D IREKTORAT J ENDERAL B INA M ARGA K EMENTERIAN P EKERJAAN U MUM
RENCANA STRATEGIS 2010-2014 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
RENCANA STRATEGIS 2010-2014 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
D IREKTORAT B INA P ROGRAM Direktorat Jenderal Bina Marga. 2010. Rencana Strategis 2010-2014 Direktorat Jenderal Bina Marga. Kementerian Pekerjaan Umum. 89+ix h.
Rencana Strategis 2010-2014
KATA PENGANTAR Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pekerjaan Umum 2010 – 2014, yang disebut juga sebagai Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kementerian/Lembaga merupakan dokumen perencanaan Kementerian Pekerjaan Umum untuk periode 5 (lima) tahun. Renstra ini merupakan kali yang kedua pemerintah menyiapkan Renstra dalam periode pembangunan jangka panjang 2005-2025. Renstra pertama dibuat pada 2004– 2009, sedangkan yang kedua adalah 2010–2014. Kerangka isi Renstra merupakan kerangka isi standar dan perbedaan mendasar antara Renstra pertama dengan Renstra sekarang adalah pada kebijakan pemerintah, dimana Renstra sekarang pada pokoknya sebagai kelanjutan dari program jangka menengah dan bagian dari program jangka panjang pemerintah. Renstra Kementerian Pekerjaan Umum memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian Pekerjaan Umum yang disusun berdasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010– 2014 yang telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 pada tanggal 20 Januari 2010. Renstra Direktorat Jenderal Bina Marga 2010–2014 merupakan bagian dari Renstra Kementerian Pekerjaan Umum. Renstra ini memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan sesuai dengan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Bina Marga yang disusun dengan berpedoman pada RPJMN 2010 – 2014 untuk bidang jalan dan jembatan. Visi Program Penyelenggaraan Jalan untuk periode pembangunan tahun 2010 – 2014 adalah “Terwujudnya sistem jaringan jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan di seluruh wilayah nasional untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial”. Adapun misi yang diemban adalah: (1) Mewujudkan jaringan Jalan Nasional yang berkelanjutan dengan mobilitas, aksesibilitas dan keselamatan yang memadai, untuk melayani pusat-pusat kegiatan nasional, wilayah dan kawasan strategis nasional; (2) Mewujudkan jaringan Jalan Nasional bebas hambatan antar-perkotaan dan dikawasan perkotaan yang memiliki intensitas pergerakan logistik tinggi yang menghubungkan dan melayani pusat-pusat kegiatan ekonomi utama nasional; (3) Memfasilitasi agar kapasitas Pemerintah Daerah meningkat dalam menyelenggarakan jalan daerah yang berkelanjutan dengan mobilitas, aksesibilitas, dan keselamatan yang memadai. Sebagai penjabaran atas Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bina Marga, maka ditetapkan Tujuan dan Sasaran Strategis dan Rinci untuk mencapainya. Sasaran utama yang ingin dicapai antara lain yaitu persentase jaringan jalan nasional dalam kondisi mantap meningkat menjadi 94%, penurunan waktu tempuh rata-rata antar Pusat Kegiatan Nasional sebesar 5%, penambahan jalan sepanjang 13.000 lajur-kilometer, peningkatan kapasitas jalan sepanjang 19.370 kilometer,
v
Kata Pengantar serta penambahan jaringan jalan bebas hambatan sepanjang 700 kilometer, dan memfasilitasi penyelenggaraan jalan daerah untuk menuju 60 % kondisi mantap. Dengan diselesaikannya Renstra Direktorat Jenderal Bina Marga, maka acuan penyelenggaraan jalan selama 5 tahun kedepan sudah tersedia sehingga Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bina Marga diharapkan dapat dicapai dan dapat mengakomodasi tuntutan pembangunan jalan dan jembatan sampai akhir tahun 2014. Demikian juga sasaran dan target penyelenggaraan jalan yang ditetapkan telah berbasis kinerja yang tidak hanya berorientasi pada input-output saja, tetapi berorientasi pula pada manfaat dan/atau outcome yang diperoleh. Sebagai dokumen perencanaan, Renstra Direktorat Jenderal Bina Marga harus menjadi acuan dalam penyusunan program masing-masing unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Marga setiap tahun mulai tahun 2010, 2011, 2012, 2013, sampai dengan tahun 2014. Selaku pimpinan Direktorat Jenderal Bina Marga, Saya mengharapkan agar jajaran Direktorat Jenderal Bina Marga dapat secara konsekuen melaksanakan seluruh program dan kegiatan yang telah ditetapkan sehingga segala upaya penyelenggaraan jalan, sebagaimana tertuang pada Renstra ini, dapat dicapai guna memenuhi amanat RPJMN sekaligus dapat meningkatkan kualitas pelayanan jalan dan jembatan kepada masyarakat.
Jakarta, Oktober 2010 Direktur Jenderal Bina Marga
Djoko Murjanto
vi
Rencana Strategis 2010-2014
DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi
v vii
Bab 1 Pendahuluan Error! Bookmark not defined. 1.1 Latar Belakang ------------------------------------------------------------------------------ 2 1.2 Tujuan ----------------------------------------------------------------------------------------- 3 1.3 Mandat dan Kewenangan Direktorat Jenderal Bina Marga -------------------- 4 1.4 Peran Transportasi dan Prasarana Jalan--------------------------------------------- 5 Bab 2 Kondisi dan Pencapaian 2005-2009 Error! Bookmark not defined. 2.1 Organisasi dan Kelembagaan Periode 2005-2009------------------------------- 10 2.2 Pencapaian 2005-2009 ----------------------------------------------------------------- 11 Kondisi Jaringan Jalan Nasional ----------------------------------------------------------------- 11 Lajur Kilometer ------------------------------------------------------------------------------------- 12 Fasilitasi Penyelenggaraan Jalan Daerah ----------------------------------------------------- 13 Proyek-Proyek Strategis -------------------------------------------------------------------------- 13
Bab 3 Potensi dan Permasalahan 25 3.1 Potensi -------------------------------------------------------------------------------------- 26 Perkembangan Global ---------------------------------------------------------------------------- 26 Persepsi Badan Internasional terhadap Penyelenggaraan Jalan di Indonesia ------- 30 Penyelenggaraan Jalan --------------------------------------------------------------------------- 34 Pembentukan Unit Pengelola Dana Preservasi Jalan -------------------------------------- 35 Kebijakan Penyelenggaraan Expressway / Highgrade Highway Versus Jalan Tol -- 36 Desentralisasi dan Otonomi Daerah ----------------------------------------------------------- 37 Peningkatan Peran Swasta (Mitra Kerja & Investor) dan Masyarakat ---------------- 37 Sistem Pembiayaan dan Pola Investasi Bidang Jalan -------------------------------------- 38 Aset Jaringan Jalan --------------------------------------------------------------------------------- 38 Sumber Daya Manusia dan Organisasi yang Telah Tersedia ----------------------------- 39 Peralatan, Bahan dan Teknologi yang Sudah Dimiliki ------------------------------------- 39
3.2 Permasalahan ----------------------------------------------------------------------------- 39 Pengaruh Ekonomi Global Terhadap Fluktuasi Harga ------------------------------------- 40 Keadaan Alam dan Lingkungan yang Unik --------------------------------------------------- 40 Perubahan Iklim ------------------------------------------------------------------------------------ 41 Tingkat Pembangunan dan Kepadatan Penduduk yang Tidak Merata ---------------- 41 Sistem Jaringan Transportasi yang Belum Terpadu ---------------------------------------- 42 Pertumbuhan Kebutuhan Layanan Transportasi ------------------------------------------- 43
vii
Daftar Isi Keselamatan Jalan dan Wawasan Lingkungan yang Belum Memadai ---------------- 44 Keterbatasan Pendanaan ------------------------------------------------------------------------ 44 Kualitas SDM yang Kurang Memadai dan Organisasi yang Kurang Efektif dan Optimal ----------------------------------------------------------------------------------------------- 44 Hambatan dalam Proses Pengadaan Tanah ------------------------------------------------- 46 Permasalahan Eksternal Lainnya --------------------------------------------------------------- 46
3.3 Isu Utama -----------------------------------------------------------------------------------46 Bab 4 Visi, Misi dan Tujuan Error! Bookmark not defined. 4.1 Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Kementerian Pekerjaan Umum -------------50 Visi Kementerian Pekerjaan Umum ----------------------------------------------------------- 50 Misi Kementerian Pekerjaan Umum----------------------------------------------------------- 50 Tujuan dan Sasaran Kementerian Pekerjaan Umum -------------------------------------- 50
4.2 4.3 4.4 4.5 4.6
Tata Nilai Direktorat Jenderal Bina Marga ----------------------------------------52 Visi Direktorat Jenderal Bina Marga ------------------------------------------------52 Misi Direktorat Jenderal Bina Marga -----------------------------------------------52 Tujuan dan Sasaran Direktorat Jenderal Bina Marga---------------------------53 Outcome Direktorat Jenderal Bina Marga -----------------------------------------53 Indikator Kinerja Utama -------------------------------------------------------------------------- 53 Outcome---------------------------------------------------------------------------------------------- 53
Bab 5 Kebijakan dan Strategi 55 5.1 Arahan Kebijakan dan Strategi -------------------------------------------------------56 Arah Kebijakan dan Strategi Nasional dalam RPJPN dan RPJM ------------------------- 56 Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian PU----------------------------------------------- 58
5.2 Kebijakan Direktorat Jenderal Bina Marga ----------------------------------------59 5.3 Strategi Direktorat Jenderal Bina Marga-------------------------------------------60 Strategi Reformasi Birokrasi --------------------------------------------------------------------- 62 Strategi Pengelolaan SDM dan Organisasi --------------------------------------------------- 63 Strategi Pemantapan Nilai-Nilai Penyelenggaraan Jalan --------------------------------- 63 Strategi Pendekatan Pembangunan yang Berbasis Kewilayahan----------------------- 63 Strategi Pembiayaan yang Berbasis Aset dan Kebutuhan Investasi ------------------- 65 Strategi Pengarus-utamaan Sasaran Strategis ---------------------------------------------- 67 Strategi Preservasi secara Proaktif ------------------------------------------------------------- 69 Strategi Pembangunan dan Peningkatan Kapasitas secara Selektif ------------------- 70 Strategi Peningkatan Pelayanan kepada Masyarakat ------------------------------------- 71 Strategi Pemberdayaan Peran Serta Masyarakat ------------------------------------------ 71 Strategi Penggunaan Teknologi Tepat Guna------------------------------------------------- 71 Strategi Adaptasi dan Mitigasi Menghadapi Perubahan Iklim -------------------------- 73
Bab 6 Kegiatan dan Output
viii
Error! Bookmark not defined.
Rencana Strategis 2010-2014
6.1 Struktur Organisasi, Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Bina Marga -- 78 Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Marga ------------------------------------------------- 78 Direktorat Bina Program ------------------------------------------------------------------------- 79 Direktorat Bina Teknik ---------------------------------------------------------------------------- 79 Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah I ------------------------------------------------------- 80 Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II ------------------------------------------------------ 81 Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah III------------------------------------------------------ 82 Kelompok Jabatan Fungsional ------------------------------------------------------------------ 82 Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional ------------------------------------------------------ 83
6.2 Kegiatan ------------------------------------------------------------------------------------ 84 6.3 Output -------------------------------------------------------------------------------------- 84 Kegiatan: Dukungan Manajemen, Koordinasi, Pengaturan, Pembinaan, dan Pengawasan ----------------------------------------------------------------------------------------- 84 Kegiatan: Pengaturan, Pembinaan, Perencanaan, Pemrograman, dan Pembiayaan Penyelenggaraan Jalan ---------------------------------------------------------- 84 Kegiatan: Pengaturan dan Pembinaan Teknis Preservasi, Peningkatan Kapasitas Jalan --------------------------------------------------------------------------------------------------- 85 Kegiatan: Pembinaan Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas Jalan Nasional dan Fasilitasi Jalan Daerah ---------------------------------------------------------- 85 Kegiatan: Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas Jalan Nasional ------ 86 Kegiatan: Pengaturan, Pengusahaan, Pengawasan Jalan Tol ---------------------------- 86
ix
Bab 1 - Pendahuluan
0
Rencana Strategis 2010-2014
BAB 1 PENDAHULUAN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
1
Bab 1 – Pendahuluan 1.1
LATAR BELAKANG
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) Pasal 4 ayat (2) menyebutkan bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden. Dalam penyusunannya, RPJMN berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Rencana tersebut utamanya memuat strategi dan kebijakan umum pembangunan nasional. Disamping itu, RPJMN juga memuat arahan program kementerian/lembaga dan lintas kementerian/lembaga, maupun kewilayahan dan lintas kewilayahan. Selain itu juga memuat kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Perencanaan pembangunan terdiri dari empat (4) tahapan, yaitu: penyusunan rencana, penetapan rencana, pengendalian pelaksanaan rencana, dan evaluasi pelaksanaan rencana. Tahap penyusunan rencana yang dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap suatu rencana yang siap untuk ditetapkan, terdiri dari 4 (empat) langkah. Langkah pertama adalah penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh, dan terukur. Langkah kedua, masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan rencana kerja dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang telah disiapkan. Langkah ketiga melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan. Terakhir, langkah keempat adalah penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan. RPJM Nasional yang juga dikenal sebagai Repenas (Rencana Pembangunan Nasional) disusun atas 6 tahapan (Pasal 9 ayat (1), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2006) : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Penyiapan Rancangan Awal RPJM Nasional; Penyiapan Rancangan Renstra Kementerian/Lembaga; Penyusunan Rancangan RPJM Nasional dengan menggunakan Rancangan Renstra Kementerian/Lembaga; Pelaksanaan Musrenbang Jangka Menengah Nasional; Penyusunan Rancangan Akhir RPJM Nasional; dan Penetapan RPJM Nasional.
Pada pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004, secara eksplisit disebutkan bahwa Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas menyiapkan rancangan awal RPJM Nasional sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden ke dalam strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program prioritas Presiden, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal.
2
Rencana Strategis 2010-2014
Selanjutnya, dalam menyusun rancangan RPJM Nasional, Kepala Bappenas berpedoman pada RPJP Nasional dan menggunakan rancangan Renstra K/L (Rencana Strategis Kementerian/ Lembaga) yang disiapkan Pimpinan Kementerian/Lembaga sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan berpedoman kepada rancangan awal RPJM Nasional (Pasal 15 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004). Renstra K/L sendiri memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang disusun dengan berpedoman pada RPJM Nasional dan bersifat indikatif (Pasal 6 ayat 1 UU 25/2004). Sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II Periode 2009 – 2014, Kementerian Pekerjaan Umum sebagai salah satu Kementerian dalam Kabinet Indonesia Bersatu II, mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan permukiman. Adapun fungsi Kementerian PU dalam Kepres tersebut adalah: perumusan dan penetapan kebijakan nasional serta kebijakan teknis pelaksanaan di bidang pekerjaan umum, permukiman, jasa konstruksi, dan penataan ruang; pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya; pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidang pekerjaan umum, permukiman, jasa konstruksi, dan penataan ruang; pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan kementerian di daerah bidang pekerjaan umum, permukiman, jasa konstruksi, dan penataan ruang; dan pelaksanaan kegiatan teknis bidang pekerjaan umum, dan penataan ruang yang berskala nasional. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah mengharuskan setiap instansi pemerintah untuk menyusun Rencana Strategis yang di dalamnya mengandung visi, misi, tujuan dan sasaran, serta strategi pencapaian tujuan dan sasaran, dengan dilengkapi berbagai indikator kinerja, yang nantinya akan dipertanggungjawabkan melalui mekanisme pelaporan akuntabilitas yang telah ditetapkan. Dalam kaitan dengan Inpres tersebut, maka sebagai bagian dari upaya mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang berdayaguna dan berhasilguna, bersih dan bertanggungjawab, khususnya dalam lingkup Direktorat Jenderal Bina Marga, disusun Rencana Strategis Direktorat Jenderal Bina Marga Tahun 2010 – 2014.
1.2
TUJUAN
Tujuan disusunnya Rencana Strategis Bina Marga 2010 - 2014, yaitu : 1.
2.
Tersedianya acuan dalam pengalokasian sumber dana yang terbatas pada berbagai kegiatan yang sifatnya strategis untuk pencapaian Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bina Marga yang telah ditetapkan. Tersedianya acuan bagi seluruh unit kerja di Direktorat Jenderal Bina Marga dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta visi dan misi yang telah ditetapkan. KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
3
Bab 1 – Pendahuluan 3.
4.
1.3
Tersedianya acuan untuk menilai pencapaian kinerja masing-masing unit kerja Direktorat Jenderal Bina Marga, yang kemudian akan diakumulasikan menjadi pencapaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Marga secara keseluruhan. Tersedianya acuan bagi Direktorat Jenderal Bina Marga dalam mempertanggungjawabkan akuntabilitas kinerjanya.
MANDAT DAN KEWENANGAN DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
Direktorat Jenderal Bina Marga mempunyai tugas: “Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang Bina Marga.” Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Direktorat Jenderal Bina Marga menyelenggarakan fungsi: 1. 2. 3. 4.
5.
perumusan kebijakan di bidang Bina Marga yang meliputi penyelenggaraan jalan nasional, provinsi, kabupaten, kota, dan desa; pelaksanaan kebijakan di bidang Bina Marga meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan nasional, provinsi, kabupaten, kota, dan desa; penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang Bina Marga dalam penyelenggaraan jalan; pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang Bina Marga meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan nasional, provinsi, kabupaten, kota, dan desa; dan pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Marga.
Dalam menyelenggarakan mandat, tugas dan fungsinya, Direktorat Jenderal Bina Marga mempunyai kewenangan sebagai berikut: penetapan kebijakan di bidang Bina Marga untuk mendukung pembangunan secara makro; penetapan pedoman untuk menentukan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/kota di bidang Bina Marga; penetapan persyaratan untuk penetapan status dan fungsi jalan; pengaturan dan penetapan status jalan nasional; penetapan rencana umum jaringan jalan nasional, penetapan rencana jangka panjang pengembangan jaringan jalan, serta kewenangan lain yang melekat dan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kewenangan lain yang melekat tersebut adalah penetapan pedoman perencanaan, pengembangan, pengawasan, dan pengendalian pembangunan prasarana jalan; penetapan standar prasarana dan sarana wilayah untuk jaringan jalan; penetapan pedoman perizinan penyelenggaraan jalan bebas hambatan lintas provinsi; serta pembangunan dan pemeliharaan jaringan jalan nasional atau yang strategis nasional sesuai dengan kesepakatan Daerah. Dalam hal pembangunan jalan daerah, kewenangan Direktorat Jenderal Bina Marga hanya meliputi jalan daerah yang sudah ditetapkan jalan strategis nasional rencana, dan pemerintah daerah yang berwenang belum mampu membiayai pembangunan jalan yang menjadi tanggung jawabnya secara keseluruhan.
4
Rencana Strategis 2010-2014
1.4
PERAN TRANSPORTASI DAN PRASARANA JALAN
Transportasi merupakan urat-nadi kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan nasional yang sangat vital perannya dalam ketahanan nasional. Sistem transportasi yang handal—memiliki kemampuan daya dukung struktur tinggi dan kemampuan jaringan yang efektif dan efisien—dibutuhkan untuk mendukung pengembangan wilayah, pembangunan ekonomi, mobilitas manusia, barang, dan jasa. Prasarana jalan, sebagai bagian dari sistem transportasi, diharapkan dapat menciptakan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Prasarana jalan di Indonesia mempunyai peran yang vital dalam transportasi nasional dengan melayani sekitar 92% angkutan penumpang dan 90% angkutan barang pada jaringan jalan yang ada. Sejauh ini total nilai kapitalisasi aset prasarana jalan Nasional saja telah melebihi dua ratus triliun rupiah, yang perannya sangat strategis dalam menurunkan biaya transportasi. Apabila prasarana jalan terus menerus dikembangkan agar semakin handal, maka jalan akan menjadi salah satu faktor yang memberikan pengaruh positif bagi pembangunan ekonomi. Hal tersebut juga akan meningkatkan daya saing ekonomi daerah dalam perekonomian nasional, yang selanjutnya diharapkan meningkatkan daya saing ekonomi nasional terhadap perekonomian internasional. Pembangunan prasarana jalan memperlancar arus distribusi barang dan orang. Secara ekonomi makro, ketersediaan jasa pelayanan prasarana jalan mempengaruhi tingkat produktivitas marginal modal swasta. Sedangkan secara ekonomi mikro, prasarana jalan menekan ongkos transportasi yang berpengaruh pada pengurangan biaya produksi. Prasarana jalan pun berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia, antara lain peningkatan nilai konsumsi, peningkatan produktivitas tenaga kerja, dan akses kepada lapangan kerja. Disamping itu, pelayanan tersebut juga berpengaruh pada peningkatan kemakmuran nyata dan terwujudnya stabilisasi makro ekonomi, yaitu: keberlanjutan fiskal, berkembangnya pasar kredit, dan pengaruhnya terhadap pasar tenaga kerja. Hal ini sejalan dengan tiga strategi pembangunan ekonomi: pro growth, pro jobs dan pro poor. Dari sisi pasar tenaga kerja, pembangunan prasarana jalan dalam menciptakan peluang usaha dan menampung angkatan kerja juga sangat besar dan berpotensi untuk memberikan multiplier effect terhadap perekonomian lokal maupun kawasan. Contohnya adalah, pembangunan Jalan Tol Cipularang sepanjang 58 km yang menelan biaya sekitar 1,6 triliun rupiah dan 100% dikerjakan oleh tenaga lokal. Proyek pembangunan ini melibatkan 50 ribu tenaga kerja. Disamping menyerap jumlah tenaga kerja yang banyak, pembangunan Jalan Tol Cipularang juga meningkatkan nilai konsumsi dengan menggunakan 500 ribu ton semen, 25 ribu ton besi beton, 1,5 juta m3 agregat, dan 500 ribu m3 pasir. Jaringan jalan sebagai prasarana distribusi sekaligus pembentuk struktur ruang wilayah harus dapat memberikan pelayanan transportasi secara efisien (lancar), aman (selamat), dan nyaman. Di samping itu, jaringan jalan juga harus dapat memfasilitasi peningkatan produktivitas
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
5
Bab 1 – Pendahuluan masyarakat, sehingga secara ekonomi produk-produk yang dikembangkan menjadi lebih kompetitif.
Pembangunan prasarana jalan harus memperhatikan secara bersamaan tiga aspek utama yang sangat penting yaitu: aspek ekonomi, sosial dan lingkungan yang ada, karena jaringan jalan merupakan bagian dari interaksi tata ruang dan sistem transportasi yang ada di sekitarnya (Gambar-2). Dengan memperhatikan aspek lingkungan, pembangunan infrastruktur juga mendukung salah satu strategi pembangunan pemerintah, pro green. Peran prasarana jalan dalam menggerakkan roda perekonomian sangat penting karena ketersediaan prasarana jalan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi terutama berkaitan dengan Produk Domestik Bruto (PDB). Setiap 1% pertumbuhan ekonomi akan mengakibatkan pertumbuhan lalulintas Gambar - 2 sebesar 1,5%, sehingga dari sini harus diantisipasi kebutuhan tersebut baik dengan menyediakan penambahan kapasitas fisik maupun melalui bentuk pengaturan dan pengendalian kebutuhan transportasi atau Transport Demand Management (TDM). Berdasarkan hasil pengamatan empirik di lapangan, pembangunan prasarana jalan memiliki hubungan yang positif dan efek “saling ketergantungan” dengan harga tanah. Dengan adanya prasarana jalan, harga tanah di sepanjang koridor yang ada umumnya dapat meningkat pada tahun-tahun pertama. Untuk itu, di samping manfaat jangka panjang, pembangunan prasarana jalan juga secara langsung berpotensi untuk menggairahkan dan menggerakkan roda perekonomian pada jangka pendek.
6
Bab 2 – Kondisi dan Pencapaian 2005-2009
8
Rencana Strategis 2010-2014
BAB 2
KONDISI DAN PENCAPAIAN 2005 - 2009
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
9
Bab 2 – Kondisi dan Pencapaian 2005-2009 2.1
ORGANISASI DAN KELEMBAGAAN PERIODE 2005-2009
Struktur Organisasi Departemen Pekerjaan Umum dan Direktorat Jenderal Bina Marga berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 286/PRT/M 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pekerjaan Umum, dapat dilihat pada bagan di atas ini. Direktorat Jenderal Bina Marga mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang Bina Marga. Direktorat Jenderal Bina Marga menyelenggarakan fungsi: • • • • • • •
Perumusan kebijakan teknik di bidang jalan sesuai peraturan perundang-undangan. Penyusunan program dan anggaran serta evaluasi kinerja pelaksanaan kebijakan di bidang jalan. Pelaksanaan kebijakan teknik di bidang jalan nasional meliputi jalan nasional, jalan bebas hambatan dan sebagian jalan kota. Pembinaan teknis penyelenggaraan jalan provinsi / kabupaten / kota. Pengembangan sistem pembiayaan dan pola investasi bidang jalan. Penyusunan norma, standar, pedoman, dan manual di bidang jalan. Pelaksanaan urusan administrasi Direktorat Jenderal.
Dalam rangka pembangunan jalan nasional yang meliputi, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan teknis pembangunan jalan dan jembatan, Direktorat Jenderal Bina Marga membentuk Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) dan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN). BBPJN dan BPJBN ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum pada tanggal 17 Juli 2006.
10
Rencana Strategis 2010-2014
BBPJN dan BPJN merupakan Unit Pelaksana Teknis yang bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Marga dan secara teknis dibina oleh direktur terkait. BBPJN dipimpin oleh seorang kepala pejabat Eselon II-B, sedangkan BPJN dipimpin seorang kepala/pejabat Eselon III-A. BBPJN dibedakan menjadi dua tipe; Tipe A dan Tipe B. Perbedaan ini menyangkut ruang lingkup organisasinya. BPPJN Tipe A meliputi: Bagian Tata Usaha, Bidang Perencanaan dan Pengawasan Teknis, Bidang Pelaksanaan, Bidang Sistem Manajemen Mutu, Bidang Pengujian dan Peralatan, dan Kelompok Jabatan Fungsional. BBPJN Tipe B hampir sama dengan BBPJN Tipe A tetapi tidak mempunyai Bidang Sistem Manajemen Mutu. Adapun organisasi BPJN meliputi: Subbagian Tata Usaha, Seksi Perencanaan dan Pengawasan Teknis, Seksi Pelaksanaan, Seksi Pengujian dan Peralatan, dan Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2
PENCAPAIAN 2005-2009
Menurut status-nya, jalan di Indonesia 300,000 diklasifikasikan menjadi Jalan Nasional, 250,000 200,000 Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten/Kota. Pada Jalan Tol 150,000 periode pemerintahan 2005 – 2009, total Nasional Non-Tol 100,000 panjang jaringan jalan yang ada di Provinsi 50,000 Kabupaten/Kota Indonesia mencapai 372.236 km yang terdiri dari Jalan Tol sepanjang 741,97 km, Jalan Nasional Non-Tol sepanjang 34.628 km, Jalan Provinsi sepanjang 48.681 km dan Jalan Kabupaten/Kota sepanjang 288.185 km. Mulai akhir tahun 2009, jaringan Jalan Nasional Non-Tol bertambah sepanjang 3.941 km menjadi 38.569.
Kondisi Jaringan Jalan Nasional Karena keterbatasan pendanaan, sejak tahun 2004-2007 pemerintah hanya melakukan operasi pemeliharaan jalan nasional agar tetap berfungsi dengan baik. Peningkatan kapasitas jalan mulai dilaksanakan pada tahun 2008 sampai 2009. Setelah itu, Pemerintah menambah lajur dari 59.107 lajur km tahun 2004 menjadi 82.190 lajur km tahun 2008. Pada 2009, angka tersebut bertambah menjadi 84.646 lajur km. Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan, mengamanatkan bahwa lebar minimal jalan adalah 7 m, akan tetapi karena kemampuan pendanaan pemerintah yang terbatas, sekitar 45% dari total panjang jalan nasional masih sub standar atau di bawah 5,5 m.
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
11
Bab 2 – Kondisi dan Pencapaian 2005-2009 Meskipun peningkatan kapasitas jalan terus diupayakan, daya dukung Jalan Nasional masih kurang mendapatkan perhatian. Daya dukung Jalan Nasional saat ini rata-rata masih sekitar 8 ton. KONDISI JALAN NASIONAL 2005 – 2009 No
Kondisi Jalan
2005
2006
2007
2008
2009
km
%
km
%
Km
%
km
%
Km
%
1
Baik
17.041,08
49.2
10.696,7
30.9
10.666,9
30.8
17.200,9
49.7
16.694,8
48.2
2
Sedang
10.869,39
31.4
17.283,4
49.9
17.805,1
51.4
11.620,2
33.6
13.092,8
37.8
3
Rusak Ringan
2.885,26
8.3
3.854,2
11.1
4.536,4
13.1
4.617,9
13.3
4.014,7
11.6
4
Rusak Berat
3.833,06
11.1
2.794,6
8.1
1.620,5
4.7
1.189,9
3.4
320,3
0.9
5
Tidak Tembus
-
-
-
-
-
-
-
-
506,3
1.5
Total
34.628,8
34.628,8
34.628,8
34.628,8
34.628,8
Saat ini, dari Jalan Nasional yang mencapai 34.628 km, tercatat kondisi jalan mantap mencapai 86,02 %, rusak ringan 11,59 %, rusak berat 0,92 %, dan tidak tembus 1,46 % (2009). Dalam hal Jalan Tol, sampai akhir 2009, Jalan Tol yang ada di Indonesia baru mencapai 732,12 km. Panjang Jalan Tol belum mengalami pertumbuhan yang signifikan sejak pertama kali dibangun pada tahun 1978, yaitu Jalan Tol Jagorawi sepanjang 59 km. Sejak tahun 1987, swasta mulai ikut dalam investasi Jalan Tol. Sejumlah kendala investasi Jalan Tol memang masih ditemui yaitu masalah pembebasan tanah, peraturan, belum intensifnya dukungan pemerintah daerah dalam pengembangan jaringan Jalan Tol, walaupun pemerintah telah mengalokasikan dana land capping sebagai upaya untuk mengurangi resiko pada investor yang terkait dengan pembebasan tanah.
K ONDISI J EMBATAN N ASIONAL Untuk jembatan nasional, pada akhir 2009, dikaji berdasarkan jumlahnya dari total 17.964 buah jembatan, 42,81 % dalam kondisi baik sekali; 24,20 % dalam kondisi baik; 19,61 % dalam kondisi rusak ringan; 8,51 % dalam kondisi rusak berat; 3,01 % dalam kondisi kritis; dan 1,86 % kondisi runtuh. Sedangkan bila dikaji berdasarkan panjangnya dari total 344.376 m, 42,48 % dalam kondisi baik sekali; 20,21 % dalam kondisi baik; 19,64 % dalam kondisi rusak ringan; 10,16 % dalam kondisi rusak berat; 3,00 % dalam kondisi kritis; dan 4,50 % kondisi runtuh.
Lajur Kilometer Dari 2005 sampai 2009, lajur-km telah meningkat setiap tahunnya. Lajur-km akhir 2005 yang mencapai 74.930 lajur-km, telah meningkat menjadi 84,646 lajur-km pada akhir 2009. Untuk informasi lebih rinci tentang pencapaian lajur-km yang diharapkan pada 2005 sampai dengan 2009 dapat dilihat pada tabel berikut:
12
Rencana Strategis 2010-2014
LAJUR KILOMETER JALAN NASIONAL 2005 – 2009 Total Panjang
Km Akhir
Km Akhir
Km Akhir
Km Akhir
Km Akhir
(km)
Tahun 2005
Tahun 2006
Tahun 2007
Tahun 2008
Tahun 2009
34.628,8
74.930
76.590
78.780
82.190
84.646
Fasilitasi Penyelenggaraan Jalan Daerah Tahun 2005 – Tahun 2009 Bina Marga telah melakukan fasilitasi penyelenggaraan jalan daerah melalui penyusunan pedoman, petunjuk teknis, SOP, kajian kebijakan, inventarisasi data jalan daerah sebagai bahan masukan perencanaan alokasi DAK, hingga sosialisasi dan bantuan teknis. Pada tahun 2005, telah disusun 10 dokumen fasilitasi dalam bentuk Studi Kajian Kebijakan, Studi Manfaat Sosial Ekonomi, Studi kajian Petunjuk Teknis Jalan, Studi Pengembangan Sosialisasi Prosedur Perencanaan jalan, Studi Pengembangan Jaringan Jalan sekunder (Perkotaan), Studi Optimalisasi Jaringan Jalan kabupaten, Studi Pengaruh Kendaraan Berat Pada Jaringan Jalan Provinsi dan Kabupaten, dan Survey Kondisi Jalan Provinsi untuk masukan IIRMS. Pada tahun berikutnya (2006), telah disusun 12 dokumen hasil Studi kajian, Survey Kondisi jalan Provinsi untuk masukan IIRMS, Studi Pengembangan Jaringan Jalan, Studi Perencanaan Jaringan Jalan, Studi Jaringan Jalan untuk Petunjuk Teknis Klasifikasi Fungsi Jalan Daerah, Studi Updating Data Jaringan Jalan dan Jembatan Kabupaten dan Harga Satuan Pekerjaan Konstruksi Jalan dan Jembatan Kabupaten, Studi Penyusunan Peta Jaringan Jalan Daerah, Studi Evaluasi dan Kinerja Pelaksanaan, serta Penyusunan Standard Operating Procedure. Selanjutnya pada tahun 2007 hingga 2009, telah disusun 25 dokumen hasil Studi Kajian Standar Pelayanan Minimal, Studi Kajian Petunjuk Pelaksanaan Perhitungan Manfaat Pembangunan Jalan dan Jembatan, Studi Kajian Model Evaluasi Pemberian Bantuan Penyelenggaraan jalan Daerah, Studi Bantuan Teknis Pengembangan Infrastruktur, Survey Kondisi Jalan Provinsi untuk masukan IIRMS, Studi Pengembangan Metoda dalam Penyelenggaraan Jalan Daerah, Studi Workshop Penyelenggaraan Jalan Daerah, Studi Sosialisasi Klasifikasi Jalan Daerah, Review Pengembangan Sistem Kabupaten Road Management System, Studi Penyusunan Pedoman Rencana Umum jangka Panjang Jalan Daerah, Pedoman Penetapan Sifat Jalan Strategis Permanen sebagai Dasar Dalam Pengelolaan dan Penyelenggaraan Jalan Daerah, serta Studi Evaluasi Manfaat Bantuan Penanganan Jalan. Adapun cakupan wilayah yang telah memiliki rencana pengembangan jaringan jalannya adalah sebanyak … kabupaten/provinsi, sementara wilayah yang telah diinventarisasi data dan peta jaringannya telah mencakup … kabupaten/provinsi.
Proyek-Proyek Strategis Di samping pencapaian 2005-2009 yang digambarkan secara umum melalui kondisi dan lajur kilometer jalan, ada beberapa proyek yang dinilai strategis yang dapat memperjelas pencapaian selama lima tahun sebelumnya: KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
13
Bab 2 – Kondisi dan Pencapaian 2005-2009 J EMBATAN S URAMADU
Jembatan Suramadu dengan total panjang 5,438 km merupakan jembatan terpanjang di Indonesia, yang dalam pelaksanaannya dihadapi berbagai kompleksitas, terutama dalam aspek teknik konstruksi, teknologi bahan, maupun manajemen pelaksanaan. Dengan total panjang jembatan 5,438 km, dipilih teknik konstruksi cable stayed yang menggunakan teknologi bahan box girder baja untuk bentang tengah sepanjang 0,818 km. Untuk jembatan pendekat sepanjang 1,280 km digunakan konstruksi beton semen pra-tekan box girder. Sedangkan untuk jembatan cause way sepanjang 3,247 km diterapkan konstruksi I girder pra-cetak. Jembatan Suramadu dilengkapi dengan jalan pendekat sepanjang 15,850 km yang terdiri dari 4,350 km untuk sisi Surabaya yang dibangun dengan menggunakan teknik konstruksi perkerasan beton semen dan 11,500 km untuk sisi Madura yang konstruksinya menggunakan perkerasan beton aspal. Jembatan Suramadu dibangun dengan lebar 30 m, terdiri dari 2 lajur lalu lintas masing-masing arah dengan lebar 3,5 m dan bahu jalan dengan lebar 2,25 m. Untuk mengakomodasi aspirasi masyarakat Madura dan mempertimbangkan tingginya volume lalu lintas sepeda motor, maka disediakan jalur khusus sepeda motor dengan lebar 3,05 m di masing-masing sisi. Biaya pembangunan Jembatan Suramadu seluruhnya sekitar Rp 5 trilyun yang bersumber dari APBN termasuk pinjaman dari Pemerintah China dan APBD Provinsi Jawa Timur.
J EMBATAN K ELOK S EMBILAN Sumatera Barat merupakan provinsi yang terletak di pantai barat Sumatera yang secara ekonomi merupakan wilayah yang tumbuh lambat (slow economic growth) dibandingkan dengan wilayah timur seperti Riau, Kepulauan Riau, Jambi, dan Sumatera Utara. Sesuai rekomendasi IMT-GT, jalur strategis Padang – Dumai merupakan akses penting untuk arus barang dan jasa guna mengakomodasi pertumbuhan ekonomi dan permintaan di pantai timur Sumatera yang sedang meningkat.
14
Rencana Strategis 2010-2014
Pada saat ini, ruas jalan Payakumbuh – Pekanbaru (ruas 043) pada daerah Kelok 9 diantara Km 143+000 dan 148+000 tidak memenuhi standar geometri, baik alinyemen horisontal maupun vertikal. Terdapat banyak tanjakan tajam yang memiliki radius kurang dari 30 m dan kemiringan lebih dari 6% sehingga truk bermuatan berat dan bus mengalami kesulitan untuk berbelok dan mendaki. Jalur ini merupakan satu-satunya jalan utama yang dapat menampung kenaikan lalu lintas untuk kegiatan pertanian dan pariwisata diantara kedua provinsi. Volume lalu lintas mencapai 6.800 kendaraan/hari pada hari kerja dan meningkat menjadi 11.350 kendaraan/hari pada akhir minggu akibat kegiatan pariwisata. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan Pemerintah Pusat merencanakan untuk membangun jalan tembus. Jalan ini memiliki kemiringan dan tanjakan yang lebih landai dengan lebar yang besar sehingga dapat mengakomodasi arus lalu lintas yang lebih besar secara signifikan. Pembangunan jembatan ini diperlukan untuk meningkatkan perekonomian dan tingkat kehidupan masyarakat di wilayah tersebut. Kegiatan pembangunan ini meliputi pelebaran jalan sepanjang 2.87 km, pembangunan jalan baru sepanjang 1.89 km, dan pembangunan enam buah jembatan dengan total panjang 978.71 m. Biaya pembangunan jembatan kelok sembilan sekitar Rp. 400 milyar yang bersumber dari APBN dan APBD Provinsi.
J EMBATAN B ATANGHARI II Hinterland Kota Jambi di bagian utara mengandung kekayaan alam yang potensial berupa Minyak Bumi dan Gas Alam (Migas) serta lahan perkebunan kelapa sawit sampai ke perbatasan dengan Provinsi Riau, namun secara alami wilayah ini dipisahkan oleh Sungai Batanghari. Satu– satunya akses yang menghubungkan wilayah ini adalah Jembatan Batanghari I. Semakin hari, arus lalu lintas pada jembatan ini semakin padat, baik yang menuju atau yang datang dari Provinsi Riau. Untuk itu, antisipasi perkembangan lalu lintas kedepan adalah dengan segera membangun jembatan Batanghari II. KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
15
Bab 2 – Kondisi dan Pencapaian 2005-2009
Tujuan pembangunan jembatan ini adalah: 1. 2. 3.
Mengantisipasi padatnya arus lalu lintas sebagai jembatan alternatif dari jembatan Batanghari I yang ada dan juga untuk menghubungkan jalur lintas sumatera. Sarana untuk memperlancar angkutan barang dan jasa Memperpendek jarak tempuh dari kota Jambi ke Pelabuhan Muara Sabak: Semula 131,99 Km (Jambi-Bts. Kodya-Mendalo Darat-Sp.Tuan-Sp.Lagan-Ma. Sabak) menjadi 61,86 Km (Jembatan BH2-Niaso-Sp.Plabi-Ma.Sabak) PEMBIAYAAN LINGKUP KEGIATAN
PEMBANGUNAN JEMBATAN BATANGHARI II sepanjang 1.351,40 m
APBN
APBD PROV
Rp. 63,8 milyar
Rp. 83,7 milyar
APBD KOTA Rp. 7,0 milyar
APBD MA JAMBI
APBD TANJABTIM
Rp. 8,5 milyar
Rp. 7,0 milyar
TOTAL Rp. 170,0 milyar
P ENYELESAIAN J ALAN T OL K EBON J ERUK -P ENJARINGAN (W1) Pembangunan JORR Seksi W-1 yang dimulai sejak tahun 2007, dimaksudkan untuk menyediakan jalur alternatif jalur utama di daerah perkotaan Provinsi DKI Jakarta. Jalan Tol JORR Seksi W-1 merupakan bagian dari Jakarta Outer Ring Road (JORR). Tujuan pembangunan JORR Seksi W-1 adalah untuk melengkapi Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta, mengurangi kemacetan yang terjadi di dalam kota dan meningkatkan kapasitas jaringan jalan, serta memberikan kemudahan bagi lalu lintas menuju Bandara Soekarno-Hatta. Pembangunan JORR Seksi W-1 direncanakan dua arah sepanjang ± 9,7 km dengan jumlah lajur 3 @3,5m untuk masing-masing arah. Pembangunan dilaksanakan oleh PT Jakarta Lingkar Barat-
16
Rencana Strategis 2010-2014
satu dengan biaya konstruksi sebesar Rp 1.169 milyar dan total biaya investasi sebesar Rp. 1.628 milyar.
J ALAN T OL K ANCI -P EJAGAN Pembangunan Jalan Tol Kanci-Pejagan dimaksudkan untuk menyediakan jalan alternatif jalur utama ekonomi Pantai Utara Jawa dengan tingkat pelayanan yang tinggi. Jalan Tol ini merupakan bagian dari rencana Jalan Tol Trans Jawa koridor utama JakartaSemarang. Tujuannya untuk meningkatkan aksesibilitas dan pelayanan pada jalur utama ekonomi Pantai Utara guna mendukung pertumbuhan ekonomi dan pengembangan wilayah. START PROJECT KM 233 + 000
SS KANCI
KM 233 + 000
JALAN PANTURA
BARRIER GATE KM 237+552
KABUPATEN BREBES
KABUPATEN CIREBON
AKSES PEJAGAN
SS CILEDUG KM 251+675
SS PEJAGAN KM 266+846
END PROJECT KM 268+000
TEMPAT ISTIRAHAT (2 BUAH)
SEKSI I STA. 233+000 s/d STA . 253 +750
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
SEKSI II STA. 253+750 s/d STA . 268 +000
17
Bab 2 – Kondisi dan Pencapaian 2005-2009 Pembangunan Jalan Tol Kanci-Pejagan sepanjang ± 35 km dengan jumlah lajur 2 @2 x 3,6 m dilaksanakan oleh PT Semesta Marga Raya dengan biaya konstruksi sebesar Rp. 1.190 milyar dan total biaya investasi sebesar Rp. 2,1 triliun.
R ENCANA T OL A KSES T ANJUNG P RIOK
Jalan Tol Akses Tanjung Priok merupakan bagian jaringan Jabodetabek yang terkoneksi dengan Jakarta Outer Ring Road (JORR), yang akan terhubung dengan tol pelabuhan, tol dalam kota dan tol Cibitung yang merupakan bagian JORR II. Keberadaan tol Akses Tanjung Priok sangat signifikan untuk memperlancar arus kendaraan dan barang yang ingin masuk Pelabuhan Tanjung Priok. Pembangunan tol yang langsung mengakses ke Pelabuhan Tanjung Priok dibagi menjadi lima seksi yakni seksi East-1 Rorotan-Cilincing (3,4 km), seksi East-2 Cilincing-Jampea (4,2 km), seksi West-1 Jampea-Kp. Bahari (2,8 km), seksi West-2 Kp. Bahari-Harbour Toll Road (2,9 km) dan seksi North South Jampea-Kebon Bawang (1,7 km). Secara keseluruhan, tol Akses Tanjung Priok membutuhkan biaya Rp 4,5 triliun yang bersumber dari APBN dan pinjaman luar negeri. Akses Tanjung Priok merupakan Jalan Tol pertama yang dibangun langsung oleh pemerintah untuk kemudian ditenderkan saat pembangunannya selesai. Hingga pertengahan tahun 2010, progres pembangunan Jalan Tol Akses Tanjung Priok Seksi E-1 dari Rorotan-Cilincing sepanjang 3,4 km telah mencapai 96%.
18
Rencana Strategis 2010-2014
J EMBATAN B ANTAR III (DI Y OGYAKARTA )
Jembatan Bantar III merupakan penghubung jalan arteri yang melintasi sungai Progo yang membentang sepanjang 220 m, yang berada di wilayah perbatasan Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul. Jembatan ini merupakan salah satu prasarana transportasi darat yang sangat vital terutama untuk memperlancar pengangkutan barang dan jasa antar kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan merupakan jalur lintas selatan untuk lalu lintas regional. Seiring dengan perkembangan transportasi baik dari jumlah maupun frekuensinya, maka jembatan eksisting (Jembatan Bantar I dan II) dipandang sudah tidak mampu lagi mendukung hal tersebut. Salah satu alternatif pengembangannya adalah dengan pembangunan jembatan baru di samping jembatan lama untuk mendukung fungsi jembatan eksisting.
FO U RIP S UMOHARJO (M AKASSAR ) Pembangunan Jembatan Layang Oerip Sumohardjo, Makassar dimaksudkan untuk mengatasi kemacetan di persimpangan jalan AP. Pettarani dan Jl. Oerip Sumohardjo yang merupakan akses dari jalan Trans Sulawesi Makassar-Marros menuju pelabuhan Makassar.
Pembangunan Jembatan Layang Oerip Sumohardjo meliputi pembangunan jembatan layang sepanjang 900 m, ditambah pelebaran jalan Oerip Sumoharjo sampai batas sungai Pampang dengan lebar 17,5 m.
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
19
Bab 2 – Kondisi dan Pencapaian 2005-2009 Manfaat yang diharapkan dari penyelesaian pembangunan jembatan layang ini adalah terjaminnya kelancaran arus distribusi barang dari dan menuju pelabuhan Makassar sehingga akan membantu pertumbuhan ekonomi di tingkat regional.
FO A MPLAS (M EDAN ) Flyover Amplas berada pada ruas Jalan Sisingamangaraja Medan (persimpangan Amplas Medan). Tujuan pembangunan FO ini untuk mengatasi atau mengurangi kemacetan yang terjadi di persimpangan Amplas-Medan. Diharapkan dengan adanya Pembangunan Bandara Kuala Namu dapat memperlancar lalu-lintas bagi yang menuju ke Bandara Kuala Namu.
P ROYEK L AINNYA Berikut adalah rangkuman berbagai pembangunan yang dilakukan Direktorat Jenderal Bina Marga selama tahun 2005-2009:
20
Pembangunan di Bidang Jalan
Demak By Pass
Karawang By Pass
Ngawi Ring Road
Karang Ampel – Cirebon
Rencana Strategis 2010-2014
Upaya Penyelesaian Jalan Lintas Selatan Kalimantan (Gambar: Santan – Bontang, Kaltim)
Upaya Penyelesaian Jalan Lintas Barat Sulawesi (Gambar: Bitung –Manado-Worotican, Sulut)
Upaya Penyelesaian Jalan Lintas Timur Sumatera (Gambar: Bts.Tanjab – Merlung, Jambi)
Penanganan Jalan Lintas Barat Sumatera (Gambar: Tapan - Lunang, Sumbar)
Pembangunan di Bidang Jembatan
Jembatan Kapuas II, Kalbar
Jembatan Kahayan, Kalteng
Jembatan Rumpiyang, Kalsel
Jembatan Talumulo, Gorontalo
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
21
Bab 2 – Kondisi dan Pencapaian 2005-2009
22
Pembangunan Fly Over dan Under Pass
FO Ciputat
Underpass Semplak, Bogor
FO Simpang Polda, Palembang
Underpass CIledug, Tangerang
FO Arief Rahman Hakim
Underpass Sudirman
FO Cikarang
FO Cut Meutia, Bekasi
Bab 3 – Potensi dan Permasalahan
24
Rencana Strategis 2010-2014
BAB 3
POTENSI DAN PERMASALAHAN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
25
Bab 3 – Potensi dan Permasalahan 3.1
POTENSI
Perkembangan Global Seiring dengan perkembangan global, hal-hal yang perlu diwaspadai adalah masuknya tenaga ahli asing ataupun pekerja asing, yang nantinya akan berdampak negatif terhadap perkembangan pekerja lokal secara keseluruhan. Perkembangan dan kompetisi global bagi negara maju merupakan momentum untuk ekspansi. Hal tersebut sudah berlangsung walaupun sebelum kompetisi global, ini terbukti dengan muatan-muatan yang dimuat dalam perjanjian pinjaman luar negeri yang menetapkan preferensi perusahaan di negara pemberi pinjaman. Dalam kompetisi global yang terjadi adalah market driving dimana daerah yang menarik dan dapat dianggap menguntungkan akan dipilih walau mendapat pertentangan, hal ini akan terjadi dan perlahan-lahan sudah dilaksanakan. Untuk meningkatkan daya tarik suatu negara, diperlukan usaha-usaha konkrit untuk meningkatkan competitiveness negara. Salah satu tingkat competitiveness yang menjadi referensi para investor untuk menanamkan uangnya di wilayah adalah, keberadaan infrastruktur dan kualitas infrastruktur, dan hal ini disebutkan dalam studi Asian Development Bank (2010: Country Diagnostics Studies: Indonesia: Critical Development Constraints). Studi ADB ini melihat peluang dan tantangan/masalah yang dihadapi Indonesia apabila ingin menjadi negara mandiri, High level income country pada 2025. Ada beberapa rekomendasi yang dipersyaratkan ADB, dengan membandingkan pattern dari negara-negara maju, serta kondisi serta progress penyelenggaraan infrastruktur secara keseluruhan dan infrastruktur jalan secara khusus. Temuan studi ADB (2010) paling tidak dapat dikategorikan jadi 3 golongan, yakni sebagai berikut: 1. Infrastruktur yang tidak memadai dan berkualitas rendah, terutama pada jaringan transportasi dan penyediaan listrik, serta penyediaan irigasi di beberapa provinsi; 2. Kelemahan pada tata kelola pemerintahan (governance) dan institusi terutama kontrol terhadap korupsi, peningkatan efektivitas pemerintahan, dan pencegahan terhadap aksi terorisme dan kekerasan; 3. Akses pendidikan yang tidak merata dan kualitas pendidikan yang rendah terutama pada sekolah menengah dan kejuruan.1
1
Tanggapan Investor tentang Hambatan terkait Infrastruktur (% responden)
Sumber: Asian Development Bank, 2010, Country Diagnostic Study: Indonesia critical Development constraints, halaman 29
26
Rencana Strategis 2010-2014
Dalam temuan studi terutama dikaitkan dengan infrastruktur jalan adalah sebagai berikut: Kualitas Infrastruktur Utama (Peringkat dari 133 Negara)
Cakupan Jaringan Jalan
Temuan-temuan tersebut merupakan hal-hal yang penting yang perlu ditindak lanjuti oleh pemerintah untuk meningkatkan peran sektor jalan sebagai bagian dari pengembangan wilayah. Tingkat Competitiveness merupakan persyaratan mutlak dari tingkat survival bagi negaranegara. Competitiveness akan mengubah sesuatu menjadi lebih efisien dan efektif yang berakibat pada pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi pada gilirannya akan mengarahkan kita ke arah masyarakat yang sejahtera. Globalisasi mengakibatkan adanya joint cooperation antar region, dan salah satunya di daerah Asia Tenggara, bentuk-bentuk kerjasama seperti IMT-GT (Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle), BIMP EAGA (Brunei Indonesia Malaysia Phillipine East Asian Growth Angle), ASEAN maupun Asian Highway yang dimotori oleh PBB. Semua bentuk kerjasama tersebut apabila dikaitkan dengan bidang jalan mensyaratkan adanya konektivitas dan kompatibilitas baik di bidang jalan maupun intermodal. Sistem transportasi merupakan bagian dari konektivitas fisik atau dapat dikatakan sebagai “main actor” dari physical connectivity. Transportasi jalan sebagai bagian atau elemen dari logistik merupakan salah satu parameter kinerja yang dapat diukur. Dalam kaitannya dengan elemen konektivitas pada transportasi, maka beberapa istilah seperti “missing link”, jalan rusak, jalan banjir, jalan macet, kemacetan, aksesibilitas yang terhambat, dan jalan putus merupakan bagian yang akan mengurangi optimalisasi dari konektivitas. Konektivitas juga terdiri dari quick win, dimana pada quick win ini diartikan sebagai suatu proyek-proyek yang memiliki dampak yang besar bagi pemerintah. Contoh quick win yang perlu ditindak lanjuti oleh pemerintah seperti Jalan Tol Trans Jawa ataupun Jalan akses Tanjung Priok. Adapun fokus pengembangan konektivitas adalah sebagai berikut: a. Konektivitas intra Pulau yang meliputi pulau Jawa dan Sumatera sebagai pusat produksi yang besar dan berfungsi sebagai hub nasional dan internasional. Sedangkan bagian lain KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
27
Bab 3 – Potensi dan Permasalahan dari Indonesia menghubungkan perdesaan dengan pasar lokal, menghubungkan pedalaman dengan pusat pertumbuhan, dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan satu sama lain. b. Konektivitas antar pulau merupakan kunci untuk pendistribusian komoditas dasar dan produk lain keluar pulau mapun membawa komoditas dari luar pulau ke jawa. c. Logistik perdagangan internasional merupakan kemampuan untuk mengangkut barang dan jasa antar negara secara cepat, murah, dan dengan tingkat prediktibilitas yang tinggi sangat menentukan daya saing ekspor.
T RANS A SIA DAN ASEAN H IGHWAY Di tengah-tengah permintaan yang tinggi terhadap prasarana jalan, Indonesia juga dihadapkan pada perannya dalam kerjasama regional yang menuntut standardisasi dari infrastruktur yang tersedia. Dalam kerjasama ASEAN, di Indonesia terdapat jaringan Trans Asia dan ASEAN Highway. Jaringan Trans Asia di Indonesia terbentang mulai dari Pantai Timur Sumatera (AH-25), Pantai Utara Jawa hingga Pantai Selatan Pulau Bali (AH-2). Sedangkan ASEAN Highway, meliputi Jaringan Trans Asia ditambahkan lintas sebagian Lintas Selatan Pulau Kalimantan (AH-150), sebagian Lintas Tengah Sumatera (AH-151), dan sebagian Lintas Tengah Jawa (AH-152).
Jaringan Trans Asia dan ASEAN Highway adalah jalan nasional dengan tahapan pengembangannya dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama adalah penyelesaian konfigurasi jaringan dan perancangan rute jalan nasional yang disepakati menjadi bagian dari sistem jaringan Trans Asia dan ASEAN Highway. Tahap Kedua adalah pemasangan marka jalan sesuai dengan standar yang disepakati dan Pelintasan Batas yang telah disepakati sudah dapat beroperasi. Disamping itu, pada tahap kedua ini, diharapkan semua missing links dapat terhubungkan dan semua jalan yang merupakan bagian dari rute ASEAN Highway telah sesuai
28
Rencana Strategis 2010-2014
dengan jalan Kelas III menurut standar ASEAN Highway. Sedangkan tahap ketiga adalah peningkatan semua jalan yang termasuk dalam rute ASEAN Highway menjadi sesuai jalan Kelas I untuk lalu lintas tinggi dan Kelas II untuk jalan dengan lalulintas rendah yang diharapkan dapat dicapai pada 2020.
IMT-GT Indonesia juga merupakan anggota dalam kerjasama sub-regional Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT-GT), yaitu kerjasama sub-regional ASEAN yang misinya adalah untuk mempromosikan kerjasama ekonomi di antara negara bagian dan provinsiprovinsi yang termasuk dalam kawasan subregional tersebut, dengan mempercepat peran sektor swasta dalam pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan perdagangan dan investasi internal dan antar anggota IMT-GT. Kerjasama ini dimulai sejak 1993 (hanya meliputi negara bagian dan provinsi di kawasan perbatasan (10 daerah)). Saat ini, kerjasama sudah meliputi 10 Provinsi di Sumatera, 14 Provinsi di Thailand Selatan, dan 8 Negara Bagian di Semenanjung
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
29
Bab 3 – Potensi dan Permasalahan Malaysia. Dalam Road Map IMT-GT 2007-2011, ada tiga program bidang jalan yang tengah dipantau perkembangannya, yaitu: (1) Proyek Jalan Bebas Hambatan: Binjai-Medan-Tebing Tinggi (AH-25 sebagian toll road) dan Medan-Bandara Baru Kualanamu; (2) sebagian AH-25 antara Banda Aceh dan Palembang, dan (3) AH-125 yang merupakan Pengumpan Timur-Barat antara Pekanbaru-Bukittinggi-Padang, Tebing Tinggi-Pematang Siantar, Jambi-Sarolangun, dan Bengkulu-Lubuk Linggau-Lahat, Baturaja-Bandar Lampung. Sementara itu, berdasarkan hasil review Road Map IMT-GT, terdapat 3 proyek yang perlu diprioritaskan untuk mendukung kerjasama IMT-GT, yaitu: Jalan Bebas Dumai-Pekanbaru, Palembang-Indralaya, dan TeginenengBakauheni.
BIMP-EAGA Selain itu, beberapa Provinsi di Indonesia yang berada di Pulau Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Pulau Papua merupakan bagian dari kerjasama sub-regional BIMP-EAGA (Brunei Darussalam-Indonesia-MalaysiaPhillipines East ASEAN Growth Area). Dalam rencana aksi BIMPEAGA, terdapat 3 jaringan jalan di Indonesia yang harus diselesaikan, yaitu : (1) Pan-Borneo Highway Network Malinau-Sabah Border Section; (2) Pan-Borneo Highway Network Pontianak-Palangkaraya-Banjarmasin-Balikpapan Section; dan (3) Tarakan-Tawau Road. Bahkan, berdasarkan kajian review Road Map BIMP-EAGA, terdapat satu ruas prioritas yang perlu diselesaikan selain Tarakan-Tawau Road, yaitu Pontianak-Entikong (Sarawak Border).
Persepsi Badan Internasional terhadap Penyelenggaraan Jalan di Indonesia Terdapat setidaknya beberapa badan internasional yang melakukan penelitian tentang infrastruktur yang juga berkaitan dengan sektor transportasi. Hal ini perlu dicermati karena studi yang mereka lakukan berdampak luas ke seluruh dunia dan akan mempengaruhi persepsi komunitas internasional terhadap prasarana jalan.
L OGISTIC P ERFORMANCE I NDEX (LPI) Indeks ini merupakan temuan dari studi Bank Dunia pada tahun 2010, studi ini pertama dilakukan pada 2007 dengan melihat sekitar 155 negara dan hampir 1000 badan? swasta yang bergerak pada logistik. Penilaian dilakukan dengan memperhatikan 6 elemen, yakni: a. b. c. d.
30
Tingkat Efisiensi dari proses bea cukai Kualitas dari infrastruktur yang berhubungan dengan perdagangan dan infrastruktur Tingkat kemudahan untuk menetapkan harga pengiriman via kapal yang kompetitif Tingkat kompetensi dan kualitas dari pelayanan logistik
Rencana Strategis 2010-2014
e. f.
Kemampuan untuk melakukan perkiraan serta prediksi tentang jadwal pengapalan dari perusahaan Frekwensi kedatangan kapal dibandingkan dengan jadwal dan perkiraan waktu yang ada.
Berdasarkan data-data yang disimulasi dari Logistic Performance Index dengan membandingkan kondisi penyelenggaraan asset jalan (keseluruhan jalan, bukan hanya jalan nasional saja), Pada 2010, Indonesia masuk dalam ranking 75 (menurun, dibandingkan dengan ranking 43 pada 2007). Fakta ini juga dapat dilihat dari data bahwa tahun 2007 skornya 3.1, dibandingkan dengan 2010 yang hanya mencapai 2.76. Tabel dibawah ini menunjukkan kualitas infrastruktur (apabila dilihat dari aspek infrastruktur) sama dengan rata-rata lower middle income country, akan tetapi masih dibawah ASEAN+6.
Selain itu, apabila membedah kualitas dari infrastruktur pada LPI 2010, terdapat kenyataan bahwa kualitas jalan di Indonesia
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
31
Bab 3 – Potensi dan Permasalahan (Jalan Nasional + Jalan Provinsi + Jalan Kabupaten/Kota + Jalan desa) masih dibawah peringkat
dibandingkan dengan ASEAN +6, yang mendekati adalah Telekom dan Warehousing. Cara penilaian LPI adalah dengan membuat rating 1 s/d 5, semakin tinggi angka semakin baik ratingnya. Indonesia yang secara global memiliki angka 2.76 tidak didukung oleh aspek infrastruktur, karena angka infrastruktur lebih rendah dari peringkat LPI Indonesia.
G LOBAL C OMPETITIVENESS I NDEX (GCI) Sejak 2005, World Economic Forum telah melakukan analisis daya saing terhadap negara-negara di dunia berdasarkan Global Competitiveness Index (GCI)—indeks yang sangat komprehensif dan mencakup dasar-dasar mikroekonomi serta makroekonomi daya saing nasional--. GCI menunjukkan sejauh mana daya saing nasional sebagai fenomena yang kompleks, yang dapat ditingkatkan hanya melalui serangkaian reformasi dalam bidang yang beragam yang mempengaruhi produktivitas jangka panjang suatu negara. Reformasi ini mulai dari tata pemerintahan yang baik dan stabilitas makroekonomi dengan efisiensi pasar faktor produksi, adopsi teknologi, dan inovasi potensi (faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi 12 Pilar Daya Saing). GCI telah digunakan oleh sejumlah negara-negara dan lembaga-lembaga sebagai tolak ukur daya saing nasional yang jelas dan intuitif. Struktur kerangka GCI berguna bagi reformasi kebijakan prioritas karena memungkinkan suatu negara untuk menentukan kekuatan dan kelemahan dari lingkungan dan daya saing nasional untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang paling menghambat pembangunan ekonomi masing-masing negara. Lebih spesifik lagi, GCI menyediakan kerangka untuk berwacana antara pemerintah, bisnis, dengan masyarakat sipil, yang dapat berfungsi sebagai alat ukur dalam reformasi peningkatan produktivitas, dengan tujuan meningkatkan taraf hidup warga negara di dunia. Dari simulasi data World Economic Forum 2008, 2009, dan 2010 ditemukan bahwa infrastruktur jalan masih belum mendukung tingkat kompetitif Indonesia. Akan tetapi, infrastruktur tersebut masih merupakan hambatan karena nilai yang diperoleh oleh infrastruktur alan (seluruh infrastruktur jalan, tidak hanya jalan nasional saja) adalah lebih buruk daripada rating competitiveness index yang dikeluarkan oleh World Economic Forum. Tingkat kompetitif Indonesia dibandingkan Negara-negara tetangga 2008
32
Rencana Strategis 2010-2014
Tingkat kompetitif Indonesia dibandingkan Negara-negara tetangga 2009
Tingkat kompetitif Indonesia dibandingkan Negara-negara tetangga 2010
Tabel-tabel Tingkat Kompetitif Indonesia 2008-2010 diatas menggambarkan beberapa hal : 1. Simulasi ketiga tabel hanya terbatas pada kualitas infrastruktur saja dibandingkan dengan total Global Competitiveness index. Semakin kecil angka yang diperoleh semakin baik negara tersebut dalam kualitas penyelenggaraannya. 2. Dari ketiga tabel dapat disimpulkan bahwa Indonesia mengalami perbaikan dan peningkatan peringkat kompetisi dari peringkat 55 pada 2008 menjadi tingkat 44 pada 2010 3. Perbaikan peringkat global diikuti pula dengan peningkatan peringkat dari kualitas infrastruktur jalan di Indonesia, dari tingkat 105 pada 2008, meningkat pada tahun 2009 menjadi 94, dan semakin membaik di 2010 menjadi tingkat 84. 4. Walaupun ada peningkatan ataupun penyempurnaan, secara umum infrastruktur jalan masih bukan sebagai pendukung rating kompetisi hal ini dibuktikan dengan angka peringkat masih jauh dibawah peringkat Global Competitiveness Index. Ketika 2008 GCI 55, akan tetapi pada tahun yang sama kualitas infrastruktur jalan 105. Pada 2009 GCI 54, kualitas infrastruktur jalan 94, sedangkan tahun 2010 GCI 44 dan kualitas infrastruktur jalan 84. Ini berarti secara keseluruhan dan total seluruh sektor, jalan masih merupakan hambatan terhadap tingkat kompetisi bukan sebagai pendorong. Yang menarik dalam elemen penilaian adalah kualitas infrastruktur dalam kaitannya dengan transportasi. Apabila berasumsi pada tingkat penggunaan jalan diantara transportasi, yang mencapai kurang lebih 90% (untuk penumpang 84% dan barang 90,4%) dari total transportasi, maka kualitas infrastruktur yang dimaksud adalah transportasi jalan, baik sebagai sarana transportasi maupun pintu menuju pelabuhan-pelabuhan.
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
33
Bab 3 – Potensi dan Permasalahan World Competitiveness Yearbook 2008 7 menempatkan Indonesia 6 pada ranking 55 dari 134 5 negara, dimana Pilar Infrastruktur 2008 4 ketersediaan infrastruktur Pilar Infrastruktur 2009 3 Pilar Infrastruktur 2010 yang tidak memadai Kualitas Jalan 2009 2 (16,4%) merupakan Kualitas Jalan 2009 penyumbang kedua 1 Kualitas Jalan 2010 sebagai faktor 0 problematik dalam melakukan usaha, setelah birokrasi pemerintah yang tidak efisen (19,3%). Dalam hal ketersediaan infrastruktur, Indonesia berada pada rangking 86, sedangkan untuk jalan berada pada ranking 105. Pada 2009, terjadi peningkatan peringkat dimana Indonesia berada pada posisi 54 dari 131 negara. Untuk ketersediaan infrastruktur, Indonesia berada pada rangking 84, sedangkan untuk jalan berada pada ranking 94. Ketersediaan infrastruktur (14,8%) tetap berada peringkat kedua sebagai faktor problematik dalam melakukan usaha, setelah birokrasi pemerintah yang tidak efisen (20,2%). Pada tahun 2010 secara peringkat, ketersediaan infrastruktur Indonesia menempati peringkat 82 dengan infrastruktur jalan berada pada peringkat 84. Untuk lingkup negara-negara ASEAN, Competitiveness Index untuk Pilar Infrastruktur pada tahun 2008 dan 2009, Indonesia hanya menggungguli Vietnam, namun pada tahun 2010, justru Vietnam melejit ke peringkat 2 sementara peringkat Indonesia tetap ke-7 dari 8 negara. Indonesia hanya sempat mengunggguli Filipina yang pada tahun sebelumnya lebih unggul. Akan tetapi, untuk kondisi jalan, Indonesia berada pada peringkat keenam dibawah Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam dan Kamboja, lebih unggul dari Filipina dan Vietnam. 8
Penyelenggaraan Jalan Adanya peraturan perundang-undangan yang terkait dengan bidang jalan seperti, UndangUndang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009, memerlukan perangkat operasional lainnya baik berupa Norma, Standar, Pedoman, ataupun Manual (NSPM), sehingga perangkat peraturan tersebut dapat dilaksanakan yang artinya juga banyaknya perubahan arah kebijakan dan aturan main di berbagai bagian dalam penyelenggaraan jalan. Meskipun UU Jalan sudah berlaku semenjak tahun 2004, demikian pula peraturan pemerintah sebagai turunan dari UU Jalan juga sudah ada. Akan tetapi, apabila diinvetarisir, peraturan pendukung dari undangundang tersebut baru dapat dipenuhi pada 2010. Dalam kaitannya dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan substansi tentang jalan secara jelas menyampaikan dan salah satu
34
Rencana Strategis 2010-2014
substansi adalah mengamanatkan adanya kebutuhan untuk preservasi jalan guna mempertahankan kondisi jalan. Amanat UU No. 22 tersebut dengan tegas menyebutkan adanya unit pengelola dana preservasi jalan yang bertugas untuk menyiapkan (mengumpulkan dan mendistribusikan) dana preservasi yang dipergunakan untuk jalan. Faktor keseimbangan dalam bidang jalan artinya dalam pendanaan tidak boleh ada jalan rusak. Apabila ada jalan rusak, maka akan dikenakan sangsi terhadap penyelenggara jalan. Hal ini berarti kinerja jalan menjadi sangat jelas, bahwa pemerintah harus memelihara jalan dan apabila jalan tidak dipelihara serta jalan rusak, maka penyelenggara jalan terkena pidana. Sejalan dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara yang mensosialisasikan adanya performance based budget dan kinerja sebagai referensi. Selain kinerja, Pemerintah juga mulai mengenalkan multi-years contract dalam hal spending, dan saat ini, berdasarkan kesepakatan, Direktorat Jenderal Bina Marga juga harus menyiapkan MTEF (Medium Term Expenditures Framewwork) sebagai bagian dari multi-years budget. Berbeda dengan Rensra, lingkup waktunya lima tahun, MTEF (KPJM) berlaku tiga tahunan. Konsep MTEF sudah diakomodasi oleh Departemen Keuangan dan merupakan rincian atau “cost” aspek dari Renstra. Konsep bersifat tidak rigid selama tiga tahun akan tetapi ada evaluasi tahunan. Sejak itu, mulai berlaku prinsip Performance Based Budget dalam kerangka MTEF (Medium Term Expenditures Framework) yakni sistem penganggaran pemerintah berbasis tahun jamak (tiga tahun).
Pembentukan Unit Pengelola Dana Preservasi Jalan Pembentukan Unit pengelola Dana Preservasi Jalan merupakan terobosan baru yang meninggalkan bentuk lama seperti kekakuan anggaran tahunan pemerintah yang biasanya terlambat turun dan harus dikembalikan pada akhir tahun anggaran. Unit ini juga mengenalkan model stakeholder sebagai bagian atau elemen yang tidak terpisahkan dalam penyelenggaraan jalan. Demikian pula dalam model ini diperkenalkan adanya kontribusi pengguna jalan dalam membiayai preservasi jalan karena pengguna jalan ikut dalam membiayai preservasi jalan. Oleh sebab itu, pengguna jalan berhak penuh untuk dapat mengetahui pengelolaan jalan melalui keterlibatan langsung dalam manajemen unit pengelola. Secara empiris internasional, pelaksanaan pembiayaan preservasi yang terdiri dari kegaitan pemeliharaan, rehabilitasi, dan peningkatan merupakan hal yang baru. Hal ini disebabkan dari negara-negara yang sudah melakukan Road Fund memulai dari program pemeliharaan rutin, baru kemudian berkala dan dilaksanakan pada jalan-jalan yang biasanya menjadi tanggung jawab pemerrintah pusat yang memiliki kepentingan nasional artinya jalan nasional. Saat ini, sedang disiapkan Rancangan Peraturan Presiden tentang organisasi dan tata kerja Unit Pengelola Dana Preservasi jalan diatur dalam UU No.22 tahun 2009, sedangkan untuk substansi pendanaan masuk dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang sistem Jaringan lalu lintas. Memang sulit melakukan hal tersebut secara sekaligus karena peraturan mengenai pendanaan yang ada, belum mendukung adanya sumber dana diluar dari pajak yang dikenal dengan retribusi preservasi yang diambil dari Retribusi Bahan Bakar Minyak (on top dari harga minyak setelah pajak).
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
35
Bab 3 – Potensi dan Permasalahan Pendanaan lain dari Unit Pengelola Dana preservasi Jalan juga berasal dari Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 mengenai Pajak daerah dan Retribusi Daerah, dimana di dalam salah satu pasal disebutkan bahwa Pajak Kendaraan Bermotor nantinya dipergunakan untuk membiayai preservasi jalan daerah (Provinsi + Kabupaten/kota) walaupun tidak cukup akan tetapi sudah ada sumber dana yang mengakomodasi preservasi Jalan Daerah. Dalam pelaksanaannya akan dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama adalah uji coba dan dilanjutkan dengan evaluasi sebelum ditutup dengan implementasi secara penuh di seluruh provinsi di Indonesia. Pemerintah juga mengenalkan model manajer ruas yang bertanggung jawab terhadap ruas dalam program preservasi jalan. Sebenarnya, manager ruas juga harus dilengkapi dengan pemberitaan informasi kepada masyarakat; siapa bertanggung jawab terhadap ruasnya dan nomor telepon dari penanggung jawab tersebut, agar pengguna jalan dapat langsung berinteraksi dengan mereka dalam kaitannya dengan perbaikan kondisi jalan. Pengenalan model Performance Based Contract sebagai bagian dari penyelenggaraan jalan merupakan bentuk reformasi kelembagaan di bidang jalan. Momentum penyelenggaraan jalan ini dinilai tepat karena bersamaan dengan pengenalan model dana preservasi jalan. Empiris internasional di negara-negara Sub Sahara dan Latin Amerika serta Karibia terbukti bahwa bahwa negara-negara yang memperkenalkan performance based maintenance adalah negara yang menyelenggarakan model dana preservasi atau Road Fund.
Kebijakan Penyelenggaraan Expressway / Highgrade Highway Versus Jalan Tol Pembangunan expressway/highgrade highway merupakan hal yang harus dilaksanakan dalam jangkauan jangka panjang, sebagai bagian dari jalan lintas sebagai urat nadi transportasi, seperti yang dicanangkan oleh pemerintah dalam program lima tahun 19.370 km (konektivitas domestik). Selain hal tersebut, berdasarkan perjanjian kerjasama regional baik ASEAN maupun ASIAN Highway telah ditetapkan adanya jalan intenasional seperti Lintas Timur Sumatera dan Lintas Utama Pulau Jawa. Terlepas dari itu, diperlukan keberanian untuk menetapkan perlunya “backbone” transportasi sebagai jalan utama yang memfasilitasi pergerakan barang dan orang di pulau-pulau besar. Pembangunan expressway dengan standard highgrade diperlukan, dan itu tidak perlu dengan Jalan Tol, perlu dibiayai oleh pemerintah dahulu, Keinginan pemerintah untuk membangun empat lintas utama, Jawa bagian utara, Sumatera bagian timur, Kalimantan bagian selatan dan sebelah barat Sulawesi perlu diwujudkan dalam lima tahun terakhir ini untuk mempercepat pergerakan barang dan orang tersebut. Bahkan di Pulau Sumatera hal ini dapat dilakukan pilot project expressway Banda Aceh - Lampung. Selain expressway, pembangunan Jalan Tol Trans Jawa merupakan keharusan bagi pemerintah untuk mendukung pergerakan barang dari ujung barat ke ujung timur Pulau Jawa. Dalam studi yang dilakukan oleh AUSAID dalam kaitannya dengan MTEF, disebutkan bahwa kebutuhan untuk expressway sebagai “backbone” transportasi merupakan sesuatu yang harus dicermati untuk
36
Rencana Strategis 2010-2014
tetap mempertahankan pertumbuhan. Expressway yang ideal adalah yang sejajar dengan Lintas Timur Sumatera, Lintas Utara Pulau Jawa, Lintas Selatan Kalimantan, dan Lintas Barat Sulawesi merupakan sesuatu yang harus dipertimbangkan.
Desentralisasi dan Otonomi Daerah Otonomi daerah secara konkret saat ini dapat memungkinkan daerah melakukan inovasi. Yakni secara tidak langsung akan mendorong pemerintah daerah untuk menggali potensi-potensi baru yang dapat mendukung pelaksanaan urusan pemerintah pusat dan pembangunan sehari-hari terutama dari sisi ekonomis serta penciptaan metode pelayanan yang dapat memuaskan masyarakat sebagai pembayar pajak atas jasa pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah. Kebijakan desentralisasi atau otonomi daerah tersebut pada saat ini masih sangat diperlukan oleh pemerintah daerah karena di dalamnya terdapat efisiensi, efektifitas, partisipasi, dan demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pendelegasian kewenangan dan tugas-tugas pemerintahan atau pembangunan, pemerintah pusat tidak harus selalu terlibat langsung. Dalam desentralisasi, yang menjadi ujung tombak pembangunan adalah aparat-aparat di daerah yang akan lebih cepat mengetahui situasi dan masalah serta akan dapat mencarikan jawaban bagi pemecahannya. Namun demikian, tetap diperlukan perhatian pada pemerintah daerah tentang penyelenggaraan jalan daerah melalui pembinaaan kepada penyelenggara Jalan Provinsi dan Jalan Kabupaten, yang selama ini nampaknya kurang komunikasi, dan mengakibatkan besarnya backlog kondisi jalan, bahkan backlog sumber daya manusia.
Peningkatan Peran Swasta (Mitra Kerja & Investor) dan Masyarakat Upaya untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik hanya dapat dilakukan apabila terjadi keseimbangan peran ketiga pilar yaitu pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat. Memang pada dasarnya bidang jalan adalah sektor yang tidak layak secara finansial, karena sifat infrastruktur itu sendiri, sehingga hanya sebagian kecil dari total panjang jaringan jalan yang dapat dikomersialkan. Pengalaman negara-negara seperti Malaysia (north and south) dan Korea Selatan menunjukkan bahwa pada awalnya untuk mendongkrak keterlibatan swasta diperlukan seperti kontribusi pemerintah untuk membangun Jalan Tol, setelah itu baru diserahkan kepada swasta. Tidak hanya swasta saja, kerjasama antara pemerintah, swasta dan masyarakat merupakan hal yang harus terus dikembangkan. Ketiganya mempunyai peran masing-masing. Pemerintahan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) memainkan peran menjalankan dan menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif bagi unsur-unsur lain dalam pemerintahan. Dunia usaha swasta berperan dalam penciptaan lapangan kerja dan pendapatan. Peran swasta dapat terkait dalam mitra kerja dimana pemerintah memerlukan bantuan dalam hal peningkatan dan penyelesaian kegiatan pembangunan. Peran lain dari swasta adalah sebagai salah satu sumber pendanaan bagi pemerintah (investor). Dengan adanya pendanaan yang cukup, maka pembangunan oleh pemerintah akan lebih baik pelaksanaannya. Masyarakat berperan dalam penciptaan interaksi sosial, ekonomi, dan politik. Masyarakat juga dapat berperan sebagai pengawas pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Pada UndnagUndang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan, KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
37
Bab 3 – Potensi dan Permasalahan menjelaskan bahwa masyarakat juga memiliki andil dalam preservasi jalan. Ketiga unsur tersebut dalam memainkan perannya masing-masing harus sesuai dengan nilai-nilai dan prinsipprinsip yang terkandung dalam tata kepemerintahan yang baik (Bappenas, 2007).
Sistem Pembiayaan dan Pola Investasi Bidang Jalan Sistem pembiayaan saat ini menggunakan sistem anggaran terpadu yang melebur anggaran rutin dan pembangunan dalam satu format anggaran dengan pola investasi yang masih bergantung pada anggaran pemerintah melalui APBN. Beberapa pola-pola investasi lain yang telah diaplikasikan diantaranya seperti BOT (Build Operating Transfer) dan BTO (Build Transfer Operating) dimana pemerintah yang membangun kemudian operasi dan pemeliharaan diserahkan kepada swasta seperti Jembatan Tol Suramadu, maupun penggunaan Dana Bergulir. Namun demikian, pola pembiayaan yang ada saat ini kurang dapat bersaing dengan tingginya tuntutan kebutuhan infrastruktur. Oleh karena itu, diperlukan berbagai alternatif sistem dan pola investasi bidang jalan agar target-target pembangunan dapat tercapai, yang disesuaikan dengan kondisi aparatur pemerintah dan masyarakat, yang lebih akuntabel, berdaya saing, dan berkeadilan.
Aset Jaringan Jalan Pada akhir 2009, total panjang jaringan jalan yang ada di Indonesia mencapai 372.236 km yang terdiri dari Jalan Tol sepanjang 741,97 km, Jalan Nasional Non-Tol sepanjang 38.569 km, dan sisanya sepanjang 332.925 km adalah jalan sub-nasional yang terdiri dari Jalan Provinsi dan Jalan Kabupaten/Kota. Jika diasumsikan rata-rata nilai aset Jalan Tol sebesar Rp 25 milyar/km, Jalan Nasional Non-Tol sebesar Rp 6 milyar/km dan jalan Sub-Nasional sebesar Rp 5 milyar/km, maka total nilai aset jalan yang ada saat ini berjumlah Rp 1.914,59 triliun, atau rata-rata nilai aset jalan sebesar Rp 5.1 milyar/km. Seluruh panjang jaringan jalan tersebut merupakan aset yang perlu dipelihara untuk mempertahankan kondisi dan tetap fungsional.
K ONDISI J ALAN D AERAH Jalan
2006
2007
2008
2009
2010
Panjang
46,498.71
48,680.98
48,680.98
48,358.18
49,280.93
Mantap
41.18%
40.00%
40.00%
56.32%
58.83%
Tidak Mantap
59.00%
60.00%
60.00%
43.69%
41.17%
Panjang
280,312.40
283,321.96
288,185.39
359,020.65
370,629.41
Mantap
48.94%
49.36%
49.37%
51.81%
53.27%
Tidak Mantap
51.06%
50.64%
50.63%
48.19%
46.73%
Provinsi
Kabupaten/Kota
38
Rencana Strategis 2010-2014
Kondisi Jalan Provinsi pada akhir tahun 2008 masih didominasi jalan yang tidak mantap. Dari total panjang Jalan Provinsi yang ada sepanjang 48.681 km, 60 % diantaranya tidak mantap dengan 28,21 % dalam kondisi rusak ringan dan 32,90 % rusak berat. Namun pada 2009 dan 2010 kecenderungannya semakin membaik, meskipun kondisi mantapnya belum mencapai 60 % (hanya 56.32 % pada ahir 2009 dan 58.83 % pada akhir 2010). Sementara itu untuk Jalan Kabupaten, dimana pada akhir tahun 2006 kondisi mantap-nya hanya 48.94 %, pada tahun-tahun berikutnya berangsur-angsur membaik hingga pada akhir 2009, kondisi mantapnya mencapai 51.81 %. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi DItjen. Bina Marga di masa mendatang.
Sumber Daya Manusia dan Organisasi yang Telah Tersedia Pada periode pemerintahan sebelumnya, Direktorat Jenderal Bina Marga telah hadir dan pada akhir September 2009 memiliki pegawai sejumlah 6.801 orang yang tersebar pada 7 Unit Kerja di Pusat dan 10 Unit Kerja di daerah. Dari jumlah tersebut, 1.169 PNS bekerja di kantor pusat Ditjen. Bina Marga dan sebanyak 5.632 orang bekerja tersebar pada Balai Besar/Balai Pelaksanaan Jalan Nasional. Komposisi pegawai Ditjen. Bina Marga berdasarkan tingkat pendidikan maupun golongannya dapat dilihat pada diagram di bawah ini. Berdasarkan tingkat pendidikan, Pegawai dengan pendidikan SLTA ke bawah (60%) sangat mendominasi komposisi pegawai Ditjen. Bina Marga. Proporsi pegawai yang berpendidikan S1 ke atas adalah 34 %, sedangkan sisanya kelompok menengah dengan pendidikan setingkat D3 sebanyak 6 %. Sedangkan dari golongannya, komposisi pegawai DJBM adalah golongan II sebanyak 58 %, Golongan III sebanyak 30 %, golongan I sebanyak 9 % dan golongan IV sebanyak 3 %. Saat ini, pegawai Ditjen. Bina Marga sangat di dominasi oleh pegawai golongan II ke bawah yaitu sekitar 67 % dan sisanya sebesar 33 % merupakan pegawai golongan III ke atas.
Peralatan, Bahan dan Teknologi yang Sudah Dimiliki Ketersediaan peralatan yang ada pada Satker-Satker pemeliharaan dan pembangunan banyak yang sudah mengalami penyusutan. Di samping itu, untuk meningkatkan kualitas pekerjaan jalan di masa mendatang memerlukan bahan-bahan yang memenuhi standar. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan dan standardisasi terhadap bahan dan peralatan yang ada sesuai dengan ketersediaan teknologi yang ada.
3.2
PERMASALAHAN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
39
Bab 3 – Potensi dan Permasalahan Pengaruh Ekonomi Global Terhadap Fluktuasi Harga Keadaan ekonomi global yang tengah mengalami resesi semenjak tahun 2008 yang lalu, menyebabkan bertambahnya negara yang mengalami penyusutan Produk Domestik Bruto (PDB) selama dua triwulan berturut-turut. Hal ini berdampak pada peningkatan angka pengangguran karena penyusutan produksi barang dan jasa akibat berkurangnya permintaan. Di satu sisi, rendahnya permintaan ini dapat menyebabkan turunnya harga barang di pasaran. Namun pada sisi yang lain, penyusutan produksi yang mengikuti rendahnya permintaan tersebut, justru dapat meningkatkan harga barang di pasaran. Kenaikan harga barang juga dapat disebabkan naiknya harga minyak dunia yang memberikan dampak lanjutan pada rantai produksi dan distribusi barang yang menggunakan minyak sebagai bahan baku atau bahan bakar transportasi. Fluktuasi harga menyebabkan lingkungan investasi termasuk investasi pada prasarana jalan menjadi tidak pasti.
Keadaan Alam dan Lingkungan yang Unik Benua Asia
Benua Australia Negara Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau terbesar di dunia (± 17.504 pulau), dengan proporsi jumlah daratannya hanya meliputi 30 % dari luas wilayah yang ada, menyebabkan pemanfaatan ruang daratan termasuk pemanfaatan untuk jalur transportasi darat menjadi terbatas. Sebagian besar kepulauan di Indonesia berada pada jalur patahan tektonik, dimana Pulau Sumatera, Jawa, Bali hingga Kepulauan Nusa Tenggara berada pada Sirkum Mediterania. Pulau Sulawesi, Papua, dan Kepulauan Maluku berada pada Sirkum Pasifik. Bahkan, di Pulau Sumatera terbentang Patahan Semangko yang memanjang sejajar pantai barat pulau tersebut. Hal ini menyebabkan banyak wilayah di Indonesia termasuk dalam wilayah rawan bencana alam dan
40
Rencana Strategis 2010-2014
berdampak pada tidak meratanya sebaran lokasi pusat-pusat kegiatan yang potensial dan adanya koridor-koridor transportasi tertentu yang lebih ekonomis di antara koridor lainnya. Indonesia berada di Khatulistiwa di antara Benua Asia dan Australia sehingga umumnya musim yang ada dipengaruhi oleh Muson Barat dan Timur yang menyebabkan di Indonesia hanya terdapat dua musim utama yaitu musim kemarau dan musim hujan. Meskipun demikian, panjang periode dan tidak menentunya musim hujan seringkali menjadi salah satu penyebab semakin cepatnya kerusakan jalan dan penghambat pelaksanaan konstruksi jalan dan jembatan.
Perubahan Iklim Sebelas dari dua belas tahun terakhir (antara 1995-2006) merupakan tahun-tahun terpanas sejak tahun 1850 (Hasil kajian IPCC – Intergovernmental Panel on Climate Change, 2007). Kenaikan suhu rata-rata tersebut juga diikuti dengan kenaikan muka air laut rata-rata global dengan laju peningkatan rata-rata 1,8 mm per tahun, dimana selama abad 20 diperkirakan total kenaikan muka air laut mencapai 0,17 m. Pemanasan global yang terjadi sejak pertengahan abad ke-20 ini juga dipengaruhi oleh kegiatan manusia dan diperkirakan akan terus mengalami peningkatan secara signifikan pada abad ke-21 jika tidak ada upaya untuk menanganinya. Dampak yang dirasakan saat ini adalah terjadinya perubahan iklim dan peningkatan frekuensi dan intensitas iklim ekstrim. Kondisi ini menyebabkan rentannya sebagian wilayah di Indonesia terhadap bencana yang diakibatkan perubahan iklim seperti banjir akibat air laut pasang maupun akibat hujan yang berkepanjangan yang juga dapat menyebabkan longsor di beberapa lokasi sehingga berdampak pada terputusnya jaringan transportasi jalan yang ada.
Tingkat Pembangunan dan Kepadatan Penduduk yang Tidak Merata Penyelenggaraan jalan di Indonesia dalam kenyataannya tidak dapat terlepas dari realita timpangnya sebaran penduduk, perbedaan luas wilayah, dan keberagaman kondisi topografi yang ada. Dari data luas wilayah, sebaran jumlah penduduk, panjang jalan, dan jumlah kendaraan yang ada, memperlihatkan tidak merata. Pulau Jawa yang mencakup 7,2 % dari luas wilayah Indonesia dihuni 57.49% penduduk, sementara Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku Papua yang luasnya 32.3%, 10.8% dan 25.0% dari luas wilayah Indonesia, masing-masing hanya memiliki jumlah penduduk 5.8%, 7.31% dan 2.6% saja. Hasilnya, luas ketiga wilayah tersebut yang mencakup 68,1% hanya dihuni 15,71% penduduk. Lebih dari 70% jaringan jalan yang ada pada saat ini terdapat di Pulau Sumatera, Jawa, dan Bali yang luas wilayahnya hanya mencakup sekitar 31% dari seluruh wilayah Indonesia. Sisanya 30%
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
41
Bab 3 – Potensi dan Permasalahan jaringan jalan berada di Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, Maluku, dan Papua yang memiliki 69% dari luas wilayah Nasional. Selain itu, keseimbangan pembangunan antarwilayah terutama pembangunan Kawasan Timur Indonesia (KTI), daerah tertinggal, daerah perbatasan, yang akhirnya dapat mengurangi kesenjangan dalam pulau maupun antara kota dan desa, masih belum tercapai.
Sistem Jaringan Transportasi yang Belum Terpadu Meskipun sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari perairan, namun moda transportasi yang dipergunakan masih dikuasai oleh moda transportasi yang menggunakan prasarana jalan. Bappenas mencatat moda transportasi melalui jalan melayani 84% penumpang, sedangkan kereta api baru 7,3%, udara 1,5%, laut 1,8%, dan sungai hanya 5,3%. Untuk angkutan barang, moda jalan masih mendominasi dengan menguasai 90,4%, sisanya dibagi ke moda lainnya yakni laut dan kereta api masing-masing 7% dan 0,6%, padahal moda ini memiliki potensi angkutan barang berskala besar. (Bappenas, 2006) Belum berkembangnya konsep transportasi intermoda yang dapat menghubungkan seluruh wilayah di Indonesia secara menerus dengan biaya transportasi yang ekonomis maupun untuk mendukung Sistem Logistik Nasional.
100
60
Proporsi Penggunaan Moda Transportasi (%)
90.4
80
84
40 20
0.6
7.3
0 Jalan
Penumpang
KA
0 5.3 Sungai
Barang
7 1.8 Laut
0 1.5 Udara
Sistem jaringan jalan dan spesifikasi penyediaan parasarana jalan antara Jalan Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota pada beberapa koridor lintas belum sinergis, sehingga memberikan kendala pada sarana transportasi yang dipergunakan. Harus diakui bahwa belum tersinerginya Jalan Nasional dan Jalan SubNasional dikarenakan adanya pemisahan tegas yang tertera dalam Undang-Undang No.38/2004 tentang Jalan yang berdasarkan pemikiran desentralisasi bidang jalan. Padahal, pada kenyataan di lapangan, seluruh jalan tanpa terkecuali merupakan bagian dari sektor transportasi, jika Jalan Nasional saja yang mantap sementara jalan daerah (Jalan Provinsi dan Kabupaten/Kota) tidak mantap, akhirnya biaya transportasi tetap tinggi karena ada bagian dari jalan yang rusak kondisinya.
42
Rencana Strategis 2010-2014
Pertumbuhan Kebutuhan Layanan Transportasi K EBUTUHAN AKSESIBILTAS DI WILAYAH TERISOLIR , TERPENCIL , TERTINGGAL , PERBATASAN DAN PULAU TERLUAR
Adanya wilayah tertinggal, terisolir dan terpencil salah satunya disebabkan minimnya aksesibilitas masyarakat pada wilayah tersebut untuk mencapai pusat-pusat kegiatan untuk memasarkan produk ataupun memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk di Pulau Papua, 11 ruas strategis di Papua masih sangat kurang dalam mendukung pengembangan potensi wilayah. Wilayah perbatasan dan pulau terluar memerlukan aksesibilitas yang memadai dalam rangka pertahanan dan keamanan untuk menjaga kesatuan wilayah NKRI. Aspek integritas wilayah tidak hanya ditinjau dari aspek pertahanan dan keamanan saja, melainkan juga aspek ekonomi, sosial dan budaya yang dipengaruhi dengan ketersediaan infrastruktur yang memadai.
K EBUTUHAN AKSESIBILITAS DI KAWASAN PRODUKSI , INDUSTRI DAN OUTLET Aksesibiltas di kawasan produksi, industri dan outlet tidak hanya dipandang dari sisi keterhubungan, melainkan juga kompatibilitas prasarana dengan sarana yang dipergunakan dalam transportasi logistik antara kawasan produksi, industri dan outlet. Hal ini diindikasikan masih banyaknya kawasan produksi, industri maupun outlet yang belum dapat dilalui kendaraan kargo baik karena keterbatasan struktur jalan ataupun keterbatasan geomterik jalan.
K EBUTUHAN MOBILITAS DI WILAYAH BERKEMBANG DAN LINTAS UTAMA Jaringan jalan di lintas utama 4 (empat) pulau besar, yaitu Lintas Timur Sumatera, Pantai Utara Jawa, Lintas Selatan Kalimantan, dan Lintas Barat Sulawesi masih belum memadai dalam mendukung pertumbuhan ekonomi regional dan nasional. Masih banyaknya titik kemacetan lalu-lintas pada jaringan jalan di perkotaan terutama di 8 (delapan) kota metropolitan (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, dan Makassar) dan kota non-metropolitan. Demikian pula beberapa jalan akses yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan nasional, seperti kawasan industri, pelabuhan laut (outlet) dan pelabuhan udara yang masih mengalami kemacetan.
K EBUTUHAN AKSESIBILITAS DAN MOBILITAS MENDUKUNG D OMESTIC C ONNECTIVITY DAN P USAT K EGIATAN E KONOMI K REATIF Sebagai bagian dari komtimen Kementerian PU dalam mendukung Domestic Connectivity dan Pusat Kegiatan Ekonomi Kreatif, diperlukan fokus prioritas penyediaan prasarana jalan yang memadai dalam mengakomodasi aksesibiltas utuk melengkapi Domestic Connectivity dan kebutuhan mobilitas menuju pusat-pusat kegiatan ekonomi kreatif.
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
43
Bab 3 – Potensi dan Permasalahan Keselamatan Jalan dan Wawasan Lingkungan yang Belum Memadai Lebih dari 30 % ruas jalan nasional yang ada masih memiliki spesifikasi penyediaan prasarana jalan substandar, yang dapat meningkatkan resiko keselamatan jalan.
Angka Kecelakaan Lalu Lintas Indonesia 2008
2009
59.164 kali
57.726 kali
Korban meninggal dunia
20.118 orang
18.205 orang
Korban luka berat
23.440 orang
21.289 orang
Korban luka ringan
55.772 orang
58.304 orang
5.311.228 kasus
5.817.386 kasus
TAHUN Kejadian
Angka pelanggaran lalu lintas
Adanya beberapa ruas jalan pada Sumber : Mabes Polrii daerah dengan bentuk medan yang berbukit, yang belum memenuhi standar geometerik jalan sehingga menyebabkan borosnya penggunaan bahan bakar yang berdampak pada peningkatan emisi. Kerusakan dini akibat kegagalan konstruksi dapat memberikan dampak negatif terhadap keselamatan jalan.
Keterbatasan Pendanaan Keterbatasan pendanaan memberikan konsekuensi : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Adanya jalan dengan kemampuan struktur yang marginal meskipun sudah dapat fungsional. Penyelenggaraan jalan tidak dapat memenuhi Indikator Kinerja Utama dan dapat menganggu aksesibilitas, mobilitas dan tingkat keselamatan. Dukungan prasaran jalan terhadap transportasi terpadu (intermoda) belum maksimal terutama dalam mendukung pelabuhan-pelabuhan utama/outlet. Minimnya pembangunan jalan pada kawasan strategis Sebagian besar usulan kebutuhan pembangunan jalan dan jembatan baru belum dapat dipenuhi. Usulan penambahan status jalan belum terakomodasi untuk penanganan pemeliharaannya Dukungan Pemerintah terhadap Jalan Tol sangat minim sehingga komitmen pembangunan tidak dapat dipenuhi.
Kualitas SDM yang Kurang Memadai dan Organisasi yang Kurang Efektif dan Optimal Dari total 6.801 pegawai yang dimiliki Ditjen. Bina Marga, pegawai dengan pendidikan SLTA ke bawah (60%) sangat mendominasi. Proporsi pegawai yang berpendidikan S1 ke atas adalah 34 %, sedangkan sisanya kelompok menengah dengan pendidikan setingkat D3 sebanyak 6 %. Oleh karena itu keberadaan perangkat dan sumber daya aparatur tersebut, tidak sepenuhnya mampu mendorong pelaksanaan penyelenggaraan jalan secara efektif dan efisien.
44
Rencana Strategis 2010-2014
Dari aspek sumberdaya aparatur masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar pelaksanaan organisasi dapat diselenggarakan secara lebih optimal, antara lain menyangkut penyamaan dan penyempurnaan pola pikir serta budaya kerja yang lebih berorientasi pada hasil dengan tingkat pengeluaran yang dapat ditekan seefisien mungkin, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Masih banyak pegawai yang belum bekerja secara profesional sebagaimana dituntut oleh para pemangku kepentingan. Walaupun secara kuantitas jumlah Comm. Kondisi Eksisting AMANAH UNDANG-UNDANG 38/2004 Sense Sekr. Bipran Bintek JBHJK Wil Balai pegawai sudah relatif banyak namun bila ditinjau dari aspek kualitas dan pemerataan distribusi PENGATURAN 1 Secara sesuai beban kerjaUmum masing-masing unit kerja, masih terjadi ketimpangan yang sangat besar. Hal a Pembentukan Peraturan Perundang2an Tur b Perumusan Kebijakan Perencanaan Tur belum dapat menjawab ini bermuara dari bentuk dan struktur serta susunan organisasi yang c Pengendalian Penyelenggaraan Secara Makro Tur Asumsi Bobot Tupoksi Penetapan NSKP Pengaturan Tur semua fungsi dDirektorat Jenderal BinaJalan Marga. 2 Jalan Nasional a Penetapan Fungsi Jalan untuk (A/K Prov/Sisjar Primer) Comm. b Penetapan Status Jalan Nasional Sense c Penyusunan Renc. Umum Jaringan Jalan Nasional PENGATURAN 3 Jalan Tol 1 Secara Umum a Perumusan Perencanaan a Pembentukan PeraturanKebijakan Perundang2an Tur b Kebijakan Penyusunan Perencanaan Umum b Perumusan Perencanaan Tur c Pengendalian Penyelenggaraan Secara Makro Tur c Pembentukan Peraturan Perundang2an d Penetapan NSKP Pengaturan Jalan Tur PEMBINAAN 2 Jalan Nasional 1 Secara Umum dan Jalan Nasional a Penetapan Fungsi Jalan untuk (A/K Prov/Sisjar Primer) Tur a Pengembangan Sistem Bimbingan, Penyuluhan dan Diklat b Penetapan JalanBimbingan, Nasional Penyuluhan dan Diklat Tur b Status Pemberian c Penyusunan Renc. Umum Jaringan Nasional Tur c Pengkajian serta LitbangJalan Teknologi 3 Jalan Tol d Pemberian Fasilitasi Penyelesaian Sengketa antar Provinsi a Perumusan Kebijakan Perencanaan Tur e Penyusunan dan Penetapan NSKP Pembinaan Jalan b Penyusunan Perencanaan Umum Tur 2 Jalan Tol c Pembentukan Peraturan Perundang2an Tur a Penyusunan Pedoman dan Standar Teknis PEMBINAAN b Pelayanan 1 Secara Umum dan Jalan Nasional c Penelitian dan Pengembangan a Pengembangan Sistem Bimbingan, Penyuluhan dan Diklat Tur PEMBANGUNAN b Pemberian Bimbingan, Penyuluhan dan Diklat Bin 1 Secara Umum c Pengkajian serta Litbang Teknologi Bin a Fasilitasi Penetapan Laik FungsiSengketa Teknis antar Provinsi d Pemberian Penyelesaian Bin b Penetapan Laik Fungsi AdministratifJalan e Penyusunan dan Penetapan NSKP Pembinaan Bin/Tur c Pemeliharaan, Perawatan dan Pemeriksaan 2 Jalan Tol d Pembantuan Pembiayaan Pembangunan a Penyusunan Pedoman dan Standar Teknis Tur e Perencanaan Teknis b Pelayanan Bin c Penelitianf dan Pengembangan Bin Pelaksanaan Konstruksi (Pembangunan dan Preservasi) PEMBANGUNAN g Pengoperasian dan Pemeliharaan (Preservasi) 1 Secara Umum 2 Jalan Nasional a Penetapan Fungsi Teknis Bang a Laik Perencanaan Teknis b Penetapan Fungsi Administratif Bang b Laik Pemrograman c Pemeliharaan, Perawatan dan Pemeriksaan Bang c Penganggaran d Pembantuan Pembiayaan Pembangunan Bin d Pengadaan Lahan e Perencanaan Teknis Bin e Pelaksanaan Konstruksi (Pembangunan dan Preservasi) f Pelaksanaan Konstruksi (Pembangunan dan Preservasi) Bin f Pengoperasian dan Pemeliharaan (Preservasi) g Pengoperasian dan Pemeliharaan (Preservasi) Bin g Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Manajemen 2 Jalan Nasional PENGUSAHAAN a Perencanaan Teknis Bang a Pendanaan b Pemrograman Bang b Perencanaan Teknis c Penganggaran Bang c Lahan Pelaksanaan Konstruksi d Pengadaan Bang d Pengoperasian dan/atau Pemeliharaan e Pelaksanaan Konstruksi (Pembangunan dan Preservasi) Bang PENGAWASAN f Pengoperasian dan Pemeliharaan (Preservasi) Bang 1 Secara dan Umum g Pengembangan Pengelolaan Sistem Manajemen TurBang PENGUSAHAANa Evaluasi dan Pengkajian Pelaksanaan Kebijakan Penyelenggaraan b Pengendalian Fungsi dan Manfaat Hasil Pembangunan a Pendanaan Tur/Bin b Perencanaan Teknis Bin c Penetapan Standar Pelayanan Minimal c Pelaksanaan Konstruksi Bin 2 Jalan Nasional d Pengoperasian dan/atau Pemeliharaan Bin a Evaluasi Penyelenggaraan PENGAWASAN b Pengendalian Fungsi dan Manfaat Hasil Pembangunan 1 Secara Umum 3 Jalan Tol a Evaluasi dan Pengkajian Pelaksanaan Kebijakan Penyelenggaraan Bin a Tertib Pengaturan b Pengendalian Fungsi dan Manfaat Hasil Pembangunan Bin b Tertib Pengusahaan c Penetapan Standar Pelayanan Minimal Bin c Tertib Pembinaan 2 Jalan Nasional a Evaluasi Penyelenggaraan Bang b Pengendalian Fungsi dan Manfaat Hasil Pembangunan Bang 3 Jalan Tol a Tertib Pengaturan Bin b Tertib Pengusahaan Bin c Tertib Pembinaan Bin AMANAH UNDANG-UNDANG 38/2004
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
Kondis
BPJT Sekr. Bipran Binte
0.5 0.25 (untuk pendekatan saja) 1 Tur Kondisi Kondisi Kedepan OrganisasiEksisting 2005-2009 Sekr. Tur Bipran Bintek JBHJK Wil Balai BPJT Sekr. Bipran Bintek Wil Bal Tur
Tur Tur Tur
Tur Bin Bin Bin Bin/Tur Tur Bin Bin
Bang Bang Bang Bin Bin Bin Bin Bang Bang Bang Bang Bang Bang TurBang Tur/Bin Bin Bin Bin
Bin Bin Bin Bang Bang
`
Bin Bin Bin `
45
Bab 3 – Potensi dan Permasalahan Aspek lain yang masih memerlukan pembenahan termasuk pengorganisasian satuan kerja di lapangan, rumusan hubungan kerja antara Ditjen. Bina Marga dengan dinas di daerah, aspek pengawasan internal agar praktek-praktek pelanggaran terhadap ketentuan terutama yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Hambatan dalam Proses Pengadaan Tanah Sebagian ruas-ruas baru yang dibangun termasuk Jalan Tol belum dapat berfungsi karena hambatan proses penyediaan tanah. Umumnya permasalahannya adalah: 1. 2.
Ketersediaan tanah dan alokasi pengadaan tanah terbatas Pelaksanaan di lapangan yang kompleks, kinerja P2T kurang optimal, dan konsinyasi yang berjalan lambat
Permasalahan Eksternal Lainnya Permasalahan eksternal lainnya yang juga perlu mendapatkan perhatian diantaranya adalah masalah kesalahan penggunaan dan pemanfaatan jalan pada ruas-ruas jalan nasional, seperti pembebanan berlebih (overloading) masih terjadi terutama pada Lintas Pantura Jawa dan Lintas Timur Sumatera; ataupun penggunaan Ruang Milik Jalan (Rumija) untuk penggunaan yang tidak semestinya seperti untuk pasar tumpah maupun lahan parkir kendaraan.
3.3
ISU UTAMA
Beberapa hal yang telah dibahas dalam bab ini merupakan salah satu bagian yang penting dalam renstra, karena kondisi sekarang, pengakuan tentang perlunya pemantapan ataupun penajaman dimulai dari pemahaman terhadap potensi dan permasalahan. Beberapa kendala telah disampaikan seperti: Asset Management yang perlu ditindak lanjuti sebagaimana manajemen aset yang berlaku. Isu tentang multimoda juga merupakan isu yang perlu ditindak lanjuti, bagaimana isu multimoda itu tersungkur ke jalan, sejalan dengan berkembang pesatnya penggunaan sepeda motor, yang merupakan gambaran ketidak-percayaan masyarakat terhadap pelayanan angkutan publik yang disediakan oleh pemerintah perlu diwaspadai secara “bijak”. Selain hal tersebut, dalam kaitannya dengan pertanggungjawaban, sektor jalan secara “sistem transportasi” terdiri dari jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/kota dan bahkan jalan desa. Tidak dapat dipisah-pisah, semua merupakan bagian dari biaya transportasi. Artinya, walaupun jalan nasional baik, namun apabila jalan provinsi ataupun kabupaten kondisinya lebih rendah dari baik, maka tetap saja, biaya transportasi itu tetap tinggi. Bahwa jalan belum merupakan pendorong pertumbuhan, hal ini dibuktikan oleh salah satu temuan dari World Economic Forum dimana dalam aspek kualitas jalan peringkatnya masih jauh bila dibandingkan peringkat secara keseluruhan (terbukti dari misalnya competitiveness index Indonesia pada tahun 2010 termasuk ranking 44, tapi competitiveness index untuk kualitas jalan masih jauh dibawah 44, yakni 84). Walaupun demikian, peringkat kualitas jalan tersebut semakin membaik ( 2008 = 105, 2009 = 94, sedangkan 2010 membaik menjadi 84). Hal ini dikarenakan metodologi yang dipergunakan adalah pendekatan survei yang hanya melihat jalan nasional saja, dan ini berarti walaupun jalan belum merupakan pendorong, akan tetapi dari tahun ke tahun
46
Rencana Strategis 2010-2014
kualitasnya semakin membaik. Sedangkan, kondisi jalan secara keseluruhan dapat dilihat dari temuan ADB 2010, dan persepsi World Bank dalam Logistic Performance Index, dimana Indonesia jauh ketinggalan dari negara-negara tetangga, kecuali Vietnam dan Fillipina yang masih berada dibawah ranking Indonesia. Perkembangan jalan secara regional, juga merupakan perhatian pemerintah baru-baru ini, dengan ditetapkannya konektivitas domestik sebagai prioritas ataupun program pemerintah, pemerintah juga melakukan usaha-usaha serius dalam penanganan kemacetan di dalam pusat kota ataupun pusat pengangkutan barang dan orang. Tekanan lain yang perlu diwaspadai, adalah terbitnya UU no. 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan yang mensyaratkan pemerintah bahwa jalan harus dalam kondisi baik, dan tidak boleh ada kerusakan. UU ini sudah mulai diterapkan dalam penyelenggaraan lalu lintas. Untuk menyiasati kondisi tersebut, pemerintah tidak keberatan dengan pembentukan unit preservasi jalan yang akan menyelenggarakan penyiapan dan pemungutan dana preservasi jalan dari masyarakat, akan tetapi peraturan pemerintah tentang itu, masih sedang dibahas dan merupakan salah satu dari sembilan RPP sebagai turunan dari UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang akan diajukan oleh pemerintah. Peningkatan peran swasta dalam penyelenggaraan jalan juga sudah di inisiasi oleh pemerintah, bahkan perbaikan internal, melalui pembentukan Kelompok Kerja untuk menangani pengadaan barang dan jasa yang juga sudah dibentuk. Dari sisi good governance ini merupakan salah satu terobosan untuk memutus mata rantai keterkaitan owner dengan penyedia jasa dan ini merupakan tanda keseriusan pemerintah untuk berbuat lebih baik kepada masyarakat. Memang keterbatasan pendanaan merupakan hal yang klasik untuk dibuat bagian dari permasalahan, akan tetapi dengan peningkatan efisiensi, peningkatan inovasi (recycling, performance based contract, maintenenace management system), maka kemampuan pendanaan akan saling bersinergi dengan efisiensi, dan itu juga merupakan bagian dari reformasi yang sedang dilaksanakan. Mengingat segala isu yang dibahas disini, sudah selayaknya dalam penanganan sektor jalan selain memperhatikan keseimbangan pembangunan wilayah, juga memperhatikan antusiasme masyarakat, perkembangan yang ada dimasyarakat serta perlunya aksesibilitas yang lebih baik bagi pulau-pulau di seluruh Indonesia.
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
47
Bab 4 – Visi, Misi dan Tujuan
48
Rencana Strategis 2010-2014
BAB 4 VISI, MISI DAN TUJUAN
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
49
Bab 4 – Visi, Misi dan Tujuan 4.1
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
Visi Kementerian Pekerjaan Umum Kementerian Pekerjaan Umum menyelenggarakan pembangunan infrastruktur dalam rangka mencapai visi : “Tersedianya Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Permukiman yang Andal untuk Mendukung Indonesia Sejahtera 2025”.
Misi Kementerian Pekerjaan Umum Untuk mencapai Visi Kementerian PU maka ditetapkan Misi Kementerian PU tahun 2010 – 2014, yaitu: 1.
Mewujudkan penataan ruang sebagai acuan matra spasial dari pembangunan nasional dan daerah serta keterpaduan pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman berbasis penataan ruang dalam rangka pembangunan berkelanjutan. 2. Menyelenggarakan pengelolaan SDA secara efektif dan optimal untuk meningkatkan kelestarian fungsi dan berkelanjutan pemanfaatan SDA serta mengurangi resiko daya rusak air. 3. Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas wilayah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejeahteraan masyarakat dengan penyediaan jaringan jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan. 4. Meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman yang layak huni dan produktif melalui pembinaan dan fasilitasi pengembangan infrastruktur permukiman yang terpadu, andal dan berkelanjutan. 5. Menyelenggarakan industri konstruksi yang kompetitif dengan menjamin adanya keterpaduan pengelolaan sektor konstruksi, proses penyelenggaraan konstruksi yang baik dan menjadikan pelaku sektor konstruksi tumbuh dan berkembang. 6. Menyelenggarakan Penelitian dan Pengembangan serta Penerapan : IPTEK, norma, standar, pedoman, manual dan/atau criteria pendukung infrastruktur bidang PU dan permukiman. 7. Menyelenggarakan dukungan manajemen fungsional dan sumber daya yang akuntabel dan kompeten, terintegrasi serta inovatif dengan menerapkan prinsip-prinsip good governance. 8. Meminimalkan penyimpangan dan praktik-praktik KKN di lingkungan Kementerian PU dengan meningkatkan kualitas dan pengawasan profesional.
Tujuan dan Sasaran Kementerian Pekerjaan Umum Tujuan yang akan dicapai Kementerian PU terkait bidang jalan berdasarkan penjabaran visi Kementerian PU adalah:
50
Rencana Strategis 2010-2014
1.
Meningkatkan kualitas penyelenggaraan penataan ruang untuk terlaksananya pengembangan wilayah dan pembangunan nasional serta daerah yang terpadu dan sinergis bagi terwujudnya ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. 2. Meningkatkan keandalan sistem jaringan infrastruktur pekerjaan umum dan pengelolaan sumber daya air untuk meningkatkan daya saing melalui pertumbuhan ekonomi nasional, ketahanan pangan, ketahanan air dan ketahanan energi. 3. Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dan cakupan pelayanan infrastruktur dasar bidang permukiman untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 4. Meningkatkan kapasitas pengawasan pengendalian pelaksanaan, dan akuntabilitas kinerja untuk mencapai efektivitas dan efisiensi pelayanan publik bidang pekerjaan umum. 5. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan SDM aparatur dan jasa konstruksi serta penelitian dan pengembangan bidang pekerjaan umum dan permukiman untuk meningkatkan kinerja pelayanan bidang pekerjaan umum dan jasa konstruksi. Sedangkan sasaran yang hendak dicapai dari tujuan-tujuan tersebut adalah: 1.
2.
3. 4.
5.
Meningkatnya keterlibatan masyarakat dalam setiap penyusunan Rencana Tata Ruang (RTR) serta penerbitan Peraturan Presiden tentang RTR Pulau/Kepulauan dan peraturan pendukungnya berupa Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria NSPK bidang penataan ruang sesuai amanat RTRWN. Meningkatnya ketersediaan air baku yang memadai (kuantitas, kualitas, dan kontinuitas) guna pemenuhan berbagai kebutuhan baik untuk pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum guna mendukung target MDGs 2015, maupun kebutuhan pertanian dalam rangka mempertahankan swasembada pangan serta kebutuhan sektor-sektor untuk meningkatkan produktivitas sektor produksi melalui pembangun/peningkatan/rehabilitasi serta operasi dan pemeliharaan bendungan, waduk/embung/bangunan penampung air lainnya serta prasarana penyediaan air baku, jaringan irigasi dan jaringan rawa. Meningkatnya kualitas pengendalian banjir secara terpadu dari hulu ke hilir dalam satu wilayah dan perlindungan kawasan di sepanjang garis pantai dari bahaya abrasi. Meningkatnya efisiensi sistem jaringan jalan di dalam sistem transportasi yang mendukung perekonomian nasional dan sosial masyarakat serta pengembangan wilayah melalui preservasi dan peningkatan kapasitas jalan lintas wilayah serta pembangunan Jalan Tol Trans Jawa. Meningkatnya taraf hidup masyarakat dan kualitas lingkungan permukiman melalui pengembangan sistem jaringan penyediaan air minum untuk mendukung peningkatan tingkat pelayanan penduduk perkotaan dan penduduk perdesaan, serta meningkatnya pelayanan sanitasi sistem terpusat dan sistem berbasis masyarakat bagi penduduk perkotaan, meningkatnya sistem pengelolaan drainase untuk mendukung pengurangan luas genangan di perkotaan serta meningkatnya sistem pengelolaan persampahan untuk mendukung peningkatan tingkat pelayanan penduduk, dan meningkatnya
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
51
Bab 4 – Visi, Misi dan Tujuan
6.
4.2
kualitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, serta penerapan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) di perkotaan. Meningkatnya kemampuan pemerintah daerah dan stakeholders jasa konstruksi serta masyarakat untuk mendukung tercapainya penguasaan pangsa pasar domestik oleh pelaku konstruksi nasional serta pengurangan jumlah dan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan akibat kegagalan konstruksi/bangunan melalui peningkatan sistem pembinaan teknis dan usaha jasa konstruksi.
TATA NILAI DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
Direktorat Jenderal Bina Marga menyadari bahwa tercapainya visi dan misi tersebut dapat terwujud apabila didukung dengan penerapan tata nilai yang sesuai dan mendukung usahausaha pelaksanaan misi dan pencapaian visi. Tata Nilai merupakan referensi dan sekaligus arah bagi sikap dan perilaku seluruh aparat dalam menjalankan tugas. Berdasarkan tata nilai yang sama, akan menuju pada penyatuan hati dan pikiran seluruh aparat untuk mewujudkan layanan prima dalam penyelenggaraan jalan. Tata nilai yang dimaksud adalah: 1. Pelayanan 2. Berwawasan ke depan 3. Akuntabel 4. Kerjasama 5. Transparansi 6. Integritas
4.3
VISI DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
Program penyelenggaraan jalan diselenggarakan dalam rangka mencapai visi jangka panjang :
“Terwujudnya sistem jaringan jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan di seluruh wilayah nasional untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial” .
4.4
MISI DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
Dalam rangka mencapai visi program penyelenggaraan jalan, maka Misi Direktoraj Jenderal Bina Marga yang ditetapkan untuk periode tahun 2010-2014 adalah : 1.
52
Mewujudkan jaringan Jalan Nasional yang berkelanjutan dengan mobilitas, aksesibilitas dan keselamatan yang memadai, untuk melayani pusat-pusat kegiatan nasional, wilayah dan kawasan strategis nasional.
Rencana Strategis 2010-2014
2.
3.
4.5
Mewujudkan jaringan Jalan Nasional bebas hambatan antar-perkotaan dan dikawasan perkotaan yang memiliki intensitas pergerakan logistik tinggi yang menghubungkan dan melayani pusat-pusat kegiatan ekonomi utama nasional. Memfasilitasi agar kapasitas Pemerintah Daerah meningkat dalam menyelenggarakan jalan daerah yang berkelanjutan dengan mobilitas, aksesibilitas, dan keselamatan yang memadai.
TUJUAN DAN SASARAN DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
Sebagai penjabaran atas visi dan misi DIrektorat Jenderal Bina Marga dan untuk mencapai tujuan Kementerian Pekerjaan Umum selama periode lima tahu ke depan, maka tujuan yang hendak dicapai adalah : Meningkatkan keandalan sistem jaringan infrastruktur pekerjaan umum dan pengelolaan sumber daya air untuk meningkatkan daya saing melalui pertumbuhan ekonomi nasional, ketahanan pangan, ketahanan air dan ketahanan energi. Sasaran yang diharapkan dicapai selama periode 2010-2014 adalah: 1. 2.
4.6
Meningkatnya kualitas layanan jalan nasional dan pengelolaan jalan daerah Meningkatkan kapasitas jalan nasional sepanjang 19.370 km.
OUTCOME DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
Indikator Kinerja Utama 1. 2. 3. 4. 5.
Meningkatnya kondisi mantap jaringan jalan nasional menjadi 94 %. Meningkatnya penggunaan jalan pada ruas jalan nasional menjadi 91,55 milyar kendaraan kilometer/tahun. Meningkatnya fasilitasi penyelenggaraan jalan daerah untuk menuju 60 % kondisi mantap. Meningkatnya panjang peningkatan struktur/pelebaran jalan sebesar 17.525 km. Meningkatnya panjang jalan baru yang dibangun sebesar 1.845 km.
Outcome Adapun outcome berdasarkan sasaran Direktorat jenderal Bina Marga, meliputi:
O UTCOME S ASARAN 1 : 1. 2. 3.
Meningkatnya kondisi mantap jaringan jalan nasional menjadi 94 %. Meningkatnya penggunaan jalan pada ruas jalan nasional menjadi 91,55 milyar kendaraan kilometer/tahun. Meningkatnya fasilitasi penyelenggaraan jalan daerah untuk menuju 60 % kondisi mantap.
O UTCOME S ASARAN 2 : 1. 2.
Meningkatnya panjang peningkatan struktur/pelebaran jalan sebesar 17.525 km. Meningkatnya panjang jalan baru yang dibangun sebesar 1.845 km.
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
53
Bab 5 – Kebijakan dan Strategi
54
Rencana Strategis 2010-2014
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
BAB 5
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
55
Bab 5 – Kebijakan dan Strategi
5.1
ARAHAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Arah Kebijakan dan Strategi Nasional dalam RPJPN dan RPJM Pembangunan transportasi diarahkan untuk: 1.
2.
3.
4. 5.
6.
7.
Mendukung kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antardaerah; Membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional; serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional. Untuk itu, pembangunan transportasi dilaksanakan dengan mengembangkan jaringan pelayanan secara antarmoda dan intramoda; menyelaraskan peraturan perundangundangan yang terkait dengan penyelenggaraan transportasi yang memberikan kepastian hukum dan iklim usaha yang kondusif; Mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berpartisipasi dalam penyediaan pelayanan; Meningkatkan iklim kompetisi secara sehat agar dapat meningkatkan efisiensi dan memberikan alternatif bagi pengguna jasa dengan tetap mempertahankan keberpihakan pemerintah sebagai regulator terhadap pelayanan umum yang terjangkau kepada masyarakat; Menyediakan pelayanan angkutan umum masal di daerah perkotaan yang didukung pelayanan pengumpan, yang aman, nyaman, tertib, terjangkau dan ramah lingkungan serta bersinergi dengan kebijakan tata guna lahan; serta meningkatkan budaya berlalu lintas yang tertib dan disiplin. Untuk pelayanan transportasi di daerah perbatasan, terpencil, dan perdesaan dikembangkan sistem transportasi perintis yang berbasis masyarakat (community based) dan wilayah.
Kebijakan RPJM ke – 2 (2010 – 2014) : 1.
2.
56
Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM ke-1, RPJM ke-2 ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian. Daya saing perekonomian meningkat melalui penguatan industri manufaktur sejalan dengan penguatan pembangunan pertanian dan peningkatan pembangunan kelautan dan sumber daya alam lainnya sesuai potensi daerah secara terpadu serta meningkatnya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerja sama antara pemerintah dan dunia usaha; peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan; serta
Rencana Strategis 2010-2014
3.
penataan kelembagaan ekonomi yang mendorong prakarsa masyarakat dalam kegiatan perekonomian. Kondisi itu didukung oleh pengembangan jaringan infrastruktur transportasi, serta pos dan telematika; peningkatan pemanfaatan energi terbarukan, khususnya bioenergi, panas bumi, tenaga air, tenaga angin, dan tenaga surya untuk kelistrikan; serta pengembangan sumber daya air dan pengembangan perumahan dan permukiman. Bersamaan dengan itu, industri kelautan yang meliputi perhubungan laut, industri maritim, perikanan, wisata bahari, energi dan sumber daya mineral dikembangkan secara sinergi, optimal, dan berkelanjutan.
Fokus Pembangunan : 1.
Integrasi Rencana Tata Ruang ke dalam dokumen perencanaan pembangunan dan penegakan peraturan dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang. 2. Pengelolaan sumber daya air untuk peningkatkan ketersediaan air baku bagi domestik, pertanian, dan industri secara berkelanjutan serta mengurangi tingkat resiko akibat daya rusak air. 3. Pengembangan jaringan infrastruktur transportasi jalan bagi peningkatkan kelancaran mobilitas barang dan manusia serta aksesibilitas wilayah. 4. Pengembangan perumahan dan permukiman untuk peningkatan hunian yang layak dan produktif. Sasaran Umum Pembangunan Transportasi 2010-2014 terkait Bidang Prasarana Jalan: 1. 2.
Kondisi mantap jalan nasional menjadi 90 persen; Kecepatan rata-rata kendaraan menjadi 60 km/jam di jalan nasional (Kecepatan Rencana).
Sasaran pembangunan transportasi jalan adalah: 1.
2.
3. 4.
Terpelihara dan meningkatnya daya dukung, kapasitas, dan kualitas pelayanan prasarana jalan untuk daerah-daerah yang perekonomiannya berkembang pesat dengan target penyelesaian pembangunan jalan lintas strategis sepanjang 19.370 km, khususnya Lintas Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, dan Papua; Meningkatnya aksesibilitas wilayah yang sedang dan belum berkembang pada koridor-koridor utama di tiap-tiap pulau, perdesaan, wilayah perbatasan, terpencil, dan pulau-pulau kecil; Terwujudnya partisipasi aktif pemerintah, BUMN, dan swasta dalam penyelenggaraan pelayanan prasarana jalan; serta Tersedianya mekanisme pendanaan untuk preservasi jalan dan terbentuknya forum lalu lintas angkutan jalan sebagai amanat UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
57
Bab 5 – Kebijakan dan Strategi
Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian PU Arah kebijakan umum pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman adalah sebagai berikut: 1.
2.
3.
Pembangunan infrastruktur sesuai dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah dan pembangunan berkelanjutan di kawasan strategis, tertinggal, perbatasan, daerah terisolir untuk mengurangi kesenjangan wilayah, daerah rawan bencana, serta meningkatkan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman dan cakupan pelayanan dasar bidang pekerjaan umum dan permukiman untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan dan inklusif. Pembangunan infrastruktur sesuai dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah dan pembangunan berkelanjutan melalui peningkatan keandalan sistem di kawasan pusat produksi dan ketahanan pangan guna mendukung daya saing dan mendorong industri konstruksi untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkualitas. Pembinaan penyelenggaraan infrastruktur melalui optimasi peran pelayanan publik bidang pekerjaan umum dan permukiman untuk mendukung otonomi daerah dan penerapan prinsip-prinsip perbaikan tata kelola pemerintahan, serta mendukung reformasi birokrasi dan mewujudkan good governance.
Sedangkan Kebijakan Pembangunan Prasarana Jalan adalah : 1.
2.
3. 4. 5. 6. 7.
58
Mempertahankan kinerja pelayanan prasarana jalan yang telah terbangun dengan mengoptimalkan pemanfaatan prasarana jalan melalui pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan teknologi jalan. Mengharmonisasikan keterpaduan sistem jaringan jalan dengan kebijakan tata ruang wilayah nasional yang merupakan acuan pengembangan wilayah dan meningkatkan keterpaduannya dengan sistem jaringan prasarana lainnya dalam konteks pelayanan intermoda dan sistem transportasi nasional (Sistranas) yang menjamin efisiensi pelayanan transportasi. Meningkatkan koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memperjelas hak dan kewajiban dalam penanganan prasarana jalan. Mengembangkan rencana induk sistem jaringan prasarana jalan berbasis pulau (Jawa dan Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua). Melanjutkan dan merampungkan reformasi jalan melalui UU Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan serta peraturan pelaksanaannya. Menumbuhkan sikap profesionalisme dan kemandirian institusi dan SDM bidang penyelenggaraan prasarana jalan. Mendorong keterlibatan peran dunia usaha dan masyarakat dalam penyelenggaran dan penyediaan prasarana jalan.
Rencana Strategis 2010-2014
5.2
KEBIJAKAN DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
1.
Kelembagaan, melalui peningkatan tertib penyelenggaraan jalan dan perkuatan institusi untuk menunjang program preservasi dan meningkatkan tertib pengelolaan aset termasuk memfungsikan pengamat kondisi jalan, yang dicapai melalui: a. Peningkatan Kapasitas SDM b. Legalisasi NSKP dan SOP c. Inventarisasi dan revaluasi BMN d. Melakukan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Jalan 2. Organisasi Manajemen Pemeliharaan berkelanjutan, yang dicapai melalui: a. Pembentukan Unit sistem Manajemen Mutu b. Penerapan kegiatan preservasi dengan meningkatkan fungsi SATKER dan PPK sebagai Area Manager yang dibantu penilik jalan dalam mengidentifikasi kerusakan dini 3. Peningkatan peran Balai di daerah untuk melakukan koordinasi dalam rangka meningkatkan kelancaran pelaksanaan, pembebasan tanah, beban berlebih, tertib manfaat jalan, dan penanganan banjir sehingga perlu ditingkatkan koordinasi lintas sektoral antara lain dengan Kementerian Perhubungan, BPN, Polisi Lalu Lintas dan pemerintah daerah. 4. Penyusunan kebijakan dan rencana penyelenggaraan jalan (Klasifikasi Fungsi dan Status Jalan, Renstra, KPJM, Rencana Umum Pengembangan Sistem Jaringan Jalan) yang sesuai dengan RTRWN dan sistem logistik nasional. 5. Penyusunan program dan anggaran yang sesuai dengan rencana penyelenggaraan jalan yang berkelanjutan 6. Penyusunan rencana teknik yang berbasis lingkungan melalui penyusunan dan penerapan dokumen pengelolaan lingkungan (termasuk dukungan terhadap RAN-MAPI) 7. Penyusunan rencana teknis yang berbasis keselamatan jalan serta rencana pengurangan segmen rawan kecelakaan akibat defisiensi jalan 8. Mengutamakan penanganan preservasi, untuk mempertahankan kinerja jalan dan kondisi jalan yang ada tetap berfungsi 9. Pelebaran, perkuatan struktur dan pembangunan jalan baru, dalam rangka memenuhi kebutuhan peningkatan kapasitas yang diakibatkan perkembangan lalulintas, perkembangan wilayah dan untuk menambah tingkat pelayanan/aksesibilitas jaringan jalan terutama pada lintas utama 10. Pemanfaatan inovasi teknologi praktis untuk meningkatkan tuntutan atas kualitas produk disamping faktor lingkungan yang memberikan tekanan, yang dicapai melalui: a. Akreditasi laboratorium/ sarana penelitian b. Dukungan Bahan dan Peralatan c. Pemanfaatan manajemen keselamatan selama masa konstruksi dan penerapan Kontrak berbasis Kinerja dan Extended Warranty d. Penerapan teknologi praktis dalam penanganan jalan
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
59
Bab 5 – Kebijakan dan Strategi 11. Pembangunan jalan yang berwawasan lingkungan dengan mengacu kepada dokumen pengelolaan lingkungan bidang jalan dan jembatan 12. Penanganan segmen rawan kecelakaan (defisiensi jalan), dalam upaya peningkatan keselamatan jalan 13. Pengembangan jaringan Jalan Tol, dalam bentuk pembangunan langsung atau fasilitasi pengadaan lahan 14. Penanganan Jalan pada Kawasan Strategis dan melakukan kegiatan tanggap darurat
5.3
STRATEGI DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
Dalam menjalankan misi dan mencapai visi, Direktorat Jenderal Bina Marga menggunakan strategi yang mempertimbangkan pengalaman terdahulu dan adanya dinamika perubahan kebijakan pemerintah yang telah dituangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan terbaru serta evaluasi kinerja organisasi yang dilakukan oleh internal, serta perkembangan mutakhir penyelenggaraan jalan di dunia. Strategi Ditjen. Bina Marga merupakan cara dalam melakukan kebijakan untuk mencapai visi dan misi. Oleh karena itu, strategi Ditjen. Bina Marga merupakan bagian dari alur pikir Rencana Strategis DItjen. Bina Marga yang diturunkan dari visi & misi Ditjen. Bina Marga, untuk menjawab permasalahan dan tantangan yang ada dan mengakomodasi tata nilai Dtijen. Bina Marga. Selanjutnya visi dan misi diterjemahkan menjadi tujuan dan sasaran Ditjen. Bina Marga yang juga mempertimbangkan tujuan Kementerian PU. Selanutnya sasaran tersebut diterjemahkan dengan mempertimbangkan arahan kementerian PU dan RPJPN maupun RPJMN menjadi kebijakan. Strategi Dtijen. Bina Marga akan menjadi dasar dalam menentukan kegiatankegiatan DItjen. Bina Marga. ALUR PIKIR RENSTRA DITJEN. BINA MARGA Permasalahan & Tantangan
Visi & Misi Kementerian PU
Tata Nilai Ditjen. Bina Marga
Renstra Ditjen. Bina Marga Visi Ditjen. Bina Marga
Sistem Transportasi Nasional
Misi Ditjen. Bina Marga
Tujuan Ditjen. Bina Marga Arahan RPJPN & RPJMN
Arahan & Kebijakan Kementerian PU
Sasaran Ditjen. Bina Marga
Outcome Ditjen. Bina Marga
Kebijakan Ditjen. Bina Marga Strategi Ditjen. Bina Marga Kegiatan Ditjen. Bina Marga
60
Output Ditjen. Bina Marga
IKU Ditjen. Bina Marga
Rencana Strategis 2010-2014
Kebijakan kelembagaan, melalui peningkatan tertib penyelenggaraan jalan dan perkuatan institusi untuk menunjang program preservasi dan meningkatkan tertib pengelolaan asset termasuk memfungsikan pengamat kondisi jalan, yang dicapai melalui : peningkatan kapasitas SDM, legalisasi NSKP dan SOP, inventarisasi dan revaluasi BMN dan pembinaan serta pengawasan penyelenggaraan jalan, dilaksanakan secara terpadu dengan kebijakan organisasi manajemen pemeliharaan berkelanjutan, yang dicapai melalui : pembentukan Unit Sistem Manajemen Mutu dan penerapan kegiatan preservasi dengan meningkatkan fungsi SATKER dan PPK sebagai Area Manager yang dibantu penilik jalan dalam mengidentifikasi kerusakan dini. Disamping itu, kebijakan tersebut juga disinkronisasikan dengan kebijakan peningkatan peran Balai di daerah untuk melakukan koordinasi dalam rangka meningkatkan kelancaran pelaksanaan, pembebasan tanah, beban berlebih, tertib manfaat jalan dan penanganan banjir sehingga perlu ditingkatkan koordinasi lintas sektoral antara lain dengan Kementerian Perhubungan, BPN, Polisi Lalulintas dan pemerintah daerah. Kebijakan-kebijakan tersebut dilaksanakan melalui strategi reformasi birokrasi, strategi pengelolaan SDM dan organisasi dan strategi pemantapan nilai-nilai penyelenggaraan jalan. Kebijakan untuk penyusunan program dan anggaran yang sesuai dengan rencana penyelenggaraan jalan yang berkelanjutan dilakukan dengan strategi pendekatan pembangunan yang berbasis kewilayahan dan strategi pembiayaan yang berbasis aset dan kebutuhan investasi beserta strategi pengarus-utamaan sasaran strategis. Kebijakan untuk mengutamakan penanganan preservasi, untuk mempertahankan kinerja jalan dan kondisi jalan yang ada tetap berfungsi dilaksanakan dengan strategi preservasi secara proaktif. Kebijakan pelebaran, perkuatan struktur dan pembangunan jalan baru, dalam rangka memenuhi kebutuhan peningkatan kapasitas yang diakibatkan perkembangan lalu-lintas, perkembangan wilayah dan untuk menambah tingkat pelayanan/aksesibilitas jaringan jalan terutama pada lintas utama dan kebijakan pengembangan jaringan Jalan Tol, dalam bentuk pembangunan langsung atau fasilitasi pengadaan lahan, serta kebijakan penanganan Jalan pada Kawasan Strategis dan melakukan kegiatan tanggap darurat dilaksanakan dengan strategi pembangunan dan peningkatan kapasitas secara selektif, dimana pelaksanaannya secara internal mengedepankan strategi peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan strategi perbedayaan peran serta masyarakat. Kebijakan untuk penyusunan rencana teknik yang berbasis lingkungan melalui penyusunan dan penerapan dokumen pengelolaan lingkungan (termasuk dukungan terhadap RAN-MAPI); kebijakan penyusunan rencana teknis yang berbasis keselamatan jalan serta rencana pengurangan segmen rawan kecelakaan akibat defisiensi jalan; kebijakan pembangunan jalan yang berwawasan lingkungan dengan mengacu kepada dokumen pengelolaan lingkungan bidang jalan dan jembatan; dan kebijakan penanganan segmen rawan kecelakaan (defisiensi jalan), dalam upaya peningkatan keselamatan jalan, sangat terkait erat dengan kebijakan pemanfaatan inovasi teknologi praktis untuk meningkatkan tuntutan atas kualitas produk disamping faktor lingkungan yang memberikan tekanan, yang dicapai melalui: akreditasi laboratorium/sarana penelitian, dukungan bahan dan peralatan, pemanfaatan manajemen keselamatan selama masa KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
61
Bab 5 – Kebijakan dan Strategi konstruksi dan penerapan kontrak berbasis kinerja dan Extended Warranty, penerapan teknologi praktis dalam penanganan jalan. Kebijakan-kebijakan tersebut dilaksanakan dengan strategi penggunaan teknologi tepat guna serta strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Strategi Reformasi Birokrasi Reformasi Birokrasi merupakan salah satu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, RPJM 2004-2009 dan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Secara lengkap Rencana Pembangunan Jangka Panjang menyatakan: “Pembangunan aparatur Negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur Negara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan dibidang-bidang lainnya”. Reformasi birokrasi tersebut harus menyentuh tiga komponen utama yaitu kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (manajemen) dan sumber daya manusia aparatur. Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum (selanjutnya disebut Ditjen. Bina Marga), yang mendapat mandat dalam melaksanakan penyelenggaraan jalan secara umum dan jalan nasional, juga sedang dalam tahap persiapan untuk melaksanakan reformasi birokrasi dengan mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Rencana Strategis Ditjen.Bina Marga dan Grand Desain dan Road Map Reformasi Birokrasi serta Pedoman Reformasi Birokrasi yang ditetapkan Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (RB). Berbagai kegiatan yang perlu disiapkan dalam melaksanakan reformasi birokrasi antara lain adalah sebagai berikut: 1. 2.
3.
4.
5.
6. 7.
62
Penetapan kegiatan yang bersifat percepatan (quick wins) Pelaksanaan manajemen perubahan yang antara lain mencakup road map RB, strategi dan rencana aksi RB, penyusunan dan review mekanisme internal pelaksanaan RB, sosialisasi RB Penataan organisasi yang antara lain mencakup evaluasi kinerja organisasi, pemetaan kewenangan dan fungsi unit kerja, perumusan visi, misi dan strategi organisasi, restrukturisasi organisasi dan analisis beban kerja; Penataan ketatalaksanaan yang antara lain mencakup analisis bisnis proses, penyusunan SOP, pengembangan e-office dan e-government, dan sinkronisasi antarperaturan yang ada Penataan manajemen SDMA yang antara lain mencakup evaluasi jabatan, pemanfaatan assessment center, penyusunan uraian jabatan, profil kompetensi pegawai, standar kompetansi jabatan, job grading dan job pricing, penerapan system penilaian kinerja, penataan sistem pemberian tunjangan, pengembangan data dasar pegawai, dan pengembangan pola karir pegawai. Penguatan organisasi yang menangani organisasi, tatalaksana, SDMA, dan pelaksana pelayanan publik serta perbaikan sarana dan prasarana. Penataan peraturan perundang-undangan, penguatan pengawasan internal dan akuntabilitas kinerja serta peningkatan kualitas pelayanan publik.
Rencana Strategis 2010-2014
Kesemua hal tersebut ditata agar dapat mendukung peningkatan kinerja Ditjen. Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum termasuk membangun budaya organisasi yang sejalan dengan nilai-nilai good governance dan kebijakan anggaran berbasis kinerja (performance base budgeting policy) sesuai UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
Strategi Pengelolaan SDM dan Organisasi Pelaksanaan evaluasi kinerja terhadap organisasi Ditjen. Bina Marga yang diarahkan antara lain untuk lebih memahami aspek komitmen, kemampuan teknis, kemampuan interpersonal, dan kemampuan konseptual pimpinan serta peran pimpinan dalam aspek informasi maupun pengambilan keputusan, proses, kualitas, dan keselarasan perencanaan kinerja, aspek organisasi, pelaksanaaan manajemen, pola penempatan pegawai, peningkatan kemampuannya dan pengembangan karier, penerapan sanksi dan rewards, serta pengembangan informasi pegawai. Aspek lain yang dinilai juga mencakup proses penganggaran, penyiapan standar operating prosedur, pencapaian organisasi baik prosesnya maupun keluarannya dan lain sebagainya. Dari hasil evaluasi kinerja tersebut dapat digambarkan postur kinerja organisasi saat ini dan yang diharapkan di masa yang akan datang.
Strategi Pemantapan Nilai-Nilai Penyelenggaraan Jalan Untuk mendukung terlaksananya penyelenggaraan jalan yang baik selain diperlukan sumber daya manusia, struktur organisasi, aset/infrastruktur, dan perangkat pengaturan baik administratif maupun teknis yang memadai. Selain itu, diperlukan juga budaya dan lingkungan kerja yang kondusif dengan nilai-nilai positif dalam membentuk etika dan etos kerja yang mendukung produktivitas. Sehingga diperlukan suatu unit yang bertugas sebagai pengendali agar penyelenggaraan jalan dapat berlangsung sesuai dengan jalur yang sebenarnya.
Strategi Pendekatan Pembangunan yang Berbasis Kewilayahan Pembangunan prasarana jalan dilandasi oleh kajian terhadap aspek penataan ruang nasional serta peraturan dan perundangan terkait yang berlaku, faktor pengaruh lingkungan internal dan eksternal dalam pengembangan wilayah maupun jaringan jalan. Negara kesatuan Republik Indonesia merupakan Kawasan Kepulauan yang terbesar di dunia, secara geografis membentang di antara Benua Asia dan Australia yang luas wilayahnya sama dengan Eropa secara keseluruhan atau sama dengan Amerika Serikat. Secara geopolitik terletak diantara Negara Maju dan Negara Berkembang serta dilalui oleh Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) 1, ALKI 2 dan ALKI 3 yang merupakan koridor pergerakan ekonomi dunia yang menghubungkan negara-negara Asia, Pasifik, Amerika, dan Australia. Dalam kaitan tersebut Indonesia harus mempertimbangkan lingkungan strategis dalam konteks negara kepulauan yang terbesar di dunia yang mempunyai lima pulau besar dan kepulauan yang terdiri dari gugus kepulauan pantai dan gugus kepulauan laut.
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
63
Bab 5 – Kebijakan dan Strategi Secara garis besar, potensi dan kendala baik aspek geografis, geopolitik, dan geoekonomi di dalam pengembangannya perlu memperhatikan Kerangka Pengembangan Strategis berlandaskan pada Aspek Pengembangan Ekonomi, Keseimbangan antar wilayah (daerah tertinggal dan daerah berkembang), dan Aspek Kesatuan Teritorial NKRI. Koridor Poros Pengembangan Strategis (Koridor Pantai Timur Sumatera, Pantura Jawa-Bali, Koridor Pantai Barat dan Pantai Timur Kalimantan dan seterusnya membentang dari Barat sampai ke Timur) perlu mempertimbangkan alam konteks Kerangka Strategis Berorientasi Ekonomi (Investasi). Dalam konteks orientasi tersebut, kawasan – kawasan koridor yang terdiri dari daerah tertinggal seperti Kawasan Koridor Pantai Barat Sumatera, Pansela Jawa, Koridor Kalimantan Tengah dsb pengembangannya diorientasikan kepada poros pengembangan strategis ekonomi sebagai penggerak mula (prime-mover) terdahulu. Secara keseluruhan, pendekatan pengembangan perlu diletakkan dalam presepsi pengembangan dalam rangka pemantapan teritorial NKRI. PENDEKATAN REGIONAL DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Pembangunan infrastruktur ke-PU-an di Indonesia menggunakan pendekatan pembangunan wilayah yang selaras dengan prinsip “infrastruktur bagi seluruh lapisan masyarakat” dan “pembangunan berkelanjutan”
Wilayah telah berkembang
Wilayah sedang berkembang
Wilayah pengembangan baru
Berdasarkan perbedaan karakteritik tingkat perkembangan penduduk, sumberdaya alam, perkembangan teknologi, perkembangan kegiatan budidaya, maka wilayah Indonesia dapat dibagi dalam 3 (tiga) wilayah pengembangan, yaitu: 1.
64
Wilayah Telah Berkembang yang meliputi pulau Jawa, Bali dan Sumatera. Jaringan jalan dalam wilayah ini meliputi jalan Pantura Jawa, Lintas Timur dan Lintas Tengah Sumatera atau ruas-ruas jalan yang menjadi bagian dari jaringan ASEAN maupun ASIAN Highway. Peran serta masyarakat diharapkan dapat secara penuh dalam mendukung penyelenggaraan jalan di wilayah ini karena secara ekonomi maupun finansial dinilai sudah layak.
Rencana Strategis 2010-2014
2.
3.
Wilayah Sedang Berkembang dengan wilayah meliputi pulau Kalimantan, Sulawesi dan NTB. Jaringan jalan dalam wilayah ini yang relatif masih dalam pengembangan antara lain seperti jalan lintas Kalimantan yang diantaranya merupakan bagian dari jaringan ASEAN Highway dan Pan Borneo Highway, jalan lintas Sulawesi, dan rencana pengembangan jalan dalam rangka kerjasama regional BIMP-EAGA. Peran serta masyarakat dapat dirangsang dengan bantuan dari pemerintah untuk mendukung penyelenggaraan jalan diwilyah ini. Wilayah Pengembangan Baru meliputi kepulauan Maluku, Papua dan seluruh NTT. Secara geografis, penyebaran lokasi kegiatan ekonomi di wilayah ini lebih menyebar dan terisolasi satu dengan yang lainnya. Peran serta masyarakat di wilayah ini masih kurang menarik secara ekonomi. Sehingga dana pemerintah masih sangat diperlukan untuk mendukung penyelenggaraan jalan di wilayah ini.
Pendekatan pembangunan—dalam rangka penentuan prioritas—dilakukan dengan pendekatan lintas. Jaringan jalan lintas pada dasarnya sudah termuat dalam PP No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Adapun jaringan jalan lintas yang ada di Indonesia adalah sebagaimana berikut: Lintas Utama: 1. Lintas Timur Sumatera 2. Lintas Utara Jawa Lintas Lainnya: 1. Lintas Barat Sumatera 2. Pantai Selatan Jawa 3. Menuju Perbatasan Kalimantan 4. Lintas Utara Kalimantan 5. Lintas Selatan Bali 6. Lintas Pulau Lombok Kep.Nusa Tenggara 7. Lintas Pulau Sumbawa Kep.Nusa Tenggara 8. Lintas Pulau Flores Kep.Nusa Tenggara 9. Lintas Pulau Timor Kep.Nusa Tenggara 10. Lintas Tengah Jawa
3. 4.
Lintas Selatan Kalimantan Lintas Barat Sulawesi
11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Lintas Tengah Sumatera Lintas Utara Bali Lintas Tengah Sulawesi Lintas Tengah Kalimantan Lintas Selatan Jawa Lintas Timur Sulawesi Lintas Pulau Buru Kep.Maluku Lintas Pulau Halmahera Kep.Maluku Lintas Pulau Seram Kep.Maluku Penghubung Lintas Jawa Penghubung Lintas Sumatera Penghubung Lintas Bali Penghubung Lintas Kalimantan Penghubung Lintas Sulawesi
Khusus untuk Pulau Papua, pendekatan prioritas pembangunan yang dipergunakan adalah berdasarkan pendekatan cluster sebagaimana yang tertuang dalam 11 Ruas Strategis Papua.
Strategi Pembiayaan yang Berbasis Aset dan Kebutuhan Investasi Prioritas pendanaan Jalan difokuskan kepada preservasi yaitu pemeliharaan rutin dan berkala serta peningkatan jalan, selanjutnya perluasan jalan (capex) dan pembangunan jalan baru. Preservasi diadakan dalam rangka mempertahankan kinerja aset dan menjaga agar kondisi jaringan jalan yang ada tetap berfungsi dan dapat melayani lalulintas sepanjang tahun selama umur rencana. Sedangkan perluasan digunakan dalam rangka memenuhi kebutuhan KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
65
Bab 5 – Kebijakan dan Strategi peningkatan kapasitas yang diakibatkan perkembangan lalulintas, perkembangan wilayah, dan untuk menambah tingkat pelayanan/aksesibilitas jaringan jalan. Strategi pendanaan bidang jalan dikaitkan dengan kebutuhan investasi bidang jalan untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu (pendekatan top-down). Sebagai pendekatan umum, diperlukan investasi infrastruktur sebesar 5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk memperoleh pertumbuhan ekonomi sekitar 6%. Total investasi untuk infrastruktur masih sekitar 3%, karena itu dibutuhkan tambahan investasi paling sedikit 2% atau sekitar US$ 6 Milyar per tahun2. Pengelolaan insfrastruktur ke-PU-an saat ini adalah sebesar 2% PDB yang sebagian merupakan pengeluaran pemerintah pusat, yaitu 0,72% PDB. Kebutuhan investasi infrastruktur ke-PU-an untuk tahun 2025 diperkirakan sebesar Rp 697-1.036 Trilyun atau setara dengan 2,7% dari PDB3. Kebutuhan dimaksud merupakan gabungan investasi Pemerintah, BUMN/D, dan pihak swasta. Untuk kurun waktu 2004-2007 alokasi anggaran untuk bidang jalan sekitar 0,2% PDB dan meningkat tajam menjadi sekitar 0,3% PDB untuk tahun anggaran 2008-2009. Hal ini menunjukkan komitmen Pemerintah yang semakin besar terhadap preservasi, peningkatan, dan pembangunan bidang jalan.
18,000
0.40
16,000
0.35
14,000
0.30
12,000
0.25
10,000
0.20
8,000
0.15
6,000
Anggaran/PDB (%)
Alokasi Anggaran (Rp Milyar)
Selanjutnya kebutuhan pendanaan bidang jalan dari sisi makro ekonomi dibandingkan dengan kebutuhan penanganan jalan dari keluaran IRMS (untuk pemeliharaan dan peningkatan jalan), peningkatan jalan sub-standar Anggaran Sektor Jalan (2001-2009) menjadi standar, perluasan kapasitas jalan, perkuatan struktur perkerasan jalan, pembangunan jalan baru (termasuk menghubungkan jaringan jalan nasional yang terputus), pengembangan Jalan Tol, dan pengembangan Jalan Strategis Nasional Rencana (pendekatan bottom-up), baik yang didanai Pemerintah, pinjaman lunak, 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun maupun swasta. 0.10
4,000 2,000
0.05
0
0.00
Indonesia Nusa Tenggara
Sumatera Sulawesi
Jawa & Bali Maluku & Papua
Kalimantan Anggaran/PDB
Prioritas pendanaan jalan difokuskan kepada preservasi yaitu pemeliharaan rutin dan berkala, selanjutnya peningkatan jalan dan pembangunan jalan baru. Dana pemerintah terutama digunakan untuk preservasi, sedangkan untuk peningkatan jalan dan pembangunan jalan baru dapat menggunakan pinjaman lunak dari Bank Dunia/ADB/JBIC/lembaga lainnya. Khusus untuk pengembangan Jalan Tol, diupayakan menggunakan dana swasta, dimana proyek harus layak secara ekonomi dan finansial. Apabila 2
"Spending for Development: Making the Most of Indonesia's New Opportunities – Indonesia Public Expenditure Review 2007", Conference Edition, GOI & the World Bank, 2007 & "Indonesia Averting an Infrastructure Crisis: A Framework for Policy and Action", the World Bank, 2004. 3 "Infrastruktur ke-PU-an Indonesia Tahun 2025 dalam Perubahan Global dan Tantangan Pembangunan Nasional", Pusat Kajian Strategis (Pustra), Dep. PU, 2007.
66
Rencana Strategis 2010-2014
kelayakan finansial rendah/marjinal, perlu diupayakan dukungan pemerintah (government support), baik melalui penyediaan tanah oleh pemerintah atau kontribusi pinjaman lembaga bilateral/multilateral atau dikemas dalam skema kerjasama pemerintah dan swasta (KPS) yang tepat (misalnya BOT, DBO, DBL, manajemen kontrak, dsb). Di masa mendatang, kebutuhan pendanaan bidang jalan sebagian besar akan dipenuhi oleh masyarakat pengguna jalan dengan membayar layanan infrastruktur yang disediakan (fee-forservice). Dengan demikian dana pemerintah yang terbatas dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang belum terlayani infrastruktur atau untuk meningkatkan kualitas pelayanan infrastruktur. Selain itu penggunaan alokasi anggaran jalan harus cukup fleksibel untuk menghindari rigiditas program tahunan, dimana program/komitmen tahun jamak (multi-years) dapat dilakukan termasuk kontrak pemeliharaan berbasis kinerja jalan (performance-based contract). Karena itu kerangka pengeluaran jangka menengah (Medium Term Expenditure Framework/MTEF) perlu dikembangkan sekaligus sebagai alat untuk justifikasi profesional dan mengurangi intervensi non-profesional. Sebagai kurun waktu, dapat digunakan rentang 3-tahunan (2010-2012) atau 5tahunan (2010-2014) sebagaimana RPJM atau Renstra Kementerian/Lembaga.
MTEF (M EDIUM T ERM E XPENDITURE F RAMEWORK ) Penggunaan alokasi anggaran jalan harus cukup fleksibel untuk menghindari rigiditas program tahunan, dimana program/komitmen tahun jamak (multi-years) dapat dilakukan termasuk kontrak pemeliharaan berbasis kinerja jalan (performance-based contract). Karena itu, kerangka pengeluaran jangka menengah (Medium Term Expenditure Framework) perlu dikembangkan sebagai rencana pembiayaan berbasis kinerja, sekaligus sebagai alat untuk justifikasi profesional dan mengurangi intervensi non-profesional. Sebagai kurun waktu, digunakan rentang 3-tahunan (2009-2011) yang merupakan bagian dari Rencana Pembiayaan Jangka Menengah (RPJM) 5tahunan (2010-2014) atau Renstra Kementerian/Lembaga.
Strategi Pengarus-utamaan Sasaran Strategis Untuk mengoperasionalkan visi, misi, dan strategi perlu ditetapkan seperangkat sasaran strategis dengan indikatornya yang akan secara terus menerus dikomunikasikan oleh pimpinan kepada para pejabat dan staf Direktorat Jenderal Bina Marga agar tercapai pada tahun 2014. Sasaran harus bersifat strategis dan ditentukan dengan memperhatikan beberapa perspektif agar terjadi keseimbangan dalam menjalankan misi. Fokus pada sasaran fisik semata akan menimbulkan ketidakseimbangan pada komponen penting jalannya suatu organisasi, misalnya tata laksana dan sumber daya manusia yang pada akhirnya akan berujung pula pada menurunnya kualitas pekerjaan fisik. Setidaknya ada empat perspektif yaitu perspektif stakeholder, perspektif pengguna jalan (customer), perspektif perbaikan proses internal, dan perspektif perbaikan organisasi dan SDM (learning and growth).
P ERSPEKTIF S TAKEHOLDER
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
67
Bab 5 – Kebijakan dan Strategi Direktorat Jenderal yang berwenang menyelenggarakan Jalan Nasional saat ini mengelola aset jalan nasional sepanjang 38.569 km, pemerintah menginginkan bahwa jalan memainkan peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Sasaran strategis pertama adalah peningkatan kondisi jalan nasional yang akan dilaksanakan melalui kegiatan preservasi jalan yang meliputi pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala, dan rekonstruksi. Disamping itu, keberadaan Jalan Tol sebagai bagian dari Jalan Nasional yang memainkan peran vital dalam peningkatan mobilitas dan pertumbuhan ekonomi perlu juga ditetapkan sebagai sasaran strategis kedua. Kementerian PU harus memberikan pembinaan penyelenggaraan jalan kepada pemerintah provinsi dalam penyelenggaran jalan provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaran jalan kabupaten/kota. Saat ini terdapat 33 pemerintah provinsi dan 497 pemerintah kabupaten/kota dengan total panjang jalan daerah sekitar 288.185 km. Penyelenggaraan jalan daerah dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dengan pembiayaan melalui APBD dan transfer dari pemerintah pusat melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Jalan. Seperti halnya jalan nasional maka jalan daerah harus juga memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi dan kualitas hidup masyarakat. Tugas Direktorat Jenderal Bina Marga adalah melakukan monitoring dan evaluasi kinerja penyelenggaraan jalan daerah, menyiapkan bahan pengaturan, pembinaan dan pengawasan yang diterbitkan melalui keputusan/peraturan Menteri Pekerjaan Umum serta melakukan sosialisasi. Sasaran strategis ketiga adalah peningkatan jumlah penyelenggara jalan daerah yang telah mendapatkan sosialisasi.
PERSPEKTIF PENGGUNA JALAN Pengguna jalan menginginkan jalan nasional yang aman, nyaman, berkualitas dan terpelihara. Pada umumnya jalan nasional yang telah dibangun memenuhi standar keamanan, namun masih terdapat beberapa lokasi rawan kecelakaan akibat sub-standar, perubahan tatar uang, dan degradasi lingkungan. Sasaran strategis keempat adalah pengurangan lokasi rawan kecelakaan.
P ERSPEKTIF P ROSES I NTERNAL Proses internal terkait dengan manajemen operasi penyelenggaraan jalan nasional dan proses manajemen pengaturan, pembinaan dan pengawasan jalan daerah. Dalam penyelenggaraan jalan nasional, terutama Jalan Tol maka proses pengadaan tanah selama ini adalah yang paling banyak menghabiskan waktu. Untuk mewujudkan pembangunan Jalan Tol maka sasaran strategis kelima adalah pengurangan waktu yang diperlukan untuk pembebasan tanah. Dalam proses manajemen turbinwas penyelenggaraan jalan daerah diperlukan lebih intensif monitoring dan evaluasi atas penyelenggaran jalan daeran yang dilakukan secara berkala dan kemudian diterbitkan peraturan Menteri PU untuk meningkatkan kinerja penyelenggara jalan daerah. Sasaran strategis keenam adalah peningkatan jumlah NSPK.
68
Rencana Strategis 2010-2014
PERSPEKTIF PERBAIKAN ORGANISASI DAN SDM Operation and maintenance jalan memerlukan manager yang berkantor permanen di sekitar lokasi sehingga dapat melakukan inspeksi secara teratur dan dengan cepat dapat memberikan respon atas kejadian kerusakan jalan serta tempat dimana masyarakat menyalurkan keluhan. Pada tahun 2009 telah direncanakan pembentukan manajer ruas yang berkedudukan dan sub manajer ruas yang berkedudukan di distrik. Sub-manajer ruas akan diisi oleh penilik jalan yang akan melakukan pemantauan kondisi jalan dan unit pemeliharaan rutin. Sasaran strategis ketujuh adalah pembentukan manajer ruas dan sub manajer ruas. Jumlah pegawai Ditjen.Bina Marga termasuk pegawai harian proyek adalah 13.734 orang, 72% diantaranya adalah non sarjana. Perubahan sifat pekerjaan dari pekerjaan proyek menjadi aset manajemen/preservasi memerlukan peningkatan kompetensi pegawai. Sasaran strategis kedelapan adalah peningkatan kompetensi pegawai. Berdasarkan pendekatan perspektif tersebut, maka sasaran-sasaran yang dapat menjadi Sasaran Strategis bagi Direktorat Jenderal Bina Marga adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
Peningkatan prosentase jaringan jalan nasional dalam kondisi mantap Peningkatan jumlah panjang jalan bebas hambatan yang telah dibangun Peningkatan prosentase fasilitasi penyelenggaraan jalan daerah (pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota) Jumlah lokasi rawan kecelakaan pada jalan nasional yang berkurang Jumlah norma, standar, pedoman dan kriteria yang diterbitkan dalam peraturan menteri PU
Untuk menjamin bahwa Indikator Kinerja Utama beserta Sasaran Strategis Direktorat Jenderal Bina Marga dapat dicapai maka akan dilakukan penjabaran (cascading) IKU Direktorat Jenderal menjadi IKU setiap pejabat struktural dan fungsional. Disamping itu, suatu mekanisme pengukuran kinerja juga akan dibentuk untuk secara periodik mengukur dan mereview keberhasilan pencapaian.
Strategi Preservasi secara Proaktif Tingkat kerusakan jalan akibat pembebanan muatan lebih dan sistem preservasi jalan yang belum memadai, diindikasikan sebagai penyebab utama rusaknya jaringan jalan sebelum umur teknis dan ekonomis jalan tersebut tercapai yang membawa implikasi meningkatnya secara signifikan biaya operasi kendaraan dan pada gilirannya menghambat pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, disamping upaya yang sedang dilakukan untuk lebih menekankan preservasi jalan yang dilakukan secara proaktif dan preventif dengan tidak menunggu terjadinya lubang, pemerintah pusat bersama dengan pemerintah daerah terus melakukan pula upaya terpadu mengurangi dan bahkan menghilangkan pembebanan muatan lebih kendaraan berat, yang menurunkan umur jalan secara eskalatif tersebut, dengan rekomendasi agar jenis truk bergandar tunggal, yang sesuai survei lapangan menunjukkan tekanan gandar jauh melampaui daya dukung jalan dapat dimodifikasi menjadi bergandar ganda atau bahkan triple.
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
69
Bab 5 – Kebijakan dan Strategi Strategi Pembangunan dan Peningkatan Kapasitas secara Selektif Terkait jangkauan pelayanan jaringan jalan yang belum tersambung secara menyeluruh dan adanya kemacetan lalu lintas yang signifikan pada jalan nasional di sekitar perkotaan, diperlukan ”perluasan jalan”, baik melalui pelebaran jalan, pembangunan jalan layang atau perlintasan tidak sebidang maupun pembangunan baru prasarana jalan. Langkah ini dilakukan terutama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan sebagai bagian pencapaian sasaran RPJMN 2010-2014 untuk meningkatkan kecepatan rencana rata-rata pada jalan nasional menjadi 60 km/jam. Namun demikian, perlu disadari bahwa kecepatan rata-rata kendaraan tidak hanya dipengaruhi karena terbatasnya kapasitas yang diakibatkan rendahnya spesifikasi prasarana jalan, melainkan juga karena terbatasnya kapasitas yang terkait manajemen lalu lintas. Oleh karena itu, bidang Bina Marga, peningkatan kapasitas lebih diukur dengan panjangnya lajur kilometer yang dihasilkan. Terkait dengan upaya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, sebagai ilustrasi keterbatasan kapasitas jaringan jalan di jalur-jalur ekonomi utama seperti jalan Pantai Utara Jawa dan Lintas Timur Sumatera akan secara signifikan mengganggu jalannya roda perekonomian nasional. Demikian pula lintas utama di masing-masing pulau yang belum terhubungkan antara lain Kalimantan dan Sulawesi, apabila terus berlanjut dan tidak segera diatasi melalui pembangunan jalan baru atau peningkatan kapasitas, akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Adapun prioritas penanganan jalan nasional terutama untuk meningkatkan kapasitas jalan lintas utama memenuhi spesifikasi jalan raya dan mengurangi panjang jalan lintas yang masih memiliki spesifikasi sub-standar seperti jalan Lintas Timur Sumatera yang sudah seluruhnya memenuhi standar minimal jalan nasional dan jalan Pantura Jawa, Jakarta–Surabaya yang seluruhnya memenuhi spesifikasi jalan raya dengan 4 lajur dengan median. Disamping itu, pembangunan jalan juga diprioritaskan dalam rangka mendukung domestic connectivity, pusat kegiatan ekonomi kreatif dan kawasan strategis serta wilayah tertinggal. Untuk meningkatkan daya saing jaringan jalan dilakukan pemacuan pembangunan jaringan jalan dengan spesifikasi bebas hambatan (freeway) melalui sistem tol dan sejauh ini telah terbangun lebih dari 700 km Jalan Tol. Perbaikan peraturan untuk menarik investasi swasta telah dilakukan melalui Undang Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan dan peraturan pelaksanaannya. Pada saat ini fokus pengembangan Jalan Tol sedang dilakukan di koridor Pantai Utara Jawa, disamping pula sedang dilakukan rounding up jaringan Jalan Tol lingkar dan radial di Jabodetabek. Perluasan jaringan jalan, baik pelebaran jalan sub-standar dan pembangunan jalan raya dan jalan bebas hambatan yang dilakukan secara selektif dapat meningkatkan kelancaran dan menurunkan biaya angkutan yang pada akhirnya memberikan kerangka peningkatan daya saing untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebagai gambaran preservasi jaringan jalan tahun 2005-2009 dilakukan pada seluruh jaringan jalan nasional, agar seluruhnya fungsional, meskipun masih marginal. Prioritas penanganan dilakukan per-segmen berdasarkan kebutuhan dan urgensinya, sehingga pada akhir suatu tahun
70
Rencana Strategis 2010-2014
anggaran tidak seluruh segmen mendapatkan penanganan efektif. Kedepan, pada periode 20102014 preservasi jalan akan dilakukan secara menyeluruh pada suatu ruas yang jika memungkinkan dilakukan dalam satu tahun anggaran. Dengan demikian diharapkan seluruh segmen dalam suatu ruas yang prioritas akan mendapatkan penanganan efektif, sementara ruas yang kurang prioritas yang berada di luar jangkauan constrain pembiayaan, tetap akan dipreservasi agar fungsional. Hal ini dilakukan dengan harapan bahwa permasalahan suatu ruas akan tuntas pada satu tahun, sehingga pada tahun berikutnya bisa dikonsentrasikan pada ruas lain yang kurang prioritas dan belum mendapatkan penanganan efektif. Sehingga pada periode 2010-2014 penanganan akan berorientasi pada ruas/wilayah sementara pada periode sebelumnya masih berorientasi pada jenis penanganan. Sementara itu, untuk peningkatan daya saing sektor riil antara lain dilakukan melalui peningkatan jalan dan jembatan nasional lintas terutama untuk Lintas Timur Sumatera, Pantai Utara Jawa, Selatan Kalimantan, dan Barat Sulawesi. Dengan terlaksananya seluruh kegiatan preservasi dan perluasan jaringan jalan tersebut akan meningkatkan domestic connectivity (konektivitas domestik) pada wilayah strategis sehingga dapat memberikan dukungan pada peningkatan daya saing.
Strategi Peningkatan Pelayanan kepada Masyarakat Peningkatan pelayanan kepada Masyarakat harus dilakukan melalui keterkaitan antara pengguna jalan dengan pemerintah. Keterkaitan itu dimungkinkan melalui Unit Pengelola Dana Preservasi Jalan. Didalam lima tahun kedepan, struktur dan organisasi serta SOP harus melaksanakan interaksi yang cukup erat antar pemangku kepentingan jalan. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat harus dilakukan dengan membuktikan beberapa hal, antara lain dengan membandingkan evaluasi tahun terdahulu dengan tahun yang berlaku. Ataupun dengan mengacu pada penilaian yang dilakukan oleh organisasi internasional. seperti Studi World Bank ataupun ADB dan lain-lain.
Strategi Pemberdayaan Peran Serta Masyarakat Peran serta masyarakat dalam proses penyelenggaraan jalan dirasakan semakin menguat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pengawasan pemanfaatan. Masukan dari masyarakat yang berupa kritik, saran maupun usulan sudah cukup banyak. Selain itu kendala akibat dari perilaku masyarakat yang kurang terpuji juga mempunyai dampak yang besar dalam kelangsungan penyelenggaraan jalan, seperti tertib penggunaan jalan, tertib pemanfaatan ruang milik jalan, dan terhambatnya proses pembebasan lahan untuk jalan akibat ulah beberapa orang. Diharapkan tertib penggunaan dan pemanfaatan jalan serta lancarnya proses penyelenggaraan jalan akan sangat berperan dalam meningkatkan efisiensi kehidupan ekonomi masyarakat dan pembangunan nasional.
Strategi Penggunaan Teknologi Tepat Guna Pada tingkat manajemen jaringan jalan, telah dirintis pemanfaatan GPS dalam pendataan jaringan jalan. Dalam pembangunan jalan terdapat beberapa teknologi yang dapat dipergunakan, seperti: modifikasi cakar ayam dan teknologi Sosrobahu untuk jalan layang; KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
71
Bab 5 – Kebijakan dan Strategi teknologi daur ulang, soil cement base, rigid pavement dengan penggunaan teknologi precast beton untuk preservasi; serta teknologi sarang laba-laba, pile slab, slab fabrikasi, pelebaran dengan Balok Kantilever yang dapat digunakan dalam kegiatan peningkatan kapasitas. Dalam pembangunan jembatan, terdapat beberapa teknologi yang dapat dipergunakan seperti: konstruksi Pra Tekan, Rangka Baja Pra Tegang, Gelagar Beton, Pelengkung Rangka Baja, jembatan gantung dan cable stayed. Pemanfaatan produksi dalam negeri dan bahan bangunan lokal perlu ditingkatkan semaksimal mungkin, seperti penggunaan asbuton, tailing dan bahan lain untuk konstruksi jalan maupun jembatan. Inovasi bahan bangunan alternatif maupun pengembangan teknologi konstruksi dibidang jalan dan jembatan perlu didorong untuk dapat menjawab tantangan yang ada. Kegiatan penelitian dan pengembangan jalan dan jembatan diharapkan dapat mendukung dalam terciptanya inovasi teknologi tersebut. Tidak kalah pentingnya dengan pengembangan prosedur, metode, dan manajemen dalam penyelenggaraan jalan juga sangat diperlukan.
I MPLEMENTASI T EKNOLOGI D AUR U LANG Sistem daur ulang memiliki kelebihan dibandingkan dengan sistem lain. Bila dengan cara menambal, aspal bekas dari jalan yang rusak dapat membuat kekerasan mendekati beton. Akan tetapi, jalan menjadi lebih lentur. Jika tanah dasarnya turun, maka aspalnya ikut turun. Penambalan dengan beton juga mengalami kelemahan. Bila tanah dasarnya turun, maka beton akan retak sehingga jalan beton tersebut harus dibongkar. Hal ini kurang efisien karena menambah biaya, tenaga dan waktu. Teknik recycling dikerjakan dengan memanfaatkan material jalan yang lama, melalui penggunaan recycling machine dan cold miling machine. Dengan teknik tersebut, maka biaya preservasi dan rehabilitasi jalan akan lebih hemat antara 30-40 persen. Upaya recycling jalan sangat tepat dilakukan ditengah suasana krisis ekonomi global yang terjadi. Preservasi jalan dengan teknik recycling berbiaya lebih rendah dibandingkan teknik konvensional namun menghasilkan mutu pekerjaan yang tidak berbeda. Sistem daur ulang sangat ramah lingkungan karena mendaur ulang material yang sudah ada. Teknologi ini menggunakan material bekas, seperti aspal, batu koral maupun bebatuan yang terdapat di jalan yang sedang diperbaiki. Material bekas ini kemudian dimanfaatkan kembali. Pengerjaan daur ulang pun bisa menyingkat waktu. Teknologi daur ulang menghasilkan jalan yang lebih tahan lama. Hal ini disebabkan oleh dasar jalan atau sub-based juga diperbaiki. Sistem daur ulang tidak hanya menambal di permukaan jalan seperti yang terjadi selama ini. Selain itu, ketebalan jalan yang diperbaiki juga meningkat hingga berkali lipat. Teknologi daur ulang telah diterapkan di beberapa ruas jalur pantura dan ruas Boyolali - Kartasura.
72
Rencana Strategis 2010-2014
Untuk kondisi badan jalan yang permukaannya sudah mengalami keretakan melintang, memanjang, acak, reflective, pelepasan batu atau kerikil dari permukaan jalan (ravelling), bekas jalur roda kendaraan, deformasi, dan kerusakan tepi, sebaiknya diterapkan penanganan yang efisien dan permanen yaitu mendaur ulang (recycling). Umumnya pekerjaan daur ulang perkerasan dilakukan dengan proses pencampuran dingin (Cold Recycling Process). Metode daur ulang dapat pula dibagi menjadi beberapa jenis tergantung kepada sistem yang dipakai dalam pelaksanaannya, seperti: 1. 2. 3.
Daur Ulang Permukaan Daur Ulang di Tempat / di Lapangan Daur Ulang di Asphalt Mixing Plant
Strategi Adaptasi dan Mitigasi Menghadapi Perubahan Iklim Adanya perubahan pola iklim di Indonesia berdampak pada penurunan jumlah periode musim hujan disamping peningkatan curah hujan maksimum pada saat musim hujan, yang dapat meningkatkan resiko kekeringan dan banjir. Berdasarkan kajian dari tim persiapan RAN MAPI (Rencana Aksi Nasional Mitigasi dan Adaptasi terhadap Perubahan Iklim) telah didapatkan bahwa resiko iklim yang paling banyak mengenai aktivitas ke-PU-an, khususnya bidang jalan/jembatan adalah curah hujan yang ekstrim tinggi, dan Kenaikan Muka Air Laut (KMAL). Manifestasi dari resiko iklim terhadap infrastruktur ke-PU-an khususnya jalan dan jembatan, dalam hal ini banjir dan gelombang laut dapat mengakibatkan hambatan pada lalu lintas dan kerugian akibat kerusakan infrastruktur. Selain itu, dalam mendukung program REDD (Reduce Emission through Deforestation and Degrading Land) sebagai bagian dari RAN-MAPI, salah satunya disebutkan bahwa pengembangan jaringan jalan harus dibatasi untuk tidak melalui kawasan lindung dan konservasi. Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan jalan untuk memenuhi kebutuhan mobilitas dan aksesiblitas yang lebih efisien agar dapat mengurangi jumlah emisi karbondioksida sebagai bagian pencegahan pemanasan suhu secara global, diperlukan strategi di bidang pembangunan dan penanganan jalan yang bertujuan: 1. 2. 3. 4. 5.
Meningkatkan kelancaran arus lalu lintas pada ruas jalan nasional dengan jumlah lalu lintas yang tinggi (diatas 3000 kend/hari) Meningkatkan keamanan pengguna jalan dan penduduk di sekitar jalan/jembatan pada saat terjadi bencana banjir dan gelombang pasang. Mengurangi jumlah kerusakan kawasan hutan sebagai akibat tidak langsung dari pembukaan/penebangan hutan untuk jalan. Mengurangi jumlah emisi karbondioksida pada ruas-ruas jalan sebagai akibat geometri jalan yang menyebabkan pemborosan energi. Meminimalisasi dampak negatif lingkungan yang terjadi akibat kegiatan jalan melalui penyusunan studi lingkungan dan implementasinya.
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
73
Bab 5 – Kebijakan dan Strategi Untuk itu, strategi mitigasi dalam rangka menghadapi perubahan iklim adalah sebagaimana berikut: 1. 2. 3. 4.
5. 6. 7.
Penerapan Undang-Undang Tata Ruang dan Undang-Undang Jalan dalam pembangunan jalan. Untuk menjamin pengurangan/meminimalisasikan dampak negatif akibat proses pembangunan dan pemanfaatan jalan : Melakukan perbaikan ruas-ruas jalan yang boros energi. Melakukan penghijauan pada rumija (ruang milik jalan) & ruwasja (ruang pengawasan jalan) yang dilengkapi dengan drainase, landscape, reservoar air pada boundary gate dan exit gate serta membuat buffer zone. Penyiapan gardu pandang untuk lokasi yang mempunyai nilai estetika. Mengurangi kemacetan lalu lintas di perkotaan melalui pelebaran jalan, pembangunan jalan baru dan Fly Over (FO). Mendorong pemanfaatan angkutan umum massal termasuk busway yang hemat energi.
Sedangkan strategi adaptasinya adalah: 1. 2. 3. 4.
5. 6.
74
Mengidentifikasi jalan dan jembatan yang rawan terkena dampak banjir, longsor dan ancaman gelombang laut/abrasi. Melakukan perbaikan infrastruktur berupa penguatan tebing jalan pada lokasi rawan longsor dan konstruksi penguatan terhadap abrasi. Meningkatkan tipe sistem drainase dan perbaikan kondisi sistem drainase pada lokasi rawan banjir. Merencanakan jaringan jalan sesuai dengan tata ruang dan memenuhi standar geometri yang hemat energi serta berwawasan lingkungan, dengan memperhatikan: a. Perencanaan jalan yang mempertahankan kondisi fungsi tanah sebagai resapan air/sensitive area. b. Pengurangan pencemaran udara di areal basecamp maupun di areal konstruksi pada pelaksanaan pekerjaan konstruksi jalan. c. Penyusunan studi lingkungan untuk setiap pembangunan jalan dan melakukan penerapan/rekomendasinya di dalam implementasinya. Pemanfaatan material jalan dengan teknologi daur ulang (recycling) Membatasi penggunaan peralatan konstruksi dan konstruksi dari kayu.
Bab 6 – Kegiatan dan Output
76
Rencana Strategis 2010-2014
BAB 6 KEGIATAN DAN OUTPUT
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
77
Bab 6 – Kegiatan dan Output 6.1
STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
XI
Direktorat Jenderal Bina Marga terdiri atas: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Marga; Direktorat Bina Program; Direktorat Bina Teknik; Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah I; Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah III; Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I s/d XI.
Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Marga Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Marga mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administratif kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Marga.Dalam melaksanakan tugas tersebut, Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Marga menyelenggarakan fungsi:
78
Rencana Strategis 2010-2014
1.
2. 3. 4. 5.
pengelolaan pegawai meliputi perencanaan, pembinaan, dan pengembangan, pembinaan jabatan fungsional bidang jalan dan, koordinasi perijinan keluar negeri, serta evaluasi dan penyusunan organisasi dan tata laksana; penyusunan rencana pengelolaan, pelaporan keuangan, dan pembinaan administrasi keuangan; pengelolaan prasarana dan sarana perkantoran serta pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat Jenderal Bina Marga; penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, pembinaan hukum dan pemberian bantuan hukum; dan pengelolaan administrasi dan akuntansi barang milik negara Direktorat Jenderal Bina Marga, dan leger jalan nasional.
Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Marga terdiri atas : 1. 2. 3. 4. 5.
Bagian Kepegawaian, Organisasi dan Tatalaksana; Bagian Keuangan dan Umum; Bagian Hukum dan Perundang-undangan; Bagian Pengelolaan Barang Milik Negara; dan Kelompok Jabatan Fungsional.
Direktorat Bina Program Direktorat Bina Program mempunyai tugas menyusun kebijakan dan strategi, menyusun program dan anggaran, menyusun sistem pembiayaan dan pola investasi, melakukan pengembangan sistem dan melaksanakan evaluasi kinerja di bidang Bina Marga, serta melaksanakan pengelolaan informasi dan komunikasi. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Program menyelenggarakan fungsi : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
penyusunan kebijakan dan strategi penyelenggaraan jalan; penyusunan rencana umum sistem penyelenggaraan jalan; penyusunan program dan anggaran penyelenggaraan jalan; penyusunan sistem pembiayaan jalan dan pola investasi serta pengelolaan kerjasama luar negeri; pengembangan sistem, pengolahan data dan evaluasi kinerja penyelenggaraan jalan; pengelolaan informasi dan komunikasi; dan pelaksanaan tata usaha Direktorat Bina Program Kelompok Jabatan Fungsional.
Direktorat Bina Teknik Direktorat Bina Teknik mempunyai tugas melaksanakan pembinaan teknis jalan dan jembatan, teknis lingkungan serta perencanaan teknik dan pengadaan tanah jalan bebas hambatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Teknik menyelenggarakan fungsi: 1.
penyusunan norma, standar, pedoman, prosedur, kriteria teknik jalan, dan jembatan; KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
79
Bab 6 – Kegiatan dan Output 2. 3. 4. 5. 6.
pembinaan teknik jalan dan jembatan; pembinaan pengelolaan dan analisis lingkungan jalan dan jembatan termasuk mitigasi bencana alam serta keselamatan jalan; penyusunan perencanaan teknis jalan bebas hambatan dan pembinaan teknis jalan perkotaan; pengadaan tanah; dan pelaksanaan tata usaha Direktorat Bina Teknik.
Direktorat Bina Teknik terdiri atas: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Subdirektorat Teknik Jalan; Subdirektorat Teknik Jembatan; Subdirektorat Teknik Lingkungan dan Keselamatan Jalan; Subdirektorat Teknik Jalan Bebas Hambatan dan Jalan Perkotaan; Subdirektorat Pengadaan Tanah; Subbagian Tata Usaha; dan Kelompok Jabatan Fungsional.
Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah I Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah I mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan jalan nasional dan pembinaan teknik jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa di wilayah Pulau Sumatera. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah I menyelenggarakan fungsi: 1.
penyiapan rencana kegiatan penyelenggaraan jalan nasional dan pembinaan teknik termasuk bimbingan teknis penyelenggaraan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa; 2. pembinaan pengadaan tanah jalan nasional; 3. penyiapan rekomendasi laik fungsi jalan nasional; 4. pembinaan penanggulangan darurat dan perbaikan kerusakan jalan akibat bencana alam; 5. pembinaan pelaksanaan konstruksi dan penggunaan bahan dan peralatan; 6. penilaian usulan program penanganan jalan nasional dari Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional; 7. penilaian usulan program penanganan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa yang dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus dan dana pusat lainnya; 8. pembinaan manajemen kontrak termasuk fasilitasi perubahan dokumen anggaran; 9. pelaksanaan bimbingan teknis pelaksanaan jalan nasional termasuk jalan bebas hambatan; 10. pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa termasuk pengaturan, pembinaan, dan pengendalian fungsi dan manfaat jalan; dan 11. pelaksanaan tata usaha Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah I. Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah I terdiri atas :
80
Rencana Strategis 2010-2014
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Subdirektorat Sistem Pengendalian Wilayah I; Subdirektorat Wilayah I A (Provinsi Aceh dan Riau); Subdirektorat Wilayah I B (Provinsi Sumatera Utara dan Kepulauan Riau); Subdirektorat Wilayah I C (Provinsi Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung); Subdirektorat Wilayah I D (Provinsi Sumatera Selatan, Jambi, Bangka Belitung); Subbagian Tata Usaha; dan Kelompok Jabatan Fungsional.
Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II Direktorat Bina pelaksanaan Wilayah II mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan jalan nasional dan pembinaan teknik jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa di wilayah Pulau Jawa, Bali, Kepulauan Nusa Tenggara, dan Kalimantan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II menyelenggarakan fungsi: 1.
penyiapan rencana kegiatan penyelenggaraan jalan nasional dan pembinaan teknik termasuk bimbingan teknis penyelenggaraan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa; 2. pembinaan pengadaan tanah jalan nasional; 3. penyiapan rekomendasi laik fungsi jalan nasional; 4. pembinaan penanggulangan darurat dan perbaikan kerusakan jalan akibat bencana alam; 5. pembinaan pelaksanaan konstruksi dan penggunaan bahan dan peralatan; 6. penilaian usulan program penanganan jalan nasional dari Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional; 7. penilaian usulan program penanganan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa yang dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus dan dana pusat lainnya; 8. pembinaan manajemen kontrak termasuk fasilitasi perubahan dokumen anggaran; 9. pelaksanaan bimbingan teknis pelaksanaan jalan nasional termasuk jalan bebas hambatan; 10. pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa termasuk pengaturan, pembinaan, dan pengendalian fungsi dan manfaat jalan; dan 11. pelaksanaan tata usaha Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II. Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah II terdiri atas : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Subdirektorat Sistem Pengendalian Wilayah II; Subdirektorat Wilayah II A (Provinsi: Banten, Jabodetabek); Subdirektorat Wilayah II B (ProvinsiJawa Barat, Jawa Tengah, DIY); Subdirektorat Wilayah II C (ProvinsiJawa Timur, Bali, NTB, NTT); Subdirektorat Wilayah II D (ProvinsiKalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan) Subbagian Tata Usaha; dan Kelompok Jabatan Fungsional.
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
81
Bab 6 – Kegiatan dan Output
Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah III Direktorat Bina pelaksanaan Wilayah III mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan jalan nasional dan pembinaan teknik jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa di wilayah Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah III menyelenggarakan fungsi: 1.
penyiapan rencana kegiatan penyelenggaraan jalan nasional dan pembinaan teknik termasuk bimbingan teknis penyelenggaraan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa; 2. pembinaan pengadaan tanah jalan nasional; 3. penyiapan rekomendasi laik fungsi jalan nasional; 4. pembinaan penanggulangan darurat dan perbaikan kerusakan jalan akibat bencana alam; 5. pembinaan pelaksanaan konstruksi dan penggunaan bahan dan peralatan; 6. penilaian usulan program penanganan jalan nasional dari balai besar pelaksanaan jalan nasional; 7. penilaian usulan program penanganan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa yang dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus dan dana pusat lainnya; 8. pembinaan manajemen kontrak termasuk fasilitasi perubahan dokumen anggaran; 9. pelaksanaan bimbingan teknis pelaksanaan jalan nasional termasuk jalan bebas hambatan; 10. pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa termasuk pengaturan, pembinaan, dan pengendalian fungsi dan manfaat jalan; dan 11. pelaksanaan tata usaha Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah III. Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah III terdiri atas: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Subdirektorat Sistem Pengendalian Wilayah III; Subdirektorat Wilayah III A (Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah); Subdirektorat Wilayah III B (Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara); Subdirektorat Wilayah III C (Provinsi Maluku, Maluku Utara) Subdirektorat Wilayah III D (Provinsi Papua, Papua Barat) Subbagian Tata Usaha; dan Kelompok Jabatan Fungsional.
Kelompok Jabatan Fungsional Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing–masing berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah tenaga fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok jabatan fungsional sesuai dengan bidang keahliannya. Masing-masing Kelompok Jabatan Fungsional tersebut dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal. Jumlah tenaga fungsional tersebut ditentukan berdasarkan
82
Rencana Strategis 2010-2014
kebutuhan dan beban kerja. Jenis dan jenjang jabatan fungsional tersebut diatur berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku.
Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional mempunyai tugas melaksanakan dan mengendalikan jalan nasional dalam penyusunan program, perencanaan teknis, pelaksanaan dan pengawasan konstruksi, pengendalian mutu, pelayanan dan penyediaan bahan dan peralatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional menyelenggarakan fungsi: 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Penyiapan data dan informasi, penyiapan bahan penyusunan program penanganan, pelaksanaan dan pengendalian perencanaan teknik jalan dan jembatan, persetujuan justifikasi/pertimbangan teknis; Pelaksanaan audit keselamatan jalan; Pelaksanaan analisis mengenai dampak lingkungan; Pemantauan dan evaluasi standar pelayanan minimal jalan; Pelaksanaan dan pengawasan konstruksi jalan nasional termasuk jalan bebas hambatan; Pengendalian fungsi dan manfaat jalan nasional; Pelaksanaan pengadaan tanah jalan nasional; Pelaksanaan pengamanan fisik dan sertifikasi hasil pengadaan tanah jalan nasional; Pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan bencana yang berdampak pada jalan; Penyediaan saran teknis penyelenggaraan jalan provinsi, kabupaten, kota, dan desa; Pelaksanaan penerapan sistem manajemen mutu pada kegiatan balai besar pelaksanaan jalan nasional; Pengadaan, pemanfaatan, penyimpanan, pemeliharaan dan pelayanan bahan dan peralatan jalan dan jembatan, serta pengujian mutu konstruksi; Penyusunan Laporan akuntansi keuangan dan akuntansi Barang Milik Negara sebagai Unit Akuntansi Wilayah; dan Penatausahaan administrasi kepegawaian, keuangan, organisasi dan tatalaksana kerja balai dan urusan rumah tangga serta pelaksanaan koordinasi dengan instansi terkait.
Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional terdiri dari: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bagian Tata Usaha; Bidang Perencanaan; Bidang Pelaksanaan; Bidang Sistem Manajemen Mutu; Bidang Pengujian dan Peralatan; dan Kelompok Jabatan Fungsional;
Struktur Organisasi Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
83
Bab 6 – Kegiatan dan Output 6.2
KEGIATAN
Dalam rangka melaksanakan kebijakan dan strategi yang ditetapkan, Program Penyelenggaraan Jalan terdiri dari kegiatan-kegiatan sebagaimana berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
6.3
Dukungan manajemen, koordinasi, pengaturan, pembinaan, dan pengawasan Pengaturan, pembinaan, perencanaan, pemrograman, dan pembiayaan penyelenggaraan jalan Pengaturan dan pembinaan teknik preservasi, peningkatan kapasitas jalan Pembinaan pelaksanaan preservasi dan peningkatan kapasitas jalan nasional dan fasilitasi jalan daerah Pelaksanaan preservasi dan peningkatan kapasitas jalan nasional Pengaturan, pengusahaan, pengawasan Jalan Tol.
OUTPUT
Kegiatan: Dukungan Manajemen, Koordinasi, Pengaturan, Pembinaan, dan Pengawasan Kegiatan ini dilaksanakan oleh Unit Kerja Sekretariat Direktorat Jenderal dengan Output sebagaimana berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Dokumen administrasi dan pengelolaan kepegawaian / ortala Dokumen laporan administrasi keuangan dan akuntansi Dokumen Sistem Akuntansi Barang Milik Negara Dokumen laporan penyelenggaraan kegiatan bantuan hukum Bulan layanan publik (PNBP) Prasarana dan sarana pemenuhan kebutuhan perkantoran Bulan layanan perkantoran Dokumen draft materi kebijakan / peraturan perundang-undangan yang diproses dan dilegalisasi Lokasi pembinaan penanggulangan penanganan tanggap darurat / pekerjaan mendesak.
Kegiatan: Pengaturan, Pembinaan, Perencanaan, Pemrograman, dan Pembiayaan Penyelenggaraan Jalan Kegiatan ini dilaksanakan oleh Unit Kerja Direktorat Bina Program dengan output sebagaimana berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
84
Dokumen Pengaturan dan Penyiapan Pembiayaan Jalan Daerah dan Dana Masyarakat Dokumen Program dan Anggaran Tahunan Dokumen Penyiapan PHLN dan Administrasi Kerjasama Luar Negeri Dokumen Pengembangan Sistem Manajemen Jalan dan Jembatan Dokumen Evaluasi Kinerja Penyelenggara Jalan
Rencana Strategis 2010-2014
6. 7. 8. 9. 10.
Dokumen Kebijakan dan Strategi Penyelenggaraan Jalan Dokumen Penyiapan keputusan menteri tentang fungsi dan status jalan Dokumen Pengendalian Pelaksanaan PHLN Dokumen Informasi, Dokumentasi, Komunikasi, dan Publikasi Penyelenggaraan Jalan Dokumen Laporan Monitoring dan Evaluasi Perencanaan, Pemrograman dan Pembiayaan Penyelenggaraan Jalan 11. Prasarana dan sarana pemenuhan kebutuhan perkantoran 12. Bulan Layanan Perkantoran.
Kegiatan: Pengaturan dan Pembinaan Teknis Preservasi, Peningkatan Kapasitas Jalan Kegiatan ini dilaksanakan oleh Unit Kerja Direktorat Bina Teknik dengan output sebagaimana berikut: 1. 2.
Dokumen lingkungan Jalan dan Jembatan yang bersifat khusus Dokumen Perencanaan dan Pengawasan Teknis Jalan dan Jembatan Khusus Serta Perencanaan Teknis Jalan Bebas Hambatan 3. Dokumen Penyusunan dan pengesahan NSPK Jalan dan Jembatan termasuk Jalan Daerah 4. Dokumen rekomendasi teknis penanganan lokasi rawan kecelakaan dan rawan bencana jalan dan jembatan 5. Laporan Pembinaan teknik jalan dan jembatan 6. Laporan Pembinaan Jalan Bebas Hambatan 7. Luas Pengadaan tanah jalan bebas hambatan 8. Dokumen Kebijakan Investasi jalan bebas hambatan 9. Dokumen Monitoring dan evaluasi pembinaan teknik jalan dan jembatan 10. Prasarana dan sarana pemenuhan kebutuhan perkantoran 11. Bulan Layanan Perkantoran.
Kegiatan: Pembinaan Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas Jalan Nasional dan Fasilitasi Jalan Daerah Kegiatan ini dilaksanakan oleh Unit Kerja Direktorat Jalan dan Jembatan Wilayah I, II, dan III dengan output sebagaimana berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
Laporan Perencanaan pembinaan, penyiapan produk pembinaan, dan pembinaan pelaksanaan jalan dan jembatan Dokumen Pembinaan dan penilaian bahan usulan program 5 tahunan dan tahunan Dokumen Penyelesaian permasalahan administrasi, teknis pelaksanaan dan aspek hukum Laporan Pembinaan teknis, pengendalian kepatuhan pelaksanaan, dan rekomendasi laik fungsi jalan nasional Prasarana dan sarana pemenuhan kebutuhan perkantoran
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
85
Bab 6 – Kegiatan dan Output 6. 7. 8.
Bulan Layanan Perkantoran Laporan Pembinaan teknis, fasilitasi perencanaan, program pembiayaan, pelaksanaan dan evaluasi kinerja jalan daerah Dokumen Monitoring dan evaluasi kinerja pembinaan dan pelaksanaan jalan dan jembatan termasuk jalan daerah.
Kegiatan: Pelaksanaan Preservasi dan Peningkatan Kapasitas Jalan Nasional Kegiatan ini dilaksanakan oleh Unit Kerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional dengan output sebagaimana berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Panjang Pemeliharaan rutin jalan Panjang Pemeliharaan rutin jembatan Panjang Pemeliharaan berkala / rehabilitasi jalan Panjang Pemeliharaan berkala / rehabilitasi jembatan Panjang Rekonstruksi / Peningkatan Struktur Jalan Panjang Penggantian jembatan Panjang Pembangunan jalan baru Panjang Pembangunan jembatan baru Panjang Pelebaran jalan Panjang Pembangunan Fly Over / Underpass / terowongan Panjang Pembangunan jalan bebas hambatan Dokumen hasil pengumpulan data jalan dan jembatan Dokumen Perencanaan dan pengawasan teknis jalan dan jembatan Dokumen lingkungan jalan dan jembatan Dokumen Pengujian / Manajemen Mutu Panjang Pembangunan / pelebaran jalan di kawasan strategis, perbatasan, wilayah terluar dan terdepan Panjang Pembangunan / duplikasi jembatan di kawasan strategis, perbatasan, wilayah terluar dan terdepan Dokumen Monitoring dan evaluasi pelaksanaan jalan dan jembatan Dokumen bahan usulan program tahunan dan 5 tahunan Bahan jalan dan jembatan Bahan dan peralatan jalan dan jembatan Bulan Layanan Publik (PNBP) Prasarana dan sarana pemenuhan kebutuhan perkantoran Bulan Layanan perkantoran.
Kegiatan: Pengaturan, Pengusahaan, Pengawasan Jalan Tol Kegiatan ini dilaksanakan oleh Unit Kerja Badan Pengatur Jalan Tol dengan output berikut: 1.
86
Laporan Kajian dan evaluasi penyiapan pengusahaan Jalan Tol dan data informasi Jalan Tol
Rencana Strategis 2010-2014
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Dokumen pengaturan, penyiapan, pelayanan dan pengendalian pengusahaan Jalan Tol Laporan pengawasan dan pemantauan perjanjian pengusahaan Jalan Tol Dokumen perjanjian layanan dana bergulir untuk pengadaan tanah Jalan Tol (BLU) Laporan monitoring dan evaluasi layanan dana bergulir untuk pengadaan tanah Jalan Tol (BLU) Laporan pengelolaan dana hasil pengusahaan Jalan Tol (BLU) Prasarana dan sarana pemenuhan kebutuhan perkantoran Bulan Layanan Perkantoran Bulan Layanan perkantoran (PNBP).
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
87