PEMBEBASAN BERSYARAT DAN TINGKAT PELANGGARAN YANG DILAKUKUAN OLEH KLIEN PEMASYARAKAAN ( Riset di Balai Pemasyarakatan Kelas I Medan)
JURNAL HUKUM Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Guna Memenuhi Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Oleh: RUBA FRANKLIN SILAEN 110200275
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015
ABSTRAK *Suwarto **Syafruddin ***Ruba Sistem pemasyarakatan saat ini sudah sangat berkembang jika dibandingkan dengan sistem sebelumnya yang dikenal dengan sistem penjara. Perkembangan yang dimaksud terletak pada pelayanan terhadap terpidana serta pihak lain yang berkaitan. Sistem pemasyarakatan dikatakan sudah berkembang dapat dibuktikan dengan banyaknya program pembinaan terhadap warga binaan Lapas maupun Rutan dengan segala kegiatan yang bertujuan agar dapat memahami keadaan diri sendiri, sehingga ketika kembali ke dalam masyarakat warga binaan dapat dengan mudah kembali beradaptasi.Pembebasan bersyarat adalah suatu program atau kegiatan yang dikeluarkan oleh negara demi merealisasikan semangat dari sistem pemasyarakatan tersebut. Hal ini dijelaskan juga dalam Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Repubuk Indonesia Nomor M.2.Pk.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat, pada pasal 4 ayat 2 yakni pembebasan bersyarat merupakan program pembinaan dan pembimbingan warga binaan/klien pemasyarakatan yang bertujuan untuk memotivasi dan mendorong klien agar dapat beradaptasi dengan masyarakat dan tidak mengulangi keasalahan sebelumnya. Permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah praktik pemberian pembebasan bersyarat dan tingkat pelanggaran yang tercatat dalam registrasi BAPAS kelas I Medan sebagai tempat penelitian/riset skripsi ini. Metode peneltian yang dipakai adalah metode pendekatan yuridis normatif yang didukung dengan penelitian yuridis empiris,yang bersifat deskriptif analitis, yaitu mengkaji dan menguji data yang berkatian dengan permasalahan melalui teknik pengumpulan data melalui library searching (studi kepustakaan) kemudian menmbandingkannya dengan hasil penelitian dilapangan (BAPAS Kelas I Medan). Berdasarkan hasil peneltian di BAPAS Kelas I Medan ditemukan bahwa proses perealisasian program pembebasan bersyarat mulai dari peromohonan dari pihak Lapask kapada BAPAS, sampai pada masa pembimbingan BAPAS tidak terlalu jauh berbeda dengan apa yang diatur dalam peraturan perundanganundangan yang terkait. Tetapi sering petugas/pegawai BAPAS masih menggunakan peraturan perundang-undangan yang lama (tahun 1990-an) yang sebenarnya sudah dirubah. Tetapi secara keseluruhan proses pembebasan bersyarat karena persentase tingkat pelanggaran sangat minim atau sedikit jika dibandingkan dengan jumlah seluruh klien pemasyarakatan yang dalam masa pembimbingan. *) Dosen Pembimbing I **) Dosen Pembimbing II ***) Mahasiswa Fakultas Hukum USU
ABSTRACT *Suwarto **Syafruddin ***Ruba The current correctional system is already highly developed if compared to the previous system, known as the prison system. The development is located on the service of convicted person as well as other parties concerned. Correctional system is said to be already developed can be proved by the number of coaching programsassisted Prison with all activities that aim to be able to understand the circumstances themselves, so when returning to the assisted residents in the communities can easily return adapt. Parole is a program or activity that is issued by the State for the sake of the realization of the spirit of the correctional system. It isalso described in the regulation of the Minister of law and human rights of IndonesiaNumber Republic m.2. Pk. 04-10 in 2007 about the terms and procedures for the implementation of cultural assimilation, Parole, leave Towards free, and Furlough are conditional, in article 4 paragraph 2 i.e. parole is supervision and coaching programassisted residents/clie nts of prisons that aims to motivate and encourage the client to be able to adapt to society and not repeat the previous keasalahan. The issue will be discussed in this thesis is the practice of granting parole and the level of violations recorded in register BAPAS class I Field as a place of research/researchthesis. Peneltian method used is the juridical normative approach method that is supported by empirical juridical research, which are analytical, descriptive, namelyreviewing and testing the data relating to the problem through the technique of collecting data through a library searching (study library) then menmbandingkannyawith the results of the research field (BAPAS class I Field). Based on the results of peneltian on BAPAS class I Field found that the processperealisasian parole programs ranging from peromohonan to Lapask from BAPAS, until during thepursuit of BAPAS not far different from what is set out in ruleperundangan-undangan. But often the officer/employee of BAPAS still uses the oldlegislation (in the 1990s) that in fact already changed. But the overall process ofparole because the percentage level of offense was minimal or slight when comparedwith the total number of clients in their pursuit of the prisons. *The firstLecturer Supervisor **The Second Lecturer Supervisor ***USU Law Faculty Student
PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Dewasa ini fungsi pemidanaan tidak lagi sekedar penjeraan, namun juga merupakan suatu tahap rehabilitasi dan re-integrasi sosial bagi warga binaan yang dikenal dengan sistem pemasyarakatan. Pandangan ini didukung oleh Keputusan Konferensi Dinas Para Pimpinan Kepenjaraan pada tanggal 27 April 1964 yang memutuskan bahwa pelaksanaan pidana di Indonesia dilakukan dengan sistem Pemasyarakatan,di samping sebagai arah dan tujuan, pidana penjara dapat juga menjadi cara untuk membimbing dan membina.1Sistem
pemasyarakatan
merupakan
salah
satu
rangkaian
penegakan hukum pidana, oleh karena itu pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari pengembangan konsepsi umum mengenai pemidanaan. Pemidanaan menurut konsep KUHP pada dasarnya bertujuan untuk2 : 1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat. 2. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. 3. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna. 4. Mebebaskan rasa bersalah pada terpidana.
1 Dwidja Priyatno, sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, Bandung, Refika Aditama, 2006, Hlm. 97-98. 2 Andi Hamzah, Perumusan Harmonisasi Hukum Bidang Penyeresaian KUHAP dan KUHP Baru,Grafindo, Jakarta, 2000, Hlm. 77.
Setelah sekian lama terjadi perdebatan antara para ahli hukum mengenai sistem yang paling tepat untuk diterapkan dalam sistem pemidanaan Indonesia, antara pandangan pemidanaan yang berifat pembalasan ataukah pandangan baru (modern) yang mengutamakan pemidanaan sebagai tindakan pembinaan dan pembimbingan sesuai dengan yang tercantum dalam pertimbangan UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Didahului dengan amanat Presiden dalam konfrensi dinas menyampaikan arti penting terhadap pembaharuan pidana penjara di Indonesia, yaitu dengan merubah nama kepenjaraan menjadi pemasyarkatan. Berdasarkan pertimbangan ini, disusunlah amanat Presiden tersebut menjadi suatu pernyataan tentang hari lahir Pemasyarakatan RI pada hari Senin tanggal 27 April 1946 dan Piagam Pemasyarakatan Indonesia.3 Lahirnya sistem pemasyarakatan dapat diartikan bahwa sistem pemidanaan Indonesia telah memasuki era baru dalam proses pemidanaan narapidana dan, anak didik. Era baru yang dimaksud adalah narapidana dan anak didik mendapat pengayoman dan pembinaan demi pemasyarakatan yang lebih baik. Dalam prakteknya banyak lembaga pemasyarakatan di Indonesia tidak berjalan sesuai dengan harapan, seperti yang terjadi di salah satu Lapas di Sumatera Utara, dimana Lapas Kelas I Medan, hanya dapat menampung sekitar 1054 orang saja, tetapi berdasarkan data yang didapat, jumlah narapidana yang berada di Lapas tersebut menampung hampir 2 x lipat dari yang seharusnya. 3
Dwidja Priyatno, sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, Bandung, Refika Aditama, 2006, Hlm. 98.
B.
Rumusan Masalah 1. Bagaimana Pemberian Penetapan Pembebasan Bersyarat Bagi Klien Pemasyarakatan dalam pembimbingan Bapas Kelas I Medan ? 2. Faktor – faktor apa saja yang dapat mempengaruhi proses Pembebasan Bersyarat ?
3.
Metode Penelitian Dalam tulisan skripsi ini penelitian yang dipergunakan adalah penelitian yang bersifat yuridis normatif.Penelitian yang bersifat Yuridis Normatif adalah penelitian yang dilakukan secara deduktif dimulai dengan analisa terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur terhadap permasalahan kemudian dilanjutkan pengambilan data dilapangan untuk kemudian diperbandingkan. Data yang didapat di lapangan diperoleh dengan cara mewawancarai narasumber (informan) secara langsung yang disertai dengan penyebaran angket untuk menambah kepastian data hasil penelitian yang lebih akurat, dan hal tersebut dilakukan kepada pihak yang terkait dal, pihak yang dimaksud adalah Petugas BAPAS dan klien pemasyarakatan .
PEMBAHASAN 1.
PEMBERIAN
PEMBEBASAN
BERSYARAT
DALAM
PEMBIMBINGAN BAPAS (Balai Pemasyarakatan) Kelas I Medan. A. Pembebasan Bersyarat
Klien Pamasyarakatan yang menerima pembebasan bersyarat diberikan suatu surat lepas/bebas bersyarat, dimana di dalamnya dimuat syarat-syarat yang harus ditaatinya selama masa percobaan tersebut. Jika terpidana melanggar perjanjian atau syarat-syarat yang ditentukan dalam surat pembebasan (verlofpas), terpidana dapat dipanggil kembali untuk menjalani sisa pidananya. Pembebasan bersyarat dapat dicabut kembali atas usul jaksa maupun BAPAS dibantu oleh tim Pengamat Pemasyarakatan di tempat terpidana berdiam. Jika narapidana/klien melanggar perjanjian atau syarat-syarat yang ditentukan, selama menunggu keputusan Menteri Hukum dan HAM, jaksa dapat melakukan penahanan terhadapnya selama 60 hari.Jika waktu itu telah lewat dan belum keluar keputusan tersebut, terpidana harus dikeluarkan dari tahanan (Pasal 16 ayat (3) & (4) KUHP. Pencabutan surat lepas tersebut dibuat oleh Menteri Hukum Dan HAM, atas usul atau setelah
memperoleh keterangan dari jaksa tempat asal terpidana, dan setelah mendapat keterangan dari Dirjen Pemasyarakatan.4
B. SYARAT PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT Pembebasan
bersyarat
diberikan
kepada
narapidana
(klien
pemasyarakatan) harus terlebih dahulu menjalani dua per tiga dari masa hukumannya, yang sekurang-kurangnya adalah Sembilan bulan.Jika terpidana harus menjalani pidana berturut-turut maka pidana itu dianggap sebagai satu pidana (Pasal 15 ayat (1) KUHP).Setiap klien pemasyarakatan yang menerima izin bebas bersyarat dalam tahapan tertentu menerima suatu masa percobaan, serta syarat-syarat yang harus dipenuhi selam masa
percobaan. Masa percobaan atau masa
menjalankan program pembebasan bersyarat, itu lamanya sama dengan sisa waktu pidana penjara yang belum dijalani ditambah satu tahun. Jika terhukum ada dalam tahanan maka waktu itu tidak termasuk masa percobaan (Pasal 15 ayat (2), (3) KUHP).
C. PROSEDUR PENGUSULAN PEMBEBASAN BERSYARAT Mengenai tata cara atau lebih dikenal dengan prosedur pengusulan pembebasan bersyarat, KUHP tidak menjelaskan secara lengkap. Hal 4
A. Hamzah, Bentuk-Bentuk Khusus Perwujudan Delik (Percobaan, Penyertaan, dan Gabungan Delik) dan Hukum Penitensier, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Hlm. 77.
tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 21 Tahun 2013 pada Pasal 55 sampai dengan 57. Tata cara pemberian pembebasan bersyarat dilaksanakan melalui sistem informasi pemasyarakatan. Sistem informasi tersebut merupakan suatu sistem yang terintegrasi antara unit pelaksana teknis pemasyarakatan, kantor wilayah, dengan Direktorat Jendral Pemasyarakatan.
D. Pembimbingan dalam Masa Pembebasan Bersyarat (BAPAS Kelas I Medan) Prosedur dan mekanisme pembimbingan terdiri atas tiga tahap yakni tahap awal, tahap lanjutan dan tahap akhir. Berbeda dengan pembagian jangka waktu untuk setiap tahapan pembinaan yang dilaksanakan di Lapas yang menggunakan 1/3, ½, dan 2/3 masa pidananya, lamanya waktu untuk setiap tahapan pembimbingan yang dilaksanakan menggunakan pembagian masa bimbingan sebagai berikut5 : 1. Tahap Awal a. Penelitian Kemasyarakatan. b. Menyusun rencana program bimbingan. c. Pelaksanaan progam bimbingan guna mempersiapkan anak untuk mengikuti program diversi di luar Lapas.
5
Modul Pembimbing Kemasyarakatan. Modul III, Bab III tentang Prosedur Pelaksanaan tugas pembimbingan Kemasyarakatan.Hlm. 124.
d. Penilaian pelaksanaan program tahap awal dan penyusunan rencana bimbingan tahap lanjutan. 2. Tahap Lanjutan a.
Pelaksanaan Program bimbingan, seperti ; wajib lapor dari pihak klien, kunjungan rumah, dan bimbingan mental/ kelompok.
b.
Penilaian pelaksanaan program tahapan lanjutan dan penyusunan rencana bimbingan tahap akhir.
3. Tahap Akhir a. Pelaksanaan program bimbingan. b. Meneliti dan menilai keseluruhan hasil pelaksanaan program bimbingan. c. Mempersiapkan klien mengakhiri masa bimbingan tambahan (after care).
E. ALASAN HAPUSNYA IZIN BEBAS BERSYARAT Kesalahan klien pemasyarakatan adalah salah satu yang dapat mengakibatkan kegagalan dari masa percobaan itu. Ada juga hal lain seperti dari sisi pemerintah atau Negara melalui pertimbangan tertentu oleh lembaga yang terkait. Pasal 16 ayat (3) KUHP menentukan, bahwa selama masa percobaan izin bebas bersyarat masih dapat dicabut, maka atas usulan jaksa tempat dimana klien berada. Klien pemasyarakatan tersebut dapat ditahan demi menjaga ketertiban umum, jika ada
sangkaan yang beralasan bahwa klien tersebut selama masa percobaan telah berbuat hal-hal yang melanggar syarat-syarat tersebut dalam surat lepas/bebas
bersyaratnya.
Jaksa
harus
segera
memberitahukan
penahanan itu kepada kementrian Hukum dan HAM. F. MANFAAT PEMBEBASAN BERSYARAT Manfaat dari pembebasan bersyarat dapat dijelaskan dengan menguraikan dari sudut pandang mana manfaat itu dapat ditemukan. Perbedaan
sudut
pandang
sangat
mempengaruhi
manfaat
dari
pembebasan bersyarat, karena memiliki tujuan dan harapan yang berbeda akan adanya pembebasan bersyarat. Sudut pandang yang dimaksud adalah pihak-pihak yang memiiki hubungan dengan adanya pembebasan bersyarat, seperti dari sisi Lembaga Pemasyarakatan, Keluarga atau Masyarakat, serta dari sisi Klien/ Narapidana sendiri. G. PEMBERIAN
PEMBEBASAN
BERSYARAT
DALAM
KEWENANGAN BAPAS KELAS I MEDAN. 1. Unsur-unsur Pembimbingan a. Pembimbing Kemasyarakatan (P.K) BAPAS Istilah Pembimbing kemasyarakatan dapat ditemukan dalam beberapa
peraturan
perundang-undangan,
salah
satunya
pengertian pembimbing kemasyarakatan disebutkan dalam Undang-undang No.3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak, bahwa
pembimbing
kemasyarakatan
adalah
petugas
pemasyarakatan pada balai pemasyarakatan yang melaksanakan bimbingan warga binaan pemasyarakatan. b. Klien Pemasyarakatan Kewajiban-kewajiban klien adalah sebagai berikut : a. Mematuhi semua peraturan dan ketentuan yang berlaku dalam proses pembimbingan. b. Wajib mengikuti semua program pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan. Hak-hak klien adalah sebagai berikut : a. Perlakuan non-diskriminasi b. Perlindungan HAM c. Tidak dianiaya, disiksa, atau dihukum secara tidak manusiawi d. Tidak dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum. e. Diperlakukan secara manusiawi dalam proses peradilan pidana. f. Hak atas bantuan hukum, untuk membela diri dan memperoleh keadilan yang bebas dan tak memihak. g. Proporsionalitas perlakuan terhadap klien dengan perbuatannya. h. Mendapatkan pembinaan diluar lembaga (non-institutional treatment) c. Keluarga Klien Keluarga, dalam hal ini keluarga klien merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari proses pembimbingan. Dalam konteks
pembimbingan,
setidaknya terdapat 2 (dua) fungsi
dari
keluarga. Pertama, keluarga dapat berperan sebagai penjamin, seperti yang diatur dalam pasal 36 PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP. Kedua, keluarga dapat berperan dalam keberhasilan proses pembimbingan. d. Penjamin Jaminan dapat berupa orang, jaminan orang inilah yang disebut Jaminan (Pasal 36 PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP)
Penjamin
bertanggungjawab
adalah untuk
pihak
yang
menjamin
akan
sanggup
warga
binaan
pemasyarakatan yang akan diajukan pembebasan bersyarat, penjamin dapat berasal dari perorangan maupun dari lembaga / organisasi.6 e. Masyarakat Masyarakat menjadi unsur penting dalam pembimbingan, masyarakat yang maksud adalah masyarakat yang berada dilingkungan sekitar tempat klien menjalani pembinaan luar lembaga.Salah
satu
indikator
keberhasilan
program
pembimbingan klien adalah bahwa masyarakat telah dapat menerima klien, dan ikut berperan serta dalam mengawasi serta mebimbing klien agar tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum lagi. 6
MODUL PEMBIMBINGAN KEMASYARAKATAN. Modul III Bab II, tentang Unsurunsur Pembimbingan. Hlm. 108.
f. Pemerintah Setempat . Peran serta pemerintah setempat khususnya dalam mengawasi klien mengingat klien telah diintegrasikan ke masyarakat berbeda dengan warga binaan yang berada di lapas/Rutan yang bisa diawasi oleh petugas setiap saat.Pemerintah setempat juga merupakan sumber informasi bagi pembimbing kemasyarakatan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan perilaku klien di masyarakat. g. Pihak lainnya Pihak lainnya juga ikut memilki peran dalam pembimbingan adalah pihak ketiga yang berasal dari swasta, tenaga professional seperti tenaga pendidik, psikologi, pemuka agama, dan pihak lainnya yang masing-masing memilki peran sesuai dengan bidangbidang. 1.
Swasta : Perusahaan, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) berperan dalam menyediakan pelatihan atau penyaluran kerja.
2.
Tenaga professional : Tenaga Pendidik, Psikolog, Pemuka Agama,
memberikan
dibutuhkan.
pelayanan
pembimbingan
yang
2. TUJUAN PEMBIMBINGAN A. WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan) / Klien Pemasyarakatan dapat mengenal / memahami kepribadian dan lingkungan dimana ia berada (di dalam LP / luar LP / Keluarga dan lingkungan masyarakat). WBP / Klien Pemasyarakatan dapat menerima keadaan dirinya dan lingkungan secara positif dan dinamis. B. Klien mampu mandiri dalam mengambil keputusan. C. Pengarahan diri WBP / Klien Pemasyarakatan. D. Perwujudan diri WBP / Klien Pemasyarakatan. 3.
KLIEN YANG MELAKUKAN PELANGGARAN DALAM BIMBINGAN BAPAS KELAS I MEDAN 2013 S/D 2014 Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Kelas I Medan selama melakukan pembimbingan banyak menemukan pelanggaran yang dilakukan klien.Pelanggaran yang dimaksud tersebut adalah mulai dari pelanggaran kecil yang menurut pembimbing kemasyarakatan masih dapat dimaklumi sehingga hanya dilakukan peringatan saja, seperti terlambat melakukan kewajiban wajib lapor, jarang atau bahkan tidak pernah datang melakukan kegiatan pembimbingan di BAPAS Medan.7
7
Ibid.
Jumlah Klien yang melakukan pelanggran selama Tahun 2014 NO
BULAN
JUMLAH
JENIS PELANGGARAN T.P BARU
T.P LAMA
1
JANUARI
4
1
3
2
FEBRUARI
-
-
-
3
MARET
3
2
1
4
APRIL
3
1
2
5
MEI
1
-
1
6
JUNI
1
-
1
7
JULI
2
-
2
8
AGUSTUS
-
-
-
9
SEPTEMBER
-
-
-
10
OKTOBER
3
3
-
11
NOVEMBER
4
-
-
12
DESEMBER
-
-
-
Sumber : Data diolah dari data registrasi BAPAS Kelas I Medan Tahun 2014 (terlampir)
2.
FAKTOR
–
FAKTOR
YANG
MEMPENGARUHI
PROSES
PEMBEBASAN BERSYARAT
A. Peran Kejaksaan Dalam Pengawasan Klien Pemasyarakatan Kewenangan utama atau yang lebih dikenal sebagai lembaga penuntutan terhadap kasus-kasus pidana di Pengadilan. Tetapi di lain sisi, kewenangan lain yang tidak kalah pentingnya juga, antara lain sebagai eksekutor atau pelaksana suatu keputusan Hakim yang telah berkekuatan hukum tetap, seperti yang diatur dalam pasal 30 ayat (1) undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. B. Pandangan Klien terhadap Program Pembebasan Bersyarat Klien pemasyarakat merupakan pihak / unsur yang sangat penting perannya dalam suksesnya program pembebasan bersyarat.Oleh karenanya, bagaimanapun alasan atau kondisi pelaksanaan program tersebut, pembimbing kemasyarakatan harus lebih mengutamakan klien dari pada pihak manapun.Oleh karena itu, bukan hal baru jika klien pemasyarakatan beranggapan pembebasan bersyarat adalah suatu program yang sangat bermanfaat bagi klien.Pembebasan bersyarat harus secara serius diikuti oleh klien pemasyarakatan, agar tidak terjadi pelanggaran yang mengakibatkan izin bebas bersyaratnya dicabut dan akibatnya klien harus menjalani sisa atau bahkan lebih dari sisa hukumannya di dalam Lapas kembali.
C. Hal – hal yang Mengakibatkan Klien Melakukan Pelanggaran. 1. Pandangan terhadap klien Pemasyarakatan akan berlaku baik di dalam masyarakat. 2. Pelaksanaan administrasi wajib lapor klien pemasyarakatan belum maksimal 3. Fasilitas dari BAPAS Kelas I Medan yang kurang memadai untuk melakukan tugas pembimbingan 4. Pembimbing Kemasyarakatan sangat sedikit dibanding jumlah klien pemasyarakatan 5. Tempat tinggal klien yang jauh dari BAPAS Kelas I Medan 6. Waktu dan kesibukan klien
KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan 1. Pembebasan bersyarat adalah suatu cara melepaskan warga binaan dalam masyarakat sebelum masa bebas yang ditetapkan dalam putusan pengadilan. Warga binaan diberikan pembebasan bersyarat karena telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam pasal 15 KUHP. Pembebasan bersyarat merupakan suatu program atau upaya untuk mewujudkan atau merealisasikan apa yang menjadi hak dari warga binaan/ narapidana beradasarkan Undang-undang No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan pada pasal 14 huruf (k). Pada undang-undang no.12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan pasal 1 butir (4) menjelaskan bahwa BAPAS merupakan
suatu pranata atau organ yang berperan
penting dalam pelaksanaan pembimbingan kepada klien pemasyarakatan demi mempersiapkan klien tersebut untuk dapat kembali kedalam masyarakat. 2. Pelaksanaan pembimbingan pembebasan bersyarat, setiap tahapnya memiliki langkah yang berbeda tetapi berkesinambungan, hal ini mengakibatkan jika pada suatu tahap tertentu mengalami kendala atau halangan, maka akibatnya akan mempengaruhi tahap-tahap selanjutnya. Hal ini dapat ditemukan pada saat penelitian/riset di BAPAS Kelas I Medan, dimana banyak hal-hal yang dapat dikatakan sebagai kendala atau halangan yang dapat mempengaruhi kelancaran pembimbingan pembebasan besyarat, halangan-halanagan tersebut dapat berasal dari
berbagai
pihak
yang
memiliki
hubungan
dengan
pelaksanaan
pembebasan bersyarat. Hambatan tersebut dapat menyebabkan klien melakukan pelanggran terhadap syarat-syarat program pembebasan bersyarat. Pelanggaran tersebut ada dua (2) yakni, pelanggran ringan yang dapat di tolerir dan pelanggran berat yang harus ditindak secara serius yaitu melakukan tindak pidana lagi. B.
Saran
1. Pelaksanaan pembimbingan terhadap klien, sebaiknya dilaksanakan dengan langkah yang lebih aktif, artinya adalah pelaksanaan pembimbingan sebaiknya dilaksanakan melalui kegiatan yang rutin dan kontiunitas. 2. Klien pemasyarakatan seharusnya mengikuti semua kegiatan dengan serius dan membuatnya menjadi prioritas utama selama masa pembimbingan
DAFTAR PUSTAKA A.
Buku-Buku
Ashofa Burhan, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Rineka Cipta, 2010. Chazawi Adami. Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori - teori Pemidanaan Dan Batas Waktu Berlakunya Hukum Pidana, Malang, Grafindo, 2001. Hamzah Andi.Perumusan Harmonisasi Hukum Bidang Penyerasian KUHAP Dengan KUHP Baru, Jakarta, BPHN - 1999. Lamintang, P.A.F. Hukum Panitensier Indonesia. Amico.Bandung, 1997. Modul Pembimbingan Kemasyarakatan.BAPAS Kelas I Medan. Sakidjo Aruan dan Bambang Poernomo, Hukum Pidana, Dasar Aturan Hukum Pidana KodifikasiGhalia Indonesia, Jakarta. Soesilo, R. KUHP serta Komentar lengkap dengan Pasal-pasalnya.Politea. Bandung, 1986.. Tresna, R. Azas-azas Hukum Pidana. Tiara Limited. Jakarta, 2003.
B.
PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN
Kitab Hukum Pidana Undang – Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.2.PK.04 – 10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat , Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. 21 Tahun 2013 tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat