2. AGROINDUSTRI KOMODITAS UNGGULAN 2.1. Komoditas Unggulan Komoditas unggulan adalah komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif, teknologi yang sudah dikuasai dan memberikan nilai tambah bagi pelaku bisnis yang diusahakan oleh petani dalam suatu kawasan yang tersentralistik, terpadu, vertikal dan horizontal (Ali, 1998). BPTP (2003), mendefinisikan sebagai komoditas andalan yang memiliki posisi strategis, baik berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur dan kondisi sosial budaya setempat) untuk dikembangkan di suatu wilayah. Kriteria komoditas unggulan daerah harus mampu memenuhi beberapa kriteria berikut (Ali, 1998) : (1) kesesuaian agroekologi yang tinggi, (2) pasar yang jelas, (3) kemampuan yang tinggi dalam menciptakan nilai tambah, (4) kemampuan dalam meningkatkan ketahanan pangan masyarakat berpendapatan rendah, (5) dukungan kebijakan pemerintah dalam bidang-bidang teknologi, prasarana, sarana, kelembagaan, permodalan dan infrastruktur lain dalam arti luas, (6) basis masyarakat yang mengusahakan dan, 7) kelayakan untuk diusahakan baik secara finansial maupun ekonomi. Secara umum, komoditas dapat dikatakan unggul bila diproduksi secara terus menerus pada tingkat produktivitas dan mutu yang baik dan adanya permintaan serta diserap oleh pasar dalam jumlah dan tingkat harga yang wajar (Sailah, 1998). Dengan demikian, terdapat dua aspek yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan komoditas unggulan, yaitu aspek penawaran dan permintaan. Aspek penawaran adalah kemampuan suatu wilayah dalam menghasilkan komoditas tersebut yang meliputi kemampuan SDM, tingkat penerapan teknologi dan karakteristik biofisik wilayah. Aspek permintaan menggambarkan kemampuan pasar (volume, tingkat mutu, harga, tata niaga) dan tingkat persaingan di antara pelaku pasar dalam menyerap komoditas dan produk yang ditawarkan. Apabila
7
komoditas dari sisi penawaran unggul, tetapi tidak diminati oleh pasar maka dapat dikelompokkan sebagai komoditas potensial. Pendekatan penetapan komoditas unggulan dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Sisi Penawaran • Agroklimat • Biofisik wilayah • Penguasaan teknologi
Sisi Permintaan • Pasar lokal, dalam dan luar negeri • Perkembangan harga • Spesifikasi mutu
Analisis Keseimbangan Penawaran dan Permintaan
Daftar Komoditas (sisi penawaran)
Daftar Komoditas (sisi permintaan)
Calon Produk Unggulan
Produk Potensial Agroindustri
Komoditas Unggulan
Produk Unggulan
Agroindustri Produk Unggulan
Gambar 2.1. Pendekatan penetapan komoditas unggulan (Bantacut, 2002) Penetapan komoditas unggulan dalam suatu wilayah harus mempertimbangkan kondisi spesifik daerah yang bersangkutan. Kabupaten Aceh Barat, sebagai salah satu daerah yang mengalami kerusakan paling parah akibat bencana alam tsunami telah berupaya melakukan berbagai upaya pemulihan (rekontruksi) di berbagai sektor, termasuk pemulihan pembangunan di sektor industri. Untuk itu perlu dilakukan kajian penetapan komoditas unggulan dan strategi pengembangannya sebagai langkah awal dan pedoman dalam penentuan kebijakan pembangunan di masa yang akan datang. Penetapan komoditi unggulan di wilayah Kabupaten Aceh Barat harus terintegrasi dimulai dari kegiatan budidaya di sektor hulu sampai kegiatan pengolahan di sektor hilir. Pada penelitian ini, beberapa kriteria dalam penentuaan komoditi unggulan yang digunakan adalah sebagai berikut : (1) kesesuaian komoditi terhadap
topografi
daerah,
(2)
dukungan/kebiasaan
masyarakat
dalam
8
membudidayakan, (3) dukungan dan penguasaan teknologi tepat guna budidaya intensif dan pengolahan pascapanen, (4) luasan lahan dan potensi ketersedian lahan untuk pengembangannya, (5) kontribusi komoditi terhadap perekonomian daerah, 6) kebutuhan biaya investasi untuk pengembangannya (modal kerja), (7) nilai ekonomis dan nilai tambah (added-value) produk olahannya, (8) kuantitas dan kontinuitas permintaan pasar, (9) minat investor yang tinggi, (10) ketersediaan infrastruktur pendukung pengembangan komoditi, (11) keberadaan industri pengolahan berbasis komoditi, (12) peraturan dan kebijakan pemerintah yang mendukung.
2.2. Agroindustri Komoditas Unggulan Supriyatni dan Suryani (2006) menyatakan bahwa agroindustri adalah industri yang mengandalkan sumberdaya lokal yang bersifat mudah rusak (bulky), musiman, tergantung pada kondisi alam dan menggunakan teknologi yang bersifat heterogenitas terhadap sumberdaya manusia dengan kandungan bahan lokal yang tinggi. Berdasarkan rumusan Simposium Nasional Agroindustri (1987), agroindustri merupakan kegiatan lintas disiplin yang memanfaatkan sumberdaya alam (pertanian) untuk industri dengan bidang cakupan antara lain : (1) industri peralatan dan mesin-mesin pertanian, (2) industri pengolahan hasil–hasil pertanian, (3) industri jasa sektor pertanian, (4) industri agrokimia. Soekartawi (2000) mengartikan agroindustri dalam dua hal yakni industri yang berbahan baku utama dari produk pertanian dan sebagai suatu tahapan pembangunan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian, tetapi sebelum tahapan pembangunan tersebut mencapai tahapan pembangunan industri. Menurut Ditjen IDKM (2005), kriteria produk agroindustri unggulan, yaitu : (1) memiliki kekhasan, (2) tersedianya bahan baku dan pembantu, (3) teknologi dan peralatan mudah, (4) pasar prospektif, dan (5) modal terjangkau. Pengembangan produk agroindustri unggulan dilakukan untuk menghasilkan produk yang bermutu dan kompetitif. Faktor–faktor pembentuk agroindustri dapat dilihat pada Gambar 2.2.
9
• • • • •
INPUT Bahan baku Modal Tenaga kerja Manajeman Peralatan
• •
• • •
PROSES PRODUKSI Ketepatan teknologi Efisiensi pengolahan
• • •
OUTPUT Produk bermutu dan kompetitif Permintaan berkembang Harga
INPUT/OUTPUT ANALISIS Kelayakan ekonomis Keberlanjutan usaha dan efisiensi pengelolaan Ketepatan teknologi
Gambar 2.2. Faktor pembentuk agroindustri (Bantacut, 2002) Produk agroindustri unggulan diharapkan dapat meningkatkan dayasaing industri, sehingga mampu menjadi penggerak ekonomi daerah dan peningkatan nilai ekspor. Menurut Ditjen IHPK yang diacu dalam Kustanto (1999), kriteria penentuan produk agroindustri unggulan adalah sebagai berikut : (1) bahan baku, (2) pohon industri dan pemanfaatannya, (3) kondisi agroindustri dan komoditas pertanian unggulan saat ini, (4) peluang pasar, (5) teknologi yang dipakai, (6) penyebaran tenaga kerja, (7) dampak ganda terhadap produk lain, (8) dampak lingkungan, dan (9) kebijakan pemerintah. Agroindustri unggulan memiliki peran penting dalam pembangunan suatu wilayah. Pada penelitian ini, kriteria penting yang harus dipenuhi dalam menentukan agroindustri unggulan di kabupaten Aceh Barat adalah sebagai berikut : (1) kuantitas dan kontinuitas bahan baku, (2) jenis produk turunan yang dihasilkan, (3) kondisi sosial budaya masyarakat setempat, (4) peluang pasar dan pemasaran, (5) nilai tambah produk, (6) teknologi produksi, (7) penyerapan tenaga kerja, (8) dampak ekonomi terhadap perekonomian daerah, (9) dampak lingkungan, (10) infrastruktur pendukung, (11) investor/modal investasi, dan (12) kebijakan pemerintah/pemda.
2.3. Konsepsi Pengembangan Agroindustri Komoditas Unggulan Agroindustri hingga saat ini masih memiliki posisi yang strategis dalam menunjang perekonomian bangsa karena terkait langsung dengan peningkatan
10
nilai tambah dari komoditas pertanian. Menurut Azis (1993), pengembangan agroindustri di Indonesia berpeluang besar untuk menopang perekonomian nasional karena didukung oleh ketersediaan sumberdaya yang besar dan beraneka ragam. Tuntutan pasar global yang terus meningkat terhadap produk olahan menjadi peluang bagi pengembangan agroindustri komoditas unggulan di Indonesia. Menurut Djamhari (2004), konsepsi pengembangan agroindustri komoditas unggulan hendaknya diorientasikan untuk mewujudkan kondisi dengan karakter sebagai berikut : (1) peningkatan produktivitas dan dayasaing, (2) penguatan kapasitas dan kemampuan pelaku agroindustri, (3) penguatan keterkaitan struktural secara internal dan lintas sektor, (4) kebijakan makro dan mikro ekonomi yang mendukung. Pengembangan agroindustri komoditas unggulan dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut : (1) pengembangan komoditas yang memiliki dayasaing tinggi di pasaran ekspor, (2) menciptakan pola usaha tani yang dapat menyediakan bahan baku secara berkelanjutan, (3) menciptakan pusat wilayah produksi sesuai kemampuan agronomis, iklim, sosial, ekonomi, serta (4) menciptakan keterpaduan pembangunan sektor pertanian, industri dan sektor lainnya dalam memperluas kesempatan kerja (Baharsyah, 1987). Dalam penelitian ini, pengembangan agroindustri komoditas unggulan merupakan suatu upaya yang terintegrasi dalam pembentukan nilai tambah yang dapat memberikan manfaat dalam peningkatan efisiensi bahan baku, peningkatan pendapatan petani dan perluasan kesempatan kerja berbagai sektor yang mempunyai keterkaitan dengan pertanian, industri, jasa dan sektor lainnya.
2.4. Faktor Sukses Pengembangan Agroindustri Komoditas Unggulan Agroindustri merupakan rangkaian kegiatan agribisnis yang berbasis pertanian yang saling berkaitan dalam suatu sistem produksi, pengolahan, distribusi, pemasaran dan berbagai kegiatan atau jasa penunjangnya. Keterkaitan struktural antar sub-sistem sangat penting sebagai kunci sukses dalam membangun kekuatan
11
yang tangguh (Djamhari, 2004). Keterkaitan struktural antar sub-sistem memerlukan koordinasi dan sinergisitas kebijakan dan program secara lintas sektoral antara pusat dan daerah. Kebijakan ekonomi makro dan mikro diharapkan dapat menciptakan kesempatan dan kepastian usaha, peningkatan nilai tambah dan pendapatan atau daya beli penduduk (Djamhari, 2004). Nilai tambah pada kegiatan agroindustri dapat diperoleh melalui kegiatan pembersihan dan pengelompokan (grading), pemisahan, pemotongan, pencampuran dan pengolahan serta modifikasi kandungan kimia (Saefuddin, 1999). Masing-masing jenis dan tingkat kegiatan memiliki karakteristik pengembangan yang spesifik dalam hal tingkat kesulitan, modal kerja, tingkat resiko, teknologi yang dibutuhkan dan tingkat marjin yang diperoleh. Kebijakan seyogyanya mampu memberi insentif kepada pelaku agroindustri agar mengembangkan keseluruhan jenis kegiatan secara proporsional. Agroindustri yang memiliki sifat usaha berkelanjutan harus memperhatikan keseimbangan aspek manajemen dan konversi sumberdaya alam. Beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain teknologi dan kelembagaan yang sesuai dengan daya dukung lingkunganya, tidak menimbulkan degradasi/kerusakan, secara ekonomi menguntungkan dan secara sosial dapat diterima masyarakat (Soekartawi, 2000). Dalam persepektif kelembangaan, mengindustrikan pertanian memerlukan tiga faktor pendukung, yaitu organisasi komersial, organisasi tak komersial dan lingkungan sehat berupa kombinasi berbagai keadaan dan suasana bermatra ekonomi, budaya dan politik yang menggairahkan usaha. Organisasi komersial berfungsi memasok sarana produksi pertanian (industri hulu), mengolah hasil pertanian untuk memperbaiki keterbatasan pasar dengan masa pemasaran yang lebih panjang (industri hilir), sebagai lembaga keuangan yang menyediakan kredit produksi (lembaga hulu) dan sebagai lembaga pemasaran komoditas yang dihasilkan (lembaga hilir). Industri hulu mencakup industri pembuat dan pengedar alat dan mesin pertanian, pupuk, pestisida dan benih. Organisasi tak komersial
12
berfungsi dalam jasa pendidikan, pelatihan, penyuluhan, informasi dan penelitian (Mosher, 1971). Perkembangan sektor agribisnis/agroindustri merupakan hasil kerja keras dengan perencanaan yang matang dan terpadu, serta melibatkan semua unsur yang terkait dengan
memanfaatkan
potensi
sumberdaya
yang
ada
(Antara,
2000).
Perkembangan tersebut harus didukung oleh komitmen yang tinggi dari semua pihak yang berkompeten untuk mewujudkan sistem agribisnis/agroindustri yang tangguh dan kompetitif, baik di pasar domestik, regional maupun internasional. Salah satu negara yang telah mencapai keberhasilan dalam pengembangan sektor pertanian adalah negara Thailand. Menurut Antara (2000) terdapat beberapa keunggulan sistem pengembangan agribisnis Thailand yang dapat dijadikan pelajaran dan pertimbangan dalam perencanaan dan pelaksanaan pengembangan agribisnis/agroindustri yang berorientasi pada pasar global, sehingga kinerja agribisnis/agroindustri di Indonesia dapat ditingkatkan. Keunggulan tersebut antara lain : (1) keunggulan di bidang penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan bibit unggul melalui rekayasa bioteknologi, bioproses dan kultur jaringan, (2) keunggulan dalam memfungsikan Badan Penyuluhan Pertanian Daerah (BPPD), (3) keunggulan dalam
mengidentifikasi
komoditas
yang
memiliki
prospek
bisnis
dan
pertumbuhan pasar yang tinggi, terutama untuk menembus pasar luar negeri, (4) keunggulan dalam memainkan strategi pemasaran yang handal dan efektif untuk penetrasi pasar melalui perwakilan Thailand di luar negeri dengan melakukan market intelejent untuk mengumpulkan informasi pemasaran yang selanjutnya disebarkan melalui media massa dan lembaga-lembaga terkait seperti BPPD, (5) kemampuan yang tinggi untuk memperpendek rantai pemasaran komoditas, (6) intervensi pemerintah dalam pengaturan pasar relatif kecil, sehingga memungkinkan mekanisme pasar dapat berjalan dan terciptanya efisiensi sistem pemasaran. Pemerintah Thailand lebih banyak berperan sebagai fasilitator dan controller dari pada sebagai regulator sistem pemasaran, (7) kredit pertanian yang berbunga rendah dan tanpa agunan melalui berbagai kebijakan yang harus dijalankan oleh pihak perbankan, (8) arah dari sistem pengembangan agribisnis
13
diintegrasikan dengan agroindustri hilir yang bertujuan untuk menciptakan kegunaan (utility), terutama kegunaan waktu (time utility) dan kegunaan bentuk (form utility) melalui upaya pengolahan, pengalengan dan pengemasan. Keunggulan-keunggulan tersebut secara terpadu menciptakan kekuatan sinergik untuk mencapai integritas sistem komoditas agribisnis yang tinggi. Selanjutnya Thailand memiliki kiat-kiat khusus di bidang pemasaran produk-produk agribisnis dalam usaha merambah pasar luar negeri, antara lain : (1) melakukan market intelejent melalui perwakilan Thailand di luar negeri untuk mengumpulkan informasi pemasaran, dan menelaah peluang-peluang pasar yang potensial, (2) meningkatkan frekuensi keikutsertaan pengusaha agribisnis dalam trade fair di luar negeri yang bertujuan untuk promosi dan perkenalan produk, perkenalan personal
bisnis,
serta
mempelajari
peluang-peluang
kerjasama,
(4) memperkenalkan produk agribisnis dan makanan khas Thailand, (5) promosi di dalam negeri Thailand dilakukan melalui agrowisata dan kerjasama dengan perusahaan biro perjalan, media masa dan pengusaha, (6) perhatian serius terhadap penampilan dan mutu produk dalam upaya menembus persaingan di pasar global, (7) koordinasi yang sangat baik antara instansi pemerintah dengan asoiasi-asosiasi, terutama dengan board of trade (BOT), Federation of Thaiindustry Assoiation (FTA), dan Thailand Banking Assosiation (TBA), (8) kebijakan kargo udara melalui penyediaan ruang istimewa yang dialokasikan untuk barang-barang yang tak tahan lama, ongkos ditetapkan pada tingkat yang kompetitif, dan adanya pengaturan fasilitas cold storage untuk pengiriman.
2.5. Strategi Pengembangan Agroindustri Komoditas Unggulan Negara agraris yang berada pada kompetisi global, memerlukan industrialisasi dalam akselerasi pertumbuhan ekonomi dapat menjadikan agroindustri sebagai solusi bagi pertumbuhan ekonomi. Menurut Huseini (2001) agroindustri seharusnya dijadikan tumpuan bagi pelaksanaan resource based strategy, karena sektor ini merupakan pendekatan terkini dalam fenomena globalisasi dan strategi bersaing yang dapat digunakan dalam menata ulang strategi pemasaran internasional Indonesia.
14
Pilihan pada strategi substitusi impor dalam pengembangan industri Indonesia yang berlangsung mulai akhir dekade 1960-an sampai pertengahan 1980-an telah membawa dampak negatif terhadap perkembangan industri. Kebijakan proteksi dan tata niaga yang berlebihan telah menyebabkan ekonomi biaya tinggi, rendahnya dayasaing/kompetitif industri di pasar dunia dan tidak terfokus dalam pengembangan industri pada keunggulan komparatif. Berdasarkan pengalaman tersebut, maka badan-badan dunia (Bank Dunia dan IMF) menganjurkan agar negara-negara berkembang menerapkan strategi industrialisasi yang berorientasi ekspor yang dikenal dengan strategi promosi ekspor (Tambunan, 2001). Krisis ekonomi menjelang akhir dekade 1990-an menunjukkan bahwa sebagian besar industri dengan strategi substitusi impor mengalami kemunduran karena tidak mampu bersaing di pasar dunia. Saragih (2001) menyatakan bahwa industri berbasis pertanian (agroindustri) merupakan sektor yang mampu mengatasi akibat-akibat dari krisis tersebut karena memiliki kandungan lokal yang tinggi. Agroindustri juga merupakan salah satu sektor yang dapat mempercepat proses ke arah terciptanya kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh dan simultan dari ke seluruh subsistem yang ada. Saragih (2001) menambahkan bahwa dasar pemikiran strategi pengembangan industri berbasis pertanian adalah sebagai berikut : (1) agroindustri memiliki keterkaitan yang besar, baik ke hulu maupun ke hilir, sehingga menciptakan pengaruh ganda yang besar pada kegiatan-kegiatan tersebut, (2) kegiatan agroindustri memiliki basis pada sumberdaya alam, sehingga akan semakin memperbesar peluang untuk memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif di pasar dunia, disamping memiliki pasar domestik yang cukup terjamin, (3) kegiatan agroindustri pada umumnya menggunakan input yang dapat diperbaharui, sehingga kelangsungan kegiatan ini lebih terjamin dan tidak akan menimbulkan masalah krisis sumberdaya, (4) pasar untuk produk agroindustri memiliki peluang untuk terus berkembang karena kapasitas pasarnya masih cukup besar, sehingga memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan yang tinggi, (5) kegiatan agroindustri yang memiliki basis di pedesaan dapat menjadi wahana dalam usaha mengatasi kemiskinan, sehingga akan mengurangi kecenderungan terjadinya perpindahan tenaga kerja dari desa ke kota, dan (6) kegiatan agroindustri di pedesaan akan menghasilkan
15
produk dengan muatan lokal yang relatif tinggi, sehingga akan memiliki akar yang lebih kuat pada kegiatan perekonomian desa. Untuk menciptakan sektor agroindustri yang tangguh, maka harus ada dukungan dari komponen-komponen sebagai berikut : (1) sumberdaya manusia yang berkualitas,
(2)
sistem
pengolahan
sumberdaya
secara
optimal
dan
berkesinambungan, (3) sistem informasi pasar yang dapat menuntun produk yang dihasilkan untuk berorientasi pasar, dan (4) sistem kerjasama kelembagaan dalam sistem agribisnis yang terpadu. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk menciptakan sistem agribisnis yang tangguh dapat dilakukan dengan pendekatan pengembangan wilayah agroindustri komoditi unggulan (Todaro, 1997). Saragih (1998) menambahkan bahwa dalam rangka pembenahan sektor agribisnis, maka strategi yang dapat ditempuh adalah melalui pengembangan wilayah agroindustri sebagai motor penggerak sektor agribisnis dan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan
agribisnis.
Salah
satu
pertumbuhan wilayah agroindustri adalah
upaya
pengembangan
pusat-pusat
dengan cara pengembangan sentra
produksi, sehingga wilayah tersebut dapat dikembangkan secara menyeluruh baik sektoral maupun regional.