil kepada tenaga kesehatan terlatih atau rumah sakit rujukan. Inisiatif mendukung perbaikan peningkatan layanan sangat penting ditopang oleh komitmen berbagai pihak di desa dan kabupaten, terutama Kepala Pemerintah Daerah. Komitmen Kepala Pemerintah Kabupaten akan berimplikasi pada dukungan dukungan pembentukan regulasi/kebijakan atas inisiatif yang dikembangkan serta dan dukungan alokasi anggaran rutin kemudian. E. Pembiayaan Program Waraka dan Kampo Waraka didukung dengan alokasi sebesar Rp. 154 juta yang diperuntukkan bagi kegiatan:
25
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
• • •
Promosi Program Inovasi Kesehatan (melalui media kampanye Kampo Waraka; Pelaksanaan Lokakarya Finalisasi Konsep Kampo Waraka; Asistensi pelaksanaan Kampo Waraka.
F. Testimoni Suniati (37 tahun), Kader Posyandu Tumbuh Segar, Desa Elahaji, Kecamatan Kulisusu “Dengan adanya Waraka pemerintah desa semakin menyadari tugasnya untuk mengurus masalah kesehatan warga desanya. Masyarakat sangat senang dengan adanya kegiatan ini. Setelah adanya program Waraka, masalah gizi buruk di desa Elahaji sudah mulai teratasi. Dari 7 kasus bayi gizi buruk di Desa Elahaji tahun 2010 lalu, saat ini tin ggal 3 orang. Saat ini sudah ada kesepakatan di Desa Elahaji bahwa setiap persalinan harus ditangani di fasiltas kesehatan. Jadi persalinan sudah tidak ditangani lagi oleh dukun. Semua persalinan sudah dilakukan oleh Bidan. Dukun hanya bertugas mengantar dan membantu bidan pasca persalinan.” Ibu Irna (40 tahun), Kader Posyandu Bina Sehat, Desa Tomoahi, Kecamatan Kalimusu “Dengan dilaksanakannya Waraka di Desa Tomoahi, Kecamatan Kulisusu, kondisi sarana dan prasarana kesehatan di desa sudah diketahui oleh pemerintah, khususnya Dinas Kesehatan serta seluruh peserta yang terlibat dalam Waraka. Melalui Waraka ini terungkap banyak persoalan kesehatan di desa, misalnya; masyarakat yang tidak memiliki jamban diketahui, keluarga yang memiliki ibu hamil juga diketahui dan banyak lagi. Sangat bagus sekali kalau pendataan ini dilakukan setiap tahun. Bidan Waode AsminBidan Desa di Desa Bangkudu Kecamatan Kulisusu “Model Waraka sangat menarik karena dari model tersebut bisa diketahui segala hal yang berkaitan dengan kondisi kesehatan masyarakat desa secara menyeluruh. Jadi nantinya, bukan hanya petugas kesehatan yang dapat membantu masyarakat tapi semua orang harus terlibat, termasuk aparat pemerintahan desa perlu semakin aktif membantu memberi pemahaman kepada warga tentang pentingnya PHBS bagi masyarakat. Pendataan ini perlu dimutahirkan minimal satu kali dalam satu tahun. Supaya bagian perencanaan kesehatan di Kabupaten juga menyusun program yang tepat sasaran.” Endang Susilowati, Staf Bagian Perencanaan Dinas Kesehatan Kabupaten Buton Utara “Intinya Waraka itu, adalah model perencanaan berbasis data yang benar-benar bersentuhan langsung dengan masyarakat. Sehingga, urusan kesehatan tidak hanya menjadi urusan Dinas Kesehatan saja tapi juga menjadi urusan instansi teknis lainnya, termasuk masyarakat secara langusng. Disinilah kekuatan Waraka. Saat ini Waraka telah menjadi ikon kesehatan di Buton Utara dan berhasil mengubah pola pendataan “di atas meja” menjadi pola pendataan sebagai basis perencanaan yang partisipatif, by name by address, akurat dan valid.”
Kontak Detail Dinas Kesehatan Kabupaten Buton Utara Kompleks Perkantoran Bumi Sara Ea Buranga, Kalisusu - Sulawesi Tenggara
26
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4.1.2 Desa Mapalus Sehat di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara
Mapalus adalah suatu sistem atau teknik kerja sama untuk kepentingan bersama dalam budaya suku Minahasa. Secara fundamental, mapalus adalah kahikat dasar dan aktivitas kehidupan orang Minahasa yang terpanggil dengan ketulusan hati, penuh kesadaran dan tanggung jawab untuk mensejahterakan setiap orang dan kelompok dalam komunitasnya. Sistem kerja mapalus menjadi struktur yang membentuk sebuah hubungan sosial antar sesama tou atau masyarakat Minahasa. Mapalus menciptakan sebuah infrastruktur seperti mapalus tani yang menghasilkan produksi pertanian, mapalus ekonomi masyarakat yang menghasilkan koperasi masyarakat dan seterusnya. Penerapan Desa Mapalus Sehat di Kabupaten Minahasa Utara merupakan salah satu bentuk penerapan Desa Siaga Aktif dengan menggunakan konsep budaya lokal yang terbukti efektif meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat desa.
27
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
A. Masalah dan Peluang Minahasa merupakan satu kabupaten yang memiliki sejarah panjang. Kabupaten ini telah menjadi daerah otonom pada Tahun 1919, jauh sebelum Indonesia merdeka. Seiring perkembangan zaman wilayah ini mengalami pemekaran dan kemudian menjadi empat kabupaten dan tiga kota di Sulawesi Utara termasuk kabupaten Minahasa sendiri. Sebagai sebuah kabupaten tertua ternyata tidak secara otomatis fasilitas dan sistem layanan kesehatan di masyarakat jauh lebih baik. Buktinya, menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa capaian salah satu indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan yaitu persentase desa yang menerapkan program Desa Siaga selama tahun 2011 sampai tahun 2012 tetap tidak beranjak kemajuannya, baru sebesar 14,5 %. Padahal target nasional sebesar 80 % pada Tahun 2015. Sementara itu, Kabupaten Minahasa juga mencatat jumlah kematian bayi yang cukup tinggi di wilayah Provinsi Sulawesi Utara. Rendahnya capaian desa siaga aktif di Kabupaten Minahasa yang menerapkan pendekatan Desa Siaga sungguh sesuatu yang berbanding terbalik dengan budaya masyarakat Minahasa yang sangat diwarnai budaya mapalus atau semangat kerjasama dan kegotongroyongan untuk kesejahteraan bersama. Berangkat dari budaya lokal inilah, Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa mendorong kembali penerapan konsep desa siaga aktif yang dibungkus dengan nama Desa Mapalus Sehat. Keberadaan konsep mapalus sehat diharapkan dapat mendorong kerjasama dari setiap komponen masyarakat yang ada di desa (pemerintah desa, tokoh agama, tokoh masyarakat, kelompok perempuan, kelompok pemuda, dan lain-lain) untuk bekerjasama meningkatkan kualitas kesehatan bersama. B. Langkah-Langkah Pelaksanaan Sejak bulan September 2012, dengan dukungan proyek BASICS mulai diterapkan konsep Desa Mapalus Sehat pada 4 desa percontohan. Dengan mengadopsi konsep Desa Siaga Aktif sesuai pedoman Kementerian Kesehatan, secara khusus, Desa Mapalus Sehat ini ditujukan bagi peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan anak dengan target menurunkan jumlah kematian ibu dan bayi.
28
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan Desa Mapalus Sehat ini adalah sebagai berikut: 1. Sosialisasi Desa Mapalus Sehat Sosialisasi dilakukan untuk memperkenalkan konsep Desa Siaga Aktif dalam upaya meningkatkan kesehatan ibu dan anak serta meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat melalui PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat). Sosialisasi dilakukan kepada pemerintah desa, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, kelompok perempuan/PKK, dan kader kesehatan desa. Mereka inilah yang diharapkan akan menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan Desa Mapalus Sehat. 2. Pembentukan Kelompok Kerja Mapalus Sehat. Kelompok kerja Mapalus Sehat dibentuk dengan melibatkan peran aktif tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, kelompok perempuan/PKK, kader kesehatan/posyandu, dan petugas kesehatan desa. Keterlibatan para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan kelompok perampuan/ PKK berperan untuk: memotivasi dan menggerakkan masyarakat untuk terlibat aktif dalam kegiatan, menggali potensi yang ada di masyarakat baik materi maupun non materi yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan mapalus sehat, mengkoordinir gerakan masyarakat untuk memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan dan terlibat dalam upaya kesehatan berbasis masyarakat, menaungi dan membina kegiatan-kegiatan terkait desa mapalus sehat, dan memberi dukungan dalam pengelolaan kegiatan. 3. Pelaksanaan Survei Masyarakat Desa. Survei Masyarakat Desa (SMD) dilaksanakan untuk mengetahui permasalahan kesehatan yang ada di desa, khususnya terkait kesehatan ibu dan anak serta PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat). 4. Pelaksanaan Musyawarah Masyarakat Desa. Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) adalah pertemuan perwakilan warga desa untuk membahas hasil Survei Mawas Diri dan merencanakan penanggulangan masalah kesehatan yang diperoleh dari hasil survei
29
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
tersebut. Pelaksanaan MMD dselain dihadiri oleh pemerintah desa, kelompok kerja Desa Mapalus Sehat dan perwakilan warga masyarakat, juga dihadiri oleh petugas Puskesmas dan sektor/urusan terkait di tingkat Kecamatan dan Dinas Kesehatan Kabupaten.
Dalam MMD disajikan hasil survei kesehatan yang sudah dilakukan, kemudian bersama-sama dilakukan perumusan dan penentuan prioritas masalah kesehatan yang dilanjutkan dengan rekomendasi teknis dari petugas kesehatan dari Puskesmas. Dalam MMD didiskusikan juga potensipotensi yang ada di masyarakat untuk mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi. Kemudian bersama-sama menyusun rencana kerja untuk menanggulangi masalah kesehatan yang sudah ditentukan prioritas penanganannya.
5. Peningkatan kapasitas bagi tenaga kesehatan dan kader kesehatan desa. Tenaga kesehatan yang bertugas di desa seperti bidan dan perawat merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat. Dalam pelaksanaan tugasnya mereka bekerjasama secara erat dengan kader-kader kesehatan atau kader posyandu. Oleh karena itu, peningkatan kapasitas bagi tenaga kesehatan dan kader posyandu menjadi penting agar mereka bisa memberikan pelayanan yang berkualitas bagi masyarakat. Dalam konteks Desa Mapalus Sehat, kader kesehatan/kader posyandu berperan untuk: Melakukan pendataan kesehatan, melakukan pengamatan kesehatan berbasis masyarakat (mencatan dan melaporkan permasalahan kesehatan yang ada di masyarakat), mengembangkan dan mengelola UKBM (posyandu, dana sehat, dan lain-lain) 6. Pembinaan Desa Mapalus Sehat. Kepala Desa dengan dibantu Kelompok Kerja Desa Mapalus Sehat mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan sesuai dengan rencana kerja yang sudah disepakati pada MMD. Pembinaan dilakukan secara berkala bekerjasama dengan Puskesmas. Pertemuan-pertemuan Desa Mapalus Sehat dilakukan secara rutin untuk mengevaluasi kegiatan yang sudah dilakukan dan mendiskusikan langkah-langkah hambatan/masalah yang dihadapi dan langkah-langkah penanganannya.
30
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
C. Dampak dan Perubahan Beberapa dampak dan perubahan dari penerapan Desa Mapalus Sehat di empat desa Kabupaten Minahasa adalah sebagai berikut: 1. Peta Kesehatan Berbasis Masyarakat Desa. Empat desa memiliki peta yang memuat posisi ibu hamil, masyarakat yang bersedia membantu proses persalinan, posisi kendaraan masyarakat yang siap membantu proses persalinan, dan jenis golongan darah pendonor. Peta desa ini peta sederhana dan praktis disusun dalam pertemuanpertemuan masyarakat. 2. Desa Siaga Aktif menjadi satu bahan diskusi rutin dalam pertemuanpertemuan mas yarakat. Halhal terkait tentang pentingnya partisipasi masyarakat dalam mendukung ibu hamil bersalin serta penerapan Desa Siaga pada umumnya, menjadi satu pengetahuan dan tema yang disampaikan pada forumforum keagamaan (kebaktian warga), forumforum adat (pertemuan rukun keluarga atau marga), pertemuan PKK dan juga pertemuan desa yang dipimpin Hukum Tua. 3. Menurunnya jumlah kematian ibu dan bayi di desa yang menjadi pilot project. Perilaku gotong royong dan semangat persaudaraan yang dicerminkan dalam penanganan kondisi darurat saat persalinan melalui dukungan masyarakat meningkatkan cakupan kunjungan ibu hamil, penanganan persalinan dan menekan kematian ibu dan bayi hingga nol, selama September 2012 sampai dengan September 2013 di empat desa 4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pembiayaan kesehatan desa. Salah satu kegiatan yang dilakukan pada Desa Mapalus Sehat adalah Dana Sehat yang dialokasikan untuk membantu warga desa yang membutuhkan biaya pengobatan. Pada awalnya dana sehat ditetapkan Rp. 200 per keluarga per bulan yang kemudian berkembang menjadi Rp. 20.000 per keluarga per bulan.
31
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
5. Meningkatnya alokasi dana APBD untuk replikasi Desa Mapalus Sehat. Berhasilnya pelaksanaan Desa Mapalus Sehat di 4 desa pilot membuat Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa menganggarkan Rp. 250 juta pada APBD 2014 untuk melakukan replikasi pada desa-desa terpilih lainnya di 14 kecamatan. 6. Dukungan kebijakan Pemerintah Daerah. Dalam rangka mereplikasi penerapan Desa Siaga Mapalus Sehat di semua desa di Kabupaten Minahasa, pemerintah daerah telah menyusun Rancangan Peraturan Daerah Tentang Sistim Pelayanan Kesehatan Kabupaten Minahasa yang di dalamnya memuat dukungan bagi penerapan Desa Mapalus Sehat. D. Pembelajaran Beberapa pembelajaran yang dapat ditarik dari inisiatif yang dikembangkan di Kabupaten Minahasa: 1. Penerapan Desa Siaga Aktif akan berjalan efektif dengan memasukan nilai budaya dan kebiasaan masyarakat setempat serta melibatkan semua pemangku kepentingan yang ada di desa. Budaya mapalus pada masyarakat Minahasa menjadi konsep yang mewarnai penerapan Desa Siaga Aktif. Mulai dari tahap persiapan, perencanaan, sampai dengan pelaksanaannya. Dengan kata lain, sebuah program nasional dapat “diperkaya” dan dibuat lebih kokoh bila diadaptasi melalui budaya lokal. 2. Penerapan Desa Siaga Aktif harus didukung komitmen pemerintah daerah untuk memenuhi prasyarat menjalankannya, utamanya komitmen untuk penyediaan tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan di desa. Untuk itu, keberhasilan ujicoba atau piloting suatu pendekatan baru walaupun dilakukan pada skala kecil pada awalnya, dapat dengan waktu relatif singkat memperoleh dukungan pemerintah untuk memberlakukan pendekatan baru itu pada skala yang jauh lebih luas, yaitu skala kabupaten/kota.
32
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
E. Pembiayaan Berbagai tahapan kegiatan yang dilakukan untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan program Desa Mapalus Sehat cukup efektif dalam meningkatkan pelayanan dasar bidang kesehatan. Dukungan pembiayaan diperkirakan sebesar Rp 494 juta untuk semua tahapan proses pelaksanaan program, antara lain: pertemuan Kelompok Kerja Desa Mapalus Sehat, pelatihan dan orientasi kader dan tokoh masyarakat, pelatihan petugas kesehatan, Survei Mawas Diri, pemetaan geospatial berbasis desa dan lintas sektor, monitoring dan evaluasi, serta dukungan pengadaan materi sosialisasi dan edukasi. F. Testimoni Ricky J. Koampa Menurut Kepala Desa Tombasian Bawah: “Bersyukur dengan adanya pendampingan dari Puskesmas Kawangkoan, kader-kader di desa Tombasian Bawah sekarang so lebe aktif. Pelayanan di Puskesdes juga sudah lebih bagus. Lantaran so ada peta ibu hamil, skarang so lebe mudah mengantisipasi kalo-kalo ada kelahiran darurat.” Hesye Kuhu, pendamping Desa Siaga Mapalus Sehat “Tidak semua desa seperti desa Tombasian Bawah ini. Komitmen pemerintah desanya sangat bagus dan mau bekerja bersama-sama dengan masyarakat. Mapalus bagi desa ini bukan cuma slogan tapi memang kenyataan. Bersyukur, Dinas kesehatan Kabupaten sangat mendukung bahkan program BASICS”
Kontak Detail Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Jl. Maesa Kelurahan Sasaran, No. 158 Tondano Contact Person: Emma Sopacua, HP: 085256630375
33
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4.1.3 Bidan Kontrak : Kiat Baru Pemenuhan Bidan di Kepulauan dan Desa Terpencil di Kabupaten Sitaro Sulawesi Utara
Peran tenaga kesehatan, khususnya bidan, sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu, bayi, dan balita sesuai standar yang sudah ditetapkan dalam SPM Kesehatan. Bidan sebagai tenaga kesehatan yang turun langsung ke tengah masyarakat bisa menjadi ujung tombak dalam upaya menurunkan kematian ibu dan bayi sesuai yang ditargetkan dalam MDGs. Meski peran bidan sangat penting dan strategis tetapi penyebarannya belum merata di seluruh wilayah, khususnya di daerah terpencil, pesisir, dan kepulauan yang sulit dijangkau dengan sarana dan prasarana kesehatannya yang masih minim. Sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Permenkes Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengangkatan dan Penempatan Bidan sebagai Pegawai Tidak Tetap maka pemerintah daerah dapat menyediakan bidan non PNS (bidan tidak tetap atau kontrak) untuk memenuhi kekurangan bidan di wilayahnya. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran Pemerintah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) berinisiatif mengembangkan bidan kontrak untuk memenuhi kebutuhan bidan di pulau-pulau dan desa terpencil di wilayahnya.
34
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
A. Masalah dan Peluang Salah satu persoalan yang menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sitaro yang terletak di Provinsi Sulawesi Utara adalah pelayanan kesehatan ibu dan anak. Hal ini bisa dilihat dari masih tingginya angka kematian ibu (AKI)/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2009, sebesar 148 (sementara target nasional sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup). Tingkat resiko bencana yang tinggi, minimnya sarana dan fasilitas kesehatan, serta sulitnya akses transportasi menuju sarana kesehatan merupakan beberapa penyebab tingginya angka kematian ibu melahirkan dan bayi. Kesemua hal tersebut diperparah lagi dengan minimnya tenaga kesehatan, khususnya bidan, yang tersedia di desa. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten kepulauan Sitaro tahun 2011, dari 93 desa/kelurahan hanya terdapat 43 bidan. Ini berarti masih dibutuhkan sekitar 50 orang bidan desa. Hal ini berkontribusi pada rendahnya cakupan indikator SPM kesehatan untuk pelayanan kesehatan ibu dan anak, salah satunya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan yang tercatat sebesar 48,3% dari target nasional harus dicapai yaitu 90%. Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sitaro adalah untuk memenuhi ketersediaan bidan adalah dengan mengajukan permohonan tenaga kesehatan kepada Pemerintah Provinsi dan Kementerian Kesehatan. Pada Tahun 2011, Kementerian Kesehatan telah mengirimkan seorang bidan PTT (Pegawai Tidak Tetap) dan ditempatkan di satu pulau kecil (Pulau Buhias, Kecamatan Siau Timur). Bidan yang ditempatkan tersebut hanya bertahan satu minggu dan kembali pulang sebelum kontrak kerja selesai. Akhirnya pada Tahun 2012 tidak ada lagi penempatan bidan PTT. Kondisi tersebut di atas membuat pemerintah daerah berupaya mengembangkan cara lain, yaitu dengan cara merekrut bidan non PNS sebagai bidan kontrak atau bidan tidak tetap untuk ditugaskan di desa-desa terpencil di wilayah kepulauan. Peluang tersebut terbuka mengingat banyaknya jumlah lulusan kebidanan di daerah perkotaan yang belum semuanya terserap sebagai pegawai negeri.
35
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
B. Langkah-langkah Pelaksanaan Beriku tini digambarkan langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan Program Bidan Kontrak di Kabupaten Kepulauan Sitaro 1. Proses Perekrutan Bidan Kontrak. Proses perekrutan bidan kontrak diawali dengan sosialisasi program melalui berbagai pertemuan multipihak yang dilakukan di tingkat kabupaten. Kemudian informasi tentang pendaftaram calon diberitakan melalui media baik cetak maupun elektroik dan melalui jaringan organisasi profesi kebidanan seperti IBI (Ikatan Bidan Indonesia). Setelah melalui proses seleksi administrasi dan seleksi akademik, ditetapkan sembilan orang bidan bidan kontrak untuk ditempatkan di beberapa pulau terpencil seperti Biaro, Pahepa, dan Ruang. Mereka juga ditempatkan di desa-desa dengan jumlah kasus kematian ibu dan bayi yang tinggi seperti: Desa Batu Bulan, Desa Apelawo, Desa Deahe, dan Desa Bulangan. 2. Pembekalan dan Penempatan Bidan Kontrak Calon bidan kontrak yang lulus seleksi selanjutnya dibekali berbagai pengetahuan dan keterampilan untuk menunjang tugasnya di daerah terpencil. Pembekalan terdiri dari materi pelatihan klinik kebidanan, materi administratif (pendataan, pencatatan dan pelaporan KIA), materi sosial kemasyarakatan (pemahaman kondisi sosial dan budaya daerah tugas, pengelolaan posyandu, desa siaga, dan kemitraan bidan dan dukun bayi) Setelah pembekalan dilakukan, para bidan menandatangani kontrak kerja dengan Pemerintah Daerah untuk jangka waktu satu tahun yang dapat diperpanjang berdasarkan kinerja bidan yang bersangkutan, kebutuhan bidan dan ketersediaan anggaran pemerintah daerah. Bidan kontrak juga memiliki hak yang sama untuk mendapatkan bantuan teknis dan pemantauan atas kinerja yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan ataupun Puskesmas. Berbeda dengan Bidan PNS, kinerja yang kurang baik pada bidan kontrak akan berdampak pada peninjauan kontrak kerja. Sementara Bidan PNS umumnya tidak ada pemutusan hubungan kerja
36
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
akibat kinerja yang kurang baik atau penolakan untuk bekerja pada lokasi yang ditentukan.
3. Penyusunan Kebijakan Daerah terkait Bidan Kontrak Untuk memberi jaminan hukum pelaksanaan program ini, maka Pemerintah Kabupaten Sitaro menyusun kebijakan daerah yang memayunginya. Upaya ini sekaligus sebagai bentuk perwujudan penerapan kewenangan Pemerintah Kabupaten, sebagaimana yang dimandatkan Permenkes Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengangkatan dan Penempatan Dokter dan Bidan Sebagai Pegawai Tidak Tetap.
Rancangan Peraturan Bupati disusun bersama oleh Dinas Kesehatan, Bappeda, Badan Kepegawaian Daerah, Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Biro Hukum, dan Biro Kesra. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sitaro akhirnya menetapkan Peraturan Bupati Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengangkatan dan Penempatan Bidan Sebagai Tenaga Tidak Tetap di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro.
Di dalam kebijakan tersebut telah diatur hal-hal terkait dengan honor, akomodasi, transportasi serta jaminan kesehatan sesuai dengan ketentuanketentuan yang berlaku. Secara umum pembiayaan untuk program ini digunakan untuk rekrutmen, pembinaan, honor bidan kontrak, dan pembuatan regulasi.
C. Dampak dan Perubahan Sejumlah dampak dan perubahan yang dihasilkan dari program Bidan Kontrak ini antara lain: 1. Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Menurut data Dinas Kesehatan kabupaten kepulauan Sitaro, dalam waktu setahun pelaksnaan Bidan Kontrak di 9 desa terpencil belum ditemukan kasus kematian ibu dan bayi. Sejumlah 47 persalinan yang selamat berhasil dilakukan oleh para bidan kontrak dan terjadi peningkatan dalam jumlah cakupan pemeriksaan kehamilan (K4), persalinan oleh tenaga kesehatan, pelayanan nifas dan kunjungan
37
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
bayi. Para bidan ini juga menjadi pelopor untuk memperkenalkan Inisiasi Menyusui Dini dan ASI Ekslusif.
2. Kontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Meskipun jumlah bidan kontrak dan bidan PNS masih belum memenuhi standar yang ditentukan (satu desa dengan satu bidan desa), paling tidak kehadiran bidan kontrak turut berkontribusi bagi penurunan angka kematian ibu yang merupakan salah satu target MDGs. Hal ini dapat dilihat pada jumlah kematian ibu di Kabupaten Kepulauan Sitaro yang mengalami penurunan. Jika pada Tahun 2011 terdapat 10 kasus kematian ibu, maka pada Tahun 2012 menurun menjadi 2 kasus. Hingga pertengahan tahun 2013 belum ada kasus kematian ibu. 3. Kontribusi pada pemenuhan SPM Kesehatan. Kehadiran bidan kontrak selama periode tahun 2012-2013 ikut berkontribusi pada peningkatan capaian indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan di Kabupaten Kepulauan Sitaro. Hal ini bisa dilihat dari laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Sitaro tahun 2012, dimana untuk cakupan kunjungan ibu hamil (K4) dari 66% pada tahun 2010, naik menjadi 86% di tahun 2012. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan meningkat dari 70% pada tahun 2010 menjadi 86% pada tahun 2012. 4. Pengembangan program. Salah satu dampak dan pengembangan dari inisiatif ini adalah lahirnya program One on One Solution, yaitu program pendampingan bagi ibu hamil oleh tenaga kesehatan yang bermitra dengan dukun bayi/mama biang. Tenaga kesehatan yang terlibat tidak hanya bidan, tetapi juga dokter dan perawat. Program yang seluruhnya didanai oleh Pemda ini merupakan program yang saling mendukung dengan Program Bidan Kontrak. 5. Komitmen Pemerintah Daerah. Dukungan penganggaran daerah. Komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten Sitaro diwujudkan melalui pembuatan regulasi sebagai payung hukum pelaksanaan program dan dukungan anggaran. Sebagai payung hukum pelaksanaan program, telah ditetapkan Peraturan Bupati Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengangkatan dan Penempatan Bidan Sebagai Tenaga Tidak Tetap di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro. Sementara untuk keberlanjutan Program Bidan Kontrak ini, Pemda melalui
38
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Dinas Kesehatan telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp. 65.200.00 pada APBD perubahan 2013. Demikian pula dalam RAPBD tahun 2014, telah dialokasikan pembiayaan bagi bidan kontrak yang dimasukkan dalam Program Peningkatan Kesehatan Anak Balita dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 595.200.000,-
D. Tantangan Dalam Pengelolaan Bidan Kontrak
Meski beberapa pengamat menganggap program Bidan Kontrak yang dikelola oleh pemerintah daerah dipandang lebih praktis dibandingkan program PTT Kementerian Kesehatan, namun tetap terdapat beberapa tantangan yang dihadapi dalam pengelolaanya, antara lain: 1. Adanya kecenderungan Pemda untuk menempatkan bidan-bidan di daerah terpencil melalui jalur PNS kesehatan. Untuk itu inisiatif bidan kontrak yang dimuat dalam peraturan bupati menjadi salah satu jawabannya. 2. Tidak selalu mudah mendapatkan calon bidan yang berasal dari daerah setempat yang memiliki kualifikasi tepat, yang bersedia untuk ditempatkan di pulau-pulau dan desa terpencil dengan status kontrak. Solusi alternatif adalah one-one solution (optimalisasi bidan yang tersedia untuk membantu persalinan ibu di desa terdekat). 3. Ketersediaan anggaran Pemda untuk mendukung program Bidan Kontrak yang masih terbatas dibandingkan program PTT Kementerian Kesehatan, meski keduanya memiliki tujuan yang sama. Untuk itu upaya sinkronisasi kedua program ini perlu terus menerus dilakukan. E. Pembelajaran Beberapa hal yang menarik untuk dijadikan pembelajaran dari program ini adalah: 1. Inisiatif Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sitaro dengan dukungan Proyek BASICS dalam upaya mengatasi kekurangan tenaga kesehatan
39
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
(bidan) dengan cara Bidan Kontrak atau sebagai Pegawai Tidak Tetap (PTT) merupakan terobosan dalam upaya meningkatan akses dan kualitas layanan kesehatan ibu dan bayi di pulau-pulau dan daerah terpencil. 2. Proses rekrutmen bidan berbasis pada sumber daya manusia lokal sangat men-dukung bagi komitmen bidan untuk bertugas di lokasi-lokasi terpencil dan sangat terpencil 3. Mekanisme rekrutmen, pembinaan dan penempatan bidan di daerah terpencil dan sangat terpencil merupakan satu bentuk distribusi kewenangan Pemer-intah Pusat pada Pemerintah Kabupaten yang perlu dilakukan. Pengelolaan kewenangan ini membutuhkan komitmen para pihak terkait, pembinaan yang tepat perlu didukung kebijakan Pemerintah Kabupaten. 4. Keberhasilan inisiatif Bidan Kontrak sangat tergantung pada proses pelembagaan melalui serangkaian kebijakan, regulasi dan prosedur/ mekanisme serta pengalo-kasian anggaran (APBD). Selain itu, keterlibatan yang berkelanjutan dari semua jajaran tenaga kesehatan, kader kesehatan dan tentu saja pelibatan Mama Biang juga akan membantu mengubah pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. F. Pembiayaan Pembiayaan untuk Program Bidan Kontrak yang mungkin ini salah satu kiat baru untuk pemenuhan kebutuhan bidan di daerah kepulauan dan desa terpencil di Kabupaten Sitaro telah dialokasikan sekitar Rp. 332 juta untuk beberapa kegiatan antara lain: Pengadaan sepeda motor bagi bidan, workshop penyusunan ROP Program dan kegiatan media penyuluhan dan evaluasi. G. Testimoni Jesika Silangan, 23 tahun (Bidan Kontrak yang sudah Lulus jadi PNS Tahun 2014) “Kita merasa bersyukur bole menjadi bagian dari program bidan kontrak ini, selain kita so bole ba’tolong pa masyarakat, deng kita rasa lantaran Program Bidan Kontrak ini le kita bole terangkat menjadi CPNS di Sitaro, terimakasih Program BASICS.”
Kontak Detail Dinas Kesehatan Kab. Kepl. Sitaro Jl. Lokongbanua Ondong, Sitaro Contact Person: dr. Else Kumeba - HP:081356586842
40
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4.1.4 Mandara Mandidoha: Inovasi untuk Membentuk Desa Sehat, Cerdas dan Sejahtera, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara
Kabupaten Konawe Selatan merupakan kabupaten yang memiliki kondisi geografi dan topografi yang menantang karena sangat luas dan terdiri dari beberapa kepulauan. Kondisi tersebut berdampak pada akses masyarakat untuk menuju pusat pelayanan, baik kesehatan maupun pendidikan. Pada sebagian besar lokasi sangat sulit mengakses pusat pelayanan dan membutuhkan waktu dan biaya yang cukup besar sementara tidak tersedia tenaga kesehatan dan pendidikan yang merata di seluruh wilayah kabupaten. Hal inilah yang kemudian mendorong Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan meningkatkan kapasitas desa dalam menyediakan pelayanan kesehatan dan pendidikan melalui Program Mandara Mendidoha. Mandara Mendidoha merupakan bahasa lokal di Kabupaten Konawe Selatan (Konawe Selatan) yang berarti masyarakat desa yang sehat, cerdas, dan sejahtera. Pengertian Desa Mandara Mendidoha merupakan adopsi dan pengembangan desa siaga aktif yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan dan kemudian didefinisikan menjadi: desa atau kelurahan yang memiliki sistem kesiapsiagaan, kemandirian, kemampuan, dan kreativitas dalam mengidentifikasi serta menyelesaikan berbagai masalah kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan masalah sosial lainnya sesuai potensi dan kearifan lokal menuju masyarakat sehat, cerdas dan sejahtera.
41
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
A. Masalah dan Peluang Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Tahun 2010, Kabupaten Konawe Selatan merupakan salah satu kabupaten dengan kategori bermasalah di bidang kesehatan. Hal ini ditunjukkan dari Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) yang dirilis Kementerian Kesehatan RI Tahun 2011, bahwa Kabupaten Konawe Selatan berada di peringkat 314 dari 440 kabupaten/kota di Indonesia. IPKM merupakan indeks komposit dari berbagai indikator kemajuan bidang kesehatan, termasuk indikator SPM dan MDGs bidang kesehatan. Dari sisi pelayanan kesehatan, sebuah survei kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan se-Kabupaten Konawe Selatan pada Tahun 2011 menyebutkan bahwa sebagian besar responden mengatakan tidak puas terhadap pelayanan kesehatan, baik di tingkat desa (Poskesdes), tingkat kecamatan (Puskesmas) maupun Rumah Sakit Kabupaten, meskipun faktanya fasilitas kesehatan telah tersedia dan mencukupi. Hal ini menunjukkan bahwa peran pelayanan kesehatan yang dilakukan belum optimal. Masalah lainnya terkait dengan partisipasi masyarakat dalam mendukung upaya peningkatan kualitas kesehatan masih kurang optimal. Hal ini ditunjukkan dengan masih rendahnya penerapan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Konawe Selatan. Tahun 2010, cakupan Desa Siaga Aktif di Konawe Selatan adalah 15 desa atau hanya 9,6% dari 156 Desa Siaga yang ada. Untuk bidang pendidikan, data yang diperoleh dari survei yang dilakukan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Konawe Selatan bersama Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) pada Tahun 2011 menunjukkan bahwa jumlah anak putus sekolah masih cukup tinggi: sebanyak 182 (71 anak perempuan) putus sekolah sekolah dasar dan 888 (351 anak perem-puan) anak putus sekolah SMP. Alasan-alasan utama anak putus sekolah yang tercatat pada temuan survey pendidikan tersebut adalah beratnya biaya yang harus dikeluarkan keluarga untuk mengakses fasilitas pendidikan, baik berupa pemenuhan perlengkapan sekolah mau-pun biaya transportasi yang dibutuhkan.
42
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Masalah lain pada bidang pendidikan adalah masih kurangnya perhatian pemerintah terha-dap Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), padahal PKBM menjadi salah satu alterna-tif masyarakat mengikuti kegiatan belajar. Kurangnya perhatian pemerintah terungkap dari pernyataan Kepala BAPPEDA dan Dispora pada Tahun 2011, yang menyatakan bahwa selama ini program pendidikan lebih fokus pada pendidikan formal (sekolah) karena itu dukungan program dan anggaran daerah untuk PKBM yang sangat minim. B. Langkah-langkah Pelaksanaan Menghadapi persoalan pelayanan pendidikan dan kesehatan, BASICS bersama Pemerintah Daerah Konawe Selatan menginisiasi beberapa pendekatan. Berikut beberapa langkah sehingga terbentuknya konsep dan kebijakan tentang Mandara Mandidoha. 1. Pengelolaan Data Kesehatan dan Pendidikan. Langkah pertama yang dilakukan adalah menggali data di lapangan dan memvalidasi data-data sekunder (BPS, Profil, Laporan Puskesmas, Laporan Sekolah). Data yang digali di lapangan terkait dengan jumlah ibu hamil, jumlah kema-tian ibu dan anak, jumlah anak tidak sekolah, buta aksara dan potensi desa. Pengambilan data dilaksanakan di sebelas desa pada sebelas kecamatan yang menjadi desa percontohan. Proses ini dilakukan oleh dinas teknis (Dinkes dan Dispora), BAPPEDA, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS). Data-data ini kemudian diolah untuk memudahkan unit layanan dalam memetahkan persoalan di desa. Hasil ini kemudian dipresentasikan kepada DPRD dan Bupati untuk mendapatkan dukungan dari Kepala Pemerintah Daerah. 2. Membangun Komitmen Parapihak di Tingkat Kabupaten. Untuk memperoleh dukungan yang lebih luas dilakukan upaya membangun komitmen dengan pihak-pihak terkait lainnya. Dalam hal ini BAPPEDA melakukan serangkaian kegiatan pertemuan kordinasi dengan sejumlah pihak, antara lain DPRD, Dinkes, Dispora, BPMD, BPPKB, RSUD, Bagian Keuangan, Bagian Kepegawaian dan beberapa organisasi masyarakat sipil
43
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
di Kabupaten Konawe Selatan. Temua survei pendidikan maupun kesehatan menjadi bahan pembahasan para pihak untuk kemudian disinkronkan dengan program-program masing-masing institusi.
3. Mengidentifikasi Desa Percontohan. Untuk menunjukkan satu upaya yang terpadu dan efektif dilakukan identifikasi satu desa percontohan yang berpotensi dapat mendukung dan menginspirasi desa-desa lainnya. Salah satu desa tersebut adalah Desa Tirtamartani. Desa tersebut tidak ditemukan kematian ibu dan bayi selama beberapa tahun, masyakat memiliki tingkat partisipasi yang tinggi termasuk memiliki dana desa yang dikelola secara profesional melalui koperasi. Sukses desa inilah yang dimanfaatkan untuk dipromosikan dan transformasikan kepada sebelas desa lain yang menjadi desa percontohan. 4. Mengembangkan 11 Desa Percontohan di 11 Kecamatan. Awalnya program ini dilakukan oleh Dinas Kesehatan untuk menangani masalah kematian ibu dan bayi di 11 desa dan kecamatan. Pendekatan yang dilakukan merujuk pada konsep Desa Siaga Aktif (DSA) yang merupakan salah satu Program yang dikembangkan Kementerian Kesehatan. Fokus program ini menekankan partisipasi masyarakat di desa dengan didukung oleh fasilitas kesehatan yang harus dipenuhi pemerintah, seperti bidan desa, alat kesehatan dan fasilitas pelayanan. DSA berupaya meningkatkan kesadaran dan partisipasi warga dalam turut mendu-kung upaya penanganan masalah kesehatan di desa, khususnya terkait ibu melahirkan, termasuk dalam mendukung ketersediaan fasilitas, misalnya: ambulan desa, pengelolaan darah bagi ibu bersalin, serta pengelolaan dana sehat desa. Sumber pendanaan untuk dana sehat ini bisa berasal dari sumbangan warga, unit usaha desa maupun dukungan pihak lain. Mengingat Program DSA dinilai cukup berhasil dan efektif, maka muncullah pemikiran untuk mengembangkan cakupannya, tidak hanya pada bidang kesehatan, tapi juga untuk bidang pendidikan dan kesejahteraan warga. Inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya program Mandara Mendidoha ini. 5. Menyusun Pedoman Pelaksanaan Program Mandara Mendidoha Pedoman Pelaksanaan Mandara Mendidoha disusun berdasarkan pengalaman atau learning by doing, dimana konsep ini disusun setelah melihat dan mempelajari pengalaman pelaksanaannya di 11 desa Pilot
44
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Project. Penyusunan pedoman ini dilakukan dengan melibatkan sejumlah pihak yang terkait, antara lain: BAPPEDA, DPRD, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, BP-PKB, OMS, dan pihak terkait lainnya. Pelaksanaan program ini sejalan dengan fokus Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam meningkatkan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM). 6. Membentuk Kebijakan Daerah Untuk memastikan penerapan konsep tersebut tetap berjalan, dilaksanakan di desa-desa lain serta didukung APBD secara tetap, maka dipandang penting adanya Peraturan Daerah (Perda). Simultan dengan proses penerapan mandara mandidoha disusunlah Perda tentang Desa Mandara Mendidoha. Proses penyusunan dilakukan secara kolaboratif melibatkan eksekutif, legislatif dan OMS. Pada bulan Oktober 2013 ditetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Konawe Selatan Nomor 22 Tahun 2013 Tentang Mandara Mendidoha (Desa Sehat Cerdas) 7. Sosialisasi Kebijakan Daerah Dengan ditetapkannya Perda tentang Mandara Mendidoha, Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan giat melakukan sosialisasi ke berbagai kecamatan dan desa dengan tujuan agar konsep ini dapat diterapkan di desa-desa lain di seluruh kabupaten. Pelaksanaan awal sosialisasi Perda Mandara Mendidoha dilakukan langsung oleh Bupati Konawe Selatan kepada seluruh aparat pemerintahan. Kemudian sosialisasi kepada masyarakat secara umum dilakukan melalui kerjasama dengan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), lembaga donor, perguruan tinggi, media cetak dan elektronik serta pihak-pihak terkait lainnya. C. Dampak dan Perubahan Pelaksanaan Program Mandara Mendidoha di sebelas desa yang menjadi percontohan membawa berbagai dampak dan perubahan positif, diantaranya: 1. Replikasi Konsep Mandara Mendidoha Berangkat dari pengalaman penerapan Mandara Mendidoha di 11 desa percontohan pada tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan melakukan replikasi dengan menerapkan konsep ini di 11 desa lain di 11 kecamatan yang berbeda pada tahun 2013. Proses replikasi di 11 desa baru ini cukup sukses dilakukan.
45
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
2. Kontribusi bagi SPM dan MDGs Kontribusi pelaksanaan program Mandara Mendidoha ini bagi SPM dan MDGs bisa dilihat dari tidak ditemukannya kasus kematian ibu dan bayi, penurunan angka putus sekolah, dan terbentuknya DSA di 22 desa sepanjang tahun 2012 s/d 2013. Selain itu, capaian dua target SPM Kesehatan lainnya adalah pemeriksaan kehamilan (kunjungan K4) dan persalinan yang dibantu tenaga kesehatan terus meningkat. Hal itu disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Selatan pada September 2013. 3. Lahirnya Konsep dan Perda tentang Mandara Mendidoha Program ini telah menghasilkan konsep yang kemudian dituangkan dalam Perda tentang Desa Mandara Mendidoha. Lahirnya Perda adalah insiaitif DPRD, yang didukung oleh banyak pihak, yang ditetapkan pada Rapat Paripurna DPRD Konawe Selatan pada Oktober 2013. Suatu hal yang baru pertama kali terjadi di daerah ini. Keberadaan Perda Nomor 22 Tahun 2013 ini memberikan payung hukum dan ketersediaan anggaran dalam APBD, sehingga inisiatif yang sudah dikembangkan di 11 desa dapat dilaksanakan di seluruh desa yang ada di Kabupaten Konawe Selatan. 4. Dukungan Pendanaan Dampak lain dari program ini adanya alokasi anggaran untuk percepatan pencapaian SPM dan MDGs Pendidikan Dasar dan Kesehatan. Dalam kegiatan Sosialisasi Implementasi Perda, Bupati menyatakan akan mendorong peningkatan anggaran Tahun 2014 (yang cukup signifikan) khusus untuk kesehatan dan pendidikan, juga akan ada penambahan alokasi ADD (Anggaran Dana Desa) termasuk stimulan untuk kader desa. Kepala Bappeda dalam pertemuan ini menyebutkan angka kenai-kan tersebut. Jika selama ini alokasi Kese hatan hanya sebesar Rp 6 Milyar, maka pada Tahun 2014 dinaikkan menjadi Rp 25 Milyar.
46
Selain itu, alokasi anggaran pendidikan yang selama ini hanya 65 Milyar akan dinaikan menjadi 100 milyar. Alokasi ADD yang sebelumnya sebesar Rp 75 juta pertahun akan dinaikan menjadi Rp 100 juta pertahun di Tahun 2014. Terkait bantuan stimulan dana sehat (komponen BRI) untuk 22 desa yang dialokasikan masing-masing sebesar Rp 2 juta per desa. Proses ini juga akan direplikasi oleh BPMD (Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa) pada tahun-tahun berikutnya. Dukungan pendanaan juga diberikan oleh proyek lain yaitu PNPM. Tahun 2013 PNPM memberikan duku ngan anggaran sebesar Rp 80 juta yang dialokasikan masing-masing sebesar Rp 5 juta ke 16 desa yang ada di Kecamatan Buke.
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
5. Penguatan Peran Desa Bagi warga desa salah satu dampak lain dari program ini adalah terbentuknya Dana Desa. Dana ini bisa digunakan untuk kebutuhan penanganan masalah kesehatan, pendidikan dan modal usaha. Pengelolaan dana desa juga mengembangkan usaha desa. Beberapa inisitif usaha desa yang dikembangkan dari dana desa antara lain: Pengelolaan air desa, usaha simpan pinjam dan lainya. Keberadaan program ini telah mampu membangun kesadaran dan partisipasi warga. Banyak hal yang berhasil dikembangkan dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat desa, di antaranya: kesukarelaan warga yang memiliki kendaraan untuk menjadi ambulans desa, kesukarelaan warga desa untuk bersedia mendonorkan darah bagi ibu bersalin di lingkungannya, serta kepercayaan masyarakat desa untuk menyim-pan Dana Sehat Desa untuk menolong warga yang mengalami kondisi darurat. 6. Peningkatan Peran OMS Dari segi pelaksanaan program, peran OMS yang telah ditingkatkan kapasitasnya ter-bukti mampu berkolaborasi dengan pemerintah dalam proses pembentukan konsep, kebijakan dan pengelolaan Desa Mandara Mendidoha. D. Pembelajaran 1. Untuk mengetahui dampak pencapaian SPM dan MDGs dapat dilihat di tingkat desa, sehingga upaya untuk mencapai tujuan itu akan sangat tergantung pada desa itu sendiri. Pendekatan yang dilakukan dalam Desa Mandara Mendidoha merupakan pendekatan terpadu dari berbagai bidang yang menjadi target SMP dan MDGs. 2. Pelaku (aktor) tingkat desa sangat strategis dalam mendukung penerapan dan adaptasi program/pendekatan nasional.
47
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
3. Penerapan program nasional perlu dikembangkan dengan strategi dan pendeka-tan sesuai kondisi dan kebutuhan riil masing-masing daerah. Belajar keberhasilan dari tempat-tempat terdekat, mendayagunakan peran OMS lokal, serta melakukan ujicoba, memperluas melalui replikasi serta dukungan kebijakan daerah akan mem-berikan dampak lebih luas. E. Pembiayaan Pembiayaan untuk Program Mandara Mendidoha ini adalah sebesar Rp. 101.445 juta yang dialokasikan pendataan, pengelolaan kegiatan di desa percontohan dan penyusunan peraturan daerah. F. Testimoni Bupati Konawe Selatan, Drs. H. Imran, M.Si “Perda Mandara Mendidoha ini semakin mengukuhkan desa sebagai garda terdepan untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat khususnya dalam bidang pendidikan dan kesehatan.” (kutipan sambutan Bupati Konawe Selatan pada kegiatan Sosialisasi Perda Mandara Mendidoha di Desa Tumbu-Tumbu Jaya, Kecamatan Kolono, 12 Maret 2014). DR. H. Arsalim, SE., M.Si (Kepala Bappeda Kab. Konawe Selatan) “Perda Mandara Mendidoha ni merupakan salah satu inovasi yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Konawe Selatan yang menyadari bahwa sebagian besar masyarakat Konawe Selatan tinggal di desa, sehingga perlu penguatan dan penjaminan aspek-aspek pelayanan dasar yaitu kesehatan dan pendidikan. Bappeda Kabupaten Konawe Selatan akan selalu memprioritaskan perencanaan pembangunan daerah yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat desa.”
Kontak Detail Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Selatan Jl. Poros Andooto (depan RSUD Konawe Selatan) Ket. Potoro, Kec. Andooto, 93384 Sulawesi Tenggara
48
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4.2 Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan Proyek KINERJA-USAID 4.2.1 Perencanaan dan Penganggaran Kesehatan Berbasis SPM, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh.
Kabupaten Bener Meriah berdiri sejak Tahun 2004, merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah. Sesuai data RISKESDAS Tahun 2011, Bener Meriah menjadi salah satu daerah bermasalah Kesehatan. Daerah bermasalah kesehatan sesungguhnya daerah tersebut dapat disebut daerah bermasalah dalam pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM). Letak geografis wilayah yang berada didataran tinggi serta luas wilayah dengan rasio 6 jiwa/KM menjadi tantangan dalam pencapaian SPM di Bener Meriah terutama dalam optimalisasi akses penduduk terhadap pelayanan kesehatan dasar di Bener Meriah. A. Situasi Sebelum Inisiatif Penyusunan Perencanaan dan penganggaran sektor Kesehatan disusun oleh dinas Kesehatan berdasarkan kebutuhan perkiraan dengan merujuk perencanaan dan penganggaran tahun sebelumnya, perencanaan dan penganggaran yang disusun belum berorientasi pada pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan dan kesenjangan (gap) dari indicator kesehatan lainnya, tetapi
49
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
perencanaan pembangunan masih berorientasi pada infrastruktur fisik dan biaya aparatur. Hal ini disebabkan karena sebagian besar staf di Dinas Kesehatan dan puskesmas belum memahami keterkaitan perencanaan dan penganggaran dengan SPM sesuai PERMENKES Nomor 741/MENKES/ PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota dan berbagai regulasi terkait lainnya. Beberapa indikator pencapaian SPM di Bener Meriah pada Tahun 2012 adalah Cakupan Kunjungan ibu hamil (K4) 89%, Cakupan Komplikasi Kebidanan yang di tangani 58%, Cakupan Neonatus dengan Komplikasi yang ditangani 9%, Cakupan Kunjungan Bayi 87%, Cakupan Pelayanan Anak Balita 66%. Kondisi pencapaian ini belum tergambarkan dalam perencanaan dan penganggaran Dinkes baik untuk mempertahankan SPM yang sudah tercapai maupun penyebab kesenjangan tidak tercapainya indicator SPM tersebut. Pada sisi lain, anggaran Dinas kesehatan pada Tahun 2012 lebih dominan dialokasikan untuk kegiatan aparatur yaitu 73% dari 43 milyar untuk alokasi anggaran Kesehatan. Kondisi di atas menjadi dasar utama Kinerja mendorong perencanaan dan penganggaran Dinas Kesehatan dan puskesmas Bener Meriah untuk lebih berorentasi SPM. Untuk mencapai itu, Kinerja telah melakukan serangkaian kegiatan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan di Bener Meriah diantaranya Dinas Kesehatan; Puskesmas; Rumah Sakit Umum Daerah; Kantor Pemberdayaan Perempuan, perlindungan anak dan keluarga sejahtera; BAPPEDA; Bagian ORTALA; Komisi D DPRK; Akademisi; Lembaga Swadaya Masyarakat yang peduli terhadap Kesehatan serta perwakilan masyarakat lainnya. B. Strategi Implementasi Kinerja memiliki beberapa strategi dalam mendorong Dinas Kesehatan dan puskesmas dalam perencanaan dan penganggaran berbasis SPM. Waktu yang dibutuhkan sejak awal sampai terintegrasi dalam DPA adalah 7 (tujuh) Bulan.
50
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
1. Lokakarya Standar Pelayanan bidang Kesehatan. Tujuan utama dari lokakarya ini adalah peningkatan pemahaman para pemangku kepentingan di Bener Meriah terhadap filosofis SPM kesehatan dalam pelayanan public, SPM sebagai indicator Kinerja Pemerintah Daerah, tinjauan regulasi dan kebijakan terkait dengan Kesehatan, diantaranya Undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri terkait dengan pemerintah daerah, dan analisis gap sederhana dari kondisi SPM. Satu persatu topik tersebut dijelaskan oleh narasumber Kinerja sehingga diharapkan muncul pemahaman awal bagi para stakeholder pemerintah terhadap standar pelayanan minimal. Sebagai tindaklanjut dari pelaksanaan Lokakarya peserta, terutama dari Dinas Kesehatan diminta untuk menyiapkan data-data terkait dengan indikator SPM Kesehatan, dimana data ini menjadi bahan pembahasan untuk pertemuan selanjutnya. 2. Workshop Review Capaian SPM dan Analisis GAP. Berdasarkan data yang ada, Dinas Kesehatan bersama Puskesmas diminta mengidentifikasi capaian masing-masing indicator SPM, selanjutnya melakukan analisis GAP terhadap capaian SPM. Workshop ini diikuti oleh Dinas Kesehatan, Puskesmas, Rumah Sakit Umum Daerah, Kantor Pemberdayaan perempuan, perlindungan anak dan keluarga sejahtera, BAPPEDA, Bagian ORTALA, Komisi D DPRK, Akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat yang peduli terhadap Kesehatan serta perwakilan masyarakat. Sebagai tindaklanjut dari workshop ini berdasarkan kesepakatan dan komitmen bersama BAPPEDA diminta untuk membentuk Tim Konsultasi Penyusunan Standar Pelayanan Minimal yang terdiri dari Dinas Kesehatan, BAPPEDA dan perwakilan puskesmas. 3. Integrasi Standar Pelayanan Minimal. Integrasi SPM dalam perencanaan daerah (Rencana Pembangunan Jangka Menengah-RPJM) dan rencana strategis (RENSTRA) Dinas Kesehatan. Pengintegrasian ini dilakukan agar dalam dokumen RPJM dan Renstra Dinas kesehatan memuat penjabaran tentang strategi pencapaian pemenuhan SPM Kesehatan sehingga dapat menjadi acuan bagi dinas Kesehatan dalam penyusunan rencana kerja anggarannya berbasis SPM.
51
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4. Pelatihan Costing/Perhitungan Kebutuhan Pembiayaan SPM. Pelatihan ini diikuti oleh Bidang Sosial Budaya BAPPEDA, Bidang YANKES, Bidang KESGA, Bidang P2PL Dinas Kesehatan. Pelatihan costing/perhitungan pembiayaan SPM ini merujuk pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 317/MENKES/SK/V/2009 tentang Petunjuk Teknis Perencanaan Pembiayaan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota. Sebagai tindaklanjut dari pelatihan ini masing-masing peserta menghitung kebutuhan pembiayaan SPM sesuai dengan bidangnya (YANKES, KESGA dan P2PL) selanjutnya dilakukan review dan evaluasi bersama dibawah koordinasi BAPPEDA terhadap proses costing/perhitungan perencanaan pembiayaan SPM. 5. Lokakarya seminasi hasil. Lokakarya costing/perhitungan perencanaan pembiayaan SPM Kesehatan dimaksudkan sebagai bagian dari strategi advokasi kepada pemerintah daerah (eksekutif dan legislative) BAPPEDA, Bagian Organisasi, Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah, Komisi D dan Badan Anggaran DPRK serta dinas tehnis terkait lainnya, sehingga menghasilkan komitmen bersama untuk dukungan kebijakan perencanaan dan anggaran pelaksanaan SPM oleh pengambil kebijakan 6. Asistensi Penyusunan RKA Dinas Kesehatan Berbasis Perencanaan Pembiayaan SPM. Kinerja memberikan Asistensi untuk memastikan penyusunan RKA berbasis SPM merujuk pada dokumen costing/perhitungan pembiayaan SPM untuk Tahun I yakni Tahun 2014. 7. FGD (Focus Group Discussion). Diskusi ini dilakukan sebagai bagian dari advokasi yang melibatkan stakeholder kabupaten BAPPEDA, Komisi D DPRK, Multistakeholder Forum Kesehatan serta parapihak terkait lainnya. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi sumber pembiayaan perencanaan pencapaian SPM apakah dari alokasi dana OTSUS/DAK atau sumber lainnya dan dikuatkan dengan Surat Edaran Gubernur tentang Kriteria Umum dan Khusus Penyusunan Program dan Kegiatan Dana OTSUS dan TDBH Migas Tahun 2014 sebagai salah satu basis argument advokasi.
52
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
C. Dampak dan Perubahan 1. Perubahan pola pikir para stakeholder dalam perencanaan dan penganggaran. Sehingga perencanaan yang dilakukan sudah lebih partisipatif yang merujuk SPM sesuai dengan kebutuhan pelayanan dasar bagi masyarakat dan gap yang terjadi di masyarakat dan puskesmas. 2. Peningkatan pemahaman seluruh stakeholder Kesehatan (Dinas, Puskesmas, Bidan Desa) telah memahami indicator dan target pecapaian Standar Pelayanan Minimal. Penigkatan pemahaman ini menjadi modal dasar masyarakat (MSF, media, dan lintas sector) dalam menilai akuntabilitas dari perencanaan dan penganggaran daerah. 3. Mendapat dukungan yang besar dari BAPPEDA dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten melalui Komisi D dan Badan Anggaran. Dengan demikian, Dinas Kesehatan dengan mudah dapat memberi argumentasi dari pentingnya perencanaan dan penganggaran SPM tersebut. 4. Sebagai dasar akuntabilitas dan tranparansi, Dinas Kesehatan memiliki dokumen perencanaan pembiayaan standar pelayanan minimal yang memproyeksikan kebutuhan anggaran pembiayaan SPM selama 5 tahun dan digunakan sebagai rekomendasi penyusunan rencana kerja anggarannya dalam setiap tahun anggaran. Dokumen ini dapat diakses oleh siapapun.
53
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
5. Meningkatnya alokasi anggaran pemenuhan pencapaian SPM dalam Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Kesehatan Tahun 2014 sebesar Rp. 3.877.482.460,- terjadi peningkatan 35 % dibandingkan dengan tahun 2012. D. Pembelajaran Beberapa pembelajaran dari proses perencanaan dan penganggaran yang terjadi di Bener Meriah adalah: 1. Keterlibatan multi pihak dalam perubahan suatu kebijakan menjadi factor kunci penerapan standar pelayanan minimal; 2. Keterbukaan Dinas Kesehatan sejak proses penyusunan perencanaan sampai penganggaran (penyusunan Dokumen Pelaksanaan Anggaran/DPA) timbul karena baiknya proses komunikasi dan koordinasi yang dibangun secara intensif dengan pihak terkait; 3. Hasil analisis gap dan costing SPM yang lebih evidence based menjadi alat advokasi utama terhadap kebutuhan anggaran SPM di Bener Meriah. Hasil ini memudahkan Dinas Kesehatan dalam advokasi pihak terkait dengan penganggaran di daerah. 4. Pengawalan dan advokasi yang dilakukan oleh berbagai pihak sejak dari proses perencanaan sampai penganggaran menjadikan alokasi SPM tidak hilang dalam proses negosiasi dengan pengambil kebijakan anggaran pada tingkat kabupaten. 5. Banyak kebijakan pusat belum terinformasikan dengan tepat di daerah. Penyampaian informasi yang tepat dan terus menerus kepada berbagai pihak merupakan factor lain dalam meningkatkan pemahaman Dinas Kesehatan dan pihak terkait dalam memahami adanya regulasi/kebijakan yang bersifat mandatory untuk dilaksanakan. E. Rekomendasi 1. Maksimalkan peran dan fungsi Bagian Organisasi dan Tata Laksana di Sekretariat Daerah untuk menyusun mekanisme monitoring dan melaksanakan evaluasi secara berkala dalam pelaksanaan dan penerapan SPM. 2. Diperlukan mekanisme penghargaan dan sangsi dalam pelaksanaan dan penerapan SPM. 3. Dibutuhkan komitmen dan tindakan nyata dari pimpinan daerah eksekutif dan legislative dalam memastikan pelaksanaan pembangunan Kesehatan yang berorientasi pada standar pelayanan publik.
54
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4. Pastikan informasi kebijakan/regulasi terkait, sebagai mandatory diketahui, dipahami dan dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/Kota. F. Pembiayaan Dalam mengimplementasikan inisiatif ini tidak diperlukan alokasi anggaran yang begitu besar, namun hanya dibutuhkan alokasi anggaran untuk keperluan meeting package dan honor Tim Konsultasi Penyusunan Standar Pelayanan Minimal selama 3 bulan. Untuk meeting package bersumber dari program lembaga donor sebesar 1 juta rupiah dengan rincian 10 orang x Rp. 25.000 x 4 hari, sementara untuk honor Tim Konsultasi Penyusunan Standar Pelayanan Minimal dan ruang pertemuan bersumber dari pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan yang disesuaikan dengan peraturan daerah terkait dengan perjalanan dinas dan honorarium. G. Testimoni H. Binakir, SKM Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bener Meriah “Dengan adanya SPM ini, akan membuat layanan (kesehatan) lebih efektif dan efisien. Harapannya adalah masyarakat yang dilayani lebih puas.” Risnawati Kepala Puskesmas Simpang Tiga Bukit, Bener Meriah, Aceh “Untuk program Kinerja yang dilakukan di puskesmas simpang tiga itu banyak, terutama membantu dalam hal pembentukan pelayanan yaitu tentang SOP standar pelayanan operasional, kemudian SPM. Itu banyak sekali manfaat yang diberikan kepada kita. Dengan adanya Kinerja, masukan, arahan dari mereka itu, sehingga kita bisa memaksimalkan membuat SOP alur, SPM seperti apa sehingga bisa kita laksanakan sesuai dengan yang diharapkan oleh dinas itu sendiri.”
Kontak Detail Dinas Kesehatan Kabupaten Bener Meriah Jl. Serule Kayu Komplek Perkantoran SETDAKAB Bener Meriah, Telpon : 06437426250; Fax : 0643 – 7426037 Email :
[email protected]; Contact Person : Iswahyudi, Kabid YANKES; HP : 0813 6266 9690
55
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4.2.2 Integrasi Standar Pelayanan Minimal dalam Anggaran, Kabupaten Jember, Jawa Timur
Tingkat pencapaian standar pelayanan minimal (SPM) kesehatan Kabupaten Jember hingga Tahun 2012 masih di bawah target nasional. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dinas kesehatan dalam pemenuhan SPM adalah keterbatasan anggaran. Meskipun dinas kesehatan telah mengumpulkan data capaian SPM secara teratur, hasil evaluasi ini tidak dimasukkan dalam rencana program dan anggaran mereka. Sejak Tahun 2013, Dinas Kesehatan kabupaten Jember bermitra dengan Kinerja USAID untuk menganalisa capaian SPM mereka dan menghitung anggaran yang diperlukan. Seluruh proses ini dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat sebagai pengguna layanan kesehatan. Menggunakan hasil evaluasi SPM, masyarakat dan dinas kesehatan melakukan advokasi anggaran kepada pemerintah kabupaten. Melalui kemitraan yang kuat antara dinas dan masyarakat, pemerintah Kabupaten mengganggarkan 14 milyar rupiah untuk pemenuhan SPM kerjasama di APBD Tahun 2014.
56
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
A. Situasi Sebelum Inisiatif Hingga Tahun 2012, Dinas Kesehatan Kabupaten Jember belum mencapai target standar pelayanan minimal (SPM), terutama untuk indikator yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Berdasarkan data dinas kesehatan Tahun 2012, rata-rata tingkat capaian SPM kesehatan di kabupaten ini sekitar 10% - 20% dibawah target nasional. Salah satu tantangan terbesar dalam pemenuhan target SPM ini adalah kurangnya anggaran untuk mendukung pelaksanaan pedoman ini. Meskipun Pemerintah Kabupaten Jember telah menghitung capaian SPM mereka sejak Tahun 2008 seperti yang dimandatkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota mereka belum mengintegrasikan hasil evaluasi dalam perencanaan program dan anggaran. Hal ini menyebabkan anggaran kesehatan tidak direncanakan berdasarkan target indicator SPM. B. Strategi Implementasi Sejak Tahun 2013, Kinerja USAID bermitra dengan Dinas Kesehatan Jember dan empat puskesmas mitra. Kinerja USAID telah melakukan serangkaian kegiatan untuk memahami, membuat strategi dan menerapkan pelayanan kesehatan yang berbasis standar pelayanan minimal. Pada saat yang sama, Kinerja juga membantu meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap hak dasar kesehatannya terutama dalam peningkatan tata kelola persalinan aman, inisiasi menyusu dini dan ASI Eksklusif. Selain itu, Kinerja meningkatkan kapasitas masyarakat untuk ikut mengawasi penyediaan layanan kesehatan sebagai bagian dari upaya untuk peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Dinas kesehatan melibatkan forum multi-stakeholder (forum multi-pemangku kepentingan/FMS) yang terdiri dari perwakilan masyarakat, pemerintah dan media dalam setiap kegiatan kesehatan yang berkaitan dengan SPM, mulai dari peningkatan kapasitas hingga advokasi pemerintah kabupaten untuk mengintegrasikan SPM kesehatan dalam perencanaan.
57
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Tahapan kegiatan ini secara umum dibagi menjadi: 1. Peningkatan kapasitas pemerintah daerah. Langkah awal ini dilakukan untuk memberikan pemahaman pemerintah dan masyarakat tentang penggunaan SPM sebagai panduan kualitas pelayanan
kesehatan melalui kegiatan training of trainer. Pada tahap awal ini, Kinerja USAID memfasilitasi pemerintah kabupaten untuk membentuk trainer SPM yang terdiri dari perwakilan FMS, dinas kesehatan dan puskesmas. Tim trainer tersebut bertugas untuk membantu puskesmas dan dinas kesehatan dalam setiap kegiatan SPM.
2. Analisa capaian SPM. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi aktual tentang perkembangan pemenuhan SPM kesehatan di kabupaten dan mengidentifikasi tantangan yang menghambat pencapaian SPM. Menggunakan pengetahuan yang didapat dari training of trainer, tim trainer kemudian membantu puskesmas dan dinas kesehatan untuk menganalisa perkembangan pencapaian SPM dan mencari solusi untuk mengatasi faktor penghambat. 3. Penghitungan anggaran yang diperlukan (costing). Untuk menjamin bahwa program yang telah dirancang dapat diimplementasikan dengan lancar, tim perumus membantu puskesmas untuk menghitung anggaran yang diperlukan untuk memenuhi setiap indikator SPM.
58
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4. Integrasi hasil costing dalam perencanaan dinas kesehatan/SKPD. Pada tahap ini, tim perumus, dinas dan puskesmas berdiskusi dengan tim anggaran pemerintah kabupaten dan Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten (Bappekab) tentang integrasi hasil penghitungan anggaran untuk SPM dalam rencana tahunan dan lima tahunan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan daerah. Kehadiran tim anggaran pemerintah kabupaten membantu dinas kesehatan untuk mengkritisi rencana anggaran dan membuat prioritas kegiatan. 5. Advokasi anggaran. Langkah ini diawali dengan presentasi hasil costing SPM oleh tim perumus kepada pejabat yang berwenang dalam perencanaan dan penganggaran pemerintah kabupaten, seperti Bappeda, BPKA dan tim anggaran. Selain itu, jurnalisme warga juga dilibatkan dalam setiap pertemuan dengan para penentu kebijakan. Melalui tulisan mereka di berbagai media, jurnalis warga diharapkan mampu menyadarkan masyarakat tentang penggunaan SPM sebagai alat pengawas kebijakan publik dan mendorong pemerintah untuk segera memenuhi SPM. C. Dampak dan Perubahan Setahun setelah program integrasi SPM dalam perencanaan ini dilakukan, pemerintah kabupaten Jember telah mengalokasikan dana sebesar 14 milyar rupiah untuk dinas kesehatan pada APBD Tahun 2014 untuk memenuhi SPM. Anggaran tersebut telah dialokasikan per indikator sehingga dinas kesehatan mampu mengetahui berapa banyak dana yang diberikan untuk mendukung capaian setiap indikator. Selain itu kegiatan ini juga menghasilkan sejumlah dampak jangka panjang, seperti: 1. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia Sejak bermitra dengan Kinerja USAID, dinas kesehatan dan puskesmas mampu lebih memahami konsep SPM dan bagaimana panduan tersebut digunakan sebagai acuan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan. Selain itu, staff dinas kesehatan dan puskesmas juga mampu menganalisa capaian dan tantangan untuk memenuhi SPM serta menghitung anggaran yang diperlukan untuk mengatasi tantangan tersebut. Tidak hanya peningkatan kapasitas teknis dinas kesehatan dan puskesmas, pengetahuan masyarakat tentang SPM dan peran mereka untuk mengawasi
59
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
pelayanan publik juga meningkat. Selain itu, pengalaman berdiskusi dengan pemerintah kabupaten tentang anggaran SPM juga.
2. Peningkatan kerja-kerja advokasi anggaran oleh FMS. Pelatihan SPM kepada FMS telah meningkatkan pemahaman masyarakat forum tentang konsep SPM dan kegunaannya dalam perencanaan dan penganggaran pelayanan kesehatan yang berkualitas. Peningkatan kapasitas ini juga telah membuat rasa percaya diri masyarakat meningkat sehingga mereka mampu melakukan advokasi anggaran SPM kepada pemerintah dan DPRD. 3. Perencanaan dan evaluasi berbasis bukti. Peningkatan kapasitas puskesmas dan dinas kesehatan sudah merubah paradigma perencanaan dan penganggaran dari historical planning menjadi perencanaan berbasis bukti. Puskesmas menggunakan dokumentasi hasil costing SPM sebagai data acuan untuk membuat target dan rencana kerja bulanan, triwulan dan tahunan. Dokumen tersebut juga membantu pemangku kepentingan kabupaten Jember untuk mengukur kinerja dinas dan puskesmas untuk mencapai SPM. Dokumen ini juga memuat waktu dan anggaran untuk mencapai target pemenuhan SPM. 4. Program kerja yang berkelanjutan. Integrasi SPM dalam rencana kerja anggaran (RKA)/ dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) dinas kesehatan dan APBD pemerintah kabupaten membantu menjaga keberlanjutan program dinas kesehatan dan puskesmas. Dokumen hasil penghitungan anggaran SPM juga dapat dikaji ulang setiap tahun untuk disesuaikan dengan harga satuan kegiatan sebelum diintegrasikan dalam penganggaran dinas/ SKPD. 5. Peningkatan transparansi dan akuntabilitas. Melalui bantuan teknis Kinerja USAID, dinas kesehatan dan puskesmas mampu meningkatkan transparansi dan akuntabilitasnya. Seluruh pemangku kepentingan baik staff pemerintah maupun masyarakat awam dapat mendiskusikan program kesehatan secara terbuka. 6. Rasa kepemilikan masyarakat terhadap program kesehatan pemerintah meningkat. Proses integrasi SPM dalam anggaran pemerintah kabupaten melibatkan masyarakat untuk memastikan bahwa program kesehatan yang dibuat sudah sesuai dengan kebutuhan masayarakat. Proses partisipatif ini
60
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
meningkatkan rasa kepemilikan masyarakat terhadap program pemerintah karena mereka merasa mempunyai andil dalam pembuatan program tersebut. D. Pembelajaran Beberapa pembelajaran yang dapat ditarik dari inisiatif SPM kesehatan di Jember adalah: 1. Partisipasi aktif dari semua unsur dinas kesehatan, puskesmas dan masyarakat sangat penting untuk mengukur sejauh mana layanan kesehatan telah memenuhi indikator dalam SPM. Melalui kemitraan pemerintah dan masyarakat yang kuat, dinas kesehatan mampu mengidentifikasi tantangan yang sebenarnya terjadi dalam upaya pemenuhan SPM dan mendapatkan alternatif solusi untuk masalah tersebut. 2. Kerjasama dinas teknis dengan tim anggaran/ Bappeda sangat diperlukan untuk memberikan pemahaman kepada mereka tentang masalah yang menghambat upaya pencapaian SPM. Selain itu, tim anggaran/ Bappeda dapat memberikan masukan dalam rencana anggaran dinas kesehatan dan membuat prioritas kegiatan. 3. Hasil analisa kesenjangan capaian SPM dan anggaran yang diperlukan perlu didokumentasikan sebagai responsif pemerintah terhadap pelayanan kesehatan dasar. 4. Dokumen SPM ini yang memuat indikator-indikator pencapaian SPM merupakan bentuk akuntabilitas Pemerintah Kabupaten Jember terutama Dinas Kesehatan dan Puskesmas dalam pemenuhan hak pelayanan kesehatan dasar masyarakat. Dokumen costing SPM yang sudah lebih tranparans akan memudahkan seluruh pemangku kepentingan melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pencapaian SPM. 5. Dokumen yang sudah tersusun berbasis bukti merupakan argumentasi kuat dalam melakukan advokasi kepada penentu kebijakan anggaran di tingkat kabupaten. 6. Dukungan pemerintah kabupaten untuk mengintegrasikan rencana pencapaian SPM dalam dokumen perencanaan dan keuangan daerah (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah/ RPJMD, Rencana Kegiatan Prioritas Daerah/ RKPD) sangat diperlukan untuk menjaga keberlanjutan upaya dinas kesehatan dan puskesmas mencapai SPM.
61
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
7. Jurnalis warga dapat menciptakan kebisingan yang lebih mendorong pemerintah 8. kabupaten untuk peningkatan anggaran dalam mempercepat pemenuhan SPM. E. Rekomendasi Belajar dari pengalaman proses integrasi SPM kesehatan dalam anggaran pemerintah, ada beberapa rekomendasi yang dihasilkan: 1. Perlu ada peraturan bupati yang mendukung penerapan SPM kesehatan di dinas kesehatan/ seluruh SKPD dan puskesmas. Peraturan ini akan membantu masyarakat untuk melakukan advokasi pencapaian SPM. 2. Dinas kesehatan perlu melanjutkan evaluasi periodik capaian SPM mereka dan mengintegrasikan target yang belum terpenuhi ke dalam rencana kerja periode selanjutnya. 3. Pemerintah kabupaten perlu terus menganggarkan pemenuhan SPM. F. Pembiayaan Anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan seluruh program ini, mulai dari analisa kesenjangan hingga advokasi anggaran sebesar Rp. 78. 376. 500,Anggaran ini digunakan untuk membiayai operasional lokakarya dan pertemuan yang berkaitan dengan SPM. G. Testimoni Muhammad Ichsan, Ketua Forum Peduli Kesehatan (Forum Multi-stakeholder) “Dengan terbentuknya Forum Peduli Kesehatan, kami bisa menyampaikan programprogram Dinas Kesehatan. Dan keluhan-keluhan masyarakat bisa disampaikan di Dinas Kesehatan”
Kontak Detail Dinas Kesehatan Kabupaten Jember Jl. Srikoyo 1/03 Jember, Tlp. (0331)-426624 http://jember.dinkesjatim.go.id/
62
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4.2.3 Kemitraan Bidan-Dukun dalam Peningkatan Cakupan Persalinan dengan Tenaga Kesehatan, Aceh Singkil, Aceh
Sebuah proyek percontohan peningkatan tata kelola kemitraan antara dukun dan bidan diperkenalkan pada tahun 2012. Proyek ini bertujuan untuk mengurangi kematian ibu dengan memanfaatkan tenaga medis yang terlatih dalam membantu persalinan sesuai dengan standar pelayanan kesehatan ibu dan anak nasional serta mengurangi komplikasi pada kehamilan yang berisiko tinggi melalui suatu pendekatan yang sensitif secara budaya. Program ini juga bertujuan untuk membantu upaya percepatan pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan, khususnya berkaitan dengan indikator cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan. A. Situasi Sebelum Inisiatif Sebelum inisiatif ini mulai dilaksanakan, banyak bayi dilahirkan dengan bantuan dukun di Aceh Singkil, khususnya di desa-desa daerah aliran sungai. Laporan Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa 38,28 persen kelahiran di kabupaten ini ditangani oleh dukun pada Tahun 2010. Sementara target standar pelayanan minimum cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih sebesar 90%. Singkil memiliki 122 dukun aktif.
63
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Sebenarnya, tenaga bidan terlatih tersedia sampai di desa-desa. Namun, tradisi masyarakat masih memposisikan dukun sebagai sesepuh yang sangat dihormati karena dipercaya memiliki kemampuan spiritual. Akan tetapi, hampir semua dukun tidak mendapatkan pelatihan persalinan yang benar. Akibatnya, dukun kurang dibekali untuk menangani komplikasi yang mengancam kesehatan ibu dan bayi mereka. Karena sebagian besar persalinan yang ditangani oleh dukun dilakukan di rumah dan jauh dari sarana kesehatan maka bantuan profesional menjadi sulit diperoleh. Komplikasi kebidanan yang ditangani dan nonatus yang ditangani merupakan 2 indikator dari SPM Kesehatan. Sebaliknya, bidan yang sudah terlatih secara medis dipandang terlalu muda dan kurang berpengalaman oleh banyak warga masyarakat untuk menangani proses persalinan secara benar, dan karena mereka tidak dapat berbicara dengan logat lokal maka sulit bagi mereka untuk dapat berhubungan dengan masyarakat yang harus mereka layani. B. Strategi Implementasi Strategi keberhasilan pelaksanaan dan penerapan kemitraan bidan-dukun di masyarakat sangat ditentukan dari keterlibatan para pihak di daerah seperti kepala puskesmas, bidan, kepala desa, ketua masjid lokal, tokoh masyarakat, tokoh agama, relawan kesehatan lokal, dukun itu sendiri. Beberapa strategi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi desa dimana masih adanya persalinan di tolong oleh dukun. a. Tahapan awal identifikasi dilakukan oleh puskesmas berdasarkan data persalinan ditingkat puskesmas. b. Dilakukan focus group discussion (FGD) melibatkan lintas sector membahas tentang data persalinan oleh dukun, dan di dilakukan pemilihan desa. 2. Membangun persepsi bersama lintas sektor tentang pentingnya pelaksanaan kemitraan bidan-dukun. a. Pelaksanaan FGD dengan melibatkan sector terkait untuk membangun persepsi yang sama tentang kemitraan bidan-dukun sehingga terbangun komitmen bersama untuk melaksanakan kemitraan bidan dan dukun. b. Membangun persepsi bersama tentang kemitraan bidan-dukun dilakukan tidak hanya melalui pendekatan formal tetapi juga dilakukan secara informal seperti melakukan pendekatan langsung kepada dukun dan kepala desa.
64
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
3. Pendampingan penyusunan Surat Keputusan (SK) Kepala Desa tentang dukun beranak desa. a. Sebelum SK disusun oleh kepada desa dilakukan kesepakatan komitmen kepala desa untuk memberikan jerih kepada dukun setiap bulannya melalui anggaran desa sebesar 50 ribu rupiah. b. Pendampingan penyusunan SK Kepala desa tentang dukun beranak dan selanjutnya disahkan oleh Kepala desa. 4. Pembahasan memorandum of understanding (MoU) bidan dan dukun yang diikuti oleh lintas sektor. a. FGD pembahasan MoU dengan melibatkan lintas sector terkait (dukun, bidan, kepala desa, puskesmas, mukim, camat). b. Penanda tanganan MoU bidan-dan dukun secara terbuka di puskesmas singkil. 5. Evaluasi kemitraan bidan-dukun dengan melibatkan lintas sector. a. Evaluasi kemitraan bidan dan dukun dilakukan setiap bulan bersama komite Kesehatan b. Evaluasi kemitraan bidan dan dukun tahunan di puskesmas dengan menghadirkan dukun, kepala desa, bidan, puskesmas, komite kesehatan kecamatan, Muspika dan dinas kesehatan. C. Dampak dan Perubahan Pelaksanaan kemitraan bidan dan dukun bayi membawa dampak dan perubahan positif di kabupaten Aceh Singkil, baik dari sehi kontribusi pada peningkatan cakupan SPM kesehatan, akses kepada pelayanan kesehatan, maupun dampak terhadap publik atau masyarakat secara umum. Dampak terhadap Cakupan SPM: 1. Statistik kesehatan menunjukkan bahwa angka kematian ibu diPuskesmas Singkil menurun ke titik nol pada Tahun 2013. Pada Tahun 2012, terdapat satu kematian ibu. 2. Statistik serupa yang dikelola oleh Puskesmas Singkil menunjukkanadanya penurunan jumlah persalinan yang ditangani oleh dukun dalam pelayanan Puskesmas dari 17 persalinan pada Tahun 2011 menjadi delapan pada Tahun 2012, dan menjadi hanya dua pada Tahun 2013. Patut diperhatikan
65
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
bahwa dua persalinan yang dibantu oleh dukun pada Tahun 2013 terjadi di desa di luar wilayah program percontohan. Dari Januari 2012 sampai Oktober 2013, sebanyak 214 persalinan telah dibantu melalui kemitraan baru bidan dan dukun. Puskesmas Singkil sudah melampaui target SPM dalam persalinan oleh tenaga terlatih. 3. Hasil diskusi kelompok fokus memperlihatkan bahwa kepercayaan antara bidan dan dukun telah semakin baik di desa-desa program percontohan. Bidan dan dukun menyatakan bahwa kemitraan mereka telah memperjelas batas-batas tugas dan tanggung jawab mereka. Dukun merasa bahwa, dengan kemitraan, tugas mereka menjadi lebih mudah karena bidan bertanggung jawab atas aspek klinis dan dapat diandalkan ketika terjadi komplikasi. Demikian pula, bidan mengatakan bahwa dukun telah membantu berbicara dengan ibu-ibu dan keluarga mereka serta menenangkan mereka selama proses persalinan, menangani aspek-aspek penting non-medis. 4. Kepala Puskesmas Singkil mengatakan bahwa melalui perluasan jaringan dukun, puskesmas mendapatkan kesempatan yang lebih baik untuk mengetahui adanya ibu-ibu hamil muda di wilayah pelayanan puskesmas. Karena dukun sekarang membagikan informasi kepada puskesmas maka cakupan Kunjungan pertama (K1) murni dan K4 (kunjungan ke 2 pada trisemester ke 3) semakin mencapai target SPM. Kehamilan dengan risiko tinggi dan persalinan yang akan segera terjadi lebih cepat teridentifikasi. Dampak terhadap Akses ke Pelayanan Kesehatan: 1. Dukun terbukti sangat penting dalam mendorong ibu hamil untuk menjalani pemeriksaan kehamilan di sarana kesehatan yang tepat. Sebagai hasilnya, 113 ibu hamil melakukan pemeriksaan triwulan pertama kehamilan mereka pada Tahun 2012 dan 109 ibu lagi sampai Oktober 2013. 2. Program kemitraan bidan-dukun telah mengidentifikasi kendala transportasi yang menghambat pelayanan kesehatan sehingga akhirnya mendorong pembentukan pelayanan hotline Puskesmas Singkil untuk keadaan darurat. Melalui nomor hotline ini, ibu-ibu yang akan melahirkan dapat memesan ambulan dan ambulan air untuk transportasi darurat ke puskesmas. Pendekatan seperti ini menjadi fokus pemerintah dan WHO agar ibu-ibu yang berisiko tinggi melahirkan di fasilitas kesehatan.
66
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
3. Berkat adanya kemitraan bidan-dukun, kaum ibu sekarang dapat mengakses informasi kesehatan lebih baik dalam bahasa yang mereka pahami. Dengan adanya pelayanan dukun sebagai perantara bagi masyarakat desa, bidan sekarang dapat lebih efektif berkomunikasi dengan pasien-pasiennya. Dampak terhadap Publik: 1. Diskusi kelompok fokus telah meningkatkan kesadaran masyarakat di desadesa yang ikut dalam program kemitraan tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan dan mencari bantuan medis untuk proses persalinan yang aman. 2. Diskusi kelompok fokus telah menciptakan peluang baru bagi desa-desa yang bermitra untuk berpartisipasi dalam perluasan pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Sebagian besar penerima manfaat langsung dengan terus terang mengatakan mendukung penerapan inisiatif yang lebih luas dan replikasi lebih jauh di desa-desa lain dan di kecamatan baru. Berdasarkan kehasilan tersebut, inisiatif ini sudah dinominasikan untuk lomba internasional United Nations Public Service Award (UNPSA).
D. Pembelajaran Inisiatif ini berhasil berkat adanya komitmen dari pemerintah lokal dan tokoh masyarakat. Tanpa kerjasama dari mereka, inisiatif dinas kesehatan ini tidak akan diterima oleh masyarakat atau perubahan perilaku tidak akan terjadi begitu cepat. Pendekatan yang menekankan partisipasi publik untuk meningkatkan rasa memiliki dan akuntabilitas atas hasil terbukti sangat diperlukan. Pembelajaran yang dipetik dari Kemitraan Bidan dan Dukun: 1. Partisipasi publik sangat penting untuk keberhasilan. Komitmen yang kuat dari para pemangku kepentingan termasuk dinas kesehatan, puskesmas, bidan, dukun dan kepala desa merupakan kunci keberhasilan dalam
67
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
2.
3. 4.
5.
pelaksanaan inisiatif kemitraan. Tanpa adanya partisipasi aktif masyarakat, kesadaran dan komitmen untuk menanggulangi masalah tidak mungkin terwujud. Kepercayaan antara mitra-mitra pembangunan merupakan prasyarat untuk keberhasilan. Pengakuan dukun sebagai sumber daya masyarakat yang penting dan pelaku utama perubahan terhadap hasil-hasil kesehatan ibu dan anak menjadi faktor penting bagi keberhasilan inisiatif. Bidan tidak lagi menjadi ancaman terhadap mata pencaharian dukun terutama dengan terbitnya peraturan desa yang lebih akuntabilitas menjamin penghasilan dukun. Insentif yang tepat dibutuhkan untuk membuat perubahan perilaku. Peraturan yang jelas, yang menjelaskan dan melindungi peranan setiap pihak merupakan pendorong yang besar bagi keberhasilan program ini. Komunikasi yang terus-menerus dibutuhkan untuk menjaga hubungan kerjasama. Kunjungan ke masyarakat setiap bulan oleh staf puskesmas dan nomor hotline 24 jam/hari membantu menjaga jalur komunikasi tetap terbuka, yang menjadi kunci dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan kendala yang timbul. Perubahan tradisi budaya yang telah dipelihara selama berpuluh-puluh tahun, barangkali bahkan selama berabad-abad, tidak mudah dan membutuhkan strategi dan pendekatan yang sesuai dengan adat istiadat di masyarakat.
E. Rekomendasi Untuk memastikan agar kemitraan bidan-dukun di Puskesmas Singkil dan Kabupaten Aceh Singkil secara keseluruhan berjalan secara berkelanjutan, maka langkah-langkah berikut ini adalah penting sekali: 1. Dukungan secara hukum atau legal sangat penting. Di Aceh Singkil, sudah ada berperapa surat keputusan kepala desa/ kampung . 2. Pembuatan MOU di antara bidan dan dukun harus tranparan dan melibatkan pemangku kepentingan. 3. Dukungan anggaran yang memadai adalah kunci sukses juga. Untuk memastikan bahwa inisiatif ini terus lanjut, Dinas Kesehatan Aceh Singkil sudah mengalokasikan Rp 938.6 juta untuk replikasi inisiatif ini, ditambah dengan Rp 6 juta untuk evaluasi inisiatif yang sudah dilaksanakan. 4. Partisipasi para pihak penting untuk membangun percaya diantara pemerintah dan masyarakat serta kesepahaman bersama antar sektor.
68
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Para lokakarya mini diadakan untuk mempertemukan bidan, dukun, kepala desa, tokoh agama, petugas kesehatan desa, tokoh masyarakat dan aktor yang lain. F. Pembiayaan Untuk melaksanakan kemitraan dukun-bidan di Aceh Singkil, berbagai pemangku kepentingan menyediakan dana guna mendukung inisiatif ini: • Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2012 sebesar Rp 56.250.000 untuk kegiatan kemitraan bidan-dukun. • Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013 sebesar Rp 37.577.000, termasuk dana untuk replikasi inisiatif ini di puskesmas-puskesmas lain. • Puskesmas Singkil dengan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Tahun 2013 sebesar Rp 25.000.000 • IMPACT-Yayasan Daun dari hibah internasional sebesar Rp 40.000.000. • Daun dari kontribusi sumber sendiri sebesar Rp 141.346.584 • Anggaran Jaminan Persalinan sebesar Rp 50.000 untuk setiap persalinan yang dibantu bersama . • Anggaran desa Teluk Rumbia dan Rantau Gedang sebesar Rp 50.000 per bulan per dukun. G. Testimoni Rahma Efrida Pohon Bidan Desa Rantau Gedang, Aceh Singkil “Setelah adanya kemitraan ini, saya merasa lebih terbantu karena setiap ada pasien persalinan saya ditelpon lebih cepat dan tidak ada kata terlambat. Dan saya terbantu dengan hubungan dengan masyarakat. Harapan saya ke depannya dengan keadaannya kemitraan ini saya harapkan persalinan di desa Rantau Gedang ini adalah ditolong oleh tenaga kesehatan atau bidan. Dan kepada aparat desa atau toko-toko masyarakat agar dapat mendukung saya sepenuhnya dalam melakukan kerjasama ini dengan dukung kampung.”
Kontak Detail Bapak Eddy Widodo Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil Jl. Bahari No. 55, Aceh Singkil Email:
[email protected]
69
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4.2.3 Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Standar Pelayanan Minimal Kesehatan di Kabupaten Jayapura, Papua.
IPM atau Indeks Pembangunan Manusia di Papua menduduki urutan ke33 dari 33 propinsi yang ada di Indonesia. Status IPM yang rendah tersebut, salah satunya di sebabkan karena buruknya/rendahnya kualitas pelayanan publik, termasuk dalam pelayanan kesehatan, padahal anggaran besar telah dialokasikan oleh pemerintah. Peningkatan kualitas pelayanan publik agar memenuhi Standar Pelayanan Minimum termasuk di dalamnya bidang kesehatan merupakan jalan terbaik untuk meningkatkan IPM dari tahun ke tahun, dan partisipasi aktif masyarakat menjadi salah satu strategi kunci untuk pencapaiannya. A. Situasi Sebelum Inisiatif Tren anggaran untuk sektor kesehatan di Kab Jayapura menurun dari Tahun 2009 (11%) hingga Tahun 2013 yang hanya tertinggal sebesar 5% dari total belanja daerah semakin memprihatinkan. Komitmen pemerintah daerah untuk pembangunan di bidang kesehatan tidak tercermin dalam anggaran urusan kesehatan. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Kabupaten Jayapura pada Tahun 2012 sebanyak 118.046 jiwa, maka anggaran kesehatan untuk setiap penduduk Kabupaten Jayapura hanya 249 ribu rupiah pertahun atau hanya 24 ribu rupiah perbulan.
70
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Berdasarkan hasil evaluasi pemenuhan SPM yang difasilitasi oleh Kinerja, SPM Kesehatan Kab.Jayapura pada tahun 2013 hanya mencapai 36%. Pemahaman pemerintah daerah terhadap Permenkes Nomor 741 Tahun 2008 tentang SPM Kesehatan serta Permenkes 828 tahun 2008 Petunjuk Teknis penerapan SPM juga masih rendah. SPM masih belum dianggap penting untuk dijadikan landasan dalam perencanaan dan penganggaran sektor kesehatan, dan juga belum dipakai sebagai alat manejemen untuk menilai kinerja sektor kesehatan di daerah. Beberapa indikator SPM belum dijadikan acuan indikator dan target program kerja dan kegiatan dalam pengembangan rencana kerja sektor. Selain itu, masyarakat masih belum dilihat sebagai mitra yang strategis untuk pembangunan sektor kesehatan di daerah dalam proses ini. Partisipasi masyarakat dalam menentukan kebutuhan kesehatan untuk pemenuhan hak dasarnya belum banyak didorong dan disaat yang sama ketidak pahaman mengeni standar pelayanan kesehatan yang menjadi hak-nya belum banyak dipahami dengan baik B. Strategi Implementasi Kinerja-USAID di Papua menerapkan pendekatan untuk perbaikan pelayanan publik dari dua sisi, yakni sisi penyedia dan pengguna. Dari sisi penyedia, Kinerja melakukan asistensi dan penguatan kapasitas organisasi lokal dalam melakukan upaya penyadaran akan hak-hak masyarakat, sehingga mampu melakukan advokasi untuk peningkatan kualitas pelayanan publik. SPM diletakkan dalam bingkai hak dasar masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik, sehingga disseminasi SPM dan penyadaran akan pentingnya pemerintah memenuhi SPM bagi masyarakat menjadi prioritas dalam penyediaan pelayanan publik yang berbasis standar. Dari sisi pemerintah, sebagai penyedia pelayanan publik, Kinerja-USAID memberikan peningkatan pemahaman dalam penyediaan pelayanan publik yang berkualitas mengacu kepada standar layanan, asistensi dalam melakukan penelaahan pencapaian SPM untuk mengetahui kesenjangan nya, dan kemudian memberikan asistensi dalam penghitungan dan skema pembiayaan
71
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
dalam memenuhi SPM serta intervensi kebijakan, program dan kegiatan yang diperlukan untuk memenuhi kesenjangan yang ada . Tim teknis tingkat kabupaten terdiri dari pengambil kebijakan ditingkat kabupaten, yang berperan menjadi penasihat program tingkat kabupaten serta memainkan peran penting dalam mendorong pelaksanaan pendampingan dan penghitungan SPM kesehatan sesuai dengan rencana kerja. Selain itu, tim teknis ini juga aktif melakukan mendorong integrasi SPM bidang kesehatan ke dalam perencanan dan pengganggaran daerah. Bantuan teknis Kinerja-USAID menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam proses pengembangan dan pembiayaan SPM kesehatan dan mendorong pemerintah daerah untuk melibatkan masyarakat dalam proses ini, serta sebagai bagian dari upaya untuk memenuhi amanat akuntabilitas dan transparansi penyelenggara pelayanan publik. Beberapa tahapan pelaksanaan kegiatan antara lain: 1. Lokakarya awal sosialisasi standar layanan kesehatan dan startegi penerapannya di daerah. Dalam lokakarya ini, dibangun pertama kali pemahaman penyelenggara pelayanan kesehatan,pelayan kesehatan serta masyarakat umum tentang SPM sebagai bagian dari berbagai standar layanan kesehatan yang ada di Indonesia. Lokakarya ini menekankan bahwa dalam pengembangan dan penentuan pembiayaan standar pelayanan minimal, masyarakat menjadi bagian penting dalam proses tersebut. SPM diletakkan dalam bingkai hak dasar masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik, sehingga disseminasi SPM dan penyadaran akan pentingnya pemerintah memenuhi SPM bagi masyarakat menjadi prioritas dalam publik. 2. Lokakarya capaian dan kesenjangan (yang ada dan lokakarya pembiayaan (costing) Dalam lokakarya ini, forum multi-pihak serta masyarakat sipil lainnya terlibat dalam lokakarya memainkan peran penting. Peran ini antara lain melalui konfirmasi langsung terhadap capaian dilapangan dari sektor kesehatan/ puskesmas, tetapi juga memberikan masukan-masukan untuk pencapaian SPM didaerah kepada dinas kesehatan dan puskesmas. Masukan-masukan ini juga memperkaya pilihan kegiatan untuk mengatasi kesenjangan yang ada, dan mampu mempercepat pencapaian SPM didaerah.
72
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Kemudian, dinas kesehatan dan puskesmas bersama masyarakat menyusun rencana kerja dan skala prioritas mana yang bisa menjawab persoalan kesenjangan agar di tahun depan bisa tercapai. Setelah perencanaan kegiatan terpenuhi dan sesuai sasaran prioritas, masyarakat pun terlibat untuk memberikan masukan dan saran terhadap besar anggaran yang dibutuhkan untuk bisa menjawab persoalan
3. Konsultasi publik dan pengawasan publik Konsultasi publik dilakukan di Kabupaten Jayapura dalam rangka mendiskusikan hasil costing SPM pada pemangku kepentingan yang lebih luas dan dalam rangka mendapatkan dukungan. Dalam konsultasi publik ini, SKPD serta badan pemerintah daerah lainnya dilibatkan karena banyak aspek dari pencapaian SPM kesehatan yang akan memerlukan koordinasi dan sinergi dengan sektor lainnya.
Selain itu, konsultasi publik ini menjadi ajang untuk memberikan ruang yang lebih luas pada masyarakat sipil dan forum multi-pihak baik ditingkat kabupaten dan juga distrik untuk memberikan masukan sebelum hasil costing SPM ini diintegrasikan lebih lanjut ke dalam perencanaan dan penganggaran daerah. Masyarakat melalui forum multi-pihak memberikan masukan dan diharapkan kedepannya juga mendukung Dinas Kesehatan dalam implementasi rencana. Forum multi-pihak juga akan terus mengawal dan mengawasi pencapaian SPM kesehatan.
4. Penyebarluasan informasi dan diskusi tingkat masyarakat tentang standar pelayanan minimal kesehatan. Dalam berbagai kesempatan, pertemuan forum multi-pihak tingkat distrik dan juga tingkat Kabupaten, SPM menjadi topik diskusi dalam rangka meningkatkan pemahaman masyarakat sipil terhadap SPM dan relevansinya dalam pemenuhan hak kesehatan.
Disamping itu, ada serangkaian radio talkshow yang dilakukan dengan bekerjasama dengan Radio Kenambai Umbai di Sentani baik yang dilakukan di dalam studio ataupun diluar ruangan/ di kampung yang melibatkan masyarakat umum yang focus membahas isu standar layanan termasuk SPM kesehatan. Radio talkshow ini membantu membangun ‘kebisingan’ ditingkat masyarakat tentang Standar Pelayan Minimal sebagai bagian pemenuhan hak masyarakat, dan mendorong perbincangan tentang SPM di tingkat akar rumput.
73
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Selain itu, kelompok jurnalis warga, yang kemudian membentuk forum jurnalis warga dengan nama “CYCLOPS” turut juga mengangkat isu SPM bidang kesehatan lewat tulisan dan dalam berbagai aktivitas mereka sebagai jurnalis warga.
C. Dampak dan Perubahan Dampak dari pendampingan SPM yang dilakukan oleh Kinerja-USAID telah membuat dinas kesehatan menyadari bahwa kegiatan yang lebih bisa mengungkit capaian SPM dan meningkatkan kinerja petugas kesehatan adalah dengan menerapkan SPM. Rencana strategis Dinas kesehatan sudah mengakomodir SPM didalamnya. Dalam Rencana kerja anggaran Dinas Kesehatan Tahun 2014, terdapat alokasi dana untuk mendukung pemenuhan SPM sebesar. 6,69 milyar rupiah. Disaat yang sama, relasi dan kerjasama antara penyelenggara pelayanan kesehatan di Kab Jayapura semakin erat terbangun. Dalam berbagai kegiatan terkait perencanaan program kesehatan, forum multi-pihak dilibatkan sebagai peserta. Keterlibatan masyarakat, terutama forum multi-pihak dalam perencanaan kesehatan untuk pemenuhan SPM ini telah mendorong adanya mobilisasi sumber daya yang berasal dari masyarakat.
74
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Sebagai contoh untuk menjamin pencapaian salah satu indicator SPM Kesehatan dalam penanggulangan penyakit menular TB di Kabupaten Jayapura: Kampung Yoboi di Distrik Sentani telah mengalokasikan dana untuk menyiapkan insentif bagi empat kader TB (Tuberculosis) setempat menggunakan anggaran Kampung. Selain itu, Forum Dobonsolo (Multi stakeholder forum Distrik Sentani) dalam proses musrenbang distrik berhasil mengadvokasi pemerintah distrik untuk merencanakan Pos TB kampong untuk tujuh kampung di distrik Sentani yang nantinya akan dianggarkan lewat dana Prospek. Selama ini kader TB dan Pos TB yang melakukan tugas selalu dibiayai oleh puskesmas dengan anggaran yang minim. Saat ini MSF ditingkat Kabupaten juga memiliki komitmen yang tinggi untuk mengawal dan mengawasi pelaksanaan pencapaian SPM dan penganggarannya di Kab Jayapura. Pendampingan yang intensif atas perencanaan dan perhitungan SPM kesehatan, telah mendorong pemerintah daerah untuk mencoba mereplikasi melalui pendampingan pengembangan SPM untuk pelayanan publik lainnya di daerah. D. Pembelajaran Pembelajaran yang didapat dari partisipasi masyarakat dalam pengembangan SPM kesehatan ini adalah: 1. Masyarakat Papua mampu memainkan peran aktif untuk memberikan masukan pada pengembangan SPM di daerah, ketika sejak awal proses mereka sudah dilibatkan sebagai bagian dari pendampingan teknis didaerah. Pentingnya penyadaran dan keterlibatan dari dua belah pihak, baik pemerintah sebagai penyedia layanan dan masyarakat sebagai pengguna layanan dalam perencanaan dan costing SPM menjadi krusial. Kesadaran bersama dari dua belah pihak akan menjamin sinergi dalam melakukan upaya perbaikan. 2. Sentuhan kepentingan lokal atau kedaerahan serta menggali kearifan lokal, juga mampu membangkitkan semangat dan kesadaran. Sentuhan lokal ini antara lain ditunjukannya kondisi riil kesehatan rakyat Papua dan dibandingkan dengan daerah lain. Sentuhan tentang betapa pentingnya masyarakat lokal untuk berubah mengejar ketertinggalan dan konsekuensinya bila tidak ada perubahan, telah mampu membangkitkan kesadaran pemerintah daerah maupun masyarakat untuk berubah melakukan upaya bersama.
75
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
3. Peran media dan forum- multi-pihak yang dikembangkan di lapangan, mampu menjadi agen pendorong perubahan didaerah dengan menyebar luaskan informasi tentang SPM dan apa kaitan SPM dalam pemenuhan hak masyarakat. Selain itu, kemitraan yang terbangun antara media, forum multi pihak dan unit pelayanan/Puskesmas atau Dinas Kesehatan telah memberikan kesempatan yang lebih besar untuk pencapaian SPM dengan melibatkan berbagai sumber daya yang ada di pemerintah daerah dan juga di masyarakat. 4. Pentingnya data riil dalam perencanaan kegiatan yang dibuat juga disadari oleh para pembuat kebijakan. Kemudian dilakukan analisa penyebab kesenjangannya sebgai dasar membuat skala prioritas. Data menjadi sangat penting dalam menentukan capaian dan target SPM. 5. Pendampingan SPM bagi dinas kesehatan dan puskesmas menjadi nilai tersendiri bagi pemerintah daerah. Melalui pendampingan SPM bidang kesehatan, pemerintah daerah Kab Jayapura dan membuat pemerintah mereplikasikan SPM kepada SKPD lainnya yang memiliki peran sebagai penyelenggara pelayanan publik. E. Rekomendasi 1. Peran masyarakat dalam pengembangan, perencanaan penerapan dan penghitungan pembiayaan kebutuhan SPM di daerah harus menjadi bagian penting dari kegiatan pendampingan SPM di berbagai sektor pelayanan public. Bahkan dalam kondisi Papua, dengan segala tantangan pembangunan yang ada, hal ini tetap dapat dilaksanakan. 2. Pendampingan SPM yang aktif melibatkan masyarakat masih harus terus dilakukan untuk memastikan komitmen yang telah dicapai bisa diimplementasikan di lapangan. Dalam hal ini, masyarakat memiliki peran untuk mengawasi pelayanan publik, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Untuk menjamin masyarakat sipil dapat menjalankan peran pengawasan yang berkelanjutan tersebut ada dua hal penting yang perlu dilakukan. Kedua hal tersebut antara lain pengembangan kapasitas kelompok-kelompok masyarakat sipil (LSM, forum multi-pihak, dll) serta alur informasi yang transparan antara masyarakat dan pemerintah daerah, dinas kesehatan atau puskesmas yang akan menjadi precursor yang penting untuk pelibatan aktif masyrakat di masa mendatang.
76
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
3. Pengawalan tetap masih diperlukan karena kadangkala pemerintah daerah belum memahami harmonisasi dan sinkronisasi teknis penganggaran antara Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai acuan proses penganggaran dan SPM sektoral yang diterbitkan oleh Kementrian teknis. Aturan ini pada beberapa kasus dapat membuat pemerintah daerah kurang memilik keberanian dalam membuat kegiatan inovasi yang dapat meningkatkan capaian SPM dan IPM, seperti yang dialami Kab.Jayapura. F. Pembiayaan Hasil penghitungan pembiayaan pemenuhan SPM telah disusun untuk empat tahun yakni Tahun 2014 s/d 2017. Anggaran yang dibutuhkan untuk capaian SPM di Tahun 2014 adalah sebesar Rp 6,271,382,000, anggaran 2015 sebesar Rp 10,290,521,550, anggaran SPM Tahun 2016 sebesar Rp 11,876,847,545, dan anggaran SPM Tahun 2017 sebesar Rp 14,232,772,161. Perbedaan anggaran setiap tahunnya merujuk pada perubahan harga setiap tahun yang diperkirakan. Pemerintah daerah telah berkomitmen untuk mengalokasikan APBDnya untuk kebutuhan tersebut. G. Testimoni Bapak Amos Soumilena Ketua forum multi-pihak Kabupaten Jayapura, Papua “Forum multi-pihak mendorong pemerintahan dengan tata-kelola yang baik… Masyarakat melakukan kerjasama dengan pemerintah untuk mengetahui apa yang menjadi masalah puskesmas, kemudian diskusi dengan pemerintah dan dijawab oleh pemerintah dalam hal pelayanan publik. Harus ada responsibility masyarakat, mereka harus lebih paham bagaimana mereka bisa sehat dan cerdas.”
Detail Kontak Bapak Amos Soumilena Ketua forum multi-pihak Kab. Jayapura, Papua 081248263822
77
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4.2.4. Peraturan Walikota Makassar dalam Percepatan Penerapan Standar Pelayanan Minimal Kesehatan
Upaya percepatan target pencapaian Standar Pelayanan (SPM) Kesehatan di Kota Makassar secara bertahap mulai Tahun 2012 s/d Tahun 2015 adalah salah satu bentuk aksi kongkrit dari komitmen Pemkot Makassar untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di Kota Makassar. Melalui dukungan Program Kinerja-USAID secara bersama sama dengan Dinas Kesehatan dan MSF melakukan analisis pencapaian SPM dan hasilnya dapat diitegrasikan ke dalam perencanaan dan penganggaran SKPD Dinas Kesehatan yang kemudian menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari lahirnya regulasi Peraturan Walikota Nomor 101 Tahun 2013 tentang Penerapan SPM. A. Situasi Sebelum Inisiatif Proses desentralisasi telah mengakibatkan perubahan –perubahan mendasar dalam pelayanan kesehatan baik di tingkat nasional maupun provinsi dan kabupaten/ kota. Pelimpahan kewenangan pusat ke daerah telah melahirkan beberapa regulasi pada tingkat nasional meliputi Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan penerapan SPM, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian SPM, dan Permenkes RI Nomor 741/Menkes/PER/VII/ 2008 tentang SPM bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
78
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Kebijakan pusat ini belum menjadi rujukan daerah baik dalam upaya pemenuhan hak pelayanan kesehatan dasar rakyat maupun untuk mengukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh daerah. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh daerah sesungguhnya adalah pelayanan yang sama dengan SPM. Namun banyak daerah terutama Kota Makassar belum pernah melakukan perhitungan pencapaian indicator SPM sebagai wujud akuntabilitas pelayanan daerah. Sehingga sulit menentukan pencapaian target SPM dan gap yang ada. Akibatnya anggaran kesehatan juga masih belum terfokus pada pencapaian target atau peningkatan kualitas pelayanan kesehatan pada indicator yang sudah tercapai target SPM. Pada Tahun 2011 Dinas Kesehatan Kota Makassar pernah melakukan perhitungan Pencapaian indikator SPM kesehatan dengan hasil beberapa indicator pencapaiannya masih rendah antara lain persentasi cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani masih 50 % demikian pula persentase Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6-24 bulan keluarga miskin masih 44 %. Costing perencanaan pencapaian Indikator SPM tidak spesifik anggarannya ditujukan untuk alokasi pencapaian SPM karena perencanaan kegiatan dengan alokasi anggaran bersifat “gelondongan”, sehingga relasi antara kegiatan dan target pencapaian SPM menjadi seringkali tidak sinkron, sebelumnya juga belum pernah dilakukan perhitungan sumber daya dan dana yang dibutuhkan untuk mencapai SPM Kesehatan, termasuk kesenjangan pembiayaan, rencana pencapaian SPM Kesehatan dan penetapan target tahunan pencapaian SPM Kesehatan. Kebutuhan suatu kebijakan daerah (peraturan walikota atau perwali) diasumsikan dapat meningkatkan perhatian para stakeholder daerah dalam percepatan pencapaian target SPM. Sebelum ada pendampingan dari program Kinerja - USAID, Dinas Kesehatan dalam menentukan indikator capaian SPM tahun berikunya hanya meminta kepala bidang memberi usulan berdasarkan capaian yang ada ditingkat Puskesmas. Dinas belum melakukan analisis situasi kondisi di lapangan dan kemampuan puskesmas berserta staff. Kurangnya upaya dalam mengejar pemenuhan target SPM Kesehatan di Kota Makassar dimungkinkan salah satunya karena belum adanya kebijakan yang menjadi payung pelaksanaan SPM Kesehatan di tingkat daerah. Oleh karena itu upaya penyusunan Peraturan Walikota Makassar dalam Percepatan Pemenuhan SPM Kesehatan menjadi penting dan strategis.
79
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
B. Strategi implementasi Strategi mempercepat pencapaian SPM Kesehatan di Kota Makassar dilakukan melalui penyusunan payung hukum melalui peraturan wali kota Makassar. Proses penyusunan ini sudah mengacu kondisi SPM dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Langkan langkah yang ditempuh dalam pengembangan perwali adalah sebagai berikut: 1. Penyiapan Tim Penyusun Peraturan Walikota (Perwali) Makasar Agar proses persiapan penyusunan perwali dan sistematis, maka sebagai langkah awal Dinas Kesehatan membentuk tim penyusun Perwali yang terdiri dari Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Makassar, Kabid BPSDK Kesehatan, Kabid Binkesmas, Kasie Perencanaan, Bagian Hukum Pemda Makassar, dan Prof. DR. Noer Bahri Noor,M.Kes (Konsultan Program KinerjaUSAID). Tim ini yang bertugas untuk penyusunan perwali. 2. Analisis Pencapaian SPM Tim perumus dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti kepala dan staf puskesmas, PKK, kader kesehatan, Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan media melakukan analisis kesenjangan. Kemudian dilakukan analisis biaya yang menjadi proses penganggaran APBD Dinas Kesehatan Kota Makassar. Hasil analisis ini menjadi naskah akademik yang akan menjadi acuan tim dalam perumusan perwali SPM.
80
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
3. Integrasi hasil costing dalam dokumen perencanaan & Penanggaran melibatkan Multi-stakeholder Forum Hasil perhitungan Gap SPM Kesehatan oleh tim perumus dan Multistakeholder Forum (MSF) membahas untuk mengintegrasikan dalam Penggaran Dinas Kesehatan Kota Makassar. Kontribusi MSF cukup signifikan dalam proses pengawalan anggaran. Alokasi budget tahunan untuk menutup gap yang telah dianalisis oleh tim perumus. Program dan kegiatan yang disepakati dengan MSF secara bertahap setiap tahun dituangkan ke dalam RKT/RKS, Rencana Kerja SKPD dan RKAS dengan skenario pemenuhan budget berdasarkan kemampuan fiscal Pemerintah Kota Makassar. 4. Sosialisasi Draft Perwali Melibatkan MSF Draft Perwali tentang penerapan SPM Kesehatan bersama dengan hasil Costing SPM disosialisasikan kepada seluruh pemangku kepentingan terkait (Dinas Kesehatan, Kepala Puskesmas, MSF Kesehatan, LSM, Jurnalisme Warga, IBI.) Kegiatan dilaksanakan dengan konsultasi publik sebanyak 3 Kali. Seluruh masukan yang disampaikan oleh stakeholders menjadi bahan penyempurnaan draft perwali. 5. Proses Pengesahan Perwali SPM Kesehatan Proses pengesahan Perwali SPM Kesehatan setelah dianggap cukup oleh Tim kemudian dilakukan dengan penandatangan paraf berjenjang oleh pimpinan SKPD yang terkait mulai dari Paraf Kepala Dinas, Paraf Bagian Hukum yang dilanjutkan dengan telaah, Paraf Asisten II, Paraf Sekretaris Daerah dan terakhir ditandatangani oleh Walikota Makassar. C. Dampak dan perubahan 1. Peningkatan dan Kesinambungan Anggaran SPM Kesehatan Dukungan data perhitungan SPM yang akurat akan lebih memudahkan dalam mengintegrasikan kedalam perencanaan dan penganggaran sehingga perumusan kebijakan menjadi lebih tepat sasaran dan target. Dinas Kesehatan dalam upaya mencapai pemenuhan SPM Kesehatan, secara bertahap mulai Tahun 2012 sampai dengan Tahun 2015 Dinas Kesehatan Kota Makassar telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp. 27, 631,- Milyard untuk 18 indikator SPM Kesehatan. 2. Peningkatan Kapasitas SDM Dinas Kesehatan Pendampingan yang dilakukan Program Kinerja USAID dengan selalu menggunakan pendekatan penguatan supply dan demand, secara tidak
81
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
sadar menumbuhkan kesadaran baru bagi pemerintah dan masyarakat terhadap pemenuhan SPM sebagai wujud kewajiban pemda dalam pelayanan hak kesehatan dasar rakyat. 3. Timbul saling memahami antara penyedia layanan dan masyarakat dan kepemilikan SPM. Proses penyusunan regulasi ini telah meningkatkan kemitraan antara penyedia layanan, pengambil kebijakan anggaran, dan masyarakat atau multi stakeholder forum sehingga memudahkan neogosiasi anggaran. Karena SPM dibahas secara bersama multi pihak, maka semua memiliki rasa kepemilikan terhadap upaya pencapaian indicator dan target SPM. Demikian juga di intenal Dinkes terjadi integrasi perencanaan dan penganggaran sehingga pencapaian indicator dan target SPM bukan lagi ego masing-masing program. D. Pembelajaran Dinas Kesehatan, Puskesmas dan MSF Kesehatan serta Bappeda mengakui Pendampingan Program KInerjaUSAID dalam SPM Kesehatan secara khususi memberi beberapa pembelajaran antara lain: 1. Partisipasi aktif dari semua unsur dinas kesehatan, puskesmas dan MSF Kesehatan sangat penting untuk menyusun regulasi daerah (peraturan wali kota). Partisipasi ini sudah mendorong dengan kuat sehingga lahirnya kebijakan yang sesuai dengan peningkatan pelayanan public terutama dalam pemenuhan SPM Kesehatan. Partisipasi ini kuat antara para pemerintah dan masyarakat memunculkan sikap saling mengawasi dalam upaya pemenuhan SPM dan mendapatkan alternatif solusi dan dukungan untuk masalah tersebut. 2. Peraturan Walikota tersebut telah menjadi dasar dinas kesehatan untuk perencanaan dan penganggaran SPM Kesehatan. Namun, hal yang paling penting terhadap peningkatan anggaran SPM adalah Keterlibatan dinas teknis/kesehatan dengan tim anggaran/ Bappeda dalam pembahasan kebijakan SPM. Keterlibatan ini telah menciptakan pemahaman yang mendalam terhadap perencanaan dinas kesehatan secara detil sehingga memudahkan dalam advokasi anggaran sesuai dengan pemenuhan target SPM. 3. Hasil analisa kesenjangan capaian SPM dan anggaran yang diperlukan merupakan dokumen akuntabilitas tinggi dalam penyusunan kebijakan
82
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
dan advokasi anggaran SPM Kesehatan. Dokumen costing SPM juga dapat digunakan sebagai bahan pengawasan implementasi SPM (menjadi lampiran Perwali SPM) baik oleh pemerintah maupun MSF. 4. Terbitnya Peraturan Walikota Makasar tentang SPM Nomor 101 Tahun 2013 makin meningkatkan pengawasan dan dorongan masyarakat (jurnalis warga) kepada Pemda Makassar untuk mempercepat pemenuhan SPM. 5. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi secara rutin dan sistimatis akan menjamin pencapaian dan kualitas pelayanan SPM Kesehatan. E. Rekomendasi • • • •
Penting regulasi SPM sebagai payung untuk memastikan SPM menjadi focus dalam proses perencanaan dan anggaran Pengintegrasian SPM Kesehatan ke dalam Tahapan Proses Perencanaan dan Penganggaran Daerah harus mendapatkan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan di daerah. Kesinambungan SPM atau program kesehatan lainnya sangat tergantung SPM terintegrasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah daerah. Keterlibatan masyarakat sebagai pengawas dan advocator sangat berperan dalam menjaga kesesuaian dan kesinambungan program meski ada pergantian pimpinan di tingkat SKPD maupun pimpinan daerah.
F. Pembiayaan Untuk melaksanakan program ini diperlukan dana sekitar 100 juta rupiah untuk pembiayaan lokakarya dan advokasi anggaran. G. Testimoni Samsiah Desni Kepala Puskesmas Batua, Kota Makassar, Sulawesi Selatan “Di puskesmas ini jumlah petugas kesehatan hanya kurang lebih 50 orang. Dengan jumlah penduduk 66.204 orang. Tidak mungkin kami mampu untuk menghandle semua kesehatan masyarakat kalau tidak ada mitra dari kami. Maka dengan adanya partisipasi dari masyarakat, khususnya kader-kader posyandu maka program-program kesehatan itu kita bisa jalan bersama”.
Detail Kontak Dinas Kesehatan Kota Makasar Jl. Teduh Bersinar No. 1 Makassar, Telp. 0411 - 881549 Fax. 0411 - 887710 e-mail :
[email protected] Website: dinkeskotamakassar.net Nama Pimpinan Unit :dr. Hj. A. Naisyah T. Azikin, M.Kes, HP. 0816276706
83
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
4.2.5 Rencana Strategis Berbasis Standar Pelayanan Beri Peluang Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak, Kota Singkawang, Kalimantan Barat
Hingga tahun 2012, Dinas Kesehatan Kota Singkawang belum menggunakan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebagai acuan perencanaan dan penganggaran program kesehatan. Kegiatan SPM masih hanya sebatas pelaporan pencapaian dibanding target nasional. Pada tahun 2011, capaian SPM kesehatan dinas kesehatan sangat bervariasi, berkisar 8% - 58% di bawah target nasional. Namun, hasil evaluasi ini belum diintegrasikan dalam rencana kerja Dinas Kesehatan. Sejak bermitra dengan Kinerja-USAID, Dinas Kesehatan telah membuat perubahan penting untuk mengintegrasikan SPM dalam rencana strategis dinas. Bersama dengan puskesmas, dinas membuat rencana kegiatan dan anggaran berdasarkan hasil evaluasi pencapaian SPM. Dua tahun setelah bermitra dengan Kinerja-USAID, dinas kesehatan telah memiliki rencana
84
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
strategis yang komprehensif dan berbasis standar pelayanan minimal. A. Situasi Sebelum Inisiatif Meskipun target pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan untuk menjamin pemerintah daerah memberikan pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas akan berakhir 2015, masih banyak pemerintah daerah belum memahami dan menggunakan panduan ini. Di Kota Singkawang, Dinas Kesehatan belum menggunakan SPM sebagai acuan perencanaan programnya hingga tahun 2012. Program masih dibuat berdasarkan kegiatan dan penyerapan anggaran tahun sebelumnya. Akibatnya, program yang dibuat tidak mencerminkan kebutuhan riil di lapangan. Selain itu, lemahnya kerjasama antar SKPD juga menghambat penyediaan layanan kesehatan yang berkualitas. Hingga tahun 2012, Kota Singkawang tidak memiliki rencana program kesehatan yang komprehensif karena setiap SKPD membuat rencana sendiri-sendiri, sehingga banyak program yang tumpang-tindih. Selain itu, masyarakat sebagai pengguna layanan kesehatan belum dilibatkan dalam pembuatan rencana kerja pemerintah. Meskipun pada saat itu masyarakat sudah cukup kritis terhadap penyediaan layanan kesehatan, mereka tidak mempunyai forum yang mempertemukan dengan pihak penyedia layanan untuk membahas pelayanan kesehatan yang disediakan pemerintah terutama pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) secara berkala. B. Strategi Implementasi Faktor utama dalam keberhasilan SPM menjadi bagian dari rencana strategis di Singkawang adalah kemitraan dinas kesehatan dan antara bermitra dengan dengan forum multi-stakeholder (FMS) yang beranggotakan staf pemerintah, tokoh masyarakat, pekerja sosial dan aktivis. Forum ini dimaksudkan untuk mempertemukan penyedia dan pengguna layanan kesehatan untuk berdiskusi tentang isu-isu kesehatan, terutama kesehatan ibu dan anak di Kota Singkawang. Kegiatan penerapan SPM dalam perencanaan program kerja pemerintah terbagi menjadi beberapa tahapan:
85
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
1. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Tahap awal ini dilakukan untuk memastikan bahwa staff dinas kesehatan, puskesmas, dan MSF Kabupaten memiliki pemahaman yang sama tentang konsep SPM dan kegunaan SPM untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Pada tahap ini, tim perumus SPM juga dibentuk untuk membantu puskesmas dan dinas kesehatan mengidentifikasi capaian SPM mereka, analisa kesenjangan dan mencari solusi. 2. Identifikasi dan analisa capaian SPM. Dengan bantuan tim perumus, Dinas Kesehatan Kota Singkawang dan puskesmas mengidentifikasi indicator SPM yang telah mereka capai, analisa kesenjangan dan penyebabnya serta menghitung anggaran yang diperlukan untuk mencapai indicator tersebut. Berdasarkan analisa tersebut, tingkat capaian SPM kesehatan Kota Singkawang tahun 2012, terutama untuk indicator kesehatan ibu dan anak sangat beragam, berkisar 8% - 58% di bawah target nasional. 3. Perencanaan program. Puskesmas dilibatkan secara aktif dalam perencanaan program untuk mengidentifikasi kebutuhan yang sesuai dengan kesenjangan pelayanan dasar. Berdasarkan hasil diskusi para pemangku kepentingan, Kota Singkawang memprioritaskan kegiatan penanganan komplikasi kebidanan (indikator 2) dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan (indikator 3). Integrasi SPM dalam rencana lima tahunan dinas kesehatan sangat diperlukan untuk menjamin keberlanjutan program dan memberikan waktu yang cukup agar inisiatif ini memberikan dampak terhadap kualitas layanan kesehatan.
86
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
C. Hasil dan Dampak Satu tahun setelah program ini dijalankan, beberapa dampak terkait dengan perencanaan program kesehatan yang lebih baik, kerjasama lintas-sektoral dan partisipasi masyarakat mulai terlihat: 1. Peningkatan pemahaman pemangku kepentingan di Singkawang terhadap pentingnya SPM dalam memenuhi hak rakyat dalam pelayanan kesehatan dasar. 2. Dinas memiliki rencana strategi program kesehatan yang komprehensif dan berbasis standar pelayanan minimal. Program kerja ini dibuat dan disepakati oleh SKPD dan masyarakat. 3. Dinas kesehatan sudah merujuk dokumen ini sebagai rencana kerja tahunan yang memastikan bahwa indicator SPM akan dicapai secara bertahap dalam lima tahun kedepan. 4. Masyarakat sudah memiliki kemampuan membahas program kesehatan sesuai SPM dalam proses perencanaan yang partisipatif. 5. Sikap dinas kesehatan dan puskesmas yang telah membuka diri telah meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah. D. Pembelajaran Beberapa hasil pembelajaran yang dipetik dari proses integrasi SPM dalam perencanaan strategis dinas kesehatan adalah: 1. Dokumentasi hasil penghitungan SPM yang tercantum dalam Renstra membantu dinas kesehatan untuk membuat program kesehatan yang
87
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
responsif dan akuntabel terhadap masalah kesehatan di lapangan 2. Keterlibatan masyarakat dalam program ini telah menumbuhkan rasa kepemilikan masyarakat terhadap program kesehatan pemerintah dan meningkatkan partisipasi publik dalam pengawasan pelayanan kesehatan 3. Hasil penghitungan SPM perlu dimasukkan dalam rencana strategis dinas kesehatan untuk menjamin keberlanjutan program E. Rekomendasi 1. Rencana strategis ini perlu ditindaklanjuti dengan dukungan anggaran dari pemerintah kota untuk memastikan bahwa program ini dapat berjalan baik. 2. Forum Multi Stakeholder perlu dilibatkan dalam proses advokasi anggaran untuk mendorong pemerintah mengalokasikan anggaran pemenuhan SPM. 3. Kegiatan penghitungan capaian SPM dan analisa kesenjangan perlu terus dilakukan sebagai bagian dari monitoring dan evaluasi dinas dan puskesmas. F. Anggaran Total anggaran yang dibelanjakan sekitar 50 juta dengan rincian berikut:
88
•
Anggaran sumber Kinerja sebesar Rp. 40 juta untuk kegiatan pendampingan (couching clinic) meliputi paket pertemuan dan transportasi peserta sebanyak 3 kali pertemuan.
•
Pemerintah Daerah Singkawang turut berkontribusi sebesar 10 juta rupiah untuk biaya pertemuan sinkronisasi data dan bimbingan teknipenyusunan Rencana Strategis Dinas Kesehatan Singkawang.
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
G. Testimoni Akhmad Kismed Kepala Dinas Kesehatan Kota Singkawang, Kalimantan Barat “Beberapa kegiatan yang difasilitasi oleh USAID-Kinerja yang pernah kita ikuti yang pertama itu adalah pendampingan SPM, Standar Pelayanan Minimal. Jadi ini merupakan sesuatu yang sangat bermanfaat sekali yang saya rasakan di dinas kesehatan karena terus terang saja sebelum itu kita belum pernah mendapatkan masukan tentang bagaimana membuat costing pada SPM. Jadi itu sangat membantu sekali sehingga teman-teman sudah kita arahkan untuk perencanaan ke depan, itu tetap mengacu kepada SPM yang ada. Karena kita sudah dilatih, diberikan masukan-masukan oleh dengan difasilitasi oleh USAID-Kinerja.”
Detail Kontak Bapak Akhmad Kismed Kepala DInas Kesehatan Kota Singkawang, Hp. 0811579044 Dinas Kesehatan Kota Singkawang Jl. Alianyang No. 7, Kota Singkawang Telp. 0562.631393
89
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
Bab 5
Kesimpulan dan Rekomendasi
5.1 Kesimpulan Berbagai program maupun kegiatan yang telah dikembangkan oleh baik Pemerintah Kabupaten/Kota, ataupun OMS di daerah telah menunjukkan hasil yang cukup signifikan untuk mengatasi beberapa masalah pelayanan kesehatan dan hal tersebut berkontribusi terhadap upaya perecepatan pencapaian SPM/ MDGs khususnya bidang kesehatan di daerah. Ada banyak pembelajaran yang dapat diambil dari praktik-praktik cerdas penerapan SPM bidang kesehatan dasar dalam buku ini, baik yang berhubungan dengan cara melihat peluang, mengatasi hambatan dan tantangan serta langkahlangkah cerdas dalam upaya mengatasi berbagai masalah penyelenggaraan pendidikan dasar di daerah dengan segala macam dinamika dan problematikanya. Beberapa tantangan yang banyak didapatkan di beberapa praktik cerdas dalam buku ini, antara lain:
90
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
1. Pemerintah kabupaten/kota belum sepenuhnya melaksanakan kewajiban dalam mengintegrasikan upaya pemenuhan target SPM bidang kesehatan ke dalam dokumen perencanaan dan penganggaran daerah baik dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang bersifat tahunan maupun Rencana Kerja Jangka Menengah Daerah (RPJMD). 2. Pemerintah (Kementerian Dalam Negeri) dan Pemerintah Provinsi dalam menjalankan fungsi pengawasan maupun pembinaan teknis tidak memiliki kewenangan untuk memberikan sangsi kepada kabupaten/kota jika kinerja yang ditargetkan tidak tercapai. 3. Pemenuhan anggaran kabupaten/kota dalam upaya percepatan pencapaian SPM bidang kesehatan masih dalam batas kurang dari presentase yang diharuskan. 4. Dominasi peran anggaran politis kepala daerah masih berorientasi pada kepentingan daripada pencapaian kinerja pelayanan dasar minimal. 5. Validasi dan pemutahiran data menjadi salah satu kendala cukup serius baik di internal instansi maupun antar instansi yang pada gilirannya akan sangat menyulitkan dalam proses perencanaan dan penganggaran. 6. Pelaksanaan praktik-praktik cerdas penerapan SPM bidang kesehatan di beberapa daerah membutuhkan dana yang sangat variatif, bergantung pada kondisi daerah, ketersediaan sumber daya, dan faktor-faktor lain yang dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan praktik cerdas. Hal lain yang cukup menarik selain beberapa tantangan dan hambatan diatas dan berkontribusi terhadap terjadinya Praktik Cerdas, adalah: • •
Adanya ruang terbuka bagi masyarakat sipil untuk dapat berperan serta dalam mengatasi masalah penyelenggaraan kesehatan menjadi salah satu kunci keberhasilan pada setiap pelaksanaan program. Komitmen para pemangku kepentingan (baik eksekutif maupun legislatif, dan stakeholder lainya) terbukti cukup efektif untuk mengatasi masalah pemenuhan hak dasar masyarakat khususnya bidang kesehatan di wilayah kepulauan dan desa terpencil
91
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
5.2 Rekomendasi 1. Dukungan anggaran untuk memastikan keberlanjutan praktik cerdas dan dengan dukungan kebijakan Kepala Daerah melalui pembuatan regulasi daerah yang menjamin keberlanjutan program-program yang berkontribusi langsung pada peningkatan pelayanan dasar kesehatan dan pencapaian SPM dan MDGs bidang kesehatan 2. Kemitraan bidan-dukun: dukungan legal (MOU, SK Kades) berperan penting setelah penyadaran melalui proses pelibatan multipihak, selain dukungan anggaran untuk memastikan keberlanjutannya. Bidan Kontrak yang dihasilkan melalui proses panjang antarjenjang pemerintah-pemerintah daerah, menunjukkan sangat dibutuhkan keberanian dalam menghasilkan invosasi berbasis peraturan sebagai bukti otonomi daerah. 3. Pengembangan dari Desa Siaga diperlukan dengan penguatan berbasis kearifan lokal. Dorongan semangat budaya ‘Mapalus’ yang sarat kebersamaan dan kegotongroyongan dalam menangani kesehatan bersama ‘tou’ yang dilengkapi dengan alihpengalaman dan pengetahuan, pokja-binamotivas, telah memperkokoh program nasional diadaptasi dan diperkaya oleh nilai budaya lokal yang berakar. Desa ‘Mandara Mandidoha’ bahkan telah mendiversifikasi tidak hanya pada kesehatan, tetapi juga mendukung pendidikan anak bersekolah dan modal usaha mikro sehingga pendidikan bagi semua menjadi lebih nyata. 4. Intergrasi Standar Pelayanan Minimal dalam perencanaan dan penganggaran: Peraturan Kepala Daerah tentang SPMl diperlukan untuk memastikan SPM menjadi fokus dalam perencanaan dan penganggaran dan kepastian ketersediaan dana, sebagai tindakan yang mengurangi ruang gerak politik anggaran. Pendampingan dengan pelibatan aktif multi-pihak memastikan komitmen dilaksanakan pada kondisi nyata lapangan. Pelibatan masyarakat sebagai pengawas berperan menjaga kesesuaian dan kesinambungan program. Dengan masuknya SPM dalam dokumen perencanaan dan penganggaran formal, maka pemerintah daerah kabupaten/kota dapat dinilai kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah urusan wajib bidang kesehatan melalui pengorganisasian antar jenjangpemerintahan, baik oleh DPRD maupun oleh pemerintah/Kemendagri.
92
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
5. Peningkatan kapasitas dan pelibatan Multipihak: peningkatan kapasitas dibutuhkan pada aspek teknis pemahaman peraturan dan standar cakupan pelayanan kesehatan. Selain itu aspek pendanaan membutuhkan teknis perhitungan dan analisis yang dapat mengkonversi cakupan standar pelayanan minimal kesehatan menjadi program dan kegiatan sesuai peraturan keuangan daerah. Peningkatan kapasitas ini diperlukan bagi satuan kerja perangkat daerah, pelaksana pelayanan dan pemerhati. Kekuatan modul dan pendampingan menjadi penting, sehingga peningkatan kapasitas diperlukan, yaitu: a. Pada perangkat daerah teknis kesehatan menjadi tutor dan analis kesehatan untuk pembinaan teknis kesehatan bagi pelaksana pelayanan. b. Pada pelaksana pelayanan kesehatan menguatkan demand side, yaitu pemberian pelayanan sesuai standar cakupan pelayanan dan janji layanan, tatalaksana pelayanan prima, dan utamanya memberikan pelaporan berbasis data dengan pelibatan aktif MSF untuk diberikan kepada perangkat kerja daerah dalam melaksanakan analisis dan pembinaan teknis. c. Pada pemerhati (MSF) menguatkan proses demand side, yaitu penyadaran hak warga atas pelayanan kesehatan, penguatan media untuk promosi dan advokasi, pergerakan, dan pengawasan bersama warga atas pemenuhan hak yang patut diterimanya, partisipasi pada pemenuhan kecukupan anggaran yang tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah daerah setelah dilakukan pengkajian bersama yang mendalam dan sistematis.
6. Anggaran: direncanakan dengan ukuran berbasis kinerja melalui indikator yang mewakili cakupan pelayanan kesehatan yang secara minimal wajib dipenuhi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah urusan wajib kesehatan ataupun dalam pemenuhan janji layanan. Pelaksanaan anggaran dipenuhi melalui ikatan dalam dokumen formal pemerintah daerah baik perencanaan maupun penganggaran (jangka menengah, tahunan, APBD). Penguatan dengan keputusan kepala daerah jika ada menjadi lebih baik sebagai acuan untuk pemantauan dan pelaporan formal yang akan dievaluasi oleh pemerintah di atasnya. Pengawasan pelaksanaan anggaran
93
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
diperlukan pelibatan MSF atas serapan anggaran dalam pencapaian cakupan pelayanan sesuai janji layanan. Fase berikutnya diperlukan pengawasan oleh badan pengawasan/inspektorat tidak hanya mengawasi capaian pembangunan fisik, tetapi sekarang ini sudah seharusnya pengawasan kinerja atas pelayanan kesehatan. 7. Bagi Kabupaten/Kota yang berkeinginan menerapkan atau mereplikasi beberapa praktik-praktik cerdas ini dapat melakukan modifikasi, mendesain ulang sehingga lebih aplikatif pada daerah dimana akan dilakukan replikasi, sehingga kebutuhan dana akan sangat dinamis sesuai dengan situasi dan kondisi daerah setempat.
94
“Alih Pengalaman Praktik Cerdas Penerapan SPM Bidang Kesehatan”
96