Disampaikan oleh : Endang Susilowati, SH Asisten Deputi Penegakan Integritas SDM Aparatur Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara 1
No
Uraian
1
Jumlah PNS
2
Jumlah PNS Pusat
3
Jumlah PNS Daerah Jumlah
2004
2005
2006
2007
3.587.337
3.662.336
3.725.231
4.067.201
824.562
865.803
875.659
856.107
2.762.775
2.796.533
2.849.569
3.211.094
3.587.337
3.662.336
3.725.228
4.067.201
4
Jumlah PNS Pusat Jabatan Struktural (Es 1 sd V)
67.779
65.890
65.903
56.472
5
Jumlah PNS Daerah Jabatan Struktural (Es 1 sd V)
224.022
215.095
209.380
198.866
6
Jumlah PNS Jabatan Fusional Tertentu (di luar Kesehatan dan Guru)
168.243
165.198
152.961
7
Jumlah PNS jabatan fungsional umum
1.368.736
1.514.383
1.592.385
1.975.569
8
Jumlah Dosen
68.411
66.379
66.696
66.336
9
Jumlah Guru PNS Daerah
1.458.473
1.421.688
1.413.938
1.388.478
162.285
10
Jumlah Guru PNS Dep. Agama
94.636
85.710
82.340
80.237
11
Jumlah Tenaga Medis PNS Daerah
12.746
13.588
13.429
12.121
12
Jumlah Tenaga Para medis PNS Daerah
110.047
101.913
103.378
103.633
13
Jumlah Tenaga Medis PNS Pusat
3.776
3.745
3.612
5.190
14
Jumlah Tenaga Para medis PNS Pusat
10.468
8.747
11.209
11.430
15
Agung)
Jumlah Hakim dan Hakim Agung (Data Mahkamah Jumlah
6.584 3.587.337
3.662.336
3.715.231
4.067.201
Pasal 28 PNS mempunyai kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan. Pasal 30 : (1) Pembinaan jiwa korps, kode etik dan peraturan disiplin PNS tidak boleh bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan 28 UUD 1945. (2) Pembinaan jiwa korps, kode etik dan peraturan disiplin sebagaimana dimaksud ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
3
PP 42 TAHUN 2004 TENTANG PEMBINAAN JIWA KORPS DAN KODE ETIK PNS
JIWA KORPS PNS Adalah : Rasa kesatuan dan persatuan, kebersamaan, kerjasama, tanggungjawab, dedikasi, disiplin, kreativitas, kebanggaan dan rasa memiliki organisasi Pegawai Negeri Sipil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
4
PEMBINAAN JIWA KORPS Pembinaan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil dimaksudkan untuk meningkatkan perjuangan, pengabdian, kesetiaan dan ketaatan Pegawai Negeri Sipil kepada negara kesatuan dan Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
5
TUJUAN : • Membina karakter/watak, memelihara rasa persatuan dan kesatuan secara kekeluargaan guna mewujudkan kerjasama dan semangat pengabdian kepada masyarakat serta meningkatkan kemampuan, dan keteladaan Pegawai Negeri Sipil. • Mendorong etos kerja Pegawai Negeri Sipil untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang bermutu tinggi dan sadar akan tanggungjawabnya sebagai unsur aparatur negara, dan abdi masyarakat; • Menumbuhkan dan meningkatkan semangat, kesadaran, dan wawasan kebangsaan Pegawai Negeri Sipil sehingga dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. 6
NILAI-NILAI DASAR YANG HARUS DIJUNJUNG TINGGI OLEH PNS 1. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2. Kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan UUD 1945; 3. Semangat nasionalisme 4. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan; 5. Ketaatan terhadap hukum dan peraturan perundangundangan; 6. Penghormatan terhadap hak asasi manusia; 7. Tidak diskriminatif; 8. Profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi; 9. Semangat jiwa korps.
7
• Dalam pelaksanaan tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari setiap PNS wajib bersikap dan berpedoman pada : 1. 2. 3. 4. 5.
Etika dalam bernegara Etika dalam berorganisasi Etika dalam bermasyarakat Etika terhadap diri sendiri Etika terhadap sesama PNS
1. 2. 3. 4.
5. 6. 7. 8. 9.
Majelis Kode Etik bersifat temporer; Dibentuk disetiap instansi; Ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian; Dalam hal instansi pemerintah mempunyai instansi vertikal di daerah/UPT, PPK dapat mendelegasikan wewenangnya kepada pejabat yang bersangkutan untuk menetapkan pembentukan Majelis Kode Etik; 5 orang anggota; Pengambilan keputusan mufakat/suara terbanyak; Keputusan bersifat final; Keputusan disampaikan kepada pejabat yang berwenang; Majelis Kode Etik dapat memanggil dan memeriksa PNS yang bersangkutan, juga dapat mendengar pejabat lain atau pihak lain yang dipandang perlu. 9
1. Sanksi Moral; 2. Dibuat secara tertulis; 3. Dinyatakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian; 4. Pernyataan tertutup/terbuka; 5. Disebutkan jenis pelanggaran yang dilakukan; 6. Pernyataan dapat didelegasikan; 7. Dapat digunakan rekomendasi pemberian sanksi administratif.
10
1. Penetapan Kode Etik Instansi dengan Peraturan Menteri, yang isinya tentang: - Kode Etik - Penegakan Kode Etik dan lain-lain 2. Penetapan Petunjuk Teknis/Juklak dengan Peraturan Menteri, tentang: - OTK Majelis Kode Etik, dengan - Lampiran-lampiran.
11
12
I. Alasan Perubahan 1. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 perlu disesuaikan dengan perkembangan, karena tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi saat ini. 2. Dalam kurun waktu 29 (dua puluh sembilan) tahun telah banyak perubahan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian, yaitu :
13
a. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 beserta peraturan pelaksanaannya. b. Salah satu perubahan yang mendasar yang berkaitan dengan pelaksanaan PP 30 tahun 1980 adalah hilangnya kewenangan Menteri Dalam Negeri untuk menjatuhkan hukuman disiplin bagi PNS Daerah. c. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian beserta peraturan pelaksanaannya. Salah satu materi yang penting dalam kaitannya dengan pelaksanaan PP 30 Tahun 1980 adalah diperkenalkannya istilah Pejabat Pembina Kepegawaian yang sebelumnya tidak dikenal dalam PP Nomor 30 Tahun 1980. 14
d.
Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004. Materi yang penting dalam pelaksanaan PP 30 Tahun 1980 adalah diperkenalkannya istilah Upaya Administratif yang terdiri dari keberatan dan banding administratif.
e.
Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden.
15
3. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 terdapat beberapa materi yang perlu disempurnakan rumusannya: a.
Rumusan kewajiban (Pasal 2) dan rumusan larangan (Pasal 3) kurang kongkrit dan tumpang tindih.
b.
Tidak ada klasifikasi kewajiban dan larangan yang dikaitkan dengan jenis hukuman disiplin, sehingga tidak tampak adanya hubungan antara pelanggaran dan jenis hukuman.
c.
Tidak adanya sanksi bagi Pejabat yang Berwenang Menghukum apabila tidak menjatuhkan hukuman. sehingga mengakibatkan terjadinya keengganan untuk menjatuhkan hukuman disiplin
d.
Ketentuan mengenai Pejabat yang Berwenang Menghukum tidak diatur secara rinci dan tegas, sehingga menghambat proses penegakkan disiplin.
e.
Pengaturan mengenai ketidak hadiran masih terlalu longgar. 16
II. Pokok-Pokok Perubahan PP 30 Tahun 1980 Tentang Peraturan Disiplin adalah sebagai berikut: 1. Ketentuan mengenai kewajiban semula 26 butir menjadi 19 butir Ketentuan mengenai larangan, semula 18 butir menjadi 12 butir. Penyempurnaannya meliputi:
7 butir kewajiban/larangan dimasukkan sebagai etika.
pengelompokan beberapa butir kewajiban dan larangan dalam satu kesatuan bunyi sumpah jabatan dan sumpah PNS sebagai kewajiban dalam mengucapkan dan menaati sumpah/janji PNS dan jabatan.
penambahan butir kewajiban masuk kerja dan menaati jam kerja
penambahan butir kewajiban mencapai sasaran kinerja yang ditetapkan
penambahan butir larangan dalam mendukung capres/cawapres dan anggota legislatif (DPR, DPD dan DPRD) sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 10 Tahun 2008 dan UU Nomor 42 Tahun 2008.
penambahan butir larangan dalam mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang selama ini ditetapkan di dalam S.E. Menpan.
17
2.
Tingkat dan jenis hukuman disiplin, disempurnakan dengan mengubah dan menambah jenis hukuman sebagai berikut:
a. -
-
b. -
-
Untuk jenis hukuman sedang : Jenis hukuman yang berupa penurunan gaji sebesar satu kali gaji berkala untuk paling lama satu tahun dihapuskan, sesuai dengan UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Penambahan jenis hukuman penurunan pangkat satu tingkat lebih rendah untuk paling lama satu tahun, selama ini sebagai jenis hukuman berat. Untuk jenis hukuman berat : Jenis hukuman berupa penurunan pangkat satu tingkat lebih rendah untuk paling lama satu tahun dihapus, diturunkan sebagai hukuman sedang. Penambahan jenis hukuman penurunan pangkat setingkat lebih rendah untuk paling lama 2 (dua) tahun, Penambahan jenis hukuman berupa penurunan jabatan, sesuai dengan UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok 18 Kepegawaian.
Pelanggaran dan Jenis Hukuman (Klasifikasi) Pelanggaran terhadap kewajiban dan pelanggaran Terhadap larangan telah diatur secara jelas dan rinci termasuk jenis hukuman yang dijatuhkan terhadap pelanggaran dimaksud
19
3.
Menambahkan ketentuan mengenai kewajiban untuk masuk kerja dan menaati jam kerja, sebagai berikut : • • • •
PNS yang tidak masuk kerja selama 5 s/d 15 hari kerja dikenai hukuman ringan. PNS yang tidak masuk kerja selama 16 s/d 30 hari kerja dikenai hukuman sedang. PNS yang tidak masuk kerja selama 31 s/d 50 hari kerja dikenai hukuman berat. PNS yang tidak masuk kerja selama 51 hari kerja atau lebih dikenai hukuman berat berupa Pemberhentian Dengan Hormat atau Pembertian Tidak Dengan Hormat.
Keterlambatan akan dihitung secara kumulatif dan dikonversi 1 hari kerja sama dengan 7 ½ jam.
20
No 1
2
TINGKAT HUKUMAN
WAKTU KETIDAKHADIRAN
KETERANGAN
HUKUMAN RINGAN a. Teguran Lisan
5 hari
b. Teguran Tertulis
6 – 10 hari
c. Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis
11 – 15 hari
5 – 15 hari
HUKUMAN SEDANG a. Penundaan KGB
16 – 20 hari
b. Penundaan KP
21– 25 hari
16 – 30 hari
c. Penurunan Pangkat paling lama 1 thn 26 – 30 hari 3
HUKUMAN BERAT a. Penurunan Pangkat paling lama 2 thn
31 – 35 hari
b. Penurunan Jabatan
36 – 40 hari
c. Pembebasan Jabatan
41 – 50 hari
d. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
51 hari atau lebih
31 – 50 hari
51hari atau lebih
Masae.pelanggaran disiplin secara kumulatif dihitung mulai Januari sampai dengan Pemberhentian tidak dengan hormat 51 hari atau lebih akhir Desember tahun berjalan 21
5.
Pejabat yang berwenang menghukum sebagai berikut: • Oleh Presiden bagi pejabat struktural eselon I dan jabatan lain yang pengangkatan dan pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden sepanjang mengenai jenis hukuman berat. • Oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (Pusat maupun Daerah) bagi pejabat struktural eselon II, III, IV, Jabatan fungsional Tertentu dan Jabatan Fungsional sepanjang mengenai jenis hukuman berat. • Untuk jenis hukuman sedang diatur two step down, misal: Pejabat struktural eselon I menjatuhkan hukuman tingkat sedang bagi eselon III, dan seterusnya. • Untuk jenis hukuman ringan diatur one step down, misal: Pejabat struktural eselon II menjatuhkan hukuman tingkat ringan bagi pejabat struktural eselon III, dan seterusnya. 22
TATA CARA PEMERIKSAAN PENJATUHAN, DAN PENYAMPAIAN KEPUTUSAN HUKUMAN DISIPLIN
1)
Pegawai Negeri Sipil yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dipanggil secara tertulis untuk dilakukan pemeriksaan.
2)
PNS yang tidak memenuhi panggilan, maka pejabat yang berwenang memeriksa tetap membuat berita acara pemeriksaan berdasarkan alat bukti dan keterangan yang sah.
3)
Pemeriksaan dilakukan secara tertutup dan hasilnya dituangkan dalam bentuk berita acara pemeriksaan.
4)
Dalam pemeriksaan setiap pelanggaran disiplin, Pejabat yang berwenang menghukum dapat memerintahkan pejabat bawahannya atau dibantu oleh suatu Tim untuk melakukan pemeriksaan. 23
5) Tim yang bertugas melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 4) terdiri dari pejabat di lingkungannya. 6) Apabila dipandang perlu Tim sebagaimana dimaksud pada angka 5) dapat dibantu pejabat lain dari unsur yang secara fungsional membidangi kepegawaian dan pengawasan. 7) Tim yang bertugas melakukan pemeriksaan paling kurang memiliki pangkat yang sama dengan yang diperiksa.
24
6. Menambah ketentuan baru yang mengatur mengenai Pejabat yang berwenang menghukum untuk dapat memberikan peringatan terlebih dahulu sebelum menjatuhkan hukuman.
1) Pejabat yang berwenang menghukum dapat memberikan peringatan terlebih dahulu sebelum menjatuhkan hukuman disiplin. 2) Pemberian peringatan sebagaimana dimaksud pada angka 1) tidak bersifat mutlak. 3) Pemberian peringatan sebagaimana dimaksud pada angka 1) hanya diberikan bagi Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran yang akan dijatuhi hukuman disiplin ringan.
7. Menambahkan ketentuan baru yang mengatur mengenai Pejabat yang berwenang menghukum tetapi tidak menjatuhkan hukuman disiplin dengan ketentuan dijatuhi hukuman disiplin berupa jenis hukuman yang seharusnya dijatuhkan. 8. Istilah keberatan diubah dengan upaya administratif untuk mengakomodasi Undang-Undang PTUN. 9. Mengeluarkan ketentuan yang mengatur tentang BAPEK dalam rangka mengakomodasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 jo. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 yang menetapkan bahwa BAPEK akan diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.
26
UPAYA ADMINISTRASI I. KEBERATAN II. BANDING ADMINISTRASI
¾
PNS yang dijatuhi hukuman disiplin oleh Presiden tidak dapat mengajukan upaya administratif;
¾
PNS yang dijatuhi disiplin oleh Pejabat Pembina Kepegawaian tidak dapat mengajukan banding administratif kecuali jenis hukuman disiplin pemberhentian sebagai PNS/CPNS.
Pasal 35 ayat(2) UU 43 Tahun 1999 Sengketa kepegawaian sebagai akibat pelanggaran terhadap peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil diselesaikan melalui upaya banding administratif kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian.
KEDUDUKAN DAN TUGAS Badan Pertimbangan Kepegawaian berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
TUGAS BAPEK 1. Memberikan pertimbangan kepada Presiden atas usul penjatuhan hukuman disiplin pemberhentian PNS pangkat Pembina Utama Madya/Gol. Ruang IV/c ke atas dan Pembebasan dari Jabatan Struktural eselon I. 2. Mengambil keputusan atas banding administratif dari PNS atas penjatuhan hukuman disiplin berupa pemberhentian TDH sebagai PNS berdasarkan PP Nomor 30 Tahun 1980
SUSUNAN KEANGGOTAAN BAPEK 1. BAPEK Terdiri dari : a. Seorang Ketua merangkap Anggota; b. Seorang Sekretaris merangkap Anggota; c. 5 (lima) orang Anggota
2. Susunan Keanggotaan BAPEK : a. Menteri yang bertanggungjawab di bidang PAN, sebagai Ketua merangkap Anggota; b. Kepala BKN, sebagai Sekretaris merangkap Anggota; c. Sekretaris Kabinet, sebagai Anggota; d. Kepala BIN, sebagai Anggota; e. Jaksa Agung, sebagai Anggota; f. Dirjen Peraturan Perundang-undangan, Dep. Hukum dan HAM, sebagai Anggota; g. Ketua Pengurus Pusat KORPRI, sebagai Anggota. Susunan keanggotaan tersebut adapat diubah dengan Keputusan Presiden.