KHASIIAT ANT TIINFLAM MASI EK KSTRAK K HERBA SURUHA AN (Pepeeromia pellucida[L]) DAN CAMPUR C RANNYA DENGAN N JAH HE MERA AH (Zinggiber officcinale Rossc.) PADA A TIKUS
E ESTI SAH HIFAH
DEPA ARTEMEN BIOKIMIIA FAKU ULTAS MA ATEMATIIKA DAN ILMU I PEN NGETAHU UAN ALAM M INSTITU UT PERTA ANIAN BOG GOR BOGO OR 2012 2
ABSTRAK ESTI SAHIFAH. Khasiat Antiinflamasi Ekstrak Herba Suruhan (Peperomia pellucida [L]) dan Campurannya dengan Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.) pada Tikus. Dibimbing oleh SULISTIYANI dan HUSNAWATI. Herba suruhan dilaporkan memiliki potensi antiinflamasi, namun pemanfaatannya belum dilakukan secara maksimal. Selain herba suruhan, tanaman yang dapat digunakan sebagai obat antiinflamasi adalah jahe merah. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas formula campuran ekstrak herba suruhan dan jahe merah dalam menghambat peradangan secara in vivo. Sebanyak 24 ekor tikus putih jantan galur Wistar dibagi menjadi enam kelompok: kelompok kontrol (CMC 0.5%), natrium diklofenak (1.25 mg/kg BB), herba suruhan (100 mg/kg BB), herba suruhan (117.5 mg/kg BB), ekstrak formula 1, dan ekstrak formula 2. Volume edema kaki tikus yang diinduksi karagenan diamati menggunakan alat pletismometer selama 6 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa induksi karagenan 1% mampu meningkatkan volume telapak kaki tikus. Meskipun belum didukung secara statistik, ekstrak herba suruhan dan campurannya dengan jahe merah cenderung memiliki khasiat sebagai antiinflamasi secara in vivo. Kemampuan antiinflamasinya sebanding dengan obat antiinflamasi komersil natrium diklofenak dan memiliki efektivitas yang lebih baik daripada ekstrak tunggalnya. Persentase daya antiinflamasi formula 1 sebesar 33.69% dan formula 2 sebesar 28.31%. Selain itu, campuran ekstrak ini mampu menurunkan jumlah leukosit yang lebih besar dari natrium diklofenak.
Kata kunci : Herba suruhan, jahe merah, antiinflamasi, karagenan
ABSTRACT ESTI SAHIFAH. Anti-inflammatory Activities of Suruhan Herb (Peperomia pellucida [L]) Extract and its Mixture with Red Ginger (Zingiber officinale Rosc.) in Rats. Under the direction of SULISTIYANI and HUSNAWATI. Suruhan herb has been reported for its anti-inflammatory activity, but its usage are still limited. Besides suruhan herb, the other plant which can be used as anti-inflammatory drugs is red ginger. The objective of this research was to test the effectivity of the formula mixture of suruhan herb and red ginger extracts as anti-inflamation in vivo. A total of 24 male white Wistar strain rats were divided into six groups: the control group (CMC 0.5%), the sodium diclofenac (1.25 mg/kg BB), the suruhan herb (100 mg/kg BW), the suruhan herb (117.5 mg/kg BW), the formula 1 extract, and the formula 2 extract. The volume of the rats carrageenan-induced foot paw was measured using plethysmometer for six hours. The results showed that carragenan-induced increased the foot paw of rats. Eventhough data were not statistically significant, suruhan herb-ginger extract tended to reduce inflammation in vivo. The effect was the same as the commercialized anti-inflammatory drugs natrium diclofenac and was better than the single extract. The percentage of inflammatory inhibition of formula 1 was 33.69% and formula 2 was 28.31%. Moreover, mixture of suruhan herb-ginger extract reduced leukocytes level more than natrium diclofenac. Keywords : Suruhan herb, red ginger, antiinflamation,carrageenan
KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (Peperomia pellucida[L]) DAN CAMPURANNYA DENGAN JAHE MERAH (Zingiber officinale Rosc.) PADA TIKUS
ESTI SAHIFAH
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi : Khasiat Antiinflamasi Ekstrak Herba Suruhan (Peperomia pellucida [L]) dan Campurannya dengan Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.) pada Tikus Nama : Esti Sahifah NIM : G84080033
Disetujui Komisi Pembimbing
drh. Sulistiyani, M.Sc., Ph.D Ketua
dr. Husnawati Anggota
Diketahui
Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc Ketua Departemen Biokimia
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang diberikan sehingga penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini berjudul Khasiat Antiinflamasi Ekstrak Herba Suruhan (Peperomia Pellucida [L]) dan Campurannya dengan Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.) pada Tikus. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Mei 2012 di Laboratorium Penelitian Biokimia, Kandang Percobaan Departemen Biokimia, dan Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penelitian ini merupakan bagian dari Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKMP) 2012 dengan judul Kajian Tumbuhan Liar Herba Suruhan (Peperomia pellucida) sebagai Antiinflamasi Alami dalam Ramuan Berbasis Jahe Merah yang didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI). Terima kasih penulis ucapkan kepada drh. Sulistyani, M.Sc, Ph.D dan dr. Husnawati selaku pembimbing yang selalu memberikan bimbingan, motivasi, arahan dan semangat selama penelitian dan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh staf di Laboratorium Biokimia atas segala bantuannya selama penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada drh. Min Rahminiwati, M.Si. Ph.D, drh. Aulia dan Pak Edi atas bantuan dan bimbingannya pada saat penggunaan pletismometer dan pengambilan darah tikus. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Shelly, Banda, Nofa, dan Feki sebagai teman satu tim PKM atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian. Terima kasih kepada Ayah, Ibu, Kakak, dan Adik penulis atas segala kasih sayang, perhatian, doa, dan dukungan yang diberikan kepada penulis. Begitu juga terima kasih penulis ucapkan kepada Andi Kosasih atas perhatian, bantuan, semangat, dan saran yang telah diberikan. Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Oneng, Ijah, Dian, Didit, Wulan, Nina, Aji, Rian, Balsuk, Dita, teman-teman Biokimia 45, warga kosan Nabila Cempaka Atas, mba Rini, mba Ika, dan juga sahabat-sahabat yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan, dukungan, saran dan motivasi yang diberikan. Penulis berharap semoga hasil penelitian dan karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Bogor, Oktober 2012 Esti Sahifah
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 28 Agustus 1990 dari ayah Ajat Sudrajat dan ibu Teti Komarawati. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara dan dibesarkan di Karawang. Pendidikan penulis dimulai dari SD Negeri Srijaya 1 kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Tirtajaya yang keduanya berada di Karawang. Tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Karawang dan pada tahun yang sama melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Di IPB penulis mengambil mayor Biokimia dari Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dengan minor Pengolahan Pangan dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Kimia Dasar pada saat matrikulasi untuk mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama tahun ajaran 2010/2011 dan asisten praktikum Biokimia Umum untuk mahasiswa S1 Biologi tahun ajaran 2011/2012. Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan di IPB dan organisasi mahasiswa daerah, diantaranya penulis pernah aktif sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Gentra Kaheman pada tahun 2008/2009, staf Departemen Komunikasi dan Informasi Badan Eksekutif Mahasiswa FMIPA periode 2009/2010, Staf divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia Organisasi Mahasiswa Daerah Karawang (Panatayudha) periode 2009/2010, dan staf divisi keilmuan Metabolisme Community of Research and Education in Biochemistry (CREBs) periode 2010/2011. Penulis juga pernah aktif dalam beberapa kepanitiaan seperti panitia Gebyar Nusantara 2009, Mipa Expo 2010, Sport Competition and Art Festival on MIPA Faculty 2010, Masa Perkenalan Departemen Mahasiswa Biokimia tahun 2010, Biokimia Expo 2010, Green Society 2010, Seminar Kesehatan 2011, dan beberapa kepanitiaan lainnya. Penulis juga pernah mengikuti program IPB goes to field pada tahun 2010 di desa Hambalang kecamatan Citeureup kabupaten Bogor selama satu bulan, yaitu pada bulan Juli dengan program Posdaya. Penulis melakukan Praktik Lapang di Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB BIOGEN), Jalan Tentara Pelajar No. 3A Cimanggu-Bogor dengan judul Tahapan Uji Kekerabatan Aksesi Kelapa Sawit Berdasarkan Marka Mikrosatelit. Dalam bidang karya ilmiah, penulis pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa untuk kategori bidang Penelitian (PKMP) dan mendapat hibah dana bersaing dari DIKTI dengan judul Aktivitas Antitirosinase pada Aloe vera sebagai Pemutih Alami Kulit pada tahun 2011 atas nama Putri Pinilih, Puji Astuti, Esti Sahifah, Andi Kosasih, dan Reza Wisnu Kusuma. Selanjutnya pada tahun 2012 dengan judul Kajian Tumbuhan Liar Herba Suruhan (Peperomia pellucida) sebagai Antiinflamasi Alami dalam Ramuan Berbasis Jahe Merah atas nama Shelly Rahmania, Esti Sahifah, Banda Gunarsa, Nofa Mardiah Ningsih Kaswati, dan Feki Pundi Utami.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
ix
PENDAHULUAN ..............................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Herba Suruhan (Peperomia pellucida [L]) ................................................ Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.) ..................................................... Inflamasi ....................................................................................................
2 2 3
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat .......................................................................................... Metode Penelitian ......................................................................................
7 7
HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Kaki Tikus setelah Induksi Karagenan 1% .................................. 9 Persentase Daya Antiinflamasi .................................................................. 10 Analisis Jumlah Leukosit Darah ................................................................ 12 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ................................................................................................... 14 Saran ......................................................................................................... 14 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
14
LAMPIRAN .......................................................................................................
18
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Herba suruhan (Peperomia pellucida [L]) .....................................................
2
2 Rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) ...........................................
3
3 Diagram perombakan asam arakidonat menjadi prostaglandin .....................
4
4 Struktur kimia natrium diklofenak .................................................................
6
5 Volume edema rata-rata kaki tikus terhadap waktu .......................................
9
6 Nilai AUC total .............................................................................................. 10 7 Persentase daya antiinflamasi ........................................................................ 11 8 Persentase kenaikan jumlah leukosit.............................................................. 13
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Rancangan penelitian .................................................................................... 19 2 Ekstraksi herba suruhan dan jahe merah ....................................................... 20 3 Rendemen hasil ekstraksi herba suruhan dan jahe merah .............................. 20 4 Hasil uji fitokimia ekstrak herba suruhan dan jahe merah ............................. 20 5 Dosis ekstrak ................................................................................................. 21 6 Volume pemberian ekstrak pada hewan uji ................................................... 23 7 Volume edema kaki tikus ............................................................................... 24 8 Nilai AUC dan persentase daya antiinflamasi tiap tikus................................ 25 9 Jumlah leukosit tiap tikus ............................................................................... 27 10 Analisis varian (ANOVA) AUC pada α=0.05 ............................................... 28 11 Analisis varian (ANOVA) AUC pada α=0.1 ................................................. 29 12 Analisis varian (ANOVA) AUC pada α=0.3 ................................................. 30 13 Analisis varian (ANOVA) AUC pada α=0.5 ................................................. 31 14 Analisis varian (ANOVA) persentase daya antiinflamasi pada α=0.05......... 32 15 Analisis varian (ANOVA) persentase daya antiinflamasi pada α=0.1........... 33 16 Analisis varian (ANOVA) persentase daya antiinflamasi pada α=0.3........... 34 17 Analisis varian (ANOVA) persentase daya antiinflamasi pada α=0.5........... 35
PENDAHULUAN Penyakit inflamasi atau radang merupakan penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat, biasanya ditandai dengan bengkak, nyeri, kemerahan, dan panas. Cedera ringan seperti tertusuk duri, tersayat pisau atau suhu panas juga dapat menyebabkan peradangan. Obat sintetis antiradang yang digunakan selama ini masih menimbulkan beberapa efek samping yang tidak diinginkan. Oleh sebab itu, akhirnya masyarakat cenderung untuk memakai obat tradisional karena dianggap memiliki keuntungan berupa harga yang relatif murah, mudah dalam memperoleh bahan bakunya, dan relatif aman karena adanya anggapan bahwa obat tradisional memberikan efek samping yang lebih kecil dibandingkan dengan obat sintetis (Katno dan Pramono 2003). Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memakai tanaman berkhasiat obat sebagai upaya penanggulangan masalah kesehatan. Menurut Katno dan Pramono (2003) ramuan obat tradisional umumnya mengandung dua atau lebih tanaman obat. Hal ini dilakukan dengan harapan agar efektivitas pengobatan tercapai melalui efek saling mendukung antar tanaman obat yang digunakan tersebut. Selain itu, adanya formulasi menggunakan campuran tanaman obat juga memberikan nilai tambah tersendiri yaitu adanya nilai unik atau khas pada produk kombinasi tersebut. Kelebihan lain dalam pemakaian obat kombinasi adalah lebih murah daripada obat tersebut diberikan terpisah tapi bersamaan pemakaiannya (Ansel et. al. 2011). Diklofenak dan asetosal merupakan contoh obat sintetik antiradang yang telah banyak beredar di pasaran, namun pemakaian obatobat tersebut dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan jika tidak sesuai takaran (Nasution 1992). Efek samping yang ditimbulkan oleh obat-obatan tersebut di antaranya adalah meningkatnya resiko pendarahan pada lambung (gastrointestinal) dan secara jangka panjang memberikan efek negatif bagi hati dan ginjal (Nasution 1992). Oleh sebab itu, penggunaan obat tradisional dapat menjadi alternatif lain yang dapat memberikan kesembuhan selain obat sintetis. Salah satu tanaman yang diduga dapat digunakan untuk menggantikan obat sintetik antiradang adalah herba suruhan (Peperomia pellucida [L]). Tanaman ini oleh masyarakat di Filipina digunakan untuk mengobati abses dan bengkak karena terbakar (Quisumbing 1987). Di Indonesia pemanfaatan herba
suruhan belum dilakukan secara maksimal karena hanya dianggap sebagai tumbuhan liar, padahal komponen senyawa bioaktifnya sangat beragam. Pengembangan herba suruhan sangat dimungkinkan karena tidak membutuhkan perawatan yang khusus dan mudah ditanam. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wijaya dan Monica (2004) herba suruhan memiliki efek antiinflamasi tertinggi pada dosis 2500 mg/kg BB. Tanaman lain yang juga dapat digunakan untuk obat antiradang adalah jahe merah. Jahe merah merupakan herba unggulan khas Indonesia yang komponen bioaktifnya secara tradisional digunakan sebagai obat berbagai macam penyakit seperti batuk, penambah nafsu makan, dan antimual. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yustinus (2010) ekstrak etanol rimpang jahe merah pada konsentrasi 100 ppm menunjukkan daya inhibisi sebesar 23.81% terhadap aktivitas siklooksigenase-2. Sementara itu, Mudrikah (2006) telah menguji campuran ekstrak jahe merah dengan herba suruhan sebagai antihiperurisemia dengan penurunan konsentrasi asam urat sebesar 42.02%. Campuran ekstrak jahe merah dan herba suruhan sebagai antioksidan juga telah diteliti oleh Safaati (2007) dengan potensi antioksidan sebesar 24.43%. Tingginya angka tersebut karena adanya senyawa bioaktif dari campuran keduanya yang dimungkinkan dapat dikembangkan untuk pengobatan berbagai macam penyakit, misalnya sebagai antiinflamasi. Namun, belum ada penelitian ilmiah yang membuktikan bahwa campuran kedua tanaman tersebut juga mampu menghambat proses inflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas formula campuran ekstrak herba suruhan dan jahe merah dalam menghambat peradangan secara in vivo. Khasiat antiinflamasi diukur melalui pengurangan edema pada kaki tikus yang diinduksi karagenan 1% selama 6 jam masa percobaan dan penurunan jumlah leukosit. Hipotesis dari penelitian ini ialah bahwa formula ekstrak herba suruhan berbasis jahe merah mampu menghambat peradangan yang lebih baik secara in vivo daripada ekstrak tunggalnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai khasiat antiinflamasi formula campuran ekstrak herba suruhan dalam ramuan berbasis jahe merah secara in vivo, sehingga bisa dikembangkan menjadi alternatif obat alami antiinflamasi.
2
TINJAUAN PUSTAKA Herba Suruhan (Peperomia pellucida[L]) Tanaman Suruhan (Gambar 1) merupakan tanaman semak yang berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan juga terdapat di Asia Tenggara. Tanaman ini merupakan jenis herba yang memiliki tinggi 10-25 cm. Batangnya tegak dan berwarna hijau muda. Daunnya berbentuk lonjong dan memiliki panjang 1-4 cm dan lebar 2-5 cm. Ujung daunnya runcing dan pangkal daunnya bertoreh. Tepi daun rata, permukaan daun lunak, dan berwarna hijau. Bunganya majemuk berbentuk bulir yang terdapat di ketiak daun atau di ujung batang. Bulir memiliki panjang 2-5 cm. Buahnya berbentuk bulat kecil dan berwarna hijau sedangkan bijinya berwarna hitam (Prosea 1999). Herba suruhan mempunyai beberapa nama daerah diantaranya yaitu saladan (Sunda), suruhan (Jawa), gofu gorobho (Ternate), dan tumpangan air (Sumatera) (Hariana 2006). Herba suruhan diklasifikasikan ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dikotyledonae, bangsa Piperalesles, suku Piperaceae, marga Peperomia, dan spesies Peperomia pellucida. Tanaman ini tersebar luas umumnya terdapat di kebun-kebun, daerah lembab dan gelap pada permukaan keras seperti dinding bangunan, atap, dan jalan setapak pada ketinggian 1000 m (Prosea 1999). Tanaman dengan genus Peperomia ini, digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai obat luar untuk mengobati sakit kepala ketika demam dan hasil perasan daunnya dapat digunakan untuk mengobati penyakit perut (Adi 2006). Sementara itu, di Filipina tanaman ini digunakan untuk mengobati abses dan bengkak karena terbakar (Quisumbing 1987). Kandungan kimia tumbuhan suruhan diantaranya adalah siskuiterpena, alkohol, flavonoid, akasetin, apigenin, alkaloid, tanin, kalium oksalat, dan minyak atsiri. Tumbuhan ini memiliki rasa pedas dan bersifat menyejukkan, dapat digunakan sebagai antiradang, dan meredakan sakit. Masyarakat telah menggunakan tanaman ini untuk mengobati penyakit rematik, menurunkan asam urat, nyeri pada rematik, luka sakit perut, sakit kepala, radang kulit dan bisul. Dosis penggunaan tumbuhan ini adalah 15-30 gram, untuk pengobatan biasanya tumbuhan ini direbus dengan api kecil selama 15 menit dan diminum airnya. Bagian tanaman yang digunakan adalah seluruh herba (Wijayakusuma 2006).
Berbagai penelitian lain mengenai khasiat herba suruhan telah dilakukan diantaranya penelitian Karyono dan Rahmawati (2004) melaporkan bahwa pemberian dekokta Peperomia pellucida mampu menurunkan kadar asam urat darah mencit. Dekokta adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati dengan pelarut air pada suhu 90oC selama 30 menit, terhitung setelah panci bagian bawah mulai mendidih (Farmakope Indonesia 1995). Selain itu ekstrak etanol herba suruhan dilaporkan memiliki bioaktivitas paling tinggi terhadap larva udang dibandingkan dengan ekstrak fraksi heksana, fraksi kloroform, dan air yaitu masing-masing sebesar 0.68%, 4.65%, 2.66%, dan 1.12% (Purba dan Nugroho 2007). Air rebusan herba suruhan juga mempunyai khasiat analgesik pada mencit putih betina yang diberikaan larutan asam asetat steril 1% v/v dengan dosis 300 mg/kg BB secara intraperitonial (Mulyani 2011). Intraperitonial adalah injeksi yang dilakukan pada rongga perut, namun injeksi ini tidak dilakukan pada manusia karena berbahaya.
Gambar
1
Herba suruhan (Peperomia pellucida [L]) (www.anthropogen.com)
Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.) Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu, berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Nama daerah jahe antara lain halia (Aceh), sipodeh (Minangkabau), jahi (Lampung), jae (Jawa dan Bali), jahe (Sunda), dan melito (Gorontalo). Berdasarkan ukuran, bentuk, dan warna rimpangnya jahe dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu jahe putih besar (jahe gajah atau jahe badak), jahe putih kecil (jahe sunti atau jahe emprit), dan jahe merah. Dari ketiga jenis jahe tersebut, jahe merah lebih sering digunakan untuk pengobatan karena kandungan senyawa kimia seperti gingerol, oleoresin, dan minyak atsirinya lebih banyak dibandingkan dengan kedua jenis jahe yang lainnya (Tim Lentera 2004).
3 Jahe merah dapat hidup didaratan rendah hingga ketinggian 1500 meter dari permukaan laut dan tumbuh di daerah tropis maupun subtropis. Batang jahe merah berbentuk bulat kecil, berwarna kemerahan dan agak keras karena diselubungi oleh pelepah daun. Rimpang jahe ini berwarna jingga muda hingga merah. Jahe merah memiliki aroma yang sangat tajam serta rasa yang sangat pedas (Tim Lentera 2004). Jahe merah diklasifikasikan ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, bangsa Zingiberales, suku Zingiberaceae, marga Zingiber, dan spesies Zingiber officinale Roscoe (Muhlisah 1999). Rimpang jahe (Gambar 2) mengandung beberapa komponen kimia antara lain air, pati, minyak atsiri, oleoresin, serat kasar, dan abu. Jumlah masing-masing komponen tersebut berbeda-beda tergantung pada tempat tumbuhnya, kondisi lingkungan, dan umur panen. Hal ini juga dipengaruhi oleh iklim, curah hujan, varietas jahe, keadaaan tanah, dan faktor-faktor lain (Koswara 1995). Kandungan kimia jahe merah antara lain sineol, geraiol, zingiberan, zingeron, zingiberol, shagol, farsenol, d-borneol, linalol, kavikol, metilzingediol dan resin (Wijayakusuma 2006). Khasiat jahe merah dalam bidang pengobatan tradisional antara lain sebagai obat untuk rematik, sakit pada persendian, asam urat tinggi, pegal linu, asma, batuk, sakit perut, menurunkan kolesterol, masuk angin, mual, muntah, influenza, meningkatkan stamina, dan menambah nafsu makan (Wijayakusuma 2006). Jahe memiliki khasiat analgesik dan antiinflamasi yang baik dengan cara menghambat biosintesis prostaglandin. Penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa ekstrak jahe dalam air panas dapat menghambat aktivitas siklooksigenase dan lipooksigenase dalam asam arakidonat sehingga menyebabkan penurunan jumlah prostaglandin dan leukotrien (Sidik 1997). Selain itu, berdasarkan penelitian Ratna
Gambar 2 Tanaman dan rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) (www.bisnisukm.com)
(2009) sediaan topikal berupa gel ekstrak kombinasi dari ekstrak jahe merah 2% dan ekstrak kunyit 2% juga mampu menghambat inflamasi pada mencit jantan. Inflamasi Inflamasi merupakan respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat mikrobiologi. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan dan mengatur perbaikan jaringan (Mycek et al. 2001). Gejala yang ditimbulkan dari reaksi peradangan meliputi kemerahan (eritema), panas (kalor), pembengkakan (edema), nyeri (dolor), dan terganggunya fungsi (functio laesa). Kemerahan terjadi akibat adanya sel darah merah yang terkumpul pada daerah cedera jaringan dan terjadinya dilatasi arteriol. Panas terjadi karena bertambahnya pengumpulan darah dan dimungkinkan juga adanya pirogen (substansi yang menimbulkan demam) yang mengganggu pusat pengatur panas pada hipotalamus. Pembengkakan terjadi akibat merembesnya plasma sel ke dalam jaringan intestinal pada tempat cedera. Nyeri terjadi karena pelepasan mediatormediator nyeri seperti histamin, kinin, dan prostaglandin. Terganggunya fungsi terjadi karena adanya gangguan nyeri dan penumpukan cairan sehingga mengurangi mobilitas pada daerah itu (Kee dan Hayes 1996). Reaksi inflamasi melibatkan tiga proses utama yaitu aliran darah ke daerah inflamasi meningkat, permeabilitas kapiler meningkat dan migrasi leukosit ke jaringan radang (Wilmana 1995). Sel darah putih atau leukosit berperan dalam sistem pertahanan tubuh dengan menyediakan pertahanan terhadap benda-benda asing yang dapat menimbulkan peradangan dan infeksi dalam tubuh. Leukosit mempunyai dua fungsi, yaitu menghancurkan agen infeksi melalui proses fagositosis atau dengan membentuk antibodi dan limfosit yang lebih sensitif (Guyton 1996). Proses inflamasi dimulai dari stimulus yang akan mengakibatkan kerusakan sel, sebagai reaksi terhadap kerusakan sel maka sel tersebut melepaskan fosfolipid yang akan diubah oleh enzim fosfolipase menjadi asam arakidonat (Gambar 3). Setelah asam arakidonat tersebut bebas maka akan diaktifkan oleh enzim siklooksigenase dan lipooksigenase. Kedua enzim tersebut mengubah asam arakidonat ke dalam bentuk
4 yang tidak stabil yaitu endoperoksida dan asam hidroperoksida. Endoperoksida selanjutnya dimetabolisme melalui jalur siklooksigenase (COX). Pada jalur ini terdapat dua enzim yang berperan yaitu enzim COX-1 dan COX-2. Enzim COX-1 terdapat banyak di jaringan seperti di saluran cerna, sedangkan COX-2 tidak terdapat di jaringan namun dibentuk selama peradangan oleh sel-sel radang. Enzim COX-1 mengubah endoperoksida menjadi tromboksan dan prostasiklin. Tromboksan berperan dalam vasokontriktif dan menstimulasi agregasi keping darah, sedangkan prostasiklin berperan dalam proteksi lambung, vasodilatasi bronkhi, dan antitrombotis. Prostaglandin yang berperan dalam peradangan dihasilkan oleh enzim COX-2 yang mengubah endoperoksida menjadi prostaglandin (Katzung 2004). Sementara itu, asam hidroperoksida yang
dihasilkan dari perombakan asam arakidonat oleh enzim lipooksigenase selanjutnya diubah menjadi leukotrien dan menghasilkan LTB4 yang berperan dalam peradangan (Katzung 2004). LTB4 disintesis di makrofag dan bekerja menstimulasi migrasi leukosit. Selain LTB4, dihasilkan juga LTC4, LTD4, dan LTE4 yang berperan dalam vasokontriktif dan permeabilitas pembuluh paru. Mediatormediator ini dinamakan slow reacting subtance of anaphylaxis (SRS-A) (Tjay dan Raharja 2002). Secara umum respon inflamasi dibagi tiga fase yaitu inflamasi akut, respon imun dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal dari luka jaringan. Hal tersebut terjadi melalui pelepasan mediator-mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin, leukotrien, dan biasanya didahului oleh pembentukan respon
Gambar 3 Diagram perombakan asam arakidonat menjadi prostaglandin (Tjay dan Raharja 2002). TXA2 = tromboksan A2, PGI2 = prostasiklin I2, PGE2 = prostaglandin E2, PGF2 = prostaglandin F2, LTB4 = leukotrien B, LTC = leukotrien C, LTD = leukotrien D, LTE = leukotrien E
5 imun. Respon imun terjadi bila sel yang mempunyai kemampuan imunologi diaktivasi untuk merespon organisme asing atau substansi antigenik yang dilepaskan selama respon terhadap peradangan akut atau kronis. Inflamasi kronis melibatkan pelepasan sejumlah mediator yang tidak menonjol pada respon akut. Mediator-mediator yang terlibat pada inflamasi kronis antara lain interleukin1,2,3, granulocyte macrophage colony stimulating factor, tumor necrosis factor-α, interferon, platelet-derived growth factor (Katzung 2002 dalam Lumbanraja 2009). Peran Enzim Siklooksigenase dalam Inflamasi Enzim siklooksigenase (COX) atau prostaglandin H sintase (PGHS) merupakan enzim (EC 1.14.99.1) yang mengkatalisis pembentukan prostaglandin, tromboksan, dan prostasiklin hasil dari metabolisme asam arakidonat (Martin et. al. 2008). Enzim ini terdiri dari dua isoform, yaitu COX-1 dan COX-2. Enzim COX-1 bersifat konstitutif karena merupakan bentuk enzim utama yang terdapat dibanyak jaringan dan bertanggung jawab dalam menjaga fisiologi normal dan homeostatis tubuh termasuk kebutuhan mukosa lambung dan pengaturan aliran darah ginjal. Sementara itu, enzim COX-2 bersifat induktif karena tidak ditemukan di jaringan pada kondisi normal tetapi diinduksi oleh berbagai stimulus seperti endotoksin, sitokin, dan mitogen pada sel yang mengalami inflamasi (Leahy et. al. 2000). Siklooksigenase adalah enzim kunci dalam sintesis prostaglandin yang merupakan salah satu mediator inflamasi yang penting. Aktivasi enzim COX-2 ini menyebabkan terjadinya biosintesis prostaglandin. Enzim ini mengkatalisis perubahan asam arakidonat menjadi prostaglandin G2 (PGG2), selanjutnya PGG2 diubah lagi menjadi prostaglandin H2 (PGH2) oleh aktivitas peroksidase (Martin et. al. 2008). PGH2 selanjutnya diubah menjadi prostaglandin E2 (PGE2) oleh endoperoksida isomerase dan diubah menjadi prostaglandin F2 (PGF2) oleh endoperoksida reduktase. PGE2 menyebabkan otot berelaksasi sehingga merangsang pengaliran darah akibat terjadinya pelebaran pembuluh darah dan penurunan tekanan darah. Hal inilah yang menyebabkan ketika terjadi inflamasi maka aliran darah ke jaringan inflamasi meningkat. Akibatnya terjadi kemerahan disekitar jaringan yang mengalami inflamasi akibat adanya pengumpulan darah di daerah tersebut. Sementara itu PGF2 memberikan sinyal ke
otot untuk berkontraksi sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah. Penghambatan sintesis prostaglandin dengan cara menginhibisi aktivitas enzim siklooksigenase-2 dapat menekan atau mengurangi reaksi inflamasi, sehingga gejala inflamasi yang mengganggu seperti rasa nyeri yang berlebihan, kemerahan, pembengkakan, dan panas bisa dikurangi (Kee dan Hayes 1996). Selain itu dengan penghambatan secara selektif terhadap enzim COX-2 maka enzim COX-1 yang berperan dalam perlindungan mukosa lambung tidak ikut terhambat sehingga akan mengurangi efek samping yang tidak diinginkan seperti gangguan gastrointestinal (Nasution 1992). Obat Antiinflamasi Obat antiinflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Aktivitas ini dapat dicapai melalui beberapa cara antara lain menghambat pembentukan mediator radang prostaglandin dan menghambat migrasi leukosit ke daerah radang (Ratna 2009). Berdasarkan mekanisme kerjanya obat antiinflamasi terbagi menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah golongan obat antiinflamasi steroid. Obat-obat golongan ini bekerja menghambat sintesis prostaglandin dengan cara menghambat enzim fosfolipase, sehingga fosfolipid yang berada pada membran sel tidak dapat diubah menjadi asam arakidonat. Akibatnya prostaglandin tidak akan terbentuk dan efek inflamasi tidak ada. Namun, obat-obat golongan ini memberikan efek samping seperti moonface, hipertensi, osteoporosis dan hambatan pertumbuhan. Contoh obat antiinflamasi steroid adalah deksametason, betametason dan hidrokortison. Obat antiinflamasi yang kedua yaitu golongan obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) atau biasa diistilahkan non steroid antiinflamatory drugs (NSAIDs). Obat-obat AINS menghambat pembentukan prostaglandin melalui jalur siklooksigenase (COX). Obat AINS dibedakan menjadi 2 yaitu AINS non selektif dan AINS selektif. AINS nonselektif menghambat enzim COX-1 dan enzim COX-2 sehingga dapat menimbulkan iritasi lambung karena prostasiklin yang berperan sebagai proteksi lambung juga terhambat. Sedangkan AINS selektif hanya menghambat enzim COX-2 yang berperan dalam proses inflamasi, akibatnya asam arakidonat tidak dapat diubah menjadi prostaglandin sehingga inflamasi tidak terjadi. Obat-obat AINS memiliki efek samping
6 seperti maagg karena biasaanya obat- obaat AINS bersifat asam m. Selain itu karena k enzim COX-1 terhambat, akibatnya a prooteksi lambunng tidak ada sehinggga akan berbbahaya jika laambung terlalu asam m (Tjay dan Raaharja 2002). Obat anntiinflamasi komersil k yangg biasa dikonsumsi masyarakat diantaranyaa yaitu a (aspirrin) dan asam asetilssalisilat atau asetosal natrium dikklofenak sepeerti yang diggunakan dalam peneelitian ini. Penggunaan P natrium diklofenak (Gambar 4) dalam peneliitian ini adalah sebaagai pembandding terhadap ekstrak yang digunnakan karena natrium dikklofenak secara kom mersil telah terbukti memiliki m kemampuann antiinflamassi. Diklofenakk adalah turunan asam m fenilasetat. Obat ini merrupakan penghambatt siklooksigennase yang relaatif non selektif dann kuat, serta mampu menngurangi bioavailabiliitas asam arrakidonat. Obat O ini memiliki effek antiinflam masi, analgessik, dan antipiretik (Katzung 2004). Dikklofenak diakumulasii di cairan sinovia sertaa cepat diabsorbsi setelah pem mberian oraal dan mempunyai waktu paruh yang pendek yaitu 13 jam. Obaat ini terikatt 99% pada protein plasma dann mengalamii efek lintaas awal sebesar 400-50%. Pennggunaan obbat ini dianjurkan untuk kondissi peradangann kronis d osteoartrittis serta seperti artrittis rematoid dan untuk penggobatan nyerri otot rangkka akut (Katzung 20004 ). Efek samping yangg lazim ialah mual, gastritis, erittema kulit daan sakit kepala. Selaain itu pemakkaian obat inni harus berhati-hati pada pendeerita tukak laambung (Wilmana 1995).
S kimiaa natrium dikllofenak Gambar 4 Struktur micu Peradanggan Karagenan sebagai Pem y digunakkan sebagai induktor i Bahan yang inflamasi yang y menyebbabkan edem ma atau pembengkakkan buatan pada penelittian ini adalah karragenan. Karragenan merrupakan suatu polisakarida yaang diperoleh dari mput laut kelaas Rhodophycaae (alga ekstraksi rum merah) daalam suasanaa basa. Chhondrus, Gigartina, dan Eucheum ma merupakaan jenis alga merahh yang biasa digunakann untuk pembuatan karagenan. Angka A dan Suuhartono m bahwa kaaragenan (2000) menyatakan merupakan suatu polisaakarida linieer yang
tersusun daari unit-unitt galaktosa pada beberapa a atom hidrooksil dan 3,6anhidrogalakttosa dengan iikatan glikosiidik α1,3 dan β--1,4 secara bergantian. Pada beberapa atom hidroksil tterikat gugus sulfat dengan ikataan ester. Beerdasarkan sttruktur pengulangan unit polisaakarida, karaagenan mbda (λ) karaagenan, dapat dibagi menjadi lam n. iota karagenaan, dan kappa (k) karagenan Zat lain yang dapatt digunakan untuk m memicu terbeentuknya edeema adalah mustard oil 5%, dextraan 1%, egg whhite fresh und diluted, dan serotoninn kreatinin sullfat (Patimah 2010). Penggunaan karagenan seebagai pengin nduksi radang memiiliki beberapaa keuntungan antara lain yaitu tiddak meningggalkan bekas, tidak menimbulkann luka jaringaan, dan memb berikan respon yangg lebih pekka terhadap obat antiinflamasi dibandingkaan dengan seenyawa l (Sisw wanto dan Nurulita N iritan yang lainnya 2005). me kerja karagenan dalam Mekanism pembentukann edema dengan d yaitu menginduksi sel seh hingga cedera mediator infflamasi dilepaskannyaa mediator-m seperti histam min, serotoniin, bradikinin n, dan prostaglandinn. Histamin akkan dilepaskaan dari sel ketika terrjadi reaksi hiipersensitivitaas atau rusaknya sel, misalnya karrena luka. Peleepasan histamin inni menyebabbkan peningkatan permeabilitass kapiler. Seementara brad dikinin bereaksi lokkal menimbuulkan rasa sakit, vasodilatasi, meningkatkkan permeaabilitas meningkatkan potensi p kapiler daan dilepaskannyaa prostaglanndin. Prostag glandin sebagai penyeebab radang aakan berpotensi kuat setelah bergaabung dengann mediator-meediator inflamasi yanng dilepaskan secara lokal seperti histamin, kotrien serotonin, dan leuk di juga (Lumbanraja 2009). Selaain itu terjad batnya migrasi fagossit ke daerah inflamasi akib terjadi pembbengkakan paada daerah teersebut (Hamor 19966). Edema atau a pembenggkakan padaa kaki belakang tikkus yang diiinduksi karaagenan adalah moddel standar untuk perccobaan inflamasi akuut (Chakrabortty et al. 2004 dalam Hidayati et. al. a 2008). Edeema buatan inii dapat bertahan selaama 6 jam daan akan beraangsurangsur berkkurang dalam m waktu 24 4 jam (Baghdikian et e al. 1997). P Pembengkakan n pada kaki belakangg tikus yang ddiinduksi karaagenan 1% tersebuut diukur m menggunakan n alat pletismometeer. Alat ini bbekerja berdaasarkan hukum Arcchimedes, yaaitu benda yang dimasukkan ke dalam zat cair akan memberikan gaya atau tekkanan ke atass yang besarnya sam ma dengan voolume zat cairr yang
7 dipindahkan. Besarnya volume zat cair (raksa) yang dipindahkan tersebut sama dengan volume edema kaki tikus yang terjadi.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Wistar yang diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (IPB), berumur 2 bulan, sehat, memiliki aktivitas normal, dan mempunyai bobot badan antara 189 gram-285 gram. Jahe merah yang digunakan diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) Bogor yang berumur sekitar 8-9 bulan, sedangkan herba suruhan diperoleh di sekitar daerah Depok. Ekstrak etanol 70% herba suruhan dan ekstrak air jahe merah diperoleh dari kegiatan PKMP yang telah dikerjakan oleh Rahmania et. al. 2012. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak air jahe merah, ekstrak etanol 70% herba suruhan, NaCl, akuades, karagenan 1% dalam larutan garam fisiologis (NaCl 0.9%), Carbocyl Methyl Cellulosa (CMC) 0.5%, natrium diklofenak, EDTA, xylol, betadine, darah tikus, larutan Turk (asam asetat glasial 2.5%, gentian violet, akuades), pakan standar, dan sekam. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang tikus di kandang percobaan Biokimia, pletismometer di laboratorium Farmakologi FKH IPB, gunting bedah, sarung tangan, masker, neraca analitik, mikropipet, alat pencampur vortex, sonde oral, kapas, stopwatch, timbangan tikus, coolbox, tabung Eppendorf, hemositometer, hand counter, mikroskop, deck glas, pipet, dan alat gelas. Metode Penelitian Persiapan Sampel Herba Suruhan (Peperomia pellucida [L]) dan Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.) Simplisia herba suruhan kering dibuat serbuk dengan cara diblender, lalu diekstraksi menggunakan pelarut etanol 70% dengan metode maserasi. Perbandingan serbuk simplisia herba suruhan dan pelarut etanol 70% adalah 1:10 Hasil maserasi dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 40-50oC hingga didapatkan ekstrak pekat herba suruhan berupa pasta. Sebanyak 14 gram serbuk simplisia herba suruhan yang diekstraksi menghasilkan ekstrak pekat herba suruhan berupa pasta sebanyak 3.29 gram,
sehingga diperoleh rendemen sebesar 23.5% (Rahmania et. al. 2012). Sementara itu, simplisia jahe merah kering diblender hingga menjadi serbuk, lalu diekstraksi menggunakan pelarut air dengan metode refluks pada suhu 100oC selama 2 jam. Perbandingan serbuk simplisia jahe merah dan pelarut air adalah 1:10. Hasil rebusan tersebut kemudian disaring dan air rebusan yang diperoleh dipekatkan dengan freeze drier hingga didapatkan ekstrak yang berupa serbuk jahe merah. Sebanyak 142.5 gram serbuk simplisia jahe merah yang direfluks diperoleh ekstrak jahe merah berupa serbuk sebanyak 30.48 gram, sehingga diperoleh rendemen sebesar 21.39% (Rahmania et. al. 2012). Masing-masing rendemen ekstrak yang didapatkan tersebut selanjutnya digunakan untuk mengkonversi dosis tradisional yang biasa digunakan oleh masyarakat sehari-hari (berdasarkan dalam resep Hembing Wijayakususma 2006) untuk dicekokkan ke tikus (Lampiran 5). Dosis Ekstrak dan Pembuatan Campuran Ekstrak Dosis ekstrak yang digunakan adalah dosis tradisional yang umum digunakan oleh masyarakat sehari-hari dan dosis berdasarkan hasil uji daya hambat terhadap aktivitas enzim siklooksigenase-2 (uji in vitro) yang dilakukan oleh Rahmania et. al. 2012. Dosis tradisional jahe merah dan herba suruhan segar masingmasing adalah 15 g/hari dan 30 g/hari (Wijayakusuma 2006). Dari dosis tradisional tersebut kemudian dikonversikan dengan rendemen masing-masing ekstrak sehingga diperoleh dosis ekstrak herba suruhan dan jahe merah yang dicekok ke tikus masingmasing sebesar 117.5 mg/kg BB dan 53.48 mg/kg BB (Lampiran 5). Dosis tradisional campuran ekstrak herba suruhan dan ekstrak jahe merah dibuat dengan cara mencampurkan sebanyak 117.5 mg/kg BB ekstrak pekat herba suruhan dengan 53.48 mg/kg BB serbuk ekstrak jahe merah (ekstrak formula 1). Sementara itu, berdasarkan uji in vitro didapatkan dosis untuk ekstrak tunggal herba suruhan sebesar 100 mg/kg BB, ekstrak tunggal jahe merah sebesar 150 mg/kg BB, dan campuran ekstrak herba suruhan dan jahe merah sebesar 175 mg/kg BB. Campuran ekstrak herba suruhan dan jahe merah berdasarkan uji in vitro dibuat dengan cara mencampurkan ekstrak pekat herba suruhan dan serbuk ekstrak jahe merah dengan perbandingan konsentrasi 1:1 (87.5 mg/kg BB
8 ekstrak herba suruhan dicampurkan dengan 87.5 mg/kg BB ekstrak jahe merah/ekstrak formula 2). Hewan Coba dan Rancangan Percobaan (Modifikasi dari Hakim et. al. 2008 dan Prayoga 2008) Hewan coba yang digunakan dalam percobaan adalah tikus yang sebelumnya telah diadaptasikan selama satu bulan dalam kandang percobaan Biokimia IPB. Adaptasi hewan coba bertujuan untuk menyeragamkan cara hidup dan makanannya. Tikus yang digunakan dalam percobaan adalah sebanyak 24 ekor yang dibagi menjadi enam kelompok secara acak. Masing-masing kelompok terdiri atas empat ekor tikus. Selain itu bobot badan tikus diukur untuk menentukan dosis ekstrak yang akan diberikan pada tikus tersebut. Sebelum perlakuan kaki tikus diberi tanda batas pada lututnya untuk menyamakan persepsi pembacaan pada setiap jamnya. Kemudian volume awal kaki tikus diukur dengan pletismometer (Vo). Masing-masing kelompok diberi perlakuan secara per oral. Kelompok I merupakan kelompok kontrol karagenan atau kelompok inflamasi yang hanya diberi larutan CMC 0.5%. Kelompok II merupakan kontrol positif atau pembanding, tikus diberi obat antiinflamasi yaitu natrium diklofenak dengan dosis 1.25 mg/kg BB. Kelompok III sampai kelompok VI merupakan kelompok perlakuan yang dicekok ekstrak. Kelompok III merupakan kelompok herba suruhan dosis in vitro, yaitu tikus yang dicekok ekstrak tunggal herba suruhan dengan dosis 100 mg/kg BB (berdasarkan uji daya hambat terhadap aktivitas enzim siklooksigenase-2). Kelompok IV merupakan kelompok herba suruhan dosis tradisional, yaitu tikus yang dicekok ekstrak tunggal herba suruhan dengan dosis 117.5 mg/kg BB (berdasarkan dosis tradisional dalam resep Hembing Wijayakusuma 2006). Kelompok V merupakan kelompok ekstrak formula 1, yaitu tikus yang dicekok campuran ekstrak herba suruhan dan jahe merah dengan dosis 87.5 mg/kg BB:87.5 mg/kg BB (berdasarkan uji daya hambat terhadap aktivitas enzim siklooksigenase-2). Kelompok VI merupakan kelompok ekstrak formula 2, yaitu tikus yang dicekok dengan campuran ekstrak herba suruhan dan jahe merah dengan dosis 117.5 mg/kg BB:53.48 mg/kg BB (berdasarkan dosis tradisional dalam resep Hembing Wijayakusuma 2006). Satu jam setelah perlakuan semua hewan percobaan diinduksi inflamasi dengan
menginjeksikan larutan karagenan 1% sebanyak 0.1 mL pada telapak kaki belakang tikus. Selanjutnya volume kaki tikus diukur setiap satu jam selama enam jam setelah induksi karagenan 1% (Vt) untuk mengetahui volume edema kaki tikus yang terjadi setiap jamnya (Vu). Analisis Jumlah Leukosit Darah (Wijaya dan Monica 2004) Pengambilan darah dilakukan dari ekor tikus yang sebelumnya telah diolesi dengan larutan xylol. Lalu ujung ekor disayat kurang lebih 1 cm hingga darah keluar. Sebanyak kurang lebih 0.5 mL darah tikus diambil sebelum induksi karagenan 1% (sebagai kontrol), pada jam ke-4, jam ke-6, dan jam ke8 setelah penyuntikan karagenan 1%. Darah ditampung dalam tabung Eppendorf yang telah ditambahkan EDTA supaya tidak menggumpal. Setelah itu ekor tikus yang terluka diberi betadin. Kemudian darah yang telah didapatkan dihitung jumlah leukositnya di bawah mikroskop menggunakan kamar hitung. Perhitungan : AL =
xP=
.
x 20 = N x 50
Keterangan : AL = angka leukosit N =jumlah sel yang ditemukan V = volume bilik hitung P = pengenceran Analisis Statistik Volume edema dihitung dari selisih volume kaki tikus sebelum dan setelah diinjeksi dengan karagenan 1% pada waktu tertentu. Rumus volume edema: Vu = Vt – Vo Keterangan: Vu : Volume edema kaki tikus pada waktu tertentu Vt : Volume kaki tikus setelah diradangkan dengan karagenan 1% Vo : Volume awal kaki tikus sebelum diradangkan dengan karagenan 1% Area Under the Curve (AUC) yaitu luas daerah di bawah kurva antara rata-rata volume edema setelah induksi karagenan 1% terhadap waktu pengamatan. AUC dihitung dari ratarata volume edema jam ke-1 sampai jam ke-6 waktu percobaan. Perhitungan nilai AUC menggunakan metode trapezoid. AUC tn = Vtn-1 + Vtn (tn – tn-1) 2 tn-1
9
% DAI = AUCk – AUCp x 100% AUCk Keterangan : AUCk : AUC rata-rata untuk kontrol negatif AUCp : AUC untuk kelompok perlakuan pada tiap individu Dalam penelitian ada beberapa tikus yang datanya tidak diikutkan dalam perhitungan untuk analisis statistik dikarenakan tidak memenuhi persyaratan sehingga jumlah tikus pada masing-masing kelompok berbeda. Oleh karena itu data-data tersebut sebelumnya dilakukan uji General Linier Model (GLM) untuk melihat kehomogenan ragam data atau melihat kenormalan sebaran data yang diperoleh. Hasil analisis GLM menunjukan bahwa data tersebar normal dan homogen sehingga dapat dilakukan analisis statistik selanjutnya untuk melihat perbedaan pengaruh antar kelompok percobaan. Analisis data volume edema, AUC, %DAI, dan jumlah leukosit darah dilakukan dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) rancangan acak lengkap (RAL) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α=0.05. Jika terdapat perbedaan bermakna maka dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui kelompok perlakuan yang berpengaruh. Semua data dianalisis dengan menggunakan program SPSS versi 16.
HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Kaki Tikus setelah Induksi Karagenan 1% Khasiat antiinflamasi diuji terhadap tikus Wistar dengan melihat kemampuan ekstrak dalam mengurangi pembengkakan (edema) pada kaki tikus akibat induksi karagenan 1% dengan pengukuran menggunakan alat pletismometer. Gambar 5 menunjukkan bahwa induksi karagenan 1% mampu meningkatkan volume kaki tikus. Besarnya volume kaki tikus atau pembengkakan yang dihasilkan setelah induksi karagenan berbeda pada setiap kelompoknya. Pada kelompok kontrol karagenan (CMC 0.5%) menghasilkan peradangan yang terus meningkat dari jam ke1 sampai jam ke-3 dan mulai mengalami
penurunan pada jam ke-4 dan jam ke-5, tetapi kembali naik pada jam ke-6. Volume edema rata-rata pada jam ke-1 sampai jam ke-3 yang terjadi pada kelompok kontrol karagenan ini pun lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang lainnya. Lebih besarnya volume edema yang terjadi dibandingkan dengan kelompok lain karena pada kelompok ini tidak diberikan obat antiinflamasi ataupun ekstrak yang mampu menghambat pelepasan mediator-mediator inflamasi akibat cedera sel yang diinduksi karagenan, sehingga volume edema yang dihasilkan lebih besar dibandingkan kelompok yang lainnya (Lumbanraja 2009) Pada kelompok kontrol positif yaitu natrium diklofenak, volume edema terus meningkat mulai dari jam ke-1 hingga jam ke4 dan mulai menurun pada jam ke-5. Hal ini menunjukkan bahwa pada jam ke-5 obat tersebut mulai memberikan efek antiinflamasi, ditandai dengan penurunan volume edema yang terbentuk. Volume edema rata-rata kelompok perlakuan natrium diklofenak juga lebih kecil jika dibandingkan dengan kelompok kontrol karagenan dan kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak. Hal ini karena natrium diklofenak merupakan salah satu jenis obat antiinflamasi nonsteroid yang dapat menekan respon inflamasi dengan cara menghambat kerja enzim siklooksigenase sehingga prostaglandin yang merupakan 0.35 0.3 Volume edema (mL)
Keterangan Vtn-1 : rata-rata volume edema pada tn-1 Vtn : rata-rata volume edema pada tn Presentase daya antiinflamasi (%DAI) penghambatan volume edema dihitung dengan rumus:
0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 1
2
3
4
5
6
Waktu (jam)
Gambar 5 Kurva perbandingan volume edema rata-rata tiap kelompok terhadap waktu setelah induksi karagenan 1%. Kontrol karagenan ( ), natrium diklofenak ( ), suruhan 100 mg/kg BB ( ), suruhan 117.5 mg/kg BB ( ), ekstrak formula 1 ( ), ekstrak formula 2 ( )
10 penyebab peradangan tidak terrbentuk, v edem ma yang terjaadi pun akibatnya volume lebih kecil dibandingkann dengan keelompok Katzung 2004)) yang lain (K Volume edema rata--rata pada keelompok perlakuan yang diberiikan ekstrak herba ( suruhan 1000 mg/kg BB (berdasarkan hasil in vitro) mencaapai maksimaal pada jam ke-4 k dan berangsur menurun m pada jam ke-5. Sem mentara volume edeema rata-rata kelompok peerlakuan herba suruhhan 117.5 mg//kg BB (berddasarkan konversi dari dosis traadisional) mencapai m ma ratamaksimal paada jam ke-3. Volume edem rata kelom mpok perlakuuan yang diiberikan ekstrak form mula 1 (87.5 mg/kg m BB:87.55 mg/kg BB) lebih kecil k apabila dibandingkan d dengan kontrol kaaragenan dann ekstrak tunggal suruhan. Voolume edema ini terus meeningkat dan mencaapai maksimaal pada jam m ke-4. Sementara itu, volum me edema rata-rata r p yanng diberikan ekstrak kelompok perlakuan formula 2 (1117.5 mg/kg BB:53.48 B mg//kg BB) juga lebih kecil k dibandinngkan dengan kontrol karagenan dan volumee edema maksimal m kee-2 setelah induksi terjadi padda jam karagenan. Variasi volume edema maksimaal yang terjadi padaa masing-masiing kelompokk diduga berhubungann dengan mekkanisme respoon tubuh berbeda yanng diberikan oleh masing--masing hewan uji karena settiap individuu dapat t memberikann respon yangg berlainan terhadap suatu obat. Respon tersebbut dapat diseebabkan oleh perbeddaan genetik dalam metabbolisme obat atau mekanisme imunologi (K Katzung 1998 dalam Rustam et. all. 2007).
edema yang terbentukk akibat in nduksi karagenan. Berdasarkkan gambar teersebut dapat dilihat bahwa natriuum diklofennak memilikii nilai AUC terkecill dibandingkan an dengan kelo ompok yang lainnya.. Sementara ittu, kedua kelo ompok perlakuan caampuran eksttrak herba su uruhan dan jahe meerah memilikki nilai AUC C yang relatif ham mpir sama dengan natrium n diklofenak dan d lebih kkecil dibandiingkan kelompok ekkstrak tungggal herba su uruhan ataupun koontrol karagenan. Hall ini menunjukkann bahwa camppuran ekstrak k herba suruhan dan jahe j merah meemiliki khasiaat yang lebih baik dalam menngurangi infflamasi uruhan. dibandingkann ekstrak tungggal herba su Natrium diiklofenak m merupakan derivat d sederhana dari d asam ffenil asetat yang mempunyai efek farmakkologi mengh hambat prostaglandinn yaitu sebaagai analgetik k dan antiinflamasi yang relaatif non selektif s 1995), sehingga mampu m (Wilmana mengurangi peradangan yang terjadi pada telapak kaki tikus. Oleh seebab itu, nilaii AUC pada kelomppok ini lebih kecil dibandiingkan dengan kelom mpok yang llain karena adanya a penghambataan terhadap pprostaglandin n yang merupakan saalah satu mediiator inflamassi. Hasil anallisis statistik m menunjukkan bahwa pada α=0.05, α=0.1, dann α=0.3 nilai AUC natrium dikloofenak dan kkelompok perlakuan yang diberi ekstrak tungggal herba su uruhan maupun camppuran ekstrakk herba suruhaan dan jahe j merah menunjukkann hasil yang tidak berbeda nyaata dengan kelompok kontrol k
AUC total (mL.jam)
1.60
A si Perseentase Daya Antiinflamas Melalui kurva volum me edema rata-rata r d diketahuui daya yang diperooleh maka dapat antiinflamassi dari masing-masing ekstrak. Daya anttiinflamasi ini menunnjukkan kemampuann ekstrak menngurangi radanng pada kaki tikus akkibat induksi karagenan 1% %. Nilai daya antiinfflamasi tersebbut diperoleh dengan membandinggkan Area Under the Curve (AUC) atauu luas daeraah di bawahh kurva volume edem ma rata-rata kelompok k eksttrak dan natrium diklofenak dengaan kelompok kontrol karagenan setelah diindduksi karagennan 1% j ke-1 sam mpai jam ke-66 waktu mulai dari jam percobaan. Luas AU UC (Gambbar 6) memberikann informasi tenntang khasiat ekstrak tunggal herrba suruhan maupun caampuran ekstrak herbba suruhan daan jahe merahh dalam mengurangi peradangan apabila a dibanddingkan dengan konttrol karagenann. Semakin keecil nilai AUC berarrti ekstrak mampu m mengghambat
1.0 00
1.40 1.20
0.94
0.95
1.00 0.59
68 0.63 0.6
0.80 0.60 0.40 0.20 0.00
Kelompook perlakuan Gambar 6 Niilai AUC totall. Kontrol karragenan ( ), natrium m diklofenak ( ), s suruhan 100 mg/kg BB ( ), s suruhan 117.55 mg/kg BB B ( ), e ekstrak formuula 1 ( ), ekstrak f formula 2( )
11 bisa dibukttikan efek antiinflamaasinya. Sementara daya antiinflamasi cam mpuran ormula ekstrak herbaa suruhan dan jahe merah fo 1 (berdasarkaan hasil in vittro) sebesar 33.69% dan campurann ekstrak herbba suruhan daan jahe merah formuula 2 (berdasaarkan konverssi dari dosis tradisiional) sebesaar 28.31%. Daya antiinflamasi campuran eekstrak pada kedua formula terssebut hampirr mendekati daya antiinflamasi yang ditimbulkan oleh natrium n s diklofenak pada penelitiann ini yaitu sebesar unakan 37.57%. Prrayoga (20008) menggu natrium dikloofenak sebagaai pembanding g pada dosis 2.25 mg/kg m BB m menunjukkan n daya antiinflamasi sebesar 75.996%. Sementaara itu, n Sari dan Hakkim (1999) meenggunakan natrium diklofenak sebagai pembbanding pada dosis BB meenunjukkan 4.5 mg/kgg daya antiinflamasi sebesar 991.30%. Haal ini makin tinggi dosis menunjukkann bahwa sem natrium dikllofenak yangg digunakan maka daya antiinflaamasinya semakin besar. Penelitiann yang dilakukkan oleh Rah hmania et. al. (2012)) menunjukkaan bahwa seccara in vitro ekstrakk tunggal heerba suruhan n pada konsentrasi 100 1 ppm atauu sebanding dengan d dosis 100 mg/kg m BB memiliki ak ktivitas penghambataan terhadap ennzim COX-2 sebesar s 47.54%. Pengghambatan ekkstrak tunggall herba suruhan terhhadap aktivittas enzim COX-2 C secara in vitrro juga menuunjukkan hasil yang lebih baik daripada eksstrak tunggall jahe merah mauppun campurran ekstrak herba suruhan dann jahe merahh yang pressentase inhibisinya masing-masin m ng sebesar 43.17% 4 dan 15.18%. Ketidaksinerrgisan yang terjadi 80%
Daya antiinflamasi (%)
karagenan. Nilai AU UC tersebutt baru menunjukkaan perbedaann yang nyatta pada α=0.5. Artiinya bahwa 50% responn yang dihasilkan merupakan m akkibat dari peerlakuan yang diberikkan dan 50% % lainnya merrupakan pengaruh dari luar. Pengaruh tersebut misalnya mekanisme metabolismee yang tubuh tikus. M Misalnya terjadi paada metabolismee oleh usus dan hati mungkin m mengakibatkkan berkuurangnya s senyawa bioaktif yaang terkanduung dalam ekstrak sehingga mengurangi m effektivitasnya sebagai antiinflamassi (Lehningerr 1982). Padaa α=0.5 kelompok natrium n diklofenak dan caampuran ekstrak herbba suruhan dann jahe merah berbeda nyata dengaan kontrol kaaragenan, seddangkan kelompok ekkstrak tunggaal herba suruhaan tidak berbeda nyyata. Hal ini berarti bahwa campuran ekstrak e herbaa suruhan daan jahe merah tersebbut memiliki khasiat antiinnflamasi yang sama seperti s natrium m diklofenak,, namun tidak demikkian dengan ekstrak e tunggaal herba suruhan. Hasil annalisis statistikk yang tidak sinergis ini salah saatunya mungkkin disebabkaan oleh kurangnya ulangan u dalam m percobaan sehingga mempengaruuhi signifikkansi atau tingkat ketepatan yang diperooleh (Mattjiik dan Sumertajayaa 2006). Penentuan jumlah minimal ulaangan dalam seetiap kelompook dapat dilakukan dengan meenggunakan rumus 1 dengan t adalah Federer (t-11) (n-1) ≥ 15, jumlah keloompok perlakuan dan n adalah jumlah sam mpel per kelompok k peerlakuan (Hasrudin dan d Santoso 2006). Selaain itu, peluang hassil uji statistiik untuk bebbas dari kesalahan statistik s tipe II dapat dilakukan dengan keekuatan (power) uji statistik. s Kesalahan statistik s tipe II adalah keesalahan statistik yang terjadi ketika meenerima d hipotesis nool yang seharuusnya tidak diterima. Probabilitas untuk melakkukan kesalahhan tipe II disebut beeta. Uji ini terggantung pada tiga hal yaitu ukurann sampel, tinggkat signifikaansi (α), dan nilai koorelasi atau seelisih antar paarameter (Widhiarso 2012). Sem makin besar sampel, maka semakin besar keemampuan peenelitian untuk menuunjukkan adaanya perbedaaan yang bermakna anntar kelompokk. Berdasarrkan perbanddingan nilai AUC, dapat dilihatt bahwa daya antiinflamasi ekstrak tunggal heerba suruhann 100 mg/kkg BB (berdasarkann hasil in viitro) sebesar -6.17% dan ekstrakk tunggal heerba suruhann 117.5 mg/kg BB (berdasarkan konversi darri dosis tradisional) sebesar 0.533% (Gambar 7). Hal tersebut beraarti bahwa eksstrak tunggal suruhan dengan dosis tersebut seecara in vivoo belum
60%
37.57%
33.69% 28.31%
40% 20%
-6.17% % 0 0.53%
0% ‐20% ‐40%
Kelompook perlakuan ‐60%
Gambar 7 Persentase daya antiinfflamasi. N Natrium dikloffenak ( ), suruhan s 100 mg/kg BB B ( ), suruhan n 117.5 m mg/kg BB ( ), ekstrak forrmula 1 ( ), ekstrak fformula 2 ( )
12 bisa disebabkan oleh beberapa kemungkinan, diantaranya yaitu dikarenakan secara in vivo ekstrak mengalami metabolisme oleh tubuh tikus terlebih dahulu sehingga mengakibatkan senyawa-senyawa pada ekstrak yang berperan sebagai antiinflamasi berkurang aktivitasnya (Ma et. al. 2002). Metabolisme tersebut bisa berupa rusaknya senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak oleh kerja enzim pencernaan atau tidak maksimalnya penyerapan yang terjadi sehingga senyawasenyawa yang seharusnya berperan sebagai antiinflamasi ikut dikeluarkan kembali dari tubuh. Sementara itu secara in vitro ekstrak langsung menghambat aktivitas enzim COX-2 sehingga dengan konsentrasi 100 ppm pun sudah memberikan khasiat antiinflamasi yang cukup tinggi. Namun demikian ada kecenderungan bahwa dengan peningkatan dosis herba suruhan maka efek antiinflamasinya secara in vivo akan semakin meningkat. Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Wijaya dan Monica (2004) yang menyatakan bahwa ekstrak herba suruhan memiliki efek antiinflamasi secara in vivo pada dosis 1500 mg/kg BB sampai 2500 mg/kg BB serta adanya korelasi linier antara peningkatan dosis dari ekstrak herba suruhan terhadap efek antiinflamasi yang ditimbulkan. Sementara pada penelitian ini dosis herba suruhan yang digunakan jauh lebih kecil 15-25 kali dari dosis tersebut. Berdasarkan penelitian Sio et. al. (2001) herba suruhan memiliki nilai LD50 sebesar 11.78 g/kg BB dan masuk ke dalam kategori sligthly toxic atau sedikit toksik. Nilai LD50 atau letal dosis 50 merupakan dosis suatu senyawa kimia yang bisa mematikan 50% populasi (Klaassen 1986). Oleh sebab itu, peningkatan dosis herba suruhan untuk melihat peningkatan efek antiinflamasinya bisa dilakukan selama tidak melebihi dosis yang diperbolehkan. Hal ini terkait dengan efek toksik yang dimiliki herba suruhan. Suatu bahan dapat berfungsi sebagai obat jika diberikan dalam dosis amannya namun bisa menjadi racun yang membahayakan apabila diberikan dalam dosis yang melebihi batas yang diperbolehkan, dalam hal ini jika diberikan melebihi nilai LD50-nya. Rustam et. al. (2007) dalam penelitiannya mengenai antiinflamasi ekstrak etanol kunyit menggunakan metode pengukuran edema buatan pada telapak kaki tikus yang diinduksi karagenan 1% menunjukkan hasil bahwa ekstrak etanol kunyit yang digunakan dalam berbagai dosis memperlihatkan efek antiinflamasi, namun efek antiinflamasi yang
paling besar ditunjukkan oleh dosis yang paling tinggi yaitu dosis 1000 mg/kg BB yang dapat menekan edema sebesar 78.37%. Penelitian lain mengenai antiinflamasi menunjukkan bahwa pada dosis 720 mg/kg BB, ekstrak etanol Lantana camara L. mempunyai aktivitas antiinflamasi yang paling efektif yaitu sebesar 38.1% (Hidayati et. al 2008). Sementara Hakim et. al. (2008) dalam penelitiannya mengenai antiinflamasi menunjukkan bahwa ekstrak etanol patikan kebo (Euphorbia hirta L.) mempunyai efek yang paling besar pada dosis 544 mg/kg BB. Kemampuan antiinflamasi campuran ekstrak herba suruhan dan jahe merah yang lebih baik dari pada ekstrak tunggalnya secara in vivo kemungkinan karena adanya pencampuran senyawa bioaktif yang saling mendukung dari keduanya yang mampu meningkatkan penghambatan terhadap pelepasan prostaglandin dan mediatormediator inflamasi lainnya. Penghambatan ini kemungkinan disebabkan oleh senyawasenyawa metabolit sekunder yang dimiliki oleh keduanya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Rahmania et. al. (2012) menunjukkan bahwa herba suruhan mengandung senyawa metabolit sekunder berupa flavonoid, fenolik, alkaloid, tanin, saponin, dan steroid. Sementara ekstrak jahe merah mengandung senyawa flavonoid, fenolik, alkaloid, tanin, dan terpenoid. Hasil ini didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Mudrikah (2006) yang menyatakan bahwa herba suruhan memiliki senyawa metabolit sekunder yang lebih kompleks yaitu berupa senyawa alkaloid, tanin. flavonoid, saponin, fenolik, dan steroid. Sementara ekstrak jahe merah hanya mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, dan fenolik. Berdasarkan uji fitokimia tersebut maka ekstrak formula 1 dan 2 banyak mengandung senyawa flavonoid, fenolik, alkaloid, dan tanin. Flavonoid secara umum mempunyai kemampuan menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase yang akan mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin dan leukotrin yang berperan dalam peradangan. Analisis Jumlah Leukosit Darah Gambar 8 memperlihatkan efek perlakuan terhadap jumlah leukosit dari waktu ke waktu berdasarkan persentase kenaikan yang dihitung dari selisih jumlah leukosit yang dibandingkan dengan jumlah leukosit pada pengamatan jam sebelumnya. Adanya peradangan menyebabkan terjadinya migrasi
13
Persentase kenaikan jumlah leukosit
250%
216%
200% 150%
50%
98%
88%
100%
47% 47%
35% %
19 9%
7%
6%
0% -50% -100%
‐8% ‐13% ‐30% kontrol karagenan
natrium diklofenakk
‐13%
‐ ‐3% % ‐28%
‐48% %
‐10% ‐30 0%
herba suruhhan herba suruuhan ekstrak foormula ekstrak formula f 100 mg/kg BB 117.5 mgg/kg 1 2 BB
Kelom mpok perlakuaan Gambarr 8 Persentase kenaikan jum mlah leukosit : jam ke-4 ( ),, jam ke-6 ( )), jam ke-8 ( ) leukosit ke daerah radanng tersebut sehingga ( jumlah leukkosit semakinn bertambah (Guyton 1996). Melaalui keadaan inni maka dapaat dilihat khasiat anntiinflamasi dari ekstrakk yang digunakan dengan d melihat penurunan jumlah leukosit yang terjadi akibat pem mberian ekstrak. wa pada Hasil penelitian menuunjukkan bahw kontrol kaaragenan meenunjukkan jumlah leukosit yaang cenderunng meningkatt setiap jamnya. Jam m ke-4 menunnjukkan peningkatan jumlah leukkosit satu setenngah kali lebiih besar dibandingkaan jam ke-0, demikian jugga pada jam ke-6 terjadi peninngkatan yangg sama besarnya dengan jam ke-44. Hal ini diseebabkan karena tidakk adanya zat yang mengghambat peradangan sehingga terjjadi migrasi leukosit y menyeebabkan ke daerahh radang yang jumlahnya pun ikut meningkat m (W Wilmana 1995). Padda jam ke-88 terjadi pennurunan jumlah leukkosit, hal ini mungkin diseebabkan karena peraadangan yanng diakibatkaan oleh induksi karaagenan mulaii berkurang sehingga jumlah leukkosit juga ikuut turun (Bagghdikian et. al. 1997)). Berbeda dengan kontrol karragenan, kontrol poositif menunnjukkan hall yang sebaliknya. Adanya zat z yang mampu menghambaat peradangaan seperti natrium diklofenak menyebabkan m jumlah leukoosit pada kelompok ini cenderunng menurun setiap k Pennurunan jamnya seteelah induksi karagenan. jumlah leukkosit yang terjadi pun cennderung meningkat setiap jamnyya. Hal ini mungkin m mediator innflamasi dikarenakann mediator-m seperti prosstaglandin ikuut terhambat karena adanya pengghambatan terrhadap enzim COX-2 yang berpperan dalam m mengubah asam
m prosttaglandin, seh hingga arakidonat menjadi migrasi leukoosit pada kelom mpok ini cend derung menurun. Keenaikan jumlaah leukosit sebesar s satu setengaah kali (35% %) pada jam m ke-8 diduga karenna efek darii obat telah habis sementara peeradangan masih terjadi seh hingga jumlah j leuukosit menngalami ken naikan (Katzung 20004). Hal yanng berbeda ditunjukkan oleh kelompok yang y diberi perlakuan ek kstrak. Semua keloompok perlakuan meng galami peningkatan jumlah leukoosit terlebih dahulu d k namun setelah itu jumlah j hingga jam ke-4, leukosit semu mua kelompokk perlakuan ekstrak e cenderung menurun. m Hal ini diduga karena k senyawa-senyyawa bioaktiff yang terkand dung di dalam eksttrak mulai bekerja dengan d menghambat mediator peeradangan seh hingga leukosit yangg sebelumnyya berkumpull pada daerah radanng berangsurr-angsur berk kurang karena terhhambatnya mediator-meediator radang tersebbut. Selain ituu, keadaan teersebut juga j menunnjukkan bahw wa ekstrak yang digunakan membutuhkan m g lebih waktu yang lama jika dibandingkann dengan natrium n u menguurangi perad dangan, diklofenak untuk dapat dilihat dari penurunnan jumlah leeukosit ma dari natriuum diklofenak k. yang lebih lam Kenaikan jumlah leukkosit pada masingm masing keloompok ini ppun berbedaa-beda. Kenaikan tertinggi terjaddi pada kelo ompok herba suruhhan 117.5 mg/kg BB yang mengalami kenaikan hingga 216%. s berturuut-turut disusu ul oleh Selanjutnya secara ekstrak formuula 2, herba suruhan 100 mg/kg BB, dan eksttrak formula 1 yang meng galami kenaikan juumlah leukossit masing-m masing sebesar 98%, 88%, dan 7% %. Kenaikan jumlah j
14 leukosit yang berbeda-beda pada masingmasing kelompok perlakuan diduga karena variasi mekanisme respon tubuh terhadap ekstrak tersebut (Katzung 1998 dalam Rustam et. al. 2007). Hal ini seperti yang terlihat pada kelompok ekstrak tunggal herba suruhan 100 mg/kg BB dan 117.5 mg/kg BB. Berdasarkan nilai AUC total, kedua dosis ekstrak tunggal herba suruhan mengalami peradangan yang jumlahnya hampir sama seperti yang terlihat dari volume edema pada kedua kelompok tersebut. Demikian juga dengan jumlah leukosit, terjadi kenaikan jumlah leukosit pada kedua ekstrak tunggal herba suruhan tapi jumlah kenaikannya berbeda. Hal ini disebabkan respon imun yang dimiliki oleh masing-masing hewan pada kedua kelompok tersebut berbeda akibatnya respon dalam kenaikan jumlah leukosit pun berbeda. Respon imun dari jumlah leukosit yang terjadi tergantung dari individu masingmasing (Katzung 1998 dalam Rustam et. al. 2007). Semakin tinggi kenaikan jumlah leukosit akibat terjadinya inflamasi berarti respon imun dari hewan tersebut semakin sensitif. Meski demikian dapat dilihat bahwa ada kesinergisan antara volume edema dengan kenaikan jumlah leukosit, yaitu ketika terjadi peradangan maka jumlah leukosit akan semakin meningkat. Juga dapat dilihat bahwa penurunan jumlah leukosit kelompok yang diberi campuran ekstrak herba suruhan dan jahe merah lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang diberi ekstrak tunggal herba suruhan. Kelompok ekstrak formula 1 dan ekstrak formula 2 masing-masing mampu menurunkan jumlah leukosit sebesar 48% dan 30%, sementara ekstrak tunggal herba suruhan 100 mg/kg BB dan ekstrak tunggal herba suruhan 117.5 mg/kg BB hanya menurunkan jumlah leukosit masing-masing sebesar 13% dan 28%. Selain itu kelompok ekstrak formula 1 (berdasarkan hasil in vitro) mampu menurunkan jumlah leukosit lebih besar dibandingkan dengan natrium diklofenak yang merupakan pembanding atau kontrol positif pada penelitian ini. Natrium diklofenak hanya mampu menurunkan jumlah leukosit sebesar 30%, sedangkan ekstrak formula 1 mampu menurunkan jumlah leukosit hingga 48%. Hal ini diduga karena adanya pencampuran senyawa bioaktif dari keduanya sehingga mampu mengurangi peradangan yang lebih efektif, terlihat dari penurunan jumlah leukosit yang lebih tinggi dari ekstrak tunggal herba suruhan maupun natrium diklofenak.
Selain itu, kemampuan ekstrak tunggal herba suruhan berdasarkan konversi dari dosis tradisional (117.5 mg/kg BB) dan ekstrak formula 2 (117.5 mg/kg BB: 53.48 mg/kg BB) mampu menurunkan jumlah leukosit lebih lama (hingga jam ke-8). Hal ini diduga karena pada kedua dosis tersebut herba suruhan yang digunakan dosisnya lebih tinggi sehingga lebih efektif dalam menurunkan jumlah leukosit. Juga dapat dilihat bahwa kenaikan jumlah leukosit yang terjadi pada kelompok herba suruhan 100 mg/kg BB dan ekstrak formula 1 pada jam ke-8 lebih kecil daripada kenaikan jumlah leukosit kelompok natriun diklofenak pada jam ke-8. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak tunggal herba suruhan dan formula ekstrak mempunyai efek antiinflamasi yang lebih lama dalam menurunkan jumlah leukosit dibandingkan dengan natrium diklofenak.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Meskipun belum didukung secara statistik, ekstrak herba suruhan dan campurannya dengan jahe merah cenderung memiliki khasiat antiinflamasi secara in vivo yang kemampuannya sebanding dengan obat antiinflamasi komersil natrium diklofenak dan memiliki efektivitas yang lebih baik daripada ekstrak tunggalnya. Persentase daya antiinflamasi ekstrak formula 1 sebesar 33.69% dan ekstrak formula 2 sebesar 28.31%. Selain itu, campuran ekstrak herba suruhan dan jahe merah mampu menurunkan jumlah leukosit yang lebih besar dari natrium diklofenak. Saran Perlu ditambah kelompok ekstrak tunggal jahe merah sebagai pembanding terhadap kelompok campuran. Perlu variasi dosis yang lebih banyak agar dapat ditentukan dosis efektif campuran ekstrak herba suruhan dan jahe merah. Selain itu perlu ditambahkan jumlah tikus dalam setiap kelompok percobaan supaya hasil yang diperoleh lebih signifikan.
DAFTAR PUSTAKA Adi LT. 2006. Tanaman Obat dan Jus untuk asam Urat dan Rematik. Tangerang: Agro Media Pustaka.
15 Angka SL, Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasil Laut: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. [Anonimous]. 2012. Jahe Merah, Minuman sehat Beromset Cerah. [terhubung berkala] http://www.bisnisukm.com/jahe-merahminuman-sehat-beromset-cerah.html. (Januari 2012) Ansel HC, Allen LV, Popovich NG. 2011. Ansel’s Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery System 9th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wolters. Baghdikian B et al. 1997. An analitical study, antiinflammatory and analgesic effects of Hapagophytum procumbens and Harpagophytum zeyheri. Planta Medica 63: 171-176. [Departemen Kesehatan]. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Guyton AC. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 17. Tengadi KA, penerjemah. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology. Hakim LT, Wahyuningtyas N, Wahyuni AS. 2008. Efek antiinflamasi ekstrak patikan kebo (Euphorbia Hirta L) pada tikus putih jantan. Pharmacon9: 1-5. Hamor GH. 1996. Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs. Lea, Febiger, penerjemah; Foye WO, editor. Yogyakarta: UGM Press. Terjemahan dari: Principle of Medicinal Chemistry. Hariana A. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta: Penebar Swadaya. Hasrudin dan Santoso. 2006. Hubungan derajat hispatologis ginjal mencit balb/C dengan pemberian propoxur 4.05% dosis bertingkat per oral [artikel karya tulis ilmiah]. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Hidayati NA, Listyawati S, Setyawan AD. 2008. Kandungan kimia dan uji antiinflamasi ekstrak etanol Lantana camara L. pada tikus putih (Rattus novergicus L.). Bioteknologi 5: 10-17.
Karyono SS, Rahmawati D. 2004. Pengaruh pemberian dekok sirih-sirihan (Peperomia pellucida) terhadap penurunan kadar asam urat darah pada mencit [skripsi]. Malang: Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya. Katno, Pramono S. 2003. Tingkat manfaat dan keamanan tanaman obat dan obat tradisional [Makalah]. Yogyakarata: Fakultas Farmasi, Universitas Gajah Mada. Katzung BG. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika. Kee JL, Hayes ER. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Anugrah, penerjemah. Jakarta : EGC. Terjemahan dari: Pharmacology: A Nursing Process Approach. Klaassen CD. 1986. Toxicology: The Basic Science of Poisons 3th Edition. USA: Macmillan Publishing Company. Koswara S. 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Leahy KM et al. 2002. Cyclooxygenase-2 inhibition by celecoxib reduces proliferation and induces apoptosis in angiogenis endothelial cell in vivo. Cancer Res. 62: 625-631. Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 3. Thenawidjaya M, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry. Lumbanraja LB. 2009. Skrining fitokimia dan uji efek antiinflamasi ekstrak etanol daun tempuyung (Sonchus arvensis L.) terhadap radang pada tikus [skripsi]. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Ma MK, Woo MH, McLeod HC. 2002. Genetic basic of drug metabolism. Am J Health Syst Pharm 59: 2061-2069. Martin PR et al. 2008. 15-Deoxy-delta12,14up-regulates prostaglandin-J2 cyclooxygenase-2 but inhibits prostaglandin-E2 production through a thiol antioxidant-sensitive mechanism. Pharmacological Research 57: 344-350.
16 Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Rancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid 1. Bogor : IPB Press. Mudrikah F. 2006. Potensi ektrak jahe merah dan campurannya dengan herba suruhan sebagai antihiperurisemia pada tikus [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Muhlisah F. 1999. Temu-temuan dan Emponempon, Budi Daya dan Manfaatnya. Yogyakarta: Penerbit Kanisus. Mulyani D. 2011. Uji efek analgetik herba suruhan (Peperomia pellucida) pada mencit putih betina. Scientia 1: 38-42. Mycek M et al. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi ke-2. Jakarta: Widya Medika. Nasution AR. 1992. Efek samping obat antiinflamasi non steroid. Cermin Dunia Kedokteran 78: 36-39. Patimah R. 2010. Efek antiinflamasi infusa rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe) pada tikus putih jantan [skripsi]. Surakarta: Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Prayoga S. 2008. Efek antiinflamasi ekstrak etanol daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.) pada tikus putih jantan galur wistar [skripsi]. Surakarata: Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Ratna TS. 2009. Uji Efek antiinflamasi dari kombinasi ekstrak rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) dan ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) dalam sediaan topikal pada mencit jantan [skripsi]. Medan: Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. Rustam E, Atmasari I, Yanwirasti. 2007. Efek antiinflamasi ekstrak etanol kunyit (Curcuma domestica Val.) pada tikus putih jantan galur Wistar. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi 2: 112-115. Safaati NS. 2007. Potensi ramuan jahe merah dan herba suruhan sebagai antioksidan pada tikus putih hiperurisemia [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Sari IP, Hakim L. 1999. Pengaruh air perasan kubis (Brassica oleraces L.) terhadap terapi inflamasi dengan diklofenak. Majalah Farmasi Indonesia 10: 203-206. Sidik. 1997. Acuan Sediaan Yogyakarta: Penerbit UGM.
Herbal.
Sio SO, Maramba NPC, Sia IC. 2001. Acute oral toxicity of the freeze-dried aqueous extract of Peperomia pellucida (L) HBK (ulasimang bato) in mice. Acta Medica Philippina 37: 1-11 Siswanto A, Nurulita NA. 2005. Daya antiinflamasi infus daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl) pada tikus putih (Rattus norvegicus) Jantan. Pharmacy 3 : 12-16
Prosea. 1999. Plant Resources of South-East Asia: Medicinal and Poisonus Plants I. Leiden: Backhyus Publishers.
Tim Lentera. 2004. Khasiat dan Manfaat Jahe Merah si Rimpang Ajaib. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Purba R, Nugroho DS. 2007. Analisis dan uji bioaktivitas daun kaca (Peperomia pellucida [L] Kunth). Jurnal Kimia Mulawarman 5: 5-8.
Tjay TH, Rahardja K. 2002. Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunan dan Efek Sampingnya Edisi 5. Jakarta: Elex Media Computindo.
Quisumbing E. 1987. Medicinal Plants of Philipines. Quezon: Publishing.
Widhiarso W. 2012. Memperkenalkan program G*power untuk mengkalkulasi berapa ukuran sampel untuk penelitian [makalah]. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Rahmania S, Gunarsa B, Sahifah E, Kaswati NMN, Utami FP. 2012. Kajian tumbuhan liar herba suruhan (Peperomia pellucida) sebagai antiinflamasi alami dalam ramuan berbasis jahe merah [laporan akhir PKMP]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Wijayakusuma H. 2006. Atasi Asam Urat dan Rematik Ala Hembing. Jakarta: Puspa Swara.
17 Wijaya S, Monica SW. 2004. Uji efek antiinflamasi ekstrak herba suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth) pada tikus putih jantan. Berk. Penel. Hayati 9: 115118. Wilmana PF. 1995. Analgesik, Antipiretik, Antiinflamasi dan Antipirai dalam Ganiswara S G, Setiabudi R, Suyatna F D, Purwantyastuti, Nafrialdi: Farmakologi dan Terapi ed.3. Jakarta: Bagian Farmakologi Kedokteran Universitas Indonesia. Woodard S. 2008. Piperaceae, Peperomia pellucida. [terhubung berkala]. http://www.anthropogen.com/2008/03/06/ piperaceae-peperonia-pellucida/ (Januari 2012) Yustinus CS. 2010. Daya inhibisi ekstrak rimpang jahe merah dan kulit kayu manis terhadap aktivitas enzim siklooksigenase 2 dan enzin xantin oksidase secara in vitro. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
18
LAMPIRAN
19
Lampiran 1 Rancangan penelitian Kelompok Percobaan
Kelompok tikus 1
Kelompok tikus 2
Kelompok tikus 3
Kelompok tikus 4
Kelompok tikus 5
Kelompok tikus 6
Adaptasi hewan uji
Perlakuan
Pengambilan darah jam ke-0
Induksi inflamasi satu jam setelah pencekokan
Pengamatan dengan menggunakan pletismometer pada jam ke-1, jam ke-2, jam ke-3, jam ke4, jam ke-5, dan jam ke-6 setelah induksi inflamasi Pengambilan darah jam ke-4, jam ke-6, dan jam ke-8 setelah induksi inflamasi
Analisis daya antiinflamasi
20
Lampiran 2 Ekstraksi herba suruhan dan jahe merah (Rahmania et. al. 2012) Sampel kering jahe merah
Sampel kering herba suruhan
Ekstraksi : air Refluks T 100 oC
Ekstraksi : etanol 70% Maserasi
Filtrat
Filtrat Rotavapor 50 oC
Dibekukan Freeze Dry Ekstrak kasar
Ekstrak kasar
Lampiran 3 Rendemen hasil estraksi herba suruhan dan jahe merah (Rahmania et. al. 2012) Sampel Herba suruhan Jahe merah
Bobot sampel (g) 14 142.5
Bobot ekstrak (g) 3.29 30.48
Rendemen (%) 23.50 21.39
Contoh perhitungan : Rendemen (%) = Bobot ekstrak x 100% Bobot simplisia = 3.29 g x 100% 14 g = 23.50 %
Lampiran 4 Hasil uji fitokimia ekstrak herba suruhan dan jahe merah (Rahmania et. al 2012) Uji Flavonoid Senyawa fenolik Alkaloid Tanin Saponin Steroid Terpenoid
Ekstrak jahe merah + + + + +
Ekstrak herba suruhan + + + + + + -
21
Lampiran 5 Dosis ekstrak EKSTRAK HERBA SURUHAN 1. Berdasarkan dosis yang dikonversi dari dosis tradisional ¾ Dosis manusia per hari = 30 g ¾ Asumsi bobot badan manusia = 60 kg ¾ Rendemen ekstrak jahe merah Bobot ekstrak x 100% = 3.29 g x 100% = 23.50% Bobot simplisia 14 g ¾ Perhitungan dosis • Dosis manusia per hari = 30 g x 23.50% x 1000 mg/1g = 7050 mg • Dosis per kg BB = 7050 mg = 117.5 mg/kg BB 60 kg • Dosis per kg BB dikonversi ke tikus dengan BB 200 g 200 g x 117.5 mg = 23.5 mg/200 g tikus 1000 g ¾ Konsentrasi larutan stock yang digunakan 23.5 mg/200 g dilarutkan dalam 1 mL CMC 0.5%. Jadi untuk membuat stock herba suruhan 10 mL maka sebanyak 235 mg ekstrak herba suruhan dilarutkan dalam 10 mL CMC 0.5%. 2. Dosis berdasarkan dari daya hambat aktivitas enzim siklooksigenase-2 ¾ Kosentrasi herba suruhan 100 ppm ~ 100 mg ~ 100 mg ~ 100 mg/kg BB 1000 mL 1000 g ¾ Perhitungan dosis • Dosis per kg BB dikonversi ke tikus dengan BB 200 g 200 g x 100 mg = 20 mg/200 g tikus 1000 g ¾ Konsentrasi larutan stock yang digunakan 20 mg/200 g dilarutkan dalam 1 mL CMC 0.5%. Jadi untuk membuat stock herba suruhan 10 mL maka sebanyak 200 mg ekstrak herba suruhan dilarutkan dalam 10 mL CMC 0.5%.
EKSTRAK JAHE MERAH 1. Berdasarkan dosis yang dikonversi dari dosis tradisional ¾ Dosis manusia per hari = 15 g ¾ Asumsi bobot badan manusia = 60 kg ¾ Rendemen ekstrak jahe merah Bobot ekstrak x 100% = 30.48 g x 100% = 21.39% Bobot simplisia 142.5 g ¾ Perhitungan dosis • Dosis manusia per hari = 15 g x 21.39% x 1000 mg/1g = 3208.5 mg • Dosis per kg BB = 3208.5 mg = 53.48 mg/kg BB 60 kg • Dosis per kg BB dikonversi ke tikus dengan BB 200 g 200 g x 53.48 mg = 10.70 mg/200 g tikus 1000 g ¾ Konsentrasi larutan stock yang digunakan 10.70 mg/200 g dilarutkan dalam 1 mL CMC 0.5%. Jadi untuk membuat stock jahe merah 10 mL maka sebanyak 107 mg ekstrak jahe merah dilarutkan dalam 10 mL CMC 0.5%.
22
Lanjutan lampiran 5 CAMPURAN EKSTRAK HERBA SURUHAN DAN JAHE MERAH 1. Berdasarkan dosis yang dikonversi dari dosis tradisional ¾ Dosis herba suruhan = 117.5 mg/kg BB ¾ Dosis per kg BB dikonversi ke tikus dengan BB 200 g 200 g x 117.5 mg = 23.5 mg/200 g tikus 1000 g ¾ Dosis jahe merah = 53.48 mg/kg BB ¾ Dosis per kg BB dikonversi ke tikus dengan BB 200 g 200 g x 53.48 mg = 10.70 mg/200 g tikus 1000 g ¾ Konsentrasi larutan stock yang digunakan 23.5 mg ekstrak herba suruhan dicampur dengan 10.70 mg ekstrak jahe merah, kemudian dilarutkan dalam 1 mL CMC 0.5%. Jadi untuk membuat stock campuran ekstrak herba suruhan dan jahe merah 10 mL maka sebanyak 235 mg ekstrak herba suruhan dicampur dengan 107 mg jahe merah, kemudian dilarutkan dalam 10 mL CMC 0.5%. 2. Dosis berdasarkan dari daya hambat aktivitas enzim siklooksigenase-2 ¾ Kosentrasi campuran ekstrak 175 ppm~17 mg~175 mg~175mg/kg BB 1000 mL 1000 g ¾ Perhitungan dosis • Dosis per kg BB dikonversi ke tikus dengan BB 200 g 200 g x 175 mg = 35 mg/200 g tikus 1000 g ¾ Konsentrasi larutan stock yang digunakan 17.5 mg ekstrak herba suruhan dicampur dengan 17.5 mg ekstrak jahe merah, kemudian dilarutkan dalam 1 mL CMC 0.5%. Jadi untuk membuat stock campuran ekstrak herba suruhan dan jahe merah 10 mL maka sebanyak 175 mg ekstrak herba suruhan dicampur dengan 175 mg ekstrak jahe merah, kemudian dilarutkan 10 mL CMC 0.5%.
NATRIUM DIKLOFENAK 1. Berdasarkan dosis konsumsi manusia per hari ¾ Dosis jahe merah per tablet = 25 mg ¾ Dosis manusia per hari = 3 x 1 tablet ¾ Asumsi bobot badan manusia = 60 kg ¾ Perhitungan dosis • Dosis manusia per hari = 3 tablet x 25 mg = 75 mg • Dosis per kg BB = 75 mg = 1.25 mg/kg BB 60 kg • Dosis per kg BB dikonversi ke tikus dengan BB 200 g 200 g x 1.25 mg = 0.25 mg/200 g tikus 1000 g ¾ Konsentrasi larutan stock yang digunakan 0.25 mg/200 g dilarutkan dalam 1 mL CMC 0.5%. Jadi untuk membuat stock jahe merah 100 mL maka sebanyak 1 tablet (dosis 25 mg) natrium diklofenak dilarutkan dalam 100 mL CMC 0.5%.
23
Lampiran 6 Volume pemberian ekstrak pada hewan uji Volume pemberian = Bobot badan tikus (g) x 1 mL 200 g Kelompok
Tikus
Kontrol karagenan (CMC 0.5%)
22 23 14 6
Rata-rata ± SEM Kontrol positif (Natrium diklofenak 1.25 mg/kg BB)
7 2 3 24
Rata-rata ± SEM Ekstrak tunggal herba suruhan 100 mg/kg BB (berdasarkan penghambatan COX-2)
8 11 10 21
Rata-rata ± SEM Ekstrak tunggal herba suruhan 117.5 mg/kg BB (berdasarkan dosis tradisional)
15 17 12 1
Rata-rata ± SEM Campuran ekstrak jahe merah dan herba suruhan 87.5 mg/kg BB : 87.5 mg/kg BB (berdasarkan penghambatan COX-2)
19 13 5 9
Rata-rata ± SEM Campuran ekstrak jahe merah dan herba suruhan 53.48 mg/kg BB : 117.5 mg/kg BB (berdasarkan dosis tradisional) Rata-rata ± SEM
16 20 4 25
Bobot badan tikus (g) 274 234 189 242 234.75 ± 17.53 240 236 246 226 237.00 ± 4.20 252 215 212 282 240.25 ± 16.63 254 285 269 209 254.25 ± 16.36 251 220 197 240 227.00 ± 11.88 264 218 192 264 234.50 ± 17.84
Volume pemberian (mL) 1.37 1.17 0.95 1.21 1.18 ± 0.09 1.20 1.18 1.23 1.13 1.19 ± 0.02 1.26 1.08 1.06 1.41 1.20 ± 0.08 1.27 1.43 1.35 1.05 1.28 ± 0.08 1.26 1.10 0.99 1.20 1.14 ± 0.06 1.32 1.09 0.96 1.32 1.17 ± 0.09
24
Lampiran 7 Volume edema kaki tikus Kelompok
Kontrol karagenan (CMC 0.5%)
Nomer tikus
Vo
22
0.56
23 14 6
0.64 0.50 0.41
7 2 3
0.52 0.48 0.50
24
0.50
8 11 10 21
0.52 0.36 0.44 0.44
15 17 12 1
0.52 0.62 0.48 0.40
19 13
0.54 0.50
5 9
0.54 0.52
16 20 4 25
0.56 0.42 0.40 0.50
Rata-rata ± SEM Natrium diklofenak 1.25 mg/kg BB Rata-rata ± SEM Ekstrak tunggal herba suruhan 100 mg/kg BB Rata-rata ± SEM Ekstrak tunggal herba suruhan 117.5 mg/kg BB Rata-rata ± SEM Campuran ekstrak herba suruhan dan jahe merah 87.5 mg/kg BB : 87.5 mg/kg BB Rata-rata ± SEM Campuran ekstrak herba suruhan dan jahe merah 117.5: mg/kg BB 53.48mg/kg BB Rata-rata ± SEM
Volume edema/Vu (mL) jam ke1 0.10
2 0.20
3 0.24
4 0.18
5 0.10
6 0.18
-0.08 0.02 0.19 0.15 ± 0.06 0.02 0.04 0.08
-0.04 0.06 0.25 0.23 ± 0.04 0.10 0.08 0.16
0.00 0.02 0.25 0.25 ± 0.01 0.06 0.14 0.20
0.04 0.00 0.19 0.19 ± 0.01 0.24 0.10 0.18
-0.04 0.08 0.15 0.13 ± 0.04 0.04 0.06 0.18
0.12 0.04 0.19 0.19 ± 0.01 0.06 0.06 0.20
-0.02 0.05 ± 0.02 0.06 0.06 0.10 0.22 0.13 ± 0.06 0.14 0.10 0.18 0.10 0.13 ± 0.02 0.02 0.06
0.04 0.11 ± 0.03 0.14 0.14 0.10 0.32 0.19 ± 0.08 0.12 0.12 0.38 0.18 0.20 ± 0.07 0.04 0.12
0.06 0.13 ± 0.05 0.16 0.18 0.12 0.34 0.21 ± 0.08 0.16 0.26 0.30 0.16 0.22 ± 0.04 0.12 0.10
0.00 0.17 ± 0.05 0.18 0.44 0.16 0.26 0.29 ± 0.10 0.14 0.12 0.24 0.18 0.17 ± 0.03 0.14 0.12
0.04 0.09 ± 0.06 -0.04 0.14 0.02 0.34 0.17 ± 0.11 0.14 0.18 0.28 0.18 0.20 ± 0.03 0.02 0.18
0.02 0.11 ± 0.06 0.00 0.10 0.16 0.26 0.17 ± 0.06 0.10 0.18 0.26 0.18 0.18 ± 0.04 0.04 0.14
0.00 0.08 0.05 ± 0.02 0.08 0.16 0.06 0.04 0.09 ± 0.03
0.12 0.22 0.13 ± 0.06 0.18 0.22 0.08 0.16 0.16 ± 0.03
0.06 0.18 0.13 ± 0.02 0.10 0.18 0.06 0.18 0.13 ± 0.03
0.08 0.16 0.14 ± 0.01 0.20 0.14 0.04 0.16 0.14 ± 0.04
0.10 0.20 0.13 ± 0.07 0.16 0.18 0.08 0.16 0.15 ± 0.02
0.10 0.22 0.13 ± 0.06 0.14 0.18 0.06 0.14 0.13 ± 0.03
Keterangan : Data yang dicetak tebal tidak diikutkan dalam perhitungan statistik Vo = volume telapak kaki tikus sebelum diinduksi karagenan
25
Lampiran 8 Nilai AUC dan persentase daya antiinflamasi tiap tikus Kelompok Kontrol karagenan (CMC 0.5%)
Nomer tikus 22 6
AUC 1
AUC 2
AUC 3
AUC 4
AUC 5
AUC total
0.15 0.22 0.19 ± 0.05
0.22 0.25 0.24 ± 0.02
0.21 0.22 0.22 ± 0.01
0.14 0.17 0.16 ± 0.02
0.14 0.17 0.16 ± 0.02
0.86 1.03 0.95 ± 0.12
7 2 3
0.06 0.06 0.12 0.08 ± 0.02
0.08 0.11 0.18 0.12 ± 0.04
0.15 0.12 0.19 0.15 ± 0.03
0.14 0.08 0.18 0.13 ± 0.04
0.05 0.06 0.19 0.10 ± 0.06
0.48 0.43 0.86 0.59 ± 0.17
11 10 21
0.10 0.10
0.16 0.11
0.31 0.14
0.29 0.09
0.12 0.09
0.98 0.53
0.27 0.16 ± 0.07
0.33 0.20 ± 0.08
0.30 0.25 ± 0.07
0.30 0.23 ± 0.08
0.30 0.17 ± 0.08
1.50 1.00 ± 0.35
0.13 0.11
0.14 0.19
0.15 0.19
0.14 0.15
0.12 0.18
0.68 0.82
0.28 0.14 0.17 ± 0.05
0.34 0.17 0.21 ± 0.05
0.27 0.17 0.20 ± 0.03
0.26 0.18 0.18 ± 0.03
0.27 0.18 0.19 ± 0.03
1.42 0.84 0.94 ± 0.19
0.03 0.09
0.08 0.11
0.13 0.11
0.08 0.15
0.03 0.16
0.35 0.62
0.15 0.09 ± 0.04
0.20 0.13 ± 0.04
0.17 0.14 ± 0.02
0.18 0.14 ± 0.04
0.21 0.13 ± 0.06
0.91 0.63 ± 0.18
0.13 0.19 0.07 0.10 0.12 ± 0.03
0.14 0.20 0.07 0.17 0.15 ± 0.03
0.15 0.16 0.05 0.17 0.13 ± 0.03
0.18 0.16 0.06 0.16 0.14 ± 0.03
0.15 0.18 0.07 0.15 0.14 ± 0.03
0.75 0.89 0.32 0.75 0.68 ± 0.14
Rata-rata ± SEM Kontrol positif (Natrium diklofenak 1.25 mg/kg BB) Rata-rata ± SEM Ekstrak tunggal herba suruhan 100 mg/kg BB (berdasarkan penghambatan COX-2) Rata-rata ± SEM Ekstrak tunggal herba suruhan 117.5 mg/kg BB (berdasarkan dosis tradisional)
15 17 12 1
Rata-rata ± SEM Campuran ekstrak herba suruhan dan jahe merah 87.5 mg/kg BB : 87.5 mg/kg BB (berdasarkan penghambatan COX-2)
19 13 9
Rata-rata ± SEM Campuran ekstrak herba suruhan dan jahe merah 117.5 mg/kg BB : 53.48 mg/kg BB (berdasarkan dosis tradisional) Rata-rata ± SEM
16 20 4 25
Keterangan : AUC = area under the curve atau daerah di bawah kurva DAI = daya antiinflamasi
DAI (%)
49.21 54.50 8.99 37.57 ± 17.59 -3.70 43.92 58.73 -6.17 ± 36.32 28.04 13.23 50.26 11.11 0.53 ± 20.03 62.96 34.39 3.70 33.69 ± 20.96 20.63 5.82 66.14 20.63 28.31 ± 15.11
26
Lanjutan lampiran 8 Contoh perhitungan: AUC KONTROL KARAGENAN AUC 1= AUC 1=
x (jam ke-2 – jam ke-1) .
.
x (2-1)
AUC 1= 0.19 AUC total = AUC 1 + AUC 2 + AUC 3 + AUC 4 + AUC 5 AUC total = 0.19 + 0.24 + 0.22 + 0.16 + 0.16 AUC total = 0.95 mL
DAI NATRIUM DIKLOFENAK DAI = DAI =
AUC
AUC AUC
.
. .
DAI = 37.57%
x 100%
x 100%
27
Lampiran 9 Jumlah leukosit tiap tikus Kelompok
Kontrol karagenan (CMC 0.5%)
Nomor tikus
9950
18700**
19400*
4150*** 12500**** 7450*** 8700 ± 1767.80
7500**** 22800** 6850*** 12775 ± 8379.20
8050**** 5750*** 4150*** 11775 ± 10783.00
7 2 3
14600 9650 23950**
8100** 12450** 21400**
12500**** 4900**** 12000****
11600**** 5300**** 22900**
24
16700* 16067 ± 5135.01
16300**** 13983 ± 4794.89
8050**** 9800 ± 3005.91
6800*** 13267 ± 6305.99
8 11 10 21
10950*** 6450 9050* 10550** 8683 ± 1466.54
13950*** 19100 11000*** 18850** 16317 ± 3256.93
10550** 11050** 20200** 11100** 14117 ± 3725.04
8800*** 12350*** 22650** 15600** 16867 ± 3723.62
15 17 12 1
2700** 4700*** 5850**** 6750 5000 ± 1009.21
7600* 22400 19600* 13550** 15788 ± 3804.74
10050* 11150** 13900*** 10500** 11400 ± 997.08
7750* 20150**** 6150**** 10300*** 11088 ± 3625.18
19 13
12950 17150
12650*** 24550
6850** 7200***
9850*** 14300****
5
2500****
14450****
-
-
9
19950 16683 ± 2491.14
16400** 17867 ± 4302.04
14000** 9350 ± 2850.35
5600 9917 ± 3075.91
16 20
10700 6200**
23350** 10100***
17100* 6300***
14400** 6550****
4 25
**** 8850*** 8450 ± 3182.00
22000**** 16725 ± 9369.20
13800** 11700 ± 7636.80
15200*** 10250*** 10475 ± 5550.80
Rata-rata ± SEM Campuran ekstrak herba suruhan dan jahe merah 117.5 mg/kg BB : 53.48 mg/kg BB (Berdasarkan dosis tradisional) Rata-rata ± SEM
8
8150
Rata-rata ± SEM Campuran ekstrak herba suruhan dan jahe merah 87.5 mg/kg BB : 87.5 mg/kg BB (Berdasarkan daya hambat terhadap enzim COX-2)
6
25350 14950** 3700*** 5925 ± 3146.60
Rata-rata ± SEM Ekstrak herba suruhan 117.5 mg/kg BB (Berdasarkan dosis tradisional)
4
23 14 6
Rata-rata ± SEM Ekstrak herba suruhan 100 mg/kg BB (Berdasarkan daya hambat terhadap enzim COX-2)
0
22
Rata-rata ± SEM
Kontrol positif (Natrium diklofenak 1.25 mg/kg BB)
Jumlah leukosit ( per mm3) jam ke-
Keterangan : angka yang dicetak tebal tidak diikutkan dalam perhitungan statistik * = derajat beku darah (* sedikit ; **** banyak sekali)
28
Lampiran 10 Analisis varian (ANOVA) AUC pada α=0.05
Perlakuan
Faktor antara Subjek Keterangan Label 1 Negatif 2 Positif 3 Suruhan COX-2 4 Suruhan tradisional 5 Campuran COX-2 6 Campuran tradisional
N 2 3 3 4 3 4
Deskripsi Statistik Variabel tergantung:AUC Perlakuan Negatif Positif Suruhan COX-2 Suruhan tradisional Campuran COX-2 Campuran tradisional Total
Rata-rata Standar Deviasi .9450 .12021 .5900 .23516 1.0033 .48542 .9400 .32782 .6267 .28006 .6775 .24730 .7905 .31485
N 2 3 3 4 3 4 19
Uji Persamaan Levene terhadap Variasi Kesalahana Variabel tergantung:AUC F df1 df2 Sig. .638 5 13 .675 Sig. > 0.05 maka hasilnya tidak berbeda nyata yang berarti kelompok satu dan yang lainnya homogen
Uji Pengaruh antara Subjek Variabel tergantung:AUC Sumber Jumlah Kuadrat df Kuadrat Tengah F Sig. Keragaman Tipe III Model Terkoreksi .525a 5 .105 1.085 .414 Intersep 11.436 1 11.436 118.080 .000 Perlakuan .525 5 .105 1.085 .414 Kesalahan 1.259 13 .097 Total 13.658 19 Total Terkoreksi 1.784 18 a. R Kuadrat = .294 (R Kuadrat yang disesuaikan = .023) Sig. Perlakuan > 0.05 maka hasilnya tidak berbeda nyata, berarti kelompok satu dan yang lainnya memberikan respon yang sama
29
Lampiran 11 Analisis varian (ANOVA) AUC pada α=0.1
Perlakuan
Faktor antara Subjek Keterangan Label 1 Negatif 2 Positif 3 Suruhan COX-2 4 Suruhan tradisional 5 Campuran COX-2 6 Campuran tradisional
N 2 3 3 4 3 4
Deskripsi Statistik Variabel tergantung:AUC Perlakuan Rata-rata Negatif .9450 Positif .5900 Suruhan COX-2 1.0033 Suruhan tradisional .9400 Campuran COX-2 .6267 Campuran tradisional .6775 Total .7905
Standar Deviasi .12021 .23516 .48542 .32782 .28006 .24730 .31485
N 2 3 3 4 3 4 19
Uji Persamaan Levene terhadap Variasi Kesalahana Variabel tergantung:AUC F df1 df2 Sig. .638 5 13 .675 Sig. > 0.1 maka hasilnya tidak berbeda nyata yang berarti kelompok satu dan yang lainnya homogen
Uji Pengaruh antara Subjek Variabel tergantung:AUC Sumber Jumlah Kuadrat df Kuadrat Tengah F Sig. Keragaman Tipe III Model Terkoreksi .525a 5 .105 1.085 .414 Intersep 11.436 1 11.436 118.080 .000 Perlakuan .525 5 .105 1.085 .414 Kesalahan 1.259 13 .097 Total 13.658 19 Total Terkoreksi 1.784 18 a. R Kuadrat = .294 (R Kuadrat yang disesuaikan = .023) Sig. Perlakuan > 0.1 maka hasilnya tidak berbeda nyata, berarti kelompok satu dan yang lainnya memberikan respon yang sama
30
Lampiran 12 Analisis varian (ANOVA) AUC pada α=0.3
Perlakuan
Faktor antara Subjek Keterangan Label 1 Negatif 2 Positif 3 Suruhan COX-2 4 Suruhan tradisional 5 Campuran COX-2 6 Campuran tradisional
N 2 3 3 4 3 4
Deskripsi Statistik Variabel tergantung:AUC Perlakuan Rata-rata Negatif .9450 Positif .5900 Suruhan COX-2 1.0033 Suruhan tradisional .9400 Campuran COX-2 .6267 Campuran tradisional .6775 Total .7905
Standar Deviasi .12021 .23516 .48542 .32782 .28006 .24730 .31485
N 2 3 3 4 3 4 19
Uji Persamaan Levene terhadap Variasi Kesalahana Variabel tergantung:AUC F
df1 .638
df2 5
Sig. 13
.675
Sig. > 0.3 maka hasilnya tidak berbeda nyata yang berarti kelompok satu dan yang lainnya homogen Uji Pengaruh antara Subjek Variabel tergantung:AUC Sumber Jumlah Kuadrat df Kuadrat Tengah F Sig. Keragaman Tipe III Model Terkoreksi .525a 5 .105 1.085 .414 Intersep 11.436 1 11.436 118.080 .000 Perlakuan .525 5 .105 1.085 .414 Kesalahan 1.259 13 .097 Total 13.658 19 Total Terkoreksi 1.784 18 a. R Kuadrat = .294 (R Kuadrat yang disesuaikan = .023) Sig. Perlakuan > 0.3 maka hasilnya tidak berbeda nyata, berarti kelompok satu dan yang lainnya memberikan respon yang sama
31
Lampiran 13 Analisis varian (ANOVA) AUC pada α=0.5
Perlakuan
Faktor antara Subjek Keterangan Label
N
Negatif Positif Suruhan COX-2 Suruhan tradisional Campuran COX-2 Campuran tradisional
2 3 3 4 3 4
1 2 3 4 5 6
Deskripsi Statistik Variabel tergantung:AUC Perlakuan
Rata-rata
Negatif Positif Suruhan COX-2 Suruhan tradisional Campuran COX-2 Campuran tradisional Total
Standar Deviasi
N
.9450 .5900 1.0033 .9400 .6267 .6775
.12021 .23516 .48542 .32782 .28006 .24730
2 3 3 4 3 4
.7905
.31485
19
Uji Persamaan Levene terhadap Variasi Kesalahana Variabel tergantung:AUC F
df1 .638
df2 5
Sig. 13
.675
Sig. > 0.5 maka hasilnya tidak berbeda nyata yang berarti kelompok satu dan yang lainnya homogen Uji Pengaruh antara Subjek Variabel tergantung:AUC Sumber Keragaman Model Terkoreksi Intersep Perlakuan Kesalahan Total Total Terkoreksi
Jumlah Kuadrat Tipe III
df
.525a 11.436 .525 1.259 13.658 1.784
Kuadrat Tengah 5 1 5 13 19 18
.105 11.436 .105 .097
a. R Kuadrat = .294 (R Kuadrat yang disesuaikan = .023) AUC Duncan Kelompok Positif Campuran COX-2 Campuran tradisional Suruhan tradisional Negatif Suruhan COX-2 Sig.
Subset
N
1 3 3 4 4 2 3
2 .5900 .6267 .6775 .9400 .9450 1.0033 .749
.817
F 1.085 118.080 1.085
Sig. .414 .000 .414
32
Lampiran 14 Analisis varian (ANOVA) persentase daya antiinflamasi pada α=0.05
Perlakuan
Faktor antara Subjek Keterangan Label 2 Positif 3 Suruhan COX-2 4 Suruhan tradisional 5 Campuran COX-2 6 Campuran tradisional
N 3 3 4 3 4
Deskripsi Statistik Variabel tergantung:DAI Perlakuan Positif Suruhan COX-2 Suruhan tradisional Campuran COX-2 Campuran tradisional Total
Rata-rata Standar Deviasi 37.5667 24.88906 -6.1700 51.36956 .5300 34.68742 33.6833 29.63632 28.3050 26.17170 18.2694 34.66006
N 3 3 4 3 4 17
Uji Persamaan Levene terhadap Variasi Kesalahana Variabel tergantung:DAI F df1 df2 Sig. .451 4 12 .770 Sig. > 0.05 maka hasilnya tidak berbeda nyata yang berarti kelompok satu dan yang lainnya homogen
Uji Pengaruh antara Subjek Variabel tergantung:DAI Sumber Jumlah Kuadrat df Kuadrat Tengah F Sig. Keragaman Tipe III Model Terkoreksi 5283.373a 4 1320.843 1.137 .385 Intersep 5880.018 1 5880.018 5.063 .044 Perlakuan 5283.373 4 1320.843 1.137 .385 Kesalahan 13937.741 12 1161.478 Total 24895.227 17 Total Terkoreksi 19221.113 16 a. R Kuadrat = .275 (R Kuadrat yang disesuaikan = .033) Sig. Perlakuan > 0.05 maka hasilnya tidak berbeda nyata, berarti kelompok satu dan yang lainnya memberikan respon yang sama
33
Lampiran 15 Analisis varian (ANOVA) persentase daya antiinflamasi pada α=0.1
Perlakuan
Faktor antara Subjek Keterangan Label 2 Positif 3 Suruhan COX-2 4 Suruhan tradisional 5 Campuran COX-2 6 Campuran tradisional
N 3 3 4 3 4
Deskripsi Statistik Variabel tergantung:DAI Perlakuan Positif Suruhan COX-2 Suruhan tradisional Campuran COX-2 Campuran tradisional Total
Rata-rata 37.5667 -6.1700 .5300 33.6833 28.3050 18.2694
Standar Deviasi 24.88906 51.36956 34.68742 29.63632 26.17170 34.66006
N 3 3 4 3 4 17
Uji Persamaan Levene terhadap Variasi Kesalahana Variabel tergantung:DAI F df1 df2 Sig. .451 4 12 .770 Sig. > 0.1 maka hasilnya tidak berbeda nyata yang berarti kelompok satu dan yang lainnya homogen
Uji Pengaruh antara Subjek Variabel tergantung:DAI Sumber Jumlah Kuadrat df Kuadrat Tengah F Sig. Keragaman Tipe III Model Terkoreksi 5283.373a 4 1320.843 1.137 .385 Intersep 5880.018 1 5880.018 5.063 .044 Perlakuan 5283.373 4 1320.843 1.137 .385 Kesalahan 13937.741 12 1161.478 Total 24895.227 17 Total Terkoreksi 19221.113 16 a. R Kuadrat = .275 (R Kuadrat yang disesuaikan = .033) Sig. Perlakuan > 0.1 maka hasilnya tidak berbeda nyata, berarti kelompok satu dan yang lainnya memberikan respon yang sama
34
Lampiran 16 Analisis varian (ANOVA) persentase daya antiinflamasi pada α=0.3
Perlakuan
2 3 4 5 6
Faktor antara Subjek Keterangan Label Positif Suruhan COX-2 Suruhan tradisional Campuran COX-2 Campuran tradisional
N 3 3 4 3 4
Deskripsi Statistik Variabel tergantung:DAI Perlakuan Positif Suruhan COX-2 Suruhan tradisional Campuran COX-2 Campuran tradisional Total
Rata-rata 37.5667 -6.1700 .5300 33.6833 28.3050 18.2694
Standar Deviasi 24.88906 51.36956 34.68742 29.63632 26.17170 34.66006
N 3 3 4 3 4 17
Uji Persamaan Levene terhadap Variasi Kesalahana Variabel tergantung:DAI F df1 df2 Sig. .451 4 12 .770 Sig. > 0.3 maka hasilnya tidak berbeda nyata yang berarti kelompok satu dan yang lainnya homogen
Uji Pengaruh antara Subjek Variabel tergantung:DAI Sumber Jumlah Kuadrat df Kuadrat Tengah F Sig. Keragaman Tipe III Model Terkoreksi 5283.373a 4 1320.843 1.137 .385 Intersep 5880.018 1 5880.018 5.063 .044 Perlakuan 5283.373 4 1320.843 1.137 .385 Kesalahan 13937.741 12 1161.478 Total 24895.227 17 Total Terkoreksi 19221.113 16 a. R Kuadrat = .275 (R Kuadrat yang disesuaikan = .033) Sig. Perlakuan > 03 maka hasilnya tidak berbeda nyata, berarti kelompok satu dan yang lainnya memberikan respon yang sama
35
Lampiran 17 Analisis varian (ANOVA) persentase daya antiinflamasi pada α=0.5 Faktor antara Subjek Keterangan Label Perlakuan
2 3 4 5 6
N
Positif Suruhan COX-2 Suruhan tradisional Campuran COX-2 Campuran tradisional
3 3 4 3 4
Deskripsi Statistik Variabel tergantung:DAI Perlakuan
Rata-rata
Standar Deviasi
N
Positif Suruhan COX-2 Suruhan tradisional Campuran COX-2 Campuran tradisional
37.5667 -6.1700 .5300 33.6833 28.3050
24.88906 51.36956 34.68742 29.63632 26.17170
3 3 4 3 4
Total
18.2694
34.66006
17
Uji Persamaan Levene terhadap Variasi Kesalahana Variabel tergantung:DAI F
df1 .451
df2 4
Sig. 12
.770
Sig. > 0.4 maka hasilnya tidak berbeda nyata yang berarti kelompok satu dan yang lainnya homogen Uji Pengaruh antara Subjek Variabel tergantung:DAI Sumber Keragaman
Jumlah Kuadrat Tipe III
df
5283.373a 5880.018 5283.373 13937.741 24895.227 19221.113
Model Terkoreksi Intersep Perlakuan Kesalahan Total Total Terkoreksi
Kuadrat Tengah 4 1 4 12 17 16
1320.843 5880.018 1320.843 1161.478
F
Sig. 1.137 5.063 1.137
a. R Kuadrat = .275 (R Kuadrat yang disesuaikan = .033) Sig. Perlakuan > 0.4 maka hasilnya tidak berbeda nyata, berarti kelompok satu dan yang lainnya memberikan respon yang sama DAI Duncan Kelompok Suruhan COX-2 Suruhan tradisional Campuran tradisional Campuran COX-2 Positif Sig.
Subset
N
1 3 4 4 3 3
2
-6.1700 .5300 28.3050 33.6833 37.5667 .804
.745
.385 .044 .385