2
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka Dalam penelitian ini, kajian pustaka yang digunakan yaitu :
2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu aspek terpenting di dalam suatu bisnis. Kegiatan pemasaran berperan sebagai interface yang menghubungkan perusahaan dengan pelanggan. Menurut Kotler (Tjiptono, et.al, 2008: 3) pemasaran merupakan proses sosial dan manajerial di mana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk dan nilai satu sama lain. Sedangkan pengertian pemasaran menurut Venkatesh dan Penaloza. Keduanya menyatakan bahwa pemasaran merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk menstimulasi permintaan atas produk atau jasanya dan memastikan bahwa produk dijual dan disampaikan kepada para pelanggan” (Tjiptono,et.al, 2008: 4 ). Dari kedua teori diatas penulis menyimpulkan bahwa pemasaran merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan perusahaan agar produk dari perusahaan mereka dapat disampaikan kepada para pelanggan yang membutuhkan.
2.1.1.1 Pengertian Bauran Pemasaran (Marketing Mix) Dalam pemasaran terdapat salah satu strategi yang disebut bauran pemasaran (marketing mix) yang mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi konsumen untuk membeli produk atau jasa yang ditawarkan. Bauran pemasaran menurut Buchari Alma (2008: 205) adalah suatu usaha mencari kombinasi yang memberikan hasil maksimal dari unsur-unsur produk, distribusi, harga dan komunikasi. Sedangkan menurut Saladin (2007: 3) bauran pemasaran yaitu serangkaian dari variabel pemasaran yang dapat dikuasai oleh perusahan dan digunakan untuk mencapai tujuan dalam pasar sasaran.
9
10 Jadi dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran adalah suatu perangkat yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi permintaan terhadap produknya dan perangkat-perangkat tersebut akan menentukan tingkat keberhasilan pemasaran bagi perusahaan serta bertujuan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen.
2.1.1.2 Variabel Bauran Pemasaran Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa bauran pemasaran terdiri dari beberapa unsur atau variabel, biasa disebut 4P yang terdiri dari produk (product), harga (price), promosi (promotion) dan distribusi (place). Berikut penjelasan dari masing-masing variabel tersebut menurut Kotler & Amstrong (2008: 76) : 1. Produk (Product), merupakan kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada pasar sasaran. 2. Harga (Price), sejumlah uang yang harus dibayarkan pelanggan untuk memperoleh produk yang dalamnya termasuk sejumlah biaya produksi dan keuntungan perusahaan. 3. Tempat (Place), berupa kegiatan perusahaan yang membuat produk tersedia bagi pelanggan sasaran juga termasuk pendistribusian produk. 4. Promosi (Promotion), aktivitas yang menyampaikan manfaaat produk dan membujuk pelanggan untuk membelinya.
Sedangkan menurut Tjiptono (2007: 145) variabel bauran pemasaran di dalam perusahaan jasa ditambah menjadi 7P, adapun 3P tambahannya adalah orang (people), lingkungan fisik (physical environment), dan proses (process), dijelaskan sebagai berikut : 5. Orang (people), perusahaan dapat membedakan dirinya dengan cara merekrut dan melatih karyawan yang lebih mampu dan lebih dapat diandalkan dalam berhubungan dengan pelanggan, daripada karyawan pesaingnya. 6. Lingkungan fisik (physical environment) perusahaan jasa dapat mengembangkan lingkungan fisik yang lebih atraktif untuk menarik perhatian pelanggannya.
11 7. Proses
(process)
perusahaan
jasa
dapat
merancang
proses
penyampaian jasa yang superior misalnya home banking yang dibentuk oleh bank tertentu.
2.1.2 Produk Menurut Kotler dan Armstrong (2010: 248), produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar agar menarik perhatian, akuisisi, penggunaan atau konsumsi yang dapat memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan. Produk mencakup barang-barang yang berwujud (tangible).
2.1.2.1 Atribut Produk Menurut Kotler dan Armstrong (2010: 254), atribut produk merupakan karakteristik dari produk atau jasa yang menghasilkan kemampuan untuk memuaskan yang dinyatakan atau tersirat pada kebutuhan konsumen. 1. Kualitas produk adalah salah satu alat positioning utama dalam pemasaran yang mempunyai dampak langsung pada kinerja produk serta terhubung dekat dengan nilai dan kepuasan pelanggan. Kualitas produk memiliki 2 dimensi : (1) Performance quality adalah kemampuan sebuah produk untuk melakukan fungsinya dan ketahanan produk. (2) Conformance quality adalah suatu produk bebas dari kecacatan atau kerusakan dan konsisten dalam memberikan target tingkat kinerja. 2. Fitur produk maksudnya sebuah produk dapat ditawarkan dalam beragam fitur, perusahaan menciptakan tingkat model yang lebih tinggi dengan menambahkan lebih banyak fitur. Fitur merupakan sarana kompetitif untuk mendiferensiasi produk perusahaan dari pesaing. 3. Gaya dan desain produk merupakan cara lain untuk menambahkan nilai pada pelanggan. (1) Desain adalah konsep yang lebih besar daripada gaya. Desain yang baik tidak hanya fokus pada penampilan tetapi juga pada manfaat produk untuk dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.
12 (2) Gaya
hanya
menggambarkan
penampilan
produk.
Gaya
sensasional bisa menarik perahatian dan menghasilkan estetika yang indah, tetapi gaya tidak benar-benar membuat kinerja produk menjadi lebih baik.
2.1.2.2 Tingkatan Produk Tingkatan sebuah produk menurut Kotler dan Amstrong (2010: 250) bahwa ada tiga tingkatan di dalamnya, yaitu : 1. Inti produk (core custumer value), merupakan tingkatan paling dasar ketika mendesain suatu produk. Pemasar harus mendefinisikan inti, manfaat penyelesaian masalah atau pelayanan yang akan pelanggan lihat ketika merancang produk. 2. Aktual produk (actual product), pada tingkatan kedua ini perencana produk harus mengubah manfaat inti menjadi produk aktual. Mereka harus mengembangkan fitur produk dan fitur layanan, desain, tingkat kualitas, nama merek, dan kemasan. 3. Tambahan produk (augmented product), di tingkat akhir perencanaan produk harus membangun produk tambahan di sekitar manfaat inti dan produk aktual dengan menawarkan pelayanan dan manfaat tambahan bagi konsumen.
2.1.2.3 Klasifikasi Produk Kelas produk yang akan dibahas menurut Kotler dan Armstrong (2010: 250) adalah tipe produk konsumen. Produk konsumen adalah produk atau jasa yang dibeli oleh konsumen akhir untuk konsumsi pribadi. Produk konsumen biasanya diklasifikasi berdasarkan bagaimana usaha konsumen untuk membelinya. 1. Convenience products adalah produk konsumen atau jasa yang biasanya dibeli berulang-ulang, sering, dan langsung dibeli oleh knsumen dengan sedikit perbandingan dan usaha pembelian. Contoh : shampoo, detergen, makanan, majalah. 2. Shopping products adalah produk konsumen atau jasa yang kurang sering dibeli. Pelanggan membandingkannya dengan teliti pada
13 kesesuaian, kualitas harga, dan gaya. Ketika membeli produk, konsumen menghabiskan banyak waktu dalam mengumpulkan informasi dan membuat perbandingan. 3. Specialty products adalah produk konsumen atau jasa dengan karakteristik unik atau identifikasi merek untuk sekelompok pembeli signifikan yang bersedia untuk membuat usahaa pembelian khusus. Contoh : produk elektronik dan otomotif. 4. Unsought products adalah produk konsumen yang baik konsumen tidak tahu atau tahu tetapi tidak biasanya berpikir untuk membeli. Paling utama adalah invasi baru yang tidak dicari hingga konsumen menyadarinya melalui iklan.
2.1.2.4 Kualitas Produk Kualitas produk merupakan hal penting yang harus diusahakan oleh setiap perusahaan apabila menginginkan produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar. Dewasa ini, dikarenakan kemampuan ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat cenderung meningkat, sebagian masyarakat semakin kritis dalam mengkonsumsi suatu produk. Konsumen selalu ingin mendapatkan produk yang berkualitas sesuai dengan harga yang dibayar, walaupun terdapat sebagian masyarakat yang berpendapat bahwa, produk yang mahal adalah produk yang berkualitas. Jika hal itu dapat dilaksanakan oleh perusahaan, maka perusahaan tersebut akan dapat tetap memuaskan para konsumen dan dapat menambah jumlah konsumen. Dalam perkembangan suatu perusahaan, persoalan kualitas produk akan ikut menentukan pesat tidaknya perkembangan perusahaan tersebut. Apabila dalam situasi pemasaran yang semakin ketat persaingannya, peranan kualitas produk akan semakin besar dalam perkembangan perusahaan. Hal ini senada dengan pendapat dari Kotler dan Amstrong (2008) bahwa semakin baik kualitas produk yang dihasilkan maka akan memberikan kesempatan kepada konsumen untuk melakukan keputusan pembelian. Kotler dan Armstrong (2008: 347) menyatakan bahwa kualitas produk adalah kemampuan suatu produk untuk melakukan fungsifungsinya yang meliputi daya tahan, keandalan, ketepatan, kemudahan,
14 operasi dan perbaikan serta atribut lainnya. Bila suatu produk telah dapat menjalankan fungsi-fungsinya dapat dikatakan sebagai produk yang memiliki kualitas yang baik. Menurut Kotler (2008: 330), kebanyakan produk disediakan pada satu di antara empat tingkatan kualitas, yaitu : kualitas rendah, kualitas rata-rata sedang, kualitas baik dan kualitas sangat baik. Beberapa dari atribut diatas dapat diukur secara objektif. Namun demikian dari sudut pemasaran kualitas harus diukur dari sisi persepsi pembeli tentang kualitas produk tersebut.
2.1.2.4.1 Dimensi Kualitas Produk Menurut Tjiptono (2008: 25) dimensi-dimensi yang membentuk variabel kualitas produk adalah sebagai berikut : 1. Kinerja (performance) merupakan karakteristik atau fungsi utama suatu produk. Biasanya menjadi pertimbangan pertama dalam membeli produk, yang berupa manfaat atau khasiat utama produk yang dibeli. Misalnya kecepatan, kemudahan dan kenyamanan dalam penggunaan. 2. Keistimewaan tambahan (features) merupakan karakteristik sekunder yang melengkapi manfaat dasar suatu produk. Fitur ini bersifat pilihan bagi konsumen. Fitur idealnya bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas suatu produk yang mana tidak dimiliki produk pesaing. 3. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesification) merupakan kesesuaian kinerja produk dengan standar yang dinyatakan suatu produk. Ini semacam “janji” yang harus dipenuhi oleh produk. Produk yang memiliki kualitas dari dimensi ini berarti sesuai dengan standarnya. Misalnya pengawasan kualitas dan desain, standar karakteristik operasional. 4. Keandalan (realibility) merupakan peluang suatu produk bebas dari kegagalan saat menjalankan fungsinya. Misalnya pengawasan kualitas dan desain, standar karakteristik operasional. 5. Daya tahan (durability) berkaitan dengan usia produk, yaitu jumlah pemakaian suatu produk sebelum produk itu digantikan atau rusak. Semakin lama daya tahannya tentu semakin awet, produk yang awet
15 akan dipersepsikan lebih berkualitas dibanding produk yang cepat habis atau cepat diganti. 6. Keindahan (aesthetic) menyangkut tampilan produk yang bisa membuat konsumen tertarik. Ini sering kali dilakukan dalam bentuk desain produk atau kemasannya. Beberapa merek diperbaharui “wajahnya” supaya lebih cantik di mata konsumen. 7. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality) menyangkut penilaian konsumen terhadap citra, merek atau iklan. Produk-produk bermerek terkenal biasanya dipersepsikan lebih berkualitas dibandingkan dengan merek-merek yang tidak didengar, seperti: meningkatkan harga diri, rasa percaya diri, dan sebagainya. 8. Kemampuan diperbaiki (serviceability) maksudnya suatu produk berkualitas jika kemampuan diperbaikinya mudah, cepat dan kompeten. Produk yang mampu diperbaiki tentu kualitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang tidak atau sulit diperbaiki.
2.1.3 Bundling 2.1.3.1 Pengertian Bundling Salah satu bentuk sales promotion yang populer adalah product bundling. Bundling adalah sebuah strategi pemasaran yang melibatkan penawaran dua produk atau lebih untuk dijual sebagai satu kesatuan unit jual. Pada umumnya, harga yang ditawarkan dalam kombinasi produk hasil bundling lebih murah dibandingkan harga per satuan produk apabila dibeli terpisah. Menurut Tjiptono (2008: 294) terdapat dua jenis bundling yaitu pure bundling dan mixed bundling, penjelasan sebagai berikut : 1. Pure bundling, jenis product bundling di mana konsumen hanya dapat membeli produk yang ditawarkan penjual dalam bentuk paket. Pada jenis bundling ini konsumen tidak bisa membeli produk secara terpisah. Pilihannya bagi konsumen adalah membeli produk tersebut secara paket atau tidak membeli sama sekali. 2. Mixed bundling, jenis product bundling di mana konsumen dapat memilih produk tersebut secara paket atau terpisah. Biasanya pada
16 jenis ini konsumen akan ditawarkan beberapa keuntungan ketika membeli dalam bentuk paket, seperti pemotongan harga atau bonusbonus lainnya. 3. Unbundling, strategi di mana perusahaan hanya menjual produk secara terpisah, tidak dalam bundel.
Kemudian Tjiptono (2008: 296) membedakan bundling menjadi 2 dimensi yaitu product bundling dan price bundling, dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Product bundling, integrasi pada product bundling umumnya menyediakan nilai tambah kepada pelanggan. Nilai yang lebih besar meningkatkan harga reservasi untuk bundel produk dibandingkan dengan jumlah harga reservasi conditional dari produk yang terpisah. Terkait dengan harga reservasi yang bersedia dibayar oleh setiap konsumen dan perceived value yang diterima konsumen, maka dalam melakukan bundling perusahaan perlu memperhatikan segmen pasarnya. Komponen produk yang dibundel harus memiliki tujuan segmen yang sama. Harga reservasi akan berbeda dari segmen yang satu dengan segmen yang lainnya, sehingga akan menciptakan perceived value terhadap bundling yang berbeda pula. 2. Price bundling, penjualan dua atau lebih produk yang berbeda dalam satu paket harga yang di diskon, atau suatu penawaran dari beberapa produk yang tidak terintegrasi pada tingkat harga yang lebih rendah bila ditawarkan secara terpisah, tanpa adanya integrasi apapun dari produk (tidak terintegrasi artinya bahwa pelanggan tetap dapat menggunakan salah satu produk tersebut tanpa mengurangi fungsi dari produk tersebut). Karena produk-produk yang tidak terpadu, maka harga reservasi (harga maksimum yang bersedia dibayar konsumen) adalah, secara definisi, sama dengan jumlah harga reservasi conditional (harga reservasi dari suatu produk, tergantung pada pembelian produk lain) untuk produk yang terpisah. Sukses tidaknya price bundling ini akan banyak dipengaruhi oleh perceived value dari pelanggan. Bila ternyata konsumen terdiri dari dua segmen yang memberikan nilai yang berbeda untuk kedua produk
17 yang dibundel, maka perusahaan akan mempunyai kemungkinan berhasil dengan program price bundlingnya. Bila persepsi terhadap nilai yang ditawarkan ternyata dipersepsi sama relatif homogen untuk kedua produk tersebut, maka sangat besar kemungkinan bahwa price bundling tidak akan efektif. Strategi harga ini, hanya akan tepat apabila terjadi perbedaan yang besar di antara pelanggan dalam melakukan penilaian terhadap harga maksimal yang mereka mau bayar untuk kedua produk yang dibundel. Bila tidak, jauh lebih baik jika perusahaan menawarkan kedua produk tersebut secara terpisah.
2.1.3.2 Dimensi Bundling Dimensi untuk variabel bundling yang penulis gunakan dalam penelitian ini diambil dari penelitian yang dilakukan Antin dan Shinta (2013), yaitu : 1. Ketepatan, dalam hal ini merupakan usaha perusahaan dalam melaksanakan program bundling yang sesuai dengan perencanaan sehingga dapat mencapai tujuan perusahaan. Yang meliputi ketepatan bundling sebagai media promosi, ketepatan waktu pelaksaan promosi bundling dan ketepatan jangka waktu pelaksanaan bundling yang telah ditetapkan oleh perusahaan. 2. Harga, sejumlah uang yang harus dikorbankan untuk mendapatkan suatu produk tertentu. Harga tersebut meliputi harga produk itu sendiri, harga produk dilihat dari kualitasnya dan harga produk dibandingkan dengan pesaing. Apakah sudah sesuai atau tidak dengan produk yang diperoleh oleh konsumen dilihat dari ketiga kategori tersebut baik dilihat dari kualitasnya maupun dilihat dari kesesuaian dengan produk yang digabungkan tersebut. Jika harga sudah sesuai dengan kualitas produk dan sesuai dengan jumlah produk yang digabung tersebut maka kesesuaian harga telah memenuhi keinginan konsumen yang akan meningkatkan jumlah pembelian produknya. 3. Kemenarikan, dalam hal ini yaitu ketertarikan konsumen terhadap
18 produk yang menggunakan promosi bundling. Pilihan produk yang beragam menjadikan suatu kemenarikan tersendiri bagi konsumen yang akan mendorong terhadap perilaku pembelian konsumen, selain itu kemenarikan akan manfaat yang tinggi akan produk yang dibundling dapat mempengaruhi tingkat keinginan konsumen untuk membeli produk tertentu. Produk utama apabila dikemas menjadi satu dengan produk pendukung juga tidak akan menarik minat konsumen jika berlainan fungsinya. 4. Cara penggabungan produk, merupakan kegiatan produsen dalam menggabungkan produk utama dan produk pendukung secara seimbang dan sesuai dengan kebutuhan konsumen. Bundling dapat dengan
tepat
jika
dilakukan
dengan
memaksimalkan
cara
penggabungan produk dengan tepat. Produk utama dengan jumlah lebih sedikit yang digabung dengan produk pendukung lebih banyak, kurang menumbuhkan minat konsumen.
2.1.4 Citra Merek (Brand Image) 2.1.4.1 Pengertian Citra Merek (Brand Image) Menurut American Marketing Association dalam Kotler (2010: 460), menjelaskan merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Menurut Aaker dalam Buchari (2009: 10) citra adalah kesan total dari apa yang seseorang atau sekelompok orang pikir dan tahu tentang suatu objek. Masih menurut Aaker (2009: 10) merek dapat membuat citra terhadap perusahaan. Citra akan terbentuk dalam jangka waktu tertentu, sebab ini merupakan akumulasi persepsi terhadap suatu objek, apa yang terpikirkan, diketahui dialami yang masuk kedalam memory seseorang berdasarkan masukanmasukan dari berbagai sumber sepanjang masa. Citra merek menurut Rangkuti (2009: 43), adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dibenak konsumen. Dalam Rangkuti (2009: 43) Aaker mendefinisikan asosiasi merek sebagai segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Asosiasi-asosiasi itu
19 menyatakan apa sesungguhnya merek dan apa yang dijanjikan pada konsumen. Menurut Low dan Lamb yang dikutip oleh Farida dan Dini (2009: 83-106), berpendapat bahwa untuk memahami citra merek dengan baik harus memperhatikan keunikan karakteristik produk. Menurut Tjiptono dalam Rahman (2010: 181), terdapat tiga tipe utama merek yang masing-masing memiliki citra yang berbeda, dijelaskan sebagai berikut : 1. Attribute brand, yakni merek yang mampu mengkomunikasikan kepercayaan terhadap fungsional produknya. 2. Asoiritional brand, yakni merek yang menyampaikan citra tentang tipe orang yang membeli merek tersebut. 3. Experience
brand,
yakni
mencerminkan
merek
yang
menyampaikan citra asosiasi dan emosi bersama antara merek dan konsumen secara individu. Menurut Tjiptono (2008: 21) mendefinisikan manfaat merek kedalam tiga kategori, yaitu : 1. Raritas (manfaat ekonomik atau value for money) 1) Merek merupakan sarana bagi perusahaan untuk saling bersaing memperebutkan pasar. 2) Konsumen memilih merek berdasarkan value for money yang ditawarkan berbagai macam merek. 3) Relasi antara merek dan konsumen dimulai dengan penjualan. Premium harga bisa berfungsi layaknya asuransi risiko bagi perusahaan. 2. Virtuositas (manfaat fungsional atau kualitas) 1) Merek memberi peluang bagi diferensiasi. Selain memperbaiki kualitas
(diferensiasi
vertikal),
perusahan–perusahaan
juga
memperluas mereknya dengan tipe-tipe produk baru (diferensiasi horizontal). 2) Merek memberikan jaminan kualitas. Apabila konsumen membeli merek yang sama lagi, maka ada jaminan bahwa kinerja merek tersebut akan konsisten dengan sebelumnya. 3) Pemasar merek berempati dengan para pemakai akhir dan masalah yang akan diatasi merek yang ditawarkan.
20 4) Merek mefasilitasi ketersediaan produk secara luas. 5) Merek memudahkan iklan dan sponsorship. 3. Complacibilitas (manfaat psikologis atau kepuasan pribadi) 1) Merek merupakan penyederhanaan atau simplifikasi dari semua informasi produk yang perlu diketahui konsumen. 2) Pilihan merek tidak selalu didasarkan pada pertimbangan rasional. Dalam banyak kasus, faktor emosional seperti gengsi dan citra sosial memainkan peran dominan dalam keputusan pembelian. 3) Merek bisa memperkuat citra diri dan persepsi orang lain terhadap pemakai/pemiliknya. 4) Brand symbolism. Tidak hanya berpengaruh pada persepsi orang lain, namun juga identifikasi diri sendiri dengan obyek tertentu.
Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan, citra merek (brand image) adalah sejumlah keyakinan bagaimana merek dipersepsikan oleh konsumen. Asosiasi-asosiasi itu menyatakan apa sesungguhnya merek dan apa yang dijanjikan kepada konsumen.
2.1.4.2 Dimensi Citra Merek (Brand Image) Dimensi untuk variabel citra merek yang penulis gunakan dalam penelitian ini diambil dari Low dan Lamb yang dikutip oleh Farida dan Dini (2009: 8), terdiri dari : 1. friendly / unfriendly : kemudahan dikenali oleh konsumen 2. modern / outdated : memiliki model yang up to date 3. useful / not
: dapat digunakan dengan baik / bermanfaat
4. popular / unpopular : akrab dibenak konsumen 5. gentle / harsh
: mempunyai tekstur produk halus / tidak kasar
6. artificial / natural
: keaslian komponen pendukung atau bentuk.
2.1.5 Perilaku Konsumen 2.1.5.1 Pengertian Perilaku Konsumen Menurut Schiffman dan Kanuk (2010: 108), perilaku konsumen sebagai perilaku yang menampilkan pelanggan dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan membuang produk dan layanan
21 yangmereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Perilaku konsumen berfokus pada bagaimana konsumen individu dan keluarga atau rumah tangga membuat keputusan untuk membelanjakan sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha) untuk barang-barang konsumsi terkait. Kotler (2009) menjelaskan bahwa keputusan konsumen dalam pembelian selain dipengaruhi oleh karakterisitik konsumen, dapat juga dipengaruhi oleh rangsangan perusahaan yang mencakup produk, harga, tempat dan promosi. Model perilaku konsumen dapat dilihat dari gambar 2.1 berikut:
Gambar 2.1 Model Perilaku Konsumen Sumber : Kotler (2009)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam memahami keinginannya terhadap suatu produk atau jasa yang ditawarkan, di mana keinginan dari konsumen itu berubah-ubah.
2.1.5.2 Pengertian Minat Beli Menimbulkan minat beli adalah sesuatu yang paling sulit karena memerlukan komunikasi yang efektif dengan pasar sasaran. Hal ini berarti bahwa pemasar harus mengerti tentang bagaimana pola pikir
22 konsumen hingga alasan untuk membeli. Agar berhasil, pemasar harus mampu meyakinkan konsumen bahwa produk yang dijual mampu memenuhi kebutuhan atau keinginan konsumen. Menurut (Kotler, 2010) faktor-faktor yang membentuk minat beli konsumen adalah sebagai berikut : 1. Sikap terhadap orang lain (respect to others), yakni sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif yang disukai seseorang akan tergantung pada dua hal yaitu, intensitas sifat negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. 2. Faktor situasi yang tidak terduga (unexpected situation), faktor ini nantinya dapat mengubah pendirian konsumen dalam melakukan pembelian. Hal tersebut tergantung dari pemikiran konsumen sendiri, apakah dia percaya diri dalam memutuskan akan membeli suatu barang atau tidak.
Menurut Heizer (2007: 164) jika seseorang konsumen akan membeli suatu produk, maka konsumen akan melewati tahap-tahap respon konsumen (yang dikenal dengan model “AIDA”), yang terdiri dari : tahap perhatian (attention), minat (interest), kehendak (desire), dan tindakan (action). Dijelaskan sebagai berikut : 1. Attention. Perhatian terhadap produk-produk yang dipakai oleh seseorang. Konsumen yang tertarik kepada salah satu produk yang ada, akan memperhatikan produk tersebut dan akan mengingatnya seandainya dia tidak bisa membeli produk tersebut pada saat itu juga. Setelah dia memperhatikan produk tersebut, maka dia akan tertarik dan akan merasa bahwa dia menyenangidan menginginkan produk tertentu. 2. Interest. Selanjutnya konsumen akan lebih memperhatikan bahkan ingin segera memiliki produk tersebut. 3. Desire. Dalam hal ini, perasaan ingin memiliki barang tersebut sangat besar. 4. Action. Tahap terakhir yaitu tindakan seseorang untuk membeli, setelah konsumen melalui tahap-tahap sebelumnya.
23
Dapat disimpulkan bahwa minat beli adalah suatu proses belajar dan proses pemikiran yang membentuk suatu persepsi. Minat yang muncul dalam melakukan pembelian menciptakan suatu motivasi yang terus terekam dalam benaknya dan menjadi suatu kegiatan yang sangat kuat yang pada akhirnya ketika seorang konsumen harus memenuhi kebutuhannya akan mengaktualisasikan apa yang ada didalam benaknya itu. Dengan demikian, minat beli akan timbul saat dalam proses pengambilan keputusan.
2.1.5.2.1 Dimensi Minat Beli Dimensi untuk variabel minat beli yang penulis gunakan dalam penelitian ini diambil dari penelitian yang dilakukan Antin dan Shinta (2013), yaitu : 1. Pencarian informasi lanjut Diwujudkan dengan upaya konsumen untuk mendapatkan informasi secara lebih lengkap tentang produk. 2. Kemauan untuk memahami produk Skap positif yang ditunjukkan oleh konsumen apabila diperkenalkan dengan suatu produk baru. 3. Keinginan untuk mencoba produk Keinginan dari konsumen yang timbul untuk mencoba produk tersebut 4. Kunjungan ke outlet Konsumen melakukan sebuah kunjungan ke outlet untuk melakukan pencarian informasi.
2.1.6 Keputusan Pembelian 2.1.6.1 Pengertian Keputusan Pembelian Menurut Sumarwan (2011: 5) menjelaskan bahwa keputusan pembelian sebagai keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, apakah membeli atau tidak, di mana membeli, dan bagaimana cara pembayarannya.
24 Keputusan menurut Schiffman, Kanuk (2004; yang dikutip oleh Kuncoro dan Adithya; 2010) adalah pemilihan dari dua atau lebih alternatif pilihan keputusan pembelian, artinya bahwa seseorang dapat membuat keputusan, haruslah tersedia beberapa alternatif pilihan. Berdasarkan pendapatan di atas, dapat diambil sebuah pemahaman bahwa keputusan pembelian konsumen diawali oleh keinginan membeli yang timbul karena terdapat berbagai faktor yang berpengaruh seperti pendapatan keluarga, harga yang diinginkan, keuntungan atau manfaat yang bisa diperoleh dari produk bersangkutan. Ketika konsumen mengambil keputusan, mungkin bisa terjadi perubahan faktor situasional yang bisa mempengaruhi intensitas pembelian.
2.1.6.2 Jenis Perilaku Pembelian Menurut Peter dan Olson (2002; yang dikutip oleh Antin dan Shinta; 2013), pemasar membagi variasi kegiatan pemecahan masalah menjadi tiga tingkat : 1. Pengambilan keputusan ekstensif (extensive decision making) Biasanya melibatkan sejumlah besar perilaku pencarian yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi alternatif pilihan dan mencari kriteria pilihan yang akan digunakan untuk mengevaluasi. Dan juga melibatkan keputusan multipilihan dan upaya kognitif serta perilaku yang
cukup
besar.
Pengambilan
keputusan
ini
cenderung
membutuhkan waktu yang cukup lama dan hanya pada sedikit masalah pilihan konsumen. 2. Pengambilan keputusan terbatas (united decision making) Jumlah
upaya
pemecahan
masalah
yang
dibutuhkan
dalam
pengambilan keputusan terbatas berkisar dari rendah ke sedang. Dibandingkan dengan pengambilan keputusan ekstensif, pengambilan keputusan ini melibatkan tidak banyak upaya pencarian informasi, lebih sedikit alternatif yang dipertimbangkan dan proses integrasi yang dibutuhkan. Pilihan yang melibatkan pengambilan keputusan terbatas biasanya dilakukan cukup cepat, dengan tingkat upaya kognitif dan perilaku yang sedang. 3. Perilaku pilihan rutin (routinized choice behavior)
25 Perilaku yang muncul secara otomatis dengan sedikit atau bahkan tanpa ada proses kognitif. Dibandingkan dengan tingkat yang lain, perilaku pilihan rutin membutuhkan sedikit kapasitas kognitif atau kontrol sadar.
2.1.6.3 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Dalam keputusan membeli barang konsumen seringkali ada lebih dari dua pihak yang terlibat dalam proses pertukaran atau pembeliannya. Umumnya ada lima macam peranan yang dapat di lakukan seseorang. Ada kalanya kelima peran ini di pegang oleh satu orang, namun sering kali pula peran tersebut di lakukan beberapa orang. Pemahaman mengenai masing-masing peran ini sangat berguna dalam rangka memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Kelima peran tersebut meliputi (Kotler, et al., dalam Tjiptono, (2008: 20)) : 1. Pemrakarsa (initiator), yaitu orang yang pertama kali menyadari adanya keinginan atau kebutuhan yang belum terpenuhi dan mengusulkan ide untuk membeli suatu barang atau jasa tertentu. 2. Pemberi pengaruh (influencer), yaitu orang yang pandangan, nasihat atau pendapatnya mempengaruhi keputusan pembelian. 3. Pengambil keputusan (decider), yaitu orang yang menentukan keputusan pembelian, misalnya apakah jadi membeli, apa yang di beli, bagaimana cara membeli, atau di mana membelinya. 4. Pembeli (buyer), yakni orang yang melakukan pembelian aktual. 5. Pemakai (user), yaitu orang yang mengkonsumsi atau menggunakan barang atau jasa yang di beli.
Proses pengambilan keputusan pembeli sangat bervariasi. Ada yang sederhana ada pula yang kompleks. Hawkins et al dan Engel et al dalam Tjiptono (2008: 20) membagi proses pengambilan keputusan kedalam tiga jenis, yaitu pengambilan keputusan yang luas (extended decision making), pengambilan keputusan yang terbatas (limited decision making), dan pengambilan keputusan yang bersifat kebiasaan (habitual decision making). Dijelaskan sebagai berikut :
26 1. Proses
pengambilan
keputusan
yang
luas (extended decision
making). Merupakan jenis pengambilan keputusan yang paling lengkap, bermula dari pengenalan masalah konsumen yang dapat di pecahkan melalui pembelian beberapa produk. Untuk keperluan ini, konsumen mencari informasi tentang produk atau merek tertentu dan mengevaluasi seberapa baik masing-masing alternatif tersebut dapat memecahkan masalahnya. Evaluasi produk atau merek akan mengarah kepada
keputusan
pembelian.
Selanjutnya
konsumen
akan
mengevaluasi hasil dari keputusannya. Proses pengambilan keputusan yang luas terjadi untuk kepentingan khusus bagi konsumen atau untuk pengambilan keputusan yang membutuhkan tingkat keterlibatan tinggi, misalnya pembeli produk yang mahal mengandung nilai prestise, dan dipergunakan untuk waktu yang lama, bisa pula untuk pembelian produk yang di lakukan pertama kali. 2. Proses pengambilan keputusan terbatas (limited decision making). Ini terjadi
apabila
konsumen
mengenal
masalahnya,
kemudian
mengevaluasi beberapa alternatif produk atau merek berdasarkan pengetahuan yang di miliki tanpa berusaha (atau hanya melakukan sedikit usaha) mencari informasi baru tentang produk atau merek tersebut. Ini biasanya berlaku untuk pembelian produk-produk yang kurang penting atau pembelian produk yang bersifat rutin. Dimungkinkan pula bahwa proses pengambilan keputusan ini terjadi pada kebutuhan yang sifatnya emosional atau pada environmental needs (Hawkins dalam Tjiptono (2008: 21)), misalnya seseorang memutuskan untuk membeli suatu merek atau produk baru dikarenakan bosan dengan merek yang sudah ada, atau karena ingin mencoba/merasakan sesuatu yang baru. Keputusan yang demikian hanya mengevaluasi aspek sifat/corak baru (novelty or newness) dari alternatif-alternatif yang tersedia. 3. Proses pengambilan keputusan yang bersifat kebiasaan (habitual decision making). Merupakan proses yang paling sederhana, yaitu konsumen mengenal masalahnya kemudian langsung mengambil keputusan untuk membeli merek favorit/kegemarannya (tanpa
27 evaluasi alternatif). Evaluasi hanya terjadi bila merek yang di pilih tersebut ternyata tidak sebagus/sesuai dengan yang di harapkan.
Sebuah
proses
pengambilan
keputusan
pembelian
tidak
hanya berakhir dengan terjadinya transaksi pembelian, akan tetapi diikuti pula oleh tahap perilaku purnabeli (terutama dalam pengambilan keputusan yang luas). Dalam tahap ini konsumen merasakan tingkat kepuasan atau ketidakpuasan tertentu yang akan mempengaruhi perilaku berikutnya. Jika konsumen merasa puas, ia akan memperlihatkan peluang yang besar untuk melakukan pembelian ulang atau membeli produk lain diperusahaan yang sama dimasa mendatang. Seorang konsumen yang merasa puas cenderung akan menyatakan hal-hal yang baik tentang produk dan perusahaan yang bersangkutan kepada orang lain. Oleh karena itu pembeli yang puas merupakan iklan yang terbaik (Bayus dalam Tjiptono (2008: 21). Kotler (2008: 179-181) menjelaskan proses pengambilan keputusan diawali dengan pengenalan kebutuhan, kemudian proses pencarian/pengumpulan
informasi,
evaluasi
alternatif,
keputusan
pembelian, perilaku pasca pembelian. Proses pengambilan keputusan pembelian tersebut dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut :
Gambar 2.2 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Sumber : Kotler (2008: 179-181)
Pengenalan masalah/ kebutuhan, pada proses ini pembeli menyadari suatu masalah atau suatu kebutuhannya.Kebutuhan dapat dipicu dengan rangsangan internal. Misalnya ketika kita merasa lapar, maka hal itu bisa menjadi sebuah dorongan. Kebutuhan juga bisa dipicu oleh rangsangan eksternal, contohnya suatu iklan atau diskusi dengan teman bisa membuat seseorang untuk membeli mobil baru. Pada tahap ini pemasar harus meneliti konsumen untuk menemukan jenis kebutuhan
28 atau masalah apa yang timbul, dan apa yang menyebabkannya, serta bagaimana masalah itu bisa mengarahkan konsumen pada produk tertentu. Pencarian informasi, konsumen yang tertarik mungkin akan mencari informasi atau mungkin akan tidak mencarinya. Jika dorongan atau rangsangan itu kuat dan produk yang memuaskan ada di dekat konsumen itu, konsumen mungkin akan membelinya. Jika tidak, ia bisa menyimpan kebutuhan itu dalam ingatan atau melakukan pencarian informasi yang berhubungan dengan kebutuhan. Contohnya, setelah anda memutuskan akan membeli mobil baru, paling tidak anda mungkin akan memperhatikan iklan mobil, mobil milik teman, dan percakapan tentang mobil. Atau mungkin anda akan aktif mencari bahan bacaan, menelepon teman, dan mengumpulkan informasi dengan cara lain. Konsumen dapat memperoleh informasi dari beberapa sumber. Sumbersumber ini meliputi sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, rekan), sumber komersial (iklan, wiraniaga, situs web, penyalur, kemasan, tampilan), sumber publik (media massa, organisasi pemeringkat konsumen, pencarian internet), dan sumber pengalaman (penanganan, pemeriksaan, pemakaian produk). Evaluasi
alternatif,
yaitu
informasi
untuk sampai
bagaimana
konsumen
memproses
pada pilihan merek. Bagaimana cara
konsumen mengevaluasi alternatif, bergantung pada konsumen pribadi dan situasi pembelian tertentu. Dalam beberapa kasus, konsumen menggunakan kalkulasi yang cermat dan pemikiran yang logis. Pada waktu yang lain, konsumen yang sama hanya sedikit melakukan evaluasi, atau bahkan tidak mengevaluasi, sebagai gantinya mereka akan membeli berdasarkan dorongan dan bergantung pada institusi. Kadangkadang konsumen membuat keputusan pembelian sendiri, kadangkadang mereka meminta nasihat pembelian dari teman, pemandu konsumen, atau wiraniaga. Pemasar harus mempelajari pembeli untuk menemukan bagaimana cara mereka sebenarnya dalam mengevaluasi pilihan merek. Jika mereka tahu proses evaluasi apa yang berlangsung, pemasar dapat mengambil langkah untuk mempengaruhi keputusan pembelian.
29 Keputusan pembelian, dalam tahap evaluasi, konsumen menentukan peringkat merek dan membentuk niat pembelian. Pada umumnya keputusan pembelian (purchase decision) konsumen adalah membeli merek yang paling disukai, tetapi dua faktor bisa berbeda antara niat pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah sikap orang lain. Jika seseorang yang memiliki arti penting bagi diri anda membuat anda berpikir bahwa anda seharusnya membeli mobil dengan harga yang paling murah, maka peluang anda untuk membeli mobil yang lebih mahal berkurang. Faktor kedua adalah faktor situasional yang tidak diharapkan. Konsumen mungkin membentuk niat pembelian berdasarkan faktor-faktor seperti pendapatan, harga, dan manfaat produk yang diharapkan. Namun kejadian tak terduga bisa merubah niat pembelian. Sebagai contoh, ekonomi mungkin memburuk, pesaing dekat mungkin menurunkan harganya, atau seorang teman mungkin memberitahu anda bahwa ia pernah kecewa dengan mobil yang anda sukai. Oleh karena itu, preferensi dan niat tidak selalu menghasilkan niat pembelian yang aktual. Perilaku pasca-pembelian, setelah membeli produk, konsumen akan merasakan puas atau tidak puas dan terlibat dalam perilaku pascapembelian (post purchase behavior) yang harus diperhatikan oleh pemasar. Jika produk tidak memenuhi ekspektasi, konsumen kecewa, jika produk memenuhi ekspetasi, konsumen puas, dan jika produk melebihi ekspektasi maka konsumen akan sangat puas. Semakin besar antara kesenjangan ekspetasi dan kinerja, semakin besar pula ketidak puasan konsumen. Hal ini menunjukan bahwa penjual hanya boleh menjanjikan apa yang dapat diberikan mereknya sehingga pembeli terpuaskan.
Dalam Buchari (2009: 101), dikatakan bahwa terdapat faktorfaktor yang mempengaruhi pembelian. Faktor-faktor tersebut ialah: 1. Faktor sosial, yaitu berupa grup-grup yang turut mempengaruhi, dimana seseorang masuk sebagai anggota, misalnya kelompok keluarga, teman, tetangga, teman sekerja, klub olahraga, klub seni, dan lain-lain.
30 2. Faktor budaya, yaitu faktor budaya yang begitu banyak kelompoknya. Mulai dari kelompok negara, sampai kelompok etnis/suku yang memiliki budaya dan kebiasaan adat sendiri. Di negara kita ada suku Sunda, Jawa, Minang, Batak, dsb. Masing-masing memiliki pola konsumsi dan barang kesenangan masing-masing. 3. Faktor personal, yaitu menyangkut masalah usia, pekerjaan, jabatan, keadaan ekonomi pribadi, gaya hidup, kepribadian. 4. Faktor psikologis, yaitu menyangkut motivasi seseorang untuk membeli apakah mengikuti teori motivasi Maslow atau karena dorongan lainnya. Juga menyangkut masalah persepsi seseorang terhadap sesuatu.
2.1.6.4 Dimensi Keputusan Pembelian Dimensi untuk variabel keputusan pembelian yang penulis gunakan dalam penelitian ini diambil dari penelitian yang dilakukan Antin dan Shinta (2013) membagi keputusan pembelian ke dalam tiga dimensi, yaitu : 1. Product Selection
: pemilihan
produk
yang
sesuai
dengan
kebutuhan konsumen. 2. Brand Selection
: preferensi konsumen tentang sebuah merek
selama proses konsumsi. 3. Store Selection
: pemilihan toko-toko tertentu yang dilakukan
konsumen untuk membeli suatu produk.
2.2
Teori Pendukung Beberapa teori pendukung yang diperoleh penulis dari penelitian terdahulu bisa
dilihat pada tabel 2.1 berikut : Tabel 2.1 Tabel Penelitian Terdahulu Peneliti
Judul
Variabel Penelitian
Hasil penelitian
Reza
Pengaruh Product
Variabel Independen :
Secara bersama-sama
Fauzia
Bundling Terhadap
Produk (X1), Harga
variabel produk, harga,
(2012)
Pembelian
(X2), Promosi (X3),
promosi, persepsi
Handphone Merek
Persepsi Penghematan
penghematan, nilai
Nexian Di Kalangan
(X4), Nilai Persepsian
persepsian, dan kualitas
31 Mahasiswa
(X5), Kualitas
persepsian berpengaruh
Universitas
Persepsian (X6)
terhadap perilaku
Muhammadiyah Purworejo
pembelian konsumen. Variabel Dependen : Minat Beli Konsumen (Y)
Fadhli
Pengaruh Strategi
Variabel Independen :
Secara simultan strategi
Fauzi
Bundling Iphone 5
Bundling (X)
bundling berpengaruh
(2013)
Dengan Telkomsel
signifikan terhadap
Terhadap Keputusan
Variabel Dependen :
keputusan pembelian
Pembelian
Keputusan Pembelian
produk bundling iphone 5
Konsumen Di Kota
(Y)
Telkomsel.
Bandung Dheany
Analisis Pengaruh
Variabel Independen :
Secara bersama-sama
Arumsari
Kualitas Produk,
Kualitas Produk (X1),
variabel kualitas produk,
(2012)
Harga Dan Promosi
Harga (X2), Promosi
harga, dan promosi
Terhadap Keputusan
(X3)
berpengaruh positif dan
Pembelian Air
signifikan terhadap
Minum Dalam
Variabel Dependen :
keputusan pembelian.
Kemasan Merek
Keputusan Pembelian
Aqua Di Semarang
(Y)
Rizky
Analisis Pengaruh
Variabel Independen :
Secara bersama-sama
Amalina
Kualitas Produk,
Kualitas Produk (X1),
variabel kualitas produk,
Bachrians
Daya Tarik Iklan,
Daya Tarik Iklan (X2),
daya tarik iklan, dan
yah
Dan Persepsi Harga
Persepsi Harga (X3)
persepsi harga
(2013)
Terhadap Minat Beli
berpengaruh signifikan
Konsumen Pada
Variabel Dependen :
Produk Ponsel Nokia
Minat Beli (Y)
terhadap minat beli.
(Studi Kasus Pada Masyarakat Di Kota Semarang) Bayu
Pengaruh Kualitas
Variabel Independen :
Secara bersama-sama
Prawira
Produk, Citra Merek
Kualitas Produk (X1),
variabel kualitas produk,
Dan Ni
Dan Persepsi Harga
Citra Merek (X2),
citra merek, dan persepsi
Nyoman
Terhadap Minat Beli
Persepsi Harga (X3)
harga berpengaruh positif
Kerti
Produk Smartphone
dan signifikan terhadap
32 Yasa
Samsung Di Kota
Variabel Dependen :
(2013)
Denpasar
Minat Beli (Y)
Hatane
Analisis Ewom,
Variabel Independen :
Brand image, brand trust
Semuel
Brand Image, Brand
Ewom (X1), Brand
merupakan mediasi antara
Dan Adi
Trust Dan Minat Beli
Image (X2), Brand
ewom terhadap minat
Suryanata
Produk Smartphone
Trust (X3)
beli.
Lianto
Di Surabaya
(2014)
minat beli.
Variabel Dependen : Minat Beli (Y)
Alfian B
Pengaruh Citra
Variabel Independen :
Keputusan Pembelian
(2012)
Merek (Brand
Citra Merek (X)
konsumen dipengaruhi
Image) Terhadap
oleh variasi dari ketiga
Pengambilan
Variabel Dependen :
variabel independen,
Keputusan
Minat Beli (Y)
yaitu keunggulan asosiasi
Pembelian Mobil
merek, kekuatan asosiasi
Toyota Kijang
merek, keunikan asosiasi
Innova Pada Pt.
merek.
Hadji Kalla Cabang Polman Makassar Antin
Pengaruh Produk
Variabel Independen :
Membahas produk
Putri
Bundling Dan Citra
Produk Bundling (X1),
bundling, citra merek,
Permata
Merek Terhadap
Citra Merek (X2)
minat beli dan keputusan
Sari Dan
Minat Beli Dan
Shinta
Dampaknya Pada
Variabel Dependen :
Putri
Keputusan
Keputusan Pembelian
Laras
Pembelian Pada PT
(Z)
Wulandar
Telkomsel (Studi
i (2013)
Kasus Produk
Variabel Intervening :
Bundling Telkomsel
Minat Beli (Y)
pembelian
Dengan S Nexian Cronos Journey) Endang
Analisis Kualitas
Variabel Independen :
Kualitas produk, citra
Tjahjanin
Produk Dan Citra
Kualitas Produk (X1),
merek, dan keputusan
gsih Dan
Merek Dalam
Citra Merek (X2)
pembelian berpengaruh
Maurine
Mempengaruhi
Yuliani
Keputusan
positif terhadap loyalitas Variabel Dependen :
merek.
33 (2011)
Pembelian Dan
Loyalitas Merek (Z)
Dampaknya Terhadap Loyalitas
Variabel Intervening :
Merek Hp Nokia
Keputusan Pembelian (Y)
Setyo
Pengaruh Minat
Variabel Independen :
Minat konsumen dan
Prabowo
Konsumen Dan
Minat Konsumen (X1),
harga produk baik secara
(2011)
Harga Produk
Harga Produk (X2)
sendiri-sendiri maupun
Terhadap
bersama-sama
Pengambilan
Variabel Dependen :
berpengaruh terhadap
Keputusan
Keputusan Pembelian
keputusan pembelian.
Konsumen Dalam
(Y)
Pembelian Mobil Bekas Di Kota Semarang
Sumber : hasil olahan penulis 2015
34 Pengaruh antara Variabel yang diteliti 1. Pengaruh Kualitas Produk terhadap Minat Beli (T1) Penelitian yang dilakukan Budiyono (2004), yang dikutip oleh Rizky Amalina Bachriansyah (2012: 6), menyatakan bahwa mutu produk berpengaruh positif terhadap minat beli konsumen. Jadi, perhatian yang lebih terhadap kualitas produk tersebut dapat memengaruhi minat beli konsumen.
2. Pengaruh Bundling terhadap Minat Beli (T2) Reza Fauzia (2012: 1-16), menyatakan bahwa secara bersama-sama variabel produk, harga, promosi, persepsi penghematan, nilai persepsian, dan kualitas persepsian berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen. Sehingga dalam penelitian tersebut memberikan hasil yang mendukung teori product bundling berpengaruh terhadap minat beli konsumen.
3. Pengaruh Citra Merek terhadap Minat Beli (T3) Bayu Prawira Dan Ni Nyoman Kerti Yasa (2013: 4), menyatakan bahwa sangat menguntungkan bila memiliki suatu produk yang memiliki citra merek yang baik dan oleh sebab itu perusahaan harus terus menjaga dan mempertahankan citra merek secara terus menerus, di mana fungsi utama citra merek adalah untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana konsumen
memilih
diantara
merek
alternatif
setelah
melakukan
pengambilan informasi.
4. Pengaruh Kualitas Produk, Bundling dan Citra Merek terhadap Minat Beli (T4) Menurut (Dolan dan Simon; 2011), efek dari bundling harga pada perilaku pembelian telah diteliti dengan baik. Strategi bundling telah disiapkan untuk memaksimalkan pendapatan atau memaksimalkan keuntungan bagi konsumen itu sendiri. Permintaan akan sebuah produk barang yang semakin berkualitas membuat perusahaan berlomba-lomba meningkatkan kualitas produk dan mempertahankan citra merek produk yang mereka miliki.
35 5. Pengaruh Kualitas Produk terhadap Keputusan Pembelian (T5) Menurut Kotler dan Amstrong (2008) yang dikutip oleh Dheany Arumsari (2012), menyatakan bahwa semakin baik kualitas produk yang dihasilkan maka akan memberikan kesempatan kepada konsumen untuk melakukan keputusan pembelian.
6. Pengaruh Produk Bundling terhadap Keputusan Pembelian (T6) Fadhli Fauzi (2013), menyatakan bahwa secara simultan strategi bundling berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian produk bundling iPhone 5 Telkomsel. Variabel dependen (keputusan pembelian) dapat dijelaskan oleh variabel independen (bundling) sebesar 21,8%.
7. Pengaruh Citra Merek terhadap Keputusan Pembelian (T7) Penelitian yang dilakukan Aaker dalam Vranesevic (2003), yang dikutip oleh Alfian B (2012: 47), menyatakan bahwa menciptakan kesan menjadi salah satu karateristik dasar dalam orientasi pemasaran modern yaitu lewat pemberian perhatian lebih serta penciptaan merek yang kuat. Implikasi dari hal tersebut menjadikan merek suatu produk menciptakan image dari produk itu sendiri di benak pikiran konsumen dan menjadikan motivasi dasar bagi konsumen dalam memilih suatu produk.
8. Pengaruh Kualitas Produk, Bundling Produk dan Citra Merek terhadap Keputusan Pembelian (T8) Menurut Janiszewski dan Cunha dalam jurnalnya The influence of price discount framing on the evaluation of a product bundle menunjukkan bahwa dampak dari diskon harga pada daya tarik yang dirasakan dari sebuah kemasan tergantung pada jenis produk yang sedang diskon. Pembeli akan sulit menentukan keputusan apabila menemukan produk bundling yang lebih besar. Sebuah layanan yang lebih khusus dalam bundel bersaing meningkatkan keputusan pembelian.
9. Pengaruh Minat Beli terhadap Keputusan Pembelian (T9) Setyo Prabowo (2011: 14) menunjukkan kaitan antara minat beli dan keputusan pembelian. Minat beli konsumen yang tinggi akan mendorong
36 konsumen membeli suatu produk. Sebaliknya, minat beli konsumen yang rendah akan mencegah konsumen membeli suatu produk.
2.3
Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat dari gambar 2.3 berikut :
X1
X2
Y
Z
X3 Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Sumber : hasil olahan penulis 2015
Keterangan : (X1) Kualitas Produk
(X3) Citra Merek
(X1.1) performance
(X3.1) friendly/unfriendly
(X1.2) features
(X3.2) modern/out dated
(X1.3) conformance to specification
(X3.3) popular/unpopular
(X1.4) reability
(X3.4) gentle/harsh
(X1.5) durability
(X3.5) artifical/natural
(X1.6) esthetica (X1.7) perceived quality
(Y) Minat Beli
(X1.8) serviceability
(Y1) Pencarian informasi lanjut (Y2) Kemauan untuk memahami produk
(X2) Produk Bundling
(Y3) Kunjungan ke outlet
(X2.1) Ketepatan (X2.2) Harga
(Z)
Keputusan Pembelian
(X2.3) Kemenarikan
(Z1) product selection
(X2.4) Cara Penggabungan produk
(Z2) brand selection (Z3) store selection
37 2.4
Hipotesis Menurut Sugiono (2013: 51) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban empirik. Penelitian yang merumuskan hipotesis adalah penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Pada penelitian kualitatif, tidak merumuskan hipotesis, tetapi justru menemukan hipotesis. Selanjutnya hipotesis, tersebut akan diuji oleh peneliti dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Berikut adalah hipotesis yang peneliti rancang dalam penelitian ini: 1. Untuk T1 H1= Ada pengaruh antara variabel kualitas produk secara parsial terhadap minat beli. H0= Tidak ada pengaruh antara variabel kualitas produk secara parsial terhadap minat beli. 2. Untuk T2 H2= Ada pengaruh antara variabel produk bundling secara parsial terhadap minat beli. H0= Tidak ada pengaruh antara variabel produk bundling secara parsial terhadap minat beli. 3. Untuk T3 H3 = Ada pengaruh antara variabel citra merek secara parsial terhadap minat beli. H0 = Tidak ada pengaruh antara variabel citra merek secara parsial terhadap minat beli. 4. Untuk T4 H4 = Ada pengaruh antara variabel kualitas produk, produk bundling dan citra merek secara simultan terhadap minat beli. H0 = Tidak ada pengaruh antara variabel kualitas produk, produk bundling dan citra merek secara simultan terhadap minat beli. 5. Untuk T5
38 H5 = Ada pengaruh antara variabel kualitas produk secara parsial terhadap keputusan pembelian. H0 = Tidak ada pengaruh antara variabel kualitas produk secara parsial terhadap keputusan pembelian. 6. Untuk T6 H6 = Ada pengaruh antara variabel produk bundling secara parsial terhadap keputusan pembelian. H0 = Tidak ada pengaruh antara variabel produk bundling secara parsial terhadap keputusan pembelian. 7. Untuk T7 H7 = Ada pengaruh antara variabel citra merek secara parsial terhadap keputusan pembelian. H0 = Tidak ada pengaruh antara variabel citra merek secara parsial terhadap keputusan pembelian. 8. Untuk T8 H8 = Ada pengaruh antara variabel kualitas produk, produk bundling dan citra merek secara simultan terhadap keputusan pembelian. H0 = Tidak ada pengaruh antara variabel kualitas produk, produk bundling dan citra merek secara simultan terhadap keputusan pembelian. 9. Untuk T9 H9 = Ada pengaruh antara variabel minat beli secara parsial terhadap keputusan pembelian. H0 = Tidak ada pengaruh antara variabel minat beli secara parsial terhadap keputusan pembelian.