428
SEGENGGAM CATATAN MENGENAI PINJAM MEMINJAM DENGAN BUNGA YANG DIPERJANJIKAN
_ _ _ _-----Oleh . H. Ruhulessin _________-' Pendahuluan Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara telah ditetapkan bahwa pembangunan ekonomi didasarkan kepada Demokrasi Ekonomi, dimana ditentukan bahwa masyarakat harus memegang peranan aktif dalam kegiatan pembangunan. Oleh karenanya maka Pemerintah berkewajiban memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi serta menciptakan ik1im yang sehat bagi perkembangan dunia usaha, sebaliknya dunia usaha perlu memberikan tanggapan terhadap pengarahan dan bimbingan serta iklim tersebut dengan kegiatan-kegiatan yang nyata. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam tata perekonomian Indonesia, kita mengenal tiga kelompok dunia usaha yaitu: perusahaan negara, perusahaan swasta dan koperasi. Sehubungan dengan tulisan ini, saya tidak menyoroti ketiga kelompok dunia usaha terse but di atas, akan tetapi , saya hanya membahas beberapa hal mengenai peIjanjian pinjam-meminjam uang yang sering dilakukan oleh perusahaan-perusahaan swasta di mana pembahasannya ditinjau secara yuridis. Mengenai perusahaan swasta ini ada yang berbadan hukum dan ada yang tidak berbadan hukum. Perlu kita bedakan antara perusahaan swasta yang berbentuk persekutuan dan perusaha-
an swasta yang berbentuk perseorangan. Perusahaan swasta yang berbentuk persekutuan ini dapat kita jumpai pengaturannya di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), sedangkan mengenai perusahaan swasta yang berbentuk perseorangan belum ada pengaturannya dalam ketentuan perundangan. Perusahaan swasta yang berbentuk perseorangan ini, biarpun belum pengaturannya dalam ketentuan perundangan yang berlaku, akan tetapi kenyataan mem buktikan bah wa masyarakat perdagangan di Tanah Air kita sudah menerimanya dalam praktek perdagangan sehari-hari. Pada umumnya perusahaan swasta perseorangan ini mempunyai kemampuan modal yang terbatas, sehingga mereka mengalami kekurangan modal, di mana untuk mengatasi hal dimaksud, salah satu jalan yang ditempuh adalah mengadakan peIjanjian pinjam-meminjam uang, untuk menam bah modal us aha mereka. Pinjam-meminjam uang ini merupakan suatu perbuatan hukum yang ter,dapat dalam bidang hukum peIjanjian, di mana pengaturannya ditemukan dalam Buku III Bab XIII Kitab Un dangUn dang Hukum Per data (KUH Perdata). Perlu kita ketahui bahwa di dalam peIjanjian pinjam-meminjam uang ini" kedua belah pihak mempunyai hak
429
Pinjam Meminjam
dan kewajiban yang harus dipenuhi secara timbal-balik. Di dalam pasal 1763 dan 1764 KUH Perdata mengatur mengenai kewajiban peminjam, antara lain: 1. Kewajiban membayar hutang. 2. Kewajiban membayar biaya. 3. Kewajiban membayar bunga. Se bagaimana telah dikemukakan di at as bahwa pembahasan saya dalam tulis an ini adalah masalah pinjam-meminjam uang, di mana masalan bunga merupakan salah satu kewajiban perninjam dalam perjanjian pinjam-meminjam uang dimaksud. Da1am hubungan ini KUHPerdata mengenal berbagai jenis bunga, antara lain: a. Bunga menurut undang-undang. b. Bunga yang tidak diperjanjikan. c. Bunga yang diperjanjikan. d. Bunga berganda. Selanjutnya di bawah ini saya akan meninjau beberapa istilah yang ditempelkan kepada perusahaan at au pengusaha swasta. Telah kita ketahui bersarna bahwa dis am ping badan usaha milik negara (Un dang-Un dang Nomor 9 tahun 1969), ada juga badan usaha milik rakyat (baik perseorangan maupun persekutuan) yang lazimnya disebut badan usaha swasta. Badan usaha swasta ini diklasifikasikan lagi pada badan usaha swasta besar dan badan usaha swasta ke cil , yang disebut us aha rakyat. Dalam hubungan ini kita melihat seakan-akan terjadi pengkotakan lagi di antara badan-badan usaha yang bukan badan usaha milik negara, dengan demikian ada gambaran seakan-akan ada jurang pemisah antara badan usaha swasta besar dan badan usaha swasta keci!. Belakangan ini dipertajam lagi dengan kehadiran istilah perusahaan atau pengusaha ekonomi 1emah yang se1alu diidentifikasikan dengan pengusaha
Priburni dan diperhadapkan dengan pengusaha Non Pribumi dalarn hal ini keturunan Cina. Dengan kehadiran istilah pengusaha Pribumi dan Pengusaha Non Pribumi, hal ini ditinjau dati segi Yuridis sarna sekali tidak dibenarkan dan tidak konsi~ten dengan ketentuan perundangan yang berlaku dewasa ini, k.,areria 1andasan yuridisnya tidak atau belum ada' dan malah bertentangan dengan pasal 26 ayat ! UUD 1945. Di mana pasal 26 ayat 1 UUD 1945 menentukan bahwa: o
"Yang menjadi Warga Negara ialah orangorang bangsa Indonesia Asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang· undang sebagai Warga Negara ".
Bertolak dari pasal terse but di atas, dimana penempelan istilah Priburni dan Non Pribumi, sarna sekali tidak ke. . . na mengena dengannya, malah. mengundang kontradiksi. ' .
Kita sarna mengetahui bahwa kita sekarang ini berada di alam kemerdekaan, jadi pemakaian istilah Pribumi dan Non Pribumi berarti kita te1ah melangkah mundur ke alam penjajahan di mana hal itu ditemukan. "Sehab bilarnana pengertian ekonomi Nasional ini segera dipecah-pecah lagi ke dalam kotak-kotak terse but, pemikiran kita tidak lagi p,emikiran bussines melainkan pemikiran politis yang pada dasarnya masih perlu diper. b annya " . 1) tanya k an pertan..ggung Jawa
Asas Kebebasan Berkontrak Da1am hubungan dengan uraian ini, saya merasa perlu untuk kemukakan asas kebebasan berkontrak mendahului masalah bunga dalam perjanjian pinjam-meminjarn uang, karena asas ini merupakan suatu asas yang 1azimnya dipergunakan oleh kedua be1ah pihak 1).
Mubyarto: Ekonomi Pancasila, Yog· yakarta: Bagian Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, 1981, Halaman 241. September 1983
0
430
Hukum dan Pembangunan
secara leluasa untuk menentukan isi dan tujuan perjanjian tersebut. Di dalam hukum peIjanjian dapat dijumpai sistem terbuka atau asas kebebasan berkontrak, di mana pengaturannya dalam Buku III KUHPerdata. Kebebasan disini merupakan penjelmaan dari pada hak asasi manusia. Asas kebebasan berkontrak ini mengan dung suatu asas kebebasan dalam membuat perjanjian. Asas kebebasan berkontrak ini dapat disimpulkan dari pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang mengatakan bahwa: "Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya". Asas kebebasan berkontrak ini mempunyai arti bahwa setiap orang . boleh mengadakan atau membuat perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur maupun yang belum atau tidak diatur oleh Un dang-Un dang. Asas kebebasan berkontrak ini berarti bebas menentukan isi perjanjian dan dengan siapa perjanjian terse but diadakan. Walaupun berlaku asas ini, kebebasan berkontrak terse but dibatasi oleh hukum memaksa atau be berapa hal sebagai berikut; •
1. Tidak dilarang oleh undang-undang. 2. Tidak bertentangan dengan kesusilaan dan 3. Tidak bertentangan dengan ketertiban umum. "Bagi sistem terbuka atau asas kebebasan berkontrak yang penting adalah perkataan: "semua perjanjian" (artinya perjanjian dari macam apa saja), maka bagi tujuan meningkatkan kepastian hukum yang penting adalah "mengikatnya" perjanjian "sebagai undangundang". Bahwa asas kebebasan berkontrak itu berpangkal pada adanya kedudukan kedua belah pihak yang sarna kuatnya, sedangkan kenyataannya seringkali tidaklah demikian, me-
mang tidakdapat dipungkiri". ~ Dalam hubungan ini semua perjanjian yang bertujuan melindungi pihak yang berada pada posisi (ekonomi) lemah, maka asas ini dibatasi oleh ketiga hal terse but di atas, dan ini merupakan suatu upaya untuk mencegah terjadinya penyalah-gunaan kekuasaan dari pihak yang berada pada posisi (ekonomi) yang lemah. Menurut hemat saya as as kebebasan berkontrak ini berlaku semu, hal ini disebabkan . oleh kepentingan yang mendesak dari pihak debitur (yang posisinya lemah), di mana ia sangat membutuhkan sesuatu (uang) sehingga mau tak mau ia harus dan terpaksa memberikan persetujuannya demi untuk memenuhi kepentingannya . Dengan demikian persetujuan yang terpaksa diberikan itu, karena terdesak oleh kondisi dan situasi dari pihak de bitur, dalam hal ini tidak ada ke bebasan yang murni, jadi kebebasan yang terselubung. Di sini kita melihat adanya ketidak seimbangan kedudukan an tara pihak debitur dengan pihak kreditur. Dalam hubungan ini falsafah Negara Pancasila menampilkan ajaran keseimbangan. Suatu kebudayaan yang menempatkan keselarasan sebagai kunci kebahagiaan.3) Bertolak dari falsafah Negara Pancasila, di mana hak asasi berupa kebebasan berpikir dan kebebasan mengeluarkan pikiran mengandung arti kebebasan yang bertanggung jawab, kebebasan yang mengandung kewajiban. Bila hal ini "dijabarkan ke dalam Hukum Perjanjian Nasional, kebebasan 2).
Prof. R. Subekti, S.H.: Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Cetakan Pertama, Bandung: Penerbit Alumni, 1976, halaman 18.
3).
Presiden Soeharto: Pandangan Ten· tang Pancasila, C.S.I.S., 1976, halaman 20.
~njan1
.431
A1en1injan1
sesuai dengan kehendaknya. Hal ini berkontrak tentu diberi isi yang sesunampak dengan jelas dalam perjanjian ai dengan ajaran keseim bangan tadi, standard di mana segala persyaratan sehingga kebebasan berkontrak memtelah dicantumkan di dalamnya tinggal punyai sifat bertanggung jawab. Jika disodorkan saja kepada debitur untuk isi ketentuan pasal 1320 ayat I dipermemintakan persetujuannya. tahankan dalam Hukum Perjanjian NaUntuk memberikan ' perlindungan sional, maka pengertian kebebasan ber~epada pihak de bitur yang berada kontrak mempunyai isi "tanggung japada posisi yang dapat dikatakan tidak wab" .4) kuat disatu pihak berhadapan dengan Selanjutnya beliau mengatakan bahwa : "Tampilnya kebebasan berpikir . kreditur dipihak lain, maka dalam hal ini asas kebebasan berkontrak ini perdan kebebasan mengeluarkan pikiran di dalam UUD 1945, merupakan dasar lu dilengkapi dengan asas itikad baik, yang kuat dan logis untuk mempertauntuk mengimbangi kedudukan pihak • hankan kebebasan berkontrak yang debitur agar supaya pihak kreditur tibertanggung jawab sebagai salah satu dak seenaknya saja melakukan hal-hal asas utama dalam Hukum Perjanjian yang dapat merugikan pihak debitur. asas utama dalam Hukum Perjanjian Dalam hubungannya dengan asas Nasional, terutama dilihat dari segi lakebebasan berkontrak ini, ada semenhirnya perjanjian. Di samping itu ketara pihak yang mengatakan bahw/< bebasan berkontrak merupakan tulang asas kebebasan berkontrak ini berasal punggung Hukum Perjanjian, sebab dari dunia Barat disaman liberalisme, melalui kebebasan itu, anggota masyadengan demikian tidaklah tepat bilarakat dapat mengembangkan kreativimana asas terse but terus dipertahantasnya".s) kan dalam Hukum Perjanjian NasioMengenai hal ini P. Poerwahid, SH nal yang akan datang. 6), mengatakan bahwa: Pasal 1338 Menurut hemat saya pengambilan KUHPerdata sebagai tiang dari Hukum atau pengoperan asas kebebasan berPerdata. kontrak atau asas lain yang berasaI dari Sebagaimana telah dikemukakan di luar dan kenyataannya sesuai dengan atas, bahwa as as kebebasan berkontrak kebutuhan masyarakat Indonesia, hal ini bertujuan memberikan perlin dungdemikian dapat diterima di mana asasan kepada pihak debitur, akan tetapi asas dimaksud dapat memperkembangkenyataannya terbaJik, hal ini disebabkan dan memperkaya Hukum Nasiokan kepentingan debitur menghendaki nal yang akan datang. sehingga debitur terpaksa menerima seDalam hubungan ini Prof. R. Sugala persyaratan yang memang tidak bekti, SH ,) , kemukakan bahwa pencantuman adagium tersebut (asas kebe4}. 170J. Dr. Marian1 Dams Badmizan1an, basan berkontrak) adalah perlu juga S.H.: Perjanjian Baku (Standard), untuk peningkatan kepastian hukum. Perken1bangannya Di Indonesia, Ban•
dung: Penerbit Alun1ni, 1980, halan1an 19. 5}.
I bid.
6).
P. Poerwahid, S.H.: Pasal 1338 KUHPerdata Sebagai Tiang Dari HukUn1 Perdata, A1ajalah Sangkakala Peradilan, Tahun Ke II No.7, Triwulan III, Juli, Agustus, Septen1ber, Diterbitkan oleh !katan Hakin1 Indonesia, Cabang Sen1arang, halan1an 38.
Pinjam Meminjam Dengan Bunga Perjanjian pinjam-meminjam uang 7}.
Prof. R. Subekti, S_H.: Beberapa Pemikiran Tentang HukUn1 Perikatan Yang Akan Datang; HukUn1 Nasional, A1ajalah Badan Pen1binaan Hukum Nasional, Tahun 1, No.3, 1975, halan1an 20- 21. September 1983
432
Hukum dan Pembangunan
dengan bunga dalam tulisan ini adalah berdasarkan Buku III Bab XIII KUHPerdata, jadi uraian ini tidak mengenai perjanjian kredit bank. Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa dalam perjanjian pinjammeminjam uang pihak peminjam (debitur) mempunyai beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan (pasal 1763 dan 1764 KUHPerdata) antara lain: 1. Kewajiban membayar hutang. 2. Kewajiban membayar biaya. 3. Kewajiban membayar bunga. Perlu diketahui bah wa dalam Buku III Bab XIII KUHPerdata tidak ada satu pasalpun yang memberikan perumusan mengenai apa yang dimaksudkan ,dengan bunga itu. Biarpun demikian, saya dapat menarik kesimpulan dati pasal 1246 KUHPerdata bahwa pengertian bunga adalah keuntungan yang sedianya harus dapat dinikmatinya. Dalam hal ini KUHPerdata mengenal berbagai jenis bunga an tara lain: a. Bunga menurut undang-undang. h. Bunga yang tidak diperjanjikan. c. Bunga yang diperjanjikan. Sebe1um datang pada uraian mengenai bunga yang diperjanjikan oleh kedua be1ah pihak dalam perjanjian pinjam-meminjam uang, maka di bawah ini saya akan ketengahkan be berapa jenis bunga sekedar sebagai bahan perbandingan. A.
Bunga Menurut Undang-Undang Di dalam pasal 1250 ayat 1 KUHPerdata mengatakan: Da1am tiap-tiap perikatan yang semata-mata berhubungan dengan pembityaran sejum1ah uang, penggantian biaya, rugi dan bunga sekedar disebabkan karena ter1ambatnya pe1aksanaannya, hanya terdiri atas bunga yang ditentukan oleh undang-undang dengan tidak mengurangi peraturan un dang-un dang yang khusus . •
Dalam hubungan ini besarnya suku bunga menurut undang-undang (S. 1848 Nomor 22) adalah enam persen setahun. Menurut pengamatan saya dalam praktek pinjam-meminjam uang yang berlaku dewasa ini tidak 1agi mempergunakan suku bunga enam persen ini, karena ketentuan dimaksud sudah ~.di pandang sebagai suatu ketentuan yang tidak sesuai dengan keadaan. Ma1ah ketentuan demikian sudah dipandang oleh pihak kreditur sebagai ketentuan yang merugikannya, hal terse but dapat dilihat dengan jelas dati berbagai perjanjian pinjam-meminjam uang, di mana dalam perjanjian dimaksud pihak kreditur telah menentukan bahwa besarnya suku bunga dalam perjanjian ini tidak 1agi berdasarkan undang-undang, akan tetapi berdasarkan suku bunga yang diperjanjikan oleh kedua be1ah pihak dan 1amanya suku bunga perbu1an bukan 1agi per tahun seperti tercantum da1am S. 1848 Nomor 22. B.
Bunga Yang Tidak Diperjanjikan Mengenai bunga yang tidak diperjanjikan ini, pasal 1766 ayat 1 KUHPerdata menentukan bahwa: Siapa yang te1ah menerima pinjaman dan membayar bunga yang tidak te1ah diperjanjikan, tidak dapat menuntutnya kern bali, maupun menguranginya dari jum1ah pokok, kecuali bunga yang dibayar itu melebihi bunga menurut undang-un dang, dalam hal mana uang yang te1ah dibayar se1e bihnya dapat dituntut kembali atau dikurangkan dari jum1ah pokok. Bila kit a meneliti ketentuan ,: :::tersebut di atas dapatlah kita katakan bahwa ketentuan itu mengandung asas perikatan bebas (pasa1 1359 ayat 2 KUHPerdata). Da1am hal bunga yang tidak diperjanjikan, tentunya tidak wajib dibayar, akan tetapi bila dibayar sebesar suku bunga menurut undang-undang, pembayaran terse but dapat di-
433
Pinjam MeminJam
pandang sebagai te1ah diperjanjikan. Da1am hal ini perbuatan membayar itu mengangkat perjanjian (perikatan) bebas menjadi perjanjian perdata. Jika besarnya suku bunga yang tidak diperjanjikan me1ebihi suku bunga moratoir maka ke1ebihan itu bo1eh dituntut. Menurut pasa1 1766 ayat 2 KUHPerdata: Pembayaran bunga yang tidak te1ah diperjanjikan tidak mewajibkan si berutang untuk membayar seterusnya. Da1am hubungannya dengan suku bunga yang tidak diperjanjikan da1am suatu perjanjian pinjam-meminjam uang dewasa ini Mahkamah Agung R.I. mempunyai pendapat yang berbedabeda, hal ini terungkap dalam berbagai keputusannya an tara lain: 1.1 . Mahkamah Agung R.I. dengan keputusannya tertanggal 25 Juli 1974 Nomor 602 K/Sip/ 1973; l.2. Mahkamah Agung R.I. dengan keputusannya tertanggal 19 Pebruari 1973 Nomor 1198 K/Sip/ 1971 ; l.3. Mahkamah Agung R.I. dengan keputusannya tertanggal 24 September 1973 Nomor 224 K/Sip/ 1973. •
yang kesemuanya berpendapat bahwa besarnya suku bunga dalam perjanjian pinjam-meminjam uang dengan bunga yang tidak diperjanjikan se be1umnya, hanya dapat dikabulkan dengan suku bunga enam persen setahun sesuai dengan undang-undang (S. 1848 N omor 22). Mahkamah Agung R.I. dengan keputusannya tertanggal 8 J anuari 1973 Nomor 460 K/Sip/ 1972; 2.2. Mahkamah Agung R.I. dengan keputusannya tertangga1 7 Juni 1972 Nomor 152 K/Sip/1972; 2.3 Mahkamah Agung R.I. dengan keputusannya tertangga1 29 2.1.
April 1972 Nomor 131 K/Sip/ 1971 ; 2.4. Mahkamah Agung R.I. dengan keputusannya tertangga1 20 Agustus 1975 Nomor 1163 K/ Sip/1973; 2.5. Mahkamah Agung R.I. dengan keputusannya tertanggal 1 Ju1i 1975 Nomor 221 K/Sip/1975; dalam hal ini Mahkamah Agung R.I. berpendapat bahwa terhadap suku bunga yang tidak diperjanjikan terlebih dahulu, hanya dapat dikabulkan sesuai dengan deposito Bank Pemerintah pada waktu dilakukan pinjam-meminjam uang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terhadap peristiwa hukum sejenis ditemukan dua pendapat Mahkamah Agung R.I. yang tidak seirama. Menurut Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, SH, bunga menurut undang-un dang tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan kenyataan. Yang tepat adalah suku bunl!;a menurut deposito Bank Pemerintah pada waktu dilakukan pinjam-meminjam. Besarnya suku bunga Bank Pemerintah ini dijadikan sebagaiukuran untuk suku bunga yang tidak diperjanjikan. ') .. Saya sependapat dengan apa yang te1ah dikemukakan di atas mengenai besarnya suku bunga yang tidak diperjanjikan itu dikabulkan sesuai dengan besarnya suku bunga deposito Bank Pemerintah, karena kebijaksanaan suku bunga deposito Bank Pemerintah dewasa ini dari Pe1ita ke Pelita akan dilanjutkan dan disempurnakan dengan berpedoman kepada pokok-pokok an tara lain: a. Kebijaksanaan terse but harus fleksibel dalam arti harus selalu dapat 8).
Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H.: Pembentukan Hukum Nasional Dan Pemlasalahannya (Kumpulan Karangan), Bandung: Penerbit Alumni, 1981, halaman 159. September 1983
•
434 disesuaikan setiap kali teIjadi perubahan-perubahan harga, sehingga tingkat suku bunga yang rill tidak terlalu rendah pada waktu hargaharga melonjat tinggi dan sebaliknya tidak terlalu tinggi pada waktu harga-harga menurun; b. Kebijaksanaan suku bunga harus mencerminkan langkanya modal yang tersedia di dalam perekonomian dan keseluruhan biaya penyaluran modal dari penabung kepada • • pemmJam; c. Kebijaksanaan suku bunga adalah selektif yang didasarkan kepada urutan prioritas dan jangka waktu • • penunJaman. C.
Bunga Yang Diperjanjikan Berdasarkan pasal 1765 KUHPerdata: Adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga at as perninjarnan uang atau lain barang yang habis karena pemakaian. Menurut pasal 1767 ayat 2 KUHPerdata bahwa : bunga yang dipeIjanjikan dalam persetujuan boleh melampaui bunga menurut undang-undang, dalam segala hal yang tidak dilarang oleh undang-undang. Selanjutnya pasal 1767 ayat 3 KUHPerdata mengatakan bahwa: Besamya bunga yang dipeIjanjikan dalam persetujuan harus ditetapkan secara tertulis. Dalam hal ini, jika orang y ang merninjamkan telah mempeIjanjikan bunga dengan tidak rnenentukan berapa besarnya, maka penerima pinjaman diwajibkan mernbayar bunga menurut undang-undang (pasal 1768 KUHPerdata) . Mengenai ketentuan ini, dalam kenyataannya Mahkamah Agung R.I. dalarn keputusannya seperti dikemukakan di atas terdapat pendapat yang berbeda-beda, pada satu keputusan rnengikuti undang-undang, pada lain
Hukum dan Pembangunan
keputusan mengikuti kondisi dan situasi. Bilamana saya meneliti perjanjian pinjarn-meminjam uang dengan suku bunga yang dipeIjanjikan terlebih dahulu oleh kedua belah pihak, di mana asas kebebasan berkontrak dipakai sebagai salah satu cara untuk menerobos asas konsensualisme. Dengan dernikian "kebebasan mernpeIjanjikan bunga ini, mengakibatkan masyarakat yang membutuhkan uang menjadi mangsa dari yang mernperdagangkan uang (privat moneylender). Untuk rnenyelundupi syarat-syarat dalam pasal 1767 ayat 3 KUH Perdata bunga yang besar itu tidak diungkapkan secara tertulis, akan tetapi dituangkan dalam berbagai-bagai bentuk perjanjian yang bukan peIjanjian pinjam uang (ontduiking). Penyelundupan ini misalnya berbentuk perjanjian ijon, jual-beli dengan hak membeli kern bali. Ada juga dengan cara membuat perjanjian pinjam uang, di mana pinjaman pokok beserta bunga yang diperhitungkan untuk suatu jangka waktu tertentu, dijumlahkan terlebih dahulu, penjumlahan ini di · dalam peIjanjian pinjam uang itu dijadikan sebagai pinjaman pokok. Misalnya: hutang pokok Rp . 1.000.000,- (satu juta rupiah), bunga 10 persen perbulan, jangka waktu pinjaman lima bulan. Sebagai hutang pokok di dalam peIjanjian untuk jangka lima bulan itu disebutkan jumlah Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah)" . 9) Dalam hubungan ini Mahkamah Agung R.I . dengan beberapa keputusannya an tara lain: tertanggal 7 Juli 1971 NomOI 340 K/Sip/197l, tertanggal 22 Juli 1972 NomOI 289 K/Sip/ 1972, sampai sekarang ini masih tetap • berpedoman kepada pasal 1767 KUHPerdata, bahwa besarnya suku bunga 9).
Dr. Mariam Darus Badrulzaman, SH: Perjanjian Kredit Bank, Bandung: Penerbit Alumni, 1978, halaman 81-82.
1
Pinjam Meminjam
435
yang dipetjanjikan dalam petjanjian pinjam-meminjam uang harus dipenu-
pinjam-merninjam uang dengan suku bunga yang tehh dipetjanjikan terlebih hi. dahulu, telah bertentangan dengan Sebagaimana telah dikemukakan di asas-asas hukum perjanjian (pasal 1320 atas, bahwa asas yang tercantum dajo. 1338 KUHPerdata) dan kesusilaan lam pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata serta kepatutan. Jadi tidak adanya peradalah asas kebebasan berkontrak, di sesuaian kehendak atau adanya persemana setiap orang mempunyai kebesuaian kehendak yang fiktif. basan untuk membuat petjanjian, dan Sekarang perlu kita tanyakan, bahpetjanjian itu berlaku sebagai undangwa suku bunga sebesar 20 persen seun dang bagi pihak de bitur dan kredibulan yang dipetjanjikan oleh kedua tur. belah pihak itu tidak bertentangan dePerlu diketahui bahwa as as ini berngan kesusilaan dan kepatutan di datujuan untuk melindungi pihak yang lam masyarakat? berada pada posisi (ekonomi) lemah Dalam hubungan ini, kita memang (debitur), untuk itu ada upaya penmenghargai asas ke be bas an berkoncegahan terhadap asas terse but yaitu: trak, akan tetapi asas ini dibatasi oleh tidak dilarang oleh undang-undang, tiketiga hal seperti dikemukakan di atas, dak bertentangan dengan kesusilaan untuk itu kebebasan menentukan suku dan tidak bertentangan dengan keterbunga sebesar 20 persen sebulan itu tiban umum. jelas-jelas bertentangan dengan kesusiAkan tetapi kenyataannya pihak laan dan kepatutan di dalam masyaradebitur yang pada umumnya memkat teristimewa masyarakat pengusaha yang mempunyai modal terbatas. punyai kedudukan ekonomi lemah ditinjau dari segi posisinya maupun dari . Dengan demikian hal ini secara tidak langsung juga turut mematikan keketidak tahuannya, di mana debitur giatan pengusaha dimaksud, dan sekaliterpaksa menerima apa saja yang digus hal ini tidak merupakan suatu pelaserahkan kepadanya. Dalam hubungan ini, seperti dike- jaran yang mendidik pengusaha, akan tetapi telah turut mencekik leher pengmukakan di atas, kita melihat adanya usaha terse but. penerobosan terhadap as as konsensuaSelanjutnya perlu kita tanyakan lisme, hal ini kita buktikan dengan bahwa suku bunga sebesar 10 atau 20 adanya syarat-syarat yang telah ditepersen se bulan yang telah dipetjanjitapkan se belumnya secara sepihak oleh kan sebelumnya oleh kedua belah pikreditur, di mana debitur karena kehak itu tidak bertentangan dengan tubutuhannya (uang) mau tak mau ia juan dari asas kebebasan berkonterpaksa harus menerimanya, karena debitur berada pada posisi (ekonomi) trak? Sebagaimana telah dikemukakan di lemah dan tak sanggup berbuat lain, jaatas, bahwa asas kebebasan berkontrak di di sini tidak ada kebebasan yang ini bertujuan untuk melindungi debimurni atau sungguh-sungguh dari ketur sebagai pihak yang berada pada podua belah pihak, teristimewa dari desisi letnah (ekonomi), akan tetapi debitur. Dengan dernikian dapat dikatakan ngan adanya suku bunga sebesar 10 bah wa secara fOllllal debitur menyeatau 20 persen sebulan itu as as kebetujuinya, akan tetapi secara material basan berkontrak telah diinjak-injak debitur terpaksa menerimanya. tanpa disadari oleh pihak kreditur. Bertolak dari uraian di atas, dapat Dengan demikian suku bunga se bedikatakan bahwa di dalam petjanjian sar 10 atau 20 persen sebulan itu , teSeptember 1983
I
I
Hukum dan Pembangunan
436
lah bertentangan dengan tujuan dari asas terse but. Dalam hal ini tidak ada perlindungan dari kreditur terhadap debitur, hal ini disebabkan oleh karena undang-undang sendiri membuka peluang bagi kedua belah pihak untuk menyimpang dari ketentuan yang ada untuk dipakai sebagai senjata ampuh dalam membuat perjanjian pinjam-meminjam uang dengan suku bunga yang dipeIjanjikan bersama, biarpun hal itu dipandang tidak patut oleh masyarakat pengusaha teristimewa yang kemampuan modalnya terbatas. (pasal 1767 KUHPerdata). Perjanjian pinjam-meminjam uang dengan suku bunga 10 atau 20 persen sebulan yang telah dipeIjanjikan sebelumnya menim bulkan kesan yang kurang baik berhubung dengan praktek dewasa ini menunjukkan, bahwa suku bunga yang dipeIjanjikan itu (mengikat sebagai undang-undang) kenyataannya banyak disalah gunakan untuk menghisap pihak yang lemah dalam hal peIjanjian terse but dipakai untuk menyelubungi asas kebebasan berkontrak bagi suatu peIjanjian pinjam-me• • ffilnJam uang. Oleh karena besarnya suku bunga (10 atau 20 persen se bulan) yang dipeIjanjikan itu sudah populer dalam masyarakat, di mana melarangnya pun kiranya sudah agak sulit dalam rangka asas kebebasan berkontrak, untuk itu jalan yang harus ditempuh adalah mengadakan ketentuan-ketentuan yang jelas dan tegas untuk melindungi pihak yang berada pada posisi lemah, dalam hal pinjam-meminjam uang. Hal ini sangat diperlukan , karena bilamana kita meneliti semua keputusan Mahkamah Agung R.I . menyangkut hal ini, belum terlihat suatu kriteria tetap yang dapat dipergunakan oleh Hakim dalam menentukan apakah dalam perjanjian pinjam-meminjam uang dengan suku bunga yang dipeIjanjikan oleh kedua belah pihak itu benar-benar •
merupakan suatu suku bunga yang patut diterima · masyarakat dengan berpedoman kepada kriteria dari Mahkamah Agung terse but. Akan tetapi sangat disayangkan , sampai sekarang ini belum ada satupun keputusan Mahkamah Agung R.I. yang sempat mengemukakan kriteria mengenai besarnya suku bunga yang diperjanjikan sebelumnya oleh kedua belah pihak dalam peIjanjian pinjammeminjam uang, malah Mahkamah Agung R.I. dalam pertimbangan hukumnya hanya menimbulkan saja apa yang telah dipeIjanjikan oleh kedua belah pihak, tanpa memperhatikan keseimbangan diantara banyaknya jumlah pinjaman di satu pihak dengan jangka waktu pinjaman dilain pihak. Menurut hemat saya dengan adanya keputusan Mahkamah Agung yang demikian telah tercipta kepastian hukum di satu pihak akan tetapi dilain pihak tercipta ketidak adilan, atau dengan perkataan lain de kat pada kepastian hukum jauh dari keadilan. Dalam hubungan ini dengan berpedoman kepada apa yang tertulis saja, Mahkamah Agung tidak dapat mem berikan keputusan yang adil. Sebaliknya diberikan pedoman, di mana suku bunga yang diperjanjikan itu dibatasi dengan kepatutan yang berlaku di dalam masyarakat ; suatu procentage di atas suku bunga Bank Pemerintah dapat ditentukan sebagai batassuku 1 bunga yang boleh dipeIjanjikan. 0)
Kesimpulan Kenyataannya dewasa ini, asas kebe basan berkontrak dipergunakan sebagai senjata ampuh untuk menyelundupi elemen-elemen y~n~ tercantum di dalam pasal 1320 KUHPerdata. Asas kebebasan berkontrak telah dilaksanakan bertentangan denga.":: LUjuannya, dalam hal ini tidak melindu10).
Ibid .
437
Pinjam Meminjam
ngi pihak debitur yang berada pada posisi lemah (ekonominya). Diterimanya suku bunga sebesar 10 atau 20 persen sebulan oleh pihak de. bitur disebabkan oleh kondisi dan situasi dari pihak debitur sendiri yang menghendakinya. Perjanjian pinjam-meminjam uang dengan suku bunga yang telah diperjanjikan (10 atau 20 persen se bulan) bertentangan dengan rasa kepatutan dan kesusilaan dalam masyarakat. Dengan bersumber kepada apa yang tertulis saja, tanpa mempertimbangkan rasa kepatutan di dalam masyarakat, akan menuju kepada ketidak adilan.
Dalarn hubungan ini, untuk rnelindungi tindakan yang sewenang-wenang dari pihak kreditur terhadap pihak: debitur, karen a posisinya atau ketidak: tahuannya, rnaka perlu adanya ketentuan-ketentuan yang jelas dan tegas mengenai besarnya suku bunga yang diperjanjikan oleh kedua belah pihak dalam perjanjian pinjam-meminjarn uang, selain kriteria tetap yang bersumber dari keputusan Mahkamah Agung R.I. (seandainya ada) yang akan dipergunakan se bagai pedoman dalarn perjanjian pinjam-merninjarn uang. Dengan segenggam catatan mengenai suku bunga yang diperjanjikan ini, . semoga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . !
KEPUSTAKAAN Perjanjian,
Banduns:
Penerbit
Chidir Ali, SH
• •
Yurisprudensi Aneka Alumni, 1981.
Mubyarto
• •
~konomi
Pancasila, Yogyakarta: Bagian Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, 1981.
Mariam Darus Badruizarnan, Prof. Dr. SH
• •
Pembentukan Hukum Nasional Dan Pemlasalahannya (Kumpulan KaranJ{anj Banduns: Penerbit Alumni, 1981.
-------------
• •
Perjanjian Baku (Standard), Perkembangannya Di Indonesia, Bandung: Penerbit Alumni, 1980.
- - - - - - - - - - - - -:
Perjanjian Kredit Bank, Banduns: Penerbit Alumni, 1978.
Poerwahid, P. SH
• •
Pasal 1338 KUHPerdata Sebagai Tiang Dari Hukum Perdata, Majalah Sanskakala Peradilan, Tahun ke II, No.7, Triwulan III, Jull, Agustus, September, 1972, Diterbitkan oleh:.. Ikatan Hakim Indonesia, Cabang Semarang.
Soeharto
• •
Pandangan Ten tang Pancasila, C.S.I.S., 1976.
Subekti, Prof. SH
•
•
Aspek·Aspek Hukum Perikatan Nasional, tarna, Bandung: Penerbit Alumni, 1976.
-- -----------
•
•
Beberapa Pemikiran Tentang Hukum Perikatan Yang Akan Datang, Hukum Nasional, Mlija1ah Badan Pembinaan Hukum Nasional, Tahun 1, No.3, 1975.
- - - - - - - - - - - - -:
KUHPerdata (Terjemahan), Cetakan Kesebelas, Jakarta: Pradnya Pararnita, 1979.
Yurisprudensi Indonesia
Diterbitkan oleh Mahkamah Agung R.I. Penerbit I, II, III, IV/72.
.
•
•
Per-
September 1983