KAJIAN INTERAKSI LINGKUNGAN USAHA PERIKANAN UNTUK MENYUSUN MODEL PEMBERDAYAAN USAHA PERIKANAN TANGKAP DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
MULYONO PARTOSUWIRJO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kajian Interaksi Lingkungan Usaha Perikanan untuk Menyusun Model Pemberdayaan Usaha Perikanan Tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi.
Bogor, Mei 2010
(Mulyono Partosuwirjo)
ABSTRACT
MULYONO PARTOSUWIRJO. Study on Fishery Business Environment Interaction for Designing Capture Fishery Business Empowerment Model in Yogyakarta Special Region. Under Supervision of JOHN HALUAN, MULYONO SUMITRO BASKORO and SOEPANTO SOEMOKARYO. The purpose of this research is to design an appropriate interaction model of business-related empowerment through the development of capture fisheries analysis of internal environmental factors influence the fishing industry on the environment, the influence of environmental factors external to the fisheries industry environment, the influence of environmental factors on the environment industry fishing industry, fishing industry on the scope of influence strategies business, performance fishing industry, fisheries development goals, the influence of business strategy on the performance of the fishing industry, fishing industry and the influence of performance against objectives of fisheries development in Yogyakarta Spesial Region. Scope of the analysis is the identification of financial data capture fishery, and comprehensive analysis of the theories relating to the fishery business, and determining the level of influence of factors or components that interact in the development and empowerment of fishing effort. Processing the data in this study using the analysis done by developing a financial analysis and SEM. Construct a significant interaction as follows; 1) Internal environment on fishery business scope, and business performance fishing, 2) External environment on fishery business scope, industrial environment and destination fisheries development goals, 3) Business scope fisheries influence the policy center / area, and the fisheries development goals, 4) Industrial environment on HR strategy competence, business performance fishing and the fisheries development goals, 5) Policy center / area, on the business performance of fisheries, and the fisheries development goals, 6) Competence HR strategy on business performance fishing, 7) Policy center / area of the fisheries development goals. h). Business performance fishing towards Fisheries development goals in special region. Results and discussion of research,the dimensions of construct indicators which means that if the dimensions of construct indicators of the endogenous constructs of exogenous modified course will be changed and can be measured / observed in the dimensions of construct indicators endogenous. Fishing effort in empowering the necessary stages of priority; First priority, management aspects, social aspects and human aspects of an entry barrier, and sustained. Second priority, technological aspects, administrative aspects, economic aspects, aspects of competition, the aspect of infrastructure and aspects of the payback period. Third priority, human resource aspects of supply aspects, political aspects, the orientation of technological aspects of marketing, financial aspects, aspects of return of investment (ROI)), the aspect of growth, equityaspects. Recommended of the three priorities above can be successful if applied in its implementation through the establishment of the UBPT. Keywords: Empowerment of business, human resources (HR), entry barrier, return of investment (ROI), the special region of Yogyakarta (DIY) dan integrated fisheries business unit (UBPT).
RINGKASAN
MULYONO PARTOSUWIRJO. Kajian Interaksi Lingkungan Usaha Perikanan untuk Menyusun Model Pemberdayaan Usaha Perikanan Tangkap di DIY. Dibimbing oleh JOHN HALUAN. MULYONO SUMITRO BASKORO. SOEPANTO SOEMOKARYO. Pemberdayaan usaha perikanan tangkap dengan model pengembangan usaha perikanan yang bertujuan memposisikan nelayan sama kuat dengan kelompok hilir, sehingga nilai tambah yang diperoleh dapat didistribusikan secara proporsional, yang akhirnya nelayan dapat meningkat status sosialnya, ekonomi dan sebagainya. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai nilai produksi perairan mencapai sebesar 905,3 ribu ton/tahun, dikelola oleh perikanan rakyat dengan armada penangkapan skala kecil. Tujuan penelitian ini adalah merancang model interaksi yang tepat terkait pemberdayaan usaha perikanan tangkap melalui pengembangan analisis pengaruh faktor lingkungan internal terhadap lingkungan industri perikanan, pengaruh faktor lingkungan eksternal terhadap lingkungan industri perikanan, pengaruh faktor lingkungan industri terhadap lingkungan industri perikanan, pengaruh lingkup industri perikanan terhadap strategi usaha, kinerja industri perikanan, tujuan pembangunan perikanan, pengaruh strategi usaha terhadap kinerja industri perikanan, dan pengaruh kinerja industri perikanan terhadap tujuan pembangunan perikanan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Lingkup analisis penelitian adalah identifikasi data keuangan usaha perikanan tangkap, dan analisis komprehensif terhadap teori-teori yang berkaitan dengan usaha perikanan tangkap, dan penentuan tingkat pengaruh faktor atau komponen yang berinteraksi dalam upaya pengembangan dan pemberdayaan usaha perikanan tangkap. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian dilakukan mulai bulan Januari tahun 2005 sampai dengan bulan Juni tahun 2007. Ukuran sampel data untuk analisis keuangan sekitar 25 sampel dan untuk Structural Equation Modeling (SEM) berkisar antara 100 – 200 sampel. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengembangkan analisis menggunakan analisis keuangan dan SEM. Kesimpulan interaksi konstruk positif yang significant sebagai berikut; (1) Lingkungan internal (LINT) terhadap lingkup usaha perikanan (LUP), Kinerja Usaha Perikanan (KUP). (2) Lingkungan eksternal (LEXT) terhadap lingkup usaha perikanan (LUP), Lingkungan industri (LIND) dan tujuan pembangunan perikanan (TPP). (3) Lingkup usaha perikanan (LUP) berpengaruh terhadap kebijakan pusat/Daerah (KP/D), dan tujuan pembangunan perikanan (TPP). (4) Lingkungan industri (LIND) terhadap kompetensi strategi SDM (KSTG), kinerja usaha perikanan (KUP) dan tujuan pembangunan perikanan (TPP). (5) Kebijakan pusat/daerah (KP/D), terhadap kinerja usaha perikanan (KUP), dan tujuan pembangunan perikanan (TPP). (6) Kompetensi strategi SDM (KSTG) terhadap kinerja usaha perikanan (KUP). (7) Kebijakan pusat/daerah (KP/D) terhadap tujuan pembangunan perikanan (TPP).
(8) Kinerja usaha perikanan (KUP) terhadap tujuan pembangunan perikanan (TPP) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil dan pembahasan penelitian, dimensi konstruk indikator eksogen (bebas) yang berpengaruh positif dan signifikan dan dimensi konstruk endogen adalah variabel tidak bebas/tergantung yang artinya apabila dimensi konstruk indikator exogen diubah tentu konstruk endogen akan berubah dan dapat di ukur/diamati pada dimensi konstruk indikator endogen. Dalam memberdayakan usaha perikanan tangkap diperlukan tahapan prioritas; Prioritas pertama, aspek manajemen, aspek sosial aspek entry barier dan SDM (exogen), dan sustainable (endogen). Prioritas kedua, aspek teknologi, aspek administrasi, aspek ekonomi, aspek pesaing, aspek prasarana (exogen) dan aspek payback period (endogen). Prioritas ketiga, aspek sumberdaya manusia aspek supply, aspek politik, aspek teknologi yang orientasi aspek pemasaran, aspek keuangan, aspek ROI, aspek growth, aspek equity. Direkomendasikan dari ketiga prioritas di atas dapat diaplikasikan akan berhasil apabila dalam pelaksanaannya melalui pembentukan lembaga unit bisnis perikanan terpadu (UBPT). Kata kunci: Pemberdayaan usaha, exogen , endogen, sumber daya manusia (SDM), entry barier dan return of investment (ROI), Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2010. Hak cipta dilindungi Undang-undang. (1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: 1) Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitihan, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan , penulisan kritik atau tinjauan masalah. 2) Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor. (2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.
KAJIAN INTERAKSI LINGKUNGAN USAHA PERIKANAN UNTUK MENYUSUN MODEL PEMBERDAYAAN USAHA PERIKANAN TANGKAP DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
MULYONO PARTOSUWIRJO
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
i
Penguji Luar Komisi Pembimbing : Penguji Ujian Tetutup (17 April 2010) 1.
Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, MSc
2.
Dr. Ir. Sugeng Hariwisudo, M.Si
Penguji Ujian Terbuka (27 May 2010)
ii
1.
Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja (Staf Pengajar Dept. PSP FPIK IPB)
2.
Dr. Ir. R. Akhmad Budiono, MM (Kepala Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan)
Judul Disertasi
: Kajian Interaksi Lingkungan Usaha Perikanan Untuk Menyusun Model Pemberdayaan Usaha Perikanan Tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta
Nama Mahasiswa
:
Mulyono Partosuwirjo
Nomor Pokok
:
C. 561020064
Program Studi
:
Teknologi Kelautan
Disetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. John Haluan, MSc Ketua
Prof.Dr.Ir. Mulyono S. Baskoro, MSc Anggota
Prof. Dr. Ir. Soepanto Soemokaryo, MBA Anggota
Diketahui, Program Studi Teknologi Kelautan Ketua
Dekan Sekolah Pascasarjana, IPB
Prof. Dr. Ir. John Haluan, MSc
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 27 Mei 2010
Tanggal Lulus :
iii
iv
PRAKATA
Hanya dengan perkenan ALLAH SWT, penulis dapat menyelesaikan disertasi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa penyelesaian disertasi ini melalui perjalanan panjang penuh kendala dan rintangan, hanya dengan petunjuk –NYA semua kendala dan rintangan tersebut terasa ringan dan menyejukan, Alhamdulillah, disertasi ini akhirnya dapat selesai juga. Disertasi ini dibuat dilandasi serta didasari oleh keinginan penulis untuk mengembangkan usaha perikanan di Indonesia, khususnya pemberdayaan usaha perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta yang perlu dioptimalkan oleh Pemerintah dan masyarakat, karena potensi yang dimiliki masih ada peluang besar untuk dimanfaatkan. Setelah ekonomi Indonesia mengalami krisis yang berlarut-larut dan berkepanjangan, sebagai aparat pemerintah dan masyarakat baru sadar, bahwa krisis ini terjadi karena kita mengabaikan basis pertumbuhan usaha yaitu sektor riil khususnya di bidang perikanan dan kelautan. Kini ketika dikembangkan paradigma baru sistem kelompok usaha bersama (KUB) lebih luas lagi unit bisnis perikanan terpadu (UBPT) dalam pembangunan perikanan nasional Indonesia khususnya DIY maka perlu didukung model pemberdayaan usaha perikanan tangkap dalam sistem tersebut. Model pemberdayaan usaha perikanan tangkap dalam sistem tersebut di atas perlu dirumuskan dan dikembangkan agar kelanjutan dan peningkatan keberhasilan program pemberdayaan tidak terputus. Walaupun hanya aspek pemberdayaan usaha perikanan tangkap yang dapat dikaji, namun penulis berusaha semaksimal mungkin untuk menyajikan dan menuliskannya sekomprehensif mungkin. Hal ini hanya mungkin dilakukan melalui rangkaian pengamatan langsung di lapangan dilanjutkan dengan diskusi intensif serta tambahan masukan, arahan dan bimbingan para dosen pembimbing serta bantuan dan komentar kritis rekan-rekan penulis. Karena itulah dengan setulus hati, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada komisi pembimbing: Bapak Prof. Dr. Ir. John Haluan, MSc, Bapak Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, MSc dan Bapak Prof. Dr. Ir. Soepanto Soemokaryo, MBA atas kesabarannya membimbing penulis dalam proses penelitian, penulisan dan penyelesaian disertasi ini. Kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, MSc sebagai pimpinan sidang dan Bapak Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja dan Bapak Dr.Ir.R. Akhmad Budiono, MM segai penguji luar komsi pada ujian terbuka, dan Bapak Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, MSc dan Bapak Dr. Ir. Sugeng H. Hariwisudo penulis dengan sangat tulus menyampaikan terimakasih dengan perasaan yang mendalam. Ucapan terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada bapak Prof. Dr. Ir. John Haluan, MSc selaku Ketua Program Studi Teknologi Kelautan, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Demikian pula kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS selaku Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, keduanya telah banyak memberikan tantangan, arahan dan bimbingan serta berbagai gemblengan yang sangat terasa berat dan seringkali melelahkan, selama proses belajar, akan tetapi sangat berguna dalam menyelesaikan disertasi ini. Kepada Bapak dan Ibu Dosen Pascasarjana lainnya, penulis mengucapkan banyak terima kasih yang dengan iklas memberikan ilmunya kepada penulis. Penulis ucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. R. Akhmad Budiono, MM selaku kepala Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan BPSDMKKP yang cukup banyak membantu
v
saya dalam menjalankan perkuliahan maupun dalam penelitian dalam mengambil program Doktor ini. Penulis ucapkan terimakasih pula kepada Bapak Ir. Koesnan Maryono selaku mantan kepala Dinas perikanan dan kelautan, dan Bapak Suwarman, MM mantan kepala Subdinas pengembangan usaha perikanan dan staf DIY yang telah memberi ijin dan bantuan moril maupun materiil dalam pelaksanaan penelitihan kami hingga selesai. Kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Kamiso HN, MSc selaku ketua team dan teman-teman sebagai anggota pendampingan kegiatan perikanan dan kelautan di Dinas Perikanan dan Kelautan Yogyakarta yang membantu dengan sabar dan tekun mengumpulkan dan mengolah data. Kepada teman-teman seangkatan yang saling memberikan motivasi belajar dan bekerjasama dalam menyelesaikan tugas-tugas kuliah maupun dalam penyusunan disertasi sampai selesai. Kepada teman-teman khusus Dr. Ir. Mustaruddin dan teman-teman yang telah membantu mengumpulkan dan mengolah data yang dituntut kesabaran dan ketelitian yang makan waktu cukup lama dan akhirnya dapat diselesaikan dengan baik sangat saya ucapkan banyak terimakasih yang tak terhingga. Kami ucapkan terimakasih kepada orang tua saya Bapak Partosuwiryo, Almarhum Harjo Tugimin serta Almarhumah ibu Dikem binti Wiryorejo atas bantuan dan mertua bapak Ismail Yusuf dan Almarhumah Ibu Fatimah Yahya dan adik-adik yang saya sayangi yang tidak sedikit bantuannya baik doa maupun moral serta materiil sehingga ananda/kakanda dapat menyelesaikan progran Doktor (S3) dengan selamat dan baik. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada istri tercinta dan anak-anak tersayang, dra. Krisnayanti Mulyono, Krisna Setiawardana, Kunti Handani, MH, SH dan Honey Rosana yang dengan sabar mendampingi dan mendorong suami dan ayah untuk belajar hingga selesainya pragram Doktor (S3) ini. Akhirnya, dari lubuk hati yang paling dalam, penulis mempersembahkan disertasi yang telah memberikan banyak tantangan, kenangan, pengorbanan, dan harapan penulis ini kepada masyarakat luas, baik masyarakat akademisi maupun masyarakat perikanan. Ibarat satu butir krikil, semoga disertasi ini bermanfaat menjadi bagian tak terpisahkan dalam menyumbang bagi terbangunnya jalan raya menuju kebenaran untuk mencapai keadilan dan kemakmuran serta kesejahteraan rakyat Indonesia.
Bogor, Mei 2010
Penulis
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Beji, Kelurahan Kemiri, Kecamatan Kebakramat, Kabupten Karanganyar, Solo pada tanggal 5 Agustus 1954 sebagai anak pertama pasangan Tugimin dan Dikem. Pendidikan sarjana (S1) ditempuh di Institut Pertanian Bogor (IPB), Fakultas Perikanan jurusan Ilmu Penangkapan Ikan lulus tahun 1980. Penulis diberi kesempatan melanjutkan studi ke Program Pascasarjana Magister Manajemen Agribisnis IPB (S2) lulus pada tahun 1996. Penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor (S3) pada program studi Teknologi Kelautan IPB pada tahun 2002 atas biaya sendiri. Penulis telah menikah dengan Dra. S. Krisnayanti dan telah dikaruniai tiga orang anak (1) Krisna Setiawardana, (2) Kunti Handani, MH, SH dan (3) Honey Rosana. Penulis bekerja di salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada tahun 1980 sampai 2002, selanjutnya bekerja di Ditjen Perikanan Tangkap Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) sampai tahun 2005, kemudian mutasi sebagai Widyaiswara di Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia KKP sampai sekarang. Selama mengikuti Program S3, penulis merencanakan dan mengkordinir penelitian di wilayah perikanan tangkap Bantul, Gunung Kidul dan Sleman, meliputi sumberdaya lingkungan, studi lingkungan usaha perikanan tangkap. Karya ilmiah berjudul ”Kajian Interaksi Lingkungan Usaha Perikanan untuk Menyususun Model Pemberdayaan Usaha Perikanan Tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta” telah disajikan seminar di Auditorium B 1. Lt 1 FAPERTA IPB Darmaga Bogor pada tangal 31 Desember 2009. Penulis menulis karya ilmiah ”Model Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di DIY” dipublikasikan di Jurnal Manajemen dan Agribisnis dan ”Kajian Struktur Industri Perikanan untuk Menyusun Model Pemberdayaan Usaha Perikanan Tangkap di DIY” dipublikasikan di Jurnal Kebijakan dan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Ujian tertutup dilaksanakan pada tanggal 17 April 2010 dan ujian terbuka dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2010.
vii
viii
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………………………………
iii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….
v
RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………………………..
vii
DAFTAR ISI. ………….…………………………………………………………………...
ix
DAFTAR TABEL………………………………………………………………………….
xi
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………………….
xiii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………………….
xv
DAFTAR ISTILAH ……………………………………………………………………….
xvii
1
PENDAHULUAN……………………………………………………………..............
1
2
1.1 Latar Belakang...……………………………………………………………..... 1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………... 1.3 Hipotesa Penelitian.............................................................................................. 1.4 Tujuan Penelitian ……………………………………………………………… 1.5 Keluaran yang Diharapkan dari Penelitian…………………………………… 1.6 Manfaat Penelitian……………………………………………………………... 1.7 Batasan Penelitian …………………………………………………………... TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………………
1 5 6 7 7 9 9 11
2.1
11 11 11 12 15 17 23 26 27 27 28 35 36 36 44 44 44 47 49 50 50 52
2.2 2.3
2.4
2.5
Nelayan dan Usaha Perikanan……………...………………………………….. 2.1.1 Eksistensi nelayan dan keluarganya…………………..……………. 2.1.2 Usaha perikanan tangkap dan kemandirian nelayan………………. 2.1.3 Arah transformasi kelompok nelayan……………………………... 2.1.4 Paradigma pengembangan kelompok nelayan……………………... Pemberdayaan Nelayan………………………………………………………... Review Terhadap Beberapa Program Pemberdayaan……………………….. 2.3.1 Masalah sumberdaya masyarakat…………………………………… 2.3.2 Masalah kelembagaan......................................................................... 2.3.3 Masalah permodalan............................................................................ 2.3.4 Stakeholder ......................................................................................... 2.3.5 Strategi pemasaran hasil perikanan dalam perspektif agribisnis......... 2.3.6 Masalah lingkungan hidup .................................................................. 2.3.7 Perilaku kewirausahaan nelayan.......................................................... Model Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pantai…………………………… 2.4.1 Tujuan pemberdayaan ekonomi masyarakat pantai………………… 2.4.2 Konsep pemberdayaan masyarakat…………………………………. 2.4.3 Kemitraan dan badan usaha …………………………………………. 2.4.4 Analisis keuangan ……………………………................................... 2.4.5 Structural equation modelling (SEM)……………………………... Lingkup Usaha Perikanan...................................................... ………………… 2.5.1 Lingkungan internal (LINT)……………………………………….
ix
2.5.2 Lingkungan industri (LIND)……………………………………….. 2.5.3 Lingkungan eksternal (LEXT)…………………………………….. 2.5.4 Kebijakan pemerintah pusat/daerah (KP/D)……………………….. 2.5.5 Kompetensi strategi SDM (KSTG) ……………………………….. 2.5.6 Kinerja usaha perikanan (KUP)……………………………………. 2.5.7 Tujuan pembangunan perikanan (TPP)…………………………… METODOLOGI ……………………………………………………………………...
52 54 54 55 55 56 59
3.1 3.2 3.3
Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………………………. Penentuan Obyek yang Diteliti………………………………………………... Jenis, Sumber dan Ukuran Sampel Data………………………………………. 3.3.1 Metode pengumpulan data primer………………………………….. 3.3.2 Metode pengumpulan data sekunder……………………………….. 3.4 Pengolahan Data……………………………………………………………….. 3.4.1 Pengembangan model……………………………………………….. 3.4.2 Pembuatan path diagram …………………………………………. 3.4.3 Perumusan measurement model dan structural equation…………… 3.4.4 Penelitian matriks input dan estimasi model ……………………… 3.4.5 Evaluasi kriteria goodness-of-fit …………………………………. 3.4.6 Interpretasi model ………………………………………………….. HASIL PENELITIAN ……………………….…………………………………….
59 59 59 60 61 63 63 65 67 69 69 72 73
4.1
Model Pengembangan Usaha Perikanan Dengan Interaksi Sederhana… 4.1.1 Aspek teoritis pengembangan model................................................. 4.1.2 Interaksi terkait lingkungan internal (LINT).................................... 4.1.3 Interaksi terkait lingkungan industri (LIND)................................. 4.1.4 Interaksi terkait lingkungan eksternal (LEXT)................................. 4.1.5 Interaksi terkait lingkup usaha perikanan (LUP)........................ 4.1.6 Interaksi terkait kebijakan pemerintah pusat/daerah(KP/D).............. 4.1.7 Interaksi terkait kompetensi strategi SDM (KSTG)......................... 4.1.8 Kinerja usaha perikanan (KUP)........................................................ 4.1.9 Tujuan pembangunan perikanan(TPP)................................................ 4.2 Model Pengembangan Usaha Perikanan dengan Interaksi komplek ...... 4.2.1 Interaksi tambahan terkait lingkungan internal (LINT).......... 4.2.2 Interaksi tambahan terkait lingkungan indutri (LIND)................... 4.2.3 Interaksi tambahan terkait lingkungan eksternal (LEX)................ 4.2.4 Interaksi tambahan terkait kebijakan pemerintah pusat/daerah 4.2.5 Interaksi tambahan terkait kompetensi strategi SDM (KSTG).... 5 PEMBAHASAN .......................................................................................................... 5.1 Pola Pengembangan Usaha Interaksi Sederhana ................................................ 5.2 Pola Pengembangan Usaha Interaksi Komplek ................................................. 5.3 Pembentukan UBPT sebagai basis pemberdayaan usaha perikanan tangkap ... 6 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................... DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..
73 73 75 78 79 80 82 84 85 87 88 90 93 95 97 98 101 101 106 111 117 121
LAMPIRAN ……………………………………………………………………………
127
3
4
x
DAFTAR TABEL .
Halaman
1.
Perbandingan budaya ekonomi tradisional dan modern..........................................
13
2
Sifat-sifat penting wirausaha.....................................................................................
39
3
Nahkoda/pemilik kapal ikan, pengolah dan pedagang ............................................
60
4
Goodness –of-fit Index .............................................................................................
70
5
Koefisien pengaruh dan significance of probability dimensi konstruk yang
76
berinteraksi dengan konstruk lingkungan internal (LINT).................................... 6
Koefsien pengaruh dan significance of probability konstruk yang berinteraksi
77
konstruk lingkungan internal (LINT).................................................................... 7
Koefisien pengaruh dan significance of probability dimensi konstruk yang
78
berinteraksi dengan konstruk lingkungan industri (LIND)..................................... 8
Koefisien pengaruh dan significance of probability konstruk yang berinteraksi
79
dengan konstruk lingkungan industri (LIND)…..................................................... 9
Koefisien pengaruh dan significance of probability dimensi konstruk yang
79
berinteraksi dengan konstruk lingkungan eksternal (LEXT).................................. 10
Koefisien pengaruh dan significance of probability konstruk yang berinteraksi
80
dengan konstruk lingkungan eksternal (LEXT)................................................... 11
Koefisien pengaruh dan significance of probability konstruk yang berinteraksi
82
dengan konstruk lingkup usaha perikanan (LUP)…....................................... 12
Koefisien pengaruh dan significance of probability dimensi konstruk yang
83
berinteraksi dengan konstruk kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D)... 13
Koefisien pengaruh dan significance of probability konstruk yang berinteraksi
83
dengan konstruk kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D)......................... 14
Koefisien pengaruh dan significance of probability dimensi konstruk yang
84
berinteraksi dengan konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG)........................ 15
Koefisien pengaruh dan significance of probability konstruk yang berinteraksi
85
dengan konstruk kompetensi strategi SDM (KSTD) ............................................. 16
Koefisien pengaruh dan significance of probability dimensi konstruk yang
86
berinteraksi dengan konstruk kinerja usaha perikanan (KUP).............................. 17
Koefisien pengaruh dan significance of probability konstruk yang berinteraksi
87
xi
dengan konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP)…..................................... 18
Koefisien pengaruh dan significance of probability dimensi konstruk yang
88
berinteraksi dengan konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP).................... 19
Koefisien pengaruh dan significance of probability konstruk yang berinteraksi
91
dengan konstruk lingkungan internal (LINT)…..................................................... 20
Regression weight dalam modifikasi model ...........................................................
93
21
Koefisien pengaruh dan significance of probability konstruk yang berinteraksi
95
dengan konstruk lingkungan industri (LIND)........................................................ 22
Koefisien pengaruh dan significance of probability dimensi konstruk yang
96
berinteraksi dengan konstruk lingkungan eksternal (LEXT).................................. 23
Koefisien pengaruh dan significance of probability konstruk yang berinteraksi
98
dengan konstruk kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D)......................... 24
Koefisien pengaruh dan significance of probability konstruk yang berinteraksi
99
dengan konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG)............................................... 25
Klasifikasi interaksi indikator dan dimensi berdasarkan nilai koefisien pengaruh..
109
26
Skala prioritas berdasarkan nilai koefisien indikator pengaruh………………......
110
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
2. 3. 4 5
Perspektif transformasi (budaya) agribisnis di pedesaan dan wilayah pesisir sebagai pengaruh tuntutan hidup (masyarakat) dan penetrasi ekonomi (globalisasi) pasar………………………………………………………………….. Paradigma pengembangan kelompok nelayan sebagai basis kegiatan ekonomi wilayah pesisir melalui pemberdayaan SDM, kapitalisasi dan adopsi teknologi…. Kerangka pikir pengembangan kelompok nelayan sebagai basis kegiatan ekonomi di wilayah pesisir…………………………………………………………………... Rantai kewirausahaan ...............................................................................................
14
17 19 38
6
Konsep kerangka konsepsi pendekatan pemberdayaan ekonomi masyarakat 48 nelayan pesisir………………………………………………………....................... Kerangka pikir yang berbasis teori............................................................................ 56
7
Ilustrasi pelaksanaan penelitian ............................................................................... 62
8
Rancangan awal teoritis path diagram untuk pengembangan usaha perikanan rakyat......................................................................................................................... Kerangka operasional analisis SEM terhadap usaha perikanan di DIY Step dari Model).......................................................................................................………… Model pengembangan industri perikanan dengan interaksi sederhana komponen terkait…..................................................................................................................... Model pengembangan industri perikanan dengan interaksi kompleks komponen terkait ..................................................................................................................….. Model pemberdayaan usaha perikanan tangkap........................................................
9 10 11. 12
65 71 77 92 111
xiii
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1.
Kebutuhan rumah tangga nelayan di DIY
127
2.
Kebutuhan rumah tangga pengolah ikan di DIY
127
3.
Kebutuhan rumah tangga pedagang ikan di DIY
128
4
Profil nelayan di Sadeng, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta
128
5
Profil nelayan di Baron, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta
129
6
Profil nelayan di Ngrenehan, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta
132
7
Profil nelayan di Depok, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
133
8
Profil nelayan di Pantai Kuwaru, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
134
9
Profil nelayan di Ngentek, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
135
10
Profil nelayan di Trisik, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta
136
11
Profil nelayan di Bugel, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta
137
12
Profil nelayan di Karangwuni, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta
137
13
Profil pengolah ikan di Daerah Istimewa Yogyakarta
138
14
Profil pengolah ikan pepes di Daerah Istimewa Yogyakarta
139
15
Profil penjual ikan goreng di Daerah Istimewa Yogyakarta
139
16
Profil penjual ikan pindang di Daerah Istimewa Yogyakarta
141
17
Profil penjual ikan asin di Daerah Istimewa Yogyakarta
142
18
143
19
Daftar tempat pelelangan ikan (TPI) di Pantai Selatan Daerah Istimewa Yogyakarta Analisis keuangan usaha seser di Daerah Istimewa Yogyakarta
20
Analisis keuangan usaha sero di Daerah Istimewa Yogyakarta
144
21
Analisis keuangan usaha bubu di Daerah Istimewa Yogyakarta
145
22
Analisis keuangan usaha payang di Daerah Istimewa Yogyakarta
145
23
146
24
Analisis keuangan usaha jarring insang hanyut di Daerah Istimewa Yogyakarta Analisis keuangan usaha pukat pantai di Daerah Istimewa Yogyakarta
25
Analisis keuangan usaha trammel Net di Daerah Istimewa Yogyakarta
147
26
Analisis keuangan usaha gillnet di Daerah Istimewa Yogyakarta
148
27
Analisis keuangan usaha krendet di Daerah Istimewa Yogyakarta
148
28
Analisis keuangan usaha hand line di Daerah Istimewa Yogyakarta
149
144
147
xv
29
Analisis keuangan usaha prawe dasar di Daerah Istimewa Yogyakarta
149
30
Hasil analisis SEM model pengembangan industri perikanan dengan interaksi sederhana komponen terkait
150
31
Hasil analisis SEM model pengembangan industri perikanan dengan interaksi kompleks dominan dipengaruhi oleh kondisi LINT, LIND,dan LEXT
163
32
Tahapan pengembangan UBPT, struktur organessi UBPT dan kebijakan pemerintah pusat dan daerah Uji intrumen goodness of-fit index
176
33
xvi
179
DAFTAR ISTILAH
1.
LINT : Lingkungan internal
2.
LIND : Lingkungan industri
3.
LEXT : Lingkungan eksternal
4
LUP : Lingkup usaha perikanan
5
KP/D : Kebijakan pemerintah pusat/daerah
6
KSTG : Kompetensi strategi sumberdaya manusia
7
KUP : Kinerja usaha perikanan
8
TPP
: Tujuan pembangunan perikanan
9
SEM
: Structural equation modellnig
10
UBPT : Unit bisnis perikanan terpadu.
11.
PMA
: Penanaman modal asing.
12
KUB
: Kelompok usaha bersama
13
PMDN : Penanaman modal dalam negeri
14
GNMMK : Gerakan nasional masyarakat membudayakan kewirausahaan
15
WUB : Wira usaha baru
16
LEP
17
IPTEK : Ilmu pengetahuan dan teknolologi
18
IMTAQ : Iman dan taqwa
19
Kelompok nelayan adalah sejumlah atau sekumpulan nelayan yang berjumlah 515 orang mengadakan interaksi satu sama lain untuk mencapai tujuan usaha bersama.
20
Stakeholder adalah pihak-pihak yang berkepentingan, individu atau kelompok yang mempunyai kepentingan yang sama atas kehidupan dan suksesnya organisasi.
21
Pembinaan dapat diartikan suatu usaha baik berupa kegiatan bimbingan, saran, perintah atau instruksi yang ditujukan untuk menimbulkan perubahan atau mencapai tujuan yang diinginkan.
22
Masyarakat pesisir adalah kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir seperti menangkap ikan (nelayan), mengolah ikan skala rumah tangga, budidaya ikan dan penjual ikan skala kecil.
: Lembaga ekonomi produksi
xvii
23
Ekonomi subsisten adalah kegiatan usaha/ekonomi yang dijalankan untuk menghidupi keluarga sendiri, dengan skala yang begitu kecil sehingga hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan jangka waktu sangat pendek
24
Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan karena pengaruh faktor atau variabel eksternal diluar individu nelayan (struktur sosial ekonomi masyarakat, ketersediaan intensif atau disintensif pembangunan, ketersediaan fasilitas pembangunan, ketersediaan teknologi, dan ketersediaan sumber daya pembangunan khususnya sumber daya alam.
25
Kemiskinan super struktural adalah kemiskinan yang disebabkan karena variabelvariabel kebijakan makro yang tidak begitu kuat berpihak kepada pembangunan nelayan (kebijakan fiskal, kebijakan moneter, ketersediaan hukum dan perundang-undangan, kebijakan pemerintah yang diimplementasikan dalam proyek dan program pembangunan.
26
Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang disebabkan karena variabel-variabel yang melekat, inherent dan menjadi gaya hidup tertentu. Akibatnya sulit untuk individu yang bersangkutan keluar dari kemiskinan itu karena tidak disadari atau tidak diketahui oleh individu yang bersangkutan.
27
Nelayan mandiri adalah nelayan atau kelompok nelayan yang sudah berdaya untuk menjalankan usaha miliknya sendiri walaupun dibangun secara bersama.
xviii
1
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan dua per tiga wilayahnya berupa perairan
dan mempunyai potensi sumber daya ikan sekitar 6,4 juta ton/tahun. Dengan besarnya potensi tersebut selayaknya pembangunan sektor kelautan dan perikanan didorong perkembangannya
secara
nasional,
khususnya
dalam
upaya
meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Widodo dan Nurhudah (1995), potensi tersebut telah dikelola/diproduksi sebesar 4,1 juta ton/tahun, sehingga peluang untuk usaha peningkatan nilai tambah kususnya melalui perbaikan masih cukup besar. Tingkat produksi sekitar 52% atau 4,6 juta ton/tahun, terdiri dari 2,4 juta ton/tahun perairan dalam dan 2,2 juta ton/tahun perairan ZEEI (48%).
Renstra DJPT (2005) juga
menyebutkan berdasarkan hasil pengkajian Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, pada tahun 2001 produksi ikan dari hasil penangkapan di laut mencapai 4,069 juta ton. Dengan demikian, tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di Indonesia telah mencapai 63,49% dari potensi lestari sebesar 6,409 juta ton/tahun atau 79,37% dari JTB sebesar 5,127 juta ton/tahun. DJPT (2004) menyatakan bahwa pada tahun 2001 armada perikanan tangkap terdiri dari sebanyak 241.714 perahu tanpa motor dan 333.560 kapal motor terdiri 120.054 bertenaga motor tempel dan kapal bertenaga motor dalam. Berdasarkan ukuran kapal yang ukurannya lebih kecil dari 50 GT sebanyak 330.168 kapal (99%) dan kapal yang ukurannya lebih besar 50 GT sebanyak 3,392 kapal (11%). Jumlah ekspor sebesar 577.419 ton (12,54%) dari total produk nasional 4,6 juta ton, jumlah ikan yang dipasarkan dalam bentuk segar mencapai 77,6%, produk es nasional sebesar 2,9 juta ton dan hanya 30% tersebut hanya dapat dipakai ekspor ikan sebesar 19,2% dari total produk nasional. Oleh karena itu mutu ikan yang dipasarkan dalam negeri masih kurang bagus. Pada tahun 2001 produksi total perikanan tangkap sebesar 4.276.720 ton, konsumsi dalam negeri sebesar 4.692.960 ton dan konsumsi per kapita per tahun 22,4 kg/kapita/tahun. Sedang ekspor sebesar 487.116 ton, 11,4% terhadap total produksi tangkap. Produksi ikan hasil tangkapan terserap oleh industri pengolahan sebesar 100% (Zamron dan Purnomo. 2005). 1
DJPT (2004) dan menurut Lestari (2007) berdasarkan skala usahanya atau unit usaha, secara umum usaha perikanan tangkap di Indonesia dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu skala besar, yang antara lain ditandai dengan ukuran armada lebih besar dari 30 GT, skala menengah (ukuran armada antara 10-30 GT) dan skala kecil dengan ukuran kapal pada umumnya kurang dari 10 GT, bahkan sebagian besar kurang dari 5 GT. Usaha perikanan tangkap skala kecil pada umumnya dihadapkan pada kendala keterbatasan akses terhadap sumber daya, modal, teknologi, informasi maupun pasar. Kondisi demikian telah menyebabkan tingkat produktivitas dan efisiensi usaha yang rendah serta posisi tawar (bargaining position) yang relatif rendah pula. Hal ini pada gilirannya menyebabkan rendahnya perolehan nelayan. Sementara usaha perikanan tangkap skala besar pada umumnya mempunyai kemampuan akses cukup besar terhadap berbagai faktor pendukung kelancaran usaha. Bahkan pada beberapa kondisi dijumpai keterbatasan suplai bahan baku bagi usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. Demikian halnya berbagai lembaga keuangan disinyalir mempunyai peluang untuk menyalurkan modalnya pada sektor riil, termasuk pada kegiatan usaha perikanan tangkap. Sektor perikanan saat ini masih belum sempurna tentang kelembagaannya yang bernuansa bisnis perikanan yakni suatu sistem organisasi yang terintegrasi antara aspek input, proses (penangkapan) dan output (pemasaran) belum tertata dengan baik. Inkonstitusional antara pelaku-pelaku dalam agribisnis
perikanan tersebut,
menyebabkan nelayan yang bersifat lemah menghadapi kelompok hilir, sehingga munculnya masalah kriteria pembagian nilai tambah yang terkait dengan resiko, akibatnya penyebaran nilai tambah tidak proporsional. Dengan ciri teknologi padat karya, mutu masih kurang bagus, masalah transmisi informasi dengan pola kondisi usaha tersebut perlu diciptakan model manajemen yang memposisikan nelayan sama kuat dengan kelompok hilir, sehingga nilai tambah yang diperoleh dapat di distribusikan secara proporsional, yang akhirnya nelayan dapat meningkat status sosialnya, ekonomi dan sebagainya (pemberdayaan). Sebagaimana diketahui, permasalahan utama bagi masyarakat pantai adalah kemiskinan dan penurunan cadangan sumber daya ikan, terutama di perairan pantai. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Pemerintah Republik Indonesia melalui Proyek Pembangunan Masyarakat Pantai dan Pengelolaan Sumber daya Perikanan (COFISH) telah melaksanakan berbagai upaya dengan pendekatan multi-sektor dan asas partisipatif. 2
Upaya-upaya tersebut telah menunjukkan hasil positif berupa
kesamaan pandangan dan tindakan dengan berbagai pihak yang berkepentingan, khususnya tentang pengelolaan sumber daya perikanan partisipatif dan strategi pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan peran serta mereka dalam mengatasi masalah kemiskinan dan kesejahteraannya. Proyek COFISH mempunyai tujuan : (1) Memajukan pengelolaan sumber daya perikanan khususnya usaha perikanan tangkap secara bertanggung jawab dan berbasis partisipatif, dan (2) Meningkatkan kesejahteraan melalui perbaikan prasarana sosial dan untuk menciptakan kesempatan kerja/berusaha bagi masyarakat pantai. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka kegiatan proyek dilakukan melalui implementasi empat komponen
(Azizi et al.
1995), yaitu: (1) Pengelolaan sumber daya perikanan pantai. (2) Pembangunan masyarakat dan pengentasan kemiskinan. (3) Perbaikan lingkungan di pusat pendaratan ikan. (4) Penguatan kelembagaan. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai potensi sumber daya perikanan laut yang cukup besar sehingga mempunyai peluang yang cukup besar untuk pengembangan usaha perikanan tangkap (Suman et al. 2008). Potensi tersebut meliputi perairan laut dengan panjang pantai ±110 km dengan daerah operasi penangkapan 12 mil dari pantai, tempat pendaratan ikan, lapangan terbang Internasional dan sumber daya manusia yang bermotivasi tinggi. Nilai produksi perairan mencapai sebesar 905,3 ribu ton/tahun. Potensi yang cukup besar tersebut telah ditangani oleh rakyat menggunakan armada penangkapan ikan yang kurang dari 20 GT dengan motor tempel. Dalam periode 10 tahun (1992-2002), armada penangkapan tersebut mengalami peningkatan sekitar 2,6% per tahun. Jumlah perahu motor tempel meningkat rata-rata 5,5% per tahun, sedangkan perahu tanpa motor pada kurun waktu yang sama, mengalami penurunan rata-rata 0,3% per tahun. Produksi perikanan tangkap pada tahun 2002 sebesar 4.073.506 ton, yang didaratkan di pantai selatan Jawa 5,3%. Produksi perikanan baik hasil perikanan tangkap maupun perikanan budidaya/darat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan peningkatan rata-rata 6,2% per tahun, produksi perikanan tangkap pada tahun 2002 meningkat sebesar 1.640,8 ton atau sekitar 22,5% per tahun. Kegiatan perikanan tangkap di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tidak hanya sebagai penyedia pangan, bahan baku industri dan ekspor, tetapi juga sekaligus menjadi tempat sandaran kehidupan bagi sebagian masyarakat sekitar pantai. Dengan ciri perikanan 3
subsistem dan skala kecil, sektor perikanan selalu dianggap sama dan sebangun dengan kelemahan dan ketidakberdayaan petani-nelayan. Keadaan ini telah menumbuhkan berbagai gagasan tentang strategi pemberdayaan yang dikembangkan diantaranya adalah meningkatkan posisi tawar nelayan melalui penataan kelembagaan petani-nelayan, kelembagaan pasar, dan kelembagaan pelayanan. Strategi tersebut berkembang karena pengembangan usaha perikanan diarahkan pada pemberdayaan petani-nelayan dan usaha kecil, dan berorientasi pada peningkatan kesejahteraan mereka. Dalam strategi itu praktek dominasi atau monopoli oleh segelintir usaha skala besar dihindarkan sejauh mungkin. Pada umumnya kelembagaan nelayan seperti kelompok nelayan atau koperasi maupun kelembagaan pemasaran belum berhasil membangun posisi tawar nelayan dalam transaksi pasar. Kelompok dan koperasi sangat lemah, kelembagaan pasar, kemitraan maupun bentuk kerjasama lainnya belum mampu menciptakan hubungan saling membesarkan, saling menguntungkan, dan saling memperkuat antara nelayan sebagai produsen komoditas pangan (didalamnya termasuk perikanan tangkap) dengan para pengusaha sektor hilir, baik pengolah maupun pemasar/eksportir. Kondisi ini telah mengakibatkan keseluruhan sistem agribisnis mengalami stagnasi dalam kualitas, kuantitas, maupun daya saing. Mudzakir (2003) dan Mudzakir (2006) menyatakan bahwa keterkaitan sektor perikanan masih kecil sehingga belum mampu untuk menarik sektor hulu sebagai penyedia bagi sektor perikanan maupun mendorong sektor hilir sebagai pengguna hasil perikanan dan kondisi ini diperparah dengan masih rendahnya nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor perikanan. Lingkungan industri di masa otonomi daerah telah melakukan beberapa upaya optimalisasi pengelolaan sumber daya ikan sesuai tujuan pembangunan perikanan di daerah tersebut. Tajirin et al. (2007) upaya tersebut wajar dalam rangka peningkatan PAD, namun apabila tidak dilakukan koordinasi yang lebih mantap tidak mustahil sumber daya ikan tersebut akan semakin punah. Padahal potensi sumber daya perairan harus dikelola dan dijaga kelestariannya (responsible fisheries). Dalam kaitan ini, maka strategi usaha dan penilaian terhadap kinerja menjadi hal utama dan harus selalu diperhatikan. Berdasarkan survei potensi di Pantai Selatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sepanjang ±110 km dengan jarak 3 mil dari garis pantai oleh Fakultas
4
Pertanian Jurusan Perikanan UGM tahun 1987 digambarkan bahwa potensi lestari yang ada sebagai berikut : -
Ikan pelagis 6.120 ton per tahun (1.800 km2)
-
Ikan demersal 437 ton per tahun (182 km2) Potensi perikanan tangkap masih belum dikelola secara sempurna karena
lembaga usahanya belum di berdayakan yang berorientasi secara bisnis diperkuat penelitian Tajirin et al. (2007) kontribusi sektor perikanan dalam perekonomian nasional masih relatif rendah khususnya di penangkapan ikan yang tergambar pada indeks dibawah rata-rata nasional. Kondisi ini menyebabkan nelayan dan pelaku usaha perikanan tangkap lemah menghadapi kelompok hilir sehingga menyebabkan munculnya masalah transmisi yang berakibat pada penyebaran nilai tambah tidak proporsional. Keberadaan Forum Koordinasi Pengelolaan Pemanfaatan Sumber daya Ikan (FKPPS) daerah/regional sangat penting untuk mengakomodir berbagai stakeholder dan komponen yang berpengaruh dalam usaha perikanan tangkap. Untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta forum ini masih dalam upaya perintisan operasional di lapangan. Hal ini disebabkan lingkungan untuk berjalan usaha perikanan tangkap sebagai dasar pelaksanaan operasional di lapangan belum optimal mendapat dukungan secara internal maupun eksternal. Rintisan yang dilaksanakan antara lain konsep membentuk unit kerja FKPPS, dukungan pemerintah telah ada, koordinasi dengan instansi terkait sudah mulai berjalan walaupun belum secara formal. Agar upaya tersebut lebih terarah, maka perlu diketahui tingkat pengaruh di antara berbagai komponen yang berinteraksi dalam usaha perikanan tangkap yaitu pengaruh lingkungan internal, lingkungan industri dan ligkungan eksternal terhadap lingkup usaha perikanan, sehingga alokasi dan skala prioritas sumber daya ikan dapat ditetapkan cara pengelolaan dengan baik dan benar.
1.2
Rumusan Masalah Penjabaran pada latar belakang telah menjelaskan kondisi dan interaksi terkait
kegiatan perikanan tangkap di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari penjabaran tersebut dapat dirumuskan beberapa permasalahan pemberdayaan perikanan tangkap di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu : (1)
Kurang optimalnya pengembangan usaha perikanan tangkap di DIY karena pemerintah
dalam
pemberdayaan
usaha
perikanan
tangkap
belum 5
mengaplikasikan faktor-faktor pembangunan (manajemen, sosial, teknologi dll.) dengan skala prioritas dengan tepat. (2)
Interaksi faktor-faktor lingkungan di kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang berpengaruh usaha perikanan tangkap tidak banyak diketahui sehingga pengelolaan usaha belum ditangani secara integrasi/holistik dengan model kelembagaan yang berorientasi usaha dengan demikian industri perikanan belum berkembang dengan baik.
1.3
Hipotesis Kondisi usaha perikanan tangkap perkembangannya belum seimbang dengan
potensi perikanan yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, karena itu disusun beberapa hipotesis dalam membangun model pemberdayaan perikanan tangkap ini yang berkaitan dengan analisis terhadap hubungan antara faktorfaktor/konstruk/variabel laten sebagai berikut: (1)
Adanya pengaruh faktor lingkungan internal (LINT) terhadap lingkup usaha perikanan (LUP).
(2)
Adanya pengaruh faktor lingkungan industri (LIND) terhadap lingkup usaha perikanan (LUP).
(3)
Adanya pengaruh faktor lingkungan eksternal (LEXT) terhadap lingkup usaha perikanan (LUP).
(4)
Adanya pengaruh lingkup usaha perikanan (LUP) terhadap kompetensi strategi SDM (KSTG).
(5)
Adanya pengaruh lingkup usaha perikanan (LUP) terhadap kinerja usaha perikanan (KUP).
(6)
Adanya pengaruh lingkup usaha perikanan (LUP) terhadap tujuan pembangunan perikanan (TPP).
(7)
Adanya pengaruh lingkup usaha perikanan (LUP) terhadap kebijakan pusat/daerah (KP/D).
(8)
Adanya pengaruh kebijakan pemerintah pusat/daerah (KP/D) terhadap kompetensi strategi SDM (KSTDG).
(9)
Adanya pengaruh kebijakan pemerintah pusat/daerah (KP/D) terhadap kinerja usaha perikanan (KUP).
(10) Adanya pengaruh kebijakan pemerintah pusat/daerah (KP/D) terhadap tujuan pembangunan perikanan (TPP). 6
(11) Adanya pengaruh kompetensi strategi SDM (KSTG) terhadap kinerja usaha perikanan (KUP). (12) Adanya pengaruh kinerja usaha perikanan (KUP) terhadap tujuan pembangunan perikanan (TPP) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
1.4
Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis kelayakan dan dinamika
interaksi diantara faktor-faktor pembangunan yang terkait pemberdayaan usaha perikanan tangkap di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuan khusus penelitian ini adalah merancang model interaksi melalui pengembangan industri terkait pemberdayaan usaha perikanan tangkap yang tepat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melalui serangkaian analisis mengenai : (1)
Pengaruh faktor lingkungan internal (LINT) terhadap lingkup usaha perikanan (LUP).
(2)
Pengaruh faktor lingkungan industri (LIND) terhadap lingkup usaha perikanan (LUP).
(3)
Pengaruh faktor lingkungan eksternal (LEXT) terhadap lingkup usaha perikanan (LUP).
(4)
Pengaruh lingkup usaha perikanan (LUP) terhadap kebijakan pusat/daerah (KP/D).
(5)
Pengaruh faktor kebijakan pusat/paerah (KP/D) terhadap terhadap kompetensi strategi SDM (KSTG), kinerja usaha perikanan (KUP), dan tujuan pembangunan perikanan (TPP).
(6)
Pengaruh lingkup usaha perikanan (LUP) terhadap kompetensi strategi SDM (KSTG), kinerja usaha perikanan (KUP), dan tujuan pembangunan perikanan (TPP).
(7)
Pengaruh kompetensi strategi SDM (KSTG) terhadap kinerja usaha perikanan (KUP).
(8)
Pengaruh kinerja usaha perikanan (KUP) terhadap tujuan pembangunan perikanan (TPP) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
1.5
Keluaran yang Diharapkan dari Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menentukan informasi kelayakan usaha
perikanan tangkap, dinamika interaksi yang terjadi, dan model interaksi yang tepat 7
yang mendukung pemberdayaan dan pengembangan usaha perikanan tangkap yang lebih baik di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara spesifik terkait dengan model interaksi yang tepat untuk pemberdayaan dan pengembangan usaha perikanan tangkap, dari penelitian ini diharapkan : (1)
Dapat diketahui pengaruh faktor lingkungan internal (LINT) terhadap lingkup usaha perikanan (LUP).
(2)
Dapat diketahui pengaruh faktor lingkungan industri (LIND) terhadap lingkup usaha perikanan (LUP).
(3)
Dapat diketahui pengaruh faktor lingkungan eksternal (LEXT) terhadap lingkup usaha perikanan (LUP).
(4)
Dapat diketahui pengaruh faktor lingkup usaha perikanan (LUP) terhadap kebijakan pusat/daerah (KP/D).
(5)
Dapat diketahui pengaruh faktor kebijakan pusat/daerah (KP/D) terhadap kompetensi strategi SDM (KSTG), kinerja usaha perikanan (KUP), dan tujuan pembangunan perikanan (TPP).
(6)
Dapat diketahui pengaruh lingkup usaha perikanan (LUP) terhadap kompetensi strategi SDM (KSTG), kinerja usaha perikanan (KUP), dan tujuan pembangunan perikanan (TPP).
(7)
Dapat diketahui pengaruh kompetensi strategi SDM (KSTG) terhadap kinerja usaha perikanan (KUP).
(8)
Dapat diketahui pengaruh kinerja usaha perikanan (KUP) terhadap tujuan pembangunan perikanan (TPP) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
1.6
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi : (1) Membantu
Pemerintah dalam menetapkan kebijakan khususnya yang berkaitan dengan pemberdayaan dan pengembangan usaha perikanan tangkap di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta; (2) Pengembangan ilmu pengetahuan; (3) Kepentingan penelitian bidang perikanan; (4) Menjadi masukan bagi pelaku usaha (businessmen); dan (5) Pengembangan pengetahuan diri mahasiswa dalam hal pemberdayaan usaha masyarakat nelayan khususnya di bidang perikanan tangkap.
8
1.7
Batasan Penelitian Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada sektor perikanan tangkap
tentang analisis hubungan yang dibentuk antara lingkungan usaha perikanan internal, industri dan eksternal, kebijakan pemerintah, kompetensi strategi, kinerja industri perikanan dan tujuan pembangunan perikanan adalah : (1)
Obyek penelitian adalah usaha perikanan tangkap yang ada di daerah pantai selatan Jawa dan di bawah pengawasan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta serta selama ini diandalkan sebagai basis kegiatan ekonomi perikanan rakyat.
(2)
Analisis penelitian adalah identifikasi data keuangan usaha perikanan tangkap, dan analisis komprehensif terhadap teori-teori berkaitan usaha perikanan tangkap, dan penentuan tingkat pengaruh faktor atau komponen yang berinteraksi dalam upaya pengembangan dan pemberdayaan usaha perikanan tangkap.
(3)
Hubungan yang rumit antara variabel tersebut dianalisa dengan alat analisa Structural Equation Model (SEM).
Persamaan SEM digunakan untuk
menganalisa hubungan antara faktor yang dominan yang mempengaruhi tujuan pembangunan perekonomian perikanan. Faktor-faktor dominan tersebut didasarkan pada modifikasi pendapat Soemokaryo (2006) yang menyebutkan bahwa dalam path diagram sistem pembangunan perikanan Indonesia terdapat faktor-faktor yang saling terkait antara lingkungan usaha perikanan (internal, industri dan eksternal) kebijakan pemerintah, kompetensi sumber daya manusia, kinerja industri perikanan dan tujuan pembangunan perikanan.
9
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nelayan dan Usaha Perikanan Nelayan dan usaha perikanan meliputi; Eksistensi nelayan dan keluarganya, usaha perikanan tangkap dan kemandirian nelayan, arah transformasi kelompok nelayan, paradigma pengembangan kelompok nelayan dengan penjelasan berikut:
2.1.1 Eksistensi nelayan dan keluarganya Nelayan skala usaha kecil di Indonesia adalah kontributor terbesar dalam produksi perikanan, khususnya perikanan tangkap. Satria (2001), sebagian besar nelayan (85%) masih merupakan nelayan tradisional dan sangat jauh tertinggal dari nelayan negara lain. Salah satu penyebab utama kemiskinan dan ketidakberdayaan nelayan adalah lemahnya kemampuan manajemen usaha. Hal ini juga terjadi karena rendahnya pendidikan dan penguasaan keterampilan di bidang perikanan. Oleh karena itu
pemanfaatan
sumber
daya
ikan
sudah
semestinya
dilakukan
dengan
memperhatikan nelayan, antara lain dengan melakukan pemberdayaan kepada kelompok nelayan kecil agar mereka dapat mengorganisasikan usaha tangkapan ikan. DJPT (2005), memperkirakan sebagian besar nelayan berpendidikan rendah, tidak sekolah dan tidak tamat Sekolah Dasar (70%), tamat Sekolah Dasar (19,6%), dan hanya 0,03% yang memiliki pendidikan sampai jenjang Diploma 3 dan Sarjana. Rendahnya tingkat pendidikan nelayan, menyebabkan proses alih teknologi dan keterampilan tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan, yang selanjutnya berdampak pada kemampuan pengembangan usahanya. Jika ditelaah lebih cermat, kondisi nelayan yang tradisional dan tertinggal tidak terlepas dari kondisi lingkungan tempat mereka berada. Pada umumnya nelayan berada dan menghuni daerah pantai, dimana prasarana dan sarana sosial yang tersedia seperti pendidikan, kesehatan, perhubungan, dan komunikasi memang masih terbatas. Nelayan selalu diidentikkan dengan kemiskinan. Faktor penyebab utama kemiskinan keluarga nelayan adalah masa kerja yang terbatas dan tidak pasti, nilai produksi dibagi bersama; khususnya buruh nelayan. Selain itu, keluarga nelayan juga memiliki mutu modal manusia yang relatif rendah (Elfindri, 2002).
11
2.1.2 Usaha perikanan tangkap dan kemandirian nelayan DKP (2005), mendefinisikan potensi dan peluang pengembangan sektor kelautan dan perikanan meliputi (1) perikanan tangkap, (2) perikanan budidaya, (3) industri pengolahan hasil perikanan, (4) industri bioteknologi kelautan dan perikanan, (5) pengembangan pulau-pulau kecil, (6) pemanfaatan benda berharga asal muatan kapal tenggelam, (7) deep sea water, (8) industri garam rakyat, (9) pengelolaan pasir laut, (10) industri penunjang, (11) pengembangan kawasan industri perikanan terpadu, dan (12) keanekaragaman hayati laut. Kemandirian nelayan dalam kehidupannya adalah kondisi yang dapat ditumbuhkan melalui proses pemberdayaan (empowerment) nelayan terutama pada usaha perikanan tangkap. Hal ini dilakukan dengan cara pemberian kekuatan atau daya kepada nelayan dan keluarganya (bantuan modal, peralatan tangkap, kapal, dan lain-lain) sehingga mampu mengendalikan masa depannya dalam meningkatkan taraf hidupnya. Bawono (2002) menjelaskan bahwa kemandirian adalah kemampuan seseorang untuk mewujudkan potensi dirinya berusaha bekerjasama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
2.1.3 Arah transformasi kelompok nelayan Transformasi diambil dari kata transformation yang dapat diartikan sebagai proses perubahan. Berdasarkan definisi tersebut diatas transformation secara filosofis mengandung dua pengertian pokok yaitu perubahan dalam bentuk luar (performance) dan bentuk dalam berupa hakikat atau sifat dasar, fungsi dan struktur atau karakteristik. Transformasi kelompok nelayan dapat diartikan sebagai perubahan bentuk, ciri, struktur dan kemampuan kelompok nelayan dalam menggairahkan, menumbuhkan dan mengembangkan kelompok nelayan, dalam rangka menyehatkan perekonomian masyarakat nelayan. Pada masyarakat perdesaan dan pesisir yang tingkat perkembangan ekonominya masih belum maju dan di dominasi oleh sektor perikanan atau pertanian, transformasi kelompok nelayan sekaligus dapat dipandang sebagai cerminan dari transformasi masyarakat pedesaannya (Dumont, 1971). Dalam pengertian yang lebih luas, dikaitkan dengan pembinaan kelompok nelayan sebagai basis kegiatan ekonomi di wilayah pesisir, transformasi kelompok nelayan dapat dipandang sebagai proses modernisasi atau pembangunan wilayah pesisir. Kelompok nelayan yang di pesisir
12
dapat dikembangkan meenjadi lembaga usaha, sepanjang pemerintah melakukan pembinaan terus menerus. Tabel 1 Perbandingan budaya ekonomi tradisional dan modern No
Penciri
Tradisional
Modern
1
Orientasi Ekonomi
Subsistence
Komersial (Profit)
2
Teknologi
Sederhana
Tinggi (Mutakhir)
3
Tenaga Kerja
Unskilled Labour
Terampil (Skilled)
4
Manajemen
Keluarga
Profesional (Achievement)
Penggerak Ekonomi
Padat Tenaga Kerja (Labour Intensive)
Padat Modal (Capital Intensive)
Sumber Kapital
Kredit Informal (Tengkulak)
Kredit Formal Bank
Spirit Usaha
Risiko Minimum/Keamanan Usaha
Motivasi Prestasi/Wirausaha/Berani
Ciri Produk
Mutu Tidak Baku/Musiman
Mutu Baku/Continue
Pola Hubungan Sosial
Kontak Langsung (Personal Communal)
Tidak Langsung (Impersonal Contact)
Solidaritas Sosial
Mekanik Ditanggung Bersama (Collective Action)
Organik (Individual Action) Ditanggung Individu
11
Sistem Pengambilan Keputusan
Feodalistik/Sentralistik
Demokratik/Desentralistik
12
Interdefendensi Antar Pelaku Ekonomi
Ekstrim
Moderat
13
Kompetisi Dorongan
Longgar/Lemah
Ketat/Kuat
14
Ketegangan Sosial
Rendah
Tinggi
5 6 7 8 9 10
Dalam konteks pembangunan ini,
kelompok nelayan sebagai wadah dari
pelaku bisnis di wilayah pesisir dapat dipandang sebagai penggeraknya. Sebagai contoh,
menjelaskan tentang transformasi ekonomi pertanian, yaitu perubahan
efektivitasnya dari budaya agribisnis tradisional/subsistence ke yang berciri budaya agribisnis modern/komersial. Dalam contoh ini pelaku agribisnis dalam proses transformasi adalah petani, peternak dan nelayan yang bergabung dalam organisasi kelompok yang berada di pedesaan termasuk wilayah pesisir. Secara singkat transformasi budaya ekonomi tradisional menuju ekonomi pasar dapat dilihat pada Tabel 1. Proses transformasi budaya usaha dicirikan oleh perubahan yang mencakup aspek kaitan pasar dan orientasi ekonomi, jenis (mutu), manajemen, dan spirit usaha yang menggerakannya dan bentuk keorganisasian (kemitraan) usaha dan lainnya.
13
Apabila dilihat secara mendalam proses transformasi dipengaruhi oleh adanya (a) respon terhadap tuntutan hidup yang lebih baik, (b) dinamika pasar global atau keterbukaan pasar (Gambar 1). Deptan (2002), proses transformasi harus dipandang sebagai gejala alamiah dan proses aktif sistem sosial yang berada dibelakang agribisnis dan sejenisnya di pedesaan tersebut. Penetrasi peradaban pasar global merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan, yaitu dicirikan dengan masuknya peradaban ekonomi pasar global dalam kegiatan agribisnis di tingkat pedesaan. Pengaruh ini dapat secara langsung mempercepat transformasi agribisnis dan masyarakat pedesaan melalui pemberdayaan kelompok nelayan. Jika proses transformasi masyarakat pedesaan atau pesisir diserahkan kepada mekanisme dari penetrasi ekonomi pasar saja maka diperkirakan akan memberikan gambaran yang suram bagi pembangunan masyarakat pedesaan dan pesisir, terutama ditinjau dari aspek pemerataan dan penyehatan pengelolaan SDA setempat. 1. Budaya Agribisnis Tradisional/Individu 2. Kolektif Bisnis Sistem
Budaya Agribisnis Modern/Komersial
PROSES TRANSFORMASI - Kaitan Pasar/Orientasi Ekonomi - Teknologi/SDM/Sumber Energi - Kapitas/Manajemen/Spirit Usaha - Bentuk Organisasi (Kemitraan) Agribisnis, dll.
Respon Terhadap Tuntutan Hidup yang Lebih Baik
Globalisasi Pasar
Perubahan Karakteristik Usaha, Produk Perikanan dan Perannya dalam Perekonomian Pedesaan
Energi untuk Peningkatan Kesejahteraan Nelayan dan Masyarakat Pesisir secara Berkelanjutan
Gambar 1
14
Perspektif transformasi (budaya) agribisnis di pedesaan dan wilayah pesisir sebagai pengaruh tuntutan hidup (masyarakat) dan penetrasi ekonomi (globalisasi) pasar (Sumber : Deptan, 2002).
Sebagai akibat adanya proses transformasi tersebut mencakup aspek pemberdayaan kelompok nelayan maka akan terjadi perubahan karakteristik usaha, produk perikanan dan peranannya dalam perekonomian wilayah pesisir. Perubahan karakteristik usaha menyangkut karakteristik sumber daya manusia (nelayan), organisasi (kelompok) usaha produktif setempat, dan karakteristik usaha yang berkaitan dengan pemberdayaan kelompok nelayan yang menggambarkan penguasaan dan penggunaan teknologi, penguasaan modal, aset strategis lainnya, mutu dan organisasi pengelolaan tenaga kerja keluarga (secara organik) dan sumber pendapatan keluarga. Sedangkan yang berkaitan dengan produk perikanan akan menggambarkan posisi produk utama perikanan diantara produk perikanan yang diperdagangkan dan persaingan usaha sejenis, kemampuan mengelola modal perkembangan usaha. Adapun yang berhubungan dengan industri pengelolaan perikanan yaitu kemampuan penyerapan modal, penerapan teknologi pasca panen, manajemen usaha, sumber daya manusia dan pengembangan (kelembagaan) kerjasama usaha. Dalam upaya untuk mencapai tujuan transformasi maka diperlukan suatu daya dan upaya untuk mempercepat proses transformasi yang didukung oleh berbagai komponen tersebut di atas. Bila arah transformasi kelompok nelayan dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu, maka akan merupakan faktor penggerak (energi) “abadi” untuk
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat
nelayan
secara
berkelanjutan
(sustainable).
2.1.4 Paradigma pengembangan kelompok nelayan Banyak kelompok nelayan yang terbentuk masa lalu, bermula dari inisiatif seorang pemuka masyarakat atau seorang yang memiliki daya pengaruh kuat dalam mengajak para anggota masyarakat lainnya untuk bergabung dalam wadah kelompok. Kelompok nelayan pada umumnya bersifat tidak formal, yaitu tidak ada ikatan secara administrasi, kelompok tidak memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, hubungannya lebih kental hubungan sosial dari pada hubungan usaha semacam koperasi. Kelompok nelayan juga tidak ada batas waktu atau syarat-syarat untuk menjadi anggota kelompok. Kelompok nelayan pada umumnya dipimpin oleh para tokoh adat setempat dan tidak ada batas waktu sebagai ketua kelompok. Secara konsepsi kelompok nelayan merupakan kumpulan nelayan yang terikat secara non formal atas dasar keserasian, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi dan
15
sumber daya), keakraban, kepentingan bersama dan saling percaya mempercayai, serta mempunyai kesadaran “kolektif” untuk mencapai tujuan bersama. Dalam kenyataan yang berlangsung saat ini, kelompok hanya dicirikan bahwa sesama anggota saling mengenal baik, akrab, saling percaya mempercayai, mempunyai pandangan dan kepentingan bersama dalam berusaha serta memilki beberapa persamaan seperti aspek tradisi, pemukiman, kegiatan usaha perikanan, jenis usaha, status ekonomi, status sosial, bahasa, usia, ekologi dan pendidikan. Sedangkan kelompok nelayan masa depan tidak hanya mengacu kepada konsepsi dan kondisi kelompok nelayan yang ada sekarang, akan tetapi pengertian kelompok nelayan yang berdaya saing tinggi yang mampu menghadapi era globalisasi pasar. Upaya pengembangan kelompok nelayan sebagai basis kegiatan ekonomi di pedesaan perlu dilihat secara komprehensif, disesuaikan dengan tujuan pembangunan perikanan dan kelautan secara utuh pada masa yang akan datang. Untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut, kelompok nelayan dipengaruhi oleh perubahan tak terkendali (teknologi, sumber daya alam, prasarana fisik, dan sosial budaya) seperti terlihat pada Gambar 2. Berdasarkan Gambar 2 (paradigma pengembangan kelompok nelayan) dapat di uraikan bahwa, kinerja kelompok nelayan di masa mendatang dalam mencapai tujuan pembangunan dipengaruhi oleh aspek ekonomi dan sosial budaya. Sistem ekonomi dipengaruhi oleh pemberdayaan sumber daya manusia (skill, manajerial dan organisasi), absorbsi kapital dan adopsi teknologi. Sedangkan aspek sosial dipengaruhi oleh tata nilai yang mencakup dua hal yaitu sistem moral (kolektif) dan etos kerja (individu). Pemberdayaan kelompok nelayan akan terlihat pada terbentuknya kesadaran moral untuk lebih mengharmoniskan hubungan antar perilaku usaha, antara manusia dengan sumber daya perikanan dan lingkungan setempat, antar sesama perilaku sosial pada sistem sosial yang berbeda. Sistem moral ini diharapkan dapat memerankan diri dalam penentuan basic need, pemerataan kesempatan kerja dan pendapatan, partisipasi dalam pengambilan keputusan, mobilitas sosial dan penghargaan masyarakat pesisir (pedesaan pantai) terhadap pemeliharaan daya dukung sumber daya perikanan setempat.
16
SDM - Individu - Kolektif
KAPITAL
EKONOMI
Pemberdayaan - SDM - Skill - Manajerial - Organisasi
Produktivitas Nilai Tambah faktor Produksi
Kinerja Kelompok
Pendapatan
Pemngembangan Potensi SDI (Y10)
Pemerataan - Pendapatan - Pekerjaan
SOSBUD TEKNOLOGI
Pengembangan Network (Y12)
Mobilitas Sosial Vertikal
Sistem Nilai
HARMONIS
Sistem Moral
Gambar 2
PRODUKTIFITAS
Etos Kerja
Partisipasi/ Keputusan Pemeliharaan Daya Dukung Sumber Daya Perikanan
Paradigma pengembangan kelompok nelayan sebagai basis kegiatan ekonomi wilayah pesisir melalui pemberdayaan SDM, kapitalisasi dan adopsi teknologi (Sumber : Deptan, 2000)
2.2 Pemberdayaan Nelayan Deptan (2000), menggerakkan perekonomian nelayan atau wilayah pesisir yang dicirikan oleh peningkatan pendapatan, nilai tambah atas faktor produksi dan peningkatan pendapatan maka kelompok nelayan perlu diarahkan untuk memiliki daya saing yang tinggi. Kelompok nelayan yang berdaya saing tinggi perlu didukung oleh adanya kedinamisan usaha. Disamping itu perlu juga didukung oleh struktur, organisasi, manajemen yang baik, serta adanya dukungan kapital, teknologi dan skill yang merupakan pengaruh keterpaduan faktor internal dan faktor eksternal. Pendinamisan kelompok nelayan merupakan usaha aktif kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Proses pendinamisan suatu kelompok nelayan pada prinsipnya adalah memberi pengertian agar kelompok tersebut sadar tentang situasi dan kondisi yang ada saat ini dan sekaligus mengetahui posisinya dimana kelompok tersebut berada sehingga dapat meresponnya dengan wajar. Dengan demikian dengan 17
proses pendinamisan kelompok nelayan merupakan respon terhadap tuntutan hidup yang lebih baik, globalisasi pasar, dan arah transformasi dari budaya agribisnis nasional ke budaya agribisnis modern, sehingga terjadi perubahan karakteristik usaha, produk perikanan dan peranannya dalam perekonomian wilayah pesisir, kesemuanya itu, pada akhirnya akan memberikan energi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan pesisir secara keseluruhan. Pemberdayaan kelompok nelayan merupakan hal yang penting dalam mencapai ke arah tujuan pembangunan perikanan sebab kelompok nelayan merupakan kelembagaan terdepan di tingkat operasional dan berperan sebagai pelaku utama dalam pengembangan usaha perikanan. Pemberdayaan kelompok nelayan ini merupakan kondisi yang ditumbuhkan melalui penyuluhan perikanan dalam bentuk perubahan perilaku anggotanya. Untuk mampu melaksanakan usaha yang terus berkembang dimasa depan, tentunya diperlukan kualifikasi yang lebih baik bagi pelaku usaha, atau SDM perikanan (khususnya nelayan dan serentetan kelompok yang terkait erat dengannya). Pengembangan agribisnis perikanan oleh pemerintah terkesan sangat top down, sentralistik dan kurang memberikan ruang yang cukup leluasa bagi daerah dan pelaku-pelaku usaha skala menengah untuk mengorganisir diri. Penguatan organisasi usaha hanya terlihat pada masing-masing sub sistem usaha dan tidak pada keseluruhan jaringan usaha (agribisnis). Penguatan terlihat pada subsistem usaha pengolahan dan industri dan pemasaran skala besar dan ekspor, sementara sub sistem usaha nelayan terlihat lemah dalam penguasaan kapital dan teknologi. Hal ini akan menyebabkan lemahnya
keorganisasian
usaha
perikanan
yang
sekaligus
menyebabkan
ketidakefisienan sistem usaha perikanan di Indonesia. Pemberdayaan kelompok nelayan melalui sistem organisasi bisnis ini atau diistilahkan dengan korporatisasi diharapkan bisa menciptakan struktur keorganisasian usaha yang ramping dan tidak timpang.
Kelompok nelayan dapat dikembangkan menjadi lembaga usaha yaitu
sekarang disebut kelompok usaha bersama (KUB). KUB ini dapat diarahkan menjadi lembaga usaha setelah anggotanya berorentasi mengembangkan usaha bersama. Sekarang sudah banyak kelompok usaha bersama yang sudah berkembang dan maju, karena dilakukan latihan-latihan usaha baik secara taknis maupun latihan secara manajemen usaha.
Sehingga kedepan dalam mengembangkan usaha di lokasi
pemukiman nelayan akan lebih mudah melalui kelompok-kelompok nelayan setempat. 18
Dinamika dan Proses Pemberdayaan
SDM Kebijakan Kelembagaan Terkait
- Kapital - Teknologi - Skill
Kelompok Nelayan Berdaya Saing Tinggi
Produktivitas Nilai Tambah Atas Nilai Produksi Pendapatan
Tata Nilai Struktur Organisasi Manajemen
Pemerataan (Pendapatan dan Pekerjaan) Basic Need Mobilitas Sosial Vertikal Partisipasi/ Keputusan Pemeliharaan Daya Dukung Sumber Daya Perikanan Setempat
FEED BACK
Gambar 3
Kerangka pikir pengembangan kelompok nelayan sebagai basis kegiatan ekonomi di wilayah pesisir (Sumber : Deptan, 2000)
Seperti halnya sistem organisasi
bisnis,
sistem manajemen untuk
pengembangan usaha perikanan juga belum mengindahkan aspek yang berkaitan dengan peningkatan daya saing kelompok nelayan. Pada tahap ini ciri manajemen yang tampak masih kurang diterapkan asas transparansi, bersih dan tanggung jawab. Indikasi ini salah satunya terlihat dari organisasi koperasi atau KUD yang masih terkesan sebagai perpanjangan birokrasi pusat, yang dalam hal ini kurang dituntut adanya keterbukaan terhadap anggota. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa kinerja KUD yang demikian jauh dari kepantasan untuk menghadapi persaingan yang ketat dalam era globalisasi. Dengan demikian gambaran pemberdayaan kelompok
19
nelayan perlu dilakukan reorientasi dibidang manajemen dengan memperhatikan kaidah-kaidah tadi (transparan, bersih dan bertanggung jawab). Kelompok nelayan yang berdaya saing tinggi ditentukan oleh kualitas atau skill SDM. Samsu (2000) menekankan bahwa masyarakat agribisnis yang didambakan pada masa kini adalah pelaku agribisnis yang mempunyai wawasan agroindustri, yang diwujudkan melalui mekanisme pengembangan SDM perikanan yang berwawasan agribisnis dan pembangunan infrastruktur perikanan yang berwawasan industri. Kedua aspek tersebut harus diusahakan sedemikian rupa agar menjadi bagian dari kultur budaya nelayan Indonesia. Kemampuan nelayan dalam memilih teknologi yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan harus ditingkatkan dan diberi kesempatan yang seluas-luasnya, agar teknologi tersebut menjadi efektif dan efisien di dalam mendukung peningkatan produktivitas usaha perikanan. Selain itu nelayan juga harus didorong (encouraged) semaksimal mungkin untuk bisa berinovasi dalam bidang teknologi yang diinginkannya. Dukungan absorbsi kapital perlu mendapatkan perhatian agar kelompok nelayan berdaya saing tinggi. Diharapkan dengan adanya kelancaran dukungan kapital (termasuk sistem pelayanannya) kegiatan usaha perikanan ditingkat nelayan bisa berjalan secara lancar yang pada akhirnya dapat menggerakkan perekonomian di pedesaan pesisir/pantai. Menurut Kadarsan (1992) ada dua macam risiko dalam usaha Agribisnis yaitu pertama risiko perusahaan dimana berhubungan dengan bermacam-macam tingkat pendapatan yang diterima akibat bermacam-macam kegiatan usaha yang dijalankan oleh suatu perusahaan agribisnis. Risiko yang kedua adalah risiko keuangan dimana terjadi kerugian yang lebih besar akibat bertambahnya pemakaian modal pinjaman atau karena bertambah besarnya rasio pemakaian modal pinjaman dan modal sendiri. Dan ada lima sebab utama risiko yaitu ketidakpastian produksi, tingkat harga, perkembangan teknologi, tindakan-tindakan perusahaan dan orang atau pihak lain dan karena sakit atau kecelakaan (kematian). UU RI no 31 tahun 2004; Proses pengolahan ikan dan produk perikanan wajib memenuhi persyaratan kelayakan pengolahan ikan, sistem jaminan mutu, dan keamanan hasil perikanan (Pasal 20, Bab IV). Usaha Perikanan dilaksanakan dalam sistem bisnis perikanan yang meliputi praproduksi, produksi, pengolahan, dan pemasaran (Pasal 25, Bab V). Pemerintah menyediakan dan mengusahakan dana 20
untuk memberdayakan nelayan kecil dan pembudidayaan ikan kecil, baik dari sumber dalam negeri maupun sumber luar negeri, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 62, Bab X). Pengusaha perikanan mendorong kemitraan usaha yang saling menguntungkan dengan kelompok nelayan kecil atau pembudidaya ikan kecil dalam kegiatan perikanan (Pasal 63, Bab X). DKP (2006) Bab XII, usaha perikanan tangkap terpadu dengan fasilitas penanaman modal sebagai berikut : Pasal 46 menjelaskan : (1)
Orang atau badan hukum asing yang akan melakukan usaha penangkapan ikan harus melakukan investasi usaha pengolahan dengan pola investasi perikanan tangkap terpadu dan.
(2)
Pola investasi perikanan tangkap terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membangun dan/atau memiliki sekurang-kurangnya berupa unit pengolahan ikan.
Pasal 47 menjelaskan : (1)
Orang atau badan hukum asing yang akan melakukan usaha perikanan tangkap terpadu wajib menggunakan fasilitas penanaman modal asing (PMA) atau fasilitas penanaman modal dalam negeri (PMDN), dengan mendirikan usaha perikanan tangkap terpadu berbadan hukum dan berlokasi di Indonesia.
(2)
Persyaratan dan tatacara permohonan penanaman modal dalam rangka PMA atau PMDN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 48 menjelaskan : (1)
Perbandingan antara modal asing dengan modal dalam negeri untuk usaha perikanan tangkap terpadu dengan fasilitas PMA sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) berasal dari modal dalam negeri, sejak tahun pertama perusahaan didirikan.
(2)
Untuk menilai keberadaan permodalan dan/atau aset dari penanaman modal usaha perikanan tangkap terpadu dilakukan pengecekan aset oleh tim yang ditetapkan Direktur Jenderal
Pasal 49 menjelaskan :
21
(1)
Usaha perikanan tangkap terpadu dengan fasilitas PMA dapat dilakukan antara orang atau badan hukum asing dengan orang atau badan hukum Indonesia dengan mengajukan permohonan penanaman modal kepada instansi yang berwenang di bidang penanaman modal.
(2)
Pengajuan permohonan PMA sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat berupa usulan penanaman modal baru dan/atau perluasan penanaman modal dalam rangka PMA atau PMDN.
(3)
Persyaratan, tatacara dan prosedur investasi dengan fasilitas PMA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 50 menjelaskan : (1)
Orang dan/atau badan hukum asing dapat menanamkan modalnya melalui penyertaan modal pada perusahaan Indonesia yang menggunakan fasilitas PMDN dengan ketentuan maksimum 80% dari modal yang dimiliki perusahaan yang dimaksud, dan status perusahaan berubah menjadi PMA.
(2)
Persyaratan, tatacara dan prosedur investasi dengan fasilitas penyertaan modal orang atau badan hukum asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 51 menjelaskan : (1)
Usaha perikanan tangkap terpadu dalam rangka PMA dan/atau PMDN dapat dilakukan melalui penggabungan perusahaan (merger).
(2)
Badan-badan hukum yang melakukan penggabungan perusahaan (merger) dapat menggunakan aset perusahaannya berupa unit pengolahan ikan dan/atau kapal perikanan.
(3)
Penggunaan aset sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus terlebih dahulu dihitung nilai nominalnya oleh lembaga penilai aset independen yang diakreditasi oleh Pemerintah.
(4)
Persyaratan, tatacara dan prosedur penggabungan perusahaan (merger) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 52 menjelaskan :
22
(1) Modal dalam rangka penanaman modal baru, perluasan penanaman modal, penyertaan modal dan penggabungan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 51 dapat berupa fasilitas pengolahan ikan dan/atau fasilitas pendukungnya dan/atau kapal-kapal penangkap ikan. (2) Fasilitas pengolahan, pendukung serta kapal-kapal penangkap ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sebagai barang modal dan harus terlebih dahulu dihitung nilai nominalnya oleh lembaga penilai aset idependen yang diakreditasi oleh Pemerintah.
2.3 Review Terhadap Beberapa Program Pemberdayaan Masyarakat Miskin Program pemberdayaan sosial ekmonomi masyarakat pesisir dalam rangka penanggulangan kemiskinan mencakup berbagai aspek kehidupan, sehingga pendekatannya pun meski bersifat holistic. Peningkatan akses dan pelibatan dalam ekonomi merupakan ujung tombak dari pendekatan holistik itu. Oleh karena itu upaya perluasan akses dan peningkatan partisipasi masyarakat pesisir dalam kegiatan ekonomi pesisir sangatlah penting. Tentu saja hal tersebut dilakukan dengan iringan perbaikan sistem pendukungnya yang mendorong peningkatan produksi dan pendapatan serta mempercepat proses penanggulangan kemiskinan tersebut. Namun demikian, patut dicatat juga upaya pemberdayaan masyarakat pesisir mesti memperhatikan stratifikasi sosial yang ada. Hal ini mengingat pada umumnya program pemberdayaan masyarakat nelayan bisa kepada nelayan lapisan atas (Satria, 2001). Beberapa kebijakan pemberdayaan yang perlu dikembangkan paling tidak bisa mencakup tiga aspek, yakni aspek usaha, SDM, dan lingkungan. (1)
Pemberdayaan usaha ; merupakan upaya peningkatan kualitas usaha perikanan. Ada beberapa hal yang mencakup dalam aspek usaha. Pertama, inovasi teknologi, peningkatan akses informasi, pasar, bantuan modal dan transfer pengetahuan yang dapat mendorong efisiensi produksi, efektivitas manajemen dan modernisasi alat-alat maupun faktor produksi, menjadi tahapan yang harus ditempuh. Kedua, pemberdayaan usaha juga mesti mencakup pengembangan asuransi perikanan untuk mengurangi tingginya tingkat resiko kegiatan penangkapan yang dilakukan nelayan kecil. Ketiga, perlu program kemitraan yang diarahkan untuk menciptakan hubungan yang paling menguntungkan baik secara sosial maupun ekonomi antara kelompok pelaku 23
usaha besar dengan nelayan kecil. Ketiga hal tersebut merupakan langkah yang mesti terpadu untuk memecahkan kemiskinan struktural. (2)
Pemberdayaan SDM ; merupakan langkah peningkatan kualitas SDM baik dalam konteks pola sikap dan perilaku, keterampilan, kemampuan manajerial, maupun aspek gizi. Salah satu langkah yang perlu dikembangkan dan mesti diteruskan adalah pelatihan kredit mikro sistem grameen bank. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan manajemen organisasi masyarakat pesisir serta untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas nelayan kelompok dalam penyediaan modal usaha. Diharapkan terjadi peningkatan kualitas nelayan dalam manajemen organisasi nelayan, mengakses modal usaha, serta tumbuhnya kesadaran nelayan tentang pentingnya modal usaha melalui mekanisme tabungan kelompok. Ini merupakan entry point menanggulangai kemiskinan kultural dikalangan nelayan.
(3)
Pemberdayaan lingkungan ; merupakan langkah penting dalam mencegah dan mengatasi terjadinya kemiskinan alamiah sekaligus merupakan pintu bagi terwujudnya perikanan yang berkelanjutan (sustainable fisheries). Langkah pemberdayaan lingkungan tersebut mencakup peningkatan kesadaran dan kemampuan nelayan dalam konservasi sumber daya pesisir dan laut. Dalam beberapa tahun terakhir program penanggulangan kemiskinan atau
pemberdayaan yang ditangani oleh berbagai sektor semakin marak dan mendapat momentum yang semakin besar. Program-program dimaksud diantaranya berupa program khusus seperti IDT dan Takesra/Kukesra dan program sektoral lainnya seperti P4K, KUB (Departemen Pertanian), HPH bina desa hutan (Departemen Kehutanan), kelompok usaha bersama/KUB (Departemen Sosial), usaha ekonomi desa/UED (Ditjen PMD-Depdagri), proyek hubungan dan swadaya masyarakat/PHBK (Bank Indonesia) dan proyek sektoral lainnya termasuk kegiatan pemberdayaan yang telah dilakukan oleh LSM/LPSM yang belum terpublikasikan. Secara kuantitatif program atau penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan sulit dihitung karena jenis dan jumlahnya demikian banyak dan beragam. Secara kuantitatif program penanggulangan kemiskinan telah banyak memberikan kontribusi dalam menurunkan angka kemiskinan absolut, dimana pada tahun 1972 jumlah penduduk miskin berjumlah 69 juta orang menjadi 22 juta orang atau 11,3% pada tahun 1997 (Satria, 2001)
24
Problematika terjadi krisis moneter yang dimulai bulan Juli 1997 telah mengubah hasil kerja puluhan tahun yang seolah-olah kembali ke titik nol dan praktis menambah angka kemiskinann. Kontribusi krisis moneter ini bagi pendatang baru mungkin masih memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari, tetapi bagi yang miskin sejak dahulu seperti nelayan dan keluarganya, petani kecil di desa dan berbagai kalangan yang kehidupannya serupa akan semakin miskin terpuruk. Berbagai program penanggulangan kemiskinan baik yang dilakukan oleh dinas/instansi pemerintah maupun oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) memiliki elemen-elemen pendekatan yang sama yakni : pertama adanya pendekatan kelompok; kedua adanya pendekatan modal/dana sebagai pemicu kegiatan ekonomi; ketiga adanya pendampingan pada kelompok-kelompok warga binaan; keempat adanya pendayagunaan “resource” setempat. Namun demikian, ada pula kekhawatiran dan keraguan tentang efektivitas sumber daya yang telah kita alokasikan pada program kemiskinan mempunyai dasar, mengingat pembangunan yang begitu besar harus muncul dari masyarakat itu sendiri. Pemerintah hanya mengarahkan, membina dan mengendalikan ke arah yang benar sehingga terwujud perubahan struktur masyarakat yang lebih mandiri. Hal ini sejalan dengan pemikiran bahwa peran aparatur negara harus bergeser dari mengendalikan menjadikan, mengarahkan, dari memberi menjadi memberdayakan. Asumsi selama ini bahwa pemerintah pasti senantiasa tahu apa yang terbaik untuk rakyat, sudah harus ditinggalkan. Bila strategi dan arah kemandirian warga binaan menjadi fokus utama bersama, maka menjadi tugas bersama pula untuk mencari dan merumuskan komponen-komponen metodologi penanggulangan kemiskinan yang dapat mengantar warga binaan menjadi mandiri. Kemandirian harus dipahami sebagai kemampuan warga binaan untuk menjangkau fasilitas yang tersedia dan kemampuan mengambil keputusan sendiri, untuk mencapai kesejahteraannya. Kemandirian dengan demikian adanya paham yang proaktif dan bukan reaktif atau detensif. Kemandirian merupakan konsep
dinamis
karena
mengenali
bahwa
kehidupan
dan
kondisi
saling
ketergantungan senantiasa berubah, baik konstelasinya, pertimbangannya maupun nilai-nilai yang mendasarinya dan mempengaruhinya. Berdasarkan pengalaman berbagai proyek/program pemberdayaan atau proyek penanggulangan kemiskinan, meliputi beberapa hal berikut ini.
25
2.3.1 Masalah sumberdaya masyarakat Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang ditandai oleh pengangguran dan keterbatasan yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan. Masyarakat miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas akses pada kegiatan ekonomi sehingga semakin tertinggal jauh dari masyarakat lainnya. Kemiskinan umumnya diukur dengan tingkat pendapatan, dan pada dasarnya dapat dibedakan dalam beberapa pengertian, antara lain kemiskinan natural (alamiah) dan kemiskinan struktural. Kemiskinan memiliki dimensi yang beragam, masyarakat miskin tidak hanya miskin ekonomi tetapi juga miskin dimensi-dimensi lainnya seperti dalam hal kesehatan, pendidikan, keluarga berencana, dan juga dimensi spiritual keagamaan. Upaya untuk menanggulanginya diperlukan pendekatan yang komprehensif, bukan hanya bersifat ekonomi saja melainkan juga aspek-aspek lainnya. Dengan demikian, program penanggulangan kemiskinan merupakan “Human Development Investment”. Program penanggulangan kemiskinan yang dewasa ini banyak dilakukan kurang memiliki pemahaman mendalam tentang hakekat kemiskinan, orang miskin dipandang sebagai orang tidak berupaya (The Have Not) bahkan dipandang sebagai beban pembangunan. Hal ini yang sering disalah fahami adalah pengembangan sumber daya manusia dalam kaitan dengan masyarakat miskin telah dikacaukan antara Human Development/HD (pengambangan manusia) bukan Human Resource Development. Sebab dengan Human Resources, kita arahkan untuk mendidik tenaga terampil untuk kepentingan pemilik modal dan terjebak pada manusia sebagai obyek. Program penanggulangan kemiskinan harus diarahkan pada pengembangan manusia (Human Development) sejak usia balita. Langkah pengembangan manusia harus diawali dengan penyadaran pengertian, keterampilan, pemanfaatan sumber daya di lingkungan sendiri, pengambilan keputusan, organisasi, manajemen, wirausaha, dan mengenalkan berbagai fasilitas pembangunan yang tersedia. Dengan langkah-langkah ini diharapkan masyarakat miskin dapat menjadi masyarakat yang bertanggung jawab dan dapat berpartisipasi secara penuh dalam proses pembangunan. Masyarakat ini ditandai oleh kumpulan manusia seutuhnya dan manusia yang berkualitas dengan ciricirinya iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, produktif, kreatif, disiplin dan mandiri. Manusia yang mandiri biasanya memeiki kompetensi dimana mempunyai skil, pengetahuan dan sikap yang baik.
26
2.3.2 Masalah kelembagaan Pendekatan kelompok yang selama ini dilakukan oleh berbagai program penanggulangan kemiskinan secara mikro dipandang sebagai suatu pendekatan yang efektif dan dapat menjangkau lebih banyak mereka yang miskin. Di samping itu, pendekatan kelompok dapat menumbuhkan rasa kesetiakawanan, membina budaya gotong royong diantara warga binaan. Lebih dari itu, pendekatan kelompok dapat pula sebagai wahana munculnya kepemimpinan dari mereka sendiri dan sebagai wahana bagi
dinas/instansi
sektoral
pemerintah
dalam
menyampaikan
pesan-pesan
pembangunan sesuai dengan bidangnya. Masalah yang sering dijumpai dalam menerapkan pendekatan kelompok sering berhenti pada kelompok yang bercorak sosial belaka, kegiatan ekonomi hanya berjalan pada saat awal program karena adanya kucuran modal/dana awal. Untuk itu, para pendamping kelompok haruslah dibekali wawasan, agar dalam mendampingi kelompok tidak berhenti pada kegiatan sosial saja, tetapi harus berlanjut dan mandiri menjadi kegiatan ekonomi dengan skala yang lebih besar. Dengan demikian kelompok menjadi modal dasar bagi terbentuknya lembaga ekonomi lainnya. Masalah lain yang terabaikan adalah pengertian kelembagaan sering diartikan sebatas kelompok-kelmpok, pada kelembagaan mencakup pula pengertian sistem dan kebijakan serta kelembagaan sistem itu sendiri. Kelembagaan sektor perikanan saat ini belum sempurna/mapan khususnya yang bernuansa bisnis perikanan dalam suatu sistem agrobisnis yang terintegrasi antara aspek input, penangkapan, pengolahan dan pemasaran ekspor maupun dalam negeri. Tiadanya ikatan institusional antar pelaku dalam agrobisnis perikanan tersebut menyebabkan nelayan yang bersifat lemah, menghadapi kelompok kutub hilir (pedagang/broker ikan) maupun penyuplai faktor produksi pedagang barang-barang untuk keperluan operasional yang sangat kuat yang menyebabkan munculnya masalah transmisi global yang menggambarkan beban risiko pada nelayan.
2.3.3 Masalah permodalan Program penanggulangan kemiskinan yang dewasa ini dilancarkan pada umumnya memberikan dukungan permodalan, pendekatan ini sangat membantu warga binaan meningkatkan pendapatan mereka. Bentuknya dukungan permodalan yang diberikan pada warga binaan dapat diklasifikasikan dalam bentuk : bantuan cuma-cuma, bantuan bergulir/berputar bantuan subsidi, bantuan kredit komersial 27
(dengan kemudahan khususnya). Semua bentuk bantuan diatas bagi warga binaan sendiri merupakan dukungan dalam meningkatkan skala usahanya. Masalahnya adalah bentuk bantuan yang bagaimana yang dapat mendorong dan memotivasi warga binaan mencapai kemandirian. Di samping itu, program penanggulangan kemiskinan memiliki keterbatasan sumber daya baik tenaga, waktu dan dana terlebih lagi dalam situasi semakin langkanya sumber-sumber permodalan warga binaan. Dalam hubungan ini, maka dimasa depan harus mulai diantisipasi bentuk dukungan modal/kredit yang berdimensi pendidikan, bukan bentuk dukungan “charitatif” atau belas kasihan. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kredit yang berdimensi pendidikan adalah secara berkelompok maupun perorangan dapat akses kredit secara normal pada lembaga keuangan dalam hal ini di Bank. Untuk mencapai tahap itu, warga binaan harus mulai dikenalkan dengan Financial Intermediary Institutions (Lembaga Keuangan Perantara) di wilayahnya. Disamping akses pada permodalan, warga binaan (kelompok) perlu dibimbing untuk dapat akses warga binaan terhadap sumber data setempat (Sumber Daya Alam), hal ini dapat dilakukan melalui upaya advokasi.
2.3.4 Stakeholder Stakeholder adalah pihak-pihak yang berkepentingan, individu atau kelompok yang mempunyai kepentingan sama atas kehidupan dan suksesnya organisasi. Pihak-pihak tersebut (stakeholder) antara lain : (1)
Sektor produksi terdiri dari 1) Kelompok penangkapan (nelayan) 2) Kelompok budidaya (petani nelayan)
(2)
Sektor pengolahan 1) Kelompok pengolahan tradisional (home industri) 2) Kelompok pengolahan modern (pabrikan)
(3)
Sektor pemasaran 1) Kelompok pemasar lokal. 2) Kelompok pemasar internasional (import)
(4)
Sektor pengguna 1) Konsumen lokal 2) Konsumen internasional
(5) 28
Sektor pengadaan dan penyalur sarana produksi
1) Kelompok pabrik es 2) Kelompok galangan kapal 3) Kelompok perbaikan perawatan 4) Kelompok suplai perbekalan operasional (6)
Sektor lembaga penunjang 1) Kelompok keuangan 2) Kelompok penelitian 3) Kelompok perguruan tinggi 4) Kelompok NGO (LSM) 5) Instansi pemerintah (bea cukai, pelabuhan, bank, sahbandar, imigrasi)
Pengertian stakeholder Istilah stakeholder sudah sangat populer. Kata ini telah dipakai oleh banyak pihak dan hubungannnya dengan berbagi ilmu atau konteks, misalnya manajemen bisnis, ilmu komunikasi, pengelolaan sumber daya alam, sosiologi, dan lain-lain. Lembagalembaga publik telah menggunakan secara luas istilah stakeholder ini ke dalam proses-proses pengambilan dan
implementasi keputusan.
Secara sederhana,
stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak, lintas pelaku, atau pihak-pihak yang terkait dengan suatu isu atau suatu rencana. Dalam buku Cultivating Peace, Ramizes mengidentifikasi berbagai pendapat mengenai stakekholder ini. Beberapa defenisi yang penting dikemukakan seperti Williamsson (1999) yang mendefenisikan stakeholder sebagai kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu, atau secara singkat mendefenisikan stekeholder merupakan orang dengan suatu kepentingan atau perhatian pada permasalahan. Stakeholder ini sering diidentifikasi dengan suatu dasar tertentu sebagimana dikemukakan Williamsson (1999), yaitu dari segi kekuatan dan kepentingan relatif stakeholder terhadap isu, dari segi posisi penting dan pengaruh yang dimiliki mereka. Pandangan-pandangan di atas menunjukkan bahwa pengenalan stakeholder tidak sekedar menjawab pertanyaan siapa stakeholder suatu isu tapi juga sifat hubungan stakeholder dengan isu, sikap, pandangan, dan pengaruh stakeholder itu. Aspek-aspek ini sangat penting dianalisis untuk mengenal stakeholder.
29
Kategori stakeholder Berdasrkan kekuatan, posisi penting, dan pengaruh stakeholder terhadap suatu isu stakeholder dapat diketegorikan kedalam beberapa kelompok ODA (1995) mengelompokkan stakeholder kedalam yaitu stakeholder primer, sekunder dan stakeholder kunci sebagai gambaran pengelompokan tersebut
pada berbagai
kebijakan, program, dan proyek pemerintah (publik) dapat kemukakan kelompok stakeholder seperti berikut :
Stakeholder utama (primer) Stakeholder utama merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan, program, dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan. (1)
Masyarakat dan tokoh masyarakat : Masyarakat yang terkait dengan proyek, yakni masyarakat yang di identifkasi akan memperoleh manfaat dan yang akan terkena dampak (kehilangan tanah dan kemungkinan kehilangan mata pencaharian) dari proyek ini. Tokoh masyarakat : Anggota masyarakat yang oleh masyarakat ditokohkan di wilayah itu sekaligus dianggap dapat mewakili aspirasi masyarakat
(2)
Pihak manajer publik : lembaga/badan publik yang bertanggung jawab dalam pengambilan dan implementasi suatu keputusan.
Stakeholder pendukung (sekunder) Stakeholder pendukung (sekunder) adalah stakeholder yang tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek, tetapi memiliki kepedulian (consern) dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah. (1)
Lembaga (Aparat) pemerintah dalam suatu wilayah tetapi tidak memiliki tanggung jawab langsung.
(2)
Clayton (1985) lembaga pemerintah yang terkait dengan isu tetapi tidak memiliki kewenangan secara langsung dalam pengambilan keputusan.
(3)
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) setempat : LSM yang bergerak di bidang yang bersesuai dengan rencana, manfaat, dampak yang muncul yang memiliki “concern” (termasuk organisasi massa yang terkait).
30
(4)
Perguruan Tinggi : Kelompok akademisi ini memiliki pengaruh penting dalam pengambilan keputusan pemerintah. Oleh Williamsson (1999).
(5)
Pengusaha (Badan usaha) yang terkait.
Stakeholder kunci
Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai levelnya, legislatif, dan instansi. Misalnya, stakeholder kunci untuk suatu keputusan untuk suatu proyek level daerah kabupaten. (1)
Pemerintah Kabupaten
(2)
DPR Kabupaten
(3)
Dinas yang membawahi langsung proyek yang bersangkutan.
Stakeholder VS publik Berdasarkan uraian di atas, pengertian stakeholder dalam pengambilan keputusan publik lebih luas daripada istilah publik itu sendiri. Banyak kasus istilah stakeholder sering digunakan dalam arti yang sama. Misalnya, keputusan ini tidak boleh hanya didominasi oleh pemerintah, tetapi harus melibatkan seluruh stakeholder. Jika yang dimaksud adalah stakeholder non-pemerintah, maka seharusnya dinyatakan sebagai stakeholder publik. Pada kasus lain, pengertian publik lebih luas dari stakeholder. Publik dapat berarti semua warga negara non pemerintah, sementara stakeholder hanya terkait dengan suatu isu/rencana tertentu. Istilah dalam literatur pelibatan publik bahwa yang diidentifikasi sebagai kelompok yang perlu dilibatkan dinyatakan sebagai publik relevan (relevant publik). Istilah publik relevan inilah dapat disamakan dengan stakeholder publik. Clayton (1995) menyatakan bahwa publik relevan terhadap suatu isu adalah semua representasi group atau individu masyarakat baik yang terorganisir maupun tidak teroganisir masyarakat sebagai publik yang dapat memberikan informasi yang dapat digunakan untuk penyelesaian, dengan kata lain sumber informasi yang tepat dalam pengumpulan data untuk pengambilan keputusan, atau publik yang dapat mempengaruhi kemampuan mengimplementasikan keputusan. Jadi intinya adalah keterkaitan publik dengan isu-kebijakan, program, dan proyek yang dapat dilihat dari lokasi (manfaat dan resiko) dan ruang kepedulian. Istilah publik relevan dan istilah stakeholder publik penting diketengahkan 31
karena berbagai tulisan dan pernyataan yang bersifat umum mengenai stakeholder sering mempersamakan kata stakeholder dengan publik tanpa melihat keterkaitannya dengan suatu isu. Suatu perencanaan misalnya sering mempersyaratkan adanya keterlibatan stakeholder. Untuk memenuhi syarat ini, pemerkarsa biasanya langsung mendaftar semua institusi sebagai suatu cara pelibatan stakeholder secara luas. Karena tersusunlah daftar panjang instansi-instnasi, LSM-LSM, organisasi masyarakat, para pengusaha, perguruan tinggi tanpa melihat keterkaitan antara institusi dengan isu. Padahal keterkaitan tersebutlah yang sangat penting diperhatikan. Karakteristik Stakeholder Selain pengelompokkan berdasarkan hubungan antara stakeholder dengan isu, stakeholder-stakeholder publik atau apa yang diistilahkan dengan publik relevan dapat dikolompokkan berdasarkan karakteristik pengorganisasiannya, yaitu : (1)
Stakeholder publik yang tidak terorganisir. Stakeholder individu yang tidak dapat diwakili oleh pihak lain. Masyarakat, tokoh masyarakat, pengamat, dan sebagainya.
(2)
Stakeholder publik yang terorganisir, stakeholder yang terhimpun dalam suatu organisasi atau kelompok tertentu, dimana pimpinan atau anggota yang ditunjuk dapat mewakili organisasinya memberi pandangan dan sikap dalam proses pengambilan atau implementasi suatu keputusan.
(3)
Stakeholder yang terorganisir secara semu. Stakeholder yang memiliki organisasi atau kelompok tertentu, tetapi tidak memiliki perwakilan dalam pengambilan keputusan. Pemimpin dan anggota diberi kebebasan bersikap dan berpandangan sehingga biasanya anggotanya tidak bisa bertindak atas nama organisasi. Misalnya, beberapa organisasi informal di masyarakat, LSM-LSM, dan sebagainya. Dalam proses pengambilan keputusan, suatu isu dapat berhubungan dengan
salah satu karakteristik stakeholder atau kombinasi stakeholder tersebut. Maksudnya, suatu keputusan yang akan diambil dapat berhubungan stakeholder publik yang tidak terorganisir atau dapat pula berhubungan dengan beberapa stakeholder terorganisir (multi-stakeholder terorganisir). Paling sederhana, berhadapan dengan hanya satu group stakeholder terorganisir, tetapi adakah? Karena itu, makin luas cakupan wilayah isu dan makin tinggi derajat pengaruh isu terhadap berbagai pihak baik dari segi manfaat maupun resiko makin kompleks stakeholder-nya. Namun demikian tidak berarti luasnya cakupan dan kompleksnya derajat pengaruh isu tersebut menggiring 32
kita justru menyederhanakan identifikasi stakeholder dengan serta merta melibatkan semua unsur yang ada dalam isu bersangkutan tanpa memilah-milah keterkaitannya. Pengelompokan stakeholder dapat dilihat dari kecendrungan posisi dan pandangan, misalnya kelompok yang terdiri LSM, organisasi masyarakat, tokoh masyarakat, dan masyarakat bawah, dan kelompok yang cenderung netral atau selama ini lebih berafiliasi dengan pemerintah, seperti Perguruan Tinggi, organisasi profesi dan konsultan. Secara umum, karakteristik stakeholder yang meliputi kepentingan/ kepedulian, kekuatan pengaruh terhadap keputusan, pengaruh terhadap anggota, cara kerja, social original, dan relasi antar stakeholder. Karakteristik ini sudah meliputi tiga komponen, yaitu kecenderungan sikap, perilaku, dan konteks mereka.
Representasi stakeholder publik Mungkin karena kerumitan pelibatan publik sehingga banyak pihak selalu mempersoalkan sukarnya mengidentifikasi publik yang representatif. Banyak kasus proses pengambilan keputusan yang telah melibatkan unsur non pemerintah tetapi protes atau penolakan dari beberapa pihak masih terjadi. Beberapa pihak menganggap bahwa proses pelibatan publik yang dilakukan hanya formalitas sementara perencana kebijakan merasa telah melibatkan publik secara luas. Ada pula keluhan bahwa pelibatan publik yang lebih luas lagi akan memakan biaya yang sangat besar dan waktu yang sangat lama. Karena itu masalah representasi publik menjadi hal yang sangat penting. Pertanyaannya adalah “siapa mewakili siapa?” “Apakah wakil-wakil memiliki legitimasi yang kuat dari suatu group? Pertanyaan-pertanyaan ini agaknya sukar dijawab tanpa suatu pengalaman empirik yang memadai. Namun demikian, beberapa pedoman yang penting. (Boks 1). Perlu dicatat, bahwa istilah representasi bukan dalam arti mewakili populasi tetapi mewakili sikap dan pandangan publik. Karena itu pula representasi ini tidak boleh dibatasi oleh wilayah administrasi, publik yang proaktif. Mungkin, kriteria representasi yang paling tepat ditetapkan sendiri melalui perundingan diantara mereka. Mereka yang diajak atau dilibatkan dalam perundingan awal adalah mereka mereka yang diidentifikasi sebagai publik yang pro-aktif.
Identifikasi stakeholder : isu, spasial, dan para pihak Untuk mengidentifikasi stakeholder, terdapat tiga unsur yang saling terkait yaitu, isu yang dapat berupa masalah, manfaat, kerugian, wilayah (border) isu dalam 33
hal ini lokasi/spasial, dan aktor personal dan atau institusi yang terkait dengan isu itu. Aktor inilah yang kemudian diidentifikasi sebagai stakeholder-stakeholder. Uraian cara-cara mengidentifikasi stakeholder ini akan disajikan dengan menampilkan kasus rencana pembangunan parasarana sumber daya air.
Analisa dilakukan sedini mungkin Analisis stakeholder hendaknya dilakukan sedini mungkin pada awal program untuk mengidentifikasikan berbagai kelompok yang tertarik, berkait dan berminat dengan isu tertentu seperti kesehatan reproduksi, lingkungan dll. Identifikasi pandangan dan karakteristik dari setiap stake holder ini sangat penting, yang merupakan dasar untuk pelaksanaan tahap berikutnya dalam prakarsa advokasi. Identifikasi yang spesifik ini dapat menghasilkan suatu “profil stakeholder”. Semakin spesifik informasi pada setiap stakeholder, maka semakin mudah untuk memastikan ketetapan informasi, pesan, dan investasi yang akan dilakukan.
Katagori Stakeholder Dalam advokasi sesuatu program dapat dibagi dalam empat katagori yaitu : (1)
Penerima advokasi (beneficiaries) atau stakeholder primer Adalah individu atau kelompok yang memperoleh manfaat secara langsung dari hasil suatu kegiatan advokasi. Jika dimobilisasi secara tepat maka penerima advokasi merupakan pendukung yang paling terpercaya dan meyakinkan. Namun sayang memobilisasi penerima advokasi ini susah dilaksanakan bahkan tidak mungkin
(2)
Mitra dan sekutu atau stakeholder sekunder Adalah individu, kelompok maupun organisasi yang mempunyai pandangan atau posisi yang sama dan siap bergabung didalam suatu koalisi untuk mendukung isu tertentu. Membangun kemitraan adalah penting, untuk itu perlu dilakukan identifikasi dan kontribusinya dalam usaha advokasi. Mitra perlu keyakinan dan dorongan terus menerus. Untuk mempererat kemitraan perlu adanya tujuan yang jelas, Pembagian informasi dan pengalaman belajar, komunikasi yang terbuka dan jujur, serta adanya pertemuan rutin.
(1)
Membuat keputusan atau stakeholder kunci Adalah mereka yang berkepentingan dengan kekuasaan atau otoritas untuk
34
bertindak mempengaruhi perubahan atau kebijakan yang diharapkan. Yang termasuk di dalam kelompok ini adalah para pembuat undang-undang, anggota parlemen, anggota kabinet, pemuka masyarakat, pemimpin agama, pemimpin tradisional dsb. Tidak dapat diragukan bahwa keputusan adalah merupakan target yang bermakna dalam suatu program advokasi. Untuk itu kelompok ini mendapat perhatian yang lebih dalam upaya advokasi dibandingkan dengan kelompok lainnya. (2)
Musuh atau penentang Adalah individu atau kelompok yang memiliki sikap yang bertentangan atau berbeda dalam suatu masalah tertentu dengan sikap dimana advokasi itu dilakukan.
Musuh, jangan dilihat sebagai lawan yang harus ditentang,
melainkan sebagai seseorang yang memiliki kayakinan dan sikap yang berbeda terhadap isu tertentu.
Pentingnya identifikasi musuh ini guna menentukan
posisi mereka tentang suatu masalah dan menentukan dasar untuk dialog. Stakeholders adalah pihak-pihak yang berkepentingan, individu atau kelompok yang mempunyai kepentingan sama atas kehidupan dan suksesnya organisasi. Pihakpihak tersebut antara lain; (1)
Pemilik atau pemegang saham
(2)
Pekerja/karyawan/ABK
(3)
Pemilik kapal
(4)
Nelayan
(5)
Pelaku pasar
(6)
Eksportir dan importir Perikanan
(7)
Koperasi perikanan.
(8)
Instansi pemerintah (Bea cukai, Pelabuhan perikanan, Sahbandar, Imigrasi)
(9)
Investor
2.3.5 Strategi pemasaran hasil perikanan dalam perspektif agribisnis Menurut Soepanto (1995) pilihan strategi yang yang tepat untuk strategi pemasaran hasil perikanan di Indonesia ialah pertama corporate strategy, kedua business strategy dan ketiga functional marketing strategy: (1)
Corporate strategy ialah economics of
scala dibentuk dengan cara
melaksanakan integrasi vertikal dan horizontal antara para pelakuk yaitu input35
supplier, produser, processor dan consumer. Kesemuanya menjadi satu kesatuan dan bekerja sama yang saling membutuhkan dan menguntungkan, dan masing-masing memiliki keunggulan. (2)
Business strategy yaitu value added strategy yang dibentuk lewat inovasi dalam produk maupun dalam proses. Inovasi dalam produk diharapkan menghasilkan kinerja yang lebih baik, sedangkan inovasi dalam proses produksi diharapkan dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi dan kualitas.
(3)
Functional marketing strategy yaitu dengan merumuskan strategi pemasaran dilaksanakan analisis enam fenomena pasar 1). Produk life cycle, 2). Segmentasi, 3). Positioning, 4). Market respones, 5). Keputusan pelanggan, 6). Pola pesaingan. Dari analisis tersebut kemudian ditetapkan keputusan strategis marketing yang
meliputi; (1)
Sasaran/target misalnya : market share, sales, contribution margin, keputusan pelanggan.
(2)
Segmentasi, targeting dan positioning (STP)
(3)
Bauran pasar (4P==6P=====9P); 4P == Product, Pricing, Placement dan Promotion, 6P = 4P + Power, Public relation, 9P = 6P + Visualisasi, Services dan Proses.
2.3.6 Masalah lingkungan hidup Masalah yang sering dilupakan dalam program penanggulangan kemiskinan adalah kurangnya perhatian terhadap masalah lingkungan hidup di mana masyarakat miskin itu berada. Kurangnya dan buruknya sarana prasarana lingkungan seperti jalan, MCK dan tidak ada akses pada air bersih dan penerangan telah memperburuk kesehatan mereka. Untuk itu perbaikan sarana dan prasarana fisik harus dibangun bersamaan dengan upaya penyadaran tentang lingkungan hidup yang baik dan bersih.
2.3.7 Perilaku berwirausaha nelayan Wirausaha adalah individu yang memiliki pengendalian tertentu terhadap alatalat produksi dan menghasilkan lebih banyak daripada yang dapat dikonsumsinya atau dijual atau ditukarkan agar memperoleh pendapatan atau orang yang menghasilkan kombinasi baru dengan cara memperkenalkan produk-produk atau proses-proses atau mengantisipasi pasar ekspor atau mengkreasikan tipe organisasi baru. 36
Seorang wirausaha memimpin suatu industri baru yang bisa menghasilkan perubahan struktural, pertumbuhan ekonomi dan siklus bisnis dengan cara mengkombinasikan ide-ide ekonomi dan psikologi. Selanjutnya mengartikan wirausaha sebagai orang yang menghancurkan orde ekonomi yang sudah ada dengan memperkenalkan produk dan jasa baru, menciptakan bentuk organisasi baru, atau dengan mengekploitasi bahan baku baru. Kemampuan orang tersebut, menurut Meredith et al. (1996), karena danya peluang yang diperoleh dan mampu menciptakan organisasi untuk mengejar peluang tersebut. Menurut Bygrave (1996), para wirausaha mengendalikan revolusi yang mentransformasi
dan
memperbaharui
perekonomian
dunia.
Kewirausahaan
(entrepreneurship) merupakan esensi dari usaha bebas karena kelahiran bisnis baru memberikan vitalitas bagi ekonomi pasar. Kewirausahaan bukanlah sesuatu yang baru dalam ekonomi, istilah kewirausahaan telah digunakan setidaknya 150 tahun, dan konsepnya telah ada selama 200 tahun (Bygrave, 1987). Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang dikarakterisasi oleh kepemilikan swasta, yang digunakan oleh pemiliknya untuk memperoleh laba bagi dirinya. Sekelompok industrialis sukses ini disebut sebagai entrepreneur yang dalam bahasa prancis berarti melaksanakan tugas. Setelah tahun 1979, penelitian penciptaan pekerjaan telah membuat wirausahawan menjadi pahlawan (Bygrave, 1987), dimana wirausaha adalah pencipta kekayaan melalui inovasi, wirausaha adalah pusat pembuatan pekerjaan dan ekonomi, dan wirausaha memberikan mekanisme pembagian kekayaan yang bergantung pada inovasi, kerja keras, dan pengambilan resiko. Jadi wirausaha memberikan metoda redistribusi kekayaan yang wajar dan sama rata. Kewirausahaan merupakan hasil suatu proses pengaplikasian kreativitas dan inovasi secara sistematis dan disiplin dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan menangkap berbagai peluang di pasar (Zimmerer and Scarborough, 1996). Maka dari itu kewirausahaan melibatkan strategi fokus terhadap ide-ide dan pandangan baru untuk menciptakan produk atau jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan menyelesaikan masalah konsumen. Sedangkan wirausaha adalah orang yang mengkawinkan ide-ide kreatif dengan tindakan yang bertujuan dan berstruktur dari bisnis. Jadi, kewirausahaan yang berhasil adalah proses konstan, dari kreativitas, inovasi, sampai aplikasinya di pasar (Gambar 4).
37
Impres nomor 4 tahun 1995 tentang gerakan nasional memasyakatkan dan membudayakan kewirausahaan (GNMMK) dalam lampirannya menyatakan bahwa kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar. Aspek pelayanan dan keuntungan merupakan target yang harus diperbaiki dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan yang melibatkan semua pelaku dalam sistem agribisnis, seperti peneliti, penyuluh, lembaga pemerintah, lembaga keuangan dan lainnya.
KREATIVITAS
Memikirkan Sesuatu yang Baru
Gambar 4
INOVASI
KEWIRAUSAHAAN
Melakukan Sesuatu yang Baru
Menciptakan Nilai Pasar
Rantai kewirausahaan
Tujuan yang ingin dicapai dari GNMMK adalah: (1)
Menumbuhkan kesadaran dan orientasi kewirausahaan yang kuat kepada masyarakat.
(2)
Meningkatkan jumlah wirausaha yang berkwalitas, handal, tangguh dan unggul
(3)
Mewujudkan kemampuan dan kemantapan para pengusaha untuk dapat menghasilkan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan pengusaha kecil serta koperasi pada khususnya.
(4)
Membudayakan semangat, sikap, perilaku dan kemampuan wirausaha di kalangan masyarakat, terutama kepada generasi muda sehingga berkemampuan menjadi wirausaha handal, tangguh dan unggul. Sasaran GNMMK tidak hanya kelompok pelaku ekonomi tau pengusaha,
tetapi juga kelompok pembina (pemerintah, lembaga profesi, organisasi sosial dan
38
lainnya) dan kelompok-kelompok khusus dalam masyarakat, seperti anak sekolah dan putus sekolah. Menurut Meredith et al. (1996) wirausaha adalah individu-individu yang berorientasi kepada tindakan, dan bermotivasi tinggi, serta berani mengambil resiko dengan mengejar tujuannya. Dengan demikian, wirausaha memiliki karakteristik percaya diri, berorientasi pada tugas dan hasil, pengambil resiko, mandiri, inisiatif, energik dan bekerja keras. Selain itu, wirausahaan juga memiliki kemampuan untuk memimpin, berjiwa inovatif, kreatif dan berorientasi masa depan. Kaitan pengetahuan dan ketermpilan manajemen keuangan, seorang wirausaha juga harus mampu mencari sumber pendanaan bagi pengembangan usahanya (Ratnatunga et al. 1993). Sedangkan dalam rangka meningkatkan usaha penjualannya wirausaha juga harus mampu menjual hasil produksinya melalui penerapan strategi dan teknik pemasaran yang harus dikuasainya (Gerson, 1994). Dalam strategi pemasaran meliputi Produk, harga, lokasi, promosi, kekuatan, hubungan, visualisai, services dan proses. Lebih lanjut Bygrave (1996), menyebutkan sifat-sifat penting dari wirausaha, yaitu yang dikenal dengan Ten-D (Tabel 2). Wirausaha bukan hanya sekedar pengetahuan praktis, tetapi lebih cenderung pada suatu gaya hidup dan prinsip-prinsip tertentu yang akan mempengarui kinerja usaha (Meredith, et al. 1996). Tabel 2 Sifat-sifat penting wirausaha Dream (mimpi)
Memiliki visi masa depan dan kemampuan mencapai visi tersebut
Decisiveness (ketegasan)
Tidak menangguhkan waktu dan membuat kepususan dengan cepat
Doers (pelaku)
Melaksanakan secepat mungkin
Determination (ketegasan hati)
Komitmen total, pantang menyerah
Dedication (Dedicasi)
Berdedikasi total, tak kenal lelah
Devotion (Kesetian)
Mencintai apa yang dikerjakan
Details (terperinci)
Menguasai rincian yang bersifat kritis
Destiny (Nasib)
Bertanggung jawab atas nasib sendiri
Dollars (uang)
Kaya bukan motivator utama, uang lebih berarti sebagai ukuran kesuksesan
Distribute (distribusi)
Mendistribusikan kepemilikan usahanya kepada karyawan kunci yang merupakan faktor penting bagi kesuksesan usahanya
39
Jika ini dimiliki oleh semua nelayan, maka dapat dipastikan perikanan akan lebih berkembang dan tumbuh dengan pesat. Namun bukan berarti bahwa wirausaha tidak bisa diajarkan sebagai ilmu, karena banyak fakta menunjukan bahwa wirausaha yang berhasil juga berasal dari lembaga pendidikan kewirausahaan. Indonesia
cukup
banyak
yang
berjiwa
wirausaha
namun
Untuk di
masih
ditingkatkan/dikembangkan dan diberi kesempatan untuk berusaha
perlu
dan bekal
terutama tentang manajemen, sehingga dapat berhasil usahanya. Ciri-ciri umum wirausaha yang berhasil antara lain: (1)
Tujuan yang berkelanjutan; Seorang wirausaha tidak hanya terhadap pencapaian tujuan, melainkan membuat tujuan baru untuk menantang diri mereka.
(2)
Ketekunan; Ketahanan dalam memncapai suatu tujuan.
(3)
Pengetahuan tentang bisnis; Seorang wirausaha harus mengerti prinsip-prinsip dasar tentang bagaimana suatu bisnis dapat bertahan dan berhasil.
(4)
Mengatasi kegagalan; Kegagalan adalah hambatan-hambatan sementara terhadap pencapaian tujuan.
(5)
Upaya diri; Percaya bahwa anda mengontrol kesuksesan atau kegagalan sehingga upaya yang serius sangat diperlukan untuk mencapai tujuan.
(6)
Mengambil resiko adalah biasa; Kemampuan untuk menilai resiko dan menimbang bahaya; lebih menyukai resiko yang besar namun realistik untuk mencapai tujuan.
(7)
Memecahkan masalah; Kemampuan untuk memecahkan masalah secara efektif dengan banyak akal.
(8)
Inisiatif; Wirausaha adalah individu yang aktif yang ingin melakukan ide mereka sesegera mungkin sehingga mereka dapat segera melihat hasilnya.
(9)
Energi; Stamina yang tinggi diperlukan untuk memenuhi kemampuan menjalankan bisnis
(10) Kemauan untuk berkonsultasi dengan para ahli; Keinginan untuk mencari bantuan orang lain diperlukan untuk mencapai tujuan. (11) Kesehatan fisik; Kesehatan sangat penting untuk mengimbangi tuntutan dan tekanan yang ditimbulkan dari bisnis anda, terutama pada tahun-tahun awal (12) Kesehatan mental dan emosi; Jam kerja yang panjang dan tekanan bisnis menuntut kestabilan emosi mental. (13) Toleransi terhadap ketidakpastian; Ketidakpastian harus diterima sebagai bagian penting dari bisnis. 40
(14) Memanfaatkan masukan; keahlian untuk mencari dan memanfaatkan masukan atas penampilan diri dan tujuan bisnis. (15) Bersaing dengan standar buatan sendiri; kecenderungan untuk membuat standar penampilan yang realistik dan berupaya memenuhi standar tersebut. (16) Mencari tanggung jawab pribadi (17) Percaya diri; Percaya diri yang realistik terhadap diri anda dan kemampuan anda untuk mencapai tujuan bisnis atau tujuan pribadi. (18) Kepandaian; Mampu mengatasi hal atau tugas secara efektif pada saat yang bersamaan. (19) Keinginan untuk tidak tergantung; wirausaha yang berhasil biasanya terlahir bukanlah seorang yang dapat bekerja sama. (20) Memanfaatkan imajinasi positif; kemampuan berimajinasi tentang tujuan adalah ciri khusus dari wirausaha yang sukses. (21) Pencapaian tujuan; Perasaan adanya suatu misi, memotivasi para wirausaha memulai bisnis. (22) Obyektif; Kemampuan untuk berlaku obyektif sangat diperlukan untuk mencapai tujuan yang realistik. (23) Berorentasi pada tujuan; keinginan untuk menghadapi tentangan dan mencoba batas kemampuan. (24) Fleksibel; Mau menerima perubahan, mampu menyesuaikan persepsi terhadap tujuan dan kegiatan berdasarkan informasi baru. (25) Keinginan untuk mencipta. (26) Keterlibatan jangka panjang; Kesepakatan terhadap proyek jangka panjang dan tujuannya menbutuhkan pengorbanan pribadi. (27) Komitmen; Dedikasi terhadap tujuan tanpa diganggu atau dihalangi; modifikasi terhadap tujuan dapat terjadi, tetapi tujuan utama masih dipertahankan. (28) Inovasi; Kemampuan dan keinginan untuk menemukan hal-hal yang baru. (29) Gambaran jangka panjang; Pemahaman akan tujuan jangka panjang sehingga setiap langkah dalam rencana bisnis dapat dilihat dalam konteks. (30) Pandangan positif. (31) Pengetahuan teknis dan industri; Pengertian menyeluruh tentang industri dan produk atau jasa yang dihasilkan oleh bisnis; akses untuk menghubungi ahli dalam bidang tersebut.
41
(32) Hubungan antar manusia; Kemampuan untuk mengerti dan berinteraksi dengan baik dengan orang lain. (33) Akses pada sumber keuangan; Kemampuan untuk memperoleh dana jika diperlukan. (34) Hasrat terhadap uang; Bagaimana menggenakan uang dengan sebaiknya dan bijaksana. (35) Kemampuan berpikir; Seorang wirausaha harus mempunyai sifat ingin tahu dan berusaha berpikir secara efektif. (36) Kemampuan menjual; Kemampuan untuk meyakinkan orang lain terhadap nilai produk atau jasa yang ditawarkan. (37) Kemampuan untuk berkomunikasi; Kemampuan untuk menggunakan kata-kata yang efektif, mudah dimengerti dan difahami. (38) Keberanian; kemauan untuk bertindak atas pendirian sendiri untuk mengatasi masalah dan hambatan. (39) Umur; Tidak ada umur yang ideal untuk memulai bisnis, meskipun penting untuk memiliki cukup pengalaman hidup, mawas diri dan kepercayaan diri. (40) Latar belakang keluarga; Wirausaha yang sukses sering mempunyai pasangan, orang tua atau keluarga dekat yang menjalankan bisnisnya dan memberikan dukungan. (41) Latar belakang suku; Suku yang suka bermigrasi mempunyai dorongan yang lebih kuat untuk menjadi wirausaha yang berhasil. (42) Latar belakang pekerjaan; kecenderungan kesulitan bekerjasama dengan orang lain dalam jangka waktu tertentu karena kepribadian yang kreatif, frustasi mendapat perintah dari pihak lain, kebosanan atau kebencian terhadap birokrasi yang tidak fleksibel. (43) Latar belakang pendidikan; Pendidikan yang tinggi tidak menjamin seseorang mempunyai jiwa wirausaha yang baik. Meskipun secara langsung tidak ada kaitan antara pendidikan dan semangat wirausaha tetapi dalam menjalankan usahanya, seseorang wirausaha perlu memiliki beberapa pengetahuan dasar yang memadai agar usahanya berhasil. Peneliti di Amerika Serikat menunjukan bahwa 23 persen kegagalan bisnis baru diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan bisnis pelakunya (Megginson et al. 1991). Scarborough dan Zemmerer (1993) menyatakan bahwa keburukan manajemen, kurang pengalaman dan
42
pengawasan keuangan yang buruk merupakan hal-hal yang menjadi kegagalan wirausaha dalam mengembangkan usahanya. Selanjutnya dalam buku yang lain, Zimmerer dan Scarborough (1993) menyebutkan beberapa karakteristik wirausaha yang berhasil dalam usahanya. Karakteristik itu antara lain, memiliki komitmen dan sangat bertanggung jawab dalam mengendalikan bisnisnya, kreatif dan berenergi tinggi, memiliki motivasi yang kuat serta mau belajar dari kegagalan serta tidak mudah menyerah. Berdasarkan klasifikasi umur, Zimmerer dan Scarborough (1993), lebih dari 50 persen wirausaha memulai usahanya antara umur 25 – 40 tahun. Sedangkan cara memulai usaha barunya wirausaha dapat memilih dari tiga cara yaitu (1) memulai usaha sama sekali baru, (2) membeli uasaha yang dijual atau (3) melalui usaha waralaba (franchise) yang ada (Steinhoff dan Burges, 1993). Selanjutnya dikatakan bahwa kalau dalam sebuah masyarakat ada banyak orang yang memiliki sikap kewirausahaan yang tinggi, dapat diharapkan masyarakat tersebut akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pengembangan wirausaha dan kewirausahaan tidak dapat dilepaskan dari peranan suatu negara dalam memilih strategi perekonomian nasionalnya.
Selain
pengembangan wirausaha dan kewirausahaan juga sangat erat dengan kecenderungan perekonomian nasional dan global. Perkembangan dan perubahan yang terjadi baik dalam skala nasional maupun global menyebabkan wirausaha juga harus selalu cepat menanggapinya. Bagi pengusaha perikanan yang ingin mengembangkan usahanya selain perlu memahami aspek kewirausahaan juga harus mampu mengadopsi segala hal yang diperlukan untuk menjadi wirausaha yang tangguh. Kesalahan wirausaha, pada umumnya hanya mampu memenangkan transaksi sesaat, tanpa diikuti kemampuan menciptakan hal-hal inovatif yang menyebabkan usahnya sukses. Suara Jakarta (29 Maret 2006), sifat, sikap yang harus dipunyai oleh segenap komponen bangsa agar menumbuh kembangkan kemandirian masyarakat. Bahwa keterbatasan lapangan kerja oleh pemerintah dan usaha swasta perlu didorong oleh iklim
kewirausahaan
di
masyarakat.
Kewirausahaan
dapat
meningkatkan
produktivitas masyarakat untuk ikut menciptakan kesejahteraan. Kegiatan yang bersifat perorangan : (1)
Membuka wirausaha baru (WUB) perorangan (tidak harus menjadi pegawai).
(2)
Mendukung berbagai usaha dilingkungan kita.
(3)
Bekerja di WUB dan di lembaga ekonomi produktif (LEP). 43
(4)
Pemanfaatan dana bergilir secara bertanggung jawab untuk usaha (tidak ngemplang).
(5)
Mempelajari manajemen, pembukuan dan keuangan.
(6)
Menjalin kemitraan dengan berbagai pihak.
(7)
Menjaga kepercaayaan dan kepuasan konsumen.
Kegitan kolektif : (1)
Pembukaan WUB dan LEP.
(2)
Pemanfaatan dana bergulir secara bertanggung jawab.
(3)
Penyuluhan manjemen, pembukuan dan keuangan.
(4)
Mengembangkan pemasaran dalam negeri dan ekspor untuk peningkatan pendapatan dan devisa.
(5)
Menjaga kepercayaan dan kepuasan konsumen dll.
2.4 Model Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pantai Model pemberdayaan ekonomi masyarakat pantai yang terkait meliputi; tujuan pemberdayaan ekonomi masyarakat pantai, konsep pemberdayaan masyarakat pantai, kemitraan dan badan usaha, structural equation modeling (SEM), dan analisis keuangan sebagai berikut: 2.4.1 Tujuan pemberdayaan ekonomi masyarakat pantai Tujuan pemberdayaan ekonomi masyarakat
pesisir menurut DKP (2003)
adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kegiatan ekonomi, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan penguatan kelembagaan sosial ekonomi dengan mendayagunakan sumber daya perikanan dan kelautan secara optimal dan berkelanjutan. Menurut Mursidin et al. (2005) bahwa paradigma pemberdayaan mengandung arti berupa pembagian secara adil aset ekonomi dan mengurangi atau menghilangkan bentuk dominasi birokrasi dalam mengatur dan menentukan berbagai bidang kehidupan rakyat.
2.4.2 Konsep pemberdayaan masyarakat Kesejahteraan tidak hanya meliputi aspek ekonomi tetapi juga aspek sosial, lingkungan dan infrastruktur. Pengembangan aspek ekonomi penting untuk mengembangkan lapangan kerja dan berusaha serta meningkatkan pendapatan. Aspek sosial (pendidikan, kesehatan dan agama) penting untuk meningkatkan kualitas SDM 44
melalui peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), iman dan taqwa (IMTAQ) serta sikap dan perilaku. Aspek lingkungan penting untuk kelestarian sumber daya pesisir dan laut, serta perbaikan pemukiman. Aspek infrastruktur dibutuhkan untuk memperlancar mobilitas pelaksanaan ekonomi dan sosial. Keempat aspek tersebut harus ditunjang oleh kelembagaan sosial ekonomi yang kuat dan dikembangkan secara seimbang. Mursidin dan Hartono (2006), karakter sosial budaya masyarakat nelayan ada empat faktor yaitu nilai dan norma masyarakat, kepercayaan lokal, pola dan sistem produksi dan reproduksi dan yang terakhir politik lokal. Keberhasilan dalam peningkatan kelembagaan (ekonomi) akan dipengaruhi oleh kegiatan usaha yang dikembangkan, permodalan serta kondisi pasar yang mendukungnya. Keberhasilan kegiatan usaha dipengaruhi oleh kondisi sumber daya laut dan pesisir yang ada, teknologi yang tersedia serta kualitas SDM yang mengelolanya. Kualitas SDM yang dicirikan oleh perilaku, IMTAQ serta wawasan IPTEK, kondisinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tingkat pendidikan, kesehatan dan agama serta adat dan budaya. Hal tersebut penting untuk diperhatikan dan dikembangkan dalam rangka pengembangan ekonomi yang meliputi manajemen usaha, kemitraan dan kelembagaan yang dikelolanya. Dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pengembangan ekonomi, peran pemerintah masih sangat dibutuhkan terutama dalam penyediaan sarana dan prasarana pendukung, termasuk didalamnya kebijakan pemerintah, akses permodalan, Pasar dan tata ruang kawasan pesisir yang kondusif. Kerangka konsepsi pendekatan pemberdayaan masyarakat pesisir dapat dilihat pada Gambar 5. Konsep pendekatan sosial dan ekonomi masyarakat nelayan pesisir adalah dengan input pendidikan, kesehatan, agama, lingkungan dan adat-budaya akan sinergi melalui perilaku dan IMTAQ dan wawasan akan menghasilkan sumberdaya manusia (SDM) yang berkwalitas. Wadah dan aturan, aktivitas/eksistensi, kemitraan dalam proses kelembagaan sosialekonomi,
sedang sumberdaya alam (SDA) pesisir,
teknologi dan suberdaya manusia (SDM) mewujudkan sarana dan prasarana, manajemen
dan
pengembangan
usaha,
permodalan
akan
menghasilkan
ekonomi/pendapatan yang baik. Sumberdaya manusia yang berkwalitas dan ekonomi yang tumbuh dan berkembang akan meningkatkan masyarakat pantai berdaya sehingga akan berdampak kesejahteraan masyarakat akan meningkat, pendapatan akan meningkat, pendidikan akan lebih banyak mendapatkan kesempatan, kesehatan akan membaik, agama akan berjalan sesuai dengan syariat agama yang dianut, adat– 45
budaya akan tumbuh positif, lingkungan dan pemukiman akan tumbuh sehat, infrastruktur akan terbangun merata sesuai kebutuhan perkembangan masyarakat, tentu akan rasa aman dan nyaman hidup di lingkungan masyarakat pantai, dan pembangunan wilayah akan merata diseluruh daerah terutama di luar Jawa karena sumber daya ikan pada umumnya yang masih prospektik adalah di Luar Jawa. Untuk meningkatkan kesejahteraan tentunya usaha harus untung, sedang agar usaha bisa untung harus melalui tahapan optimalisasi pengguanan aset, efisiensi semua kegiatan dalam lingkup usaha perikanan, pengembangan teknologi baik melalui inovasi atau inprovisasi alat-alat yang digunakan dalam produksi. Dengan tahapan tersebut tentu akan meningkatkan margin yang muaranya meningkatnya laba.
Masukan (input) dan Proses
Pendidikan
Keluaran (Output)
Hasil (Outcome)
Kesejahteraan Masyarakat
Perilaku dan IMTAQ
Kesehatan Sosial Kualitas SDM
Agama
Pendapatan
Lingkungan Adab/Budaya
Wawasan IPTEK
Pendidikan
Kesehatan Wadah dan Aturan Aktivasi/ Eksistensi
Masyarakat Pantai yang Berdaya
Kelembagaan Sosial Ekonomi
Agama Adab/Budaya Lingkungan dan Pemukiman
Jaringan (Kemitraan)
Infrastruktur Sumber Daya Pesisir dan Laut
Teknologi
SDM
Gambar 5
46
Sarana dan Prasarana Keamanan dan Kenyamanan Manajemen dan Pengembangan Usaha Pesisir dan Permodalan
Ekonomi Pendapatan Pembangunan Wilayah
Konsep kerangka konsepsi pendekatan pemberdayaan ekonomi masyarakat nelayan pesisir (Sumber : DKP, 2003)
2.4.3 Kemitraan dan badan usaha (1)
Pengertian Perseroan Terbatas (PT) Berdasarkan UU NO. 1 Tahun 1995, definisi Perseroan Terbatas adalah
sebagai berikut: 1) Perseroan terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. 2) Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Komisaris. 3) Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris. 4) Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. 5) Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan perseroan. 6) Perseroan Terbuka adalah perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau perseroan yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
(3)
Pengertian kelompok usaha bersama (KUB) (1) Kelompok usaha bersama (KUB) perikanan tangkap adalah badan usaha non badan hukum ataupun yang sudah berbadan hukum yang berupa kelompok
yang
dibentuk
oleh
nelayan
berdasarkan
hasil
kesepakatan/musyawarah seluruh anggota yang dilandasi oleh keinginan bersama untuk berusaha bersama dan dipertanggung jawabkan secara bersama guna meningkatkan pendapatan anggota. 47
(2) Pembentukan KUB dapat dilakukan atas dasar kesamaan jenis usaha maupun bersifat multi usaha yang saling terkait. Sedapat mungkin perlu diupayakan KUB tersebut dapat mengakomodasikan seluruh anggota keluarga nelayan (termasuk wanita dan taruna nelayan), dalam membangun kegiatan usaha yang saling menunjang menuju tercapainya efisiensi usaha serta meningkatnya pendapatan keluarga nelayan. (3) Kelompok usaha bersama (KUB) perikanan tangkap merupakan bentuk kelembagaan perikanan yang bergerak dalam bidang usaha penangkapan ikan, penanganan dan pengolahan produk perikanan, pemasaran hasil perikanan maupun usaha pendukung kegiatan perikanan tangkap. (4) KUB merupakan wadah dan sarana untuk meningkatkan kegiatan perikanan dan sebagai wahana dalam penyerapan teknologi dan informasi yang bermanfaat bagi anggotanya. KUB dapat menjadi motor penggerak tumbuhnya jiwa kewirausahaan (enterpreunership) bagi nelayan yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas pengelolaan usaha.
(4)
Pengertian koperasi Berdasarkan UU No. 25 Tahun 1992, definisi koperasi adalah sebagai berikut: 1) Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. 2) Koperasi primer adalah koperasi yang beranggotakan orang seorang, yang dibentuk oleh sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang. 3) Koperasi sekunder adalah koperasi yang beranggotakan badan-badan hukum koperasi, yang dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) koperasi yang telah berbadan hukum. Kemitraan dan koperasi sangat diperlukan untuk mencapai kesejahteraan
secara lebih merata. Hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi nasional, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan pemerataan pertumbuhan (Suara Jakarta, 29 Maret 2006).
Kegiatan yang bersifat perorangan (1) Membayar iuran koperasi secara tepat waktu. 48
(2) Membeli kebutuhan yang ada di koperasi. (3) Mendukung pembangunan institusi usaha disekitar tempat tinggal. (4) Pemanfatan dana bergulir untuk usaha dan menjaga kemitraan. (5) Kemitraan dengan wirausahawan dalam negeri. (6) Menjalin kemitraan dengan wirausahawan luar negeri. (7) Aktif dalam kegiatan pameran dagang dan promosi. (8) Menjaga kepercayaan.
Kegiatan Kolektif ; (1)
Pendirian koperasi.
(2)
Pemanfaatan dana bergulir untuk usaha dan untuk menjaga kemitraan.
(3)
Berpartisipasi aktif penyuluhan dari pemerintah sesuai bidangnya supaya produktivitas dan kualitas meningkat.
(4)
Pembukaan wirausaha baru (WUB) & lembaga ekonomi produktif (LEP) dengan memanfaakan bahan baku dalam negeri.
(5)
Mengadakan pameran dagang dan promosi.
(6)
Penyuluhan dari pemerintah untuk berbagai sektor supaya produktivitas dan kualitas meningkat.
(7)
Bekerja gotong royang dalam berbagai aktivitas, memberikan solusi keterbatasan modal/akses dalam bidang : 1) Penggarapan sawah dan kebun 2) Panen 3) Pembuatan irigasi 4) Membasmi hama 5) Menjaga kebun/sawah
(9)
Menjaga kepercayaan atau jujur.
(10) Adanya kemitraan antar unit usaha (11) Penerapan inti – plasma (12) Kemitraan untuk meningkatkan kinerja.
2.4.4 Analisis keuangan Menurut Munawir (1992) konsep analisis biaya volume laba (BVL) berarti sama dengan konsep titik pulang impas. Menurut Mulyadi (1999a), Abdul hakim (1993) dan Mas!ud (1994) analisis hubungan Biaya – Volume – Laba (BVL) 49
merupakan teknik untuk menghitung dampak harga jual, volume penjualan dan biaya terhadap laba, untuk membantu manajemen dalam perencanaan laba jangka pendek. Ada empat kriteria analisa finansial untuk mengukur posisi keuangan menurut Halimah (1992) yaitu likuiditas, solvabilitas, profitabilitas (rentabilitas) dan produktivitas penanaman modal.
2.4.5 Structural equation modelling (SEM) Menurut Ferdinand (2002), SEM merupakan perangkat analisis yang memungkinkan seorang peneliti untuk menjawab permasalahan kompleks secara struktural dengan cara mengukur dimensi atau konstruk yang ada dan hubungannya menjadi sebuah model terevaluasi yang berarti. SEM lebih difokuskan untuk menguji kelayakan atau kesesuaian sebuah model dibandingkan dengan menghasilkan teori yang baru, sehingga model-model yang dibangun dan terevalusi tersebut dapat di pertanggung jawabkan secara ilmiah. Dalam mengembangkan analisis dengan SEM, ada model yang dikembangkan yaitu model deskriptif dan model prediktif. Model deskriptif berupa model pengukuran
(measurement
model),
yaitu
model
yang
ditujukan
untuk
mendeskripsikan suatu keadaan atau suatu faktor dalam bentuk matematis. Keadaan tersebut di dalam SEM difokuskan pada interaksi atau hubungan yang terjadi pada konstruk (komponen-komponen yang berpengaruh) dengan dimensi konstruk itu sendiri. Sedangkan model prediktif berupa persamaan struktural (equation model) yang ditujukan untuk menggambarkan hubungan atau interaksi diantara konstrukkonstruk yang menghasilkan suatu kausalitas (Ferdinand 2002 dan Solimun 2002). Menurut Ferdinand (2002) ada tujuh tahapan dalam penerapan SEM pada kegiatan penelitian, yaitu : pengembangan model berbasis teori, pembuatan diagram alir (path diagram), konversi path diagram ke dalam struktur model, pemilihan matriks input dan estimasi model, penilaian masalah yang diidentifikasi, evaluasi goodness-of-fit, dan interpretasi serta modifikasi model. Model dapat dimodifikasi sesuai dengan keinginan peneliti, namun modifikasi diutamakan pada tahapan perbaikan (revisi) sebelum model memenuhi kriteria goodness-of-fit yang ditetapkan.
2.5
Lingkup Usaha Perikanan (LUP) Sejak Indonesia memasuki krisis moneter, dengan terjadinya apresiasi mata
uang asing terhadap rupiah terjadi berkali-kali mulai tahun 1996 US$ 1 = Rp. 2.100 50
berakhir tahun 1997/1998 US$ 1 = rupiah mencapai lebih Rp. 12.000,- sedangkan tahun 2004 US$ 1 = Rp. 8.100,- bulan Agustus 2005 dollar merambat naik mencapai lebih besar
Rp. 10.000,- seharusnya usaha kecil dan menengah akan terbantu karena
kandungan komponen biaya suku cadang impor rendah, pada hal produk yang diekspor menerima rupiah relatif tinggi. Pada tahun 2005 Indonesia sedang mengalami krisis BBM, meskipun berbarengan terjadi apresiasi dollar lagi yaitu US $ 1,- menjadi lebih besar Rp. 10.000,- berakibat usaha perikanan kurang mampu menghadapi beban BBM yang diatas 20% – 40% dari biaya industri perikanan khususnya usaha perikanan tangkap yang skala besar. Untuk menghadapi hal tersebut harus ada strategi manajemen industri perikanan. Kekayaan apresiasi dan kecakapan pengusaha serta kondisi geografis, aplikasi teknologi dan sistem pasar yang dihadapi, memungkinkan para pengusaha perikanan tangkap untuk memilih dan menempatkan diri dalam skala usaha yaitu bentuk PT, CV bergabung dalam koperasi dan berdiri sendiri tanpa badan hukum khususnya nelayan bermodal kecil. Dalam kerangka berpikir “pembangunan” koperasi atau nelayan kecil tersebut dapat diupayakan dan diubah secara berencana menjadi usaha maju. Agar perubahan berencana itu dapat dilakukan, maka pemahaman tentang kelompokkelompok dominan yang menjadi indikator perubahan itu menjadi sangat penting. Sebagai titik awal, pemahaman tentang usaha besar, menengah, kecil dan bentuk badan PT, CV, koperasi, individu, industri rumah tangga perlu dipahami. Disamping faktor-faktor internal juga faktor eksternal (kredit, teknologi, pasar) yang kurang bersahabat khususnya untuk usaha skala kecil yang berbadan koperasi dan individu, karena itu fasilitas pembangunan perikanan yang sebenarnya tersedia, tidak dapat dimanfaatkan maksimal yang akibatnya mereka tidak berani beresiko. Lingkungan usaha merupakan lingkungan yang dihadapi organisasi dan harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan perusahaan. Aktivitas keseharian organisasi mencakup interaksi lingkungan kerja (Brooks dan Wheatherson, 1997). Hal ini termasuk hubungannya dengan pelanggan, suplier, serikat dagang dan pemilik saham. Porter (1990) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi industri, diantaranya
lingkungan internal industri yang untuk menggali informasi tentang life
internal industri adalah mengenai potensi SDM yang dimiliki industri, teknologi yang digunakan industri dan keuangan serta aset yang dimiliki industri.
51
Pemberdayaan usaha perikanan tangkap dalam skala menengah/kecil merupakan hal yang sangat penting, karena usaha perikanan tangkap akan dapat memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi di masyarakat secara nasional. Peningkatan pemberdayaan usaha perikanan ini perlu dilihat secara holostik lingkungan industri perikanan yang meliputi analisa lingkungan internal, lingkungan industri, lingkungan eksternal, kebijakan pemerintah pusat dan daerah dan diamati juga kompetensi strategi SDM, kinerja usaha perikanan dan tujuan pembangunan perikanan dengan melakukan penilaian indikator-indikator lihat Gambar 6.
2.5.1 Lingkungan internal (LINT) Lingkungan internal terdiri dari struktur, budaya, sumber daya (Wheelen and David, 1992). Lingkungan internal perlu dianalisa untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang ada dalam perusahaan. Struktur adalah bagaimana perusahaan diorganisasikan yang berkenaan dengan komunikasi, wewenang dan arus kerja. Struktur sering juga disebut rantai perintah dan digambarkan secara grafis dengan menggunakan bagan organisasi. Budaya merupakan pola keyakinan, pengharapan dan nilai-nilai yang dibagikan oleh anggota organisasi. Norma organisasi secara khusus memunculkan dan mendefinisikan perilaku yang dapat diterima anggota dari manajemen puncak sampai karyawan. Sumber daya adalah aset yang merupakan bahan baku bagi produksi barang dan jasa. Aset ini meliputi keahlian seseorang, kemampuan dan bakat manajerial. Untuk kebutuhan penelitian ini yang dimasukkan variabel indikator yang berpengaruh terhadap lingkungan internal antara lain : teknologi, administrasi, manajemen, modal, sarana dan sumber daya manusia (SDM).
2.5.2 Lingkungan industri (LIND) Menurut Porter (1990) ada lima yang mempengaruhi persaingan dalam suatu industri : (1) ancaman masuknya pendatang baru, (2) intensitas pesaing, (3) kekuatan tawar menawar pemasok, (4) ancaman produk substitusi, (5) kekuatan tawar menawar pembeli. Untuk menyusun rancangan strategi yang baik, agar menduduki posisi yang kompetitif dalam industrinya maka perusahaan harus dapat meminimumkan dampak kelima kekuatan tersebut. Kelima kekuatan itu juga akan menjadi dasar bagi penyusun strategi persahan agar mendapatkan posisi survive.
52
(1)
Ancaman masuknya pendatang baru Besar ancaman masuknya pendatang baru tergantung pada hambatan masuk yang ada dan reaksi dari peserta persaingan yang ada menurut perkiraan calon pendatang baru. Jika hambatan masuk tinggi dan calon pendatang baru memperkirakan akan menghadapi perlawanan keras dari peserta persaingan yang sudah ada, pendatang baru ini jelas tidak merupakan ancaman yang serius. Porter (1980) ada enam sumber utama hambatan masuk : 1) skala ekonomi, 2) diferensiasi produk, 3) kebutuhan modal, 4) hambatan biaya, 5) akses keseluruh distribusi, 6) kebijakan pemerintah
(2)
Intensitas pesaing Persaingan dikalangan anggota industri terjadi karena mereka berebut posisi dengan menggunakan taktik ; persaingan harga, introduksi produksi dan perang iklan. Persaingan tajam seperti ini bersumber pada sejumlah faktor : 1) Jumlah peserta persaingan banyak dan seimbang, 2) Pertumbuhan industri lamban, 3) Produk/jasa tidak terdiferensasi atau tidak membutuhkan biaya pengalihan, 4) Biaya tetap tinggi atau produk mudah cepat rusak, mudah menurunkan harga, 5) Penambahan kapasitas dalam jumlah besar, 6) Hambatan keluar yang tinggi, 7) Taruhan strategis yang besar.
(3)
Kekuatan tawar menawar pemasok Pemasok dapat memanfaatkan kekuatan tawar menawarnya atas para anggota industri dengan menaikan harga atau menurunkan kualitas barang/jasa yang dijualnya. Pemasok yang kuat dapat menekan kemampulabaan industri yang tidak mampu mengimbangi kenaikan biaya dengan menaikan harganya sendiri. Kondisi yang membuat pemasok kuat cenderung serupa dengan kondisi yang membuat pembeli kuat, kelompok pemasok dikatakan kuat jika terdapat hal-hal berikut :
1) didominasi oleh sedikit perusahaan, 2) Produk pemasok bersifat
unik, 3) Pemasok tidak bersaing dengan produk-produk lain dalam industri, 4) Pemasok memiliki kemampuan untuk melakukan integrasi maju ke industri pembelinya, 5) industri bukan merupakan pelanggan penting bagi pemasok. (4)
Ancaman produk substitusi Produk substitusi tidak hanya membatasi laba dalam masa-masa normal, melainkan juga mengurangi ”tambang emas” yang dapat diraih industri dalam masa keemasan. Produk pengganti yang secara strategik layak menjadi pusat
53
perhatian adalah : 1) Kualitasnya mampu menyaingi kualitas produk industri atau 2) dihasilkan oleh industri yang berlaba tinggi. (5)
Kekuatan tawar menawar pembeli Pembeli dapat juga bersaing dalam industri dengan cara menekan harga, menuntut kualitas yang tinggi atau layanan yang lebih memuaskan serta dapat berperan sebagai pesaing satu sama lain yang mana semua dapat menurunkan laba industri. Dengan menyesuaikan kondisi di sektor perikanan, maka ditentukan indikator
penelitian ini sebagai berikut : entry barrier, pesaing, supply, substitusi dan pasar.
2.5.3 Lingkungan eksternal (LEXT) Lingkungan sosial termasuk kekuatan umum yang secara tidak langsung berhubungan dengan aktivitas organisasi jangka pendek tetapi dapat dan sering kali mempengaruhi keputusan jangka panjang sosial yang dimaksud yaitu (Wheelen, 2000) : (1) kekuatan ekonomi, (2) kekuatan teknologi, (3) kekuatan hukum-politik, (4) kekuatan sosial-budaya. Hill et al (1997) membagi unsur-unsur lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan umum dan lingkungan industri. Lingkungan umum dibagi atas kekuatan ekonomi, sosial-budaya, teknologi, politik/hukum dan demografis. Siagian (2001) pengenalan lingkungan eksternal secara tepat semakin penting karena : (1) Jumlah faktor yang berpengaruh tidak pernah konstan melainkan selalu berubah, (2) intensitas dampaknya beraneka ragam, (3) adanya faktor eksternal yang merupakan kejutan yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya, (4) kondisi eksternal berada diluar kemampuan organisasi untuk mengendalikannya. Untuk penelitian ini indikator yang ditentukan berpengaruh adalah ;
politik,
ekonomi, sosial dan budaya.
2.5.4 Kebijakan pemerintah pusat/daerah (KP/D) Kebijakan adalah kebutuhan, nilai atau kesempatan yang tidak terealisir namun dapat diatasi melalui tindakan publik. Kebijakan dapat dibedakan menjadi kebijakan publik dan kebijakan privat. Kebijakan publik adalah tindakan kolektif yang diwujudkan
melalui
kewenangan
pemerintah
legitimet
untuk
mendorong,
menghambat, melarang atau mengatur tindakan privat. Kebijakan publik memiliki dua ciri pokok yaitu (1) disusun atau dibuat oleh lembaga pemerintahan atau berdasarkan prosedur yang ditetapkan oleh pemerintahan, (2) bersifat memaksa atau berpengaruh 54
terhadap tindakan privat/ masyarakat luas (Dunn, 2000). Sebagai contoh kenaikan tarif pajak, harga BBM, tarif jalan tol, biaya tambat labuh. Kebijakan privat adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorag atau lembaga swasta dan tidak bersifat memaksa kepada orang atau lembaga lain, dan berlaku internal, bagi lembaga atau individu tersebut, misalnya menaikan harga susu, harga ikan kaleng, harga suku cadang. Kebijakan pembangunan perikanan ialah keputusan dan tindakan pemerintah untuk mengarahkan, mendorong, mengendalikan dan mengatur pembangunan perikanan untuk mewujudkan tujuan pembangunan. Kebijakan pembagunan perikanan dipandang dalam hal pembangunan nasional yang tujuannya meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, berarti kebijakan pembangunan perikanan merupakan bentuk kebijakan publik. Dalam mewujudkan penerapan kebijakan perikanan, maka langkah-langkah yang harus ditempuh adalah meningkatkan keterkaitan fungsional antara subsistem sehingga kegiatan pada masing-masing subsistem dapat berjalan secara berkelanjutan yang optimal dan efisien. Pengembangan agrobisnis harus mampu meningkatkan aktivitas ekonomi pedesaan dengan diarahkannya pada pengembangan kemitraan usaha antara skala besar dan kecil dengan manajemen yang serasi. Indikator yang digunakan untuk mengukur kebijakan pemerintah dalam penelitian ini adalah pusat atau daerah dengan indikator bunga bank/modal, tekologi, prasarana dan SDM 2.5.5 Kompetensi strategi SDM (KSTG) Usaha perikanan dengan adanya kebijakan dan pelaksanaan kebijakan yang konsisten maka akan didapatkan keunggulan indikator ; produksi ;menguasai proses produksi, pemasaran; menguasai pasar, keuangan; menguasai administrasi dan manajemen keuangan, SDM; menguasai
pengaturan SDM, dan research &
development; menguasai penelitihan aplikatif yang dapat meningkatkan kinerja usaha.
2.5.6 Kinerja usaha perikanan (KUP) Kinerja adalah kemampuan kerja yang ditunjukan dengan hasil kerja. Kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan. Variabel indikator keberhasilan kinerja suatu perusahaan yang dapat diukur antara lain : tingkat laba/rugi, tingkat pengembalian investasi, tingkat return equity, 55
perkembangan industri, informasi pasar, mutu produk, harga produk, volume penjualan, pertumbuhan pelanggan. Dalam penelitian ini pengukuran kinerja industri perikanan digunakan indikator; payback period, rugi/laba, ROI dan growth
Indikator : Teknologi Administrasi Manajemen Modal Sarana SDM
Lingkungan Internal
Indikator : Entry Barrier Pesaing Supply Substitution Produk Pasar
Lingkungan Industri
Indikator : Politik Ekonomi Sosial Budaya
Kompetensi Strategi SDM
Lingkup Usaha Perikanan Kinerja Usaha Perikanan
Kebijakan Pemerintah Pusat atau Daerah
Lingkungan Eksternal
Tujuan Pembangunan Perikanan
Indikator : Produksi Pemasaran Keuangan SDM R&D
Indikator : Payback Period Rugi/Laba ROI Growth
Indikator : Growth Equity Sustainable Daya Saing
Indikator : Bunga Bank Teknologi Prasarana SDM
Gambar 6
Kerangka pikir yang berbasis teori
2.5.7 Tujuan pembangunan perikanan (TPP) Menurut Nikijuluw (2009)
pandangan pembangunan perikanan yang
berkelanjutan haruslah mengakomodasikan ketiga aspek yaitu biologi, ekonomi dan sosial. Konsep pembanguan perikanan yang berkelanjutan mengandung aspek : (1)
Ecological sustainability ; memelihara keberlanjutan stok/biomas agar tidak melewati daya dukungnya, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas dari ekosistem.
(2)
Socioeconomic sustainability : membangun perikanan harus memperhatikan keberlanjutan dari kesejahteraan pelaku perikanan.
56
(3)
Community sustainability ; keberlanjutan kesejahteraan dari sisi komunitas atau masyarakat
haruslah menjadi perhatian pembangunan perikanan
yang
berkelanjutan. (4)
Institutional sustainability ; penguatan kelembagaan yang berkelanjutan Fathoni (2008) semakin tinggi daya saingnya suatu negara/bangsa semakin
tinggi tingkat kemakmuran yang diwujudkan. Oleh karena itu negara berkembang selalu berupaya untuk meningkatkan daya saing produk dan jasanya agar tidak jadi obyek pasar negara-negara maju. Dengan demikian ukuran tujuan pembangunan ditentukan oleh nilai tingkat indikator diantaranya : growth, equity, sustainable dan daya saing yang masih relevan penelitian oleh Purnomo et al. (2003).
57
3
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya daerah pantai yang potensial dan diandalkan usaha perikanannya. Penelitian dilakukan mulai bulan Januari tahun 2005 sampai dengan bulan Juni tahun 2007.
3.2
Penentuan Obyek yang Diteliti Usaha perikanan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menurut bidang
usahanya/aktivitasnya ada tiga (3) kelompok industri perikanan yang kegiatan utamanya adalah industri perikanan tangkap dengan ukuran 5GT s/d 20 GT sebanyak 304 kapal, kelompok usaha pengolahan dengan jumlah 51 orang dan kelompok pemasaran hasil perikanan sebanyak 40 orang. Dalam penelitian ini Usaha perikanan tangkap adalah fokus perhatian.
3.3 Jenis, Sumber, dan Ukuran Sampel Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan di lapangan berkaitan dengan kelompok usaha perikanan tangkap. Data sekunder adalah data-data yang sudah tersedia yang mendukung kelengkapan data penelitian. Data sekunder dapat berasal dari aparat desa setempat, Dinas Kelautan dan Perikanan tingkat kabupaten atau Provinsi, Departemen Kelautan dan Perikanan, dan instansi lainnya yang terkait. Ukuran sampel sebanyak 121 sampel lebih dari 10% populasi. Penetapan ukuran sampel ini mengacu kepada Santoso (2007) dan metode estimasi matriks likelihood estimation yang mensyaratkan sampel harus berkisar antara 100 – 200 sampel. Rincian asal responden yang menjadi sampel penelitian ini dapat terlihat pada Tabel 3. Nelayan di Gunung Kidul populasi 150 kapal diambil sampel sebanyak 37%, Nelayan Bantul populasi 102 kapal diambil sampel sebanyak 24%, Nelayan Kulonprogo populasi 52 kapal diambil sampel sebanyak 28%.
Pengolah ikan
populasi 52 pengolah dan diambil sampel 29% dan pedagang ikan populasi 10 pedagang diambil sampel sebanyak 25%.
59
Tabel 3 Nahkoda/pemilik kapal, pengolah dan pedagang ikan No 1 2 3 4 5
Palaku Usaha dan Lokasi Nahkoda/Pemilik di Gunung Kidul Nahkoda/Pemilik kapal di Bantul Nahkoda/Pemilik kapal di Kulon progo Pengolah ikan Pedagang ikan Jumlah
Populasi (Orang)
Sampel (Orang)
Persentase (%)
150
56
37
102
25
24
52
15
28
51 40 395
15 10 121
29 25 30
3.3.1 Metode pengumpulan data primer Metode pengumpulan data primer terdiri dari pemilihan kelompok sampling, identifikasi responden, dan pengumpulan data responden melalui pengisian kuestioner. Metode pengumpulan data ini dilakukan secara berurutan.
(1)
Pemilihan kelompok sampling Kelompok sampling yang dipilih adalah industri perikanan, lembaga, kelompok masyarakat, dan lainnya
yang masih aktif beroperasi di bidang perikanan
tangkap baik langsung maupun tidak langsung, baik formal maupun nonformal. Adapun faktor yang diperhatikan dalam pemilihan kelompok sampling tersebut : 1) Terkena program penguatan kelembagaan yang diprakarsai oleh Dinas dan Perikanan Daerah Istimewa Yogyakarta. 2) Kontribusi kelompok dalam upaya pengembangan perikanan rakyat 3) Jumlah kelompok yang aktif di lokasi 4) Jenis aktivitas kelompok terkait bidang perikanan tangkap di lokasi 5) Lama berdirinya kelompok 6) Keterlibatan nelayan dan masyarakat pantai dalam kelompok
(2)
Identifikasi responden Responden merupakan perwakilan dari kelompok industri perikanan, lembaga, kelompok masyarakat, dan lainnya terkait bidang perikanan tangkap yang telah disampling. Adapun faktor yang diperhatikan dalam mengidentifikasi responden : 1) Posisi atau hubungan dengan kelompok
60
(3)
2)
Tingkat pendidikan
3)
Lama aktif atau berinteraksi dengan usaha perikanan tangkap
4)
Skala kegiatan kelompok di bidang perikanan tangkap yang dikelola
5)
Tanggungan keluarga atau pembiayaan lainnya
Pengumpulan data responden Data digolongkan bersifat Ordinal, menurut Ahmad et al. (2006), data membentuk suatu susunan dengan skala terendah dan tertinggi, dan jumlah antara dua angka atau penggolongan yang berurutan tidak sama. Pengumpulan data responden dilakukan dengan dua teknik, yaitu teknik
wawancara terbuka dan contingent value method (CVM). Teknik wawancara terbuka dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang telah tersedia atau data yang tidak tersedia tetapi dapat dicerna oleh responden berkaitan dengan kegiatan perikanan dikelolanya. CVM dilakukan untuk mengumpulkan data yang penting terutama yang berkaitan dengan keuangan namun maksudnya sulit dicerna responden. CVM dilakukan dengan menciptakan kondisi pasar hipotesis dan penawaran menyatu.
3.3.2 Metode pengumpulan data sekunder Metode pengumpulan data sekunder terdiri dari studi kasus dan literatur, pendapat pakar, dan kombinasi ketiganya.
(1)
Studi literatur dan laporan hasil studi Studi literatur dan laporan hasil studi digunakan untuk mengumpulkan data sekunder yang berasal dari literatur atau hasil penelitian dengan kasus yang sama.
(2)
Pendapat pakar Pendapat pakar digunakan untuk mengumpulkan data yang tidak ditemukan atau kurang jelas dari hasil penelitian atau literatur. Pakar adalah birokrat, pengamat, maupun akademisi yang berkompeten di bidangnya. Data yang dikumpulkan bersifat data perkembangan, dan analisis prospek, dan kebijakan berkaitan dengan suatu kegiatan baik untuk pemantapan teori dan hasil studi yang ada maupun untuk kepentingan lainnya.
61
TUJUAN PEMBANGUNAN PERIKANAN Meningkatkan kesejahteraan nelayan SURVEY LAPANGAN Pengumpulan Data Primer - Pemilihan KUB sampling dan responden - Wawancara terbuka - Contingent Value Method (CVM) - Dokumentasi - Observasi
KERANGKA ACUAN KERJA - Latar Belakang - Visi dan Misi - Maksud dan Tujuan - Sasaran PERSIAPAN - Mobilisasi personil - Penyiapan hardware / software - Kuistioner - Methode pelaksanaan - Studi literatur
PENERAPAN POLA KUB
KUB : STSTUS DAN KONDISI
WILAYAH KAJIAN - Kab Bantul - Kab Gn. Kidul - Kab Kulon Progo
PERSIAPAN
SURVEY DAN PENGUMPULAN DATA
KUB : INTERNAL DAN EXTERNAL
Pengumpulan Data Sekunder
SURVEY DAN PENGUMPULAN DATA
DATABASE : PRIMER & SEKUNDER
ANALISA KUALITATIF KUANTITATIF Analisa : - Analisa deskriftive % - Kuantitatif perbandingan - Penyusunan kerangka teoritis dan pathdiagram - Measurement model dan struktural equation - Evaluasi goodness-of-fit dan effect analysis - Penyusunan formulasi strategi - IE Matrix, space matrix
PENYUSUNAN
PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA
MODEL PEMBERDAYAAN USAHA PERIKANAN
PERBAIKAN MODEL
SiIDANG KOMISI DAN SEMINAR
Gambar 7 Ilustrasi pelaksanaan penelitian 64
62
(3)
Kombinasi studi literatur, hasil studi, dan pendapat pakar Metode kombinasi digunakan untuk mengumpulkan data sekunder yang sumbernya banyak dan berantai. Metode kombinasi ini dapat dilakukan bila dari salah satu metode di atas belum didapatkan data yang dimaksud.
3.4
Pengolahan Data Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengembangkan
analisis dengan menggunakan analisis Structural Equation Modeling (SEM).
3.4.1
Pengembangan model teoritis Pengembangan model teroritis dimaksudkan untuk mendapatkan justifikasi
terhadap konsep-konsep yang dikembangkan sehingga dapat dipertanggungjawabkan dan mendapat kebenaran secara ilmiah untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 3.2 halaman 83. Dalam kaitan ini, telaah pustaka, eksplorasi terhadap hasil-hasil penelitian yang berkaitan, dan diskusi pakar menjadi hal penting untuk dilakukan. Berdasarkan telaah pendahuluan, adapun komponen yang berpengaruh terkait pengembangan industri perikanan dijelaskan dalam kerangka pikir berikut ini: Dalam membangun model pemberdayaan usaha perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta ini memperhatikan hubungan antara Variabel laten yang masing-masing dipengaruhi beberapa indikator. Hubungan variabel laten terjadi sebagai berikut; Lingkungan industri/usaha perikanan dibangun dari lingkungan internal, lingkungan industri dan lingkungan eksternal. Sedang lingkungan usaha perikanan dipengaruhi kebijakan pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan pemerintah pusat dan daerah mempengaruhi Kompetensi strategi sumberdaya perikanan dimana akan meningkatkan kinerja usaha perikanan sehingga tujuan pembangunan pemerintah dapat tercapai (1)
Lingkungan internal (LINT) terdiri dari indikator: 1) Teknologi 2) Administrasi 3) Manajemen 4) Modal 5) Sarana 6) Sumber daya manusia (SDM)
(2)
Lingkungan industri (LIND) terdiri dari indikator: 63
1) Entry Barrier 2) Pesaing 3) Supply 4) Sumber Daya (3)
Lingkungan eksternal (LEXT) terdiri dari indikator (diolah dari berbagai sumber) 1) Politik 2) Ekonomi 3) Sosial 4) Budaya
(4)
Kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D) : 1) Bunga 2) Teknologi 3) Prasarana 4) SDM
(5)
Kompetensi strategi SDM (KSTG): 1) Produksi 2) Pemasaran 3) Keuangan 4) SDM 5) Research and Development
(6)
Kinerja usaha perikanan (KUP) terdiri dari indikator: 1) Payback Period 2) Rugi/Laba 3) Return of Investment (ROI) 4) Tumbuh (Growth)
(7)
Tujuan pembangunan perikanan (TPP) terdiri dari indikator : 1) Berkembang (Developing) 2) Equity 3) Sustainable 4) Daya Saing Dalam kaitan ini, analisis SEM dalam penelitian dikembangkan untuk
melihatkan interaksi di antara komponen-komponen tersebut dan mengetahui interaksi mana yang paling berperan untuk pengembangan usaha perikanan untuk jelasnya
64
dapat dilihat pada rancangan awal path diagram untuk pengembangan industri perikanan rakyat Gambar 8. Entry Barrier (X31)
Pesaing (X32)
Supply (X33)
Substitusi produk (X34)
Produksi (Y11)
Teknologi (X11) Pemasaran (Y12)
Administrasi (X12)
KSTD (η1)
LIND (ξ3)
SDM (Y14)
Manajemen (X13)
Research&Develop ment (Y15)
Modal (X14)
Sarana (X15)
LINT (ξ1)
LUP (ξ 3)
Payback periode (Y21)
KUP(η2)
SDM (X16) Politik (X21)
Budaya (X24)
KP/D (ξ 4)
Bunga (X41)
Rugi/Laba (Y22) ROI (Y23)
LEXT ( ξ2)
Ekonomi (X22)
Sosial (X23)
Keuangan (Y13)
Teknologi (X42)
TPP (η3)
Growth (Y 31)
Growth (Y24)
Equity (Y 32)
SDM (X43)
LIP – LingkunanUusaha Perikanan LINT – Lingkungan Internal LIND – Lingkungan Industri LEXT – Lingkungan Ekternal KP/D – Kebij. Pemerintah Pusat/Daerah KSTG – Kompetensi Strategi SDM KUP – Kinerja Usaha Perikanan TPP – Tujuan Pembangunan Perikanan
Gambar 8
Prasarana (X43)
Sustainable (Y 33)
Daya saing (Y 34)
Rancangan awal teoritis path diagram untuk pengembangan usaha perikanan rakyat
3.4.2 Pembuatan path diagram Pembuatan path diagram merupakan kegiatan penggambaran interaksi komponen-komponen yang dikembangkan secara teoritis yang kemudian menjadi 65
konstruk penelitian. Dalam penggambaran ini, konstruk penelitian tersebut harus dilengkapi dengan dimensi-dimensi konstruk. Ada beberapa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dan secara garis besar dibagi dalam lima kelompok hipotesis, yaitu : (1)
Faktor lingkungan internal (LINT) berpengaruh terhadap lingkup usaha perikanan (LUP).
(2)
Faktor lingkungan industri (LIND) berpengaruh terhadap lingkup usaha perikanan (LUP).
(3)
Faktor lingkungan eksternal (LEXT) berpengaruh terhadap lingkup usaha perikanan (LUP).
(4)
Lingkup usaha perikanan (LUP) berpengaruh kebijakan pemerintah pusat/daerah (KP/D)
(5)
Lingkup usaha perikanan (LUP) berpengaruh kinerja usaha perikanan (KUP
(6)
Lingkup usaha perikanan (LUP) berpengaruh tujuan pembangunan perikanan (TPP).
(7)
Lingkup usaha perikanan (LUP) berpengaruh terhadap kompetensi strategi SDM (KSTG),
(8)
Kebijakan pusat atau daerah (KP/D) berpengaruh kompetensi strategi SDM (KSTG),
(9)
Kebijakan pemerintah pusat atau daerah (KP/D) berpengaruh kinerja usaha perikanan (KUP)
(10)
Kebijakan pemerintah pusat atau daerah (KP/D) berpengaruh tujuan pembangunan perikanan.
(11)
Kompetensi strategi SDM (KSTG) berpengaruh terhadap kinerja usaha perikanan (KUP).
(12)
Kinerja usaha perikanan (KUP) berpengaruh terhadap tujuan pembangunan perikanan (TPP) di Povinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dalam kaitan ini, telaah pustaka menjadi hal penting untuk menetapkan
dimensi konstruk yang tepat. Path diagram dibuat menggunakan program AMOS 4.01. Rancangan awal path diagram untuk pengembangan usaha perikanan rakyat berdasarkan telaah di atas terdapat pada Lampiran 2. Hasil telaah ini dapat membantu mengembangkan pola pikir yang berbasi teori, sehingga akan membantu dalam analisis hasil penelitihan dan mencari solusi permasalahan pengembangan industri perikanan kususnya di Yogyakarta umumnya di Indonesia. 66
3.4.3
Perumusan measurement model dan structural equation Stiroh (2001), A Premary Motivation for Developing Endogenous Growth dels
was the Desire to avoid the Neoclassial implication that only Exogenous Technical Progres driver long run Productivity Growth. Tahapan ini merupakan perumusan path diagram ke dalam persamaan matematis, sehingga dapat digunakan untuk analisis SEM. Persamaan tersebut terdiri dari persamaan pengukuran (measurement model) dan persamaan struktur (structural equation). Rumusan untuk persamaan pengukuran (measurement model) adalah : X 11 = λ1ξ1 + δ 1 X 12 = λ 2ξ 1 + δ 2 X 13 = λ3ξ 1 + δ 3 X 14 = λ 4ξ 1 + δ 4 X 15 = λ5ξ 1 + δ 5
X 21 = λ6ξ1 + δ 6 X 22 = λ7ξ 2 + δ 7 X 23 = λ8ξ 2 + δ 8 X 24 = λ9ξ 2 + δ 9 X 25 = λ10ξ 2 + δ10 X 31 = λ11ξ3 + δ11 X 32 = λ12ξ3 + δ12 X 33 = λ13ξ3 + δ13 X 34 = λ14ξ3 + δ14 X 41 = λ41ξ 4 + δ 41 X 42 = λ42ξ 4 + δ 42 X 43 = λ43ξ 4 + δ 43 X 44 = λ44ξ 4 + δ 44
67
Y11 = λ15η1 + ε 1 Y12 = λ16η1 + ε 2 Y13 = λ17η1 + ε 3 Y14 = λ18η1 + ε 4 Y15 =λ 19 η1 + ε 5 Y21 = λ 20η 2 + ε 6 Y22 = λ 21η 2 + ε 7 Y23 = λ 22η 2 + ε 8 Y24 = λ 23η 2 + ε 9 Y31 = λ 24η 3 + ε 10 Y32 = λ 25η 3 + ε 11 Y33 = λ 26η 3 + ε 12 Y34 = λ 27η 3 + ε 13
Sedangkan rumusan untuk persamaan struktur (structural equation) adalah :
ξ 3 = γ 1ξ1 + γ 2ξ 2 + γ 3ξ 3 + ζ 1 n1 = γ 4ξ 3 + ζ 2 η2 = β1η1 + γ 5ξ 3 + ζ 3 η3 = β 2η2 + ζ 2 Dimana : X ij = dimensi faktor/konstruk eksogen berturut-turut teknologi, administrasi, manajemen, modal, sarana, SDM, politik, ekonomi, sosial, budaya, entry barrier, pesaing, supply, bunga bank dan sumberdaya. Yij = dimensi faktor/konstruk endogen berturut-turut adalah produksi, pemasaran, keuangan, SDM, research and development, feedback period, rugi/laba, ROI, growth, equity, sustainable, dan daya saing; λ1− 23 = loading factor terkait X ij dan Yij ; β = regression weight, ε1−13 = error terkait Yij ; δ 1−14 = disturbance trem terkait X ij ; ξ1− 3 = faktor/ konstruk eksogen berturut-turut adalah LINT, LIND, LEXT, dan KP/D; η1− 3 = faktor/ konstruk endogen berturut-turut adalah KSTD, KUP, dan TPP. Persamaan matematis tersebut digunakan untuk operasi AMOS. Sedangkan data-data yang akan digunakan diformat dengan program SPSS, MS Excel, MS Acess, atau program lain yang sesuai.
68
3.4.4 Pemilihan matriks input dan estimasi model Matriks input yang dapat digunakan dalam analisis SEM terdiri dari matriks kovarian dan matriks korelasi. Dalam beberapa penelitian, matriks kovarian lebih sering digunakan karena keunggulannya dalam menyajikan perbandingan yang valid antara populasi atau sampel yang berbeda. Teknik estimasi model yang digunakan dalam analisis ini terdiri dari : (1)
Matriks likelihood estimation
(2)
Generalized least square estimation
(3)
Unweighted least square estimation
(4)
Scale free least square estimation
(5)
Asymptotically distribution free estimation Teknik estimasi tersebut dapat dipilih sesuai dengan ukuran sampel. Oleh
karena dalam penelitian ukuran sampel adalah antara 100 – 200 sampel (Ferdinand 2002), maka teknik estimasi yang digunakan matriks likelihood estimatio. Teknik estimasi ini dapat berubah bila kondisi lapangan menginginkan ukuran sampel yang lebih banyak.
3.4.5 Evaluasi kriteria goodness-of-fit Tahapan ini merupakan kegiatan kegiatan mengevaluasi kesesuaian model yang dibuat menggunakan berbagai kriteria goodness-of-fit. Secara garis tahapan ini terdiri dari tiga kegiatan besar, yaitu evaluasi data yang digunakan apakah memenuhi asumsi-asumsi SEM atau tidak, uji kesesuaian dan uji statistik, dan effect analysis. Evaluasi asumsi SEM meliputi evaluasi ukuran sampel, normalitas, outliers dan lain-lain. Sedangkan uji kesesuaian dan uji statistik terdiri dari : (1)
X2-Chi-square statistic Uji ini digunakan untuk mengukur overall fit atau kesesuaian model yang dibangun dengan data yang ada.
(2) (3)
Significance Probability nilainya harus lebih besar atau sama dengan 0.05 The root mean square error of approximation (RMSEA) RMSEA adalah indeks yang digunakan untuk mengkompensasi Chi-square statistic dalam sampel yang besar. Model yang dibangun dapat diterima bila memenuhi goodness-of-fit Index dan mempunyai nilai RMSEA lebih kecil atau sama dengan 0,08.
69
Tabel 4 Goodness-of-fit Index No Goodness of fit Index 1 X2-Chi-squarey 2 Significance Probability 3 RMSEA 4 GFI 5 AGFI 6 CMIN/DF 7 TLI 8 CFI Sumber : Ferdinand (2002)
(4)
Cut-off Value Diharapkan kecil ≥ 0.05 ≤ 0.08 ≥ 0.90 ≥ 0.90 ≤ 2.00 ≥ 0.95 ≥ 0.95
Goodness of fit index (GFI) GFI digunakan untuk menghitung proporsi tertimbang varian dalam matriks kovarian sampel yang dijelaskan oleh matriks kovarian populasi yang terestimasi. GFI mempunyai nilai antara 0 (poor fit) – 1 (perfect fit).
(5)
Adjusted goodness of fit index (AGFI) AGFI analog dengan R2 dalam regresi berganda, dengan tingkat penerimaan yang direkomendasikan sama atau lebih besar dari 0,9.
(6)
Indeks CMIN/DF Indeks CMIN/DF merupakan pembagian X2 dengan degree of freedom. Indeks ini menunjukkan tingkat fitnya model.
(7)
TuckerLewis index (TLI) TLI merupakan alternatif incremental fit index yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model.
(8)
Comparative fit index (CFI) CFI merupakan index yang menunjukkan tingkat fitnya model yang dibangun. Berbeda dengan indeks lainnya, indeks ini tidak tergantung pada ukuran sampel. Secara keseluruhan, tingkat penerimaan model yang dibangun berkaitan
dengan indeks-indeks evaluasi tersebut disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 ini
merupakan pedoman untuk mnguji validitas model yaitu setelah model tersebut valit baru melakukan langkah berikutnya yaitu menganalisis hubungan atau interaksi variabel-variabel yang berinteraksi positif dan signifikan.
Variable-variabel yang
interaksi siganifikan dikembangkan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada di model tersebut, sehingga model yang dibangun dapat dipakai untuk membantu dalam memberdayakan usaha kecil dan menengah. 70
Data hasil identifikasi dan data analisis kelayakan usaha
Komputerisasai (AMOS 4.01, SPSS, MS Excell, dll)
Pengembangan model teoritis
Terjemahan teori ke dalam Path diagram
Perumusan measurement model dan structural equation
Revisi Model
Uji kesesuaian dan statistik (goodness-of-fit index): X2-Chi-square, Significance Probability, RMSEA, GFI, AGFI, CMIN/DF, TLI, CFI
Ya
Layak/diterima
Tidak
Analisis direct effect, inderect effect, total effect
Konstruk yang paling berpengaruh (akan menjadi pokok perhatian)
Gambar 9
Kerangka operasional analisis SEM terhadap usaha perikanan di DIY (Step dari Model)
71
3.4.6 Interpretasi model Interpretasi model merupakan kegiatan menjelaskan dan menganalisis pengaruh effect analysis dari interaksi antara komponen/konstruk yang dikembangkan dalam model dikaitkan dengan kondisi nyata yang ada. Effect analysis ini dilakukan setelah model yang dibangun telah diuji kesesuaiannya dan dievaluasi secara statistik dan telah dinyatakan layak atau diterima. Effect analysis dimaksudkan untuk melihat tingkat pengaruh (effect) antar konstruk baik pengaruh langsung maupun pengaruh tidak langsung dalam hubungannya dengan kinerja usaha perikanan. Dari analisis ini dapat diketahui konstruk yang dalam hubungannya paling memberi pengaruh (konstruk strategis), sehingga dapat dijadikan pokok perhatian untuk penyusunan strategi final atau analisis selanjutnya. Kerangka operasional analisis menggunakan structural equation modeling (SEM) terlihat pada Gambar 9.
72
4 HASIL PENELITIAN Industri perikanan di Daerah Istimewa Yoyakarta yang baru berkembang ialah industri penangkapan ikan, industri pengolahan ikan dan industri pemasaran. Usaha penangkapan masih menggunakan perahu motor tempel berukuran 3-5 GT diawaki 12 orang dan wilayah penangkapannya di pantai Laut India kosentrasinya di Kabupaten Gunung kidul, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon progo. Pendapatanya per KK rata-rata sebesar Rp.546.41,- per bulan masih paling rendah bila dibandingkan dengan kelompok pengolah ikan Rp.626.245,- per bulan dan pedagang ikan Rp. 762.668,- per bulan.
4.1 Model Pengembangan Industri Perikanan Dengan Interaksi Sederhana Komponen Terkait Model pengembangan sederhana meliputi aspek teoritis, interaksi terkait LINT, LIND, LEXT, LUP, KP/D, KSTG, KUP dan TPP dengan lebih jelasnya sebagai berikut:
4.1.1 Aspek teoritis pengembangan model Model pengembangan industri perikanan ini didesain sedemikian rupa dengan memadukan interaksi berbagai komponen terkait yang secara teoritis dibutuhkan dalam pengembangan industri perikanan. Hasil kajian teoritis menunjukkan bahwa beberapa komponen yang terkait dengan pengembangan industri perikanan adalah lingkungan internal (LINT), lingkungan industri (LIND), lingkungan eksternal (LEXT), kompetensi strategi SDM (KSTG), kinerja usaha perikanan (KUP), dan tujuan pembangunan perikanan (TPP). Lingkungan internal (LINT) dianggap penting dalam pengembangan industri perikanan karena kondisi internal merupakan pijakan aktivitas industri perikanan dan penentu utama apa yang akan diperbuat oleh industri perikanan tersebut. Hal yang terkait atau menjadi parameter lingkungan internal ini adalah teknologi, pesaing, manajemen, modal, sarana, dan sumberdaya manusia. Lingkungan eksternal (LEXT) dianggap penting dalam pengembangan industri perikanan karena konsentrasi industri dan arah pengembangannya tidak bisa lepas dari kondisi yang ada di sekitarnya, baik yang secara langsung mempengaruhi maupun yang tidak langsung mempengaruhi kegiatan industri perikanan. Menurut Bygrave
73
(1997) dan Asri (2000), kondisi eksternal yang mempengaruhi kegiatan usaha/industri terdiri kondisi politik, ekonomi, dan sosial di lokasi industri. Komponen ketiga yang terkait dengan pengembangan industri perikanan adalah lingkungan industri (LIND). Lingkungan industri (LIND) merupakan kondisi yang khusus disebabkan oleh berbagai aktivitas pada dunia industri yang dapat mempengaruhi industri perikanan yang dikembangkan. Menurut Porter (1980), komponen atau hal yang terkait atau menjadi parameter lingkungan industri adalah entry barrier, pesaing, supply, dan sumberdaya. Kompetensi strategi SDM (KSTG) dianggap penting dalam pengembangan industri perikanan karena strategi merupakan langkah atau upaya yang akan dilakukan dalam kaitan dengan pengembangan industri perikanan. Menurut Dollinger dan Marc (1998) dan hasil studi pendahuluan, kompetensi strategi SDM biasanya dilakukan berkaiatan dengan produksi, pemasaran, dan keuangan. Kinerja usaha perikanan (KUP) menjadi hal penting dalam pengembangan industri perikanan karena kinerja merupakan tolok ukur dari maju mundurnya industri perikanan yang dikembangkan. Parameter kinerja penting untuk menunjukkan performance atau posisi bisnis dari industri perikanan yang dikembangkan. Menurut Senge (1990) dan hasil studi pendahuluan, berbagai hal yang terkait dengan kinerja organisasi adalah payback period, rugi/laba, return of investment (ROI), dan growth. Kinerja organisasi ini sangat menentukan sejauh mana capaian-capaian yang di dapat oleh industri perikanan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan perikanan yang diharapkan. Tujuan pembangunan perikanan (TPP) merupakan maksud dan harapan akhir dari dikembangkannya industri perikanan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan mengacu kepada pedoman umum pembinaan kelompok usaha bersama perikanan (2006) dan peraturan menteri kelautan dan perikanan tentang usaha perikanan tangkap (2006), serta hasil studi pendahuluan, maka tujuan pembangunan perikanan yang diharapkan adalah terjadinya pertumbuhan (growth), kesinambungan (sustainable) dan daya saing dalam aktivitas industri perikanan. Hal ini dianggap perlu supaya industri perikanan yang dikembangkan dapat memberikan kontribusi nyata terhadap pengembangan usaha perikanan tangkap, khususnya di DI Yogyakarta.
Agar ada pertumbuhan sebaiknya melakukan
optimalisasi pemanfaatan atau pengoperasian alat-alat (aset perikanan) dan efisiensi pembiayan operasional baik pemerintah maupun swasta, BUMN/D dan koperasi.
74
4.1.2 Interaksi terkait lingkungan internal (LINT) Hasil analisis SEM terkait konstruk lingkungan internal (LINT) ditunjukkan pada Gambar 10, sedangkan nilai koefisien interaksi dan significance of probability untuk setiap dimensi konstruk dan setiap konstruk yang berinteraksi dengan konstruk lingkungan internal (LINT) ditunjukkan pada Tabel 5. dan Tabel 6. konstruk lingkungan internal (LINT) berpengaruh positif signifikan sebesar 0,132 dengan nilai p = 0,011 terhadap dimensi konstruk teknologi (X11), berpengaruh positif signifikan sebesar 0,11 dengan nilai p = 0,021 terhadap dimensi konstruk administrasi (X12), berpengaruh positif signifikan sebesar 1,000 dengan nilai p = 0,040 terhadap dimensi konstruk manajemen (X13), dan berpengaruh positif signifikan sebesar 0,053 dengan nilai p = 0,022 terhadap dimensi konstruk sumber daya manusia (X16). Hal ini menunjukkan bahwa teknologi (X11), administrasi (X12), dan sumber daya manusia (X16) menjadi indikator penting dan serius menentukan maju mundurnya kegiatan perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dimensi konstruk modal (X14) dan sarana (X15) merupakan dimensi konstruk yang tidak dipengaruhi secara signifikan karena mempunyai nilai p > 0,05 dan koefisien interaksi masing-masing 0,215 dan 0,075. Terkait dengan ini, maka modal (X14) dan sarana (X15) tidak menjadi indikator penting yang secara internal mengganggu pengembangan industri perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Diantara lima dimensi konstruk yang dipengaruhi signifikan tersebut, manajemen (X13) merupakan dimensi konstruk yang dipengaruhi paling dominan (koefisien pengaruh =1,000 dengan nilai p = 0,040). Hal ini mengindikasikan bahwa manajemen yang merupakan aspek internal yang paling sensitif dan dapat menganggu kondisi internal industri perikanan. Terkait dengan ini, maka manajemen pengelolaan industri/usaha perikanan tangkap harus segera dibenahi dalam upaya kegiatan pemberdayaan dan pengembangan industri perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam pembenahan manajemen harus dilakukan latihan dalam diklat, magang atau pendampingan yaitu penyuluhan. Para nelayan harus dikenalkan fungsi manajemen dan penerapannya.
Fungsi manajemen yaitu cara menyusun
perencanaan, pengorganesasian yaitu menyususn struktur organesasi sekalian uraian tugas, penempatan tenaga kerja yang sesuai kompetensinya, pelasanaan operasional dan kontrol yang berupa laporan administrasi (operasional), laporan keuangan yang semuanya dibuat secara periodik bulanan, triwulanan, semesteran dan tahunan.
75
Tabel 5
Koefisien pengaruh dan significance of probability dimensi konstruk yang berinteraksi dengan konstruk lingkungan internal (LINT)
Konstruk
Lingkungan Internal (LINT)
Dimensi konstruk indikator Teknologi (X11) Administrasi (X12) Manajemen (X13) Modal (X14)
Koefisien pengaruh 0,132 0,110 1,000 0,215
p
S/TS
0,011 0,021 0,040 0,067
S S S TS
Sarana (X15) SDM (X16)
0,075 0,052
0,104 0,022
TS S
Keterangan
Keterangan : p = nilai significance of probability; S = pengaruh signifikan; TS = pengaruh tidak signifikan. Dimensi konstruk lainnya yang juga dipengaruhi dengan jelas adalah teknologi (X11), administrasi (X12) dan SDM (X16). Teknologi dipengaruhi urutan kedua oleh Lingkungan Internal karena kegiatan perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta masih banyak menggunakan alat tangkap yang sederhana dan tradisional. Untuk pengembangan ke depan, masalah teknologi ini perlu menjadi perhatian penting dalam optimalisasi pemberdayaan usaha/industri perikanan Daerah Istimewa Yogyakarta. merupakan dimensi konstruk urutan ketiga yang dipengaruhi serius oleh konstruk lingkungan internal (LINT). Tertib administrasi mengharuskan internal industri/usaha perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta perlu dibangun sistem administrasi sehingga usaha yang ada dapat diberdayakan secara maksimal dan pengembangan yang diinginkan dapat tercapai. Terkait dengan ini perlu diupayakan interaksi yang positif antara stakeholders yang terkait yang mengarah pada perlindungan usaha dari dampak negatif persaingan. Pengembangan sumberdaya manusia (SDM) juga merupakan kunci keberhasilan dalam usaha, sehingga perlu dilakukan latihan teknis (teknologi) dan manajemen proporsional. Hasil analisis SEM pada Tabel 6, menunjukkan konstruk lingkungan internal (LINT) berpengaruh positif signifikan terhadap konstruk lingkup usaha perikanan tangkap (LUP) sebesar 0,094 dengan nilai p = 0,029. Hubungan lingkungan internal dengan lingkup usaha perikanan dapat menggambarkan bahwa lingkup usaha perikanan dibangun dari lingkungan internal dimana terdapat indikator-indikator: teknologi, administrasi, manajemen, permodalan, sarana dan prasarana serta ketangguhan sumberdaya manusia. Dalam penelitihan ini indikator manajemen yang merupakan indikator yang harus diperhatikan.
76
Tabel 6
Koefisien pengaruh dan significance of probability konstruk yang berinteraksi dengan konstruk lingkungan internal (LINT)
Konstruk
Konstruk indikator
Koefisien pengaruh
P
S/TS
Lingkungan internal (LINT)
Lingkup usaha perikanan (LUP)
0,094
0,029
S
Keterangan
Keterangan : p = nilai significance of probability; S = pengaruh signifikan; TS = pengaruh tidak signifikan. Terkait hasil analisis tersebut, maka lingkup usaha perikanan (LUP) menjadi faktor yang berpotensi serius mempengaruhi aktivitas dan kondisi internal usaha perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini terjadi kemungkinan karena lingkup usaha perikanan tangkap menentukan jenis dan skala usaha perikanan tangkap yang dapat dilakukan oleh nelayan dan lainnya sehingga secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kondisi internal usaha perikanan tangkap yang ada. .
KSTG
LUP
KUP
Gambar 10
Model pengembangan industri perikanan dengan interaksi sederhana komponen terkait
77
4.1.3 Interaksi terkait lingkungan industri (LIND) Path diagram hasil analisis SEM terkait konstruk lingkungan industri (LIND) ditunjukan pada Gambar 10, sedangkan nilai koefisien interaksi dan significance of probability untuk setiap dimensi konstruk dan setiap konstruk yang berinteraksi dengan konstruk lingkungan industri (LIND) ditunjukkan pada Tabel 7. dan Tabel 8. Tabel 7
Koefisien pengaruh dan significance of probability dimensi konstruk yang berinteraksi dengan konstruk lingkungan industri (LIND)
Konstruk Lingkungan industri (LIND)
Dimensi konstruk indikator Entry barrier (X31)
Koefisien pengaruh 1,000
p
S/TS
0,045
S
Pesaing (X32)
0,105
0,023
S
Supply (X33)
0,050
0,043
S
Keterangan
Keterangan : p = nilai significance of probability; S = pengaruh signifikan; TS = pengaruh tidak signifikan. Berdasarkan hasil analisis tersebut, konstruk lingkungan industri (LIND) dalam
pengembangan
industri perikanan
di
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
mempengaruhi dimensi konstruk Entry barrier (X31), Pesaing (X32), dan Supply (X33). Pengaruh konstruk Lingkungan Industri (LIND) terhadap ketiga dimensi konstruk menunjukkan Entry Barrier (X31) dipengaruhi secara positif signifikan sebesar 1,000 dengan nilai p = 0,045, Pesaing (X32) dipengaruhi secara positif signifikan sebesar 0,105 dengan nilai p = 0,023, dan Supply (X33) dipengaruhi secara positif signifikan sebesar 0,05 dengan nilai
p = 0,043. Hal ini menunjukkan
bahwa Entry barrier (X31), Pesaing (X32), dan Supply (X33) merupakan indikator penting dan berpotensi serius menganggu kegiatan perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta. Konstruk lingkungan industri (LIND) berpengaruh tidak signifikan terhadap konstruk lingkup usaha perikanan tangkap (LUP) sebesar 0,103 dengan nilai p = 0,067, karena probabilitasnya > 0,05. Hubungan lingkungan industri dengan lingkup usaha perikanan tidak signifikan ini karena terjadi salah persepsi dimana bakwa bantuan-bantuan dari Departemen perisdutrian tidak dirasakan nyata oleh para nelayan.
Bantuan pemerintah ke sektor perikanan dilakukan langsung oleh
kementrian kelautan dan perikanan.
Maka persepsinya para nelayan seolah-olah
peran perindustrian tidak ada, maka akan dilakukan simalasi lagi sampai terjadi interaksi bebas.
78
Tabel 8
Koefisien pengaruh dan significance of probability konstruk yang berinteraksi dengan konstruk lingkungan industri (LIND) Konstruk indikator Lingkup usaha perikanan (LUP)
Konstruk Lingkungan industri (LIND)
Koefisien pengaruh
P
S/TS
0,103
0,067
TS
Keterangan
Keterangan : p = nilai significance of probability; S = pengaruh signifikan; TS = pengaruh tidak signifikan. 4.1.3 Interaksi terkait lingkungan eksternal (LEXT) Hasil analisis SEM terkait konstruk lingkungan eksternal (LEXT) terlihat pada Gambar 10, sedangkan nilai koefisien interaksi dan significance of probability (p) untuk setiap dimensi konstruk dan setiap konstruk yang berinteraksi dengan konstruk lingkungan eksternal (LEXT) terlihat pada Tabel 9 dan Tabel 10. Berdasarkan Tabel 9, konstruk lingkungan eksternal (LEXT) berpengaruh positif signifikan sebesar 0,07 dengan nilai
p = 0,001 terhadap dimensi konstruk Politik (X21), berpengaruh
positif signifikan sebesar 0,102 dengan nilai p = 0,031 terhadap dimensi konstruk Ekonomi (X22), dan berpengaruh positif signifikan sebesar 1,000 dengan nilai p = 0,048 terhadap dimensi konstruk Sosial (X23). Hal ini menunjukkan bahwa Politik (X21), Ekonomi (X22), dan Sosial (X23) menjadi indikator penting dan berpotensi serius secara eksternal dapat menganggu kegiatan perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta. Aspek sosial pada lingkungan eksternal merupakan aspek yang sangat penting karena aspek sosial dapat membuat lingkungan yang kondusif terhadap usaha perikanan. Misal usaha akan sulit berkembang apabila dilingkungan terjadi ketimpangan pendapatan masyarakat, pendidikan yang masih sangat rendak, jaminan kesehatan yang tidak ada dilinkungan tersebut. Tabel 9
Konstruk
Lingkungan eksternal (LEXT)
Koefisien pengaruh dan significance of probability dimensi konstruk yang berinteraksi dengan konstruk lingkungan eksternal (LEXT) Dimensi konstruk indikator Politik (X21) Ekonomi (X22) Sosial (X23)
Koefisien Pengaruh
p
S/TS
0,070
0,001
S
0,102
0,031
S
1,000
0,048
S
Keterangan
Keterangan : p = nilai significance of probability; S = pengaruh signifikan; TS = pengaruh tidak signifikan. 79
Dari ketiga dimensi konstruk tersebut, dimensi konstruk Sosial (X23) merupakan dimensi konstruk yang dipengaruhi paling dominan (koefisien pengaruh =1,000 dengan nilai p = 0,048) oleh lingkungan eksternal (LEXT). Sedangkan aspek ekonomi merupakan dimensi konstruk urutan kedua yang dipengaruhi serius oleh lingkungan eksternal (LEXT) industri perikanan.
Tabel 10
Koefisien pengaruh dan significance of probability konstruk yang berinteraksi dengan konstruk lingkungan eksternal (LEXT)
Konstruk
Konstruk indikator
Koefisien pengaruh
P
S/TS
Lingkungan eksternal (LEXT)
Lingkup usaha perikanan (LUP)
0,098
0,048
S
Keterangan
Keterangan : p = nilai significance of probabilit; S = pengaruh signifikan; TS = pengaruh tidak signifikan. Tabel 10 memperlihatkan bahwa konstruk lingkungan eksternal (LEXT) berpengaruh postif dengan nilai koefisien sebesar 0,098 dengan nilai p = 0,048. Oleh karena probabilitasnya < 0,05, maka pengaruh positif tersebut bersifat signifikan. Terkait hasil analisis tersebut, maka lingkup usaha perikanan (LUP) menjadi faktor yang berpotensi serius mempengaruhi aktivitas dan kondisi masyarakat di sekitar usaha perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini bisa dipahami, karena skala dan lingkup usaha/industri perikanan mempengaruhi interest/kepedulian masyarakat terhadap bidang perikanan tangkap, misal ketertarikan untuk berusaha di bidang perikanan tangkap, mengatur pola konsumsi ikan keluarga, dan lainnya.
4.1.5 Interaksi terkait lingkup usaha perikanan (LUP) Hasil analisis SEM terkait interaksi konstruk lingkup usaha perikanan (LUP) disajikan pada Tabel 11. dan Gambar 10. Berdasarkan hasil analisis tersebut, besaran pengaruh konstruk lingkup usaha perikanan (LUP) dijelaskan : (1)
Konstruk lingkup usaha perikanan (LUP) berpengaruh positif terhadap konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG) dengan nilai koefisien pengaruh 0,099 dan probabilitas 0,042. Oleh karena probabilitasnya < 0,05, maka pengaruh positif konstruk lingkup usaha perikanan (LUP) terhadap konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG) bersifat signifikan.
80
(2)
Konstruk lingkup usaha perikanan (LUP) berpengaruh positif terhadap konstruk kinerja usaha perikanan (KUP) dengan nilai koefisien pengaruh 0,099 dan probabilitas 0,101. Oleh karena probabilitasnya > 0,05, maka pengaruh positif konstruk lingkup usaha perikanan (LUP) terhadap konstruk kinerja usaha perikanan (KUP) pengaruh tidak signifikan.
(3)
Konstruk lingkup usaha perikanan (LUP) berpengaruh positif terhadap konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP) dengan nilai koefisien pengaruh 0,097 dan probabilitas 0,027. Oleh karena probabilitasnya < 0,05, maka pengaruh positif konstruk lingkup usaha perikanan (LUP) terhadap konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP) bersifat signifikan.
(4)
Konstruk lingkup usaha perikanan (LUP) berpengaruh positif terhadap konstruk Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah dengan nilai koefisien pengaruh 0,11 dan probabilitas 0,310. Oleh karena probabilitasnya < 0,05, maka pengaruh positif konstruk lingkup usaha perikanan (LUP) terhadap konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP) bersifat tidak signifikan. Terkait dengan hasil analisis tersebut, maka kompetensi strategi SDM
(KSTG) dan tujuan pembangunan perikanan (TPP) menjadi indikator/faktor yang berpotensi serius mempengaruhi jenis dan skala kegiatan yang menjadi lingkup industri perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan kinerja usaha perikanan (KUP) tidak dianggap serius/tidak menjadi indikator penting yang diperhitungkan dalam penetapan Lingkup Industri Perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kompetensi strategi sumberdaya manusia ini meliputi penguasaan
produksi, penguasaan pemasaran, penguasaan manajemen keuangan, penguasaan pengelolaan sumberdaya manusia dan penguasaan penelitian dan pengembangan di lingkup usaha perikanan. Kompetensi strategi sumberdaya manusia apabila SDM nya memiliki kopentensi penanganan produksi, pemasaran, keuangan, manajemen SDM dan penelitihan dan pengembangan, kesemuanya tentu akan meningkatkan kinerja usaha perikanan dan kierja usaha perikanan akan naik tinggi sudah pasti tujuan pembangunan akan dapat dicapai. Tujuan pembangunan yang harus dicapai dalam waktu dekat ini adalah keberlanjutan pertumbuhan ekonomi, sosial, kelembagaan, politik dan lingkungan. Pembangunan yang akan dicapai harus ada keadilan yaitu perlindungan atau suatu aturan pembagian equiti (aset) harus dimiliki rakyat secara adil yang proporsional.
81
Tabel 11
Koefisien pengaruh dan significance of probability konstruk yang berinteraksi dengan konstruk lingkup usaha perikanan (LUP)
Konstruk
Lingkup usaha perikanan (LUP)
Konstruk Indikator Kompetensi strategi SDM (KSTG) Kinerja usaha perikanan (KUP) Tujuan pembangunan perikanan (TPP) Kebijakan pemerintah pusat/ daerah (KP/D)
Koefisien Pengaruh
P
S/TS
0,099
0,042
S
0,099
0,101
TS
0,096
0,027
S
0,110
0,031
S
Keterangan
Keterangan : p = nilai significance of probability; S = pengaruh signifikan; TS = pengaruh tidak signifikan. Dari dua konstruk yang berinteraksi signifikan dengan konstruk lingkup usaha perikanan (LUP), pengaruh terhadap kompetensi strategi SDM (KSTG) sedikit lebih dominan. Hal ini menunjukkan bahwa jenis dan skala kegiatan yang menjadi lingkup usaha perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta selama ini dikembangkan dengan lebih mempertimbangkan kompetensi strategi SDM yang diterapkan daripada tujuan pembangunan perikanan yang ditetapkan Pemerintah. Terkait dengan ini, maka pengembangan usaha perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta harus mengakomodir kondisi tersebut.
4.1.6
Interaksi terkait kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D) Hasil analisis SEM terkait konstruk kebijakan pemerintah pusat dan daerah
(KP/D) terlihat pada Gambar 10, sedangkan nilai koefisien interaksi dan significance of probability (p) untuk setiap dimensi konstruk dan setiap konstruk yang berinteraksi dengan konstruk lingkungan eksternal (LEXT) disajikan pada Tabel 12. dan Tabel 13. Berdasarkan Tabel 12, konstruk kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D) berpengaruh positif tidak signifikan sebesar 0,179 dengan nilai p = 0,401 terhadap dimensi konstruk Bunga (X41), berpengaruh positif signifikan sebesar 0,097 dengan nilai
p = 0,013 terhadap dimensi konstruk teknologi (X42),
berpengaruh positif signifikan sebesar 0.226 dengan nilai p = 0,048 terhadap dimensi konstruk prasarana (X43), dan berpengaruh positif signifikan sebesar 1,000 dengan nilai p = 0,040 terhadap dimensi konstruk SDM (X44).
82
Tabel 12
Konstruk
Kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D)
Koefisien pengaruh dan significance of probability dimensi konstruk yang berinteraksi dengan konstruk kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D) Dimensi konstruk indikator Bunga (X41) Teknologi (X42) Prasarana (X43) SDM (X44)
Koefisien pengaruh
P
S/TS
0,179
0,401
TS
0,097
0,013
S
0.226
0,048
S
1,000
0,040
S
Keterangan
Keterangan : p = nilai significance of probability; S = pengaruh signifikan; TS = pengaruh tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi (X42), prasarana (X43), dan SDM (X44) menjadi indikator kebijakan pemerintah penting dan berpotensi serius dapat menganggu kegiatan perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta jika tidak diperhatikan dengan baik. Dari ketiga dimensi konstruk tersebut, dimensi konstruk SDM (X44) merupakan dimensi konstruk yang dipengaruhi paling dominan (koefisien pengaruh =1,000 dengan nilai p = 0,040) oleh kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D). Sedangkan aspek prasarana merupakan dimensi konstruk urutan kedua yang dipengaruhi serius oleh kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D).
Tabel 13
Konstruk
Kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D)
Koefisien pengaruh dan significance of probability konstruk yang berinteraksi dengan konstruk kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D) Konstruk Indikator Kompetensi strategi SDM (KSTG) Kinerja usaha perikanan (KUP) Tujuan pembangunan perikanan (TPP)
Koefisien pengaruh
p
S/TS
0,097
0,048
TS
0,858
0,033
S
0,500
0,024
S
Keterangan
Keterangan : p = nilai significance of probability; S = pengaruh signifikan; TS = pengaruh tidak signifikan.
83
Pada Tabel 13 terlihat bahwa konstruk kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D) berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja usaha perikanan (KUP) dan tujuan pembangunan perikanan (TPP) masing-masing dengan nilai koefisien sebesar 0,098 (p = 0,033) dan 0,500 (p = 0,024). Tujuan pembangunan perikanan (TPP) mempunyai dipengaruhi dengan koefisien positif paling tinggi menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah berperan nyata dalam menentukan tujuan pembangunan perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Oleh karenanya, hal ini harus benar-benar diperhatikan.
4.1.7 Interaksi terkait kompetensi strategi SDM (KSTG) Kompetensi strategi SDM (KSTG) merupakan hal penting dalam penentuan berbagai langkah atau upaya yang perlu dilakukan dalam pengembangan industri perikanan. Strategi yang diambil dalam suatu usaha biasanya berkaitan dengan kondisi produksi, pemasaran, dan keuangan yang dapat dilakukan. Hasil analisis SEM terkait dimensi konstruk yang berinteraksi dengan konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG) ini terlihat pada Tabel 14. dan Gambar 10. Berdasarkan hasil analisis tersebut, konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG) berpengaruh tidak signifikan sebesar 1,000 dengan nilai p = 0,245 terhadap dimensi konstruk produksi (Y11), berpengaruh positif signifikan sebesar 0,087 dengan nilai p = 0,044 terhadap dimensi konstruk pemasaran (Y12), dan berpengaruh positif signifikan sebesar 0,088 dengan nilai p = 0,000 terhadap dimensi konstruk keuangan (Y13). Tabel 14
Konstruk
Kompetensi strategi SDM (KSTG)
Koefisien pengaruh dan significance of probability konstruk/dimensi konstruk yang berinteraksi dengan konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG) Konstruk/ dimensi konstruk indikator Produksi (Y11) Pemasaran (Y12) Keuangan (Y13)
Koefisien pengaruh
P
S/TS
1,000
0,245
TS
0,087
0,044
S
0,088
0,000
S
Keterangan
Keterangan : p = nilai significance of probability; S = pengaruh signifikan; TS = pengaruh tidak signifikan.
84
Terkait dengan hasil analisis tersebut, maka aspek produksi (Y11) tidak dianggap serius/tidak menjadi indikator penting yang diperhitungkan dalam penentuan kompetensi strategi SDM/industri perikanan. Sedangkan aspek pemasaran (Y12) dan keuangan (Y13) menjadi faktor yang berpotensi serius mempengaruhi kompetensi strategi SDM yang dipilih dalam industri perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Oleh karena itu, dalam aplikasinya nanti kondisi pemasaran usaha maupun kondisi keuangan usaha harus menjadi titik berat dalam pengembangan keputusan kompetensi strategi SDM perikanan tangkap yang dikembangkan. Hasil analisis SEM pada Tabel 15 menunjukkan konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG) berpengaruh positif terhadap konstruk kinerja usaha perikanan (KUP) sebesar 0,126 dengan nilai p = 0,035. Oleh karena probabilitasnya < 0,05, maka pengaruh positif tersebut bersifat signifikan.
Tabel 15
Koefisien pengaruh dan significance of probability konstruk yang berinteraksi dengan konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG)
Konstruk
Konstruk indikator
Kompetensi strategi SDM (KSTG)
Kinerja usaha perikanan (KUP)
Koefisien pengaruh
0,126
p
0,035
S/TS
S
Keterangan Kompetensi strategi SDM (KSTG) adalah dari konstruk kinerja usaha perikanan (KUP)
Keterangan : p = nilai significance of probability; S = pengaruh signifikan; TS = pengaruh tidak signifikan. Terkait hasil analisis tersebut, maka kinerja usaha perikanan (KUP) termasuk faktor serius mempengaruhi kompetensi strategi SDM/industri perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini terjadi karena strategi yang diambil dalam menjalankan suatu usaha sangat ditentukan oleh progress atau kinerja dari usaha tersebut selama ini.
4.1.8 Kinerja usaha perikanan (KUP) Hasil analisis SEM terkait interaksi konstruk kinerja usaha perikanan (KUP) disajikan pada Tabel 16, Tabel 17, dan Gambar 10. Dalam kaitan dengan dimensi konstruk (Tabel 16), konstruk kinerja usaha perikanan (KUP) mempengaruhi secara positif siginifikan dimensi konstruk payback period (Y21) sebesar 0,011 dengan nilai p = 0,002, mempengaruhi secara positif tidak signifikan dimensi konstruk rugi/laba 85
(Y22) sebesar 0,054 dengan nilai p = 0,327, mempengaruhi secara positif signifikan dimensi konstruk return of investment (Y23) sebesar 0,042 dengan nilai p = 0,001, dan mempengaruhi secara positif signifikan dimensi konstruk growth (Y24) sebesar 0,086 dengan nilai
p = 0,023.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka payback period (Y21), return of investement (Y23), dan growth (Y24) menjadi dimensi konstruk/faktor yang serius diperhitungkan dalam memperbaiki kinerja usaha perikanan dan pengembangannya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam kaitan ini, maka ketiga dimensi konstruk dianggap sebagai indikator penting terkait kinerja usaha perikanan selama ini. Sedangkan rugi/laba (Y22) karena pengaruhi tidak signifikan, maka tidak dianggap serius/tidak menjadi indikator penting yang diperhitungkan dalam proses operasi usaha perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini mengindikasi, bahwa faktor keuntungan yang berimplikasi terhadap kesejahteraan pelaku usaha perikanan tangkap tidak terlalu diperhatikan oleh pelaku usaha (nelayan dan lainnya) dalam menjalankan kegiatan usaha perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tabel 16
Konstruk
Kinerja usaha perikanan (KUP)
Koefisien pengaruh dan significance of probability dimensi konstruk yang berinteraksi dengan konstruk kinerja usaha perikanan (KUP) Dimensi konstruk indikator Payback period (Y21)
Koefisien pengaruh
P
S/TS
0,110
0,002
S
Rugi/Laba (Y22)
0,054
0,327
TS
0,042
0,001
S
0,086
0,023
S
Return of investment (Y23) Growth (Y24)
Keterangan
Keterangan : p = nilai significance of probability; S = pengaruh signifikan; TS = pengaruh tidak signifikan. Dari tiga dimensi konstruk yang berinteraksi signifikan terhadap konstruk kinerja usaha perikanan (KUP), pengaruh terhadap dimensi konstruk payback period (Y21) lebih dominan. Hal ini menunjukkan bahwa perputaran usaha sangat penting dalam kegiatan Usaha perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta, dimana kemampuan nelayan dalam pengembalian pinjaman, perputaran usaha pengolah ikan, dan musim tangkap selalu menjadi pertimbangan nelayan dan lainnya dalam menjalankan usaha/industri perikanan.
86
Hasil analisis SEM pada Tabel 17. menunjukkan konstruk kinerja usaha perikanan (KUP) berpengaruh positif terhadap konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP) sebesar 0,069 dengan nilai p = 0,031. Oleh karena probabilitasnya < 0,05, maka pengaruh positif tersebut bersifat signifikan.
Tabel 17
Konstruk Kinerja usaha perikanan (KUP)
Koefisien pengaruh dan significance of probability konstruk yang berinteraksi dengan konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP) Konstruk indikator Tujuan pembangunan perikanan (TPP)
Koefisien pengaruh
p
S/TS
0,069
0,031
S
Keterangan
Keterangan : p = nilai significance of probability; S = pengaruh signifikan; TS = pengaruh tidak signifikan. Terkait hasil analisis tersebut, maka tujuan pembangunan perikanan (TPP) yang ditetapkan termasuk faktor serius mempengaruhi kinerja usaha perikanan (KUP) yang dijalankan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam kaitan ini, maka tujuan pembangunan perikanan tangkap harus selalu diupayakan dalam industri/usaha perikanan tangkap yang ada. Bila belum terakomodir dengan baik, maka kinerja perlu ditingkatkan.
4.1.9 Tujuan pembangunan perikanan (TPP) Hasil analisis SEM terkait interaksi terhadap konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP) terlihat pada Tabel 18 dan Gambar 10. Dalam kaitan dengan dimensi konstruk padaTabel 18, konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP) dipengaruhi secara positif tidak siginifikan oleh dimensi konstruk growth (Y31) sebesar 0,09 dengan nilai p = 0,109, dipengaruhi secara positif signifikan oleh dimensi konstruk equity (Y32) sebesar 0,054 dengan nilai p = 0,028, dan dipengaruhi secara positif signifikan oleh dimensi konstruk sustainable (Y33) sebesar 1,000 dengan nilai p = 0,045. Dalam tujuan pembangunan pertumbuhan dianggap tidak terlalu diharuskan karena masyarakat terlalu kuawatir pertumbuhan yang cepat hanya menciptakan konglomerasi yaitu kekayaan (aset) dikuasai kapitalis. Pada penelitihan ini yang nampak penting adalah berkeadilan.
Berkeadilan yang proprsional ini dengan
mengendalikan antara pengusaha kecil dan besar tidak boleh melakukan akuisisi, hubungan buruh harus diatur terutama mengasuransikan tenaga kerja. 87
Tabel 18
Konstruk
Tujuan pembangunan perikanan (TPP)
Koefisien pengaruh dan significance of probability dimensi konstruk yang berinteraksi dengan konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP) Dimensi konstruk indikator Growth (Y31) Equity (Y32) (Y33) Sustainable
Koefisien pengaruh
P
S/TS
0,090
0,109
TS
0,054
0,028
S
1,000
0,045
S
Keterangan
Keterangan : p = nilai significance of probability; S = pengaruh signifikan; TS = pengaruh tidak signifikan. Oleh karena pengaruhnya yang signifikan, maka equity (Y32) dan sustainable (Y33) menjadi dimensi konstruk yang berpotensi serius mempengaruhi tujuan pembangunan perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta dan dalam pengembangan industri perikanan menjadi indikator penting untuk pencapaian tujuan pembangunan. Sedangkan growth (Y31) karena pengaruhnya yang tidak signifikan, maka tidak dianggap serius/tidak menjadi indikator penting yang diperhitungkan dalam pencapaian tujuan pembangunan industri perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tidak signifikannya pengaruh growth memberi indikasi bahwa tujuan pembangunan perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta tidak terlalu dipusingkan oleh pertumbuhan usaha perikanan tangkap yang dilakukan oleh nelayan.
4.2 Model Pengembangan Usaha Perikanan Dengan Interaksi Kompleks Dominan Dipengaruhi oleh Kondisi LINT, LIND dan LEX Model pengembangan ini merupakan modifikasi dari model pengembangan industri perikanan dengan interaksi sederhana, dimana interaksi dibuat lebih kompleks dan dominan dipengaruhi oleh konstruk lingkungan internal (LINT), konstruk lingkungan industri (LIND) dan konstruk lingkungan eksternal (LEXT). Ketiga konstruk ini dipilih sebagai variabel dominan dalam interaksi karena pengembangan aktivitas industri di suatu kawasan biasanya diawali pengembangan di dalam industri itu sendiri (peningkatan kapasitas industri), kondisi lingkungan eksternal yang kondusif mendukung perkembangan industri, dan interaksi saling menopang dan membutuhkan diantara industri yang ada (industri pemasok, substitusi, pengguna produk, dan seterusnya). Adanya interaksi-interaksi tersebut 88
mempengaruhi
berkembangnya interaksi lainnya yang bersifat mempengaruhi atau dipengaruhi dalam aktivitas industri. Terkait dengan ini, maka modifikasi yang dilakukan diharapkan bisa menyerupai kondisi yang ada, termasuk dalam pengembangan industri perikanan ke depan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun interaksi baru dalam model pengembangan industri perikanan dengan interaksi kompleks ini dibandingkan dengan model pengembangan industri perikanan dengan interaksi sederhana adalah : (1)
Konstruk lingkungan internal (LINT) yang berinteraksi dengan konstruk lingkungan eksternal (LEXT).
(2)
Konstruk lingkungan internal (LINT) yang berinteraksi dengan konstruk lingkungan industri (LIND).
(2)
Konstruk lingkungan internal (LINT) yang berinteraksi dengan konstruk Kompetensi Strategi SDM (KSTG).
(3)
Konstruk Lingkungan Internal (LINT) yang berinteraksi dengan konstruk kinerja usaha perikanan (KUP).
(4)
Konstruk lingkungan internal (LINT) yang berinteraksi dengan konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP).
(5)
Konstruk lingkungan eksternal (LEXT) yang berinteraksi dengan konstruk lingkungan industri (LIND).
(6)
Konstruk lingkungan eksternal (LEXT) yang berinteraksi dengan konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG).
(7)
Konstruk lingkungan eksternal (LEXT) yang berinteraksi dengan konstruk kinerja usaha perikanan (KUP).
(8)
Konstruk lingkungan eksternal (LEXT) yang berinteraksi dengan konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP).
(9)
Konstruk lingkungan industri (LIND) yang berinteraksi dengan konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG).
(10) Konstruk lingkungan industri (LIND) yang berinteraksi dengan konstruk kinerja usaha perikanan (KUP). (11) Konstruk lingkungan industri (LIND) yang berinteraksi dengan konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP). (12) Konstruk kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D) yang berinteraksi dengan konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG).
89
(13) Konstruk kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D) yang berinteraksi dengan konstruk kinerja usaha perikanan (KUP). (14) Konstruk kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D) yang berinteraksi dengan konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP). (15) Konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG) yang berinteraksi dengan konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP).
4.2.1 Interaksi tambahan terkait lingkungan internal (LINT) Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, interaksi tambahan terkait konstruk lingkungan internal (LINT) adalah pengaruh konstruk (LINT) terhadap konstruk lingkungan eksternal (LEXT), konstruk lingkungan industri (LIND), konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG), konstruk kinerja usaha perikanan (KUP), konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP). Besaran pengaruh-pengaruh tersebut terlihat pada Tabel 19 dan dijelaskan : (1)
Konstruk lingkungan internal (LINT) berpengaruh positif terhadap konstruk lingkungan eksternal (LEXT) dengan nilai koefisien pengaruh 0,086 dan probabilitas 0,002. Oleh karena probabilitasnya < 0,05, maka pengaruh positif konstruk lingkungan internal (LINT) terhadap konstruk lingkungan eksternal (LEXT) bersifat signifikan.
(2)
Konstruk lingkungan industri (LIND) pengaruh positif konstruk lingkungan internal (LUP).
Konstruk lingkungan internal (LINT) berpengaruh positif
terhadap konstruk lingkungan industri (LIND) dengan nilai koefisien pengaruh 0,048 daan probabilitas 0,024. Oleh karena probabilitasnya < 0,05, maka pengaruh positif konstruk lingkungan internal (LINT) terhadap konstruk lingkungan industri (LIND) bersifat signifikan. (3)
Konstruk lingkungan internal (LINT) berpengaruh positif terhadap konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG) dengan nilai koefisien pengaruh 0,037 dan probabilitas 0,276. Oleh karena probabilitasnya > 0,05, maka pengaruh positif konstruk lingkungan internal (LINT) terhadap konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG) bersifat tidak signifikan.
(4)
Konstruk lingkungan internal (LINT) berpengaruh positif terhadap konstruk kinerja usaha perikanan (KUP) dengan nilai koefisien pengaruh 0,073 daan probabilitas 0,024. Oleh karena probabilitasnya < 0,05, maka pengaruh positif
90
konstruk lingkungan internal (LINT) terhadap konstruk kinerja usaha perikanan (KUP) bersifat signifikan. (5)
Konstruk lingkungan internal (LINT) berpengaruh positif terhadap konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP) dengan nilai koefisien pengaruh 0,086 dan probabilitas 0,129. Oleh karena probabilitasnya > 0,05, maka pengaruh positif konstruk lingkungan internal (LINT) terhadap konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP) bersifat tidak signifikan. Lingkungan internal (LINT) berpengaruh positif tidak signifikan terhadap konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG) memberikan informasi bahwa kompetensi strategi SDM (KSTG) tidak menjadi indikator atau suatu hal yang serius yang diperhatikan terkait perubahan kondisi internal usaha perikanan tangkap.
Tabel 19
Koefisien pengaruh dan significance of probability konstruk tambahan yang berinteraksi dengan konstruk lingkungan internal (LINT)
Konstruk
Lingkungan internal (LINT)
Konstruk indikator Lingkungan eksternal (LEXT) Lingkungan industri (LIND) Kompetensi strategi SDM (KSTG) Kinerja usaha perikanan (KUP) Tujuan pembangunan perikanan (TPP)
Koefisien pengaruh
P
S/TS
0,086
0,002
S
0,048
0,024
S
0,037
0,276
TS
0,073
0,024
S
0,086
0,129
TS
Keterangan
Keterangan : p = nilai significance of probability; S = pengaruh signifikan; TS = pengaruh tidak signifikan. Hubungan Lingkungan internal (LINT) dengan konstruk kompetensi strategi sumberdaya manusia yang tidak signifikan ini karena kebijakan pemerintah masih belum dirasakan oleh masyarakat nelayan. Latihan sering dilakukan namun tidak seluruhnya dalam bentuk paket yakni pelatihan teknis seharusnya diikuti pelatihan manajemen. Pelatihan manajemen ini meliputi bagaimana beroganesasi dalam nuansa usaha, dengan membicarakan kelembagaan usaha termasuk pembagian tugas-tugas dan tanggung
jawab bidang pekerjaan persipan produksi, suplly,
ketertipan administrasi operasional dan keuangan dan pemasaran. 91
KSTG
Gambar 11
Model pengembangan industri perikanan dengan interaksi komplek komponen terkait
Pengembangan usaha perikanan tangkap yang dilakukan oleh nelayan dan lainnya dapat tidak mengikuti strategi umum dalam pengembangan usaha yang dianjurkan oleh Pemerintah karena belum tentu sesuai dengan kondisi yang dihadapi oleh nelayan dan lainnya. Namun demikian, untuk pengukuran kinerja usaha, pelaku usaha perikanan tangkap harus memperhatikan sistem baku tentang pengukuran kinerja usaha perikanan, sehingga usaha perikanan tangkap tersebut tetap bertahan dan memiliki daya saing. Dalam analisis SEM, hal ini terlihat konstruk lingkungan internal (LINT) yang berpengaruh positif signifikan terhadap konstruk kinerja usaha perikanan (KUP). Dalam kaitan dengan konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP), lingkungan internal (LINT) mempengaruhinya secara positif tidak signifikan. Hal ini terjadi karena secara internal usaha perikanan tangkap yang dilakukan oleh nelayan dan lainnya, tidak begitu memperhatikan tujuan pembangunan perikanan yang ditetapkan oleh Pemerintah, tetapi lebih memperhatikan pemenuhan kebutuhan rumah
92
tangga mereka. Dalam kaitan ini, pencapaian tujuan pembangunan perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi tanggung jawab pihak berwewenang di daerah untuk selalu memberikan penyuluhan dan bimbingan yang diperlukan
4.2.3
Interaksi tambahan terkait lingkungan industri (LIND) Interaksi tambahan terkait konstruk lingkungan industri (LIND) adalah
pengaruh konstruk lingkungan industri (LIND) terhadap konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG), konstruk kinerja usaha perikanan (KUP), dan
konstruk tujuan
pembangunan perikanan (TPP). Regression weights dari berbagai interaksi yang dikembangkan dalam modifikasi model terlihat pada Tabel 21. Tabel 20 Regression weights dalam modifikasi model Interaksi LEXT <-LIND <-LIND <-LUP <-LUP <-LUP <-LUP <-KSTG <-KSTG <-KSTG <-KSTG <-TPP <-TPP <-TPP <-TPP <-TPP <-TPP <-KUP <-KUP <-KUP <-KUP <-KUP <-Y22 <-Y23 <-Y21 <-Y11 <-Y13 <-Y12 <-X23 <-X22 <--
Estimate LINT 0.086 LEXT 0.074 LINT 0.048 LIND 0.100 LINT 0.090 LEXT 0.095 Z4 0.059 LUP 0.094 LEXT 0.082 LINT 0.037 LIND 0.114 LEXT 0.067 LINT 0.086 KSTG 0.079 LIND 0.061 LUP 0.091 KUP 0.050 LIND 0.119 LEXT 0.092 LINT 0.073 KSTG 0.132 LUP 0.099 KUP 0.040 KUP 0.026 KUP 0.115 KSTG 1.000 KSTG 0.087 KSTG 0.086 LEXT 1.000 LEXT 0.104
S.E. 3.545 6.231 3.509 2.019 5.234 2.340 5.194 0.005 0.124 0.502 5.098 0.302 2.123 1.786 3.504 8.243 2.235 3.522 2.204 5.501 0.095 0.007 0.208 1.008 1.095 2.114 1.004 1.112 0.009 0.231
C.R. 1.034 2.024 1.245 1.129 1.234 1.034 1.067 -3.346 2.002 1.002 0.001 1.081 0.012 1.022 1.088 -1.223 0.045 1.127 1.056 -0.017 1.082 0.005 2.005 1.239 0.005 1.002 1.992 3.085 1.023 3.003
P 0.002 0.026 0.024 0.032 0.041 0.043 0.022 0.022 0.031 0.276 0.319 0.013 0.129 0.012 0.017 0.771 0.002 0.048 0.032 0.024 0.023 0.107 0.000 0.053 0.034 0.002 0.231 0.059 0.021 0.001
Label par-1 par-2 par-3 par-4 par-5 par-6 par-7 par-8 par-9 par-11 par-12 par-13 par-14 par-15 par-43 par-36 par-35 par-14 par-27 par-42 par-16 par-10 par-17 par-18 par-26 par-25 par-23 par-22 par-21 par-20 93
X21 X32 X14 X13 X11 X12 X31 X33 Y33 Y32 X16 X15 X42 Y31 Y24
<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<--
LEXT LIND LINT LINT LINT LINT LIND LIND TPP TPP LINT LINT KP/D TPP KUP
0.067 0.110 0.235 1.000 0.140 0.114 1.000 0.034 1.000 0.044 0.033 0.070 0.094 0.079 0.081
0.875 1.207 1.067 2.198 1.076 0.008 1.019 2.156 0.195 1.004 1.072 0.012 0.032 0.019 0.129
2.071 1.081 0.010 1.015 0.025 1.084 0.349 0.015 1.082 1.012 0.005 1.023 1.045 0.082 1.025
0.002 0.000 0.024 0.007 0.005 0.012 0.000 0.023 0.000 0.002 0.009 0.078 0.021 0.342 0.000
Besaran pengaruh dari interaksi tambahan Lingkungan Industri
par-19 par-24 par-30 par-31 par-34 par-28 par-33 par-32 par-37 par-39 par-29 par-38 par-38 par-40 par-41 (Tabel 22)
diuraikan : (1)
Konstruk lingkungan industri (LIND) berpengaruh positif terhadap konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG) dengan nilai koefisien pengaruh 0,114 dan probabilitas 0,319. Oleh karena probabilitasnya > 0,05, maka pengaruh positif konstruk lingkungan industri (LIND) terhadap konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG) bersifat tidak signifikan. Hubungan lingkungan industri dengan kompetensi strategi sumberdaaya manusia tidak signifian karena pembinaan SDM pada masing-masing sektor lebih inten dibandingkan Departemen perindustrian.
(2)
Konstruk lingkungan industri (LIND) berpengaruh positif terhadap konstruk kinerja usaha perikanan (KUP) dengan nilai koefisien pengaruh 0,119 dan probabilitas 0,048. Oleh karena probabilitasnya < 0,05, maka pengaruh positif konstruk lingkungan industri (LIND) terhadap konstruk kinerja usaha perikanan (KUP)
bersifat
signifikan.
Perindustrian
pembinaan
yang
berorentasi
peningkatan produksi sehingga nampak nyata dalam pengaruh kinerja usaha perikanan. (3)
Konstruk lingkungan industri (LIND) berpengaruh positif terhadap konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP) dengan nilai koefisien pengaruh 0,061 dan probabilitas 0,017. Oleh karena probabilitasnya < 0,05, maka pengaruh positif konstruk lingkungan industri (LIND) terhadap konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP) bersifat signifikan.
94
Tabel 21
Konstruk
Lingkungan industri (LIND)
Koefisien pengaruh dan significance of probability konstruk tambahan yang berinteraksi dengan konstruk Lingkungan Industri (LIND) Konstruk indikator
Koefisien pengaruh
P
S/TS
Kompetensi strategi SDM (KSTG)
0,114
0,319
TS
0,119
0,048
S
0,061
0,017
S
Kinerja usaha perikanan (KUP) Tujuan Pembangunan
Keterangan
Keterangan : p = nilai significance of probability; S = pengaruh signifikan; TS = pengaruh tidak signifikan. Pengaruh konstruk lingkungan industri (LIND) terhadap konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG) yang bersifat positif tidak signifikan mengindikasikan bahwa kondisi dan aktivitas usaha/industri non perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta tidak banyak mempengaruhi berbagai strategi yang diambil dan dilakukan pada usaha perikanan tangkap. Pada kegiatan perikanan tangkap, industri non perikanan tangkap tersebut umumnya bersifat men-support kegiatan perikanan tangkap yang ada sehingga mengikuti berbagai perubahan pada kegiatan perikanan tangkap tanpa membuat intervensi yang nyata. Terkait dengan konstruk kinerja usaha perikanan (KUP), konstruk lingkungan industri (LIND) mempunyai pengaruh positif yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan industri non perikanan tangkap terhadap kegiatan perikanan tangkap meskipun tidak mengintervensi kompetensi strategi SDM perikanan tangkap, tetapi menjadi hal penting yang diperhitungkan terkait maju mundurnya kegiatan perikanan tangkap di daerah Istimewa Yogyakarta. Konstruk kinerja usaha perikanan (KUP) yang berpengaruh positif signifikan terhadap konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP) menunjukkan bahwa kegiatan industri non perikanan tangkap yang ada di daerah Istimewa Yogyakarta sedikit banyak mempengaruhi tujuan pembangunan perikanan yang telah ditetapkan.
4.2.4 Interaksi tambahan terkait lingkungan eksternal (LEXT) Interaksi tambahan terkait konstruk lingkungan eksternal (LEXT) adalah pengaruh konstruk lingkungan eksternal (LEXT) terhadap konstruk lingkungan industri (LIND) dan
konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP). Besaran
pengaruh-pengaruh tersebut terlihat pada Tabel 20 dan dijelaskan : 95
(1)
Konstruk lingkungan eksternal (LEXT) berpengaruh positif terhadap konstruk lingkungan industri (LIND) dengan koefisien pengaruh 0,067 dan probabilitas 0,013. Oleh karena probabilitasnya < 0,05, maka pengaruh positif konstruk lingkungan eksternal (LEXT) terhadap konstruk lingkungan industri (LIND) bersifat signifikan.
(2)
Konstruk lingkungan eksternal (LEXT) berpengaruh positif terhadap konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP) dengan nilai koefisien pengaruh 0,074 dan probabilitas 0,026. Oleh karena probabilitasnya < 0,05, maka pengaruh positif konstruk lingkungan eksternal (LEXT) terhadap konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP) bersifat signifikan.
Tabel 22
Konstruk Lingkungan eksternal (LEXT) Keterangan :
Koefisien pengaruh dan significance of probability konstruk tambahan yang berinteraksi dengan konstruk lingkungan eksternal (LEXT) Konstruk indikator Lingkungan industri (LIND) Tujuan pembangunan perikanan (TPP)
Koefisien pengaruh
P
S/TS
0,074
0,026
S
0,067
0,013
S
Keterangan
p = nilai significance of probability; S = pengaruh signifikan; TS = pengaruh tidak signifikan.
Pengaruh
konstruk
lingkungan
eksternal (LEXT)
terhadap
konstruk
lingkungan industri (LIND) yang bersifat positif signifikan mengindikasikan bahwa kondisi dan aktivitas masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta mempengaruhi kondisi dan aktivitas industri lainnya di luar usaha perikanan tangkap. Dalam kaitan ini, maka kondisi dan aktivitas masyarakat perlu diarahkan pada hal-hal positif yang dapat menjamin ketertiban dan keamanan berbagai aktivitas yang ada. Pengaruh konstruk lingkungan eksternal (LEXT) terhadap konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP) juga bersifat positif signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi dan aktivitas masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta penting untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan yang ada. Hubungan lingkugan eksternal dengan lingkungan industri ini menggambarkan bahwa indikator sosial, politi dan budaya sangat besar berpengaruh terhadap lingkungan industri. Indikator sosial, misal terjadi ketimpangan pendapatan akan mengganggu kelancaran kegiatan industri.
96
4.2.5 Interaksi tambahan terkait kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D) Interaksi tambahan terkait konstruk kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D) adalah pengaruh konstruk kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D) terhadap konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG), konstruk kinerja usaha perikanan (KUP), dan konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP). Sedangkan besaran pengaruh dari interaksi tambahan terkait kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D) (Tabel 23) diuraikan : (1)
Konstruk kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D) berpengaruh negatif terhadap konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG) dengan nilai koefisien pengaruh -0,042 dan probabilitas 0,310. Oleh karena probabilitasnya > 0,05, maka pengaruh positif konstruk kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D) terhadap konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG) bersifat tidak signifikan.
(2)
Konstruk pemerintah pusat dan daerah (KP/D) berpengaruh positif terhadap konstruk kinerja usaha perikanan (KUP) dengan nilai koefisien pengaruh 0,853 dan probabilitas 0,04. Oleh karena probabilitasnya < 0,05, maka pengaruh positif konstruk kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D) terhadap konstruk kinerja usaha perikanan (KUP) bersifat signifikan.
(3)
Konstruk kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D) berpengaruh positif terhadap konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP) dengan nilai koefisien pengaruh 0,800 dan probabilitas 0,03. Oleh karena probabilitasnya < 0,05, maka pengaruh positif konstruk Pemerintah Pusat dan Daerah (KP/D) terhadap konstruk kinerja usaha perikanan (KUP) bersifat signifikan. Pengaruh konstruk pemerintah pusat dan daerah (KP/D) terhadap konstruk
kompetensi strategi SDM (KSTG)
yang
bersifat
negatif tidak
signifikan
mengindikasikan bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintah baik pusat maupun daerah selama ini, tidak banyak mempengaruhi berbagai strategi SDM yang diambil dan dilakukan pada usaha perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta. Bila kebijakan tersebut dipaksakan dalam mengatur strategi SDM justru dirasakan sebagai gangguan bagi pelaku usaha perikanan tangkap, meskipun selama ini tidak pernah terjadi secara nyata atau serius mempengaruhi usaha perikanan tangkap yang dilakukan nelayan/pelaku usaha di Daerah Istimewa Yogyakarta.
97
Tabel 23
Koefisien pengaruh dan significance of probability konstruk tambahan yang berinteraksi dengan konstruk kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D)
Konstruk
Kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D)
Konstruk indikator Kompetensi strategi SDM (KSTG) Kinerja usaha perikanan (KUP) Tujuan pembangunan perikanan (TPP)
Koefisien pengaruh
P
S/TS
-0,042
0,310
TS
0,853
0,040
S
0,800
0,030
S
Keterangan
Keterangan : p = nilai significance of probability; S = pengaruh signifikan; TS = pengaruh tidak signifikan. Konstruk pemerintah pusat dan daerah (KP/D) yang mempengaruhi secara positif signifikan konstruk kinerja usaha perikanan (KUP) menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah pusat dan daerah menentukan maju mundurnya kegiatan perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga perlu diperhitungkan dan diakomodir dalam evaluasi kinerja industri perikanan. Konstruk pemerintah pusat dan daerah (KP/D) yang berpengaruh positif signifikan terhadap konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP) menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah di bidang perikanan selama ini di Daerah Istimewa Yogyakarta sedikit banyak mempengaruhi tujuan pembangunan perikanan yang telah ditetapkan.
4.2.6 Interaksi tambahan terkait kompetensi strategi SDM (KSTG) Interaksi tambahan terkait konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG) adalah pengaruh konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG) terhadap konstruk tujuan pembangunan perikanan (TPP). Pengaruh tersebut mempunyai nilai koefisien 0,079 dan probabilitas 0,029 (<0,05) sehingga bersifat positif signifikan. Tabel 24 memperlihatkan koefisien pengaruh dan significance of probability konstruk tambahan yang berinteraksi dengan konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG), menenjukan bawa tujuan pembangunan didukung adanya sumberdaya manusia harus memiliki penguasaan produksi, penguasaan manajemen pemasaran, penguasaan manajemen keuangan, penguasaan pengelolaan sumberdaya manusia dan R &D. Penguasaan indikaor-indikator tersebut mutlak diperlukan untuk mencapai sasaran pembangunan perikanan kususnya di Yogyakarta.
98
Tabel 24 Konstruk Kompetensi strategi SDM (KSTG)
Koefisien pengaruh dan significance of probability konstruk tambahan yang berinteraksi dengan konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG) Konstruk indikator Tujuan pembangunan perikanan (TPP)
Koefisien pengaruh
P
S/TS
0,079
0,012
S
Keterangan
Keterangan : p = nilai significance of probability; S = pengaruh signifikan; TS = pengaruh tidak signifikan. Pengaruh positif signifikan konstruk kompetensi strategi SDM (KSTG) terhadap tujuan pembangunan perikanan (TPP) ini memberikan indikasi bahwa kompetensi strategi SDM berperan penting dalam pencapaian dan penetapan tujuan pembangunan perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini perlu menjadi perhatian dalam perumusan kompetensi strategi SDM karena tujuan pembangunan perikanan tersebut berdasarkan analisis SEM ini telah menjadi indikator serius pelaksanaan kompetensi strategi SDM perikanan tangkap yang ada.
99
5 PEMBAHASAN Pemberdayaan usaha perikanan tangkap yang dilakukan dalam penelitian didekati melalui pengembangan model interaksi dalam skala industri atau usaha perikanan tangkap modern. Hal ini dipilih agar interaksi tersebut dapat digunakan bila usaha perikanan tangkap yang ada benar-benar dapat dikembangkan dalam skala industri atau lebih besar dengan berbasis pada kekuatan lokal, yaitu usaha perikanan tangkap yang dilakukan masyarakat nelayan selama ini. Supaya lebih fleksibel terhadap berbagai kondisi yang ada dan kemungkinan pengembangan ke depan, maka skenario pengembangan industri atau usaha perikanan tangkap tersebut yang dikembangkan dengan pola interaksi variable laten baik sederhana maupun komplek. Pola interaksi sederhana yang kemudian disebut dengan pola pengembangan industri secara sederhana mengakomodir interaksi minimal yang terjadi dalam pengembangan, sedangkan pola
interaksi kompleks
yang
kemudian disebut
dengan pola
pengembangan industri dengan interaksi kompleks mengakomodir interaksi kompleks, bebas, dan global dan pengembangan industri atau usaha perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta ke depan. Kedua pola tersebut dan serta bentuk aksinya dibahas pada bagian berikut.
5.1 Pola Pengembangan Usaha Interaksi Sederhana Bila mencermati hasil analisis pada Tabel 5, maka aspek teknologi, administrasi, manajemen dan sumber daya manusia merupakan aspek yang sangat penting dan harus diperhatikan untuk pengembangan industri secara internal (lingkungan internal). Supaya industri kuat secara internal, maka pola interaksi dan berbagai kebutuhan yang terkait dengan aspek-aspek tersebut harus diperhatikan dengan baik sinergi dan efisien. Bila mencermati lebih jauh, maka dari lima aspek tersebut, manajemen merupakan aspek paling dominan berinteraksi pada tataran internal industri. Aktivitas berupa mengkoordinasikan, mengarahkan, dan membuat keputusan dalam pelaksanaan kegiatan industri secara internal merupakan jenis-jenis aktivitas terkait manajemen. Menurut Purnomo et al. (2003), bila interaksi yang ada tidak terjadi secara padu dan harmonis, maka besar kemungkinan industri perikanan tidak dapat berkembang seperti yang diinginkan. Bila demikian, maka manajemen
101
dapat dikatakan menjadi hal yang paling sensitif dan dapat mengganggu kondisi internal industri perikanan, sehingga harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Dalam kaitan dengan Lingkungan Industri, aspek entry barrier, pesaing, dan supply merupakan aspek yang penting dan serius mempengaruhi kegiatan industri perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada kegiatan bisnis beberapa industri modern, aspek entry barrier, pesaing, dan supply memang menjadi hal penting yang serius dan sering mengganggu. Bila pesaing meningkat akan sangat menganggu bisnis yang dilakukan industri dan tentunya hal ini perlu ditangani dengan baik supaya industri tetap dapat bertahan di tengah persaingan. Untuk supply juga demikian, karena terganggunya supply berbagai jenis bahan yang dibutuhkan untuk operasinya dalam mengganggu kegiatan industri secara keseluruhan. Namun demikian, dari ketiga komponen tersebut, entry barrier merupakan aspek yang dipengaruhi paling dominan (koefisien pengaruh =1,000 dengan nilai p = 0,045) terkait interaksi lingkungan industri. Hal ini bisa jadi karena keluar/masuk perusahaan baru pada suatu lokasi sangat mempengaruhi kemampulabaan usaha di kawasan (Porter, 1990) termasuk prospek pengembangan industri perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hill dan Ireland (1997), menyatakan bahwa interaksi pada lingkungan eksternal umum, maka aspek politik, ekonomi, dan sosial merupakan aspek yang signifikan dan harus diperhatikan untuk pengembangan industri secara eksternal. Kondisi dapat dipahami karena ketiga aspek tersebut sering mempengaruhi kestabilan bisnis suatu daerah bahkan pada beberapa negara dapat menjadi penyebab konflik massal bila ketiga aspek tersebut tidak dikelola dengan baik.
Dari ketiga aspek
tersebut, aspek sosial merupakan aspek yang paling dominan dalam interaksinya. Hal ini bisa terjadi dapat dimungkinkan oleh sensitifnya masalah-masalah sosial (seperti masalah kesenjangan dalam penghasilan, kesempatan kerja, pendidikan, dan lainnya) sehingga berpotensi sangat serius menggangu industri/usaha perikanan tangkap secara eksternal, apalagi di Yogyakarta masalah kesenjangan penghasilan dan kesempatan kerja menjadi permasalahan serius dan cukup memusingkan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta selama ini. Untuk aspek ekonomi, interaksinya sangat intensif namun tidak begitu sensitif bila dibandingkan dengan aspek sosial, bisa jadi karena cenderung berbau sara seperti halnya kesenjangan secara sosial. Namun demikian, seperti disebutkan sebelumnya, interaksi aspek ini termasuk signfikan. Menurut Zamron dan Purnomo (2005) dan 102
Mursidin et al. (2005), perkembangan industri perikanan dapat saja terganggu bila ekonomi masyarakat pas-pasan dan harga-harga bahan pokok tidak stabil, dimana masyarakat hanya berpikir pada urusan pribadi (tentang urusan perut) dan tidak lagi pengembangan seuatu yang lebih besar.
Sedangkan menurut Anggraini (2006),
masyarakat sangat menentukan kegiatan ekonomi suatu daerah, karena masyarakat adalah pelaku dari ekonomi daerah itu sendiri. Terkait dengan ini, maka aspek ekonomi tetap harus diperhatikan dan ikut diperbaiki dalam pengembangan industri perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Terkait dengan lingkup pengembangan, maka lingkup usaha perikanan (LUP) tidak termasuk faktor serius dalam pengembangan industri secara kesluruhan. Berbagai aktivitas dan kondisi internal, serta lingkup aktivitas yang dijalankan usaha non perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta tidak akan menjadi penghambat bagi pengembangan dan pemberdayaan usaha/industri perikanan tangkap yang ada. Hal ini terjadi karena lingkup usaha perikanan tangkap lebih berhubungan dengan kegiatan di bidang perikanan tangkap, sedangkan kegiatan lainnya di luar bidang perikanan tangkap punya konsentrasi tersendiri dan kalaupun menunjang kegiatan perikanan tangkap, biasanya menyesuaikan dengan yang dibutuhkan kegiatan perikanan tangkap tanpa mengintervensinya. Dari ketiga dimensi konstruk tersebut, dimensi konstruk SDM (X44) merupakan dimensi konstruk yang dipengaruhi paling dominan (koefisien pengaruh =1,000 dengan nilai p = 0,040) oleh kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D). Aspek prasarana merupakan dimensi konstruk urutan kedua yang dipengaruhi serius oleh kebijakan pemerintah pusat dan daerah (KP/D). Dari dua aspek yang berinteraksi signifikan dengan kompetensi strategi SDM, interaksi dengan aspek keuangan yang paling dominan. Hal ini menunjukkan bahwa masalah keuangan sangat sensitif terhadap kompetensi strategi SDM perikanan tangkap yang dijalankan oleh investor dan masyarakat.
Selama ini, pengalaman
kesulitan keuangan dan ketiadaan biaya sering menjadi penyebab kegiatan melaut tidak dapat dilakukan sepanjang tahun. Pengalaman ini telah menjadi rujukan dalam pengembangan usaha perikanan di lokasi sehingga bila keuangan belum cukup maka usaha perikanan sebaiknya tidak dilakukan. Hal ini penting supaya usaha tidak berhenti di tengah jalan dan sarana usaha menjadi terbengkalai. Pengalaman ini perlu menjadi rujukan ke depan dalam pengembangan industri atau usaha perikanan. 103
Contoh, apabila perusahan tidak mengendalikan likuiditasnya, operasi akan tidak lancar, yaitu mau beli spare part tidak punya biaya akhirnya tidak bisa operasi. Bila mencermati hasil analisis pada Tabel 14, maka payback period, ROI dan growth merupakan aspek pengelolaan yang berinteraksi signifikan dan berperan penting dalam peningkatan kinerja usaha perikanan. Dari tiga aspek tersebut, payback period menjadi yang paling dominan mempengaruhi kinerja. Hal ini menunjukkan bahwa perputaran usaha sangat penting dalam kegiatan industri perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta, dimana kemampuan nelayan dalam pengembalian pinjaman, perputaran usaha pengolah ikan, dan musim tangkap selalu menjadi pertimbangan nelayan. Bila melihat akar permasalahannya, hal ini dapat dipahami karena kegiatan industri perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta umumnya dilakukan oleh nelayan dan pengolah ikan dengan modal kecil dan mikro yang akan terganggu usahanya dan kebutuhan rumah tangganya bisa tidak terpenuhi bila perputaran usaha mengalami masalah. Terkait dengan ini, maka dalam interaksi sederhananya, perbaikan kinerja perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta di masa datang perlu mengedepankan kepentingan nelayan dan pengolah ikan kelas kecil dan mikro daripada mendahulukan kepentingan lainnya, misalnya kontribusi terhadap PAD, misal Pemda dapat melakukan pembebasan restribusi pada musim paceklik. Hal ini sejalan dengan hasil analisis sebelumnya terkait pengaruh Rugi/Laba terhadap kinerja usaha perikanan (KUP). Lingkup
usaha
perikanan
menjadi
faktor
yang
berpotensi
serius
mempengaruhi aktivitas dan kondisi internal usaha perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini terjadi kemungkinan karena lingkup usaha perikanan tangkap menentukan jenis dan skala usaha perikanan tangkap yang dapat dilakukan oleh nelayan dan lainnya sehingga secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kondisi internal usaha perikanan tangkap yang ada.
di Daerah
Istimewa Yogyakarta Aspek lingkungan eksternal berpengaruh postif bersifat signifikan. Terkait hasil analisis tersebut, maka lingkup usaha perikanan menjadi faktor yang berpotensi serius mempengaruhi aktivitas dan kondisi masyarakat di sekitar usaha perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini bisa dipahami, karena skala dan lingkup usaha/industri perikanan mempengaruhi interest/kepedulian masyarakat
104
terhadap bidang perikanan tangkap, misal ketertarikan untuk berusaha di bidang perikanan tangkap, mengatur pola konsumsi ikan keluarga, dan lainnya. Dalam kaitan dengan interaksi antar konstruk, interaksi kompetensi strategi SDM dengan
lingkup industri perikanan termasuk positif signifikan dan perlu
diperhatikan secara seruis. Hal ini menunjukkan bahwa jenis dan skala kegiatan yang menjadi lingkup usaha perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta selama ini dikembangkan dengan lebih mempertimbangkan kompetensi strategi SDM yang diterapkan daripada tujuan pembangunan perikanan yang ditetapkan Pemerintah. Namun demikian, dalam aplikasi di lapangan pelaksanaan kompetensi strategi SDM perlu dilakukan sejalan dengan tujuan pembangunan perikanan yang ada. Kompetensi strategi SDM juga berpengaruh positif dan bersifat signifikan terhadap kinerja industri perikanan. Terkait dengan ini, maka kinerja usaha perikanan termasuk faktor serius mempengaruhi kompetensi strategi SDM termasuk pada industri perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini terjadi karena strategi yang diambil dalam menjalankan suatu usaha perikanan sangat ditentukan oleh progress atau kinerja dari usaha tersebut selama ini. Kondisi yang sama juga terjadi pada interaksi kinerja usaha perikanan selanjutnya dengan tujuan pembangunan perikanan, dimana interaksi tersebut bersifat berpengaruh positif dan bersifat signifikan. Terkait dengan ini,
maka tujuan pembangunan perikanan termasuk
faktor serius
mempengaruhi kinerja usaha perikanan yang dijalankan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam kaitan ini, maka tujuan pembangunan perikanan tangkap harus selalu diupayakan dalam industri/usaha perikanan tangkap yang ada. Bila belum terakomodir dengan baik, maka kinerja perlu ditingkatkan. Sustainable lebih dominan berinteraksi dan berpengaruh terhadap tujuan pembangunan perikanan. Hal ini menunjukkan tujuan pembangunan di Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya di bidang perikanan tangkap lebih memperhatikan sustainable atau berkelanjutan dalam mengelola industri perikanan. Dalam kaitan dengan pengembangan, hal ini perlu dicermati pentingnya pengelolaan berkelanjutan ecological, sosioeconomi, community dan institusi (Charles, 1994). Pengembangan usaha perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta hendaknya memperhatikan hal tersebut sehingga terjadi sinkronisasi dengan tujuan pembangunan perikanan secara Nasional.
105
Bila mencermati hasil analisis Tabel 16, maka aspek Sustainable dan equity berpotensi serius mempengaruhi tujuan pembangunan perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kondisi ini menujukkan bahwa tujuan pembangunan perikanan harus mengendepankan
prinsip
berkelanjutan
dalam
setiap
upaya
pengembangan
usaha/industri karena cukup banyak anggota masyarakat yang menggantungkan hidup pada usaha perikanan tangkap. Bila kebijakan pemerintah gampang berpaling, maka bisa akan terjadi pengangguran massal dan konflik sosial akan meningkat. Hal sama juga untuk equity, pemerintah melakukan pembinaan yang terus-menerus terhadap masyarakat nelayan sehingga usaha perikanan skala kecil dan menengah yang dihasilkannya dapat bersaing dengan produk sejenis lainnya bahkan pada pasar ekspor. Bila hal ini bisa dilakukan, maka industri/usaha perikanan yang ada dapat menjadi sektor penting bagi kegiatan bisnis Daerah Istimewa Yogyakarta di masa datang.
5.2 Pola Pengembangan Usaha Interaksi Kompleks Bila mencermati hasil analisis interaksi lanjutan pada Tabel 17, maka lingkungan internal terhadap lingkungan eksternal berpengaruh positif signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi dan aktivitas usaha perikanan tangkap yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta mempengaruhi kondisi lingkungan sekitar tempat usaha perikanan tangkap dilakukan, misalnya daya beli masyarakat, pola konsumsi masyarakat terhadap ikan laut, pola pergaulan dan pengetahuan masyarakat, penerimaan masyarakat lokal terhadap pendatang, dan sebagainya. Disamping itu, pengaruh positif signifikan lingkungan internal terhadap lingkungan industri juga mengindikasikan bahwa kondisi dan aktivitas usaha perikanan tangkap juga mempengaruhi aktivitas industri/usaha lainnya yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, seperti usaha jasa pengiriman, usaha rumah makan, tempat hiburan dan rekreasi, dan lainnya. Terkait ini, maka pengembangan usaha perikanan tangkap dengan memberikan keleluasan yang luas bagi industri/usaha perikanan tangkap yang ada perlu dilakukan dengan hati-hati, berimbang, dan bertahap sehingga tidak mengganggu perekonomian masyarakat dan aktivitas industri lainnya yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengaruh lingkungan eksternal terhadap lingkungan industri yang bersifat positif signifikan. Hal ini memberi indikasi bahwa kondisi dan aktivitas masyarakat di 106
Daerah Istimewa Yogyakarta dapat mempengaruhi kondisi dan aktivitas masyarakat di luar industri dan usaha bisnis. Menurut Mursidin dan Hartono (2006), masyarakat dapat memberi dampak pada lingkungan sekitar, sehingga harus dibina dan diberdayakan secara adil dan merata. Dalam kaitan ini, maka kondisi dan aktivitas masyarakat perlu diarahkan pada hal-hal positif yang dapat menjamin ketertiban dan keamanan berbagai aktivitas yang ada. Pengaruh lingkungan eksternal terhadap tujuan pembangunan perikanan juga bersifat positif signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi dan aktivitas masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta penting untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan yang ada Lingkungan usaha perikanan berinteraksi terhadap kebijakan pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan pemerintah pusat dan daerah berinteraksi terhadap kinerja usaha perikanan dan tujuan pembangunan perikanan. Kinerja usaha perikanan berinteraksi secara serius dengan lingkungan industri. Porter (1990), lingkungan industri dapat menjadi ancaman, maka harus juga diperhatikan kinerja dan perannya di lokasi agar menjadi lebih penting.
Karena
selama ini, peran industri/usaha non perikanan tangkap terhadap keberadaan usaha perikanan tangkap cukup banyak meskipun tidak mengintervensi kompetensi strategi SDM perikanan tangkap. Adapun bentuk peran tersebut kesediaan usaha non perikanan menampung nelayan atau keluarga nelayan yang butuh pekerjaan pada saat tidak melaut, peran usaha non perikanan dalam pengadaan fasilitas umum seperti jalan, jembatan, dan lainnya di lokasi tempat tinggal nelayan berdekatan dengan usaha non perikanan tersebut, dan lainnya. Terkait dengan ini, maka peran tersebut penting yang diperhitungkan terkait maju mundurnya kegiatan perikanan tangkap di daerah Istimewa Yogyakarta. Pada model interaksi yang kompleks tersebut, kinerja usaha perikanan juga berpengaruh positif signifikan terhadap tujuan pembangunan perikanan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan industri non perikanan tangkap yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta sedikit banyak dapat mempengaruhi tujuan pembangunan perikanan yang telah ditetapkan. Aspek kompetensi strategi SDM juga berpengaruh positif signifikan terhadap tujuan pembangunan perikanan. Hal ini memberi indikasi bahwa kompetensi strategi SDM pasti berperan penting dalam pencapaian dan penetapan Tujuan Pembangunan 107
Perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kondisi ini misalnya, strategi industri yang mengandalkan tenaga kerja lokal dalam pelaksanaan kegiatan produksi dengan harapan dapat menciptakan basis perikanan yang kuat di masyarakat. Supaya terjadi sinkronisasi dan mendukung basis ekonomi lokal, maka tujuan pembangunan yang dirumuskan oleh pemerintah daerah harus sesuai dan mendukung upaya tersebut. Dalam kaitan ini, maka kompetensi strategi SDM yang dipilih oleh pelaku usaha atau yang menjadi komitmen bersama harus diperhitungkan dalam perumusan tujuan pembangunan perikanan di tingkat daerah seperti dalam rencana strategis 5 tahunan, 10 tahunan, dan lainnya. Menurut Pierce dan Vodden (2000), SDM menjadi komponen yang sangat penting dibandingkan dengan sumber daya lainnya dan lingkungan dalam pembangunan suatu bangsa, sehingga perlu dikelola dengan strategi yang baik dan harus menjadi prioritas pembangunan. Untuk memudahkan implementasi pengembangan berdasarkan pola interaksi yang ada, maka interaksi-interaksi tersebut perlu dikelompokkan atau diklasifikasikan berdasarkan nilai koefisien pengaruhnya baik yang berhubungan dengan interaksi secara eksogen maupun endogen. Seperti disebutkan sebelumnya, nilai koefisien pengaruh tersebut mencerminkan tingkat pengaruh, kepentingan dan urgensi dari komponen berinteraksi bila model pengembangan benar-benar dilakukan secara nyata. Menurut Handoko (2001) komponen yang berinteraksi pembangunan termasuk di bidang perikanan harus dapat menopang satu sama lain bila manfaatnya ingin dirasakan secara jangka panjang. Sedangkan menurut Tajirin et al. (2007), kegiatan perikanan berhubungan erat dengan pembangunan ekonomi suatu bangsa baik pada aspek ekonomi, SDM, sosial, budaya, maupun lingkungan sehingga harus dilakukan secara integral dan bertahap. Dalam kaitan ini, diperlihatkan Gambar 12 tentang model pengembangan industri perikanan dengan interaksi kompleks komponen terkait, dan interaksi ini dibagi dalam tiga kelompok prioritas, yaitu : interaksi dengan nilai koefisien (kf) sama dengan 1,0, interaksi dengan nilai kf di bawah 1,0 dan di atas atau sama dengan 0,1 dan interaksi dengan nilai kf lebih kecil 0,1 sedang interval kf diantara 1 sampai dengan 0, tersusun pada
Tabel 25.
Soepanto (1995) pengembangan usaha selayaknya dilakukan tiga tahapan dimana tahap pertama corporate strategy yaitu menyususun berapa besar skala ekonomi usaha tersebut, tahap kedua business strategy melakukan inovasi produk dan inovasi proses produksi dan tahap ketiga melakukan marketing strategy yaitu terobosan pasar. 108
Tabel 25
Klasifikasi interaksi indikator dan dimensi berdasarkan nilai koefisien pengaruh
Nilai Koefisien
Indikator (X)
Dimensi (Exogen)
Indikator (Y)
Sama
-
Manajemen
LINT
dengan 1
-
Sosial
LEXT
-
Entry Barier
LIND
-
SDM (K)
KP/D
Dibawah 1,0
-
Teknologi (L)
LINT
sampai atau
-
Administrasi
sama dengan
-
Pesaing
LIND
0,1
-
Ekonomi
LEXT
-
Prasarana
KP/D
-
SDM (L)
LINT
- Pemasaran
-
Supply
LEXT
- Keuangan
-
Politik
LIND
- ROI
-
Teknolgi (K)
KP/D
- Growth
Dibawah 0,1
- Sustainable
TPP
- Payback Period
KUP
- Equity -
(K) ... indikator dari kebijakan strategi SDM
Dimensi (Endogen)
KSTD
KUP
TPP
(L) ... indikator dari lingkungan internal
Dalam kaitan dengan kebijakan, komponen terkait harus diakomodir dengan baik dalam pengembangan kebijakan baik pusat maupun daerah.
Teknologi,
prasarana dan SDM merupakan tiga komponen penting dan mendasar yang harus diperhatikan dalam pembuatan kebijakan. Disamping itu, pemerintah juga harus melakukan pengawasan yang baik dan tetap melakukan beberapa inovasi dalam pelayanan. Menurut Pramusinto (2006), inovasi dalam pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah sangat menentukan berhasil tidaknya kebijakan yang dibuat oleh pmerintah. Dalam kaitan dengan analisis SEM, interaksi secara eksogen merupakan interaksi di antara variabel bebas, sedangkan interaksi secara endogen merupakan interaksi variabel tidak bebas/tergantung. Terkait dengan ini, maka jika interaksi diantara komponen/konstruk/dimensi konstruk eksogen diubah atau diintervensi, maka interaksi diantara komponen/konstruk/dimensi konstruk endogen juga bisa berubah. Hasil klasifikasi ini akan menjadi dasar bagi penyusunan skala prioritas aksi terkait pengembangan industri/usaha perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta seperti ditunjukkan pada Tabel 26. Supaya terintegrasi dan menyeluruh, 109
maka teknis operasional aksi tersebut dapat dilakukan melalui pembentukan unit bisnis perikanan terpadu (UBPT). Menurut Fauzi dan Anna (2002), unit bisnis menjadi keberlanjutan kegiatan perikanan dan tolok ukur keberhasilan pembangunan perikanan, sedangkan menurut Stiroh (2001), kebijakan yang tepat menjadi penentu kesinambungan pertumbuhan kegiatan ekonomi masyarakat.
Tabel 26 Skala prioritas berdasarkan nilai koefisien indikator pengaruh Prioritas
I
II
III
Perubahan Input
Taget/Output - Sustainable
Tahapan
-
Manajemen
-
Sosial
-
Entry Barier
-
Regulator
-
SDM (K)
-
Perencanaan
-
Skala Usaha
Konstruksi Pemberdayaan
-
Teknologi(L)
- Payback
Operasi
-
Administrasi
Period
-
-
Pesaing
-
Ekonomi
-
Prasarana
-
SDM (L)
- Pemasaran
Efisiensi dalam
-
Supply
- Keuangan
Usaha
-
Politik
- ROI
-
Teknologi
- Growth
(K)
- Equity
(K)… indicator dari kebijakan strategi SDM
Tertib Administrasi
-
Pertumbuhan
(L)… indicator dari lingkungan internal
Interaksi antara dimensi-dimensi di atas yang diuraikan aspek indikatornya dapat membangun model pemberdayaan usaha perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta yang ditampilkan pada Gambar 12. Gambar 12 juga menunjukan bahwa lingkup usaha perikanan (LUP) dibangun dari lingkungan internal (LINT), lingkungan industri (LIND) dan lingkungan ektsernal (LEXT).
Lingkup usaha perikanan
mempengaruhi kebijakan pemerintah pusat/daerah, kompetensi strategi SDM dan tujuan pembangunan perikanan (TPP). Kebijakan pemerintah pusat/daerah (KP/D) meningkatkan kinerja usaha perikanan (KUP) dan sehingga tujuan pembangunan perikanan (TPP) dapat tercapai. Demikian juga tujuan pembangunan perikanan (TPP) 110
dibangun dari lingkup usaha perikanan (LUP), lingkungan eksternal (LEXT), kebijakan pemerintah pusat/daerah(KP/D) yang hasilnya melalui meningkatnya kompetensi strategi SDM (KSTG) dan kinerja usaha perikanan (KUP).
Teknologi (X11)
0.1 Entry Barrier (X31)
Administrasi (X12)
0.1 Manajemen (X13)
1
LINT
KSTG
0.07
0.08
Keuangan (Y13)
LIND
0.11
0.09
0.1
Payback Period (Y21)
0.1 0.1
0.09 0.09
1
0.1 0.8
KUP
0.06
0.07
Growth (Y24)
0.07
0.09
0.1
0.2
0.08
0.07
LUP Prasarana (X43)
Pemasaran (Y12)
0.09
LEXT Sosial (X23)
0.08
0.1
1 0.08
Ekonomi (X22)
Pesaing (X32)
Equity (Y32)
0.05
TPP
KP/D 0.8 SDM (X44)
1
0.06
1
Sustainable (Y33)
Gambar 12 Model pemberdayaan usaha perikanan tangkap
5.3
Pembentukan Unit Bisnis Perikanan Terpadu (UBPT) sebagai Basis Pemberdayaan Usaha Perikanan Tangkap Komponen atau aspek pengelolaan yang berpengaruh positif signifikan dapat
digunakan sebagai acuan untuk memberdayakan usaha perikanan tangkap melalui pembentukan suatu unit bisnis perikanan terpadu (UBPT) (Lampiran 32). Adapun tahapan pembentukan unit bisnis tersebut hingga dapat dijalankan secara nyata dan mandiri adalah : Tahap pertama menyusun regulator agar lingkungan bisnis kondusif, yang dapat menjadi dasar pelaksanaan UBPT dengan berorientasi aspek manajemen, sosial, entry barrier, sumber daya manusia dan daya saing dengan
penjelasan sebagai
berikut:
111
(1)
Aspek manajemen yaitu dengan mengenalkan fungsi manajemen kelompok usaha. Pelaku usaha yang telah bergabung harus membuat rencana jangka menengah (5 tahun) dan rencana jangka pendek (1 tahun), yang kemudian diproyeksikan ke rencana pendapatan dan biaya usaha/indutri perikanan tangkap baik pada tingkat usaha individu sampai usaha kelompok (UBPT), menyusun struktur organisasi dan pembagian tugas, menempatkan dan mengarahkan SDM yang sesuai keahliannya, dan tim pengawas harus netral agar penyimpangan cepat diketahui dan cepat diperbaiki.
(2)
Aspek sosial yaitu harus menyisihkan fee (X %) dari omset, untuk kepentingan asuransi alat kerja, asuransi tenaga kerja (hari tua, kecelakaan, kesehatan), jaminan kredit/dana naik haji, cadangan usaha, sehingga usaha yang risikonya sangat tinggi ini dapat diatasi dan tidak mengganggu kondisi sosial pelaku usaha. Apabila ada anggota yang terlambat mengangsur pinjamannya, maka dapat diatasi dengan dana jaminan kredit sehingga kepercayaan dapat dibangun dengan baik.
(3)
Aspek entry barier, kemudahan memulai
usaha sepanjang
memiliki
pengetahuan dan keterampilan di bidangnya, tingkat keberhasilan usaha akan dipantau berdasarkan regulator Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. (4)
Sumber daya manusia,
pemerintah harus memberikan dana anggaran ke
Daerah tingkat I dan II untuk membiayai latihan-latihan manajemen dan teknis khususnya daerah yang masih sangat lemah sumber daya manusianya. (5)
Sustainable, yaitu dengan melakukan kerjasama dan kemitraan yang saling menguntungkan melalui wadah KUB maupun UBPT. Wadah ini dianggap lebih efisien karena akan terjadi penghematan waktu, aset (alat dan bahan) dan tenaga kerja sehinga menurunkan harga pokok produksi, harga mengendalian mutu, biaya pelayanan dan jangkauan pasar yang berkelanjutan. Tahap kedua, bila kegiatan sudah berjalan, maka harus dikembangkan aspek
teknologi, administrasi, pesaing, ekonomi, prasarana, payback period dengan arahan sebagai berikut : (1)
Aspek teknologi, harus dilakukan inovasi teknologi agar bisa didapatkan cara baru yang bisa menekan biaya maupun memperbaiki jenis dan mutu produk. Inovasi juga dapat dilakukan dengan mengaplikasikan program-program baru,
112
misalnya komputerisasi laporan keuangan, program ini bisa digunakan apabila dilakukan dengan skala industri atau cukup besar dengan cara berkelompok. Adapun bentuk kelompok tersebut yang dapat dipilih yaitu KUB, UBPT, Koperasi perikanan, dan Usaha pengolahan Hasil Perikanan yang dibentuk sesuai tuntutan pasar. (2)
Aspek administrasi, kegiatan-kegiatan diharuskan tertib administrasi, hal ini sangat
membantu
mengetahui
sejauh
mana
keberhasilan,
membantu
penyelesaian konflik, memantu kelayakan jual ke bank/lembaga keuangan dan sebagai ukuran seberapa besar kontribusi pembangunan ekonomi dan sosial. Yang lebih penting lagi membiasakan membudayakan bangsa kita berlaku transparan. (3)
Aspek pesaing, pesaing ini ditujukan produk yang substitusi, dimana kalau tidak melakukan inovasi produk, tentu produk akan dikalahkan dengan produk lain dan tidak melakukan inovasi sistem, tentu biaya akan tinggi sehingga produk substitusi akan diplih.
(4)
Aspek ekonomi, untuk meningkatkan pertumbuhan aset dan omset harus ada dukungan kestabilan nilai rupiah, iklim usaha yang kondusif, dan akan berdampak penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan, dan kesejahteraan masyarakat.
(5)
Aspek prasarana, prasarana gudang dingin di pendaratan & pelabuhan udara, gudang beku, prosesing & pembekuan, kendaraan angkut yang berisolasi ini harus disiapkan dan dapat dipakai secara optimal yaitu tidak ada yang over atau under capasity.
(6)
Aspek payback period yaitu setiap usaha harus ditetapkan target payback period, baik usaha individu maupun usaha bersama. Dengan cara inilah akan diketahui mengapa usaha perikanan tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan dan hal ini menjadi bahan masukan untuk pengembangan usaha perikanan selanjutnya Tahap ketiga, terkait dengan pengembangan aspek SDM, supply, politk,
teknologi, pemasaran, keuangan, ROI, growth dan sustainable dengan uraian sebagai berikut :
113
(1)
Aspek SDM, tenaga kerja harus diarahkan ke spesialis pekerjaan bahkan jangka panjang dapat ke arah super spesialis demikian pula latihan-latihan harus ke arah spesialis jenis pekerjaan. Misal, dipisahkan antara kerja manajer dan usahawan pada tingkat manajemen tertentu, pemisahan bidang pekerjaan yakni nelayan hanya mencari ikan, kapal rusak sudah ada divisi/bagian yang memperbaiki dan seterusnya.
(2)
Aspek supply, dimana dengan usaha bersama ini, melakukan pengadaan barang dan jasa untuk kepentingan operasi dilakukan bersama, niscaya kepastian barang dan jasa untuk operasi tentu terjamin baik mutu dan jumlah dan harga.
(3)
Aspek politik, yaitu politik pangan diarahkan ke pasar dalam negeri, karena penduduk indonesia cukup banyak sangat membutuhkan pangan yang bergizi tinggi, tentu saja akan lebih stabil dalam usaha ini bila pasar dalam negeri berkembang.
(4)
Aspek
teknologi,
ikan pelagis
besar
merupakan
bahan
perdagangan
internasional, sedang di Daerah Istimewa Yogyakarta sangat memungkinkan mengembangkan ikan tuna di Ekspor segar lewat penerbangan. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta harus menetapkan pemakaian teknologi untuk mendorong perdagangan
ikan tuna segar
lewat
penerbangan dengan
memberikan fasilitas untuk teknologi tersebut. (5)
Aspek keuangan, yaitu keuangan harus dikelola dengan konsisten, sehinga diperlukan pencatatan dan transparan, semua anggota dapat mengetahui perkembangan kekayaan melalui neraca dan hasil usaha melalui perhitungan rugi/laba, dan dapat diketahui cash flow baik di tingkat usaha anggota maupun tingkat UBPT. Dengan pencatatan keuangan yang tertib inilah perkembangan usaha dapat dipantau bahkan dapat dijadikan layak jual ke lembaga keuangan serta dapat membantu anggota mendapatkan dana. Melakukan pengendalian likuiditas dengan baik agar kegiatan operasional usaha tidak terganggu, misal dana jangka pendek dipakai untuk kegiatan jangka panjang akibatnya likuiditas terganggu tentu operasi tidak lancar akan berpengaruh tidak efisien.
(6)
Aspek pemasaran, posisi tawar masih sangat rendah, karena ketersedian barang baik mutu maupun jumlah tidak pasti, dengan pengelolaan usaha bersama tentu akan bisa melakukan strategi pemasaran. Misalnya jumlah dan mutu barang
114
tersedia dengan pasti tentu berani melakukan kontrak pasar baik internasional maupun nasional, bahkan dapat lihat kondisi, kapan harus ekspor dan kapan hanya dipasarkan dalam negri. (7)
Aspek growth, yaitu pertumbuhan usaha harus ditargetkan secara bertahap dan dapat diukur dengan akurat, agar dapat diketahui berapa lama untuk meningkatkan pertumbuhan melaui kemampuan laba atau menambah hutang.
(8)
Aspek ROI, yaitu dengan merubah aspek variabel bebas (manajemen, teknologi, dsb), niscaya ROI akan naik dan dapat diukur dengan akurat dan hasilnya dapat dibandingkan naik atau turun terhadap rata-rata tahunan atau proyeksi dalam anggaran.
(9)
Aspek equity, ialah memberikan kesempatan untuk mengases asset ekonomi dengan mengurangi atau menghilangkan bentuk dominasi pemerintah dalam mengatur iklim usaha misalnya; melalui pemberdayaan lingkungan usaha harus dilakukan misalnya keseimbangan kepemilikan asset para pelaku usaha, bagi hasil antara buruh dan majikan, pola asuransi yang melindungi owner dan buruh.
115
6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Interaksi konstruk positif yang signifikan dari hasil simulasi sederhana dan komplek (bebas) sebagai berikut; (1)
Lingkungan internal (LINT) berpengaruh positif dan signifikan terhadap lingkup usaha perikanan (LUP) dengan nilai koefisien pengaruh 0,094 dan probabilitas 0,029, yang artinya dengan memperbaiki indikator manajemen, administrasi dan teknologi lingkungan usaha perikanan (LUP) akan lebih kondusif.
(2)
Lingkungan industri (LIND) berpengaruh positif dan signifikan terhadap lingkup usaha perikanan (LUP) dengan koefisien 0,10 dan probabilitas 0,37 dari hasil simulasi komplek, yang artinya dengan mengatur yang lebih baik indikator entry barrier dan pesaing lingkungan usaha perikanan (LUP) akan lebih produktif
(3)
Lingkungan eksternal (LEXT) berpengaruh positif dan signifikan terhadap lingkup usaha perikanan (LUP) dengan nilai koefisien pengaruh 0,098 dan probabilitas 0,048, dengan memperbaiki indikator sosial dan ekonomi akan menciptakan lingkup usaha perikanan (LUP) lebih lebih produktif
(4)
Lingkup usaha perikanan (LUP) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan pemerintah pusat/daerah (KP/D), dengan nilai koefisien pengaruh 0,110 dan probabilitas 0,031, yang artinya pemerintah harus mendukung memperbaiki indikator prasarana dan meningkatkan indikator sumber daya manusia pada lingkup usaaha perikanan (LUP).
(5)
Lingkup usaha perikanan (LUP) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kompetensi strategi SDM (KSTG) dengan nilai koefisien pengaruh 0,099 dan probabilitas 0,042, berpengaruh positif dan signifikan terhadap tujuan pembangunan perikanan (TPP) dengan nilai koefisien pengaruh 0,096 dan probabilitas 0,027. LUP yang kondusif akan meningkatkan indikator pemasaran dan pengendalian likuiditas keuangan LUP.
(6)
Kebijakan pemerintah pusat/daerah (KP/D) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja usaha perikanan (KUP) dengan nilai koefisien pengaruh 0,858
117
dan probabilitas 0,033, dan berpengaruh terhadap tujuan pembangunan perikanan (TPP) dengan nilai koefisien pengaruh 0,500 dan probabilitas 0,024. Dengan kebijakan pemerintah pusat/daerah (KP/D) akan meningkatkan indikator payback period dan indikator growth (7)
Kompetensi strategi SDM (KSTG) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja usaha perikanan (KUP) dengan nilai koefisien pengaruh 0,126 dan probabilitas 0,035, dengan menguasai indikator-indikator konstruk KSTG tentu akan meningkatkan payback period (tingkat pengembalian investasi) dan growth (pertumbuhan usaha).
(8)
Kinerja usaha perikanan (KUP) berpengaruh positif dan signifikan terhadap tujuan pembangunan perikanan (TPP) dengan nilai koefisien pengaruh 0,069 dan probabilitas 0,031 di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kinerja usaha perikanan (KUP) yang tinggi harus dijaga keseimbangan equity yaitu hak mengases kekayaan negara yang proporsional agar terjadi kestabilan pembangunan (sustainable).
(9)
Tujuan pembangunan perikanan (TPP) dibangun dari lingkup usaha perikanan (LUP) lingkungan industri (LIND), lingkungan eksternal (LEXT), kebijakan pemerintah pusat/daerah dan peningkatan kompetensi strategi SDM (KSTG) serta kinerja usaha perikanan (KUP).
6.2 Saran (1)
Interaksi indikator-indikator yang positif dan signifikan dari masing-masing variabel-variabel laten dapat digunakan membangun model pemberdayaan usaha perikanan tangkap dengan skala prioritas sebagai berikut: Prioritas Pertama, yang harus diperbaiki adalah aspek manajemen, aspek sosial, aspek entry barrier, SDM yang harus ada target/sasaran serta dapat diukur setelah dilaksanakan, yaitu sustainable . Prioritas Kedua, adalah telah diaplikasikan model/program harus dipikirkan aspek teknologi, aspek administrasi, aspek pesaing, aspek ekonomi, aspek prasarana, kemudian harus ditargetkan outputnya dengan diukur dengan nilai payback period.
118
Prioritas Ketiga, ini tahap pengembangan yang harus diperhatikan aspek sumber daya manusia, aspek supply, aspek politik, aspek teknologi dan semuanya harus orientasi untung sehingga dapat diukur hasil pemasaran, keuangan, Return of Insvestment (ROI), growth dan equity. Hasil klasifikasi tersebut selanjutnya dapat digunakan menyusun tahapan skala prioritas yaitu corporate strategy, business strategy dan marketing strategy berbagai aksi terkait pengembangan industri/usaha perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta. Supaya lebih terintegrasi dan menyeluruh, maka teknis operasional aksi tersebut dapat dilakukan melalui pembentukan unit bisnis perikanan terpadu (UBPT). unit bisnis perikanan terpadu tersebut kemudian menjadi basis interaksi masyarakat nelayan dalam rangka pemberdayaan usaha perikanan tangkap di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta lihat Lampiran 32. (2)
Perlu dilakukan penelitian - penelitian lanjutan untuk melengkapi hasil penelitian penulis, terutama pengujian tiap tahap pembentukan unit bisnis perikanan terpadu (UBPT), sehingga diperoleh kegiatan pemberdayaan usaha perikanan tangkap yang paling tepat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta atau daerah lainnya.
(3)
Penelitian sejenis dapat juga diorientasikan pada kegiatan-kegiatan yang aplikatif dalam rangka mencari upaya terbaik untuk pemberdayaan usaha perikanan tangkap di lokasi lain.
119
LAMPIRAN Lampiran 1 Kebutuhan rumah tangga nelayan di Daerah Istimewa Yogyakarta No. Responden 1 1
Pangan (Rp/tahun) (Rp/bulan) 2 4,074,000 339,500
Bukan pangan (Rp/tahun) (Rp/bulan) 3 1,311,000 109,250
Total (Rp/tahun) (Rp/bulan) 4 5 5,385,000 448,750
2
3,060,000
255,000
1,650,000
137,500
4,710,000
392,500
3
2,250,500
187,542
320,000
26,667
2,570,500
214,208
4
3,560,000
296,667
4,237,000
353,083
7,797,000
649,750
5
8,211,000
684,250
347,000
28,917
8,558,000
713,167
6
7,815,000
651,250
320,000
26,667
8,135,000
677,917
7
5,141,000
428,417
4,067,000
338,917
9,208,000
767,333
8
4,469,900
372,492
300,000
25,000
4,769,900
397,492
9
5,227,000
435,583
2,666,000
222,167
7,893,000
657,750
Rata-rata per KK
4,867,600
405,633
1,690,889
140,907
6,558,489
546,541
Sumber : Olahan data lapang (2007)
Lampiran 2 Kebutuhan rumah tangga pengolah ikan di Daerah Istimewa Yogyakarta No. Responden 1
Pangan
Bukan pangan
Total
(Rp/tahun) 8,395,000
(Rp/bulan) 699,583
(Rp/tahun) 3,328,000
(Rp/bulan) 277,333
(Rp/tahun) 11,723,000
(Rp/bulan) 976,917
2
2,537,000
211,417
1,312,000
109,333
3,849,000
320,750
3
10,185,000
848,750
3,757,000
313,083
13,942,000
1,161,833
4
3,550,500
295,875
4,201,000
350,083
7,751,500
645,958
5
8,635,000
719,583
1,160,000
96,667
9,795,000
816,250
6
9,951,000
829,250
1,650,000
137,500
11,601,000
966,750
7
3,249,000
270,750
2,125,000
177,083
5,374,000
447,833
8
2,340,000
195,000
1,272,000
106,000
3,612,000
301,000
Rata-rata per KK
5,426,944
452,245
2,089,444
174,120
7,516,389
626,366
Sumber : Olahan data lapang (2007)
127
Lampiran 3 Kebutuhan rumah tangga pedagang ikan di Daerah Istimewa Yogyakarta No. Responden 10
Pangan
Bukan pangan
Total
(Rp/tahun) 12,220,000
(Rp/bulan) 1,018,333
(Rp/tahun) 1,940,000
(Rp/bulan) 161,667
(Rp/tahun) 14,160,000
(Rp/bulan) 1,180,000
11
5,655,000
471,250
2,500,000
208,333
8,155,000
679,583
12
5,655,000
471,250
1,450,000
120,833
7,105,000
592,083
13
4,655,000
387,917
1,500,000
125,000
6,155,000
512,917
14
4,691,333
390,944
1,500,000
125,000
6,191,333
515,944
15
3,520,000
293,333
1,000,000
83,333
4,520,000
376,667
16
12,020,000
1,001,667
1,400,000
116,667
13,420,000
1,118,333
17
8,130,000
677,500
1,200,000
100,000
9,330,000
777,500
18.
3,526,000
293,833
9,805,000
817,083
13,331,000
1,110,917
Rata-rata per KK
6,674,704
556,225
2,477,222
206,435
9,151,926
762,660
Sumber : Olahan data lapang (2007)
Lampiran 4 Profil nelayan di Sadeng, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta Nama Nama Nama Perahu Pemilik Nahkoda 1. DIY 01 Diskanla DIY Reno 2. Bawal 03 Diskanla DIY Giyarno 3. Bawal 04 Diskanla DIY A. Rofi’ie 4. Sari Manis Tulatman Tulatman 5. Bintang Samudera Supiyono Sugeng 6. Dian Puteri Parmin Parmin 7. Suko Mulyo Parmin Sakijan 8. Mutiara 01 Soetono Naelan 9. Mutiara 02 Soetono Sukiman 10. Mutiara 03 Soetono Jaiiman 11. Mutiara 04 Soetono Slamet 12. Barokah Yoyok Ngatimin 13. Berlian Mingan Mingan 14. Karya Abadi Buhari Ngatino 15. Dara Abadi Buhari Tukiman 16. Lampung Jaya Sarpan Sarpan 17. Sriyani Nong Judawi 18. Putra Madura Nong Ade 19. Wahyu Miliarto Pung NS Purwanto 20. Pulau Gemilang Suradi 21. Pandu Setia Suradi 22. Mandala Giyono Giyono 23. Millenium Buhari Agribmadi 24. Sumber Rejeki Ngaturi Ngaturi Sumber : Olahan data lapang, Dinas KP DIY (2006), dan lainnya No.
128
Nama ABK Subardi, Sudarto Lasiman, Tekad Sugiyo, Ponijan Jianto, Triono Sajiran Rakidi Tamso, Parmin Senen Cipto Sakun, Tino Karim, Nardi Rakimin, Ikin Bambang, Satino Pono, Priyo Sardi, Satiyo Kusrin Agung, Mamat Rikman Niman, Agung Sulam, Amat
Lampiran 5 Profil nelayan di Baron, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta
1.
Nama Perahu Mulyo Rejeki
2.
Bintang Emas
3.
Dewi Sri
4.
Manis 4
5.
Angkasa 1
Nama Pemilik Lego, Yogyakarta Lego, Yogyakarta Lego, Yogyakarta Lego, Yogyakarta Titi, Klaten
6. 7.
Angkasa 2 Angkasa 3
Titi, Klaten Titi, Klaten
Kanut Sudarsomo
8.
Angkasa 4
Titi, Klaten
Kasirun
9.
Angkasa 5
Titi, Klaten
Ngatimin
10.
Arya
Klaten
Ngadiman
11.
Bintang Rejeki 4
Klaten
Harno
12.
Bintang Rejeki 6
Klaten
Ahmad
13.
Permata 1
Klaten
Mujiyono
14. 15.
Permata 2 Yossi
Klaten Klaten
Jiyono Radiyo
16.
Podho Moro 1
Cip Samidi
17.
Podho Moro 2
18.
Kembar 3
19.
Kembar 4
20.
Kembar 5
Cip Samidi, Kemadang Cip Samidi, Kemadang Sutikno, Wonosari Sutikno, Wonosari Sutikno, Wonosari
21.
Kembar 6
Suro
22.
Setia
23. 24. 25. 26. 27.
HB HB 1 HB 2 HB 3 HB 4
Sutikno, Wonosari Sutikno, Wonosari Yogyakarta Yogyakarta Yogyakarta Yogyakarta Yogyakarta
No.
Nama Nahkoda Adnan
Bardjo
Nama ABK Adnan, Wasidi, Sugiyanto Suroso, Narto Panut Barjo B, Bejo
Sutopo
Sutopo, Wasino
Sunarto
Narto Ngadiran Kamidi Kanut, Tugiran Sudarsono, Darso Sutar Kasirun, Wito Kuwat Ngatimin, Sukamto Ngadiman, Sumatno, Maryono HarnoWarimin, Sarjono Ahmad, Tohari, Supriyanto Mujiyono, Kasiyo Jiyono, Ngadimo Radiyo Jumari Cip Samidi, Aris Supardi Purwanto, Winarto Sumardi A, Suyono, Doni Mariyo, Tugiman
Suroso
Purwanto Sumardi Mariyo Bero
Marno Kasno Sugiyo Maryono Jemu Parso
Bero Sumardi, Tukiyo, Suhartono Suro, Riyadi, Sudiyo MarnoTukiman, Wasiyo Kasno, Inanto Sugiyo, Laso Maryono, Sudari Jemu, Wardi Parso Saiman,
129
28.
HB 5
Yogyakarta
Muryanto
29. 30. 31. 32. 33.
HB 6 Baron Dragon Partadiso Idola
Sunarto Sumardi Wage Suyadi Wasiman
34. 35.
Putra Haryati Lumba-lumba 1
36.
Lumba-lumba 2
37.
Lumba-lumba 3
38. 39.
Layur Sakti Habibi
40.
Putra Diana
41.
Sumber laut
42.
Sri Waluyo
43.
Sumber Hidup 1
44.
Sumber Hidup 2
45.
Sinar Rejeki
46.
Sugih Rejeki
47.
Bintang Rejeki 3
48. 49.
Aquarius Sido Adil
50.
Jala Laut 1
Yogyakarta Yogyakarta Yogyakarta Yogyakarta Agus, Yogyakarta Yogyakarta Sumadi, Yogyakarta Sumadi, Yogyakarta Sumadi, Yogyakarta Tego, Kemadang Sumari, Kemadang Suyitno, Kemadang Lasidi, Kemadang Eko Wahono, Kemadang Kho Ing, Wonosari Kho Ing, Wonosari Sunaryo, Kemadang Widiyono, Kemadang Wardi, Kemadang Jono, Kemadang Tugimin, Kemadang Ambar, Bantul
51.
Jala Laut 3
Ambar, Bantul
Warsono
52.
Jala Laut 4
Ambar, Bantul
Suratman
53.
Ar-Rahman
Radu, Kemadang
Pujo
54. 55.
Sluni Kapalku Asih Perdana
Supri, Kemadang Sakir, Kemadang
Supri Narto Gumrek
56.
Noura Bahari
Sakir, Kemadang
Subaryono
57.
Manis 1
Bariman, Kemadang
Manyul
130
Sanggi Giman Sukino
Tugiran Muryanto, Karyadi Sunarto, Suwarno Sumardi, Suroso Wage, Andi Suyadi, Sukarno Wasiman, Wit Mugiyono Sanggi, Wakijan Giman, Sukimin
Sutrisno Sumari
Sukino, Supriyanto Tris Giyanto, Suyitno Sutrisno, Sartono Sumari, Sarno
Suyitno
Suyitno, Sukamto
Lasidi
Lasidi, Wasidi
Eko Wahono Suroso
Eko Wahono, Suyono Suroso, Wadiyan
Supardi
Supardi, Lanjar
Sunaryo
Sunaryo, Eko Antoro Widiyono, Triono Wardi, Sudiyo
Tris Giyanto
Widiyono Wardi Tukiyo Tugimin Giyanto
Tukiyo, Jono Tugimin, Darno, Gino Giyanto, Sabariyanto Warsono, Kasno Gimin Suratman, Suparno, Radi Pujo Kirman, Sadirin Supri, Suroto Narto Gumrek, Saryono Subaryono, Sutrisno, Untoro Manyul, Yadi
58.
Lautan Jaya
Edi, Kemadang
Edi Wito
59.
Barokah 1
Sarto
60.
Barokah 2
61.
Bangkit
62.
Maju Lancar
63.
Dinaker
64.
Bintang Jaya
65. 66.
Rejeki Manis 5
67. 68.
Rejeki Setya Manunggal HB
69.
Jaya Laut 2
70.
Pandan Mino
Dodik, Yogyakarta Dodik, Yogyakarta Ngadijo, Kemadang Suyanto, Kemadang Margono, Kemadang Senen, Kemadang Yeyen, Wonosari Mangun, Kemadang Yoyok, Yogyakarta Waryono, Kemadang Lasono, Kemadang Sugiyono, Kemadang
71. 72.
Ngudi Rejeki Eny SW
Karto B Ngatijo Suyanto Margono Senen Kasinun Mangun Sarno Waryono Lasono Riyadi
Saguh Sukiman, Sukiman Kemadang 73. Mawar Laut Sukiman, Ngadimin Kemadang 74. Jaya Laut Iswanto, Iswanto Kemadang Sumber : Olahan data lapang, Dinas KP DIY (2006), dan lainnya
Edi Wito, Tukiran Sarto, Wasiyo Karto B, Parmono Ngatijo, Pur Tumiyo, Slamet Suyanto, Wasidi Margono, Parman Senen, Karsono Kasinun, Saroja Mangun, Sukasno Sarno, Sugino Waryono, Samino Lasono, Ratno, Salman Riyadi, Rustono Saguh Marjoko Sukiman, Sarjo Ngadimin, Suratman Iswanto
131
Lampiran 6 Profil nelayan di Ngrenehan, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta Nama Nama Nama Perahu Pemilik Nahkoda 1. Joyo Mandiri Sugeng Ngatiman 2. Ngupoyo Mulyo Joko Saptono Tugiyo 3. Jaladiri Tokyin Subardi 4. Lancar Joyo Bambang Purwoko Watino 5. Margo Asih Kasino Sugi 6. Perintis Radi Suyono 7. PRRT 05 Joko Saptono Tukijan 8. Sunjaya Supardi Sukam 9. Bintang Rejeki Supardi Sarino 10. Lancar Pamuji Wahadi Pardi 11. Ngrenehan 01 Rebo Iswanto Sakino 12. Murah Rejeki Bambang Purwoko Jumino 13. PRRT 06 Bekti Sudal 14. Akur Widodo Jumbadi 15. Ageng Putra Daud Subar 16. Lumba-lumba Sukidi Sukijo 17. Gilangharjo 02 Sinto Loso 18. Guntur Joyo Bekti Suradi 19. Agung R Marjo Sidal Wasiran 20. Pradita 04 Totok Peso 21. PRRT 01 Liwung Liwung 22. PRRT 04 Surat Surat 23. Dewi Asih Kunto Ponijan 24. Sumber R Tan Sing Ing Simin 25. PRRT 03 Wahadi Dungul 26. Damai Tokyin Rebo 27. Sumber Urip Tan Sing Ing Paelan 28. Pandan Mino Tan Sing Ing Tugiman 29. Toyiba Rukiyo Musiran 30. Mukti bahari Novianto Waseno 31. Tunas Mekar Tukir Kamin 32. Cita Ayu Satiak Pertaia Kuat 33. Gita Ayu Satiak Pertaia Panidi 34. Lita Ayu Satiak Pertaia Kamidi 35. PP Al Hikmah Yusuf Satio 36. Pandan Mino Tan Sing Ing Ngadul 37. Pawit Maju Marsudi Supoyo 38. Ulam Sari Wahadi Ngatijan 39. Maju fasio Sugiyono Waluyo 40. UD Lowo Ijo Kasino Marwan 41. Slamet R Tukiyo Sarno 42. Sahari Kunto Sungkono 43. Dewa Ruci Hermanto Wasono 44. Karya Abadi Daud Sudiyono 45. Pas jaya Gandung Purwanto 46. DEPNAKER Satijan Satijan 47. Dewi Ajeng Gandung Supangat 48. Agatama Marsudi Karno 49. Mutiara Gandung Sabar 50. Sri Asih Kunto Ponijan 51. Prima bahari Wahadi Parmin 52. Ngrenehan 02 Widodo Widodo Sumber : Olahan data lapang, Dinas KP DIY (2006), dan lainnya No.
132
Nama ABK Ngadiman, Warsidi Sarino Marsudi Rebo Maryono, Ngatiman Gino Pujono Sukidi Bagong Jumbadi, Sanijan Jono Parmono, Rubiyo Teguh, Sukiman Jupri, Wage Sarjito,Sukiman Supiyat Siswanto Timbul Suwignyo Pardi Parjo, Sutiyo Widi, Jumiyo Ponijan, Wasimin Sagi Setu, Margi Jono Sakiyo Siman Wage Siranto Jumirin Parmono, Maryono Wiguno Rasman, Ngadino Jumirin Poniman Maryo Pujiyo, Jumiyo Warnoyo Wagiman Walino Haryanto, Maryanto Tarman Tarto, Kasio Artoyo, Tomo Lasono Legi Paekan, Juwedi Satiman Siswanto, Kerto Parjo Sartono Sutiyo, Suradi Parman Sujono, Sugino
Lampiran 7 Profil nelayan di Depok, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta No. Nama Perahu Nama Pemilik Nama Nahkoda 1. Mangestoni 10 Wisnu MH Mudiyono 2. Mangestoni 11 Wisnu MH Dardi Nugroho 3. Mangestoni 12 Wisnu MH Kustiyar 4. Mangestoni 13 Wisnu MH Mujiyono 5. Primordia Bambang Kardi 6. Rahmat M. Badri Anwar Sarip 7. Hidayah Kasroni Darsono 8. Anugerah 01 Surono Disan 9. Madani 04 Sutiyo Ladino 10. Barokah 01 Kaseno Teguh 11. Barokah 02 Kaseno Widodo 12. Padma 01 Kecuk Tugiran 13. Padma 02 Kecuk Surat 14. Arjani Putra 01 Sudarto Suwondo 15. Arjani Putra 02 Sudarto Sumarian 16. Barokah 03 Kasino Teguh 17. Barokah 04 Sudarwan Kuswidodo 18. Paris 01 Widodo Sutarian 19. Paris 02 Widodo Karsono 20. Jaladri 03 Widodo Kasim 21. Jaladri 01 Sukiman Dabeh 22. Efi 01 Supartiah Karjo 23. Efi 02 Supartiah Saring 24. Fanti Supartiah Purwanto 25. Anugerah 02 Surono Udin 26. Karunia Illahi Rustanto Mulyadi 27. Ngudi Rejeki Suroto Sudardi 28. Timbul Pitulung Ngandung Sukamto 29. Mawar Pelangi Mukmin Sulis 30. Arrohman Sutomo Sularko 31. Albiro Pondok Assifah Sipur 32. Ridho Bahari Agus Haryanto Suwarji 33. Mangestoni 09 Wisnu MH Mujiono 34. Sumber Laut 01 Kerto Nukilam 35. Sumber Laut 02 Kerto Hendry 36. Mawar Asri 01 Asmuni Milin 37. Mawar Asri 02 Asmuni Sukir 38. Trimakasih Asmuni Saring 39. Gilangharjo Ambar Supirmo 40. Ridho Illahi Atun Daryono 41. Gini Maju 01 Kecuk Kasino 42. Agape Agus Tiarno 43. Padma 03 Kecuk Panjul 44. Sri Untung Sugiyono Bambang 45. Jala Laut 01 Ambar Sumar 46. Jala Laut 02 Ambar Saring 47. Jala Laut 03 Ambar Siwan 48. Mawar Merah Asmuni Darwan 49. Risky Aries Asmuni Tiwan 50. Manis Metal Wadini Jumakir 51. Gini Maju Ginen Rukiyat 52. Madani 01 Bambang Martak 53. Madani 02 Bambang Dikin Sumber : Olahan data lapang, Dinas KP DIY (2006), dan lainnya
Nama ABK Sukir Ngatijo Haryono, Jumbadi Tumijan Slamet Sumarno Daldiri Slamet K Jumeno Kuwat Marjono,Sutono Slamet,Sumanto Sulis Dapan, Nano Nasrun Kuwat Ralam Surono Sadiman Wahyu Tarmanto Supar Slamet Tri Wiyanto Riyanto Kuseri Jumar Jumbadi Sudar Sukamto Sujadi Wiyono Sukirjo Suroso Fatah Ngendek Suwar Wadiman Purwanto Wartono Nurmanto Rujito Tukul Sukir Surono Warsito Sutar Winarno Suradi Dawan Dapin Sardi Sunar
133
Lampiran 8 Profil nelayan di pantai Kuwaru, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta Nama Nama Nama Perahu Pemilik Nahkoda 1. Putra Bahari Punijo Punijo 2. Putra Bahari Punijo Suranto 3. Fajar Arum Zaenal Abidin Zaenal Abidin 4. Mayangkoro Harto Sumarno Suparmo 5. Hanoman Harto Sumarno Maryanto 6. Seto Harto Sumarno Widaryanto 7. Petak Harto Sumarno Ngadiman 8. Guna Artha Muhaimin Widodo 9. Joko Tingkir Naila Nur Iman 10. Bawal Supoyo Supoyo 11. Pandan Arum Samsuji R Samsuji R 12. Layur Manunggal Sudiman Sudimian 13. Mino Lestari Ali Muksin Ali Muksin 14. Sinar Harapan Iwan Junarko Iwan Junarko 15. Mangestoni Group Harto Sumarno Suwedi 16. Erica Gangsar Riyanto 17. Cahyo Samodra Aji Nur Kholis 18. Putra Kasih Sudaljo Sudaljo 19. Mina Radita Tata Yatama Panjul 20. Catur Tunggal Sunarto Latif Sumber : Olahan data lapang, Dinas KP DIY (2006), dan lainnya No.
134
Nama ABK Sumarjono Ngadiman Dwi Wiratno
Lampiran 9 Profil nelayan di Ngentek, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta Nama Nama Nama Perahu Pemilik Nahkoda 1. Sinar Laut 1 Frengki Sutijo 2. Sinar Laut 2 Frengki Tumijan 3. Sinar Laut 3 Frengki Hakim 4. Sinar Laut 4 Frengki Hartanto 5. Sinar Laut 5 Frengki Supriyanto 6. Tirtoaji 1 Aji Tumijo 7. Tirtoaji 2 Aji Supardhal 8. Tirtoaji 3 Aji Sutarjo 9. Tirtoaji 4 Aji Suryanto 10. Tirtoaji 5 Aji Sutarno 11. Cucu Samudera Aji Suyatin 12. Cahya Samudera Aji Suryanto 13. YON I Nurrohmad Subagiyo 14. Nafilah 01 Dra. Difilah Ngadimin 15. Nafilah 02 Dra. Difilah Karyono 16. Safinah 01 Zainal Zaenal 17. Safinah 02 Dalijo Riyanto 18. Catur Putra Wasidi Mardiyanto 19. Ki Mangir Gangsar Prakosa Hartono 20. Anugrah Bahari Herry Rismanto 21. Bhakti Yogya 01 Sugiyanto Pranyono 22. Bawal 08 Diskanla DIY Sumardji 23. Sumber Makmur 1 Benny Tuwuh Suhatno 24. Sumber Makmur 2 Benny Juwanto 25. Rukun Sari 01 H. Komari Wibowo 26. Rukun Sari 02 H. Komari Yuwono 27. Bhakti Yogya 02 Sugiyanto Mujiman Sumber : Olahan data lapang, Dinas KP DIY (2006), dan lainnya No.
Nama ABK Bardiyo Herman Rujiman Kardiman Paijan Majan Rubiyo Supri Do Ngadiman Sumadi Jumadi Herman Parjiman Kenthor Edi Slamet Keuran Paijan Rujiman Supariman Sutarman Gunarjo Joko Gito Sidik Sutarman
135
Lampiran 10 Profil nelayan di Trisik, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.
Nama Perahu Kampuran 1 Kampuran 2 Tani Maju 1 Tani Maju 2 Mega 1 Disnaker 1 Disnaker 2 Kromoyudo 1 Kromoyudo 2 Cahaya Timur 1 Lancar Abadi 1 Lancar Abadi 2 Rukun Sari 1 Rukun Sari 2 Yamaha 1 Maju Lancar 1 Rejeki 01 Rejeki 02 Barokah 1 Berkah 1 Lancar Barokah 1 Dwi Tunggal 1 Tri Manunggal 1 Mugi Rahayu 1 Ulam Sari 1 Ulam Sari 2 Murah Rejeki Jolo Tundo
Nama Pemilik Sihak Sihak
Nama Nahkoda Ngadiran Supoyo
Nama ABK Naridi Wagiman
Tani Maju
Subandi
Ngatimin
Jazari Jarnudi Zainuri Zainuri A. Nur Cahyoto
Surat Parjio Muharjo Gunardi Sumadi
Muji Dwi Sunarmo Wadah Jamani Suriman
Asih Tugiyo Salimin
Wajono Ribut Bejo
Haryadi Kosim Kasan
Sunaryo Hadi Kasiyo Parjiyo Jamidi Parjono HS Langgeng W
Sumardiono Ngadisan Parjiyo Jamidi Parjono Legi
Suratiman Rubingun Sarimin Marijo Timbang Cemir
Zaenudin
Tugiyo
Kosim Mujiyono Sumaryadi Slamet Zainudin
Sumber : Olahan data lapang, Dinas KP DIY (2006), dan lainnya
136
Lampiran 11 Profil nelayan di Bugel, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta
1. 2.
Nama Perahu Raden Sahid 01 Raden Sahid 02
Nama Pemilik Saham Bersama Saham Bersama
Nama Nahkoda Bambang Sukisman
3. 4. 5.
Raden Sahid 03 Raden Sahid 04 Raden Sahid 09
Saham Bersama Khoirun Khoirun
Suradal Prapto Utomo Sumirin
6.
Batu Karang 01
Ucok
Untung
7.
Batu Karang 02
Ucok
Mudadi
8.
Rahkmad
Rahmad
Taufiq
9. 10.
Eka Putra Remaja Kuda Laut
Rohadi
Rohadi
11. 12. 13.
Kurnia Wahyu Sejati Gini Maju
Yatin Ngatiran Kecuk
Yatin Tohir Jemingun
No.
Nama ABK Rusijan, Sukamto Joko Suparjo, Jemirun Waluyo Sakim Musiman, Nur Yusuf Dalimin, Karmiyo Tugiman, Ismiyanto Ngadiman, Sarmidi Murtiyo, Suparjan Jumali Widodo Kasan T, Sunardi Suhadi Sujiyo
Sumber : Olahan data lapang, Dinas KP DIY (2006), dan lainnya
Lampiran 12 Profil nelayan di Karangwuni, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta Nama Nama Nama Perahu Pemilik Nahkoda 1. Rizqi Sabila Wahab A Pur 2. Wahyu Aji Winarto Sajiyo 3. Salma bahari 4. Ngudi Rejeki Pademo Suyono Bambang 5. Dwi Sarana Sudi Wiyono Sudi Wiyono 6. Cahaya Winahyu 7. Wulandaru 8. Ika Putra remaja 9. Marlyn Tya Sary 10. Bawal 07 Diskanla DIY Tzalis Fauzan 11. Pamit Maju Gabungan Ispandi Sumber : Olahan data lapang, Dinas KP DIY (2006), dan lainnya No.
Nama ABK Sukiyo A. Yatim Jono Giyo, Budi
Sugiyono Rudi
137
Lampiran 13 Profil pengolah ikan di Daerah Istimewa Yogyakarta No. 1. 1.
Nama/ Tempat Usaha 2. Agung Pasar. Bantul dan Miliran Hasan Basri Pleret dan Kulon Progo Nurdin Kulon Progo, Jokteng Sontak Ps. Beringharjo
Alamat
10.
Ny. Dewi Pasar Godean Jumingan Ps. Demangan Sunarti Pasar Ngipik Rakidi
11.
Ngatmi
12.
Yanti
13.
Sugi
14.
Udi
15.
Wanto
16.
Sutini
17.
Masingan
3. Krantil, Pendowoharjo, Sewon, Bantul Druwo, Bangunharjo, Sewon, Bantul Krantil, Pendowoharjo, Sewon, Bantul Sawit, Panggungharjo, Sewon, Bantul Gumuk, Ngestiharjo, Sewon, Bantul. Karanglo, Argomulyo, Sedayu, Bantul Pereng, Argomulyo, Sedayu, Bantul Babadan, Banguntapan, Bantul Joragan, Banguntapan, Bantul Branang, Wonosari, Gunung Kidul Wonosari, Gunung Kidul Wonosari, Gunung Kidul Bandung, Playen, Wonosari, Gunung Kidul Nitikan, Semanu, Wonosari, Gunung Kidul Gadungsari, Wonosari, Gunung Kidul Tawarsari, Wonosari, Gunung Kidul Yogyakarta
18.
Rus Rahayu
Srimartani, Bantul
2.
3.
4.
5. 6.
7. 8. 9.
Ny. Harno Ps. Gabusan Ny. Sri Pasar Gamping
Omset / Bln Jenis Ikan / (Rp.) Asal Ikan 4. 5. 131.500.000,- Tongkol, Bandeng / Jatim, Jateng 94.500.000,-
Tongkol, Bandeng / Jatim, Jateng
26.600.000,-
Tongkol, Bandeng / Jatim, Jateng
117.800.000,-
Tongkol, Bandeng / Jatim, Jateng
24.000.000,-
Tongkol, Bandeng / Jatim, Jateng Tongkol, Bandeng / Jatim, Jateng
25.000.000,-
3.750.000,6.400.000,7.500.000,-
Sumber : Olahan data lapang, Dinas KP DIY (2006), dan lainnya
138
Tongkol, Bandeng / Jatim, Jateng Tongkol, Bandeng / Jatim, Jateng Tongkol, Bandeng / Jatim, Jateng Tongkol, Bandeng / Semarang Tongkol, Bandeng / Playen Tongkol, Bandeng / Semin Tongkol, Bandeng / Playen Tongkol, Bandeng / Munggi Tongkol, Bandeng / Wonosari Tongkol, Bandeng / Wonosari Tongkol, Bandeng/ Semarang Tongkol, Pindang, Bandeng Fresto
Lampiran 14 Profil pengolah ikan pepes di Daerah Istimewa Yogyakarta No. 1. 1. 2.
Nama/ Tempat Usaha 2. Ny. Sukiwen Pantai Depok Parjilah Mangiran
3.
Djumirah Kuwaru,
4.
Sumardiyono Pandansimo
5.
Ny. Sri Pasar Gamping
6.
Ny. Ery Jl. Parangtritis Suyadi Pasar Godean
7.
Alamat 3. Depok Parangtritis, Kretek, Bantul Kuwaru, Pandansimo, Srandakan, Bantul Kuwaru, Pandansimo, Srandakan, Bantul Kuwaru, Pandansimo, Srandakan, Bantul Karanglo, Argomulyo, Sedayu, Bantul Manding, Bantul Ngabangan, Sidoluhur Godean, Bantul
Omset / Bln Jenis Ikan / (Rp.) Asal Ikan 4. 5. 4.875.000,- Hiu, Jui, dll. / Bantul 1.626.000,- Hiu, Jui, dll. / Bantul
1.616.000,- Layang, Jui,Tongkol, Kakap, dll / Bantul 1.552.000,- Hiu, Jui,Tongkol, dll. / Bantul 4.000.000,- Tongkol / Jateng
575.000,- Tongkol / Jateng 750.000,- Layang , Jui / Rembang, Juwana
Sumber : Olahan data lapang, Dinas KP DIY (2006), dan lainnya
Lampiran 15 Profil penjual ikan goreng di Daerah Istimewa Yogyakarta No. 1. 1.
2. 3. 4.
Nama/ Tempat Usaha 2. Wartini Logandeng Supriyanto Playen Ponijo Gading Ny. Sakinem TPI Baron
5.
Ny. Kartinem TPI Baron
6.
Ny. Parsi TPI Baron
7.
Ny. Sumarsiyem TPI Baron
8.
Ny. Wastini TPI Baron
Alamat 3. Kepuh, Mulyodadi, Blambangpluro, Bantul. Gading, Playen, Gunung Kidul Gading, Playen, Gunung Kidul Baron, Kemadang, Tanjungsari, Gunung Kidul Sumuran, Kemadang, Tanjungsari, Gunung Kidul Rejosari, Kemadang, Tanjungsari, Gunung Kidul Rejosari, Kemadang, Tanjungsari, Gunung Kidul Rejosari, Kemadang, Tanjungsari, Gunung Kidul
Omset / Bln (Kg.) 4. 150
210 120 450
450
450
450
450
Jenis Ikan / Asal Ikan 5. Tongkol / Gunung Kidul Tongkol / Gunung Kidul Tongkol / Gunung Kidul Pari, Hiu / TPI Baron, Pasar. Semarang, Cilacap Tongkol / TPI Baron, Pasar. Semarang, Cilacap Pari, Hiu,Tongkol/ TPI Baron, Pasar. Semarang, Cilacap Pari, Hiu,Tongkol, Ekor Kuning / TPI Baron, Pasar. Semarang, Cilacap Pari, Hiu,Tongkol, Ekor Kuning / TPI Baron, Pasar. Semarang,
139
9.
Ny. Sumiyem TPI Baron
Ngelo, Kemadang, Tanjungsari, Gunung Kidul
450
10.
Ny. Sumeh TPI Baron
Ngelo, Kemadang, Tanjungsari, Gunung Kidul
450
11.
Budiyah TPI Baron
Rejosari, Kema-dang, Tanjungsari, Gunung Kidul
450
12.
Tijem TPI Baron
Rejosari, Kema-dang, Tanjungsari, Gunung Kidul
450
13.
Katiran TPI Baron
450
14.
Ny. Semi Kelitang
Kemadang Kulon, Tanjung sari, Gunung Kidul Gabugan, Rongkop, Gunung Kidul
15.
Ny. Sarijem Kelitang
Bengle, Rongkop, Gunung Kidul
Rp.5.000.000,-
16.
Ny. Sarmini Kelitang
Rp.3.000.000,-
17.
Ny. Tarmi Kelitang
Karang tengah, Rongkop, Gunung Kidul Traju, Rongkop, Gunung Kidul
18.
Ny. Wakiyem Kelitang Ny. Pariyem Kelitang
Karang tengah, Rongkop, G.Kidul Bengle, Rongkop, Gunung Kidul
Rp.2.000.000,-
20.
Ny. Lani Kelitang
Bengle, Rongkop, Gunung Kidul
Rp.2.500.000,-
21.
Ny. Katmi Kelitang
Bengle, Rongkop, Gunung Kidul
Rp.3.000.000,-
22.
Ny. Kati Kelitang
Rp.3.000.000,-
23.
Ny. Sukiwen Depok Ny. Parjilah Kwaru Ny. Djumiah Kwaru, Poncosari Suwandiyono Pandansimo
Karang tengah, Rongkop, Gunung Kidul Depok, Parang- tritis, Bantul Kwaru, Poncosari, Bantul. Kwaru, Poncosari, Bantul. Pandansimo, Bantul
19.
24. 25. 26.
Rp.4.875.000,-
Pari, Hiu,Tongkol, Ekor Kuning / TPI Baron, Pasar. Semarang, Cilacap. Pari, Hiu,/ TPI Baron, Pasar. Semarang, Cilacap Campuran/ Sadeng, Siung, Wediombo, Baron, Drini. Campuran/ Sadeng, Siung, Wediombo, Baron, Drini. Campuran/ Sadeng, Siung, Wediombo, Baron, Drini. Campuran/ Sadeng, Siung, Wediombo, Baron, Drini. Campuran/ Sadeng, Siung, Wediombo. Campuran/ Sadeng, Siung, Wediombo, Baron, Drini. Campuran/ Sadeng, Siung, Wediombo, Baron, Drini. Campuran/ Sadeng, Siung, Wediombo, Baron, Drini. Campuran/ Sadeng Siung, Wediombo, Baron, Drini. Hiu, Pari, dll/ Bantul
Rp.1.626.000,-
Hiu, Pari, dll/ Bantul
Rp.1.600.000,-
Hiu, Pari, dll/ Bantul
Rp.1.552.000,-
Hiu, Pari, dll/ Bantul
Rp.2.500.000,-
Rp.2.500.000,-
Rp.2.000.000,-
Sumber : Olahan data lapang, Dinas KP DIY (2006), dan lainnya
140
Cilacap Pari, Hiu,Tongkol, Ekor Kuning / TPI Baron, Pasar. Semarang, Cilacap Pari, Hiu,Tongkol, Ekor Kuning / TPI Baron, Pasar. Semarang, Cilacap Pari, Hiu,Tongkol, Ekor Kuning / TPI Baron, Pasar. Semarang, Cilacap
Lampiran 16 Profil penjual ikan pindang di Daerah Istimewa Yogyakarta No. 1. 1.
Nama/ Tempat Usaha 2. Jumingun Banguntapan
2.
Sunarto Pasar Ngipik
3.
Endang Pasar Ngipik
4.
Suyat Pasar Giwangan Sutardi Pasar Imogiri
5.
6.
Subirah
7.
Ny. Sri Pasar Godean Ny. Suharno Pasar Gamping Pawiro Pasar Imogiri Supardi Pasar Prambanan Sarijem Pasar Brosot
8. 9. 10. 11.
12. 13. 14. 15. 16. 17.
Yanti Pasar Brosot Tini Pasar Brosot Nano Pasar Dekso Abdul Muntolip Pasar Dekso Sikas Pasar Dekso Agung Pasar Niten
Alamat
Omset / Bln (Rp.)
3. Babadan, Banguntapan, Bantul. Joragan, Banguntapan, Bantul. Kalangan, Baturetno, Bangun tapan, Bantul. Pamotan, Jambitan
4. 1.290.000,-
Kweni, Panggungharjo, Sewon, Bantul Malangjiwo, Bangunharjo, Bantul. Karanglo, Argomulyo, Bantul. Gumuk Ngestiharjo, Kasihan ,Bantul Tampeyan, Imogiri, Bantul Kranggan, Prambanan, Sleman Korowelang, Caturharjo, Pandak, Bantul Trimurti, Srandakan, Bantul Trimurti, Srandakan, Bantul Sendangsari, Minggir, Sleman Muntilan
820.000,-
Muntilan
Jenis Ikan / Asal Ikan 5. Bandeng, Tongkol / Jawa Tengah.
1.450.000,-
Bandeng, Tongkol / Jawa Tengah.
250.000,-
Bandeng, Tongkol / Jawa Tengah.
340.000,-
Bandeng,Tongkol Jawa Tengah. Bandeng,Tongkol / Psr. Beringharjo
720.000,750.000,500.000,3.000.000,1.000.000,2.100.000,-
2.500.000,3.000.000,1.625.000,1.660.000,1.365.000,-
Krantil, 131.500.000,Pendowoharjo, Sewon, Bantul. 18. Sutejo Nyangkringan, 6.000.000,Pasar Bantul. Bantul. 19. Sudarmi Kuweni, 4.500.000,Pasar Imogiri Panggungharjo, Sewon, Bantul. 20. Nuridin Jaranan, 12.000.000, Pasar Dlingo Panggungharjo, Sewon, Bantul. Sumber : Olahan data lapang, Dinas KP DIY (2006), dan lainnya
Bandeng,Tongkol / Ps.Prawirotaman. Tongkol, bandeng / Jawa Tengah. Tongkol, Bandeng / Jawa Tengah. Tongkol, Bandeng / Jawa Tengah. Bandeng, Tongkol /Juwono, Gresik. Bandeng, Tongkol / Yogyakarta. Bandeng, Tongkol Yogyakarta. Bandeng, Tongkol Yogyakarta. Layang / Pekalongan Layang, Bandeng / Semarang. Layang, Bandeng / Juwana Bandeng, Tongkol/ Jateng, Jatim Bandeng, Tongkol /Jateng , Jatim. Bandeng , Tongkol / Jateng, Jatim, Ps. Imogiri Bandeng / Jateng, Jatim.
141
Lampiran 17 Profil penjual ikan asin di Daerah Istimewa Yogyakarta No. 1.
Nama/ Tempat Usaha Harso Winarjo Pasar Panggang
Alamat
Omset / Bln (Kg.)
Kadisoko, Giri mulyo, Panggang, Gunung Kidul 2. Siswo Hardjono Kadisoko, Giri Pasar Panggang mulyo, Panggang, Gunung Kidul 3. Samijan Wonosari, Gunung Pasar Saptosari Kidul 4. Sugimin Playen, Gunung Pasar Playen Kidul. 5. Adi Playen, Gunung Pasar Playen Kidul. 6. Sardiyem Playen, Gunung Pasar Playen Kidul 7. Kardi Playen, Gunung Pasar Playen Kidul 8. Sugi Playen, Gunung Pasar Playen Kidul 9. Wastini Playen, Gunung Pasar Playen Kidul 10. Surati Playen, Gunung Pasar Playen Kidul 11. Jumiyem Playen, Gunung Pasar Playen Kidul 12. Ratiyah Playen, Gunung Pasar Playen Kidul 13. Sungati Playen, Gunung Pasar Playen Kidul 14. Supiyem Playen, Gunung Pasar Playen Kidul 15. Rasiawan Semin , Gunung Pasar Semin Kidul 16. Ngatikem Semin , Gunung Pasar Semin Kidul 17. Dian S Semin , Gunung Pasar Semin Kidul 18. Waginem Semin , Gunung Pasar semin Kidul 19. Bari Semin , Gunung Pasar Semin Kidul 20. Wiryoto Semin , Gunung Pasar Semin Kidul Sumber : Olahan data lapang, Dinas KP DIY (2006), dan lainnya
142
Jenis Ikan / Asal Ikan 45 -
60 -
75 90 Layur, Teri, Tongkol/Wonosari 45 Layur, Teri, Tongkol/Wonosari 120 Layur, Teri, Tongkol/Wonosari 120 Layur, Teri, Tongkol/Wonosari 240 Layur, Teri, Tongkol/Wonosari 180 Layur, Teri, Tongkol/Wonosari 150 Layur, Teri, Tongkol/Wonosari 180 Layur, Teri, Tongkol/Wonosari 120 Layur, Teri, Tongkol/Wonosari 120 Layur, Teri, Tongkol/Wonosari 240 Layur, Teri, Tongkol/Wonosari 150 Layur, Teri, Tongkol / Solo 90 Layur, Teri, Tongkol / Solo 120 Layur, Teri, Tongkol / Solo 120 Layur, Teri, Tongkol / Solo 120 Layur, Teri, Tongkol / Solo 450 Layur, Teri, Tongkol / Solo
Lampiran 18 Daftar tempat pelelangan ikan (TPI) yang berada di wilayah pantai Selatan Daerah Istimewa Yogyakarta No. TPI Alamat 1. Sadeng Songbanyu, Girisubo, Gunung Kidul 2. Wediombo Jepitu, Girisubo, Gunung Kidul 3. Siung Siung, Purwodadi, Tepus, Gunung Kidul 4. Sundak Sundak, Tepus, Gunung Kidul 5. Drini Banjarharjo, Tanjungsari, Gunung Kidul 6. Baron Kemandung, Tanjungsari, Gunung Kidul 7. Ngrenehan Kanigoro, Saptosari, Gunung Kidul 8. Mancingan Parangtritis, Kretek, Bantul 9. Depok Parangtritis, Kretek, Bantul 10. Samas Samas, Srigading, Sanden, Bantul 11. Kwaru Kwaru, Poncosari, Srandakan, Bantul 12. Ngentak, Pandan Simo Ngentak, Poncosari,Srandakan, Bantul 13. Trisik Trisik, Banaran, Galur, Kulon Progo 14. Bugel Bugel, Panjatan, Kulon Progo 15. Karangwuni Karangwuni, Wates, Kulon Progo 16. Glagah Glagah, Temon, Kulon Progo 17. Paliyan Bogowonto Paliyan, Temon, Kulon Progo 18. Congot Congot, Jangkaran, Temon, Kulon Progo 19. Pasir Mendit Jangkaran, Temon, Kulon Progo Sumber : Olahan data lapang, Dinas KP DIY (2006), dan lainnya
Keterangan
143
Lampiran 19 Analisis keuangan usaha seser di Daerah Istimewa Yogyakarta Akhir Tahun
PVi
0
1.00000
1
0.93897 11,772,000 16,664,400 11,053,521 15,647,324
(4,593,803)
2
0.88166 15,768,000 13,887,000 13,902,004 12,243,602
1,658,401
3
0.82785 18,414,000 11,109,600 15,244,013 9,197,072
6,046,941
4
0.77732 20,610,000 8,332,200
16,020,629 6,476,811
9,543,817
5
0.72988 27,774,000 5,554,800
20,271,710 4,054,342 NPV (0.065)
16,217,368
Bt
Ct -
PVi*Bt
19,441,800
-
PVi*Ct
NPVi
19,441,800
(19,441,800)
B/C IRR ROI
9,430,925 1.26 15.72% 4.85
Lampiran 20 Analisis keuangan usaha sero di Daerah Istimewa Yogyakarta Akhir Tahun
PVi
0
1.00000
1
0.93897 18,432,000 17,172,000 17,307,042 16,123,944
1,183,099
2
0.88166 23,886,000 13,737,600 21,059,314 12,111,883
8,947,431
3
0.82785 25,776,000 10,303,200 21,338,638 8,529,495
12,809,143
4
0.77732 31,824,000 6,868,800
24,737,530 5,339,277
19,398,253
5
0.72988 34,344,000 3,434,400
25,067,027 2,506,703 NPV (0.065)
22,560,325
Bt
Ct -
20,606,400
PVi*Bt -
PVi*Ct
NPVi
20,606,400
(20,606,400)
B/C IRR ROI
144
44,291,851 1.86 46.29% 6.52
Lampiran 21 Analisis keuangan usaha bubu di Daerah Istimewa Yogyakarta Akhir Tahun
PVi
0
1.00000
1
0.93897 9,774,000
2
Bt
Ct -
8,413,200
PVi*Bt
PVi*Ct 8,413,200
(8,413,200)
6,583,099
2,594,366
0.88166 11,736,000 5,608,800
10,347,153 4,945,051
5,402,103
3
0.82785 13,770,000 4,206,600
11,399,482 3,482,430
7,917,052
4
0.77732 12,564,000 2,804,400
9,766,287
2,179,925
7,586,362
5
0.72988 14,022,000 1,402,200
10,234,389 1,023,439 NPV (0.065)
9,210,950
7,011,000
-
NPVi
9,177,465
B/C IRR ROI
24,297,634 2.10 64.92% 7.35
Lampiran 22 Analisis keuangan usaha payang di Daerah Istimewa Yogyakarta Akhir Tahun
PVi
0
1.00000
1
0.93897 42,768,000 39,222,000 40,157,746 36,828,169
3,329,577
2
0.88166 42,966,000 31,377,600 37,881,373 27,664,352
10,217,020
3
0.82785 57,906,000 23,533,200 47,937,430 19,481,938
28,455,491
4
0.77732 73,242,000 15,688,800 56,932,698 12,195,267
44,737,431
5
0.72988 78,444,000 7,844,400
51,529,295
Bt
Ct -
47,066,400
PVi*Bt -
PVi*Ct
NPVi
47,066,400
(47,066,400)
57,254,772 5,725,477 NPV (0.065) B/C IRR ROI
91,202,416 1.79 41.63% 6.27
145
Lampiran 23 Analisis keuangan usaha jaring insang hanyut di Daerah Istimewa Yogyakarta Akhir Tahun
PVi
0
1.00000
1
0.93897 33,773,400 26,982,000 31,712,113 25,335,211
6,376,901
2
0.88166 37,976,400 21,585,600 33,482,246 19,031,145
14,451,101
3
0.82785 41,682,600 16,189,200 34,506,903 13,402,215
21,104,688
4
0.77732 47,772,000 10,792,800 37,134,279 8,389,493
28,744,786
5
0.72988 53,964,000 5,396,400
35,448,561
Bt
Ct -
PVi*Bt
32,378,400
-
PVi*Ct
NPVi
32,378,400
(32,378,400)
39,387,289 3,938,729 NPV (0.065) B/C IRR ROI
73,747,637 1.90 51.02% 6.65
Lampiran 23 Analisis keuangan usaha jaring insang hanyut di Daerah Istimewa Yogyakarta Akhir Tahun
PVi
0
1.00000
1
0.93897 7,128,000
4,784,400
2
0.88166 7,218,000
3
Bt
Ct -
PVi*Bt
5,581,800
PVi*Ct -
NPVi
5,581,800
(5,581,800)
6,692,958
4,492,394
2,200,563
3,987,000
6,363,817
3,515,176
2,848,641
0.82785 7,398,000
3,189,600
6,124,428
2,640,507
3,483,920
4
0.77732 7,614,000
2,392,200
5,918,538
1,859,512
4,059,026
5
0.72988 7,974,000
1,594,800
5,820,070
1,164,014 NPV (0.065)
4,656,056
B/C IRR ROI
146
11,666,406 1.73 55.24% 6.69
Lampiran 24 Analisis keuangan usaha pukat pantai di Daerah Istimewa Yogyakarta Akhir Tahun
PVi
0
1.00000
1
0.93897 5,904,000
8,794,800
2
0.88166 7,578,000
3
0.82785 7,434,000
Bt
Ct
PVi*Ct
NPVi
10,051,200
(10,051,200)
5,543,662
8,258,028
(2,714,366)
7,538,400
6,681,214
6,646,300
34,914
6,282,000
6,154,230
5,200,548
953,682
4
0.77732 11,052,000 5,025,600
8,590,975
3,906,515
4,684,460
5
0.72988 12,564,000 3,769,200
9,170,223
2,751,067 NPV (0.065)
6,419,156
-
10,051,200
PVi*Bt -
B/C IRR ROI Lampiran 25 Analisis keuangan usaha trammel net di Daerah Istimewa Yogyakarta Akhir Tahun PVi Bt Ct PVi*Bt PVi*Ct 0
1.00000
-
8,870,400
1
0.93897 10,602,000 7,603,200
2
-
(673,354) 1.07 5.12% 4.43
NPVi
8,870,400
(8,870,400)
9,954,930
7,139,155
2,815,775
0.88166 11,016,000 6,336,000
9,712,359
5,586,193
4,126,165
3
0.82785 11,772,000 5,068,800
9,745,440
4,196,201
5,549,238
4
0.77732 12,150,000 3,801,600
9,444,476
2,955,071
6,489,404
5
0.72988 12,672,000 2,534,400
9,249,050
1,849,810 NPV (0.065)
7,399,240
B/C IRR ROI
17,509,422 1.70 51.07% 6.56
147
Lampiran 26 Analisis keuangan usaha gillnet di Daerah Istimewa Yogyakarta Akhir Tahun
PVi
0
1.00000
1
0.93897 31,842,000 31,158,000 29,898,592 29,256,338
642,254
2
0.88166 33,822,000 24,926,400 29,819,480 21,976,592
7,842,888
3
0.82785 34,236,000 18,694,800 28,342,242 15,476,473
12,865,768
4
0.77732 41,652,000 12,463,200 32,377,061 9,687,933
22,689,128
5
0.72988 62,316,000 6,231,600
40,934,929
Bt
Ct -
PVi*Bt
37,389,600
-
PVi*Ct
NPVi
37,389,600
(37,389,600)
45,483,254 4,548,325 NPV (0.065) B/C IRR ROI
47,585,367 1.56 30.71% 5.45
Lampiran 27 Analisis keuangan usaha krendet di Daerah Istimewa Yogyakarta Akhir Tahun
PVi
0
1.00000
1
0.93897 27,828,000 25,884,000 26,129,577 24,304,225
1,825,352
2
0.88166 31,824,000 20,707,200 28,057,925 18,256,695
9,801,230
3
0.82785 35,573,400 15,530,400 29,449,407 12,856,828
16,592,579
4
0.77732 42,966,000 10,353,600 33,398,464 8,048,092
25,350,372
5
0.72988 51,768,000 5,176,800
34,006,024
Bt
Ct -
31,060,800
PVi*Bt -
PVi*Ct
NPVi
31,060,800
(31,060,800)
37,784,471 3,778,447 NPV (0.065) B/C IRR ROI
148
56,514,757 1.75 40.58% 6.12
Lampiran 28 Analisis keuangan usaha handline di Daerah Istimewa Yogyakarta Akhir Tahun
PVi
0
1.00000
1
0.93897 17,766,000 17,505,000 16,681,690 16,436,620
245,070
2
0.88166 22,968,000 14,004,000 20,249,950 12,346,757
7,903,194
3
0.82785 24,282,000 10,503,000 20,101,832 8,694,899
11,406,933
4
0.77732 29,736,000 7,002,000
23,114,479 5,442,816
17,671,663
5
0.72988 35,010,000 3,501,000
25,553,128 2,555,313 NPV (0.065)
22,997,815
Bt
Ct -
PVi*Bt
21,006,000
-
PVi*Ct
NPVi
21,006,000
(21,006,000)
B/C IRR ROI
39,218,675 1.76 41.02% 6.18
Lampiran 29 Analisis keuangan usaha prawe dasar di Daerah Istimewa Yogyakarta Akhir Tahun
PVi
0
1.00000
1
0.93897 10,548,000 22,239,000 9,904,225
2
0.88166 14,130,000 19,062,000 12,457,846 16,806,189
(4,348,344)
3
0.82785 18,414,000 15,885,000 15,244,013 13,150,383
2,093,630
4
0.77732 25,776,000 12,708,000 20,036,280 9,878,222
10,158,058
5
0.72988 31,770,000 9,531,000
16,231,820
Bt
Ct -
PVi*Bt
25,416,000
-
PVi*Ct
NPVi
25,416,000
(25,416,000)
20,881,690
(10,977,465)
23,188,314 6,956,494 NPV (0.065) B/C IRR ROI
(12,258,300) 0.96 2.59% 3.96
149
Lampiran 30 Hasil analisis SEM model pengembangan industri perikanan dengan interaksi sederhana komponen terkait
Your model contains the following variables
150
X13 X12 X23 X22 X21 X31 X33 Y33 Y32 Y31 Y11 Y21 Y22 Y23 Y24 X14 X15 X16 Y12 Y13 X32 X11
observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed
endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous
KIP LINT LEX KSTG TPP LIP LIN
unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved
endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous
d13 d12 d23 d22 d21 d31 d33 d53 d52 d51 e11 e21 e23
unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved
exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous
e24 Z1 Z2 d14 d15 d16 Z5 e12 e13 e22 Z4 d32 Z6 d11 Z7 Z3
unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved
exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous
Number of variables in your model: Number of observed variables: Number of unobserved variables: Number of exogenous variables: Number of endogenous variables: Summary of Parameters Weights Covariances Fixed 33 0 0 0 Labeled 0 0 0 Unlabeled 26 3 29 Total 59 3 29 0
Variances 0 33 0 0 0 0 0 91
58 22 36 29 29
Means Intercepts
Total
0 58
The model is recursive. Sample size = 161 Computation of degrees of freedom Number of distinct sample moments = 253 Number of distinct parameters to be estimated = 58 Degrees of freedom = 253 - 58 = 195 The model is probably unidentified. In order to achieve identifiability, it will probably be necessary to impose 3 additional constraints. The (probably) unidentified parameters are marked. Assessment of normality min max skew c.r. kurtosis c.r. X11 2.400 4.800 0.668 3.458 0.368 0.954 151
X32 Y13 Y12 X16 X15 X14 Y24 Y23 Y22 Y21 Y11 Y31 Y32 Y33 X33 X31 X21 X22 X23 X12 X13
1.000 1.000 2.000 2.000 1.800 1.000 1.000 2.000 2.000 1.000 2.000 1.000 1.000 1.000 1.000 2.200 2.000 2.200 2.000 2.000 1.000
4.200 4.000 3.800 4.000 4.600 4.000 4.000 4.000 3.800 4.200 4.000 3.800 4.000 4.000 3.800 4.000 4.000 4.000 4.600 3.800 4.400
0.146 -0.971 0.244 -0.651 -0.692 -0.698 -0.314 0.249 0.072 -0.427 0.291 -0.032 -1.404 -0.685 -1.466 0.281 -0.228 -0.379 -0.307 -0.481 -0.735
0.756 -5.032 1.262 -3.373 -3.585 -3.616 -1.628 1.292 0.370 -2.214 1.506 -0.168 -7.273 -3.550 -7.595 1.458 -1.179 -1.965 -1.590 -2.494 -3.808
0.100 1.722 -0.196 -0.438 0.884 -0.998 0.505 0.594 -0.396 0.015 -1.131 -1.413 1.386 1.088 2.244 -1.018 -0.062 -0.574 -0.116 -0.126 0.608
Multivariate
0.258 4.461 -0.508 -1.134 2.291 -2.585 1.309 1.538 -1.026 0.039 -2.930 -3.660 3.590 2.817 5.812 -2.636 -0.162 -1.486 -0.301 -0.325 1.574 42.158 8.231
Observations farthest from the centroid (Mahalanobis distance) Observation Mahalanobis number d-squared p1 157 54.368 0.000 0.023 156 52.743 0.000 0.001 8 49.099 0.001 0.000 111 42.944 0.005 0.008 151 41.581 0.007 0.006 150 40.518 0.009 0.004 6 38.512 0.016 0.016 153 37.906 0.019 0.012 39 36.731 0.025 0.022 144 36.251 0.029 0.018 140 35.487 0.034 0.024 155 35.323 0.036 0.014 10 35.322 0.036 0.006 62 35.224 0.037 0.003 84 35.148 0.037 0.001 50 34.029 0.049 0.006 154 33.805 0.051 0.004 48 33.760 0.052 0.002 55 33.436 0.056 0.002 81 32.770 0.065 0.004 70 31.487 0.087 0.039 136 31.013 0.096 0.057 152
p2
161 72 24 57 82 34 87 119 64 27 78 158 65 112 7 71 143 54 128 59 130 85 37 115 47 40 9 113 15 29 17 68 89 79 94 18 114 90 66 91 147 12 16 60 88 83 108 63 28 51
30.987 0.096 30.794 0.100 30.691 0.103 30.671 0.103 30.310 0.111 30.004 0.118 29.858 0.122 29.759 0.124 29.753 0.125 29.609 0.128 29.603 0.128 29.505 0.131 29.330 0.136 29.155 0.140 28.558 0.158 28.313 0.166 28.232 0.168 27.827 0.181 27.477 0.194 27.346 0.198 27.088 0.208 27.040 0.210 26.796 0.219 26.304 0.239 26.303 0.239 25.951 0.254 25.910 0.256 25.640 0.267 25.579 0.270 25.187 0.288 25.177 0.289 25.064 0.294 24.914 0.301 24.817 0.306 24.786 0.307 24.738 0.310 24.704 0.311 24.646 0.314 24.373 0.328 23.643 0.366 23.424 0.378 23.422 0.378 23.230 0.389 23.220 0.389 22.831 0.411 22.634 0.423 22.583 0.426 22.453 0.433 22.359 0.439 22.096 0.454
0.036 0.032 0.024 0.014 0.020 0.024 0.020 0.015 0.009 0.008 0.004 0.003 0.003 0.003 0.011 0.013 0.010 0.021 0.035 0.032 0.043 0.033 0.042 0.098 0.071 0.116 0.094 0.126 0.108 0.187 0.148 0.144 0.151 0.143 0.117 0.098 0.079 0.067 0.099 0.337 0.394 0.334 0.377 0.323 0.480 0.533 0.500 0.514 0.506 0.600 153
159 43 69 41 45 33 61 13 31 97 86 103 5 14 134 141 73 104 74 25 96 107 160 139 11 44 100 121
21.995 0.460 21.972 0.462 21.895 0.466 21.655 0.481 21.331 0.500 20.995 0.521 20.975 0.522 20.671 0.541 20.092 0.577 19.959 0.586 19.838 0.593 19.759 0.598 19.710 0.601 19.585 0.609 19.547 0.611 19.190 0.634 19.079 0.640 19.010 0.645 18.755 0.660 18.700 0.664 18.459 0.678 18.438 0.680 18.367 0.684 17.953 0.709 17.787 0.719 17.571 0.731 17.387 0.742 17.323 0.745
0.598 0.550 0.534 0.616 0.739 0.843 0.811 0.886 0.976 0.979 0.981 0.980 0.975 0.978 0.972 0.991 0.991 0.990 0.995 0.994 0.997 0.996 0.995 0.999 0.999 1.000 1.000 1.000
Minimization History Iteration Discrepancy 0 1472.757 1 1250.599 Regression Weights
LEXT LIND LIND LUP LUP LUP LUP KSTG KSTG KSTG KSTG 154
<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<--
LINT LEX LINT LIN LINT LEX Z4 LUP LEX LINT LIND
Estimate Estimate S.E.
S.E. C.R.
C.R. P
P Label Label
0.086 0.074 0.048 0.103 0.094 0.098 0.059 0.099 0.082 0.037 0.114
1.034 2.024 1.245 1.129 1.234 1.034 1.067 -3.346 2.002 1.002 0.001
0.002 0.026 0.024 0.067 0.029 0.048 0.022 0.042 0.031 0.276 0.319
par-1 par-2 par-3 par-4 par-5 par-6 par-7 par-8 par-9 par-11 par-12
3.545 6.231 3.509 2.019 5.234 2.340 5.194 0.005 0.124 0.502 5.098
TPP TPP TPP TPP KP/D TPP TPP KUP KUP KUP KUP KUP Y22 Y23 Y21 Y11 Y13 Y12 X23 X22 X21 X32 X14 X13 X11 X12 X31 X33
<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<--
LEX LINT KSTG LIND LUP LUP KUP LIND LEXT LINT KSTG LUP KUP KUP KUP KSTG KSTG KSTG LEXT LEXT LEXT LIND LINT LINT LINT LINT LIND LIND
0.067 0.086 0.079 0.061 0.110 0.096 0.069 0.119 0.092 0.073 0.126 0.099 0.054 0.042 0.110 1.000 0.088 0.087 1.000 0.102 0.070 0.105 0.215 1.000 0.132 0.110 1.000 0.050
0.302 1.081 0.013 par-13 2.123 0.012 0.129 par-14 1.786 1.022 0.012 par-15 3.504 1.088 0.017 par-43 8.248 -1.253 0.031 par-46 8.243 -1.223 0.027 par-36 2.235 0.045 0.031 par-35 3.522 1.127 0.048 par-14 2.204 1.056 0.032 par-27 5.501 -0.017 0.024 par-42 0.095 1.082 0.035 par-16 0.007 0.005 0.101 par-10 0.208 2.005 0.327 par-17 1.008 1.239 0.001 par-18 1.095 0.005 0.002 par-26 2.114 1.002 0.245 par-25 1.004 1.992 0.000 par-23 1.112 3.085 0.044 par-22 0.009 1.023 0.048 par-21 0.231 3.003 0.031 par-20 0.875 2.071 0.001 par-19 1.207 1.081 0.023 par-24 1.067 0.010 0.067 par-30 2.198 1.015 0.040 par-31 1.076 0.025 0.011 par-34 0.008 1.084 0.021 par-28 1.019 0.349 0.045 par-33 2.156 0.015 0.043 par-32
Y33 Y32 X16 X15 Y31 X41 X42 Y24 X43 X44 KSTG KIP
<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<-<--
TPP TPP LINT LINT TPP KP/D KP/D KUP KP/D KP/D KP/D KP/D
1.000 0.054 0.052 0.075 0.090 0.179 0,097 0.086 0.226 1,000 0.093 0.858
0.195 1.004 1.072 0.012 0.019 0.017 0.012 0.129 0.017 0.014 3.117 1.005
1.082 1.012 0.005 1.023 0.081 0.082 0.087 1.025 0.082 0.084 1.007 1.912
0.045 0.028 0.022 0.104 0.109 0.342 0.013 0.023 0.048 0.040 0.048 0.033
par-37 par-39 par-29 par-38 par-40 par-41 par-42 par-43 par-44 par-45 par-47 par-48
X15 X33
X14 X31
Y24 X21
Sample Covariances - Estimates
X11 Y21 X12
X32 Y11 X13
Y13 Y31
Y12 Y32
X16 Y33
Y23 X22
Y22 X23
155
X11 0.183 0.000 0.098 -0.073 -0.079 0.121 X32 0.000 0.278 0.087 0.044 0.035 -0.037 Y13 -0.023 -0.003 0.062 0.048 0.027 -0.014 Y12 -0.013 0.050 0.066 0.055 0.005 -0.025 X16 0.002 0.036 0.056 0.007 0.015 -0.009 X15 0.021 0.088 0.034 0.002 0.040 0.018 X14 0.219 -0.039 0.352 -0.171 -0.020 0.280 Y24 -0.078 0.049 0.177 0.134 0.063 -0.148 Y23 0.004 -0.023 0.051 0.029 0.003 0.008 Y22 -0.030 0.044 0.058 0.069 0.003 -0.002 Y21 -0.098 0.087 0.622 0.255 0.055 -0.132 Y11 -0.073 0.044 0.255 0.244 0.036 -0.085 Y31 -0.079 -0.073 0.021 -0.008 0.761 0.142 Y32 0.072 -0.063 0.069 -0.031 -0.056 0.212 Y33 0.000 -0.035 0.026 0.016 0.007 0.008 X33 0.024 0.072 0.139 -0.101 -0.103 0.042
156
-0.023 -0.013 0.002 0.021 0.219 -0.078 0.004 -0.030 0.072 0.000 0.024 -0.032 -0.005 0.051 0.019 0.041 -0.003 0.050 0.036 0.088 -0.039 0.049 -0.023 0.044 -0.073 -0.063 -0.035 0.072 0.072 0.067 0.068 -0.003 0.198 -0.004 0.036 -0.022 -0.105 0.024 0.022 0.019 -0.111 -0.027 0.037 -0.005 -0.007 0.008 0.005 0.038 -0.004 0.121 -0.021 0.003 -0.019 0.043 -0.027 0.064 0.028 -0.008 0.054 -0.073 0.041 0.029 -0.002 -0.032 0.036 -0.021 0.170 0.043 -0.056 -0.006 -0.004 -0.033 -0.018 -0.073 -0.033 0.081 -0.008 0.047 0.057 0.058 -0.022 0.003 0.043 0.169 0.043 -0.021 -0.004 -0.034 -0.073 -0.010 -0.053 0.081 0.012 0.050 0.068 0.062 -0.105 -0.019 -0.056 0.043 0.901 -0.213 -0.061 -0.051 0.121 0.029 0.108 -0.136 -0.097 0.106 0.049 0.091 0.024 0.043 -0.006 -0.021 -0.213 0.350 0.014 0.070 0.012 -0.061 0.033 -0.053 0.089 0.047 -0.068 -0.008 0.022 -0.027 -0.004 -0.004 -0.061 0.014 0.153 -0.019 -0.018 0.081 -0.056 -0.029 0.023 -0.022 -0.042 0.000 0.019 0.064 -0.033 -0.034 -0.051 0.070 -0.019 0.161 0.003 0.039 0.047 -0.063 0.038 0.020 -0.007 -0.057 0.062 0.066 0.056 0.034 -0.352 0.177 0.051 0.058 -0.021 -0.069 -0.026 -0.139 0.213 0.136 -0.063 -0.046 0.048 0.055 0.007 0.002 -0.171 0.134 0.029 0.069 -0.008 -0.031 0.016 -0.101 0.129 0.090 -0.029 -0.005 -0.111 0.028 -0.018 -0.073 -0.020 0.012 -0.018 0.003 -0.056 0.007 -0.103 0.012 -0.033 -0.089 -0.167 -0.041 -0.027 -0.008 -0.073 -0.010 0.121 -0.061 0.081 0.039 0.527 -0.070 -0.084 -0.033 -0.061 -0.030 -0.084 0.053 0.037 0.054 -0.033 -0.053 0.029 0.033 -0.056 0.047 -0.070 0.291 -0.085 -0.038 0.016 0.007 -0.013 0.011 -0.005 -0.073 0.081 0.081 0.108 -0.053 -0.029 -0.063 -0.084 -0.085 0.385 -0.070 -0.005 0.086 0.135 0.037
X31 0.015 X21 0.003 X22 0.063 X23 0.046 X12 0.055 X13 0.132
-0.032 0.213 -0.061 -0.005 0.136 -0.044 0.051 -0.029 0.048 0.019 -0.005 0.043 0.041 -0.036 0.096 0.121 -0.085 0.389
0.072 -0.007 0.041 -0.008 0.012 -0.136 0.089 0.023 0.038 0.129 0.012 -0.033 -0.038 -0.070 0.238 0.059 -0.040 -0.023 0.067 0.008 0.029 0.047 0.050 -0.097 0.047 -0.022 0.020 0.090 -0.033 -0.061 0.016 -0.005 0.059 0.172 0.056 0.004 0.068 0.005 -0.002 0.057 0.068 0.106 -0.068 -0.042 -0.007 -0.089 -0.030 0.007 0.086 -0.040 0.056 0.163 0.076 0.021 -0.003 0.038 -0.032 0.058 0.062 0.049 -0.008 0.000 -0.057 -0.167 -0.084 -0.013 0.135 -0.023 0.004 0.076 0.231 -0.001 0.035 -0.027 0.005 -0.015 0.040 0.091 -0.063 -0.003 0.003 -0.041 0.053 0.011 0.037 -0.015 -0.003 0.021 -0.001 0.146 -0.037 -0.014 -0.025 -0.009 0.018 0.280 -0.148 0.008 -0.002 -0.142 0.212 0.008 0.042 -0.061 -0.044 0.048 0.043 0.096
Sample Correlations - Estimates
X11 0.291 X32
Y13 0.162 Y12
X16 0.095 X15
X14 0.470 Y24 0.279
X11 Y21 X12 1.000 -0.346 0.454 -0.002 0.210 0.172 -0.119 0.178 -0.050 -0.087 0.242 0.035 0.010 0.173 -0.036 0.119 0.105 0.256 0.540 -0.364 0.474 -0.309 0.378 -0.400
X32 Y11 X13 -0.002 -0.211
Y13 Y31
Y12 Y32
X16 Y33
X15 X33
X14 X31
Y24 X21
Y23 X22
Y22 X23
1.000 0.168 -0.114 -0.015 0.217
-0.015 0.273 0.166 0.405 -0.077 0.156 -0.111 0.210 -0.158 -0.164 -0.124 0.221 0.279 0.306 0.317 -0.012
0.273 0.322 -0.115 0.166 0.033
-0.026 1.000 -0.150 0.024 -0.059 0.207 -0.195 0.462 0.092 -0.033 0.288 -0.337 0.242 0.201 -0.014 -0.191
0.405 0.010 0.069 -0.077 -0.024
-0.120 0.024 0.256 1.000 0.110 -0.086 -0.026 -0.205 -0.203 -0.034 -0.238 0.316 0.059 0.291 0.406 0.315
-0.119 -0.087 0.010 0.119 0.540 -0.309 0.023 -0.174 0.232 0.001 0.092 -0.152 -0.030 0.294 0.091 0.248
1.000 -0.026 0.197 -0.120 -0.248 0.092 0.127 0.109 -0.286 -0.083 0.156 -0.020 -0.032 0.044 0.030 0.180 -
0.197 -0.150 1.000 0.256 -0.143 -0.025 -0.026 -0.199 -0.050 -0.243 -0.150 0.315 -0.042 0.275 0.341 0.293 -
-0.248 -0.059 -0.143 0.110 1.000 -0.380 -0.164 -0.134 0.176 0.057 0.183 -0.293 -0.247 0.276 0.107 0.251
0.156 0.092 0.207 -0.025 -0.086 -0.380 1.000 0.061 0.296 0.458 0.024 -0.142 0.104 -0.144 0.309 0.193 -0.284 -0.029 -
157
Y23 0.018 Y22
Y21 0.182 Y11
0.023 0.165 0.032 -0.174 0.184 0.021 -0.291 1.000 -0.269 -0.346 0.655 -0.275 -0.211 -0.019
-0.111 0.127 -0.195 -0.026 -0.026 -0.164 0.061 1.000 -0.119 0.150 -0.053 0.285 -0.264 -0.120 0.121 -0.133 -0.263 -0.002 0.210 0.349 -0.009 0.210 0.655
0.109 0.462 -0.199 -0.205 -0.134 0.296 -0.119 1.000 0.008 0.134 0.216 -0.255 0.194 0.118 -0.045 -0.295 0.178 0.242 0.173 0.105 -0.470 0.378 0.165 0.184 -0.030 -0.120 -0.061 -0.284 0.553 0.417 -0.198 -0.122 -
0.168 0.217 0.322 0.033 0.010 -0.364 0.458 0.150 0.349 1.000 -0.019 -0.087 0.060 -0.331 0.534 0.440 -0.146 -0.019 -
0.191 Y31 -0.158 0.030 1.000 0.262 Y32 0.232 -0.164 0.120 -0.087 -0.088 0.469 Y33 0.001 -0.124 0.061 0.060 0.014 0.025 X33 0.092 0.221 0.284 -0.331 -0.191 0.108 X31 -0.152 0.279 0.553 0.534 0.082 -0.200 X21 -0.030 0.306 0.417 0.440 0.021 -0.171 X22 0.294 0.317 0.198 -0.146 -0.254 0.191 X23 0.091 -0.012 0.122 -0.019 -0.399 0.145 X12 0.248 0.172 0.182 -0.191 -0.123 0.404 X13 0.454 -0.114 0.269 -0.275 -0.262 1.000
-0.286 0.092 -0.050 -0.203 -0.024 0.024 -0.053 0.008 -0.088 0.014 -0.191 0.028 -0.091 -0.254 -0.399 -0.123 -0.083 -0.033 -0.243 -0.034 0.176 -0.142 0.285 0.134 1.000 -0.179 -0.187 -0.094 -0.202 -0.101 -0.242 0.193 0.156 0.288 -0.150 -0.238 0.057 0.104 -0.264 0.216 -0.179 1.000 -0.254 -0.146 0.070 0.033 -0.049 0.052 -0.020 -0.337 0.315 0.316 0.183 -0.144 -0.120 -0.255 -0.187 -0.254 1.000 -0.231 -0.020 0.343 0.452 0.156 -0.032 0.242 -0.042 0.059 -0.293 0.309 0.121 0.194 0.028 -0.094 -0.146 -0.231 1.000 0.293 -0.201 -0.097 0.044 0.201 0.275 0.291 -0.247 0.193 -0.133 0.118 -0.091 -0.202 0.070 -0.020 0.293 1.000 0.334 0.020 0.030 -0.014 0.341 0.406 0.276 -0.284 -0.263 -0.045 -0.101 0.033 0.343 -0.201 0.334 1.000 0.391 0.137 0.180 -0.191 0.293 0.315 0.107 -0.029 -0.002 -0.295 -0.242 -0.049 0.452 -0.097 0.020 0.391 1.000 -0.005 -0.162 0.035 -0.095 0.256 0.251 -0.279 -0.018 0.021 0.193 0.052 0.156 -0.082 -0.021 0.137 -0.005 1.000 -0.050 -0.115 -0.036 0.069 0.474 -0.400 0.032 -0.009 0.469 0.025 0.108 -0.200 -0.171 0.191 0.145 0.404
Sample covariance Matrix
Determinant 3.38E-17 Condition number 158
47.175 Eigenvalues 1.751 0.970 0.764 0.556 0.481 0.323 0.302 0.243 0.190 0.174 0.156 0.143 0.137 0.114 0.096 0.084 0.081 0.076 0.062 0.061 0.051 0.037 Sample correlation Matrix
Condition number 25.575 Eigenvalues 4.362 3.019 2.190 1.841 1.583 1.067 0.944 0.832 0.705 0.677 0.676 0.663 0.547 0.474 0.403 0.384 0.358 159
0.322 0.281 0.267 0.235 0.171
Fit Measures Fit Measure Macro Discrepancy CMIN Degrees of freedom P Number of parameters NPAR Discrepancy / df CMINDF
Default model
Saturated
Independence
78.671
0.000
1355.575
188 0.052
0
231 0.000 22
253 0.418
RMR RMR GFI Adjusted GFI AGFI Parsimony-adjusted GFI PGFI Normed fit index Relative fit index Incremental fit index Tucker-Lewis index Comparative fit index
0.935 0.901
5.868
0.000
0.070
1.000
0.492 0.444
GFI
0.449
1.000
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Parsimony ratio PRATIO Parsimony-adjusted NFI PNFI Parsimony-adjusted CFI PCFI
0.000
1.000
0.000
0.000
0.000
0.000
Noncentrality parameter estimate 1003.272 NCP NCP lower bound NCPLO NCP upper bound NCPHI FMIN 6.234 FMIN F0 5.027
0.000
1124.575
0.000
1012.426
0.000
1244.199
0.000
8.472
0.000
7.029
160
DF P
1.000 0.748 0.977 0.968 0.985
1.000 1.000
NFI RFI IFI TLI CFI
F0
F0 lower bound F0LO F0 upper bound F0HI RMSEA RMSEA lower bound RMSEALO RMSEA upper bound RMSEAHI P for test of close fit PCLOSE
6.328
0.000
7.776
0.076 0.073
0.174 0.166
0.079
0.183
RMSEA
0.000
Akaike information criterion (AIC) Browne-Cudeck criterion BCC Bayes information criterion BIC Consistent AIC 1512.129 CAIC Expected cross validation index ECVI ECVI lower bound ECVILO ECVI upper bound ECVIHI MECVI 3.728 MECVI Hoelter .05 index HFIVE Hoelter .01 index HONE
0.000
506.000 590.949
1399.575 1406.962
2067.629
1535.369
1538.595
1489.366
3.163
8.747
3.163
8.046
3.163
9.495
3.693
8.794
32
32
34
34
AIC
Fit Measures
CMIN PGFI PNFI F0LO AIC
DF
P NFI
NPAR RFI PCFI NCP F0HI RMSEA BCC BIC CAIC HFIVE HONE
CMINDF RMR GFI AGFI IFI TLI CFI PRATIO NCPLO NCPHI FMIN F0 RMSEALO RMSEAHI PCLOSE ECVI ECVILO ECVIHI MECVI
Default model
Saturated
0.000 0 253 0.000 1.000 1.000 1.000 1.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 161
506.000 590.949 2067.629 3.163 3.163 3.693 Independence 1355.575 231 0.000 22 5.868 0.444 0.449 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1124.575 1012.426 7.029 6.328 7.776 0.174 0.166 0.183 0.000 1406.962 1535.369 1489.366 8.747 32 34 Execution time summary Minimization: 0.031 Miscellaneous: 0.469 Bootstrap: 0.000 Total: 0.500
162
1538.595
3.163
0.070 0.492 0.000 1.000 1244.199 8.472 1399.575 8.046 9.495 8.794
Lampiran 31 Hasil analisis SEM model pengembangan industri perikanan dengan interaksi kompleks dominan dipengaruhi oleh kondisi LINT, LIND dan LEX, Your model contains the following variables X13 X12 X23 X22 X21 X31 X33 Y33 Y32 Y31 Y11 Y21 Y22 Y23 Y24 X14 X15 X16 Y12 Y13 X32 X41 X42 X11 X43 X44 KUP LEX LINT LIND TPP KSTG LUP
observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed observed unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved
endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous endogenous
d13 d12 d23 d22 d21 d31 d33 d53 d52 d51
unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved
exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous 163
e11 e21 e23 e24 Z1 Z2 d14 d15 d16 Z5 e12 e13 e22 Z4 d32 Z6 d11 Z7 Z3
unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved unobserved
exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous exogenous
Number of variables in your model: Number of observed variables: Number of unobserved variables: Number of exogenous variables: Number of endogenous variables:
58 22 36 29 29
Summary of Parameters Weights Fixed 33 0 Labeled 0 Unlabeled 39 Total 72 8
Covariances 0 0 0 0 8 29 29 0
Variances 0 33 0 0 0 0 0 109
Means Intercepts 0 76
The model is recursive. Sample size = 161 Computation of degrees of freedom Number of distinct sample moments = 253 Number of distinct parameters to be estimated = 76 Degrees of freedom = 253 - 76 = 177 The model is probably unidentified. In order to achieve identifiability, it will probably be necessary to impose 6 additional constraints. 164
Total
The (probably) unidentified parameters are marked. Assessment of normality min max skew X11 2.400 4.800 0.668 X32 1.000 4.200 0.146 Y13 1.000 4.000 -0.971 Y12 2.000 3.800 0.244 X16 2.000 4.000 -0.651 X15 1.800 4.600 -0.692 X14 1.000 4.000 -0.698 X43 1.000 4.000 -0.128 Y24 1.000 4.000 -0.314 Y23 2.000 4.000 0.249 Y22 2.000 3.800 0.072 Y21 1.000 4.200 -0.427 Y11 2.000 4.000 0.291 Y31 1.000 3.800 -0.032 Y32 1.000 4.000 -1.404 Y33 1.000 4.000 -0.685 X33 1.000 3.800 -1.466 X31 2.200 4.000 0.281 X21 2.000 4.000 -0.228 X22 2.200 4.000 -0.379 X23 2.000 4.600 -0.307 X12 2.000 3.800 -0.481 X13 1.000 4.400 -0.735 X42 2.200 4.000 -0.345 X44 1.000 4.000 -0.365
c.r. 3.458 0.756 -5.032 1.262 -3.373 -3.585 -3.616 -1.658 -1.628 1.292 0.370 -2.214 1.506 -0.168 -7.273 -3.550 -7.595 1.458 -1.179 -1.965 -1.590 -2.494 -3.808 -1.965 -1.628
kurtosis c.r. 0.368 0.954 0.100 0.258 1.722 4.461 -0.196 -0.508 -0.438 -1.134 0.884 2.291 -0.998 -2.585 0.544 1.321 0.505 1.309 0.594 1.538 -0.396 -1.026 0.015 0.039 -1.131 -2.930 -1.413 -3.660 1.386 3.590 1.088 2.817 2.244 5.812 -1.018 -2.636 -0.062 -0.162 -0.574 -1.486 -0.116 -0.301 -0.126 -0.325 0.608 1.574 -0.574 -1.458 0.512 1.312
Multivariate
42.158 8.231
Observations farthest from the centroid (Mahalanobis distance) Observation Mahalanobis number d-squared p1 157 54.368 0.000 0.023 156 52.743 0.000 0.001 8 49.099 0.001 0.000 111 42.944 0.005 0.008 151 41.581 0.007 0.006 150 40.518 0.009 0.004 6 38.512 0.016 0.016 153 37.906 0.019 0.012 39 36.731 0.025 0.022 144 36.251 0.029 0.018 140 35.487 0.034 0.024 155 35.323 0.036 0.014 10 35.322 0.036 0.006
p2
165
62 84 50 154 48 55 81 70 136 161 72 24 57 82 34 87 119 64 27 78 158 65 112 7 71 143 54 128 59 130 85 37 115 47 40 9 113 15 29 17 68 89 79 94 18 114 90 66 91 147 166
35.224 0.037 35.148 0.037 34.029 0.049 33.805 0.051 33.760 0.052 33.436 0.056 32.770 0.065 31.487 0.087 31.013 0.096 30.987 0.096 30.794 0.100 30.691 0.103 30.671 0.103 30.310 0.111 30.004 0.118 29.858 0.122 29.759 0.124 29.753 0.125 29.609 0.128 29.603 0.128 29.505 0.131 29.330 0.136 29.155 0.140 28.558 0.158 28.313 0.166 28.232 0.168 27.827 0.181 27.477 0.194 27.346 0.198 27.088 0.208 27.040 0.210 26.796 0.219 26.304 0.239 26.303 0.239 25.951 0.254 25.910 0.256 25.640 0.267 25.579 0.270 25.187 0.288 25.177 0.289 25.064 0.294 24.914 0.301 24.817 0.306 24.786 0.307 24.738 0.310 24.704 0.311 24.646 0.314 24.373 0.328 23.643 0.366 23.424 0.378
0.003 0.001 0.006 0.004 0.002 0.002 0.004 0.039 0.057 0.036 0.032 0.024 0.014 0.020 0.024 0.020 0.015 0.009 0.008 0.004 0.003 0.003 0.003 0.011 0.013 0.010 0.021 0.035 0.032 0.043 0.033 0.042 0.098 0.071 0.116 0.094 0.126 0.108 0.187 0.148 0.144 0.151 0.143 0.117 0.098 0.079 0.067 0.099 0.337 0.394
12 16 60 88 83 108 63 28 51 159 43 69 41 45 33 61 13 31 97 86 103 5 14 134 141 73 104 74 25 96 107 160 139 11 44 100 121
23.422 0.378 23.230 0.389 23.220 0.389 22.831 0.411 22.634 0.423 22.583 0.426 22.453 0.433 22.359 0.439 22.096 0.454 21.995 0.460 21.972 0.462 21.895 0.466 21.655 0.481 21.331 0.500 20.995 0.521 20.975 0.522 20.671 0.541 20.092 0.577 19.959 0.586 19.838 0.593 19.759 0.598 19.710 0.601 19.585 0.609 19.547 0.611 19.190 0.634 19.079 0.640 19.010 0.645 18.755 0.660 18.700 0.664 18.459 0.678 18.438 0.680 18.367 0.684 17.953 0.709 17.787 0.719 17.571 0.731 17.387 0.742 17.323 0.745
0.334 0.377 0.323 0.480 0.533 0.500 0.514 0.506 0.600 0.598 0.550 0.534 0.616 0.739 0.843 0.811 0.886 0.976 0.979 0.981 0.980 0.975 0.978 0.972 0.991 0.991 0.990 0.995 0.994 0.997 0.996 0.995 0.999 0.999 1.000 1.000 1.000
Minimization History Iteration Discrepancy 0 1478.375 1 1226.285
Regression Weights Estimate LEXT <-LIND <--
LINT 0.086 LEXT 0.074
S.E.
C.R.
3.545 6.231
P
1.034 2.024
Label 0.002 0.026
par-1 par-2 167
LIND <-LUP <-LUP <-LUP <-LUP <-KSTG <-KSTG <-KSTG <-KSTG <-TPP <-TPP <-TPP <-TPP <-TPP <-TPP <-KUP <-KUP <-KUP <-KUP <-KUP <-Y22 <-Y23 <-Y21 <-Y11 <-Y13 <-Y12 <-X23 <-X22 <-X21 <-X32 <-X14 <-X13 <-X11 <-X12 <-X31 <-X33 <-Y33 <-Y32 <-X16 <-X15 <-X42 <-Y31 <-Y24 <-X41 <--
168
LINT 0.048 LIND 0.100 LINT 0.090 LEXT 0.095 Z4 0.059 LUP 0.094 LEXT 0.082 LINT 0.037 LIND 0.114 LEXT 0.067 LINT 0.086 KSTG 0.079 LIND 0.061 LUP 0.091 KUP 0.050 LIND 0.119 LEXT 0.092 LINT 0.073 KSTD 0.132 LUP 0.099 KUP 0.040 KUP 0.026 KUP 0.115 KSTD 1.000 KSTG 0.087 KSTG 0.086 LEXT 1.000 LEXT 0.104 LEXT 0.067 LIND 0.110 LINT 0.235 LINT 1.000 LINT 0.140 LINT 0.114 LIND 1.000 LIND 0.034 TPP 1.000 TPP 0.044 LINT 0.033 LINT 0.070 KP/D 0.094 TPP 0.079 KUP 0.081 KP/D 0.181
X42
<--
KP/D
Y24
<--
KUP
0,094 0.086
3.509 1.245 2.019 1.129 5.234 1.234 2.340 1.034 5.194 1.067 0.005 -3.346 0.124 2.002 0.502 1.002 5.098 0.001 0.302 1.081 2.123 0.012 1.786 1.022 3.504 1.088 8.243 -1.223 2.235 0.045 3.522 1.127 2.204 1.056 5.501 -0.017 0.095 1.082 0.007 0.005 0.208 2.005 1.008 1.239 1.095 0.005 2.114 1.002 1.004 1.992 1.112 3.085 0.009 1.023 0.231 3.003 0.875 2.071 1.207 1.081 1.067 0.010 2.198 1.015 1.076 0.025 0.008 1.084 1.019 0.349 2.156 0.015 0.195 1.082 1.004 1.012 1.072 0.005 0.012 1.023 0.032 1.045 0.019 0.082 0.129 1.025 0.017 0.082
0.024 0.032 0.041 0.043 0.022 0.022 0.031 0.276 0.319 0.013 0.129 0.012 0.017 0.771 0.002 0.048 0.032 0.024 0.023 0.107 0.000 0.053 0.034 0.002 0.231 0.059 0.021 0.001 0.002 0.000 0.024 0.007 0.005 0.012 0.000 0.023 0.000 0.002 0.009 0.078 0.021 0.342 0.000 0.059
par-3 par-4 par-5 par-6 par-7 par-8 par-9 par-11 par-12 par-13 par-14 par-15 par-43 par-36 par-35 par-14 par-27 par-42 par-16 par-10 par-17 par-18 par-26 par-25 par-23 par-22 par-21 par-20 par-19 par-24 par-30 par-31 par-34 par-28 par-33 par-32 par-37 par-39 par-29 par-38 par-38 par-40 par-50 par-41
0.112
0.086
0.011
par-42
0.129
1.025
0.023
par-43
X43
<--
KP/D
0.220
0.015
0.082
0.021
par-44
X44
<--
KP/D 1,000
0.014
0.087
0.044
par-45
KSTG <--
KP/D
-0.042
3.117
1.007
0.310
par-47
KUP
<--
KP/D
0.853
1.005
1.912
0.040
par-48
TPP
<--
KP/D
0.800
1.132
3.064
0.003
par-49
Sample Covariances - Estimates
X11 0.098 X32
Y13 0.027 Y12
X16 0.015 X15
X14 0.352 Y24 0.063 Y23 0.003 Y22
Y21 0.055
X11 Y21 X12 0.183 -0.073 0.121 0.000 0.087 0.035 -0.023 0.062 -0.014 -0.013 0.066 0.005 0.002 0.056 -0.009 0.021 0.034 0.040 0.219 -0.171 0.280 -0.078 0.177 -0.148 0.004 0.051 0.008 -0.030 0.058 0.003 -0.098 0.622 -0.132
X32 Y11 X13 0.000 -0.079
Y13 Y31
Y12 Y32
X16 Y33
X15 X33
X14 X31
Y24 X21
Y23 X22
Y22 X23
0.278 0.044 -0.037 -0.003 0.048
-0.003 0.050 0.036 0.088 -0.039 0.049 -0.023 0.044 -0.073 -0.063 -0.035 0.072 0.072 0.067 0.068 -0.003
0.050 0.055 -0.025 0.036 0.007
-0.004 0.121 -0.021 0.003 -0.019 0.043 -0.027 0.064 0.028 -0.008 0.054 -0.073 0.041 0.029 -0.002 -0.032
0.088 0.002 0.018 -0.039 -0.020
-0.022 0.003 0.043 0.169 0.043 -0.021 -0.004 -0.034 -0.073 -0.010 -0.053 0.081 0.012 0.050 0.068 0.062
-0.023 -0.013 0.002 0.021 0.219 -0.078 0.004 -0.030 0.072 0.000 0.024 -0.032 -0.005 0.051 0.019 0.041
0.198 -0.004 0.036 -0.022 -0.105 0.024 0.022 0.019 -0.111 -0.027 0.037 -0.005 -0.007 0.008 0.005 0.038 -
0.036 -0.021 0.170 0.043 -0.056 -0.006 -0.004 -0.033 -0.018 -0.073 -0.033 0.081 -0.008 0.047 0.057 0.058 -
-0.105 -0.019 -0.056 0.043 0.901 -0.213 -0.061 -0.051 0.121 0.029 0.108 -0.136 -0.097 0.106 0.049 0.091
0.049 0.024 0.043 -0.006 -0.021 -0.213 0.350 0.014 0.070 0.134 0.012 -0.061 0.033 -0.053 0.089 0.047 -0.068 -0.008 -0.023 0.022 -0.027 -0.004 -0.004 -0.061 0.014 0.153 -0.019 0.029 -0.018 0.081 -0.056 -0.029 0.023 -0.022 -0.042 0.000 0.044 0.069 -0.002 0.087 0.255
0.019 0.064 -0.033 -0.034 -0.051 0.070 -0.019 0.161 0.003 0.039 0.047 -0.063 0.038 0.020 -0.007 -0.057 0.062 0.066 0.056 0.034 -0.352 0.177 0.051 0.058 -0.021 -0.069 -0.026 -0.139 0.213 0.136 -0.063 -0.046 -
169
Y11
-0.073 0.255 0.036 -0.085 Y31 -0.079 0.021 -0.008 0.142 Y32 0.072 0.069 -0.031 0.212 Y33 0.000 0.026 0.016 0.008 X33 0.024 0.139 -0.101 0.042 X31 -0.032 0.213 0.015 -0.061 X21 -0.005 0.136 0.003 -0.044 X22 0.051 0.063 -0.029 0.048 X23 0.019 0.046 -0.005 0.043 X12 0.041 0.055 -0.036 0.096 X13 0.121 0.132 -0.085 0.389
0.044 0.048 0.055 0.007 0.002 -0.171 0.134 0.029 0.069 0.244 -0.008 -0.031 0.016 -0.101 0.129 0.090 -0.029 -0.005 -0.073 -0.111 0.028 -0.018 -0.073 -0.020 0.012 -0.018 0.003 0.761 -0.056 0.007 -0.103 0.012 -0.033 -0.089 -0.167 -0.041 -0.063 -0.027 -0.008 -0.073 -0.010 0.121 -0.061 0.081 0.039 -0.056 0.527 -0.070 -0.084 -0.033 -0.061 -0.030 -0.084 0.053 -0.035 0.037 0.054 -0.033 -0.053 0.029 0.033 -0.056 0.047 0.007 -0.070 0.291 -0.085 -0.038 0.016 0.007 -0.013 0.011 0.072 -0.005 -0.073 0.081 0.081 0.108 -0.053 -0.029 -0.063 -0.103 -0.084 -0.085 0.385 -0.070 -0.005 0.086 0.135 0.037 0.072 -0.007 0.041 -0.008 0.012 -0.136 0.089 0.023 0.038 0.129 0.012 -0.033 -0.038 -0.070 0.238 0.059 -0.040 -0.023 0.067 0.008 0.029 0.047 0.050 -0.097 0.047 -0.022 0.020 0.090 -0.033 -0.061 0.016 -0.005 0.059 0.172 0.056 0.004 0.068 0.005 -0.002 0.057 0.068 0.106 -0.068 -0.042 -0.007 -0.089 -0.030 0.007 0.086 -0.040 0.056 0.163 0.076 0.021 -0.003 0.038 -0.032 0.058 0.062 0.049 -0.008 0.000 -0.057 -0.167 -0.084 -0.013 0.135 -0.023 0.004 0.076 0.231 -0.001 0.035 -0.027 0.005 -0.015 0.040 0.091 -0.063 -0.003 0.003 -0.041 0.053 0.011 0.037 -0.015 -0.003 0.021 -0.001 0.146 -0.037 -0.014 -0.025 -0.009 0.018 0.280 -0.148 0.008 -0.002 -0.142 0.212 0.008 0.042 -0.061 -0.044 0.048 0.043 0.096
Sample Correlations - Estimates
X11 Y21 X12 X11 1.000 0.291 -0.346 0.454 X32 -0.002 0.210 0.172 Y13 -0.119 0.178 0.162 -0.050
170
X32 Y11 X13 -0.002 -0.211
Y13 Y31
Y12 Y32
X16 Y33
X15 X33
X14 X31
Y24 X21
Y23 X22
Y22 X23
1.000 0.168 -0.114 -0.015 0.217
-0.015 0.273 0.166 0.405 -0.077 0.156 -0.111 0.210 -0.158 -0.164 -0.124 0.221 0.279 0.306 0.317 -0.012
-0.119 -0.087 0.010 0.119 0.540 -0.309 0.023 -0.174 0.232 0.001 0.092 -0.152 -0.030 0.294 0.091 0.248
1.000 -0.026 0.197 -0.120 -0.248 0.092 0.127 0.109 -0.286 -0.083 0.156 -0.020 -0.032 0.044 0.030 0.180 -
Y12
X16 0.095 X15
X14 0.470 Y24 0.279 Y23 0.018 Y22
Y21 0.182 Y11
-0.087 0.242 0.035 0.010 0.173 -0.036 0.119 0.105 0.256 0.540 -0.364 0.474 -0.309 0.378 -0.400 0.023 0.165 0.032 -0.174 0.184 0.021 -0.291 1.000 -0.269 -0.346 0.655 -0.275 -0.211 -0.019
0.273 0.322 -0.115 0.166 0.033
-0.026 1.000 -0.150 0.024 -0.059 0.207 -0.195 0.462 0.092 -0.033 0.288 -0.337 0.242 0.201 -0.014 -0.191
0.405 0.010 0.069 -0.077 -0.024
-0.120 0.024 0.256 1.000 0.110 -0.086 -0.026 -0.205 -0.203 -0.034 -0.238 0.316 0.059 0.291 0.406 0.315
0.197 -0.150 1.000 0.256 -0.143 -0.025 -0.026 -0.199 -0.050 -0.243 -0.150 0.315 -0.042 0.275 0.341 0.293 -
-0.248 -0.059 -0.143 0.110 1.000 -0.380 -0.164 -0.134 0.176 0.057 0.183 -0.293 -0.247 0.276 0.107 0.251
0.156 0.092 0.207 -0.025 -0.086 -0.380 1.000 0.061 0.296 0.458 0.024 -0.142 0.104 -0.144 0.309 0.193 -0.284 -0.029 -0.111 0.127 -0.195 -0.026 -0.026 -0.164 0.061 1.000 -0.119 0.150 -0.053 0.285 -0.264 -0.120 0.121 -0.133 -0.263 -0.002 0.210 0.349 -0.009 0.210 0.655
0.109 0.462 -0.199 -0.205 -0.134 0.296 -0.119 1.000 0.008 0.134 0.216 -0.255 0.194 0.118 -0.045 -0.295 0.178 0.242 0.173 0.105 -0.470 0.378 0.165 0.184 -0.030 -0.120 -0.061 -0.284 0.553 0.417 -0.198 -0.122 -
0.168 0.217 0.322 0.033 0.010 -0.364 0.458 0.150 0.349 1.000 -0.019 -0.087 0.060 -0.331 0.534 0.440 -0.146 -0.019 -
0.191 Y31 -0.158 0.030 1.000 0.262 Y32 0.232 -0.164 0.120 -0.087 -0.088 0.469 Y33 0.001 -0.124 0.061 0.060 0.014 0.025 X33 0.092 0.221 0.284 -0.331 -0.191 0.108 X31 -0.152 0.279 0.553 0.534 0.082 -0.200 X21 -0.030 0.306 0.417 0.440 0.021 -0.171 X22 0.294 0.317 0.198 -0.146 -0.254 0.191
-0.286 0.092 -0.050 -0.203 -0.024 0.024 -0.053 0.008 -0.088 0.014 -0.191 0.028 -0.091 -0.254 -0.399 -0.123 -0.083 -0.033 -0.243 -0.034 0.176 -0.142 0.285 0.134 1.000 -0.179 -0.187 -0.094 -0.202 -0.101 -0.242 0.193 0.156 0.288 -0.150 -0.238 0.057 0.104 -0.264 0.216 -0.179 1.000 -0.254 -0.146 0.070 0.033 -0.049 0.052 -0.020 -0.337 0.315 0.316 0.183 -0.144 -0.120 -0.255 -0.187 -0.254 1.000 -0.231 -0.020 0.343 0.452 0.156 -0.032 0.242 -0.042 0.059 -0.293 0.309 0.121 0.194 0.028 -0.094 -0.146 -0.231 1.000 0.293 -0.201 -0.097 0.044 0.201 0.275 0.291 -0.247 0.193 -0.133 0.118 -0.091 -0.202 0.070 -0.020 0.293 1.000 0.334 0.020 0.030 -0.014 0.341 0.406 0.276 -0.284 -0.263 -0.045 -0.101 0.033 0.343 -0.201 0.334 1.000 0.391 0.137
171
X23 0.091 -0.012 0.122 -0.019 -0.399 0.145 X12 0.248 0.172 0.182 -0.191 -0.123 0.404 X13 0.454 -0.114 0.269 -0.275 -0.262 1.000
0.180 -0.191 0.293 0.315 0.107 -0.029 -0.002 -0.295 -0.242 -0.049 0.452 -0.097 0.020 0.391 1.000 -0.005 -0.162 0.035 -0.095 0.256 0.251 -0.279 -0.018 0.021 0.193 0.052 0.156 -0.082 -0.021 0.137 -0.005 1.000 -0.050 -0.115 -0.036 0.069 0.474 -0.400 0.032 -0.009 0.469 0.025 0.108 -0.200 -0.171 0.191 0.145 0.404
Sample covariance Matrix Determinant 3.38E-17 Condition number 47.175 Eigenvalues 1.751 0.970 0.764 0.556 0.481 0.323 0.302 0.243 0.190 0.174 0.156 0.143 0.137 0.114 0.096 0.084 0.081 0.076 0.062 0.061 0.051 0.037 Sample correlation Matrix Condition number 25.575 Eigenvalues 4.362 3.019 172
2.190 1.841 1.583 1.067 0.944 0.832 0.705 0.677 0.676 0.663 0.547 0.474 0.403 0.384 0.358 0.322 0.281 0.267 0.235 0.171
Fit Measures Fit Measure Macro Discrepancy CMIN Degrees of freedom P Number of parameters NPAR Discrepancy / df CMINDF
Default model
Saturated
Independence
95.45
0.000
1386.62
188 0.067
0
231 0.000 22
253 0.507
RMR
DF P
5.985
0.000
0.073
1.000
0.502 0.457
RMR GFI Adjusted GFI AGFI Parsimony-adjusted GFI PGFI
0.917 0.976
Normed fit index Relative fit index Incremental fit index Tucker-Lewis index Comparative fit index
1.000 0.675
0.982
0.449
1.000 1.000
0.982 0.973
GFI
1.000
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
NFI RFI IFI TLI CFI
173
Parsimony ratio PRATIO Parsimony-adjusted NFI PNFI Parsimony-adjusted CFI PCFI
0.000
1.000
0.000
0.000
0.000
0.000
Noncentrality parameter estimate 1003.272 NCP NCP lower bound NCPLO NCP upper bound NCPHI FMIN 6.234 FMIN F0 5.027 F0 lower bound F0LO F0 upper bound F0HI RMSEA 0.076 RMSEA RMSEA lower bound 0.073 RMSEALO RMSEA upper bound 0.079 RMSEAHI P for test of close fit PCLOSE
0.000
1124.575
0.000
1012.426
0.000
1244.199
0.000
8.472
0.000 0.000
7.029 6.328
0.000
7.776
Akaike information criterion (AIC) AIC Browne-Cudeck criterion BCC Bayes information criterion BIC Consistent AIC 1512.129 CAIC Expected cross validation index ECVI ECVI lower bound ECVILO ECVI upper bound ECVIHI MECVI 3.728 MECVI Hoelter .05 index HFIVE Hoelter .01 index HONE 174
0.174 0.166 0.183 0.000
506.000
1399.575
590.949
1406.962
2067.629
1535.369
1538.595
1489.366
3.163
8.747
3.163
8.046
3.163
9.495
3.693
8.794
32
32
34
34
F0
Fit Measures
CMIN PGFI PNFI F0LO AIC
DF
P NFI
NPAR RFI PCFI NCP F0HI RMSEA BCC BIC CAIC HFIVE HONE
CMINDF RMR GFI AGFI IFI TLI CFI PRATIO NCPLO NCPHI FMIN F0 RMSEALO RMSEAHI PCLOSE ECVI ECVILO ECVIHI MECVI
Default model
Saturated
0.000 0 253 1.000 1.000 1.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 506.000 590.949 2067.629 3.163 3.163 3.693 Independence 1355.575 231 0.000 22 5.868 0.444 0.449 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1124.575 1012.426 7.029 6.328 7.776 0.174 0.166 0.183 0.000 1406.962 1535.369 1489.366 8.747 32 34
0.000 1.000 0.000 0.000 0.000 1538.595
3.163
0.070 0.492 0.000 1.000 1244.199 8.472 1399.575 8.046 9.495 8.794
Execution time summary Minimization: 0.032 Miscellaneous: 0.281 Bootstrap: 0.000 Total: 0.313
175
TAHAPAN PERKEMBANGAN UBPT
Lampiran 32 No
1-2
1
Rekrut tenaga kerja baru (bukan untuk PNS) b) Meningkatkan keterampilan pelaku usaha perikanan Gambar proses perencanaan pengembangan usaha perikanan
2
Tingkat ketergantungan pemerintah
?... orang Honor dari Pemerintah (dalam rangka studi kelayakan)
3-4
Dampak Investasi akan terjadi penyerapan tenaga kerja
7 dst
?... orang Manager Wiraswasta Konsultan PNS Pindah profesi
Corparate dengan sebagian bagi hasil Investasi Baru
Corporate bagi hasil
Subsidi pemerintah L/R (omset)
Tanpa subsidi
Mandiri
Swasembada
-Biaya administrasi alat-alat kantor (ATK) -Gaji/honorCorporate dengan manager/pembantu transaksi jual beli
Gaji manager Modal Kerja ATK
-ATK Modal Kerja -Gaji (Manager) Asuransi TK -Kesehatan -Hari tua -Kecelakaan
-ATK -Gaji (Manager) Modal Kerja Asuransi TK -Kesehatan -Hari Tua -Kecelakaan -Asuransi Asset -Cadangan -Jaminan Kredit -Naik Haji -Perbaikan Rumah/Bangun Rumah
SD, SMP, SMA, PHK (Masuk)
SD, SMP, SMA, PHK (Masuk)
SD, SMP, SMA, PHK (Masuk)
Neraca Asset
3
4
5-6
?... orang Manager Wiraswasta Konsultan PNS Pindah profesi
Data keuangan/Data operasional
a)
Investasi Baru
?... orang Manager Wiraswasta Konsultan PNS Pindah profesi
Investasi Baru
Bagi hasil
176 171
STRUKTUR ORGANISASI UBPT Skala Ekonomi: 100 ton/bln UBPT/KOP. SC.
Pengurus
TINGKAT AHLI Manager
Kelompok Nelayan
Industri Pengolahan
Industri Galangan KPL
TINGKAT TERAMPIL
Pabrik Es dan Cld Storage
HD dan Workshop
Pemasaran Ikan Dalam dan Luar Negeri
Suplai Operasional
KUB/KOP. PR.
BANK
INDIVIDU
TINGKAT DASAR
172
177
Kebijakan Pemerintah pusat da Pemerintah daerah No Pemerintah
Sumber dana
Publict Invesment
1
Pusat
APBN
2
Provinsi
ABPD
3
Kab/Kota
ABPD
-Cold storage -Gudang dingin -Ruang pengolah -Pelatihan SDM -Pedoman usaha -Perbaikan jalan -Gudang dingin di Bandara -Sanitasi pelabuhan -Pelatihan -Pedoman manajemen -Cold storage -Ruang pengolahan -Listrik dan air
3
Swasta
Modal swasta
178
-Kapal 5-10 Gt -Perbengkelan -Supply -Alat tangkap
Infrastructur Invesment -------
Constraint Policy Invesment Bantuan BBM
-Sarana keseatan -Sarana Pendidikan -Sarana Ibadah
-Bantuan BBM -Pembebasan biaya restribusi -Perijinan usaha
-Sarana Keshatan -Sarana Pendidikan -Sarana Ibadah
-Pajak ekspor -Permudah perijinan Pendampingan -Inovasi prduk sesuai kebutuhan pasar -Inovasi proses produksi -Improvisasi Manajemen
Lampiran 33 Goodness-of-fit Index No
Goodness of fit Index
1
X2-Chi-squarey
2 3 4 5 6 7 8
Significance Probability RMSEA GFI AGFI CMIN/DF TLI CFI
Cut-off Value Diharapkan kecil ≥ 0.05 ≤ 0.08 ≥ 0.90 ≥ 0.90 ≤ 2.00 ≥ 0.95 ≥ 0.95
Hasil Interaksi Interaksi sederhana komplek 78,67 95,45 0,062 0.075 0,935 0,901 0,0478 0,968 0,905
0.067 0.068 0,917 0,976 0,0508 0,982 0,973
Sumber : Ferdinand (2002)
179