i
DAYA INHIBISI DAUN JABON MERAH TOKSISITAS AKUTEKSTRAK DAN AKTIVITAS PENGHAMBATAN (Anthocephallus LIPID macrophyillus (Roxb.)) TERHADAP PEROKSIDASI OLEH FRAKSI FLAVONOID PEROKSIDASI LIPID TIKUS YANG DIINDUKSI DAUN JABON MERAH IN VIVO PARASETAMOL
LISNA FARIDA
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Toksisitas Akut dan Aktivitas Penghambatan Peroksidasi Lipid oleh Fraksi Flavonoid Daun Jabon Merah In Vivo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sebagian penelitian ini merupakan bagian dari proyek penelitian drh Sulistiyani, MSc, PhD dkk (Uji Toksisitas) melalui skema Penelitian Strategis Aplikasi (PSA) 2016 dengan judul “Formulasi Sediaan Antikolesterol Berbasis Campuran Ekstrak Daun Jati Belanda dan Jabon Merah sebagai Inhibitor HMG-KoA Reduktase”. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2017
Lisna Farida NIM G84120012
ii
ABSTRAK LISNA FARIDA. Toksisitas Akut dan Aktivitas Penghambatan Peroksidasi Lipid oleh Fraksi Flavonoid Daun Jabon Merah In Vivo. Dibimbing oleh SULISTIYANI dan SITI SA’DIAH. Daun jabon merah (Anthocephalus macrophyllus) merupakan salah satu tanaman obat yang memiliki potensi sebagai antioksidan. Penelitian ini bertujuan menguji keamanan dan penghambatan peroksidasi lipid oleh fraksi flavonoid daun jabon merah. Fraksi diperoleh dengan cara maserasi menggunakan etanol 50% yang dilanjutkan ekstraksi cair-cair dengan pelarut n-heksana dan kloroform. Keamanan fraksi diuji dengan metode OECD 425 pada dosis 2000 mg/kg BB dan 5000 mg/kg BB. Aktivitas antioksidan diuji pada tikus Sprague dawley yang dibagi menjadi 6 kelompok (n=5). Kelompok normal dicekok akuades dan 5 kelompok lainnya dicekok parasetamol (640 mg/kg BB), curliv plus® (200 mg/kg BB), dan fraksi (100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB, dan 400 mg/kg BB) selama 16 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi flavonoid tergolong praktis tidak toksik (LD50 > 5000 mg/kg BB). Pemberian fraksi flavonoid dosis 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB, dan 400 mg/kg BB sampai hari ke-16 dapat menghambat lipid peroksida berturut-turut sebesar 52.06%, 33.10%, dan 29.70%. Data ini menunjukkan bahwa pemberian fraksi flavonoid daun jabon merah berpotensi sebagai antioksidan in vivo. Kata kunci: Antioksidan, Flavonoid, Jabon merah, LD50, Lipid peroksidat
ABSTRACT LISNA FARIDA. Acute Toxicity and Inhibition Activity of Lipid Peroxidation by Red Jabon Leaf Flavonoid Fraction In Vivo. Supervised by SULISTIYANI and SITI SA’DIAH. Red jabon leaf (Anthocephalus macrophyllus) is one of the medicinal plants that are potential as natural antioxidant. The study aimed to analyze the safety and the inhibition of lipid peroxidation by red jabon leaf flavonoid fractions. Fractions were obtained by maceration method using 50% ethanol followed by liquid-liquid extraction using n-hexana and chloroform as solvents. The fraction’s safety was checked by OECD 425 acute toxicity methods at dosage of 2000 mg/kg BW and 5000 mg/kg BW in rats. Antioxidant activity was tested using Sprague dawley rats divided in to 6 groups (n=5). Normal group was given fresh water while the other 5 groups was receive paracetamol (640 mg/kg BW), curliv plus® (200 mg/kg BW), and extracts (100 mg/kg BW, 200 mg/kg BW, and 400 mg/kg BW) for 16 days. The result showed that red jabon leaf flavonoid fraction was classified as nontoxic (LD50 > 5000 mg/kg BW). Administration of flavonoid fraction dosage 100 mg/kg BW, 200 mg/kg BW, and 400 mg/kg BW for 16 days reduced blood lipid peroxide concentrations respectively 52.06%, 33.10%, and 29.70%. These results showed that red jabon leafes flavonoid fraction had a potential as antioxidant in vivo. Keywords: Antioxidants, Flavonoids, Red Jabon, LD50, Lipid Peroxides
iii
95.8TOKSISITAS µg/mL, which means that fraction is classified as aPENGHAMBATAN powerful antioxidant. AKUT DAN AKTIVITAS
PEROKSIDASI LIPID OLEH FRAKSI FLAVONOID Keywords: antioxidant, Crescentia cujeteMERAH L., DPPH, IN TLCVIVO DAUN JABON
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI KULIT BATANG BERENUK (Crescentia cujete L.) DENGAN METODE DPPH LISNA FARIDA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Departmen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
iv
vi
PRAKATA Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Toksisitas Akut dan Aktivitas Penghambatan Peroksidasi Lipid oleh Fraksi Flavonoid Daun Jabon Merah In Vivo sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan dari Departemen Biokimia FMIPA IPB. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada drh Sulistiyani, MSc PhD selaku pembimbing utama dan Siti Sa’diah, MSi Apt selaku pembimbing kedua yang telah memberikan saran, kritik, dan bimbingan selama melaksanakan tugas akhir ini. Terima kasih kepada Beasiswa Bidik Misi dan Yayasan Amanah yang telah mendanai penelitian ini. Selain itu, ucapan terima kasih juga kepada drh Okta, drh Ines, Pak Mul, staf Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka Tropika IPB, staf Laboratorium Biokimia IPB, Saepul, Kartika, Ratih, Khodijah, Munasir, Biki, Kak Tuchin, teman-teman Biokimia 49, Ibu Ida, dan teman-teman Batalyon Mughni atas bantuan yang diberikan kepada penulis selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ibu dan seluruh keluarga atas doa, semangat, dan motivasinya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan pengetahuan bagi penulis dan pembaca. Bogor, Mei 2017
Lisna Farida
vii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
BAHAN DAN METODE
2
Bahan dan Alat
2
Metode Penelitian
2
HASIL
5
Fitokimia Simplisia dan Fraksi Flavonoid Daun Jabon Merah
5
Toksisitas Akut (Lethal Dose 50)
5
Aktivitas Aminotransferase
6
Konsentrasi Lipid Peroksida Serum Tikus
8
PEMBAHASAN
9
Toksisitas Akut (Lethal Dose 50)
9
Aktivitas Aminotransferase dan Konsentrasi Lipid Peroksida Serum Tikus
9
SIMPULAN DAN SARAN
13
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
17
RIWAYAT HIDUP
31
viii
DAFTAR TABEL 1 Fitokimia simplisia dan fraksi flavonoid daun jabon merah 2 Rata-rata bobot tikus selama 14 hari perlakuan uji toksisitas akut 3 Mortalitas tikus uji toksisitas akut
5 5 6
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
Aktivitas enzim alanin aminotransferase (ALT) Aktivitas enzim aspartat aminotransferase (AST) Konsentrasi lipid peroksida serum tikus Pohon jabon merah Reaksi enzim aminotransferase Metabolisme parasetamol Reaksi peroksidasi lipid Penangkapan radikal bebas secara langsung oleh flavonoid
7 7 8 9 10 10 11 13
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Bagan alir lingkup kerja penelitian Persetujuan perlakuan etik Rendemen fraksi flavonoid daun jabon merah Gejala toksisitas akut Perhitungan kosentrasi lipid peroksida serum tikus Data konsentrasi aminotransferase Hasil fitokimia simplisia dan fraksi flavonoid daun jabon merah Analisis statistika
18 19 20 20 21 24 25 25
1
PENDAHULUAN Indonesia adalah negara beriklim tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, namun baru sebagian kecil saja yang telah dibudidayakan untuk tujuan komersial khususnya yang berkhasiat sebagai obat. Salah satu tanaman yang belum banyak dibudidayakan sebagai tanaman obat yaitu jabon merah (Anthocephalus macrophyllus). Pemanfaatan jabon merah sejauh ini adalah sebagai bahan bangunan non-konstruksi, papan, peti, korek api dan sebagainya (Lempang 2014). Masyarakat Halmahera Tengah, Maluku Utara telah memanfaatkan daun dan kulit kayu jabon merah sebagai obat penambah stamina, mengurangi rasa lelah, menurunkan kolesterol dan penyubur kandungan. Daun jabon merah juga digunakan sebagai obat kumur (Halawane et al. 2011). Tanaman jabon merah berkhasiat sebagai obat karena senyawa aktif yang terkandung di dalamnya. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa tanaman jabon merah mengandung senyawa fitokimia berupa kuinon dan steroid yang lebih banyak secara kualitatif dibandingkan jabon putih (Wali et al. 2014). Penelitian lain melaporkan kandungan ekstrak air daun jabon merah yaitu tanin, saponin, dan flavonoid (Khodijah 2015). Sementara itu, ekstrak etanol daun jabon merah mengandung flavonoid, saponin, tanin, steroid, dan fenolik. Kandungan yang terdapat pada ekstrak flavonoid tidak jauh berbeda dengan ekstrak etanol, yaitu flavonoid, saponin, tanin, dan fenolik (Lailiyah 2016). Ekstrak etanol daun jabon merah memiliki nilai konsentrasi yang dapat mematikan 50% populasi larva udang (LC50) sebesar 799.397 ppm dan ekstrak flavonoid sebesar 899.775 ppm (Lailiyah 2016). Sementara itu, nilai konsentrasi penghambatan atau Inhibition Concentration (IC50) terhadap radikal bebas 2,2diphenyl-1-picrylhydrazil (DPPH) dari ekstrak etanol daun jabon merah sebesar 32.68 µg/mL (Purnama 2015). Ekstrak air jabon merah memiliki nilai IC50 sebesar 27.92 ppm. Nilai IC50 tersebut digolongkan sangat kuat. Ekstrak flavonoid jabon merah juga memiliki kemampuan antioksidan sangat kuat dengan nilai IC50 yaitu 34.01 ppm (Khodijah 2015). Salah satu fungsi antioksidan adalah untuk melindungi oksidasi yang disebabkan oleh radikal bebas. Oksidasi berlebih dapat menyebabkan stres oksidatif yang akan berpengaruh pada fungsi hati. Purnama (2015) telah melakukan pengujian aktivitas antioksidan jabon merah secara in vitro dengan metode DPPH. Jabon merah diduga aman dan dapat menghambat naiknya lipid peroksida darah tikus coba yang diberi parasetamol dosis tinggi. Namun, pengujian mengenai keamanan dan khasiat jabon merah sebagai antioksidan secara in vivo belum dilakukan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan hewan model yang mengalami kerusakan hati oleh radikal bebas dengan diinduksi parasetamol dosis tinggi melalui analisis lipid peroksida. Parasetamol sebanyak 500 mg/hari dapat menyebabkan nekrosis hati bahkan kerusakan hati (Muriel et al. 1992; Rustandi 2006). Kerusakan hati terjadi karena parasetamol dosis tinggi akan teroksidasi dan berikatan dengan penyusun membran sel hati. Ikatan tersebut menyebabkan perubahan struktur dan komposisi sel hati sehingga memicu peroksidasi lipid serta menimbulkan kerusakan hati (Singh et al. 2015). Penelitian ini bertujuan menguji keamanan dan penghambatan peroksidasi lipid oleh fraksi flavonoid daun jabon merah (Anthocephalus macrophyllus). Penelitian ini diharapkan menjadi dasar
2
ilmiah untuk pengembangan daun jabon merah (Anthocephalus macrophyllus) menjadi obat herbal terstandar sebagai suplemen antioksidan.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Hewan coba yang digunakan adalah tikus Sprague Dawley betina dan jantan sebanyak 38 ekor dengan bobot rata-rata (244 ± 60) gram. Sampel yang digunakan adalah simplisia daun jabon merah (Anthocephalus macrophyllus) yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka Tropika, Institut Pertanian Bogor. Bahan yang digunakan adalah pakan tikus standar, etanol 96%, akuades, n-heksana, kloroform, parasetamol, Curliv plus®, KIT enzim alanin aminotransferase (ALT), KIT enzim aspartat aminotransferase (AST), dan serbuk Mg. Selain itu juga digunakan pereaksi Meyer, pereaksi Wagner, pereaksi Dragendorf, H2SO4, FeCl3 10%, NH3, amil alkohol, HCl, dietil eter, tetrametoksi propana, asam fosfotungstat, asam tiobarbiturat, butanol, piridin, dan asam asetat glasial. Alat utama yang digunakan dalam penelitian adalah neraca analitik, evaporator, kandang tikus, sonde, mikrosentrifus, fotometer, vorteks, sentrifus klinis, spektrofotometer UV-Vis, dan kuvet kaca 1 mL. Alat pendukung dalam penelitian ini adalah seperangkat alat gelas, penangas air, oven, corong pisah, seperangkat alat bedah, pipet kapiler, dan pipet mikro. Metode Penelitian Ekstraksi Simplisia Daun Jabon Merah (Andersen dan Markham 2006) Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan etanol 50% (Puspitasari 2017). Simplisia dan etanol dimasukkan ke dalam erlenmeyer dengan perbandingan 1:10 (b/v). Campuran disimpan di tempat gelap selama 1 hari. Maserat disaring dan ampasnya ditambahkan kembali dengan etanol (1:10). Hal tersebut diulangi hingga hari ketiga. Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan rotari evaporator pada suhu 55 ˚C sampai volumenya 1/10 dari volume awal, kemudian dipartisi dengan heksana. Selanjutnya, fraksi etanol dipartisi kembali dengan kloroform dan fraksi etanol yang diperoleh dipekatkan dengan rotari evaporator. Fraksi flavonoid ini yang digunakan untuk penelitian lebih lanjut. Analisis Fitokimia Daun Jabon Merah (Modifikasi Harborne 1987) Alkaloid. Simplisia dan fraksi flavonoid sebanyak 500 mg dan 100 mg pada tabung reaksi masing-masing ditambahkan 5 mL kloroform dan beberapa tetes amonia. Fraksi kloroform disaring, kemudian filtrat hasil saringan ditambahkan 45 tetes H2SO4. Fraksi H2SO4 diambil dan diujikan di plat tetes dengan ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer, dan Wagner. Hasil uji positif ditandai dengan terbentuknya endapan jingga/merah pada pereaksi Dragendorf, endapan putih pada pereaksi Meyer, dan endapan coklat pada pereaksi Wagner. Kontrol positif yang digunakan adalah simplisia daun tapak dara.
3
Flavonoid. Simplisia dan fraksi flavonoid sebanyak 500 mg dan 100 mg pada tabung reaksi masing-masing ditambahkan akuades sampai terendam lalu dipanaskan hingga mendidih. Filtratnya disaring dan ditambah serbuk Mg, HCl : EtOH (1:1), dan amil alkohol. Hasil uji positif flavonoid ditandai dengan terbentuknya kompleks warna merah, kuning, atau jingga. Kontrol positif yang digunakan adalah simplisia daun sirih merah. Saponin. Simplisia dan fraksi flavonoid sebanyak 500 mg dan 100 mg pada tabung reaksi masing-masing ditambahkan akuades sampai terendam lalu dipanaskan hingga mendidih. Filtratnya disaring, kemudian dikocok. Hasil uji positif ditandai dengan timbulnya busa sampai selang waktu 10 menit. Kontrol positif yang digunakan adalah simplisia daun kumis kucing. Triterpenoid dan Steroid. Simplisia dan fraksi flavonoid sebanyak 500 mg dan 100 mg pada tabung reaksi masing-masing ditambahkan 5 mL etanol lalu dipanaskan dan disaring. Filtratnya diuapkan lalu ditambahkan dietil eter. Lapisan eter ditambah pereaksi Lieberman Buchard (3 tetes asam asetat glasial dan 1 tetes H2SO4 pekat). Hasil positif uji triterpenoid ditandai dengan terbentuknya warna merah atau ungu sedangkan warna hijau/biru menunjukkan adanya steroid. Kontrol positif yang digunakan adalah simplisia kunyit dan som jawa. Tanin. Simplisia dan fraksi flavonoid sebanyak 500 mg dan 100 mg pada tabung reaksi masing-masing ditambahkan akuades sampai terendam lalu dipanaskan hingga mendidih. Filtratnya disaring dan ditambah FeCl3 10%. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya warna hijau kehitaman. Kontrol positif yang digunakan adalah simplisia daun teh. Hewan Coba dan Rancangan Penelitian Uji Toksisitas Akut (OECD 2001). Uji toksisitas akut yang dilakukan menggunakan hewan coba tikus Sprague Dawley betina berumur 2 bulan. Tikus diadaptasi dalam kandang individual selama empat belas hari dengan diberikan pakan standar 15 gram dan air ad libitum. Tikus dibagi secara acak dalam 2 kelompok berdasarkan pedoman OECD 425, yaitu dosis 2000 mg/kg BB (n=5) dan dosis 5000 mg/kg BB (n=3). Sebelum diberikan perlakuan pencekokkan, tikus terlebih dahulu dipuasakan dan diberi pakan kembali 4 jam setelah perlakuan. Pencekokkan dilakukan hanya satu kali. Pengamatan toksisitas akut berupa kematian hewan yang diamati 2 x 24 jam setelah pemberian perlakuan. Kematian hewan coba diolah dengan perangkat lunak AOT 425. Pengamatan toksisitas akut selain kematian meliputi bobot badan, perilaku, pergerakan, reaktivitas, kecepatan pernafasan, konsistensi dan warna feses, kulit, mata, dan bulu tikus yang dilakukan selama 4 jam setelah perlakuan dengan rentang 30 menit dan dilanjutkan pada pada 2 x 24 jam hingga hari ke-14 setelah perlakuan. Uji Penghambatan Peroksidasi Lipid (Haldar et al. 2011; Singh et al. 2015; Tsai et al. 2015). Tikus Sprague Dawley jantan secara acak dibagi menjadi enam kelompok (n=5). Hewan coba tersebut diadaptasi dalam kandang secara berkelompok selama empat belas hari untuk menyeragamkan cara hidup dan pola makannya. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut: (1) normal (akuades saja); (2) kontrol negatif (akuades dan parasetamol 640 mg/kg BB) (K-); (3) kontrol positif Curliv plus® 200 mg/kg BB (K+); (4) fraksi 100 mg/kg BB (E1); (5) fraksi 200 mg/kg BB (E2); dan (6) fraksi 400 mg/kg BB (E3). Perlakuan dilakukan setiap hari selama 16 hari dengan parasetamol diberikan dua jam setelah perlakuan
4
akuades, Curliv plus®, dan fraksi flavonoid daun jabon merah. Analisis lipid peroksida dilakukan pada hari ke-0, ke-8, dan ke-16 dari sampel darah yaitu serum. Analisis Daya Inhibisi Daun Jabon Merah (Yagi 1984). Pembuatan Kurva Standar. Larutan stok pereaksi 1,1,3,3tetrametoksipropana (TMP) 6 M dibuat menjadi 1, 2, 3, 4, 6, dan 8 µM. Larutan yang telah diencerkan tersebut kemudian diambil sebanyak 2 mL dan dimasukkan ke tabung reaksi. Masing-masing tabung kemudian ditambahkan sebanyak 0.5 mL TBA 1% dalam pelarut asam asetat 50%. Selanjutnya campuran tersebut dipanaskan dalam penangas air bersuhu 95 ˚C selama 60 menit dan didinginkan pada suhu kamar. Setelah itu, ke dalam tabung reaksi ditambahkan 0.5 mL akuades dan 2.5 mL n-butanol:piridin (15:1 (v/v)). Vorteks terlebih dahulu sebelum disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm (1600 x g) selama 15 menit. Fase yang dibentuk ada 2 dan fase yang diambil adalah fase berwarna merah muda pada bagian atas yang kemudian diukur serapannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 525-540 nm. Pengukuran Lipid Peroksida Serum Darah Tikus. Serum darah tikus diambil sebanyak 0.3 mL kemudian ditambah 1.2 mL H2SO4 0.083 N dan 0.15 mL asam fosfotungstat 10%, dibiarkan selama 5 menit pada suhu ruang. Larutan disentrifugasi pada 3000 rpm (1600 x g) selama 20 menit. Supernatan yang diperoleh dibuang sedangkan peletnya ditambah H2SO4 0.083 N sebanyak 1.2 mL dan 0.15 mL asam fosfotungstat 10%. Larutan disentrifugasi kembali pada kecepatan 3000 rpm (1600 x g) selama 15 menit. Endapan yang diperoleh disuspensikan dalam 2 mL akuades dan ditambahkan 0.5 mL TBA 1% dalam pelarut asam asetat 50%. Selanjutnya campuran tersebut dipanaskan dalam penangas air bersuhu 95 ˚C selama 60 menit dan didinginkan pada suhu kamar. Setelah itu, ke dalam tabung reaksi ditambahkan 0.5 mL akuades dan 2.5 mL nbutanol:piridin (15:1 (v/v)). Vorteks terlebih dahulu sebelum disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm (1600 x g) selama 15 menit. Fase yang dibentuk ada 2 dan fase yang diambil adalah fase berwarna merah muda pada bagian atas yang kemudian diukur serapannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum yang digunakan pada pengukuran standar. Pengukuran Aktivitas Aminotransferase (IFCC 2002) Sampel berupa serum darah tikus diperiksa aktivitas ALT dan AST satu hari setelah serum diperoleh. Sebanyak 100 μL serum darah tikus dicampur dengan 1000 μL pereaksi, kemudian dilakukan vorteks yang dilanjutkan dengan inkubasi selama 1 menit di suhu 37 ˚C. Nilai absorbansi diukur dengan fotometer pada panjang gelombang 340 nm. Analisis Data Data konsentrasi lipid peroksida dan aktivitas aminotransferase dianalisis secara statistik dengan menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) dan uji lanjutan Duncan pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf nyata 0.05. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak Statistical Package for Social Science (SPSS) (Verma 2013).
5
HASIL Fitokimia Simplisia dan Fraksi Flavonoid Daun Jabon Merah Hasil penapisan fitokimia pada simplisia daun jabon merah menunjukkan adanya kandungan flavonoid, tanin, dan steroid (Tabel 1). Sementara pada fraksi flavonoid tidak hanya mengandung flavonoid melainkan terdapat tanin dan saponin. Kandungan tanin pada fraksi sama banyaknya dengan yang terdapat pada simplisia, juga kontrol positif daun teh (Camellia sinensis). Namun kandungan flavonoid pada fraksi jauh lebih banyak dibandingkan dengan pada simplisia maupun kontrol positif sirih merah. Tabel 1 Fitokimia simplisia dan fraksi flavonoid daun jabon merah Sampel Simplisia Fraksi flavonoid Alkaloid Flavonoid + +++ Tanin +++ +++ Saponin ++ Steroid + Triterpenoid Keterangan: (-) Tidak terdeteksi senyawa fitokimia; (+) Terdeteksi sedikit senyawa fitokimia; (++) Terdeteksi banyak senyawa fitokimia; (+++) Terdeteksi sangat banyak senyawa fitokimia Senyawa fitokimia
Toksisitas Akut (Lethal Dose 50) Pengujian toksisitas akut yang dilakukan mengikuti pedoman OECD 425 dengan 8 tikus Sprague Dawley betina. Secara keseluruhan semua tikus mengalami peningkatan bobot badan (Tabel 2). Peningkatan bobot badan terlihat sejak masa adaptasi. Perlakuan hewan coba dilanjutkan dengan cekok fraksi flavonoid daun jabon merah yang dilakukan hanya satu kali dan dilakukan pengamatan selama 14 hari. Rata-rata bobot badan tikus di hari ke-14 setelah perlakuan meningkat secara signifikan (p<0.05) dari 199.40±5.81 g menjadi 223.40±3.91 g. Hal yang sama terjadi pada kelompok dosis 5000 mg/kg BB, rata-rata bobot badan tikus di hari ke14 setelah perlakuan juga meningkat secara signifikan (p<0.05) dari 201.00±10.44 g menjadi 222.67±10.69 g. Peningkatan bobot badan terjadi dikarenakan tikus masih dalam tahap pertumbuhan (<6 bulan). Tikus pertama pada pengujian limit test yang diberikan dosis 2000 mg/kg BB dalam jangka pendek maupun jangka panjang tidak terdapat kematian (Tabel 3). Hal sama terjadi pada empat tikus berikutnya baik pada jangka pendek maupun jangka panjang tidak terdapat kematian. Oleh karena itu, pada tiga ekor tikus berikutnya diberikan peningkatan dosis yaitu 5000 mg/kg BB dan tidak terdapat kematian. Gejala toksisitas yang muncul adalah terjadi diare pada tikus dosis 5000 mg/kg BB pada menit ke-150 setelah perlakuan. Feses kembali normal setelah 24 jam. Secara keseluruhan gejala toksik seperti perilaku, pergerakan, reaktivitas,
6
kecepatan pernafasan, konsistensi dan warna feses, kulit, mata, dan bulu tikus tidak terjadi. Tabel 2 Rata-rata bobot tikus selama 14 hari perlakuan uji toksisitas akut Rata-rata bobot badan (gram) Hari ke-0 Hari ke-14 2000 mg/kgBB 199.40 ± 5.81a 223.40 ± 3.91b Jabon merah 5000 mg/kgBB 201.00 ± 10.44a 222.67 ± 10.69b Keterangan: n=5 (kelompok 2000 mg/kg BB); n=3 (kelompok 5000 mg/kg BB). Huruf berbeda pada kelompok yang sama menunjukkan perubahan signifikan lberdasarkan uji t berpasangan pada taraf nyata 95% (p<0.05) Sampel
Kelompok
Tabel 3 Mortalitas tikus uji toksisitas akut Mortalitas jangka pendek Mortalitas jangka panjang (48 jam) (14 hari) 1 O O 2 O O 2000 mg/kg BB 3 O O 4 O O 5 O O Estimasi LD50 > 2000 mg/kg BB 1 O O 5000 mg/kg BB 2 O O 3 O O Estimasi LD50 > 5000 mg/kg BB Keterangan : O (Hidup) ; X (Mati) Dosis
Tikus
Aktivitas Aminotransferase Aktivitas enzim ALT pada hari ke-0 rata-rata sebesar 58.07 ± 4.37 U/L (Gambar 1). Aktivitas enzim kelompok K(-) mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh (Rahmat, 2017) dengan rata-rata pada hari ke-0, ke-8, dan ke-16 berturut-turut adalah 55.84 U/L, 163.16 U/L, dan 227.43 U/L. Aktivitas enzim tersebut diukur kembali pada hari ke-8 setelah perlakuan. Secara umum, terjadi peningkatan baik pada kelompok K(-), E1, dan E3 berturut-turut 192.19%, 120.28%, dan 154.72% dibanding dengan hari ke-0. Peningkatan aktivitas enzim terus terjadi sampai hari ke-16 pada kelompok K(-) dari hari ke-8 yaitu sebesar 39.40%. Hal sama terjadi pada E1, maupun E3 terjadi peningkatan aktivitas enzim sebesar 64.44%, dan 4.13%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok E1 dan E3 memiliki persentase penurunan terhadap K(-) sebesar 14.79% dan 13.73% pada hari ke-8. Berbeda dengan hari ke-16 E1 memiliki aktivitas enzim lebih tinggi 0.51% daripada K(-) yang berarti E1 efektif sampai hari ke-8 saja. Sementara itu E3 tetap lebih rendah 35.55% dibandingkan dengan K(-). Aktivitas enzim AST pada hari ke-0 rata-rata sebesar 135.53 ± 11.14 U/L. Aktivitas enzim kelompok K(-) mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh
7
(Rahmat, 2017) dengan rata-rata pada hari ke-0, ke-8, dan ke-16 berturut-turut adalah 147.74 U/L, 226.27 U/L, dan 347.26 U/L. Aktivitas enzim tersebut diukur kembali pada hari ke-8 setelah perlakuan. Secara umum, terjadi peningkatan baik pada kelompok K(-), E1, dan E3 berturut-turut 53.15%, 91.68%, dan 39.96% dibanding dengan hari ke-0 namun tidak signifikan (p>0.05). Peningkatan aktivitas enzim terus terjadi sampai hari ke-16 pada kelompok K(-) dari hari ke-8 yaitu sebesar 53.47%. Hal sama terjadi pada E1, maupun E3 terjadi peningkatan aktivitas enzim sebesar 21%, dan 8.25% (Gambar 2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada hari ke-8 kelompok E1 memiliki aktivitas enzim lebih tinggi 12.60% dibandingkan dengan K(-). Sementara E3 memiliki persentase penurunan terhadap K(-) sebesar 22.10%. Berbeda dengan hari ke-16 E1maupun E3 memiliki aktivitas enzim lebih rendah 11.22% dan 53.43% daripada K(-). 350 a
300 a
a
250 200
a
a
a
150 100
a
a
a
50 0 [ALT] H-0 (U/L)
[ALT] H-8 (U/L)
[ALT] H-16 (U/L)
Gambar 1 Aktivitas enzim alanin aminotransferase (ALT). : kontrol negatif; : fraksi 100 mg/kg BB; : fraksi 400 mg/kg BB. abcHuruf berbeda pada hari yang sama menunjukkan perubahan signifikan pada taraf nyata 95% (p<0.05)
500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
a a a a a a
a
a
a
[AST] H-0 (U/L)
[AST] H-8 (U/L)
[AST] H-16 (U/L)
Gambar 2 Aktivitas enzim aspartat aminotransferase (AST). : kontrol negatif; : fraksi 100 mg/kg BB; : fraksi 400 mg/kg BB. abcHuruf berbeda pada hari yang sama menunjukkan perubahan signifikan pada taraf nyata 95% (p<0.05)
8
Konsentrasi Lipid Peroksida Serum Tikus Hasil pengukuran konsentrasi lipid peroksida tiap kelompok ditunjukkan pada Gambar 1, rerata konsentrasi lipid peroksida serum 30 tikus pada hari sebelum perlakuan yaitu sebesar 6.54 ± 4.86 nmol/mL. Setelah mendapatkan perlakuan selama 8 hari, kelompok normal (N) yang dicekok akuades memiliki nilai konsentrasi malondialdehida (MDA) sebesar 7.48 ± 3.17 nmol/mL, menurun 31.79% namun tidak signifikan (p>0.05). Begitu pula dengan kelompok kontrol negatif (K-) atau parasetamol, konsentrasi MDA yang diperoleh sebesar 10.28 ± 6.64 nmol/mL lebih tinggi 43.25% dibandingkan dengan sebelum perlakuan dan 37.42% terhadap kelompok N (p<0.05). Sementara itu, kelompok kontrol positif (K+) atau curliv plus® memiliki konsentrasi MDA 0.25 ± 0.37 nmol/mL, lebih rendah 97.60% dan berbeda signifikan terhadap kelompok K(-) (p<0.05). Kelompok fraksi dosis 100 mg/kg BB (E1), 200 mg/kg BB (E2), dan 400 mg/kg BB (E3) juga memiliki konsentrasi MDA berturut-turut 4.91 ± 1.49 nmol/mL, 4.62 ± 1.12 nmol/mL, 4.66 ± 1.21 nmol/mL. Konsentrasi tersebut berturut-turut lebih rendah 52.28%, 55.10%, dan 54.67% daripada kelompok K(-) setelah 8 hari perlakuan (p<0.05). Secara umum konsentrasi MDA semua kelompok pada hari ke-16 cenderung meningkat dari hari ke-8, akan tetapi peningkatan pada kelompok normal, K(+), E1, E2, dan E3 lebih rendah 1.35%, 30.69%, 52.06%, 33.10%, dan 29.70% dibandingkan dengan kelompok parasetamol. Data ini menunjukkan bahwa pemberian fraksi flavonoid jabon merah dosis 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB, dan 400 mg/kg BB dapat menurunkan konsentrasi lipid peroksida sehingga tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap kelompok K(+). 25
20
a
[MDA] (nmol/mL)
c 15
a a
a,b b,c
a,b
10
a,b
b
b
a,b b
b
b b
b
b
5
a 0 Hari ke-0
Hari ke-8
Hari ke-16
-5 Normal
Parasetamol
Curliv plus
JM100
JM200
JM400
Gambar 3 Konsentrasi lipid peroksida serum tikus. : normal; : kontrol negatif; : kontrol positif; : fraksi 100 mg/kg BB; : fraksi 200 mg/kg BB; : fraksi 400 mg/kg BB. abcHuruf berbeda pada hari yang sama menunjukkan perubahan signifikan pada taraf nyata 95% (p<0.05)
9
PEMBAHASAN Toksisitas Akut (Lethal Dose 50) Hewan coba yang digunakan pada uji toksisitas akut ini merupakan tikus Sprague Dawley betina. Menurut OECD (2001), tikus betina memiliki sensitivitas yang tinggi untuk melihat efek dari pengobatan. Pengamatan uji toksisitas akut dilakukan selama 14 hari setelah pencekokan. Hewan coba yang diberikan perlakuan sebelumnya diadaptasi selama 14 hari untuk menyeragamkan pola hidup dengan lingkungan baru dan pola makannya. Selama masa adaptasi tikus diberikan pakan standar dan minum secara ad libitum. Selain itu, dilakukan juga penimbangan bobot badan satu minggu sekali. Bobot badan tikus selama adaptasi hingga hari ke-14 setelah perlakuan secara keseluruhan mengalami peningkatan signifikan. Hal tersebut dipengaruhi oleh tingkat konsumsi pakan dan umur tikus yang berada dalam masa pertumbuhan, yaitu sekitar dua bulan (Suckow et al. 2006). Tingkat konsumsi pakan dapat dijadikan salah satu indikator hewan coba sehat atau tidak sehat. Setiap tikus dalam satu hari dapat mengkonsumsi pakan sebanyak 5-10 gram/100 gram BB (Wolfensohn dan Lloyd 2013). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi flavonoid daun jabon merah dosis tinggi tidak terlalu mempengaruhi hewan coba dikarenakan tingkat konsumsi pakan masih berada dalam batas konsumsi normal. Berdasarkan pengamatan, semua tikus menunjukkan peningkatan bobot badan normal tanpa perbedaan ekstrim. Hal tersebut sesuai dengan bobot badan tikus Sprague dawley betina normal pada umur 8 minggu yaitu pada rentang 169-224 gram, serta umur 12 minggu pada rentang 219-291 gram (ARC 2017). Hasil pengamatan juga menunjukkan tidak terdapat kematian selama pengamatan 48 jam hingga hari ke-14, baik di dosis 2000 mg/kg BB maupun dosis 5000 mg/kg BB. Oleh karena itu, lethal dose 50 (LD50) dari penelitian ini berada di atas 5000 mg/kg BB. Nilai tersebut berdasarkan Hodge dan Sterner (2005), fraksi diklasifikasikan praktis tidak toksik. Hal tersebut didukung gejala toksik yang muncul dengan pemberian dosis tinggi tidak berpengaruh signifikan.
Gambar 4 Pohon jabon merah
10
Aktivitas Aminotransferase dan Konsentrasi Lipid Peroksida Serum Tikus Keamanan dosis efektif suatu produk dapat dilihat dari pengaruhnya terhadap keseimbangan atau kerusakan hati. Kerusakan hati dapat diukur melalui aktivitas enzim hati seperti aminotransferase, yaitu alanin aminotransferase (ALT EC 2.6.1.2) dan aspartat aminotransferase (AST EC 2.6.1.1). Enzim-enzim tersebut berperan penting dalam proses biokimiawi, yaitu mentransfer gugus amina yang terjadi di sel hati (Gambar 5). Aktivitas ALT dan AST yang tinggi di sel hati akan menyebabkan kedua enzim tersebut keluar menuju darah yang menunjukkan terjadinya kerusakan hati (Hyder et al. 2013). Rataan aktivitas kedua enzim di serum pada percobaan sebelum perlakuan untuk semua tikus masih dalam keadaan normal. Kisaran normal aktivitas ALT adalah 52-224 U/L, sementara AST adalah 77-157 U/L (Suckow et al. 2006). Namun induksi parasetamol terhadap hewan coba meningkatkan aktivitas enzim ALT maupun AST pada hari ke-8 juga hari ke-16 setelah perlakuan sehingga melebihi batas normalnya. Kelompok fraksi flavonoid juga cenderung meningkat, akan tetapi peningkatan aktivitas enzim aminotransferase tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan kelompok parasetamol. Parasetamol pada dosis normal merupakan antipiretik dan analgesik yang sering digunakan untuk mengurangi rasa sakit. Parasetamol akan mengalami biotransformasi dengan glutation (GSH) di hati menjadi zat yang tidak berbahaya dan dapat dikeluarkan dari tubuh dalam urin atau empedu. Biotransformasi parasetamol akan membentuk senyawa glukuronida dan sulfat yang larut air dan tidak beracun (Coles et al. 1988). Namun, penggunaan dosis tinggi parasetamol dapat menyebabkan gangguan fungsi hati, seperti nekrosis dan peradangan (Ali et al. 2013). Haldar et al. (2011) menyatakan bahwa dosis parasetamol sebanyak 640 mg/kg BB tikus telah menimbulkan hilanganya struktur dan fungsi normal organ hati.
Gambar 5 Reaksi enzim aminotransferase (IFCC 2002)
Gambar 6 Metabolisme parasetamol (James et al. 2003)
11
Penggunaan parasetamol dosis tinggi akan menstimulasi sitokrom P450 dan memicu radikal bebas. Radikal bebas tersebut berupa metabolit reaktif n-asetilpbenzokuinonimin (NAPKI). NAPKI akan berikatan dengan makromolekul sel hati dan menginisiasi peroksidasi lipid sebagai awal terjadinya luka sel sampai kematian sel atau kerusakan hati (Gambar 6) (Zhao dan Pickering 2011). Hal tersebut karena GSH telah habis terpakai pada reaksi konjugasi sehingga NAPKI berikatan dengan protein hati. Habisnya GSH tersebut menyebabkan stres oksidatif meningkat dan memungkinkan terjadinya perubahan dalam metabolisme. Selain itu, juga akan menginisiasi transduksi sinyal dan transisi permeabilitas mitokondria. Transisi yang terjadi memicu hilangnya potensi mitokondria dalam mensintesis ATP sehingga akan terjadi kerusakan hati (Hinson et al. 2010). Radikal bebas yang terbentuk akibat pemberian parasetamol dosis tinggi juga akan memicu terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan reaksi yang terjadi antara radikal bebas dengan asam lemak tak jenuh yang akan menghasilkan lipid peroksida (Gambar 7). Peroksidasi lipid akan meningkat reaksinya seiring dengan kerusakan membran yang menimbulkan akumulasi lipid peroksida di jaringan atau darah (Haldar et al. 2011). Akumulasi lipid peroksida dapat diketahui dengan mengukur jumlah malondialdehida (MDA). Malondialdehida merupakan produk akhir dari peroksidasi lipid yang menjadi indikator kerentanan komponen membran sel terhadap reaksi oksidasi (Muriel et al. 1992). Jumlah MDA dapat diukur menggunakan metode asam tiobarbiturat (TBA), dimana satu molekul MDA akan berikatan dengan dua molekul TBA. Metode ini telah lama digunakan untuk menguji kerusakan organ akibat peroksidasi lipid (Yagi 1987). Rata-rata konsentrasi MDA semua tikus pada masa adaptasi atau hari ke-0 dengan populasi 30 tikus lebih tinggi dibanding dengan hasil penelitian Lavenia (2010) maupun Heryani (2010) yaitu 0.586±0.177 nmol/mL dan 0.557±0.156 nmol/mL dengan hewan coba yang sama. Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh perbedaan umur tikus. Penelitian ini menggunakan tikus dengan umur 15 minggu, sementara yang dijadikan pembanding dengan tikus umur 8 minggu. Semakin tinggi umur makhluk hidup maka akan terjadi penurunan fungsi fisiologis tubuh sehingga mudah terjadi kerusakan sel atau jaringan. Kerusakan tersebut salah satunya dapat disebabkan oleh radikal bebas (Marks et al. 2000). Selain itu, tingginya konsentrasi MDA dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti kandang dan pakan berkelompok (Pasha et al. 2010).
Gambar 7 Reaksi peroksidasi lipid (Murray et al. 2014)
12
Selanjutnya tikus dicekok parasetamol dosis 640 mg/kg BB pada semua kelompok kecuali kelompok normal selama 16 hari. Konsentrasi MDA semua kelompok pada hari ke-8 dan hari ke-16 cenderung meningkat karena telah mendapatkan perlakuan parasetamol. Peningkatan yang terjadi lebih tinggi dibanding dengan penelitian Emalia (2015) yaitu 39.2 % pada dosis parasetamol yang sama. Hasil penelitian tidak berbeda dengan penelitian Heryani (2010) yang melaporkan bahwa pemberian parasetamol meningkatkan konsentrasi MDA sebesar 63.14%. Namun tingginya MDA pada kelompok normal dapat disebabkan karena proses pencekokkan akuades sehingga mempengaruhi metabolisme yang menghasilkan radikal bebas oksigen (Marks et al. 2000). Hal ini akan menyebabkan lipid teroksidasi membentuk lipid peroksida. Kelompok fraksi flavonoid juga cenderung meningkat, akan tetapi peningkatan konsentrasi MDA maupun aktivitas aminotransferase tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan kelompok parasetamol. Hal tersebut dapat dikarenakan kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada fraksi flavonoid, salah satunya yaitu flavonoid. Fraksi diperoleh dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 50%, dilanjutkan ekstraksi cair-cair dengan pelarut nheksana untuk memisahkan senyawa nonpolar dan kloroform untuk senyawa semi polar. Rendemen fraksi flavonoid yang diperoleh dari hasil ekstraksi yaitu sebanyak 7.89 ± 2.69 %. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan rendemen ekstrak air dan ekstrak etanol yang dilaporkan oleh Khodijah (2015) maupun Purnama (2015), yaitu 17.63 ± 2.33 % dan 21.69 ± 9.65 %. Nilai rendemen ekstrak bergantung pada pelarut dan metode ekstraksi (Wahyuni dan Widjanarko 2015). Konsentrasi dan jenis pelarut yang digunakan berpengaruh nyata terhadap banyaknya ekstrak yang diperoleh. Semakin tinggi nilai rendemen menunjukkan banyak pula senyawa aktif yang terkandung di dalamnya (Hernani et al. 2007). Metode yang digunakan dilaporkan mampu menghasilkan total komponen flavonoid yang tinggi karena flavonoid termasuk ke dalam senyawa polar (Andersen dan Markham 2006). Oleh karena itu, senyawa aktif yang terkandung pada fraksi flavonoid secara umum adalah bersifat polar seperti flavonoid, tanin, dan saponin. Hal tersebut terbukti secara kualitatif, pada penapisan fraksi flavonoid kandungan flavonoid dan tanin cenderung sangat banyak dibandingkan simplisia maupun kontrol positif. Hasil penapisan yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan hasil penapisan yang telah dilakukan Lailiyah (2016), yaitu ekstrak etanol daun jabon merah mengandung flavonoid, saponin, tanin, steroid, dan fenolik. Kandungan senyawa aktif pada fraksi flavonoid berbeda dengan simplisianya, yaitu tidak terdeteksi steroid karena sifatnya yang non polar diduga telah terpisahkan pada fraksi n-heksana. Flavonoid merupakan kelompok senyawa polifenol yang dibentuk dalam tanaman dari asam amino aromatik fenilalanin, tirosin, dan malonat (Pietta 2000). Flavonoid memiliki berbagai fungsi seperti pigmentasi sebagai pemberi warna merah pada daun maupun batang tanaman jabon merah dari golongan antosianin. Selain itu, flavonoid juga dapat bertindak sebagai antioksidan alami yang terdapat pada sereal, sayur-sayuran, dan buah dengan cara mendonasikan atom hidrogennya dan kemampuan mengelat logam (Kumar dan Pandey 2013). Antioksidan dapat menangkap radikal bebas sehingga menghambat mekanisme oksidatif yang merupakan penyebab penyakit-penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, kanker, katarak, disfungsi otak, dan artritis (Miller et al. 2000). Kerusakan yang
13
terjadi akibat radikal bebas dapat dicegah oleh flavonoid dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menangkap radikal bebas secara langsung. Reaksi yang terjadi antara flavonoid dan radikal bebas akan menghasilkan senyawa yang bersifat lebih stabil dan radikal yang kurang reaktif (Gambar 5). Selain itu, tingginya reaktivitas grup hidroksil senyawa flavonoid dapat menyebabkan senyawa radikal menjadi tidak aktif (Nijveldt et al. 2001). Cara lain flavonoid bertindak sebagai antioksidan adalah menekan terbentuknya radikal dengan menghambat enzim atau mengkelat komponenkomponen yang terlibat dalam pembentukan radikal (Kumar dan Pandey 2013). Selain itu, secara tidak langsung flavonoid dapat meningkatkan aktivitas antioksidan endogen. Peningkatan tersebut yaitu dengan mengaktifkan faktor transkripsi, misalnya Nrf2 (nuclear factor E2-related factor 2). Pada kondisi normal, Nrf2 akan disimpan pada sitoplasma untuk didegradasi. Sementara pada keadaan stres oksidatif Nrf2 tidak akan didegradasi, melainkan akan ditransfer ke inti sel. Selanjutnya akan mengikat promotor DNA ARE (antioxidant response element) yang menginisiasi proses transkripsi. Oleh karena itu, melalui proses ini protein-protein enzim antioksidan endogen akan diekspresikan sehingga akan meningkatkan aktivitasnya (Nguyen et al. 2009).
Gambar 8 Penangkapan radikal bebas secara langsung oleh flavonoid (Prochazkova et al. 2011).
SIMPULAN Fraksi flavonoid daun jabon merah memiliki nilai LD50 > 5000 mg/kg BB yang tergolong praktis tidak toksik sehingga aman digunakan. Dosis efektif 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB, dan 400 mg/kg BB dapat menghambat lipid peroksida berturut-turut sebesar 52.06%, 33.10%, dan 29.70%. Fraksi tersebut dapat berpotensi sebagai antioksidan in vivo.
SARAN Perlu dilakukan identifikasi pada fraksi flavonoid untuk memastikan lebih lanjut senyawa aktif yang bertanggung jawab sebagai antioksidan. Penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengujian konsentrasi lipid peroksida dari jaringan. Selain itu, penentuan efek pemberian fraksi terhadap parameter antioksidasi lainnya, seperti antioksidan enzim tubuh.
14
DAFTAR PUSTAKA Andersen ØM, Markham KR. 2006. Flavonoids: Chemistry, Biochemistry and Applications. New York (US): CRC Pr. Ali M, Qadir MI, Saleem M, Janbaz KH, Gul H, Hussain L, Ahmad B. 2013. Hepatoprotective potential of Convolvulus arvenis against paracetamolinduced hepatotoxicity. Bangladesh J. Pharmacol. 8: 300-304. [ARC] Animal Resources Centre. 2017. Rat and Mice Weights [Internet]. [diunduh 2017 Jan 7]. Tersedia pada: http:// http://www.arc.wa.gov.au/?page_id=125. Coles B, Wilson I, Wardman P, Hinson JA. 1988. The spontaneous and enzymatic reaction of n-acetyl-p-benzoquinonimine with glutathione: a stopped-flow kinetic study. Archives of Biochem. And Biophysics. 264(1): 253-260. Emalia D. 2015. Aktivitas aminotransferase dan konsentrasi peroksida lipid pada tikus yang diberi ekstrak benalu teh campuran (Loranthaceae) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Halawane JE, Hidayah HN, Kinho J. 2011. Prospek pengembangan jabon merah (Anthocephalus macrophyllus (Roxb.)) hasil solusi kebutuhan kayu masa depan. Manado (ID): Balai Penelitian Kehutanan Manado. Haldar PK, Adhikari S, Bera S, Bhattacharya S, Panda SP, Kandar CC. 2011. Hepatoprotective efficacy of Swietenia mahagoni L. Jacq (Meliaceae) bark against paracetamol-induced hepatic damage in rats. Ind. J. Pharm. Edu. Res. 45(2): 108-113. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penentuan Cara Modern Menganalisis Tumbuhan Edisi Kedua. Kosasih P dan Iwang S, penerjemah. Bandung (ID): ITB Pr. Terjemahan dari: Phytochemical Methods: A Guide to Modern Techniques of Plant Analysis. Hernani, Marwati T, Winarti C. 2007. Pemilihan pelarut pada pemurnian ekstrak lengkuas (Alpinia galanga) secara ekstraksi. J. Pascapanen 4(1): 1-8. Heryani. 2010. Aktivitas fraksi polifenol buah delima (Punica granatum L.) terhadap peroksidasi lipid darah tikus yang diinduksi parasetamol [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hinson JA, Roberts DW, James LP. 2010. Mechanisms of acetaminophen-induced liver necrosis. Handb Exp. Pharmacol. 196: 369-405. Hodge A, Sterner B. 2005. Toxicity Classes. In: Canadian Center for Occupational Health and Safety [Internet]. [diunduh 2016 Des 3]. Tersedia pada: http://www.ccohs.ca/oshanswers/chemicals/id50.html. Hyder MA, Hasan M, Mohieldein AH. 2013. Comparative levels of ALT, AST, ALP and GGT in liver associated diseases. Eur. J. of Experiment. Biol. 3(2): 280-284. [IFCC] International Federation of Clinical Chemistry. 2002. IFCC primary reference procedure for the measurement of catalytic activity concentration of enzymes at 37˚C. J. Clin. Chem. Lab. Med. 40(7): 718-733.
15
James LP, Mayeux PR, Hinson JA. 2003. Acetaminophen-induced hepatotoxicity. Drug. Metab. Dispos. 31(12): 1499-1506. Khodijah S. 2015. Analisis flavonoid total dan aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman herbal [laporan praktik lapangan]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kumar S, Pandey AK. 2013. Chemistry and biological activities of flavonoids: an overview. The Scientific World J. : 1-16. Lailiyah NHH. 2016. Penghambatan akumulasi lipid in vivo pada Caenorhabditis elegans oleh ekstrak etanol daun Anthocephalus macrophyllus, Guazuma ulmifolia, dan Melia azedarach.[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lavenia A. 2010. Penghambatan peroksidasi lipid oleh ekstrak kulit batang mahoni (Swietenia macrophylla King) pada tikus hiperurisemia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lempang M. 2014. Sifat dasar dan potensi kegunaan kayu jabon merah. J. Penelitian Kehutanan Wallacea. 3(2): 163-175. Marks DB, Marks AD, Smith CM. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar: Suatu Pendekatan Klinis. Pendit BU, penerjemah; Suyono J, Sadikin V, Mandera LI, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Basic Medical Biochemistry: A Clinical Approach. Miller HE, Rigelhof F, Marquart L, Prakash A, Kanter M. 2000. Antioxidant content of whole grain breakfast cereals, fruits, and vegetables. J. of the American College of Nutr. 19(3): 312-319. Muriel P, Garciapina T, Alvarez VP, Mourelle M. 1992. Silymarin protects against paracetamol-induced lipid peroxidation and liver damage. J. Of Applied Toxicology 12(6): 439-442. Murray RK, Bender DA, Botham KM, Kennelly PJ, Rodwell VW, Weil PA. 2014. Biokimia Harper. Lilian dan Lydia, penerjemah. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Harper’s Illustrated Biochemistry. Nguyen T, Nioi P, Pickett CB. 2009. The nrf2-antioxidant response element signaling pathway and its activation by oxidative stress. J. Biol. Chem. 284(20): 13291-13295. Nijveldt RJ, Nood EV, Hoorn DEC, Boelens PG, Norren KV, Leeuwen PAM. 2001. Flavonoids: a review of probable mechanisms of action and potential application. Am. J. Clin. Nutr. 74: 418-425. [OECD] Organization for Economic Co-operation and Development. 2001. OECD 425 Guidline for Testing of Chemicals Up and Down Procedure. Paris (FR): OECD. Pasha S, Khaleel M, Som S. 2010. Effet of Moringan oleifera on stress induced brain lipid peroxidation in rats. Res. J. Pharm. Biol. Chem. 1(3): 336-342. Pietta PG. 2000. Flavonoids as antioxidants. J. Nat. Prod. 63: 1035-1042.
16
Prochazkova D, Bousova I, Wilhelmova N. 2011. Antioxidant and prooxidant properties of flavonoids. Fitoterapia 82: 513-523. Purnama RL. 2015. Aktivitas antioksidan, kandungan total fenol, dan flavonoid lima tanaman hutan yang berpotensi sebagai obat alami [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Puspitasari R. 2017. Inhibisi biosintesis kolesterol oleh campuran ekstrak flavonoid berbasis daun jabon merah (Anthocephalus macrophyllus) in vitro [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rahmat S. 2017. Toksisitas dan hepatoproteksi akibat pemberian campuran fraksi flavonoid jati belanda-jabon merah pada tikus stres oksidatif [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rustandi MI. 2006. Potensi antioksidasi ekstrak daun sangitan (Sambucus javanica Reinw ex Blume) sebagai hepatoprotektor pada tikus [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Singh H, Prakash A, Kalia AN, Majeed ABA. 2015. Synergistic hepatoprotective potential of ethanolic extract of Solanum xanthocarpum and Juniperus communis against paracetamol and azithromycin induced liver injury in rats. J. of Trad. and Complementary Med. 30: 1-7. Suckow M, Steven H, Craig F. 2006. The Laboratory Rat. Burlington: Elsevier Academic Press. Tsai PP, Schlichtig A, Ziegler E, Ernst H, Haberstroh J, Stelzer HD, Hackbarth H. 2015. Effects of different blood collection methods on indicators of welfare in mince. Lab Animal 44(8): 301-310. Verma JP. 2013. Data Analysis in Management with SPSS Software. London (UK): Springer. Wahyuni DT, Widjanarko SB. 2015. Pengaruh jenis pelarut dan lama ekstraksi terhadap ekstrak karotenoid labu kuning dengan metode gelombang ultrasonik. J. Pangan dan Agroindustri 3(2): 390-401. Wali M, Haneda NF, Maryana N. 2014. Identifikasi kandungan kimia bermanfaat pada daun jabon merah dan putih (Anthocephalus spp.). Jurnal Silvikultur Tropika. 5(2):77-83. Wolfensohn S, Lloyd M. 2013. Handbook of Laboratory Animal Management and Welfare 4nd Edition. Cambridge (UK): Wiley-Blackwell. Yagi K. 1984. Methods in Enzymology Vol. 105. London (UK): Academic Press. Yagi K. 1987. Lipid peroxides and human diseases. Chem. and Physics of Lipid 45: 337-351. Zhao L, Pickering G. 2011. Paracetamol metabolism and related genetic differences. Drug Metabolism Reviews 43(1): 41-52.
17
LAMPIRAN
18
Lampiran 1 Bagan alir lingkup kerja penelitian
Simplisia daun jabon merah
Uji fitokimia
Maserasi dengan etanol 50%
Filtrat
Residu
Pemekatan
Ekstrak etanol
Dipartisi dengan n-heksana 1:1 (v/v)
Fraksi etanol
Fraksi n-heksana
Partisi kloroform 1:1 (v/v)
Fraksi etanol
Fraksi kloroform
Fitokimia Uji Toksisitas akut Antioksidan
19
Lampiran 2 Persetujuan perlakuan etik
20
Lampiran 3 Rendemen fraksi flavonoid daun jabon merah Data fraksi flavonoid daun jabon merah Sampel
Ulangan
Jabon merah
1 2
Bobot ekstrak hasil evaporasi (g) 22.0295 36.08
Bobot simplisia (g) 400 400
Rendemen (%) 5.98 9.79
Rerata ± SD 7.885 ± 2.6941
Contoh perhitungan : Rendemen fraksi flavonoid daun jabon merah (%) = Bobot akhir × 100 % Bobot awal × (1-kadar air) = 22.0295 × 100 % 400.00 × (1- 0.0790) = 5.98 %
Lampiran 4 Gejala toksisitas akut Dosis
2000 mg/kg BB
5000 mg/kg BB
Jumlah Hewan
5
3
Gejala umum toksisitas Perilaku Pergerakan Reaktivitas Kecepatan pernafasan Konsistensi dan warna feses Kulit Mata Bulu Perilaku Pergerakan Reaktivitas Kecepatan pernafasan Konsistensi dan warna feses Kulit Mata Bulu
4 jam + + -
Waktu 24 7 jam hari -
14 hari -
-
-
-
-
+ + +
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
21
Lampiran 5 Perhitungan kosentrasi lipid peroksida serum tikus Kurva standar H-0
0 1 2 3 4 5 6 8
Absorbansi (A) 1 2 0.025 0.029 0.096 0.099 0.179 0.175 0.264 0.261 0.306 0.307 0.386 0.385 0.461 0.458 0.651 0.648
Rerata (A)
Stdev
0.027 0.098 0.177 0.263 0.307 0.386 0.459 0.649
0.0028 0.0021 0.0028 0.0021 0.0007 0.0007 0.0021 0.0021
Rerata (A)
Stdev
0.072 0.123 0.267 0.389 0.452 0.584 0.641 0.766
0.0113 0.0028 0.0014 0.0021 0.0007 0.0177 0.0007 0.0141
0,7 0,6 Absorbansi
Konsentrasi standar (μM)
y = 0.0756x + 0.0214 R² = 0.9947
0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0
5 [TMP] (μM)
10
Konsentrasi standar (μM) 0 1 2 3 4 5 6 8
Absorbansi (A) 1 2 0.064 0.080 0.125 0.121 0.268 0.266 0.388 0.391 0.451 0.452 0.596 0.571 0.641 0.640 0.776 0.756
Absorbansi (A)
Kurva standar H-8 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0
y = 0.0919x + 0.0785 R² = 0.9813
0
2
4
6
8
10
[TMP] (μM)
Kurva standar H-16
0 1 2 3 4 5 6 8
Absorbansi (A) 1 2 0.061 0.082 0.196 0.191 0.341 0.320 0.416 0.413 0.479 0.485 0.554 0.550 0.657 0.679 0.841 0.815
Rerata (A)
Stdev
1
0.072 0.194 0.331 0.415 0.482 0.552 0.668 0.828
0.0148 0.0035 0.0148 0.0021 0.0042 0.0028 0.0156 0.0184
0,8
Absorbansi (A)
Konsentrasi standar (μM)
y = 0.0919x + 0.1092 R² = 0.9897
0,6 0,4 0,2 0 0
5 [TMP] (μM)
10
22
Lampiran 5 Lanjutan Perhitungan konsentrasi lipid peroksida serum H-0 Jumlah tikus
Absorbansi (A)
Normal
5
0.2702 ± 0.1999
Parasetamol 640 mg/kg BB
5
0.1842 ± 0.1220
Curliv plus 200 mg/kg BB + parasetamol
5
0.1846 ± 0.0468
Fraksi jabon merah 100 mg/kg BB + parasetamol
5
0.1280 ± 0.0722
Fraksi jabon merah 200 mg/kg BB + parasetamol
5
0.1406 ± 0.0704
Fraksi jabon merah 400 mg/kg BB + parasetamol
5
0.1114 ± 0.0132
Kelompok
[] (μM) 3.2910 ± 2.6447 2.1534 ± 1.6138 2.1587 ± 0.6193 1.4101 ± 0.9550 1.5767 ± 0.9313 1.1905 ± 0.1751
[] (nmol/ mL) 10.9700 ± 8.8156 7.1781 ± 5.3792 7.1958 ± 2.0645 4.7002 ± 3.1833 5.2557 ± 3.1043 3.9683 ± 0.5838
Perhitungan konsentrasi lipid peroksida serum H-8 Jumlah tikus
Absorbansi (A)
Normal
5
0.2848 ± 0.0875
Parasetamol 640 mg/kg BB
5
0.3620 ± 0.1830
Curliv plus 200 mg/kg BB + parasetamol
5
0.0955 ± 0.0078
Fraksi jabon merah 100 mg/kg BB + parasetamol
5
0.2138 ± 0.0412
Fraksi jabon merah 200 mg/kg BB + parasetamol
5
0.2058 ± 0.0308
Fraksi jabon merah 400 mg/kg BB + parasetamol
5
0.2070 ± 0.0333
Kelompok
[] (μM) 2.2448 ± 0.9521 3.0849 ± 1.9912 0.1850 ± 0.1098 1.4723 ± 0.4480 1.3852 ± 0.3352 1.3983 ± 0.3624
[] (nmol/ mL) 7.4828 ± 3.1736 10.2829 ± 6.6374 0.6166 ± 0.3660 4.9075 ± 1.4934 4.6173 ± 1.1172 4.6609 ± 1.2079
23
Lampiran 5 Lanjutan Perhitungan konsentrasi lipid peroksida serum H-16 Jumlah tikus
Absorbansi (A)
Normal
5
0.3876 ± 0.0590
Parasetamol 640 mg/kg BB
5
0.3914 ± 0.0491
Curliv plus 200 mg/kg BB + parasetamol
5
0.3048 ± 0.0747
Fraksi jabon merah 100 mg/kg BB + parasetamol
5
0.2912 ± 0.0212
Fraksi jabon merah 200 mg/kg BB + parasetamol
5
0.2980 ± 0.0526
Fraksi jabon merah 400 mg/kg BB + parasetamol
5
0.3076 ± 0.0211
Kelompok
[] (μM) 3.0294 ± 0.6416 3.0707 ± 0.5346 2.1284 ± 0.8132 1.9804 ± 0.2308 2.0544 ± 0.5723 2.1589 ± 0.2300
[] (nmol/m L) 10.0979 ± 2.1387 10.2358 ± 1.7820 7.0947 ± 2.7106 6.6014 ± 0.7692 6.8480 ± 1.9076 7.1962 ± 0.7667
Keterangan : (H-0, H-8, H-16) = hari pengambilan serum darah tikus Contoh perhitungan konsentrasi lipid peroksida serum Persamaan garis pada kurva standar: y = 0.0756x + 0.0214, r2 = 0.9947 Misal absorbansi rata-rata sampel 0.2702, maka 0.2702 = 0.0756x + 0.0214 x = 3.2910 µM Konsentrasi lipid peroksida serum dalam nmol/mL: x
= Volume serum =
3.2910 μM 0.3 mL
= 10.9700 nmol/mL Contoh perhitungan persentase kenaikan atau penurunan MDA Misal persentase penurunan MDA curliv plus dari parasetamol pada hari ke-16 rataan [MDA]parasetamol−rataan [MDA]curliv plus = 𝑥 100 % [MDA]parasetamol rataan 10.2358 nmol/mL - 7.0947 nmol/mL
= 10.2358 nmol/mL = 30.69 %
𝑥 100 %
24
Lampiran 6 Data konsentrasi aminotransferase Data konsentasi enzim ALT Kelompok Parasetamol 640 mg/kg BB Rata-rata Fraksi jabon merah 100 mg/kg BB + parasetamol Rata-rata Fraksi jabon merah 400 mg/kg BB + parasetamol Rata-rata
Tikus nomor 1 2 3
[ALT] H-0 (U/L) 59.33 61.95 46.24 55.84 ± 8.42
1 2
59.33 85.51
3
44.50 63.11 ± 20.77
1 2
61.08 61.95
3
42.75 55.26 ± 10.84
[ALT] H-8 (U/L) 259.13 115.17 115.17 163.16 ± 83.12 85,50 132,62
[ALT] H-16 (U/L) 202.40 251.30 228.60 227.43 ± 24.47 244,30 287,93
85,50
153,56
101,21 ± 26.72 165,78 92,48
228,6 ± 68.55 151,82 183,23
164,03
104,70
140,76 ± 41.82
146,58 ± 39.53
Keterangan : (H-0, H-8, H-16) = hari pengambilan serum darah tikus
Data konsentrasi enzim AST Kelompok
Parasetamol 640 mg/kg BB Rata-rata Fraksi jabon merah 100 mg/kg BB + parasetamol
Tikus nomor 1 2 3
[AST] H-0 (U/L) 145.71 158.79 138.73 147.74 ± 10.19
1 2
122.15 156.18
3
[AST] H-16 (U/L) 303.63 418.80 319.34 347.26 ± 62.45 417.06 387.39
184.97
120.41
120.41
Rata-rata Fraksi jabon merah 400 mg/kg BB + parasetamol Rata-rata
[AST] H-8 (U/L) 275.71 237.32 165.78 226.27 ± 55.79 169.27 410.08
132.91 ± 20.17 1 2
115.17 109.94
3 152.69 125.93 ± 23.32
254.77 ± 134.73 157.05 242.56
308.28 ± 163.38 191.95 132.62
129.13
160.54
176.25 ± 59.10
161.7 ± 29.68
Keterangan : (H-0, H-8, H-16) = hari pengambilan serum darah tikus
25
Lampiran 7 Hasil fitokimia simplisia dan fraksi flavonoid daun jabon merah Senyawa fitokimia
Flavonoid
Simpli sia daun jabon merah + + +
Hasil Fraksi flavonoid jabon merah
Pemban ding uji fitokimi a
+++ +++ +++
++ ++ ++ (Sirih merah)
Tanin
+++ +++ +++
+++ +++ +++
+++ +++ +++ (teh)
Saponin
-
++ ++ ++
+++ +++ +++ (biji lerak)
Alkaloid
-
-
+++ +++ +++ (Tapak dara)
Steroid
+ + +
-
+++ +++ +++ (Som jawa)
Triterpenoid
-
-
+++ +++ +++ (Kunyit)
Simplisia daun jabon merah
Gambar Fraksi flavonoid jabon merah
Pembandin g uji fitokimia
Keterangan: (-) Tidak terdeteksi senyawa fitokimia; (+) Terdeteksi sedikit senyawa fitokimia; (++) Terdeteksi banyak senyawa fitokimia; (+++) Terdeteksi sangat banyak senyawa fitokimia
26
Lampiran 8 Analisis statistika Bobot badan uji toksisitas akut 1. Dosis 2000 mg/kg BB Paired Samples Correlations N Pair 1 Pair 2 Pair 3
Correlation
Awal & H-0 H-0 & H+14 Awal & H+14
5 5 5
Sig. ,544 ,970 ,515
,344 ,006 ,375
Paired Samples Test Paired Differences Mean
Pair 1 Pair 2 Pair 3
Awal H-0 H-0 H+14 Awal H+14
Std. Std. Error Deviation Mean
57,000 24,000 81,000
t
df
Sig. (2tailed)
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper -49,921
5,701
2,550
-64,079
2,236
1,000
-26,776
5,292
2,366
-87,570
22,357 -21,224 24,000 -74,430 34,229
4
,000
4
,000
4
,000
2. Dosis 5000 mg/kg BB Paired Samples Correlations N Pair 1 Pair 2 Pair 3
Correlation
Awal & H-0 H-0 & H+14 Awal & H+14
3 3 3
Sig. ,955 ,815 ,607
,192 ,393 ,585
Paired Samples Test Paired Differences Mean
Pair 1 Pair 2 Pair 3
Awal H-0 H-0 H+14 Awal H+14
57,667 21,667 79,333
Std. Std. Error Deviation Mean
t
df
Sig. (2tailed)
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper -43,541
5,686
3,283
-71,792
6,429
3,712
-37,637
11,846
6,839
-108,761
17,565
2
,003
-5,696 -5,837
2
,028
11,599
2
,007
-49,906
27
Lampiran 8 Lanjutan Lipid peroksida serum MDA H-0 Duncan Kelompok
N 1
JM400 5 JM100 5 JM200 5 Parasetamol 5 Curliv plus 5 Normal 5 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
Subset for alpha = 0.05 2 3.968260 4.700160 5.255740 7.178120 7.195760 .339
4.700160 5.255740 7.178120 7.195760 10.970040 .067
MDA H-8 Duncan Kelompok
N
1 Curliv plus 5 .246640 JM200 5 JM400 5 JM100 5 Normal 5 Parasetamol 5 Sig. 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
Subset for alpha = 0.05 2 4.617320 4.660880 4.907500 7.482780 .199
3
7.482780 10.282920 .172
MDA16 Duncan Kelompok
N 1
JM100 5 JM200 5 Curliv plus 5 JM400 5 Normal 5 Parasetamol 5 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
Subset for alpha = 0.05 2 6.601380 6.848020 7.094680 7.196240
.643
10.097940 10.235740 .906
Normal Duncan MDA_ke MDA8 MDA16 MDA0 Sig.
N
Subset for alpha = 0.05 1 5 5 5
7.4828 10.0979 10.9700 .363
28
Lampiran 8 Lanjutan Parasetamol Duncan MDA_ke
N
Subset for alpha = 0.05 1
MDA0 5 MDA16 5 MDA8 5 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
7.1781 10.2357 10.2829 .372
Curliv_Plus Duncan MDA_ke
N
Subset for alpha = 0.05 1
2
MDA8 5 MDA16 5 MDA0 5 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
.2466 7.0947 7.1958 .937
1.000
JM100 Duncan MDA_ke
N
MDA0 MDA8 MDA16 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
5 5 5
Subset for alpha = 0.05 1 4.7002 4.9075 6.6014 .193
JM200 Duncan MDA_ke
N
Subset for alpha = 0.05 1
MDA8 5 MDA0 5 MDA16 5 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.
4.6173 5.2557 6.8480 .153
JM400 Duncan MDA_ke
N
Subset for alpha = 0.05 1
MDA0 MDA8 MDA16 Sig.
5 5 5
2 3.9683 4.6609 .243
7.1962 1.000
29
Lampiran 8 Lanjutan Aktivitas enzim ALT dan AST ANOVA Sum of df Squares 114.913 1239.181 1354.094 3290.711 18742.328 22033.039 13264.263 13719.802 26984.064 744.521 2108.719 2853.240 9481.211 49514.893 58996.104 57435.374 62949.747 120385.121
Between Groups Within Groups Total Between Groups ALT8 Within Groups Total Between Groups ALT16 Within Groups Total Between Groups AST0 Within Groups Total Between Groups AST8 Within Groups Total Between Groups AST16 Within Groups Total ALT0
Mean Square 2 6 8 2 6 8 2 6 8 2 6 8 2 6 8 2 6 8
F
Sig.
57.456 206.530
.278
.766
1645.355 3123.721
.527
.616
6632.131 2286.634
2.900
.131
372.260 351.453
1.059
.404
4740.606 8252.482
.574
.591
28717.687 10491.624
2.737
.143
parasetamol Duncan Kelompok
N
Subset for alpha = 0.05 1 2 55.8400 147.7437 163.1567 226.2700 227.4333
ALT0 3 AST0 3 ALT8 3 AST8 3 ALT16 3 AST16 3 Sig. 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
.092
3
347.2567 1.000
JM100 Duncan Kelompok
N
Subset for alpha = 0.05 1 2 63.1133 116.3333 116.3333 132.9110 132.9110 228.5967 228.5967 254.7733
ALT0 3 ALT8 3 AST0 3 ALT16 3 AST8 3 AST16 3 Sig. .064 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
.114
3
132.9110 228.5967 254.7733 308.2867 .051
30
Lampiran 8 Lanjutan JM400 Duncan Kelompok
N
Subset for alpha = 0.05 1
ALT0 3 AST0 3 ALT8 3 ALT16 3 AST16 3 AST8 3 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
2 55.2600
1.000
125.9310 140.7633 146.5833 161.7033 176.2467 .157
31
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 18 April 1994 di Cianjur dari pasangan Bapak H. Anang Suryana (Alm) dan Ibu Elis Saidah. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Sukaresmi pada tahun 2012 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dengan beasiswa Bidik Misi. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa mayor Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama aktif sebagai mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota UKM Merpati Putih (2012-2013), Koordinator Angkatan 49 di Organisasi Mahasiswa Daerah Cianjur (OMDA-Cianjur) (2012-2013), Bendahara Umum kelas Q.09 TPB IPB (20122013), Anggota Departemen Lingkungan Hidup dan Masyarakat BEM FMIPA (2013-2014), dan Sekretaris Departemen Lingkungan Hidup BEM FMIPA (20142015). Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan oleh BEM FMIPA maupun BEM-KM IPB. Penulis juga pernah menjadi pengajar Kimia di MITRA TPB (2014) serta asisten mata kuliah Integrasi dan Regulasi Metabolisme (2016) di Departemen Biokimia IPB. Penulis melaksanakan kegiatan praktik lapang di Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar pada tahun 2015 dengan judul Analisis Pengaruh Penambahan Kunyit Sebagai Bahan Perekat Nabati Terhadap Pertumbuhan Trichoderma viride. Penulis juga aktif mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) yang merupakan salah satu program dari Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M). Prestasi yang diraih penulis adalah PKM Kewirausahaan didanai DIKTI (2013) dengan judul Moshi-Moshi Mushroom: Inovasi Jamur Tiram sebagai Bahan Utama Pembuatan Puding yang Lebih Ekonomis serta Kaya Serat dan Nutrisi. Selanjutnya pada tahun 2015, PKM Penelitian didanai DIKTI dengan judul Pembuatan Cat Anti Mikroba dari Minyak Nabati dengan Penambahan Nanopartikel Perak.