BAB 2
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Definisi Workload
Menurut Danang Sunyoto (2012:64), beban kerja adalah yang terlalu banyak dapat menyebabkan ketegangan dalam diri seseorang sehingga menimbulkan stress. Hal ini bisa disebabkan oleh tingkat keahlian yang dituntut terlalu tinggi, kecepatan kerja mungkin terlalu tinggi, volume kerja mungkin terlalu banyak dan sebagainya. Menurut Arika (2011), Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan sehari. Adanya massa otot yang bobotnya hampir lebih dari separuh beban tubuh, memungkinkan kita untuk dapat menggerakkan dan melakukan pekerjaan. Pekerjaan disatu pihak mempunyai arti penting bagi kemajuan dan peningkatan prestasi, sehingga mencapai kehidupan yang produktif sebagai satu tujuan hidup. Di pihak lain, bekerja berarti tubuh akan menerima beban dari luar tubuhnya. Dengan kata lain bahwa setiap pekerjaan merupakan beban bagi yang bersangkutan. Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima oleh seseorang harus sesuai atau seimbang baik dalam kemampuan fisik, maupun kognitif, maupun keterbatasan
manusia
yang
menerima
beban
tersebut.
Kemampuan
kerja
12
seorang tenaga kerja berbeda dari satu dengan yang lain dan sangat tergantung dari tingkat ketrampilan, kesegaran jasmani, usia dan ukuran tubuh dari pekerja yang bersangkutan.
Faktor yang mempengaruhi Workload
2.1.1.1
Arika (2011), Secara umum hubungan antara beban kerja dan kapasitas kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat kompleks, baik faktor internal maupun faktor eksternal: 1. Beban Kerja Oleh Karena Faktor Eksternal Faktor eksternal beban kerja adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja, meliputi: − Tugas (task) Meliputi tugas bersifat fisik seperti, stasiun kerja, tata ruang tempat kerja, kondisi lingkungan kerja, sikap kerja, cara angkut, beban yang diangkat. Sedangkan tugas yang bersifat mental meliputi, tanggung jawab, kompleksitas pekerjaan, emosi pekerja dan sebagainya. − Organisasi Kerja, Organisasi kerja meliputi lamanya waku kerja, waktu istirahat, shift kerja, sistem kerja dan sebagainya. − Lingkungan Kerja, Lingkungan kerja ini dapat memberikan beban tambahan yang meliputi, lingkungan kerja fisik, lingkungan kerja kimiawi, lingkungan kerja biologis dan lingkungan kerja psikologis 2. Beban Kerja Oleh Karena Faktor Internal Faktor internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh akibat adanya reaksi dari beban kerja eksternal yang berpotensi sebagai stressor, meliputi:
a.
Faktor somatis (kondisi kesehatan).
13
b.
Faktor psikis (kepercayaan dan keinginan).
2.1.1.2 Workload Berlebih Beban kerja berlebih, timbul sebagai akibat dari kegiatan yang terlalu banyak diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu. Munandar (2008) menyatakan bahwa beban kerja berlebih secara fisik dan mental adalah melakukan terlalu banyak kegiatan baik fisik maupun mental, dan ini dapat merupakan sumber stres pekerjaan. Beban kerja berlebih, akan membutuhkan waktu untuk bekerja dengan jumlah jam yang sangat banyak untuk menyelesaikan semua tugas yang telah ditetapkan, dan ini yang merupakan sumber tambahan beban kerja. Setiap pekerjaan diharapkan dapat diselesaikan secara cepat, dalam waktu sesingkat mungkin. Waktu merupakan salah satu ukuran, namun bila desakan waktu dapat menyebabkan timbulnya banyak kesalahan atau menyebabkan kondisi kesehatan pekerja menurun, maka itulah yang merupakan cerminan adanya beban kerja berlebih. Adanya beban berlebih mempunyai pengaruh yang tidak baik pada kesehatan pekerja. Menurut Munandar (2008) menunjukkan bahwa desakan waktu tampaknya memberikan pengaruh tidak. baik, pada sistem cardiovasculer, terutama serangan jantung prematur dan tekanan darah tinggi. 2.1.2 Role Conflict Juhan Suprihanto (2003:128), Hakikat fungsi manajeman pengorganisasian adalah penetepan tugas, poisi dan peranan seluruh anggota organisasi. Peranan merupakan konsep yang amat penting dalam organisasi karena akan membantu memahami perilaku yang diharapkan dari pihak yang menduduki poisi tertentu dalam organisasi. Keberhasilan pihak memarankan perilaku yang diharapkan tentu saja akan membantu pencapain efisiensi dan efektivitas kegiatan organisasi. Peranan merupakan seperangkat perilaku yang terorganisasi. Peranan yang dihadapkan hanyalah merupakan salah satu jenis peranan. Jenis peranan yang lain adalah 14
peranan yang dipersepsikan dan peranan yang dimainkan. Peranan yang dipersepsikan merupakan seperangkat perilaku seseorang dalam posisi tertentu di mana ia berpendapat harus memainkan perilaku yang bersangkutan. Sedangkan peranan yang dimainkan merupakan perilaku yang senyatanya dilakukan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Filley dan House dalam Wexley dan Yukl, (2005:173) menunjukkan bahwa akibat konflik peran akan menimbulkan kepuasan kerja yang rendah dan berpengaruh buruk terhadap pelaksanaan kerja individu. Suranta (2009:266) menjelaskan bahwa konsekuensi konflik peran yang semakin meningkat akan mengakibatkan meningkatnya ketegangan hubungan kerja, mengurangi kepuasan kerja, dan kecenderungan meninggalkan organisasi. Konflik peran yang tidak dapat diselesaikan bisa menimbulkan frustasi dan kepuasan kerja yang rendah. Akan tetapi konflik peran yang terselesaikan dengan baik menjadi satu Menurut Hodge (2009:104), karyawan yang memperoleh
kepuasan pribadi pada
pekerjaannya akan mempunyai minat dan gembira dalam menjalankan pekerjaannya yang berakibat pada keterlibatannya dalam usahanya yang semaksimal mungkin dalam perilakunya untuk perusahaan tempatnya bekerja. Kepuasan kerja tersebut memotivasi para karyawan untuk bekerja secara efektif dengan menunjukkan hasil kerja yang melebihi sekedar persyaratan minimal.
Bagi perusahaan, adanya konflik yang dialami karyawan bisa menjadi sesuatu yang merugikan. Konflik yang tidak ditangani dengan baik akan menjadi masalah yang berkepanjangan dan akan mempengaruhi dalam pencapaian harapan kerja yang ditujukan perusahaan kepada karyawan. Dampak perilaku dari konflik peran tersebut dihasilkan dari 15
persepsi karyawan. Oleh karena itu, penelitian yang berkaitan dengan perilaku keanggotaan organisasi dan persepsi karyawan terhadap konflik peran akan sangat menarik untuk diteliti. Konflik peran terjadi ketika ada berbagai tuntutan dari banyak sumber yang menyebabkan karyawan menjadi kesulitan dalam menentukan tuntutan apa yang harus dipenuhi tanpa membuat tuntutan lain diabaikan Rizzo dan Lirtzman (2009:150-163). Kahn dalam Muchinsky (2009:281) mengemukakan bahwa konflik peran terjadi ketika dua atau lebih tuntutan terjadi secara bersamaan dan saling bertentangan satu dengan yang lain sehingga menyebabkan kesulitan pada karyawan. Kreitner dan Kinicki (2009:386-388) menyatakan bahwa ketika individu merasakan adanya tuntutan yang saling bertentangan dari orang di sekitar maka individu tersebut sedang mengalami konflik peran. Jadi konflik peran adalah adanya perbedaan atau ketidaksesuaian pengharapan dari anggota kumpulan peran (role set) yang menimbulkan konflik terhadap orang yang dituju (focal person) saat menjalankan perannya. Konflik peran juga dialami individu ketika nilai internal, etika, atau standar dirinya bertabrakan dengan tuntutan yang lainnya. Konflik peran terjadi ketika seseorang menghadapi ketidak konsisten antara peran yang diterima dengan perilaku peran. Konflik peran tidak sama dengan ambiguitas peran karena peran yang diterima itu jelas dan spesifik Cherrington (2009:373). Senada dengan pernyataan Cherrington, Ivancevich (2007:298) menyatakan konflik muncul ketika seseorang menerima pesan yang tidak sebanding berkenaan dengan perilaku peran yang sesuai. Konflik pada pemegang peran dapat terjadi ketika peran dengan beban kerja berlebih, peran yang kekurangan beban kerja dan rumusan berlebih. Luthans (2005:524) menyatakan bahwa konflik peran terjadi jika karyawan atau anggota tim: (1) diminta untuk melakukan tugas yang sulit atau (2) diharuskan melakukan tugas yang bertentangan dengan nilai pribadi. Pada kelompok, konflik
16
peran meningkat, khususnya jika di dalam kelompok terdapat perilaku nonetis atau antisosial serta jika anggota kelompok menekankan norma tertentu, sementara pemimpin dan penguasa organisasi formal menekankan norma lainnya. Berdasarkan uraian di atas maka pengertian dari konflik peran adalah konflik yang muncul dalam diri karyawan ketika perilaku peran yang ditampilkannya tidak sesuai dengan berbagai pengharapan peran yang ia terima dari anggota kumpulan perannya (yaitu : pihak atasan, rekan kerja, dan pihak bawahan). Persepsi karyawan terhadap konflik peran akan mempengaruhi sikap karyawan dalam menanggapi konflik peran yang ia hadapi. Walgito (2009:69-70) memberikan pengertian persepsi adalah proses mengolah informasi yang diperoleh melalui penginderaan kemudian diorganisasi dan diinterpretasikan, membentuk aktifitas yang integrated dalam diri individu yaitu melibatkan kemampuan berfikir, perasaan dan pengalaman. Menurut Daffidof dalam Walgito (2009:54) dengan persepsi, individu dapat menyadari, mengerti tentang lingkungan sekitar, dan mengerti tentang keadaan diri. Jadi, persepsi yang merupakan aktivitas integrated, maka seluruh apa yang ada dalam diri individu seperti perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir, kerangka acuan akan ikut berperan dalam persepsi Walgito (2009:54). Hal ini sebagai petunjuk bahwa persepsi melibatkan aspek perasaan atau afeksi serta kemampuan berpikir atau kognitif.
2.1.2.1 Faktor yang mempengaruhi Role Conflict
17
Aspek persepsi karyawan terhadap konflik peran berdasarkan pada aspek persepsi dari Walgito dan Davidoff (2009:54) yang selanjutnya dikaitkan dengan jenis konflik peran dari Katz dan Kahn dalam Winardi (2007:198-201) meliputi: 1. Intra – sender conflict meliputi interpretasi karyawan terhadap harapan peran yang saling berbenturan dari seorang pengirim peran (yaitu : pihak atasan, rekan kerja, pihak bawahan) 2. Inter – sender conflict meliputi interpretasi karyawan terhadap harapan peran yang tidak selaras atau bertentangan dari berbagai anggota role-set (yaitu: pihak atasan, rekan kerja, pihak bawahan) 3. Inter – role conflict meliputi interpretasi karyawan terhadap tuntutan yang saling berbeda antara dua peran atau lebih yang harus dimainkannya dalam waktu bersamaaan. 4. Person – role conflict meliputi interpretasi karyawan terhadap harapan peran yang bertentangan dengan nilai-nilai, kode etik ataupun tidak sesuai dengan kemampuan dirinya.
1.1.2.2 Conflict Destruktif Menurut Winardi (2007:5), Konflik destruktif menimbilkan kerugian bagi individu atau orgainsasi yang terlibat di dalamnya. Konflik demikian misalnya terjadi, apabila dua orang karyawan tidak dapat bekerja sama karena terjadi sikap permusuhan antar perorangan antara mereka (sebuah konflik emosional destruktif) atau apabila anggota sebuah komite tidak dapat bertindak, karena mereka tidak dapat mencapai persesuaian paham tentang tujuan kelompok (sebuah konflik yang substantive destruktif).
18
Ada banyak keadaan, di mana konflik dapat menyebabkan orang yang mengalami goncangan (jiwa), bagi mereka yang melihat kejadiannya, dan bagi organisasi atau subunit di mana situasi konflik terjadi, hal tersebut akan menghambat operasi. Sangat tidak menyenangkan misalnya, untuk berada dalam bidang kerja sama, di mana dua orang rekan sekerja terus menunjukkan sikap bermusuhan mereka satu sama lain. Winardi (2007:6), Ada macam kerugian yang ditimbulkan karena konflik destruktif, misalnya beberapa di antara kerugian yang dapat dialami orang yang terlihat di dalamnya meliputi hal berikut: a. Perasaan cemas/ tegang (stress) yang tidak perlu, atau yang mencekam b. Komunikasi yang menyusut c. Persiangan yang makin menghebat d. Perhatian yang makin menyusut terhadap tujuan bersama Konflik destruktif yang timbul secara menyeluruh dapat menyebabkan berkurangnya efektivitas individu, kelompok dan organisasi karena gejala menyusutnya produktivitas dan kepuasan. 1.1.2.3 Conflict Konstruktif
Menurut Winardi (2007:6), Konflik demikian justru menyebabkan timbulnya keuntungan dan bukan kerugian bagi individu dan organisasi yang terlibat di dalamnya. Adapun keuntungan yang dapat dicapai dari konflik demikian adalah: 1. Kreativitas dan inovasi yang meningkat
19
Akibat adanya konflik, orang berupaya agar mereka melaksanakan pekerjaan mereka atau mereka berperilaku dengan lebih keras. 2. Upaya yang meningkat (intensitasnya) Konflik dapat menyebabkan diatasinya perasaan apatis dan ia dapat menyebabkan orang yang terlibat dengan bekerja lebih keras. 3. Ikatan (kohesi) yang makin kuat Konflik yang terjadi dengan pihak “luar” dapat menyebabkan diperkuatnya identitas kelompok, diperkuatnya ikatan (kohesi) dan komitmen untuk mencapai tujuan bersama. 4. Ketegangan yang menyusut Konflik dapat membantu menyusutnya ketegangan antar peribadi, yang apabila tidak demikian, di "tabung” hingga hal tersebut menyebabkan timbulnya stress. 1.1.3
Physical Environment Menurut Danang Sunyoto (2012:43) Lingkungan kerja fisik merupakan bagian
komponen yang sangat penting di dalam karyawan melakukan aktivitas bekerja. Dengan memerhatikan lingkungan kerja yang baik atau menciptakan kondisi kerja yang mampu memberikan motivasi untuk bekerja, maka akan membawa pengaruh terhadap kegairahan atau semangat karyawan bekerja. Pengertian lingkungan kerja fisik di sini adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang dapat memengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang dibebankan, misalnya kebersihan, musik, penerangan dan lainnya. Mendasarkan pada pengertian di atas, ruang lingkup lingkungan kerja fisik: A. Bahwa lingkungan organisasi tertentu tercermin pada karyawan. Gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin yang demokratis akan berpengaruh pula terhadap karyawan, 20
B. Lingkungan kerja yang timbul dalam organisasi merupakan faktor yang menentukan perilaku karyawan. Lingkungan adalah keseluruhan atau setiap aspek dan gejala fisik dan social kultural yang mempengaruhi individu. Kerja adalah aktifitas manusia baik fisik maupun mental yang didasarkan adalah bawaan dan mempunyai tujuan yaitu mendapatkan kepuasan, As’ad (2013:47) dalam Vemmylia (2009). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerjaan dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang dibebankan, Nitisemito (2013:183) dalam Vemmylia (2009). Lingkungan kerja sebagai sumber informasi dan tempat melakukan aktifitas, maka kondisi lingkungan kerja yang baik harus dicapai agar karyawan merasa betah dan nyaman di dalam ruangan untuk menyelesaikan pekerjaan sehingga dapat efisiensi yang tinggi. Lingkungan kerja yang baik akan membawa dampak pada meningkatnya kualitas pekerjaan, mengurangi ketenangan pada mata dan keinginan rohaniah, serta yang terpenting semangat kerja lebih baik dan prestise yang lebih baik untuk instalasi yang bersangkutan. Jenis Lingkungan Kerja Menurut Sedarmayanti (2013:21), menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2, yaitu: A. Lingkungan Kerja Fisik Lingkungan kerja fisik adalah keadaan yang berbentuk fisik yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun tidak langsung.
B. Lingkungan Kerja Non Fisik Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang pasti terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun dengan bawahan.
21
1.1.3.1 Faktor yang mempengaruhi Physical Environment
Lingkungan kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, perlengkapan kantor, mesin-mesin kantor dan tata ruang kantor merupakan faktor yang mempengaruhi lingkungan fisik kantor pada umumnya. Lingkungan dimana para pegawai melaksanakan tugas dan pekerjaan. Kondisi menyenangkan, enak dan hanya nyaman hanya akan membuat pegawai betah tinggal dikantor. Sehingga tugas dan pekerjaannya dapat mencapai hasil yang baik. Sedangkan menurut Nitisemito (2013:184) dalam Vemmylia (2009) faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja adalah :
1. Warna 2.
Kebersihan
3. Pertukaran udara 4. Penerangan 5. Keamanan 6. Kebisingan.
Berdasarkan uraian teoritis lingkungan kerja sebagaimana disebut diatas dapat disimpulkan komponen / faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja adalah warna, kebersihan, udara, penerangan, keamanan, kebisingan dan tata ruang. 1. Warna Warna harus diperhatikan dalam sebuah lingkungan kerja, karena warna mempengaruhi jiwa seseorang yang ada di sekitarnya. Nitisemito (2013:184). Menurut Sedarmayanti (2013), menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan sebaikbaiknya. Pada 22
kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan dekorasi. Hal ini dapat dimaklumi karena warna mempunyai pengaruh besar terhadap perasaan. Sifat dan pengaruh warna kadang menimbulkan rasa senang, sedih, karena dalam sifat warna dapat merangsang perasaan manusia. Selain warna merangsang emosi atau perasaan, warna dapat memantulkan sinar yang diterimanya. Banyak atau sedikitnya pantulan dari cahaya tergantung dari macam warna itu sendiri. Menurut Mangkunegara (2005:106) warna ruang kantor yang sesuai dapat meningkatkan produksi, meningkatkan moral kerja, menurunkan kecelakaan dan menurunkan terjadinya kesalahan kerja. Warna sejuk adalah biru dan hijau, warna pastel adalah biru muda dan kuning muda, warna hangat adalah kuning dan merah, sedangkan warna netral adalah abu kecoklatan dan coklat. Mangkunegara (2005:106) a.
Merah adalah warna yang menggambarkan panas, kegembiraan dan kegiatan bekerja sebagai alat untuk merangsang panca indera.
b.
Kuning menggambarkan kehangatan matahari, warna ini merangsang mata dan syaraf.
c.
Pengaruh mental yang ditimbulkan adalah perasaan gembira dan riang yang meleyapkan perasaan tertekan.
d.
Biru adalah warna adem, memberi kesan kehalusan dan ketentraman. Warna ini dapat berpengaruh untuk mengurangi ketegangan otot tubuh dan tekanan darah pekerja yang memerlukan konsentrasi.
e.
Warna yang digunakan dalam ruangan kerja hendaknya warna berikut: kuning muda, gading, cream, dan hijau serta abu-abu. Warna tembok luar sebaiknya warna lunak, tidak silau atau tidak tajam.
2. Kebersihan
23
Lingkungan yang bersih dapat menimbulkan perasaan yang nyaman dan senang, sehingga dapat mempengaruhi semangat kerja seseorang Nitisemito (2013:184) dalam Vemmylia (2009). Dalam setiap instansi hendaknya selalu menjaga kebersihan lingkungan kerja sebab hal ini mempengaruhi kesehatan maka dengan lingkungan kerja yang bersih akan dapat mempengaruhi kesehatan kejiwaan. Kebersihan lingkungan bukan hanya berarti kebersihan tempat kerja, tetapi jauh lebih luas dari pada itu misalkan kamar kecil yang berbau tidak enak akan menimbulkan rasa kurang menyenangkan bagi para karyawan yang menggunakan. Untuk menjaga kebersihan pada umumnya diperlukan petugas khusus tetapi kebersihan ini bukan semata kewajiban dari petugas khusus tersebut. Setiap karyawan wajib ikut bertanggung jawab untuk menjaga kebersihan tempat mereka bekerja.
3. Udara Pertukaran udara yang baik akan menyehatkan badan dan menimbulkan kesegaran, sehingga dapat menimbulkan semangat kerja seseorang Nitisemito (2013:184) dalam Vemmylia (2009). Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman di sekitar tempat kerja. Tanaman merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan oleh manusia. Dengan cukupnya oksigen di sekitar tempat kerja, ditambah dengan pengaruh secara psikologis akibat adanya tanaman disekitar tempat kerja, keduanya akan memberikan kesejukan dan kesegaran pada jasmani. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja. Sedarmayanti (2013:26). Di dalam ruangan kerja diperlukan suatu pertukaran udara yang cukup, apabila didalam ruangan kerja tersebut tidak seimbang antara luas ruangan kerja dengan karyawan yaitu ruangan kerja yang sempit tetapi jumlah karyawan yang cukup banyak. Pertukaran udara yang cukup akan menyebabkan kesegaran fisik dari para
24
karyawan. Tetapi sebaliknya pertukaran udara yang kurang akan menimbulkan kelelahan dari para karyawan. Untuk menimbulkan pertukaran udara yang baik, maka dalam ruangan kerja diperlukan jendela dan ventilasi yang cukup untuk pertukaran udara. Gedung yang berplafon tinggi pertukaran udaranya akan lebih baik dari gedung yang berplafon rendah. Pertukaran udara yang baik akan menyehatkan badan dan menimbulkan rasa kesegaran sehingga semangat dan kegairahan kerja dapat meningkat. Tetapi pada jaman modern sekarang ini sarana pertukaran udara tidak lagi berpengaruh adanya ventilasi, bahkan jendela besar pun tidak lagi berpengaruh besar, karena adanya alat pengaturan udara yang lebih modern yakni Air Conditioning, kecuali untuk menambah kesehatan dan kesenangan karyawan air conditioning juga memberikan keuntungan ekonomis, yaitu dengan produktifitas yang tinggi dan pengurangan dalam pembiayaan pembersihan. Suatu penyelidikan efisiensi pegawai kantor menunjukan hasil 20% setelah diberi air conditioning Moekijat (2013:145) dalam Vemmylia (2009).
4. Penerangan Penyediaan penerangan yang cukup tetapi tidak menyilaukan akan menjadikan suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih baik dan lebih teliti Nitisemito (2013:184) dalam Vemmylia (2009). Menurut Sedarmayanti (2013:23), cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi pegawai guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja, oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan cahaya yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas mengakibatkan penglihatan menjadi kurang jelas, sehingga pekerjaan akan lambat, banyak mengalami kesalahan, dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit dicapai.
25
5. Keamanan Rasa aman akan menimbulkan ketenangan dan akan mendorong semangat dan kegairahan untuk bekerja bagi para karyawan. Rasa aman ini pada umumnya yang dimaksud adalah rasa aman di masa depan. Misal diberi gaji pada tunjangan pensiun di masa depan, tetapi yang dimaksudkan dalam hal ini keamanan terhadap memiliki pribadi karyawan. Misal: sepeda motor, mobil, tas kerja sehingga pada saat mereka bekerja karyawan merasa tenang dan lebih konsentrasi terhadap pekerjaannya. Jadi apabila jaminan terhadap keamanan ini diberikan maka ketenangan dalam bekerja akan dapat ditimbulkan sehingga semangat dan kegairahan kerja dapat ditingkatkan.
6. Kebisingan Kebisingan dalam sebuah ruangan harus dikurangi sebisa mungkin, hal ini dikarenakan kebisingan dapat mengurangi kesehatan seseorang serta mengacaukan konsentrasi dalam bekerja. Nitisemito (2013:185) dalam Vemmylia (2009). Suara yang dirasakan gaduh oleh karyawan akan berpengaruh terhadap konsentrasi kerja. Menurut Sedarmayanti (2013:26), salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius dapat menyebabkan kematian. Karena pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihilangkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas kerja meningkat.
26
1.1.4 Definisi Employee Job Satisafaction Menurut Moh.As’ad (2012,26) definisi employee job satisfaction adalah emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan di mana para karyawan memandang pekerjaannya. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Hal ini nampak pada sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dilingkungan kerjanya. Departemen personalia atau manajemen harus selalu memonitor kepuasan kerja karena hal ini memengaruhi sikap absensi, perputaran tenaga kerja, kepuasan kerja dan masalah penting lainnya. Luthans (2005) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan keadaan emosional yang positif dari seseorang yang ditimbulkan dari penghargaan atas sesuatu pekerjaan yang telah dilakukannya. Sementara Robbins (2003) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Pegawai yang menikmati pekerjaan akan merasa puas jika hasil kerja keras dan balas jasa dirasa adil dan layak Fathoni (2012). Menurut Handoko (2004) kepuasan kerja (job satisfaction) sebagai keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para pegawai memandang pekerjaan mereka. Robbin dan judge (2011:105) memberikan definisi kepuasan kerja sebagai perasaan positif tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi dari karakteristiknya. Pekerjaan memerlukan interaksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisasional, memenuhi standar kinerja, hidup dengan kondisi kerja kurang ideal, dan semacamnya.
27
Sedangkan McShane dan Von Glinow (2010:108) memandang kepuasan kerja sebagai evaluasi seseorang atas pekerjaannya dan konteks perkerjaan. Merupakan penilaian terhadap karakteristik pekerjaan, lingkungan kerja, dan pengalaman emosional di pekerjaan yang dirasakan. Pendapat lain mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah respon afektif atau emosional terhadap aspek dari pekerjaan seseorang Kreitner dan Kinicki (2010:170). Definisi ini menyatakan secara tidak langsung bahwa kepuasan kerja bukanlah merupakan konsep tunggal. Melainkan, orang dapat secara relatif puas dengan satu aspek dari pekerjaannya dan tidak puas dengan satu aspek atau lebih. Dari berbagai pandangan tersebut kiranya dapat disimulkan bahwa pada hakikatnya kepuasan kerja adalah merupakan tingkat perasaan seneng seseorang sebagai penilaian positif terhadap pekerjaannya dan lingkungan tempat pekerjaannya. Pekerja dengan kepuasan kerja tinggal mengalami perasaan positif ketika mereka berpikir tentang tugas mereka atau mengambil bagian dalam aktivitas tugas. Pekrja dengan kepuasan kerja rendah mengalami perasaan negatif ketika mereka berpikir tentang tugas mereka atau mengambil bagian dalam aktivitas pekerjaan mereka. Sayangnya, survie di tempat kerja mengindikasikan bahwa pekerja yang puas cenderung semakin jarang. Aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja menurut Coloquit, LePine, Wesson (2011:107) 1. Pay satisfaction Mencerminkan perasaan pekerja tentang bayaran mereka, termasuk apakah sebanyak yang mereka berhak mendapatkan, diperoleh dengan aman, dan cukup untuk
28
pengeluaran normal dan kemewahan. Pay satisfaction didasarkan pada perbandingan anatar bayaran yang diinginkan pekerja dengan yang mereka terima. Meskipun lebih banyak uang selalu lebih baik, kebanyakan pekerja mendasarkan keinginannya atas bayaran pada perhitungan secara berhati-hati dari tugas pekerjaannya dengan bayaran yang diberikan pada rekan sekerja yang sama. 2. Promotion Satisfaction Mencerminkan perasaan pekerja tentang kebijakan promosi perusahaan dan pelaksanaannya, termasuk apakah promosi sering diberikan, dilakukan dengan jujur, dan berdasar pada kemampuan. Tidak seperti halnya dengan bayaran, banyak pekerja mungkin tidak suka lebih sering promosi karena promosi membawa lebih banyak tanggung jawab, dan meningkatkan jam kerja. Tetpi, banyak menghargai promosi karena memberikan peluang untuk pertumbuhan personal lebih besar, upah lebih baik, dan prestise lebih tinggi. 3. Supervision Satisfaction Mencerminkan persaan pekerja tentang atasan mereka, termasuk apakah atasan mereka kompeten, sopan dan komunikator yang baik, dan bukannya bersifat malas, mengganggu, dan menjaga jarak. Kebanyakan pekerja mengharapkan atasan membantu mereka mendapatkan apa yang mereka hargai. Hal ini tergantung apakah atasan memberikan penghargaan atas kinerja baik, membantu pekerja mendapatkan sumber daya yang diperlukan, dan melindungi pekerja dari kebingungan yang tidak perlu. Di samping itu, pekerja mengharapkan atasan yang disukai. Hal tersebut tergantung pada apakah atasan mempunyai kepribadian baik, demikian pula apakah mempunyai nilai-nilai dan keyakinan yang sama dengan pekerja.
29
4. Co-woker Satisfaction Mencerminkan perasaan pekerja tentang teman sekerja mereka, termasuk apakah rekan sekerja mereka cerdas, bertanggung jawab, membantu, menyenangkan, dan menarik. Pekerja mengharapkan rekan sekerjanya membantu dalam pekerjaan. Hal ini penting karena kebanyakan dalam batas tertentu mengandalkan pada rekan sekerja dalam menjalankan tugas pekerjaan. Di sisi lain, kita mengharapkan senang bekerja bersama mereka, karena menggunakan banyak waktu bersama rekan sekerja. Rekan sekerja yang menyenangkan dapat membuat hari kerja berjalan lebih cepet.
5. Satisfaction with the Work it Self Mencerminkan perasaan pekerja tentang tugas pekerjaan mereka sebenarnya, termasuk apabila tugasnya menantang, menarik, dihormati, dan memanfaatkan keterampilan penting daripada sifat pekerjaan yang menjemukan, berulang dan tidak nyaman. Aspek ini memfokus pada yang sebenarnya dilakukan pekerja. Sedangkan empat aspek sebelumnya merupakan hasil dari pekerjaan (pay dan promotion) dan orang yang berada sekitar pekerjaan (supervisors dan cowokers).
Kreitner dan kinicki (2010:171) memberikan wawasan tenang cara yang dapat dipakai untuk meningkatkan kepuasan kerja pekerja. Menurut mereka, unsur yang menjadi penyebab kepuasan
kerja
adalah:
Need
fulfillment,
discrepancies,
value
attainment,
Equity,
Dispositional/Genetic components.
30
a. Need fulfillment, pemenuhan kebutuhan. Model ini mengusulkan bahwa kepuasan ditentukan oleh tingkatan terhadap mana karakteristik pekerjaan memungkin individual memenuhi kebutuhannya. b. Discrepancies, ketidaksesuaian. Model ini mengusulkan bahwa kepuasan adalah sebagai hasil dari Met expections, yang mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan untuk diterima individu dari pekerjaan, seperti bayaran yang baik dan peluang promosi, dengan yang sebernarnya. c. Value attainment, pencapain nilai. Gagasan yang menjadi landasan value attainment, adalah bahwa kepuasan merupakan hasil dari persepsi bahwa pekerjaan memungkinkan untuk pemenuhan nilai kerja penting individual d. Equity, keadilan. Dalam model ini, kepuasan adalah merupakan fungsi dari seberapa jujur pekerja diperlukan di pekerjaan. Kepuasan merupakan hasil dari persepsi sesorang bahwa hasil kerja relatif terhadap masukan lebih menyenangkan dibandingkan dengan hasil atau masukan signifikan lain. e. Dispositional/Genetic components, komponen watak dan genetic. Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat personal dan faktor genetic. Karenanya dapat terjadi bebrapa rekan kerja tampak puas dengan berbagai variasi situasi kerja, sedangkan lainnya kelihatan selalu tidak puas. 2.1.4.1 Dampak ketidakpuasan kerja
Dampak dari ketidakpuasan pekerja dituangkan dalam model teoretik dinamakan EVLN-model, yang terdiri dari Exit, Voice, Loyalty, dan Neglet. Kerangka tenggapan 31
pekerja terhadap ketidakpuasan kerja tersebut dibedakan dalam dua dimensi: konstruk/distruktif dan aktif/pasif Wibowo (2013:145)
Sumber:Wibowo, Gambar
2.1
respon
terhadap ketidakpuasan kerja a. Exit. Respon exit merupakan perilaku langsung dengan meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan diri. b. Voice. Respon voice termasuk secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menganjurkan perbaikan, mendiskusikan persoalan dengan atasan, dan melakukan bebarapa bentuk aktivitas perserikatan. c. Loyality. Respoan loyality berarti sercara positif, tetapi secara optimistik menunggu kondisi membaik, termasuk berbicara untuk organisasi menghadapi kritik ekternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya melakukan sesuatu yang bener.
32
d. Neglet. Respon neglet secara pasif memungkinkan kondisi memperburuk dan termasuk kemangkiran secara kronis atau keterlambatan, mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan. 2.1.5 Penelitian Terdahulu 1. Di dalam penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Mansoor, Sabtain Fida, Saima Nasir, Zubair Ahmad yang berjudul “Job stress, conflict at work, workload, physical environment, employee jobsatisfaction.” Dalam jurnal Journal of Business Studies Quarterly 2011, Vol. 2, No. 3, pp. 50-56. Ditemukan bahwa terdapat pengaruh signifikan variabel Job stress conflict at work, workload, physical environment terhadap employee job satisfaction. 2. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rabbia Irum yang berjudul “The Impact of Job Stress on Employee Job Satisfaction: A Study on Private Colleges of Pakistan” Dalam Journal of Business Studies Quarterly 2012. Ditemukan bahwa terdapat pengaruh signifikan workload terhadap employee job satisfaction. Selanjutnya Arika meneliti (2011) perusahaan terjadinya beban kerja yang terlalu berlebihan maka munculnya ketidakpuasan kerja. Jadi ada pengaruh secara signifikan antara workload terhadap employee job satisfaction. 3. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Arif khattak dan Nadeem Iqbal yang berjudul “ Impact of Role Conflict on Job Satisfaction, Mediating Role of Job Stress in Private Banking Sector” Dalam Interdisciplinary Journal Of Contemporary Research In Business 2013 . Ditemukan bahwa terdapat pengaruh signifikan role conflict terhadap employee job satisfaction.
33
4. Di dalam penelitian yang dilakukan oleh Chaisunah Ani Mutta qiyathun yang berjudul “Pengaruh kompensasi dan lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja karyawan.” Dalam jurnal Studi kasus pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Shinta Jaya Ditemukan bahwa terdapat pengaruh signifikan physical environment terhadap employee job satisfaction. Nitisemito (2013:184) dalam Vemmylia (2009) melakukan menelitian bahwa terjadinya lingkungan fisik seperti warna, kebersihan, pertukaran udara, Penerangan, Keamanan, Kebisingan maka munculnya ketidakpuasan kerja. Jadi ada pengaruh secara signifikan antara lingkungan fisik dan employee job satisfaction. 5. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Madziatul Churiyah yang berjudul “Pengaruh Konflik Peran, Kelelahan Emosional terhadap Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi.”. Dalam jurnal
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang.
Ditemukan babwa terdapat signifikan role conflict terhadap employee job satisfaction. Wexley dan Yukl (2005:173) meneliti bahwa terjadinya role conflict yang di tidak sesuai dengan kemampuan personal maka munculnya ketidakpuasan kerja. Jadi ada pengaruh secara signifikan antara role conflict dan employee job satisfaction.
34
2.6 Kerangka Pemikiran
Workload(X1)
Employee job satisfaction(Y)
Role conflict(X2)
Keterangan: Menggambarkan pengaruh secara parsial
Physical environment(X3)
Menggambarkan pengaruh secara simultan
Sumber: Penulis, Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
2.6.1 Hipotesis Hipotesis penelitian berdasarkan tujuan-tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Hipotesis untuk T-1 1. H0 : tidak ada pengaruh secara signifikan Workload (X1) terhadap Employee Job
Satisfaction (Y) 2. Ha : ada pengaruh secara signifikan Workload (X1) terhadap Employee Job
Satisfaction (Y) 2. Hipotesis untuk T-2 3. H0 : tidak ada pengaruh secara signifikan Role Conflict (X2) terhadap Employee Job Satisfaction (Y)
35
36