ANALISIS USAHA PERIKANAN TANGKAP DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI SADENG, KABUPATEN GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
TIARA ANGGIA RAHMI
PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ”Analisis Usaha Perikanan Tangkap dan Kemungkinan Pengembangannya di Sadeng, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta” adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2010
Tiara Anggia Rahmi C44062174
ABSTRAK TIARA ANGGIA RAHMI, C44062174. Analisis Usaha Perikanan Tangkap dan Kemungkinan Pengembangannya di Sadeng, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta. Dibimbing oleh TRI WIJI NURANI dan PRIHATIN IKA WAHYUNINGRUM. Sadeng merupakan salah satu daerah di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar. Usaha perikanan tangkap di Sadeng relatif baru, yaitu mulai berkembang pada tahun 2000 dengan didatangkannya nelayan dari Cilacap dan Jawa Timur. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan aspek-aspek yang mempengaruhi usaha perikanan tangkap dan menentukan alternatif strategi pengembangan usaha perikanan tangkap di Sadeng. Faktor-faktor yang mempengaruhi usaha perikanan tangkap dapat dilihat melalui lima aspek yaitu aspek teknis, aspek produktivitas, aspek pemasaran, aspek sosial dan aspek finansial. Berdasarkan analisis aspek teknis, unit penangkapan ikan yang digunakan di Sadeng terdiri dari dua jenis yaitu kapal motor dan perahu motor tempel. Produktivitas kapal motor lebih besar daripada perahu motor tempel dengan produksi hasil tangkpan kapal motor sebesar 1.514,6 kg per trip, sedangkan perahu motor tempel sebesar 19,8 kg per trip. Proses pemasaran hasil tangkapan belum berjalan maksimal karena kurangnya promosi kegiatan perikanan dan produk perikanan di Sadeng. Hasil analisis finansial, kapal motor memperoleh keuntungan sebesar Rp 55.883.626,67 per tahun, R/C 1,18 dan PP 3,46, sedangkan perahu motor memperoleh keuntungan sebesar Rp 44.599.250,00 per tahun, R/C 1,55 dan PP 0,80. Perumusan strategi pengembangan perikanan tangkap menggunakan analisis SWOT dan analisis QSPM. Faktor yang mempengaruhi strategi pengembangan perikanan tangkap di Sadeng terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Perumusan strategi dari faktor internal diperoleh total nilai sebesar 2,85 dan faktor internal sebesar 2,91. Prioritas strategi pengembangan perikanan tangkap di Sadeng adalah, mengembangkan kelembagaan dan organisasi pengelolaan usaha perikanan tangkap, meningkatkan sarana dan prasarana dalam sistem perikanan tangkap, serta meningkatkan armada penangkapan ikan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya ikan.
Kata kunci: Sadeng, strategi pengembangan perikanan tangkap, usaha perikanan tangkap.
ANALISIS USAHA PERIKANAN TANGKAP DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI SADENG, KABUPATEN GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
TIARA ANGGIA RAHMI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi
: Analisis Usaha Perikanan Tangkap dan Kemungkinan Pengembangannya di Sadeng, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta
Nama Mahasiswa
: Tiara Anggia Rahmi
NRP
: C44062174
Program studi
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui :
Dosen Pembimbing I,
Dosen Pembimbing II,
Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si NIP. 19650624 198903 2 002
Prihatin Ika Wahyuningrum, S.Pi, M.Si NIP. 19780613 200801 2 011
Diketahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP: 19621223 198703 1 001
Tanggal lulus: 9 Agustus 2010
KATA PENGANTAR Skripsi
dengan
judul
“Analisis
Usaha
Perikanan
Tangkap
dan
Kemungkinan Pengembangannya di Sadeng, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta” merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari dan April 2010 di PPP Sadeng, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ucapan terima kasih disampaikan kepada: 1) Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si dan Prihatin Ika Wahyuningrum, S.Pi, M.Si atas arahan dan bimbingannya selama penyusunan skripsi ini; 2) Dosen Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan atas ilmu yang telah diberikan selama ini; 3) Ir. Untung Leksono selaku Kepala UPTD Dinas Perikanan dan Kelautan DI Yogyakarta, Pak Dwiyanto dan Pak Ari selaku staf PPP Sadeng yang telah membantu dan memberikan informasi serta data selama penelitian; 4) Mama, Bapak, Eyang, Vero dan Arin atas semua nasehat, doa, semangat serta kasih sayang kepada penulis; 5) Angga Yoga Adhiaksa atas doa, dukungan dan semangat selama ini; 6) Sahabat tercinta (Gilang, Ilmi, Ika, Septa, Septi dan Ari atas semangat dan persahabatan yang indah selama ini); 7) Teman-teman seperjuangan PSP 43 dan IKMP Bogor atas segala dorongan dan semangat kepada penulis; 8) Pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun sehingga dapat menyempurnakan hasil yang diperoleh. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan pihak yang memerlukan.
Bogor, Agustus 2010 Tiara Anggia Rahmi
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jepara pada tanggal 13 Oktober 1988 dari pasangan H. Tugiyanto dan Hj. Amalia Ulfah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan formal pertama penulis dimulai di TK Pertiwi Jepara. Tahun 1994 penulis melanjutkan pendidikannya di SDN Panggang I Jepara, kemudian pada tahun 2000 melanjutkan pendidikan ke SMP N I Jepara. Tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikannya SMA Negeri I Pati kemudian lulus pada tahun 2006, pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Manajemen Operasi Penangkapan Ikan tahun 2009-2010. Penulis aktif di berbagai organisasi kampus IPB seperti Staf Departemen Kesekretarian Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) periode 20092010 dan Staf Departemen Kesekretarian Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati (IKMP) Bogor tahun 2007-2008. Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul ”Analisis Usaha Perikanan Tangkap dan Kemungkinan Pengembangannya di Sadeng,
Kabupaten
Gunungkidul,
Daerah
Istimewa
Yogyakarta”
untuk
memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR .............................................................................................vi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vii 1
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 2 1.3 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 3
2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap ....................................................................................... 3 2.2 Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap .................................................. 6 2.2.1 Aspek teknis ..................................................................................... 7 2.2.2 Aspek produktivitas ......................................................................... 9 2.2.3 Aspek pemasaran ............................................................................. 9 2.2.4 Aspek sosial ................................................................................... 10 2.2.5 Aspek finansial ............................................................................... 10 2.3 Analisis SWOT (Strengths Weaknesses Opportunities Threats) ............... 11 2.4 Matriks QSPM (Quantitave Strategic Planning Management) ................. 12
3
METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 14 3.2 Metode Penelitian ...................................................................................... 14 3.3 Pengumpulan Data .................................................................................... 14 3.3.1 Data primer .................................................................................... 14 3.3.2 Data sekunder ................................................................................. 15 3.4 Analisis Data ............................................................................................. 17 3.4.1 Analisis pengembangan usaha perikanan tangkap ......................... 17 3.4.2 Analisis strategi pengembangan perikanan tangkap ...................... 20
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian .......................................................... 27 4.1.1 Kondisi geografi dan topografi ....................................................... 27 4.1.2 Kondisi iklim dan cuaca ................................................................. 27 4.1.3 Kondisi demografi .......................................................................... 28 4.2 Keadaan Perikanan Tangkap di Gunungkidul............................................ 28 4.3 Keadaan Perikanan Tangkap di Sadeng ..................................................... 29 4.3.1 Fasilitas PPP Sadeng ...................................................................... 29 4.3.2 Unit penangkapan ikan ................................................................... 32 4.3.3 Daerah Penangkapan Ikan .............................................................. 34
5
HASIL PENELITIAN 5.1 Analisis Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap .................................. 36 5.1.1 Deskripsi teknis .............................................................................. 36 5.1.2 Aspek produktivitas ....................................................................... 51 5.1.3 Aspek pemasaran ........................................................................... 53 5.1.4 Aspek sosial ................................................................................... 54 5.1.5 Aspek finansial ............................................................................... 55 5.2 Analisis Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap ................................ 59 5.2.1 Faktor internal ................................................................................ 59 5.2.2 Faktor eksternal .............................................................................. 62 5.3.3 Matriks internal factor evaluation (IFE) dan eksternal factor evaluation (EFE) ............................................................................ 64 5.3.4 Matriks strengths weaknesses opportunities threats (SWOT) ...... 66 5.3.5 Prioritas strategi pengembangan .................................................... 68
6 PEMBAHASAN 6.1 Analisis Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap .................................. 70 6.2 Analisis Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap ................................ 74 7
KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ................................................................................................ 76 7.2 Saran ........................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 77 LAMPIRAN .......................................................................................................... 80
DAFTAR TABEL Halaman 1
Pengambilan data untuk analisis pengembangan usaha perikanan tangkap .... 17
2
Matriks evaluasi faktor internal ....................................................................... 21
3
Matriks evaluasi faktor eksternal ..................................................................... 22
4
Matriks strengths weaknesses opportunities threats (SWOT) ......................... 25
5
Matriks quantitative strategic planning management (QSPM) ....................... 26
6
Fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang di PPP Sadeng ... 31
7
Jumlah kapal dan perahu motor tempel di PPP Sadeng tahun 2005-2009 ....... 32
8
Jumlah nelayan di PPP Sadeng tahun 2005-2009 ............................................ 33
9
Produksi dan nilai produksi ikan di PPP Sadeng tahun 2005-2009 ................. 34
10 Produktivitas unit penangkapan ikan per tahun di Sadeng .............................. 52 11 Matriks internal factor evaluation (IFE).......................................................... 65 12 Matriks eksternal factor evaluation (EFE) ...................................................... 65 13 Matriks SWOT pengembangan usaha perikanan tangkap di Sadeng .............. 67 14 Matriks QSPM pengembangan usaha perikanan tangkap di Sadeng ............... 68
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Diagram alir analisis pengembangan usaha perikanan tangkap .......................16
2
Model perumusan strategi ............................................................................... 21
3
Matriks internal-eksternal ................................................................................ 23
4
Diagram analisis strengths weaknesses opportunities threats (SWOT) .......... 23
5
Perubahan produksi ikan di PPP Sadeng ......................................................... 34
6
Kapal motor di PPP Sadeng ............................................................................. 36
7
Desain alat tangkap pancing rentakan .............................................................. 38
8
Desain alat tangkap pancing ancet ................................................................... 40
9
Desain alat tangkap pancing copingan ............................................................. 41
10 Desain alat tangkap pancing layang-layang ..................................................... 42 11 Desain alat tangkap pancing tonda ................................................................... 44 12 Desain alat tangkap gillnet multifilamen ......................................................... 45 13 Perbekalan es balok .......................................................................................... 46 14 Perbekalan solar dan air bersih ........................................................................ 46 15 Es balok yang telah dihancurkan...................................................................... 48 16 Hasil tangkapan pancing ulur ........................................................................... 48 17 Perahu motor tempel di PPP Sadeng ................................................................ 49 18 Desain alat tangkap gillnet monofilamen ......................................................... 50 19 Proses distirbusi hasil tangkapan di Sadeng .................................................... 54 20 Proses pelelangan hasil tangkapan di TPI ........................................................55 21 Alat transportasi pendistribusian hasil tangkapan ............................................ 55
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta lokasi penelitian........................................................................................ 81 2
Lay out Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng ........................................ 82
3
Peta informasi lokasi penempatan rumpon laut dalam .................................... 83
4
Produksi dan nilai produksi hasil tangkapan rata-rata per bulan di PPP Sadeng tahun 2005-2009 .................................................................................. 84
5
Daftar harga pengeluaran juragan kapal motor per tahun ................................ 85
6
Daftar harga pengeluaran juragan perahu motor tempel per tahun .................. 86
7
Analisis finansial kapal motor.......................................................................... 87
8
Analisis finansial perahu motor tempel............................................................ 89
9
Penilaian bobot faktor strategis internal ........................................................... 91
10 Penilaian bobot faktor strategis eksternal ........................................................ 92 11 Gambar kegiatan perikanan di Sadeng............................................................. 93
1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta dengan garis pantai sepanjang 113 km dan
letaknya yang berhadapan dengan Samudera Hindia dapat menghasilkan produksi ikan laut sebanyak 3.600 ton per tahun (www.perikanan-diy.info). Kegiatan perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta masih perlu dikembangkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya perikanannya. Pengembangan perikanan di suatu daerah perlu dilakukan karena dapat memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah tersebut. Salah satu daerah yang memiliki potensi perikanan tangkap yang perlu dikembangkan di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Kabupaten Gunungkidul. Kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Gunungkidul dimulai sejak tahun 1980-an. Salah satu sentra perikanan tangkap yang ada di Kabupaten Gunungkidul adalah Sadeng. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng dibangun pada tahun 1991 dengan dana APBN Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, pada waktu itu berstatus PPI (Pangkalan Pendaratan Ikan). Peningkatan status dari PPI menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) ditetapkan dengan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor: KEP.10/MEN/2005 pada tanggal 13 Mei 2005. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng adalah pelabuhan perikanan bertaraf nasional dan penunjang pengembangan perikanan laut di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pelabuhan perikanan di Pantai Sadeng memberikan banyak hasil laut, seperti ikan tuna, cakalang, tongkol, lemadang, layur dan lainnya. Hasil tangkapan
yang
didapatkan,
selain
dipasarkan
di
wilayah
Kabupaten
Gunungkidul, juga dikirim ke daerah lain, seperti ke Sleman, Semarang, Jepara bahkan sampai ke Surabaya. Subani dan Barus (1989) menyatakan bahwa keberhasilan usaha penangkapan ikan di laut dipengaruhi oleh ketepatan dalam menentukan daerah penangkapan (fishing ground), mengetahui gerombolan ikan dan keadaaan potensinya, kemudian dilakukan operasi penangkapan. Unit penangkapan ikan di Sadeng menggunakan alat bantu penangkapan ikan dalam pengoperasiannya. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta memberi bantuan rumpon untuk membantu meningkatkan produksi ikan.
2
Kegiatan perikanan tangkap di Sadeng termasuk usaha yang baru. Kegiatan ini dimulai sejak pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta membuka pintu bagi nelayan dari daerah lain untuk mendaratkan ikan dan menetap di wilayahnya. Nelayan Sadeng banyak berasal dari daerah lain, terutama dari Cilacap dan Jawa Timur. Nelayan pendatang yang bekerja di Sadeng mendapatkan banyak keuntungan dari hasil melaut. Hal ini membuat penduduk lokal yang awalnya bermatapencaharian sebagai petani dan peternak tertarik untuk beralih dan mengubah pekerjaannya menjadi nelayan. Keahlian dan pengetahuan melaut nelayan lokal diperoleh dari nelayan pendatang. Perkembangan usaha perikanan tangkap di Sadeng dirasa cukup baik karena nilai produksi hasil tangkapan yang diperoleh setiap tahunnya meningkat. Menurut data laporan tahunan PPP Sadeng, produksi hasil tangkapan tahun 20052009 meningkat dari 11,82%-40,67% tiap tahunnya. Usaha perikanan tangkap tersebut perlu dikembangkan sehingga dapat menopang kehidupan nelayan pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Kegiatan perikanan tangkap di Sadeng memiliki kendala yaitu potensi sumberdaya ikan yang belum terserap dengan baik dan sulitnya mengakses modal usaha. Kurangnya bantuan modal usaha dari pemerintah dan perbankan menjadikan kegiatan usaha perikanan tangkap di Sadeng tidak berjalan maksimal. Penulis mencoba mengkaji lebih jauh perkembangan kegiatan usaha perikanan
tangkap
di
Sadeng
dengan
menganalis
aspek-aspek
yang
mempengaruhinya. Penentuan alternatif strategi pengembangan perikanan tangkap menggunakan analisis SWOT dan analisis QSPM, sehingga didapatkan prioritas strategi pengembangannya.
1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mendeskripsikan aspek-aspek yang mempengaruhi usaha perikanan tangkap di Sadeng; dan 2) Menentukan alternatif strategi pengembangan usaha perikanan tangkap di Sadeng.
3 1.3
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini antara lain memberi masukan bagi Dinas Kelautan
dan Perikanan untuk menentukan kebijakan pengembangan usaha perikanan tangkap di Sadeng dan pengusaha unit penangkapan ikan, juga mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan semua pihak yang membutuhkan, sehingga
nantinya
dapat
dijadikan
bahan
pertimbangan
disaat
akan
mengembangkan suatu kegiatan usaha perikanan, agar mendapatkan hasil yang optimal.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan menurut UU No. 45 tahun 2009 tentang perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan atau mengawetkan. Kegiatan ini dibedakan dengan perikanan budidaya, dimana pada perikanan tangkap, binatang atau tanaman air masih belum merupakan milik seseorang sebelum binatang atau tanaman air tersebut ditangkap atau dikumpulkan sedangkan pada perikanan budidaya, komoditas tersebut telah merupakan milik seseorang atau kelompok yang melakukan budidaya tersebut. Perikanan tangkap merupakan suatu sistem, yang terdiri atas beberapa elemen atau subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Elemen yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu dengan lainnya disebut dengan komponen-komponen perikanan tangkap. Menurut Kesteven (1973) yang dikutip oleh Monintja (2001) sistem perikanan terdiri atas subsistem: 1) Sarana produksi Salah satu indikator berkembangnya usaha perikanan tangkap sangat tergantung pada berjalannya fungsi sarana produksi dengan optimal. Sarana produksi merupakan salah satu fasilitas yang menunjang berlangsungnya kegiatan perikanan. Sarana produksi tersebut antara lain penyediaan alat tangkap, pabrik es, galangan, instalasi air tawar, instalasi listrik, dan pendidikan pelatihan tenaga kerja. 2) Usaha penangkapan Usaha penangkapan terdiri atas unit penangkapan dan unit sumberdaya. Unit penangkapan adalah kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan yang terdiri dari kapal, alat tangkap, dan nelayan. Unit sumberdaya terdiri atas
5
spesies, habitat seperti mangrove, terumbu karang dan padang lamun serta musim. 3) Prasarana (pelabuhan) Pelabuhan perikanan beserta fasilitasnya merupakan indikator penting dalam keberhasilan usaha penangkapan ikan. Kondisi dermaga, kolam pelabuhan, TPI, suplai air tawar, depot BBM, kios perbekalan, bengkel alat dan docking merupakan fasilitas penentu kesinambungan usaha penangkapan ikan di laut. 4) Unit pengolahan Unit pengolahan sering disebut sebagai unit agroindustri perikanan, merupakan rantai yang tidak terpisahkan dari usaha penangkapan ikan. Hasil tangkapan selain dijual segar, sebagian besar lainnya perlu proses pengawetan atau perubahan produk sesuai permintaan pasar. Fasilitas ini perlu memiliki jenis dan kapasitas terpasang yang memadai. 5) Unit pemasaran Unit pemasaran merupakan unit penentu harga dan pendapatan usaha penangkapan. Unit pemasaran mengkaji terbentuknya pasar yang sempurna dengan kapasitas yang memadai serta proses rantai pemasarannya. 6) Masyarakat pembina/penyedia layanan pendukung Peran lembaga pemerintah, peran sistem informasi, aspek peraturan dan kapasitas usaha, penguasaan teknologi merupakan unsur pendukung keberlanjutan usaha penangkapan ikan. Masyarakat juga berperan sebagai konsumen. Komponen utama dari perikanan tangkap adalah unit penangkapan, yang terdiri dari perahu/kapal, alat tangkap dan tenaga kerja/nelayan yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu dengan lainnya. Jenis dan skala unit penangkapan yang diperlukan oleh suatu usaha penangkapan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang merupakan faktor penentu atau faktor pembatas pengembangan perikanan di suatu wilayah perairan tertentu (Monintja, 1989). Konsep sistem perikanan menurut Nurani (2008b), mencakup tiga subsistem, yaitu: 1) subsistem kegiatan usaha perikanan, 2) subsistem pelabuhan perikanan: fungsionalitas dan aksesibilitas, serta 3) subsistem kebijakan dan kelembagaan. Pengembangan perikanan tangkap di Sadeng, Yogyakarta lebih
6
difokuskan pada subsistem kegiatan usaha perikanan. Kegiatan usaha perikanan merupakan proses untuk menghasilkan produksi ikan yang dilakukan nelayan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya ikan yang ada, selanjutnya dilakukan proses penanganan, pendistribusian dan pemasaran, dengan tujuan akhir adalah memperoleh nilai manfaat atau keuntungan. Pengertian nelayan menurut UU Perikanan No. 45 tahun 2009 adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan, nelayan diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya atau tanaman air. 2) Nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya atau tanaman air. Di samping melakukan pekerjaan penangkapan, nelayan kategori ini dapat mempunyai pekerjaan lain. 3) Nelayan sambilan tambahan, yaitu nelayan yang sebagian kecil waktunya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan.
2.2 Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Pengembangan perikanan perlu dirancang untuk menghadapi tantangan masa depan. Hal tersebut menuntut kemampuan pendugaan kemungkinan pengembangan baik pada sistem produksi maupun sistem pemasaran. Berdasarkan hal tersebut, tantangan pengembangan perikanan mentransformasikan sistem produksi yang bersifat subsistem dan sederhana menjadi sistem produksi komersial yang lebih kompleks (Muchsin et al., 1987). Menurut Nurani (2008b), usaha perikanan merupakan proses untuk menghasilkan produksi ikan yang dilakukan nelayan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya ikan yang ada, selanjutnya dilakukan proses penanganan, pendistribusian dan pemasaran, dengan tujuan akhir adalah memperoleh keuntungan. Terselenggaranya kegiatan menghasilkan produksi ikan, digunakan berbagai sarana kapal, alat tangkap dan perlengkapan lainnya. Keseluruhan
7
kegiatan usaha perikanan terkait antara sumberdaya ikan, manusia, teknologi, modal dan sumberdaya informasi, yang masing-masing komponennya perlu dikelola dengan baik agar tujuan untuk mencapai keuntungan usaha dapat tercapai. Usaha perikanan tangkap adalah semua usaha perorangan dan badan hukum yang melakukan penangkapan ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan, atau mengawetkan ikan, untuk tujuan komersial (Ditjen Perikanan Tangkap, 2004). Pelaku usaha perikanan meliputi nelayan, koperasi perikanan, perusahaan perikanan swasta (nasional maupun yang bermodal asing), maupun perusahaan milik negara. Menurut Milasari (2004), pembangunan usaha perikanan tangkap dapat diwujudkan melalui kebijakan dan program berdasarkan pendekatan sistem usaha perikanan tangkap. Pendekatan tersebut terdiri dari kebijakan yang dapat ditempuh untuk merealisasikan tujuan industri perikanan tangkap, yaitu: 1) optimalisasi tingkat penangkapan ikan sesuai potensi lestari; 2) penanganan dan pengolahan hasil perikanan; 3) transportasi dan pemasaran hasil perikanan; 4) pengembangan prasarana dan sarana; 5) sistem usaha kemitraan usaha perikanan secara terpadu. Aspek-aspek yang mempengaruhi usaha perikanan terdiri dari aspek teknis, aspek produktivitas, aspek pemasaran, aspek sosial dan aspek finansial. Masing-masing aspek tersebut dijabarkan sebagai berikut: 2.2.1 Aspek teknis Aspek teknis merupakan aspek yang berhubungan dengan pengoperasian unit penangkapan ikan yang berhubungan dengan proses produksi, karakteristik produksi, sistem produksi, sistem usaha dan lokasi dari unit produksi. Aspek teknis dapat dilihat dari faktor teknis pengoperasian unit penangkapan ikan yang meliputi kapal, alat tangkap dan metode pengoperasian secara deskriptif (Wahyudi, 2004). 1) Pancing ulur Pancing ulur (handline) merupakan suatu bentuk pancing yang umumnya digunakan oleh nelayan, khususnya nelayan skala kecil (small scale fishery). Alat
8
tangkap ini terdiri dari beberapa komponen, yaitu: tali (line), mata pancing (hook) dan pemberat (sinkers). Lokasi pemancingan dapat dilakukan di sembarang tempat (perairan berkarang, tempat dangkal maupun dalam, juga di rumpon) (Subani dan Barus, 1989). Umumnya mata pancing diberi umpan, tetapi ada juga yang tidak diberi umpan. Umpan tersebut dapat berupa umpan asli (true bait or natural bait) baik dalam bentuk mati ataupun tidak dan umpan buatan (imitation bait) atau bendabenda lain yang sifatnya menarik. Ikan-ikan yang tertangkap dengan pancing disebabkan karena terkait di bagian mulutnya. Hal ini terjadi karena ikan terangsang dan tertarik oleh umpan kemudian berusaha menyambarnya (memangsanya) dan akhirnya terkait (Subani dan Barus, 1989). 2) Pancing tonda Pancing tonda merupakan pancing yang cara pengoperasiannya ditarik secara horisontal menelusuri permukaan air, lapisan dalam maupun menelusuri dasar perairan oleh perahu layar maupun kapal motor. Pancing ini terdiri dari dua bagian utama yaitu tali pancing dan mata pancing. Umpan yang digunakan adalah umpan buatan (imitation bait), tetapi ada pula yang menggunakan umpan asli (true bait or natural bait).
Umpan buatan tersebut berasal dari bulu ayam
(chicken feaders), bulu domba (sheep wools), kain-kain berwarna menarik, bahan dari plastik berbentuk miniatur menyerupai aslinya (Subani dan Barus, 1989). Menurut Subani dan Barus (1989) hasil tangkapan utama dari pancing tonda adalah: (1) tonda yang dioperasikan pada bagian permukaan diantaranya tongkol, madidihang, cakalang, tenggiri, dan setuhuk; (2) tonda yang dioperasikan pada bagian tengah perairan, hasil tangkapan dapat berupa cumi-cumi; dan (3) tonda yang dioperasikan di dasar perairan: manyung, pari cucut, gulamah, senangin, kerapu. 3) Gillnet Jaring insang (gillnet) adalah suatu alat tangkap berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pelampung, pemberat ris atas dan pemberat ris bawah. Besar mata jaring bervariasi disesuaikan dengan sasaran yang akan ditangkap (Subani dan Barus, 1989). Martasuganda (2008) menyatakan bahwa
9
jaring insang adalah alat penangkap ikan dari bahan monofilamen dan multifilamen yang dibentuk menjadi empat persegi panjang, pada bagian atasnya dilengkapi dengan beberapa pelampung (floats) dan pada bagian bawahnya dilengkapi dengan beberapa pemberat (sinkers). Metode pengoperasian jaring insang biasanya dilakukan secara pasif meskipun ada juga yang dilakukan secara semi aktif atau secara aktif. Metode pengoperasian pasif dilakukan pada malam hari baik dioperasikan dengan memakai alat bantu cahaya (light fishing) maupun tanpa memakai alat bantu cahaya. Berdasarkan metode pengoperasiannya, jaring insang diklasifikasikan kedalam lima jenis, yaitu (Martasuganda, 2008): (1) jaring insang menetap (set gillnet/fixed gillnet), (2) jaring insang hanyut (drift gillnet), (3) jaring insang lingkar (encircling gillnet), (4) jaring insang giring (frightening gillnet/drive gillnet), (5) jaring insang sapu (rowed gillnet).
2.2.2 Aspek produktivitas Produktivitas adalah keinginan (will) dan upaya (effort) manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan di segala bidang (Argener dalam Palenkahu, 1987 yang dikutip oleh Manurung, 2006). Kristiawan (2008) menyatakan bahwa analisis produktivitas dilakukan dengan menghitung hasil tangkapan per upaya penangkapan. Data yang dibutuhkan adalah data hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort).
2.2.3 Aspek pemasaran Pemasaran
berhubungan
dengan
mengidentifikasi
dan
memenuhi
kebutuhan manusia dan masyarakat. Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas menukar produk yang bernilai dengan pihak lain. Tujuan pemasaran adalah mengetahui dan memahami pelanggan sedemikian rupa sehingga produk atau jasa cocok dengan pelanggan (Kotler & Keller, 2007). Bauran pemasaran (marketing mix) terdiri dari empat komponen yang dikenal dengan 4P yaitu product (produk), price (harga), promotion (promosi) dan
10
place (tempat). Bauran pemasaran tersebut dirancang untuk menyerahkan manfaat ke konsumen. Komponen-komponen tersebut
berhubungan erat
dengan
pemasaran ke konsumen. Produk berhubungan dengan solusi pelanggan, harga berhubungan dengan biaya pelanggan, tempat berhubungan dengan kenyamanan dan promosi berhubungan dengan komunikasi (Kotler & Keller, 2007).
2.2.4 Aspek sosial Marpaung (2002) yang dikutip oleh Kurniati (2005) menyatakan bahwa dalam pengelolaan suatu perusahaan, aspek sosial perusahaan tersebut mampu menyerap tenaga kerja, membuat peluang berusaha serta mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dan pemerintah daerah. Wahyudi (2004) menyatakan bahwa aspek sosial digunakan untuk mengetahui kondisi sosial masyarakat terkait dengan kegiatan perikanan tangkap di Sadeng. Analisis aspek sosial dilakukan dengan wawancara dan mengamati langsung keadaan sosial masyarakat nelayan di Sadeng yang meliputi kesejahteraan, tingkat pendidikan, dan respon nelayan terhadap teknologi baru, kemudian menguraikannya secara deskriptif.
2.2.5 Aspek finansial Analisis finansial merupakan analisis terhadap biaya dan manfaat di dalam suatu usaha yang dilihat dari sudut badan atau orang-orang yang menanam modalnya atau yang berkepentingan langsung dalam usaha tersebut. Analisis finansial memperhatikan bagaimana hasil untuk modal saham (equity capital) yang ditanam dalam proyek, yaitu hasil yang diterima oleh para petani, pengusaha, perusahaan swasta, suatu badan pemerintah, atau siapa saja yang berkepentingan dalam pembangunan proyek. Hasil finansial sering disebut sebagai private returns (Kadariah et al., 1999). Komponen yang digunakan dalam analisis usaha perikanan adalah biaya produksi, penerimaan usaha dan pendapatan yang diperoleh dari usaha perikanan. Pendapatan adalah total penerimaan (total revenue = TR) dikurangi dengan total biaya (total cost = TC). Penerimaan adalah total produksi dikalikan dengan harga per satuan produk. Biaya total adalah seluruh biaya yang diperlukan untuk menghasilkan sejumlah input tertentu (Djamin, 1984).
11
Kadariah et al. (1999) menyatakan bahwa analisis usaha digunakan untuk mengetahui kekuatan pengelolaan secara menyuluruh dalam mengelola kekayaan perusahaan. Analisis usaha terdiri atas: 1) analisis pendapatan usaha, 2) analisis imbangan penerimaan biaya revenue cost ratio (R/C), 3) payback period (PP).
2.3 Analisis SWOT (Strengths Weaknesses Opportunities Threats) Salah satu strategi yang digunakan dalam pengembangan sumberdaya perikanan adalah analisis SWOT, karena analisis SWOT memiliki kelebihan yaitu sederhana, fleksibel, menyeluruh, menyatukan, dan berkolaborasi. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui keterkaitan antara faktor internal dengan faktor eksternal, sehingga dapat menghasilkan kemungkinan alternatif strategis (Rangkuti, 2005). SWOT merupakan singkatan dari kekuatan (strengths) yaitu unsur dari potensi sumberdaya yang dapat melindungi dari persaingan dan dapat menciptakan suatu kemajuan dalam suatu kegiatan usaha. Kelemahan (weaknesses) adalah unsur dari potensi sumberdaya yang tidak dapat bersaing sehingga tidak dapat melakukan suatu kemajuan dalam suatu kegiatan usaha. Peluang (opportunities) adalah unsur lingkungan yang dapat memungkinkan suatu usaha atau kegiatan mendapatkan keberhasilan yang tinggi. Ancaman (threats) adalah unsur lingkungan yang menghalangi atau mengganggu kegiatan usaha jika tidak ada tindakan pengelolaan yang tegas diambil (Rangkuti, 2005). Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Perencana strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini (Rangkuti, 2005). Menurut Siagian (1998), analisis SWOT dapat diterapkan paling sedikit dalam tiga bentuk untuk membuat keputusan yang sifatnya strategik, yaitu: 1)
12
analisis SWOT memungkinkan para pengambil keputusan kunci dalam suatu perusahaan menggunakan kerangka berpikir yang logis, identifikasi dan analisis berbagai alternatif yang layak untuk dipertimbangkan dan akhirnya menjatuhkan pilihan pada alternatif yang diperkirakan paling ampuh; 2) pembandingan secara sistematik antara peluang dan ancaman eksternal disatu pihak dan kekuatan dan kelemahan internal dilain pihak; 3) setiap orang yang sudah memahami dan pernah menggunakan analisis SWOT pasti menyadari bahwa tantangan utama dalam penerapan analisis SWOT terletak pada identifikasi dari posisi sebenarnya suatu satuan bisnis.
2.4 Matriks QSPM (Quantitative Srategic Planning Management) Matriks QSPM adalah alat yang digunakan oleh para perencana strategi untuk menilai secara objektif strategi alternatif yang dapat dijalankan, didasarkan atas faktor-faktor keberhasilan kritis internal dan eksternal yang telah dikenali terlebih dahulu. Sifat dari QSPM adalah mengharuskan perencana strategi untuk memadukan faktor-faktor eksternal dan internal yang terkait ke dalam proses keputusan. Matriks ini digunakan untuk membuat peringkat strategi dengan memperoleh daftar prioritas yang ada dan memerlukan penilaian intuitif yang baik dalam memilih strategi (David, 2003). Matriks QSPM secara konseptual digunakan untuk menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi yang didasarkan pada seberapa jauh faktor-faktor keberhasilan kritis eksternal dan internal kunci dimanfaatkan atau ditingkatkan. Daya tarik relatif masing-masing strategi dihitung dengan menentukan dampak kumulatif masing-masing faktor keberhasilan kritis eksternal dan internal. Setiap jumlah rangkaian strategi alternatif dapat diikutkan dalam QSPM dan setiap jumlah strategi dapat menyusun suatu strategi tertentu, tetapi hanya strategistrategi dari suatu rangkaian tertentu yang dinilai relatif terhadap satu sama lain (David, 2003). Matriks QSPM memiliki kelebihan dan kekurangan dalam penentuan strategi. Kelebihan yang dimiliki matriks ini adalah rangkaian strategi dapat diperiksa secara berurutan atau bersamaan dan tidak ada batas untuk jumlah rangkaian strategi yang dapat dievaluasi atau diperiksa. Kekurangan dari QSPM
13
antara lain dalam prosesnya selalu memerlukan penilaian intuitif dan asumsi yang diperhitungkan, pemberian peringkat dan nilai daya tarik mengharuskan keputusan subjektif, diskusi diantara perencana strategi bersifat konstruktif dan memperbaiki keputusan strategi yang lalu serta konsep ini hanya dapat sebaik prasyarat informasi dan analisis pencocokan yang menjadi landasannya (David, 2003).
3 METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari dan April 2010. Penelitian
dilakukan di PPP Sadeng, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.2 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Metode survei merupakan pengumpulan informasi untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada, keterangan yang faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik suatu kelompok ataupun suatu daerah (Nazir, 2003). Metode survei dilakukan dengan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap kondisi di lapangan dan wawancara terhadap responden. Wawancara diperoleh secara purposive sampling. Total responden yang diambil dari wawancara berjumlah 38 orang. Responden tersebut terdiri dari 2 orang juragan kapal motor, 15 orang nelayan kapal motor, 15 orang nelayan perahu motor tempel (7 orang diantaranya adalah juragan dan sisanya adalah ABK), 3 orang petugas TPI PPP Sadeng dan 3 orang pegawai UPT pelabuhan. Diagram alir analisis pengembangan usaha perikanan dapat dilihat pada Gambar 1. Data yang diperlukan untuk analisis pengembangan usaha perikanan tangkap dapat dilihat pada Tabel 1.
3.3 Pengumpulan Data 3.3.1 Data primer Data primer diperoleh dengan cara pengambilan kuesioner dari nelayan, juragan dan pegawai pelabuhan di PPP Sadeng. Data primer yang dikumpulkan meliputi: 1) Proses produksi penangkapan ikan (1)
Ukuran kapal/perahu dan alat tangkap.
(2)
Metode pengoperasian.
(3)
Lokasi dan frekuensi penangkapan.
15
(4)
Kebutuhan dalam operasi penangkapan ikan.
(5)
Jumlah ABK.
2) Kegiatan pascaproduksi Kegiatan pascaproduksi berkaitan dengan penanganan hasil tangkapan. Data yang diperlukan pada proses pascaproduksi, yaitu: (1) Proses penanganan di atas kapal saat operasi. (2) Proses pembongkaran dari kapal ke dermaga pelabuhan perikanan. (3) Proses pengolahan hasil tangkapan yang didaratkan. (4) Proses pendistribusian hasil tangkapan 3) Kegiatan distribusi dan pemasaran Data kegiatan distribusi dan pemasaran hasil tangkapan meliputi: (1) Harga jual hasil tangkapan. (2) Daerah distribusi dan pemasaran hasil tangkapan.
3.3.2
Data Sekunder Data sekunder yang diambil meliputi.:
1) Gambaran umum kegiatan perikanan tangkap di Sadeng, diperlukan data sekunder dari PPP Sadeng; 2) Jumlah armada penangkapan ikan di PPP Sadeng; 3) Jumlah dan jenis alat penangkap ikan di PPP Sadeng; 4) Jumlah nelayan di PPP Sadeng; 5) Jumlah dan nilai produksi hasil tangkapan ikan di PPP Sadeng.
16
Mulai
Keadaan umum wilayah penelitian
Kondisi perikanan tangkap
Analisis faktor eksternal
Analisis faktor internal
Faktor PEST (politik, ekonomi, sosial, teknologi)
Faktor teknis, produktivitas, pemasaran, sosial dan finansial
Tidak Kondisi umum di Kabupaten Gunungkidul
Layak
Ya Matriks SWOT
Matriks QSPM
Selesai
Gambar 1 Diagram alir analisis pengembangan usaha perikanan tangkap.
17
Tabel 1 Pengambilan data untuk analisis pengembangan usaha perikanan tangkap No. Analisis 1. Analisis aspek teknis
2. 3.
4. 5.
Data yang diperlukan Kapal Alat tangkap Nelayan Kegiatan operasi penangkapan - Penanganan di atas kapal - Hasil tangkapan - Input produksi - Kegiatan pelelangan - Kegiatan distribusi
-
Analisis aspek produktivitas Analisis aspek pemasaran Analisis aspek sosial Analisis aspek finansial
-
Kondisi nelayan Penerimaan nelayan Investasi Penerimaan Perawatan Operasional Penyusutan
Sumber data
Juragan dan nelayan
Juragan dan nelayan Pedagang, petugas TPI dan pegawai UPT pelabuhan Pegawai UPT pelabuhan dan nelayan
Juragan dan nelayan
3.4 Analisis Data 3.4.1 Analisis pengembangan usaha perikanan tangkap 1)
Analisis aspek teknis Analisis teknis digunakan untuk mengkaji faktor yang berhubungan
dengan keragaan teknis unit penangkapan kapal motor di Sadeng dan kegiatan operasi penangkapan ikan. Analisis ini meliputi gambaran: (1) Kapal; (2) Alat tangkap; (3) Nelayan; dan (4) Metode pengoperasian. 2)
Analisis produktivitas Pengukuran produktivitas dapat dianalisis menggunakan rumus sebagai
berikut (Gaspersz, 1992): Produktivitas parsial = Produktivitas faktor total =
18
Produktivitas total = Keterangan: i = faktor tunggal Berdasarkan rumus diatas, produktivitas input produksi dapat dihitung dengan cara: (1) Produktivitas perahu/kapal = (2) Produktivitas nelayan
=
(3) Produtivitas daya mesin
=
3)
Analisis aspek pemasaran Analisis aspek pemasaran digunakan untuk melihat pasar dan peluang
pasar dari hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Sadeng. Penilaian pada aspek pemasaran juga digunakan untuk mengetahui harga pasar, rantai pemasarannya dan proses distribusinya. Analisis pemasaran dilakukan dengan melakukan wawancara kepada pihak-pihak terkait yang dijelaskan secara deskriptif. 4)
Analisis aspek sosial Analisis aspek sosial digunakan untuk mengkaji keadaan sosial di PPP
Sadeng. Analisis ini meliputi gambaran: (1) Kondisi nelayan; (2) Penerimaan atau pendapatan nelayan; (3) Ada tidaknya konflik antar nelayan. 5)
Analisis aspek finansial Analisis aspek finansial digunakan untuk menentukan kelayakan usaha
yang dijalankan dan bertujuan untuk membantu perbaikan suatu usaha. Pengukuran analisis usaha meliputi: (1) Keuntungan (π) Keuntungan merupakan jumlah nominal yang diperoleh dari selisih antara biaya pemasukan dan biaya pengeluaran.
19
Analisis ini bertujuan untuk mengukur kegiatan usaha yang dilakukan saat ini berhasil atau tidak. Analisis ini dapat digunakan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha yang dilakukan (Umar, 2003). Pertitungan keuntungan dilakukan dengan rumus: π = TR – TC Keterangan: π = Keuntungan TR = Total penerimaan (Total Revenue) TC = Total pengeluaran (Total Cost) Kriteria: - Jika total penerimaan > total biaya, usaha untung atau layak untuk dilanjutkan - Jika total penerimaan < total biaya, usaha rugi atau tidak layak untuk dilanjutkan - Jika total penerimaan = total biaya, usaha tidak untung dan tidak rugi (impas) (2) Revenue cost ratio (R/C ratio) Analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana hasil yang diperoleh dari kegiatan usaha selama periode tertentu cukup menguntungkan (Umar, 2003). Perhitungan R/C dilakukan dengan rumus:
= Keterangan: R = Penerimaan (revenue) C = Pengeluaran (cost) Kriteria: - Jika R/C > 1, maka kegiatan usaha tersebut untung sehingga layak untuk dilanjutkan - Jika R/C < 1, maka kegiatan usaha tersebut rugi sehingga tidak layak untuk dilanjutkan
20
- Jika R/C = 1, maka kegiatan usaha tersebut tidak untung atau tidak rugi atau usaha berada pada titik impas (3) Payback period (PP) Payback period merupakan suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan aliran kas. Payback period dapat juga diartikan sebagai rasio antara initial cash investment dengan cash inflow-nya yang hasilnya merupakan satuan waktu, selanjutnya nilai rasio dibandingkan dengan maximum payback period yang dapat diterima (Umar, 2003). Rumus yang digunakan untuk menghhitung PP adalah: PP =
x 1 tahun
Keterangan: PP = payback period I = investasi π = keuntungan 3.4.2 Analisis strategi pengembangan perikanan tangkap 1) Analisis SWOT Analisis yang digunakan untuk menentukan strategi pengembangan perikanan tangkap adalah analisis strengths weaknesses opportunities threats (SWOT). Analisis ini menggambarkan secara jelas faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), sedangkan faktor eksternal terdiri dari peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Model perumusan strategi dapat dilihat pada Gambar 2.
21
Analisis internal Perumusan pernyataan misi
Mengembangkan alternatif strategi
Memilih alternatif strategi
Analisis eksternal Sumber: Nurani, 2008a
Gambar 2 Model perumusan strategi. Faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan yang telah diidentifikasi dan ditabulasikan dalam matriks Internal Factor Evaluation (IFE), sedangkan faktor eksternal berupa peluang dan ancaman ditabulasikan dalam Eksternal Factor Evaluation (EFE). Pemberian nilai bobot dan rating berdasarkan penilaian intuitif peneliti. Bentuk tabulasi matriks IFE dan matriks EFE dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2 Matriks evaluasi faktor internal Faktor strategis internal Kekuatan: 1. : Kelemahan: 1. : Total
Bobot
Rating
Skor
Sumber: David, 2003
Total skor pembobotan berkisar 1,0 sampai 4,0 dengan rata-rata skor 2,5. Total skor pembobotan di bawah 2,5 menunjukkan kondisi internal organisasi lemah, sedangkan di atas 2,5 mengidentifikasikan kondisi internal organisasi yang kuat (David, 2003). Total skor pembobotan tertinggi untuk sebuah organisasi adalah 4,0 dan terendah adalah 1,0 dengan rata-rata 2,5. Total skor pembobotan 4,0 mengidentifikasikan bahwa organisasi mampu merespon peluang maupun ancaman dengan baik. Dengan kata lain, strategi perusahaan sangat efektif dalam
22
mengambil manfaat dari peluang yang ada dan meminimalisasi potensi yang kurang baik dari ancaman eksternal (David, 2003). Tabel 3 Matriks evaluasi faktor eksternal Faktor strategis eksternal Peluang: 1. : Ancaman: 1. : Total
Bobot
Rating
Skor
Sumber: David, 2003
Matriks internal-eksternal (IE) didasarkan pada dua dimensi kunci, yaitu total nilai IFE dan EFE yang diberi bobot. Sumbu X adalah total nilai IFE yang diberi bobot dan sumbu Y adalah total nilai EFE yang diberi bobot. Matriks IE dapat dilihat pada Gambar 3. Menurut David (2003), Matriks IE dibagi menjadi tiga bagian utama yang mempunyai dampak strategi yang berbeda, yaitu: (1) Divisi yang masuk dalam sel I, II dan IV merupakan kondisi tumbuh dan membangun. Strategi yang digunakan adalah strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk) atau strategi integratif (integrasi ke depan, integrasi ke belakang dan integrasi horizontal). (2) Divisi yang masuk dalam sel III, V dan VII merupakan strategi pertahankan dan pelihara. Strategi yang banyak digunakan adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk. (3) Divisi yang masuk dalam sel VI, VIII dan IX merupakan kondisi yang tidak menguntungkan. Strategi yang digunakan adalah strategi defensif (divestasi dan likuidasi).
23
Total nilai IFE yang diberi bobot Total nilai EFE yang diberi bobot
Kuat 3.0-4.0 Tinggi 3.0-4.0
Rata-rata 2.0-2.99
Lemah 1.0-1.99
I
II
III
Sedang 3.0-4.0
IV
V
VI
Rendah 3.0-4.0
VII
VIII
IX
Sumber: David, 2003
Gambar 3 Matriks internal-eksternal (IE). Analisis SWOT lebih menekankan untuk memaksimalkan kekuatan (strength)
dan
peluang (opportunities),
serta
meminimalkan
kelemahan
(weakness) dan ancaman (threats). Diagram analisis SWOT disajikan pada Gambar 4.
PELUANG Kuadran 3 Mendukung strategi turn around
Kuadran 1 Mendukung strategi agresif
KELEMAHAN INTERNAL
KEKUATAN INTERNAL
Kuadran 4 Mendukung strategi defensif
Kuadran 2 Mendukung strategi diversifikasi ANCAMAN
Sumber: Rangkuti, 2005
Gambar 4 Diagram analisis strengths weaknesses opportunities threats (SWOT).
Kuadran 1: Kuadran ini merupakan situasi menguntungkan. Perusahaan memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang
24
ada. Strategi yang diterapkan disituasi ini adalah kebijakan pertumbuhan. Kuadran 2: Meskipun ada ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk pasar). Kuadran 3: Perusahaan mempunyai peluang dalam melaksanakan kebijakan, akan tetapi dari pihak internal masih terdapat kelemahan-kelemahan yang harus dikurangi. Kuadran 4: Kuadran ini merupakan situasi tidak menguntungkan karena dalam menentukan dan melaksanakan suatu program terdapat berbagai kelemahan yang berasal dari pihak internal maupun ancaman dari pihak eksternal. Keterkaitan faktor internal dan eksternal dapat digambarkan dalam bentuk matriks SWOT seperti pada Tabel 5. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Menurut Rangkuti (2005), strategi yang dihasilkan dalam matriks SWOT mempunyai empat kemungkinan, yaitu: (1) Strategi SO:
strategi ini memanfaatkan seluruh kekuatan (S) untuk merebut dan memanfaatkan peluang (O) sebesar-besarnya;
(2) Strategi ST:
strategi yang memanfaatkan kekuatan (S) yang dimiliki untuk mengatasi ancaman (T);
(3) Strategi WO: strategi ini bertujuan untuk memanfaatkan peluang (O) untuk meminimalkan kelemahan (W) yang ada; (4) Strategi WT: strategi yang diambil untuk meminimalkan kelemahan (W) yang ada serta menghindari ancaman (T).
25
Tabel 4 Matriks strengths weaknesses opportunities threats (SWOT) IFAS STRENGTHS (S) WEAKNESS (W) Menentukan 5-10 Menentukan 5-10 faktor-faktor kekuatan faktor-faktor kelemahan EFAS internal internal OPPORTUNITIES (O) STRATEGI SO STRATEGI WO Strategi yang Strategi yang Menentukan 5-10 menggunakan kekuatan meminimalkan faktor-faktor peluang untuk memanfaatkan kelemahan untuk eksternal peluang memanfaatkan peluang THREATS (T) STRATEGI ST STRATEGI WT Strategi yang Strategi yang Menentukan 5-10 menggunakan kekuatan meminimalkan faktor-faktor ancaman untuk mengatasi ancaman kelemahan untuk internal menghindari ancaman Keterangan: IFAS : Internal Strategic Factors Analysis Summary EFAS : Eksternal Strategic Factors Analysis Summary Sumber: Rangkuti, 2005
2) Matriks QSPM Pilihan strategi terbaik dilakukan dengan menggunakan matriks QSPM. Pemilihan strategi tersebut memerlukan penilaian intuitif yang baik dari perencana strategi. Menurut David (2003) langkah-langkah membuat matriks QSPM, yaitu: (1) Membuat daftar peluang dan ancaman eksternal kunci serta kekuatan dan kelemahan internal kunci. Informasi tersebut harus diambil langsung dari matriks EFE dan matriks IFE. (2) Memberi bobot pada setiap faktor eksternal dan internal kunci. Bobot tersebut sama dengan yang ada di matriks EFE dan matriks IFE. (3) Memeriksa matriks-matriks pencocokan dilangkah kedua dan mengenali strategi-strategi alternatif yang harus dipertimbangkan untuk diterapkan. (4) Menentukan attractive score (AS) yang didefinisikan sebagai angka yang menunjukkan daya tarik relatif masing-masing strategi pada suatu alternatif tertentu. Apabila faktor diatas berkaitan dengan kebijakan yang ditetapkan, berikan nilai AS yang berkisar antara1-4. Nilai 1 = tidak menarik. 2 = agak menarik, 3 = wajar menarik dan 4 = sangat menarik. Apabila faktor-faktor tersebut tidak berkaitan dengan kebijakan, maka tidak perlu diberikan nilai.
26
(5) Menghitung weigthed score (WS). Nilai WS menunjukkan daya tarik relatif dari masing-masing strategi alternatif, dengan hanya mempertimbangkan dampak dari faktor keberhasilan kritis eksternal atau internal yang berdekatan. Semakin tinggi nilai WS, semakin menarik strategi alternatif tersebut. (6) Menghitung total weigthed score (WS). Nilai total weigthed score (WS) mengungkapkan strategi yang paling menarik dalam masing-masing rangkaian alternatif. Semakin tinggi nilainya, semakin menarik strategi tersebut. Bentuk matriks QSPM dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Matriks quantitative strategic planning management (QSPM) Faktor
Bobot
Kekuatan S1 S2 S… Kelemahan W1 W2 W… Peluang O1 O2 O… Ancaman T1 T2 T… Total Keterangan: AS = attractive score WS= weigthed score Sumber: David, 2003
Alternatif 1 AS WS
Alternatif Strategi Alternatif 2 Alternatif 3 AS WS AS WS
Alternatif … AS WS
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1
Keadaan Umum Wilayah Penelitian
4.1.1 Kondisi geografi dan topografi Kabupaten Gunungkidul secara geografis terletak pada 7º46'-8º09' Lintang Selatan dan 110º21'-110º50' Bujur Timur dan memiliki luas wilayah 1.485,36 km². Wilayah Kabupaten Gunungkidul terdiri dari 18 kecamatan dan 144 desa. Kabupaten Gunungkidul memiliki batas wilayah administrasi, bagian utara dibatasi oleh Kabupaten Klaten dan Sukoharjo, bagian timur dibatasi oleh Kabupaten Wonogiri, bagian selatan dibatasi oleh Samudera Hindia dan sebelah barat dibatasi oleh Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah Kabupaten Gunungkidul merupakan perbukitan dan pegunungan kapur, yakni bagian dari Pegunungan Sewu. Hal ini yang menyebabkan sebagian besar wilayah Kabupaten Gunungkidul adalah daerah tandus sehingga pada musim kemarau sering terjadi kekeringan (Nurani, 2008b).
4.1.2 Kondisi iklim dan curah hujan Kabupaten Gunungkidul mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau dengan temperatur rata-rata 28,27ºC. Suhu maksimum adalah 33,80ºC dengan suhu harian 22,27ºC dengan rata-rata maksimum 32,14ºC dan minimum 23,25ºC. Musim hujan bertiup angin barat daya dengan arah 42º bersifat basah dan mendatangkan hujan, sedangkan pada musim kemarau bertiup angin muson tenggara yang agak kering dengan arah 50º-140º dengan kecepatan 5-16 km/jam (Kurniati, 2005). Curah hujan tahunan di Kabupaten Gunungkidul berkisar antara 1.382,73.827,1 mm/tahun dengan rata-rata curah hujannya adalah 2.093,92 mm/tahun. Jumlah hari hujan di Kabupaten Gunungkidul berkisar antara 75-109 hari/tahun dengan rata-rata hujan 90 hari.
28
4.1.3 Kondisi demografi Kabupaten Gunungkidul terdiri dari 18 kecamatan dan 144 desa dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu Kecamatan Wonosari. Menurut sensus penduduk tahun 2000 dan sensus penduduk antara tahun 2005-2007 berjumlah 685.210 jiwa. Secara keseluruhan jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada penduduk laki-laki dengan rasio kurang dari 100. Penduduk usia kerja adalah penduduk berusia diatas 10 tahun. Penduduk usia kerja terdiri dari angakatan kerja dan angkatan bukan kerja. Angakatan kerja adalah penduduk yang bekerja atau yang sedang mencari pekerjaan, sedangkan angakatan bukan kerja adalah orang yang bersekolah atau mengurus rumah tangga. Kabupaten Gunungkidul merupakan wilayah tandus dan berkapur. Lahan pertanian sebagian besar berupa lahan kering dengan komoditas utama tanaman palawija. Sektor pertanian lahan kering merupakan matapencaharian utama penduduk. Subsektor perikanan laut mulai diusahakan. Pengembangan PPP Sadeng diarahkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir selatan Gunungkidul (Nurani, 2008b).
4.2 Keadaan Perikanan Tangkap di Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul memiliki 10 tempat pendaratan ikan, yaitu PPP Sadeng, PPI Wediombo, Siung, Sundak, Drini, Krakal, Kukup, Baron, Ngrenehan dan PPI Gesing. PPP Sadeng terletak di sebelah tenggara Kota Wonosari. PPI Sundak, Drini, Krakal, Kukup dan PPI Baron, terletak di sebelah barat dari PPP Sadeng (Nurani, 2008b). Kapal/perahu yang beroperasi di Kabupaten Gunungkidul meliputi jenis perahu motor tempel dan kapal motor. Jumlah kapal/perahu selama periode 19992004 cenderung meningkat, yaitu dari 110 unit pada tahun 1999 menjadi 261 unit pada tahun 2004 atau rat-rata meningkat 10% per tahun. Perahu tanpa motor sudah tidak beroperasi di Gunungkidul (Nurani, 2008b). Produksi hasil laut yang didapatkan oleh nelayan di Kabupaten Gunungkidul terdiri dari ikan pelagis dan demersal. Hasil tangkapan yang termasuk ikan pelagis adalah tuna (Thunnus albacores), cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol (Auxis sp.), lemadang (Coryphaena hippurus), lemuru
29
(Sardinella longicops), tenggiri (Scomberomorus commersoni), dan kembung (Rastrelliger sp.). Hasil tangkapan ikan demersal adalah lobster (Panulirus homarus), bawal (Pampus argentus), kepiting (Portunus pelagicus) dan cucut (Charcharinus sp.).
4.3 Keadaan Perikanan Tangkap di Sadeng Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng memiliki luas 5 hektar yang terletak di teluk Sadeng, Desa Songbanyu, Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunungkidul dengan koordinat 8º 12' 30'' Lintang Selatan dan 110º 52' 32'' Bujur Timur. Jarak tempuh dari ibukota provinsi ± 84 km, dari ibukota kabupaten ± 44 km dan ibukota kecamatan ± 12 km. PPP Sadeng dibangun tahun 1991 dengan dana APBN Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, pada waktu itu berstatus Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Peningkatan status dari PPI menjadi PPP terjadi pada tanggal 13 Mei 2005 berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor: KEP.10/MEN/2005 tentang peningkatan status PPI Bacan, Tobelo, Kwadang, Sadeng dan Tumumpa menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai. Menurut pengembangannya, PPP Sadeng terdiri dari Daerah Lingkungan Kerja (DLKR) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKP). DLKR adalah wilayah daratan maupun perairan yang digunakan untuk operasional pelabuhan, sedangkan (DLKP) adalah wilayah daratan maupun perairan yang berpengaruh langsung terhadap pengembangan operasional pelabuhan.
4.3.1 Fasilitas PPP Sadeng Fasilitas kepelabuhanan di PPP Sadeng sudah cukup baik dan lengkap. Fasilitas PPP Sadeng dapat dilihat pada Tabel 6, lay out PPP Sadeng dapat dilihat pada Lampiran 2 dan kegiatan perikanan di Sadeng dapat dilihat pada Lampiran 11. Pembagian fasilitas PPP Sadeng terdiri dari: 1) Fasilitas pokok, adalah sarana yang diperlukan untuk kepentingan aspek keselamatan pelayaran dan tempat tambat labuh serta bongkar muat yang meliputi:
30
(1) Sarana pelindung, yaitu pemecah gelombang (breakwater), penangkap pasir (groin), dan tempat penahan tanah (revertment). (2) Sarana tambat labuh, yaitu dermaga, tiang tambat (border), pelampung tambat (bolard), dan kolam pelabuhan, pier. (3) Sarana transportasi, yaitu jembatan, jalan komplek dan area parkir. (4) Lahan yang dicadangkan untuk kepentingan instansi pemerintah. 2) Fasilitas fungsional, adalah sarana yang langsung dimanfaatkan untuk kepentingan manajemen pelabuhan perikanan dan dapat dimanfaatkan oleh perorangan atau badan hukum yang meliputi: (1) Sarana pemeliharaan kapal dan alat perikanan. (2) Lahan untuk kawasan industri. (3) Sarana pemasokan bahan bakar untuk kapal dan keperluan pengolahan. (4) Sarana pemasaran, biasanya tempat pelelangan ikan (TPI), penanganan dan penyimpanan hasil tangkapan. (5) Sarana navigasi dan komunikasi. 3) Fasilitas penunjang, adalah sarana yang secara tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan memberikan kemudahan bagi masyarakat umum yang meliputi: (1) Sarana kesejahteraan nelayan, yaitu tempat penginapan, kios perbekalan dan alat perikanan, dan tempat ibadah. (2) Sarana pengolahan pelabuhan yaitu kantor, pos pemeriksaan, perumahan karyawan dan rumah tamu.
31
Tabel 6 Fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang di PPP Sadeng No. 1.
2.
JENIS FASILITAS Fasilitas Pokok 1. Luas lahan 2. Breakwater 3. Dermaga 4. Turap 5. Kolam pelabuhan > 5 GT < 5 GT 6. Beda pasang surut 7. Alur masuk panjang 8. Alur masuk lebar Fasilitas Fungsional 1. Tempat Pelelangan Ikan 2. Kantor PPP 3. Balai Pertemuan Nelayan 4. Bengkel 5. Docking/slipway 6. SPDN 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
23. 24. 25. 26. 27. 28. 29.
Kantor BBM Gudang es Menara air Instalasi listrik (PLN) Instalasi genset MCK Tempat pengolahan limbah Area parkir Pagar Waserda/kios bekal Kios terbuka Saluran air Reklamasi Gudang Jalan lingkungan Pabrik es Mini es Es curah tanpa diesel Es curah dengan diesel Processing room Pos pengawasan SDI Lampu navigasi Rambu suar Kantor pengawasan pelabuhan Kantor Pangkalan Angkatan Laut Kantor Dinas Perhubungan Laut
VOLUME/ KAPASITAS
KETERANGAN
50.000m² 135 m 485 m 143,5 m
Baik Baik Baik Baik
22.900 m² 5.700 m² 4m 200 m 25 m
Baik Baik Baik Baik Perlu pelebaran
225 m² 144 m² 144 m² 60 m² 1 unit, 30 GT kapasitas 16.000 liter 21 m² 200 m² 1 unit 1 unit 25 KVA 2 unit 30 m² 2000 m² 2050 m² 450 m² 1 unit, 30 m² 1 unit, 30 m² 4.000 m² 288,6 m 48 m² 5.337 m² 1,5 ton/hari 1,5 ton/hari 2 ton/hari 25 ton 52 m² 4 buah 2 buah 72 m²
Baik Baik Baik Baik Belum berfungsi Perlu perbaikan Perlu perbaikan Baik Penyempurnaan Perlu penyempurnaan Baik Perlu penyempurnaan Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Rusak Baik Perlu perbaikan Belum berfungsi Baik Baik Baik Baik
144 m²
Baik
144 m²
Baik
32
Tabel 6 Lanjutan No.
3.
JENIS FASILITAS 30. Saluran air permanen 31. Balai perbaikan jaring 32. Show chase ikan (terbuka) 33. Show chase ikan (tertutup) Fasilitas Penunjang 1. Mess operator 2. Rumah nelayan andon 3. Rumah andon/kampong boro tipe 36 4. Rumah tamu 5. Masjid 6. Gapura masuk pelabuhan 7. Stasiun pasang surut pemantau tsunami
VOLUME/ KAPASITAS 888,5 m² 96 m² 8 los 10 los
KETERANGAN
2 unit, 81 m² 13 unit, 660 m² 28 unit
Baik Baik Baik
2 unit, 110 m² 80 m² 1 unit 1 unit
Baik Perlu perbaikan Baik Batan
Baik Baik Baik Baik
Sumber: Laporan Tahunan PPP Sadeng, 2009
4.3.2 Unit penangkapan ikan 1) Kapal Kapal yang digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan di PPP Sadeng terdiri dari dua jenis yaitu kapal motor dan perahu motor tempel. Kapal motor mengoperasikan beberapa alat tangkap yaitu pancing ulur, pancing tonda dan gillnet multifilamen, sedangkan perahu motor tempel mengoperasikan alat tangkap gillnet monofilamen. Jumlah kapal motor dan perahu motor tempel di PPP Sadeng dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah armada penangkapan terendah terjadi pada tahun 2005 sebanyak 64 kapal kemudian terus meningkat, jumlah armada terbanyak terjadi pada tahun 2007 sebanyak 125 kapal, tetapi mengalami penurunan pada tahun 2008 dan tetap sampai tahun 2009. Tabel 7 Jumlah kapal dan perahu motor tempel di PPP Sadeng tahun 2005-2009 No. Tahun Kapal Motor (unit) Perahu Motor Tempel Jumlah (unit) (unit) 1. 2005 13 51 64 2. 2006 49 68 117 3. 2007 55 70 125 4. 2008 45 30 75 5. 2009 40 35 75 Sumber: Laporan Tahunan PPP Sadeng, 2005-2009
33
2) Nelayan Nelayan PPP Sadeng merupakan nelayan lokal dan nelayan pendatang yang rata-rata berstatus nelayah penuh. Nelayan pendatang sebagian besar berasal dari Cilacap dan sebagian kecil berasal dari Jawa Timur. Nelayan lokal banyak mendapatkan pengetahuan melaut dari nelayan Cilacap, karena latar belakang pekerjaan nelayan lokal Sadeng adalah petani. Jumlah nelayan di PPP Sadeng dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 menunjukkan bahwa jumlah nelayan mengalami fluktuasi. Jumlah nelayan mengalami peningkatan dari tahun 2005 sampai tahun 2006, hal ini dikarenakan nelayan Sadeng memiliki semangat yang tinggi untuk melaut dan kondisi perikanan Sadeng yang membuka pintu bagi nelayan dari daerah lain yang datang ke PPP Sadeng. Tahun 2007 jumlah nelayan mengalami penurunan sampai tahun 2009. Penurunan jumlah nelayan dari tahun 2007 sampai tahun 2009 diduga disebabkan rumpon banyak yang rusak terbawa arus. Hal ini menyebabkan nelayan pindah ke daerah lain untuk mencari ikan. Tabel 8 Jumlah nelayan di PPP Sadeng tahun 2005-2009 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Tahun 2005 2006 2007 2008 2009
Jumlah (orang) 281 285 450 400 375
Sumber: Laporan Tahunan PPP Sadeng, 2005-2009
3) Produksi dan nilai produksi hasil tangkapan Produksi tangkapan PPP Sadeng diperoleh dari hasil tangkapan nelayan kapal motor dan perahu motor tempel. Ikan hasil tangkapan dari kapal motor meliputi ikan jenis pelagis besar seperti: tuna (Thunnus albacores), baby tuna, cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol (Auxis thazard), lemadang (Coryphaena hippurus) dan tenggiri (Scomberomorus commersoni), sedangkan ikan hasil tangkapan perahu motor tempel antara lain: lobster (Panulirus homarus), bawal (Pampus argentus) dan kepiting (Portunus pelagicus). Perkembangan produksi dan nilai produksi hasil tangkapan dapat dilihat dari Tabel 9, Gambar 5 dan Lampiran 3.
34
Tabel 9 Produksi dan nilai produksi ikan di PPP Sadeng tahun 2005-2009 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Tahun 2005 2006 2007 2008 2009
Produksi (kg) 232.567,30 260.196,00 1.227.465,80 731.936,39 1.029.674,80
Nilai produksi (Rp) 1.627.969.000,00 1.821.400.000,00 8.821.400.000,00 7.364.422.760,00 9.659.662.250,00
Sumber: Laporan Tahunan PPP Sadeng, 2005-2009
Tabel 9 menunjukkan fluktuasi perkembangan produksi dan nilai produksi di PPP Sadeng dari tahun 2005-2009. Jumlah produksi ikan terendah terjadi pada tahun 2005 sebesar 232.567,30 kg dengan nilai produksi Rp 1.627.969.000,00. Jumlah produksi ikan tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebesar 1.227.465,80 dengan nilai produksi Rp 8.821.400.000,00. Hal ini terjadi karena tahun 2007 jumlah armada penangkapan meningkat baik kapal motor maupun perahu motor tempel dan peningkatan jumlah nelayan, sehingga banyak armada yang
produksi hasil tangkapan (kg)
melakukan operasi penangkapan ikan dan mendaratkan hasil tangkapan.
250.000,00 200.000,00 150.000,00 100.000,00 50.000,00 0,00
2005 2006 2007 2008 2009
bulan
Gambar 5 Perubahan produksi ikan di PPP Sadeng. 4.3.3 Daerah penangkapan ikan Nelayan perahu motor tempel di PPP Sadeng masih kesulitan untuk mencapai fishing ground karena mereka menggunakan perahu berukuran kecil dengan kekuatan mesin antara 10-15 PK. Hal ini mengakibatkan jangkauan operasi penangkapan ikan terbatas di sekitar pantai. Fishing ground hanya terbatas pada jarak 1-4 mil dari garis pantai.
35
Nelayan kapal motor dengan kekuatan mesin 30 PK memiliki jangkauan penangkapan ikan lebih jauh daripada perahu motor tempel. Kapal tersebut beroperasi di sekitar rumpon yang telah disediakan oleh pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, pemasangan rumpon berjarak sekitar 30-50 mil dari garis pantai perairan selatan Yogyakarta dengan waktu tempuh sekitar 4-7 jam.
5 HASIL PENELITIAN
5.1 Analisis Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap 5.1.1 Deskripsi teknis
Unit penangkapan ikan yang ada di Sadeng terdiri dari dua jenis yaitu kapal motor dan perahu motor tempel. Unit penangkapan kapal motor mengoperasikan tiga macam alat tangkap yaitu pancing ulur, pancing tonda dan gillnet multifalamen, sedangkan pada unit penangkapan perahu motor tempel mengoperasikan gillnet monofilamen. 1) Kapal motor (1) Kapal Kapal motor yang digunakan oleh nelayan di PPP Sadeng berbahan kayu dengan dimensi panjang antara 16-18 meter, lebar 2,5-3 meter dan tinggi 2-2,5 meter. Rata-rata nelayan kapal motor di Sadeng menggunakan dua buah mesin inboard yang terdiri dari mesin utama bermerek Yanmar dan mesin bantu bermerek Jandong berkekuatan 30 PK. Penggunaan dua buah mesin dimaksudkan agar kekuatan kapal dapat bertambah dalam mendukung operasi penangkapan ikan. Mesin inboard ini menggunakan bahan bakar solar dan menghabiskan ± 300 liter dalam satu kali operasi. Kapal motor di PPP Sadeng dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Kapal motor di PPP Sadeng.
37
Kapal motor di Sadeng memiliki alat bantu berupa lampu yang terletak di sisi kanan dan kiri kapal. Lampu berfungsi untuk membantu mengumpulkan ikan pada malam hari. Jumlah lampu yang digunakan sebanyak lima buah dengan mesin dinamo sebagai penggeraknya. Nelayan motor juga menggunakan GPS fishfinder untuk membantu menentukan posisi ikan. Perbaikan kapal dilakukan setiap satu bulan sekali, sedangkan perbaikan mesin dilakukan hanya saat ganti oli mesin, rata-rata perbaikan mesin dilakukan setelah tiga kali trip. Bagian buritan kapal digunakan untuk tempat menyimpan alat tangkap. Pengoperasian pancing dilakukan dibagian sisi kanan, kiri, haluan dan buritan kapal. Pengoperasian gillnet multifilamen dilakukan dibagian sisi kiri kapal. Kapasitas palka kapal dapat memuat hasil tangkapan sampai 5 ton.
(2) Alat tangkap Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan kapal motor terdiri dari pancing ulur, pancing tonda dan gillnet multifilamen. Pancing ulur yang digunakan terdiri dari pancing rentakan, pancing ancet, pancing copingan dan pancing layanglayang. (a) Pancing ulur
Pancing rentakan Pancing rentakan terdiri dari tiga bagian utama yaitu tali pancing, mata pancing dan pemberat. Jumlah pancing rentakan yang dioperasikan dalam satu kapal sebanyak satu sampai dua buah pancing. Desain alat tangkap pancing rentakan dapat dilihat pada Gambar 7. Bagian-bagian pancing rentakan terdiri dari: 1. Penggulung (reel), terbuat dari bahan kayu atau plastik berbentuk bulat atau persegi panjang. Penggulung berfungsi untuk menggulung tali pancing saat selesai pengoperasian. 2. Tali utama (main line), terbuat dari bahan monofilamen dengan nomor 150 dengan panjang 58 meter. 3. Pemberat (sinker), terbuat dari timah dengan berat 1,5 kilogram. Pemberat berfungsi agar alat tangkap dapat tenggelam pada saat pengoperasian.
38
4. Kili-kili (swivel), terbuat bahan stainless steel berjumlah tiga buah. Kilikili berfungsi agar tali pancing tidak terbelit pada saat pengoperasian. 5. Tali cabang (branch line), terbuat dari bahan monofilamen dengan nomor 90 dengan panjang 50 cm dan berjumlah 30 cabang. 6. Mata pancing (hook), terbuat dari alumunium dengan nomor 7 berjumlah 30 buah. 7. Umpan, berupa umpan buatan yang terbuat dari serat-serat kain sutra berwarna mencolok sehingga menarik ikan untuk mendekat.
penggulung tali utama
pemberat kili-kili
tali cabang
mata pancing umpan
Gambar 7 Desain alat tangkap pancing rentakan.
39
Pancing ancet Pancing ancet memiliki Desain yang hampir sama dengan pancing rentakan yang terdiri dari tiga bagian utama yaitu tali pancing, mata pancing dan pemberat. Perbedaan pancing ancet dengan pancing rentakan adalah jumlah tali cabang pancing ancet lebih sedikit dibandingkan pancing rentakan. Jumlah pancing ancet yang dioperasikan dalam satu kapal sebanyak lima sampai enam buah pancing. Desain pancing ancet dapat dilihat pada Gambar 8. Bagianbagian pancing ancet terdiri dari: 1. Penggulung (reel), terbuat dari bahan kayu atau plastik berbentuk bulat atau persegi panjang. Penggulung berfungsi untuk menggulung tali pancing saat selesai pengoperasian. 2. Tali utama (main line), terbuat dari bahan monofilamen dengan nomor 150 dengan panjang 22,5 meter. 3. Kili-kili (swivel), terbuat bahan stainless steel berjumlah dua buah. Kilikili berfungsi agar tali pancing tidak terbelit pada saat pengoperasian. 4. Tali cabang (branch line), terbuat dari bahan monofilamen dengan nomor 90 dengan panjang 50 cm dan berjumlah 8 cabang. 5. Mata pancing (hook), terbuat dari alumunium dengan nomor 7 dan 8 berjumlah 8 buah. 6. Umpan, berupa umpan buatan yang terbuat dari serat-serat kain sutra berwarna mencolok sehingga menarik ikan untuk mendekat. 7. Pemberat (sinker), terbuat dari timah dengan berat 2 kilogram. Pemberat berfungsi agar alat tangkap dapat tenggelam pada saat pengoperasian.
40
penggulung tali utama kili-kili
tali cabang
mata pancing
umpan
pemberat
Gambar 8 Desain alat tangkap pancing ancet.
Pancing copingan Pancing copingan memiliki Desain yang berbeda dengan pancing rentakan dan pancing ancet, tetapi komponen pancing ini sama dengan pancing rentakan dan pancing ancet yaitu tali pancing, mata pancing dan pemberat. Jumlah pancing copingan yang dioperasikan dalam satu kapal sebanyak lima sampai enam buah pancing. Desain pancing copingan dapat dilihat pada Gambar 9.
41
penggulung
tali utama
kili-kili
pemberat
tali cabang
umpan mata pancing
Gambar 9 Desain alat tangkap pancing copingan. Bagian-bagian pancing ancet terdiri dari: 1. Penggulung (reel), terbuat dari bahan kayu atau plastik berbentuk bulat. Penggulung berfungsi untuk menggulung tali pancing saat selesai pengoperasian. 2. Tali utama (main line), terbuat dari bahan monofilamen dengan nomor 100 dengan panjang 100 meter. 3. Kili-kili (swivel), terbuat bahan stainless steel berjumlah dua buah. Kilikili berfungsi agar tali pancing tidak terbelit pada saat pengoperasian. 4. Pemberat (sinker), terbuat dari timah dengan berat 0,5 kilogram. Pemberat berfungsi agar alat tangkap dapat tenggelam pada saat pengoperasian.
42
5. Tali cabang (branch line), terbuat dari bahan monofilamen dengan nomor 50 dengan panjang 50 cm. 6. Umpan, berupa umpan buatan yang terbuat dari pecahan compact disk atau plastik berwarna mencolok sehingga menarik ikan untuk mendekat. 7. Mata pancing (hook), terbuat dari alumunium dengan nomor 8.
Pancing layang-layang Pancing layang-layang digunakan untuk menangkap ikan tuna berukuran besar. Pancing ini termasuk kedalam klasifikasi pancing ulur karena pengoperasiannya dengan cara menarik dan mengulur tali layangan. Hal ini dilakukan agar umpan menyerupai ikan asli. Layang-layang akan tenggelam apabila umpan telah dimakan oleh ikan. Jumlah pancing layang-layang yang dioperasikan dalam satu kapal sebanyak dua sampai tiga buah pancing. Desain pancing layang-layang dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Desain alat tangkap pancing layang-layang.
Bagian-bagian dari pancing layang-layang terdiri dari: 1. Tali layangan, terbuat dari monofilamen nomor 50 dengan panjang 30 meter. Tali ini berfungsi sebagai pengendali layangan yang dikendalikan oleh nelayan. 2. Tali pancing, terbuat dari monofilamen nomor 150 dengan panjang 12 meter. 3. Layangan, terbuat dari bahan kertas.
43
4. Umpan, berbentuk ikan palsu dengan warna mengkilat sehingga menarik ikan untuk mendekat. 5. Mata pancing (hook), terbuat dari alumunium dengan nomor 3. Mata pancing yang digunakan merupakan rangkaian 3 buah pancing yang membentuk mata pancing segitiga. (b) Pancing tonda Pancing tonda memiliki dua bagian utama yaitu tali pancing dan mata pancing tanpa pemberat. Jumlah pancing tonda yang dioperasikan dalam satu kapal sebanyak empat sampai lima buah pancing. Pengoperasian pancing ini terletak pada sisi kanan dan kiri kapal. Desain pancing tonda dapat dilihat pada Gambar 11. Bagian-bagian pancing tonda terdiri dari: 1. Penggulung (reel), terbuat dari bahan kayu atau plastik berbentuk bulat. Penggulung berfungsi untuk menggulung tali pancing saat selesai pengoperasian. 2. Tali utama (main line), terbuat dari bahan monofilamen dengan nomor 100 dengan panjang 100 meter. 3. Kili-kili (swivel), terbuat bahan stainless steel. Kili-kili berfungsi agar tali pancing tidak terbelit pada saat pengoperasian. 4. Tali cabang (branch line), terbuat dari bahan monofilamen dengan nomor 70 dengan panjang 6 cm. 5. Umpan, berupa umpan buatan yang terbuat dari serat-serat kain sutra berwarna mencolok sehingga menarik ikan untuk mendekat. 6. Mata pancing (hook), terbuat dari alumunium dengan nomor 7. Mata pancing yang digunakan merupakan rangkaian 3 buah pancing yang membentuk mata pancing segitiga.
44
penggulung
tali utama
kili-kili
tali cabang
umpan mata pancing
Gambar 11 Desain alat tangkap pancing tonda.
(c) Gillnet multifilamen Gillnet multifilamen yang digunakan oleh nelayan kapal motor di Sadeng adalah surface drift gillnet (jaring insang hanyut permukaan). Jaring insang ini dihanyutkan mengikuti arah jalannya arus. Desain giilnet dapat dilihat pada Gambar 12. Bagian-bagian dari gillnet multifilamen terdiri dari: 1. Badan jaring, terbuat dari bahan nylon dengan ukuran mata jaring 4,5 inchi dengan panjang 202,5 meter dan lebar 67,5 meter. Gillnet ini merupakan rangkaian dari 9 piece jaring. 2. Tali pelampung, terbuat dari tali tambang berbahan PE multifilament dengan panjang 7,5 meter. 3. Pelampung, berasal dari jerigen dengan panjang 0,5 meter berjumlah 5 buah dengan jarang antar pelampung adalah 33,75 meter. 4. Tali ris atas, terbuat dari tali tambang berbahan PE multifilament.
45
5. Pemberat, terbuat dari batu dengan berat antara 1 sampai 1,5 kilogram berjumlah 10 buah dengan jarak antar pemberat adalah 22,5 meter. 6. Tali ris bawah, terbuat dari tali tambang berbahan PE multifilament. 7. Tali selambar (ulap-ulap), terbuat dari tali tambang berbahan PE multifilament dengan panjang 7,5 meter.
Gambar 12 Desain alat tangkap gillnet multifilamen.
(3) Nelayan Nelayan kapal motor di Sadeng terdiri dari lima sampai enam orang, terdiri dari juru mudi dan ABK. Nelayan kapal motor memiliki tugas yang berbeda disetiap operasi penangkapan ikan tergantung dari pengalaman dan keahlian setiap nelayan. Juru mudi kapal bertugas sebagai pengendali kapal, sedangkan ABK bertugas sebagai pelaksana teknis. Juru mudi juga berperan sebagai pemancing saat pengoperasian alat tangkap. Sebagian besar nelayan kapal motor memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan berstatus sebagai nelayan penuh. Sistem bagi hasil telah ditentukan dari awal dengan persetujuan pemilik kapal dan nelayan. Hasil penerimaan dalam sistem bagi hasil dibagi dua yaitu 50% untuk pemilik kapal dan 50% untuk nelayan. Bagian 50% yang didapat oleh nelayan dibagi lagi sesuai jumlah ABK yang turut melaut, sedangkan nahkoda kapal mendapatkan bagian dua kali lipat dibandingkan ABK lain.
46
(4) Kegiatan operasi penangkapan ikan (a) Persiapan Persiapan awal sebelum melakukan operasi penangkapan adalah pemeriksaan ulang secara menyeluruh semua perlengkapan yang akan digunakan. Waktu pengoperasian kapal motor yang memakan waktu selama satu minggu mengharuskan kesiapan unit penangkapan dalam keadaan baik. Semua peralatan yang dibutuhkan ditata dengan rapi agar tidak mengganggu kegiatan operasional penangkapan. Perbekalan yang dibutuhkan dalam setiap operasi penangkapan adalah solar, minyak tanah, oli, gemuk, es, garam, ransum, air tawar dan umpan (Gambar 13 dan Gambar 14).
Gambar 13 Perbekalan es balok.
Gambar 14 Perbekalan solar dan air bersih.
(b) Metode pengoperasian Pengoperasian alat tangkap pada unit penangkapan kapal motor dilakukan dirumpon yang telah disediakan oleh pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Lama trip operasi penangkapan pada kapal motor di Sadeng adalah satu minggu. Operasi penangkapan dilakukan pada pagi, siang dan malam hari. Pengoperasian pancing dilakukan pada pagi sampai sore secara bergantian, sedangkan pengoperasian gillnet multifilamen dilakukan pada malam hari. Metode pengoperasian pancing dilakukan dengan metode handline dan trolling. Umpan dipasangkan dengan kuat pada mata kail, kemudian nelayan menurunkan alat tangkap ke perairan. Metode handline, nelayan cukup menunggu ikan memangsa umpan yang telah disediakan. Nelayan dapat merasakan ketika
47
umpan sudah termakan oleh ikan, karena tali pancing akan mengalami getaran. Pancing yang menggunakan metode handline adalah pancing ancet, pancing copingan dan pancing layang-layang. Pancing diangkat dan ikan dilepaskan dari mata kail. Metode trolling, diawali dengan pemasangan umpan pada kail kemudian pancing diturunkan ke perairan dan ditarik di sekitar rumpon. Tali pancing dipegang oleh nelayan atau terkadang tersambung pada buritan dan sisi kanan dan kiri kapal. Pancing yang menggunakan metode trolling adalah pancing rentakan dan pancing tonda. Kegiatan pemancingan ini dilakukan secara berulang selama setting. Kedalaman perairan daerah penangkapan ikan adalah 1500-5000 meter. Nelayan juga menggunakan umpan buatan yang terbuat dari kain sutra atau plastik yang berwarna mencolok untuk menarik perhatian ikan agar mendekati umpan. Umpan digunakan untuk sekali trip penangkapan. Pengoperasian gillnet multifilamen menggunakan alat bantu 4 buah lampu, masing-masing lampu kekuatan 500 watt. Penurunan jaring dilakukan pada sisi kiri kapal yang diawali dengan penuruan pelampung tanda, kemudian pemberat, pelampung dan badan jaring. Selama proses setting, kapal dalam keadaan mati. Setting biasanya dilakukan sebanyak 3-4 kali per malam. Lama drifting adalah 1-3 jam. Tiga orang nelayan menarik jaring pada proses hauling, dimulai dari pelampung tanda, pelampung, badan jaring, kemudian pemberat. Nelayan yang lain melepaskan hasil tangkapan dari badan jaring. Jaring dirapikan kembali dan disimpan di bagian buritan kapal setelah hauling selesai. (c) Penanganan hasil tangkapan di atas kapal Ikan yang telah tertangkap langsung dilepaskan dari mata kail maupun badan jaring. Kegiatan ini harus dilakukan dengan sangat teliti dan hati-hati agar umpan yang telah termakan oleh ikan tidak cepat rusak akibat perlawanan ikan dan dapat digunakan kembali pada setting selanjutnya untuk menangkap target tangkapan. Umpan dapat digunakan sampai benar-benar rusak, rata-rata pemakaian umpan akan diganti pada trip selanjutnya. Ikan yang telah terlepas dari mata kail, akan dibersihkan dari kotoran yang menempel, kemudian diletakkan pada coolbox berisi es balok yang telah dihancurkan sebelumnya (Gambar 15). Ikan disusun dengan rapi tanpa ada pembatas antara ikan satu dengan yang lainnya. Ikan yang lebih dulu tertangkap
48
akan menempati palka atau coolbox paling bawah. Penataan ikan tidak dibedakan berdasarkan panjang, berat atau jenisnya, yang terpenting ikan tersusun dengan rapi pada palka atau coolbox dan terjaga kualitasnya. Penanganan khusus dilakukan untuk ikan tuna yang memiliki berat diatas 20 kilogram. Penanganan yang dilakukan adalah mengeluarkan insang dan isi perut, serta diisi dengan es balok yang telah dihancurkan. Ikan tersebut ditata didalam palka atau coolbox dan dipisahkan dari ikan lain. Ikan hasil tangkapan kapal motor dapat dilihat pada Gambar 16. Unit penangkapan kembali ke fishing base setelah palka atau coolbox terisi penuh oleh hasil tangkapan.
Gambar 15 Es balok yang telah dihancurkan.
Gambar 16 Hasil tangkapan kapal motor.
(5) Rumpon Operasi penangkapan ikan pada kapal motor di Sadeng menggunakan alat bantu rumpon. Rumpon adalah alat bantu penangkapan ikan yang terdiri dari empat bagian utama yaitu pelampung tanda, tali, atraktor dan pemberat. Tujuan pemasangan rumpon adalah mengumpulkan ikan yang berekonomis tinggi agar lebih mudah ditangkap dengan menggunakan pancing. Pemasangan rumpon di Sadeng dimulai sejak tahun 2005. Jumlah rumpon di Sadeng berjumlah enam buah, berasal dari bantuan pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Gunungkidul dan Bappeda. Kabupaten Gunungkidul memberikan tiga rumpon yaitu rumpon PDGK 01 yang terletak ± 26,60 mil dari garis pantai, PDGK 02 yang terletak ± 39 mil dari garis pantai dan PDGK 03 yang terletak ± 39 mil dari garis pantai. Provinsi Daerah Istimewa
49
Yogyakarta memberikan dua rumpon yaitu DIY 01 yang terletak ± 33 mil dari garis pantai dan DIY 02 yang terletak ± 26,49 mil dari garis pantai. Bappeda memberikan satu rumpon yaitu P2KP yang terletak ± 55 mil dari garis pantai. Alasan pemasangan rumpon pada titik-titik yang telah ditentukan adalah daerah tersebut memiliki potensi hasil tangkapan yang cukup besar sehingga akan ada banyak ikan yang singgah di rumpon yang telah dipasang. Peta informasi lokasi penempatan rumpon di Sadeng dapat dilihat pada Lampiran 3. Pemerintah menyediakan rumpon agar hasil tangkapan yang didapatkan terus meningkat sehingga nilai produksi yang diperoleh juga lebih banyak. Nelayan di Sadeng bebas memanfaatkan rumpon bantuan dari pemerintah. Rumpon yang digunakan di Sadeng termasuk kedalam rumpon laut dalam karena pemasangan rumpon dilakukan pada kedalaman antara 1000-5000 meter.
2) Perahu motor tempel (1) Kapal/perahu Perahu motor tempel yang digunakan oleh nelayan di PPP Sadeng berbahan fiberglass dengan dimensi panjang antara 9-10 meter, lebar 1 meter, dan tinggi 1-1,5 meter. Rata-rata nelayan perahu motor tempel di Sadeng menggunakan mesin tempel bermerek Suzuki atau Yamaha berkekuatan 15 PK. Mesin tempel ini menggunakan bahan bakar bensin dan menghabiskan ± 10 liter dalam satu kali operasi. Perahu motor tempel di PPP Sadeng dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17 Perahu motor tempel di PPP Sadeng.
50
Perahu motor tempel di Sadeng memiliki dua buah katir yang terbuat dari bambu pada sisi kanan dan kiri perahu. Katir ini berfungsi sebagai penyeimbang kapal saat terkena gelombang pada saat pengoperasian alat tangkap.
(2) Alat tangkap Gillnet monofilamen yang digunakan pada perahu motor tempel di Sadeng adalah bottom gillnet (jaring insang dasar) berwarna bening. Badan jaring terbuat dari nylon monofilamen dengan ukuran mata jaring 5 inchi. Ukuran per piece 30 meter dengan jumlah 10 piece. Panjang total gillnet monofilamen adalah 300 meter dan lebar 4 meter. Panjang tali selambar adalah 30-40 meter. Gillnet monofilamen dilengkapi dengan pelampung yang terbuat dari gabus atau karet sebanyak 20 buah per piece dan pemberat terbuat dari timah atau batu dengan berat 1-2 kilogram per piece. Alat tangkap ini juga dilengkapi dengan pelampung tanda yang terbuat dari sterofoam. Desain gillnet monofilamen dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18 Desain alat tangkap gillnet monofilamen. (3) Nelayan Nelayan perahu motor tempel di Sadeng terdiri dari dua sampai tiga orang, terdiri dari juru mudi dan ABK. Juru mudi bertugas menentukan daerah penangkapan ikan sekaligus mengemudikan perahu dari fishing base menuju
51
fishing ground. ABK bertugas mengoperasikan alat tangkap dan dibantu juga oleh nakhoda. Sebagian besar nelayan perahu motor tempel memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Sistem bagi hasil telah ditentukan sejak awal dengan persetujuan pemilik kapal dan nelayan. Hasil penerimaan dalam sistem bagi hasil dibagi dua yaitu 50% untuk pemilik kapal dan 50% untuk nelayan. Bagian 50% yang didapat oleh nelayan dibagi lagi sesuai jumlah ABK yang turut melaut.
(4) Metode operasional Nelayan gillnet monofilamen melakukan operasi penangkapan setiap hari ketika cuaca dalam kedaaan baik. Persiapan operasi penangkapan dimulai dengan pemeriksaan kembali perlengkapan yang digunakan. Persiapan ini meliputi pemeriksaan persediaan bensin, kondisi perahu, mesin dan alat tangkap. Nelayan biasa berangkat melaut sekitar pukul 16.00 WIB menuju fishing ground yang berjarak 1-4 mil dari fishing base. Laju perahu diturunkan menjadi kecepatan rendah apabila nelayan sudah menemukan fishing ground yang diinginkan. Nelayan mengamati keadaan sekeliling supaya aman dari pelampung tanda alat tangkap milik nelayan lain. Mesin kapal tetap dinyalakan dengan kecepatan rendah selama proses setting berlangsung. Penurunan jaring dilakukan pada sisi kiri kapal yang diawali dengan penurunan pemberat, pelampung dan badan jaring kemudian diakhiri dengan menurunkan batu pemberat terakhir disusul dengan penurunan tali selambar dan pelampung tanda. Jaring tersebut ditinggal selama satu malam. Nelayan kembali mendatangi fishing ground esok harinya sekitar pukul 05.00 WIB untuk mengangkat hasil tangkapan dari jaring tersebut ke atas perahu, kemudian nelayan kembali ke TPI. Jaring dipasang kembali pada sore harinya. 5.1.2 Aspek produktivitas Aspek produktivitas menunjukkan jumlah hasil tangkapan yang didaratkan dalam kurun waktu tertentu dengan unit penangkapan yang digunakan. Tabel 10 menyajikan produktivitas unit penangkapan ikan di Sadeng selama satu tahun berdasarkan data primer yang diperoleh ketika turun lapang. Produksi kapal/perahu per tahun (hasil tangkapan per tahun) adalah jumlah hasil tangkapan
52
yang
diperoleh
selama
satu
tahun
operasi
penangkapan.
Produktivitas
kapal/perahu pada kapal adalah 45.438 kg per tahun dan perahu motor tempel adalah 2.475 kg per tahun. Produktivitas hasil tangkapan per trip pada kapal motor lebih besar dibandingkan perahu motor tempel yaitu 1.514,6 kg per trip, sedangkan perahu motor tempel adalah 19,8 kg per trip. Hal ini dikarenakan metode pengoperasian alat tangkap yang berbeda. Alat tangkap yang digunakan pada kapal motor bermacam-macam, terdiri dari pancing ulur, pancing tonda dan gillnet multifilamen, sedangkan pada perahu motor tempel hanya memiliki satu alat tangkap yaitu gillnet monofilamen. Selain itu, produktivitas hasil tangkapan per trip juga dipengaruhi oleh jenis dan ukuran kapal atau perahu. Semakin besar ukuran dan jenis kapal/perahu, maka semakin jauh jangkauan operasional dan semakin lama jumlah hari pengoperasian unit penangkapan tersebut. Produktivitas per nelayan per tahun pada kapal motor lebih besar dibandingkan dengan perahu motor tempel yaitu 7.573 kg per nelayan per tahun, sedangkan pada perahu motor tempel adalah 825 kg per nelayan per tahun. Jumlah ABK pada kapal motor berjumlah enam orang, sedangkan jumlah nelayan pada perahu motor tempel berjumlah tiga orang. Hal ini dikarenakan jumlah hasil tangkapan yang diperoleh kapal motor lebih besar dari perahu motor tempel. Produktivitas per daya mesin per tahun pada kapal motor lebih besar daripada perahu kapal motor yaitu 757,3 kg per PK per tahun, sedangkan pada perahu motor tempel adalah 165 kg per PK per tahun. Kapal motor menggunakan dua buah mesin inboard masing-masing berkekuatan 30 PK, sedangkan perahu motor tempel hanya menggunakan satu buah mesin tempel berkekuatan 15 PK. Semakin besar daya mesin maka semakin jauh jangkauan pengoperasian unit penangkapan, sehingga dapat memberikan hasil tangkapan yang lebih tinggi. Tabel 10 Produktivitas unit penangkapan ikan per tahun di Sadeng Unit Penangkapan Ikan Kapal motor Perahu motor tempel
Hasil tangkapan (kg) 45.438 2.475
Sumber: Data primer olahan, 2010
Produktivitas (kg/tahun) per Trip per Nelayan Mesin 1.514,6 19,8
7.573 825
757,3/PK 165/PK
53
5.1.3 Aspek pemasaran Proses pemasaran hasil tangkapan berperan penting dalam kegiatan usaha perikanan karena proses tersebut bertujuan untuk memasarkan dan menyalurkan hasil tangkapan dari produsen ke konsumen. Sifat ikan yang cepat rusak dan busuk mengharuskan proses pemasaran dilakukan secara cepat dan penanganan yang baik agar kualitas dan mutu ikan tetap terjaga. Proses pemasaran hasil tangkapan dimulai sejak ikan didaratkan. Ikan yang didaratkan di tempat pelelangan ikan (TPI) PPP Sadeng dipasarkan melalui proses pelelangan yang dimulai pukul 07.00 WIB. Proses ini rata-rata dilakukan sebanyak 4 sampai 5 kali sehari atau tergantung banyaknya kapal yang mendarat. Proses
pelelangan
melibatkan
juru
lelang,
juru
timbang,
juru
catat,
nelayan/pemilik kapal dan bakul/pengumpul (Gambar 20). Penawaran di TPI meningkat sampai diperoleh harga penawaran yang paling tinggi. Pemenang lelang menyelesaikan pembayaran dari hasil lelang di kantor TPI dan pemilik kapal dapat mengambil uang hasil lelang di TPI setelah proses lelang selesai. Biaya retribusi pelelangan sebesar 5% dari seluruh hasil tangkapan, 3% dikenakan kepada nelayan dan sisanya dikenakan kepada bakul/pengumpul. Pedagang yang mengikuti proses pelelangan di PPP Sadeng terdiri dari pedagang besar dan pedagang kecil. Proses distribusi hasil tangkapan di Sadeng dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19 menunjukkan bahwa terdapat tiga pola pendistribusian hasil tangkapan dari nelayan ke konsumen. Pola pertama yaitu dari nelayan ke pedagang besar dilanjutkan ke perusahaan industri kemudian ekspor. Pola ini terjadi jika nelayan tidak melakukan pelelangan di TPI dan langsung menjual ke pedagang besar kemudian dipasarkan di perusahaan di Surabaya untuk kebutuhan ekspor. Pola ini biasa dilakukan pada hasil tangkapan perahu motor tempel. Pola kedua adalah dari nelayan yang mengikuti proses pelelangan TPI yang diikuti oleh pedagang besar dan padagang kecil kemudian ke konsumen. Ikan hasil pelelangan yang dibawa pedagang kecil masih dipasarkan di wilayah Kabupaten Gunungkidul dan sekitar Yogyakarta, sedangkan ikan hasil pelelangan yang dibawa oleh pedagang besar dipasarkan ke luar wilayah Yogyakarta, seperti ke Semarang, Solo, Jepara, Pekalongan dan Cilacap. Pola ketiga adalah dari nelayan ke TPI
54
kemudian ke pedagang besar dilanjutkan ke industri pengolahan di Surabaya untuk keperluan ekspor. Perusahaan pengolahan di Surabaya adalah PT. Aneka Tuna Indonesia (ATI). Hasil tangkapan yang dipasarkan ke Surabaya dilakukan apabila hasil tangkapan tersebut memiliki kualitas baik dan berjumlah minimal dua ton. Pola ini biasanya dilakukan pada hasil tangkapan dari kapal motor. Nelayan
TPI PPP Sadeng
Pedagang kecil
Pedagang besar
Konsumen
Perusahaan pengolahan
Keterangan: : Pola 1 : Pola 2 : Pola 3
Ekspor Gambar 19 Proses distribusi hasil tangkapan di Sadeng. Rata-rata harga ikan yang didaratkan di PPP Sadeng tidak mengalami kenaikan dari musim puncak ke musim paceklik. Ikan hasil tangkapan kapal motor seperti baby tuna, cakalang, tongkol dan tenggiri memiliki harga stabil yaitu Rp 8.000,00 per kilogram. Ikan hasil tangkapan perahu motor tempel yang memiliki harga stabil adalah kakap merah dengan harga Rp 15.000,00 per kilogram dan kakap putih dengan harga Rp 12.000,00 per kilogram. Ikan yang mengalami kenaikan pada musim paceklik adalah tuna dan lobster. Ikan tuna mengalami kenaikan dari Rp 10.000,00 per kilogram menjadi Rp 15.000,00 per kilogram,
55
sedangkan lobster mengalami kenaikan dari Rp 120.000,00 per kilogram menjadi Rp 150.000,00 per kilogram. Proses distribusi ikan menggunakan sarana transportasi darat yaitu truk atau mobil pick up seperti terlihat pada Gambar 21. Ikan dalam bentuk segar dimasukkan ke dalam coolbox maupun blong yang diberi es balok yang telah dihancurkan dan diberi garam.
Gambar 20 Proses pelelangan hasil tangkapan di TPI.
Gambar 21 Alat transportasi pendistribusian.
5.1.4 Aspek sosial Analisis aspek sosial berhubungan dengan kehidupan dan interaksi sosial yang ada di Sadeng. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kebijakan dalam rangka pengembangan perikanan tangkap dengan membuka pintu bagi nelayan pendatang untuk masuk ke daerahnya. Hal tersebut menjadikan nelayan di Sadeng banyak yang berasal dari luar daerah. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta sering mengadakan penyuluhan kepada nelayan untuk menambah keterampilan dan pengetahuan tentang pengembangan perikanan tangkap, salah satunya untuk menjadikan Sadeng sebagai pusat pertumbuhan ekonomi diwilayahnya. Nelayan di Sadeng terdiri dari nelayan lokal dan nelayan pendatang. Nelayan pendatang sebagian besar berasal dari Cilacap dan sebagian kecil dari Jawa Timur. Nelayan pendatang dari Cilacap memiliki keterampilan melaut yang lebih maju dari nelayan lokal. Nelayan lokal pada awalnya bermatapencaharian utama sebagai petani dan peternak, keinginan melaut mereka sangatlah kecil. Kedatangan nelayan dari Cilacap yang mencari ikan di wilayah Sadeng mendapat
56
kehidupan lebih layak, membuat penduduk asli Sadeng berkeinginan untuk mengikuti jejak para nelayan pendatang agar taraf kehidupan mereka menjadi lebih baik. Nelayan lokal belajar keterampilan melaut dari nelayan pendatang. Nelayan di Sadeng memiliki interaksi yang baik antara satu dan lainnya. Nelayan pendatang dan nelayan lokal bekerjasama dalam operasi penangkapan ikan dan berbagi ilmu melaut, sehingga nelayan di Sadeng tidak pernah mengalami konfilk atau persaingan. Rata-rata tingkat pendidikan nelayan di Sadeng adalah SD dan SMP, hal ini menjadikan kualitas sumberdaya manusia di Sadeng masih rendah. Salah satu kelebihan nelayan di Sadeng adalah motivasi melaut yang cukup tinggi, hal ini dipengaruhi banyaknya nelayan yang masih muda. Rata-rata nelayan di Sadeng berumur 20-30 tahun. Kondisi kesejahteraan nelayan di Sadeng dapat dikatakan baik karena pendapatan yang diperoleh lebih tinggi dari nilai UMR yang telah ditetapkan oleh pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu sebesar Rp 700.000,00 per bulan. Pendapatan ABK kapal motor di Sadeng adalah Rp 22.080.192,00 per tahun atau Rp 1.840.016,00 per bulan dan perahu motor tempel adalah Rp 17.943.083,33 per tahun atau Rp 1.495.256.94 per bulan. Pendapatan yang mereka digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Jumlah tanggungan keluarga nelayan berkisar antara 4-6 orang. 5.1.5
Aspek finansial
1) Kapal motor (1) Modal investasi Modal atau investasi merupakan pengeluaran atau modal awal yang digunakan untuk menjalankan suatu usaha penangkapan ikan. Total investasi usaha per unit kapal motor berkisar antara Rp 188.900.000,00-Rp 193.400.000,00 digunakan untuk investasi kapal sebesar Rp 125.000.000,00-Rp 130.000,00, dua mesin berkekuatan 30 PK sebesar Rp 38.000.000,00-Rp 39.000.000,00. Modal investasi juga digunakan untuk alat bantu sebesar Rp 6.400.000,00 yang terdiri dari lampu, dinamo lampu dan GPS fishfinder. Rincian modal investasi per unit kapal motor dapat dilihat pada Lampiran 5.
57
(2) Biaya usaha Biaya usaha adalah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan operasi penangkapan. Total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 306.252.373,33. Biaya ini dibagi menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan dan jumlahnya tetap. Total biaya tetap yang dikeluarkan digunakan untuk perawatan kapal, perawatan mesin, perawatan gillnet, perawatan lampu , perawatan dinamo lampu, perawatan GPS fishfinder, penyusutan kapal, penyusutan mesin, penyusutan gillnet, penyusutan lampu, penyusutan dinamo lampu serta penyusutan GPS fishfinder, selain itu biaya tetap juga digunakan untuk pembiayaan alat tangkap pancing rentakan, pancing ancet, pancing copingan, pancing tonda, pancing layang-layang dan pembayaran SIUP. Biaya tidak tetap atau operasional adalah biaya yang dikeluarkan jika melakukan operasi penangkapan. Biaya variabel jumlahnya dapat berubah sesuai dengan kebutuhan operasional penangkapan. Biaya ini digunakan untuk biaya operasional penangkapan yang terdiri dari kebutuhan solar sebesar, minyak tanah, oli, gemuk, es balok, garam, konsumsi nelayan , air tawar, umpan, tali pancing no. 50, tali pancing no. 70, tali pancing no.90, tali pancing no.100, retribusi dan bagi hasil penerimaan dari hasil tangkapan. Bagi hasil merupakan 50% dari total penerimaan dikurangi dengan biaya operasional. (3) Penerimaan usaha Penerimaan usaha merupakan hasil yang diperoleh dari operasi penangkapan. Total penerimaan didapat dari hasil perkalian dari rata-rata jumlah trip penangkapan per musim dengan jumlah produksi rata-rata per trip dan harga dari hasil tangkapan. Besarnya penerimaan yang diperoleh dalam usaha kapal motor adalah Rp 362.136.000,00 per tahun, penerimaan ini didapat dari penerimaan dua musim, yaitu musim puncak dan musim paceklik. Musim puncak terjadi pada bulan April sampai November, sedangkan musim paceklik terjadi pada bulan Desember sampai Maret. Total penerimaan yang didapat dari musim puncak sebesar Rp 283.968.000,00 dengan jumlah produksi sebanyak 1.947 kg. Hasil tangkapan yang diperoleh pada musim puncak terdiri dari tuna, baby tuna, cakalang, tongkol dan tenggiri. Total penerimaan di musim paceklik sebesar Rp
58
78.168.000,00 dengan jumlah produksi sebanyak 866 kg dengan hasil tangkapan yang terdiri dari tuna, baby tuna, cakalang, tongkol dan tenggiri.
(4) Analisis finansial Berdasarkan total nilai investasi, biaya tetap, biaya variabel dan total penerimaan, dapat ditentukan analisis usaha yang terdiri dari keuntungan, R/C dan PP (payback period). Usaha perikanan kapal motor dapat memberikan keuntungan karena nilai penerimaan lebih besar daripada total biaya sebesar Rp 55.883.626,67 per tahun. Nilai R/C = 1,18, hal ini memperlihatkan bahwa usaha kapal motor juga memberikan keuntungan. Nilai ini diperoleh dari perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. PP (payback period) merupakan waktu atau periode yang dibutuhkan untuk menutup investasi yang ditanam. Payback period dari unit usaha unit penangkapan kapal motor sebesar 3,46 tahun atau sekitar 41 bulan. Analisis usaha unit penangkapan kapal motor dapat dilihat pada Lampiran 5.
2) Perahu motor tempel (1) Modal investasi Modal atau investasi merupakan pengeluaran atau modal awal yang digunakan untuk menjalankan suatu usaha penangkapan ikan. Investasi yang dikeluarkan untuk usaha perahu motor tempel berkisar antara Rp 32.800.000,00Rp 39.000.000,00. Investasi usaha per unit perahu motor tempel digunakan untuk investasi kapal, alat tangkap dan mesin sebesar . Rincian modal investasi per unit perahu motor tempel dapat dilihat pada Lampiran 6. (2) Biaya usaha Biaya usaha adalah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan operasi penangkapan. Biaya ini dibagi menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Total biaya tetap yang dikeluarkan berkisar antara Rp 8.850.000,00-Rp 9.225.000,00, biaya tersebut digunakan untuk perawatan kapal, perawatan mesin, perawatan alat tangkap, penyusutan kapal, penyusutan mesin, dan penyusutan alat tangkap. Total biaya tidak tetap yang dikeluarkan berkisar antara Rp 13.562.500,00-Rp 15.250.000,00. Biaya ini digunakan untuk biaya operasional
59
penangkapan yang terdiri dari kebutuhan bensin, oli, perbekalan nelayan, es balok, retribusi dan bagi hasil. (3) Penerimaan usaha Penerimaan usaha merupakan hasil yang diperoleh dari operasi penangkapan. Total penerimaan didapat dari jumlah kali dari rata-rata jumlah trip penangkapan per musim dengan jumlah produksi rata-rata per trip dan harga dari hasil tangkapan. Besarnya penerimaan yang diperoleh dalam usaha perahu motor tempel adalah Rp 125.550.000,00. Penerimaan ini terdiri dari penerimaan musim puncak sebesar Rp 90.000.000,00 dan penerimaan musim paceklik sebesar Rp 35.550.000,00. (4) Analisis finansial Berdasarkan total nilai investasi, biaya tetap, biaya variabel dan total penerimaan, dapat ditentukan analisis usaha yang terdiri dari keuntungan, R/C dan PP (payback period). Usaha perikanan motor tempel dapat memberikan keuntungan karena nilai penerimaan lebih besar daripada total biaya sebesar Rp 44.599.250,00 per tahun. Nilai R/C = 1,55, hal ini memperlihatkan bahwa usaha perahu motor tempel juga memberikan keuntungan. Nilai ini diperoleh dari perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. PP (payback period) merupakan waktu atau periode yang dibutuhkan untuk menutup investasi yang ditanam. Payback period dari unit usaha unit penangkapan perahu motor tempel sebesar 0,80 tahun atau sekitar 10 bulan. Analisis usaha unit penangkapan perahu motor tempel dapat dilihat pada Lampiran 6.
5.2 Analisis Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap 5.2.1 Faktor internal Faktor internal berupa kekuatan yang mempengaruhi pengembangan usaha di Sadeng, antara lain: 1) Potensi sumberdaya ikan (SDI) yang cukup besar (S1). Sumberdaya ikan di perairan Sadeng memiliki potensi yang cukup besar. Hal ini terlihat dari jumlah produksi hasil tangkapan tahun 2009 yaitu sebesar 1.029.674,80 kg dengan nilai produksi sebesar Rp 9.659.662.250,00.
60
Sumberdaya ikan di Sadeng belum tereksploitasi dengan baik karena armada penangkapan ikan yang ada tidak dapat menjangkau daerah penangkapan ikan yang lebih jauh (lihat pada sub-subbab 4.3.2 dan 4.3.3). 2) Jumlah nelayan yang terus meningkat (S2). Jumlah nelayan yang ada di Sadeng semakin bertambah karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu faktornya adalah penduduk lokal yang beralih pekerjaan dari petani menjadi nelayan. Sektor perikanan dirasa cukup memberikan penghasilan yang lebih menjanjikan daripada pertanian, karena pada saat musim paceklik petani lebih banyak menganggur dan tidak mendapat penghasilan (lihat pada sub-sub 5.1.4 dan sub-subbab 4.3.2). 3) Banyaknya nelayan pendatang dari Cilacap (S3). Nelayan pendatang yang berasal dari Cilacap banyak yang mendaratkan ikan dan menetap di Sadeng. Mereka memiliki keterampilan dan pengetahuan mengoperasikan alat tangkap lebih maju daripada nelayan lokal, sehingga banyak nelayan lokal yang belajar dari nelayan Cilacap (lihat pada sub-subbab 5.1.4). 4) Motivasi melaut yang tinggi (S4). Perairan di Sadeng memiliki potensi sumberdaya ikan yang besar, membuat nelayan di Sadeng memiliki motivasi yang tinggi untuk melaut meskipun kondisi alam di Sadeng yang kurang mendukung karena karakteristik perairan selatan Jawa yang dangkal di sekitar garis pantai dan terjal pada kedalaman Samudera Hindia. Motivasi ini adalah modal utama nelayan untuk melaut dan berharap taraf kehidupan mereka menjadi lebih baik dari perolehan penerimaan hasil tangkapan. Rata-rata nelayan lokal di Sadeng masih berusia muda (lihat pada sub-subbab 5.1.4). 5) Usaha perikanan kapal motor dan perahu motor tempel menguntungkan (S5). Keuntungan yang diperoleh dari satu unit penangkapan kapal motor adalah Rp 55.883.626,67 per tahun dengan jumlah produksi hasil tangkapan rata-rata sebesar 45.438 kg per tahun, selain itu pendapatan yang dapat diperoleh oleh nelayan adalah Rp 22.080.192,00 per tahun. Perahu motor tempel memperoleh keuntungan sebesar Rp 44.599.250,00 dengan jumlah produksi hasil tangkapan rata-rata sebesar 2.475 kg per tahun, selain itu pendapatan yang
61
dapat diperoleh oleh nelayan adalah Rp 17.943.083,33 per tahun (lihat pada sub-subbab 5.1.5). 6) Peranan Dinas Kelautan dan Perikanan dalam pengembangan perikanan tangkap (S6). Pemerintah DI Yogyakarta sedang mengembangkan perikanan tangkap di wilayahnya. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Dinas Kelautan dan Perikanan di wilayah provinsi atau kabupaten, melakukan pelatihan dan penyuluhan tentang teknologi dan usaha penangkapan ikan kepada nelayannelayan di Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk di Sadeng (lihat pada sub bab 1.1 dan sub-subbab 5.1.4). Adapun faktor internal berupa kelemahan, antara lain: 1) Akses transportasi yang sulit (W1). Jarak PPP Sadeng cukup jauh dari ibukota provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ± 84 km dan dari ibukota Kabupaten Gunungkidul (Wonosari) yaitu sekitar ± 44 km. Jalan menuju PPP Sadeng cukup bagus hanya saja keadaan jalan yang berkelok-kelok, naik turun pegunungan dan keadaan jalan yang sepi. Perumahan penduduk dan sarana angkutan umum sangat jarang ditemui (lihat pada sub bab 4.2 dan 4.3). 2) Fasilitas pelabuhan belum dimanfaatkan secara optimal (W2). Fasilitas di PPP Sadeng sudah cukup lengkap, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Beberapa fasilitas masih membutuhkan perbaikan untuk menunjang kegiatan perikanan di Sadeng, sebagai contoh gudang es tidak berfungsi dengan baik sehingga mengharuskan nelayan mendatangkan es balok dari Klaten atau Solo. Perbaikan fasilitas mengalami hambatan karena kurangnya dana dari pemerintah (lihat pada sub bab 4.3.1) 3) Keterampilan dan tingkat pendidikan nelayan masih rendah (W3). Kondisi sumberdaya manusia secara umum belum memadai. Keterampilan melaut yang diperoleh oleh nelayan lokal masih terbatas, keterampilan dan pengetahuan operasi penangkapan yang mereka dapat berasal dari nelayan pendatang. Tingkat pendidikan yang rendah menjadikan hasil tangkapan dan usaha perikanan yang dijalankan kurang maksimal. Rata-rata tingkat
62
pendidikan nelayan di Sadeng adalah SD dan SMP (lihat pada sub-subbab 5.1.4). 4) Kurangnya kerjasama dengan daerah lain (W4). Pemasaran hasil tangkapan di Sadeng sebagian besar masih berada di sekitar wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil tangkapan yang didaratkan sebagian besar adalah ikan berekonomis tinggi yang banyak diminati oleh masyarakat luas. Diperlukan kerjasama kemitraan dengan daerah lain untuk memasarkan hasil tangkapan (lihat pada sub bab 1.1 dan sub-subbab 4.3.2). 5) Keterbatasan alat tangkap (W5). Unit penangkapan yang digunakan oleh nelayan di Sadeng hanya sebatas pancing dan gillnet. Hal ini menyebabkan sumberdaya ikan belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena upaya menangkap ikan sasaran diperlukan alat tangkap yang sesuai dengan tingkah laku ikan yang akan ditangkap dan tidak terbatas pada kedua alat tangkap yang ada di Sadeng (lihat pada subsubbab 4.3.2)
5.2.2 Faktor eksternal Faktor eksternal berupa peluang yang mempengaruhi pengembangan usaha di Sadeng, antara lain: 1) Sadeng membuka pintu bagi nelayan dari daerah lain (O1). Pihak dari PPP Sadeng sangat membuka pintu bagi nelayan pendatang untuk mendaratkan hasil tangkapannya ataupun menetap di Sadeng. Kebijakan ini diharapkan agar mempercepat pembangunan dan pengembangan Sadeng sebagai sentra
perikanan tangkap di Gunungkidul khususnya dan Daerah
Istimewa Yogyakarta umumnya (lihat pada sub bab 1.1). 2) Potensi sumberdaya ikan belum dimanfaatkan secara optimal (O2). Menurut Pusat Riset Perikanan Tangkap (2001) yang dikutip oleh Nurani (2008b) menyatakan bahwa potensi sumberdaya di Samudera Hindia (WPP IX) diperkirakan sebesar 1,08 juta ton per tahun. Total produksi hasil tangkapan Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai 3.600 ton per tahun, sedangkan potensi sumberdaya ikan yang dapat dimanfaatkan di Sadeng pada tahun 2009 hanya 1.029,67 ton. Hal ini menunjukkan potensi sumberdaya ikan
63
di Sadeng belum dimanfaatkan secara maksimum. Nelayan di Sadeng masih berpeluang untuk memanfaatkan sumberdaya ikan dengan menambah armada penangkapan ikan selain pancing dan gillnet (lihat pada sub bab 1.1 dan 4.3). 3) Peluang pasar yang baik (O3). Hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Sadeng langsung habis diborong oleh bakul-bakul yang sudah berlangganan membeli ikan di Sadeng. Hal ini menunjukkan bahwa minat masyarakat untuk mengkonsumsi ikan laut sangat tinggi. Perikanan tangkap di Daerah Istimewa Yogyakarta belum begitu besar dan masih sedikit digeluti oleh masyarakat, sehingga memiliki peluang pasar yang bagus untuk dikembangkan (lihat pada sub-subbab 5.1.3 dan sub-subbab 5.1.5). 4) Kesempatan kerja dibidang perikanan (O4). Bidang perikanan dianggap lebih menjanjikan daripada bidang pertanian. Perikanan tangkap di Sadeng mulai berkembang sejak tahun 2000 dan mengalami perkembangan ke arah positif dari tahun ke tahun, baik dari jumlah armada penangkapan, jumlah nelayan, jumlah produksi hasil tangkapan sampai jumlah nilai produksi. Hal inilah yang menyebabkan generasi muda di Sadeng tertarik dan termotivasi untuk menekuni bidang perikanan (lihat pada sub-subbab 5.1.4). 5) Peluang wisata bahari (O5). Sadeng memiliki panorama pantai yang cukup indah. Keadaan pantai yang bersih dan air laut yang tidak tercemar limbah kapal penangkap ikan menjadikan Pantai Sadeng memilki daya tarik khas. Setiap akhir pekan, terkadang ada beberapa wisatawan yang berkunjung untuk sekedar menikmati keindahan panorama Sadeng ataupun sport fishing. Faktor-faktor eksternal berupa ancaman, antara lain: 1) Kondisi perairan selatan Jawa yang tidak mendukung untuk penangkapan ikan (T1). Pantai Sadeng berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Karakteristik perairan selatan Jawa yang dangkal di sekitar garis pantai dan terjal pada kedalaman Samudera Hindia menyebabkan arus yang kencang dan gelombang cukup tinggi. Keadaan seperti ini tidak mendukung untuk pengoperasian alat
64
tangkap karena dapat mengancam keselamatan unit penangkapan ikan (lihat pada sub bab 4.1). 2) Keadaan lingkungan Sadeng rawan bencana alam (T2). Letak PPP Sadeng yang ada di balik perbukitan tidak strategis karena rawan longsor, selain itu Sadeng juga berpotensi terendam aliran lumpur yang berasal dari sungai yang ada di balik perbukitan sekitar pelabuhan. Tahun 2006 Sadeng terkena imbas dari gempa yang melanda Daerah Istimewa Yogyakarta karena adanya gelombang tsunami yang ikut merusak beberapa fasilitas pelabuhan (lihat pada sub bab 4.3). 3) Ancaman dari nelayan luar daerah yang memanfaatkan sumberdaya ikan (T3). Perairan Sadeng memiliki potensi sumberdaya ikan yang cukup melimpah, tetapi belum dapat dioptimalkan dengan baik membuat nelayan dari luar daerah ikut memanfaatkan sumberdaya tersebut. Nelayan yang sering melakukan penangkapan di perairan pantai Sadeng adalah nelayan dari Cilacap dan Jawa Timur. 5.2.3 Matriks internal factor evaluation (IFE) dan eksternal factor evaluation (EFE) Berdasarkan faktor internal dan eksternal yang telah diidentifikasi, dapat diketahui kondisi perikanan tangkap di Sadeng melalui Matriks internal factor evaluation (IFE) dan eksternal factor evaluation (EFE). Matriks IFE menggambarkan nilai kuantitatif dari kekuatan dan kelemahan, sedangkan matriks EFE menggambarkan nilai kuantitatif dari peluang dan ancaman berdasarkan kondisi perikanan tangkap di Sadeng. Matriks IFE dan EFE dapat dilihat pada Tabel 11 dan Tabel 12 dan perhitungan penilaian bobot matriks IFE dan EFE dapat dilihat pada Lampiran 10 dan Lampiran 11.
65
Tabel 11 Matriks internal factor evaluation (IFE) Faktor Internal Kekuatan (strengths) A. Potensi SDI yang cukup besar B. Jumlah nelayan yang terus meningkat C. Banyaknya nelayan pendatang dari Cilacap D. Motivasi melaut cukup tinggi E. Usaha kapal motor dan perahu motor tempel menguntungkan F. Peranan Dinas Kelautan dan Perikanan dalam pengembangan perikanan tangkap Kelemahan (weaknesses) G. Akses transportasi yang sulit H. Fasilitas pelabuhan belum dimanfaatkan secara
Bobot
Rating
Skor
0,11 0,14 0,16 0,11 0,15
4 3 3 4 3
0,40 0,24 0,24 0,44 0,27
4
0,36
0,10 0,08
2 3
0,20 0,24
0,09
2
0,18
0,08 0,10
1 2
0,08 0,20 2,85
0,11
optimal
I. Keterampilan dan tingkat pendidikan yang rendah J. Kurangnya kerjasama dengan daerah lain K. Keterbatasan alat tangkap Total
1,00
Berdasarkan Tabel 11, diperoleh total nilai IFE sebesar 2,85. Nilai yang diperoleh tersebut berada diatas nilai rata-rata yaitu 2,5 yang berarti bahwa kondisi internal perikanan tangkap di Sadeng didominasi kekuatan untuk mendorong pengembangan perikanan tangkap. Tabel 12 Matriks eksternal factor evaluation (EFE) Faktor Eksternal Peluang (Opportunities) A. Sadeng membuka pintu bagi nelayan dari daerah lain B. Potensi SDI belum dimanfaatkan secara optimal C. Peluang pasar yang baik D. Kesempatan kerja dibidang perikanan E. Peluang wisata bahari Ancaman (Threats) F. Kondisi perairan selatan Jawa yang tidak mendukung untuk penangkapan ikan G. Keadaan lingkungan Sadeng rawan bencana alam H. Ancaman dari nelayan luar daerah yang memanfaatkan sumberdaya ikan Total
Bobot
Rating
Skor
0,10
3
0,30
0,12
4
0,48
0,13 0,14 0,12
3 4 3
0,39 0,56 0,36
0,11
2
0,22
0,08
4
0,32
0,14
2
0,28
1,00
2,91
66
Total nilai yang diperoleh dari matriks EFE pada Tabel 12 adalah 2,91. Nilai tersebut berada diatas batas rata-rata yaitu 2,5 yang berarti bahwa kegiatan perikanan tangkap di Sadeng mampu merespon faktor-faktor eksternal yang ada, karena peluang lebih besar dalam pengembangan perikanan tangkap. Berdasarkan matriks IE pada Gambar 3, hasil skor pada matriks IFE dan matriks EFE berada pada sel V, sehingga strategi yang digunakan untuk pengembangan perikanan tangkap di Sadeng adalah pertahankan dan pelihara. Hal ini berarti bahwa strategi tersebut dilakukan dengan penetrasi dan melebarkan daerah pemasaran serta mengembangkan hasil tangkapan lebih banyak lagi.
5.2.4 Matriks strengths weaknesses opportunities threats (SWOT) Matriks SWOT menggambarkan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dengan menyesuaikan peluang dan ancaman yang dihadapi dalam pengembangan perikanan tangkap di Sadeng. Matriks ini digunakan untuk menentukan beberapa alternatif strategi dalam mengembangkan usaha perikanan tangkap di daerah tersebut. Matriks SWOT pengembangan usaha perikanan tangkap di Sadeng dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan matriks SWOT pengembangan usaha perikanan tangkap di Sadeng, didapatkan 8 alternatif strategi untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha perikanan tangkap, antara lain: 1) Pembinaan dan pelatihan kewirausahaan serta manajemen usaha. 2) Mengembangkan kelembagaan dan organisasi pengelolaan usaha perikanan tangkap. 3) Meningkatkan sarana dan prasarana dalam sistem perikanan tangkap. 4) Meningkatkan kerjasama dengan daerah lain. 5) Meningkatkan sumberdaya manusia. 6) Meningkatkan armada penangkapan ikan untuk mengoptimalkan sumberdaya ikan. 7) Menentukan daerah penangkapan ikan yang tepat. 8) Meningkatkan pengawasan operasional kegiatan penangkapan ikan.
67
Tabel 13 Matriks SWOT pengembangan usaha perikanan tangkap di Sadeng IFAS Kekuatan 1. Potensi SDI yang cukup besar (S1) 2. Jumlah nelayan yang terus meningkat (S2) 3. Banyaknya nelayan pendatang dari Cilacap (S3) 4. Motivasi melaut cukup tinggi (S4) 5. Usaha kapal motor dan perahu motor tempel menguntungkan (S5) 6. Peranan Dinas Kelautan dan Perikanan dalam pengembangan perikanan EFAS tangkap (S6) Peluang Strategi SO 1. Sadeng membuka pintu 1. Memaksimalkan bagi nelayan dari pemanfaatan SDI untuk daerah lain (O1) meningkatkan pangsa 2. Potensi SDI belum pasar (S1, S2, S3, S4, O1, dimanfaatkan secara O2, O3, O4,O5). optimal (O2) 2. Pembinaan tentang 3. Peluang pasar yang pemanfaatan wisata bahari baik (O3) (S6, O4, O5). 4. Kesempatan kerja 3. Pembinaan dan pelatihan dibidang perikanan kewirausahaan dalam (O4) kegiatan perikanan (S2, 5. Peluang wisata bahari S5, S6, O3, O4). (O5) 4. Mengembangkan kelembagaan dan organisasi pengelolaan usaha perikanan tangkap (S2, S5, S6, O3, O4). Ancaman Strategi ST 1. Kondisi perairan 1. Menentukan DPI yang selatan Jawa yang tepat (S1, S2, S4, S6, T1, tidak mendukung untuk T2, T3). penangkapan ikan (T1) 2. Meningkatkan pengawasan 2. Keadaan lingkungan operasional kegiatan Sadeng rawan bencana penangkapan ikan (S1, S2, alam (T2) S6, T1, T3). 3. Ancaman dari nelayan luar daerah yang memanfaatkan SDI (T3)
Kelemahan 1. Akses transportasi yang sulit (W1) 2. Fasilitas pelabuhan belum dimanfaatkan secara optimal (W2) 3. Keterampilan dan tingkat pendidikan yang rendah (W3) 4. Kurangnya kerjasama dengan daerah lain (W4) 5. Keterbatasan alat tangkap (W5)
Strategi WO 1. Meningkatkan sarana dan prasarana dalam sistem perikanan tangkap (W1, W2, W5, O1, O2). 2. Meningkatkan kerjasama dengan daerah lain (W2, W3, W4, O2, O3, O2, O5). 3. Meningkatkan kualitas SDM (W3,W4, O3, O4). 4. Meningkatkan armada penangkapan ikan untuk megoptimalkan SDI (W4, O1, O2). Strategi WT 1. Meningkatkan koordinasi dengan pihak terkait untuk meningkatkan usaha perikanan tangkap (W1, W2, W4, T1, T3).
68
5.2.5 Prioritas strategi pengembangan Alat yang digunakan untuk menentukan prioritas strategi alternatif yang paling baik dalam pengembangan usaha perikanan tangkap di Sadeng adalah Matriks QSPM. Matriks QSPM pengembangan usaha perikanan tangkap di Sadeng dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Matriks QSPM pengembangan usaha perikanan tangkap di Sadeng Alternatif Strategi Faktor
Bobot
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
AS
WS
AS
WS
AS
WS
AS
WS
AS
WS
AS
WS
AS
WS
AS
WS
Kekuatan S1
0,11
4
0,44
4
0,44
4
0,44
4
0,44
4
0,44
4
0,44
4
0,44
4
0,44
S2
0,14
3
0,36
1
0,14
2
0,28
3
0,36
3
0,36
1
0,14
1
0,14
2
0,28
S3
0,16
2
0,32
1
0,16
2
0,32
1
0,16
3
0,48
1
0,16
1
0,16
1
0,16
S4
0,11
1
0,11
1
0,11
2
0,22
2
0,22
2
0,22
3
0,33
3
0,33
3
0,33
S5
0,15
2
0,30
3
0,45
3
0,45
2
0,30
1
0,15
1
0,15
1
0,15
2
0,30
S6
0,11
4
0,44
4
0,44
3
0,33
4
0,44
2
0,22
2
0,22
4
0,44
4
0,44
Kelemahan W1
0,10
2
0,20
2
0,20
3
0,30
3
0,30
1
0,10
2
0,20
1
0,10
1
0,10
W2
0,08
3
0,24
3
0,24
4
0,32
2
0,16
3
0,24
2
0,16
2
0,16
4
0,32
W3
0,09
2
0,18
3
0,27
2
0,18
1
0,09
3
0,27
1
0,09
1
0,09
1
0,09
W4
0,08
4
0,32
4
0,32
2
0,16
4
0,32
2
0,16
1
0,08
1
0,08
2
0,16
W5
0,10
1
1,00
3
3,00
2
2,00
1
1,00
2
2,00
4
4,00
2
2,00
1
1,00
O1
0,11
1
0,11
2
0,22
2
0,22
2
0,22
2
0,22
2
0,22
1
0,11
1
0,11
O2
0,14
4
0,56
4
0,56
4
0,56
4
0,56
3
0,42
4
0,56
4
0,56
3
0,42
O3
0,16
4
0,64
4
0,64
3
0,48
4
0,64
2
0,32
1
0,16
1
0,16
2
0,48
O4
0,11
2
0,22
3
0,33
3
0,33
3
0,33
3
0,33
2
0,22
1
0,11
1
0,11
O5
0,15
2
0,30
3
0,45
3
0,45
2
0,30
2
0,30
1
0,15
1
0,15
3
0,45
Peluang
Ancaman T1
0,11
2
0,22
2
0,22
2
0,22
2
0,22
2
0,22
2
0,22
4
0,44
2
0,22
T2
0,08
1
0,08
1
0,08
2
0,16
2
0,16
1
0,08
1
0,08
1
0,08
1
0,08
0,14
1
0,14
2
0,28
3
0,42
1
0,14
2
0,28
1
0,14
3
0,42
3
0,42
T3
Total
6,04
8,55
7,84
6,36
6,81
7,72
6,12
5,91
Peringkat
7
1
2
5
4
3
6
8
Keterangan: AS = attractive score; WS= weigthed score.
Prioritas strategi pengembangan perikanan tangkap di Sadeng berdasarkan matriks QSPM pada Tabel 15 beserta uraian singkat tentang program kebijakan yang dapat dilaksanakan, antara lain:
69
1) Mengembangkan kelembagaan dan organisasi pengelolaan usaha perikanan tangkap (1) Perencanaan pengembangan usaha. (2) Pemberdayaan usaha kecil untuk menghasilkan produk yang bermutu. (3) Pendampingan pengembangan usaha oleh pemerintah. 2) Meningkatkan sarana dan prasarana dalam sistem perikanan tangkap (1) Pengaktifan kembali pabrik es yang ada. (2) Pengadaan sarana transportasi umum. 3) Meningkatkan armada penangkapan ikan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya ikan (1) Menambah jumlah armada penangkapan ikan. (2) Menambah jumlah trip armada penangkapan ikan. 4) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (1) Memberikan penyuluhan mengenai kegiatan perikanan kepada nelayan. (2) Mengadakan pelatihan tentang metode operasional penangkapan ikan kepada nelayan. 5) Meningkatkan kerjasama dengan daerah lain (1) Kerjasama untuk menambah informasi dalam rangka pengembangan usaha perikanan. (2) Mendorong pihak swasta untuk membangun kemitraan usaha yang saling menguntungkan. 6) Menentukan daerah penangkapan ikan yang tepat (1) Pembuatan peta fishing ground di perairan Sadeng. (2) Penetapan batas-batas wilayah penangkapan ikan. 7) Pembinaan dan pelatihan kewirausahaan dalam kegiatan perikanan (1) Pembinaan teknis usaha perikanan yang menguntungkan. (2) Sosialisasi kepada kelompok usaha dalam mengakses permodalan. (3) Pelatihan kewirausahaan dan manajemen usaha. 8) Meningkatkan pengawasan operasional kegiatan penangkapan ikan (1) Pengawasan rutin oleh petugas di kawasan yang terdapat aktivitas penangkapan ikan. (2) Penambahan jumlah petugas pengawasan di lapangan.
6 PEMBAHASAN 6.1 Analisis Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Pengembangan perikanan harus dirancang dan dirumuskan sematang mungkin agar mampu menghadapi berbagai macam tantangan dimasa depan. Hal ini menuntut kemampuan pendugaan kemungkinan perkembangan, baik disistem produksi, sistem konsumen, pasar, bahkan perubahan potensi sumberdaya (Muchsin et al., 1987). Unit penangkapan ikan di Sadeng terdiri dari dua jenis yaitu kapal motor dan perahu motor tempel. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Sadeng yaitu pancing dan gillnet. Kapal motor mengoperasikan pancing ulur, pancing tonda dan gillnet multifilamen, sedangkan perahu motor tempel mengoperasikan gillnet monofilamen. Kapal yang digunakan nelayan kapal motor di Sadeng adalah kapal dengan dua mesin motor dalam (inboard) yang masing-masing berkekuatan 30 PK. Penggunaan dua mesin ini diharapkan agar lebih menunjang pengoperasian penangkapan ikan. Alat tangkap yang ada dalam kapal motor yang digunakan nelayan di Sadeng cukup efektif untuk menangkap ikan, karena memiliki jenis alat tangkap yang bermacam-macam dengan waktu penggunaan yang berbeda-beda. Menurut Subani dan Barus (1989), beberapa cara mendapatkan kawanan ikan sebelum penangkapan dilakukan adalah menggunakan alat bantu penangkapan seperti rumpon dan sinar lampu (light fishery). Unit penangkapan kapal motor menggunakan alat bantu penangkapan yang baik, seperti rumpon, lampu dan GPS fishfinder. Alat bantu penangkapan ikan mempengaruhi keberhasilan penangkapan ikan. Nelayan kapal motor melakukan operasi penangkapan ikan di rumpon yang telah disediakan oleh pihak Pemerintah Yogyakarta. Peningkatan produksi hasil tangkapan meningkat sejak dipasang rumpon pada tahun 2005. Jumlah produksi hasil tangkapan meningkat dari tahun 2005 ke tahun 2006, yaitu dari 232.567,30 kg menjadi 260.196,00 kg. Pengoperasian alat tangkap dengan rumpon memudahkan dalam menentukan lokasi penangkapan ikan, apabila ikan di sekitar rumpon mulai berkurang, nelayan menggunakan GPS fishfinder untuk mencari lokasi penangkapan ikan yang lain.
71
Usaha penangkapan perahu motor tempel mengoperasikan satu alat tangkap yaitu gillnet monofilamen. Gillnet ini termasuk kedalam bottom gillnet dengan hasil tangkapan utama lobster dan kakap. Daerah penangkapan gillnet monofilamen hanya berjarak 1-4 mil dari fishing base. Kapal gillnet monofilamen tidak dapat menjangkau daerah penangkapan yang lebih jauh karena mesin yang digunakan untuk menggerakkan kapal hanya berkekuatan 15 PK. Penanganan hasil tangkapan pada unit penangkapan kapal motor dan motor tempel tidak dilakukan secara khusus dan belum mampu menjaga kualitas hasil tangkapan dengan baik. Penanganan hasil tangkapan hanya dilakukan di atas kapal dengan menggunakan es balok yang telah dihancurkan. Tempat penyimpanan hasil tangkapan juga tidak memadai karena hanya menggunakan coolbox yang tidak dilengkapi dengan sistem pendingin yang baik. Sistem penyusunan ikan juga mempercepat kerusakan ikan karena tidak diklasifikasikan berdasarkan panjang, berat dan jenis ikan. Proses ini akan membuat ikan yang tertangkap terlebih dahulu atau ikan yang berada paling bawah lebih cepat rusak. Penanganan yang berbeda hanya dilakukan pada kapal motor saat menangkap ikan tuna yang memiliki berat diatas 20 kilogram. Penanganan yang dilakukan adalah membuang isi perut dan diisi dengan es yang telah dihancurkan. Analisis produktivitas menunjukkan bahwa produktivitas kapal motor di Sadeng lebih besar daripada perahu motor tempel. Analisis produktivitas ini meliputi produktivitas hasil tangkapan per trip, produktivitas hasil tangkapan per nelayan dan produktivitas hasil tangkapan per mesin. Perbedaan nilai produktivitas antara kapal motor dan perahu motor tempel disebabkan oleh jumlah alat tangkap yang dioperasikan dalam satu unit penangkapan, jenis dan ukuran kapal/perahu serta besarnya daya mesin yang digunakan. Bauran pemasaran (marketing mix) terdiri dari empat komponen yang dikenal dengan 4P yaitu product (produk), price (harga), promotion (promosi) dan place (tempat). Bauran pemasaran tersebut
dirancang untuk menyerahkan
manfaat ke konsumen. Komponen-komponen tersebut berhubungan erat dengan pemasaran ke konsumen (Kotler & Keller, 2007). Proses pemasaran hasil tangkapan yang didaratkan sudah berjalan dengan baik, tetapi kurangnya promosi tentang kegiatan dan produk perikanan di Sadeng sehingga pemasaran belum
72
berjalan secara maksimal. Hasil produksi perikanan yang cukup banyak seharusnya diimbangi dengan promosi yang lebih intensif. Peran pemerintah sangat diharapkan dalam proses promosi ini, seperti meningkatkan kerjasama dengan daerah lain dan menambahkan alat transportasi umum untuk menunjang kegiatan perikanan di Sadeng, karena sulitnya alat transportasi menjadikan promosi kurang maksimal. Alat transportasi tersebut juga diperlukan mengingat letak PPP Sadeng yang jauh dari kegiatan pemasaran dengan keadaan jalan yang naik turun pegunungan dan sepi. Potensi sumberdaya ikan yang melimpah mengundang nelayan dari daerah lain untuk memanfaatkan sumberdaya di perairan Sadeng. Peningkatan pengawasan dan pembuatan peta daerah penangkapan ikan sangat dibutuhkan oleh nelayan di Sadeng. Peta fishing ground yang dikeluarkan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) dapat dimanfaatkan oleh nelayan untuk membantu mengetahui potensi daerah penangkapan. Hal ini berkaitan dengan kondisi perairan pantai selatan Yogyakarta yang kurang mendukung untuk melakukan operasi penangkapan ikan. Marpaung (2002) yang dikutip oleh Kurniati (2005) menyatakan bahwa aspek sosial dibidang perikanan harus mampu menyerap tenaga kerja, membuat peluang berusaha serta mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dan pemerintah daerah. Mayoritas nelayan di Sadeng adalah nelayan pendatang yang berasal dari Cilacap. Nelayan pendatang mendorong penduduk lokal untuk mengikuti nelayan Cilacap menjadi nelayan karena penghasilan dari melaut lebih menjanjikan dari penghasilan sebelum menjadi nelayan. Nelayan pendatang memberikan pelajaran tentang teknik melaut kepada nelayan lokal. Hal ini menjadikan perikanan di pantai Sadeng semakin berkembang dan dapat memberikan pendapatan bagi pemerintah daerah setempat. Pendapatan yang diperoleh nelayan di Sadeng juga berada diatas nilai UMR Daerah Istimewa Yogyakarta. Pendapatan ABK kapal motor di Sadeng adalah Rp 22.080.192,00 per tahun atau Rp 1.840.016,00 per bulan dan perahu motor tempel adalah Rp 17.943.083,33 per tahun atau Rp 1.495.256.94 per bulan. Analisis finansial atau usaha dalam kegiatan perikanan digunakan untuk menganalisa keuangan dan mengetahui tingkat keberhasilan usaha yang telah
73
dijalankan. Analisis ini dapat digunakan untuk mengetahui kelanjutan dari usaha tersebut di masa yang akan datang. Analisis usaha memperlihatkan usaha tersebut memberikan keuntungan atau kerugian serta menjadi tolak ukur keberhasilan. Analisis suatu usaha dilihat dari biaya yang dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu selama menjalankan usaha perikanan. Menurut Djamin (1984), komponen yang digunakan dalam analisis usaha perikanan adalah biaya produksi, penerimaan usaha dan pendapatan yang diperoleh dari usaha perikanan. Modal investasi yang dibutuhkan untuk armada penangkapan kapal motor dan perahu motor tempel masing-masing adalah
Rp 193.400.000,00 dan Rp
35.600.000,00. Investasi adalah modal awal yang digunakan oleh pemilik usaha pancing ulur untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan. Biaya usaha merupakan biaya atau pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh pemilik usaha untuk kegiatan unit penangkapan. Total biaya usaha yang dikeluarkan oleh unit penangkapan kapal motor adalah Rp 306.252.373,33, sedangkan untuk perahu motor tempel adalah Rp 80.940.750,00. Biaya ini terbagi menjadi dua yaitu, biaya tetap dan biaya variabel (operasional). Biaya tetap merupakan biaya yang wajib dikeluarkan. Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat operasi penangkapan. Penerimaan usaha merupakan hasil penjualan hasil tangkapan yang didapatkan. Penerimaan usaha yang diperoleh dari usaha kapal motor yaitu Rp 362.136.000,00 per tahun, sedangkan untuk perahu motor tempel adalah Rp 125.550.000,00 per tahun. Penerimaan ini diperoleh dari dua musim yaitu musim puncak (banyak ikan) dan musim paceklik (sedikit ikan). Musim puncak terjadi pada bulan April sampai November, sedangkan musim paceklik terjadi pada bulan Desember sampai Maret. Kondisi cuaca dan musim pada musim paceklik mempengaruhi besarnya nilai penerimaan yang didapatkan karena hasil tangkapan yang didapatkan lebih sedikit, sedangkan biaya operasional yang harus dikeluarkan cukup tinggi. Analisis finansial mampu membantu pemilik usaha untuk merencanakan langkah perbaikan dan peningkatan keuntungan usahanya. Berdasarkan analisis ini, akan didapatkan nilai R/C dan PP. Usaha perikanan kapal motor dan perahu motor tempel di Sadeng dapat memberikan keuntungan bagi pengusahanya.
74
Keuntungan yang didapat dari usaha kapal motor dan perahu motor tempel adalah Rp 55.883.626,67 per tahun dan Rp 44.599.250,00 per tahun, keuntungan didapatkan karena nilai biaya total lebih kecil dari total penerimaan yang didapatkan. Keuntungan juga dapat dilihat dari nilai R/C yang diperoleh >1 yaitu 1,18 untuk kapal motor dan 1,55 untuk perahu motor tempel, artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan untuk pengoperasian alat tangkap mampu memberikan penerimaan sebesar Rp 1,18 dan Rp 1,55. Nilai R/C merupakan nilai perbandingan antara besarnya nilai penerimaan dengan total biaya. Payback period (PP) dari usaha kapal motor sebesar 3,46, sedangkan perahu motor tempel adalah 0,80. Hal ini berarti bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan investasi awal kapal motor adalah 3,46 tahun atau sekitar 41 bulan, sedangkan perahu motor tempel adalah 0,80 tahun atau sekitar 10 bulan. Payback
period
merupakan
lamanya
waktu
yang
diperlukan
untuk
mengembalikan modal yang telah ditanamkan. Payback period diperoleh dari perbandingan nilai investasi dengan besarnya keuntungan yang diperoleh.
6.2 Analisis Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap Faktor yang mempengaruhi pengembangan perikanan tangkap terdiri dari faktor internal dan eksternal. Rangkuti (2005) menyatakan bahwa analisis faktor internal dilakukan dengan dengan matriks internal factor evaluation (IFE), sedangkan analisis faktor eksternal dilakukan dengan dengan matriks eksternal factor evaluation (EFE). Faktor internal menjelaskan tentang kekuatan dan kelemahan dari wilayah Sadeng. Total nilai yang diperoleh dari faktor internal adalah 2,85, hal ini menandakan bahwa wilayah Sadeng mampu memaksimalkan kekuatan yang dimiliki untuk menutupi kelemahan yang ada. Faktor eksternal menjelaskan tentang peluang dan ancaman dari wilayah Sadeng. Total nilai yang diperoleh dari faktor eksternal adalah 2,91. Nilai tersebut berarti bahwa kondisi eksternal di Sadeng mampu memanfaatkan peluang untuk meminimalkan ancaman. Berdasarkan nilai yang diperoleh dari faktor internal dan eksternal, kekuatan dan peluang yang ada dapat memberikan respon yang baik untuk kegiatan perikanan tangkap di Sadeng.
75
Kesteven (1973) yang dikutip oleh Monintja (2001) menyatakan bahwa fasilitas pelabuhan perikanan merupakan indikator penting dalam keberhasilan usaha penangkapan ikan. Langkah yang digunakan untuk mengembangkan usaha perikanan tangkap di Sadeng yaitu mengoptimalkan fasilitas yang ada di pelabuhan. Fasilitas di PPP Sadeng sudah cukup lengkap, tetapi belum digunakan dengan baik untuk menunjang proses produksi. Nelayan mendatangkan perbekalan melaut seperti es balok dan bensin dari luar daerah. Perlu adanya upaya dari pemerintah untuk memperbaiki dan mengoptimalkan fasilitas-fasilitas yang ada di pelabuhan, sehingga kondisi perikanan tangkap di Sadeng dapat berjalan dengan kondusif. Usaha perikanan tangkap di Sadeng masih didominasi oleh usaha kecil masyarakat yang dikelola secara tradisional dengan manajemen yang kurang baik, sulit mengakses informasi, teknologi dan permodalan. Secara umum, sumberdaya manusia juga belum memadai. Menurut Ditjen Perikanan Tangkap (2004), pelaku usaha perikanan meliputi nelayan, koperasi perikanan, perusahaan perikanan swasta (nasional maupun yang bermodal asing), maupun perusahaan milik negara. Upaya yang dapat dilakukan untuk mendorong percepatan pembangunan sektor perikanan tangkap adalah melakukan kerjasama yang saling menguntungkan antar pengusaha kecil, koperasi, pengusaha menengah dan besar. Pemerintah perlu mencari dan menemukan mitra kerja yang mampu bekerjasama dengan berbagai pihak untuk menghasilkan kerjasama yang sinergis terutama berkaitan dengan ketrampilan kepada pelaku usaha, manajemen usaha, akses permodalan dan pemasaran.
7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan 1) Berdasarkan aspek teknis, unit penangkapan ikan yang digunakan di Sadeng terdiri dari dua jenis yaitu kapal motor dan perahu motor tempel. Produktivitas kapal motor lebih besar daripada perahu motor tempel dengan produksi hasil tangkapan kapal motor sebesar 1.514,6 kg per trip, sedangkan perahu motor tempel sebesar 19,8 kg per trip. Proses pemasaran hasil tangkapan belum berjalan maksimal karena kurangnya promosi kegiatan perikanan dan produk perikanan di Sadeng. Berdasarkan analisis finansial, kapal motor memperoleh keuntungan sebesar Rp 55.883.626,67 per tahun, R/C 1,18 dan PP 3,46, sedangkan perahu motor memperoleh keuntungan sebesar Rp 44.599.250,00 per tahun, R/C 1,55 dan PP 0,80. 2) Perumusan strategi dari faktor internal diperoleh total nilai sebesar 2,85 dan faktor internal sebesar 2,91. Alternatif strategi yang dirumuskan yaitu, mengembangkan kelembagaan dan organisasi pengelolaan usaha perikanan tangkap, meningkatkan sarana dan prasarana dalam sistem perikanan tangkap, meningkatkan armada penangkapan ikan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya ikan, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, meningkatkan kerjasama dengan daerah lain, menentukan daerah penangkapan ikan yang tepat, pembinaan dan pelatihan kewirausahaan dalam kegiatan perikanan serta meningkatkan pengawasan operasional kegiatan penangkapan ikan.
7.2 Saran Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk menunjang pengembangan usaha perikanan di Sadeng, yaitu: 1) Menyediakan sarana transportasi umum untuk mendukung pemasaran hasil tangkapan ke konsumen; dan 2) Meningkatkan promosi tentang kegiatan perikanan, seperti wisata bahari untuk menarik wisatawan datang ke Sadeng.
DAFTAR PUSTAKA Badan
Pusat Statistik. 2008. Gunungkidul www.yogyakarta.bps.go.id [16 Februari 2010].
dalam
Angka
2008.
David FR. 2003. Strategic Management, Concepts and Cases, 10th ed. New Jersey: Pearson Education Inc. 461 hal. Direktorat Jenderal Perikanan. 2004. Buku Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Laut Bagian I. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian. 48 hal. Djamin Z. 1984. Perencanaan dan Analisis Proyek. Jakarta: University of Indonesia Press. 167 hal. Gaspersz V. 1992. Analisis Sistem Terapan Berdasarkan Pendekatan Teknik Industri. Bandung: Tarsito. 671 hal. Kadariah, Lien K, dan Clive G. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. 181 hal. Kotler P dan Keller KL. 2007. Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Media. 444 hal. Kurniati S. 2005. Pengembangan Perikanan Tangkap dalam Kaitannya dengan Potensi Pariwisata di Pantai Baron Kabupaten Gunungkidul, D.I Yogyakarta [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 78 hal. Kristiawan R. 2008. Perbandingan Karakteristik Perikanan Tangkap di Pemalang dan Pekalongan dalam Kerangka Pengembangan Perikanan Tangkap di Pemalang [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 76 hal. Manurung DN. 2006. Produktivitas Unit Penangkapan Ikan dan Komoditas Unggulan Perikanan Laut yang Berbasis di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelakongan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 57 hal. Martasuganda S. 2008. Jaring Insang (Gillnet). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 144 hal. Milasari D. 2004. Perencanaan Pembangunan Wilayah Berbasis Perikanan Tangkap secara Terpadu di Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 146 hal.
78
Monintja D. 1989. Pengantar Perikanan Tangkap di Indonesia. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 49 hal. . 2001. Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dalam Bidang Perikanan Tangkap. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hal: 12. Muchsin et al, 1987. Konsepsi Strategi Pembangunan Menuju Perikanan Tangguh. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal: 9. Nazir M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 622 hal. Nugrahani T. 2008. Sistem Informasi Geografi Perikanan. www.perikanandiy.info [3 Mei 2009]. Nurani TW. 2008a. Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats). Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 53 hal. . 2008b. Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik Potensi Daerah [Disertasi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 407 hal. PPP Sadeng. 2009. Laporan Tahunan PPP Sadeng Tahun 2009. Yogyakarta: Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng. . 2008. Laporan Tahunan PPP Sadeng Tahun 2008. Yogyakarta: Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng. . 2007. Laporan Tahunan PPP Sadeng Tahun 2007. Yogyakarta: Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng. . 2006. Laporan Tahunan PPP Sadeng Tahun 2006. Yogyakarta: Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng. . 2005. Laporan Tahunan PPP Sadeng Tahun 2005. Yogyakarta: Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng. Rangkuti F. 2005. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 184 hal. Siagian, Sp. 1998. Manajemen Strategik. Jakarta: Bumi Aksara. 271 hal. Subani dan Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jakarta: Departemen Pertanian. 248 hal.
79
Umar H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis: Teknik Menganalisis Kelayakan Rencana Bisnis secara Komprehensif. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 488 hal. Wahyudi Y. 2004. Pengembangan Sistem Perikanan Teri Nasi di Kabupaten Tuban, Jawa Timur [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 81 hal.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta lokasi penelitian
81
82
Lampiran 2 Lay out Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng
Sumber: UPTD PPP Sadeng, 2007
83 Lampiran 3 Peta informasi lokasi penempatan rumpon laut dalam
Sumber: UPTD PPP Sadeng, 2009
Lampiran 4 Produksi dan nilai produksi bulanan rata-rata di PPP Sadeng tahun 2005-2009 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Toatal Produksi Nilai Produksi
2005 8.004,60 4.667,70 21.559,00 8.135.00 14.258,00 18.450,00 16.184,00 29.004,00 39.547,00 19.206,00 19.175,00 34.377,00 232.567,30 Rp. 1.627.969.000,00
Hasil Produksi Rata-Rata (kg) 2006 2007 2008 2009 6.197,00 56.111,00 7.850,00 25.466,00 18.546,00 43.732,00 24.499,50 18.872,65 18.186,00 50.651,00 30.710,00 42.601,20 13.525,00 88.927,00 43.235,00 67.569,70 11.431,00 83.382,00 63.636,00 92.566,00 26.135,00 75.401,50 55.588,00 102.348,00 26.148,00 70.530,00 37.927,00 103.987,00 35.429,00 96.905,00 92.458,00 114.530,00 22.270,00 144.445,00 141.090,50 92.739,00 24.761,00 149.152,00 102.620,00 189.237,00 26.928,00 218.538,30 103.359,46 108.774,00 30.640,00 149.691,00 28.962,93 71.004,25 260.196.00 1.227.465,80 731.936,39 1.029.694,80 Rp. 1.821.400.000,00 Rp. 8.821.400.000,00 Rp. 7.364.422.760,00 Rp. 9.659.662.250,00
Sumber data: Laporan Tahunan PPP Sadeng, 2005-2009
84
85 Lampiran 5 Daftar harga pengeluaran juragan kapal motor per tahun No. 1.
2.
3.
Pembanding Investasi - Kapal - Mesin - Gillnet multifilamen - Lampu - Dinamo lampu - GPS fishfinder Total investasi Biaya tetap - Perawatan kapal - Perawatan mesin - Perawatan gillnet multifilamen - Perawatan lampu - Perawatan dinamo lampu - Perawatan GPS fishfinder - Penyusutan kapal - Penyusutan mesin - Penyusutan gillnet - Penyusutan lampu - Penyusutan dinamo - Penyusutan GPS - Pancing rentakan - Pancing ancet - Pancing copingan - Pancing tonda - Pancing layang-layang - SIUP Total biaya tetap Biaya tidak tetap - Solar - Minyak tanah - Oli - Gemuk - Es - Garam - Konsumsi nelayan - Air tawar - Umpan - Tali pancing no. 50 - Tali pancing no. 70 - Tali pancing no. 90 - Tali pancing no. 100 - Layang-layang Total biaya tidak tetap
Harga (rupiah) Juragan 1 Juragan 2
Rata-rata
125.000.000 37.000.000 20.500.000 2.400.000 500.000 3.500.000 188.900.000
130.000.000 39.000.000 22.500.000 2.400.000 500.000 3.500.000 197.900.000
127.500.000 37.000.000 21.500.000 2.400.000 500.000 3.500.000 193.400.000
12.000.000 4.800.000 160.000
12.000.000 4.800.000 160.000
12.000.000 4.800.000 160.000
1.080.000 120.000 84.000 12.500.000 7.400.000 2.050.000 480.000 100.000 583.333 3.600.000 3.000.000 2.000.000 1.600.000 2.160.000 250.000 53.967.333
1.080.000 120.000 84.000 13.000.000 7.800.000 2.250.000 480.000 100.000 583.333 3.600.000 3.000.000 2.000.000 1.600.000 2.160.000 250.000 55.067.333
1.080.000 120.000 84.000 12.750.000 7.600.000 2.150.000 480.000 100.000 583.333 3.600.000 3.000.000 2.000.000 1.600.000 2.160.000 250.000 54.517.333
40.500.000 4.800.000 6.300.000 300.000 19.200.000 30.000 45.000.000 1.500.000 900.000 2.250.000 2.490.000 2.700.000 3.000.000 1.500.000 130.470.000
40.500.000 4.800.000 6.300.000 300.000 19.200.000 30.000 45.000.000 1.500.000 900.000 2.250.000 2.490.000 2.700.000 3.000.000 1.500.000 130.470.000
40.500.000 4.800.000 6.300.000 300.000 19.200.000 30.000 45.000.000 1.500.000 900.000 2.250.000 2.490.000 2.700.000 3.000.000 1.500.000 130.470.000
Lampiran 6 Daftar harga pengeluaran juragan perahu motor tempel per tahun No. 1.
2.
3.
Pembanding Investasi - Kapal - Mesin - Gillnet monofilamen Total investasi Biaya tetap - Perawatan kapal - Perawatan mesin - Perawatan gillnet - Penyusutan kapal - Penyusutan mesin - Penyusutan gillnet Total biaya tetap Biaya tidak tetap - Bensin - Oli - Perbekalan - Es balok Total biaya tidak tetap
Harga (rupiah) Juragan 3 Juragan 4 Juragan 5
Rata-rata
Juragan 1
Juragan 2
Juragan 6
Juragan 7
21.000.000 12.500.000 2.750.000 36.250.000
20.000.000 20.000.000 19.000.000 22.000.000 19.000.000 12.500.000 13.000.000 12.500.000 15.000.000 12.000.000 2.700.000 2.500.000 2.500.000 3.000.000 2.800.000 35.200.000 35.500.000 34.000.000 39.000.000 32.800.000
19.000.000 12.750.000 2.750.000 33.500.000
20.000.000 12.900.000 2.700.000 35.600.000
900.000 650.000 1.600.000 1.900.000 2.400.000 1.400.000 8.850.000
900.000 600.000 1.700.000 1.900.000 2.550.000 1.375.000 9.025.000
900.000 600.000 1.800.000 2.000.000 2.580.000 1.350.000 9.220.000
6.175.000 5.625.000 4.500.000 6.750.000 5.625.000 2.625.000 2.625.000 2.625.000 2.625.000 2.625.000 1.750.000 2.000.000 2.500.000 1.250.000 1.875.000 4.000.000 4.000.000 4.000.000 4.000.000 4.000.000 14.550.000 14.250.000 13.625.000 14.375.000 14.125.000
5.625.000 2.625.000 1.875.000 4.000.000 14.125.000
5.625.000 2.625.000 1.875.000 4.000.000 14.125.000
900.000 500.000 1.800.000 2.100.000 2.500.000 1.375.000 9.175.000 5.062.500 2.625.000 1.875.000 4.000.000 13.562.500
875.000 650.000 1.600.000 2.000.000 2.500.000 1.350.000 8.975.000
925.000 650.000 1.800.000 2.000.000 2.600.000 1.250.000 9.225.000
850.000 950.000 600.000 550.000 2.000.000 1.900.000 1.900.000 2.200.000 2.500.000 3.000.000 1.250.000 1.500.000 9.100.000 10.100.000
86
87 Lampiran 7 Analisis finansial kapal motor A. Investasi 1. Kapal (umur teknis 10 tahun) 2. Mesin (umur teknis 5 tahun) 3. Gillnet multifilamen (umur teknis 10 tahun) 4. Lampu (umur teknis 5 tahun) 5. Dinamo lampu (umur teknis 5 tahun) 6. GPS fishfinder (umur teknis 6 tahun)
: Rp 127.500.000,00 : Rp 38.000.000,00 : Rp 21.500.000,00 : Rp 2.400.000,00 : Rp 500.000,00 : Rp 3.500.000,00 +
Total B. Penerimaan 1. Musim puncak (April-November) - Tuna (18 trip x Rp 10000/kg x 100 kg) - Baby tuna (18 trip x Rp 8000/kg x 1350 kg) - Cakalang (18 trip x Rp 8000/kg x 232 kg) - Tongkol (18 trip x Rp 8000/kg x 220 kg) - Tenggiri (18 trip x Rp 8000/kg x 45 kg) 2. Musim paceklik (Desember-Maret) - Tuna (12 trip x Rp 15000/kg x 75 kg) - Baby tuna (12 trip x Rp 8000/kg x 580 kg) - Cakalang (12 trip x Rp 8000/kg x 73 kg) - Tongkol (12 trip x Rp 8000/kg x 75 kg) - Tenggiri (12 trip x Rp 8000/kg x 63 kg)
: Rp 193.400.000,00
: Rp 18.000.000,00 : Rp 194.400.000,00 : Rp 33.408.000,00 : Rp 31.680.000,00 : Rp 6.480.000,00 : Rp 5.400.000,00 : Rp 55.680.000,00 : Rp 7.008.000,00 : Rp 7.200.000,00 : Rp 6.048.000,00 +
Total C. Biaya tetap 1. Perawatan kapal (1 tahun) 2. Perawatan mesin (1 tahun) 3. Perawatan gillnet multifilamen (1 tahun) 4. Perawatan lampu (1 tahun) 5. Perawatan dinamo lampu (1 tahun) 6. Perawatan GPS fishfinder (1 tahun) 7. Penyusutan kapal (harga kapal/umur teknis) (Rp 127.500.000/10 tahun) 8. Penyusutan mesin (Rp 38.000.000/5 tahun) 9. Penyusutan gillnet (Rp 21.500.000/10 tahun) 10. Penyusutan lampu (Rp 2.400.000/5 tahun) 11. Penyusutan dinamo (Rp 500.000/5 tahun) 12. Penyusutan GPS (Rp 3.500.000/6 tahun) 13. Pancing rentakan 14. Pancing ancet 15. Pancing copingan 16. Pancing tonda 17. Pancing layang-layang
: Rp 362.136.000,00
: Rp : Rp : Rp : Rp : Rp : Rp
12.000.000,00 4.800.000,00 160.000,00 1.080.000,00 120.000,00 84.000,00
: Rp : Rp : Rp : Rp : Rp : Rp : Rp : Rp : Rp : Rp : Rp
12.750.000,00 7.600.000,00 2.150.000,00 480.000,00 100.000,00 583.333,33 3.600.000,00 3.000.000,00 2.000.000,00 1.600.000,00 2.160.000,00
88 Lampiran 7 Lanjutan 18. SIUP
: Rp
Total
: Rp 54.517.333,33
250.000,00 +
D. Biaya tidak tetap 1. Solar (30 trip x 300 liter x Rp 4.500) 2. Minyak tanah (30 trip x 20 liter x Rp 8.000) 3. Oli (30 trip x 10 liter x Rp 21.000) 4. Gemuk (30 trip x 1 kaleng x Rp 10.000) 5. Es (30 trip x 40 balok x Rp 16.000) 6. Garam (30 trip x 1 pak x Rp 1.000) 7. Konsumsi nelayan (30 trip x Rp 1.500.000) 8. Air tawar (30 trip x Rp 50.000) 9. Umpan (30 trip x Rp 30.000) 10. Tali pancing no. 50 (30 trip x Rp 75.000) 11. Tali pancing no. 70 (30 trip x Rp 83.000) 12. Tali pancing no. 90 (30 trip x Rp 90.000) 13. Tali pancing no. 100 (30 trip x Rp 100.000) 14. Layang-layang (30 trip x Rp 50.000)
: Rp 40.500.000,00 : Rp 4.800.000,00 : Rp 6.300.000,00 : Rp 300.000,00 : Rp 19.200.000,00 : Rp 30.000,00 : Rp 45.000.000,00 : Rp 1.500.000,00 : Rp 900.000,00 : Rp 2.250.000,00 : Rp 2.490.000,00 : Rp 2.700.000,00 : Rp 3.000.000,00 : Rp 1.500.000,00 +
Total
: Rp 130.470.000,00
15. Retribusi (3% x penerimaan kotor) (3% x Rp 362.136.000,00) 16. Bagi hasil (50% x (penerimaan kotor –retribusibiaya operasional)
: Rp 110.400.960,00
Total biaya tidak tetap Total biaya (biaya tetap+biaya tidak tetap)
: Rp 251.735.040,00 : Rp 306.252.373,33
: Rp 10.864.080,00
+
Analisis usaha: 1. Keuntungan
2. R/C
3. PP
= total penerimaan – total biaya = Rp 362.136.000,00- Rp 306.252.373,33 = Rp 55.883.626,67 = total penerimaan/total biaya = Rp 362.136.000,00/Rp 306.252.373,33 = 1,18 = (investasi/keuntungan) x 1 tahun = 3,46
89
Lampiran 8 Analisis finansial perahu motor tempel A. Investasi 1. Kapal (umur teknis 10 tahun) 2. Alat tangkap (umur teknis 2 tahun) 3. Mesin (umur teknis 5 tahun)
: Rp 20.000.000,00 : Rp 2.700.000,00 : Rp 12.900.000,00 +
Total B. Penerimaan 1. Musim puncak (April-November) - Lobster (75 trip x Rp 120.000 x 8 kg) - Bawal (75 trip x Rp 15.000 x 4 kg) - Kakap merah (75 trip x Rp 15.000 x 8 kg) - Kakap putih (75 trip x Rp 12.000 x 5 kg) 2. Musim paceklik (Desember-Maret) - Lobster (50 trip x Rp 150.000 x 4 kg) - Kakap merah (50 trip x Rp 15.000 x 5 kg) - Kakap putih (50 trip x Rp 12.000 x 3 kg)
: Rp 35.600.000,00
: Rp 72.000.000,00 : Rp 4.500.000,00 : Rp 9.000.000,00 : Rp 4.500.000,00 : Rp 30.000.000,00 : Rp 3.750.000,00 : Rp 1.800.000,00 +
Total C. Biaya tetap 1. Perawatan kapal (1 tahun) 2. Perawatan alat tangkap (1 tahun) 3. Perawatan mesin (1 tahun) 4. Penyusutan kapal (harga kapal/umur teknis) (Rp 20.000.000/10 tahun) 5. Penyusutan alat tangkap (Rp 2.700.000/2 tahun) 6. Penyusutan mesin (Rp 12.850.000/5 tahun)
: Rp 125.550.000,00
: Rp : Rp : Rp
900.000,00 600.000,00 1.800.000,00
: Rp : Rp : Rp
2.000.000,00 1.350.000,00 2.580.000,00 +
Total D. Biaya tidak tetap 1. Bensin (125 trip x 10 liter x Rp 4.500) 2. Oli (125 trip x 1 liter x Rp 21.000) 3. Perbekalan (125 trip x Rp 15.000) 4. Es balok (125 trip x 2 balok x Rp 16.000)
: Rp
9.230.000,00
: Rp : Rp : Rp : Rp
5.625.000,00 2.625.000,00 1.875.000,00 4.000.000,00 +
Total 5. Retribusi (3% x penerimaan kotor) (3% x Rp 125.550.000,00) 6. Bagi hasil (50% x (penerimaan kotor –retribusibiaya operasional)
: Rp 14.125.000,00 : Rp
3.766.500,00
: Rp 53.829.250,00 +
Total biaya tidak tetap Total biaya (biaya tetap+biaya tidak tetap)
: Rp 71.720.750,00 : Rp 80.940.750,00
90
Lampiran 8 Lanjutan Analisis usaha: 1. Keuntungan
2. R/C
3. PP
= total penerimaan – total biaya = Rp 125.550.000,00- Rp 80.940.750,00 = Rp 44.599.250,00 = total penerimaan/total biaya = Rp 125.550.000,00/Rp 80.940.750,00 = 1,55 = (investasi/keuntungan) x 1 tahun = 0,80
91 Lampiran 9 Penilaian bobot faktor strategis internal Faktor Strategis Internal Kekuatan A. Potensi SDI yang cukup besar B. Jumlah nelayan yang terus meningkat C. Banyaknya nelayan pendatang dari Cilacap D. Motivasi melaut cukup tinggi E. Usaha kapal motor menguntungkan F. Peranan DKP dalam pengembangan perikanan tangkap Kelemahan G. Akses transportasi yang sulit H. Fasilitas pelabuhan belum dimanfaatkan secara optimal I. Ketrampilan dan tingkat pendidikan yang rendah J. Kurangnya kerjasama dengan daerah lain K. Keterbatasan alat tangkap Total
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
Total
Bobot
x
2
3
2
3
2
2
2
3
2
2
23
0,10
2
x
2
1
1
2
1
1
2
2
2
16
0,08
1
2
x
2
1
2
1
1
3
2
2
17
0,08
2
3
2
x
3
2
3
2
2
3
2
24
0,11
1
3
3
1
x
1
1
3
2
2
2
19
0,09
2
2
2
2
3
x
2
2
2
2
1
20
0,09
2
3
3
1
3
2
x
3
2
2
1
22
0,10
2
3
3
2
1
2
1
x
1
2
1
18
0,08
1
2
1
2
2
2
2
3
x
3
2
20
0,09
2
2
2
1
2
2
2
2
1
x
2
18
0,08
2
2
2
2
2
3
3
3
2
2
x
23
0,10
220
1,00
Catatan: Pemberian bobot rating berdasarkan penilaian intuitif peneliti.
92 Lampiran 10 Penilaian bobot faktor strategis eksternal Faktor Strategis Eksternal Peluang A. Sadeng membuka pintu bagi nelayan dari daerah lain B. Potensi SDI belum dimanfaatkan secara optimal C. Peluang pasar yang baik D. Kesempatan kerja di bidang perikanan E. Peluang ke arah wisata bahari Ancaman F. Kondisi perairan selatan Jawa yang tidak mendukung untuk penangkapan ikan G. Keadaan lingkungan Sadeng rawan bencana alam H. Ancaman dari nelayan luar daerah yang memanfaatkan SDI Total
A
B
C
D
E
F
G
H
x
1
1
2
1
3
2
2
12
0,11
3
x
2
2
2
2
3
1
15
0,14
3
2
x
2
2
3
3
2
17
0,16
2
3
1
x
1
1
2
2
12
0,11
3
2
2
2
x
2
3
2
16
0,15
1
2
1
1
2
x
3
2
12
0,11
2
1
1
1
1
1
x
2
9
0,08
2
3
2
1
3
2
2
x
15
0,14
108
1,00
Catatan: Pemberian bobot rating berdasarkan penilaian intuitif peneliti.
Total Bobot
93 Lampiran 11 Gambar kegiatan perikanan di Sadeng
Pintu gerbang PPP Sadeng
Kantor ADM Pelabuhan
Tempat pelelangan ikan
Kolam pelabuhan
SPBN
Kantor Syahbandar