9
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Pengendalian Internal Definisi pengendalian internal menurut IAPI (2011: 319.2) dalam Agoes (2012:100) yaitu: “Suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lain entitas-yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: (a) keandalan pelaporan keuangan, (b) efektifitas dan efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku”. Krismadji (2002:219) menyatakan mendefinisikan sistem pengendalian internal sebagai berikut: “Metoda yang digunakan untuk menjaga atau melindungi aktiva, menghasilkan informasi yang dapat dipercaya, memperbaiki efisiensi dan untuk melindungi kebijakan manajemen”. Sawyers (2005:59) mendefinisikan pengendalian internal yaitu: “Setiap tindakan yang diambil manajemen untuk meningkatkan kemungkinan tercapainya tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Pengendalian internal bersifat preventif (untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan), detektif (untuk mendeteksi dan memperbaiki hal-hal yang tidak diinginkan yang telah terjadi), dan direktif (untuk menyebabkan atau mengarahkan terjadinya hal-hal yang diinginkan)”. Tunggal (2011:1) dalam bukunya mendefinisikan pengendalian internal sebagai berikut: “Rencana organisasi dan metode bisnis yang dipergunakan untuk menjaga aset, memberikan informasi yang akurat dan andal, mendorong dan memperbaiki efisiensi jalannya organisasi serta mendorong kesesuaian dengan kebijakan yang telah ditetapkan”.
10
Sedangkan menurut Warren, et. al. (2006:235) definisi pengendalian intern yaitu: “Suatu kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva perusahaan dari kesalahan penggunaan, memastikan bahwa informasi usaha yang disajikan akurat dan meyakinkan bahwa hukum serta peraturan telah diikuti. Dimana sebuah perusahaan menggunakan pengendalian intern untuk mengarahkan operasi mereka, melindungi aktiva, dan mencegah penyalahgunaan sistem mereka”. Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commision (COSO) (2013:1) mendefinisikan pengendalian internal yaitu: “Internal control is a process, effected by an entity’s board of directors, management and other personel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives relating to operations, reporting and compliance”. (pengendalian internal adalah proses yang dipengaruhi oleh dewan direksi, manajemen, dan personil lainnya, yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan yang berkaitan dengan operasi, pelaporan, dan kepatuhan).
Berdasarkan definisi beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian internal adalah suatu kebijakan yang dijalankan oleh manajemen dan entitas lain yang bertujuan untuk menjaga aset perusahaan, menghasilkan informasi yang akurat dan meyakinkan, mendorong dan memperbaiki jalannya efisiensi organisasi, mencegah penyalahgunaan sistem, dan melindungi kebijakan yang telah ditetapkan, guna mencapai tujuan perusahaan. Sistem pengendalian internal terdiri atas kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan manajemen kepastian yang layak bahwa perusahaan telah mencapai tujuan dan sasarannya (Arens et al, 2008:371). Pengendalian internal yang dirancang secara sistematik dapat mencegah adanya kekeliruan dan
11
ketidakberesan. Pencegahan terjadi apabila pengendalian tersebut dapat mendeteksi adanya fraud pada suatu aktivitas tanpa menunggu adanya audit (Karyono, 2013:51). Menurut Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commision (COSO), pengendalian internal terdiri dari 5 unsur yaitu: a.
Lingkungan pengendalian
b.
Penilaian risiko
c.
Aktivitas pengendalian
d.
Informasi dan komunikasi
e.
Pemantauan Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commision
(COSO) menguraikan unsur-unsur pengendalian internal sebagai berikut. 1.
Lingkungan Pengendalian Lingkungan pengendalian (control environment) terdiri atas tindakan, kebijakan, dan prosedur yang mencerminkan sikap manajemen puncak, para direktur, dan pemilik entitas secara keseluruhan mengenai pengendalian internal serta arti pentingnya bagi entitas itu. Untuk memahami dan menilai lingkungan pengendalian, auditor harus mempertimbangkan subkomponen pengendalian yang paling penting. a. Integritas dan Nilai-Nilai Etis Integritas dan nilai-nilai etis adalah produk dari standar etika dan perilaku entitas, serta bagaimana standar itu dikomunikasikan dan diberlakukan
12
dalam praktik. Subkomponen ini meliputi tindakan manajemen untuk menghilangkan atau mengurangi dorongan dan godaan yang mungkin membuat karyawan melakukan tindakan tidak jujur, illegal, atau tidak etis. Ini juga meliputi pengkomunikasian nilai-nilai entitas dan standar perilaku kepada para karyawan melalui pernyataan kebijakan, kode perilaku, dan teladan. b. Komitmen pada Kompetensi Kompetensi adalah pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas mendefinisikan pekerjaan seseorang. Komitmen pada kompetensi meliputi pertimbangan manajemen tentang tingkat kompetensi bagi pekerjaan tertentu, dan bagaimana tingkatan tersebut diterjemahkan menjadi keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan. c. Partisipasi Dewan Komisaris atau Komite Audit Dewan komisaris berperan penting dalam tata kelola korporasi yang efektif karena memikul tanggung jawab akhir untuk memastikan bahwa manajemen telah mengimplementasikan pengendalian internal dan proses pelaporan keuangan yang layak. Dewan komisaris yang efektif independen dengan manajemen, dan para anggotanya terus meneliti dan terlibat dalam aktivitas manajemen. Meskipun mendelegasikan tanggung jawabnya atas pengendalian internal kepada manajemen, dewan harus secara teratur menilai pengendalian tersebut. Selain itu, dewan yang aktif dan objektif seringkali juga dapat mengurangi kemungkinan bahwa manajemen mengesampingkan pengendalian yang ada.
13
d. Filosofi dan Gaya Operasi Manajemen Manajemen, melalui aktivitasnya, memberikan isyarat yang jelas kepada para karyawan tentang pentingnya pengendalian internal. e. Struktur Organisasi Struktur organisasional entitas menentukan garis-garis tanggung jawab dan kewenangan yang ada. Dengan memahami struktur organisasi klien, auditor dapat mempelajari pengelolaan dan unsur-unsur fungsional bisnis serta melihat bagaimana pengendalian diimplementasikan. f. Kebijakan dan Praktik Sumber Daya Manusia Aspek paling penting dari pengendalian internal adalah personil. Jika para karyawan kompeten dan bisa dipercaya, pengendalian lainnya dapat diabaikan, dan laporan keuangan yang andal masih akan dihasilkan. Orang-orang yang tidak kompeten atau tidak jujur bisa merusak sistem – meskipun ada banyak pengendalian yang diterapkan. Orang-orang yang jujur dan efisien mampu mencapai kinerja yang tinggi meskipun hanya ada segelintir pengendalian yang lain untuk mendukung mereka. Akan tetapi, orang-orang yang kompeten dan terpercaya sekalipun bisa saja memiliki kekurangan. 2.
Penilaian Risiko Penilaian risiko (risk assessment) atas pelaporan keuangan adalah tindakan yang dilakukan manajemen untuk mengidentifikasi dan menganalisis risikorisiko yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan yang sesuai
14
dengan GAAP. Sebagai contoh, jika suatu perusahaan sering menjual produk dengan harga di bawah harga pokok persediaan karena pesatnya perubahan teknologi, perusahaan itu harus menyelenggarakan pengendalian yang memadai untuk mengatasi risiko melebihsajikan persediaan. Demikian pula, kegagalan untuk memenuhi tujuan sebelumnya, mutu personil, penyebaran geografis operasi perusahaan, signifikansi dan kompleksitas proses bisnis inti, pengenalan teknologi informasi yang baru, dan munculnya pesaing baru, semuanya contoh faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko. Setelah mengidentifikasi suatu risiko, manajemen mengestimasi signifikansi risiko itu, menilai kemungkinan terjadinya risiko itu, dan mengembangkan tindakan khusus yang diperlukan untuk mengurangi risiko itu ke tingkat yang dapat diterima. 3.
Aktivitas Pengendalian Aktivitas pengendalian (control activities) adalah kebijakan dan prosedur, selain yang sudah termasuk dalam empat komponen lainnya, yang membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan telah diambil untuk menangani risiko guna mencapai tujuan entitas. Aktivitas pengendalian umumnya dibagi menjadi lima jenis berikut ini: a. Otorisasi yang Sesuai atas Transaksi dan Aktivitas Agar pengendalian berjalan dengan baik, setiap transaksi harus diotorisasi dengan tepat. Jika setiap orang dalam suatu organisasi bisa memperoleh atau menggunakan aktiva seenaknya, hal itu akan menimbulkan
15
kekacauan. Otorisasi dapat bersifat umum atau khusus. Dengan otorisasi umum,
manajemen
menetapkan
kebijakan,
dan
para
bawahan
diinstruksikan untuk mengimplementasikan otorisasi umum tersebut dengan menyetujui semua transaksi dalam batas yang ditetapkan oleh kebijakan itu. Otorisasi khusus berlaku untuk transaksi individual. Untuk transaksi tertentu, manajemen memilih mengotorisasi setiap transaksi. Contohnya adalah otorisasi transaksi penjualan oleh manajer penjualan untuk perusahaan penjual mobil bekas. b. Dokumen dan Catatan yang Memadai Dokumen dan catatan adalah objek fisik dimana transaksi akan dicantumkan serta diikhtisarkan. Dokumen dan catatan meliputi berbagai item seperti faktur penjualan, pesanan pembelian, catatan pembantu, jurnal penjualan, dan kartu absensi karyawan. Banyak dari dokumen dan catatan tersebut disimpan dalam file komputer sampai waktunya dicetak. Dokumen yang memadai sangat penting untuk mencatat transaksi dan mengendalikan aktiva dengan benar. c. Pengendalian Fisik atas Aktiva dan Catatan Untuk menyelenggarakan pengendalian internal yang memadai, aktiva dan catatan harus dilindungi. Jika dibiarkan tidak terlindungi, aktiva itu bisa dicuri. Jika tidak terlindungi secara memadai, catatan bisa dicuri, rusak, atau hilang, yang dapat sangat mengganggu proses akuntansi dan operasi bisnis. Jika suatu perusahaan sangat terkomputerisasi, peralatan komputer, program, dan file datanya harus dilindungi. File data adalah
16
catatan perusahaan dan, jika rusak, rekonstruksinya bisa sangat mahal atau bahkan mustahil. d. Pemeriksaan Independen atas Kinerja Kategori terakhir dari aktivitas pengendalian adalah review yang cermat dan berkelanjutan atas keempat hal lainnya, yang sering kali disebut pemeriksaan independen atau verifikasi internal. Kebutuhan akan pemeriksaan independen timbul karena pengendalian internal cenderung berubah seiring dengan berlalunya waktu, kecuali review sering dilakukan. Personil mungkin telah melupakan atau sengaja tidak mengikuti prosedur, atau mereka mungkin ceroboh kecuali ada yang mengamati dan mengevaluasi kinerja mereka. Tanpa menghiraukan kualitas pengendalian, personil bisa berbuat keliru atau melakukan kecurangan. 4.
Informasi dan Komunikasi Tujuan sistem informasi dan komunikasi akuntansi dari entitas adalah untuk memulai, mencatat, memroses, dan melaporkan transaksi yang dilakukan entitas itu serta mempertahankan akuntabilitas aktiva terkait. Sistem informasi dan komunikasi akuntansi mempunyai beberapa subkomponen yang biasanya terdiri atas kelas-kelas transaksi seperti penjualan, retur penjualan, penerimaan kas, akuisisi, dan sebagainya.
17
5.
Pemantauan Aktivitas pemantauan berhubungan dengan penilaian mutu pengendalian internal secara berkelanjutan atau periodik oleh manajemen untuk menentukan bahwa pengendalian itu telah beroperasi seperti yang diharapkan, dan telah dimodifikasi sesuai dengan perubahan kondisi. Informasi yang dinilai ini berasal dari berbagai sumber, termasuk studi atas pengendalian internal yang ada,
laporan audit
internal,
pelaporan
pengecualian tentang aktivitas pengendalian, laporan dari pembuat peraturan seperti badan pengatur bank, umpan balik dari personil operasional, dan keluhan pelanggan tentang jumlah tagihan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengendalian internal adalah suatu kebijakan yang dijalankan oleh manajemen dan entitas lain yang bertujuan untuk menjaga aset perusahaan, menghasilkan informasi yang akurat dan meyakinkan, mendorong dan memperbaiki jalannya efisiensi organisasi, mencegah penyalahgunaan sistem, dan melindungi kebijakan yang telah ditetapkan,
guna
mencapai
tujuan
perusahaan.
Komponen-komponen
pengendalian internal terdiri dari lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi dan pemantauan. 2.1.2 Fraud Menurut Karyono (2013:4-5) fraud dapat diistilahkan sebagai kecurangan yang mengandung makna suatu penyimpangan dan perbuatan melanggar hukum (illegal act), yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu misalnya
18
menipu atau memberikan gambaran keliru (mislead) kepada pihak-pihak lain, yang dilakukan oleh orang-orang baik dari dalam maupun dari luar organisasi. Kecurangan di rancang untuk memanfaatkan peluang-peluang secara tidak jujur, yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan pihak lain. Definisi fraud menurut Tuanakotta (2013:28) adalah: “Any illegal act characterized by deceit, concealment or violation of trust. these acts are not dependent upon the application of threats of violence or physical force. Fraud are perpetrated by individuals, and organization to obtain money, property or service; to avoid payment or loss of services; or to secure personal o business advantage.” (Setiap tindakan ilegal yang ditandai dengan tipu daya, penyembunyian atau pelanggaran kepercayaan. Tindakan ini tidak tergantung pada penerapan ancaman kekerasan atau kekuatan fisik. Penipuan yang dilakukan oleh individu, dan organisasi untuk memperoleh uang, kekayaan atau jasa; untuk menghindari pembayaran atau kerugian jasa; atau untuk mengamankan keuntungan bisnis pribadi.) Menurut Association of Certified Fraud Examiner (ACFE) dalam Fraud Examiners Manual 2006 menjelaskan sebagai berikut: “Fraud is an intentional untruth or dishonest schemed used to take deliberate and unfair advantage of another person or group of person it included any mean, such cheats another.: (Fraud berkenaan dengan adanya keuntungan yang diperoleh seseorang dengan menghadirkan sesuatu yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Di dalamnya termasuk unsir-unsur surprise/tak terduga, tipu daya, licik, dan tidak jujur yang merugikan orang lain.) Definisi fraud menurut Johnstone et al, (2014:34) ialah: “Fraud is an intentional act involving the use of deception that results in a material misstatement of the financial statements.” (Fraud adalah tindakan disengaja yang melibatkan pelaku penipuan yang menghasilkan bahan salah saji laporan keuangan.)
19
Menurut W. Steve Albrecht dan Chad D. Albrecht fraud (dikutip oleh Karyono, 2013:3) didefinisikan sebagai: “A generic term, embracing all multivarious means which human ingenuity can device and which are resorted to by one individual to get an advantage over another by false representation No divinize and invariable rule can be laid down as a general proposition in defining fraud, as it included surprise trickery, cunning and unfair ways by which another is cheated. Theory boundaries defining is are those which limit human knavery.” Fraud adalah suatu pengertian umum dan mencakup beragam cara yang dapat digunakan dengan cara kekerasan oleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain melalui perbuatan yang tidak benar. Tidak terdapat definisi atau aturan yang dapat digunakan sebagai suatu pengertian umum dalam mengartikan fraud yang meliputi cara yang mengandung sifat mendadak, menipu, cerdik dan tidak jujur yang digunakan untuk mengelabuhi seseorang. Satu-satunya batasan untuk mengetahui pengertian di atas adalah yang membatasi sifat ketidakjujuran manusia. Berdasarkan definisi fraud menurut para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa fraud adalah tindakan melanggar hukum yang dilakukan oleh individu atau
organisasi
secara
sengaja
untuk
menipu,
menyembunyikan,
dan
menghadirkan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Tindakan tersebut dapat menyebabkan kerugian secara langsung maupun tidak langsung bagi pihak-pihak terkait. Menurut Association of Certified Fraud Examiner dalam Fraud Examiner Manual (2006), fraud (kecurangan) terdiri atas empat kelompok besar yaitu: 1.
Kecurangan Laporan (fraudulent statement) yang terdiri atas kecurangan laporan keuangan (financial statement) dan kecurangan laporan lain (non financial statement)
20
2.
Penyalahgunaan Aset (Asset Misappropriation) yang terdiri atas kecurangan kas (cash) dan kecurangan persediaan dan aset lain (inventory and other cash).
3.
Korupsi (corruption) terdiri atas pertentangan kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), hadiah tidak sah (illegal gratuities), dan pemerasan ekonomi (economic exortion).
4.
Kecurangan yang berkaitan dengan komputer. Kecurangan laporan keuangan (fraudulent financial statement) dilakukan dengan menyajikan laporan keuangan lebih baik dari sebenarnya (over statement) dan lebih buruk dari sebenarnya (under statement). Menurut Karyono (2013:17-25) bentuk fraud terdiri dari:
1.
Kecurangan Laporan Keuangan (Fraudulent Financial Statement) Kecurangan laporan keuangan (fraudulent financial statement) dilakukan dengan menyajikan laporan keuangan lebih baik dari yang sebenarnya (over statement) dan menyajikan laporan keuangan lebih buruk dari yang sebenarnya (under statement). Cara-cara melakukan kecurangan laporan keuangan ialah sebagai berikut: a.
Penghasilan atau pendapatan fiktif (Fictious Revenue)
b.
Penilaian akhir atas aset tidak tepat
c.
Menyembunyikan kewajiban (Concealed Liabilities)
d.
Mencatat aktiva dan pasiva pendapatan dan biaya pada periode akuntansi yang tidak tepat (timing deference). Biaya pendapatan tahun berjalan
21
digeser ke tahun sebelumnya atau sesudahnya. Sebaliknya pendapatan tahun lalu digeser ke tahun berjalan dan pendapatan tahun yang akan datang digeser ke tahun berjalan. e.
Menyembunyikan biaya antara lain dengan mengkapitalisasi biaya.
f.
Pengungkapan laporan keuangan yang tidak tepat (improper disclosures) seperti
tidak
diungkapkannya
kewajiban
bersyarat
(contingence
liabilities) kejadian-kejadian penting yang berpengaruh negatif terhadap pos-pos
laporan keuangan.
Kejadian
penting
yang
seharusnya
diungkapkan antara lain: 1) Perusahaan pada tahun buku yang dilaporkan dalam laporan keuangan terlibat perkara di pengadilan dan apabila nanti kalah terkena kewajiban yang sangat material. 2) Lokasi usaha (misalnya berupa pabrik) terkena ketentuan tata kota sehingga pabrik harus pindah atau tutup. 3) Penilaian aset tidak tepat (improper asset valuation) yaitu penilaian yang tidak sesuai prinsip akuntansi yang di terima umum dengan sengaja agar laporan keuangan tampak lebih baik dari yang sebenarnya. 2.
Kecurangan Penyalahgunaan Aset (Asset Misappropriation) a.
Kecurangan Kas 1) Kecurangan Penerimaan Kas Pencurian terhadap penerimaan kas yang belum dicatat (skimming). Bentuk dari skimming itu sendiri seperti:
22
Pendapatan negara tidak dilaporkan atau dicatat (unrecorded) atau dilaporkan lebih kecil (understates)
Piutang dihapus padahal piutang tersebut sebetulnya tidak dihapus tetapi ditagih dan tidak dilaporkan (write off schemes)
Pengambilan uang hasil penagihan untuk sementara waktu dengan menunda pencatatan penerimaannya (lapping schemes)
Pengambilan penerimaan cek dari pelanggan
Pencurian yang sudah di catat di pembukuan (cash larceny) antara lain:
Pencurian kas tunai (cash on hand)
Pencurian kas di Bank (cash in bank)
Mencuri kas dengan membuat kesalahan perhitungan atau kesalahan pembukuan dengan sengaja
2) Kecurangan Pengeluaran Kas (faudulent disbursement) Kecurangan penagihan (billing schemes), dengan memasukkan dokumen tagihan atau invoice pengadaan barang, sehingga tagihan lebih tinggi (mark up) atau tagihan fiktif dengan cara:
Menciptakan rekanan fiktif melalui perusahaan dengan papan nama (shell company)
Melakukan pembayaran yang ada atas pembayaran yang lebih tinggi kemudian diminta kembali secara pribadi kelebihan pembayaran tersebut (pay and return)
Meninggikan tagihan dari rekanan (overbilling)
23
Kecurangan penggantian biaya (expense reimbursment schemes) adalah kecurangan pengeluaran kas dengan memanipulasi penggantian biaya antara lain dengan cara:
Meninggikan biaya (overslated expense) dari yang sebenarnya dikeluarkan sehingga penggantian biaya yang diterima lebih tinggi, dari yang benar-benar dikeluarkan.
Penggantian biaya atas biaya-biaya fiktif (fictitious expense scheme) antara lain dengan cara membuat kwitansi palsu.
Kecurangan
penggantian
biaya
berulang-ulang
(multiple
reimbursement) . Kecurangan pembayaran gaji atau upah (payroll scheme) dengan cara memalsukan dokumen pendukung pembayaran gaji atau upah berupa catatan waktu kerja atau memalsukan informasi yang ada dalam catatan gaji atau upah serta menciptakan pegawai fiktif. b.
Penyalahunaan Persediaan dan Asset Lain (Inventory and Other Assets Misappropriation) Kecurangan persediaan barang dan aset lainnya terdiri dari pencurian (larceny) dan penyalahgunaan (misuse). Larceny scheme dimaksudkan sebagai pengambilan persediaan atau barang di gudang karena penjualan atau pemakaian, untuk perusahaan, tanpa ada upaya untuk menutupi pengambilan tersebut dalam akuntansi atau catatan gudang. Berikut ini merupakan bentuk-bentuk pada bagian ini seperti:
24
1) Penjualan fiktif (fictitious sell) dengan cara:
Kolusi dengan pihak ketiga yang mengambil barang tapi tidak diproses (tanpa pembayaran).
Menjual dengan discount tidak wajar.
2) Asset requisition and transfer scheme dengan cara:
Pemindahan aset ke lokasi lain dengan dokumen internal resmi, barang kemudian dicuri.
Permintaan material untuk proyek jumlah yang diminta untuk markup.
Menciptakan proyek fiktif untuk mencuri material.
Memalsukan formulir permintaan barang
3) Kecurangan pembelian dan penerimaan (Purchasing & Receiving Scheme) dilakukan dengan:
Membeli barang yang tidak diperlukan.
Membeli aset kemudian dicuri
4) Memalsukan penerimaan barang (false inventory receive recent)
Petugas penerima memalsukan catatan penerimaan (dicatat lebih kecil).
Memalsukan penjualan dan pengapalannya (False sales & shipment scheme).
Dibuat dokumen penjualan palsu, pelaku mengirim ke pembeli fiktif.
Catatan persediaan dipalsukan agar sama dengan fisiknya
25
5) Membuat jurnal palsu, untuk menutupi ketekoran persediaan
Debet: harga pokok penjualan Credit : persediaan
Debet: piutang Credit: persediaan
6) Menghapus persediaan (inventory write off)
Penghapusan persediaan tersebut tidak benar karena hanya untuk menutupi kekurangan stok
Mempercantik penampilan fisik agar tampak barangnya lebih banyak (physical padding)
3.
Korupsi (Corruption) Korupsi secara umum didefinisikan dengan perbuatan yang merugikan kepentingan umum atau publik atau masyarakat luas untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Berikut ini merupakan bentuk korupsi, bentuk tersebut sebagai berikut: a.
Pertentangan Kepentingan (Conflict of Interest) Bentuk korupsi ini terjadi ketika karyawan atau manajer mempunyai kepentingan pribadi pada suatu kegiatan atau transaksi bisnis pada organisasi dimana ia bekerja, kepentingan tersebut berlawanan dengan kepentingan organisasinya. Pelaku dapat melakukan kecurangan sebagai berikut: 1) Mengarahkan secara terus-menerus untuk membeli barang ke perusahaannya.
26
2) Mengarahkan spesifikasi teknis barang yang akan dibeli. 3) Membatasi
persaingan
dengan
mengatur
prakualifikasi
dan
memberikan informasi penting dan rahasia sehingga meskipun dilakukan tender, akan dimenangkan oleh perusahaannya b.
Suap (Bribery) Suap adalah pemberian, permohonan atau penerimaan atas sesuatu yang bernilai untuk memengaruhi tindakan seseorang karena pekerjaannya. Bentuk suap terdiri dari: 1) Komisi (Kick Back) terjadi karena ada penerimaan atau pemberian sesuatu untuk memengaruhi keputusan bisnis. 2) Kecurangan untuk memenangkan lelang (Bid Rigging), dilakukan untuk memenangkan salah satu penawar dari beberapa penawaran yang ikut lelang. Bila kecurangan itu berhasil, penawar yang menang memberi susuatu yang bernilai kepada panitia lelang.
c.
Pemberian Tidak Sah (Illegal Grativities) Pemberian tidak sah adalah pemberian sesuatu yang bernilai kepada seseorang karena keputusan yang di ambil oleh seseorang. Keputusan itu memberi keuntungan kepada pemberi sesuatu yang bernilai tersebut.
d.
Pemerasan Ekonomi (Economic Ecortion) Pada bentuk korupsi ini, karyawan meminta pembayaran dari rekanan atas keputusan yang di ambil yang menguntungkan rekanan tersebut. Caranya dengan jalan menakut-nakuti, dengan ancaman atau bujukan.
4.
Kecurangan yang Berkaitan dengan Komputer (Computer Fraud) Kejahatan di bidang komputer ialah sebagai berikut:
27
a. Menambah, menghilangkan, atau mengubah masukan atau memasukkan data palsu. b. Salah memposting atau memposting sebagian transaksi saja. c. Memproduksi keluaran palsu, menahan, menghancurkan, atau mencuri keluaran. d. Merusak program misalnya mengambil uang dari banyak rekening dalam jumlah kecil-kecil. e. Mengubah dan menghilangkan master file. f. Mengabaikan pengendalian internal untuk memperoleh akses ke informasi rahasia. g. Melakukan sabotase. h. Mencuri waktu penggunaan komputer. i.
Melakukan pengamatan elekronik dari data pada saat dikirim
Mencegah fraud merupakan segala upaya untuk menangkal pelaku potensial, mempersempit ruang gerak, dan mengidentifikasi kegiatan yang berisiko tinggi terjadinya fraud (Karyono, 2013:47). Pencegahan fraud bertujuan untuk : 1.
Prevention : mencegah terjadinya fraud
2.
Deference : menangkal pelaku potensial
3.
Description: mempersulit gerak langkah pelaku fraud
4.
Recertification : mengidentifikasi kegiatan berisiko tinggi dan kelemahan pengendalian intern
5.
Civil action prosecution : tuntutan kepada pelaku
28
Pencegahan fraud yang utama ialah dengan menetapkan sistem pengendalian intern dalam setiap aktivitas organisasi. Pengendalian intern itu agar dapat efektif mencegah fraud harus andal dalam rancangan struktur pengendaliannya dan praktik yang sehat dalam pelaksanaannya. Karyono (2013:59)
menyebutkan bahwa pencegahan fraud dengan
menjabarkan sarana kendali.
Sarana kendali dimaksud adalah dengan
menciptakan kebijakan, prosedur, organisasi, teknik pengendalian, dan peran serta pegawai. Kebijakan prosedur tertulis harus dibuat untuk mencegah kecurangan dan untuk mendukung kebijakan. Prosedur tersebut antara lain harus: a.
Memuat pemisahan fungsi agar tercipta kondisi saling cek antar fungsi.
b.
Memuat sistem kaji ulang agar dapat mendeteksi secara dini kecurangan (fraud) yang terjadi dalam kegiatan yang ada.
c.
Memuat sistem pelaporan dan ketentuan untuk menindak pelaku kecurangan. Pada organisasinya, ada komite independen dan internal auditor yang
mempunyai tanggung jawab untuk mengetahui segala aktivitas organisasi dan menganalisis pengendalian intern. Agar efektif, audit internal harus mempunyai akses ke komite audit maupun manajemen puncak. Rancangan struktur pengendalian yang tidak andal dan kelemahan dalam pelaksanaannya akan menjadi sumber atau peluang terjadinya fraud. Berikut ini disajikan
teknik-teknik
pengendalian
yang
efektif
kemungkinan terjadinya kecurangan (fraud), antara lain:
untuk
mengurangi
29
a.
Pendokumentasian dan pencatatan yang memadai
b.
Pengendalian yang memadai terhadap akses ke terminal komputer, terhadap data yang diolah dalam pemrosesan, maupun terhadap program-program, serta media pendukung lainnya
c.
Adanya manual pengendalian terhadap file-file yang dipergunakan dalam pemrosesan komputer ataupun pembuangan file (disposal) yang sudah tidak dipakai.
d.
Adanya sistem pengendalian fisik secara langsung terhadap harta atau aset
e.
Adanya review internal secara rutin dan teratur terhadap semua kegiatan dan transaksi. Organisasi/perusahaan hendaknya mempunyai staf atau pegawai yang
berpengalaman dan mempunyai sifat ingin tahu, curiga dan peka terhadap sinyalsinyal adanya kecurangan. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menumbuh kembangkan sifat tersebut antara lain: a. Kualifikasi
calon pegawai
harus
mendapat
perhatian khusus,
bila
dimingkinkan, bukan saja melalui seleksi yang ketat, tetapi menggunakan referensi dari pihak-pihak yang pernah bekerja sama dengan mereka. b. Penerapan prosedur yang efektif, sehingga para pegawai mempunyai jalur untuk menyalurkan atau mengajukan protes/ketidakpuasan mereka. Dengan demikian apra pegawai merasa diperhatikan dan diharapkan dapat mengurangi kecenderungan mereka untuk berkonfrontasi dengan organisasi. c. Setiap pegawai ada ketentuan yang mengatur agar bersedia melaporkan segala transaksi atau kegiatan pegawai lainnya yang mencurigakan. Rasa curiga
30
tersebut cukup berasalan dan dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu perlu dijaga kerahasiaan sumber-sumber/orang yang melapor. d. Ada aturan bahwa karyawan tidak diperkenankan untuk lembur secara rutin tanpa pengawasan yang memadai. e. Karyawan wajib cuti tahunan setiap tahun. Hal ini untuk menhindari adanya pelaku
fraud
yang
memanipulasi
sistem
tertentu
untuk
menutupi
perbuatannya. Kecurangan dapat terungkap pada saat yang bersangkutan mengambil cuti tahunannya, dan tugas-tugasnya diambil alih oleh karyawan lain. 2.2
Kerangka Pemikiran
2.2.1 Pengaruh Efektifitas Pengendalian Internal Terhadap Pencegahan Fraud Karyono (2013:96) menyatakan pengendalian internal yang efektif dapat melindungi dari pencurian, penggelapan, penyalahgunaan aktiva pada lokasi yang tidak tepat. Sedangkan Davia, dkk (2000:271) berpendapat bahwa jika pengendalian internal telah dirancang dengan baik dan efektif, maka pengendalian internal dapat melindungi dari adanya kecurangan termasuk apabila ada karyawan yang berniat melakukan kecenderungan kecurangan akuntansi. Nisak, Prasetyono, dan Kurniawan (2013) menyebutkan bahwa pengendalian internal berpengaruh terhadap pencegahan fraud. Selanjutnya, Zulkarnain (2013) menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh negatif antara efektifitas sistem pengendalian intern dengan fraud. Hal serupa diperkuat oleh pendapat
31
Thoyibatun (2012) yang menyatakan bahwa kesesuaian sistem pengendalian internal berpengaruh terhadap kecurangan (fraud). Sedangkan penelitian oleh Faisal (2013) menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh negatif antara kepatuhan sistem pengendalian intern terhadap fraud. Dalam penelitian yang dilakukan Wilopo (2006), menunjukkan bahwa pengendalian internal yang efektif memberikan pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap fraud. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pemikiran untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Efektifitas Pengendalian Internal (X) (COSO, 2013)
2.3
Pencegahan Fraud (Y) (Karyono, 2013)
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka peneliti mengajukan hipotesis
sebagai berikut:
H1 : Efektifitas pengendalian internal berpengaruh terhadap pencegahan fraud