BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori 2.1.1
Pemasaran (Marketing) Philip Kotler dan Gary Armstrong (2012:29) menyatakan bahwa pemasaran (marketing) merupakan suatu proses bekerja dengan pasar sasaran untuk mewujudkan pertukaran yang potensial dengan maksud memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia, membangun hubungan yang menguntungkan serta memahami kebutuhan-kebutuhan costumer, memulai membangun produk yang menyediakan nilai secara unggul, menetapkan harga, mendistribusikan, serta mempromosikannya secara efektif, sehingga produk akan terjual lebih mudah. Yusuf dan William (2007.p25) pemasaran dalam arti yang luas adalah semua kegiatan yang dirancang untuk mendorong dan mengelola segala pertukaran untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan kita. Menurut Suyanto (2007.p7) pemasaran dapat didefinisikan sebagai proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi konsepsi, penetapan harga, promosi dan distribusi ide, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan individu dan organisasi. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pemasaran (marketing) merupakan suatu proses, aktivitas atau kegiatan yang dilakukan dengan tujuan membangun hubungan yang baik dan menguntungkan
dengan
konsumen.
Dimulai
dari
perencanaan,
penciptaan produk atau jasa, penetapan harga, promosi kepada pihak terkait dengan tujuan memuaskan individu atau organisasi, dan pengevaluasian hasil dari produk dan juga promosi yang dilakukan oleh perusahaan kepada konsumen.
2.1.2
Bauran Pemasaran (Marketing Mix) Menurut Kotler & Armstrong (2006: 62) bauran pemasaran adalah kumpulan alat pemasaran taktis terkendali yang dipadukan perusahaan untuk menghasilkan hasil yang diinginkan di pasar sasaran. Bauran
13
14 pemasaran dikelompokan menjadi empat variabel yang dikenal dengan “empat P” yaitu: product (produk), price (harga), place (tempat), promotion (promosi). Menurut Soegoto (2009: 112) bauran pemasaran adalah strategi gabungan empat elemen kunci pemasaran: produk, harga,distribusi, dan promosi, yang digunakan untuk memasarkan produk. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran merupakan salah satu strategi yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperluas pasarnya
yang bertujuam untuk
memperoleh keuntungan. Strategi bauran pemasaran yang diambil oleh perusahaan harus di dasarkan pada beberapa hal yang berkaitan dengan perusahaan yang tujuannya untuk menghasilkan suatu keputusan yang bersinambungan pada perusahaan. Jadi strategi bauran pemasaran 4P (Product, Price, Place, Promotion) yang diterapkan oleh setiap perusahaan pun pasti berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Price Daftar Harga Diskon Potongan Harga Periode Pembayaran Persyaratan Kredit
Product Ragam Kualitas Desain Fitur Nama Merek Kemasan Layanan Bauran Pemasaran (4 p)
Promotion
Place Saluran Cakupan Pemilahan Lokasi Persediaan Transportasi Logistik
Iklan Penjualan Pribadi Promosi Penjualan Hubungan Masyarakat
Gambar 2.1 Bauran Pemasaran (4P) Sumber: Kotler & Armstrong (2006)
15 Komponen Bauran Pemasaran 4P (Marketing Mix)
Produk (Product) Menurut Kotler & Keller (2009: 4), produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan, termasuk barang fisik, jasa, pengalaman, acara, orang, tempat, properti, organisasi, informasi, dan ide.
Harga (Price) Menurut Kotler & Keller (2009: 67), harga merupakan elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, harga merupakan elemen termudah dalam program pemasaran untuk disesuaikan, fitur produk, saluran, dan bahkan komunikasi membutuhkan banyak waktu.
Tempat (Place) Menurut Kotler & Keller (2009: 184), tempat adalah lokasi yang digunakan untuk proses penyampaian barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Variabel tempat mencakup lokasi yang strategis, akses ke lokasi yang mudah dijangkau, penempatan layout produk yang rapi dan teratur, keluasan areal dan kenyamanan suasana belanja, dan keluasan areal dan keamanan parkir kendaraan.
Promosi (Promotion) Menurut Kotler & Keller (2009: 263), promosi adalah proses penyebaran informasi yang bertujuan mempengaruhi atau membujuk konsumen atas suatu produk yang ditawarkan agar konsumen bersedia menerima dan membeli suatu produk yang ditawarkan tersebut. Variabel promosi mencakup periode jangka waktu promosi yang lebih diperpanjang, media promosi yang disampaikan melalui brosur dan spanduk, dan bentuk promosi yang ditawarkan melalui kupon undian, dan hadiah langsung untuk total belanja tertentu. Adapun alat-alat yang dapat dipergunakan untuk mempromosikan produknya pengusaha dapat memilih beberapa cara yaitu : a) Periklanan (Advertising) Advertising merupakan alat utama bagi pengusaha untuk mempengaruhi konsumennya. Advertising ini dapat dilakukan oleh pengusaha lewat surat kabar, radio, majalah, bioskop,
16 televisi ataupun dalam bentuk poster-poster yang dipasang dipinggir jalan atau tempat-tempat yang strategis. Dengan membaca atau melihat advertensi itu diharapkan para konsumen atau calon konsumen akan terpengaruh lalu tertarik untuk membeli produk yang di advertensikan tersebut. Oleh karena itu maka advertensi ini haruslah dibuat sedemikian rupa sehingga menarik perhatian para pembacanya. b) Promosi penjualan (Sales Promotion) Promosi penjualan adalah merupakan kegiatan perusahaan untuk menjajakan produk yang dipasarkannya sedemikian rupa sehingga konsumen akan mudah untuk melihatnya dan bahkan dengan cara penempatan dan pengaturan tertentu maka produk tersebut akan menarik perhatian konsumen. c) Penjualan Pribadi (Personal Selling) Personal selling merupakan kegiatan perusahaan untuk melakukan kontak langsung dengan para calon konsumennya. Dengan kontak langsung ini diharapkan akan terjadi hubungan atau interaksi yang positif antara pengusaha dengan calon konsumennya
itu.
Kontak
langsung
itu
akan
dapat
mempengaruhi secara lebih intensif pada konsumennya karena dalam hal ini pengusaha dapat mengetahui keinginan dan selera konsumennya. d) Publisitas (Publication) Publisitas merupakan cara yang biasa digunakan juga oleh pengusaha untuk membentuk pengaruh secara tidak langsung kepada konsumen agar mereka menjadi tahu dan menyenangi produk yang dipasarkannya. Cara ini dilakukan dengan cara memuat berita tentang produk atau perusahaan
yang
menghasilkan produk tersebut di mass media, misalnya saja berita di surat kabar, berita di radio atau televisi maupun majalah tertentu dan sebagainya. Dengan memuat berita itu maka para pembaca secara tidak sadar telah dipengaruhi oleh berita tersebut.
17 2.1.3
Experiential Marketing 2.1.3.1 Pengertian Experiential Marketing Dalam European Journal of Business and Management yang berjudul “Investigating the Impact of Marketing Mix Elements on Tourists‘ Satisfaction” dikatakan bahwa: “ Promotions have become a critical factor in the service marketing mix. Marketing communication mix (Promotion mix) consists of the specific blend of advertising, personal selling, sales promotion, public relations and direct marketing tools that the company uses to pursue its advertising and marketing objective (Kotler 2007).” Dari pengertian diatas dapat disimpulkan promosi merupakan faktor penting dalam pelayanan bauran pemasaran. Dimana dalam sebuah bauran pemasaran terbagi lagi menjadi beberapa bagian yaitu, advertising, personal selling, sales promotion, public relations, dan direct marketing. Karena dikatakan sebagai faktor penting dalam pemasaran maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sebuah perusahaan tidak akan berjalan tanpa adanya pemasaran yang dilakukan. Seiring berkembangnya zaman maka jenis pemasaran yang dilakukan oleh perusahaanpun beraneka ragam dan semakin berkembang. Salah satu bentuk pemasaran yang sedang marak dilakukan oleh perusahaan adalah experiential marketing. Experiential marketing adalah suatu konsep pemasaran yang bertujuan untuk membentuk pelanggan-pelanggan yang loyal dengan menyentuh emosi mereka dan memberikan suatu feeling yang positif terhadap produk dan service (Kartajaya, 2004). Sedangkan
menurut
Smilansky (2009)
menyatakan
bahwa
Experiential Marketing adalah proses mengidentifikasi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan yang menguntungkan konsumen, dengan melibatkan mereka melalui komunikasi dua arah yang membawa kepribadian merek pada kehidupan kosnumen yang menjadi target, untuk dapat berkembang dan menambah nilai produk pada sasaran yang menjadi target.
18 Menurut
Andreani
(2007,
p2),
Experiential marketing
adalah lebih dari sekedar memberikan informasi dan peluang pada pelanggan untuk memperoleh pengalaman atas keuntungan yang didapat dari produk atau jasa itu sendiri tetapi juga membangkitkan emosi dan perasaan yang berdampak terhadap pemasaran,khususnya penjualan. Jadi dengan adanya experiential marketing, pelanggan akan mampu membedakan antara restoran satu dengan yang lainnya dari segi rasa masakan ataupun dari segi pelayanan yang diberikan. Dengan merasakan secara langsung apa produk dan jasa yang disajikan
diharapkan
menjadi
pengalaman
tersendiri
bagi
pelanggan yang datang.
2.1.3.2 Dimensi Experiential Marketing Schmitt dan Rogers (2008), Strategic Experience Modules (SEMs) merupakan kerangka Experiential Marketing yang terdiri dari pengalaman melalui panca indera (sense), perasaan (feel), pikiran
(think),
tindakan
(act),
serta
pengalaman
yang
menimbulkan hubungan dengan kelompok referensi atau kultur tertentu (relate). Adapun 5 indikator pengalaman yang dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Sense Marketing Sense adalah aspek-aspek yang berwujud dan dapat dirasakan dari suatu produk yang dapat ditangkap oleh kelima indera manusia, meliputi pandangan, suara, bau, rasa, dan sentuhan. Sense ini bagi konsumen, berfungsi untuk mendiferensiasikan suatu produk dari produk yang lain, untuk memotivasi pembeli untuk bertindak, dan untuk membentuk value pada produk atau jasa dalam benak pembeli. Indera manusia dapat digunakan selama fase pengalaman (pra pembelian, pembelian dan sesudah pembelian) dalam mengkonsumsi sebuah produk atau jasa. Perusahaan biasanya menerapkan unsur sense dengan
19 menarik perhatian pelanggan melalui hal-hal
yang
mencolok, dinamis, dan meninggalkan kesan yang kuat. b. Feel Marketing Perasaan berhubungan dengan perasaan yang paling dalam dan emosi pelanggan. Iklan yang bersifat feel good biasanya digunakan untuk membuat hubungan dengan pelanggan,
menghubungkan
pengalaman
emosional
mereka dengan produk atau jasa, dan menantang pelanggan untuk bereaksi terhadap pesan feel campaign sering digunakan untuk membangun emosi pelanggan secara perlahan. Ketika pelanggan merasa senang terhadap produk yang ditawarkan perusahaan, pelanggan akan menyukai produk dan perusahaan. Sebaliknya, ketika pelanggan merasa tidak senang terhadap produk yang ditawarkan
perusahaan,
maka
konsumen
akan
meninggalkan produk tersebut dan beralih kepada produk lain. c. Think Marketing Think merupakan tipe experience yang bertujuan untuk menciptkan kognitif, pemecahan masalah yang mengajak konsumen untuk berfikir kreaktif. Iklan pikiran biasanya lebih bersifat tradisional, menggunakan lebih banyak informasi tekstual, dan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawabkan. Menurut Schmitt cara yang baik untuk
membuat
think
campaign
berhasil
adalah
menciptakan sebuah kejutan yang dihadirkan baik dalam bentuk visual, verbal ataupun knseptual, berusaha untuk memikat pelanggan dan memberikan sedikit provokasi. Think marketing dapat disimpulkan berupa ajakan kepada konsumen untuk berperan aktif bersama produsen dalam memecahkan
masalah
yang
bertujuan
untuk
mempengaruhi konsumen agar terlibat dalam pemikiran yang kreatif. Hal ini dilakukan melalui penyediaan produk atau servis yang diberikan kepada konsumen kemudian
20 konsumen
diminta
untuk
berpikir
kreatif
dalam
menentukan produk atau servis yang akan dibelinya. d. Act Marketing Tindakan yang berhubungan dengan keseluruhan individu (pikiran dan tubuh) untuk meningkatkan hidup dan gaya hidupnya. Act Marketing adalah salah satu cara untuk membentuk persepsi pelanggan terhadap produk atau jasa yang
bersangkutan.
Pesan-pesan
yang
memotivasi,
menginspirasi dan bersifat spontan dapat menyebabkan pelanggan untuk berbuat hal-hal dengan cara yang berbeda, mencoba dengan cara yang baru merubah hidup mereka lebih baik. Act marketing ini memberikan pengaruh positif terhadap loyalitas
konsumen
ketika
act
marketing
mampu
mempengaruhi perilaku dan gaya hidup konsumen maka mereka akan merasa bahwa produk atau jasa tersebut sudah sesuai dengan gaya hidupnya. e. Relate Marketing Relate marketing adalah salah satu cara membentuk atau menciptakan komunitas pelanggan dengan komunikasi. Relate dapat memberi pengaruh positif terhadap loyalitas konsumen ketika mampu membuat konsumen masuk dalam komunitas serta merasa bangga dan diterima. Sebaliknya relate marketing dapat memberikan pengaruh negatif terhadap loyalitas konsumen ketika tidak berhasil mengkaitkan individu dengan apa yang ada diluar dirinya maka konsumen tersebut tidak akan mungkin loyal.
2.1.3.3 Manfaat Experiential Marketing Fokus utama dari suatu Experiential Marketing adalah pada tanggapan panca indra, pengaruh, tindakan serta hubungan. Oleh karena itu suatu badan usaha harus dapat menciptakanexperiential brandsyang dihubungkan dengan kehidupan nyata dari konsumen,
21 dan Experiential Marketing dapat dimanfaatkan secara efektif apabila diterapkan pada beberapa situasi tertentu. Menurut Schmitt (2008) Experiential Marketing dapat digunakan dan berguna pada macam-macam situasi, seperti: : 1. Untuk menaikkan sebuah brand yang telah berada pada posisi decline. 2. Untuk mendiferensiasikan sebuah produk dalam sebuah kompetisi. 3. Untuk mencptakan Image dan identitas. 4. Untuk menciptakan inovasi. 5. Untuk menciptakan pembelian dan konsumsi yang loyal.
2.1.4
Kualitas Pelayanan (Service Quality) 2.1.4.1 Pengertian Kualitas (Quality) Bagi
perusahaan
yang
memberikan
pelayanan
kepada
konsumennya perlu diperhatikan pelayanan yang bagaimanakah yang akan diberikan perusahaan untuk konsumennya agar konsumen menerima kepuasan dari pelayanan yang diberikan oleh perusahaan tersebut. Menurut Lovelock dalam Laksana (2008), “Kualitas adalah tingkat mutu yang diharapkan, dan pengendalian keragaman dalam mencapai mutu tersebut untuk memenuhi kebutuhan konsumen.” Menurut Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2005:110), kualitas merupakan suatu hal yang dinamis dan berkaitan erat dengan berbagai unsur seperti produk, jasa, sumber daya manusia proses, serta lingkungan untuk memenuhi harapan. Sedangkan menurut David Hoyle (2007:178), kualitas merupakan suatu kesatuan yang memiliki kemampuan secara total untuk memuaskan kebutuhan pelanggan. Dari beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa definisi kualitas merupakan suatu kesatuan dari produk, pelayanan, teknis, performa, dan lain sebagainya di dalam pemasaran yang dikemas secara baik, menarik, rapi, konsisten dan
22 maksimal yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan, sehingga dapat memberikan kepuasan bagi pelanggan. Menurut Garvin dalam Stefan Wagner (2013:6) terdapat beberapa ragam pandangan mengenai klasifikasi kualitas, dan ragam pandangan tersebutlah yang nanti dapat menjelaskan mengapa kualitas memiliki pandangan yang berbeda-beda dari setiap individu. Beberapa ragam mengenai pandangan kualitas dijelaskan secara spesifik melalui beberapa pendekatan berikut ini: 1. Pendekatan Transedental (Transcendental Approach) Merupakan suatu pandangan kualitas yang dianggap memiliki suatu keunggulan yang alami (innate excellence), dimana kualitas bisa dirasakan serta dilihat, akan tetapi sulit untuk dijelaskan. Pandangan ini biasanya muncul melalui kesenian, misalnya seni drama, seni musik, seni tari, dan juga seni rupa. Meski demikian, beberapa organisasi pemasaran dapat memanfaatkan kriteria-kriteria dari pendekatan transedental di dalam menyampaikan kegiatan pemasarannya seperti halnya “kualitas nomor satu” (tekstil), “praktis, aman, dan cepat (jasa pengiriman barang), “jangkauan luas” (penyedia layanan telepon selular), “wangi dalam sekejap” (pengharum ruangan), dan lain sebagainya. 2. Pendekatan Berdasarkan Produk (Product-based Approach) Pendekatan ini menjelaskan bahwa kualitas merupakan suatu objek yang berkarakter dan dapat diukur. Didalam kualitas juga mencerminkan suatu unsur atau atribut yang berbeda dari tiap-tiap produk. Misalnya telepon selular, merek, kualitas, harga, model, tipe, keguanaan, warna, dan sebagainya. Melalui pendekatan ini pandangan terhadap kualitas sangat objektif, karena sulit untuk menjelaskan perbedaan selera, keinginan, manfaat, dari masing-masing individu. 3. Pendekatan Berdasarkan Pengguna (User-based Approach) Pendekatan ini memiliki asumsi bahwa kualitas sangat dipengaruhi oleh individu yang menilai individu lainnya. Biasa juga disebut dengan sudut pandang atau perspektif
23 masing-masing individu. Sehingga suatu produk
yang
dikenakan oleh individu dan mampu memuaskan individu lain, maka produk itulah yang dianggap memiliki nilai dan kualitas yang tinggi. 4. Pendekatan Berdasarkan Manufaktur (Manufacturing-based Approach) Suatu pendekatan yang menjelaskan bahwa kualitas bersifat supply-based
dan
cenderung
memperhatikan
praktik
manufaktur, serta kualitas sebagai kecocokan dengan suatu persyaratan (conformance to requirements). Pendekatan seperti ini seringkali menekankan pada spesifikasi produksi dan operasi internal, yang sering dipengaruhi oleh keinginan untuk meningkatkan produktivitas serta menekan biaya operasional. 5. Pendekatan Berdasarkan Nilai (Value-based Approach) Suatu pendekatan yang mengasumsikan kualitas dari sisi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan kinerja serta harga, kualitas didefiniskan sebagai affordable excellence. Kualitas bersifat relatif, sehingga produk yang berkualitas belum tentu paling bernilai. Namun produk yang bernilai merupakan suatu barang dan jasa yang paling tepat untuk dibeli.
2.1.4.2 Pengertian Pelayanan (Service) Fandy Tjiptono (2012:3) menyebutkan bahwa jasa atau pelayanan merupakan segala kegiatan yang dilakukan pihak tertentu (individu maupun kelompok) kepada orang lain (individu maupun kelompok). Sebagai jasa pada umumnya hal ini bersifat tak berwujud. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Monavarian & Amiri (2005), pelayanan merupakan suatu proses yang terdiri atas serangkaian kegiatan yang kurang lebih tidak berwujud secara alami terjadi pada interaksi antara pelanggan dan staff, sumber daya fisik, barang dan atau sistem penyedia layanan yang akan solusi untuk masalah pelanggan. Pelayanan adalah kegiatan atau
24 manfaat yang menawarkan satu pihak ke pihak lain. Pada dasarnya tidak berwujud dan memiliki bukan kepemilikan. Melalui berbagai pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa jasa atau pelayanan merupakan suatu kegiatan yang bermanfaat dan dapat ditawarkan oleh individu kepada individu lain dengan tujuan untuk mempermudah aktivitas yang dilakukan, serta memberikan kepuasan atas keinginannya.
2.1.4.3 Pengertian Kualitas Pelayanan Menurut Kotler (2005: p153), menyatakan bahwa kualitas pelayanan adalah model yang menggambarkan kondisi pelanggan dalam membentuk harapan akan layanan dari pengalaman masa lalu,
promosi
dari
mulut
ke
mulut,
dan
iklan
dengan
membandingkan pelayanan yang mereka harapkan dengan apa yang mereka terima/rasakan. Sedangkan menurut Wyckof dalam Purnama (2006) memberikan pengertian kualitas pelayanan sebagai tingkat kesempurnaan yang diharapkan dan pengendalian atas kesempurnaan tersebut untuk memenuhi keinginan konsumen. Menurut Tjiptono & Chandra (2005), kualitas jasa merupakan suatu ukuran seberapa baik tingkat layanan yang diberikan sesuai dengan ekspektasi yang diharapkan oleh pelanggan. Pada umumnya harapan pelanggan dibentuk oleh pengalaman, informasi lisan serta iklan. Kepuasan dan penilaian pelanggan terhadap kualitas jasa tergantung dari performa kualitas yang mereka terima. Kepuasan berbeda dengan kualitas jasa, kepuasan menunjukkan transaksi tertentu, sedangkan kualitas jasa dipersepsikan dalam suatu bentuk sikap, evaluasi menyeluruh untuk jangka panjang. Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan, bahwa kualitas merupakan usaha yang dilakukan oleh perusahaan atau organisasi untuk memenuhi harapan dari pelanggannya. Oleh karena itu, maka kualitas menjadi faktor kunci kesuksesan bagi suatu perusahaan atau organisasi. Apabila kualitas yang diberikan perusahaan sesuai dengan harapan dari pelanggan maka akan muncul rasa puas dari
25 diri pelanggan dan tentu hal ini berdampak baik untuk kemajuan perusahaan atau organisasi itu sendiri. Gronroos dalam Purnama (2006) menyatakan bahwa kualitas pelayanan meliputi: 1. Kualitas fungsi, yang menekankan bagaimana pelayanan dilaksanakan, konsumen,
terdiri
sikap
dan
dari
dimensi
perilaku,
kontak
hubungan
dengan internal,
penampilan, kemudahan akses dan service mindedness. 2. Kualitas teknis dengan output yang dirasakan konsumen, meliputi harga, ketepatan waktu, kecepatan layanan dan estetika output. 3. Reputasi
perusahaan,
yang
dicerminkan
oleh
citra
perusahaan dan reputasi dimata konsumen.
Selanjutnya Gronroos mengemukanan bahwa terdapat tiga kriteria pokok dalam menilai kualitas pelayanan, yaitu: 1. Outcome-related Criteria, kriteria yang berhubungan dengan hasil kinerja layanan yang ditunjukan oleh penyedia
layanan
menyangkut
profesionalisme
dan
keterampilan. Konsumen menyadari bahwa penyedia layanan memiliki system operasi, sumber daya fisik, dan pekerja dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk memecahkan maslaah konsumen secara professional. 2. Process-related Criteria, kriteria yang berhubungan dengan proses terjadinya layanan. Kriteria ini terdiri dari: a) Sikap dan perilaki pekerja b) Kendalan dan sifat dapat dipercaya c) Tindakan perbaikan jika melakukan kesalahan 3. Image-related Criteria, yaitu reputasi dan kredibilitas penyedia layanan yang memberikan keyakinan konsumen bahwa penyedia layanan mampu memberikan nilai atau imbalan sesuai pengorbanannya.
26 2.1.4.4 Dimensi Kualitas Pelayanan Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan atau keunggulan dari produk yang memenuhi keinginan pelanggan, hal ini akan memberikan kepuasan atas penggunaan produk tersebut. Kualitas pelayanan bisa diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Tjiptono dan Chandra (2005) menyatakan dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yakni pelayanan yang diharapkan (expected service) dan pelayanan yang dirasakan/dipersepsikan (perceived service). Menurut Umar (2005, p237), pengukuran terhadap kualitas pelayanan dinyatakan dalam lima dimensi kualitas pelayanan yaitu: 1. Bentuk fisik (Tangible) Untuk mengukur penampilan fisik, perlengkapan, fasilitas karyawan,
dan
sarana
komunikasi.
Pengukurannya
meliputi: fasilitas fisik, kebersihan, kenyamanan ruangan, dan kelengkapan peralatan komunikasi. 2. Kehandalan (Reliability) Merupakan kemampuan perusahaan dalam memberikan jasa yang tepat dan dapat diandalkan. Pengukuran meliputi:
kemampuan
memberikan
pelayanan
yang
dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan. 3. Daya Tanggap (Responsiveness) Mampu memberikan pelayanan yang cepat dan efisien terhadap pelanggan. Pengukurannya meliputi: keinginann para staf atau karyawan untuk membantu pelanggan dengan memberikan pelayanan cepat tanggap terhadap keinginan dan kebutuhan pelanggan. 4. Jaminan (Assurance) Mengukur kemampuan dan kesopanan karyawan serta sifat dapat
dipercaya
yang
dimiliki
oleh
perusahaan.
Pengukurannya meliputi: pengetahuan dan kemampuan karyawan, ramah tamah, dan kesopanan, sifat dapat
27 dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari keraguan, bahaya dan resiko. 5. Empati (Emphaty) Pengukuran meliputi: kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan pelanggan dengan cermat.
2.1.4.5 Manfaat Kualitas Pelayanan Kualitas pelayanan akan memberikan manfaat yang cukup besar bagi perusahaan sebagai berikut : 1. Pelayanan yang istimewa (nilai pelayanan yang benarbenar
dialami
konsumen melebihi harapannya) atau
sangat
memuaskan
merupakan
suatu
basis
untuk
penetapan harga premium. 2. Pelayanan
istimewa
membuka
peluang
untuk
diversifikasi produk dan harga. Misalnya pelayanan dibedakan menurut kecepatan pelayanan yang diminta oleh pelanggan yaitu tariff mahal dibebankan untuk pelayanan yang membutuhkan penyelesaian paling cepat. 3. Menciptakan loyalitas pelanggan. Pelanggan yang loyal tidak hanya potensial untuk penjualan yang sudah ada tetapi juga untuk produk – produk baru dari perusahaan. 4. Pelanggan yang terpuasakan merupakan sumber informasi positif bagi perusahaan dari produk – produk kepada pihak luar, bahkan mereka dapat menjadi pembela bagi perusahaan khususnya dalam menangaka isu-isu negative. 5. Pelanggan perusahaan
merupakan dalam
hal
sumber
informasi
bagi
intelijen pemasaran dan
pengembangan pelayanan atau produk perusahaan pada umumnya.
Kualitas yang baik berarti menghemat biaya – biaya seperti biaya untuk mendapatkan pelanggan baru, untuk memperbaiki kesalahan, membangun kepercayaan, membangun citra karena
28 prestasi dan sebagainya. Jadi mempertahankan pelanggan yang sudah ada dengan kualitas pelayanan yang memuaskan adalah suatu hal yang penting.
2.1.5
Kepuasan Pelanggan (Consumer Satisfaction) 2.1.5.1 Pengertian Kepuasan (Satisfaction) Kotler dan keller (2009:138) mengemukakan bahwa, kepuasan (satisfaction) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk atau jasa terhadap ekspektasi mereka. Kepuasan konsumen berkaitan dengan sejauh mana kinerja suatu produk yang dirasakan cocok dengan harapan pembeli. Jika kinerja suatu produk turun, maka pembeli akan merasa kecewa. Jika kinerja suatu produk cocok dengan harapan pembeli, maka pembeli tersebut akan merasa puas. Dan apabila kinerja produk melebihi harapan pembeli, maka pembeli tersebut akan merasa sangat puas. Menurut Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2012:59), arti kata kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa Latin. “Satis” yang artinya adalah cukup baik atau memadai, sedangkan “facio” artinya adalah membuat atau melakukan. Sehingga kepuasan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu secara memadai. Dari beberapa pengertian kepuasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan merupakan suatu kondisi dimana individu telah merasakan senang dan puas akan keputusan yang diambilnya. Karena telah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan yang diharapkannya. Dalam memasarkan suatu produk atau jasa, pemasar harus memperhatikan suatu kualitas yang lebih, sehingga dapat memberikan suatu nilai yang maksimal bagi konsumen serta dapat melebihi ekspektasi dari konsumen akan kualitas pelayanan yang ditawarkan. Ekspektasi pelanggan berfungsi sebagai standar perbandingan. Kinerja atau pelayanan jasa dibandingkan dengan ekspektasi. Perbandingan tersebut akan menghasilkan reaksi konsumen terhadap produk atau jasa dalam bentuk kepuasan atau persepsi kualitas.
29 2.1.5.2 Pengertian Kepuasan Pelanggan Menurut Kotler (2009, p177), kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang
yang
muncul
membandingkan
produk
yang
kinerja
(hasil)
setelah dipikirkan
terhadap kinerja (atau hasil) yang diharapkan. Jika kinerja berada dibawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat senang atau puas. Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana sebuah produk atau jasa dapat memenuhi atau melampaui harapan pelanggan (Gerson, R. F., 2004). Kepuasan
pelanggan adalah
sejauh mana manfaat sebuah produk dirasakan sesuai dengan apa yang diharapkan pelanggan (Amir dalam Tambrin, 2010:64). Sedangkan Supranto dalam Tambrin (2010:63) mendefinisikan kepuasan pelanggan merupakan label yang digunakan oleh pelanggan untuk meringkas suatu himpunan aksi atau tindakan yang terlihat, terkait dengan produk atau jasa. Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah hal yang dirasakan pelanggan setelah mendapatkan hasil yang dicapai dari produk atas harapan pelanggan pada produk tersebut. Jadi kepuasan pelanggan terjadi jika pelanggan merasa bahwa produk atau jasa yang digunakan sesuai atau bahkan melebihi harapan dari pelanggan tersebut.
2.1.5.3 Dimensi Kepuasan Pelanggan The Office of Economic and Commerce Ministry (2004) dalam Asean
Marketing
Journal
yang
berjudul
“The Study of
Relationship among Experiential Marketing, Service Quality, Customer Satisfaction, and Customer Loyalty mengungkapkan beberapa elemen kepuasan pelanggan yaitu: a. The Environment Seperti lingkungan dan suasana yang nyaman, ketersediaan tempat parkir untuk kendaraan. b. Personal Service
30 Seperti sikap pelayan yang baik, dan juga cepatnya pelayanan yang diberikan. c. Service Seperti tersedianya area bermain, kemasan dari produk yang menarik. d. Tangible Products Seperti harga yang jelas, kompakompatibilitas produk promosi dengan informasi iklan. e. Value Seperti kualitas yang dibandingkan dengan harga, dan mutu dan harga yang sesuai.
2.1.5.4 Manfaat Kepuasan Pelanggan Menurut Tjiptono (2005), kepuasan konsumen dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya adalah: 1. Hubungan antara perusahaan dan para konsumennya menjadi baik 2. Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang 3. Mendorong terciptanya loyalitas konsumen 4. Memberikan rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan 5. Reputasi perusahaan menjadi baik di mata konsumen 6. Laba yang diperoleh dapa meningkat
2.1.5.5 Mengukur Kepuasan Pelanggan Menurut Tjiptono (2005, p366) terdapat beberapa konsep inti mengenai objek pengukuran kepuasan pelanggan, yakni : 1. Kepuasan pelanggan keseluruhan Cara yang paling sederhana dalam mengukur kepuasan pelanggan adalah langsung menanyakan kepada pelanggan seberapa puas mereka dengan produk atau jasa tertentu. Ada dua proses dalam pengukurannya, yaitu mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk atau jasa perusahaan
bersangkutan
dan
menilai
serta
31 membandingkannya dengan tingkat kepuasan pelanggan keseluruhan terhadap produk atau jasa pesaing. 2. Harapan Dalam konsep ini, kepuasan pelanggan diukur berdasarkan kesesuaian atau ketidaksesuaian antara harapan pelanggan dengan kinerja aktual perusahaan. 3. Minat pembelian ulang Kepuasan pelanggan diukur dengan menanyakan apakah pelanggan akan berbelanja atau menggunakan jasa perusahaan tersebut. 4. Kemudahan Faktor kemudahan yang dimaksudkan adalah kemudahan pelanggan dalam mendapatkan produk atau jasa tersebut. Pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah dijangkau, nyaman dan efisien dalam mendapatkan produk maupun layanan.
Dalam mengukur kepuasan pelanggan, tidak hanya dengan melihat pelanggan senang tetapi ada juga ukuran – ukuran yang diperlukan untuk mengetahui apakah konsumen tersebut benar – benar puas. Seperti halnya mengenai pengaduan dan saran, tentunya perusahaan perlu memudahkan pelanggan untuk memberikan saran dan keluhan mengenai masalah yang dihadapinya terhadap perusahaan itu sendiri. Selain itu, dalam mengukur kepuasan pelanggan, dapat juga kita ajukan pertanyaan tambahan untuk mengukur niat untuk membeli kembali dan kemauan untuk merekomendasikan perusahaan dan merek kepada orang lain.
2.1.5.6 Manfaat Pengukuran Kepuasan Pelanggan Menentukan operasionalisasi pengukuran kepuasan bisa menggunakan sejuamlah faktor. Kepuasan pelanggan bukanlah konsep mutlak (absolute), melainkan suatu konsep relatif yang tergantung pada apa yang diharapkan oleh konsumen.
32 Menurut Tjiptono dan Chandra (2007) dalam Fandy Tjiptono (2012:319), beberapa faktor yang mempengaruhi operasionalisasi pengukuran kepuasan tersebut, seperti halnya ekspektasi, tingkat kepentingan (importance), kinerja, serta faktor ideal. Pengukuran kepuasan konsumen memiliki beberapa manfaat, diantaranya adalah: a. Untuk mengidentifikasi keperluan (requirement) pelanggan (importance ratings), yang berhubungan dengan aspek-aspek bernilai penting bagi konsumen dan yang dapat mempengaruhi puas tidaknya konsumen tersebut. b. Untuk menentukan tingkat kepuasan konsumen terhadap kinerja perusahaan pada aspek-aspek penting. c. Untuk membandingkan tingkat kepuasan konsumen terhadap perusahaan dengan tingkat kepuasan konsumen terhadap perusahaan lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. d. Untuk mengidentifikasi priorities for improvement (PFI) melalui
analisis
gap
antara skor tingkat
kepentingan
(importance) terhadap kepuasan. e. Untuk mengukur indeks kepuasan konsumen yang bisa menjadi indikator terbaik dalam memantau kemajuan dan perkembangan perusahaan dari waktu ke waktu.
Memuaskan kebutuhan konsumen adalah keinginan setiap perusahaan. Selain faktor penting bagi kelangsungan hidup perusahaan,
memuaskan
kebutuhan
konsumen
dapat
meningkatkan keunggulan dalam persaingan. Konsumen yang puas terhadap produk dan jasa pelayanan cenderung untuk membeli kembali produk dan menggunakan kembali jasa pada saat kebutuhan yang sama muncul kembali dikemudian hari. Hal ini berarti kepuasan merupakan faktor kunci bagi konsumen dalam melakukan pembelian ulang yang merupakan porsi terbesar dari volume penjualan perusahaan.
33 2.1.6
Loyalitas Pelanggan (Customer Loyalty) 2.1.6.1 Pengertian Loyalitas Secara harfiah loyal berarti setia, atau loyalitas dapat diartikan sebagai suatu kesetiaan. Kesetiaan ini timbul tanpa adanya paksaan, tetapi timbul dari kesadaran sendiri pada masa lalu. Usaha yang dilakukan untuk menciptakan kepuasaan konsumen lebih cenderung mempengaruhi sikap konsumen. Sedangkan konsep loyalitas
konsumen
lebih
menekankan
kepada
perilaku
pembeliannya. Loyalitas adalah respon perilaku pembelian yang dapat terungkap secara terus menerus oleh pengambil keputusan dengan memperhatikansatu ataulebih mererk alternative dari sejumlah merek sejenis dan merupakan fungsi proses psikologis. Perlu ditekankan bahwa hal tersebut berbedad dengan perilaku membeli ulang, loyalitas pelanggan menyertakan aspek perasaan, tidak melibatkan aspek afektif didalamnya (Dharmesta, dalam Diah Dharmayanti, 2006:37-38). Menurut
Griffin (2005: p16), loyalitas dinyatakan sebagai
berikut : "Loyalitas pelanggan didasarkan pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap produk/jasa suatu perusahaan yang dipilih".
2.1.6.2 Pengertian Loyalitas Pelanggan Menurut
Ali
Hasan
(2008:83)
Loyalitas
pelanggan
didefinisikan sebagai orang yang membeli, khususnya yang membeli secara teratur dan berulang-ulang. Pelanggan merupakan seseorang yang terus menerus dan berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan membayar produk atau jasa tersebut. Sedangkan Menurut Gremler dan Brown (dalam Ali Hasan, 2008:83) bahwa loyalitas pelanggan adalah pelanggan yang tidak hanya membeli ulang suatu barang dan jasa, tetapi juga mempunyai komitmen dan sikap yang positif terhadap
34 perusahaan jasa, misalnya dengan merekomendasikan orang lain untuk membeli. Loyalitas pelanggan merupakan strategi yang menciptakan saling penghargaan
untuk
menguntungkan
perusahaan
dan
pelanggan ( Reichheld & Detrick , 2003) dalam (Tu, Yu-Te, et al., 2013). Maksud dari penelitian ini adalah dengan pelanggan setia, perusahaan dapat memaksimalkan keuntungan mereka karena pelanggan yang setia bersedia untuk melakukan pembelian lebih sering, menghabiskan uangnya untuk mencoba produk atau jasa baru perusahaan, merekomendasikan produk dan jasa kepada pihak lain, dan memberikan saran tulus kepada perusahaan. Pelanggan pun akan merasa puas dengan apa yang mereka dapatkan dari perusahaan, sehingga antara perusahaan dan pelanggan sama-sama memperoleh keuntungan. Dari berbagai uraian tersebut dapt disimpulkan bahwa loyalitas pelanggan meruapakan sebuah sikap yang menjadi dorongan perilaku untuk melakukan pembelian produk/jasa dari suatu perusahaan yang menyertakan aspek perasaan didalamnya, khusunya yang membeli secara teratur dan berulang-ulang dengan konsistensi yang tinggi, namun tidak hanya membeli ulang suatu barang dan jasa, tetapi juga mempunya komitmen dan sikap yang positif terhadap perusahaan yang menawarkan produk/ jasa tersebut. Loyalitas pelanggan sangat penting artinya bagi perusahaan yang menjaga kelangsungan usahanya maupun kelangsungan kegiatan usahanya. Pelanggan yang setia adalah mereka yang sangat puas dengan produk dan pelayanan tertentu, sehingga mempunyai
antusiasme
untuk
memperkenalkannya
kepada
siapapun yang mereka kenal. Selanjutnya pada tahap berikutnya pelanggan yang loyal tersebut akan memperluas “kesetiaan” mereka pada produk-produk lain buatan produsen yang sama. Dan pada akhirnya mereka adalah konsumen yang setia pada produsen atau perusahaan tertentu untuk selamanya.
35 2.1.6.3 Karakteristik Loyalitas Pelanggan Pelanggan yang loyal merupakan aset penting bagi perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik yang dimilikinya, sebagaimana diungkapkan (Griffin, 2005: p31), pelanggan yang loyal memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Melakukan pembelian ulang secara teratur (repeat buyer) Maksudnya pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali/lebih. Mereka adalah yang melakukan pembelian atas produk yang sama banyak dua kali, atau membeli dua macam produk yang berbeda dalam dua kesempatan. 2. Melakukan pembelian antara lini produk dan jasa (purchases across product and service) Maksudnya membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan dan yang mereka butuhkan. Mereka membeli secara teratur, hubungan dengan jenis pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama yang membuat merteka tidak terpengaruh oleh produk pesaing. 3. Mereferensikan kepada orang lain (references other) Maksudnya membeli barang/jasa yang ditawarkan dan yang mereka butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur. Selain itu, mereka mendorong teman-teman mereka agar
membeli
barang/jasa
perusahaan
atau
merekomendasikan perusahaan tersebut kepada orang lain, dengan begitu secara tidak langsung mereka telah melakukan pemasaran untuk perusahaan dan membawa konsumen untuk perusahaan. 4. Menunjukan
kekebalan
terhadap
tarikan
pesaing
(demonstrates immunity to the full of competitors) Maksudnya
tidak
mudah
terpengaruh
oleh
tarikan
persaingan produk atau jasa sejenis lainnya. Untuk menjadi pelanggan yang loyal seseorang harus melalui beberapa tahapan, pelangan yang loyal timbul secara bertahap. Proses ini dilalui dalam jangka waktu tertentu, dengan kasih
36 sayang, dan dengan perhatian yang diberikan pada tiap-tiap tahap pertumbuhan. Setiap tahap memiliki kebutuhan khusus. Dengan mengenali setiap tahap dan memenuhi kebutuhan khusus tersebut, perusahaan mempunyai peluang yang lebih besar untuk mengubah pembeli menjadi pelanggan atau klien yang loyal.
Berdasarkan hal diatas, pelanggan adalah seseorang yang menjadi terbiasa membeli dari perusahaan. Kebiasaan itu terbentuk melalui pembelian dan interaksi yang sering selama periode tertentu. Tanpa adanya track record hubungan yang kuat dan pembelian berulang, orang tersebut bukanlah pelanggan tetapi seorang pembeli. Pelanggan yang sejati tumbuh seiring dengan waktu.
2.1.6.4 Tahapan Pembentukan Loyalitas Pelanggan Secara sederhana sebelum membeli suatu barang atau jasa, konsumen membentuk suatu keyakinan dalam dirinya tentang produk tersebut, kemudian memiliki perasaan suka atau tidak suka dan pada akhirnya akan mengambil suatu keputusan. Untuk menjadikan para calon pembeli untuk menjadi loyal kepada perusahaan dan produk atau jasa yang ditawarkan sangatlah penting oleh karena itu ada beberapa tahapan untuk menjadikan calon pembeli menjadi pelanggan yang loyal. Menurut Griffin (2005: p35) loyalitas pelanggan tumbuh dalam tujuh tahap, dan berikut adalah tahapan-tahapannya:
37 Suspects
Prospects
Disqualified Prospect
First Time Customer
Repeat Customer
Client
Advocates
Gambar 2.2 Tahapan Pembentukan Loyalitas Pelanggan
1. Suspects Meliputi semua orang yang akan membeli barang perusahaan. Kita menyebutnya suspect karena yakin bahwa mereka akan berbuat tetapi belum tau apapun mengenai perusahaan, barang dan jasa yang ditawarkan. 2. Prospects Adakah orang-orang yang memiliki produk dan jasa tertentu dan mempunyai kemampuan untuk membelinya, para prospect ini meskipun mereka belum melakukan pembelian, mereka telah mengetahui keberadaan perusahaan, barang dan jasa yang ditawarkannya.
38 3. Disqualified prospect Adalah prospect yang mengetahui keberadaan barang dan jasa tetapi tidak mempunyai kebutuhan dan kemampuan untuk membeli, disini konsumen sudah mengetahui harga atau tarif dari barang dan jasa yang ditawarkan. 4. First time customer (pelanggan pemula) Konsumen yang membeli pertama kali, mereka masih menjadi konsumen dari produk dan jasa pesaing. 5. Repeat customer (pelanggan berulang) Konsumen yang telah melakukan pembelian berulang suatu produk sebanyak dua kali atau lebih, biasa produk yang sama atau produk yang berada dalam dua kesempatan yang berbeda pula. 6. Client (pelanggan tetap) Konsumen yang membeli semua produk yang ditawarkan dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh tarikan pesaing lain. 7. Advocates (penganjur) Seperti halnya clients, advocates membeli barang dan jasa yang ditawarkan dan yang mereka butuhkan, serta merupakan pembelian secara teratur, selain itu mereka mendorong temantemannya agar membeli barang dan jasa perusahaan tersebut pada orang lain, dengan begitu dengan tidak secara langsung mereka telah melakukan pemasaran untuk perusahaan dan membawa konsumen untuk perusahaan.
2.2 Hubungan Antar Variabel 2.2.1
Hubungan Antara Experiential Marketing dan Customer Satisfaction Petrick, Morais, dan Norman (2001) dalam penelitian yang berjudul The Study Of The Relationships Among Experiential Marketing, Service Quality,
Customer
Satisfaction
And
Customer
Loyalty
(2010)
menjelaskan bahwa perusahaan dapat mengubah pengalaman ketika konsumen menggunakan produk atau layanan untuk membuat mereka mencapai kepuasan tertinggi. Jadi apabila perusahaan berhasil untuk
39 menghadirkan suatu pengalaman yang berbeda dan menarik kepada konsumen, maka itu akan membuat rasa puas muncul dari dalam diri konsumen. Dan hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa experiential marketing memiliki efek positif yang signifikan terhadap customer satisfaction.
2.2.2
Hubungan Antara Service Quality dan Customer Satisfaction Bedi (2010) dalam penelitian yang berjudul The Study Of The Relationships Among Experiential Marketing, Service Quality, Customer Satisfaction And Customer Loyalty (2010) menjelaskan bahwa memiliki kualitas pelayanan yang tinggi merupakan suatu keharusan untuk mencapai kepuasan pelanggan dan sejumlah hasil perilaku lain yang diinginkan. Karena apabila kualitas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan tidak sesuai dengan harapan dan keingin dari konsumen maka itu berarti konsumen tidak puas terhadap perusahaan. Karena puas atau tidaknya konsumen dapat diukur dari apakah pelayanan yang diberikan oleh perusahaan sudah memenuhi keinginan dan harapan dari konsumen atau belum. Dan hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa service quality memiliki efek positif yang signifikan terhadap customer satisfaction.
2.2.3
Hubungan Antara Customer Satisfaction dan Customer Loyalty Shankar, Smith, dan Rangaswamy (2003) melakukan penelitian pada industri jasa pariwisata sebagai subjek eksperimen untuk mengeksplorasi hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan melalui transaksi online yang dikutip didalam penelitian yang berujudul The Study Of The Relationships Among Experiential Marketing, Service Quality, Customer Satisfaction And Customer Loyalty (2010). Hasil penelitian menunjukkan kepuasan pelanggan menyebabkan hubungan positif dengan loyalitas pelanggan. Sedangkan Kim, Lee, dan Yoo (2006) didalam penelitian yang sama menjelaskan bahwa pelanggan yang puas akan menunjukkan loyalitas dan memberikan kata dari mulut ke mulut (word of mouth) yang positif.
40 Dapat disimpulkan bahwa pelanggan yang puas berarti pelanggan yang tidak hanya datang untuk melakukan pembelian ulang kepada perusahaan, tetapi juga memiliki sifat positif terhadap perusahaan seperti mau untuk memberikan rekomendasi kepada orang lain mengenai produk atau jasa di perusahaan tersebut.
2.2.4
Hubungan Antara Experiental Marketing dan Customer Loyalty Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lin, Lin dan Lee (2007), pada toko kopi terkenal di Taipei, dimana penelitian ini yang bertujuan untuk
mengeksplorasi
kepuasan
pelanggan
hubungan dan
antara
loyalitas
pemasaran
pelanggan.
pengalaman,
Hasil
penelitian
menunjukkan: 1) Experiential marketing dan service quality berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan 2) Kepuasan pelanggan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan 3) Sense experience dari experiential marketing memiliki pengaruh terbesar terhadap kepuasan pelanggan
2.2.5
Hubungan Antara Service Quality dan Consumer Loyalty Hu, Lu, dan Huang (2010) melakukan percobaan pada terminal air cargo. Dari hasil penelitian, hal ini menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan secara signifikan mempengaruhi loyalitas, dan kualitas layanan, kemampuan inovasi, dan citra perusahaan berkorelasi positif dengan kepuasan pelanggan. Dari penelitian tersebut di atas, ditemukan kualitas pelayanan juga dapat mempengaruhi loyalitas melalui kepuasan pelanggan (Shen dan Hsieh, 2003). Oleh karena itu, terdapat sebabakibat antara kepuasan dan loyalitas yang memiliki pengaruh bervariasi dengan subyek percobaan yang berbeda.
41 2.3 Kerangka Pemikiran Experiental Marketing
Sense Feel Think Act Relate
Consumer Satisfaction
Environment Personal Service Service Tangible Product Value
Consumer Loyalty
Attitude Loyalty Behavior Loyalty
Service Quality
Tangibles Reability Responsiveness Assurance Empaty
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini dapat dibuat suatu kerangka pemikiran yang dapat menjadi landasan dalam penulisan ini. Selanjutnya yang disajikan dalam bentuk diagram alur (flowchart). Dalam diagram alur ini, memperlihatkan adanya hubungan antara Experiential Marketing dan Service Quality terhadap Consumer Satisfaction dan dampaknya terhadap Consumer Loyalty.
42 2.4 Hipotesis 1. Hipotesis pengujian parsial variabel X1 terhadap Y. (T-1) Ho : Experiential marketing tidak berpengaruh secara parsial dan signifikan terhadap variabel Customer Satisfaction. Ha : Experiential Marketing berpengaruh secara parsial dan signifikan terhadap variable Customer Satisfaction.
2. Hipotesis pengujian parsial variabel X2 terhadap Y. (T-2) Ho : Service Quality tidak berpengaruh secara parsial dan signifikan terhadap variabel Customer Satisfaction. Ha : Service Quality berpengaruh secara parsial dan signifikan terhadap variable Customer Satisfaction.
3. Hipotesis pengujian parsial variabel Y terhadap Z. (T-3) Ho : Customer Satisfaction tidak memiliki pengaruh secara parsial dan signifikan terhadap Customer Loyalty Ha : Customer Satisfaction berpengaruh secara parsial dan signifikan terhadap variabel Customer Loyalty.
4. Hipotesis pengujian parsial X1 terhadap Z. (T-4) Ho : Experiential Marketing tidak berpengaruh secara parsial dan signifikan terhadap variabel Customer Loyalty. Ha : Experiential Marketing berpengaruh secara parsial dan signifikan terhadap variable Customer Loyalty.
5. Hipotesis pengujian parsial X2 terhadap Z. (T-5) Ho : Service Quality tidak berpengaruh secara parsial dan signifikan terhadap variabel Customer Loyalty. Ha : Service Quality berpengaruh secara parsial dan signifikan terhadap variable Customer Loyalty.
43 6. Hipotesis pengujian simultan X1 dan X2 terhadap Y. (T-6) Ho : Experiential Marketing, dan Service Quality tidak berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap variabel Customer Satisfaction. Ha : Experiential Marketing, dan Service Quality berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap variabel Customer Satisfaction.
7. Hipotesis pengujian simultan X1 dan X2, Y terhadap Z. (T-7) Ho : Experiential Marketing, Service Quality, dan Customer Satisfaction tidak berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap variabel Customer Loyalty. Ha : Experiential Marketing, Service Quality, dan Customer Satisfaction berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap variabel Customer Loyalty.