[DEDY GUNAWAN]
PENINGKATAN PRODUKSI PERIKANAN DI CILACAP MELALUI PEMBENTUKAN BADAN USAHA PERIKANAN Indonesia Rutin Impor Ikan Asin, dari Jepang Hingga Inggris. Ini adalah salah satu judul artikel dalam www.detik.com. Tema tersebut ditayangkan 2 hari beturut-turut (23-24 September 2014). Sangat mengenaskan
dan memalukan memang membaca artikel tersebut.
Apalagi Indonesia sebagai Negara kepulauan dengan 60% lebih luasan berupa laut. Menurut cerita, nenek moyang kita adalah Pelaut yang saat ini mempunyai 16,4 juta nelayan. Bandingkan dengan negara pemasok ikan asin tersebut yaitu Jepang, Singapore, Hongkong dan Inggris yang luasannya
sangat
kecil
dan
lautannya
sedikit.
Artikel
tersebut
menyebutkan: Importasi ikan asin tertinggi terjadi di tahun 2009 lalu dengan nilai impor mencapai US$ 515.752 dan berat 119.380 kg. Setelah itu tercatat impor ikan asin terus mengalami penurunan. Di tahun 2010 impor ikan asin mencapai US$ 138.169 dengan berat 34.531 kg. Lalu berturut-turut tahun 2011 US$ 29.262 dengan berat 5.490 kg, 2012 US$ 29.477 dengan berat 6.715 kg, 2013 US$ 2.372 dengan berat 111 kg. Periode tahun 2014 dari bulan Januari hingga Juli importasi ikan asin sudah mencapai US$ 53.229 dengan berat 1.242 kg.
Kamar Dagang Indonesia (Kadin) menjelaskan bahwa kemungkinan terdapat 2 (dua) alasan utama importasi ikan asin yaitu (i) produksi ikan asin dalam negeri berkurang sementara konsumsi ikan asin meningkat dan (ii) segmentasi ikan asin jenis tertentu yang tidak dapat diproduksi di Indonesia. Ketua Umum Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (APIKI) mengatakan: Tak bisa dipungkiri produksi ikan asin di dalam negeri masih berkutat soal kualitas. Menurutnya sudah jadi rahasia umum, saat ini produk ikan asin lokal belum bisa terjamin dalam hal standar mutu dan kaidah
[DEDY GUNAWAN]
kesehatan. Kita harus siapkan pengusaha ikan asin kita siap, menghadapi MEA, harus dibina dengan baik, masalah kualitasnya sudah menjadi rahasia umum, ada yang pakai pengawet dan cairan serangga untuk mengusir lalat. Ini harus serius dibina, Ia mengatakan 3 tahun lalu sempat marak penggunaan pengawet berbahaya untuk ikan asin di sentra-sentra perikanan di Indonesia. Meskipun kini sudah ada pembinaan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan termasuk BPOM. Kini sentra pembuatan ikan asin diawasi oleh kedua lembaga tersebut. Tapi karena sentra produksi ikan asin banyak, siapa yang bisa jamin sepenuhnya bisa diawasi
Sementara Wamen Kementerian Perdagangan menyatakan penyebab impor adalah karena ada salah satu jenis ikan asin yang tidak dapat diproduksi di Indonesia yaitu Ikan asin jenis Cod yang berasal dari Genus Gadus, famili Gadidae yang banyak hidup di Samudra Atlantik. Namun demikian, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjelaskan bahwa tidak pernah mengeluarkan izin impor ikan asin.
Apapun perdebatan tersebut, seharusnya impor ikan asin tidak boleh terjadi. Indonesia tidak pernah akan menjadi Negara mandiri dan berdaulat dalam hal ekonomi kalau devisa negara habis untuk mengimpor bahan-bahan dasar kebutuhan rakyat, apalagi ikan asin yang notabene tidak perlu teknologi pengolahan yang tinggi dan merupakan makanan merakyat. Selain itu, meurut Sekjen Kementerian KKP (Syarif, 2013), lautan Indonesia kaya akan berbagai jenis ikan laut dan merupakan wilayah Marine Mega-Biodiversity terbesar di dunia, memiliki 8.500 species ikan, 555 species rumput laut dan 950 species biota terumbu karang. Potensi lestari sumberdaya perikanan tangkap laut Indonesia adalah sekitar 6,5 juta ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan mencapai 5,71 juta ton pada tahun 2011 (77,38%) . Sementara produksi perikanan budidaya mengalami peningkatan cukup pesat, yaitu dari 47,3 juta ton
[DEDY GUNAWAN]
menjadi 62,7 juta ton. Potensi perikanan budidaya payau (tambak) mencapai 2,96 juta hektar dan baru dimanfaatkan seluas 682.857 hektar (23,04%) serta potensi budidaya laut yang mencapai luasan 12,55 juta hektar dengan tingkat pemanfaatan yang relatif masih rendah, yaitu sekitar 117.649 hektar atau 0,94 persen. Jadi tidak ada alasan apapun untuk mengimpor ikan asin, meskipun ikan asin tersebut tidak ada di Lautan Indoneisa, namun kita dapat melakukan diversifikasi dari spesies yang sejenis atau setara mutu/kandungan gizinya.
Bagi Kabupaten Cilacap, ini dapat dijadikan suatu cambuk dan peluang bagi peningkatan produksi dan diversifikasi usaha perikanan dengan pengelolaan/manajemen yang lebih profesional, produk yang aman dan memenuhi kaidah kesehatan. Seperti di sebutkan oleh APIKI, lemahnya kontrol atas kualitas produk dan penggunaan bahan/zat kimia yang berbahaya merupakan salah satu penyebab produk ikan asin kalah bersaing
di
pasar
internasional.
Keterbatasan
BPOM
melakukan
pengawasan juga menjadi konstribusi.
Berdasar www.kadincilacap.or.id ,Kabupaten Cilacap mempunyai potensi perikanan darat terdiri dari perikanan tambak sekitar 819,70 Ha, perikanan kolam seluas 573,96, perairan umum seluas 598,6 Ha dan mina padi seluas 60,72 Ha, dengan tingkat pemanfaat yang masih belum optimal (30-40 persen, th 2002). Sedangkan untuk potensi perairan laut Kabupaten Cilacap yang meliputi wilayah teritorial dan Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), oleh karena itu potensi perikanan laut di Kabupaten Cilacap cukup besar mencapai 865.100 ton yang dibedakan berdasarkan jenisnya meliputi:
Ikan Pelagis yang meliputi ikan layaran, kakap, layur, tuna, meka, tongkol, tengiri dan lain-lain sebesar 275.600 ton.
Ikan Pelagis Kecil meliputi teri, tiga waja, jabrik, gerok, gogokan dan dawah mencapai 428.700 ton
[DEDY GUNAWAN]
Ikan Demarsal untuk ikan jenis ini meliputi ikan cucut, pari, bawal, tuna, bokor mencapai 134.100 ton.
Udang, meliputi ada bermacam-macam udang yang terdapat di perairan Cilacap antara lain, udang dogol, jerbung, krosok, lobster, rebon, dan tiger mencapai 12.500 ton.
Cumi-cumi mencapai 3.200 ton
Produksi ikan asin diperkirakan sekitar 855 ton
Potensi yang cukup besar tesebut perlu dikelola dengan sebaik-baiknya dan memberikan manfaat bagi nelayan dan masyarakat Cilacap pada umumnya. Saat ini pengelolahan potensi perikanan dilakukan oleh nelayan tradisional dan pengolahan dilakukan oleh beberapa perusahaan swasta
(pengalengan/pembekuan)
dan
produksi
ikan
asin
masih
bersifat/berskala industri rumah tangga dengan sistem tradisional. Dalam
suatu
proses
manajemen produksi dan rantai pasok,seperti
telihat
gambar
samping
di
pada ini,
optimalisasi industri perikanan tergantung kepada (i) sumber ikan, (ii) teknologi, (iii) proses, (iv) pasar dan konsumsi dan (v) kelembagaan.
Peran
kelembagaan sangat penting sebagai leverage untuk faktor lain. Saat ini kelembagaan yang ada hanya institusi Pemerintah (Dinas Kelautan dan Perikanan) yang sifatnya masih birokratif, sebagai regulator dan tidak business oriented.
Pemkab Cilacap perlu memikirkan adanya suatu
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang mempunyai peran bagi pengembangan 4 (empat) faktor lainnya agar pengelolaan hasil ikan bisa business oriented dan dapat meningkatkan PAD dan pendapatan nelayan (sebagai penyeimbang harga). Disamping itu BUMD ini lebih fleksible
[DEDY GUNAWAN]
untuk melakukan inovasi/teknologi pengolahan dan inovasi pasar, mengumpulkan
hasil
olahan
nelayan/masyarakat,
bersama
POM
mengontrol proses/kualitas produksi, melakukan penetrasi pasar dan upaya-upaya lain secara komersial. Setiap usaha perikanan yang ada di Cilacap, harus berkerja sama dengan BUMD tersebut,. Pemkab dapat melakukan evaluasi dan review ulang perijinan usaha swasta yang sudah beroperasi dan harus melakukan kerjasama dengan BUMD. BUMD
bidang
perikanan
ini
nantinya
akan
menjadi
katalisator
pengembangan perikanan laut, payau dan tawar. Dapat membentuk suatu bisnis unit yang dikelola secara professional dengan inovasi teknologi dan penetrasi pasar. BUMD mempunyai kewenangan untuk melakukan penangkapan, budidaya, pegolahan dan pemasaran. Untuk penangkapan, BUMD
harus
difasilitasi
dengan
kapal
penangkap
ikan
yang
modern/canggih.Untuk pengolahan harus mempunyai cold storage dan pemasaran dapat bekerjasama dengan setiap toko/supermarket yang ada di Cilacap dan sekitarnya. Pemkab harus membuat Perda yang mewajibkan setiap toko (seperti Indomart/Alfamart/Giant) menjual produk olahan
tersebut.
Untuk
budidaya
dapat
bekerja
sama
dengan
masyarakat/nelayan yang mempunyai lahan dengan sistem sebagai penyertaan modal atau bagi hasil. Saat ini memang sudah ada BUMN PT Perinus (www.perinus.co.id) yang mengelola bisnis perikanan namun untuk skala nasional. Negara Indonesia merupakannegara maritime, namun hanya satu BUMN/BUMD yang serius menanganai hasil lautnya.
Pada skala internasional
perusahaan Negara pengelola bisnis perikanan yang terbesar adalah China National Fisheries Corp (www.cnfc.com.cn) yang mempunyai cabang di seluruh benua. CNFC juga melakukan import ikan segar kemudian diolah untuk di ekspor lagi. Jangan-jangan Indonesia impor olahan produk perikanan, sebenarnya bahan baku ikan berasal dari Indonesia. BUMD ini harus dapat memotong rantai tersebut. BUMD
[DEDY GUNAWAN]
nantinya mampu membeli dari nelayan Cilacap dan sekitarnya kemudain diolah dan di pasarkan kembali ke sekitar wialyah Cilacap serta nasional dan export. Intinya bahwa dengan adanya BUMD ini, terdapat nilai tambah (added value) dari industri pengolahan ikan. Penetrasi
pasar
nasional/internasional
dapat
dilakukan
dengan
bekerjasama melalui Perinus atau langsung dengan perusahaan asing yang besar seperti CNFC. Namun, tentunya standard an kualitas hasil olahan harus memenuhi standar internasional. Untuk modal pembentukan, Pemerintah Kab Cilacap dapat menerapkan metoda Equity-Crowdfunding, dimana modal pendirian perusahaan dapat berasal dari seluruh lapisan masyarakat terutama nelayan dan swasta (pemilik toko, badan usaha perikanan, perusahaan pembekuan es, perusahaan kapal dsb) dengan maksimal komposisi 45% dan Pemkab dapat memberikan penyertaan 55%. Dengan demikian BUMD ini bukan hanya milik Pemerintah Kabupaten namun milik Masyarakat Cilacap.Rasa kepemilikan ini dapat meningkatkan rasa kepedulian masyarakat terhadap pengelolaan perikanan, pemanfaatan produk perikanan dan dapat menjamian keberlanjutan BUMD tersebut. Diharapkan upaya ini dapat mendukung visi misi Trisakti Presiden terpilih yaitu Kedaulatan Pangan menuju Kemandirian Ekonomi Daftar Pustaka Knut Bjørn Lindkvist, 2009. Innovations and market responses in the Norwegian salted fish industry Kiki Mega Sari. 2011. Analisa Usaha Pengolahan Ikan Asin Di Kabupaten Cilacap OECD.2012. The Role of China in World Fisheries
[DEDY GUNAWAN]
Dedy Gunawan, lahir di Kawunganten Cilacap, tinggal dan bekerja sebagai PNS di Jakarta Dedy mempunyai keahlian dan minat pada bidang kebijakan, strategi, pengembangan wilayah dan prasarana publik (jalan), pembiayaan dan peran swasta dalam infrastruktur publik, lingkungan,
keselamatan
jalan,
pengembangan jalan daerah. Alamat email :
[email protected];
[email protected]
ekonomi/keuangan
dan