5
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Pepaya Pepaya (Carica papaya L.) adalah tanaman tropis yang berasal dari Amerika Tropis dan menyebar ke wilayah Asia dan Pasifik Selatan pada sekitar abad ke XVIII. Tanaman pepaya merupakan tanaman dikotil yang termasuk dalam ordo Caricales famili Caricaceae dan genus Carica (Nakasone dan Paull 1998). Tanaman pepaya terdiri dari lima genus dan 34 spesies. Spesies Carica papaya L. merupakan salah satu spesies yang memiliki nilai ekonomi penting. Pepaya termasuk ke dalam kelompok herbaceous besar dengan batang tunggal dan tinggi tanaman mencapai 9 Meter (Villegas 1997). Biji pepaya berbentuk agak bulat dengan bobot dan ukuran yang berbeda antar varietas. Bagian biji terdiri dari embrio, endosperm, endotesta dan aril benih yang disebut sarkotesta (Suwarno 1984). Buah pepaya merupakan buah buni, kulit luar tipis, daging buah tebal dengan rongga ditengah buah (Pantastico 1989, Villegas 1997). Menurut hasil penelitian Decraene dan Smets dalam Suketi (2011) letak bakal biji pepaya pada ovarium termasuk tipe parietal (parietal placentae) karena buah pepaya mempunyai rongga buah di bagian tengahnya. Bentuk buah pepaya sangat beragam mulai dari bulat, pear shaped, oval dan elongata. Buah yang berasal dari bunga betina selalu berbentuk bulat sedangkan buah dari bunga hermaprodit bentuknya bisa elongata atau petandria (Suketi 2011). Batangnya dapat dijadikan bahan campuran pada pakan ternak melalui proses pengeringan dan pengirisan. Selain itu, produk sampingan pepaya
dalam bentuk enzim papain dari getah pepaya juga sering
dimanfaatkan untuk kebutuhan industri pengolahan daging kalengan, bir, permen karet serta industri farmasi sebagai bahan pemecah protein (Rahardi, 2004).
6
2.2 Genotipe Pepaya Kultivar-kultivar pepaya yang ada dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu tipe besar yang bentuk dan ukuran buahnya besar dan panjang dengan bobot rata-rata diatas 2 kg, tipe kecil yang bentuk dan ukuran buahnya agak membulat dengan bobot yang dibawah 1 kg. Tipe sedang yang memiliki bobot buah 1-2 kg. Pepaya tipe besar yang banyak ditanam di Indonesia antara lain pepaya Bangkok, pepaya Cibinong, pepaya Meksiko Dampit dan Subang (Chan 1994; Kalie 2001). Pepaya Solo Sunrise di Malaysia ukuran buah berkisar 350 g untuk buah hermaprodit dan 500 g untuk betina. Di Indonesia rata-rata ukuran buah pepaya bertipe kecil berkisar 300 g dan di Philipina berkisar 450 g. Meskipun buahnya berukuran kecil, pepaya Solo Sunrise mempunyai rasa yang enak dan kandungan gula yang tinggi (Chan 1994). Australia mempunyai varietas pepaya hibrida 1B, hibrid 13 dan hibrida 29 yang berukuran rata-rata > 1000 g dengan bentuk buah yang membulat (Ross et al. 2000). Mutu buah pepaya yang diinginkan oleh konsumen umumnya mempunyai ideotipe yang sama. Menurut hasil penelitian Purnomo (1999) ideotipe pepaya versi Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika adalah ukuran sedang dengan bobot 0,5 – 0,85 kg/buah, ukuran sangat besar lebih dari 2,85 kg/buah dengan bentuk buah sempurna, warna kulit kuning kemerahan pada saat masak, warna daging buah jingga kemerahan, daging tebal dan kadar padatan terlarut total lebih besar dari 13 0Brix. Menurut Pusat Kajian Hortikultura Tropika (2008) mutu buah yang diinginkan konsumen ialah mempunyai ukuran buah medium (0,5-1,0 kg),warna daging buah jingga sampai merah, edible portion tinggi (rongga buah kecil), bentuk buah lonjong dan rasa daging buah manis. Varietas Sukma merupakan pepaya tipe besar yang dilepas oleh PKHT dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Sukabumi. Genotipe ini berasal dari seleksi pohon induk pilihan yang telah dibudidayakan oleh petani sejak lama di desa Cibodas, Kecamatan Parung Kuda, Sukabumi (PKHT 2008). Selanjutnya menurut Sobir (2009) pepaya
7
Sukma termasuk jenis pepaya besar dengan bobot mencapai 2800 g dan panjang buah 30-35 cm, bentuk buah lonjong dengan pangkal tegak. Hasil penelitian
Suketi (2011) pepaya genotipe IPB 9 (Calina)
kategori bobot buah sedang, diameter lebih kecil dan mempunyai bobot biji yang lebih kecil sehingga rongga buah lebih kecil dibanding genotipe lain yang diuji. Wulandari (2007) tipe buah sedang yang menjadi genotipe unggulan dari PKHT adalah genotipe IPB 9 yang memiliki ciri mirip dengan pepaya California. Pepaya Dampit berasal dari daerah Dampit, Malang Jawa Timur. Varietas ini diunggulkan karena ukuran buahnya yang besar dan berat buah mencapai 3,5 kg/buah. Daging buah berwarna jingga kemerahan, rasa manis segar dan tesktur keras sehingga tahan dalam pengangakutan. Rongga buah yang kecil membuat daging papaya dampit tebal. Kulit buah kasar serta bewarna hijau dan kuning saat matang (Sobir 2009). Pepaya genotipe Merah Delima yang dilepas tahun 2010 oleh Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika dengan bentuk buah elongata, bobot buah rata-rata 800 g, lingkar buah 35 cm, warna daging buah merah orange, kadar padatan terlarut 12-13
0
Brix. Varietas Merah Delima berasal dari
penggaluran hibrid pepaya. Hibrid yang digalurkan tersebut berasal dari persilangan tetua betina Sekaki-03 dan tetua jantan Eksotika-03 (Sunyoto et al . 2010). 2.3 Dormansi Benih Benih dorman adalah benih yang mengalami masa istirahat total, benih tidak menunjukkan gejala atau fenomena tumbuh walaupun dalam keadaan media perkecambahan optimum (Sadjad 1994). Dormansi fisiologis disebabkan suatu keadaan fisiologis dimana dihambatnya perkecambahan benih terkait dengan mekanisme dalam benih akibat lingkungan tidak memadai untuk perkecambahan Eira dan Caldas (2000). Sementara Arnold et al. (2000) mendefinisikan dormansi adalah kondisi internal benih dimana perkecambahan terhambat karena terbatasnya air, suhu dan oksigen.
8
Induksi dari dormansi sekunder dapat terjadi satu sampai satu setengah bulan setelah benih mencapai fase masak fisiologi, dan berkurang secara terus-menerus saat diantara fase masak fisiologi dan fase penyimpanan. Benih yang terinduksi dormansi sekunder memerlukan metode pematahan dormansi yang tepat (Copeland dan Mc. Donald 2001). Mekanisme pematahan dormansi menurut Bewley dan Black (1985) ada dua proses yaitu : 1. Proses dormansi hormonal, konsep ini dihubungkan dengan horman pengatur tumbuh, baik yang menghambat (inhibitor) maupun yang merangsang pertumbuhan (promotor). Dormansi dapat dipatahkan dengan menghilangkan inhibitor atau dengan penggunaan promotor yang mampu mempercepat terjadinya keseimbangan antara inhibitor dan promotor. 2. Proses pengaruh metabolik sebagai akibat perlakuan pematahan dormansi, konsepnya melibatkan lintasan pentose fosfat untuk sintesis RNA, DNA dan protein. Pematahan dormansi pepaya yang sudah banyak dilakukan penelitian adalah dengan menggunkan KNO3, perendaman benih sebelum dikecambahkan
dalam
KNO3
dapat
meningkatkan
persentase
perkecambahan benih pepaya dibandingkan tanpa perendaman dengan KNO3 (Melvin et al. 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Paz dan Vazquez-Yanes dalam Vazquez-Yanes et al. (1999) pada benih pepaya liar memiliki dormansi enforced karena membutuhkan cahaya untuk perkecambahan. Benih pepaya liar tersebut ditemukan di dasar hutan tropis dan dapat bertahan tidak berkecambah selama beberapa tahun. Ditambahkan hasil penelitian Dias et al. (2010) bahwa pada kondisi lingkungan benih pepaya segar di panen akan menunjukkan pecah dormansinya setelah 6 bulan. Penelitian Salamao dan Mundim (2000) menyimpulkan benih pepaya yang dikecambahkan di atas kapas yang dibasahi dengan larutan GA3 10-3 M dapat meningkatkan perkecambahan dibandingkan dengan kontrol (kapas hanya dibasahi air). Sementara pada penelitian Sari (2005)
9
melakukan perendaman benih pepaya IPB 1 dalam larutan KNO3 10% selama satu jam, hasilnya dapat mempercepat dan mengoptimalkan perkecambahan benih pepaya. Perbedaan hasil penelitian tentang benih pepaya disampaikan oleh Baskin dan Baskin (1998), yang menjelaskan tentang adanya variasi tingkat dormansi dan perlakuan untuk mematahkan dormansi benih pepaya dari populasi yang berbeda. Perlakuan untuk mempercepat perkecambahan benih pepaya dilakukan dengan menggunakan berbagai cara. Perendaman dengan menggunakan larutan KNO3, larutan GA3, Furutani dan Nagao (1987). Hasil penelitian Sari (2005) melaporkan bahwa pembuangaan aril benih atau sarkotesta menunjukkan respon yang positif bagi perkecambahan. Benih
pepaya
yang
diaplikasikan
dengan
giberellin
perkecambahannya meningkat tetapi setelah dikeringkan terjadi penurunan vigor dan viabilitasnya di ruang AC (Marcos and Maleus. 2008 dalam Bautista Calles et al. 2008). Hasil penelitian Andreoli dan Khan (1993), perlakuan benih pepaya dengan giberellin (GA) dapat menghilangkan inhibitor perkecambahan pada benih pepaya, dimana efek dari GA dapat memblokir keberadaan dari inhibitor perkecambahan dan meningkatkan aktifitas mannanase yang terlibat dalam proses perombakan endosperm sehingga menghilangkan kendala mekanis pada pertumbuhan embrio. Pematahan dormansi pada benih pepaya sering menggunakan KNO3 dan, GA3. Teknik heat shock juga dapat digunakan untuk pematahan dormansi pepaya. Menurut Wood et al. (2000) dormansi akibat pengeringan pada benih pepaya dapat dihilangkan dengan heat shock pada suhu 36 °C selama 4 jam kemudian air pada suhu 26 °C sebelum benih dikecambahkan. Teknik heat shock merupakan perlakuan yang paling tepat dibandingkan perlakuan lain yang dicobakan untuk meningkatkan daya kecambah benih. Pematahan dormansi ini selain terhadap benih pepaya, heat shock juga telah diteliti pada sugar beet, Brassica napus dan tembakau. Berdasarkan respon benih pepaya terhadap heat-shock dan rehidrasi, ada tiga kelompok yaitu : (1) benih yang tidak dorman, cepat berkecambah
10
dan tidak toleran desikasi, (2) benih dorman (3) benih tidak dorman, tetapi mudah dormansi apabila dikeringkan kembali (Wood et al. 2000). 2.4 Desikasi dan Kadar Air Benih Berdasarkan ikatan air dengan senyawa kimia benih, air dalam benih dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:1) bound water, air yang terikat sangat kuat pada amino dan karboxyl, air ini mengelilingi molekul makro (karbohidrat dan protein), 2) adsorpsi water, air yang terikat agak lemah oleh grup hidroxyl dan amida, 3) free water, air yang tertahan dalam benih berdasarkan daya kapilernya. Air ini berada di dalam ruang antar sel dan antar jaringan yaitu air yang mudah bergerak dan berpindah atau dilepaskan (Pammenter et al . 1998). Pengeringan benih pepaya dengan bahan desikan seperti silica gel menghasilkan nilai perkecambahan dan vigor benih yang tinggi (92 % dan 57%) dibandingkan dengan pengeringan dengan matahari dan oven (Pacehey et al. 2003). Benih bersifat higroskopis, jika benih diletakkan di dalam ruangan dengan RH tinggi maka benih akan menyerap air. Benih juga bersifat dalam equilibrium dengan kondisi di sekitarnya dan bersifat spon yaitu dapat menyimpan air yang diserap sampai seimbang dengan kaadaan di sekitarnya (Kuswanto 2003). Menurut King dan Robert dalam Erista (2000), kepekaaan benih terhadap kerusakan akibat pengeringan berhubungan dengan ukuran benih dan ketebalan kulit benih. Kadar air yang rendah menyebabkan kerusakan komponen sub-seluler yaitu perubahan permanen struktur enzim, struktur protein dan penurunan intergritas membran sel. Pengeringan pada benih berukuran besar menyebabkan gangguan plasmodesmata (saluran antar sel). Benih dikelompokkan ke dalam tipe intermediet bila tahan terhadap desikasi mencapai kadar air 10-12.5 % (dengan RH sekitar 40-50 % pada suhu 20 ºC) tetapi viabilitas menurun bila kadar air diturunkan ke level yang lebih rendah. Benih menunjukkan sifat ortodoks bila benih tahan atau tidak terjadi penurunan viabilitas saat dikeringkan mencapai kadar air 5 % dengan
11
RH
10-13 % pada suhu 20 ºC (Hong dan Ellis 1996). Benih pepaya
tergolong benih intermediet dapat disimpan selama 3 - 6 tahun pada suhu 5 °C dan RH 40 - 60%, tetapiakan kehilangan viabilitas jika disimpan pada suhu di bawah 0 °C (Walters dan Towill, 2000). Hasil penelitian Nurlovi (2004), menyimpulkan bahwa benih pepaya IPB 1 rentan terhadap desikasi karena terjadi penurunan viabilitas ketika benih diturunkan kadar airnya menjadi 6-8 % dan kadar air optimum untuk penyimpanan adalah 11-13 %. Genotipe yang sama juga digunakan pada penelitian Sari (2005) yang melaporkan pepaya genotipe IPB 1 (Arum Bogor) mengarah pada sifat ortodoks. Benih IPB 1 tanpa sarkotesta tahan dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 6-7 % tanpa kehilangan viabilitas maupun induksi dormansi dan cenderung meningkatkan daya simpannya Perbedaan genotipe atau varietas pepaya memperlihatkan perbedaan ketahanan benih terhadap desikasi. Hasil penelitian Wulandari (2007) menggunakan tiga genotipe pepaya dalam pengujian terhadap suhu rendah (-20 °C) varietas Calina (IPB 9) pada KA 9.44 % dan Sukma (IPB 6c) pada KA (6.7 %) menyimpulkan bahwa pada dan bersifat ortodoks. Sedangkan verietas Arum Bogor (IPB 1) pada KA 8.41% bersifat intermediate. Pengujian sifat benih juga dilakukan oleh Oktaviani (2012) melaporkan dari tiga genotipe yang diuji yaitu varietas Sukma, Calina dan Carisya diuji terhadap ketahanan pada suhu rendah (-20 ºC) menyimpulkan varietas Sukma termasuk benih intermediate karena daya berkecambah hanya 34 % dibanding pada suhu kamar daya berkecambahnya 81 %, sedangkan varietas Calina dan Carisya termasuk benih ortodoks. Menurut Magill et al. dalam Wood et al. (2000) benih pepaya tahan terhadap desikasi hingga 5 % tanpa kehilangan viabilitas, namun benih tersebut belum tentu menunjukan sifat ortodoks dan memerlukan pengujianpengujian lebih lanjut. Hong dan Ellis (1996) membuat protokol pengujian untuk menentukan sifat penyimpanan benih. Benih yang tahan desikasi hingga kadar air 5 % dapat diuji lebih lanjut dengan disimpan dalam suhu yang ekstrim yaitu -20 ºC dan dievaluasi viabilitasnya untuk menentukan sifat benih ortodoks atau intermediate (Gambar 1).
12
Pengujian terhadap suhu rendah pernah dilakukan Salomao dan Mundim (2000), benih pepaya selain tahan terhadap desikasi, juga tahan diberi perlakuan suhu rendah (-20 ºC) selama tiga hari yang menunjukkan hasil
bahwa
benih
tidak
kehilangan
viabilitas.
Benih
tersebut
dikelompokkan ke dalam tipe ortodoks. Ektraksi Benih Pengujian kadar air dan viabilitas awal benih
Pengeringan Kadar Air Benih sampai 10 -12 % Pengujian Viabilitas Benih Sebagian Besar Benih Hidup
Sebagian Besar Benih Mati
Pengeringan sampai kadar air 5 %
Pengujian Viabilitas
Berkemungkinan
bersifat rekalsitran Sebagian besar benih hidup
Pengujian viabilitas pada kondisi penyimpanan terbuka
Sebagian besar benih mati
Benih>mati Asal Benih Subtropis Suhu optim < 50 C
Asal Benih Tropis Suhu optimum 100 C
Pengujian viabilitas
Berkemungkinan bersifat intermediate
Pengujian viabilitas pada kondisi penyimpanan udara kering
Asal Benih Sub-tropis Suhu optimum < 50 C
Penyimpanan Kedap Udara pada suhu - 20 0C selama 3 bulan
Sebagian besar benih hidup
Berkemungkinan bersifat Ortodoks
Asal Benih Tropis Suhu optimum 10 0 C
Gambar 1. Alur Protokol Pengujian Sifat Benih Hong dan Ellis (1996)