DAYA SAING KOMODITI PERKEBUNAN INDONESIA DI NEGARA IMPORTIR UTAMA DAN DUNIA
OLEH TEGUH NOBY WIJAYA H14070016
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN
Teguh Noby Wijaya. Daya Saing Komoditi Perkebunan Indonesia di Negara Importir Utama dan Dunia (Dibimbing oleh Muhammad Firdaus) Sejak zaman penjajahan, hasil perkebunan Indonesia berupa rempah-rempah sudah diminati masyarakat dunia. Bahkan hingga sekarang perkebunan yang masuk kedalam sektor perkebunan merupakan salah satu penyumbang PDB terbesar didalam sektor tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu bukan hanya Indonesia yang menjadi produsen perkebunan dunia, belahan dunia lainnya juga memiliki kesempatan yang sama. Perkebunan Indonesia rata-rata dikelola oleh perkebunan rakyat, sehingga menghasilkan mutu yang kurang baik dan produktivitas yang rendah yaitu sebesar 3,17 persen, sehingga semakin sulit dikembangkan dipasar dunia yang semakin bebas. Sementara dari sisi produksi hanya komoditi kopi, kelapa sawit dan kakao yang memiliki volume produksi dan volume ekspor yang selalu meningkat. Daya saing dan kinerja komoditi perkebunan Indonesia ke negara importir utama seperti Australia, Belgia, China, Jepang, Malaysia, India, Belanda, Amerika Serikat, Inggris, Singapura serta Jerman dan dunia perlu diperhatikan agar dapat memberikan masukan kepada pembuat kebijakan untuk perkebunan yang lebih baik. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk memetakan posisi daya saing Indonesia yaitu dengan metode Revealed Comparative Advantage (RCA), selain itu juga digunakan metode Export Product Dynamic (EPD) untuk melihat posisi daya saing komoditi perkebunan Indonesia kedalam empat kuadran, yaitu : Rising Star, Lost Opportunity, Retreat dan Falling Star. Komoditi perkebunan yang diteliti, yaitu: cengkeh, kacang mete, kakao, karet, kayu manis, kelapa sawit, kelapa, kopi, lada, pala, teh dan tembakau. Hasil penelitian menunjukkan kinerja ekspor, tingkat keunggulan komparatif dan posisi daya saing Indonesia tahun 2001, 2005 dan 2009 berbeda disetiap komoditi dan negara tujuan. Untuk kinerja ekspor rata-rata mengalami fluktuasi yang diakibatkan selain karena masalah mutu dan produktivitas yang lemah, strategi yang diterapkan Indonesia juga belum mampu secara maksimal untuk menjaga konsistensi dalam melakukan ekspor, sehingga masih terdapatnya komoditi perkebunan Indonesia yang berada pada posisi Lost Opportunity, sehingga keuntungan yang harusnya didapat menjadi hilang. Namun secara keseluruhan posisi dan tingkat daya saing Indonesia sudah baik. Nilai rata-rata RCA tertinggi dimiliki oleh komoditi kelapa sawit, sehingga bisa dikatakan komoditi tersebut memiliki tingkat daya saing yang paling tinggi, sedangkan untuk komoditi yang paling kompetitif dipasar Internasional dimiliki oleh komoditi kacang mete. Negara yang paling baik untuk menjadi pasar Indonesia akibat permintaan yang meningkat adalah Malaysia, selain itu juga ada pasar India, China, Jerman, Amerika Serikat, Jepang, Singapura dan dunia, sedangkan empat pasar lainnya yaitu Belanda, Belgia, Australia dan Inggris memiliki permintaan komoditi perkebunan yang menurun. Hal tersebut dapat diakibatkan pasar Uni Eropa sangat menolak adanya pengrusakkan lingkungan yang dilakukan untuk menambah luas areal. Komoditi Indonesia yang memiliki keunggulan komparatif yang tinggi berada di Negara Jerman, karena rata-rata nilai RCA yang dimiliki komoditi perkebunan Indonesia di negara tersebut lebih tinggi dibandingkan ke negara lainnya. Negara pesaing Indonesia yang
memiliki kesamaan karakteristik yaitu Filipina dan Thailand hanya memiliki keunggulan komparatif yang kuat pada komoditi kelapa untuk Filipina dan karet untuk Thailand, sementara negara yang baik untuk dijadikan perbandingan di wilayah Asean adalah Singapura dan Malaysia. Walaupun demikian Kebijakan pemerintah dalam membuka investasi asing yang berujung pada pembukaan lahan harus dibatasi dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang didapat, walaupun dapat meningkatkan pemasukkan devisa, namun dengan adanya pembatasan di Uni Eropa secara non tarif dalam bentuk anti perusakkan lingkungan produk Indonesia menjadi terhambat untuk masuk pasar Belgia, Belanda dan Inggris, sehingga devisa yang harusnya diterima lebih besar akan berkurang. Masih terdapat komoditi Indonesia yang berada pada posisi Lost Opportunity pada pasar China, Jepang, Singapura, India, Amerika Serikat dan Jerman serta Dunia, sehingga perlu dilakukannya kebijakan promosi ekspor seperti yang dilakukan di Sao Paolo Brazil, yaitu dengan mendirikan Indonesian Trade Promotion Centre, dan ditambah dengan daya tarik berupa produk dengan identitas geografis dengan begitu komoditi kita akan menarik dan dikenal sehingga memiliki merk tersendiri yang diminati untuk dikonsumsi yang bertujuan untuk memperkenalkan produk yang memiliki permintaan menurun sehingga akan menghasilkan devisa dan juga akan meningkatkan daya saing produk. Strategi yang dapat dilakukan selain promosi adalah menjalin hubungan bilateral yang lebih kuat dengan negara lain, sehingga Indonesia dapat membuka akses untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan baik mengenai kebutuhan impor negara tersebut maupun informasi strategi kebijakan ekonomi yang dilakukan negara pesaing. Karena dengan begitu kemampuan dalam menyediakan komoditi perkebunan dipasar yang permintaannya meningkat akan terjamin sehingga pemasukkan devisa bagi negara juga akan terjamin. Kebijakan dalam negeri yang baik dilakukan adalah Gerakan Nasional setiap komodti perkebunan Indonesia, bukan hanya komoditi kakao dan kopi saja, karena dengan adanya gerakan tersebut akan adanya tenaga pendamping yang disediakan pemerintah dari kalangan akademis sehingga dapat meningkatkan kemampuan petani perkebunan sehingga berimplikasi pula terhadap peningkatan produksi, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani pula.
DAYA SAING KOMODITI PERKEBUNAN INDONESIA DI NEGARA IMPORTIR UTAMA DAN DUNIA
OLEH TEGUH NOBY WIJAYA H14070016
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi
: Daya Saing Komoditi Perkebunan Indonesia di Negara Importir Utama dan Dunia
Nama Mahasiswa
: Teguh Noby Wijaya
NRP
: H14070016
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
M. Firdaus, Ph.D NIP. 19730105 199702 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENARBENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2011
Teguh Noby Wijaya H14070016
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Teguh Noby Wijaya lahir pada tanggal 10 September 1989 di Tembilahan yang merupakan salah satu ibu kota kabupaten di Provinsi Riau. Penulis anak ketiga dari empat bersaudara yang lahir dari buah cinta dari pasangan Tably Ibul dan Wiwik. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis memasuki Taman Kanak-kanak Pertiwi 1 Tembilahan pada tahun 1994, kemudian melanjutkan ke SDN 004 Tembilahan, setelah lulus penulis menamatkan sekolah lanjutan pada SLTPN 02 Tembilahan dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMAN 2 Tembilahan yang kini berganti nama menjadi SMAN 1 Tembilahan Hulu dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis dinyatakan diterima pada perguruan tinggi yang secara geografis terletak di Bogor. Institut Pertanian Bogor (IPB) merupakan perguruan tinggi yang dipilih penulis untuk menimba ilmu dan mengembangkan pola pikir agar menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Ilmu Ekonomi. Selain menimba ilmu dalam bidang akademik, penulis juga aktif dalam organisasi, seperti anggota BEM Muda kabinet FEM Bersatu, staff Departemen Budaya Olahraga dan Seni sekaligus menjadi ketua pelaksana SPORTAKULER tahun 2009 kabinet Sahabat Ksatria dan Kepala Bidang Budaya Olahraga dan Seni kabinet ORASI. Selain itu penulis juga memiliki beberapa prestasi olahraga selama di IPB antara lain Juara 1 TPB CUP 2008 dan OMI 2010 cabang futsal, Juara 2 SPORTAKULER tahun 2008 dan 2009 serta Juara 3 pada tahun 2010 cabang badminton
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul Skripsi ini adalah “Daya Saing Komoditi Perkebunan Indonesia di Negara Importir Utama dan Dunia”. Kondisi geografis Indonesia yang berada di daerah tropis dan di tengah pelayaran internasional menyebabkan tanah yang subur dan sejak dahulu memiliki hasil tanaman perkebunan yang diminati negara lainnya sehingga menjadi alasan penjajah untuk menjajah Indonesia merupakan alasan penulis merasa penting untuk mengkaji penelitian dengan topik ini. Selain itu komoditi yang diangkat tidak hanya memiliki peran yang penting dalam memenuhi kebutuhan konsumsi lokal tetapi juga dapat memenuhi kebutuhan negara lainnya dengan melakukan ekspor. Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan semua pihak yang telah memberikan doa, semangat, dukungan, dan bimbingannya dalam menyelesaikan skripsi ini. Maka pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ayahanda Tably Ibul dan Ibunda Wiwik serta Juwita Dara Shinta, Nanda Miranty dan Rama Wiguna atas do’a dan motivasi yang diberikan, karena sesungguhnya dua hal tersebut akan semakin memberikan semangat bila disampaikan dari orang tua dan saudara-saudara penulis. 2. Bapak Muhammad Firdaus. selaku dosen pembimbing skripsi atas segala perhatian, kebaikan, bantuan, dan bimbingannya selama ini kepada penulis. 3. Bapak Dedi Budiman Hakim selaku dosen penguji utama dan Ibu Fifi Diana Thamrin selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas segala masukan, kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi penulis. 4. Seluruh staf Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB atas bantuannya kepada penulis selama menempuh pendidikan di Departemen Ilmu Ekonomi.
5. Teman satu bimbingan (Dinda, Michele dan Rena) dan Teman-teman IE 44 dan IE 45 yang telah memberikan semangat, masukkan dan bantuan dalam proses pembuatan skripsi ini.
Bogor, Juli 2011
Teguh Noby Wijaya H14070016
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................. i DAFTAR TABEL ......................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi I.
PENDAHULUAN ............................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 5 1.3 Tujuan Penelitian......................................................................... 9 1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 9 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................... 9
II.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .......... 12 2.1 Hasil Perkebunan Indonesia ......................................................... 12 2.2 Perdagangan Internasional ........................................................... 18 2.2.1 Teori Perdagangan Internasional ......................................... 22 2.2.2 Konsep Daya Saing ............................................................. 26 2.3 WTO, AoA dan Perkebunan ........................................................ 26 2.4 Penelitian Terdahulu .................................................................... 28 2.4.1
Penelitian Mengenai Daya Saing.................................... 28
2.4.2
Penelitian Mengenai Perkebunan ................................... 29
2.5 Kerangka Pemikiran Operasional ................................................. 30 III.
METODE PENELITIAN................................................................ 32 3.1 Jenis dan Sumber Data ................................................................ 32 3.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data ......................................... 32
IV.
3.2.1
Revealed Comparative Advantage (RCA) ...................... 32
3.2.2
Export Product Dynamics (EPD) ................................... 34
GAMBARAN UMUM ..................................................................... 37 4.1 Perkebunan Dunia ....................................................................... 37 4.2 Perkebunan Indonesia .................................................................. 40 4.2.1
Luas, Volume dan Sentra Cengkeh Indonesia................. 40
ii
4.2.2
Luas, Volume dan Sentra Kacang Mete Indonesia.......... 42
4.2.3
Luas, Volume dan Sentra Kakao Indonesia .................... 44
4.2.4
Luas, Volume dan Sentra Karet Indonesia ...................... 45
4.2.5
Luas, Volume dan Sentra Kayu Manis Indonesia ........... 46
4.2.6
Luas, Volume dan Sentra Kelapa Sawit Indonesia.......... 48
4.2.7
Luas, Volume dan Sentra Kelapa Indonesia ................... 50
4.2.8
Luas, Volume dan Sentra Kopi Indonesia....................... 51
4.2.9
Luas, Volume dan Sentra Lada Indonesia....................... 53
4.2.10 Luas, Volume dan Sentra Pala Indonesia........................ 54 4.2.11 Luas, Volume dan Sentra Teh Indonesia ........................ 56 4.2.12 Luas, Volume dan Sentra Tembakau Indonesia .............. 57 4.3 Perkembangan Volume Ekspor Perkebunan Indonesia ................. 59 4.3.1
Perkembangan Volume Ekspor Cengkeh ....................... 59
4.3.2
Perkembangan Volume Ekspor Kacang Mete................. 60
4.3.3
Perkembangan Volume Ekspor Kakao ........................... 61
4.3.4
Perkembangan Volume Ekspor Karet............................. 63
4.3.5
Perkembangan Volume Ekspor Kayu Manis .................. 64
4.3.6
Perkembangan Volume Ekspor Kelapa Sawit................. 65
4.3.7
Perkembangan Volume Ekspor Kelapa .......................... 67
4.3.8
Perkembangan Volume Ekspor Kopi ............................. 68
4.3.9
Perkembangan Volume Ekspor Lada ............................. 69
4.3.10 Perkembangan Volume Ekspor Pala............................... 71 4.3.11 Perkembangan Volume Ekspor Teh ............................... 72 4.3.12 Perkembangan Volume Ekspor Tembakau ..................... 73 V.
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 76 5.1 Hasil Estimasi RCA dan EPD ...................................................... 76 5.2 Ringkasan Akhir Pembahasan ..................................................... 192
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 205 6.1 Kesimpulan ................................................................................. 205 6.2 Saran ........................................................................................... 205
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 207 LAMPIRAN .................................................................................................. 209
iii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. PDB Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku (Miliar Rupiah) ........................ 4 2. Volume Produksi dan Volume Ekspor Perkebnunan Indonesia .................. 6 3. Spesifikasi Komoditi yang diteliti .............................................................. 11 4. Matriks Posisi Daya Saing.......................................................................... 34 5. Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Australia ........................... 78 6. Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Australia .................... 78 7. Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Australia ............................... 79 8. Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Australia ................................. 79 9. Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Australia ...................... 80 10. Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Australia .................... 81 11. Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Australia .............................. 81 12. Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Australia ................................. 82 13. Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Australia .................................. 82 14. Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Australia ................................... 83 15. Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Australia ................................... 83 16. Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Australia ......................... 84 17. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Australia ..................................... 85 18. Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke China ................................ 87 19. Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke China ......................... 88 20. Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke China .................................... 88 21. Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke China ..................................... 89 22. Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke China ........................... 90 23. Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke China ......................... 90 24. Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke China ................................... 91 25. Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke China ....................................... 91 26. Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke China ....................................... 92 27. Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke China ....................................... 93 28. Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke China ........................................ 93 29. Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke China .............................. 94
iv
30. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di China .......................................... 95 31. Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ........................... 98 32. Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Malaysia .................... 99 33. Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ............................... 99 34. Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ................................ 100 35. Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ...................... 100 36. Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Malaysia .................... 101 37. Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Malaysia .............................. 101 38. Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ................................. 102 39. Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Malaysia .................................. 102 40. Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Malaysia .................................. 103 41. Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ................................... 103 42. Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ......................... 104 43. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Malaysia ..................................... 105 44. Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Jepang ............................... 108 45. Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Jepang ........................ 108 46. Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Jepang .................................. 109 47. Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Jepang .................................... 109 48. Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Jepang .......................... 110 49. Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Jepang ........................ 110 50. Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Jepang .................................. 111 51. Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Jepang ..................................... 111 52. Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Jepang ..................................... 112 53. Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Jepang ...................................... 112 54. Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Jepang ...................................... 113 55. Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Jepang ............................ 113 56. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Jepang ........................................ 114 57. Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Belgia ............................... 117 58. Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Belgia ........................ 117 59. Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Belgia ................................... 118 60. Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Belgia ..................................... 118 61. Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Belgia .......................... 119
v
62. Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Belgia ........................ 119 63. Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Belgia .................................. 120 64. Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Belgia ..................................... 121 65. Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Belgia ...................................... 121 66. Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Belgia ..................................... 122 67. Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Belgia ....................................... 122 68. Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Belgia ............................. 123 69. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Belgia ......................................... 124 70. Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Belanda ............................. 127 71. Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Belanda ...................... 127 72. Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Belanda ................................ 128 73. Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Belanda .................................. 128 74. Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Belanda ........................ 129 75. Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Belanda ...................... 129 76. Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Belanda ................................ 130 77. Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Belanda ................................... 130 78. Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Belanda ................................... 131 79. Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Belanda .................................... 132 80. Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Belanda ..................................... 132 81. Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Belanda .......................... 133 82. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Belanda ....................................... 134 83. Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Singapura .......................... 136 84. Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Singapura ................... 137 85. Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Singapura ............................. 137 86. Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Singapura ............................... 138 87. Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Singapura ..................... 139 88. Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Singapura ................... 139 89. Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Singapura ............................. 140 90. Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Singapura ................................ 141 91. Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Singapura ................................ 141 92. Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Singapura ................................. 142 93. Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Singapura ................................. 142
vi
94. Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Singapura ....................... 143 95. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Singapura .................................... 144 96. Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke India ................................. 147 97. Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke India ........................... 147 98. Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke India ..................................... 148 99. Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke India ....................................... 148 100. Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke India ............................ 149 101. Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke India ........................... 149 102. Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke India .................................... 150 103. Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke India ....................................... 150 104. Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke India ....................................... 151 105. Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke India ......................................... 151 106. Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke India ......................................... 152 107. Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke India ............................... 152 108. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di India ........................................... 153 109. Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Inggris ............................... 156 110. Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Inggris ........................ 156 111. Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Inggris .................................. 157 112. Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Inggris .................................... 157 113. Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Inggris ......................... 158 114. Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Inggris ........................ 158 115. Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Inggris ................................. 159 116. Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Inggris .................................... 159 117. Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Inggris .................................... 160 118. Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Inggris ...................................... 160 119. Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Inggris ...................................... 161 120. Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Inggris ............................ 161 121. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Inggris ........................................ 162 122. Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ................ 165 123. Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ......... 165 124. Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat .................... 166 125. Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ..................... 166
vii
126. Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ........... 167 127. Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ......... 167 128. Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ................... 168 129. Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ...................... 168 130. Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ...................... 169 131. Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ....................... 170 132. Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat ........................ 170 133. Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat .............. 171 134. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Amerika Serikat .......................... 172 135. Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Jerman .............................. 174 136. Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Jerman ....................... 175 137. Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Jerman .................................. 175 138. Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Jerman ................................... 176 139. Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Jerman ......................... 176 140. Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Jerman ....................... 177 141. Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Jerman .................................. 177 142. Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Jerman .................................... 178 143. Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Jerman .................................... 178 144. Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Jerman ..................................... 179 145. Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Jerman ...................................... 180 146. Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Jerman ............................ 180 147. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Jerman ........................................ 181 148. Nilai RCA Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Dunia ................................ 185 149. Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Dunia ......................... 185 150. Nilai RCA Kakao Indonesia dan Pesaing ke Dunia .................................... 186 151. Nilai RCA Karet Indonesia dan Pesaing ke Dunia ..................................... 186 152. Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Dunia ........................... 187 153. Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Dunia ......................... 187 154. Nilai RCA Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Dunia ................................... 188 155. Nilai RCA Kopi Indonesia dan Pesaing ke Dunia ...................................... 189 156. Nilai RCA Lada Indonesia dan Pesaing ke Dunia ...................................... 189 157. Nilai RCA Pala Indonesia dan Pesaing ke Dunia ....................................... 190
viii
158. Nilai RCA Teh Indonesia dan Pesaing ke Dunia ........................................ 190 159. Nilai RCA Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Dunia ............................. 191 160. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Dunia .......................................... 192 161. Rata-rata Nilai RCA Produk Perkebunan Indonesia ke Beberapa Negara Importir Utama dan Dunia ......................................................................... 201 162. Posisi Daya Saing Produk Perkebunan Indonesia ke Beberapa Negara Importir Utama dan Dunia ......................................................................... 202
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Volume Ekspor Perkebunan Indonesia Tahun 2003– 2009. ....................... 2 2. Perkembangan Nilai Ekspor Perkebunan Indonesia Tahun 2003-2009 ...... 2 3. Nilai Neraca Perdagangan Indonesia Tahun 2003 – 2009 ........................ 3 4. Peranan Perdagangan Internasional terhadap Perekonomian Nasional ....... 20 5. Model Hiksher-Ohlin
........................................................................... 25
6. Kerangka Pemikiran.
........................................................................... 31
7. Daya Tarik Pasar dan Kekuatan Bisnis dalam EPD ................................... 35 8. Luas dan Produksi Cengkeh Indonesia Tahun 2001-2009 ......................... 41 9. Luas dan Produksi Kacang Mete Indonesia Tahun 2001-2009 .................. 43 10. Luas dan Produksi Kakao Indonesia Tahun 2001-2009. ........................... 44 11. Luas dan Produksi Karet Indonesia Tahun 2001-2009 .............................. 46 12. Luas dan Produksi Kayu Manis Indonesia Tahun 2001-2009 ................... 47 13. Luas dan Produksi Kelapa Sawit Indonesia Tahun 2001-2009 .................. 49 14. Luas dan Produksi Kelapa Indonesia Tahun 2001-2009 ............................ 50 15. Luas dan Produksi Kopi Indonesia Tahun 2001-2009 ............................... 52 16. Luas dan Produksi Lada Indonesia Tahun 2001-2009 ............................... 53 17. Luas dan Produksi Pala Indonesia Tahun 2001-2009 ................................ 55 18. Luas dan Produksi Teh Indonesia Tahun 2001-2009 ................................. 56 19. Luas dan Produksi Tembakau Indonesia Tahun 2001-2009 ....................... 57 20. Volume Ekspor Cengkeh Indonesia ke Negara Importir Utama................. 60 21. Volume Ekspor Kacang Mete Indonesia ke Negara Importir Utama.......... 61 22. Volume Ekspor Kakao Indonesia ke Negara Importir Utama .................... 62 23. Volume Ekspor Karet Indonesia ke Negara Importir Utama ...................... 64 24. Volume Ekspor Kayu Manis Indonesia ke Negara Importir Utama ........... 65 25. Volume Ekspor Kelapa Sawit Indonesia ke Negara Importir Utama.......... 66 26. Volume Ekspor Kelapa Indonesia ke Negara Importir Utama ................... 67 27. Volume Ekspor Kopi Indonesia ke Negara Importir Utama....................... 69 28. Volume Ekspor Lada Indonesia ke Negara Importir Utama....................... 70 29. Volume Ekspor Pala Indonesia ke Negara Importir Utama........................ 72
x
30. Volume Ekspor Teh Indonesia ke Negara Importir Utama ........................ 73 31. Volume Ekspor Tembakau Indonesia ke Negara Importir Utama .............. 74 32. Neraca Perdagangan Perkebunan Australia 2001, 2005 dan 2009 .............. 76 33. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Australia ....................... 77 34. Neraca Perdagangan Perkebunan China Tahun 2001, 2005 dan 2009 ....... 86 35. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke China ............................ 87 36. Neraca Perdagangan Perkebunan Malaysia Tahun 2001, 2005 dan 2009 ... 96 37. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Malaysia ....................... 97 38. Neraca Perdagangan Perkebunan Jepang Tahun 2001, 2005 dan 2009 ...... 106 39. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Jepang........................... 107 40. Neraca Perdagangan Perkebunan Belgia Tahun 2001, 2005 dan 2009 ...... 115 41. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Belgia ........................... 116 42. Neraca Perdagangan Perkebunan Belanda Tahun 2001, 2005 dan 2009 ... 125 43. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Belanda......................... 126 44. Neraca Perdagangan Perkebunan Singapura Tahun 2001, 2005 dan 2009…………………... ........................................................................... 135 45. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Singapura...................... 136 46. Neraca Perdagangan Perkebunan India Tahun 2001, 2005 dan 2009 ........ 145 47. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke India ............................. 146 48. Neraca Perdagangan Perkebunan Inggris Tahun 2001, 2005 dan 2009 ...... 154 49. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Inggris .......................... 155 50. Neraca Perdagangan Perkebunan Amerika Serikat Tahun 2001, 2005 dan 2009 ……………... ........................................................................... 163 51. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Amerika Serikat ........... 164 52. Neraca Perdagangan Perkebunan Jerman Tahun 2001, 2005 dan 2009 ...... 173 53. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Jerman .......................... 174 54. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia ke Dunia ............................ 182 55. Kuadran Nilai RCA dan Pertumbuhan Pangsa Ekspor .............................. 203 56. Kuadran Nilai RCA dan Pertumbuhan Pangsa Produk ............................. 204
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Australia. .... 210 2. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke China .......... 211 3. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Jepang ........ 212 4. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Malaysia ..... 213 5. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Belgia ......... 214 6. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Belanda....... 215 7. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Singapura.... 216 8. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke India ........... 217 9. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Inggris ........ 218 10. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat…………………. ........................................................................... 219 11. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Jerman ........ 220 12. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Dunia .......... 221 13. Produsen Komoditi Cengkeh Dunia. .......................................................... 222 14. Produsen Komoditi Kacang Mete Dunia..................................................... 222 15. Produsen Komoditi Kakao Dunia ............................................................... 223 16. Produsen Komoditi Karet Dunia. ................................................................ 223 17. Produsen Komoditi Kayu Manis Dunia ...................................................... 224 18. Produsen Komoditi Kelapa Sawit Dunia..................................................... 224 19. Produsen Komoditi Kelapa Dunia. ............................................................. 225 20. Produsen Komoditi Kopi Dunia ................................................................. 225 21. Produsen Komoditi Pala Dunia................................................................... 226 22. Produsen Komoditi Lada Dunia. ................................................................ 226 23. Produsen Komoditi Teh Dunia ................................................................... 227 24. Produsen Komoditi Tembakau Dunia ......................................................... 227 25. Produktivitas beberapa Komoditi Perkebunan Indonesia ............................ 228
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di kawasan Asia Tenggara dan berada di sekitar garis khatulistiwa, sehingga memberikan cuaca tropis. Posisi Indonesia terletak pada koordinat 6°LU - 11°08'LS dan dari 95°'BB - 141°45'BT. Negara ini juga berada di antara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia atau Oseania. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang berada pada posisi strategis karena berada di tengah jalur pelayaran internasional. Dahulu Indonesia terkenal dengan rempah-rempahnya, yang merupakan salah satu dari kekayaan alam Indonesia dengan tanahnya yang subur. Pada saat penjajahan Belanda rempah-rempah dianggap barang yang paling berharga dan sebagai salah satu alasan kedatangan penjajah ke Indonesia. Pada saat itu dikenal adanya tanam paksa (cultuurstelsel) dengan hasil berupa rempah-rempah seperti teh, kina, kopi, pala, bunga pala, cengkeh dan lain-lain yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu. Sejak saat itu pula Indonesia dikenal sebagai negara penghasil rempah-rempah dan hasil perkebunan berumur panjang yang berkualitas tinggi. Daerah yang menjadi sentra rempah-rempah Indonesia tersebar di kepulauan Maluku pada saat itu. Pengalaman dan ilmu yang didapat dari nenek moyang Indonesia dahulu dalam hal berkebun masih dicontoh hingga sekarang, dan juga didukung dengan inovasi akibat kemajuan zaman. Karena hasil komoditi perkebunan Indonesia masih menjadi salah satu pilihan untuk konsumsi masyarakat dunia (Gambar 1). Gambar 1 memperlihatkan bagaimana volume ekspor perkebunan Indonesia terus meningkat. Mulai dari tahun 2003 dengan volume 11.974.204 ton sampai tahun 2009 dengan volume 27.864.811 ton. Pertumbuhan rata-rata volume ekspor perkebunan sebesar 15,4 persen. Persentase pertumbuhan tertinggi pada tahun 2004 yaitu 29,9 persen, dan persentase pertumbuhan terendah pada tahun 2007 yaitu 3,4 persen.
Volume Ekspor dalam Ton
2
30000000 25000000 20000000 15000000 10000000 5000000 0 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun Sumber : Badan Pusat Statistik Gambar 1. Perkembangan Volume Ekspor Perkebunan Indonesia Tahun 2003– 2009
Selain itu kondisi nilai ekspor kita juga terus meningkat, kecuali pada tahun 2009. Peningkatan terjadi mulai dari tahun 2003 hingga 2008, dengan rata-rata pertumbuhan nilai ekspor sebesar 32,1 persen. Penurunan nilai ekspor pada tahun 2009 yaitu sebesar 21,1 persen dengan nilai US$ 21.581.669, yang pada tahun 2008 berada pada nilai US$ 27.369.363, mengakibatkan penurunan nilai pertumbuhan ratarata komoditi perkebunan ini menjadi
23,2 persen. Pertumbuhan tertinggi nilai
ekspor Indonesia terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 42,77 persen. Nilai ekspor
Nilai Ekspor dalam 1000 US$
yang memiliki pertumbuhan rata-rata positif tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. 30000000 25000000 20000000 15000000 10000000 5000000 0 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Sumber: Badan Pusat Statistik Gambar 2. Perkembangan Nilai Ekspor Perkebunan Indonesia Tahun 2003-2009
3
Keadaan volume ekspor yang terus meningkat dan nilai ekspor yang juga meningkat, kecuali nilai ekspor tahun 2009 merupakan gambaran bagaimana hasil perkebunan Indonesia masih diminati untuk dikonsumsi masyarakat dunia, sebagaimana yang terjadi pada masa penjajahan dahulu. Ekspor perkebunan Indonesia yang terus meningkat, juga dapat menggambarkan permintaan komoditas perkebunan dalam negeri sudah tertutupi sebagian. Dikatakan sebagian karena Indonesia masih membutuhkan impor komoditi perkebunan tersebut, tetapi nilai impor komoditi ini kecil sehingga membuat neraca perdagangan komoditi perkebunan memiliki nilai yang surplus. Nilai neraca perdagangan merupakan nilai ekspor dikurang nilai impor. Nilai neraca perdagangan Indonesia terus meningkat dari tahun 2003 – 2008 namun pada tahun 2009 mengalami penurunan. Hal yang terjadi pada tahun 2009 tersebut adalah dimana nilai impor dan nilai ekspor komoditi perkebunan kita turun. Penurunan pertumbuhan sebesar 21,1 persen untuk nilai ekspor dan penurunan pertumbuhan sebesar 12,9 persen untuk nilai impor. Nilai pertumbuhan neraca perdagangan Indonesia yang tertinggi terjadi pada tahun 2004 yaitu sebesar 44 persen. Secara keseluruhan perubahan-perubahan yang terjadi pada nilai neraca
Nilai dalam 1000 US$
perdagangan dapat dilihat pada Gambar 3. 30000000 25000000 20000000 15000000
- Ekspor
10000000
- Impor
5000000
- Neraca
0 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Sumber: Badan Pusat Statistik Gambar 3. Nilai Neraca Perdagangan Indonesia Tahun 2003 – 2009
4
Dari segi ekonomi, volume dan nilai ekspor tersebut juga dapat mengindikasikan bahwa sektor perkebunan menjadi salah satu penyumbang PDB negara, yang dikalkulasikan di dalam sektor pertanian. Secara umum PDB sektor pertanian merupakan salah satu penyumbang PDB terbesar negara Indonesia. Sumbangan PDB sektor pertanian yang besar tersebut juga tidak lepas dari peran PDB perkebunan yang menjadi bagian dari sektor pertanian. Nilai PDB pertanian dapat dilihat dalam Tabel 1. Tabel 1. PDB Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku (Miliar Rupiah) Lapangan Usaha Tahun
Pertanian
Kehutanan Perikanan
Bahan Makanan
Perkebunan
Pertenakan
2001
137751,9
36758,6
34285
17594,5
36937,9
2002
153666
43956,4
41328,9
18875,7
41049,8
2003
157648,8
46753,8
37354,2
18414,6
45612,1
2004
165558,2
49630,9
40634,7
20290
53010,8
2005
181331,6
56433,7
44202,9
25561,8
59639,3
2006
214346,3
63401,4
51074,7
30065,7
74335,3
2007
265090,9
81664
61325,2
36154,1
97687,3
2008*
348795
105969,3
82676,4
40375,1
137249,5
2009*
418963,9
112522,1
104040
44952,1
177773,9
14,6
12,2
6,2
16,6
Rata-rata Kontribusi PDB (%) *): Angka sementara Sumber : Badan Pusat Statistik
50,1
PDB pertanian atas dasar harga berlaku (Tabel 1) dapat menggambarkan bagaimana sektor perkebunan yang termasuk kedalam sektor pertanian memberikan kontribusi yang cukup besar. Setiap tahun komoditi perkebunan juga memberikan sumbangan PDB yang meningkat. Kontribusi PDB perkebunan terhadap PDB pertanian total pada tahun 2001 adalah sebesar 13,9 persen, dan pada tahun 2009 sebesar 13,1 persen. Rata-rata kontribusi PDB perkebunan adalah sebesar 14,6 persen.
5
Sumbangan PDB perkebunan berada dibawah tanaman bahan makanan dengan kontribusi rata-rata 50,1 persen. Keadaan ini wajar mengingat bahwa manusia sangat membutuhkan asupan makanan bagi kelangsungan hidupnya, sehingga mengakibatkan PDB perkebunan berada dibawah PDB tanaman bahan makanan. Selain itu perkebunan juga berada dibawah sektor perikanan. Hal ini juga wajar mengingat negara kita adalah negara yang memiliki laut yang sangat luas yaitu hampir dua pertiganya, sehingga hasil yang diberikan sektor perikanan sebanding dengan sumbangan PDB yang diberikan. Namun pada tahun 2002 dan 2003 sektor perkebunan dapat memberikan PDB yang melebihi sektor perikanan. Kontribusi PDB untuk pertanian sebesar 14,7 persen untuk perkebunan dan PDB sebesar 13,7 persen untuk perikanan pada tahun 2002. Pada tahun 2003 sumbangan PDB yang diberikan kedua sektor ini juga bersaing yaitu 15,2 persen untuk perkebunan dan sebesar 14,9 persen untuk perikanan. Tahun 2003 juga merupakan pertumbuhan PDB terbesar perkebunan pada sektor pertanian. Tahun 2004 hingga tahun 2009 PDB perkebunan selalu di bawah PDB tanaman bahan makanan dan perikanan, namun bukan tidak mungkin kejadian tahun 2002 dan 2003 kembali terjadi, karena sektor perkebunan terus berkembang.
1.2 Perumusan Masalah Perkebunan Indonesia yang menjadi salah satu penyumbang PDB disektor pertanian, merupakan sektor yang sangat perlu dikembangkan dan terus ditingkatkan kontribusinya untuk negara. Posisi dan letak geografis Indonesia merupakan sebuah keunggulan dari negara-negara lain dalam pengembangan sektor perkebunan. Selain kedua faktor tersebut, luas lahan juga menjadi sesuatu yang dapat memberikan keunggulan lain untuk negara kita. Produkivitas erat kaitannya dengan luas lahan yang ada, dimana produktivitas merupakan jumlah produksi dibagi luas lahan. Tabel 2 akan memperlihatkan bagaimana produktivitas beberapa komoditi perkebunan Indonesia. Sementara volume produksi dan volume ekspor komoditi perkebunan Indonesia yang terlihat pada Tabel 2, menunjukan volume yang tidak sejalan antara
6
volume produksi dengan volume ekspor. Masih terdapat peningkatan atau penurunan produksi dalam negeri disatu pihak, dan penurunan atau peningkatan volume ekspor di pihak lain begitu juga sebaliknya. Komoditi yang konsisten dalam tahun 2001, 2005 dan 2009 memiliki volume produksi dan ekspor yang meningkat adalah kakao, kelapa sawit dan kopi, sedangkan komoditi lainnya tidak konsisten. Cengkeh, kacang mete, karet dan kayu manis adalah empat komoditi yang selalu memiliki volume produksi yang meningkat, namun volume ekspor komoditi tersebut masih berfluktuasi. Komoditi karet mengalami penurunan volume ekspor pada tahun 2005 sedangkan tiga komoditi lainnya mengalami penurunan volume ekspor pada tahun 2009. Tabel 2 juga memperlihatkan komoditi kelapa, pala, lada, tembakau dan teh yang tidak konsisten memiliki volume produksi yang meningkat, bahkan komoditi terakhir yang disebutkan memiliki volume produksi yang menurun sehingga mengakibatkan volume ekspornyapun berfluktuasi. Tabel 2. Volume Produksi dan Volume Ekspor Perkebunan Indonesia (dalam Ton) Komoditi
Volume Produksi 2001
2005
Volume Ekspor 2009
2001
2005
2009
Cengkeh
72.685
78.350
82.032
6.323,790
7.682,658
5.142,028
Kacang mete
91.586
135.070
147.403
39.546,013
65.958,508
60.627,785
536.804 1.607.461
748.828 2.270.891
820.496 2.440.347
302.670,029 10.374,888
367.425,784 4.013,593
439.305,321 9.147,316
40.635
100.775
102.627
28.899,467
35.356,152
22.802,090
8.396.472
11.861.615
19.324.294
1.849.142,144
4.565.624,657
9.566.746,050
3.163.018
3.096.844
3.257.702
34.819,819
51.455,573
46.705,627
Kopi
569.234
640.365
685.170
248.924,714
442.686,908
510.030,400
Pala
21.616
8.198
11.647
6.706,322
7.839,560
9.264,087
Lada
82.078
78.328
82.834
53.594,123
34.136,907
50.279,014
Teh
166.867
166.091
156.901
1.557,636
8.504,264
7.386,309
Tembakau
199.103
153.470
176.186
35.377,733
28.499,008
28.578,652
Kakao Karet Kayu Manis Kelapa Sawit Kelapa
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan dan UNcomtrade
Beberapa komoditi perkebunan dapat disimpulkan memiliki produktivitas yang rata-rata berfluktuasi dan pertumbuhan produktivitas yang rendah. Rata-rata pertumbuhan produktivitas komoditi perkebunan (Lampiran 25) adalah 3,1 persen. Rata-rata pertumbuhan produktivitas yang tertinggi adalah kayu manis dengan 15,2
7
persen dan itupun mengalami penurunan sebesar 0,07 persen pada angka sementara ditahun 2009. Nilai rata-rata pertumbuhan terendah bahkan negatif dan sekaligus memiliki produktivitas yang fluktuatif yaitu pala, kakao dan lada. Komoditi yang disebutkan pertama memiliki pertumbuhan produktivitas rata-rata yang negatif, yaitu sebesar 9.8 persen. Negatifnya rata-rata pertumbuhan produktivitas pala terjadi akibat penurunan produktivitas yang drastis terjadi pada tahun 2004 sebesar 57,2 persen dan pada tahun 2005 turun sebesar 14,8 persen. Untuk kakao dan lada masing-masing memiliki pertumbuhan rata-rata yang negatif sebesar 4,1 persen dan 1,5 persen. Keadaan yang berfluktuasi dan rendahnya produktivitas perkebunan tersebut dan tidak stabilnya volume produksi serta volume ekspor, Indonesia harus dapat mengembangkan komoditi perkebunan didalam negeri maupun luar negeri melalui perdagangan internasional. Neraca perdagangan (Gambar 3) yang surplus harus tetap dipertahankan agar dapat menambah pemasukan negara. Artinya Indonesia harus meningkatkan produktivitas agar impor berkurang dan ekspor terus meningkat. Peningkatan produktivitas yang dilakukan bisa dengan cara peningkatan teknologi perkebunan agar memberikan produksi yang tinggi dari pada areal perkebunan yang sama tanpa teknologi. Meningkatkan nilai ekspor tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan. Melakukan perdagangan internasional saja sudah menuntut Indonesia untuk bersaing dengan negara lain, apalagi ditambah dengan era globalisasi. Batas antar negara semakin tidak kelihatan. Semakin banyak perjanjian-perjanian dan kerjasama mengenai perdangangan, baik yang bilateral maupun multilateral yang mengatur tentang perdagangan internasional. Tujuan dari kerjasama tersebut tidak lain adalah untuk menurunkan hambatan-hambatan perdagangan. Dengan adanya liberalisasi perdagangan internasional tersebut, sektor perkebunan kita harus terus ditingkatkan daya saingnya agar terus bisa bertahan dari persaingan yang ada. Pada sisi pasar (permintaan), salah satu masalah serius bagi peningkatan ekspor sektor nonmigas Indonesia adalah akibat pemberlakuan standarisasi Internaional seperti ISO atau ecolabelling yang berhubungan dengan lingkungan. Komoditi dari Indonesia akan semakin sulit menembus pasar luar negeri, khususnya
8
di negara industri maju. Kepedulian masyarakat dan pemerintah di negara-negara maju tersebut terhadap environtment protection sangat tinggi. Kepedulian ini muncul jika terbukti material-material yang terkadung didalam komoditi tersebut tidak ramah lingkungan. Banyak yang beranggapan bahwa ISO merupakan suatu proteksi baru dalam era perdagangan bebas yang masuk dalam kategori non-tariff barrier. Jenis proteksi non-tarif ini akan lebih mempersulit masuknya barang-barang dari satu negara kenegara lain dibandingkan dengan era proteksi dengan tarif. Negara Uni Eropa bahkan sangat melarang adanya perusakan lingkungan, yang mereka anggap dalam melakukan revitalisasi lahan yang diterapkan pemerintah menjadi tanaman perkebunan khususnya sawit sangat berpengaruh terhadap perubahan iklim, sehingga CPO masih sulit untuk memasuki pasar Eropa. Permasalahan lain yang dihadapi Indonesia ataupun negara berkembang lainnya yang memiliki keunggulan komparatif dalam sumber daya manusia adalah belum mampu melepaskan diri dari masalah struktural dalam produksi dan konsumsi seperti kemiskinan, pengangguran dan kualitas pendidikan yang harusnya dapat menimbulkan sebuah intervensi dari pemerintah agar Indonesia mampu melepaskan diri dari belenggu tersebut, sehingga memiliki sumber daya yang dapat meningkatkan produksi. Apalagi sekarang setiap negara semakin fokus dalam urusan pangan dan pertanian di dalam negerinya dan bahkan menetapkan strategi proteksi yang cenderung berlebihan. Disisi lain perkembangaan produksi tanaman rempah dan hasil perkebunan berumur panjang hanya diserahkan sepenuhnya kepada rakyat tanpa adanya upaya peningkatan mutu, padahal mutu sangat berarti dalam usaha perdagangan. Kenyataan ini masih dirasakan hingga saat ini karena mutu dari hasil perkebunan Indonesia belum mampu menyamai mutu hasil dari luar negeri. Hal ini juga diperkuat dengan permasalahan yang terjadi pada dunia perkaretan yang juga terjadi pada komoditi perkebunan lain. Permasalahan pada dunia perkaretan Indonesia adalah hal yang memang sudah ada sejak lama, tetapi sekarang begitu terasa karena begitu mencolok. Walaupun produksi karet Indonesia tergolong besar di dunia, tetapi tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap perkaretan dunia. Hal ini disebabkan oleh rendahnya
9
mutu produksi karet alam Indonesia. Rendahnya mutu tersebut mengakibatkan harga jual karet alam dipasar luar negeri menjadi rendah, untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu pengelolaan perkebunan karet yang baik dan tepat sehingga produktivitas dan mutu karet alam dapat ditingkatkan, selain itu komoditi kayu manis juga bernasib demikian (Rismunandar dan Paimin, 2009). Dari kata-kata yang telah dipaparkan daya saing sektor perkebunan Indonesia ke negara ekspor utama menjadi sorotan. Karena tingkat daya saing dalam suatu perdagangan internasional tidak lagi hanya ditentukan oleh perbedaan harga, tetapi juga ditentukan aspek-aspek lain yang bahkan lebih dominan, seperti kualitas, warna, bentuk, pelayanan purna jual dan sebagainya. Untuk mengembangkan komoditi pekebunan Indonesia agar menjadi yang terbaik didunia harus melihat dari daya saing Indonesia dipasar dunia, agar dapat mengoreksi dan mengevaluasi apa yang kurang dari perkebunan kita.
Karena Indonesia bukan satu-satunya negara yang berada
didaerah garis khatulistiwa yang beriklim tropis, serta memiliki tanah yang subur dan Indonesia bukan satu-satunya juga sebagai pengekspor dan produsen hasil perkebunan di dunia. Masih ada negara-negara lain yang menjadi pesaing Indonesia dalam melakukan perdagangan Internasional disektor perkebunan seperti Thailand, Filipina, Brazil, Madagaskar, Pantai Gading (Cote D’iviore), Malaysia, Belanda, India dan negara-negara lainya.
1.3 Tujuan Penelitian Permasalahan yang telah dipaparkan dapat memberikan tujuan dari penelitian ini. Produksi dan volume ekspor yang tidak stabil, produktivitas perkebunan yang fluktuatif, era globalisasi dengan segala peraturannya, perjanjian bilateral maupun multilateral dengan segala perjanjian yang telah disepakati bersama, hingga permasalahan mutu hasil perkebunan yang menjadikan harga jual hasil perkebunan Indonesia rendah dapat mengarahkan peneliti dalam menyimpulkan tujuan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut : 1. Mendeskripsikan perkembangan ekspor dan strategi produk perkebunan pesaing Indonesia di negara tujuan ekspor utama dan dunia tahun 2001, 2005 dan 2009.
10
2. Memetakan posisi daya saing produk ekspor perkebunan Indonesia di negara tujuan ekspor utama dan dunia tahun 2001, 2005 dan 2009.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian tentang daya saing perkebunan Indonesia dipasar dunia ini diharapkan mampu memberikan manfaat berupa tambahan ilmu pengetahuan bagi peneliti dan kalangan akademisi untuk dijadikan referensi agar penelitian yang berkaitan dapat terus dikembangkan. Manfaat lain yang dapat diberikan adalah agar penelitian ini menjadi sebuah pertimbangan dalam membuat sebuah kebijakan baik untuk pemerintah maupun pelaku eksportir.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Perkebunan Indonesia memilki keanekaragaman jenis tumbuhan dan hasilnya, oleh sebab itu penelitian ini hanya akan membahas komoditas unggulan dalam perkebunan yang juga dilihat dari posisi nilai ekspor didunia. Komoditas tersebut adalah : kelapa, kacang mede, kopi, teh, lada, kayu manis, cengkeh, biji pala, kelapa sawit, kakao, tembakau dan karet. Komoditi unggulan tersebut juga berada dalam 10 besar dalam ekspor dunia dalam nilai, kecuali teh tahun 2001 (urutan 11) dan karet (12) tahun 2005. Untuk lebih jelas spesifikasinya dapat dilihat pada Tabel 3. Tahun pembahasan yang digunakan adalah tiga tahun dalam satu dekade, yaitu tahun 2001, 2005 dan 2009. Alasan pengambilan tahun tersebut karena dinilai dapat memberikan gambaran bagaimana nilai ekspor dan daya saing kita dipasar internasional dalam satu dekade. Ada beberapa komoditi kenegara tertentu yang tidak dapat diestimasi dengan menggunakan EPD karena tidak kontinyu dalam ekspor komoditi tersebut kenegara tujuannya. Negara tujuan ekspor utama kedua belas komoditi tersebut adalah Malaysia, Jerman, Singapura, Amerika Serikat, Jepang, Belanda, China, India, Australia, Inggris, Belgia. Sebelas negara tujuan uatama tersebut dipilih dengan melihat nilai dari ekspor Indonesia disetiap komoditi, pertahunnya dan juga berdasarkan negara yang mengimpor paling besar komoditi perkebunan Indonesia menurut UNComtrade.
11
Selain itu pemilihan sebelas negara tersebut juga mewakili belahan dunia, kecuali Afrika. Asia : Malaysia, Singapura, Jepang, China dan India ; Eropa : Jerman, Belanda, Belgia dan Inggris ; Amerika : Amerika Serikat serta Australia. Tabel 3. Spesifikasi Komoditi yang diteliti No HS Code
Komoditi
1
080111
Kelapa diparut dan dikeringkan
2
080131
Kacang Mete berkulit
3
090111
Kopi, tidak digongseng/tidak dihilangkan kafeinnya
4
090210
Teh Hijau, (tidak difermentasi) dikemas max 3kg
5
090411
Lada, tidak dihancurkan/ tidak ditumbuk
6
090610
Kayu Manis dan Bunga kayu manis tidak dihancurkan/ ditumbuk
7
090700
Cengkeh (utuh, bunga dan tangkai)
8
090810
Biji pala (berkulit dan dikupas)
9
151110
Minyak mentah kelapa sawit
10
180100
Biji kakao ( Utuh/pecah, mentah/ di gongseng)
11
240110
Belum dipabrikasi, tembakau bertangkai /bertulang daun
12
400110
Lateks karet alam, di pravulkanisasi / tidak
Sumber : UNComtrade
Analisis daya saing ekspor komoditi perkebunan dibandingkan dengan dua negara tetap yang berada dikawasan ASEAN yang dianggap memiliki kesamaan geografis dan karakteristik dengan Indonesia, yaitu Thailand dan Filipina. Selain dua negara tersebut, disetiap tahun dan komoditi terdapat pesaing yang berbeda-beda. Pesaing yang dipilih adalah, dua negara yang memiliki nilai ekspor yang tinggi disetiap tahun dan komoditi.
12
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Hasil Perkebunan Indonesia Keadaan alam yang luar biasa subur Indonesia banyak menghasilkan hasil perkebunan, selain itu luas lahan perkebunan Indonesia juga menjadi keuntungan tersendiri yang didapat negara kita. Hasil perkebunan Indonesia dapat dibedakan menjadi tanaman tahunan seperti kelapa sawit, kelapa, karet, jambu mete ; tanaman rempah seperti kakao, kopi, lada, cengkeh, teh, pala, kayu manis dan hasil perkebunan semusim seperti tembakau. Tanaman perkebunan yang merupakan subsektor dari sektor pertanian dapat dikelompokan juga kedalam (Tim pengajar pengantar ilmu pertanian, 2006): 1. Kelompok tanaman perkebunan yang diambil buahnya. Contoh : kelapa, kelapa sawit, kopi, kakao, lada, pala, vanili, kapuk dan kapas, jambu mete, kemiri, ketumbar, kapulaga, kenari, jintan, tengkawang dan pisang. 2. Tanaman perkebunan yang diambil bunganya. Contoh : cengkeh, bunga matahari, kenanga dan cempaka. 3. Tanaman perkebunan yang diambil daunnya. Contoh : tembakau, teh, nilam, sereh wangi, agave, rumput gajah dan daun murbei. 4. Tanaman perkebunan yang diambil getahnya. Contoh : karet, perca dan kemenyan. 5. Tanaman perkebunan yang diambil kulit batangnya. Contoh : kina, kayu manis dan soga. 6. Tanaman perkebunan yang diambil batangnya. Contoh : tebu, rosella, rami, yute, kenaf, abaca dan linen. 7. Tanaman perkebunan yang diambil rimpangnya (rizhoma). Contoh : jahe, kunyit, kencur, temulawak dan lengkuas. 8. Tanaman perkebunan yang diambil akarnya. Contoh ; akarwangi, kelembak. 9. Tanaman perkebunan yang tidak termasuk klasifikasi diatas. Contoh : kumis kucing, kelerak, siwalan dan lengkuas.
13
2.1.1 Cengkeh Cengkeh (Syzygium aromaticum, syn. Eugenia aromaticum) adalah tangkai bunga kering beraroma dari keluarga pohon Myrtaceae. Cengkeh adalah tanaman asli Indonesia, banyak digunakan sebagai bumbu masakan pedas dinegara-negara Eropa, dan sebagai bahan utama rokok kretek khas Indonesia. Cengkeh juga digunakan sebagai bahan dupa di China dan Jepang. Minyak cengkeh digunakan untuk aromaterapi dan juga untuk mengobati sakit gigi. Daun cengkeh kering yang ditumbuk halus dapat digunakan sebagai pestisida nabati dan efektif untuk mengendalikan penyakit busuk batang fusarium dengan memberikan 50-100 gram daun cengkeh kering per tanaman. Cengkeh ditanam terutama di Indonesia (Kepulauan Banda) dan Madagaskar, selain itu juga dibudidayakan di Zanzibar, India, dan Sri Lanka. Tumbuhan ini adalah flora identitas Provinsi Maluku Utara (Deptan, 2008).
2.1.2 Kacang Mete Jambu monyet atau Jambu Mete atau yang memilki nama binomial Anacardium occidentale L termasuk tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brazil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut Portugis ke India 425 tahun yang lalu, kemudian menyebar ke daerah tropis dan subtropis lainnya seperti Bahama, Senegal, Kenya, Madagaskar, Mozambik, Sri Lanka, Thailand, Malaysia, Filipina dan Indonesia. Diantara sekian banyak negara produsen, Brazil, Kenya dan India merupakan pemasok utaman jambu mete dunia. Bagian yang lebih terkenal dari jambu mete adalah kacang mede, kacang mete atau kacang mente, bijinya yang biasa dikeringkan dan digoreng untuk dijadikan berbagai macam penganan (Deptan, 2009).
2.1.3 Kakao Kakao merupakan tumbuhan yang berasal dari Amerika Selatan. Dari biji tumbuhan ini dihasilkan produk olahan yang dikenal sebagai cokelat. Di Indonesia, kakao mulia dihasilkan oleh beberapa perkebunan tua di Jawa. Varietas penghasil kakao mulia berasal dari pemuliaan yang dilakukan pada masa kolonial Belanda, dan
14
dikenal dari namanya yang berawalan "DR". Singkatan ini diambil dari singkatan nama perkebunan tempat dilakukannya seleksi yaitu Djati Roenggo, di daerah Ungaran, Jawa Tengah. Sebagian besar daerah produsen kakao di Indonesia menghasilkan kakao curah. Kakao curah berasal dari varietas-varietas yang selfincompatible. Kualitas kakao curah biasanya rendah, meskipun produksinya lebih tinggi (Deptan).
2.1.4 Karet Pada permulaan abad 20 karet pertama kalinya ditemukan di Brazil dan sejak itu telah dikembangkan menjadi salah satu bahan baku yang sangat penting bagi keperluan industri Otomotif, keperluan rumah tangga dan alat-alat kesehatan. Dalam perkembangannya tanaman karet tersebut tidak saja dibudidayakan di Brazil, melainkan telah ditanam dan dikembangkan juga di Indonesia, Malaysia dan Thailand dalam bentuk perkebunan besar. Karet adalah polimer hidrokarbon yang terkandung pada lateks beberapa jenis tumbuhan. Sumber utama produksi karet dalam perdagangan internasional adalah para atau Hevea brasiliensis (suku Euphorbiaceae). Beberapa tumbuhan lain juga menghasilkan getah lateks dengan sifat yang sedikit berbeda dari karet, seperti anggota suku ara-araan misalnya beringin, sawo-sawoan misalnya getah perca dan sawo manila, euphorbiaceae lainnya, serta dandelion (Deptan, 2008).
2.1.5 Kayu Manis Cinnamumum zeylanicum dan C.Burmanni merupakan dua jenis tanaman berumur panjang yang menghasilkan kulit yang di Indonesia disebut kayu manis merupakan tanaman rempah. Kulit kayu manis ini sangat berlainan sifat dan daya guna dibanding kayu manis China (Glycyrrhiza glabra Linn). Di Mesir kayu manis dimanfaatkan untuk membalsam mayat raja-raja yang akan dijadikan mumi, namun sejarah menyatakan bahwa kayu manis telah masuk Mesir dan Eropa sekitar abad ke5 sebelum Masehi. Bangsa Saba bertanggung jawab atas berlangsungnya perdagangan kayu manis dari India dan Sri Lanka ke negara Arab bagian selatan.
15
Total dari 54 spesies kayu manis atau Cinnamomum sp. yang dikenal di dunia, 12 diantaranya terdapat di Indonesia. Tiga jenis kayu manis yang menonjol dipasar dunia yaitu Cinnamomum burmannii (di Indonesia) yang produknya dikenal dengan nama cassiavera, Cinnamomum zeylanicum (di Sri Lanka dan Seycelles) dan Cinnamomum cassia (di China) yang produknya dikenal dengan Cassia China. Jenisjenis tersebut merupakan beberapa tanaman rempah yang terkenal di pasar dunia. Tanaman kayu manis yang selama ini banyak dikembangkan di Indonesia adalah C. burmannii Bl, yang merupakan usaha perkebunan rakyat, terutama diusahakan di Sumatera Barat, Jambi dan Sumatera Utara. Jenis C. burmanii BL atau cassiavera ini merupakan produk ekspor tradisional yang masih dikuasai Indonesia sebagai negara pengekspor utama di dunia. (Rismunandar dan Paimin, 2001).
2.1.6 Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis) termasuk golongan tumbuhan palma. Sawit menjadi populer setelah Revolusi Industri pada akhir abad ke-19 yang menyebabkan permintaan minyak nabati untuk bahan bakar, bahan pangan, dan industri sabun menjadi tinggi. Kelapa sawit masuk ke Indonesia pada tahun 1848 sebagai tanaman hias di Kebun Raya Bogor. Di Indonesia penyebarannya sekarang di daerah Aceh, pantai timur Sumatera, Jawa, dan Sulawesi. Bagian yang berguna dari kelapa sawit adalah buahnya. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng. Inti sawit atau kernel, yang sebenarnya adalah biji merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin. Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika (Deptan).
2.1.7 Kelapa Kelapa (Cocos nucifera) adalah satu jenis tumbuhan dari suku aren-arenan atau arecaceae dan adalah anggota tunggal dalam marga Cocos. Tumbuhan ini
16
dimanfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serba guna, khususnya bagi masyarakat pesisir. Kelapa parut dapat dijadikan santan untuk berbagai makanan, dan dapat juga dijadikan minyak kelapa. Tumbuhan ini berasal dari pesisir Samudera Hindia, namun kini telah tersebar di seluruh daerah tropika, tumbuhan ini dapat tumbuh hingga ketinggian 1000 m dari permukaan laut ( Deptan, 2008).
2.1.8 Kopi Kopi berasal dari bahasa Arab qahwah yang berarti kekuatan, karena pada awalnya kopi digunakan sebagai makanan berenergi tinggi. Kata qahwah kembali mengalami perubahan menjadi kahveh yang berasal dari bahasa Turki dan kemudian berubah lagi menjadi koffie dalam bahasa Belanda. Sejarah mencatat bahwa penemuan kopi sebagai minuman berkhasiat dan berenergi pertama kali ditemukan oleh Bangsa Etiopia di benua Afrika sekitar 3000 tahun (1000 SM) yang lalu. Kopi kemudian terus berkembang hingga saat ini menjadi salah satu minuman paling populer didunia yang dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat. Secara umum, terdapat dua jenis biji kopi, yaitu arabika dengan kualitas terbaik berasal dari Etiopia dan jenis kopi yang kedua yaitu robusta yang ditemukan di Kongo tahun 1898 yang sering disebut sebagai kopi kelas dua, karena rasanya yang lebih pahit, sedikit asam, dan mengandung kafein dalam kadar yang jauh lebih banyak. Selain itu juga ada kopi luwak yang merupakan turunan dari kopi arabika dan robusta. Kopi terkenal akan kandungan kafeinnya yang tinggi. Kafein sendiri merupakan senyawa hasil metabolisme sekunder golongan alkaloid dari tanaman kopi dan memiliki rasa yang pahit. Peranan utama kafein ini didalam tubuh adalah meningkatan kerja psikomotor sehingga tubuh tetap terjaga dan memberikan efek fisiologis berupa peningkatan energi. Efek negatif meminum kopi bagi tubuh, seperti meningkatnya risiko terkena kanker, diabetes melitus tipe 2, insomnia, penyakit jantung, dan kehilangan konsentrasi. Beberapa penelitian justru menyingkapkan hal sebaliknya. kandungan kafein yang terdapat di dalam kopi ternyata mampu menekan
17
pertumbuhan sel kanker secara bertahap, menurunkan risiko terkena diabetes melitus tipe 2 dan mencegah penyakit serangan jantung.
2.1.9 Lada Lada atau merica (Piper nigrum L.) adalah rempah-rempah berwujud bijian yang dihasilkan oleh tumbuhan dengan nama sama. Lada sangat penting dalam komponen masakan dunia dan dikenal luas sebagai komoditi perdagangan penting di dunia lama. Pada masa lampau harganya sangat tinggi sehingga menjadi salah satu pemicu penjelajahan orang Eropa ke Asia Timur untuk menguasai perdagangannya dan hal tersebut merupakan awal sejarah kolonisasi Afrika, Asia, dan Amerika. Di Indonesia, lada terutama dihasilkan di Pulau Bangka. Lada disebut sahang dalam bahasa Melayu Lokal seperti bahasa Banjar, Melayu Belitung, Melayu Sambas.
2.1.10 Pala Pala (Myristica fragrans) merupakan tumbuhan berupa pohon yang berasal dari kepulauan Banda, Maluku. Akibat nilainya yang tinggi sebagai rempah-rempah, buah dan biji pala telah menjadi komoditas perdagangan yang penting sejak masa lampau dan telah tersebar luas di daerah tropika lain seperti Mauritius dan Karibia (Pulau Grenada). Biji pala mengandung minyak atsiri 7-14%. Bubuk pala dipakai sebagai penyedap untuk roti atau kue, puding, saus, sayuran, dan minuman penyegar (seperti eggnog) dan minyaknya juga dipakai sebagai campuran parfum atau sabun.
2.1.11 Teh Teh adalah minuman yang mengandung kafein, sebuah infusi yang dibuat dengan cara menyeduh daun, pucuk daun, atau tangkai daun yang dikeringkan dari tanaman Camellia sinensis dengan air panas. Teh berasal dari kawasan India bagian utara dan China Selatan. Ada dua kelompok varietas teh yang terkenal, yaitu varietas assamica yang berasal dari Assam dan varietas sinensis yang berasal dari Cina. Varietas assamica daunnya agak besar dengan ujung yang runcing, sedangkan varietas sinensis daunnya lebih kecil dan ujungnya agak tumpul.
18
Teh dapat dikelompokan berdasarkan tingkat oksidasi yaitu teh hitam atau teh merah, teh putih, teh hijau, oolong, pu-erh, teh kuning, kukicha, Genmaicha dan teh bunga. Didalam penelitian ini. teh yang diteliti adalah teh hijau yaitu daun teh yang diproses setelah dipetik. Setelah daun mengalami oksidasi dalam jumlah minimal, proses oksidasi dihentikan dengan pemanasan. Teh hijau dan teh putih mengandung katekin yang tinggi. Teh juga mengandung kafein (sekitar 3% dari berat kering atau sekitar 40 mg per cangkir), teofilin dan teobromin dalam jumlah sedikit.
2.1.12 Tembakau Tembakau (Nicotiana spp., L.) adalah genus tanaman yang berdaun lebar yang berasal dari daerah Amerika Utara dan Amerika Selatan. Daun dari pohon ini sering digunakan sebagai bahan baku rokok, baik dengan menggunakan pipa maupun digulung dalam bentuk rokok atau cerutu. Daun tembakau dapat pula dikunyah atau dikulum dan ada pula yang menghisap bubuk tembakau melalui hidung. Tembakau adalah produk pertanian yang diproses dari daun tanaman dari genus Nicotiana. Tembakau dapat digunakan sebagai pestisida dan dalam bentuk nikotin tartrat dapat digunakan sebagai obat. Tembakau telah lama digunakan sebagai entheogen di Amerika. Kedatangan bangsa Eropa ke Amerika Utara memopulerkan perdagangan tembakau terutama sebagai obat penenang. Namun industri rokok yang menjadikan komoditi ini dengan cepat berkembang menjadi perusahaan-perusahaan tembakau hingga terjadi kontroversi ilmiah pada pertengahan abad ke-20. Tembakau mengandung zat alkaloid nikotin, sejenis neurotoxin yang sangat ampuh jika digunakan pada serangga. Zat ini sering digunakan sebagai bahan utama insektisida.
2.2 Perdagangan Internasional Konsep perdagangan antar wilayah, antar pulau atau antar negara sebenarnya sudah terjadi dari ribuan tahun yang lalu, dimana dahulu dikenal dengan adanya jalur sutra dan Amber Road, meskipun dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional juga mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi dan kehadiran
19
perusahaan multinasional. Perdagangan internasional juga merupakan cikal bakal bagi penemuan wilayah baru seperti benua Australia, dan terjadinya penjajahan suatu negara atas negara lainnya (Oktaviani dan Novianti, 2009). Diacu dari Damanhuri (2010) dalam memenuhi kebutuhannya setiap negara dihadapkan oleh banyaknya keterbatasan. Mulai dari keterbatasan kemampuan dalam mengelola sumber daya alam sampai dengan keterbatasan sumber daya manusia dan teknologi. Tidak semua kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat dalam suatu negara dapat dipenuhi oleh sumber daya yang ada dalam negara tersebut. Oleh karena itu, setiap negara mau tidak mau harus melakukan interaksi dengan dunia luar. Dengan adanya interaksi internasional tersebut diharapkan setiap negara mampu saling melengkapi dan saling memenuhi kebutuhan negara lainnya. Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa perorangan (antara individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara, maupun antara pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Transaksi yang dilakukan dalam perdagangan internasional adalah melalui ekspor dan impor. Ekspor adalah barang dan jasa yang diproduksi didalam negeri yang dijual secara luas diluar negeri, sedangkan impor adalah barang dan jasa yang diproduksi diluar negeri yang dijual di dalam negeri (Mankiw, 2006). Perdagangan Internasional yang mencakup ekspor dan impor, mempunyai peranan sangat penting, yakni sebagai penggerak motor perekonomian nasional. Model pertumbuhan ekonomi yang dikembangkan oleh Keynes dapat memberikan gambaran bagaimana perdagangan internasional merupakan salah satu variabel yang dapat mempengaruhi pendapatan suatu negara dengan persamaan berikut : Y = C + I + G + (X-M) Dimana: Y = pendapatan nasional C = pengeluaran konsumsi rumah tangga I = investasi atau pengeluaran modal yang dikeluarkan produsen G = pengeluaran atau investasi pemerintah
20
X = ekspor suatu negara M = impor suatu negara. Persamaan Keynes dapat diketahui bahwa perdagangan internasional yang disimbolkan dengan X-M merupakan salah satu variabel penting dalam pendapatan sebuah negara. Selain dari model tersebut pada Gambar 4 memperlihatkan bagaimana pentingnya perdagangan internasional menjadi penggerak ekonomi,
ekspor
menghasilkan devisa, selanjutnya dapat digunakan untuk membiayai impor dan pembangunan sektor ekonomi didalam negeri. Karena itu secara teoritis, dapat dikatakan ada korelasi positif antara pertumbuhan ekspor, disatu pihak dan peningkatan cadangan devisa, pertumbuhan impor, pertumbuhan output didalam negeri, peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat serta pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), dipihak lain.
Ekspor
Impor
+
-
+
Cadangan Devisa +
+ +
Produksi/ output + Kesempatan Kerja +
Peningkatan pendapatan masyarakat
+
Pertumbuhan PDB
Sumber : Tambunan, 2001 Gambar 4. Peranan Perdagangan Internasional terhadap Perekonomian Nasional
Persoalan dalam hal impor ada dua yaitu, pertama jika impor lebih besar daripada ekspor maka cadangan devisa akan berkurang, dalam hal ini hipotesisnya
21
adalah ada satu korelasi negatif antara impor dan cadangan valuta asing walaupun cadangan devisa tidak hanya dari hasil ekspor. Kedua, bila sebagian besar dari impor adalah barang-barang konsumsi, bukan barang-barang modal dan pembantu untuk kebutuhan kegiatan produksi didalam negeri, maka kenaikan impor tidak banyak berarti bagi pertumbuhan ekspor. Gambar 4 juga memperlihatkan relasi positif antara impor dan ekspor melalui sisi produksi tidak ada. Bahkan relasi antara kedua variabel tersebut bisa negatif, impor terlalu besar mengakibatkan cadangan devisa habis. Ini berarti dana untuk membiayai proses produksi didalam negeri habis, dan yang terakhir ini pada gilirannya membuat volume produksi menurun. (Tambunan, 2001). Kondisi didalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya, begitu juga dengan perdagangan internasional. Selain motif mencari keuntungan diacu dari Gumilar 2010, Krugman (2003) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional adalah : 1. Negara- negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain 2. Negara- negara berdagang untuk mencapai skala ekonomi. Menurut Tambunan (2001) alasan perdagangan internasional yang dilakukan oleh negara berkembang dilakukan karena perekonomian mereka yang masih sangat tergantung pada pinjaman atau bantuan luar negeri, ekspor, khususnya produk-produk dengan nilai tambah yang tinggi. Oleh sebab itu bagi negara yang memiliki sumber ekspor yang besar akan terus meningkatkan perdagangan internsionalnya agar dapat membantu perekonomian. Pendapat Ragnar Nurkse yang diacu dari Damanhuri (2010) yang sangat penting membantu pertumbuhan ekonomi sebuah negara terutama negara berkembang adalah, adanya pergerakan modal dari negara maju ke negara berkembang.
dengan
adanya
perdagangan
internasional
diharapkan
terjadi
perpindahan modal dari negara maju ke negara sedang berkembang yang kekurangan modal. Mengingat salah satu rendahnya produktivitas di negara berkembang adalah kurangnya
modal
yang
dimiliki
mereka.
Perdagangan
internasional
jelas
menunjukkan bahwa negara yang melakukannya akan memperoleh suatu tingkat
22
kehidupan yang lebih baik dengan adanya spesialisasi keunggulan komparatif yang mereka miliki.
2.2.1
Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional yang merupakan perdagangan antar negara tidak
terlepas dari teori para ahli yang memiliki pemikiran- pemikiran tentang perdagangan internasional, karena sesuatu yang bersifat teknis memiliki latar belakang teori yang dapat dijadikan panduan untuk melakukan sebuah pekerjaan. Perkembangan teori perdagangan internasional dimulai dengan adanya teori merkantilis yang didasari atas pemikiran Thomas Mun dan Jean Baptist Colbert, dimana teori ini berkembang pada abad ke 16 sampai abad ke 18 di Eropa Barat. Dasar mereka melakukan perdagangan internasional adalah karena : suatu negara bila ekspornya lebih besar dari pada impor akan kaya, makmur dan lebih kuat, surplus atau net ekspor akan menjadi cadangan uang dan pemasukan bagi negara tersebut yang dapat berupa logam mulia dan dari pemasukan tersebut diambil untuk membiayai perang yang dapat memperluas daerah. Sehingga pada zaman merkantilis yang menjadikan kaum saudagar sebagai penggerak ekonomi rakyat ini terjadi pelarangan atau pembatasan impor kecuali logam mulia untuk mencapai tujuan tersebut, secara langsung pula mereka akan memperbesar kuantiti ekspor mereka agar menjadi pemasukan. Teori klasik muncul sebagai landasan yang kuat bagi perkembangan perdagangan internasional selanjutnya. Awal pemikiran teori ini adalah kebutuhan manusia akan terpenuhi dengan cara yang paling baik apabila sumber-sumber daya produksi digunakan secara efisien. Selain itu apabila hasil produksi berupa barang dan jasa dijual di pasaran melalui persaingan yang bebas. Teori keunggulan absolut merupakan teori yang muncul dari teori klasik yang dikemukakan oleh Adam Smith, teori ini sering disebut sebagai teori murni perdagangan internasional karena berdasarkan pada variabel riil bukan variabel moneter. Dasar pemikiran seorang Skotlandia tersebut adalah bahwa suatu negara akan melakukan spesialisasi terhadap ekspor suatu jenis barang tertentu, dimana negara tersebut memiliki keunggulan absolut. Keunggulan absolut masing-masing
23
negara terjadi karena setiap negara dapat menghasilkan satu macam barang dengan biaya yang secara absolut lebih rendah dibandingkan negara lain. Kelebihan teori Adam Smith adalah terjadi perdagangan bebas antara dua negara yang memilki keunggulan absolut yang berbeda yang mana akan terjadi ekspor impor yang akan meningkatkan kemakmuran negara. Sementara kelemahan dari teori ini apabila hanya ada satu negara yang memilki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan. Kelemahan teori Adam Smith disempurnakan oleh David Ricardo sebagai pemikir yang paling menonjol pada mazhab klasik dengan teori keunggulan komparatif yang menyatakan bahwa sekalipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis komoditas jika dibandingkan dengan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih bisa berlangsung, selama rasio harga antar negara masih berbeda jika dibandingkan tidak terjadi perdagangan. Ternyata teori yang dikemukakan oleh David Ricardo masih harus disempurnakan oleh teori yang lebih dikenal dengan H-O atau Hecksher dan Ohlin. Teori yang memiliki kesimpulan yaitu bahwa perdagangan internasional cenderung untuk menyamakan tidak hanya harga barang-barang yang diperdagangkan saja, tetapi juga harga faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barangbarang tersebut. Suatu negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan ia akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara itu (Salvatore, 1997). H-O mengemukakan bahwa perdagangan internasional merupakan kelanjutan dari perdagangan antar daerah yang perbedaannya terletak pada jarak, sehingga biaya produksi tidak dapat diabaikan. Selain itu, perdagangan antar negara tidak didasarkan pada keuntungan tetapi atas dasar proporsi serta intensitas faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang tersebut. Teori yang juga disebut teori ketersediaan faktor ini didasari bahwa perdagangan internasional antara dua negara terjadi akibat opportunity cost yang berbeda antara kedua negara tersebut. Perbedaan
24
ongkos alternatif tersebut dikarenakan adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi, misalnya tenaga kerja, modal, tanah dan bahan baku yang dimiliki. Jadi, akibat factor endowment-nya berbeda sehingga sesuai hukum pasar harga dari faktorfaktor produksi tersebut juga berbeda antara kedua negara tersebut. Selain itu menurut teori ini suatu negara akan mengkhususkan dalam produksi dan ekspor barang-barang yang input atau faktor produksinya relatif sangat banyak di negara tersebut, dan impor barang yang faktor produksinya tidak dimiliki atau terbatas di negara tersebut. Negara berkembang biasanya mengekspor barang-barang yang padat karya yang ada di dalam negeri seperti minyak, batu bara dan komoditas pertanian (Tambunan, 2001) Teori H-O dilandaskan pada asumsi-asumsi pokok sebagai berikut: 1. Didunia hanya terdapat dua negara saja, dua komoditi (komoditi X dan Y) serta dua faktor produksi (tenaga kerja dan modal) 2. Kedua negara memiliki tingkat teknologi produksi yang sama 3. Komoditi X secara umum bersifat padat karya sedangkan komoditi Y bersifat padat modal. Hal ini berlaku untuk kedua negara 4. Kedua komoditi sama-sama diproduksi berdasarkan skala hasil yang konstan 5. Masing-masing negara tetap memproduksi kedua jenis komoditi tersebut secara bersamaan namun dengan komposisi yang berbeda 6. Selera permintaan konsumen sama di kedua negara 7. Harga terbentuk oleh kekuatan pasar, sehingga terdapat kompetisi yang sempurna 8. Terdapat mobilitas faktor yang sempurna dalam masing-masing negara, namun tidak ada mobilitas faktor antar negara 9. Tidak ada biaya transportasi, tarif atau berbagai bentuk hambatan lainnya yang mengurangi kebebasan arus perdagangan barang di kedua negara 10. Semua sumber daya produktif atau faktor produksi yang ada masing-masing negara dapat dikerahkan secara penuh dalam kegiatan produksi 11. Perdagangan internasional antara negara 1 dan negara 2 sepenuhnya seimbang
25
Teori H-O menonjolkan perbedaan dalam kelimpahan faktor secara relatif sebagai landasan dasar keunggulan komparatif bagi masing-masing negara. Gambar 5 akan memperlihatkan bagaimana model Hecksher-Ohlin. 160
160
Negara 2
140
Negara 2
140
120 100
B’
120
PA’
100
Negara 1
80
A’
60
Negara 1
80 II
40
A
I
20
A’
E=E’
60
II
40
A
20
PA
0
PB
0 0
20
10
80
20100
30
B
0
20
10
80
100 20
30
Gambar 5. Model Hicksher-Ohlin Sumber : Salvatore, 1997
Kurva Indeferen I berlaku untuk negara 1 maupun negara 2, karena diasumsikan selera konsumen di kedua negara sama. Kurva indiferen I menjadi tangen terhadap kurva batas kemungkinan produksi negara 1 dititik A, dan juga menjadi tangent terhadap kurva kemungkinan produksi negara 2 di titik A’. Titik-titik itu melambangkan harga relatif komoditi dalam kondisi ekuilibrium, yakni P A bagi negara 1 dan PA’ bagi negara 2 (lihat Gambar 5 sebelah kiri). Karena PA lebih kecil dari PA’ maka dapat disimpulkan bahwa negara 1 memiliki keunggulan komparatif pada komoditi X dan negara 2 dalam komoditi Y. Setelah perdagangan berlangsung (lihat Gambar 5 sebelah kanan) negara 1 akan berproduksi dititik B, dan menukarkan sejumlah X untuk mendapatkan Y, sehingga mencapai tingkat konsumsi di titik E (lihat segitiga perdagangan titik BCE). Negara 2 akan berproduksi di titik B’ dan menukarkan sejumlah Y untuk mendapatkan X dan mencapai kepuasan konsumsi dititik E’ (berhimpitan dengan titik E). Kedua negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan karena dapat meningkatkan konsumsinya pada kurva indiferen II yang memiliki kepuasan yang lebih tinggi.
26
2.2.2
Konsep Daya Saing Daya saing merupakan kemampuan komoditi memasuki pasar Internasional
dan kemampuan untuk bertahan pada pasar Internasional tersebut, dua pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur tingkat daya saing suatu komoditi yaitu dari keunggulan komparatif yang telah dipaparkan pada subbab teori Perdagangan Internasional dan keunggulan kompetitif yang dikemukakan oleh Porter, namun sebuah komoditi yang memiliki keunggulan komparatif belum tentu memiliki keunggulan kompetitif, karena bisa terjadi kegagalan pasar akibat regulasi yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Menurut Porter (1990), daya saing didefinisikan sebagai produktivitas suatu negara yang menggunakan sumber daya manusia, modal, dan sumber daya alamnya, sementara menurut kamus lengkap perdagangan Internasional keunggulan kompetitif adalah suatu produk dapat dijual dipasar tertentu, karena mutu dan harganya dapat diterima dan didukung dengn pelayanan yang baik, syarat penyerahan, pelayanan purna jual sehingga produk tersebut lebih menarik dan disukai daripada produk saingannya yang berasal dari sumber lain. Daya saing suatu industri dari suatu negara tergantung dari empat atribut yang dimilikinya yang dikenal dengan sebutan Porter’s Diamond, terdiri dari (1) kondisi faktor (factor conditions); (2) kondisi permintaan (demand conditions); (3) industri terkait dan penunjang (related and supporting industries); (4) strategi, struktur dan persaingan perusahaan (firms strategy, structure, and rivalry). Keempat atribut tersebut akan berjalan dengan baik apabila ditambah dengan kesempatan, serta peran pemerintah yang akan mempengaruhi peran industri suatu negara dinegara lainnya.
2.3 WTO, AoA dan Perkebunan Perdagangan internasional yang terjadi didunia ini sebagian besar dipengaruhi oleh liberalisasi perdagangan dan institusi-institusi yang mempengaruhinya. World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satusatunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar
27
negara. WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995, dan Indonesia merupakan salah satu negara pendiri WTO. Aturan yang ada antara lain adalah semua negara harus menghilangkan semua hambatan perdagangan baik tarif maupun nontarif, dengan jadwal dan pelaksanaan yang sangat ketat dan ada sanksi bila ada negara yang tidak mentaatinya, dengan begitu semua negara nantinya tanpa kecuali harus siap bersaing secara bebas dalam perdagangan internasional. Harga dan kualitas barang dan jasa yang mereka hasilkan, mereka harus bersaing tanpa perlindungan proteksi tarif maupun non-tarif dan subsidi apapun untuk hal-hal yang terbatas. Namun disamping itu upaya negara anggota WTO untuk mengatasi peluang dan tantangan yang muncul dari liberalisasi perdagangan juga tergantung kepada pemahaman masyarakat mengenai aturan dan persetujuan dalam WTO, sehingga dengan begitu akan meningkatkan peraturan Indonesia dalam berbagai forum perundingan. Agreement on Agriculture atau Persetujuan Bidang Pertanian dimana perkebunan merupakan bagian dari pertanian, bertujuan untuk melakukan reformasi perdagangan dalam sektor pertanian dan melakukan kebijakan-kebijakan yang berorientasi pasar adil dan lebih dapat diprediksi. Peraturan dan komitmen yang diatur dalam persetujuan pertanian meliputi: akses pasar yang berorientasi pasar, mengurangi subsidi domestik dan persaingan eskspor. Pada dasarnya seluruh persetujuan WTO dan penjelasannya berlaku dalam produk pertanian. Tetapi jika ada pertentangan antara persetujuan-persetujuan tersebut dengan persetujuan bidang pertanian, maka persetujuan bidang pertanianlah yang dijadikan acuan. Didalam Persetujuan Bidang Pertanian disepakati terbentuknya Komisi Pertanian yang bertugas untuk mengawasi pelaksanaan persetujuan tersebut dan menyediakan bagi para anggota untuk berkonsultasi mengenai masalah-masalah pelaksanaan komitmen mereka. Putaran Uruguay menghasilkan perubahan sistemik dengan tujuan untuk mengahpuskan hambatan non-tarif dan untuk itu perlu disepakati suatu pengganti kebijakan tingkat proteksi yang sama, yaitu menetapkan tarif maksimum. Sehingga dalam persetujuan bidang pertanian terdapat larangan terhadap kebijakan non-tarif
28
untuk produk pertanian, namun masih diikat dalam WTO. Walaupun dibatasi, namun pasal 4.2 tidak melarang digunakannya pembatasan non-tarif yang sejalan dengan ketentuan GATT dan WTO lainnya yang berlaku terhadap perdagangan barang secara umum (Pasal VII dan VIII GATT).
2.4 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu mengenai tingkat daya saing dan perkebunan baik menggunakan metode yang sama ataupun berbeda serta komoditas dan negara tujuan yang sama atau berbeda pula namun dapat dijadikan acuan dapat terlihat dalam subbab berikut.
2.4.1 Penelitian Mengenai Daya Saing Siregar (2010) memiliki tujuan penelitian untuk mengestimasi daya saing buah-buahan Indonesia dari tahun 2001- 2008 di pasar dunia melalui Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamic (EPD), dan Constant Market Share Analysis (CMS). Dimana kesimpulan yang didapat adalah berdasarkan analisis Revealed Comparative Advantage (RCA), beberapa komoditi buah Indonesia masih belum memiliki daya saing yang kuat. Berdasarkan hasil estimasi Export Product Dynamic (EPD) selama periode 2001 – 2008, empat posisi daya saing yang ada yaitu Falling Star, Lost Opportunity, Rising Star dan Retreat disisi oleh setiap komoditas. Berdasarkan Constant Market Share Analysis (CMS), pertumbuhan nilai ekspor pisang, alpukat, dan jambu biji, mangga, serta manggis paling banyak disebabkan oleh efek pertumbuhan impor (import growth effect) sedangkan pertumbuhan nilai ekspor jeruk dan pepaya paling banyak disebabkan oleh efek komposisi komoditas (commodity composition effect). Adapun pertumbuhan nilai ekspor alpukat lebih banyak disebabkan oleh efek daya saing (competitiveness effect). Gumilar (2010) juga meneliti tentang daya saing, dengan topik melihat daya saing sayuran utama Indonesia dipasar Internasional dengan metode dan tahun yang sama dengan Siregar (2010). Kesimpulan yang didapat Berdasarkan hasil estimasi Revealed Comparative Advantage (RCA) pada komoditi sayuran Indonesia yang diuji
29
selama tahun 2001-2008, diperoleh rata-rata nilai RCA yang berada dibawah satu untuk semua komoditi yang diuji kecuali jamur. Menurut hasil dari perhitungan Export Product Dynamic (EPD) selama periode 2001 - 2008, diketahui bahwa beberapa komoditi sayuran Indonesia yang diuji seperti kol, jamur, dan kentang berada di posisi Retreat. Komoditi bawang merah Indonesia berada di posisi Rising Star. Untuk komoditi cabai berada di posisi Falling Star dan terakhir komoditi tomat berada di posisi Lost Opportunity, berdasarkan hasil analisis menggunakan pangsa pasar konstan (CMS) selama periode 2002-2008, diperoleh hasil bahwa untuk komoditi kol dan cabai faktor yang paling mempengaruhi pertumbuhan ekspornya adalah faktor pertumbuhan impor, sedangkan untuk komoditi jamur dan tomat dominan dipengaruhi oleh faktor daya saing, dan untuk komoditi bawang merah dan kentang dipengaruhi paling besar oleh faktor permintaan produk di pasar dunia (komposisi komoditi).
2.4.2 Penelitian Mengenai Perkebunan Soelaksono (2010) meilihat bagimana faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan ekspor komoditas perkebunan Indonesia. Komoditi yang diteliti adalah karet, kopi, kakao, kelapa sawit dan teh dengan menggunakan model gravitasi dan data panel. Hasil penelitiannya terlihat bahwa volume ekspor kelima komoditi tersebut berfluktuasi, hal tersebut diakibatkan karena ada dua variabel yang berpengaruh dalam setiap model yaitu: jarak dan krisis global, namun setiap komoditi tersebut memiliki perbedaan karena walaupun masalah jarak dan krisis global ada negara tujuan yang tetap mengimpor dari Indonesia akibat kebutuhan, sehingga pemerintah harus menciptakan iklim investai yang sehat agar daya saing terus meningkat. Mayangsari (2010) menganalisis tentang perdagangan biji kakao Indonesia dengan simulasi. Tujuan dari penelitiannya adalah menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan biji kakao di Indonesia dengan menggunakan model persamaan simultan dan persamaan Nerlovian. Hasil penelitian menunjukan bahwa luas areal kakao dipengaruhi secra nyata oleh harga riil biji kakao domestik tahun
30
sebelumnya, produktivitas dipengaruhi oleh harga riil pupuk urea, upah riil buruh tani, suku bunga riil investasi, konsumsi kakao dipengaruhi oleh GDP riil perkapita Indonesia, penawaran ekspor kakao Indonesia ke Malaysia dipengaruhi oleh harga riil ekspor biji kakao dan produksi biji kakao Indonesia, sedangkan pengaruh dalam penawaran ke Amerika Serikat adalah kurs riil Rupiah atas Dollar Amerika Serikat serta penawaran kakao ke Singapura dipengaruhi oleh harga riil ekspor biji kakao Indonesia.
2.5 Kerangka Pemikiran Operasional Indonesia dengan alam yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas hingga Pulau Rote, dari kiasan tersebut dapat menggambarkan sebuah negara yang luas, ditambah dengan cuaca tropis karena berada digaris khatulistiwa yang membuat tanah Indonesia juga subur. Tanah yang subur dengan luasnya negara Indonesia didapatlah hasil perkebunan yang beraneka ragam, yang dapat dijadikan konsumsi masyarakat lokal maupun masyarakat dunia. Sebab hasil perkebunan merupakan salah satu sektor unggulan ekspor Indonesia di pasar dunia dan menjadi pemasukan PDB pertanian. Era perdagangan bebas tidak langsung membuat Indonesia menjadi negara pengekspor terbesar hasil perkebunan di dunia, karena luas dan suburnya tanah yang dimiliki. Perdagangan bebas akan menjadikan setiap negara untuk bersaing, persaingan yang akan membuat setiap negara ingin menjadi pengekspor hasil perkebunan yang terbaik, dilihat dari mutu, harga, pelayanan maupun dari produksi yang dimilki sebuah negara, karena batas antar negara satu dengan negara lain seperti tidak ada. Keadaan tersebut membuat daya saing setiap negara harus tinggi, agar hasil perkebunan ataupun komoditi-komoditi unggulan sebuah negara dapat bersaing dengan negara lain di pasar dunia. Apalagi Indonesia memiliki volume hasil produksi yang tinggi, masih memiliki mutu hasil perkebunan yang dibawah negara-negara lain dan produktivitas yang fluktuatif. Oleh sebab itu perlu dilihat daya saing beberapa hasil unggulan perkebunan Indonesia di pasar internasional serta dibandingkan dengan dua negara yaitu Thailand dan Filipina dan dua negara pesaing tidak tetap.
31
Penelitian ini mencakup analisis daya saing produk ekspor hasil perkebunan utama Indonesia dari segi keunggulan komparatif dan posisi daya saing komoditi tersebut di pasar internasional berdasarkan performa produk ekspor dinamis yang dimiliki. Metode Revealed Comparative Advantage (RCA) digunakan untuk melihat bagaimana keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia, sementara untuk melihat posisi daya saing digunkan metode Export Product Dynamics (EPD). Gambar 6 memperlihatkan alur kerangka pemikiran operasional penelitian ini. Perdagangan internasional sebagai penggerak perekonomian nasional
Perkebunan yang termasuk dalam subsektor pertanian memiliki peluang untuk menjadi salah satu motor penggerak utama perekonomian dengan ekspornya
Hasil perkebunan dengan nilai ekspor terbesar cengkeh, kacang mete, kakao, karet, kayu manis, kelapa sawit, kelapa, kopi, lada, pala, teh, tembakau Globalisasi, mutu hasil perkebunan, fluktuasi produktivitas dan masalah lain yang menjadi hambatan ekspor hasil perkebunan Indonesia
Bagaimana daya saing hasil perkebunan Indonesia di pasar dunia dan di sebelas pasar negara importir utama?
Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk mengestimasi keunggulan komparatif
Export Product Dynamic (EPD) untuk melihat posisi daya saing perkebunan
Bagaimana ekspor dan strategi perkebunan pesaing Indonesia di pasar dunia dan sebelas negara utama?
Implikasi kebijakan/saran penelitian Gambar 6. Kerangka Pemikiran
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang terdiri dari data deret waktu (time series) tahunan dengan periode waktu tiga tahun, yaitu tahun 2001, 2005 dan 2009 dan data cross section 11 negara tujuan utama dan empat pesaing utama. Jenis data yang diperoleh meliputi data produksi, nilai ekspor, dan volume ekspor. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian (Deptan), Direktorat Jenderal Perkebunan, United Nations Commodity and Trade Database (UNcomtrade), Food and agriculture organization (FAO) serta dari studi kepustakaan yang bersumber dari buku-buku dan literatur lain di perpustakaan IPB, yang di akses pada tahun 2011.
3.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Metode yang digunakan untuk melihat keunggulan komparatif hasil perkebunan Indonesia adalah metode Revealed Comparative Advantage (RCA) sementara metode yang digunakan untuk menganalisis posisi daya saing sektor perkebunan Indonesia adalah metode Export Product Dynamic (EPD). Pada penelitian ini, pengolahan data dilakukan secara bertahap. Tahap yang pertama adalah pengelompokkan data, sedangkan tahap yang berikutnya adalah pengolahan data dalam model analisis. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel.
3.2.1 Revealed Comparative Advantage (RCA) Salah satu yang dapat menunjukkan indikator perubahan keunggulan komparatif adalah metode Revealed Comparative Advantage (RCA), RCA merupakan sebuah indeks yang digunakan untuk mengukur keuntungan maupun kerugian relatif komoditi tertentu pada suatu negara yang tercermin pada pola
33
perdagangannya. Indeks ini menunjukan perbandingan antara pangsa ekspor komoditas atau sekelompok komoditas suatu negara terhadap pangsa ekspor komoditas tersebut dari seluruh dunia atau dengan kata lain indeks RCA menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara dalam suatu komoditas terhadap dunia. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa pada tahun 1965, yang menganggap bahwa keunggulan komparatif suatu negara direfleksikan atau dapat dilihat dalam ekspornya. Secara sistematis, Index RCA adalah sebagai berikut : Indeks RCA
=
Xij/Xt Wij/Wt
Dimana : Xij = Nilai ekspor komoditi i dari Indonesia ke negara j Xt = Nilai ekspor total negara Indonesia ke negara importir utama Wij = Nilai ekspor komoditi i dunia ke negara j Wt = Nilai ekspor total dunia ke negara importir utama
Jika nilai indeks RCA dari suatu negara untuk komoditas tertentu lebih besar dari satu, (indeks RCA > 1) berarti negara bersangkutan mempunyai keunggulan komparatif diatas rata-rata dunia pada komoditas tersebut. Sebaliknya bila nilai indeks RCA suatu negara untuk komoditas tertentu lebih kecil dari satu (indeks RCA < 1) berarti keunggulan komparatifnya untuk komoditas tersebut rendah atau dibawah rata-rata dunia (Tambunan, 2001). Dalam Siregar (2010), keunggulan metode RCA adalah mengurangi dampak pengaruh campur tangan pemerintah, sehingga keunggulan komparatif suatu produk dari waktu ke waktu dapat terlihat secara jelas, selain terdapat keunggulan dalam metode RCA, metode ini juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu : 1. Asumsi persaingan bebas dan suatu negara dianggap mengekspor keseluruhan komoditi walaupun kenyataannya tidak. 2. Pengukuran berdasarkan nilai RCA ini mengesampingkan pentingnya permintaan domestik, ukuran pasar domestik, dan perkembangannya.
34
3. Indeks RCA tidak dapat menjelaskan apakah pola perdagangan yang sedang berlangsung tersebut sudah optimal. 4. Tidak dapat mendeteksi dan memprediksi produk-produk yang berpotensi dimasa yang akan datang.
3.2.2 Export Product Dynamics (EPD) Salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran yang baik tentang tingkat daya saing adalah Export Product Dynamics (EPD). Pendekatan EPD dapat digunakan untuk mengidentifikasi daya saing suatu produk dan juga untuk mengetahui apakah suatu produk tersebut merupakan produk dengan performa yang memiliki pertumbuhan yang cepat atau tidak. Karena walaupun bukan sebagai komoditi ekspor utama suatu negara, jika pertumbuhan produk dan performanya diatas rata-rata secara terus menerus maka bisa jadi komoditi ini diperhitungkan untuk menjadi sumber pendapatan yang penting bagi suatu negara tersebut. Matriks EPD memiliki dua komponen yang berkaitan yaitu daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis. Mengacu pada Siregar (2010), daya tarik pasar dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan pasar tertentu, sedangkan informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan pertumbuhan dari perolehan pasar (market share) sebuah negara pada tujuan pasar tertentu. Kombinasi dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis ini menghasilkan karakter posisi dari produk yang ingin dianalisis ke dalam empat kategori. Keempat kategori itu adalah Rising Star, Falling Star, Lost Opportunity dan Retreat yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Matriks Posisi Daya Saing Share of Country’s Export in World Trade
Share of Product in World Trade Rising (Dynamic) Falling (Stagnant) Rising (Competitive) Rising Star Falling Star Falling (Non-Competitive) Lost Opportunity Retreat Sumber: Estherhuizen, 2006 diacu dari Siregar, 2010
Untuk lebih mudah melihat posisi komoditi tersebut, Tabel 4 akan dikonversi kedalam Gambar 7 yang berbentuk kuadran dengan sumbu X menggambarkan peningkatan pangsa pasar ekspor negara tersebut di perdagangan dunia atau daya
35
tarik pasar. Sedangkan sumbu Y menggambarkan peningkatan pangsa pasar produk tersebut diperdagangan dunia atau informasi kekuatan bisnis. Empat kuadran yang ada, salah satu kuadran akan ditempati sebuah komoditas yang akan diestimasi tingkat daya saingnya sesuai dengan daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnisnya. Posisi pasar yang ideal adalah yang mempunyai pangsa pasar tertinggi pada ekspornya sebagai Rising Star atau bintang terang, yang menunjukkan bahwa negara tersebut memperoleh tambahan pangsa pasar pada produk mereka yang bertumbuh cepat (fast-growing products). Lost Opportunity atau kesempatan yang hilang, terkait dengan penurunan pangsa pasar pada produk-produk yang kompetitif, adalah posisi yang paling tidak diinginkan. Falling Star atau bintang jatuh juga tidak disukai, meskipun masih lebih baik jika dibandingkan dengan Lost Opportunity, karena pangsa pasarnya tetap meningkat. Sementara itu, Retreat atau kemunduran biasanya yang paling tidak diinginkan, tetapi pada kasus tertentu 'mungkin' diinginkan jika pergerakannya menjauhi produk-produk yang stagnan dan menuju produk-produk yang dinamik (Bappenas, 2009 diacu dari Siregar, 2010).
Rising
Lost Opportunity
Rising Star
Falling
Rising
Retreat
Falling Star
Falling
Gambar 7. Daya Tarik Pasar dan Kekuatan Bisnis dalam EPD
36
Secara matematis yang dimaksud dengan pangsa pasar ekspor suatu negara (negara i) dan pangsa pasar produk (produk n) dalam perdagangan dunia adalah sebagai berikut:
Sumbu x Pertumbuhan kekuatan bisnis atau disebut pangsa pasar ekspor i :
× 100 % −
− 1 × 100 % T
Sumbu y Pertumbuhan daya tarik pasar atau disebut pangsa pasar produk : × 100 % −
− 1 × 100 % T
Dimana : Xij = Nilai ekspor komoditi i dari Indonesia ke negara j Xt = Nilai ekspor total negara Indonesia ke negara importir utama Wij = Nilai ekspor komoditi i dunia ke negara j Wt = Nilai ekspor total dunia ke negara importir utama
IV. GAMBARAN UMUM
4.1 Perkebunan Dunia Komoditi perkebunan Indonesia rata-rata masuk kedalam lima besar sebagai produsen dengan produksi tertinggi di dunia menurut Food and agriculture organization (FAO) pada tahun 2001, 2005 dan 2008, dimana hanya ada empat komoditi yang berada diluar dari lima besar. Berikut akan dipaparkan posisi yang diduduki komoditi perkebunan Indonesia didunia. 1. Cengkeh
Cengkeh Indonesia berada pada posisi teratas, sebagai produsen cengkeh terbesar di dunia dalam tiga tahun tersebut dengan rata-rata produksi seberat 79.987,6 ton. Posisi dua hingga kelima pada tahun 2001 diduduki Madagaskar, Tanzania, Komoro dan Sri Lanka. Tahun 2005 posisi dua hingga kelima produsen cengkeh terbesar diduduki Tanzania, Madagaskar, Sri Lanka dan Komoro. Tahun 2008 Madagaskar, Tanzania, Sri Lanka dan Komoro merupakan negara yang menduduki posisi dua hingga lima (FAO). 2. Kacang Mete
Indonesia hanya berada pada posisi keenam sebagai produsen kacang mete di dunia dengan produksi rata-rata dalam tiga tahun tersebut seberat 127.769,3 ton. Pada Tahun 2001 Indonesia berada di bawah Nigeria, India, Vietnam, Brazil dan Tanzania. Tahun 2005 dan 2008 Indonesia berada dibawah Vietnam, Nigeria, India, Pantai Gading dan Brazil (FAO). 3. Kakao
Indonesia berada pada posisi dua pada tahun 2001 dan 2008, serta posisi tiga pada tahun 2005 sebagai negara produsen kakao tertinggi di dunia dengan produksi ratarata seberat 621.308 ton. Dalam tiga tahun yang ada, Pantai Gading merupakan negara dengan produsen kakao tertinggi di dunia, sementara negara posisi tiga hingga lima pada tahun 2001 dan 2008 diduduki Ghana, Nigeria dan Brazil. Tahun 2005
38
posisi dua diduduki Ghana, sedangkan posisi empat dan lima diduduki Nigeria dan Brazil (FAO). 4. Karet
Indonesia berada pada posisi satu pada tahun 2001 dan posisi dua pada tahun 2005 dan 2008 sebagai negara produsen karet terbesar di dunia dengan rata-rata produksi seberat 8.251.247 ton. Tahun 2001 posisi dua hingga posisi lima diduduki Malaysia, Nigeria, Thailand dan Kolombia. Tahun 2005 dan 2008 posisi satu diduduki Thailand, sedangkan posisi tiga hingga posisi lima diduduki Malaysia, India dan Vietnam (FAO). 5. Kayu Manis
Rata-rata produksi dalam tiga tahun yang ada seberat 68.429,67 ton, Indonesia berada pada posisi satu sebagai produsen kayu manis terbesar di dunia, dimana dalam tiga tahun yang ada posisi dua hingga posisi lima selalu diduduki China, Sri Lanka, Vietnam dan Madagaskar (FAO). 6. Kelapa Sawit
Indonesia memiliki rata-rata produksi CPO seberat 13.595.000 ton dalam tiga tahun yang ada, dimana pada tahun 2001 dan 2005 Indonesia sebagai produsen CPO terbesar kedua dibawah Malaysia, sedangkan pada tahun 2008 Indonesia merupakan negara produsen CPO tertinggi dan berada di atas Malaysia. Tahun 2001 dan 2005 negara yang berada pada posisi tiga hingga posisi lima adalah Nigeria, Thailand dan Kolombia (FAO). 7. Kelapa
Indonesia berada pada posisi satu sebagai negara produsen kelapa di dunia, dengan rata-rata produksi seberat 17.855.000 ton dalam tahun 2001, 2005 dan 2008. Dalam tiga tahun tersebut pula posisi dua hingga posisi lima negara produsen kelapa diduduki Filipina, India, Brazil dan Sri Lanka (FAO). 8. Kopi
Indonesia berada pada posisi keempat sebagai negara produsen kopi terbesar di dunia dengan produksi rata-rata dalam tiga tahun seberat 630.845,7 ton. Posisi satu hingga posisi tiga dalam tiga tahun yang ada diduduki Brazil, Veitnam, serta
39
Kolombia. Sementara posisi kelima diduduki Meksiko pada tahun 2001 dan 2005 serta Peru pada tahun 2008 (FAO). 9. Lada
Indonesia berada pada posisi enam pada tahun 2001 dan posisi dua pada tahun 2005 dan 2008 sebagai negara produsen lada terbesar di dunia dengan rata-rata produksi seberat 117.242 ton dalam tiga tahun tersebut. Posisi satu hingga posisi lima pada tahun 2001 diduduki China, India, Kenya, Sri Lanka dan Turki. Tahun 2005 dan tahun 2008 posisi satu diduduki Vietnam sedangkan posisi tiga hingga posisi lima diduduki Brazil, India dan China (FAO). 10. Pala
Tahun 2001 Indonesia berada pada posisi satu sebagai negara produsen pala terbesar didunia, sedangkan pada tahun 2005 Indonesia berada pada posisi empat dan pada tahun 2008 berada pada posisi tiga, dengan rata-rata produksi seberat 13.896,67 ton. Tahun 2001 posisi dua hingga posisi lima diduduki Guatemala, India, Nepal dan Bhutan. Tahun 2005 posisi satu hingga posisi tiga diduduki Guatemala, India dan Bhutan, sedangkan Nepal berada dibawah Indonesia. Tahun 2008 Guatemala dan India berada pada posisi satu dan dua, sedangkan Nepal dan Bhutan berada dibawah Indonesia (FAO). 11. Teh
Tahun 2001 Indonesia berada pada posisi keempat sebagai negara produsen teh terbesar di dunia, sedangkan pada tahun 2005 dan 2008 berada pada posisi tujuh dengan rata-rata produksi seberat 290.312 ton. Posisi satu hingga posisi tiga pada tahun 2001 diduduki Brazil, Vietnam dan Kolombia, sedangkan Meksiko berada pada posisi kelima. Tahun 2005 dan 2008 posisi satu hingga posisi lima diduduki China, India, Kenya, Sri Lanka dan Turki (FAO). 12. Tembakau
Tahun 2001 dan 2008 Indonesia berada pada posisi lima sebagai negara dengan produksi tembakau terbesar di dunia, sedangkan pada tahun 2005, Indonesia berada pada posisi keenam, rata-rata produksi yang dimiliki dalam tiga tahun tersebut adalah seberat 175.012,7 ton. Tahun 2001 posisi satu hingga posisi empat diduduki China,
40
Brazil, Amerika Serikat dan India. Tahun 2005 posisi satu hingga posisi lima diduduki China, Brazil, India, Amerika Serikat dan Argentina. Tahun 2008 China, Brazil, India dan Amerika Serikat berada pada posisi satu hingga lima produsen tembakau terbesar didunia.
4.2 Perkebunan Indonesia Alam Indonesia yang sangat luas memberikan dampak yang baik bagi perkebunan Indonesia, sebab dari luasnya lahan tersebut, sektor perkebunan yang notabene harus memiliki lahan yang luas untuk bercocok tanam menjadi terbantu. Lahan yang luas belum tentu termanfaatkan secara optimal oleh sektor perkebunan Indonesia, karena produktivitas merupakan suatu tolak ukur bagaimana lahan tersebut dimanfaatkan. Secara keseluruhan rendahnya mutu komoditi perkebunan Indonesia menjadi sorotan, karena rata-rata perkebunan dikelola oleh perkebunan rakyat yang masih kurang penyuluhan pemerintah. Dalam subbab perkebunan Indonesia akan dipaparkan bagaimana luas areal, produksi dan daerah sentra produksi perkebunan Indonesia masing-masing komoditi.
4.2.1
Perkembangan Luas Areal, Volume Produksi dan Daerah Sentra Produksi Cengkeh Indonesia Pesatnya industri rokok kretek di Indonesia menyebabkan tanaman cengkeh
yang dulunya merupakan komoditas ekspor berubah menjadi komoditas impor, sehingga pada tahun 1970 muncul program swasembada cengkeh, melalui perluasan areal. Program swasemabada tersebut berhasil pada tahun 1991, namun dengan melimpahnya produksi cengkeh menyebabkan harga komoditas tersebut turun. Permasalahan tersebut membuat pemerintah membuat kebijakan dengan mengatur tata niaga cengkeh melalui pembentukan Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC). Program ini tidak berhasil dan petani menelantarkan areal pertanaman cengkeh ( Deptan, 2005) Sekitar tahun 2001-2002 harga cengkeh di pasar dalam negeri melonjak cukup tajam. Kenyataan ini mengejutkan semua pihak, baik petani maupun pengusaha rokok
41
kretek yang merupakan satu-satunya konsumen komoditas tersebut. Harga cengkeh yang telah lama terpuruk yaitu dengan harga Rp2.500/kg – Rp8.500/kg kini menjadi sekitar Rp70.000/kg. Kondisi ini menggambarkan dua fakta kontradiktif. Dari sisi produsen rokok kretek mengalami kesusahan akibat harga yang tinggi, sedangkan dari petani juga tidak bergembira dengan melambungnya harga cengkeh tersebut, karena bukan hasil dari panen petani, melainkan stok timbunan para pedagang besar 1. Luas areal cengkeh Indonesia dari tahun 2001 hingga 2006 mengalami fluktuasi, sementara pada tahun 2007 sampai 2009 mengalami peningkatan, seperti
Luas Areal (Ha) dan Volume Produksi (Ton)
yang tertera pada Gambar 8. 500000 400000 300000 200000 100000 0 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun Produksi (Ton)
Luas Areal (Ha)
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Gambar 8. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Cengkeh Indonesia Tahun 20012009
Pertumbuhan rata-rata luas areal cengkeh Indonesia adalah sebesar 1,1 persen, dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2003 dengan pertumbuhan sebesar 2,8 persen luas areal yang mana pada tahun 2002 luas areal cengkeh adalah 430.212 Ha dan meningkat menjadi seluas 442.333 Ha. Setelah mengalami pertumbuhan luas areal tertinggi pada tahun 2003, pertumbuhan yang paling rendah dan bahkan lagi-lagi negatif terjadi pada tahun 2004 dengan penurunan luas areal cengkeh sebesar 0,9 persen, yaitu menjadi seluas 438.253 Ha.
1
Fahmi Ismail, 2002 diacu dalam Out Look Pertanian Perkebunan, 2008
42
Gambar 8 juga memperlihatkan volume produksi cengkeh Indonesia yang berfluktuasi dari tahun 2001 sampai 2009. Akibatnya pertumbuhan rata-rata volume cengkeh hanya sebesar 2,7 persen, dengan pertumbuhan produksi paling tinggi terjadi pada tahun 2009 dengan persentase sebesar 16,3 persen yaitu dari produksi cengkeh tahun 2008 seberat 70.538 ton menjadi 82.032 ton cengkeh. Pertumbuhan yang paling rendah bahkan negatif terjadi pada tahun 2006 dengan penurunan pertumbuhan sebesar 21,6 persen yaitu dari produksi cengkeh pada tahun 2005 seberat 78.350 ton menjadi 61.408 ton pada tahun 2006. Daerah yang menjadi sentra cengkeh Indonesia adalah provinsi Sulawesi Selatan dengan rata-rata pertumbuhan produksi dari tahun 2003 hingga 2009 sebesar 15,4 persen dan diikuti Maluku dengan rata-rata pertumbuhan produksi sebesar 1,3 persen, sedangkan diposisi ketiga ditempati Jawa Timur dengan pertumbuhan produksi rata-rata sebesar 3,3 persen (Ditjenbun).
4.2.2
Perkembangan Luas Areal, Volume Produksi dan Daerah Sentra Produksi Kacang Mete Indonesia Luas areal kacang mete Indonesia memiliki pertumbuhan rata-rata sebesar
0,0007 persen. Persentase yang kecil tersebut terjadi akibat peningkatan yang kecil setiap tahunnya, luas areal pada tahun 2001 adalah seluas 568.912 Ha dan pada tahun 2009 menjadi seluas 572.114 Ha, dimana hanya terjadi peningkatan luas yang kecil selama delapan tahun tersebut seperti yang terlihat pada Gambar 9. Peningkatan pertumbuhan yang tertinggi terjadi pada tahun 2002, itu pun dengan persentase 0,01 persen, yaitu dari luas areal 568.912 Ha pada tahun 2001 menjadi 578.924 Ha pada tahun 2002, bahkan luas areal pada tahun 2002 tersebut lebih luas dibandingkan dengan luas areal kacang mete pada tahun 2009, namun untuk areal yang terluas adalah pada tahun 2005, yaitu seluas 579.650 Ha. Sementara setelah pada tahun 2003 mengalami pertumbuhan yang paling tinggi, pada tahun 2004 luas areal mengalami pertumbuhan yang terendah bahkan negatif dimana luas areal kacang mete menjadi seluas 573.281 Ha.
43
Perkembangan produksi kacang mete hampir sama dengan perkembangan produksi hasil perkebunan yang lain, yaitu berfluktuasi seperti yang tertera pada Gambar 9. Pada tahun 2001 produksi kacang mete adalah 91.586 ton dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 147.403 ton dengan pertumbuhan rata-rata 0,06 persen. Pertumbuhan tertinggi volume produksi kacang mete terjadi pada tahun 2004 dengan pertumbuhan sebesar 0,2 persen, yaitu dari volume produksi 106.932 ton pada tahun 2003 meningkat menjadi 131.020 ton pada tahun 2004. Sementara penurunan pertumbuhan terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 0,09 persen dengan penurunan dari tahun 2008 yang memiliki volume seberat 156.652 ton menjadi 147.403 ton pada
Luas Areal (Ha) dan Volume Produksi (Ton)
tahun 2009. 700000 600000 500000 400000 300000 200000 100000 0 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun Produksi (Ton)
Luas Areal (Ha)
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Gambar 9. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kacang Mete Indonesia Tahun 2001-2009
Daerah sentra kacang mete Indonesia adalah Sulawesi Tenggara, namun pertumbuhan rata-rata produksinya tidak mencerminkan sebagai daerah utama sentra kacang mete Indonesia, sebab memiliki pertumbuhan rata-rata yang negatif yaitu sebesar 0,8 persen. Nusa Tenggara Timur menjadi provinsi kedua dengan memiliki selisih produksi rata-rata sebesar 30 ton dibandingkan dengan Sulawesi Tenggara, bahkan provinsi ini memiliki pertumbuhan produksi rata-rata yang cukup baik yaitu sebesar 7,5 persen (Ditjenbun).
44
4.2.3
Perkembangan Luas Areal, Volume Produksi dan Daerah Sentra Produksi Kakao Indonesia Luas areal kakao Indonesia memiliki trend yang terjadi dari tahun 2001
hingga 2009 (Gambar 10). Walaupun hanya memiliki pertumbuhan rata-rata sebesar 0,08 persen, kestabilan peningkatan luas areal kakao sangat baik untuk ditiru perkebunan lain, walaupun sama-sama dikelola oleh perkebunan rakyat. Pertumbuhan tertinggi untuk luas areal kakao terjadi pada tahun 2006 dengan memiliki persentase pertumbuhan yang hampir sama dengan pertumbuhan pada tahun 2004 yaitu sebesar 1,3 persen. Pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2002 dengan pertumbuhan 0,05
Luas Areal (Ha) dan Volume Produksi (Ton)
persen. 2000000 1500000 1000000 500000 0 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun Produksi (Ton)
Luas Areal (Ha)
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Gambar 10. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kakao Indonesia Tahun 20012009
Volume produksi kakao Indonesia memiliki pertumbuhan yang positif dari tahun 2001 hingga 2009. Penurunan produksi kakao terjadi pada tahun 2004 dan 2007, sedangkan selain tahun tersebut mengalami peningkatan (Gambar 10). Pertumbuhan rata-rata produksi kakao sebesar 0,05 persen, produksi kakao dengan persentase pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2003 dengan tingkat pertumbuhan sebesar 0,2 persen, dimana kenaikan yang terjadi dari seberat 571.155 ton pada tahun 2002 menjadi 698.816 ton pada tahun 2003. Untuk pertumbuhan terendah dan terjadi penurunan volume produksi terjadi pada tahun 2007, dari volume
45
produksi kakao seberat 769.386 ton pada tahun 2006 menjadi hanya 740.006 ton pada tahun 2007 dengan penurunan pertumbuhan sebesar 0,03 persen. Daerah sentra produksi kakao di Indonesia didominasi oleh produksi dari Pulau Sulawesi. Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang menjadi sentra utama kakao Indonesia, namun posisi ini terancam karena pertumbuhan rata-rata produksi kakao provinsi ini negatif yaitu sebesar 4,7 persen. Sulawesi Tengah yang menjadi ancaman bagi provinsi Sulawesi Selatan, sebab dengan rata-rata pertumbuhan produksi yang positif yaitu sebesar 3,6 persen dapat mengambil alih posisi puncak, bahkan posisi ketiga yang ditempati Sulawesi Tenggara juga bisa naik sebagai yang nomor satu dengan rata-rata pertumbuhan produksi yang positif sebesar 5,7 persen. Lampung merupakan provinsi dengan pertumbuhan rata-rata produksi tertinggi, yaitu lebih dari 9 persen (Ditjenbun).
4.2.4
Perkembangan Luas Areal, Volume Produksi dan Daerah Sentra Produksi Karet Indonesia Indonesia menargetkan menjadi negara penghasil karet terbesar di dunia tahun
2020. Upaya itu dilakukan dengan cara merevitalisasi perkebunan karet seluas 300 ribu hektar hingga tahun 2010 sekaligus mengganti tanaman karet yang rusak dan tua yang mencapai 400 ribu hektar (Deptan, 2008). Luas areal karet Indonesia sendiri dari tahun 2001 hingga 2003 mengalami penurunan dan pada tahun 2004 hingga 2009 terus meningkat, namun pertumbuhan luas areal karet masih positif namun dengan nilai pertumbuhan yang kecil yaitu sebesar 0,003 persen dengan pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2006 dan 2007 yang memiliki persentase pertumbuhan sebesar 0,02 persen. Penurunan luas pada tahun 2001 hingga 2003 merupakan penurunan pertumbuhan dengan persentase penurunan yang sama yaitu sebesar 0,008 persen. Pertumbuhan luas areal karet yang positif dari tahun 2001 seluas 3.344.767 menjadi 3.435.270 Ha pada tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 11. Lahan karet yang mengalami revitalisasi dan memiliki pertumbuhan yang terus meningkat dari tahun 2004 hingga tahun 2009, tidak bisa menjadi acuan bahwa produksi juga akan meningkat, itu terbukti dengan menurunnya produksi karet pada
46
tahun 2008 dan 2009 yang sebelumnya dari tahun 2001 hingga 2007 mengalami peningkatan (Gambar 11). Pertumbuhan rata-rata volume produksi karet Indonesia positif dengan persentase sebesar 0,05 persen. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2006 dengan persentase pertumbuhan 0,1 persen, itu terjadi akibat volume produksi yang meningkat dari seberat 2.270.891 ton pada tahun 2005 menjadi seberat 2.637.231 ton pada tahun 2006. Penurunan pertumbuhan yang terbesar terjadi pada tahun 2009, dari volume produksi seberat 2.751.286 ton pada tahun 2008 menjadi 2.440.347 ton pada tahun 2009. Daerah sentra produksi karet Indonesia berada di kawasan Sumatera Selatan, Sumatera Utara dan Riau yang dilihat dari hasil produksi pada tahun 2004 hingga 2009. Rata-rata pertumbuhan 3,9 persen hasil produksi karet Sumatera Selatan atau rata-rata produksi 490.704 ton, membuat provinsi tersebut berada di atas Sumatera Utara yang memiliki pertumbuhan rata-rata 1,6 persen dengan produksi rata-rata 408.441 ton dan Riau dengan pertumbuhan rata-rata 5,2 persen dengan rata-rata
Luas Areal (Ha) dan Volume Produksi (Ton)
produksi karet seberat 325.452 ton (Ditjenbun). 4000000 3000000 2000000 1000000 0 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun Produksi (Ton)
Luas Areal (Ha)
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Gambar 11. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Karet Indonesia Tahun 20012009
4.2.5
Perkembangan Luas Areal, Volume Produksi dan Sentra Produksi Kayu Manis Indonesia Hingga kini prospek kayu manis masih terbuka luas. Hal ini dibuktikan dari
jumlah permintaan kayu manis baik kulit, minyak asiri dan oleoresin yang setiap
47
tahun mengalami peningkatan. Kebutuhan kayu manis bukan hanya di pasar mancanegara tetapi juga untuk pasar lokal. Jumlah kebutuhannya pun setiap tahun meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Oleh karena itu jumlah permintaan kayu manis cukup banyak setiap tahunnya. untuk memenuhi permintaan kayu manis tersebut, pemerintah telah menggalakkan upaya perluasan areal, baik melalui perkebunan rakyat maupun perkebunan besar. Namun sayangnya hingga kini status pengelolaan perkebunan kayu manis paling banyak adalah perkebunan rakyat
Luas Areal (Ha) dan Volume Produksi (Ton)
(Rismunandar dan Paimin, 2001) 150000 100000 50000 0 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun Produksi (Ton)
Luas Areal (Ha)
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Gambar 12. Perkembangan Luas Areal dan Volume Produksi Kayu Manis Indonesia Tahun 2001-2009
Gambar 12 memperlihatkan luas areal kayu manis memiliki pertumbuhan rata-rata dari tahun 2001 hingga 2009 yang negatif, yaitu sebesar 3,3 persen. Dari tahun 2001 hingga 2003 kayu manis memiliki peningkatan perluasan dengan rata-rata 138.248 Ha, namun kemudian terus turun hingga tahun 2008, dan pada tahun 2009 meningkat sebesar 0,6 persen. Pertumbuhan yang tertinggi terjadi pada tahun 2003 dengan pertumbuhan sebesar 1,9 persen. Sementara penurunan pertumbuhan yang signifikan terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 13,2 persen dimana dari total seluas 125.093 Ha pada tahun 2005 menurun menjadi seluas 108.591 Ha pada tahun 2006. Gambar 12 juga memperlihatkan bagaimana volume produksi kayu manis Indonesia mengalami peningkatan tertinggi dari tahun 2001 hingga tahun 2004. Berbeda dengan luas areal kayu manis yang memilik pertumbuhan negatif, rata-rata
48
volume produksi kayu manis Indonesia positif sebesar 13,9 persen atau 83.556 ton, dengan pertumbuhan tertinggi yang terjadi pada tahun 2004, dimana pada tahun 2003 volume produksi adalah 64.830 ton meningkat sangat tinggi hingga menjadi 99.465 ton pada tahun 2004. Jika ada pertumbuhan volume produksi tertinggi maka ada volume produksi terendah, yang terjadi pada tahun 2006 karena terjadi penurunan pertumbuhan sebesar 6,3 persen. Pada tahun 2006 tersebut merupakan satu-satunya penurunan volume produksi kayu manis Indonesia yaitu dari tahun 2005 dengan volume produksi 100.775 ton menurun menjadi 94.380 ton pada tahun 2006. Daerah sentra produksi kayu manis Indonesia adalah Provinsi Jambi dengan produksi seberat 57.768 ton, sedangkan posisi dua diduduki Sumbar dengan produksi total 36.649 ton sedangkan posisi ketiga sebagai daerah sentra kayu manis diduduki Sumatera Utara dengan volume yang jauh dibawah kedua pesaing tersebut yaitu seberat 3.235 ton (Ditjenbun, 2008).
4.2.6
Perkembangan Luas Areal, Volume Produksi dan Daerah Sentra Kelapa Sawit Indonesia Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai
peran yang cukup penting dalam perekonomian Indonesia, karena merupakan andalan ekspor sehingga menghasilkan devisa diluar minyak dan gas. Selain itu pasar dalam negeri juga masih terbuka untuk menyerap produk kelapa sawit berupa CPO dan PKO untuk minyak goreng, lemak khusus dan sabun mandi (BPS, 2005). Disamping itu minyak kelapa sawit juga merupakan salah satu bahan yang dapat dijadikan sumber bahan bakar atau energi seperti biodiesel yang terbarukan untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi yang semakin tipis persediaannya ( Ditjen Perkebunan, 2006). Kebijakan pemerintah untuk mendukung perkembangan kelapa sawit Indonesia sampai tahun 2010 antara lain (Ditjenbun, 2006) : 1. Peningkatan produktivitaas dan mutu 2. Pengembangan industri hilir dan peningkatan nilai tambah 3. Pengembangan industri minyak goreng atau minyak makan terpadu
49
4. Fasilitasi dukungan penyediaan dana Dari kebijakan tersebut terlihat dampaknya, bagaimana luas areal kelapa sawit Indonesia yang terus meningkat dan tidak mengalami penurunan luas areal pada rentang tahun 2001 hingga 2009. Luas areal pada tahun 2001 adalah seluas 4.713.435 Ha dan pada tahun 2009 menjadi seluas 8.248.328 Ha, dengan rata-rata pertumbuhan luas areal sebesar 0,07 persen. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2009 dengan pertumbuhan sebesar 0,1 persen dan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2004 yang berada di bawah 0,001 persen. Peningkatan yang terus terjadi pada luas areal
Luas Areal (Ha) dan Volume Produksi (Ton)
kelapa sawit terlihat jelas pada Gambar 13. 25000000 20000000 15000000 10000000 5000000 0 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun Produksi (Ton)
Luas Areal (Ha)
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Gambar 13. Perkembangan Luas Areal dan Volume Produksi Kelapa Sawit Indonesia Tahun 2001-2009
Indonesia memiliki volume produksi kelapa sawit yang meningkat dari tahun 2001 hingga 2007, kemudian turun pada tahun 2008 dan meningkat kembali pada tahun 2009 (Gambar 13), kondisi ini berbeda dengan luas areal yang terus meningkat. Penurunan pertumbuhan pada tahun 2008 adalah sebesar 0,007 persen, untuk pertumbuhan tertinggi volume produksi terjadi pada tahun 2006 dengan persentase pertumbuhan 0,4 persen, dimana pada tahun 2005 volume produksi seberat 11.861.615 ton menjadi 17.350.848 ton pada tahun 2006. Rata-rata volume produksi kelapa sawit Indonesia dari tahun 2001 hingga 2009 adalah seberat 13.670.368 ton. Daerah yang menjadi sentra produksi kelapa sawit Indonesia yang dilihat dari volume produksi tahun 2003 hingga 2009 adalah provinsi Riau, dimana provinsi
50
tersebut memilliki pertumbuhan rata-rata 18,3 persen. Daerah Sumatera masih menjadi sentra kelapa sawit Indonesia, setelah Riau dengan produksi rata-rata tertinggi, diposisi kedua diduduki provinsi Sumatera Utara dengan pertumbuhan ratarata 3,2 persen dan daerah sentra produksi ketiga adalah Sumatera Selatan dengan pertumbuhan rata-rata yang lebih tinggi dari posisi kedua yaitu sebesar 15,3 persen (Ditjenbun).
4.2.7
Perkembangan Luas Areal, Volume Produksi dan Sentra Kelapa Indonesia Gambar 14 dapat terlihat bagaimana luas areal perkebunan kelapa Indonesia
Luas Areal (Ha) dan Volume Produksi (Ton)
mengalami fluktuasi dari tahun 2001 hingga 2009. 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun Produksi (Ton)
Luas Areal (Ha)
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Gambar 14. Perkembangan Luas Areal dan Volume Produksi Kelapa Indonesia Tahun 2001-2009
Peningkatan luas areal kelapa hanya terjadi pada tahun 2003, 2005 dan 2009, akibatnya pertumbuhan rata-rata luas areal kelapa negatif yaitu dengan persentase 0,3 persen. Pertumbuhan negatif pada luas areal kelapa terjadi pada tahun 2004, yaitu dari 3.913.130 Ha luas areal kelapa pada tahun 2003 menjadi seluas 3.797.004 Ha pada tahun 2004. Sementara diantara tiga tahun yang mengalami peningkatan pertumbuhan tersebut, tahun 2003 merupakan luas areal yang memiliki pertumbuhan
51
tertinggi sekaligus menjadi areal perkebunan kelapa yang terluas diantara sembilan tahun tersebut yaitu seluas 3.913.130 Ha. Volume produksi kelapa Indonesia pada tahun 2001 hingga 2009 memiliki pertumbuhan yang lambat yaitu 0,4 persen. Penurunan pertumbuhan hanya terjadi pada tahun 2002 dan 2004, dimana tahun 2004 merupakan penurunan pertumbuhan volume produksi yang paling besar yaitu 6,1 persen, akibat dari berkurangnya luas areal pada tahun tersebut, padahal tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2003 merupakan pertumbuhan volume produksi dan luas areal kelapa tertinggi dengan pertumbuhan volume produksi sebesar 5 persen. Penurunan pertumbuhan pada tahun 2004 seakan-akan membuat para pemilik perkebunan kelapa terbangun, sebab setelah itu volume produksi kelapa terus mengalami peningkatan hingga mencapai angka 3.257.702 ton pada tahun 2009 (Gambar 14). Provinsi Riau selain kaya akan produksi kelapa sawitnya, juga memiliki volume produksi kelapa yang tinggi dibandingkan rata-rata produksi provinsi lainnya yang dilihat dari tahun 2003 hingga tahun 2009. Walaupun memiliki rata-rata pertumbuhan hanya sebesar 0,8 persen yang lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat yang memiliki rata-rata pertumbuhan 8,6 persen, Provinsi Riau masih memiliki rata-rata produksi yang lebih tinggi. Sulawesi Utara dan Jawa Timur bersaing dibawah Provinsi Riau dengan rata-rata pertumbuhan produksi kelapa yang sama-sama menurun sebesar 0,3 dan 0,5 persen (Ditjenbun).
4.2.8
Perkembangan Luas Areal, Volume Produksi dan Sentra Produksi Kopi Indonesia Tahun 2002, 2004 dan 2006 terjadi pertumbuhan luas areal kopi, sedangkan
selain tahun tersebut luas areal kopi Indonesia mengalami penurunan (Gambar 15). Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 4,4 persen, selain itu pada tahun 2002 juga menjadi tahun yang memiliki luas areal kopi yang paling luas dari tahun lainnya, yaitu seluas 1.372.184 Ha. Sementara untuk pertumbuhan terendah bahkan negatif terjadi setelah tahun 2002 yang merupakan tahun dengan
52
pertumbuhan tertinggi yaitu penurunan sebesar 5,8 persen, menjadi 1.291.910 Ha
Lusa Areal (Ha) dan Volume Ekspor (Ton)
pada tahun 2003. 1600000 1400000 1200000 1000000 800000 600000 400000 200000 0 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun Produksi (Ton)
Luas Areal (Ha)
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Gambar 15. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kopi Indonesia Tahun 20012009
Pertumbuhan rata-rata yang negatif pada luas areal kopi Indonesia tidak terjadi dalam volume produksinya, karena memiliki pertumbuhan rata-rata sebesar 2,5 persen. Pada tahun 2002 yang merupakan luas areal yang terluas untuk areal kopi menjadikan volume produksi pada tahun ini juga sangat tinggi yaitu memiliki pertumbuhan sebesar 19,8 persen. Sementara untuk pertumbuhan terendah bahkan terjadi penurunan yaitu pada tahun 2004 yaitu sebesar 3,5 persen, walaupun disisi lain terjadi peningkatan luas areal pada tahun tersebut. Gambar 15 juga terlihat volume produksi dengan rata-rata senilai 661.342 ton dari tahun 2001 hingga 2009. Rata-rata produksi kopi tertinggi di Indonesia berada pada Provinsi Sumatera Selatan, dengan rata-rata pertumbuhan yang negatif sebesar 0,6 persen provinsi tersebut harus bersaing dengan Lampung yang memiliki pertumbuhan rata-rata volume produksi yang lebih baik, yaitu sebesar 0,3 persen. Dilihat dari selisih produksi rata-rata dari tahun 2004 hingga 2009 kedua provinsi tersebut hanya berbeda kurang lebih 2000 ton. Bengkulu menjadi provinsi dengan rata-rata produksi terbesar ketiga Indonesia, dengan rata-rata produksi yang jauh dibawah Sumatera Selatan dan
53
Lampung. Pertumbuhan rata-rata produksi kopi Lampung juga lebih rendah dari pada Provinsi Sumatera Selatan yang negatif sebesar 2,6 persen (Ditjenbun).
4.2.9
Perkembangan Luas Areal, Volume Produksi dan Sentra Produksi Lada Indonesia Luas areal perkebunan lada Indonesia memiliki pertumbuhan yang lambat dari
rentang waktu tahun 2001 hingga 2009 yaitu sebesar 0,07 persen. Pada tahun 2002 luas areal lada mencapai pertumbuhan tertingginya yaitu dari seluas 186.022 Ha pada tahun 2001 menjadi seluas 204.068 Ha pada tahun 2002, sementara tahun 2003 menjadi lahan yang terluas yang dimiliki Indonesia untuk perkebunan lada, dengan luas 204.364 Ha (Gambar 16). Pada tahun 2004 sebenarnya telah terjadi penurunan luas areal tanaman lada, namun penurunan luas areal tertinggi terjadi pada tahun 2005 dengan persentase 4,7 persen. Tahun 2009 ditutup dengan 185.941 Ha luas areal
Luas Areal (Ha) dan Volume Produksi (Ton)
tanaman lada. 250000 200000 150000 100000 50000 0 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun Produksi (Ton)
Luas Areal (Ha)
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Gambar 16. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Lada Indonesia Tahun 20012009
Produksi lada pada satu dekade terkhir ini mengalami fluktuasi yang cukup tinggi. Dengan rata-rata pertumbuhan volume produksi sebesar 0,3 persen, pertumbuhan volume produksi pada tahun 2002 merupakan pertumbuhan yang tertinggi yaitu sebesar 9,8 persen, dimana hal tersebut diakibatkan luas areal yang
54
juga mengalami pertumbuhan tertinggi pada tahun tersebut. Sementara mengikuti luas areal yang mencapai luas tertinggi pada tahun 2003, volume produksi juga mencapai nilai yang tertinggi pada tahun tersebut dengan berat 90.740 ton. Penurunan luas areal yang terjadi pada tahun 2004 menyebabkan volume produksi lada pada tahun tersebut mengalami penurunan pertumbuhan yang darstis bahkan negatif yaitu sebesar 15,1 persen. Fluktuasi volume produksi lada pada Gambar 16 menjadikan pertumbuhan volume produksi lambat seperti pertumbuhan luas areal komoditi lada. Memiliki rata-rata pertumbuhan 2,3 persen, Lampung menduduki posisi pertama sebagai daerah produksi sentra lada dengan rata-rata produksi 21.996,5 ton. Dibawahnya ada Bangka Belitung, walaupun provinsi baru tersebut memiliki pertumbuhan produksi rata-rata yang negatif, yaitu 5,7 persen, namun memiliki produksi rata-rata yang masih tinggi. Kalimantan Timur berada diposisi tiga, walaupun memiliki rata-rata pertumbuhan produksi yang lebih baik yaitu 6,5 persen. Provinsi Sumatera Selatan merupakan provinsi yang memiliki rata-rata pertumbuhan produksi yang tinggi, yaitu sebesar 37,3 persen dan duduk diposisi kelima sebagai daerah sentra lada Indonesia (Ditjenbun).
4.2.10 Perkembangan Luas Areal, Volume Produksi dan Sentra Produksi Pala Indonesia Areal perkebunan pala memiliki pertumbuhan luas yang tinggi dibandingkan dengan luas areal perkebunan lain, yaitu sebesar lima persen dari rentang waktu 2001 hingga 2009. Penurunan luas areal pala dan bahkan negatif hanya terjadi pada tahun 2005 dan 2006, dimana pada tahun 2005 merupakan penurunan yang tertinggi yaitu 7,1 persen dan pada tahun 2006 mengalami pertumbuhan yang negatif sebesar 0,8 persen, sementara untuk tahun sebelum dan sesudahnya mengalami pertumbuhan dan peningkatan luas areal. Tahun 2008 merupakan pertumbuhan yang tertinggi luas areal pala Indonesia yaitu sebesar 15,6 persen, namun untuk tahun yang memiliki perkebunan pala yang terluas terjadi pada tahun 2009 dengan luas 86.854 Ha. Gambar 17 akan terlihat penurunan luas areal pada tahun 2005 dan 2006.
55
Berbeda dengan luas areal yang juga terlihat pada Gambar 17, pertumbuhan volume produksi mengalami pertumbuhan yang negatif yaitu 4,1 persen. Pertumbuhan yang negatif tersebut diakibatkan penurunan volume produksi yang drastis pada tahun 2004 yaitu dari volume produksi seberat 22.235 ton pada tahun 2003 menjadi 10.360 ton pada tahun 2004 atau menurun lebih dari 50 persen, sedangkan pada tahun tersebut luas areal pala mengalami pertumbuhan, kemudian diikuti tahun berikutnya dengan penurunan pertumbuhan yang negatif sebesar 20 persen lebih. Pertumbuhan volume produksi pala tertinggi pada tahun 2008 sebesar 23,3 persen tidak bisa membuat pertumbuhan rata-rata volume produksi pala menjadi
Luas Areal (Ha) dan Volume Produksi (Ton)
positif. 100000 80000 60000 40000 20000 0 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun Produksi (Ton)
Luas Areal (Ha)
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Gambar 17. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Pala Indonesia Tahun 2001-2009
Daerah sentra pala Indonesia yang dilihat dari produksi tahun 2003 hingga 2007 adalah Provinsi Maluku Utara, dan provinsi ini pun mengalami rata-rata pertumbuhan produksi yang negatif yaitu 21,9 persen. Nanggroe Aceh Darussalam yang menempati posisi kedua sebagai daerah sentra pala juga memiliki rata-rata pertumbuhan produksi yang negatif yaitu sebesar 10,2 persen, hanya Sulawesi Utara sebagai daerah sentra cengkeh yang duduk diposisi tiga besar memiliki rata-rata pertumbuhan produksi yang positif yaitu sebesar 5,6 persen (Ditjenbun).
56
4.2.11 Perkembangan Luas Areal, Volume Produksi dan Sentra Produksi Teh Indonesia Perkembangan luas areal teh Indonesia dalam rentang waktu sembilan tahun ini menunjukan penurunan, yang membuat rata-rata pertumbuhannya pun negatif yaitu 2,4 persen. Dari tahun 2001 hingga 2009 tidak ada kemajuan dalam luas areal lahan perkebunan teh Indonesia, penurunan luas areal tertinggi terjadi pada tahun 2003 dengan 4,7 persen dan pada tahun 2008 kembali terjadi penurunan yang tinggi yaitu sekitar 4,5 persen. Gambar 18 akan memperlihatkan bagaimana luas areal pada
Luas Areal (Ha) dan Volume Produksi (Ton)
tahun 2001 seluas 150.872 Ha, menjadi seluas 123.506 Ha pada tahun 2009. 200000 150000 100000 50000 0 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun Luas Areal (Ha)
Produksi (Ton)
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Gambar 18. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Teh Indonesia Tahun 2001-2009
Gambar 18 juga memperlihatkan bagaimana perkembangan volume produksi yang memiliki rata-rata produksi 160.208,6 ton. Walaupun sama seperti luas areal yang memiliki rata-rata penurunan luas areal, volume produksi juga memiliki volume yang rata-rata menurun, tetapi bedanya hal itu hanya dipengaruhi oleh tahun 2002 dan 2006, yang pada tahun tersebut volume produksi teh Indonesia mengalami penurunan yang drastis, penurunan satu persen pada tahun 2002 dan penurunan lebih dari 11 persen pada tahun 2006, yang mengakibatkan rata-rata volume produksi menurun 0,6 persen. Volume produksi teh Indonesia tertinggi dari rentang tahun 2001 hingga 2009 adalah pada tahun 2003 dengan volume produksi 169.821 ton, dan tahun tersebut juga
57
merupakan pertumbuhan tertinggi volume produksi dengan 2,8 persen, walaupun disisi lain luas areal terus menurun. Provinsi penghasil teh terbesar di Indonesia hanya tersebar di tiga provinsi, Provinsi Jawa Barat merupakan penghasil teh utama Indonesia, walaupun demikian para pemilik perkebunan teh didaerah Jawa Barat harus terus meningkatkan produksinya, sebab rata-rata pertumbuhan produksinya negatif 0,6 persen. Provinsi Sumatera Utara dan Jawa Tengah bersaing untuk menjadi daerah kedua sentra cengkeh Indonesia, Sumatera Utara memiliki rata-rata produksi seberat 12.809 ton sedangkan Jawa Tengah berada dibawahnya dengan berat rata-rata 11.161,2 ton (Ditjenbun).
4.2.12 Perkembangan Luas Areal, Volume Produksi dan Sentra Produksi Tembakau Indonesia Perkembangan luas areal tembakau Indonesia mengalami fluktuatif dan
Luas Areal (Ha) dan Volume Produksi (Ton)
cendrung menurun seperti yang terlihat pada Gambar 19. 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun Produksi (Ton)
Luas Areal (Ha)
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Gambar 19. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Tembakau Indonesia Tahun 2001-2009
Pada tahun 2001 luas areal pekebunan tembakau adalah seluas 260.738 Ha, dan pada tahun 2009 hanya seluas 204.218, dengan pertumbuhan rata-rata yang
58
negatif yaitu 2,4 persen. Penurunan luas areal terjadi dalam lima tahun yaitu; 2002, 2004, 2005, 2006 dan 2008, sedangkan tahun lainnya mengalami peningkatan luas areal, walaupun belum bisa melebihi luas areal pada tahun 2001 yang merupakan luas areal terluas tembakau Indonesia rentang waktu sembilan tahun tersebut. Setelah tiga tahun berturut-turut mengalami penurunan dan yang penurunan yang paling drastis tahun 2004 yaitu 17,8 persen, pada tahun 2007 luas areal tembakau Indonesia mengalami peningkatan yang tajam yaitu 12,7 persen dan menurun kembali pada tahun 2008 dan meningkat pada tahun 2009, namun masih tidak mampu membuat rata-rata pertumbuhan luas areal tembakau menjadi positif. Mengikuti luas areal tembakau yang cendrung fluktuatif dan memiliki pertumbuhan yang negatif, volume produksi tembakau juga memiliki perkembangan yang sama dan nilai pertumbuhan yang sama-sama negatif seperti yang terlihat juga pada Gambar 19. Pada tahun 2003 merupakan tahun dengan volume terbesar tembakau Indonesia dari rentang tahun 2001 hingga 2009. Namun untuk pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 12,7 persen dimana pada saat itu terjadi pertumbuhan tertinggi juga untuk luas areal lahan. Untuk penurunan volume produksi tembakau Indonesia terjadi pada tahun yang sama dengan luas areal, kecuali tahun 2008 yang pada saat itu terjadi peningkatan produksi sebeasr 1,9 persen, kesamaan itu juga tergambar pada tahun 2003 dimana volume produksi juga mengalami penurunan yang paling drastis yaitu 17,8 persen. Setelah melihat bagaimana luas areal dan volume produksi tembakau Indonesia secara keseluruhan, daerah yang menjadi sentra produksi tembakau Indonesia adalah Provinsi Jawa Timur. Walaupun provinsi yang beribukotakan Surabaya ini menjadi nomor satu sebagai produksi tembakau, namun memiliki pertumbuhan produksi rata-rata yang negatif sebesar 0,7 persen. Posisi kedua diduduki Nusa Tenggara Barat memiliki rata-rata pertumbuhan yang lebih baik daripada Jawa Timur, yaitu sebesar 8,2 persen. Jawa Tengah yang berada di posisi ketiga juga memiliki rata-rata pertumbuhan yang lebih baik dari posisi satu namun masih ketinggalan dari posisi dua, rata-rata pertumbuhan produksi tembakau provinsi ini adalah sebesar 3,4 persen (Ditjenbun).
59
4.3 Perkembangan Volume Ekspor Perkebunan Indonesia ke Negara Importir Utama dan Dunia Volume ekspor Indonesia ke sebelas negara utama memiliki keadaan volume yang berbeda-beda. Ini diakibatkan karena permintaan akan suatu komoditi dari suatu negara berbeda dengan negara lainnya. Faktor lain yang dapat menyebabkan perbedaan tersebut diakibatkan oleh kemampuan negara kita dalam memberikan supply akan komoditi tersebut, dan faktor-faktor lainnya seperti nilai ekspor yang tinggi, mutu hasil perkebunan maupun bencana alam. Perbedaan-perbedaan volume ekspor tersebut dapat dilihat dalam subbab-subbab komoditi perkebunan.
4.3.1
Perkembangan Volume Ekspor Cengkeh Volume ekspor cengkeh Indonesia ke sebelas negara utama pada tahun 2001
adalah sebesar 84,2 persen dari total volume ekspor cengkeh Indonesia ke dunia seberat 6.323.790 Kg dan sisanya ke negara lain diluar sebelas negara utama. Singapura merupakan negara yang kita ekspor paling besar yaitu sebesar 34,9 persen atau sebesar 2.212.623 Kg dari total volume ekspor cengkeh kita, Belanda dan India menjadi negara kedua dan ketiga terbesar ekspor cengkeh kita kenegara utama dengan persentase berturut-turut adalah 24,8 persen dan 15,8 persen. Ada tiga negara yang tidak impor cengkeh dari Indonesia pada tahun 2001 ini yaitu Australia, Belgia dan Jepang seperti yang terlihat pada Gambar 20. Gambar 20 tersebut juga dapat terlihat pada tahun 2005 terjadi penurunan volume ekspor kesebelas negara utama tersebut, dari total volume ekspor yang meningkat menjadi 7.682.658 Kg, total hanya 54,2 persen yang diekspor kesebelas negara tersebut. Volume ekspor Indonesia ke India adalah sebesar 25,5 persen dari total ekspor, ini merupakan volume ekspor terbesar Indonesia ke negara utama pada tahun ini, sementara Singapura mengimpor dengan persentase sebesar 19,1 persen dari total ekspor Indonesia. Bedanya pada tahun 2005 ini Indonesia mengekspor cengkeh kesemua negara utama tersebut, walaupun volume ekspornya kecil, Belgia merupakan salah satunya, dengan impor cengkeh dari Indonesia sebesar 0,1 persen dari total ekspor Indonesia. Walaupun volume ekspor Indonesia ke dunia menurun pada tahun 2009 menjadi 5.142.028 Kg,
60
namun terjadi peningkatan volume ekspor kita ke negara utama yaitu menjadi sebesar 62,2 persen. India masih menjadi negara terbesar pasar cengkeh Indonesia dengan hasil perkebunan cengkeh yang diekspor sebesar 43,6 prersen dari total ekspor cengkeh Indonesia ke dunia. Sama seperti tahun 2005, semua negara utama mengimpor cengkeh dari Indonesia dan Jerman menjadi negara yang terkecil, yaitu dibawah 0,01 persen dari total ekspor Indonesia. Gambar 32 akan terlihat bagaimana
Negara Tujuan
India selama dua tahun menjadi negara tujuan ekspor cengkeh Indonesia. United States Singapore Netherland Malaysia Japan India United Kingdom Germany China Belgium Australia
2009 2005 2001
0
500000 1000000 1500000 2000000 2500000 Volume Ekspor dalam Kg
Sumber : UNComtrade Gambar 20. Volume Ekspor Cengkeh Indonesia Tahun 2001, 2005 dan 2009 ke Sebelas Negara Importir Utama
4.3.2
Perkembangan Volume Ekspor Kacang Mete Volume Ekspor kacang mete Indonesia ke dunia pada tahun 2001 adalah
sebesar 39.546.013 Kg dengan total sebesar 80,5 persennya diekspor ke negara utama dan sisanya ke negara lainnya. Indonesia mengekspor kacang mete terbesar pada tahun tersebut ke India 79,8 persen atau sebesar 31.565.318 Kg dari total ekspor kacang mete Indonesia kedunia, sementara Australia, Belgia dan Inggris tidak mengimpor kacang mete dari Indonesia. Setelah Indonesia mengekspor ke India, sisanya negara kita hanya mengekspor di bawah nol persen untuk negara utama lainnya dari total volume ekspor kita. India masih menjadi negara tujuan ekspor kacang mete Indonesia pada tahun 2005 dengan persentase 78,1 persen dari total
61
volume ekspor sebesar 65.958.508 Kg Indonesia kedunia. Pada tahun ini ekspor Indonesia ke negara utama menurun menjadi total sebesar 78,2 persen, dimana India yang menjadi tujuan utama, dan ada beberapa negara yang tidak impor dari Indonesia yaitu Australia, Belgia, Jerman, Inggris dan Belanda, sementara China dan Jepang tidak impor kacang mete pada tahun 2005 ini. Belgia, China, Inggris dan Belanda kembali tidak impor kacang mete dari Indonesia pada tahun 2009, disisi lain India masih sebagai negara tujuan ekspor kacang mete Indonesia. Volume ekspor sebesar 38.752.868 Kg atau sebesar 63,9 persen kacang mete Indonesia diekspor ke India dari total ekspor Indonesia ke dunia sebesar 60.627.785 Kg. Pada tahun ini ekspor Indonesia kenegara utama kembali menurun menjadi 64,5 persen dan sisanya diekspor kenegara lain. India yang menjadi negara tujuan ekspor kacang mete
Negara Tujuan
Indonesia pada tahun 2001, 2005 dan 2009 dapat terlihat jelas pada Gambar 21. United States Singapore Netherlands Malaysia Japan India United Kingdom Germany China Belgium Australia
United… Singapore Netherlands Malaysia Japan United… Germany China Belgium Australia 0 0
50000000
2009 2005 2009 2001 2005 2001 200000
10000000
Volume Ekspor dalam Kg Sumber : UNComtrade Gambar 21. Volume Ekspor Kacang Mete Indonesia Tahun 2001, 2005 dan 2009 ke Sebelas Negara Importir Utama
4.3.3
Perkembangan Volume Ekspor Kakao Total Indonesia mengekspor sebesar 87,7 persen ke negara importir utama
dari total 302.670.029 Kg ekspor kakao Indonesia ke dunia pada tahun 2001. Diantara sebelas negara utama, hanya Australia yang tidak impor kakao dari Indonesia, sementara negara yang menjadi tujuan utama ekspor kakao Indonesia yang
62
dilihat dari volume adalah Amerika Serikat dengan mengimpor 42,5 persen dari total volume ekspor kakao Indonesia ke dunia pada tahun tersebut. Malaysia dan Singapura mengimpor sebesar 25,8 persen dan 11,8 persen dari total ekspor kakao Indonesia ke dunia. Negara lain seperti Belgia, Inggris, India, Jepang dan Belanda mengimpor dibawah nol persen dari total volume ekspor kakao Indonesia. Terjadi peningkatan volume ekspor kakao Indonesia kedunia pada tahun 2005 menjadi 367.425.784 Kg, dari total volume tersebut ekspor kakao Indonesia ke negara utama sebesar 87,4 persen. Malaysia menjadi tujuan ekspor utama Indonesia pada tahun ini dengan mengekspor 42,5 persen dari total volume ekspor Indonesia (Gambar 22). Volume ekspor kakao Indonesia ke Amerika Serikat dan Singapura adalah sebesar 107.630.513 Kg dan 30.093.945 Kg, volume tersebut menjadikan negara tersebut sebagai tujuan ekspor kedua dan ketiga terbesar hasil kakao Indonesia, sementara
Negara Tujuan
Australia masih belum impor kakao dari Indonesia. United States Singapore Netherlands Malaysia Japan India United Kingdom Germany China Belgium Australia
2009 2005 2001
0
50000000
10000000
15000000
20000000
Volume Ekspor dalam Kg
Sumber : UNComtrade Gambar 22. Volume Ekspor Kakao Indonesia Tahun 2001, 2005 dan 2009 ke Sebelas Negara Importir Utama
Volume ekspor kakao Indonesia
kembali meningkat pada tahun 2009
menjadi 439.305.321 Kg, Malaysia masih menjadi negara tujuan ekspor kakao Indonesia dengan persentase
41,6 persen dari total 86,4 persen ekspor kakao
Indonesia ke negara utama. Amerika Serikat dan Singapura juga masih menjadi
63
negara tujuan ekspor kakao Indonesia terbesar kedua dan ketiga dengan masingmasing memiliki volume impor 120.304.020 Kg dan 55.889.339 Kg kakao dari total ekspor ke dunia. Pada tahun 2009 ini Inggris yang tidak mengimpor kakao dari Indonesia, sementara Jerman dan China yang mengimpor dibawah 2 persen dan negara lainnya mengimpor di bawah nol persen dari total ekspor Indonesia ke dunia.
4.3.4
Perkembangan Volume Ekspor Karet Total 10.374.888 Kg volume ekspor karet Indonesia ke seluruh dunia pada
tahun 2001, sebesar 82,1 persennya diekspor ke negara utama. Amerika Serikat merupakan negara yang menjadi tujuan utama ekspor karet alam Indonesia yaitu sebesar 60,2 persen dari total ekspor Indonesia ke negara utama, tujuan ekspor karet alam Indonesia kenegara utama yang kedua adalah Jerman dengan persentase sebesar 6,7 persen dan tujuan kenegara utama yang ketiga adalah Inggris dengan 4 persen. Pada tahun ini negara utama yang tidak impor dari Indonesia hanya India. Volume ekspor karet alam Indonesia pada tahun 2005 menurun drastis menjadi 4.013.593 Kg (Gambar 23). Dari sebelas negara utama ada tiga negara yang tidak mengimpor karet alam dari Indonesia yaitu Inggris, India dan Malaysia, sementara negara utama yang menjadi tujuan utama ekspor karet Indonesia adalah Amerika Serikat dengan persentase lebih dari 30 persen, China dengan persentase 22,5 persen dan Belanda dengan 7,8 persen dari total 75,5 persen ekspor karet alam Indonesia ke negara utama. Sedangkan negara utama lainnya mengekspor dibawah lima persen. Volume ekspor karet alam Indonesia ke dunia meningkat pada tahun 2009 menjadi 9.147.316 Kg, dimana sebesar 73,3 persennya diekspor kenegara utama. China menjadi negara tujuan utama diantara sebelas negara lainnya dengan mengimpor 61,4 persen dari total ekspor Indonesia ke dunia. Sementara Malaysia dan Amerika Serikat menjadi negara utama yang memiliki volume ekspor karet alam Indonesia terbesar kedua dan ketiga dengan persentase masing-masing 8,3 persen dan 2,5 persen dari total ekspor kedunia. Pada tahun ini ada empat negara utama yang tidak impor karet alam dari Indonesia, diantaranya hanya Inggris yang kembali tidak impor karet alam Indonesia
64
setelah tahun 2005, sedangkan negara utama yang tidak ekspor pada tahun 2009
Negara Tujuan
adalah Australia, Belanda dan Singapura. United States Singapore Netherlands Malaysia Japan India United Kingdom Germany China Belgium Australia
2009 2005 2001
0
2000000
4000000
6000000
Volume Ekspor dalam Kg
Sumber : UNComtrade Gambar 23. Volume Ekspor Karet Indonesia Tahun 2001, 2005 dan 2009 ke Sebelas Negara Importir Utama
4.3.5
Perkembangan Volume Ekspor Kayu Manis Amerika Serikat negara utama yang menjadi tujuan utama ekspor kayu manis
Indonesia, dari total 28.899.467 Kg ekspor kayu manis Indonesia ke dunia sebesar 48,6 persennya diekspor ke Amerika Serikat, sementara total keseluruhan ekspor kayu manis ke negara utama adalah 78,2 persen dari total ekspor kayu manis Indonesia ke dunia pada tahun 2001. Belanda, Singapura, Jerman dan Malaysia berturut-turut berada dibawah Amerika serikat sebagai negara utama yang menjadi tujuan ekspor kayu manis Indonesia dengan persentase masing-masing 16 persen, 6 persen dan lebih dari dua persen untuk Jerman dan Malaysia, negara utama lain masih impor dibawah 2 persen dan nol persen, kecuali China yang tidak impor kayu manis dari Indonesia di tahun 2001 ini. Tahun 2005, volume ekspor kayu manis Indonesia ke pasar dunia mengalami peningkatan menjadi 35.356.152 Kg (Gambar 24), dari total tersebut sebesar 71,8 persen diekspor kenegara utama, Amerika Serikat masih menjadi negara utama yang menjadi tujuan utama ekspor kayu manis Indonesia dengan persentase 40,8 persen. Negara utama seperti Belanda mengimpor sebesar 17
65
persen, Jerman 4,1 persen, Singapura 3,3 persen, Malaysia dan India di atas dua persen dari total ekspor kayu manis Indonesia kedunia. Sedangkan negara utama lainnya masih mengekspor dibawah nol persen. Penurunan volume ekspor kayu manis Indonesia terjadi pada tahun 2009, bahkan volume ekspor kayu manis pada tahun ini lebih rendah dari volume ekspor pada tahun 2001. Volume ekspor seberat 22.802.090 Kg Indonesia kedunia, sebesar 60,2 persen masih diekspor ke negara utama. Amerika Serikat masih menjadi tujuan utama ekspor kayu manis Indonesia dengan persentase sebesar 40,3 persen dari total ekspor kayu manis ke negara utama. Malaysia menjadi negara utama dengan volume ekspor tertinggi kedua, yaitu di atas lima persen dari total ekspor kayu manis Indonesia, dibawahnya ada Belanda dan Jerman dengan persentase diatas tiga persen, China, India dan Singapura yang diekspor Indonesia diatas 2 persen, sedangkan negara utama lainnya berada dibawah
Negara Tujuan
nol persen dari total volume ekspor kayu manis Indonesia kedunia. United States Singapore Netherlands Malaysia Japan India United Kingdom Germany China Belgium Australia
2009 2005 2001
0
5000000
10000000
15000000
20000000
Volume Ekspor dalam Kg
Sumber : UNComtrade Gambar 24. Volume Ekspor Kayu Manis Indonesia Tahun 2001, 2005 dan 2009 ke Sebelas Negara Importir Utama
4.3.6
Perkembangan Volume Ekspor Kelapa Sawit Volume ekspor CPO Indonesia kepasar dunia pada tahun 2001 adalah sebesar
1.849.142.144 Kg, dimana lebih dari 86 persennya diekspor kenegara utama. India, Belanda dan Singapura merupakan tiga negara utama yang mengimpor paling besar
66
CPO dari Indonesia dengan masing- masing memiliki persentase 38,5 persen, 25,2 persen dan 12,3 persen dari total ekspor CPO Indonesia kedunia, sementara negara utama lainnya mengimpor sebagian kecil CPO dari Indonesia. Pada tahun 2001 ini Australia, Belgia dan Amerika Serikat tidak impor CPO dari Indonesia, seperti yang terlihat pada Gambar 25. Volume ekspor hasil dari kelapa sawit ini terus meningkat, pada tahun 2005 menjadi 4.565.624.657 Kg dan negara utama masih mendominasi CPO Indonesia dengan persentase lebih dari 80 persen dari total tersebut (Gambar 25). India, Belanda, Malaysia dan Singapura merupakan empat negara utama yang mengimpor CPO terbesar dari Indonesia, yaitu sebesar 39,3 persen diekspor ke India, Belanda 14,9 persen, 10,4 persen diekspor ke Malaysia dan 9,3 persen diekspor ke Singapura dari total ekspor CPO Indonesia kedunia, dan negara utama lainnya hanya
Negara Tujuan
diekspor Indonesia dibawah 5 persen, dibawah 2 persen dan dibawah nol persen. United States Singapore Netherlands Malaysia Japan India United Kingdom Germany China Belgium Australia
2009 2005 2001
0
2E+09
4E+09
Volume Ekspor dalam Kg
Sumber : UNComtrade Gambar 25. Volume Ekspor Kelapa Sawit Indonesia Tahun 2001, 2005 dan 2009 ke Sebelas Negara Importir Utama
Total volume ekspor CPO Indonesia kepasar dunia pada tahun 2009 adalah 9.566.746.050 Kg dan total 82,2 persennya diekspor kenegara utama. Hanya ada empat negara utama yang mengimpor di bawah nol persen dari total ekspor CPO Indonesia pada tahun ini, yaitu Australia, Inggris, Jepang dan Amerika Serikat, sedangkan Belgia tidak impor CPO dari Indonesia. India, Belanda, Malaysia dan
67
Singapura merupakan negara utama dengan volume ekspor CPO Indonesia yang tinggi yaitu 46 persen diekspor ke India, 11 persen diekspor ke Belanda dan Malaysia serta 6,3 persen diekspor ke Singapura dari total ekspor CPO negara Indonesia.
4.3.7
Perkembangan Volume Ekspor Kelapa Tahun 2001 Singapura yang merupakan salah satu negara tujuan utama
memiliki volume ekspor kelapa parut yang besar dari Indonesia (Gambar 26), dari total 90,8 persen ekspor kelapa Indonesia ke negara utama, lebih dari 80 persennya diekspor ke negara tersebut. Belanda, Inggris, Belgia dan Jerman mengimpor dari Indonesia dibawah 4 persen dari total 34.819.819 Kg ekspor kelapa parut Indonesia
Negara Tujuan
kedunia, sementara negara utama lainnya masih dibawah nol persen. United States Singapore Netherlands Malaysia Japan India United Kingdom Germany China Belgium Australia
2009 2005 2001
0
10000000
20000000
30000000
40000000
Volume Ekspor dalam Kg
Sumber : UNComtrade Gambar 26. Volume Ekspor Kelapa Indonesia Tahun 2001, 2005 dan 2009 ke Sebelas Negara Importir Utama
Singapura yang merupakan negara tetangga Indonesia ini masih menjadi tujuan ekspor kelapa parut Indonesia pada tahun 2005, dari total volume ekspor kelapa parut Indonesia sebesar 51.455.573 Kg, diekspor ke Singapura sebesar 60,2 persennya. Total 70,7 persen dari total seluruh volume ekspor hasil kelapa Indonesia diekspor kenegara utama, dimana dibawah Singapura ada Jerman, Malaysia dan Singapura yang menjadi tujuan ekspor kelapa parut Indonesia, dengan persentase 6,2 persen diekspor untuk Jerman dan di bawah 1,5 persen diekspor untuk Malaysia dan
68
Singapura, sementara negara utama lainnya diekspor Indonesia di bawah nol persen dari total ekspor kelapa Indonesia pada tahun 2005 ini. Penurunan volume ekspor terjadi pada tahun 2009 menjadi 46.705.627 Kg dan penurunan ini berpengaruh terhadap total ekspor kelapa Indonesia ke negara utama yang hanya mengimpor sebesar 45,7 persennya. Singapura masih menjadi tujuan utama dengan total sebesar 28 persen mengimpor dari total ekspor kelapa Indonesia. Malaysia, Jerman dan China mengimpor masing-masing enam persen, lima persen dan 4,5 persen dari total ekspor kelapa Indonesia pada tahun 2005 ini.
4.3.8
Perkembangan Volume Ekspor Kopi Volume Ekspor kopi Indonesia kedunia dari tahun 2001, 2005 hingga 2009
terus meningkat, diawali pada tahun 2001 dimana total volume ekspor Indonesia kedunia sebesar 248.924.714 Kg, dari total tersebut sebesar 65,6 persennya diekspor kenegara utama. Jepang merupakan negara utama yang paling besar mendapatkan hasil kopi Indonesia, yaitu sebesar 23,4 persen dari total ekspor Indonesia, Amerika Serikat dan Jerman berada dibawah Jepang dengan persentase sebesar 14,7 dan 11,8 persen sedangkan negara lainnya berada pada rentang dibawah 5 persen hingga dibawah nol persen dari total ekspor kopi Indonesia pada tahun 2001 (Gambar 27). Tahun 2005 terjadi peningkatan volume ekspor menjadi 442.686.908 Kg dan menempatkan Amerika Serikat sebagai negara tujuan utama yang mengimpor hasil kopi terbesar dari Indonesia dengan persentase 19 persen dari total 64,5 persen total ekspor kopi Indonesia kenegara utama. Jerman dan Jepang menjadi negara utama tujuan kedua dan ketiga ekspor kopi Indonesia dengan persentase sebesar 17,7 persen dan 11,1 persen dari total ekspor kopi Indonesia, sedangkan negara utama lainnya mengimpor pada rentang yang sama pada tahun 2001. Tahun 2009 menjadikan total volume ekspor Indonesia pada posisi 510.030.400 Kg, negara utama masih mendominasi hasil kopi Indonesia. Pada tahun 2009 ini yang menjadi tujuan utamnya adalah negara Jerman dengan mengimpor sebesar 15,4 persen dari total 59,4 persen ekspor kopi Indonesia kenegara utama, dibawahnya ada Amerika Serikat dan Jepang yang masing- masing mendapatkan ekspor dari Indonesia sebesar 14 persen dan 10,5
69
persen dari total ekspor Indonesia. Negara utama lainnya mengimpor pada rentang yang sama dan hanya Belgia yang mengimpor diatas 5 persen dari total ekspor
Negara Tujuan
Indonesia. United States Singapore Netherlands Malaysia Japan India United Kingdom Germany China Belgium Australia
2009 2005 2001
0
40000000
80000000
Volume Ekspor dalam Kg
Sumber : UNComtrade Gambar 27. Volume Ekspor Kopi Indonesia Tahun 2001, 2005 dan 2009 ke Sebelas Negara Importir Utama
4.3.9
Perkembangan Volume Ekspor Lada Pada tahun 2001 total volume ekspor lada Indonesia ke pasar dunia adalah
53.594.123 Kg, dengan total tersebut sebesar 86,6 persenya diekspor ke negara utama. Singapura, Amerika Serikat dan Belanda merupakan tiga negara eksportir utama Indonesia yang menjadi tujuan utama ekspor lada (Gambar 28). Ketiga negara tersebut memiliki persentase dari total ekspor Indonesia ke dunia masing-masing 40,3 persen ekspor ke Singapura, 26,7 persen ekspor ke Amerika Serikat dan sebesar 8,9 persen diekspor ke Belanda, sementara negara lainnya pada tahun 2001 ini hanya mengimpor di bawah 4 persen dan ada juga yang dibawah nol persen dari total volume ekspor Indonesia, negara tersebut adalah Belgia, Inggris, China dan Australia. Terjadi penurunan volume ekspor lada Indonesia kedunia pada tahun 2005 menjadi 34.136.907 Kg, namun terjadi peningkatan ekspor kenegara utama, yaitu lebih dari 91 persen hasil lada Indonesia diekspor kesebelas negara tersebut. Amerika Serikat dan Singapura menjadi tujuan terbesar ekspor lada ke negara utama, yaitu dari total
70
ekspor kenegara utama sebesar 38 persen diekspor ke Amerika Serikat dan sebesar 29,4 persen diekspor ke Singapura, sementara negara utama lainnya seperti India diekspor sebesar 6,1 persen, Belanda diekspor sebesar 5,6 persen, Jerman diekspor sebesar 4,6 persen dan Jepang sebesar 3,7 persen, sedangkan negara utama lainnya mengimpor dibawah nol persen dari total volume ekspor lada Indonesia pada tahun 2005, kecuali Australia yang diekspor sebesar 1,9 persen. Peningkatan volume ekspor terjadi pada tahun 2009, walaupun volumenya tidak lebih tinggi dari tahun 2001, yaitu dengan volume 50.279.014 Kg. Pada tahun ini negara utama yang menjadi tujuan utama ekspor lada seperti yang terlihat pada Gambar 28 adalah Amerika Serikat dan India, dimana dari 81,5 persen total ekspor lada kenegara utama, sebesar 49,3 persennya diekspor ke Amerika Serikat dan sebesar 14 persennya diekspor ke India. Singapura, Jerman dan Belanda berada dibawah dua negara utama ekspor lada tersebut, dengan masing-masing mengimpor sebesar 5,5 persen, 4,2 persen, 3,5 persen dari total ekspor Indonesia ke pasar dunia. Pada tahun 2009 China tidak impor lada dari Indonesia dan negara utama lainnya mengimpor pada rentang dibawah 3 persen hingga dibawah 1 persen dari total ekspor
Negara Tujuan
lada Indonesia. United States Singapore Netherlands Malaysia Japan India United Kingdom Germany China Belgium Australia
2009 2005 2001
0
10000000
20000000
30000000
Volume Ekspor dalam Kg
Sumber : UNComtrade Gambar 28. Volume Ekspor Lada Indonesia Tahun 2001, 2005 dan 2009 ke Sebelas Negara Importir Utama
71
4.3.10 Perkembangan Volume Ekspor Pala Volume ekspor pala Indonesia dari tahun 2001, 2005 dan 2009 mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2001 total volume ekspor Indonesia ke dunia adalah sebesar 6.706.322 Kg. Negara utama masih mendominasi impor pala Indonesia pada tahun ini, yaitu sebesar 64,2 persen dari total tersebut diekspor kesembilan negara utama tersebut. Pada tahun tersebut Australia dan Inggris tidak mengimpor pala dari Indonesia, sedangkan untuk negara utama yang menjadi tujuan utama adalah Singapura yang diekspor sebesar 25,4 persen, Belanda sebesar 16,3 persen, Amerika Serikat dengan volume ekspor sebesar 8,6 persen dan Malaysia sebesar 5,1 persen dari total ekspor Indonesia pada tahun tersebut. Sementara negara utama lainnya mendapatkan impor pala dari Indonesia dibawah 4 persen dari total ekspor pala Indonesia. Peningkatan volume ekspor yang terus terjadi hingga pada tahun 2005 menjadi 7.839.560 Kg, masih didominasi oleh impor negara utama, dimana dari total tersebut sebesar 56 persennya diekspor ke negara utama, kecuali Inggris yang kembali tidak impor pala dari Indonesia (Gambar 29). Tahun 2005 ini Belanda, Singapura, Malaysia dan Jepang secara berurutan menjadi negara utama yang menjadi tujuan ekspor pala Indonesia. Sebesar 17,6 persen pala Indonesia diekspor ke Belanda, sebesar 15,8 persen diekspor ke Singapura, dan masing-masing 6,8 dan 5,7 persen diekspor ke Malaysia dan Jepang dari total ekspor Indonesia kedunia. Negara utama lainnya mendapatkan impor pala dari Indonesia pada rentang persentase sebesar 0,5 hingga 2,2 persen dari total volume ekspor pala Indonesia. Peningkatan volume ekspor pada tahun 2009 ditutup dengan volume 9.264.087 Kg yang diekspor keseluruh dunia, pada tahun ini semua negara utama mengimpor pala dari Indonesia dengan persentase total 54,3 persen dari total volume ekspor Indonesia. Negara utama yang menjadi tujuan ekspor utama adalah Amerika Serikat, dengan impor pala sebesar 13,9 persen dari total ekspor Indonesia, di bawahnya ada negara Belanda mengimpor 8,7 persen, Jerman mengimpor 6,5 persen, Malaysia mengimpor 5,9 persen, Jepang mengimpor 5,5 persen, Belgia mengimpor sebesar 4,9 persen dan Singapura yang mengimpor pala sebesar 3,9 persen dari total volume ekspor pala
72
Indonesia kedunia, sedangkan untuk negara utama lainnya berada pada rentang 0,05
Negara Tujuan
persen hingga 2,5 persen. United States Singapore Netherlands Malaysia Japan India United Kingdom Germany China Belgium Australia
2009 2005 2001
0
500000
1000000
1500000
2000000
Volume Ekspor dalam Kg
Sumber : UNComtrade Gambar 29. Volume Ekspor Pala Indonesia Tahun 2001, 2005 dan 2009 ke Sebelas Negara Importir Utama
4.3.11 Perkembangan Volume Ekspor Teh Perkembangan volume ekspor teh Indonesia pada tahun 2001 diwarnai dengan tidak mengimpornya tiga negara utama yaitu Belgia, China dan India teh dari Indonesia, namun hal tersebut tidak berpengaruh terhadap dominasi negara utama lainnya (Gambar 30). Dari total 1.557.636 Kg volume ekspor teh Indonesia kedunia sebesar 61,1 persennya diekspor ke negara utama, dari total ekspor ke negara utama tersebut Malaysia dan Inggris mengimpor paling besar yaitu sebesar 22,3 persen dan 18,7 persen. Singapura, Jerman dan Belanda berada dibawah kedua negara tersebut dengan mengimpor teh dari Indonesia masing- masing sebesar 6,6 persen, 4,6 persen dan 4,4 persen dari total ekspor ke negara utama tersebut, dan sisanya diekspor ke Jepang, Australia dan Amerika Serikat dengan rentangan persentase 0,04 hingga 2,6 persen dari total ekspor Indonesia. Pada tahun 2005 terjadi peningkatan volume ekspor teh Indonesia kedunia yaitu menjadi 8.504.264 Kg. Australia yang memiliki volume impor teh yang kecil dari Indonesia pada tahun 2001 menjadi negara utama tujuan utama pada tahun 2005 dengan mengimpor sebesar 29,8 persen dari total 63,6
73
persen ekspor teh Indonesia ke negara utama, kemudian ada Jerman dengan mengimpor sebesar 7,8 persen, Malaysia dengan mengimpor sebesar 6,7 persen dan Inggris dengan persentase impor 6,4 persen dari total ekspor teh Indonesia dan sisanya diekspor ke negara utama lainnya dengan persentase terendah 0,0002 persen yang diekspor ke Belgia dan tertinggi sebesar 3,7 persen yang diekspor ke Singapura dari total volume ekspor teh Indonesia ke dunia. Australia masih menjadi tujuan utama ekspor teh Indonesia pada tahun 2009 dari total 7.386.309 Kg volume ekspor teh Indonesia kedunia sebesar 26,2 persennya diekspor ke negara Kangguru tersebut. Jerman, Malaysia dan Singapura berada dibawah Australia dengan mengimpor masing-masing sebesar 7,7 persen, 6,9 persen dan 6 persen dari total ekspor teh Indonesia. Negara utama lainnya mengimpor pada rentang 0,7 persen hingga 2,1 persen, kecuali tiga negara utama yang tidak impor pada tahun 2001 karena tiga
Negara Tujuan
negara tersebut kembali tidak impor teh dari Indonesia pada tahun 2009 ini. United States Singapore Netherlands Malaysia Japan India United Kingdom Germany China Belgium Australia
2009 2005 2001
0
500000 10000001500000 2000000 25000003000000 Volume Ekspor dalam Kg
Sumber : UNComtrade Gambar 30. Volume Ekspor Teh Indonesia Tahun 2001, 2005 dan 2009 ke Sebelas Negara Importir Utama
4.3.12 Perkembangan Volume Ekspor Tembakau Indonesia mengekspor tembakau kedunia pada tahun 2001 adalah sebesar 35.377.733 Kg, dengan total ekspor tersebut, sebesar 50,8 persennya diekspor kenegara utama. Amerika Serikat merupakan negara yang menjadi tujuan utama
74
ekspor tembakau Indonesia dengan persentase sebesar 14,1 persen dari total ekspor Indonesia (Gambar 31). Malaysia mengimpor sebesar 11,9 persen, Belgia mengimpor sebesar 9,5 persen, Belanda mengimpor sebesar 7,7 persen dan Jerman mengimpor sebesar 5,7 persen dari total ekspor tembakau Indonesia, dimana keempat negara tersebut berada dibawah Amerika Serikat, sementara sisanya diekspor kenegara
Negara Tujuan
lainnya kecuali India dan Singapura yang tidak impor tembakau dari Indonesia. United States Singapore Netherlands Malaysia Japan India United Kingdom Germany China Belgium Australia
2009 2005 2001
0
100000020000003000000 400000050000006000000 Volume Ekspor dalam Kg
Sumber : UNComtrade Gambar 31. Volume Ekspor Tembakau Indonesia Tahun 2001, 2005 dan 2009 ke Sebelas Negara Importir Utama
Pada tahun 2005 terjadi penurunan volume ekspor tembakau Indonesia menjadi 28.499.008 Kg, hal tersebut berpengaruh terhadap dominasi negara utama yang hanya hanya mengimpor dari Indonesia sebesar 38,5 persen dari total tersebut. Walaupun memiliki volume ekspor yang menurun, Amerika Serikat masih menjadi negara yang menjadi tujuan utama ekspor tembakau Indonesia dengan persentase 15 persen dari total ekspor Indonesia. Belgia impor tembakau sebesar 12,1 persen, Belanda impor sebesar 4,3 persen dan Jerman sebesar 4 persen dari total ekspor Indonesia, berada dibawah Amerika Serikat. Sementara negara utama lainnya mengimpor sisanya kecuali untuk India, Singapura dan China yang tidak impor (Gambar 31). Tahun 2009 terjadi peningkatan volume ekspor tembakau Indonesia menjadi 28.578.652 Kg. Amerika Serikat dan Belgia masih menjadi dua tujuan utama
75
ekspor tembakau Indonesia dengan masing-masing impor sebesar 19,5 persen dan 15,6 persen dari total ekspor Indonesia. Malaysia, Belanda dan Jerman berada dibawah kedua negara tujuan utama tersebut dengan masing-masing mengimpor sebesar 7,3 persen, 5,6 persen dan 3,1 persen dari total ekspor tembakau Indonesia pada tahun 2009 tersebut.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Hasil Estimasi RCA dan EPD Indonesia di Negara Importir Utama dan Dunia
5.1.1
Australia Australia adalah sebuah benua dengan luas wilayah 7.741.220 km2 dan
dengan jumlah penduduk mencapai 21.875.000 jiwa yang beribukotakan Canberra (Trade profiles, 2010) memiliki nilai neraca perdagangan perkebunan yang negatif. Walaupun demikian, hanya komoditas tertentu yang memiliki nilai perdagangan yang surplus, seperti karet pada tahun 2001, kacang mete pada tahun 2005 dan 2009 serta kelapa sawit pada tahun 2009. Gambar 32 memperlihatkan nilai perdagangan
Nilai Ekspor dalam 1000 US$
perkebunan Australia, yang memiliki defisit tertinggi pada komoditi kopi. 10000 0 -10000 -20000 -30000 -40000 -50000 -60000 -70000 -80000 -90000
2001 2005 2009
Komoditi
Sumber : UNComtrade Gambar 32. Neraca Perdagangan Perkebunan Australia Tahun 2001, 2005 dan 2009
Kopi, teh dan lada merupakan tiga komoditi dengan nilai ekspor terbesar Indonesia ke Australia, sedangkan komoditi dengan nilai ekspor terkecil adalah kayu manis, kelapa sawit dan kacang mete. Rata-rata nilai ekspor kopi adalah sebesar US$ 6.099.796 dengan nilai ekspor tertinggi pada tahun 2009, berbeda dengan nilai ekspor teh yang mencapai nilai tertinggi pada tahun 2009 dengan rata-rata nilai ekspor sebesar US$ 5.658.187, sedangkan komoditi lada memiliki rata-rata nilai ekspor
77
senilai US$ 1.206.204. Gambar 33 memperlihatkan nilai ekspor komoditi perkebunan Indonesia yang diekspor ke Australia. Indonesia bukan satu-satunya negara yang ekspor komoditi perkebunan ke Australia, masih ada negara lainnya yang menjadi pesaing disetiap komoditinya. Dilihat dari dua belas kommoditi yang ada, ada tiga negara yang hampir mengisi seluruh kebutuhan impor komoditi perkebunan Australia, negara tersebut adalah
Nilai Ekspor dalam 1000 US$
Singapura, Sri Lanka, Malaysia, Brazil, Kolombia dan India. 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0
2000 1500 1000 500 0 2001
2001 Cengkeh Kayu Manis Lada
2005 Tahun Kacang Mete Kelapa Sawit Pala
2005
2009
2009 Kakao Kelapa Teh
Karet Kopi Tembakau
Sumber : UNComtrade Gambar 33. Nilai Ekspor Dua Belas Komoditi Indonesia ke Australia Tahun 2001, 2005 dan 2009
1. Komoditi Cengkeh Ekspor cengkeh Amerika Serikat dan Singapura ke Australia memiliki tingkat daya saing di atas rata-rata dunia pada tahun 2001, karena memiliki nilai RCA yang lebih dari satu, sementara Indonesia tidak memiliki daya saing akibat tidak ekspor cengkeh ke Australia (Tabel 5). Tahun 2005 Indonesia, Sri Lanka dan India samasama memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia pada komoditas cengkeh ke Asutralia dan diantara ketiga negara tersebut Sri Lanka yang memiliki nilai RCA yang paling tinggi yang kemudian diikuti Indonesia dan India. Walaupun hanya sebagai pesaing kedua pada tahun 2009, Madagaskar memiliki nilai RCA yang lebih dari satu dan lebih tinggi dari pesaing utama yang diduduki Singapura, bahkan
78
Singapura tidak memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia pada komoditas cengkeh ke Australia, sementara Indonesia memiliki keunggulan komparatif dengan nilai RCA yang lebih dari satu, namun RCA Indonesia masih di bawah nilai RCA Madagaskar. Tabel 5. Nilai RCA Komoditi Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Australia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
0
US 32 Sri Lanka 14,4 Singapura
3,6 Singapura 61,7 India 0,7 Madagaskar
3,6 2,6 12004,7
0 0 0
Filipina 0 0 0
2. Komoditi Kacang Mete Sebagai negara pengekspor utama belum tentu memiliki nilai RCA yang lebih baik, begitu yang terjadi dengan nilai RCA India sebagai pengekspor utama kacang mete ke Australia pada tahun 2001, walaupun memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia, namun nilai RCAnya lebih rendah dibandingkan dengan Tanzania sebagai pesaing kedua ekspor kacang mete ke Australia pada tahun 2001 (Tabel 6). Fiji dan Singapura sebagai pesaing utama dan pesaing kedua pada tahun 2005, memiliki nilai RCA yang kurang dari satu. Sementara ditahun 2009, diantara Indonesia, pesaing utama dan pesaing kedua, hanya Indonesia yang memiliki nilai RCA yang lebih dari satu. Tabel 6. Nilai RCA Komoditi Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Australia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 0 India 127,9 Tanzania 1670,7 0 0 2005 0 Fiji 0,4 Singapura 0,003 0 0 2009 32,8 Fiji 0,2 Sri Lanka 0,01 0 0
3.
Komoditi Kakao Tahun 2001 Papua New Guinea dan Singapura memiliki tingkat daya saing
dan keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia, namun nilai RCA negara yang disebutkan pertama lebih tinggi dibandingkan dengan nilai RCA Singapura. Tahun
79
2005, Singapura sebagai pesaing utama dan Fiji sebagai pesaing kedua sama-sama memiliki nilai RCA yang lebih dari satu, namun yang membedakan dengan tahun 2001 adalah dimana pada tahun ini, nilai RCA pesaing kedua lebih tinggi dari pesaing utama. Sementara di tahun 2009, nilai RCA Singapura yang masih sebagai pesaing utama memiliki indeks di bawah satu, sedangkan Indonesia dan Peru sebagai pesaing kedua, memiliki indeks RCA di atas satu, namun nilai RCA Peru lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Tabel 7 akan menyajikan bagaimana nilai RCA negara pesaing. Tabel 7. Nilai RCA Komoditi Kakao Indonesia dan Pesaing ke Australia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
4.
0 0
Papua N G Singapura 39,1 Singapura
787,5 Singapura 1,3 Fiji 0,9 Peru
1,8 16,2 67,4
0 0 0
Filipina 0 0 0
Komoditi Karet Tahun 2001, indeks RCA ekspor karet alam Malaysia sebagai pesaing utama,
Amerika Serikat sebagai pesaing kedua dan Thailand memiliki nilai yang lebih dari satu, yang berarti ketiga negara tersebut memiliki keunggulan komparatif di atas ratarata dunia, sementara Indonesia memiliki tingkat daya saing dengan keunggulan komparatif yang masih di bawah rata-rata dunia untuk ekspor komoditi karet alam ke Australia (Tabel 8). Tabel 8. Nilai RCA Komoditi Karet Indonesia dan Pesaing ke Australia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
0,1 Malaysia 5,7 Malaysia 0 Prancis
14,3 U S 10,2 U S 8,9 Malaysia
1 0,7 5
4,7 6,1 1,4
Filipina 0 0 0
Tahun 2005, Indeks RCA Indonesia meningkat dan memiliki indeks RCA yang lebih dari satu, hal tersebut bisa disebabkan oleh peningkatan nilai ekspor Indonesia yang pada tahun 2001 hanya senilai US $ 2.746 dan pada tahun 2005
80
menjadi senilai US $ 157.945. Pada tahun 2005 ini indeks RCA Malaysia dan Thailand juga lebih besar dari satu, sementara Amerika Serikat memiliki nilai RCA yang turun hingga membuat negara tersebut memiliki rata-rata keunggulan komparatif komoditi karet alam ke Australia di bawah rata-rata. Tahun 2009 Prancis, Malaysia dan Thailand memiliki daya saing dan keunggulan komparatif yang kuat. 5. Komoditi Kayu Manis Tabel 9 terlihat indeks RCA negara pengekspor kayu manis ke Australia pada tahun 2001, 2005 hingga 2009, dimana dalam tiga tahun tersebut Indonesia, pesaing utama dan pesaing kedua memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata, kecuali Thailand yang dalam tiga tahun tersebut belum memilki keunggulan komparatif. Untuk tahun 2001 nilai RCA Seychelles sebagai pesaing kedua merupakan yang paling tinggi, untuk tahun 2005 dan 2009 nilai RCA yang tertinggi adalah milik Sri Lanka sebagai pesaing utama. Tabel 9. Nilai RCA Komoditi Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Australia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
1,5 Sri Lanka 13,2 Sri Lanka 4,9 Sri Lanka
669,2 Seychelles 371,5 Malaysia 503,1 India
24405,4 2,4 12,7
0,02 0,03 0,2
0 0 0
6. Komoditi Kelapa Sawit Tahun 2001 Papua New Guinea memiliki keunggulan komparatif CPO ke Australia di atas negara lainnya, sementara Malaysia memiliki indeks RCA di bawah satu yang berarti berkebalikan dengan Papua New Guinea. Tahun 2005 Samoa yang menjadi pesaing utama dengan indeks RCA yang lebih dari satu dan lagi-lagi Malaysia sebagai pesaing kedua masih memiliki indeks RCA yang kurang dari satu. Belanda dan Inggris yang menjadi pesaing utama dan pesaing kedua pada tahun 2009 tidak memiliki keunggulan komparatif ekspor CPO ke Australia di atas rata-rata, sementara Indonesia yang tidak ekspor dalam dua tahun sebelumnya memiliki daya saing dan keunggulan komparatif yang kuat. Tabel 10 akan terlihat bagaimana indeks RCA masing-masing negara.
81
Tabel 10. Nilai RCA Komoditi Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Australia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
0 0
Papua N G Samoa 22,4 Belanda
893 Malaysia 3,2 Malaysia 0,03 U K
0,02 0,01 0,001
0 0 0
0 0 0
7. Komoditi Kelapa Filipina memiliki keunggulan komparatif dan daya saing ekspor komoditi kelapa ke Asutralia yang kuat pada tahun 2001, 2005 dan 2009 dengan indeks RCA yang paling tinggi dalam tiga tahun tersebut seperti pada Tabel 11. Tahun 2001, Singapura dan Sri Lanka juga memiliki keunggulan komparatif ekspor kelapa ke Australia yang kuat, dimana nilai RCA Sri Lanka lebih tinggi dibandingkan dengan Singapura, sementara Indonesia dan Thailand memiliki indeks RCA di bawah satu. Hanya Fiji dan Thailand yang memiliki indeks RCA kurang dari satu dari lima negara yang dipaparkan pada tahun 2005, Sedangkan Filipina, Indonesia dan Singapura memiliki keunggulan komparatif ekspor kelapa parut ke Australia yang kuat. Tahun 2009 Thailand masih memiliki keunggulan komparatif di bawah rata-rata dunia ke Australia, selain itu Singapura yang selama dua tahun sebelumnya memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata pada tahun ini memiliki indeks RCA di bawah satu. Filipina, Sri Lanka dan Indonesia menjadi negara yang memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia pada tahun 2009 ini ke Australia. Tabel 11. Nilai RCA Komoditi Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Australia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
8.
0,3 Singapura 1,05 Singapura 1,67 Singapura
2,95 Sri Lanka 1,05 Fiji 0,54 Sri Lanka
54,21 0,41 24,37
0,0007 0,0001 0,008
Filipina 202,26 210,42 405,14
Komoditi Kopi Tabel 12 memperlihatkan dari semua negara yang tertera pada tabel tersebut
memiliki keunggulan komparatif, hanya Thailand dan Filipina yang tidak memiliki
82
keunggulan komparatif karena tidak ekspor kopi ke Australia pada tahun 2001, 2005 maupun 2009. Tahun 2001 negara yang memiliki keunggulan komparatif di atas ratarata dunia tersebut adalah Kolombia, Vietnam dan Indonesia, sedangkan tahun 2005 adalah Brazil, Vietnam dan Indonesia dan untuk tahun 2009 indeks RCA Kolombia menjadi yang tertinggi, yang kemudian di bawahnya ada Brazil dan Indonesia. Tabel 12. Nilai RCA Komoditi Kopi Indonesia dan Pesaing ke Australia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
9.
1,6 Kolombia 2,48 Brazil 7,21 Brazil
1287,09 Vietnam 73,16 Vietnam 110,77 Kolombia
10,14 9,93 1084,4
Filipina
0 0 0
0 0 0
Komoditi Lada Indeks RCA India, Singapura, Indonesia dan Thailand pada tahun 2001 dalam
ekspor lada ke Australia memiliki daya saing dan keunggulan komparatif di atas ratarata dunia, dimana negara yang disebutkan pertama memiliki nilai RCA yang paling besar, sedangkan Filipina memiliki indeks RCA di bawah satu pada tahun 2001 ini, yang berarti memiliki keunggulan komparatif yang berkebalikan dengan empat negara sebelumnya. Tahun 2005, indeks RCA Indonesia merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan Vietnam yang juga memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia, sementara pesaing lainnya yaitu Singapura dan Thailand memiliki indeks RCA di bawah satu. Tahun 2009, diantara lima negara pesaing ekspor lada ke Australia, hanya Thailand dan Filipina yang daya saing dan keunggulan komparatifnya di bawah rata-rata dunia, sedangkan India, Afrika Selatan dan Indonesia memiliki indeks RCA di atas satu seperti yang terlihat pada Tabel 13. Tabel 13. Nilai RCA Komoditi Lada Indonesia dan Pesaing ke Australia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Nilai Nilai Thailand Filipina Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
7,96 Singapura 14,6 Vietnam 11,25 India
5,89 India 6,1 Singapura 31,45 Afrika Selatan
23,71 0,86 18,81
1,01 0,27 0,11
0,04 0 0,005
83
10. Komoditi Pala Indeks RCA komoditi pala pesaing ke Australia rata-rata memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia, hanya Belanda pada tahun 2009 yang memiliki indeks RCA di bawah satu. Dari Tabel 14 dapat terlihat bagaimana indeks RCA negara pesaing yang lebih dari satu, kecuali Thailand dan Filipina yang tidak ekspor pala ke Australia dalam tiga tahun tersebut dan Indonesia yang tidak ekspor pala pada tahun 2001 ke Australia. Tabel 14. Nilai RCA Komoditi Pala Indonesia dan Pesaing ke Australia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Nilai Nilai Thailand Negara Negara RCA RCA 2001 0 Singapura 15.77 Sri Lanka 94,19 0 2005 21,37 India 19.8 Vietnam 2,64 0 2009 38,1 India 4.39 Belanda 0,65 0
Filipina 0 0 0
11. Komoditi Teh Indeks RCA teh Indonesia ke Australia berada di bawah satu pada tahun 2001, sementara Inggris dan China memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor teh ke Australia. Indeks RCA Indonesia meningkat pada tahun 2005 yang diakibatkan dari meningkatnya pangsa ekspor teh Indonesia di pasar Australia pada tahun tersebut, di bawahnya ada indeks RCA Inggris dan Jepang yang juga di atas satu, sementara Thailand memiliki indeks RCA di bawah satu. Tahun 2009 nilai RCA Thailand masih di bawah satu, sementara nilai RCA Indonesia yang kembali di atas satu pada tahun ini harus dilewati Sri Lanka yang memiliki nilai RCA lebih tinggi, namun nilai RCA Indonesia masih berada di atas nilai RCA China yang juga lebih dari satu. Tabel 15 dapat terlihat negara dengan nilai RCA tertinggi dalam tiga tahun tersebut yang memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat. Tabel 15. Nilai RCA Komoditi Teh Indonesia dan Pesaing ke Australia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
0,6 U K 37,71 U K 25,56 Sri Lanka
5,75 China 12,56 Jepang 1349,14 China
3,8 1,62 2,31
0 0,007 0,01
Filipina 0 0 0
84
12. Komoditi Tembakau Tabel 16 memperlihatkan bagaimana negara Yunani, Malawi, India Indonesia dan Filipina memiliki nilai RCA yang lebih dari satu pada tahun 2001, 2005 dan 2009, sementara pada tahun 2009, Thailand memiliki indeks RCA di bawah satu yang membuat negara tersebut memiliki daya saing yang lemah dibandingkan dengan negara lainnya. Tabel 16. Nilai RCA Komoditi Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Australia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
1,98 Yunani 1,88 Malawi 3,52 Malawi
343,25 India 15033,7 India 12809,24 India
37,33 19,52 9,51
0 0 0,28
20,81 0 0
13. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Australia Dari dua belas komoditi yang diteliti nilai RCA nya, rata-rata pertumbuhan nilai RCA setiap komoditi dari tahun 2001, 2005 dan 2009 memiliki pertumbuhan yang positif, kecuali cengkeh yang mengalami penurunan nilai RCA sehingga membuat rata-rata pertumbuhan indeks RCA komoditi tersebut negatif 54,8 persen. Untuk rata-rata pertumbuhan RCA tertinggi adalah komoditi teh yaitu senilai 3037,6 persen. Walaupun memiliki rata-rata pertumbuhan RCA yang positif, kecuali cengkeh, namun pada tahun-tahun tertentu seperti yang terlihat pada Tabel 17, masih terdapat nilai RCA di bawah satu, jadi nilai pertumbuhan RCA yang positif tidak menjamin bahwa suatu komoditi memiliki tingkat daya saing dan keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia. Ada empat komoditi perkebunan Indonesia yang memiliki nilai RCA konsisten di atas satu dalam pasar Australia, yaitu kayu manis dengan pertumbuhan rata-rata RCA sebesar 335,4 persen, kopi dengan rata-rata pertumbuhan RCA sebesar 122,5 persen, lada dengan pertumbuhan rata-rata 30,1 persen dan tembakau dengan pertumbuhan rata-rata RCA 41,1 persen. Untuk posisi daya saing komoditi perkebunan Indonesia ke Australia ada tujuh komoditi yang dapat dilihat posisi daya saingnya, sementara lima komoditi tidak dapat dilihat akibat ketidakkontinyuan ekspor ke Australia dalam tiga tahun
85
tersebut. Ketujuh komoditi yang dapat dilihat posisi daya saingnya tersebut adalah karet, kayu manis, kelapa, kopi, lada, teh dan tembakau. Falling Star merupakan posisi daya saing ketujuh komoditi tersebut, dimana dengan memiliki pertumbuhan pangsa pasar produk yang menurun sebesar 9,9 persen setiap tahunnya, membuat ketujuh komoditi tersebut tidak dinamis di pasar Australia, namun tujuh komoditi tersebut kompetitif karena memiliki pangsa ekspor yang positif. Posisi tersebut menggambarkan bahwa walaupun pangsa pasar tujuh komoditi tersebut memiliki pertumbuhan yang positif, namun pada periode tersebut mengalami penurunan permintaan tujuh komiditi tersebut di Australia dan lebih baik Indonesia lebih fokus mengembangkan dan memasarkan tujuh komoditi itu di dalam negeri. Selain memperlihatkan nilai RCA Tabel 17 juga terlihat bagaimana posisi daya saing Indonesia di pasar Australia. Tabel 17. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Australia. Nilai RCA Nilai EPD Komoditi Cengkeh Kacang Mete Kakao Karet Kayu Manis Kelapa Sawit Kelapa Kopi Lada Pala Teh Tembakau
2001 0
2005 32,03
Pertumbuhan Pangsa Pasar Ekspor (%) 14,45 -
2009
Pertumbuhan Pangsa Pasar Produk (%) -9,9
Posisi Daya Saing -
0
0
32,87
-
-9,9
-
0 0,11
0 5,71
39,18 0
1534,2
-9,9 -9,9
FallingStar
1,59
13,25
4,974
188,7
-9,9
FallingStar
-9,9
-
-9,9 -9,9 -9,9 -9,9 -9,9 -9,9
FallingStar FallingStar FallingStar FallingStar FallingStar
0 0,32 1,6 7,96 0 0,6 1,98
0 1,05 2,48 14,6 21,37 37,71 1,88
22,48 1,67 7,21 11,25 38,1 25,56 3,52
96,4 118 3,4 1927,3 39
5.1.2 China Negeri tirai bambu ini merupakan negara dengan jumlah penduduk tertinggi di dunia yaitu lebih dari 1,331 milyar jiwa pada tahun 2009, selain itu negara ini
86
merupakan negara terbesar di Asia Timur dan berbatasan dengan 14 negara. Nilai ekspor dan impor komoditi perkebunan China pada tahun 2009 adalah senilai US $ 1.201.646.758.000 dan senilai US $ 834.303.099.800. Surplus perdagangan China yang terlihat pada Gambar 34 berasal dari komoditi teh, kopi, kayu manis dan
Nilai Ekspor dalam 1000 US$
tembakau, sedangkan komoditi lainnya masih memiliki neraca yang defisit. 500000 400000 300000 200000 100000 0 -100000 -200000 -300000 -400000 -500000
2001 2005 2009
Komoditi
Sumber : UNComtrade Gambar 34. Neraca Perdagangan Perkebunan China Tahun 2001, 2005 dan 2009
Komoditi Indonesia yang memiliki rata-rata nilai ekspor terbesar ke China adalah komoditi kelapa sawit dan kakao, sedangkan untuk komoditi dengan rata-rata nilai ekspor terendah adalah kacang mete dan teh akibat tidak kontinyu dalam ekspor selain itu juga China sebagai salah satu produsen teh terbesar di dunia. Kelapa sawit memiliki nilai ekspor rata-rata senilai US$ 76.912.420 dengan nilai ekspor tertinggi yang terjadi pada tahun 2009, sedangkan komoditi kakao memiliki nilai ekspor tertinggi pada tahun 2005 dengan rata-rata nilai ekspor senilai US$ 16.372.030. Gambar 35 memperlihatkan nilai eskpor komoditi perkebunan Indonesia yang diekspor ke China. Negara yang menjadi pesaing Indonesia dalam ekspor perkebunan ke China antara lain adalah Hongkong, Sri Lanka, Vietnam dan Malaysia, sedangkan untuk komoditi tembakau negara yang menjadi pesaing Indonesia adalah Brazil dan Malawi. Komoditi perkebunan Indonesia seperti cengkeh (tahun 2001), kakao dan
87
kelapa sawit (2001, 2005 dan 2009) serta kayu manis (2009) merupakan komoditi
Nilai Ekspor dalam 1000 US$
impor utama China dalam tahunnya masing-masing. 250000
8000
200000
6000
150000
4000
100000
2000 0
50000
2001
2005
2009
0 2001
2005
2009
Tahun Cengkeh Kayu Manis Lada
Kacang Mete Kelapa Sawit Pala
Kakao Kelapa Teh
Karet Kopi Tembakau
Sumber : UNComtrade Gambar 35. Nilai Ekspor Dua Belas Komoditi Indonesia ke China Tahun 2001, 2005 dan 2009
1.
Komoditi Cengkeh Seperti yang terlihat pada Tabel 18, nilai RCA Indonesia, pesaing utama dan
pesaing kedua berada di atas satu selama tahun 2001, 2005 dan 2009. Pada tahun 2001 Singapura sebagai pesaing kedua yang memiliki nilai RCA paling tinggi, disusul Indonesia dan kemudian nilai RCA Hongkong, sementara ditahun 2005 nilai RCA Indonesia merupakan yang paling tinggi daripada Singapura yang naik menjadi pesaing utama dan Malaysia yang menjadi pesaing kedua, untuk tahun 2009 nilai RCA Kenya sebagai pesaing kedua merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan Indonesia dan Hongkong sebagai pesaing utama. Tabel 18. Nilai RCA Komoditi Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke China. Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
2,44 Hongkong 41,61 Singapura 3,28 Hongkong
1,51 Singapura 9,89 Malaysia 2,84 Kenya
12,4 7,79 5181,47
0 0 0
Filipina 0 0 0
88
2.
Komoditi Kacang Mete Sama seperti nilai RCA pada komoditi cengkeh ke China, pada komoditi
kacang mete ke China setiap negara yang tertera pada Tabel 19 memiliki nilai RCA yang lebih dari satu pada tahun 2001 dan 2009. Tahun 2001 Tanzania sebagai pesaing kedua yang memiliki nilai RCA yang terbesar, kemudian Indonesia dan Hongkong sebagai pesaing utama. Tahun 2009 Pantai Gading yang memiliki nilai RCA yang terbesar sebagai pesaing kedua, sedangkan pesaing utama yang diduduki Meksiko berada di bawahnya, sementara Indonesia tidak ekspor kacang mete ke China pada tahun 2009 tersebut, sama seperti Thailand dan Filipina yang tidak ekspor pada tahun 2001 dan 2009. Tabel 19. Nilai RCA Komoditi Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke China. Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 17,4 Hongkong 1,8 Tanzania 66773,5 0 0 2005 2009 0 Meksiko 152,2 P. Gading 4127,7 0 0
3.
Komoditi Kakao Nilai RCA Pantai Gading, Indonesia dan Belanda pada tahun 2001 berada di
atas satu (Gambar 20). Tabel 20. Nilai RCA Komoditi Kakao Indonesia dan Pesaing ke China Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
51,68 P. Gading 34,9 Ghana 54,74 Nigeria
7863,19 Belanda 5470,07 P. Gading 250,39 Jepang
30,53 991,31 0,1
0 0 0
Filipina 0 0 0
Hal tersebut juga terjadi pada tahun 2005, dimana Ghana sebagai pesaing utama memiliki nilai RCA yang paling tinggi, kemudian diikuti Pantai Gading dan Indonesia yang ketiganya memiliki nilai RCA di atas satu. Tahun 2009 sedikit berbeda, sebab nilai RCA Jepang sebagai pesaing kedua dalam ekspor kakao ke China hanya bernilai di bawah satu, sehingga Jepang memiliki keunggulan
89
komparatif di bawah rata-rata, sedangkan Nigeria sebagai pesaing utama dan Indonesia, memiliki nilai RCA yang lebih dari satu. 4. Komoditi Karet Indonesia dan Hongkong sebagai pesaing utama pada tahun 2001, seperti yang tertera pada Tabel 21, terlihat memiliki nilai RCA di bawah satu, berbeda dengan Thailand dan Malaysia sebagai pesaing kedua yang memiliki nilai RCA bahkan di atas 7 dan 45. Tahun 2005 nilai RCA Indonesia dan pesaing utama yang masih diduduki Hongkong masih di bawah satu, sementara Thailand dan Vietnam yang menggantikan posisi Malaysia, memiliki nilai RCA yang membuat kedua negara tersebut memiliki daya saing dan keunggulan komparatif yang kuat. Tahun 2009 Thailand masih menjadi negara dengan nilai RCA yang tinggi dan di atas satu, selain Thailand, Indonesia dan Malaysia sebagai pesaing utama juga memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata pada tahun tersebut, sementara pesaing kedua yang diduduki Hongkong masih belum memiliki keunggulan komparatif dalam ekspor karet alam ke China. Tabel 21. Nilai RCA Komoditi Karet Indonesia dan Pesaing ke China Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 0,39 Hongkong 0,59 Malaysia 7,23 45,23 2005 0,42 Hongkong 0,41 Vietnam 14,83 44,65 2009 1,2 Malaysia 1,25 Hongkong 0,12 47,79
5.
Filipina 0 0 0
Komoditi Kayu Manis India sebagai pesaing utama dan Yordania sebagai pesaing kedua memiliki
keunggulan komparatif di atas rata-rata dalam ekspor kayu manis ke China tahun 2001, dimana nilai RCA Yordania lebih tinggi dibandingkan dengan India. Tahun 2005 Sri Lanka sebagai pesaing kedua, Indonesia dan Singapura sebagai pesaing utama memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dalam ekspor kayu manis ke China, sementara Thailand yang mengekspor kayu manis ke China pada tahun 2005 ini masih memiliki nilai RCA di bawah satu. Tabel 22 memperlihatkan bagaimana tahun 2009 Sri Lanka sebagai pesaing utama dan Indonesia memiliki keunggulan
90
komparatif dan daya saing yang kuat dalam ekspor kayu manis ke China, sedangkan pesaing kedua yang diduduki Amerika Serikat masih belum memiliki keunggulan komparatif ekspor kayu manis ke China. Tabel 22. Nilai RCA Komoditi Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke China Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 0 India 185,88 Jordan 532,48 0 0 2005 15,31 Singapura 14,15 Sri Lanka 3270,11 0,07 0 2009 48,92 Sri Lanka 1905,15 U S 0,716 0 0
6.
Komoditi Kelapa Sawit Tabel 23 terlihat bagaimana pada tahun 2001 Indonesia, Malaysia sebagai
pesaing utama, Thailand dan Belgia sebagai pesaing kedua, memiliki keunggulan komparatif dalam ekspor CPO ke China. Sementara pada tahun 2005 Indonesia dan Malaysia sebagai pesaing utama yang masih memiliki nilai RCA di atas satu, sedangkan Jepang sebagai pesaing kedua pada tahun ini tidak memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata. Sama seperti tahun 2009, dimana Indonesia dan Malaysia yang masih menjadi pesaing utama ekspor CPO ke China memiliki keunggulan komparatif yang lebih dari pesaing lainnya, sedangkan pesaing kedua yang diduduki Jerman memiliki nilai RCA yang masih kurang dari satu. Tabel 23. Nilai RCA Komoditi Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke China Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
7.
53,03 Malaysia 45,22 Malaysia 39,2 Malaysia
21,96 Belgia 28,23 Jepang 20,05 Jerman
1,63 0,01 0,004
2,44 0 0
0 0 0
Komoditi Kelapa Kelapa parut Indonesia dan pesaing kedua yang diduduki Hongkong belum
memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia bila diekspor ke China pada tahun 2001, seperti yang terlihat pada Tabel 24, hanya Vietnam sebagai pesaing utama dan Filipina yang memiliki nilai RCA yang lebih dari satu. Tahun 2005
91
Indonesia dan pesaing kedua yang diduduki Singapura masih belum memiliki keunggulan komparatif ekspor kelapa parut ke China, sementara Vietnam memiliki nilai RCA yang jauh lebih tinggi dari Filipina namun sama-sama memiliki nilai RCA di atas satu. Tabel 24 juga terlihat bagaimana Filipina, Nigeria sebagai pesaing kedua, Indonesia, Singapura sebagai pesaing kedua dan Thailand memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat dan nilai RCA Filipina merupakan paling tinggi diantara kelima negara tersebut. Tabel 24. Nilai RCA Komoditi Kelapa Indonesia dan Pesaing ke China Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 0,39 Vietnam 135,67 Hongkong 0,11 0 2005 0,62 Vietnam 168,44 Singapura 0,11 0,05 2009 20,23 Singapura 3,77 Nigeria 29,43 1,01
8.
Filipina 5,36 2,08 153,49
Komoditi Kopi Vietnam sebagai pesaing utama dan Indonesia memiliki daya saing dan
keunggulan komparatif di atas rata-rata dalam ekspor kopi ke China pada tahun 2001, seperti yang terlihat pada Tabel 25, nilai RCA kedua negara tersebut lebih dari satu, berbeda dengan pesaing kedua yang diduduki Hongkong yang tidak memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata. Tabel 25. Nilai RCA Komoditi Kopi Indonesia dan Pesaing ke China Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 5,23 Vietnam 92,61 Hongkong 0,3 0 0 2005 15,03 Vietnam 82,7 Brazil 7,72 0,19 0,02 0., 2 2009 19,3 Brazil 10,82 Hongkong 0 0
Tahun 2005 kopi dari Vietnam sebagai pesaing utama, Indonesia dan Brazil sebagai pesaing kedua memiliki keunggulan komparatif di pasar China karena memiliki nilai RCA yang jauh di atas satu, sementara keadaan sebaliknya dialami oleh Thailand dan Filipina yang belum memiliki keunggulan komparatif pada tahun 2005 ini. Tahun 2009 posisi Vietnam selama dua tahun sebelumnya digantikan Brazil
92
yang juga memiliki nilai RCA yang lebih dari satu pada tahun ini, selain Brazil Indonesia juga memiliki nilai RCA di atas satu dan memiliki nilai RCA yang lebih tinggi dibandingkan dengan Brazil, sementara pesaing kedua yang diduduki Hongkong belum memiliki keunggulan komparatif di pasar China. 9.
Komoditi Lada Vietnam sebagai pesaing utama dan Indonesia memiliki keunggulan
komparatif di atas rata-rata dalam ekspor lada ke China pada tahun 2001, seperti yang terlihat pada Tabel 26, nilai RCA kedua negara tersebut berada di atas satu, sedangkan pesaing kedua yang diduduki hongkong memiliki keunggulan komparatif yang masih di bawah rata-rata dunia. Tabel 26. Nilai RCA Komoditi Lada Indonesia dan Pesaing ke China Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 1,47 Vietnam 105,24 Hongkong 0,61 0 0 2005 1,81 Malaysia 41,33 Singapura 4,04 0,0002 0 2009 0 Malaysia 37,44 Hongkong 0,19 0,05 0,003
Malaysia sebagai pesaing utama, Singapura sebagai pesaing kedua, dan Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat pada tahun 2005 dalam ekspor lada ke China, sedangkan Thailand berkeadaan sebaliknya karena memiliki nilai RCA yang jauh di bawah satu. Tahun 2009, dari empat negara yang tertera pada Tabel 26, hanya Malaysia sebagai pesaing utama yang memiliki nilai RCA yang lebih dari satu, sedangkan Hongkong sebagai pesaing kedua, Thailand dan Filipina belum memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata karena nilai RCA yang belum mencapai satu. 10. Komoditi Pala Sebagai pesaing utama dan pesaing kedua, Hongkong dan Malaysia memiliki keunggulan komparatif dalam ekspor pala ke China pada tahun 2001, seperti yang dilihat pada Tabel 27, nilai RCA kedua negara tersebut berada di atas satu, sedangkan nilai RCA Indonesia belum mampu memiliki daya saing dan keunggulan komparatif seperti dua negara tersebut. Berbeda dengan tahun 2001, pada tahun 2005 dan tahun
93
2009, Indonesia, Hongkong, India dan Korea Republik memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor pala ke China. Tabel 27. Nilai RCA Komoditi Pala Indonesia dan Pesaing ke China Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
0,86 Hongkong 57,52 Hongkong 21,66 India
2,89 Malaysia 1,04 Jerman 32,29 Korea, Rep.
1,11 1,04 1,15
0 0 0
Filipina 0 0 0
11. Komoditi Teh Tabel 28 terlihat bagaimana pada tahun 2001, nilai RCA yang kontradiktif antara Inggris sebagai pesaing utama dan Hongkong sebagai pesaing kedua, sebab Inggris memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata sementara Hongkong tidak demikian karena memiliki nilai RCA yang masih di bawah satu. Tabel 28. Nilai RCA Komoditi Teh Indonesia dan Pesaing ke China Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
0 UK 21,38 Hongkong 0 Taiwan
31,25 Hongkong 0,74 U K 4,8 Sri Lanka
0,99 17,62 1748,34
0 0 0,003
0 0 1,02
Walaupun sebagai pesaing utama pada tahun 2005, bukan berarti nilai RCA Hongkong akan lebih tinggi dari pada Inggris yang harus menjadi pesaing kedua, bahkan kedua negara ini masih memiliki keunggulan komparatif yang sama seperti tahun 2001, yaitu keunggulan komparatif di atas rata-rata untuk Inggris dan keunggulan komparatif di bawah rata-rata untuk Hongkong. Tahun 2009 Sri Lanka sebagai pesaing kedua, Taiwan sebagai pesaing utama dan Filipina memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dalam ekspor teh ke China, berbeda dengan Thailand yang memiliki nilai RCA yang masih kurang dari satu. 12. Komoditi Tembakau Indonesia belum memiliki keunggulan komparatif dan daya saing di atas ratarata dalam ekspor tembakau ke China pada tahun 2001, seperti yang terlihat pada
94
Tabel 29, nilai RCA Indonesia masih di bawah satu, sementara untuk pesaing utama yang diduduki Zimbabwe, Brazil sebagai pesaing kedua dan Thailand memiliki keunggulan komparatif komoditi teh di pasar China. Tahun 2005 hanya ada pesaing utama yang diduduki Malawi dan pesaing kedua yang diduduki Brazil sebagai negara yang pesaing yang mengekspor tembakau ke China, dimana kedua negara tersebut memiliki nilai RCA di atas satu yang berarti memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat. Tahun 2009 Malawi masih menduduki posisi sebagai pesaing utama, sementara pesaing kedua diduduki Turki, kedua negara tersebut bersama Indonesia memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dalam ekspor tembakau ke China pada tahun 2009. Tabel 29. Nilai RCA Komoditi Tembakau Indonesia dan Pesaing ke China Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 0,42 Zimbabwe 608,88 Brazil 29,04 6,24 2005 0 Malawi 77516,75 Brazil 12,5 0 2009 8,21 Malawi 20426,83 Turki 57,5 0
Filipina 0 0 0
13. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di China Rata-rata pertumbuhan nilai RCA komoditi perkebunan Indonesia pada tahun 2001, 2005 dan 2009 memiliki pertumbuhan yang berbeda disetiap komoditinya, komoditi pala merupakan hasil perkebunan dengan persentase pertumbuhan RCA yang tertinggi, yaitu sebesar 3228,4 persen, namun pada tahun 2001 nilai RCA pala masih di bawah satu yang berarti masih memiliki daya saing dan keunggulan komparatif yang lemah, sedangkan untuk pertumbuhan RCA yang paling rendah dan bahakan negatif terdapat pada komoditi kacang mete, teh dan tembakau, karena ketiga komoditi tersebut hanya melakukan ekspor pada satu tahun saja dari tiga tahun yang diteliti. Ada empat komoditi yang memiliki nilai RCA yang konsisten di atas satu dalam tiga tahun tersebut, komoditi tersebut adalah cengkeh dengan pertumbuhan 756,2 persen, kakao dengan pertumbuhan 12,1 persen, kelapa sawit namun dengan pertumbuhan yang negatif yaitu sebesar 14 persen dan kopi dengan rata-rata pertumbuhan RCA sebesar 107,8 persen.
95
Tabel 30. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di China Nilai RCA Nilai EPD Komoditi Cengkeh Kacang Mete Kakao Karet Kayu Manis Kelapa Sawit Kelapa Kopi
2001
2,44
2005
41,61
2009
Pertumbuhan Pangsa Pasar Ekspor (%)
Pertumbuhan Pangsa Pasar Produk (%)
Posisi Daya Saing
879,25
15,56
Rising Star
15,56
-
15,56 15,56
Rising Star Rising Star
15,56
-
3,28
-
51,68 0,39
34,9 0,42
54,74 1.2
15,31
48,92
53,03
45,22
39,2
-0,62
15,56
0,39 5,23
0,62 15,03
20,23 19,3
1891,07 139,22
15,56 15,56
Lada
1,47
1,8
-29,75
15,56
Pala Teh Tembakau
0,86 0 0,42
57,52 21.38 0
3706,51 -
15,56 15,56 15,56
0
0
-
17,48
0 21,66 0 8,21
30,19 128,69 -
Lost Opportunity Rising Star Rising Star Lost Opportunity Rising Star -
Posisi daya saing perkebunan Indonesia di pasar China dapat terbagi dalam dua posisi yaitu Rising Star atau Lost Opportunity, karena pertumbuhan pangsa pasar produk China bernilai positif atau bersifat dinamis (Tabel 30) atau dalam artian lain memiliki permintaan yang pasar yang terus meningkat dan apabila dalam keadaan demikian, seharusnya kondisi pangsa pasar ekspor Indonesia harus positif agar mampu menempati posisi daya saing yang menguntungkan. Namun dalam hasil identifikasi yang dilakukan ada dua komoditi yang berada pada posisi daya saing Lost Opportunity yaitu komoditi kelapa sawit dan lada, dimana kedua komoditas ini memiliki nilai pertumbuhan pangsa ekspor negatif yang berarti memiliki pasar yang tidak kompetitif di pasar China yang memiliki permintaan meningkat. Sementara terdapat enam komoditi yang memiliki posisi daya saing Rising Star yaitu cengkeh, kakao, karet, kelapa, kopi dan pala, posisi ini sangat menguntungkan dibandingkan dengan posisi dua komoditi sebelumnya, karena pada saat permintaan China yang dinamis bersamaan dengan pangsa pasar ekspor kita yang kompetitif, terdapat
96
keuntungan untuk komoditi tersebut agar terus dikembangkan dan dipasarkan di pasar China.
5.1.3. Malaysia Malaysia yang secara geografis berbatasan langsung dengan Indonesia pada pulau Sumatera dan Kalimantan memiliki luas wilayah 329.845 km2 dan jumlah populasi 27.468.000 jiwa. Negara ini memiliki PDB nominal sebesar US $ 191.601 milyar pada tahun 2009. Malaysia adalah salah satu dari tiga negara yang menguasai Selat Malaka, perdagangan internasional berperan penting di dalam ekonominya. Malaysia dikenal sebagai penghasil timah, karet dan minyak kelapa sawit di dunia. Malaysia juga dipandang sebagai salah satu dari 18 negara berkeanekaragaman hayati terbesar di dunia. Komoditi kelapa, lada dan kelapa sawit Malaysia memiliki nilai neraca perdagangan yang surplus pada tahun 2001, 2005 dan 2009 seperti yang terlihat pada Gambar 36, sedangkan komoditi lainnya masih memiliki nilai impor
Nilai Ekspor dalam 1000 US$
yang tinggi dibandingkan nilai ekspornya. 1200000 1000000 800000 600000 400000 200000 0 -200000 -400000 -600000 -800000
2001 2005 2009
Komoditi
Sumber : UNComtrade Gambar 36. Neraca Perdagangan Perkebunan Malaysia Tahun 2001, 2005 dan 2009
Kelapa sawit dan kakao kembali menjadi dua komoditi yang memiliki nilai ekspor terbesar Indonesia, namun kali ini ke Negara Malaysia, sedangkan komoditi yang memiliki rata-rata nilai ekspor terendah adalah karet. Tahun 2001 dan 2005 kakao merupakan komoditi yang memiliki nilai ekspor tertinggi, sedangkan kelapa
97
sawit yang pada dua tahun tersebut berada di bawahnya memiliki nilai ekspor yang tinggi pada tahun 2009. Kakao memiliki nilai ekspor rata-rata senilai US$ 239.610.700, sedangkan nilai rata-rata ekspor kelapa sawit adalah senilai US$ 271.233.000.
Karet memiliki nilai ekspor yang rendah akibat negara tujuan ini
merupakan salah satu negara penghasil karet terbesar. Gambar 37 memperlihatkan bagaimana komoditi kelapa sawit dan kakao memiliki nilai ekspor tertinggi ke
Nilai Ekspor dalam 1000 US $
Australia. 700000
30000
600000
25000
500000
20000
400000
15000
300000
10000
200000
5000
100000
0 2001
0 2001
2005
2005
2009
2009
Cengkeh
Tahun Kacang Mete
Kakao
Karet
Kayu Manis
Kelapa Sawit
Kelapa
Kopi
Lada
Pala
Teh
Tembakau
Sumber : UNComtrade Gambar 37. Nilai Ekspor Dua Belas Komoditi Indonesia ke Malaysia Tahun 2001, 2005 dan 2009
Banyak negara yang menjadi pesaing Indonesia dalam ekspor komoditi perkebunan ke Malaysia, diantaranya adalah Singapura, Pantai Gading, Sri Lanka, Vietnam, India dan Turki. Diantara dua belas komoditi yang diteliti ada beberapa komoditi yang tidak pernah menjadi tujuan impor utama Malaysia dalam tiga tahun yang ada, komoditi tersebut adalah cengkeh, kacang mete dan karet, sedangkan komoditi lainnya pernah menjadi tujuan impor utama negara tetangga ini dan bahkan ada tiga komoditi yaitu kakao, kayu manis dan pala menjadi tujuan impor utama dalam tiga tahun yang ada.
98
1.
Komoditi Cengkeh Singapura sebagai pesaing utama dalam ekspor cengkeh ke Malaysia dalam
tiga tahun yaitu 2001, 2005 dan 2009 seperti yang terlihat pada Tabel 31, selalu memiliki nilai RCA yang lebih dari satu. Tabel 31. Nilai RCA Komoditi Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Malaysia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
12,06 Singapura 0,84 Singapura 1,48 Singapura
2,13 Tanzania 3,36 UAE 3,68 India
789,81 11,33 0,31
0 0 0
Filipina 0.002 0 0
Tahun 2001 Singapura tidak sendiri, ada Indonesia dan Tanzania sebagai pesaing kedua yang juga memiliki nilai RCA lebih dari satu, bahkan nilai RCA Tanzania lebih tinggi dibandingkan dengan Singapura, namun pada tahun ini Filipina masih belum memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata. Tahun 2005 Negara Arab sebagai pesaing kedua yang menemani Singapura sebagai negara yang memiliki keunggulan komparatif dalam ekspor cengkeh ke Malaysia, sementara Indonesia memiliki nilai RCA yang masih di bawah satu. Namun tahun 2009 Indonesia kembali memiliki nilai RCA di atas satu, sedangkan pesaing kedua yang diduduki India memiliki nilai RCA yang belum memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dalam ekspor cengkeh ke Malaysia. 2.
Komoditi Kacang Mete Komoditi kacang mete kembali menempatkan Singapura sebagai pesaing
utama dalam ekspor ke Malaysia pada tiga tahun seperti yang terlihat pada Tabel 32, dimana dalam tiga tahun tersebut Singapura memiliki nilai RCA yang membuat negara tersebut memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata. Tahun 2001 bahkan hanya Singapura yang memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata, sementara Indonesia masih memiliki nilai RCA di bawah satu, begitu juga pada tahun 2005, nilai RCA Indonesia dan pesaing kedua yang diduduki India masih belum mampu melebihi angka satu yang menjadi syarat dapat dikatakannya suatu negara tersebut memiliki keunggulan komparatif. Tahun 2009 India masih belum memiliki
99
keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor kacang mete ke Malaysia, berbeda dengan Indonesia yang sudah memiliki nilai RCA yang lebih dari satu. Tabel 32. Nilai RCA Komoditi Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Malaysia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
3.
0,35 Singapura 0,01 Singapura 7,64 Singapura
3,35 3,51 India 2,37 India
0,09 0,03
0 0 0
0 0 0
Komoditi Kakao Nilai RCA komoditi kakao Singapura ke Malaysia tidak seperti dua komoditi
sebelumnya, karena pada tahun 2001, Singapura belum memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia, sedangkan Pantai Gading sebagai pesaing kedua dan Indonesia memiliki nilai RCA yang jauh di atas satu (Tabel 33). Tahun 2005 Ghana menggantikan posisi Singapura sebagai pesaing utama, Pantai Gading sebagai pesaing kedua dan Indonesia memiliki daya saing dan keunggulan komparatif yang kuat. Tahun 2009, Inggris sebagai pesaing kedua belum mampu menjadi negara yang memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dalam ekspor kakao ke Malaysia, sementara Pantai Gading dan Indonesia masih menjadi negara yang memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat. Tabel 33. Nilai RCA Komoditi Kakao Indonesia dan Pesaing ke Malaysia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
4.
36,65 Singapura 21,42 Ghana 16,44 P. Gading
0,27 P. Gading 372,15 P. Gading 90,07 U K
82,58 323,4 0,66
0 0 0
Filipina 0 0 0,03
Komoditi Karet Nilai RCA beberapa pesaing termasuk Indonesia sendiri dalam tahun 2001,
2005 dan 2009 masih belum memiliki keunggulan kompartif dalam ekspor karet ke Malaysia seperti yang terlihat pada Tabel 34, yang diakibatkan karena Malaysia merupakan negara pesaing utama dalam memiliki nilai ekspor karet alam ke dunia
100
dalam tiga tahun tersebut. Hanya Sri Lanka yang memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata pada tahun 2009, sementara negara lainnya tidak memiliki nilai RCA yang lebih dari satu, dan bahkan Filipina tidak ekspor pada tahun 2001 dan 2005, sementara Indonesia tidak ekspor karet alam pada tahun 2005. Tabel 34. Nilai RCA Komoditi Karet Indonesia dan Pesaing ke Malaysia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
5.
0,04 Australia 0 Vietnam 0,02 Sri Lanka
0,16 U S 0,07 U K 10,63 U S
0,011 0,033 0,002
26,1 18,75 16,29
Filipina 0 0 0,03
Komoditi Kayu Manis Ekspor kayu manis ke Malaysia pada tahun 2001, 2005 dan 2009, didominasi
oleh China dan Sri Lanka, serta Indonesia. Seperti yang terlihat pada Tabel 35, pada tahun 2001 dan 2005 ketiga negara tersebut memiliki daya saing yang kuat dan Sri Lanka merupakan negara yang memiliki nilai RCA tertinggi pada dua tahun tersebut, sementara untuk tahun 2009, Sri Lanka dan Indonesia masih menjadi negara yang memiliki nilai RCA yang tinggi dan lebih dari satu, sedangkan China dan Filipina memiliki nilai RCA yang kurang dari satu. Tabel 35. Nilai RCA Komoditi Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Malaysia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
22,3 China 22,24 China 15,62 China
5,33 Sri Lanka 1,16 Sri Lanka 0,62 Sri Lanka
980,39 804,1 130,63
0 0 0
0 0 0,26
6. Komoditi Kelapa Sawit Tabel 36 memperlihatkan bagaimana Indonesia dalam tahun 2001, 2005 dan 2009 memiliki nilai RCA yang lebih dari satu. Sementara pada tahun 2001 hanya Thailand yang juga memiliki keunggulan komparatif dalam ekspor CPO ke Malaysia. Nilai RCA negara pesaing lainnya yang kurang dari satu bisa disebabkan karena hal
101
yang sama dengan komoditi karet alam, karena nilai ekspor CPO Malaysia merupakan yang tertinggi kedua di dunia di bawah Indonesia. Tabel 36. Nilai RCA Komoditi Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Malaysia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
7.
12,96 Italia 31,11 Hongkong 18,18 -
0,002 0,043 Taiwan -
0,0001 -
17,8 0 0,23
0 0 0
Komoditi Kelapa Filipina dan Indonesia konsisten dalam tahun 2001, 2005 dan 2009 memiliki
nilai RCA yang positif, seperti yang terlihat pada Tabel 37, dalam tiga tahun tersebut Filipina dan Indonesia memiliki keunggulan komparatif terhadap komoditi kelapa parut ke Malaysia, sedangkan Thailand yang hanya ekspor kelapa parut ke Malaysia pada tahun 2005 belum memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata. Untuk pesaing utama dan pesaing kedua, hanya Sri Lanka yang pada tahun 2001 dan 2009 memiliki nilai RCA yang lebih dari satu, sedangkan Singapura yang dalam tiga tahun tersebut masuk sebagai pesaing utama dan pesaing kedua serta Hongkong sebagai pesaing utama pada tahun 2005, masih belum memiliki daya saing di atas rata-rata dunia dalam ekspor kelapa parut ke Malaysia. Tabel 37. Nilai RCA Komoditi Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Malaysia Tahun 2001 2005 2009
Indonesia
Pesaing 1 Nilai Negara RCA
14,47 Sri Lanka 21,31 Singapura 9,33 Sri Lanka
Pesaing 2 Negara
1018,12 Singapura 0,54 Hongkong 172,22 Singapura
Nilai RCA 0,15 0,05 0,12
Thailand
Filipina
0 0,85 0
31,59 4,92 36,59
8. Komoditi Kopi Ekspor kopi Singapura ke Malaysia lagi-lagi memiliki nilai RCA yang kurang dari satu, seperti terlihat pada Tabel 38, sebagai pesaing kedua pada tahun 2001 dan 2005, nilai RCA Singapura belum melebihi angka satu. Sementara untuk tahun 2001 dan 2005, nilai RCA Vietnam merupakan yang tertinggi, sedangkan ditahun 2009,
102
nilai RCA Brazil sebagai pesaing utama merupakan yang tertinggi. Thailand hanya memiliki nilai RCA pada tahun 2001, sedangkan Filipina tidak memiliki nilai RCA karena dalam tiga tahun tersebut tidak ekspor kopi ke Malaysia. Tabel 38. Nilai RCA Komoditi Kopi Indonesia dan Pesaing ke Malaysia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Negara Negara Nilai RCA RCA 2001 13,44 Vietnam 35,21 Singapura 0,47 9,21 2005 9,25 Vietnam 30,92 Singapura 0,97 0 2009 13,17 Brazil 17,38 India 2,02 0
9.
Filipina 0 0 0
Komoditi Lada Tabel 39 memperlihatkan bagaimana pada tahun 2001, India dan Indonesia
sebagai pesaing kedua memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata, sedangkan Singapura sebagai pesaing utama masih belum memiliki nilai RCA di atas satu. Indonesia, Thailand dan Filipina pada tahun 2005 belum memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat di pasar Malaysia, sedangkan Vietnam sebagai pesaing utama dan China sebagai pesaing kedua, pada tahun yang sama memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata. Singapura kembali belum memiliki keunggulan komparatif akan komoditi lada ke Malaysia pada tahun 2009, hal tersebut juga masih dialami Thailand dan Filipina, sedangkan Indonesia dan China sebagai pesaing utama, memiliki nilai RCA yang lebih dari satu. Tabel 39. Nilai RCA Komoditi Lada Indonesia dan Pesaing ke Malaysia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 14,14 Singapura 0,97 India 17,74 0 2005 0,57 Vietnam 71,5 China 1,22 0,0006 2009 6,84 China 2,73 Singapura 0,45 0,007
Filipina 0 0,03 0,05
10. Komoditi Pala Setelah
beberapa
komoditi
sebelumnya
Singapura belum
memiliki
keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat, pada tahun 2001, seperti yang terlihat pada Tabel 40, nilai RCA Singapura berada di atas satu, namun masih jauh di
103
bawah RCA Indonesia. Keunggulan komparatif Singapura kembali berada di bawah rata-rata pada tahun 2005, karena memiliki nilai RCA yang kembali kurang dari satu, sedangkan pada tahun ini Sri Lanka sebagai pesaing kedua memiliki nilai RCA yang lebih tinggi dari Indonesia. Tahun 2009, Indonesia, India sebagai pesaing utama dan Australia sebagai pesaing kedua sama-sama memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata, diantara ketiga negara tersebut nilai RCA Indonesia merupakan yang tertinggi. Tabel 40. Nilai RCA Komoditi Pala Indonesia dan Pesaing ke Malaysia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 26,51 Singapura 1,15 0 2005 26,85 Singapura 0,45 Sri Lanka 67,55 0 2009 16,4 India 2,52 Australia 1,25 0
Filipina 0 0 0
11. Komoditi Teh Tiga negara yang memiliki nilai RCA pada tahun 2001 (Tabel 41), Australia memiliki nilai RCA yang tertinggi sebagai pesaing kedua dalam ekspor teh ke Malaysia, sedangkan China dan Indonesia berada di bawahnya dengan nilai RCA yang sama-sama lebih dari satu. Tabel 41. Nilai RCA Komoditi Teh Indonesia dan Pesaing ke Malaysia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
5,43 China 20,49 Jepang 9,07 Jepang
7,3 Australia 0,99 China 1,81 China
15,51 1,06 0,74
0 0,02 0,24
Filipina 0 0 0
Tahun 2005 ada sebuah fakta bagaimana negara pesaing utama dengan nilai ekspor yang tinggi, belum tentu memiliki nilai RCA yang lebih baik dari pesaing kedua, bahkan ditahun 2005 ini, nilai RCA pesaing utama yang diduduki Jepang belum memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat diapasar Malaysia, selain Jepang ditahun ini juga ada Thailand yang masih memiliki nilai RCA yang kurang dari satu. Tahun 2009 nilai RCA Indonesia merupakan yang tertinggi dan di
104
bawahnya ada Jepang sebagai pesaing utama yang pada tahun ini memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia, sementara China sebagai pesaing kedua dan Thailand belum memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata. 12. Komoditi Tembakau Turki sebagai pesaing utama pada tahun 2001, 2005 dan 2009, Indonesia, Yunani sebagai pesaing kedua pada tahun 2001, India sebagai pesaing kedua pada tahun 2005, Malawi sebagai pesaing kedua pada tahun 2009 dan Thailand memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata ditahunnya masing-masing (Tabel 42). Sedangkan Filipina yang mengekspor tembakau pada tahun 2005 dan 2009, hanya memiliki keunggulan komparatif ditahun 2009 saja sedangkan ditahun 2005, nilai RCA Filipina masih di bawah satu. Ada dua fakta yang terjadi pada tahun 2001 dan 2009 dimana negara pesaing utama memiliki nilai RCA yang lebih kecil dibandingkan dengan pesaing keduanya. Tabel 42. Nilai RCA Komoditi Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Malaysia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
18,59 Turki 4,45 Turki 5,81 Turki
505,79 Yunani 672,74 India 324,003 Malawi
1089,56 7,96 1810,17
2,76 5,9 2,44
0 0,54 1,62
13. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Malaysia Beberapa komoditi ekspor Indonesia ke Malaysia yang memiliki nilai RCA kurang dari satu (Tabel 43), komoditi tersebut anatara lain cengkeh, kacang mete, karet dan lada, sedangkan komoditi lainnya seperti kakao, kayu manis, kelapa sawit, kelapa, kopi, pala, teh dan tembakau memiliki nilai RCA yang konsisten di atas satu dalam tahun 2001, 2005 dan 2009. Walaupun memiliki nilai RCA yang tidak konsisten di atas satu dalam tiga tahun tersebut, komoditi kacang mete perupakan komoditi Indonesia yang memiliki pertumbuhan yang paling tinggi, yaitu sebesar 19877,9 persen, sementara untuk pertumbuhan terendah dan negatif adalah komoditi karet akibat tidak ekspornya karet alam Indonesia ke Malaysia pada tahun 2005.
105
Pasar Malaysia sama seperti pasar China, bagi Indonesia negara Malaysia memiliki pasar yang dinamis, dimana permintaan akan komoditi perkebunan Indonesia sangat tinggi dan meningkat setiap tahunnya, hal tersebut terlihat pada Tabel 43, dari hasil estimasi pangsa pasar produk, Malaysia memiliki pangsa produk yang positif, sehingga dalam penempatan posisi daya saing Indonesia akan ada pada posisi Rising Star atau Lost Opportunity. Posisi yang terbaik adalah Rising Star dan posisi daya saing tersebut yang paling diinginkan, sebab disaat permintaan Malaysia meningkat, Indonesia mampu menyediakan produk yang diinginkan oleh Malaysia dan keuntungan yang diperoleh juga meningkat. Berbeda dengan Lost Opportunity, dimana posisi ini sangat merugikan, sebab seharusnya Indonesia mampu mendapatkan keuntungan yang lebih atas dinamisnya pasar di Malaysia, namun hal tersebut tidak dapat dimanfaatkan Indonesia karena memiliki pangsa pasar ekspor yang tidak kompetitif atau memiliki nilai pangsa pasar ekspor yang negatif. Tabel 43. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Malaysia Nilai RCA Nilai EPD Komoditi
Cengkeh Kacang Mete Kakao Karet Kayu Manis Kelapa Sawit Kelapa Kopi Lada Pala Teh Tembakau
2001
2005
2009
Pertumbuhan Pangsa Pasar Ekspor (%)
Pertumbuhan Pangsa Pasar Produk (%)
Posisi Daya Saing
12,06
0,84
1,48
52,7
49
Rising Star
0,35
0,01
7,64
33632,4
49
Rising Star
36,65 0,04
21,42 0
16,44 0,02
2,5
49 49
Rising Star -
22,3
22,24
15,62
23,72
49
Rising Star
12,96
31,11
18,18
104,3
49
Rising Star
14,47 13,44 14,14 26,51 5,43 18,59
21,31 9,25 0,57 26,85 20,49 4,45
9,33 13,17 6,84 16,4 9,07 5,81
32,1 64,6 916 16,9 180,9 25,6
49 49 49 49 49 49
Rising Star Rising Star Rising Star Rising Star Rising Star Rising Star
0
Duabelas komoditi yang diteliti, sebelas komoditi yang didapat hasil estimasi posisi daya saingnya, karena tidak kontinyunya ekspor ke Malaysia, komoditi karet
106
tidak dapat diestimasi posisi daya saingnya. Setelah diestimasi, sebelas komoditi yang ada ternyata memiliki nilai pertumbuhan pangsa pasar ekspor yang diharapkan, yaitu bernilai positif. Secara keseluruhan sebelas komoditi tersebut berada pada posisi daya saing Rising Star. Kacang mete merupakan komoditi yang memiliki pertumbuhan pangsa pasar ekspor yang paling tinggi, sementara untuk pangsa ekspor yang terendah adalah kakao (Tabel 43). 5.1.4 Jepang Negara yang terkena gempa dan tsunami pada tahun 2011 ini merupakan sebuah negara kepulauan dengan pulau Hokkaido dan Honshu merupakan pulau yang terbesar. Luas total daratan Jepang adalah 377.835 km2 dengan jumlah penduduk mencapai 127.560.000 jiwa pada tahun 2009 menurut data trade profiles tahun 2010. Jepang juga negara maju yang memiliki produk domestik bruto tertinggi kedua setelah Amerika Serikat. Namun berbeda dengan komoditi perkebunan, dimana dari duabelas komoditi yang dilihat nilai ekspor impornya, hanya komoditi teh yang
Nilai Ekspor dalam 1000 US$
memiliki nilai neraca perdagangan yang surplus (Gambar 38). 100000 0 -100000 -200000 -300000 -400000 -500000 -600000 -700000 -800000 -900000 -1000000
2001 2005 2009
Komoditi
Sumber : UNComtrade Gambar 38. Neraca Perdagangan Perkebunan Jepang Tahun 2001, 2005 dan 2009
Gambar 39 memperlihatkan nilai ekspor komoditi perkebunan Indonesia ke Negara Jepang, yang menempatkan komoditi kopi, lada dan pala sebagai komoditi dengan nilai ekspor yang tertinggi, sedangkan komoditi yang memiliki rata-rata nilai
107
ekspor terendah adalah cengkeh dan kacang mete. Kopi memiliki rata-rata nilai ekspor senilai US$ 70.380.610, lada memiliki rata-rata nilai ekspor sebesar US$ 3.039.060, sedangkan komoditi pala memiliki rata-rata nilai ekspor senilai US$ 2.877.664. Nilai Ekspor dalam 1000 US$
120000
5000
100000
4000
80000 3000
60000
2000
40000
1000
20000
0
0 2001 Cengkeh Kayu Manis Lada
2005 Tahun Kacang Mete Kelapa Sawit Pala
2001
2009 Kakao Kelapa Teh
2005
2009
Karet Kopi Tembakau
Sumber : UNComtrade Gambar 39. Nilai Ekspor Dua Belas Komoditi Indonesia ke Jepang Tahun 2001, 2005 dan 2009
Komoditi perkebunan Indonesia rata-rata masih memiliki nilai ekspor di bawah pesaing lainnya seperti Singapura, Malaysia, Ekuador, China, Brazil, Vietnam dan Turki. Hanya ada dua komoditi yang diekspor ke Jepang yang menjadi tujuan impor utama negara matahari terbit tersebut, yaitu kelapa sawit pada tahun 2005 dan pala dalam tiga tahun yang ada, sedangkan komoditi lainnya yang diteliti masih berada di bawah pesaing yang telah dipaparkan tersebut. 1.
Komoditi Cengkeh Indonesia, Singapura, Madagaskar dan Vietnam merupakan empat negara dari
beberapa negara yang mengekspor cengkeh ke Jepang. Tabel 44, terlihat pada tahun 2001 Madagaskar sebagai pesaing kedua memiliki nilai RCA yang lebih tinggi dibandingkan dengan Singapura, namun sama-sama memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata. Tahun 2005 kembali terjadi nilai RCA pesaing kedua yang lebih tinggi dibandingkan dengan pesaing utama, yaitu Vietnam memiliki nilai RCA yang lebih tinggi dari pada Singapura, namun kedua negara tersebut masih memiliki nilai
108
RCA yang lebih dari satu, begitu juga Indonesia yang pada tahun 2001 tidak ekspor cengkeh ke Jepang memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata pada tahun 2005 ini. Tahun 2009 sama seperti tahun 2001, dimana Madagaskar memiliki nilai RCA yang jauh meninggalkan Singapura sebagai pesaing utama, sementara Indonesia masih memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata pada tahun ini. Tabel 44. Nilai RCA Komoditi Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Jepang Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
0 Singapura 3,17 Singapura 1,7 Singapura
28,47 Madagaskar 18,1 Vietnam 10,32 Madagaskar
853,08 18,62 13743,9
0 0 0
Filipina 0 0 0
2. Komoditi Kacang Mete Tabel 45 memperlihatkan bagaimana nilai RCA pesaing yang ekspor kacang mete ke Jepang memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata, kecuali Thailand ditahun 2001, sedangkan negara lainnya seperti India, Tanzania dan Indonesia ditahun 2001 dan Nigeria di tahun 2009 memiliki nilai RCA yang lebih dari satu dan bahkan nilai RCA Nigeria ditahun 2009 mencapai angka 1000. Tabel 45. Nilai RCA Komoditi Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Jepang Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
3.
1,13 India 1,19 Nigeria
179,56 Tanzania 1626,01
63,81 -
0,02 0
Filipina 0 0
Komoditi Kakao Tahun 2001 dan 2005 nilai RCA Indonesia belum mampu menyentuh angka
satu seperti yang terlihat pada Tabel 46, baru ditahun 2009 Indonesia mampu memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dalam ekspor kakao ke Jepang, karena memiliki nilai RCA yang lebih dari satu. Sedangkan pesaing utama dan pesaing kedua yang tertera pada Tabel 46, dalam tiga tahun tersebut memiliki nilai RCA yang sangat tinggi, sehingga memiliki keunggulan komparatif dan daya saing
109
yang kuat. Nilai RCA yang tertinggi adalah nilai RCA Ghana pada tahun 2005, yang mengalahkan nilai RCA Ekuador pada tahun 2009 yang juga sangat tinggi. Tabel 46. Nilai RCA Komoditi Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Jepang Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
4.
0,99 Ekuador 0,2 Ghana 1,77 Malaysia
906,01 Brazil 6274,41 Ekuador 11,96 Ekuador
54,71 892,05 1010,38
0 0,001 0
Filipina 0 0 0
Komoditi Karet Malaysia sebagai pesaing utama dan Thailand pada tahun 2001, 2005 dan
2009, memiliki nilai RCA yang konsisten di atas satu. Tabel 47 terlihat bagaimana karet alam Indonesia belum memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor ke Jepang, karena memiliki nilai RCA yang masih di bawah satu, sementara untuk pesaing kedua dalam tiga tahun tersebut, hanya Amerika Serikat yang pada tahun 2001 tidak memiliki keunggulan komparatif yang kuat, sementaraVietnam dan Yunani sebagai pesaing kedua pada tahun 2005 dan 2009 memiliki nilai RCA yang lebih dari satu, dan bahkan pada tahun 2009, nilai RCA Yunani lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia. Tabel 47. Nilai RCA Komoditi Karet Indonesia dan Pesaing ke Jepang Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
0,35 Malaysia 0,98 Malaysia 0,0007 Malaysia
20,96 U S 20,97 Vietnam 15,71 Yunani
0,2 7,01 56,96
3,47 7,59 9,38
Filipina 0 0 0
5. Komoditi Kayu Manis Nilai RCA Indonesia dari ekspor kayu manis ke Jepang sama seperti komoditi karet, dimana dalam tiga tahun yang ada belum mampu memiliki tingkat keunggulan komparatif yang diinginkan, sama halnya dengan Thailand yang hanya memiliki nilai RCA pada tahun 2001 dengan tingkat keunggulan komparatif yang masih di bawah rata-rata (Tabel 48). China sebagai pesaing utama dalam ekspor kayu manis ke
110
Jepang memiliki nilai RCA yang konsisten di atas satu dalam tiga tahun tersebut, namun hanya saja nilai RCA tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan pesaing keduanya yang dalam tiga tahun tersebut diduduki Vietnam pada tahun 2001 dan 2005 serta Malaysia pada tahun 2009. Tabel 48. Nilai RCA Komoditi Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Jepang Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
6.
0,3 China 0,07 China 0,01 China
4,19 Vietnam 3,28 Vietnam 2,85 Malaysia
22,8 29,35 5,31
0,0006 0 0
0 0 0
Komoditi Kelapa Sawit Komoditi hasil kelapa sawit yang diekspor Indonesia ke Jepang pada tahun
2001, 2005 dan 2009, memiliki nilai RCA yang lebih dari satu (Tabel 49). Sama halnya dengan nilai RCA pesaing utama yang pada tahun 2001 dan 2009 diduduki Malaysia serta tahun 2005 yang diduduki Ghana juga memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia, namun pada tahun 2001, Papua New Guinea sebagai pesaing kedua ternyata memiliki nilai RCA yang melebihi nilai RCA Malaysia. Terdapat dua negara yang memiliki nilai RCA di bawah satu, negara tersebut adalah Thailand pada tahun 2001 dan Australia sebagai pesaing kedua pada tahun 2009. Tabel 49. Nilai RCA Komoditi Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Jepang Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
7.
1,007 Malaysia 25,87 Ghana 3,26 Malaysia
22,82 Papua N G 15,86 21,87 Australia
105,87 0.001
0,92 0 0
0 0 0
Komoditi Kelapa Nilai RCA Indonesia untuk ekspor komoditi kelapa parut ke Jepang belum
memiliki keunggulan komparatif yang kuat, sebab nilai RCA yang tertera pada Tabel 50 dalam tahun 2001, 2005 dan 2009 masih di bawah satu. Sementara Thailand hanya
111
memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata pada tahun 2001, sedangkan untuk tahun 2005 dan 2009, nilai RCA Thailand masih di bawah satu. Dalam tiga tahun tersebut Filipina memiliki nilai RCA yang tertinggi dibandingkan dengan pesaing utama dan pesaing kedua yang juga memiliki nilai RCA yang lebih dari satu. Sebuah fakta lain dari Tabel 50 adalah negara pesaing kedua dalam tiga tahun tersebut selalu memiliki nilai RCA yang lebih tinggi dibandingkan dengan pesaing utamanya. Tabel 50. Nilai RCA Komoditi Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Jepang Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
8.
0,1 Vietnam 0,28 Singapura 0 Singapura
14,39 Sri Lanka 1,21 Vietnam 2,5 Sri Lanka
37,46 2,74 42,04
1,05 0,03 0,07
Filipina 46,65 59,63 57,97
Komoditi Kopi Thailand dan Filipina tidak memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata
dalam tiga tahun ekspor kopi ke Jepang, karena seperti yang terlihat pada Tabel 51, nilai RCA kedua negara tersebut belum menyentuh angka satu. Tabel tersebut juga dapat terlihat bagaimana negara Indonesia, Brazil sebagai pesaing utama dan Kolombia sebagai pesaing kedua, konsisten memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam tahun 2001, 2005 dan 2009, dalam tiga tahun tersebut pula nilai RCA Kolombia selalu lebih besar dibandingkan dengan Brazil sebagai pesaing utama. Tabel 51. Nilai RCA Komoditi Kopi Indonesia dan Pesaing ke Jepang Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
9.
2,53 Brazil 2,31 Brazil 2,36 Brazil
35,67 Kolombia 43,73 Kolombia 30,3 Kolombia
428,12 445,85 333,15
0,04 0,002 0,002
Filipina 0 0,002 0
Komoditi Lada Sama seperti nilai RCA pada komoditi kopi, nilai RCA Thailand dan Filipina
juga belum mampu memiliki keunggulan komparatif pada tahun 2001, 2005 dan 2009
112
(Tabel 52). Sedangkan Indonesia serta pesaing utama dan pesaing kedua, memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata pada tiga tahun tersebut, dimana pada tahun 2001, 2005 dan 2009 Malaysia sebagai negara yang memiliki nilai RCA terbesar sekaligus sebagai pesaing utama, sedangkan pesaing kedua berada di bawah nilai RCA Malaysia dalam tiga tahun tersebut. Tabel 52. Nilai RCA Komoditi Lada Indonesia dan Pesaing ke Jepang Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
2,91 Malaysia 4,69 Malaysia 5,30 Malaysia
13,97 Singapura 15,58 Singapura 14,49 India
3,72 7,63 10,38
0,1 0,009 0,007
Filipina 0 0,006 0,0005
10. Komoditi Pala Pala Indonesia memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dalam ekspor ke Jepang pada tahun 2001, 2005 dan 2009, seperti yang terlihat pada Tabel 53 nilai RCA Indonesia berada di atas satu. Indonesia bukan satu-satunya negara dengan nilai RCA yang melebihi angka satu pada tiga tahun ekspor pala ke Jepang tersebut, dimana ditahun 2001 ada Malaysia sebagai pesaing utama, ditahun 2005 ada Vietnam dan Sri Lanka sebagai pesaing utama serta pesaing kedua dan ditahun 2009 kembali Sri Lanka yang menjadi pesaing utama memiliki nilai RCA di atas satu. Sedangkan Singapura ditahun 2001 sebagai negara pesaing kedua dan Korea yang juga sebagai pesaing kedua ditahun 2009, belum memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata. Tabel 53. Nilai RCA Komoditi Pala Indonesia dan Pesaing ke Jepang Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
19,75 Malaysia 25,41 Vietnam 21,36 Sri Lanka
2,4 Singapura 1,51 Sri Lanka 7,56 Korea, Rep.
0,65 12,99 0,02
0 0 0
Filipina 0 0 0
11. Komoditi Teh China memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dalam ekspor teh ke Jepang dalam tahun 2001, 2005 dan 2009, walaupun tidak menjadi pesaing utama
113
pada tahun 2009, nilai RCA China masih di atas satu. Ditahun 2001 selain China, Brazil juga memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dan bahkan memiliki nilai RCA yang lebih tinggi dari pesaing utama tersebut, sedangkan Indonesia dan Thailand belum memiliki daya saing dan keunggulan komparatif yang kuat, karena nilai RCA di bawah satu (Tabel 54). Ditahun 2005 Prancis yang menemani China sebagai negara yang memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dan kembali nilai RCA Prancis sebagai pesaing kedua memiliki nilai RCA yang lebih tinggi dari China, sementara Indonesia masih belum mampu memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata pada tahun ini. Prancis memiliki nilai RCA yang tinggi pada tahun 2009 sebagai pesaing utama, sementara Indonesia mulai memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dalam ekspor teh ke Jepang, sedangkan Thailand pada tahun 2009 ini juga masih belum memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia. Tabel 54. Nilai RCA Komoditi Teh Indonesia dan Pesaing ke Jepang Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
0,34 China 0,74 China 1,14 Prancis
3,13 Brazil 2,48 Prancis 19,28 China
20,44 9,74 1,007
0,02 0 0,03
Filipina 0 0 0
12. Komoditi Tembakau Indonesia tidak memiliki daya saing dan keunggulan komparatif yang kuat dalam ekspor tembakau ke Jepang pada tahun 2001, 2005 dan 2009, seperti yang terlihat pada Tabel 55, nilai RCA Indonesia masih di bawah satu, selain Indonesia pada tahun 2009 pesaing kedua yang diduduki Inggris juga belum mampu menjadi negara dengan keunggulan komparatif di atas rata-rata. Tabel 55. Nilai RCA Komoditi Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Jepang Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 0,05 Yunani 1588,5 Turki 766,54 0 0 2005 0,17 Turki 595,31 Macedonia 14875,86 0 0 2009 0,0001 Belgia 126,55 U K 0,63 0 0
114
Diantara tiga tahun tersebut Macedonia merupakan negara yang memiliki nilai RCA yang paling tinggi pada tahun 2005, kemudian ada Yunani ditahun 2001, Turki ditahun 2001 dan 2005 serta Belgia ditahun 2009 yang mana keempat negara tersebut memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata. 13. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Jepang Pertumbuhan nilai RCA Indonesia di Jepang bervariasi berdasarkan komoditinya masing-masing dalam tahun 2001, 2005 dan 2009, hal tersebut akibat dari nilai RCA yang mengalami pertumbuhan tinggi, pertumbuhan rendah dan bahkan negatif. Komoditi yang memiliki pertumbuhan nilai RCA tertinggi adalah kelapa sawit dengan persentase pertumbuhan sebesar 1190,2 persen dan bahkan nilai RCA kelapa sawit tidak pernah kurang dari satu. Sementara, beberapa komoditi memiliki pertumbuhan positif namun dalam tiga tahun yang sama memiliki tingkat daya saing yang lemah, seperti komoditi kakao, karet, kelapa, teh dan tembakau. Nilai RCA dengan pertumbuhan terendah bahkan negatif diperoleh pada komoditi kayu manis yang turun sebesar 77 persen. Komoditi dengan keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat, namun pertumbuhannya bernilai negatif adalah komoditi kopi. Tabel 56. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Jepang Nilai RCA Komoditi Cengkeh Kacang Mete Kakao Karet Kayu Manis Kelapa Sawit Kelapa Kopi Lada Pala Teh Tembakau
2001
2005
Nilai EPD Pertumbuhan Pertumbuhan 2009 Pangsa Pasar Pangsa Pasar Ekspor (%) Produk (%) 1,77 4,5
0
3,17
1,13
-
0,99 0,35
0,2 0,98
1,77 0,0007
0,3
0,07
1,007 0,1 2,53 2,91 19,75 0,34 0,05
1,19
-
Posisi Daya Saing -
4,5
-
431,6 22,4
4,5 4,5
0,01
-77,3
4,5
Rising Star Rising Star Lost Opportunity
25,87
3,26
1042,8
4,5
Rising Star
0,28 2,31 4,69 25,41 0,74 0,17
0 2,36 5,3 21,36 1,14 0,0001
22,5 2,1 39,3 7,6 87,6 40,6
4,5 4,5 4,5 4,5 4,5 4,5
Rising Star Rising Star Rising Star Rising Star Rising Star Rising Star
115
Nilai pertumbuhan pangsa pasar produk ke Jepang bernilai positif (Tabel 56), yang berarti pasar Jepang merupakan sebuah pasar dinamis yang harus diperoleh keuntungannya dengan menyediakan komoditi dari Indonesia yang diinginkan masyarakat Jepang. Pada posisi pasar Jepang yang dinamis tersebut, ada dua kemungkinan posisi daya saing Indonesia, yaitu Rising Star atau Lost Opportunity. Dari duabelas komoditi yang ada, hanya sepuluh komoditi yang memiliki nilai EPD karena memiliki kekontinyuan dalam ekspor ke Jepang. Ada satu komoditi Indonesia yang berada pada posisi Lost Opportunity yaitu kayu manis karena memiliki pangsa ekspor yang tidak kompetitif, sementara sembilan komoditas lainnya seperti kakao, karet, kelapa sawit, kelapa, kopi, lada, pala, teh dan tembakau berada pada posisi Rising Star, sehingga komoditi tersebut sangat menguntungkan untuk dikembangkan di pasar Jepang. 5.1.5 Belgia Belgia terletak di kawasan barat Benua Eropa dengan jumlah penduduk mencapai 10.789.000 jiwa pada tahun 2009 dengan menduduki wilayah seluas 30.528 km2. Negara ini memiliki pendapatan perkapita senilai US$ 31,400 yang merupakan pendapatan tertinggi ketiga belas di dunia. Untuk perdagangan komoditi perkebunan negara ini memiliki neraca komoditi yang masih defisit yang sangat tinggi, seperti komoditi tembakau dan kopi, sedangkan Gambar 40 memperlihatkan surplus neraca
Nilai Ekspor dalam 1000 US$
perdagangan hanya diperoleh komoditi teh, kakao dan karet. 100000 0 -100000 2001 -200000
2005
-300000
2009
-400000 -500000
Komoditi
Sumber : UNComtrade Gambar 40. Neraca Perdagangan Perkebunan Belgia Tahun 2001, 2005 dan 2009
116
Komoditi Indonesia yang memiliki nilai ekspor terbesar dari dua belas komoditi yang diteliti adalah kopi, tembakau dan pala, sedangkan komoditi yang memiliki rata-rata nilai ekspor terendah yang diekspor ke Belgia adalah kacang mete, kelapa sawit, cengkeh dan teh. Rata-rata nilai ekspor kopi adalah senilai US$ 21.725.260, rata-rata nilai ekspor tembakau adalah senilai US$ 10.790.210, sedangkan rata-rata nilai ekspor pala adalah senilai US$ 1.123.277. Gambar 41 memperlihatkan bagaimana nilai ekspor komoditi perkebunan Indonesia yang diekspor ke Belgia. Kayu manis tahun 2005 dan 2009 serta pala tahun 2009 merupakan dua komoditi yang pada tahunnya masing-masing tersebut merupakan tujuan impor utama Belgia dari Indonesia, sedangkan komoditi lainnya masih belum menjadi tujuan impor negara tersebut. Hal tersebut terjadi akibat adanya persaingan dari negara lainnya yang juga ekspor komoditi perkebunan ke Belgia. Negara-negara tersebut
Nilai Ekspor dalam 1000 US$
antara lain adalah Belanda, Madagaskar, Pantai Gading, Malaysia, Brazil dan Prancis. 60000 2500
50000 2000
40000
1500
30000
1000
20000
500
10000
0 2001
0 2001 Cengkeh Kayu Manis Lada
2005 Tahun Kacang Mete Kelapa Sawit Pala
2005
2009
2009 Kakao Kelapa Teh
Karet Kopi Tembakau
Sumber : UNComtrade Gambar 41. Nilai Ekspor Dua Belas Komoditi Indonesia ke Belgia Tahun 2001, 2005 dan 2009
1.
Komoditi Cengkeh Tabel 57 memperlihatkan bagaimana negara Indonesia, Madagaskar, Prancis,
Belanda dan Malaysia memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata pada
117
komoditi cengkeh ke Belgia dalam tahun 2001, 2005 dan 2009. Ditahun 2001 Madagaskar memiliki nilai RCA yang lebih tinggi dari pada Prancis sebagai pesaing kedua, ditahun 2005 Malaysia yang memiliki nilai RCA yang tertinggi dibandingkan dengan Indonesia dan Belanda sebagai pesaing utama, sedangkan ditahun 2009 Madagaskar kembali memiliki nilai RCA tertinggi, namun pada tahun ini posisi Madagaskar merupakan sebagai pesaing kedua, sementara di bawahnya ada Prancis dan Indonesia. Tabel 57. Nilai RCA Komoditi Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Belgia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 0 Madagaskar 6721,4 Prancis 1,7 0 2005 29,03 Belanda 3,42 Malaysia 63,47 0 2009 2,81 Prancis 3,76 Madagaskar 3473,1 0
2.
Filipina 0 0 0
Komoditi Kacang Mete Belanda merupakan pesaing kedua pada tahun 2005 dan 2009 dalam ekspor
kacang mete ke Belgia, namun negara tersebut belum memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dalam ekspor kacang mete ke Belgia pada dua tahun tersebut, karena seperti nilai RCA Belanda di bawah satu (Tabel 58). Sementara pesaing utama pada tahun 2001, 2005 dan 2009 yang diduduki India, Guinea dan Nigeria memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor kacang mete ke Belgia. Tabel 58. Nilai RCA Komoditi Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Belgia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Filipina Nilai Nilai Thailand Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
3.
0 0 0
India Guinea Nigeria
113,67 3263,67 Belanda 995,13 Belanda
0,01 0,06
0 0 0
0 0 0
Komoditi Kakao Pantai Gading memiliki keunggulan komparatif dalam ekspor kakao ke Belgia
pada tahun 2001, 2005 dan 2005, hal tersebut dapat terlihat pada Tabel 59, dimana
118
nilai RCA negara tersebut melebihi angka satu walaupun tidak sebagai pesaing utama pada tahun 2005. Tabel 59. Nilai RCA Komoditi Kakao Indonesia dan Pesaing ke Belgia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
2,74 P. Gading 0,25 Ghana 0,67 P. Gading
1202,59 Belanda 531,65 P. Gading 754,78 Nigeria
0,71 677,54 269,85
0 0 0
Filipina 0 0 0
Tahun 2001 Indonesia juga memiliki nilai RCA yang lebih dari satu, sedangkan pesaing kedua yang diduduki Belanda masih belum memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata. Ghana sebagai pesaing utama pada tahun 2005 memang memiliki keunggulan komparatif, namun nilai RCAnya masih di bawah pesaing kedua, sementara Indonesia pada tahun ini, tidak memiliki daya saing dan keunggulan komparatif yang kuat di pasar Belgia. Tahun 2009 Indonesia masih memiliki nilai RCA di bawah satu sedangkan pesaing kedua yang diduduki Nigeria memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dengan nilai RCA yang tinggi walaupun nilai RCAnya masih di bawah Pantai Gading. 4.
Komoditi Karet Keunggulan komparatif dan daya saing Indonesia bertolak belakang dengan
Thailand pada komoditi karet, dimana dalam tahun 2001, 2005 dan 2009, seperti yang terlihat pada Tabel 60, nilai RCA Indonesia masih di bawah satu sedangkan Thailand memiliki nilai RCA yang jauh di atas satu. Tabel 60. Nilai RCA Komoditi Karet Indonesia dan Pesaing ke Belgia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
0,003 Kamerun 0,26 Kamerun 0,55 Nigeria
323,49 Belanda 281,25 Malaysia 213,67 Malaysia
0,41 46,6 59,59
75,39 132,82 120,35
Filipina 0 0 0
Disisi pesaing utama dan pesaing kedua pada tahun 2001 ada Kamerun dan Belanda yang juga mengalami hal seperti Indonesia dan Thailand, dimana Kamerun
119
memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat sedangkan Belanda tidak. Tahun 2005 dan 2009 Kamerun, Malaysia, dan Nigeria sebagai pesaing memiliki keunggulan komparatif dalam ekspor karet alam ke Belgia. 5. Komoditi Kayu Manis Tabel 61 memperlihatkan bagaimana pada tahun 2001, 2005 dan 2009 setiap negara yang tertera pada tabel tersebut memiliki nilai RCA yang lebih dari satu kecuali Thailand pada tahun 2005, sehingga negara tersebut memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat terhadap komoditi kayu manis ke Belgia. Tahun 2001 Indonesia, Belanda dan Prancis yang memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat. Tahun 2005 Indonesia, Vietnam dan Belanda yang menjadi negara dengan nilai RCA di atas satu, bahkan pada tahun tersebut pesaing kedua yang diduduki Vietnam memiliki nilai RCA yang lebih tinggi dibandingkan dengan pesaing utama yang diduduki Belanda sementara ditahun 2009, Indonesia, Prancis dan Belanda kembali memiliki nilai RCA di atas satu. Tabel 61. Nilai RCA Komoditi Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Belgia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 55,51 Belanda 3,21 Prancis 1,09 0 0 2005 136,91 Belanda 1,49 Vietnam 62,72 0,03 0 2009 105,06 Prancis 2,69 Belanda 1,68 0 0
6.
Komoditi Kelapa Sawit Belanda konsisten memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat
dalam ekspor CPO ke Belgia pada tahun 2001, 2005 dan 2009, hal tersebut dibuktikan dengan melihat tabel RCA negara tersebut yang tertera pada Tabel 62. Tabel 62. Nilai RCA Komoditi Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Belgia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 0 Belanda 5,04 Papua N G 2704,54 0 0 2005 0 Belanda 6,34 Malaysia 23,7 0 0 2009 0 Belanda 6,11 Jerman 0,09 0 0
120
Sementara pesaing kedua setiap tahunnya juga memiliki nilai RCA yang lebih dari satu kecuali Jerman pada tahun 2009, dan bahkan pada tahun 2001 dan 2005 nilai RCA Papua New Guinea dan Malaysia jauh di atas nilai RCA Belanda. 7. Komoditi Kelapa Tabel 63 memperlihatkan bagaimana Filipina yang merupakan negara dengan nilai ekspor kelapa parut terbesar di dunia memiliki keunggulan komparatif dan daya saing di atas rata-rata akan komoditi tersebut ke Belgia pada tahun 2001, 2005 dan 2009. Selain Filipina, Singapura yang menjadi pesaing utama ditahun 2001 dan pesaing kedua pada tahun 2005 dan 2009 juga memiliki nilai RCA yang membuat negara tersebut memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor kelapa parut ke Belgia, Belanda yang menjadi pesaing kedua pada tahun 2001 dan menjadi pesaing utama pada tahun 2005 dan 2009 juga memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat. Indonesia yang juga ekspor kelapa parut ke Belgia dalam tiga tahun tersebut hanya memiliki keunggulan komparatif yang kuat pada tahun 2001 dengan nilai RCA yang melebihi pesaing kedua, sementara ditahun 2005 dan 2009 nilai RCA Indonesia belum mampu menyentuh angka satu. Tabel 63. Nilai RCA Komoditi Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Belgia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
8.
10,32 Singapura 0,003 Belanda 0,15 Belanda
65,1 Belanda 1,29 Singapura 1,54 Singapura
1,5 60,88 17,53
0 0 0,0004
Filipina 271,39 578,17 317,27
Komoditi Kopi Brazil, Indonesia serta pesaing kedua ditahun 2001, 2005 dan 2009 memiliki
keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor kopi ke Belgia, seperti yang terlihat pada Tabel 64, nilai RCA negara-negara tersebut melebihi angka satu sehingga bisa dikatakan mempunyai keunggulan dan daya saing yang kuat, berbeda dengan Thailand yang dalam tiga tahun tersebut belum mampu memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata negara yang mengekspor kopi ke Belgia. Negara yang menjadi pesaing kedua pada tahun 2001 adalah Vietnam, sedangkan ditahun 2005
121
dan 2009 adalah Kolombia, dimana terdapat sebuah fakta bahwa pesaing kedua memiliki nilai RCA yang lebih tinggi dibandingkan dengan pesaing utamanya. Tabel 64. Nilai RCA Komoditi Kopi Indonesia dan Pesaing ke Belgia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
9.
3,03 Brazil 8,34 Brazil 17,36 Brazil
24,48 Vietnam 34,95 Kolombia 34,27 Kolombia
77,96 154,67 94,56
0,72 0,19 0,006
Filipina 0 0 0
Komoditi Lada Tabel 65 memperlihatkan bagaimana nilai RCA Indonesia, negara pesaing
utama yang diduduki Belanda tahun 2001 dan 2009 serta Vietnam tahun 2005, negara pesaing kedua yang diduduki Singapura tahun 2001, Belanda tahun 2005 dan India tahun 2009 memiliki keunggulan komparatif dan daya saing di atas rata-rata negara yang ekspor lada ke Belgia. Berbeda dengan Thailand yang ekspor pada tahun 2005 dan Filipina yang ekspor pada tahun 2009, kedua negara tersebut belum memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat dibandingkan dengan negara-negara pesaing lainnya. Tabel 65. Nilai RCA Komoditi Lada Indonesia Pesaing ke Belgia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
7,42 Belanda 28,92 Vietnam 31,04 Belanda
2,6 Singapura 116,72 Belanda 2,43 India
34,44 1,2 13,64
0 0,02 0
Filipina 0 0 0,01
10. Komoditi Pala Nilai RCA Grenada sebagai pesaing utama, Indonesia dan Belanda sebagai pesaing kedua pada tahun 2001 memiliki keunggulan komparatif di atas negaranegara lainnya yang ekspor pala ke Belgia, bahkan nilai RCA Grenada melebihi angka 45000. Tahun 2005 Indonesia dan Belanda yang menjadi pesaing utama masih memiliki nilai RCA di atas satu, sementara Jerman yang pada tahun ini menjadi pesaing kedua hanya memiliki nilai RCA di bawah satu (Tabel 66). Nilai RCA
122
Indonesia melebihi angka 100 pada tahun 2009, sedangkan Belanda berada jauh di bawahnya dengan nilai RCA yang juga lebih dari satu, sedangkan pesaing kedua yang pada tahun ini diduduki Prancis masih belum mampu memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat. Tabel 66. Nilai RCA Komoditi Pala Indonesia dan Pesaing ke Belgia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Nilai Nilai Thailand Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
28,16 Grenada 98,74 Belanda 115,2 Belanda
48837,06 Belanda 2,59 Jerman 2,22 Prancis
1,86 0,47 0,84
Filipina
0 0 0
0 0 0
11. Komoditi Teh China dan Prancis memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata negara lainnya dalam ekspor teh ke Belgia, seperti yang tertera pada Tabel 67, nilai RCA kedua negara tersebut pada tahun 2001, 2005 dan 2009 melebihi angka satu, dan bahkan pada tahun 2005 dan 2009 nilai RCA China sebagai pesaing kedua memiliki nilai RCA yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai RCA Prancis. Thailand yang hanya ekspor pada tahun 2001 dan 2005 belum memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat, begitu juga dengan Indonesia yang hanya ekspor pada tahun 2005 yang masih belum mampu mencapai nilai RCA di atas satu. Tabel 67. Nilai RCA Komoditi Teh Indonesia dan Pesaing ke Belgia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
0 China 0,006 Prancis 0 Prancis
25,17 Prancis 3,32 China 2,3 China
2,26 5,17 6,7
0,005 0,05 0
Filipina 0 0 0
12. Komoditi Tembakau Indonesia, negara pesaing utama yang diduduki India pada tahun 2001, Yunani pada tahun 2005 dan Malawi pada tahun 2009 serta negara pesaing kedua yang diduduki Sri Lanka pada tahun 2001, Turki pada tahun 2005 dan Yunani pada tahun 2009 memiliki nilai RCA yang lebih dari satu, seperti yang tertera pada Tabel
123
68. Sementara Filipina yang ekspor tembakau ke Belgia pada tiga tahun tersebut hanya mampu memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata pada tahun 2001, sedangkan Thailand yang ekspor pada tahun 2001 dan 2009 hanya memiliki nilai RCA di atas satu pada tahun 2009. Tabel 68. Nilai RCA Komoditi Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Belgia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
23,4 India 14,56 Yunani 9,36 Malawi
24,62 Sri Lanka 300,24 Turki 387,59 Yunani
163,69 48,84 170,92
0,11 0 1,03
3,82 0,32 0,54
13. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Belgia Pertumbuhan nilai RCA Indonesia berfluktuasi sesuai dengan komoditinya masing-masing, dimana pada tahun 2001, 2005 dan 2009, pertumbuhan RCA karet merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 4220,8 persen, namun nilai RCA nya dalam tiga tahun tersebut masih di bawah satu, sementara untuk pertumbuhan nilai RCA yang terkecil dan bahkan negatif adalah komoditi cengkeh dan teh yang turun lebih dari 90 persen. Sementara dari duabelas komoditi terebut seperti kayu manis, kopi, lada, pala dan tembakau memiliki nilai RCA yang konsisten di atas satu dalam tiga tahun yang ada, namun hanya tembakau yang memiliki pertumbuhan rata-rata yang negatif yaitu sebesar 36,7 persen (Tabel 69). Posisi pasar Belgia sangat tidak dinamis bagi Indonesia, karena nilai pertumbuhan pangsa pasar produk yang negatif sehingga mengindikasikan permintaan komoditi dari Belgia menurun setiap tahun 2001, 2005 dan 2009. Dari nilai pangsa pasar produk yang negatif tersebut posisi daya saing yang mungkin bagi komoditi Indonesia adalah Falling Star atau Retreat, namun ada komoditi yang tidak bisa diestimasi posisi daya saingnya akibat ekspor yang tidak kontinyu ke Belgia, seperti cengkeh, kacang mete, kelapa sawit dan teh. Dari delapan komoditi yang dapat diestimasi posisi daya saingnya, tujuh diantaranya memiliki posisi daya saing Falling Star, sedangkan satu komoditi lainnya berada pada posisi Retreat. Posisi daya saing Falling Star ditempati komoditi kakao, karet, kayu manis, kelapa, kopi, lada
124
dan pala, yang berarti komoditi-komoditi tersebut sangat kompetitif untuk terus dikembangkan namun tidak dianamis di pasar Belgia, sehingga akan lebih baik apabila komoditi tersebut di pasarkan kenegara lainnya atau ke dalam negeri sendiri. Sedangkan komoditi tembakau berada pada posisi dayasiang yang sangat buruk yaitu posisi Retreat, yang berarti memiliki produk yang tidak kompetitif di pasar yang juga tidak dinamis, karena setiap tahun 2001, 2005 dan 2009 mengalami penurunan pangsa pasar Indonesia sebesar 45 persen. Tabel 69. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Belgia Nilai RCA Nilai EPD Komoditi Cengkeh Kacang Mete Kakao Karet Kayu Manis Kelapa Sawit Kelapa Kopi Lada Pala Teh Tembakau
2001
2005
2009
Pertumbuhan Pangsa Pasar Ekspor (%)
Pertumbuhan Pangsa Pasar Produk (%)
Posisi Daya Saing
2,81
-
-14,3
-
0
0
-
-14,3
-
2,74 0,003
0,25 0,26
0,67 0,55
27,7 3181,7
-14,3 -14,3
Falling Star Falling Star
55,51
136,92
105,1
29,7
-14,3
Falling Star
0
0
0
-14,3
-
-14,3 -14,3 -14,3 -14,3 -14,3 -14,3
Falling Star Falling Star Falling Star Falling Star Retreat
0 0
10,32 3,03 7,42 28,16 0 23,4
29,03
0,003 8,34 28,92 98,74 0,006 14,56
0,15 17,36 31,04 115,2 0 9,36
1978,1 103,2 98,3 88,1 -45,7
5.1.6 Belanda Belanda memiliki jumlah penduduk mencapai 16.531.000 jiwa pada tahun 2009, yang menempati wilayah seluas 41.526 km2. PDB Belanda mencapai US$ 792.128 milyar pada tahun 2009 dengan nilai pertukaran perkapita penduduknya sebesar US $ 65.149 pada periode tahun 2007 hingga 2009 (WTO Trade Profiles, 2010). Didalam perdagangan komoditi perkebunan secara Internasional, negara ini masih memiliki neraca yang defisit. Seperti yang terlihat pada Gambar 42, hampir
125
semua komoditi yang diperlihatkan memiliki nilai neraca perdagangan yang negatif, hanya komoditi pala dan cengkeh yang memiliki nilai yang positif. Nilai Ekspor dalam 1000 US$
200000 0 -200000 -400000
2001
-600000
2005
-800000
2009
-1000000 -1200000 -1400000
Komoditi
Sumber : UNComtrade Gambar 42. Neraca Perdagangan Perkebunan Belanda Tahun 2001, 2005 dan 2009
Belanda merupakan negara yang menjadi pintu gerbang masuknya komoditi perkebunan dari negara-negara non-Eropa, sehingga negara ini menjadi negara tujuan ekspor negara di dunia termasuk Indonesia. Hasil dari masuknya komoditi-komofditi tersebut kemudian di salurkan ke Negara Eropa lainnya, dimana salah satu contohnya adalah kelapa sawit Indonesia yang diekspor ke Belanda yang kemudian ditransfer lagi oleh Belanda ke Belgia. Komoditi yang memiliki rata-rata nilai ekspor tertinggi ke Belanda adalah Kelapa sawit. Seperti yang terlihat pada Gambar 43, komoditi lainnya berada jauh di bawah komoditi kelapa sawit yang dilihat dari nilai ekspornya dan bahkan cendrung berfluktuasi. Kelapa sawit memiliki rata-rata nilai ekspor senilai US$ 326.512.800, sedangkan komoditi lainnya memiliki kisaran nilai ekspor antara US$ 0 - 10.000.000. Komoditi yang memiliki nilai ekspor terendah akibat tidak kontinyu dalam ekspor adalah komoditi kacang mete dan karet. Walaupun hanya ada dua komoditi yang tidak konsisten diekspor ke Belanda, bukan berarti Indonesia menjadi pengekspor utama komoditi perkebunan ke Belanda. Komdoiti yang menjadi tujuan impor utama Belanda adalah kayu manis pada tahun 2001, 2005 dan 2009, kelapa sawit tahun 2001 dan 2009, lada pada tahun 2009 dan pala pada tahun 2005. Pesaing Indonesia dalam ekspor komoditi perkebunan ke
126
Belanda adalah Belgia, Madagaskar, Pantai Gading, Sri Lanka, Malaysia, Brazil,
Nilai Ekspor dalam 1000 US$
Singapura dan Turki. 700000
12000
600000
10000
500000
8000
400000
6000
300000
4000
200000
2000
100000
0 2001
0 2001
2005
2005
2009
2009
Tahun Cengkeh Kacang Mete Kakao Karet Kayu Manis Kelapa Sawit kelapa Kopi Lada Pala Teh Tembakau Sumber : UNComtrade Gambar 43. Nilai Ekspor Dua Belas Komoditi Indonesia ke Belanda Tahun 2001, 2005 dan 2009
1. Komoditi Cengkeh Komoditi cengkeh Madagaskar memiliki daya saing dan keunggulan komparatif yang kuat selama tahun 2001, 2005 dan 2009, seperti yang terlihat pada Tabel 70, walaupun tidak selalu menjadi pesaing utama, namun nilai RCA negara tersebut merupakan yang paling tinggi dalam tiga tahun tersebut, sedangkan nilai RCA Indonesia berada di bawah nilai RCA Madagaskar yang juga memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata negara pengekspor cengkeh ke Belanda. Negara lainnya yang juga tertera pada Tabel 70, adalah Brazil sebagai pesaing kedua pada tahun 2001, Belgia sebagai pesaing utama pada tahun 2005 dan Prancis sebagai pesaing kedua pada tahun 2009 sama-sama memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata negara lainnya, namun nilai RCA ketiga negara tersebut masih di bawah Indonesia. Sementara Thailand yang hanya ekspor cengkeh pada tahun 2005 memiliki nilai RCA yang masih di bawah satu.
127
Tabel 70. Nilai RCA Komoditi Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Belanda Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
2.
19,02 Madagaskar 19,55 Belgia 8,08 Madagaskar
4539,54 Brazil 2,77 Madagaskar 15131,2 Prancis
11,14 7210,7 3,37
Filipina
0 0,09 0
0 0 0
Komoditi Kacang Mete Negara pesaing utama yang diduduki India pada tahun 2001, Amerika Serikat
pada tahun 2005 dan Burkinafaso pada tahun 2009 serta pesaing kedua yang diduduki Amerika Serikat pada tahun 2001, Tanzania pada tahun 2005 dan Belgia pada tahun 2009 sama-sama memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan negara lainnya dalam ekspor kacang mete ke Belanda. Tabel 71 terlihat bagaimana nilai RCA masing-masing negara tersebut lebih dari satu, dan pada tahun 2005 nilai RCA Tanzania bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan Amerika Serikat. Hasil estimasi RCA Indonesia bertolak belakang dengan hsail negara pesaing utama dan pesaing kedua yang telah disebutkan sebelumnya, dimana hasil yang diperoleh adalah Indonesia belum memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat dibandingkan dengan negara pesaing lainnya yang juga ekspor kacang mete ke Belanda. Tabel 71. Nilai RCA Komoditi Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Belanda Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
3.
0,06 India 0 US 0 Burkinafaso
212,88 U S 6,16 Tanzania 177819,2 Belgia
1,04 978,13 1,7
0 0 0
0 0 0
Komoditi Kakao Indonesia dan Pantai Gading memiliki kondisi daya saing yang berbeda pada
tahun 2001, 2005 dan 2009 dalam ekspor kakao ke Belanda, berdasarkan hasil estimasi RCA pada Tabel 72, terlihat bagaimana dalam tiga tahun tersebut nilai RCA Indonesia belum melebihi angka satu sedangkan Pantai Gading memiliki nilai RCA
128
yag lebih dari satu. Sementara untuk pesaing kedua disetiap tahunnya yaitu Kamerun pada tahun 2001, Ghana Pada tahun 2005 dan Belgia pada tahun 2009 memiliki tingkat daya saing yang berbeda, dimana dua negara yang disebutkan pertama memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat, sedangkan Belgia masih belum memiliki keunggulan komparatif di atas negara lainnya dalam ekspor kakao ke Belanda. Tabel 72. Nilai RCA Komoditi Kakao Indonesia dan Pesaing ke Belanda Pesaing 1 Pesaing 2 Indonesia Thailand Nilai Nilai Tahun Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
4.
0,08 P. Gading 0,34 P. Gading 0,87 P. Gading
321,37 Kamerun 195,48 Ghana 245,29 Belgia
267,89 313,63 0,77
0 0 0
Filipina 0 0 0
Komoditi Karet Indonesia pada tahun 2001 dan 2005, Belgia sebagai pesaing utama pada
tahun 2001, 2005 dan 2009, Malaysia sebagai pesaing kedua pada tahun 2001 dan 2009, Guatemala sebagai pesaing kedua pada tahun 2005 serta Thailand pada tahun 2001, 2005 dan 2009 memiliki tingkat daya saing dan keunggulan komparatif di atas rata-rata negara lainnya dalam ekspor karet alam ke Belanda dalam tiga tahun tersebut. Seperti yang tertera pada Tabel 73, nilai RCA negara-negara tersebut berada di atas satu dan Guatemala merupakan negara yang memiliki nilai RCA tertinggi pada tahun 2005. Tabel 73. Nilai RCA Komoditi Karet Indonesia dan Pesaing ke Belanda Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
5.
4,3 Belgia 7,28 Belgia 0 Belgia
3,11 Malaysia 4,36 Guatemala 4,8 Malaysia
7,11 524,9 12,52
27,83 33,7 30,03
Filipina 0 0 0
Komoditi Kayu Manis Sri Lanka dan Indonesia sama-sama memiliki keunggulan komparatif di atas
rata-rata dalam ekspor kayu manis ke Belanda pada tahun 2001, 2005 dan 2009.
129
Seperti yang tertera pada Tabel 74, dua negara tersebut memiliki nilai RCA yang lebih dari satu, namun Sri Lanka dan Indonesia tidak sendirian memiliki nilai RCA yang lebih dari satu, sebab ada Vietnam sebagai pesaing utama pada tahun 2001 dan Belgia sebagai pesaing kedua pada tahun 2009 yang juga memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata, sedangkan pada tahun 2005 pesaing utama yang diduduki Belgia hanya memiliki daya saing yang lemah. Sementara Thailand yang juga ekspor kayu manis ke Belanda pada tahun 2005 dan 2009 belum memiliki tingkat daya saing yang kuat. Tabel 74. Nilai RCA Komoditi Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Belanda Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
6.
115,98 Vietnam 123,49 Belgia 57,35 Sri Lanka
65,28 Sri Lanka 0,96 Sri Lanka 805,94 Belgia
126,4 278,8 1,38
0 0,03 0,01
0 0 0
Komoditi Kelapa Sawit Tabel 75 memperlihatkan bagaimana nilai RCA Indonesia, Malaysia sebagai
pesaing utama pada tahun 2001, 2005 dan 2009, serta pesaing kedua yang diduduki Papua New Guinea pada tahun 2001 dan Pantai Gading pada tahun 2005 dan 2009 yang memenuhi syarat sebagai negara yang memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata negara lainnya yang ekspor CPO ke Belanda pada tiga tahun tersebut. Diantara tiga tahun tersebut nilai RCA yang tertinggi dimiliki oleh Papua New Guinea yang memiliki nilai RCA lebih dari 750. Tahun 2009 Thailand juga melakukan ekspor CPO ke Belanda namun masih memiliki tingkat daya saing yang rendah. Tabel 75. Nilai RCA Komoditi Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Belanda Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 68,25 Malaysia 24,18 Papua N G 764,45 0 0 2005 69,18 Malaysia 44,12 P. Gading 6,11 0 0 2009 76,59 Malaysia 39,97 P. Gading 5,69 0,02 0
130
7. Komoditi Kelapa Filipina, Singapura sebagai pesaing kedua pada tahun 2001, 2005 dan 2009, Belgia sebagai pesaing utama pada tahun yang sama dan Indonesia memiliki nilai RCA yang lebih dari satu pada tiga tahun tersebut seperti yang terlihat pada Tabel 76. Nilai RCA yang menarik terjadi dalam ekspor kelapa parut ke Belanda, karena nilai RCA pesaing kedua selalu lebih tinggi dari nilai RCA pesaing utama dalam tiga tahun tersebut. Thailand yang ekspor kelapa parut pada tahun 2005 dan 2009 belum memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata. Tabel 76. Nilai RCA Komoditi Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Belanda Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
8.
4,83 Belgia 3,19 Belgia 1,54 Belgia
4,86 Singapura 3,94 Singapura 4,88 Singapura
7,19 7,85 4,92
Filipina
0 0,009 0,01
9,53 36 47,6
Komoditi Kopi Brazil dan Belgia yang bergantian menjadi pesaing utama dan pesaing kedua
serta Indonesia pada tahun 2001, 2005 dan 2009 memiliki nilai RCA yang lebih dari satu, seperti yang tertera pada Tabel 77. Sementara ditahun 2001 dan 2005 Thailand yang juga memiliki nilai RCA belum mampu memiliki keunggulan komparatif seperti Indonesia, Brazil dan Belgia. Tabel 77. Nilai RCA Komoditi Kopi Indonesia dan Pesaing ke Belanda Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2,09 Belgia 2,01 Brazil 13,74 0,01 2005 1,88 Brazil 13,64 Belgia 1,53 0,01 2009 2,38 Belgia 6,66 Brazil 7,46 0
9.
Filipina 0 0 0
Komoditi Lada Dalam tiga tahun yang diteliti, nilai RCA Indonesia selalu berada di atas satu
dalam ekspor lada ke Belanda seperti yang tertera pada Tabel 78. Ditahun 2001 Indonesia bukan negara satu-satunya memiliki nilai RCA di atas satu, masih ada
131
Singapura dan Brazil, namun nilai RCA kedua negara ini masih berada di bawah Indonesia, sedangkan Thailand dan Filipina masih belum mampu memiliki nilai ekspor di atas satu pada tahun 2001 ini. Tabel 78. Nilai RCA Komoditi Lada Indonesia dan Pesaing ke Belanda Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 26,18 Singapura 15,93 Brazil 13,79 0,006 2005 20,77 Vietnam 219,68 Meksiko 66,3 0,13 2009 46,9 Brazil 12,84 Jerman 0,88 1,09
Filipina 0,0008 0,001 0
Tahun 2005 terdapat nilai RCA yang lebih tinggi dari Indonesia, yaitu negara Vietnam dan Meksiko, sehingga bisa dikatakan kedua negara tersebut lebih memiliki tingkat daysaing yang tinggi dari pada Indonesia walaupun sama-sama memiliki nilai RCA di atas satu, sedangkan Thailand dan Filipina ditahun ini masih memiliki nilai RCA di bawah satu. Tahun 2009 Brazil dan Thailand yang menemani Indonesia sebagai negara yang memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata, sedangkan pesaing kedua yang diduduki Jerman masih belum memiliki nilai RCA di atas satu. 10. Komoditi Pala Sama seperti komoditi lada, komoditi pala Indonesia juga memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia di pasar Belanda pada tahun 2001, 2005 dan 2009, ini dibuktikan dengan melihat hasil estimasi RCA Indonesia yang lebih dari satu (Tabel 79). Tahun 2001 Grenada sebagai pesaing utama memiliki nilai RCA yang lebih tinggi dari pada Indonesia, sedangkan Singapura sebagai pesaing kedua masih memiliki nilai RCA di bawah Indonesia namun masih di atas satu. Tahun 2005 Grenada kembali memiliki nilai RCA yang jauh di atas Indonesia sehingga membuat negara tersebut lebih memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan Indonesia, sementara Belgia sebagai pesaing kedua dan Thailand pada tahun ini memiliki nilai RCA yang masih di bawah satu. Belgia memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia pada tahun 2009, walaupun nilai RCA yang
132
diperoleh masih di bawah Indonesia, sementara Jerman sebagai pesaing kedua belum memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dalam ekspor pala ke Belanda. Tabel 79. Nilai RCA Komoditi Pala Indonesia dan Pesaing ke Belanda Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
41,36 Grenada 62,19 Grenada 54,54 Belgia
15049,84 Singapura 33212,91 Belgia 4,29 Jerman
8,62 0,86 0,64
0 0,03 0
Filipina 0 0 0
11. Komoditi Teh Tabel 80 memperlihatkan hasil estimasi RCA Indonesia dan Belgia dalam ekspor teh ke Belanda pada tiga tahun yang ada memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia. China sebagai pesaing utama pada tahun 2001, Jerman sebagai pesaing kedua pada tahun 2005 dan Hungaria sebagai pesaing kedua pada tahun 2009 juga memiliki tingkat daya saing dan keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor teh ke Belanda dalam tahun tersebut. Sementara nilai RCA Thailand yang juga ekspor pada tahun 2005 dan 2009 belum mampu memenuhi syarat sebagai negara yang memiliki keunggulan kompartif di atas rata-rata dunia dalam ekspor teh ke Belanda. Tabel 80. Nilai RCA Komoditi Teh Indonesia dan Pesaing ke Belanda Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
3,31 China 10,76 Belgia 4,25 Belgia
6,49 Belgia 1,94 Jerman 2,87 Hungaria
1,98 1,17 22,37
0 0,05 0,54
Filipina 0 0 0
12. Komoditi Tembakau Thailand dan Filipina belum mampu menjadi negara yang memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor tembakau ke Belanda pada tiga tahun yang ada, karena nilai RCA yang kurang dari satu (Tabel 81). Keadaan sebaliknya dimiliki Indonesia, Turki sebagai pesaing utama pada tahun 2001 dan 2005 dan pesaing kedua pada tahun 2009, Yunani sebagai pesaing kedua pada
133
tahun 2005 serta Malawi sebagai pesaing utama pada tahun 2009 yang memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor tembakau ke Belanda. Nilai RCA tertinggi dimiliki Malawi pada tahun 2009 dan nilai RCA terkecil di atas satu dimiliki Indonesia pada tahun 2005, sementara pada tahun 2001 dan 2005 terdapat nilai RCA pesaing kedua yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai RCA pesaing utama. Tabel 81. Nilai RCA Komoditi Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Belanda Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
11,01 Turki 2,13 Turki 3,98 Malawi
30,84 Sri Lanka 34,16 Yunani 1619,54 Turki
275,78 151,8 39,31
0,74 0,69 0,07
0,01 0 0,29
13. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Belanda Dari duabelas komoditi yang diestimasi nilai RCAnya, kakao merupakan komoditi yang memiliki pertumbuhan nilai RCA yang tertinggi dalam ekspor ke Belanda pada tahun 2001, 2005 dan 2009 yaitu sebesar 235,9 persen, namun dalam tiga tahun tersebut kakao belum memiliki nilai RCA yang memiliki tingkat daya saing yang kuat, sementara untuk komoditi yang memiliki keunggulan komparatif yang kuat dan memiliki pertumbuhan nilai RCA yang positif dalam tiga tahun tersebut adalah komoditi teh dengan persentase pertumbuhan nilai RCA sebesar 82,2 persen. Sedangkan untuk pertumbuhan nilai RCA terendah adalah komoditi kacang mete, karena pada tahun 2005 dan 2009 tidak ekspor ke Belanda, selain itu komoditi cengkeh, kayu manis dan kelapa juga memiliki nilai pertumbuhan RCA yang negatif yaitu masing-masing sebesar 27,9 persen, 23,5 persen dan 42,8 persen, namun dalam tiga tahun yang ada, komoditi tersebut memiliki keunggulan daya saing yang kuat, karena nilai RCA yang diperoleh melebihi angka satu. Pasar Belanda sama dengan pasar Belgia, Tabel 82 memperlihatkan dimana pasar Belanda bersifat tidak dinamis untuk komoditi perkebunan, hal tersebut diakibatkan karena pangsa produk negara tersebut yang turun setiap empat tahunnya sebesar 2,4 persen, sehingga posisi daya saing yang mungkin didapat oleh komoditi
134
perkebunan Indonesia adalah Falling Star atau Retreat. Tujuh komoditi perkebunan Indonesia yaitu, kakao, kelapa sawit, kopi, lada, pala, teh dan tembakau berada pada posisi Falling Star yang berarti komoditi tersebut kompetitif bagi Indonesia untuk di pasarkan ke Belanda karena memiliki nilai positif pada pangsa pasar ekspor Indonesia, namun tidak dinamis di pasar Belanda, sehingga akan lebih baik diekspor ke negara yang memiliki pasar yang dinamis. Sementara ada tiga komoditi Indonesia yang masuk kedalam posisi Retreat, yaitu cengkeh, karet dan kayu manis sehingga komoditi tersebut tidak dinamis di pasar Belanda dan tidak kompetitifnya komodti Indonesia tersebut di Belanda. Sedangkan komoditi kacang mete tidak dapat diestimasi akibat tidak ekspor kacang mete ke belanda pada tahun 20005 dan 2009. Tabel 82. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Belanda Nilai RCA Nilai EPD Komoditi
Cengkeh Kacang Mete Kakao Karet Kayu Manis Kelapa Sawit Kelapa Kopi Lada Pala Teh Tembakau
2001 19,02
2005 19,55
2009
Posisi Daya Saing
Pertumbuhan Pangsa Pasar Ekspor (%)
Pertumbuhan Pangsa Pasar Produk (%)
-33,3
-2,4
Retreat
-2,4
-
8,08
0,06
0
0
-
0,08 4,3
0,34 7,28
0,87 0
218,4 -27,6
-2,4 -2,4
Falling Star Retreat
115,98
123,49
57,35
-28,9
-2,4
Retreat
68,25
69,18
76,59
4
-2,4
Falling Star
4,83 2,09 26,18 41,36 3,31 11,01
3,19 1,88 20,77 62,19 10,76 2,13
1,54 2,38 46,9 54,54 4,25 3,98
-45,2 7,6 57,7 12,3 60,6 10,8
-2,4 -2,4 -2,4 -2,4 -2,4 -2,4
Retreat Falling Star Falling Star Falling Star Falling Star Falling Star
5.1.7 Singapura Singapura memiliki jumlah penduduk mencapai 4.988.000 yang menduduki wilayah seluas 710,2 km2 dengan PDB mencapai US $ 182.232 milyar pada tahun 2009 (WTO Trade Profiles, 2010). Dalam perdagangan komoditi perkebunan, negara ini memiliki beberapa komoditi perkebunan yang memiliki neraca perdagangan yang
135
surplus, namun masih ada juga komoditi yang defisit seperti kakao, tembakau, kopi dan cengkeh (Gambar 44) Nilai Ekspor dalam 1000 US$
50000 0 -50000 -100000 -150000
2001
-200000
2005
-250000
2009
-300000 -350000 -400000
Komoditi
Sumber : UNComtrade Gambar 44. Neraca Perdagangan Perkebunan Singapura Tahun 2001, 2005 dan 2009
Komoditi kelapa sawit kembali menjadi komoditi yang memiliki nilai ekspor terbesar Indonesia, setelah beberapa negara utama sebelumnya juga memberikan nilai ekspor yang besar. Singapura merupakan negara tujuan berikutnya yang memiliki nilai ekspor kelapa sawit terbesar, selain komoditi tersebut, komoditi kakao juga menjadi komoditi yang memiliki rata-rata nilai ekspor tertinggi, seperti yang terlihat pada Gambar 45. Kelapa sawit memiliki rata-rata nilai ekspor senilai US$ 186.387.200, sedangkan rata-rata nilai ekspor kakao adalah sebesar US$ 70.893.450. Komoditi yang memiliki nilai ekspor terkecil adalah karet dan tembakau akibat tidak kontinyu dalam eskpor komoditi tersebut ke Singapura. Komoditi Indonesia yang menjadi tujuan impor utama Singapura adalah kakao, kelapa sawit, kelapa, kopi, lada dan pala, sedangkan komoditi lainnya masih belum menjadi tujaun impor utama Singapura. Hal tersebut karena nilai ekspor Indonesia masih berada di bawah nilai ekspor negara pesaing lainnya yang juga ekspor komoditi perkebunan ke Singapura. Negara pesaing tersebut antara lain adalah Madagaskar, Pantai Gading, Malaysia, Vietnam, China, Sri Lanka dan Jepang.
136
Nilai Ekspor dalam 1000 US$
45000 40000 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0
400000 350000 300000 250000 200000 150000 100000
2001
50000
2005
2009
0 2001 Cengkeh Kayu manis Lada
2005 Tahun Kacang Mete Kelapa Sawit Pala
2009 Kakao Kelapa Teh
Karet Kopi Tembakau
Sumber : UNComtrade Gambar 45. Nilai Ekspor Dua Belas Komoditi Indonesia ke Singapura Tahun 2001, 2005 dan 2009
1. Komoditi Cengkeh Madagaskar sebagai pesaing utama pada tahun 2001, 2005 dan 2009, serta pesaing kedua yang diduduki Brazil pada tahun 2001 dan Tanzania pada tahun 2005 dan 2009 memiliki nilai RCA yang jauh di atas satu (Tabel 83), sehingga membuat negara tersebut memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor cengkeh ke Singapura. Sedangkan Indonesia hanya mampu memiliki nilai RCA di atas satu pada tahun 2001 dan 2005, sedangkan pada tahun 2009 nilai RCA Indonesia berada di bawah satu, hal ini juga terjadi pada Thailand yang ekspor pada tahun 2001, dimana nilai RCA nya masih jauh di bawah satu. Tabel 83. Nilai RCA Komoditi Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Singapura Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
1,33 Madagaskar 4,08 Madagaskar 0,08 Madagaskar
1203,01 Brazil 7029,51 Tanzania 5689 Tanzania
30,67 1553,22 4289,84
2,19E-05 0 0
0 0 0
137
2.
Komoditi Kacang Mete Tanzania sebagai pesaing utama pada tahun 2001 dan 2009, Benin sebagai
pesaing utama pada tahun 2005, serta pesaing kedua yang diduduki Pantai Gading pada tahun 2001 dan 2009 serta Guinea Bisau pada tahun 2005 memailiki nilai RCA yang jauh di atas satu (Tabel 84), nilai RCA keempat negara tersebut memiliki rentang terendah dari 1.121 hingga nilai RCA tertinggi 23.246 yang dimiliki oleh Guinea Bisau, sehingga menjadikan keempat negara tersebut memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor kacang mete ke Singapura, sementara Indonesia pada tiga tahun tersebut hanya mampu memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata pada tahun 2009, karena pada tahun 2001 dan 2005 nilai RCA Indonesia masih di bawah satu. Tabel 84. Nilai RCA Komoditi Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Singapura Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 0,92 Tanzania 13195,9 P. Gading 7476,7 0 0 2005 0,05 Benin 17025,7 Guinea-Bissau 23246 0 0 2009 1,01 Tanzania 18219,1 P. Gading 1121,1 0 0
3. Komoditi Kakao Indonesia, negara pesaing utama yang diduduki Malaysia pada tahun 2001 dan 2005, dan Nigeria pada tahun 2009, serta pesaing kedua yang diduduki Papua New Guinea pada tahun 2001, Ghana pada tahun 2005 dan Pantai Gading pada tahun 2009 memiliki nilai RCA yang lebih dari satu (Tabel 85), sehingga membuat negaranegara tersebut memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat di atas rata-rata dunia dalam ekspor kakao ke Singapura dalam tiga tahun tersebut. Tabel 85. Nilai RCA Komoditi Kakao Indonesia dan Pesaing ke Singapura Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 13,88 Malaysia 1,56 Papua N G 20,98 0 2005 15,37 Malaysia 1,27 Ghana 1884,8 0,002 2009 16,39 Nigeria 368,19 P. Gading 554,04 0
Filipina 0 0,08 0
138
Nilai RCA tertinggi di atas satu, ditempati oleh Ghana pada tahun 2005 sementara Malaysia pada tahun 2005 memiliki nilai RCA di atas satu yang terendah. Sementara pada tahun 2005 tersebut juga ada Thailand dan Filipina yang ekspor kakao ke Singapura, namun kedua negara tersebut belum memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata. 4. Komoditi Karet Thailand belum mampu memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor karet alam ke Singapura pada tahun 2001, begitu juga dengan pesaing kedua yang pada tahun ini diduduki Amerika Serikat, sedangkan Vietnam dan Indonesia mampu memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia. Barulah ditahun 2005 Thailand mampu memiliki nilai RCA di atas satu, namun nilai tersebut masih lebih kecil dibandingkan dengan Vietnam sebagai pesaing utama, Belanda sebagai pesaing kedua dan Indonesia yang juga memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor karet ke Singapura. Ditahun 2009 Thailand menjadi negara dengan keunggulan komparatif di atas rata-rata dengan nilai RCA yang lebih tinggi dari pada pesaing utama yang diduduki Amerika Serikat dan pesaing kedua yang diduduki Malaysia seperti yang tertera pada Tabel 86, dimana Amerika Serikat dan Malaysia juga memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor karet alam ke Singapura. Tabel 86. Nilai RCA Komoditi Karet Indonesia dan Pesaing ke Singapura Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
1,56 Vietnam 2,75 Vietnam 0 US
73,88 U S 25,29 Belanda 2,77 Malaysia
0,38 23,43 2,36
0,31 2,14 10,24
Filipina 0 0 0
5. Komoditi Kayu Manis Indonesia dan China menjadi dua negara yang konsisten memiliki estimasi nilai RCA yang lebih dari satu pada tiga tahun yang ada (Tabel 87), sehingga negara tersebut memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor kayu manis ke Singapura, dalam tiga tahun tersebut pula nilai RCA kedua negara ini selalu
139
bergantian menjadi yang tertinggi. Sementara pesaing kedua dalam tiga tahun tersebut yang diduduki Hongkong pada tahun 2001, Vietnam pada tahun 2005 dan Jerman pada tahun 2009 belum memiliki nilai RCA yang lebih dari satu, begitu juga dengan Thailand pada tahun 2001 dan Filipina pada tahun 2009. Tabel 87. Nilai RCA Komoditi kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Singapura Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
6.
5,22 China 10,03 China 5,19 China
12,35 Hongkong 5,21 Vietnam 4,64 Jerman
0,29 0,97 0,06
0,0003 0 0
0 0 0,17
Komoditi Kelapa Sawit Tabel 88 memperlihatkan bagaimana estimasi nilai RCA Indonesia dalam
ekspor CPO ke Singapura konsisten di atas satu, sehingga membuat Indonesia memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dibandingkan dengan negara lainnya yang ekspor CPO ke Australia pada tahun 2001, 2005 dan 2009. Tabel tersebut juga terlihat Papua New Guinea sebagai pesaing utama pada tahun 2001 yang memiliki nilai RCA di atas satu dan bahkan lebih tinggi dari pada nilai RCA Indonesia. Sementara Malaysia yang menjadi pesaing utama pada tahun 2005 dan 2009 serta pesaing kedua yang diduduki Vietnam, Taiwan dan Inggris pada tahun 2001, 2005 dan 2009 belum mampu memiliki keunggulan komparatif seperti Indonesia dan Papua New Guinea. Tabel 88. Nilai RCA Komoditi Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Singapura Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Nilai Nilai Thailand Filipina Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
15,89 Papua N G 21,04 Malaysia 18,64 Malaysia
95,8 Vietnam 0,07 0,12 Taiwan 0,002 0,14 U K 0,0008
0 0 0
0 0 0
7. Komoditi Kelapa Indonesia memiliki tingkat daya saing yang kuat dalam ekspor kelapa parut ke Singapura pada tahun 2001, 2005 dan 2009, hal tersebut dibuktikan dengan nilai
140
RCA Indonesia yang lebih dari satu (Tabel 89), sementara pesaing utama yang diduduki Malaysia, dalam tiga tahun tersebut belum mencapai nilai RCA di atas satu sebagai syarat suatu negara memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor kelapa parut ke Singapura. Sementara untuk pesaing kedua yang tidak memiliki keunggulan komparatif hanya terjadi pada tahun 2005, pada tahun tersebut nilai RCA Vietnam masih berada di bawah satu, sedangkan Sri Lanka dan Nigeria yang merupakan pesaing kedua pada tahun 2001 dan 2009 memiliki nilai RCA di atas satu. Filipina belum memiliki keunggulan komparatif di pasar Singapura pada tahun 2001, sedangkan pada tahun 2005 dan 2009 barulah Filipina memiliki nilai RCA di atas satu, namun dengan tahun yang sama nilai RCA tersebut masih di bawah Indonesia. Tabel 89. Nilai RCA Komoditi Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Singapura Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 18,62 Malaysia 0,1 Sri Lanka 1,06 0 0,03 2005 16,34 Malaysia 0,44 Vietnam 0,12 0,012 10,84 2009 15,92 Malaysia 0,58 Nigeria 259,78 0 3,31
8.
Komoditi Kopi Tahun 2001, nilai RCA Indonesia, Vietnam sebagai pesaing utama dan
Uganda sebagai pesaing kedua lebih dari satu sehingga memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor kopi ke Singapura, dimana pada tahun tersebut nilai RCA Uganda merupakan yang paling tinggi, sementara Thailand yang juga ekspor belum memiliki keunggulan komparatif yang kuat. Tahun 2005 nilai RCA Indonesia kembali melebihi angka satu, namun masih lebih rendah dari nilai RCA Uganda yang menjadi pesaing utama dan Vietnam yang menjadi pesaing kedua. Tahun 2009 posisi pesaing utama dan nilai RCA tertinggi digantikan oleh Burundi, sementara Indonesia juga memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dengan nilai RCA yang masih di bawah Burundi, sedangkan pesaing kedua yang diduduki Malaysia masih belum memiliki daya saing yang kuat pada tahun ini, begitu juga
141
dengan Thailand yang memiliki nilai RCA di bawah satu seperti tahun 2001 (Tabel 90). Tabel 90. Nilai RCA Komoditi Kopi Indonesia dan Pesaing ke Singapura Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
9.
4,6 Vietnam 8,12 Uganda 11,7 Burundi
44,9 Uganda 2035,32 Vietnam 9396,68 Malaysia
2747,43 12,24 0,73
0,26 0 0,001
Filipina 0 0 0
Komoditi Lada Indonesia, negara pesaing utama yang diduduki Vietnam pada tahun 2001 dan
Malaysia pada tahun 2005 dan 2009, serta negara pesaing kedua yang diduduki Malaysia pada tahun 2001, Vietnam pada tahun 2005 dan Nigeria pada tahun 2009 memiliki nilai RCA yang lebih dari satu. Pada tahun 2001 nilai RCA Vietnam merupakan yang tertinggi, ditahun 2005 nilai RCA Indonesia adalah yang tertinggi dan ditahun 2009 nilai RCA tertinggi dimiliki oleh Nigeria, namun secara keseluruhan negara-negara tersebut memiliki keunggulan komparatif dan tingkat daya saing yang kuat. Hal yang berbeda terjadi dengan nilai RCA Thailand pada tahun 2001, 2005 dan 2009, serta nilai RCA Filipina yang diestimasi pada tahun 2001 dan 2005, diamana pada tahun-tahun tersebut kedua negara ini tidak memiliki keunggulan komparatif yang kuat dalam ekspor lada ke Singapura, karena nilai RCA yang kurang dari satu (Tabel 91). Tabel 91. Nilai RCA Komoditi Lada Indonesia dan Pesaing ke Singapura Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
10,66 Vietnam 15,59 Malaysia 10,36 Malaysia
25,65 Malaysia 1,02 Vietnam 2,2 Nigeria
1,1 11,15 526,05
0,001 0,002 0,06
Filipina 0,001 0,0001 0
10. Komoditi Pala Pada tahun 2001, 2005 dan 2009, Indonesia selalu memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor komoditi pala ke Singapura, hal
142
tersebut dibuktikan dengan nilai RCA yang lebih dari satu (Tabel 92). Indonesia bukan satu-satunya negara dengan nilai RCA di atas satu, pada tahun 2001 ada India dan Sri Lanka, bahkan nilai RCA Sri Lanka lebih tinggi dari Indonesia, ditahun 2005 Sri Lanka masih memiliki nilai RCA yang lebih tinggi dari pada Indonesia dan ditahun 2009 India dan Belanda memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor lada ke Singapura. Tabel 92 juga memperlihatkan ada dua negara yang tidak memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor lada ke Singapura, dua negara tersebut adalah Thailand pada tahun 2001 dan Malaysia sebagai pesaing kedua pada tahun 2005. Tabel 92. Nilai RCA Komoditi Pala Indonesia dan Pesaing ke Singapura Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
17,65 India 20,17 Sri Lanka 7,13 India
4,07 Sri Lanka 69,35 Malaysia 11,47 Belanda
27,71 0,12 6,48
0,0003 0 0
Filipina 0 0 0
11. Komoditi Teh Negara yang memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor teh ke Singapura yang tertera pada Tabel 93 karena memiliki nilai RCA yang lebih dari satu adalah Indonesia ditahun 2005 dan 2009, Jepang pada tahun 2001, 2005 dan 2009, serta China pada tahun 2001 dan 2005. Tabel 93. Nilai RCA Komoditi Teh Indonesia dan Pesaing ke Singapura Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
0,6 Jepang 7,98 Jepang 5,19 Jepang
2,87 China 3,7 China 4,47 China
6,74 1,61 0,4
0,001 0 0,004
Filipina 0 0 0
Pada tiga tahun tersebut nilai RCA Indonesia pada tahun 2005 merupakan yang tertinggi. Walaupun memiliki nilai RCA yang tinggi pada tahun 2005, nilai RCA Indonesia pada tahun 2001 belum mencapai angka satu, begitu pula dengan
143
nilai RCA Thailand ditahun yang sama. Pada tahun 2009 China dan Thailand belum memiliki daya saing yang kuat dalam ekspor teh ke Singapura. 12. Komoditi Tembakau Tahun 2001 India dan Afrika Selatan memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor tembakau ke Singapura, sementara ditahun 2009 Vietnam, Ekuador dan Thailand memiliki keunggulan yang sama seperti dua negara pada tahun 2001, begitu juga dengan Indonesia, Jerman, India dan Filipina pada tahun 2009, hal tersebut dapat disimpulkan dari nilai RCA masing-masing negara yang lebih dari satu (Tabel 94). Walaupun memiliki nilai RCA di atas satu pada tahun 2005, pada tahun 2009 nilai RCA Thailand berada di bawah satu yang berarti negara tersebut belum memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor tembakau ke Singapura pada tahun 2009. Tabel 94. Nilai RCA Komoditi Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Singapura Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
0 India 0 Vietnam 5,06 Jerman
62,29 Afsel 28,25 Ekuador 7,39 India
95,77 43649,92 4,65
0 1,22 0,3
0 0 11,69
13. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Singapura Pertumbuhan nilai RCA komoditi perkebunan Indonesia pada tahun 2001, 2005 dan 2009 berbeda setiap komoditinya, walupun tidak memiliki daya saing yang kuat pada tahun 2001 dan 2005, komoditi kacang mete memiliki pertumbuhan nilai RCA yang paling tinggi, yaitu sebesar 867,6 persen, sementara untuk komoditi dengan pertumbuhan terendah bahkan negatif yaitu komoditi pala, namun pala memiliki keunggulan komparatif dan tingkat daya saing yang kuat dalam tiga tahun tersebut. Disamping itu juga ada komoditi yang memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dalam tiga tahun tersebut sekaligus memiliki pertumbuhan RCA yang positif, komoditi tersebut adalah kakao dengan pertumbuhan nilai RCA sebesar 8,6 persen, kayu manis yang memiliki pertumbuhan sebesar 21,8 persen, kelapa sawit sebesar 10,5 persen, kopi sebesar 60,3 persen dan lada sebesar 6,3 persen.
144
Tabel 95 menunjukan posisi daya saing komoditi perkebunan Indonesia di pasar Singapura dalam tahun 2001, 2005 dan 2009, dimana pada Tabel 95 tersebut terlihat bagaimana pangsa pasar produk Singapura yang positif sehingga menyebabkan dinamisnya pasar Singapura untuk komoditi perkebunan. Tabel 95. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Singapura Nilai RCA Nilai EPD Komoditi
Cengkeh Kacang Mete Kakao
2001
2005
2009
Pertumbuhan Pangsa Pasar Ekspor (%)
Pertumbuhan Pangsa Pasar Produk (%)
Posisi Daya Saing
1,33
4,08
0,08
35,9
0,7
Rising Star
0,92
0,05
1,01
992,8
0,7
Rising Star
13,88
15,37
16,39
9,2
0,7
1,56
2,75
0
-21,8
0,7
Rising Star Lost Opportunity
5,22
10,03
5,19
14,1
0,7
Rising Star
15,89
21,04
18,6
8,6
0,7
Rising Star
Kelapa
18,62
16,34
15,92
-6,1
0,7
Kopi Lada
4,6 10,66
8,12 15,59
11,7 10,36
59,4 2,1
0,7 0,7
Pala
17,65
20,17
7,13
-29,5
0,7
0,6 0
7,98 0
5,19 5,06
515,53
0,71 0,71
Karet Kayu Manis Kelapa Sawit
Teh Tembakau
-
Lost Opportunity Rising Star Rising Star Lost Opportunity Rising Star -
Akibat pangsa produk yang selalu meningkat dalam tiga tahun tersebut, posisi daya saing Indonesia akan berada pada posisi Rising Star atau Lost Opportunity dan tentu saja posisi yang paling diinginkan adalah posisi yang disebutkan pertama. Hasil estimasi EPD yang dilakukan menempatkan tiga komoditi Indonesia pada posisi dayasing Lost Opportunity, karena memiliki pangsa ekspor yang bernilai negatif, komoditi tersebut adalah karet yang menurun sebesar 21,8 persen, kelapa yang menurun sebesar 6,1 persen dan pala yang menurun sebesar 29,5 persen, sehingga menyebabkan komoditi Indonesia tersebut tidak kompetitif di pasar Singapura yang dinamis. Sementara komoditi lainnya kecuali tembakau yang tidak dapat diestimasi,
145
berada pada posisi Rising Star, komoditi tersebut adalah cengkeh, kacang mete, kakao, kayu manis, kelapa sawit, kopi, lada dan teh, sehingga komoditi-komoditi tersebut kompetitif di pasar Singapura yang dinamis. 5.1.8 India Menurut data tahun 2009 India merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar kedua di dunia setelah China, penduduk India mencapai 1.155.348.000 jiwa yang menduduki wilayah seluas 3.287.590 km2 yang merupakan wilayah ketujuh terluas yang dimiliki sebuah negara. Gambar 46 memperlihatkan neraca perdagangan komoditi perkebunan India, dimana hanya beberapa komoditi yang memiliki neraca yang defisit. Komoditi yang memiliki defisit terbesar adalah kelapa sawit dan kacang mete sedangkan komoditi lainnya hanya memiliki defisit yang kecil. Nilai Ekspor dalam 1000 US$
500000 0 -500000 -1000000
2001
-1500000
2005
-2000000
2009
-2500000 -3000000 -3500000
Komoditi
Sumber : UNComtrade Gambar 46. Neraca Perdagangan Perkebunan India Tahun 2001, 2005 dan 2009
Kelapa sawit masih menjadi andalan utama ekspor Indonesia, tidak terkecuali ke India dalam tiga tahun yang ada. Selain komoditi tersebut, pada Gambar 47 juga terlihat bagaimana komoditi kacang mete Indonesia diminati di India. Rata-rata nilai ekspor kelapa sawit Indonesia ke India adalah senilai US$ 1.129.575.000, sedangkan rata-rata nilai ekspor komoditi kacang mete adalah senilai US$ 33.340.380. Komoditi yang memiliki rata-rata nilai ekspor terkecil ke India adalah karet, teh dan tembakau.
146
Komoditi perkebunan Indonesia yang menjadi tujuan impor utama India adalah kelapa sawit tahun 2001, 2005 dan 2009, kakao tahun 2001, kopi tahun 2001 dan 2009, serta lada pada tahun 2009. Komoditi perkebunan Indonesia lainnya yang juga diekspor ke India masih memiliki nilai ekspor yang lebih rendah dibandingkan dengan pesaing yang juga ekspor komoditi yang sama. Negara pesaing yang mendominasi dalam ekspor komoditi perkebunan ke India adalah Sri Lanka,
Nilai Ekspor dalam 1000 US$
Singapura, Tanzania, Pantai Gading, Malaysia, China, Vietnam dan Turki. 3000000
50000
2500000
40000
2000000
30000
1500000
20000
1000000
10000
500000
0 2001
0 2001 Cengkeh Kayu Manis Lada
2005 Tahun Kacang Mete Kelapa Sawit Pala
2005
2009
2009 Kakao Kelapa Teh
Karet Kopi Tembakau
Sumber : UNComtrade Gambar 47. Nilai Ekspor Dua Belas Komoditi Indonesia ke India Tahun 2001, 2005 dan 2009
1.
Komoditi Cengkeh Sri Lanka yang secara geografis merupakan tetangga India memiliki
keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor komoditi cengkeh ke India pada tahun 2001, 2005 dan 2009, hal tersebut disimpulkan dari nilai RCA yang lebih dari satu (Tabel 96). Tahun 2001 dan 2005, nilai RCA yang lebih dari satu juga dimiliki Indonesia dan Singapura, namun nilai RCA Sri Lanka lebih tinggi dibandingkan dengan dua negara tersebut, sedangkan pada tahun 2009 nilai RCA Sri Lanka lebih rendah dibandingkan pesaing utama yang diduduki Madagaskar dan pada
147
tahun yang sama Indonesia belum memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor cengkeh ke India. Tabel 96. Nilai RCA Komoditi Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke India Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
2,7 Sri Lanka 4,28 Sri Lanka 0,76 Madagaskar
264,71 Singapura 88,17 Singapura 2970,36 Sri Lanka
5,3 3,42 181,03
0 0 0
Filipina 0 0 0
2. Komoditi Kacang Mete Seluruh negara yang tertera pada Tabel 97 memiliki nilai RCA yang lebih dari satu, yang berarti negara-negara tersebut memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dalam ekspor kacang mete ke India pada tahun 2001, 2005 dan 2009. Tanzania, Pantai Gading dan Indonesia pada tiga tahun tersebut serta Filipina pada tahun 2005 adalah negara-negara tersebut. Tabel 97. Nilai RCA Komoditi Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke India Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
3.
5,49 Tanzania 6,83 P. Gading 4,07 P. Gading
193,64 P. Gading 301,85 Tanzania 328,04 Tanzania
131,61 213,96 266,29
0 0 0
0 1,81 0
Komoditi Kakao Tahun 2001, Tanzania dan Indonesia memiliki keunggulan komparatif di atas
rata-rata dunia dalam ekspor kakao ke India, sementara pada tahun 2005 Ghana dan Pantai Gading juga memiliki keunggulan yang sama dengan dua negara pada tahun 2001, sementara ditahun 2009 ada tiga negara yang memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor kakao ke India, tiga negara tersebut adalah Indonesia, Dominikan Republik dan Malaysia, negara-negara tersebut disimpulkan memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor kakao ke India karena memiliki nilai RCA yang lebih tinggi dari satu (Tabel 98). Sementara dalam
148
tabel tersebut juga terlihat, bagaimana Singapura pada tahun 2001, Indonesia dan Thailand pada tahun 2005, belum memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata. Tabel 98. Nilai RCA Komoditi Kakao Indonesia dan Pesaing ke India Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
28,48 Tanzania 0,06 Ghana 8,04 Dominikan
68,92 Singapura 2024,97 P. Gading 7441,59 Malaysia
0,86 161,4 5,33
0 0,008 0
0 0 0
4. Komoditi Karet Thailand konsisten memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dalam ekspor karet alam ke India pada tahun 2001, 2005 dan 2009 karena memiliki nilai RCA di atas satu seperti yang tertera pada Tabel 99. Dari tabel tersebut juga dapat terlihat bagaimana pada tahun 2001, Malaysia juga memiliki keunggulan komparatif yang kuat seperti Thailand, namun nilai RCA Thailand masih lebih tinggi, sementara Singapura belum memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata. Tahun 2005 nilai RCA Vietnam sebagai pesaing utama melebihi nilai RCA Thailand, sedangkan Amerika Serikat memiliki nilai RCA di bawah kedua negara tersebut, namun masih di atas satu. Tahun 2009 Malaysia memiliki keunggulan komparatif yang kuat, sedangkan Indonesia dan pesaing kedua yang diduduki Amerika Serikat tidak memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dalam ekspor karet alam ke India pada tahun tersebut. Tabel 99. Nilai RCA Komoditi Karet Indonesia dan Pesaing ke India Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
0 0
Malaysia Vietnam 0,36 Malaysia
9,72 Singapura 742,61 U S 11,27 U S
0,37 2,63 0,82
42,68 5,86 33,4
Filipina 0 0 0
5. Komoditi Kayu Manis Tabel 100 memperlihatkan bagaimana nilai RCA pesaing utama yang diduduki China dan pesaing kedua yang diduduki Singapura, Vietnam dan Sri Lanka
149
pada tahun 2001, 2005 dan 2009 sudah memenuhi syarat sebagai negara yang memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor kayu manis ke India dalam tiga tahun tersebut. Sedangkan Indonesia hanya memiliki daya saing yang kuat pada tahun 2005, sementara dalam ekspor tahun 2001 dan 2009, nilai RCA Indonesia masih di bawah satu, hal tersebut sama seperti yang dialami Thailand pada tahun 2009 yang tidak memiliki daya saing yang kuat dalam ekspor kayu manis ke India. Tabel 100. Nilai RCA Komoditi Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke India Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 0.822 China 15.353 Singapore 1.961 0 2005 1.992 China 6.465 Vietnam 339.847 0 71.854 2009 0.631 China 5.332 Sri Lanka 0.021
6.
Filipina 0 0 0
Komoditi Kelapa Sawit Indonesia dan Malaysia merupakan dua besar negara dengan nilai ekspor CPO
tertinggi di dunia, sehingga wajar apabila melihat kedua negara ini memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor CPO ke India pada tahun 2001, 2005 dan 2009, namun nilai RCA Indonesia selalu berada di atas Malaysia seperti yang tertera pada Tabel 101. Posisi pesaing kedua dalam tiga tahun tersebut ditempati Kenya, Sri Lanka dan Italia, dari ketiga negara tersebut hanya Sri Lanka yang memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor CPO ke India, sedangkan dua negara lainnya belum memiliki nilai RCA yang menyentuh angka satu. Thailand yang ekspor CPO ke India pada tahun 2001 dan 2009 hanya memiliki keunggulan komparatif yang kuat pada tahun 2001, sedangkan pada tahun 2009, tingkat daya saing negara tersebut masih rendah. Tabel 101. Nilai RCA Komoditi Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke India Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
18,46 Malaysia 32,99 Malaysia 22,66 Malaysia
11,3 Kenya 3,21 Sri Lanka 4,92 Italia
0,13 1,42 6,8E-05
1,48 0 0,41
0 0 0
150
7. Komoditi Kelapa Tahun 2001 Tanzania memiliki nilai RCA yang paling tinggi dibandingkan dengan Kenya dan Indonesia, namun ketiga negara tersebut memiliki keunggulan komparatif dan tingkat daya saing yang kuat, karena memiliki nilai RCA di atas satu (Tabel 102). Tabel 102. Nilai RCA Komoditi Kelapa Indonesia dan Pesaing ke India Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
8,18 Tanzania 1,91 Sri Lanka 7,33 Sri Lanka
172,28 Kenya 140,05 Malaysia 204,4 Malaysia
466,64 4,46 9,26
0 0 0,01
Filipina 0 50,99 0
Tahun 2005 dan 2009 Sri Lanka, Malaysia dan Indonesia sama-sama memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor kelapa parut ke India. Pada tahun 2005 juga ada Filipina yang memiliki nilai RCA yang lebih dari satu, sedangkan ditahun 2009 Thailand yang hanya mengekspor kelapa parut ke India pada tahun ini belum memiliki keunggulan komparatif yang kuat. 8.
Komoditi Kopi Tabel 103 memperlihatkan nilai RCA negara pengekspor kopi ke India pada
tahun 2001, 2005 dan 2009 lebih dari satu yang berarti negara-negara tersebut memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat, kecuali Thailand. Tahun 2001 dan 2005, Vietnam merupakan negara dengan nilai RCA tertinggi yang berada di atas Indonesia, Tanzania dan Spanyol, sedangkan ditahun 2009 Indonesia yang mendapatkan nilai RCA yang tertinggi sementara Nepal dan Pantai Gading berada di bawahnya. Tabel 103. Nilai RCA Komoditi Kopi Indonesia dan Pesaing ke India Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
25,74 Vietnam 17,75 Vietnam 23,61 Nepal
112,29 Spain 565,06 Tanzania 20,49 P. Gading
5,58 17,74 11,99
2,8 0,48 0
0 0 0
151
9. Komoditi Lada Sri Lanka dan Indonesia konsisten memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor lada ke India, seperti yang terlihat pada Tabel 104, nilai RCA kedua negara tersebut berada di atas satu selama tahun 2001, 2005 dan 2009, sementara hasil estimasi dalam tabel tersebut juga terlihat bagaimana pada tahun 2001 dan 2005 Vietnam sebagai pesaing utama memiliki nilai RCA yang jauh di atas Sri Lanka dan Indonesia, sehingga bisa dikatakan keunggulan komparatifnya lebih kuat dibandingkan dengan Sri Lanka dan Indonesia. Thailand 2005 dan 2009 serta Singapura sebagai pesaing kedua pada tahun 2009 belum memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat. Tabel 104. Nilai RCA Komoditi Lada Indonesia dan Pesaing ke India Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 5,88 Vietnam 326,8 Sri Lanka 145,93 0 2005 4,06 Vietnam 488,48 Sri Lanka 85,38 0,1 2009 14,33 Sri Lanka 257,51 Singapura 0,13 0,04
Filipina 0 0 0
10. Komoditi Pala Sri Lanka kembali menjadi pesaing utama dalam tahun 2001, 2005 dan 2009 serta Indonesia pada tahun yang sama memiliki keunggulan komparatif di atas ratarata dunia dalan ekspor pala ke India. Sedangkan untuk pesaing kedua dalam tiga tahun tersebut yang pada tahun 2001 dan 2005 diduduki Singapura dan Australia pada tahun 2009, memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang rendah, karena memiliki nilai RCA (Tabel 105) yang kurang dari satu pada tiga tahun tersebut. Tabel 105. Nilai RCA Komoditi Pala Indonesia dan Pesaing ke India Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 4,16 Sri Lanka 467,3 Singapura 0,0001 0 2005 4,64 Sri Lanka 160,85 Singapura 0,77 0 2009 8,06 Sri Lanka 397,08 Australia 0,13 0
Filipina 0 0 0
152
11. Komoditi Teh Walaupun tidak konsisten menjadi negara pesaing utama, Sri Lanka masih konsisten memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor teh ke India pada tiga tahun yang ada. Tahun 2001 Spanyol dan Thailand juga memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat, namun dengan nilai RCA (Tabel 106) yang masih lebih kecil dibandingkan dengan Sri Lanka. Tahun 2005 Belanda dan Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang kuat seperti Sri Lanka, namun pada tahun ini nilai RCA Belanda lebih tinggi dibandingkan dengan Sri Lanka, ditahun ini juga terdapat negara dengan keunggulan komparatif yang lemah, yaitu Thailand. Nepal pada tahun 2009 menemani Sri Lanka sebagai negara yang memiliki keunggulan komparatif yang kuat, sementara Thailand masih memiliki daya saing yang lemah pada tahun 2009 ini. Tabel 106. Nilai RCA Komoditi Teh Indonesia dan Pesaing ke India Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
0 Sri Lanka 2,84 Belanda 0 Sri Lanka
305,95 Spanyol 67,03 Sri Lanka 274,03 Nepal
17,17 30,99 84,39
1,63 0,14 0,25
Filipina 0 0 0
12. Komoditi Tembakau Pesaing utama yang konsisten diduduki Turki serta pesaing kedua yang diduduki Yunani pada tahun 2001 dan 2009 serta Dominikan Republik pada tahun 2005 sama-sama memiliki keunggulan komparatif yang kuat, karena nilai RCA yang lebih dari satu (Tabel 107). Tabel 107. Nilai RCA Komoditi Tembakau Indonesia dan Pesaing ke India Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
0 0 0
Turki Turki Turki
366,77 Yunani 351,12 Dominikan 248,15 Yunani
246,53 6392,92 1084,39
0 0 0
Filipina 0 0 0
153
Namun tidak selamanya pesaing utama memiliki nilai RCA yang lebih tinggi, hal tersebut dibuktikan Dominikan Republik dan Yunani pada tahun 2005 dan 2009, dimana nilai RCA kedua negara tersebut jauh di atas nilai RCA Turki. 13. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di India Pertumbuhan nilai RCA komoditi kakao merupakan yang tertinggi dibandingkan pertumbuhan nilai RCA komoditi Indonesia lainya ke India, namun komoditi tersebut tidak memiliki daya saing yang kuat pada tahun 2005 karena nilai RCA yang belum menyentuh angka satu, sedangkan untuk komoditi yang konsisten memiliki nilai RCA di atas satu pada tahun 2001, 2005 dan 2009 seperti kacang mete, kelapa sawit, kelapa, kopi, lada dan pala juga memiliki pertumbuhan nilai RCA yang positif, hanya kacang mete yang memiliki pertumbuhan nilai RCA negatif. Sementara untuk pertumbuhan nilai RCA yang paling rendah didapat oleh komoditi teh, akibat tidak ekspor pada tahun 2009 dan cengkeh berada di bawahnya dengan pertumbuhan yang negatif sebesar 11,9 persen. Tabel 108. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di India Nilai RCA Nilai EPD Komoditi
Cengkeh Kacang Mete Kakao Karet Kayu Manis Kelapa Sawit Kelapa Kopi Lada Pala Teh Tembakau
2001
2005
2009
Pertumbuhan Pangsa Pasar Ekspor (%)
Pertumbuhan Pangsa Pasar Produk (%)
Posisi Daya saing
2,70
4,28
0,76
-11,5
20,3
Lost Opportunity
5,49
6,83
4,07
2,5
20,3
Rising star
28,48 0
0,06 0
8,04 0,36
8501,1
20,3 20,3
Rising star -
0,82
1,99
0,63
38,4
20,3
Rising star
18,46
32,99
22,66
35
20,3
Rising star
8,18 25,74 5,88 4,16 0 0
1,91 17,75 4,06 4,64 2,84 0
7,33 23,61 14,33 8,06 0 0
188,8 29,4 188,9 79,3
20,3 20,3 20,3 20,3 20,3 20,3
Rising star Rising star Rising star Rising star -
-
-
154
India memiliki pasar yang dinamis, hal ini terlihat dari hasil estimasi persentase pangsa produk India yang bernilai positif (Tabel 108), yang berarti selalu mengalami paningkatan permintaan sebesar 20,3 persen dalam tahun 2001, 2005 dan 2009. Pasar yang dinamis tersebut harusnya dimanfaatkan Indonesia untuk memperoleh keuntungan yang besar dengan memiliki komoditi yang kompetitif diapasar India agar berada pada posisi Rising Star. Hasil dari estimasi ada delapan komoditi yang memiliki persentase pangsa pasar yang positif, komodti tersebut adalah kacang mete, kakao, kayu manis, kelapa sawit, kelapa, kopi, lada dan pala, sehingga posisi daya saing komoditi tersebut adalah Rising Star. Sementara cengkeh yang selama tahun 2001 dan 2005 memiliki keunggulan komparatif, namun tidak memiliki syarat sebagai komoditi yang kompetitif di pasar Indonesia karena nilai pangsa pasar yang negatif, sehingga posisi daya saing yang didapat adalah Lost Opportunity. 5.1.9 Inggris Inggris memiliki penduduk yang mencapai 61.638.000 jiwa yang menduduki wilayah seluas 244.820 km2. Negara ini memiliki nilai pertukaran per kapita mencapai US $ 23.697 pada periode tahun 2007 hingga 2009 (WTO Trade Profiles, 2010). Gambar 48 memperlihatkan bagaimana neraca perdagangan komoditi perkebunan Inggris yang masih memiliki rata-rata yang defisit, hanya komoditi teh yang memiliki surplus perdagangan pada tiga tahun yang ada. Nilai Ekspor dalam 1000 US$
50000 0 -50000 2001 -100000
2005
-150000
2009
-200000 -250000
Komoditi
Sumber : UNComtrade Gambar 48. Neraca Perdagangan Perkebunan Inggris Tahun 2001, 2005 dan 2009
155
Kopi, kelapa sawit dan kakao merupakan tiga komoditi yang memiliki ratarata nilai ekspor terbesar dalam ekspor komoditi perkebunan ke Inggris, seperti yang terlihat pada Gambar 49. Komoditi yang pertama disebutkan memiliki nilai ekspor yang terus meningkat, berbeda dengan kelapa sawit dan kakao yang memiliki nilai ekspor yang berfluktuasi. Rata-rata nilai ekspor kopi adalah senilai US$ 14.523.440, rata-rata nilai ekspor kelapa sawit adalah senilai US$ 7.293.416, sedangkan rata-rata nilai ekspor kakao adalah senilai US$ 4.101.327. Komoditi yang memiliki nilai ekspor yang masih berada di bawah komoditi lainnya adalah cengkeh dan kayu manis. Tujuan impor utama Inggris hanya terjadi pada tahun 2005 terhadap komoditi teh, sedangkan untuk komoditi lainnya, Indonesia masih berada di bawah pesaing yang juga mengekspor komoditi perkebunan ke Inggris. Negara yang menjadi pesaing Indonesia dalam ekspor komoditi perkebunan ke Inggris antara lain adalah Tanzania, Malaysia, Sri Lanka, Singapura, Belanda, China dan Jerman. Nilai Ekspor dalam 1000 US$
30000
900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
25000 20000 15000 10000 5000
2001
0 2001 Cengkeh Kayu Manis Lada
2005 2009 Tahun Kacang Mete Kelapa Sawit Pala
Kakao Kelapa Teh
2005
2009
Karet Kopi Tembakau
Sumber : UNComtrade Gambar 49. Nilai Ekspor Dua Belas Komoditi Indonesia ke Inggris Tahun 2001, 2005 dan 2009
156
1. Komoditi Cengkeh Pesaing utama yang dalam tahun 2001, 2005 dan 2009 yang diduduki Tanzania, Belanda dan Prancis sama-sama memiliki keunggulan komparatif yang kuat. Pesaing utama bukan berarti memiliki nilai RCA yang lebih tinggi dibandingkan dengan pesaing kedua, hal ini dibuktikan Sri Lanka dan Madagaskar yang pada tahun 2005 dan 2009 memiliki nilai RCA (Tabel 109) yang lebih tinggi dari pesaing utama, sementara Kenya pada tahun 2001 masih memiliki nilai RCA di bawah pesaing utama, namun dengan nilai RCA yang lebih dari satu. Dalam tiga tahun tersebut, Indonesia hanya memiliki keunggulan komparatif yang rendah pada tahun 2001, sedangkan pada tahun 2005 dan 2009, nilai RCA Indonesia mampu melebihi angka satu. Tabel 109. Nilai RCA Komoditi Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Inggris Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 0,06 Tanzania 2071,9 Kenya 59,87 0 2005 43,11 Belanda 4,88 Sri Lanka 173,45 0 2009 1,01 Prancis 4,61 Madagaskar 3292,18 0
2.
Filipina 0 0 0
Komoditi Kacang Mete Pesaing utama dan pesaing kedua yang tertera pada Tabel 110 memiliki
keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor kacang mete ke Inggris, karena memiliki nilai RCA yang lebih dari satu. Tahun 2001 nilai RCA pesaing kedua yang diduduki Tanzania melebihi nilai RCA India sebagai pesaing utama, sedangkan ditahun 2005 dan 2009, nilai RCA pesaing utama yang diduduki Tanzania dan Nigeria masih lebih tinggi dibandingkan dengan pesaing keduanya yang diduduki India dan Pantai Gading. Tabel 110. Nilai RCA Komoditi Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Inggris Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
0 0 0
India Tanzania Nigeria
111,4 Tanzania 3431,2 India 394,62 P. Gading
472,81 1,53 202,21
0 0 0
0 0 0
157
3. Komoditi Kakao Walaupun tidak konsisten menjadi negara pesaing utama pada tahun 2001, 2005 dan 2009, Pantai Gading memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor kakao ke Inggris. Dari Tabel 111 terlihat bagaimana nilai RCA Kamerun pada tahun 2001, Ghana pada tahun 2005 dan Belanda pada tahun 2009 juga memiliki keunggulan komparatif yang kuat. Sementara Indonesia yang hanya ekspor kakao ke Inggris pada tahun 2001 dan 2005 hanya memiliki nilai RCA yang lebih dari satu pada tahun 2005, sedangkan pada tahun 2001 tingkat daya saing Indonesia atas komoditi kakao ke Inggris masih lemah. Tabel 111. Nilai RCA Komoditi Kakao Indonesia dan Pesaing ke Inggris Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
4.
0,05 P. Gading 27,1 Ghana 0 P. Gading
3486,97 Kamerun 1440,16 P. Gading 1636,56 Belanda
1599,55 998,14 1,26
0 0 0
Filipina 0 0 0
Komoditi Karet Negara yang mengekspor karet alam pada tahun 2001, 2005 dan 2009 yang
tertera pada Tabel 112 , memiliki keunggulan komparatif yang kuat. Tahun 2001 Kamerun sebagai pesaing kedua, Malaysia sebagai pesaing utama, Thailand dan Indonesia, secara berturut-turut memiliki nilai RCA dari yang tertinggi ke nilai RCA yang rendah namun masih di atas satu. Tahun 2005 Kamerun yang menjadi pesaing utama masih memiliki nilai RCA yang tertinggi, di bawahnya ada Thailand dan Malaysia, sedangkan ditahun 2009 Malaysia yang memiliki nilai RCA yang tertinggi, kemudian Thailand dan Prancis sebagi pesaing utama. Tabel 112. Nilai RCA Komoditi Karet Indonesia dan Pesaing ke Inggris Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 8,3 Malaysia 32,38 Kamerun 1605,64 59,01 2005 0 Kamerun 884,41 Malaysia 19,87 66,95 2009 0 Prancis 3,67 Malaysia 39,35 39,32
Filipina 0 0 0
158
5. Komoditi Kayu Manis Keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia, pesaing utama dan pesaing kedua pada tahun 2001, 2005 dan 2009 sangat kuat, karena memiliki nilai RCA yang lebih dari satu (Tabel 113). Tahun 2001 nilai RCA Sri Lanka merupakan yang tertinggi yang di bawahnya ada Indonesia dan Belanda, sementara ditahun 2005 Sri Lanka masih memiliki nilai RCA yang tertinggi dan kemudian ada Indonesia dan China, sedangkan ditahun 2009 nilai RCA Indonesia berada paling atas, di bawahnya ada China dan Prancis. Ekspor kayu manis Thailand ke Inggris pada tahun 2001 dan 2009 belum memiliki daya saing yang kuat akibat nilai RCA yang kurang dari satu. Tabel 113. Nilai RCA Komoditi Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Inggris Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
6.
5,33 Sri Lanka 11,74 Sri Lanka 5,86 China
199,75 Belanda 228,14 China 5,29 Prancis
3,18 7,24 4,07
0,009 0 0,02
0 0 0
Komoditi Kelapa Sawit Kolombia dan Indonesia konsisten menjadi negara dengan nilai RCA di atas
satu pada tahun 2001, 2005 dan 2009, seperti yang tertera pada Tabel 114, hal tersebut memiliki arti bahwa Indonesia dan Kolombia memiliki keunggulan komparatif yang kuat dalam ekspor CPO ke Inggris. Tabel 114. Nilai RCA Komoditi Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Inggris Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
2,56 Papua N G 72,97 Kolombia 24,82 Honduras
7692,93 Kolombia 682,06 Brazil 1532,69 Kolombia
301,48 32,42 133,12
0 0 0
0 0 0
Selain dua negara tersebut, pada tahun 2001 juga ada Papua New Guinea sebagai pesaing utama dengan nilai RCA yang lebih tinggi, sementara ditahun 2005 ada Brazil dengan nilai RCA yang masih di bawah Indonesia dan Kolombia, namun
159
masih dengan keunggulan komparatif yang kuat dan ditahun 2009 ada Honduras dengan nilai RCA yangh lebih tinggi dari Indonesia dan Kolombia. 7. Komoditi Kelapa Filipina, Singapura, Sri Lanka dan Indonesia pada tahun 2001, 2005 dan 2009 memiliki keunggulan komparatif yang kuat dalam ekspor kelapa parut ke Inggris dan bahkan nilai RCA (Tabel 115) pesaing kedua pada tahun 2001 dan 2005 yang diduduki Sri Lanka lebih tinggi dibandingkan dengan Singapura sebagai pesaing utama, namun secara keseluruhan nilai RCA Filipina merupakan yang paling tinggi. Sementara Thailand yang ekspor kelapa parut ke Inggris pada tahun 2001 dan 2005 belum mampu memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat. Tabel 115. Nilai RCA Komoditi Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Inggris Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 9,33 Singapura 50 Sri Lanka 78,37 0,002 2005 1,1 Singapura 21,99 Sri Lanka 24,59 0,002 2009 1,78 Singapura 27,78 Sri Lanka 22,26 0
8.
Filipina 110,31 686,45 1075,58
Komoditi Kopi Ekspor kopi dari Kolombia dan Indonesia ke Inggris pada tahun 2001, 2005
dan 2009 memiliki nilai RCA yang lebih dari satu, hal ini sama seperti ekspor CPO pada tahun yang sama, sehingga kedua negara tersebut memiliki keungulan komparatif yang kuat. Sementara dalam Tabel 116, terlihat selain kedua negara tersebut ada Vietnam pada tahun 2001 dan 2005 serta Brazil pada tahun 2009 yang juga memiliki nilai RCA yang lebih dari satu, namun dengan nilai RCA yang masih di bawah Kolombia, sementara tabel tersebut juga memperlihatkan bagaimana nilai RCA Thailand pada tahun 2001 dan 2009 yang kurang dari satu. Tabel 116. Nilai RCA Komoditi Kopi Indonesia dan Pesaing ke Inggris Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
7,73 Vietnam 25,46 Kolombia 36,18 Brazil
137,3 Kolombia 296,32 Vietnam 33,53 Kolombia
157,88 77,58 167,03
0,14 0 0,009
Filipina 0 0 0
160
9. Komoditi Lada Lada Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang kuat di pasar Inggris, hal tersebut terlihat dari tahun 2001, 2005 dan 2009 nilai RCA Indonesia yang selalu lebih dari satu (Tabel 117). Indonesia tidak sendirian, sebab ditahun 2001 Negara India dengan nilai RCA yang lebih tinggi dan Belanda dengan nilai RCA di bawah Indonesia. Tahun 2005 ada Vietnam dan India, dimana nilai RCA Vietnam merupakan yang paling tinggi, kemudian diikuti Indonesia dan India. Pada tahun 2009 Amerika Serikat dan Prancis memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata, namun dengan nilai RCA yang masih di bawah Indonesia. Thailand yang ekspor dalam tiga tahun tersebut dan Filipina yang hanya ekspor pada tahun 2009, belum memiliki daya saing yang kuat dalam ekspor lada ke Inggris. Tabel 117. Nilai RCA Komoditi Lada Indonesia dan Pesaing ke Inggris Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 6,98 Belanda 5,3 India 26,44 0,18 2005 17,59 Vietnam 127,1 India 16,82 0,42 2009 8,18 U S 3,54 Prancis 2,54 0,01
Filipina 0 0 0,45
10. Komoditi Pala Belanda dan Italia sebagai pesaing utama dan pesaing kedua pada tahun 2001 dan 2005 memiliki keunggulan komparatif yang kuat pada tahun tersebut dalam ekspor pala ke Inggris. Begitu pula pada tahun 2009, pesaing utama yang diduduki Italia dan Prancis sebagai pesaing kedua sama-sama memiliki nilai RCA yang lebih dari satu (Tabel 118), sehingga memiliki dayasing yang kuat, berbeda dengan Indonesia yang pada tahun ini memiliki nilai RCA yang kurang dari satu. Tabel 118. Nilai RCA Komoditi Pala Indonesia dan Pesaing ke Inggris Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 0 Belanda 10,18 Italia 1,34 0 2005 0 Belanda 10,86 Italia 2,85 0 2009 0,99 Italia 8,94 Prancis 4,23 0
Filipina 0 0 0
161
11. Komoditi Teh Indonesia dan China sama-sama memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat dalam ekspor teh ke Inggris dalam tiga tahun yang ada. Dari Tabel 119 terlihat bagaimana pada tahun 2001 ada Prancis yang juga memiliki keunggulan komparatif yang kuat, tahun 2005 ada Jerman yang juga memiliki nilai RCA yang lebih dari satu, dan pada tahun ini Thailand yang ekspor teh ke Inggris belum memiliki keunggulan komparatif yang kuat. Pada tahun 2009 Jerman tidak memiliki nilai RCA yang lebih dari satu dan memiliki tingkat daya saing yang lemah dalam ekspor teh ke Inggris. Tabel 119. Nilai RCA Komoditi Teh Indonesia dan Pesaing ke Inggris Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
20,58 Prancis 97,28 China 8,01 China
4,48 China 5,98 Jerman 10,85 Jerman
8,87 1,11 0,62
0 0,06 0
Filipina 0 0 0
12. Komoditi Tembakau Negara yang mengekspor tembakau ke Inggris dan tertera pada Tabel 120 pada tahun 2001, 2005 dan 2009 memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat. Negara-negara tersebut adalah Sri lanka pada tahun 2001 dan 2005, Indonesia pada tahun 2001, 2005 dan 2009, India pada tahun 2005, Malawi pada tahun 2009, Jerman pada tahun 2001 serta Filipina pada tahun 2005. Tabel 120.
Tahun 2001 2005 2009
Nilai RCA Komoditi Tembakau Indonesia, Thailand, Filipina dan Pesaing ke Inggris. Pesaing 1 Pesaing 2 Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 9,05 Sri Lanka 9,06 Sri Lanka 5,21 Malawi
131,39 Jerman 190,52 India 5714,17 India
1,56 16,02 13,75
0 0 0
0 3,28 0
13. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Inggris Inggris memiliki pasar yang tidak dinamis karena memiliki estimasi nilai pertumbuhan pangsa pasar produk yang negatif, sehingga permintaan masyarakat
162
Inggris akan suatu komoditi menurun dalam tahun 2001, 2005 dan 2009 seperti yang terlihat pada Tabel 121. Karena nilai yang negatif tersebut, kemungkinan posisi daya saing komoditi Indonesia berada pada Falling Star yaitu ketika pangsa pasar komoditi Indonesia bernilai positif atau Retreat yaitu ketika Indonesia tidak memiliki komoditi yang kompetitif di pasar Inggris yang sudah tidak dinamis tersebut. Dari sembilan komoditi yang diestimasi, ada enam komoditi yang memiliki pangsa ekspor yang positif, yaitu cengkeh, kakao, kelapa sawit, kopi, lada dan teh, sehingga posisi Falling Star merupakan posisi yang diperoleh. Nilai RCA enam komoditi tersebut tidak selalu di atas satu, karena komoditi cengkeh dan kakao memiliki nilai RCA yang kurang dari satu pada tahun 2001. Kayu manis, kelapa dan tembakau merupakan komoditi yang tidak kompetitif di pasar Inggris karena memiliki nilai pertumbuhan pangsa pasar yang negatif, sehingga Retreat adalah posisi daya saing yang diperoleh ketiga komoditi tersebut. Namun ketiga komoditi tersebut dalam tahun 2001, 2005 dan 2009 memiliki daya saing dan keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia. Untuk nilai RCA dengan pertumbuhan yang tertinggi dimiliki komoditi cengkeh, dan pertumbuhan nilai RCA yang terendah dimiliki komoditi karet dan tembakau. Tabel 121. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Inggris Nilai RCA Nilai EPD Komoditi Cengkeh Kacang Mete Kakao Karet Kayu Manis Kelapa Sawit Kelapa Kopi Lada Pala Teh Tembakau
2001 0,06
2005 43,11
Pertumbuhan Pangsa Pasar Ekspor (%)
Pertumbuhan Pangsa Pasar Produk (%)
Posisi Daya Saing
1,01
20871,8
-13,9
Falling Star
2009
0
0
0
-
-13,9
-
0,05 8,3
27,1 0
0 0
15080,6 -
-13,9 -13,9
Falling Star -
5,33
11,74
5,86
-2,2
-13,9
2,56
72,97
24,82
834,1
-13,9
Falling Star
9,33 7,73 6,98 0 20,58 9,05
1,1 25,46 17,59 0 97,28 9,06
1,78 36,18 8,18 0,99 8,01 5,21
-8,7 82,4 6
-13,9 -13,9 -13,9 -13,9 -13,9 -13,9
Retreat Falling Star Falling Star Falling Star
56,5 -36,8
Retreat
Retreat
163
5.1.10 Amerika Serikat Amerika Serikat merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia dengan jumlah sebesar 307.007.000 jiwa pada tahun 2009 yang menduduki wilayah seluas 9.826.675 km2. Sebagai negara adikuasa dimana perekonomian negara ini adalah yang terkuat di dunia, nilai PDB Amerika Serikat hingga tahun 2009 mencapai US$ 14.256.300 juta dengan nilai pertukaran per kapita mencapai US$ 12.728 pada tahun 2007-2009. Hubungan antara Indonesia dan Amerika Serikat terbina semenjak sebelum disampaikannya proklamasi. Begitu juga dengan sektor perkebunan, dalam subbab yang terpaparkan berikutnya akan terlihat bagaimana komoditi-komoditi Indonesia masuk menjadi konsumsi masyarakat Amerika Serikat. Nilai Ekspor dalam 1000 US $
0 -500000 -1000000 2001 -1500000
2005
-2000000
2009
-2500000 -3000000
Komoditi
Sumber : UNComtrade Gambar 50. Neraca Perdagangan Perkebunan Amerika Serikat Tahun 2001, 2005 dan 2009
Kakao, kopi dan lada memiliki rata-rata nilai ekspor terbesar komoditi perkebunan Indonesia yang diekspor ke Amerika Serikat. Komoditi tersebut memiliki rata-rata nilai ekspor yang berbeda-beda, dimana komoditi kakao memiliki nilai ekspor sebesar US$ 180.844.800, komoditi kopi memiliki rata-rata nilai ekspor sebesar US$ 113.262.600, sedangkan komoditi lada memiliki rata-rata nilai ekspor sebesar US$ 36.200.130. Komoditi kelapa sawit yang selama ini menjadi sektor
164
unggulan Indonesia hanya diekspor ke Amerika Serikat pada tahun 2009 dan bahkan dengan nilai yang masih kecil, seperti yang terlihat pada Gambar 51. Walaupun bukan sebagai komoditi dengan nilai ekspor tertinggi, kayu manis Indonesia merupakan tujuan utama impor Amerika Serikat dalam tiga tahun yang ada, selain itu karet pada tahun 2001, kelapa sawit dan pala pada tahun 2009, serta lada pada tahun 2001 dan 2009 juga menjadi tujuan impor utama Amerika Serikat. Komoditi yang tidak menjadi tujuan utama bukan berarti memiliki arti bahwa Amerika Serikat telah memenuhi kebutuhan impor komoditi lainnya, sebab negara lainnya juga melakukan ekspor ke negara ini, sehingga menjadi pesaing Indonesia. Negara-negara yang menjadi pesaing Indonesia adalah Brazil, Madagaskar, India, Pantai Gading, Malaysia, Sri Lanka, Kolombia, Dominikan Republik, China, Jepang dan Turki. Nilai Ekspor dalam 1000 US$
350000
12000
300000
10000
250000
8000
200000
6000
150000
4000 2000
100000
0
50000
2001
2005
2009
0 2001
2005 Tahun Kacang Mete Kelapa Sawit Pala
2009
Cengkeh Kakao Karet Kayu Manis Kelapa Kopi Lada Teh Tembakau Sumber : UNComtrade Gambar 51. Nilai Ekspor Dua Belas Komoditi Indonesia ke Amerika Serikat Tahun 2001, 2005 dan 2009
1. Komoditi Cengkeh Indonesia, Madagaskar dan Brazil pada tahun 2001, 2005 dan 2009 memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat, karena nilai RCA yang lebih dari satu (Tabel 122). Tahun 2001 Madagaskar sebagai pesaing kedua memiliki nilai RCA yang paling besar, namun pada tahun ini pada tabel tersebut terdapat negara yang
165
masih memiliki tingkat daya saing yang lemah, yaitu Thailand. Pada tahun 2005 dan 2009 nilai RCA Madagaskar yang naik menjadi pesaing utama, jauh meninggalkan nilai RCA Brazil dan Indonesia. Tabel 122. Nilai RCA Komoditi Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
6,98 Brazil 27,16 Madagaskar 17,24 Madagaskar
21,87 Madagaskar 3219,4 Brazil 2350,8 Brazil
1542,9 10,64 21,34
0,01 0 0
0 0 0
2. Komoditi Kacang Mete Negara yang mengekspor kacang mete ke Amerika Serikat yang tertera pada Tabel 123 memiliki keunggulan komparatif yang kuat, diawali pada tahun 2001 dengan nilai RCA yang lebih dari 5000, Mozambik memiliki nilai RCA di atas India sebagai pesaing utama dan Indonesia. Pada tahun 2005 Indonesia yang memiliki nilai RCA yang paling tinggi dengan mengalahkan nilai RCA Meksiko dan India sebagai pesaing utama dan pesaing kedua. Pada tahun 2009 nilai RCA Indonesia yang sudah tinggi masih bisa disaingi Meksiko sebagai pesaing utama, sementara pesaing kedua yang diduduki Inggris memiliki nilai RCA di bawah kedua pesaing tersebut. Tabel 123.Nilai RCA Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 1,47 India 119,3 Mozambik 5088,98 0 0 2005 30,28 Meksiko 3,2 India 18,85 0 0 2009 27,4 Nigeria 40,14 U K 8,97 0 0
3. Komoditi Kakao Sama seperti komoditi kacang mete, dimana negara yang tertera pada Tabel 124, yang mengekspor kakao ke Amerika Serikat memiliki keunggulan komparatif yang kuat, namun bedanya, pada tahun ini ada Filipina yang juga ekspor kakao ke Amerika Serikat pada tahun 2005 dan 2009, namun dengan nilai RCA yang masih di bawah satu. Diantara Indonesia, pesaing utama dan pesaing kedua, pada tiga tahun
166
tersebut, Pantai Gading merupakan negara dengan nilai RCA tertinggi, berada di atas nilai RCA Dominikan Republik sebagai pesaing kedua dan Indonesia pada tahun 2001, berada di atas nilai RCA Indonesia dan Ekuador sebagai pesaing kedua pada tahun 2005 dan 2009. Tabel 124. Nilai RCA Komoditi Kakao Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 46,16 P. Gading 2024,89 Dominikan 254,79 0 0 2005 29,01 P. Gading 1054,03 Ekuador 18,48 0 0,0008 2009 33,62 P. Gading 858,9 Ekuador 41,66 0 0,001
4. Komoditi Karet Thailand, Indonesia dan Malaysia, sebagai trio Asean memiliki keunggulan komparatif dalam ekspor karet alam ke Amerika Serikat pada tahun 2001, 2005 dan 2009, karena seperti yang tertera pada Tabel 125, nilai RCA ketiga negara tersebut mampu melebihi angka satu. Dari ketiga negara tersebut, setiap tahunnya nilai RCA Thailand merupakan yang tertinggi, sementara nilai RCA Malaysia hanya pada tahun 2009 berada di atas Indonesia. Pesaing utama dalam tiga tahun tersebut telah dimiliki Malaysia, sedangkan untuk pesaing kedua pada tahun 2001 yang diduduki Inggris belum memiliki keunggulan komparatif yang kuat, begitu pula dengan Kanada pada tahun 2009, hanya India pada tahun 2005 yang memiliki tingkat daya saing yang kuat dalam ekspor karet alam ke Amerika Serikat. Tabel 125. Nilai RCA Komoditi Karet Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
5.
22,3 Malaysia 8,48 Malaysia 1,89 Malaysia
9,36 U K 5,26 India 15,57 Kanada
0,42 6,98 0,71
51,45 57,83 34,21
0 0 0
Komoditi Kayu Manis Indonesia dan Sri Lanka yang konsisten menjadi pesaing utama pada tahun
2001, 2005 dan 2009 dalam ekspor kayu manis ke Amerika Serikat, ternyata juga
167
konsisten sebagai negara yang memiliki keunggulan komparatif dan tingkat daya saing yang kuat. Tahun 2001 Indonesia dan India adalah negara yang memiliki nilai RCA lebih kecil dari pada pesaing utama tersebut, pada tahun 2005 Indonesia masih memiliki nilai RCA di bawah Sri Lanka begitu pula dengan Vietnam sebagai pesaing kedua dengan nilai RCA yang di bawah Indonesia dan bahkan pada tahun 2009, nilai RCA pesaing kedua yang diduduki Kanada belum mampu melebihi angka satu (Tabel 126), yang berarti belum memiliki daya saing yang kuat. Disisi pesaing tetap, Thailand belum mampu memiliki keunggulan kompartif yang kuat dalam ekspor kayu manis ke Amerika Serikat dalm tiga tahun tersebut. Tabel 126. Nilai RCA Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat. Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
78,78 Sri Lanka 74,51 Sri Lanka 71,12 Sri Lanka
182,65 India 353,46 Vietnam 332,09 Kanada
4,05 14,23 0,13
0,001 0,01 0,06
0 0 0
6. Komoditi Kelapa Sawit Tabel 127 memperlihatkan diantara tahun 2001, 2005 dan 2009, Indonesia sebagai negara dengan nilai ekspor CPO terbesar di dunia hanya ekspor CPO ke Amerika Serikat pada tahun 2009, namun walaupun demikian, Indonesia pada tahun tersebut memiliki tingkat dayasiang yang kuat. Tabel 127. Nilai RCA Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
0 Honduras 0 Honduras 74,99 Honduras
1352,35 Papua N G 2618,8 Ekuador 440,02 Kenya
18719,7 18,5 33,39
0 0 0
0 0 0
Sementara, untuk negara pesaing utama dan pesaing kedua pada tiga tahun tersebut, sama-sama memiliki keunggulan komparatif yang kuat. Tahun 2001 Honduras sebagai pesaing utama memiliki nilai RCA yang lebih rendah dari Papua New Guinea, sedangkan ditahun 2005 dan 2009, Honduras yang konsisten menjadi
168
pesaing utama, memiliki nilai RCA yang lebih tinggi dari Ekuador sebagai pesaing kedua pada tahun 2005 dan Kenya sebagai pesaing kedua pada tahun 2009. 7. Komoditi Kelapa Filipina dan Dominikan Republik yang selalu menjadi pesaing utama menjadi dua negara yang konsisten memiliki daya saing yang kuat dalam ekspor kelapa parut ke Amerika Serikat, hal tersebut disimpulkan dari Tabel 128, yang memperlihatkan nilai RCA kedua negara yang lebih dari satu pada tahun 2001, 2005 dan 2009. Sementara untuk pesaing lainnya pada tahun 2001, hanya Thailand yang tidak memiliki nilai RCA yang lebih dari satu, sedangkan Indonesia dan Singapura memiliki daya saing yang kuat. Pada tabel tersebut juga terlihat bagaimana pada tahun 2005 dan 2009 nilai RCA pesaing lainnya yaitu Indonesia, Thailand, Kanada dan Meksiko berada di bawah satu. Tabel 128. Nilai RCA Komoditi Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
2,08 Dominikan 0,24 Dominikan 0,05 Dominikan
311,78 Singapura 31,8 Kanada 38,59 Meksiko
1,83 0,09 0,32
0,04 0,001 0,02
96,34 172,13 160,02
8. Komoditi Kopi Kolombia, Brazil dan Indonesia pada tahun 2001, 2005 dan 2009 sama-sama memiliki keunggulan komparatif dan tingkat daya saing yang kuat. Tabel 129. Nilai RCA Komoditi Kopi Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
5,53 Kolombia 10,86 Kolombia 7,75 Brazil
46,68 Brazil 46,45 Brazil 24,01 Kolombia
10,49 15,47 25,98
0,6 0,44 0,003
0,0006 0 0
Hal tersebut karena negara yang telah disebutkan memiliki nilai RCA yang lebih dari satu, namun hal yang membedakan adalah tingkatan nilai RCAnya yang tertera pada Tabel 129, dimana dalam tiga tahun tersebut nilai RCA Kolombia selalu
169
berada di atas Brazil, dan nilai RCA Indonesia selalu berada di bawah Brazil. Disisi pesaing tetap, Thailand dan Filipina belum memiliki tingkat daya saing yang kuat. 9. Komoditi Lada Indonesia dan Brazil sama-sama memiliki keunggulan komparatif dan tingkat daya saing yang kuat pada tahun 2001, 2005 dan 2009 dalam ekspor lada ke Amerika Serikat, seperti yang tertera pada Tabel 130, hanya nilai RCA yang membedakan kedua negara tersebut, dimana nilai RCA Indonesia selalu lebih tinggi daripada nilai RCA Brazil dalam tiga tahun tersebut. Sementara untuk pesaing lainnya seperti India pada tahun 2001 dan 2009 serta Vietnam pada tahun 2005 juga memiliki keunggulan kompartif yang kuat, bahkan nilai RCA Vietnam sebagai pesaing utama pada tahun 2005 melebihi nilai RCA Indonesia ditahun yang sama. Disisi pesaing tetap, Thailand dan Filipina yang juga ekspor lada dalam tiga tahun tersebut belum mampu memiliki tingkat daya saing dan keunggulan komparatif yang kuat. Tabel 130. Nilai RCA Komoditi Lada Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Negara Negara Nilai RCA RCA 2001 2005 2009
42,66 India 32,49 Vietnam 66,34 Brazil
29,3 Brazil 88,31 Brazil 20,08 India
16,47 13,96 11,4
0,06 0,01 0,04
0,01 0,02 0,03
10. Komoditi Pala Tabel 131 memperlihatkan nilai RCA pengekspor pala ke Amerika Serikat pada tahun 2001, 2005 dan 2009. Pada tahun 2001, Grenada sebagai pesaing kedua memiliki nilai RCA di atas Indonesia dan Singapura yang sama-sama memiliki keunggulan komparatif yang kuat, berbeda dengan Thailand yang belum memiliki keunggulan komparatif yang kuat pada tahun ini. Tahun 2005 nilai RCA Indonesia dan Singapura masih berada di bawah Grenada yang sama-sama memiliki tingkat daya saing yang kuat, namun perbedaanya pada tahun ini Grenada duduk sebagai pesaing utama. Tahun 2009 Indonesia memiliki nilai RCA yang paling tinggi dibandingkan dengan Sri Lanka sebagai pesaing kedua, sedangkan pesaing utama yang diduduki Kanada belum memiliki tingkat daya saing yang kuat.
170
Tabel 131. Nilai RCA Komoditi Pala Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
30,15 Singapura 20,15 Grenada 101,84 Kanada
18,44 Grenada 65711,02 Singapura 0,49 Sri Lanka
12692,5 16,01 27,72
0,004 0 0
0 0 0
11. Komoditi Teh China dan Jepang sama-sama memiliki keunggulan komparatif dan tingkat daya saing yang kuat dalam ekspor teh ke Amerika Serikat, seperti yang tertera pada Tabel 132, nilai RCA kedua negara ini sesuai dengan posisi yang mereka tempati, dimana pada tahun 2001 dan 2005 sebagai pesaing utama, China memiliki nilai RCA yang lebih tinggi dibandingkan dengan Jepang dan pada tahun 2009 Jepang yang memiliki nilai RCA yang lebih tinggi sebagai pesaing utama. Sementara untuk Indonesia dan Thailand belum memiliki keunggulan komparatif yang kuat pada tahun 2001 dan 2009, sedangkan pada tahun 2005 Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan tingkat daya saing yang kuat. Tabel 132. Nilai RCA Komoditi Teh Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
0,02 China 1,23 China 0,28 Jepang
5,42 Jepang 2,27 Jepang 4,2 China
2,01 1,73 1,4
0,08 0 0,1
0 0 0
12. Komoditi Tembakau Turki sebagi pesaing utama dalam tahun 2001, 2005 dan 2009 serta Indonesia konsisten menjadi negara yang memiliki keunggulan komparatif dan tingkat daya saing yang kuat dalam ekspor tembakau ke Amerika Serikat, hal tersebut terlihat dari Tabel 133, dimana nilai RCA kedua negara ini dalam tiga tahun tersebut melebihi angka satu. Walaupun begitu, nilai RCA kedua negara tersebut selalu berada di bawah pesaing kedua pada setiap tahunnya, seperti Libanon pada tahun 2001, Yunani
171
pada tahun 2005 dan Bulgaria pada tahun 2009. Thailand dan Filipina sama-sama belum memiliki keunggulan komparatif dan tingkat daya saing yang tinggi pada tahun 2001, sedangkan Filipina yang kembali ekspor tembakau ke Amerika Serikat pada tahun 2005 dan 2009 memiliki daya saing yang kuat. Tabel 133. Nilai RCA Komoditi Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
2,71 Turki 2,14 Turki 3,9 Turki
175,73 Lebanon 146,67 Yunani 216,37 Bulgaria
1579,69 293,56 789,45
0,06 0 0
0,95 1,17 5,51
13. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Amerika Serikat Rising Star dan Lost Opportunity merupakan dua posisi daya saing yang mungkin dimiliki oleh komoditi perkebunan Indonesia di pasar Amerika Serikat, karena permintaan komoditi perkebunan Amerika Serikat meningkat sebesar 5,3 persen dalam tahun 2001, 2005 dan 2009. Ada delapan komoditi (Tabel 134) yang masuk kedalam posisi daya saing Rising Star, komoditi tersebut adalah, cengkeh, kacang mete, kayu manis, kopi, lada, pala, teh dan tembakau. Nilai estimasi pangsa ekspor kedelapan komoditi tersebut positif sehingga kompetitif di pasar Amerika Serikat. Sementara nilai pertumbuhan RCA komoditi tersebut selalu bernilai positif, kecuali kayu manis yang memiliki pertumbuhan nilai RCA negatif, namun komoditi yang memiliki pertumbuhan nilai RCA negatif belum tentu memiliki tingkat daya saing yang lemah, hal itu terbukti bahwa komoditi kayu manis memiliki tingkat daysaing yang kuat dalam tahun 2001, 2005 dan 2009. Posisi daya saing Lost Opportunity diperoleh oleh komoditi kakao, karet dan kelapa, karena komoditi tersebut tidak kompetitif di pasar Amerika Serikat yang tinggi akan permintaan komoditi perkebunan. Disisi nilai RCA, dua diantara tiga komoditi tersebut, yaitu kakao dan karet memiliki tingkat daya saing yang kuat pada tahun 2001, 2005 dan 2009, namun dengan pertumbuhan nilai RCA yang negatif, yaitu sebesar 10,6 persen dan 69,8 persen, begitu pula dengan kelapa yang memiliki pertumbuhan nilai RCA yang negatif sebesar 82,4 persen.
172
Tabel 134. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Amerika Serikat. Nilai RCA Nilai EPD Posisi Daya Saing
-1,1
5,3
-69,5
5,3
Lost opportunity Lost opportunity
0,2
5,3
6,98
27,16
1,47
30,28
Pertumbuhan Pertumbuhan Pangsa Pasar Pangsa Pasar Ekspor (%) Produk (%) 109,7 5,3 17,24 856,5 5,3 27,4
Kakao
46,16
29,01
33,62
Karet
22,3
8,48
1,89
78,78
74,51
71,12
0
0
74,99
-
5,3
2,08
0,24
0,05
-80,4
5,3
5,53 42,66 30,15 0,02 2,71
10,86 32,49 20,15 1,23 2,14
7,7 66,34 101,84 0,28 3,9
30 59 240,2 2011,4 46,9
5,3 5,3 5,3 5,3 5,3
Komoditi
2001
Cengkeh Kacang Mete
Kayu Manis Kelapa Sawit Kelapa Kopi Lada Pala Teh Tembakau
2005
2009
Rising Star Rising Star
Rising Star Lost opportunity Rising Star Rising Star Rising Star Rising Star Rising Star
5.1.11 Jerman Republik Federal Jerman adalah suatu negara berbentuk federasi di Eropa Barat. Negara ini merupakan negara dengan posisi ekonomi dan politik yang sangat penting di Eropa maupun di dunia. Dengan luas 357.021 kilometer persegi dan penduduk sekitar 82 juta jiwa, negara dengan 16 negara bagian ini memiliki penduduk terbanyak dieropa. Negara ini sama seperti negara lainnya yang telah dipaparkan, memiliki defisit neraca perdagangan komoditi perkebunan yang besar, hanya teh yang terlihat pada Gambar 52 yang memiliki surplus neraca perdagangan.
173
Nilai Ekspor dalam 1000 US$
200000 0 -200000 -400000 -600000
2001
-800000
2005
-1000000
2009
-1200000 -1400000 -1600000
Komoditi
Sumber : UNComtrade Gambar 52. Neraca Perdagangan Perkebunan Jerman Tahun 2001, 2005 dan 2009
Kelapa sawit dan kopi merupakan dua komoditas ekspor utama Indonesia ke Jerman karena memiliki nilai ekspor yang tinggi dibandingkan dengan komoditi lainnya. Rata-rata nilai ekspor kelapa sawit yang diekspor ke Jerman adalah senilai US$ 104.938.300, sedangkan komoditi kopi memiliki nilai ekspor rata-rata sebesar US$ 68.656.280. Sementara, komoditi kacang mete dan cengkeh memiliki nilai ekspor yang kontradiktif dengan kelapa sawit dan kopi. Gambar 53 memperlihatkan
Nilai Ekspor dalam 1000US$
bagaimana nilai ekspor komoditi perkebunan Indonesia ke Jerman. 250000 25000
200000
20000
150000
15000
100000
10000 5000
50000 0 2001
0 2001 Cengkeh Kayu Manis Lada
2005 Tahun Kacang Mete Kelapa Sawit Pala
2005
2009
2009 Kakao Kelapa Teh
Karet Kopi Tembakau
Sumber : UNComtrade Gambar 53. Nilai Ekspor Dua Belas Komoditi Indonesia ke Jerman Tahun 2001, 2005 dan 2009
174
Kelapa sawit yang memiliki rata-rata nilai ekspor tertinggi ternyata juga menjadi tujuan impor utama Jerman dalam tiga tahun yang diteliti, sedangkan komoditi kopi masih berada di bawah pesaing lainnya. Selain komoditi kelapa sawit masih ada satu komoditi pada tahun 2005 yang menjadi tujuan impor utama Jerman, komoditi tersebut adalah kayu manis. Pesaing Indonesia dalam ekspor komoditi perkebunan ke Jerman adalah Belanda, Pantai Gading, Madagaskar, Denmark, Malaysia, Brazil, Turki, Jepang dan Yunani. 1. Komoditi Cengkeh Belanda memiliki keunggulan komparatif dan tingkat daya saing yang kuat pada tahun 2001, 2005 dan 2009 dalam ekspor cengkeh ke Jerman, namun nilai RCA Belanda bukan nilai RCA yang tertinggi disetiap tahunnya (Tabel 135), karena pada tahun 2001 dan 2009 pesaing kedua Madagaskar memiliki nilai RCA yang lebih tinggi, sedangkan ditahun 2005 Brazil yang memiliki nilai RCA tertinggi sebagai pesaing utama. Indonesia hanya memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat pada tahun 2005, sedangkan pada tahun 2001 dan 2009 nilai RCA Indonesia masih di bawah satu. Tabel 135. Nilai RCA Komoditi Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Jerman Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
0,3 Belanda 1,02 Brazil 0,23 Belanda
4,07 Madagaskar 103,9 Belanda 3,94 Madagaskar
2814,33 1,3 2649,6
0 0 0
Filipina 0 0 0
2. Komoditi Kacang Mete Tanzania memiliki nilai RCA yang tinggi pada tahun 2001, bahkan nilai RCA tersebut lebih tinggi dari pada India sebagai pesaing utama dan Indonesia, namun ketiga negara tersebut masuk kedalam kategori negara yang memiliki keunggulan komparatif dan tingkat daya saing yang kuat. Tahun 2005 Prancis dan Belanda samasama memiliki tingkat daya saing yang kuat dalam ekspor kacang mete ke Jerman, karena pada Tabel 136, tertera nilai RCA kedua negara yang lebih dari satu. India kembali menjadi pesaing utama pada tahun 2009, setelah sebelumnya pada tahun
175
2001, dan kali ini nilai RCA India mampu menjadi yang tertinggi di atas Lithuania dan Indonesia, namun ketiga negara sama-sama memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dalam ekspor kacang mete ke Jerman. Tabel 136. Nilai RCA Komoditi Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Jerman Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 59,26 India 152,69 Tanzania 2670,4 0 0 2005 0 Prancis 5,7 Belanda 4,23 0 0 2009 1,92 India 105,82 Lithuania 37,74 0 0
3. Komoditi Kakao Indonesia, Pantai Gading serta pesaing kedua yang diduduki Belanda dan Belgia pada tahun 2001, 2005 dan 2009 sama-sama memiliki keunggulan komparatif dan tingkat daya saing yang kuat dalam ekspor kakao ke Jerman. Hal yang membedakan negara-negara tersebut adalah nilai RCAnya, karena dalam tiga tahun tersebut nilai RCA Pantai Gading merupakan yang paling tinggi, kemudian Indonesia dan negara pesaing kedua (Tabel 137). Tabel 137. Nilai RCA Komoditi Kakao Indonesia dan Pesaing ke Jerman Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 15,62 P. Gading 1940,19 Belanda 1,99 0 2005 4,96 P. Gading 2577,6 Belgia 2,19 0 2009 11,64 P. Gading 478,76 Belanda 2,666 0
Filipina 0 0 0
4. Komoditi Karet Thailand dan Denmark pada tahun 2001, 2005 dan 2009 memiliki keunggulan komparatif dan tingkat daya saing yang kuat dalam ekspor karet alam ke Jerman dan bahkan nilai RCA Thailand adalah yang tertinggi dalam tiga tahun tersebut. Tabel 138 memperlihatkan nilai RCA negara lainnya, seperti Indonesia dan Malaysia pada tahun 2001 yang juga memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dalam ekspor karet alam ke Jerman. Indonesia dan Belgia pada tahun 2005 yang juga memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat. Tahun 2009 nilai RCA Indonesia
176
yang belum menyentuh angka satu serta nilai RCA Malaysia yang memenuhi syarat sebagai negara yang memiliki daya saing yang kuat pada tahun 2009 ini. Tabel 138. Nilai RCA Komoditi Karet Indonesia dan Pesaing ke Jerman Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
15,66 Malaysia 1,86 Denmark 0,02 Denmark
23,95 Denmark 14,78 Belgia 29,98 Malaysia
3,15 2,8 11,33
186,03 82,37 68,9
Filipina 0 0 0
5. Komoditi Kayu Manis Indonesia memiliki daya saing dan keunggulan komparatif yang kuat pada tahun 2001, 2005 dan 2009 dalam ekspor kayu manis ke Jerman, hal tersebut dibuktikan dengan nilai estimasi RCA yang tertera pada Tabel 139. Selain Indonesia, pada tahun 2001 Belanda dan Sri Lanka juga memiliki keunggulan komparatif yang kuat dan bahkan nilai RCA Sri Lanka lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia dan Belanda. Pada tahun 2005 Sri Lanka masih memiliki nilai RCA yang tertinggi, di bawahnya ada Indonesia dan China yang menjadi pesaing utama. Tahun 2009 Belanda, China dan Thailand menemani Indonesia sebagai negara yang memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat. Tabel 139. Nilai RCA Komoditi Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Jerman Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
62,55 Belanda 135,25 China 76,86 Belanda
2,75 Sri Lanka 4,24 Sri Lanka 3,86 China
717,83 502,65 2,02
0 0 3,44
0 0 0
6. Komoditi Kelapa Sawit Indonesia tahun 2001, 2005 dan 2009, Malaysia pada tahun 2001 dan 2005 serta Kolombia pada tahun 2005 dan 2009 memiliki nilai RCA yang lebih dari satu (Tabel 140), hal tersebut memberikan sebuah arti bahwa negara-negara tersebut memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor CPO ke Jerman. Diantara ketiga negara tersebut, setiap tahunnya nilai RCA Indonesia merupakan
177
yang paling tinggi, sehingga bisa dikatakan Indonesia memiliki tingkat daya saing yang lebih tinggi pula. Tabel 140 juga memperlihatkan bagaimana pesaing kedua pada tahun 2001 dan 2009 yang ditempati Belanda belum memiliki keunggulan dan tingkat daya saing yang kuat. Tabel 140. Nilai RCA Komoditi Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Jerman Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
239,03 Malaysia 233,49 Malaysia 241,17 Kolombia
63,17 Belanda 69,81 Kolombia 257,08 Belanda
0,41 156,17 0,81
0 0 0
0 0 0
7. Komoditi Kelapa Negara yang tertera pada Tabel 141 memperlihatkan keunggulan komparatif yang kuat dalam ekspor kelapa parut ke Jerman pada tahun 2001, 2005 dan 2009. Tahun 2001 diawali dengan tingginya nilai RCA Sri Lanka kemudian Filipina dan diikiuti Malaysia dan Indonesia, yang berarti negara yang disebutkan pertama memiliki keunggulan komparatif dan tingkat daya saing yang lebih kuat. Tahun 2005 dan 2009 Filipina menjadi negara dengan nilai RCA yang tertinggi, di bawahnya ada Indonesia, Singapura dan Belanda, sehingga dapat dikatakan tingkat daya saing negara yang memiliki nilai ekspor kelapa terbesar di dunia tersebut lebih kuat dibandingkan dengan pesaing lainnya. Tabel 141. Nilai RCA Komoditi Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Jerman Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
6,89 Sri Lanka 51,4 Singapura 34,62 Belanda
734,15 Singapura 23,68 Belanda 2,09 Singapura
24,83 1,68 34,03
0 0 0
Filipina 91,37 200,11 106,89
8. Komoditi Kopi Indonesia dan Brazil memiliki keunggulan komparatif dan tingkat daya saing yang tinggi pada tahun 2001, 2005 dan 2009, hal tersebut dibuktikan dengan nilai RCA yang lebih dari satu (Tabel 142) dan dalam tiga tahun tersebut nilai RCA Brazil
178
selalu lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Sementara pesaing kedua yang diduduki Kolombia pada tahun 2001 dan 2005 serta Peru pada tahun 2009 juga memiliki nilai RCA yang lebih dari satu dan bahkan nilai RCA kedua negara tersebut merupakan nilai RCA tertinggi pada tahunnya masing-masing, sehingga bisa dikatakan Kolombia dan Peru memiliki keunggulan komparatif yang lebih kuat dibandingkan dengan Brazil dan Indonesia. Pada saat negara lainnya memiliki nilai RCA yang tinggi, Thailand pada tiga tahun tersebut belum mampu memiliki tingkat daya saing yang kuat dalam ekspor kopi ke Jerman. Tabel 142. Nilai RCA Komoditi Kopi Indonesia dan Pesaing ke Jerman Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
7,74 Brazil 22,71 Brazil 21,06 Brazil
52,11 Kolombia 52,77 Kolombia 61,36 Peru
192,88 307,04 81,73
0,62 0,48 0,004
Filipina 0 0 0
9. Komoditi Lada Nilai RCA negara pengekspor lada ke Jerman pada tahun 2001 yang tertera pada Tabel 143, memiliki keunggulan komparatif yang kuat, Singapura merupakan negara yang memiliki nilai RCA tertinggi, kemudian Indonesia, Belanda dan Thailand. Tabel 143. Nilai RCA Komoditi Lada Indonesia dan Pesaing ke Jerman Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 19,64 Belanda 3,49 Singapura 20,68 1,4 2005 34,65 Vietnam 191,7 Brazil 23,2 0,19 2009 67,83 Brazil 42,51 Belanda 1,73 0,46
Filipina 0 0 0
Tahun 2005 berbeda dengan 2001, dimana ada satu negara dengan nilai RCA yang kurang dari satu yaitu Thailand, sementara Vietnam menggantikan posisi Singapura sebagai negara yang memiliki tingkat daya saing yang lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia dan Brazil yang juga memiliki nilai RCA di atas satu. Tahun 2009 Indonesia yang menjadi negara dengan nilai RCA tertinggi dibandingkan
179
dengan Brazil dan Belanda yang sama-sama memiliki keunggulan komparatif dan tingkat daya saing di atas rata-rata dunia dalam ekspor lada ke Jerman, sementara Thailand pada tahun ini masih belum memiliki tingkat daya saing yang kuat. 10. Komoditi Pala Indonesia, negara pesaing utama yang diduduki Belanda (tahun 2001 dan 2009) dan Brazil (2005), serta negara pesaing kedua yang diduduki Grenada (2001), Belanda (2005) dan Italia (2009) sama-sama memiliki keunggulan komparatif dan tingkat daya saing yang kuat dalam ekspor pala ke Jerman pada tahun 2001, 2005 dan 2009. Hal tersebut dibuktikan dari nilai RCA negara-negara yang telah dipaparkan tersebut lebih dari satu (Tabel 144), namun yang membedakannya adalah tinggi rendahnya nilai RCA yang dimiliki. Tahun 2001 Grenada memiliki nilai RCA yang tertinggi, sedangkan ditahun 2005 Brazil yang memiliki nilai RCA yang tertinggi dan ditahun 2009 Indonesia yang memiliki nilai RCA yang paling tinggi. Tingginya nilai RCA membuat negara-negara tersebut lebih memiliki daya saing yang kuat dibandingkan pesaing lainnya. Tabel 144. Nilai RCA Komoditi Pala Indonesia dan Pesaing ke Jerman Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 10,08 Belanda 5,14 Grenada 30621,14 0 2005 27,07 Brazil 62,32 Belanda 3,51 0 2009 98,62 Belanda 4,06 Italia 1,28 0
Filipina 0 0 0
11. Komoditi Teh Nilai RCA Indonesia dan Jepang (Tabel 145) konsisten melebihi angka satu pada tahun 2001, 2005 dan 2009 dalam ekspor teh ke Jerman, yang berarti kedua negara tersebut memiliki tingkat daya saing yang kuat disetiap tahunnya. Selain dua negara tersebut, pada tahun 2001 juga ada Inggris dan Thailand yang juga memiliki keunggulan kompartif di atas rata-rata dalam ekspor teh ke Jerman, sedangkan pada tahun 2005 dan 2009 Negara Austria juga memiliki nilai RCA di atas satu, namun pada dua tahun tersebut juga terdapat negara yang belum memiliki tingkat daya saing
180
yang kuat, yaitu Thailand dan secara keseluruhan nilai RCA Indonesia merupakan yang tertinggi dari negara-negara yang tertera pada Tabel 145. Tabel 145. Nilai RCA Komoditi Teh Indonesia dan Pesaing ke Jerman Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
17,02 Jepang 47,89 Jepang 29,008 Austria
6,01 U K 10,04 Austria 8,5 Jepang
2,62 1,63 5,56
1,24 0,003 0,006
Filipina 0 0 0
12. Komoditi Tembakau Tabel 146 memperlihatkan bagaimana pada tahun 2001 nilai RCA Yunani lebih tinggi dibandingkan nilai RCA Indonesia dan Turki, yang berarti Yunani memiliki keunggulan komparatif yang lebih kuat dibandingkan dengan dua negara tersebut, namun masih sama-sama memiliki keunggulan kompartif di atas rata-rata dunia dalam ekspor tembakau ke Jerman. Tahun 2005 sama seperti tahun 2001, namun pada tahun ini Thailand dan Filipina juga ekspor tembakau ke Jerman, sehingga kedua negara tersebut memiliki nilai RCA, diamana terjadi hal yang berkebalikan antara nilai RCA dua negara ini, yaitu keunggulan kompartif di atas rata-rata dunia dalam ekspor tembakau ke Jerman dimiliki Filipina sedangkan Thailand tidak. Sementara pada tahun 2009 nilai RCA Malawi lebih tinggi dibandingkan dengan nilai RCA Turki, Indonesia, Filipina dan Thailand, yang berarti walaupun mempunyai kesaman dalam keunggulan komparatif, Malawi lebih memiliki daya saing yang tinggi. Tabel 146. Nilai RCA Komoditi Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Jerman Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
49,61 Turki 22,75 Turki 11,73 Turki
23,44 Yunani 20,55 Yunani 21,77 Malawi
50,25 74,05 3483,98
0 0,87 1,28
0 1,37 3,11
181
13. Hasil Estimasi RCA dan EPD Perkebunan Indonesia di Jerman Pertumbuhan pangsa pasar produk Jerman bernilai positif, yang berarti negara tersebut memiliki pasar yang dinamis, sehingga akan ada dua kemungkinan posisi daya saing komoditi perkebunan Indonesia, yaitu Rising Star atau Lost Opportunity. Syarat yang harus dipenuhi agar komoditi Indonesia berada pada posisi Rising Star adalah memiliki komoditi yang kompetitif di pasar Jerman dengan nilai pangsa ekspor yang positif, sedangkan Lost Opportunity terjadi jika komoditi perkebunan Indonesia tidak kompetitif disaat pasar Jerman dinamis atau nilai pangsa ekspor bernilai negatif. Tabel 147. Komoditi
Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Jerman Nilai RCA Nilai EPD 2001
Cengkeh Kacang Mete Kakao
59,26
0
15,62
4,96
11,64
Karet
15,66
1,86
62,55
Kayu Manis Kelapa Sawit Kelapa Kopi Lada Pala Teh Tembakau
0,3
2005 1,02
Pertumbuhan 2009 Pangsa Pasar Ekspor (%) 0,23 59,9 1,92
-
Pertumbuhan Pangsa Pasar Produk (%) 0,1
Posisi Daya Saing Rising Star
0,1
-
46,2
0,1
0,02
-94
0,1
Rising Star Lost Opportunity
135,25
76,86
26,5
0,1
Rising Star
239,03
233,49
241,17
0,9
0,1
Rising Star
6,89 7,74 19,64 10,08 17,02
51,4 22,71 34,65 27,07 47,89
34,62 21,06 67,84 98,62 29,008
263,8 80,5 87,5 222,8 57,1
0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
49,61
22,75
11,73
-50,8
0,1
Rising Star Rising Star Rising Star Rising Star Rising Star Lost Opportunity
Tabel 147 memperlihatkan sebelas komoditas yang dapat diestimasi posisi daya saingnya, sembilan komoditi memiliki nilai pangsa ekspor yang positif, komoditi tersebut adalah cengkeh, kakao, kayu manis, kelapa sawit, kelapa, kopi, lada, pala dan teh. Sembilan komoditi tersebut memiliki pertumbuhan nilai RCA yang positif, dimana komoditi kelapa yang memiliki pertumbuhan tertinggi sebesar
182
306,4 persen dengan daya saing yang kuat setiap tahunnya, sedangkan untuk pertumbuhan terendah dari delapan komoditi yang tersisa dimiliki komoditi kelapa sawit yaitu sebesar 0,4 persen namun sama-sama memiliki daya saing yang kuat dalam tiga tahun tersebut. Karet dan tembakau Indonesia tidak kompetitif di pasar Amerika Serikat, sehingga kedua komoditi ini berada pada posisi Lost Opportunity, selain itu kedua komoditi ini juga memiliki pertumbuhan nilai RCA yang negatif yaitu sebesar 93,3 persen untuk karet dan 51,2 persen untuk pertumbuhan tembakau. 5.1.12 Dunia Kelapa sawit, kakao dan kopi merupakan tiga komoditi yang menjadi andalan ekspor Indonesia ke dunia. rata-rata nilai ekspor komoditi tersebut adalah senilai US$ 2.567.277.000 untuk kelapa sawit, senilai US$ 609.226.800 untuk kakao dan senilai US$ 500.780.700 untuk kopi. Gambar 54 memperlihatkan nilai ekspor komoditi
Nilai Ekspor dalam 1000 US$
Indonesia ke dunia dalam tahun 2001, 2005 dan 2009. 6000000
160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0
5000000 4000000 3000000 2000000 1000000
2001
0 2001 Cengkeh
2005 Tahun Kacang Mete
Kayu Manis Lada
2005
2009
2009 Kakao
Karet
Kelapa Sawit
Kelapa
Kopi
Pala
Teh
Tembakau
Sumber : UNComtrade. Gambar 54. Nilai Ekspor Dua Belas Komoditi Indonesia ke Dunia Tahun 2001, 2005 dan 2009
Selain menjadi andalan ekspor Indonesia kelapa sawit juga menjadi tujuan impor utama dunia dalam waktu tiga tahun yang ada, selain itu komoditi pala Indonesia juga menjadi tujuan impor utama dunia dalam waktu yang sama.
183
Sementara komoditi kelapa dan lada masih menjadi tujuan nomor dua impor negara di dunia di bawah pesaingnya. Pesaing Indonesia dalam ekspor komoditi perkebunan kedunia adalah Madagaskar dan Singapura (cengkeh), Tanzania dan Pantai Gading (kacang mete), Pantai Gading (kakao), Malaysia dan Thailand (karet), Sri Lanka dan China (kayu manis), Malaysia (kelapa sawit), Filipina, Sri Lanka dan Singapura (kelapa), Brazil dan Kolombia (kopi), Vietnam dan Brazil (lada), Belanda dan Grenada (pala), China dan Inggris (teh) serta Turki dan Yunani (tembakau). Setiap negara pesaing memiliki strategi dalam mengembangkan sektor perkebunan masing-masing guna memperkuat sektor perkebunannya. Namun secara keseluruhan negara-negara pesaing memilih strategi hubungan bilateral dan multilateral, selain untuk membina hubungan agar mendapatkan partner perdagangan yang konsisten juga bisa belajar mengenai keunggulan setiap komoditi perkebunan sebuah negara sehingga dapat diaplikasikan di negara sendiri. Uni Eropa memiliki Common Market Organization yang memiliki tujuan untuk memajukan petani sehingga dapat mengahsilkan produk yang memiliki kualitas yang baik. Cara organisasi bersama ini adalah dengan menyediakan subsidi kepada petani yang masuk kedalam anggaran Uni Eropa, selain itu tujuannya juga untuk menyediakan penghasilan tetap untuk petani. Berbeda dengan China yang melakukan kebijakan dalam memberikan kesempatan ekspor bagi perusahaan yang hanya memiliki lisensi dan bertujuan untuk perbaikan kualitas dan memperbaiki kondisi produuksi untuk petani. Singapura memiliki strategi Eksportir Development Prgramme, strategi ini bertujuan untuk melengkapi perusahaan dengan keterampilan dan pengetahuan, sehingga perusahaan akan mendapat pegetahuan tentang bagaimana mengembangkan bisnis. Ada tiga komponen dalam strategi ini, yaitu perencanaan strategi ekspor, pelatihan ekspor dan workshop serta kunjungi pasar luar negeri. Selain itu komponen tersebut juga ditunjang dengan adanya jaminan kualitas yang dibutuhkan, tidak sulit dalam melakukan layanan dan fleksibel. Bebeda lagi dengan Malaysia yang melakukan merger terhadap tiga perusahaan hulu hingga hilir kelapa sawit, yang bertujuan untuk mempermudah
184
pemasokan bahan baku dan mengurangi biaya impor, meningkatkan permintaan dan berakhir dengan kemampuan untuk mempengaruhi harga dengan cara mengontrol supply, apalagi kebutuhan bahan bakar berupa biodiesel semakin meningkat. Indonesia sendiri telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan daya saing komoditi perkebunannya di pasar dunia, seperti melakukan hubungan bilateral, mendirikan Indonesian Trade Promotion Centre di Soa Paolo Brazil untuk mempromosikan hasil perkebunan Indonesia. Melakukan hubungan multilateral dengan Malaysia dan Thailand terhadap komoditi karet sehingga bisa mempengaruhi harga hingga strategi dalam negeri dengan adanya Gerakan Nasional penanaman kakao dan kopi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan mutu dengan jalan menyediakan dana dan tenaga pendamping yang dapat memberikan pengetahuan tentang bagaimana cara peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi yang juga bertujuan untuk meningkatkan mutu ditangan petani rakyat. Selain itu ada pula strategi yang disebut produk perkebunan berdasarkan identitas geografis, hal ini terjadi terhadap komoditi kopi, seperti kopi Bali, kopi Mandailing dan kopi Toraja, dan sekarang diharapkan terjadi terhadap komoditi lainnya agar dapat memberikan nilai tambah pada produk-produk tersebut karena adanya pencitraan kualitas dan keunikan tersendiri (Ditjenbun). 1. Komoditi Cengkeh Indonesia dan Singapura sama-sama menjadi negara yang memiliki keunggulan komparatif dalam ekspor cengkeh ke dunia pada tahun 2001, 2005 dan 2009, karena memiliki nilai RCA (Tabel 148) yang lebih dari satu setiap tahunnya. Selain kedua negara tersebut pada tahun 2001 masih ada Madagaskar yang memiliki nilai RCA yang lebih dari satu dan bahkan lebih tinggi dibandingkan Indonesia dan Singapura serta tahun ini Thailand dan Filipina juga memiliki nilai RCA namun dengan nilai yang masih di bawah satu. Tahun 2005 ada Sri Lanka yang juga memiliki keunggulan komparatif yang kuat, dan bahkan lebih kuat daripada Indonesia dan Singapura, karena nilai RCA yang lebih tinggi, pada tahun ini Thailand juga belum memiliki nilai RCA yang lebih dari satu. Tahun 2009 Madagaskar memiliki nilai RCA yang paling tinggi serta nilai RCA Thailand yang masih di bawah satu.
185
Tabel 148. Nilai RCA Komoditi Cengkeh Indonesia dan Pesaing ke Dunia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
2.
5,87 Madagaskar 15,09 Singapura 3,51 Madagaskar
2988,88 Singapura 13,31 Sri Lanka 3236,05 Singapura
8,95 246,53 13,09
0,0004 0,0004 0,014
Filipina 0,0001 0 0
Komoditi Kacang Mete Tanzania dan Indonesia sama-sama memiliki keunggulan komparatif di atas
rata-rata dunia dalam ekspor kacang mete pada tahun 2001, 2005 dan 2009, hal tesebut terlihat dari Tabel 149, dimana nilai RCA kedua negara tersebut selalu di atas satu dan bahkan dalam tiga tahun tersebut nilai RCA Tanzania selalu berada di atas pesaing lainnya. Selain dua negara tersebut, pada tahun 2001 India dan Thailand juga memiliki nilai RCA, dimana nilai RCA India mampu lebih dari satu sedangkan Thailand belum. Tahun 2005 ada Pantai Gading, Thailand dan Filipina yang memiliki nilai RCA, namun hanya Pantai Gading yang memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor kacang mete ke dunia, begitu juga pada tahun 2009, dimana Pantai Gading memiliki nilai RCA yang lebih dari satu, sedangkan Thailand tidak. Tabel 149. Nilai RCA Komoditi Kacang Mete Indonesia dan Pesaing ke Dunia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
3.
13,56 Tanzania 23,58 P. Gading 17,21 P. Gading
2278,94 India 494,4 Tanzania 528,07 Tanzania
28,06 852,4 730,17
0,001 0,004 0,009
0 0,91 0
Komoditi Kakao Pantai Gading memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang kuat
terhadap komoditi kakao pada tahun 2001, 2005 dan 2009 ke dunia, karena dari hasil estimasi nilai RCA yang tertera pada Tabel 150, nilai RCA negara tersebut jauh di atas nilai RCA negara lainnya. Indonesia juga memiliki keunggulan komparatif yang kuat dalam tiga tahun tersebut, namun nilai RCAnya masih lebih kecil dibandingkan
186
dengan Pantai Gading dan pesaing kedua yang setiap tahunnya diduduki Kamerun, Ghana dan Nigeria, sedangkan Thailand dan Filipina yang ekspor kakao kedunia pada tahun 2005 dan 2009 belum memiliki daya saing dan keunggulan komparatif yang kuat. Tabel 150. Nilai RCA Komoditi Kakao Indonesia dan Pesaing ke Dunia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
16,12 P. Gading 15,13 P. Gading 17,68 P. Gading
921,28 Kamerun 563,62 Ghana 478,51 Nigeria
215,56 717,54 47,46
0 0,0003 1,4E-06
0 0,005 0,02
4. Komoditi Karet Thailand dan Malaysia memiliki tingkat daya saing dan keunggulan komparatif di atas rata-rata dalam ekspor karet alam ke dunia, karena nilai RCA yang dimiliki (Tabel 151) melebihi angka satu pada tahun 2001, 2005 dan 2009. Tabel 151. Nilai RCA Komoditi Karet Indonesia dan Pesaing ke Dunia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
1,79 Malaysia 0,54 Malaysia 0,7 Malaysia
11,07 U S 6,26 Vietnam 4,26 Guatemala
0,37 15,71 47,73
56,88 64,23 63,05
Filipina 0,01 0 0,04
Tabel 151 terlihat, pada tahun 2001 hanya Indonesia yang memiliki nilai RCA yang lebih dari satu, sedangkan pesaing kedua yang diduduki Amerika Serikat dan Negara Filipina belum memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia. Tahun 2005 Indonesia yang memiliki nilai RCA di bawah satu sedangkan Vietnam sebagai pesaing kedua memiliki daya saing yang kuat dan bahkan lebih kuat dibandingkan dengan Malaysia, karena memiliki nilai RCA yang lebih tinggi. Sementara pada tahun 2009 Indonesia dan Filipina masih belum memiliki daya saing yang kuat, sedangkan Guatemala memiliki keunggulan yang lebih kuat dibandingkan dengan Malaysia.
187
5. Komoditi Kayu Manis Sri Lanka, China dan Indonesia adalah tiga negara yang memiliki tingkat daya saing dan keunggulan komparatif di atas rata-rata dalam ekspor komoditi kayu manis pada tahun 2001, 2005 dan 2009. Hal itu dibuktikan dengan estimasi nilai RCA yang tertera pada Tabel 152 tiga negara tersebut yang lebih dari satu, namun yang membedakannya adalah tinggi rendahnya nilai estimasi RCA masing-masing negara. Sri Lanka menjadi negara dengan nilai RCA tertinggi pada tiga tahun tersebut, hal ini wajar mengingat negara ini sebagai negara dengan nilai ekspor kayu manis tertinggi di dunia, sedangkan diposisi dua dengan nilai RCA tertinggi adalah Indonesia yang dalam urutan nilai ekspor berada pada posisi tiga di bawah China. Sementara Thailand yang juga ekspor dalam tiga tahun tersebut dan Filipina yang ekspor pada tahun 2009 belum memiliki nilai RCA yang lebih dari satu. Tabel 152. Nilai RCA Komoditi Kayu Manis Indonesia dan Pesaing ke Dunia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
15,63 Sri Lanka 18,18 Sri Lanka 13,29 Sri Lanka
552,48 China 777,06 China 814,06 China
5,63 2,78 2,7
0,002 0,004 0,04
0 0 0,01
6. Komoditi Kelapa Sawit Indonesia dan Malaysia memiliki keunggulan komparatif dan tingkat daya saing yang kuat dalam ekspor CPO kedunia, hal tersebut disimpulkan dari nilai RCA (Tabel 153) yang lebih dari satu pada tahun 2001, 2005 dan 2009. Tabel 153. Nilai RCA Komoditi Kelapa Sawit Indonesia dan Pesaing ke Dunia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
45,7 Malaysia 75,26 Malaysia 72,76 Malaysia
20,54 Papua N G 16,19 Kolombia 15,85 Kolombia
258,51 15,06 5,05
3,53 0 0,42
0 0 0
Selain dua negara tersebut pada tahun 2001 juga ada Papua New Guinea dan Thailand yang memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dan bahkan nilai
188
RCA Papua New Guinea
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia dan
Malaysia. Tahun 2005 dan 2009, Kolombia juga memiliki keunggulan rata-rata dalam ekspor CPO ke dunia, sedangkan Thailand yang kembali ekspor CPO pada tahun 2009 belum memiliki nilai RCA yang lebih dari satu. 7. Komoditi Kelapa Filipina, Indonesia, Sri Lanka dan Singapura merupakan negara dengan nilai ekspor kelapa parut terbesar di dunia pada tahun 2001, 2005 serta 2009 dan keempat negara tersebut juga memiliki tingkat daya saing yang kuat, namun nilai RCA yang tertera pada Tabel 154 menempatkan Sri Lanka sebagai negara dengan nilai RCA tertinggi, bukan Filipina sebagai negara dengan nilai ekspor tertinggi yang hanya berada di bawah Sri Lanka. Thailand juga ekspor CPO ke dunia pada tahun yang sama, namun dalam tiga tahun tersebut nilai RCA yang diperoleh belum mencapai angka satu. Tabel 154. Nilai RCA Komoditi Kelapa Indonesia dan Pesaing ke Dunia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
18,83 Sri Lanka 14,3 Sri Lanka 10,67 Sri Lanka
223,65 Singapura 185,69 Singapura 238,66 Singapura
4,88 4,6 3,57
0,04 0,09 0,18
Filipina 64,88 105,04 128,8
8. Komoditi Kopi Nilai ekspor tertinggi bukan berarti memiliki tingkat daya saing yang lebih tinggi, hal ini dibuktikan lagi oleh Kolombia yang berada pada posisi dua sebagai negara dengan nilai ekspor tertinggi di bawah Brazil dalam ekspor kopi ke dunia pada tahun 2001, 2005 dan 2009. Dari Tabel 155, Brazil, Kolombia dan Indonesia samasama memiliki keunggulan komparatif dan tingkat daya saing yang kuat, namun nilai RCA Kolombia merupakan yang paling tinggi dalam tiga tahun tersebut, mengalahkan nilai RCA Brazil dan Indonesia, sehingga bisa dikatakan Kolombia lebih memiliki keunggulan komparatif yang kuat dibandingkan dengan Brazil dan Indonesia. Sementara nilai RCA Thailand dan Filipina yang juga ekspor kopi kedunia dalam tiga tahun tersebut belum memiliki nilai RCA yang lebih dari satu.
189
Tabel 155. Nilai RCA Komoditi Kopi Indonesia dan Pesaing ke Dunia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
3,88 Brazil 6,72 Brazil 7,32 Brazil
24,83 Kolombia 24,56 Kolombia 25,53 Kolombia
74,47 80,29 48,77
0,47 0,13 0,004
Filipina 0,004 0,002 4,05E-06
9. Komoditi Lada Thailand dan Filipina juga tidak memiliki keunggulan komparatif dan tingkat daya saing yang kuat dalam ekspor lada ke dunia dalam tahun 2001, 2005 dan 2009, sama seperti yang terjadi pada komoditi kopi ditahun yang sama. Berbeda dengan kedua negara tersebut, dalam tiga tahun yang ada Indonesia memiliki nilai RCA yang lebih dari satu (Tabel 156), dimana pada tahun 2001 nilai RCA Indonesia kalah dari Vietnam, namun lebih tinggi dari Singapura, begitu juga pada tahun 2005, nilai RCA Indonesia masih kalah dari Vietnam namun lebih tinggi dari Brazil, namun ditahun 2009 nilai RCA Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan Brazil dan India, akan tetapi secara keseluruhan negara-negara tersebut memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor lada. Tabel 156. Nilai RCA Komoditi Lada Indonesia dan Pesaing ke Dunia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
21,3 Vietnam 16,08 Vietnam 29,02 Brazil
72,57 Singapura 111,21 Brazil 14,48 India
7,93 9,32 6,82
0,13 0,05 0,08
Filipina 0,01 0,02 0,16
10. Komoditi Pala Indonesia dan Belanda memiliki keunggulan komparatif dan tingkat daya saing yang kuat pada tahun 2001, 2005 dan 2009. Selain dua negara tersebut, pada tahun 2001 dan 2005 juga ada Grenada yang memiliki nilai RCA yang lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia dan Belanda, sehingga bisa dikatakan Grenada memiliki tingkat daya saing yang lebih tinggi. Tahun 2009 India juga memiliki keunggulan komparatif yang berada di atas rata-rata dunia dan bahakan memiliki nilai
190
RCA yang lebih tinggi dari Belanda, namun masih di bawah Indonesia yang selalu memiliki nilai RCA tertinggi kedua dalam tahun 2001 dan 2005. Sementara Thailand belum memiliki nilai RCA yang melebihi angka satu (Tabel 157). Tabel 157. Nilai RCA Komoditi Pala Indonesia dan Pesaing ke Dunia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Filipina Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 24,99 Grenada 19205,4 Belanda 5,07 0,005 0 2005 31,44 Belanda 4,82 Grenada 34828,4 0,003 0 2009 32,64 India 11,58 Belanda 3,84 0,002 0
11. Komoditi Teh Thailand kembali belum memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam ekspor teh ke dunia dala tahun 2001, 2005 dan 2009 sama seperti kebanyakan ekspor komoditi lainnya, sementara Filipina yang ekspor pada tahun 2009 juga tidak memiliki keunggulan komparatif yang kuat, karena nilai RCA negara tersebut yang tertera pada Tabel 158 belum mencapai angka satu. Sementara dalam tiga tahun tersebut China selalu menjadi negara dengan nilai RCA yang tertinggi, di bawahnya ada nilai RCA Inggris pada tahun 2001 dan Indonesia pada tahun 2005 dan 2009, namun secara keseluruhan nilai RCA ketiga negara tersebut menggambarkan keunggulan komparatif komoditi teh yang sudah di atas rata-rata. Tabel 158. Nilai RCA Komoditi Teh Indonesia dan Pesaing ke Dunia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 1,09 China 13,51 U K 2,04 0,02 2005 7,16 China 7,37 U K 2,21 0,02 2009 3,79 China 5,66 U K 2,2 0,05
Filipina 0 0 0,003
12. Komoditi Tembakau Turki dan Indonesia sama-sama memiliki keunggulan komparatif di atas ratarata pada tahun 2001, 2005 dan 2009 dalam ekspor tembakau ke dunia, namun Turki lebih memiliki keunggulan dan tingkat daya saing yang lebih kuat dibandingkan dengan Indonesia karena nilai RCAnya lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia
191
(Tabel 159). Tahun 2001 dan 2005 bahkan nilai RCA Yunani lebih tinggi dibandingkan dengan Turki, dan pada tahun 2009 Malawi yang memiliki nilai RCA yang tertinggi, jadi dapat dikatakan kedua negara tersebut memiliki tingkat daya saing yang lebih kuat lagi dari pada Turki. Sementara Thailand dan Filipina juga ekspor tembakau ke dunia, namun hanya Filipina pada tahun 2009 yang memiliki nilai RCA di atas satu. Tabel 159. Nilai RCA Komoditi Tembakau Indonesia dan Pesaing ke Dunia Pesaing 1 Pesaing 2 Tahun Indonesia Thailand Nilai Nilai Negara Negara RCA RCA 2001 2005 2009
5,36 Turki 3,64 Turki 3,45 Turki
40,93 Yunani 30,93 Yunani 21,31 Malawi
62,86 91,004 1778,14
0,41 0,49 0,8
Filipina 0,55 0,47 2,42
13. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Dunia Tabel 160 memperlihatkan nilai pangsa produk dunia yang bernilai positif, hal tersebut memiliki arti bahwa permintaan komoditi perkebunan dunia meningkat sebesar 2,7 persen pada tahun 2001, 2005 dan 2009. Dengan nilai yang positif tersebut posisi daya saing perkebunan Indonesia dapat berada pada posisi Rising Star atau Lost Opportunity, tergantung pada nilai pangsa ekspor masing-masing komoditi. Dari duabelas komoditi yang diestimasi, ada delapan komoditi Indonesia yang memiliki keunggulan kompetitif di pasar dunia karena memiliki nilai pangsa ekspor yang positif, komoditi tersebut adalah cengkeh, kacang mete, kakao, kelapa sawit, kopi, lada, pala dan teh, sehingga komoditi-komoditi tersebut berada pada posisi Rising Star. Delapan komoditi tersebut juga memiliki pertumbuhan nilai RCA yang positif dan memiliki tingkat daya saing yang kuat dalam tahun 2001, 2005 dan 2009 (Tabel 160). Komoditi teh merupakan komoditi dengan nilai pertumbuhan RCA yang tertinggi, yaitu sebesar 254,3 persen sedangkan komoditi pada posisi Rising Star yang memiliki nilai pertumbuhan RCA terendah adalah kakao dengan pertumbuhan 5,3 persen. Lost Opportunity dimiliki oleh komoditi karet, kayu manis dan tembakau, karena komoditi tersebut tidak kompetitif di pasar dunia, selain itu ketiga komoditi tersebut memiliki pertumbuhan nilai RCA yang negatif.
192
Tabel 160. Persilangan RCA dan EPD Indonesia di Dunia Nilai RCA Nilai EPD Komoditi Cengkeh Kacang Mete Kakao
2001
2005
Pertumbuhan Pertumbuhan Pangsa Pasar Pangsa Pasar Ekspor (%) Produk (%) 3,51 28,9 2,7
2009
Posisi Daya Saing
5,87
15,09
13,56
23,58
17,21
20,3
2,7
Rising Star
16,12
15,13
17,68
9,7
2,7
1,79
0,54
0,7
-11,7
2,7
15,63
18,18
13,29
-5,4
2,7
Rising Star Lost Opportunity Lost Opportunity
45,7
75,26
72,76
29,9
2,7
Kelapa
18,83
14,3
10,67
-22,7
2,7
Kopi Lada Pala Teh
3,88 21,3 24,99 1,09
6,72 16,08 31,44 7,16
7,32 29,02 32,64 3,79
40,7 38,1 16,5 225,5
2,7 2,7 2,7 2,7
5,36
3,64
3,45
-14,6
2,7
Karet Kayu Manis Kelapa Sawit
Tembakau
Rising Star
Rising Star Lost Opportunity Rising Star Rising Star Rising Star Rising Star Lost Opportunity
5.2 Ringkasan Akhir Pembahasan Teori yang sejalan dengan perdagangan yang dilakukan Indonesia dengan keadaan alam dan sumber daya yang dimiliki adalah teori H-O atau Hecksher dan Ohlin dimana suatu negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan ia akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara itu. Karena Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam keadaan alam seperti cahaya matahari, curah hujan yang baik, iklim yang tropis serta sumber daya manusia yang melimpah Indonesia mampu melakukan ekspor komoditi perkebunan sehingga memiliki rata-rata nilai RCA yang memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata untuk semua komoditi yang diestimasi. Sedangkan dari segi keunggulan kompetitif yang dilihat dari intervensi pemerintah masih belum terlihat di negara Belanda, Inggris, Australia dan
193
Belgia. Bahkan Intervensi pemerintah Indonesia dapat dikatakan meningkatan hambatan ekspor ke Negara Eropa yaitu berupa pembukaan investasi yang berakibat pembukaan lahan sehingga merusak lingkungan yang menjadi sebuah hambatan non tarif seperti yang dijalankan dalam Agreement on Agriculture. Berikut akan dipaparkan bagaimana kinerja ekspor dan daya saing Indonesia di negara importir utama dan dunia secara ringkas: 1. Ada enam komoditi yang konsisten diekspor ke Australia dalam tahun 2001, 2005 dan 2009 yaitu, kayu manis, kelapa, kopi, lada, teh serta tembakau dan diantara enam komoditi tersebut, yang selalu meningkat nilai ekspornya adalah kelapa, kopi dan lada namun hanya lada yang pernah memiliki nilai ekspor tertinggi dalam ekspor ke Australia pada tahun 2005. Komoditi yang memiliki nilai ekspor tertinggi selain lada adalah cengkeh, pala dan teh (tahun 2005 dan 2009), kacang mete, kakao dan kelapa sawit (2009) dan kayu manis (2005). Sementara komoditi karet masih berfluktuasi dan jauh di bawah pesaing lainnya. Hasil estimasi Revealed Comparative Advantage (RCA) komoditi kayu manis, kopi, lada dan tembakau memiliki daya saing yang kuat dalam tiga tahun tersebut, sementara komoditi lainnya memiliki daya saing yang kuat hanya pada tahun tertentu seperti cengkeh, kelapa, pala dan teh (2005 dan 2009), kacang mete, kakao dan kelapa sawit (2009) serta karet (2005). Sementara komoditi yang memiliki pertumbuhan nilai RCA tertinggi adalah teh 3037,6 persen dan pertumbuhan terendah adalah komoditi cengkeh yaitu -54,8 persen. Berdasarkan hasil estimasi Export Product Dynamic (EPD), posisi daya saing Falling Star dimiliki komoditi karet, kayu manis, kelapa, kopi, lada, teh dan tembakau. 2. Komoditi yang konsisten diekspor ke China dalam tahun tiga tahun yang ada adalah cengkeh, kakao, karet, kelapa sawit, kelapa, kopi serta pala dan dari tujuh komoditi tersebut, nilai ekspor yang terus meningkat adalah karet, kelapa sawit dan kelapa, namun hanya kelapa sawit dalam tiga tahun tersebut yang memiliki nilai ekspor tertinggi di China, sementara kakao Indonesia memiliki nilai ekspor yang tertinggi di China, namun dengan nilai yang fluktuatif. Komoditi yang
194
memiliki nilai ekspor yang tertinggi selain kelapa sawit dan kakao adalah cengkeh, pala dan teh (tahun 2005), serta kayu manis dan kopi (2009). Hasil estimasi RCA komoditi cengkeh, kakao, kelapa sawit dan kopi memiliki keunggulan komparatif dalam tiga tahun yang ada, sementara komoditi lainnya memiliki dayasing yang kuat pada tahun tertentu saja, seperti kacang mete (2001), karet, kelapa dan tembakau (2009), kayu manis dan pala (2005 dan 2009), lada (2001 dan 2005) serta teh (2005). Komoditi dengan pertumbuhan nilai RCA tertinggi adalah komoditi pala yaitu sebesar 3228,4 persen dan pertumbuhan terendah adalah kacang mete, teh dan tembakau sebesar -100 persen. Berdasarkan hasil estimasi EPD, komoditi cengkeh, kakao, karet, kelapa, kopi dan pala berada pada posisi daya saing Rising Star, sedangkan kelapa sawit dan lada berada pada posisi Lost Opportunity. 3. Hampir semua komoditi perkebunan Indonesia konsisten diekspor ke Malaysia pada tiga tahun yang ada, kecuali karet pada tahun 2005 yang tidak ekspor, sedangkan dari sebelas komoditi yang konsisten diekspor hanya ada lima komoditi yang memiliki nilai ekspor yang meningkat setiap tahunnya, yaitu kacang mete, kakao, kayu manis, kelapa sawit dan kopi, sedangkan komoditi lainnya berfluktuasi. Komoditi Indonesia yang menjadi tujuan impor utama Malaysia dalam tiga tahun tersebut adalah kakao, kayu manis dan pala, sedangkan komoditi lainnya hanya menjadi tujuan impor utama pada tahun tertentu seperti kelapa sawit, kelapa dan teh (2005 dan 2009), kopi (2009) serta lada dan tembakau (2001). Hasil estimasi RCA menyimpulkan bahwa komoditi kakao, kayu manis, kelapa sawit, kelapa, kopi, pala, teh dan tembakau memilik daya saing yang kuat di pasar Malaysia dalam tiga tahun tersebut, sedangkan komoditi lainnya memiliki keunggulan komparatif pada tahun tertentu saja, yaitu cengkeh dan lada (2001 dan 2009) serta kacang mete (2009), sedangkan karet dalam tiga tahun yang ada tidak memiliki daya saing yang kuat. Pertumbuhan nilai RCA tertinggi dimiliki kacang mete yaitu sebesar 19877,9 persen dan nilai pertumbuhan RCA terendah dimiliki karet sebesar -100 persen.
195
Berdasarkan hasil estimasi EPD, seluruh komoditi yang dapat diestimasi yaitu cengkeh, kacang mete, kakao, kayu manis, kelapa sawit, kelapa, kopi, lada, pala, teh dan tembakau, memiliki posisi daya saing Rising Star. 4. Komoditi yang konsisten diekspor dalam tiga tahun ke Jepang adalah, kakao, karet, kayu manis, kelapa sawit, kopi, lada, pala, teh dan tembakau, diantara kesembilan komoditi tersebut kakao, kelapa sawit, kopi, lada, pala dan teh memiliki nilai ekspor yang selalu meningkat, komoditi karet dan tembakau memiliki nilai ekspor yang fluktuatif sedangkan kayu manis memiliki nilai ekspor yang terus menurun. Dari duabelas komoditi yang ada hanya pala yang menjadi tujuan utama impor Jepang dalam tiga tahun, sedangkan kelapa sawit hanya pada tahun 2005. Hasil estimasi RCA menyimpulkan bahwa komoditi kelapa sawit, kopi, lada dan pala konsisten memiliki daya saing yang kuat dalam tiga tahun, sedangkan komoditi lainnya memiliki keunggulan komparatif pada tahun terterntu seperti cengkeh (2005 dan 2009), kacang mete (2001 dan 2009) serta kakao dan teh (2009). Komoditi yang dalam tiga tahun tidak memiliki daya saing, yaitu komoditi karet, kayu manis, kelapa dan tembakau. Pertumbuhan nilai RCA tertinggi dimiliki oleh kelapa sawit yaitu sebesar 1190,2 persen, sedangkan pertumbuhan nilai RCA terendah adalah kacang mete sebesar -100 persen. Berdasarkan hasil estimasi EPD komoditi yang dapat diestimasi, menempatkan komoditi, kakao, karet, kelapa sawit, kelapa, kopi, lada, pala, teh dan tembakau berada pada posisi Rising Star, sedangkan kayu manis berada pada Lost Opportunity. 5. Komoditi yang konsisten diekspor ke Belgia dalam tiga tahun adalah kakao, karet, kayu manis, kelapa, kopi, lada, pala dan tembakau, dari delapan komoditi tersebut karet, kopi, lada, pala dan tembakau memiliki nilai ekspor yang terus meningkat, sedangkan komoditi kakao, kayu manis dan kelapa memiliki nilai ekspor yang fluktuatif. Ada dua komoditi yang tidak diekspor dalam tiga tahun tersebut, yaitu kacang mete dan kelapa sawit. Dari sepuluh komoditi yang
196
diekspor, komoditi yang menjadi tujuan impor utama Belgia hanya sedikit, yaitu kayu manis (2005 dan 2009) dan pala (2001). Hasil estimasi RCA komoditi kayu manis, kopi, lada, pala dan tembakau memiliki daya saing yang kuat pada tiga tahun yang ada sedangkan komoditi lainnya hanya memiliki daya saing yang kuat pada tahun tertentu, seperti cengkeh (2005 dan 2009), kakao (2001) dan kelapa (2001) sementara itu ada komoditi yang belum memiliki daya saing yang kuat dalam tiga tahun, yaitu komoditi karet dan teh. Pertumbuhan nilai RCA tertinggi dimiliki oleh karet yang tumbuh sebesar 4220,8 persen sedangkan pertumbuhan nilai RCA terendah dimiliki teh yaitu -100 persen. Berdasarkan hasil estimasi EPD komoditi yang dapat diestimasi, menempatkan komoditi kakao, karet, kayu manis, kelapa, kopi, lada dan pala pada posisi Falling Star, sedangkan komoditi tembakau berada pada posisi Retreat. 6. Hampir semua komoditi yang diteliti diekspor konsisten dalam tiga tahun ke Belanda, namun hanya kacang mete dan karet yang tidak diekspor konsisten. Sepuluh komoditas yang konsisten tersebut memiliki nilai ekspor yang berbeda, komoditi kakao, kelapa sawit dan kopi memiliki nilai ekspor yang terus meningkat, sedangkan komoditi cengkeh, kayu manis, kelapa, lada, pala, teh dan tembakau memiliki nilai ekspor yang fluktuatif. Komoditi yang menjadi tujuan utama impor Belanda dalam tiga tahun tersebut hanya komoditi kayu manis, sedangkan komoditi lainnya menjadi tujuan impor utama pada tahun tertentu, seperti kelapa sawit (2001 dan 2009), lada (2009) dan pala (2005). Hasil estimasi RCA memperlihatkan komoditi cengkeh, kayu manis, kelapa sawit, kelapa, kopi, lada, pala, teh dan tembakau memiliki keunggulan komparatif yang konsisten dalam tiga tahun tersebut, sedangkan komoditi karet memiliki daya saing yang kuat hanya pada tahun 2001 dan 2005, untuk komoditi kacang mete dan kakao belum memiliki keunggulan komparatif dalam tiga tahun tersebut. Pertumbuhan nilai RCA tertinggi dimiliki komoditi kakao dengan pertumbuhan sebesar 235,9 persen, sedangkan pertumbuhan nilai RCA terendah diduduki kacang mete yaitu sebesar -100 persen.
197
Berdasarkan hasil estimasi EPD, komoditi cengkeh, karet, kayu manis dan kelapa berada pada posisi Retreat, sedangkan komoditi kakao, kelapa sawit, kopi, lada, pala, teh dan tembakau berada pada posisi Falling Star. 7. Hampir semua komoditi konsisten diekspor ke Singapura dalam tiga tahun yang ada, hanya komoditi karet (2009) dan tembakau (2001 dan 2005) yang tidak ekspor. Komoditi yang memiliki nilai ekspor yang terus meningkat adalah kakao, kelapa sawit dan teh, nilai ekspor komoditi yang berfluktuasi adalah kacang mete dan kopi, sedangkan nilai ekspor yang terus turun dimiliki komoditi cengkeh, kayu manis, kelapa, lada dan pala. Komoditi yang menjadi tujuan impor utama Singapura dalam tiga tahun adalah kakao, kelapa sawit, kelapa dan lada, sedangkan komoditi lainnya menjadi tujuan impor utama Singapura hanya pada tahun tertentu, seperti komoditi kopi (2005 dan 2009), pala (2001 dan 2005) dan tembakau (2009). Hasil estimasi RCA memperlihatkan komoditi kakao, kayu manis, kelapa sawit, kelapa, kopi, lada dan pala memiliki tingkat daya saing yang kuat dalam tiga tahun tersebut, sedangkan komoditas lainnya hanya memiliki daya saing yang kuat pada tahun tertentu seperti cengkeh dan karet (2001 dan 2005), kacang mete dan tembakau (2009) dan teh (2005 dan 2009). Kacang mete memiliki pertumbuhan RCA tertinggi yaitu 867,6 persen dan pertumbuhan RCA terendah adalah pala yaitu sebesar -25,2 persen. Berdasarkan hasil estimasi EPD, menempatkan cengkeh, kacang mete, kakao, kayu manis, kelapa sawit, kopi, lada dan teh pada posisi Rising Star, sedangkan karet, kelapa dan pala pada posisi Lost Opportunity. 8. Komoditi karet, teh dan tembakau tidak konsisten diekspor dalam tiga tahun ke India, dan bahkan tembakau tidak ekspor dalam tiga tahun tersebut. Sembilan komoditi yang konsisten tersebut tiga komoditi memiliki nilai ekspor yang terus meningkat yaitu kelapa sawit, kopi dan pala, sedangkan yang lainnya berfluktuasi. Kelapa sawit menjadi tujuan impor utama India dalam tiga tahun tersebut, sedangkan komoditi lainnya hanya dalam waktu tertentu seperti kakao (2001), kopi (2001 dan 2009) serta lada (2009).
198
Hasil estimasi RCA memperlihatkan kacang mete, kelapa sawit, kelapa, kopi, lada dan pala memiliki keunggulan komparatif dalam tiga tahun tersebut. sedangkan komditi lainnya memiliki keunggulan pada tahun tertentu yaitu cengkeh (2001 dan 2005), kakao (2001 dan 2009), kayu manis dan teh (2005). Pertumbuhan nilai RCA tertinggi dimiliki kakao dengan pertumbuhan 5821,3 persen dan pertumbuhan terendah adalah teh -100 persen. Berdasarkan hasil estimasi EPD, kacang mete, kakao, kayu manis, kelapa sawit, kelapa, kopi, lada, pala berada pada posisi Rising Star, sedangkan cengkeh berada pada posisi Lost Opportunity. 9. Cengkeh, kayu manis, kelapa sawit, kelapa, kopi, lada, teh dan tembakau merupakan komoditi yang konsisten diekspor ke Inggris dalam tiga tahun. Dari delapan komoditi tersebut kopi memiliki nilai ekspor yang terus meningkat sementara tembakau memiliki nilai ekspor yang terus turun, sedangkan komoditi lainnya memiliki nilai yang berfluktuasi. Komoditi Indonesia yang menjadi tujuan impor utama Inggris hanya teh pada tahun 2005. Hasil estimasi RCA memperlihatkan kayu manis, kelapa sawit, kelapa, kopi, lada, teh dan tembakau memiliki keunggulan komparatif dalam tiga tahun tersebut. Komoditi lainnya hanya memiliki keunggulan dalam tahun tertentu seperti cengkeh (2005 dan 2009), kakao (2005), dan karet (2001). Cengkeh merupakan komoditi dengan pertumbuhan nilai RCA yang tertinggi yaitu sebesar 32488,3 persen, dan pertumbuhan terendah adalah karet yaitu sebesar -100 persen. Berdasarkan hasil estimasi EPD, cengkeh, kakao, kelapa sawit, kopi, lada dan teh berada pada posisi Falling Star, sedangkan kayu manis, kelapa dan tembakau berada pada posisi Retreat. 10. Kelapa sawit merupakan komoditi yang tidak diekspor konsisten ke Amerika Serikat, sedangkan sebelas komoditi lainnya memiliki nilai ekspor yang konsisten selama tiga tahun. Dari sebelas komoditi tersebut kopi memiliki nilai ekspor yang selalu turun dan lada, pala, teh serta tembakau memiliki nilai ekspor yang fluktuatif sedangkan komoditi lainnya selalu memiliki nilai ekspor yang meningkat. Kayu manis satu-satunya komoditi yang menjadi tujuan impor utama
199
Amerika Serikat dalam tiga tahun sedangkan komoditi lainnya hanya pada tahun tertentu seperti karet (2001), kelapa sawit dan pala (2009) serta lada (2001 dan 2009). Hasil estimasi RCA kelapa sawit, kelapa dan teh menunjukan komoditi tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif yang konsisten dalam tiga tahun sedangkan komoditi lainnya konsisten memliki keunggulan komparatif dalam tiga tahun. Kelapa sawit memiliki kenuggulan komparatif pada tahun 2009, kelapa pada tahun 2001 dan teh pada tahun 2005. Pertumbuhan nilai RCA tertinggi dimiliki teh yaitu sebesar 2302,4 sedangkan pertumbuhan nilai RCA terendah adalah kelapa yaitu sebesar -82,4 persen. Berdasarkan hasil estimasi EPD menunjukan kakao karet dan kelapa memiliki posisi dayasing Lost Opportunity, komoditi lainnya memiliki posisi daya saing Rising Star, kecuali kelapa sawit karena tidak dapat disestimasi. 11. Kacang mete merupakan komoditi yang tidak konsisten diekspor dalam tiga tahun ke Jerman, sedangkan komoditi lainnya diekspor konsisten. Dari sebelas komoditi tersebut cengkeh, kakao, kayu manis dan kelapa memiliki nilai ekspor yang fluktuatif, sedangkan karet dan tembakau memiliki nilai ekspor yang terus turun dan komoditi lainnya mengalami peningkatan nilai ekspor. Kelapa sawit merupakan komoditi yang menjadi tujuan utama impor Jerman dalam tiga tahun, selain itu pada tahun 2005 kayu manis juga menjadi tujuan utama impor Jerman, sedangkan komoditi lainnya tidak menjadi tujuan impor utama. Hasil estimasi RCA memperlihatkan cengkeh, kacang mete dan karet belum memiliki keunggulan komparatif yang konsisten dalam tiga tahun yang ada, sedangkan komoditi lainnya memiliki keunggulan komparatif yang konsisten. Pertumbuhan nilai RCA tertinggi dimiliki kelapa yaitu sebesar 306,4 persen dan pertumbuhan terendah dimiliki kacang mete yaitu sebesar -100 persen. Berdasarkan hasil estimasi EPD, karet dan tembakau berada pada posisi daya saing Lost Opportunity, sedangkan komoditi lainnya berada pada posisi Rising Star, kecuali kacang mete yang tidak dapat diestimasi.
200
12. Dua belas komoditi yang diteliti selalu diekspor ke dunia dalam tiga tahun tersebut dan diantaranya komoditi cengkeh, karet, lada dan tembakau memiliki nilai ekspor yang berfluktuasi, sedangkan komoditi lainnya selalu memiliki nilai ekspor yang meningkat. Komoditi yang menjadi tujuan utama yang diminati dunia dalam tiga tahun adalah kelapa sawit dan pala, sedangkan komoditi kelapa dan lada hanya berada pada posisi kedua, sementara komoditi lainnya berada di bawah pesaingnya. Hasil estimasi RCA menunjukan hanya komoditi karet yang tidak memiliki nilai RCA yang konsisten di atas satu dalam tiga tahun tersebut, karena hanya memiliki keunggulan komparatif pada tahun 2001, sedangkan komoditi lainnya memiliki keunggulan komparatif yang konsisten. Teh memiliki pertumbuhan nilai RCA yang tertinggi yaitu sebesar 254,3 dan
kelapa memiliki pertumbuhan
terendah yaitu sebesar -24,7 persen. Berdasarkan hasil estimasi EPD, karet, kayu manis, kelapa dan tembakau berada pada posisi daya saing Lost Opportunity, sedangkan komoditi lainnya berada pada posisi Rising Star. Kesimpulan rata-rata nilai RCA komoditi perkebunan Indonesia di pasar utama dan dunia pada Tabel 161. Komoditi yang memiliki rata-rata nilai RCA di atas satu mengindikasikan bahwa komoditi tersebut memiliki daya saing dan keunggulan komparatif yang kuat di pasar tersebut. Dari hasil yang didapat, komoditi perkebunan Indonesia tidak sepenuhnya memiliki keunggulan komparatif yang kuat, karena komoditi karet dan teh (di pasar China), kacang mete, kakao, karet, kayu manis, kelapa teh dan tembakau (Jepang), karet (Malaysia), kacang mete (Singapura), kacang mete dan kakao (Belanda), karet dan teh (India), cengkeh (Jerman), kelapa dan teh (AS), pala (Inggris) serta karet (China) belum memiliki keunggulan komparatif. Nilai RCA tertinggi disetiap negara berbeda-beda, seperti China dan Malaysia (nilai RCA tertinggi kakao), Belgia, Belanda dan Amerika Serikat (kayu manis), India, Singapura, Jerman dan Dunia (kelapa sawit), Jepang (pala) serta Australia dan Inggris (teh).
201
Tabel 161. Rata-rata Nilai RCA Produk Perkebunan Indonesia ke Beberapa Negara Importir Utama dan Dunia
Negara Tujuan Komoditi Cengkeh Kacang mete Kakao Karet Kayu Manis Kelapa Sawit Kelapa Kopi Lada Pala Teh Tembakau
AUS
15,499 10,957 13,062 1,9417 6,6063 7,4952 1,0168 3,7663 11,272 19,829 21,297 2,4649
BEL
JPG
10,62 1,652 0,778 1,227 0,992 0,274 0,445 99,17 0,131 10,05 3,494 0,128 9,582 2,405 22,47 4,308 80,7 22,18 0,002 0,748 15,78 0,077
MYS
SGP
NLD
IND
DEU
USA
4,8 2,67 24,8 0,02 20,1 20,8 15 12 7,19 23,3 11,7 9,62
1,838 0,666 15,22 1,439 6,82 18,53 16,97 8,145 12,21 14,99 4,594 1,688
15,554 0,0205 0,4345 3,8658 98,945 71,346 3,1929 2,1237 31,286 52,705 6,1138 5,7105
2,5883 5,4697 12,197 0,122 1,1489 24,707 5,8122 22,373 8,0962 5,6211 0,9497
0,5215 20,396 10,744 5,851 91,558 237,9 30,975 17,173 40,715 45,261 31,311 28,034
17,13 19,72 36,267 10,894 74,807 24,999 0,7965 8,0492 47,166 50,719 0,5138 2,9215
GBR
CHN
14,73 15,779 8,7434 9,055 47,114 2,768 0,6724 7,644 21,414 33,45 45,819 4,075 7,0838 23,13 13,191 10,92 1,0976 0,33 26,688 41,96 7,1299 7,781 2,8793
WRD
8,1604 18,121 16,315 1,0148 15,709 64,578 14,602 5,9795 22,14 29,694 4,0195 4,1568
Keterangan: Tidak ekspor dalam tiga tahun Rata-rata RCA tertinggi disetiap negara Rata-rata Nilai RCA di bawah satu
Tabel 162 memperlihatkan posisi daya saing komoditi perkebunan Indonesia di negara utama dan dunia, dimana ada 26 komoditi yang tidak dapat diestimasi karena ketidak kontinyuan dalam melakukan ekspor. Secara garis besar ada 16 komoditi atau sebesar 13,5 persen komoditi Indonesia yang tersebar di pasar China, Jepang, Singapura, India, Amerika Serikat, Jerman dan dunia yang masih berada pada posisi Lost Opportunity, ada 67 komoditi atau sebesar 56,7 persen komoditi yang berada pada posisi Rising Star, sebanyak 27 atau sebesar 22,8 persen komoditi yang berada pada posisi Falling Star dan sebanyak 8 komoditi atau setara dengan 6,7 persen komoditi yang berada pada posisi Retreat. Posisi daya saing yang terbaik untuk pasar Indonesia adalah Malaysia, karena pada pasar tersebut hanya komoditi karet yang tidak dapat diestimasi, sedangkan komoditi perkebunan lainnya berada pada posisi Rising Star.
202
Tabel 162. Posisi Daya saing Produk Perkebunan Indonesia ke Beberapa Negara Importir Utama dan Dunia Negara Importir Komoditi
AUS
CHN
MYS
Cengkeh Kacang Mete
V
V
Kakao
V
JPG
BEL
NLD
SGP
IND
GBR
USA
DEU
WRD
X
V
?
#
V
V
V
V
V V
V V
V
V
#
#
V
V
#
X
?
V
?
#
X
V
V
X
?
V
V
#
V
V
#
V
#
V
?
V
V
?
?
?
V
V
?
V
V
Karet Kayu Manis Kelapa Sawit
#
Kelapa
#
V
V
V
#
X
?
V
X
?
V
?
Kopi
#
V
V
V
#
#
V
V
#
V
V
V
Lada
#
?
V
V
#
#
V
V
#
V
V
V
V
V
V
#
#
?
V
V
V
V
#
V
#
V
V
V
X
V
?
?
#
Pala Teh
#
V
V
Tembakau
#
V
V
X
#
Keterangan : (V) : Rising Star ; (?) : Lost Opportunity ; (#) : Falling Star ; (X) : Retreat
Selain dari ringkasan dan Tabel 161 serta 162, Gambar 55 memperlihatkan nilai rata-rata dari
nilai RCA seluruh negara tujuan utama. Dari hasil tersebut
didapatkan bahwa komoditi yang memiliki rata-rata nilai RCA tertinggi adalah komoditi kelapa sawit yaitu sebesar 46,6, sehingga bisa dikatakan komoditi tersebut memiliki tingkat daya saing yang paling kuat diantara komoditi lainnya, sementara di bawahnya ada komoditi kayu manis dengan nilai rata-rata RCA sebesar 37 dan pala sebesar 30,9. Komoditi yang paling kompetitif yang dilihat dari pertumbuhan pangsa ekspornya dimiliki oleh komoditi kacang mete dengan persentase 7100,9 persen, kemudian diikuti cengkeh dan kakao. Secara keseluruhan komoditi perkebunan Indonesia yang dilihat berdasarkan rata-rata nilai RCA dari negara importir utama memiliki rata-rata nilai RCA yang lebih dari satu sehingga memiliki keunggulan komparatif yang kuat dan juga memiliki rata-rata pangsa ekspor yang positif, sehingga komoditi perkebunan Indonesia kompetitif di pasar dunia.
203
50
40
45
30
40
20
Nilai RCA
35
10
30
0
25
0
20
50
Kayu Manis
15
100
Kopi
Lada
150 Tembakau
10 5 0 0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
Pertumbuhan Pangsa Pasar Ekspor (%) Cengkeh Kacang mete Kakao Kayu Manis Kelapa Sawit Kelapa Lada Pala Teh Gambar 55. Kuadran Nilai RCA dan Pertumbuhan Pangsa Ekspor
Karet Kopi Tembakau
Gambar 56 memperlihatkan negara importir utama yang paling baik dimasuki oleh Indonesia yang dilihat dari rata-rata nilai RCA setiap negara importir utama. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa Jerman merupakan negara yang memiliki rata-rata nilai RCA komoditi perkebunan Indonesia yang tertinggi yaitu 46,7, di bawahnya ada negara Amerika Serikat dengan rata-rata nilai RCA sebesar 24,4 dan Belanda dengan rata-rata sebesar 24,2. Negara yang disebutkan terakhir yaitu Belanda merupakan negara yang tidak memiliki permintaan perkebunan yang positif menurut hasil estimasi EPD, karena memiliki rata-rata pertumbuhan pangsa produk yang negatif. Selain Belanda yang memiliki pertumbuhan pangsa produk yang negatif sebesar 2,4 persen, masih ada tiga negara tujuan impor utama lainnya yang juga memiliki nilai pangsa produk yang negatif, yaitu Belgia yang negatif sebesar 14,3 persen,
Australia yang negatif sebesar 9,9 persen dan Inggris yang memiliki
pertumbuhan pangsa produk negatif sebesar 13,9 persen sehingga keempat negara importir utama tersebut memiliki pasar yang kurang baik untuk dimasuki, sedangkan untuk pasar yang paling baik untuk dimasuki karena memiliki rata-rata pertumbuhan
204
pangsa produk yang positif dan tertinggi adalah Malaysia dengan persentase pertumbuhan pangsa produk sebesar 49 persen, India dengan pertumbuhan pangsa produk sebesar 20,3 persen, China sebesar 15,5 persen, Amerika Serikat sebesar 5,3 persen, Jepang sebesar 4,5 persen, dunia sebesar 2,7 persen, Singapura sebesar 0,7 persen dan Jerman yang memiliki nilai RCA tertinggi sebesar 0,1 persen 50
Nilai RCA
40 30 20 10 0 -20
-10 Australia Singapura Amerika Serikat
0
10
20
30
40
Pertumbuhan Pangsa Produk (%) Belgia Jepang Belanda India Inggris China
Gambar 56. Kuadran Nilai RCA dan Pertumbuhan Pangsa Produk
50 Malaysia Jerman dunia
60
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 1. Eksportir Development Prgramme, Common Market Organization, merger, dan kebijakan dalam memberikan kesempatan ekspor bagi perusahaan yang hanya memiliki lisensi, serta melakukan hubungan internasional merupakan strategi pesaing dalam meningkatkan produk perkebunannya sehingga berfluktuasinya perkembangan ekspor komoditi perkebunan Indonesia, selain karena strategi tersebut masalah mutu dan produktivitas yang rendah juga menjadi alasan, sehingga masih terdapatnya komoditi perkebunan Indonesia yang berada pada posisi Lost Opportunity, sehingga keuntungan harusnya didapat menjadi hilang. 2. Hasil perkebunan Indonesia yang memiliki keunggulan komparatif tertinggi adalah kelapa sawit, sedangkan komoditi lainnya berada dibawah komoditi tersebut secara berturut-turut adalah kayu manis, pala, lada, kakao, teh, kopi, cengkeh, kelapa, kacang mete, tembakau dan karet, namun seluruh komoditi tersebut memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia pada negara importir utama dan dunia. 3. Pasar yang paling baik dimasuki karena permintaan pasar yang meningkat adalah Malaysia, India, China, Jerman, Amerika Serikat, Jepang, Singapura dan dunia, sedangkan empat pasar lainnya yaitu Belanda, Belgia, Australia dan Inggris memiliki permintaan komoditi perkebunan yang menurun. 4. Filipina dan Thailand yang dianggap memiliki kesamaan karakteristik secara geografis hanya memiliki keunggulan komparatif yang tinggi terhadap komoditi kelapa dan karet, sedangkan negara yang dapat dijadikan perbandingan di Wilayah Asean adalah Malaysia dan Singapura.
6.2 Saran 1. Kebijakan pemerintah dalam membuka investasi asing yang berujung pada pembukaan lahan harus dibatasi dengan mempertimbangkan keuntungan dan
206
kerugian yang didapat, walaupun dapat meningkatkan pemasukkan devisa, namun dengan adanya pembatasan di Uni Eropa secara non tarif dalam bentuk anti perusakkan lingkungan produk Indonesia menjadi terhambat untuk masuk pasar Belgia, Belanda dan Inggris, sehingga devisa yang harusnya diterima lebih besar akan berkurang. 2. Masih terdapat komoditi Indonesia yang berada pada posisi Lost Opportunity pada pasar China, Jepang, Singapura, India, Amerika Serikat dan Jerman serta Dunia, sehingga perlu dilakukannya kebijakan promosi ekspor seperti yang dilakukan di Sao Paolo Brazil, yaitu dengan mendirikan Indonesian Trade Promotion Centre, dan ditambah dengan daya tarik berupa produk dengan identitas geografis dengan begitu komoditi kita akan menarik dan dikenal sehingga memiliki merk tersendiri yang diminati untuk dikonsumsi yang bertujuan untuk memperkenalkan produk yang memiliki permintaan menurun sehingga akan menghasilkan devisa dan juga akan meningkatkan daya saing produk. 3. Strategi yang dapat dilakukan selain promosi adalah menjalin hubungan bilateral yang lebih kuat dengan negara lain, sehingga Indonesia dapat membuka akses untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan baik mengenai kebutuhan impor negara tersebut maupun informasi strategi kebijakan ekonomi yang dilakukan negara pesaing. Karena dengan begitu kemampuan dalam menyediakan komoditi perkebunan dipasar yang permintaannya meningkat akan terjamin sehingga pemasukkan devisa bagi negara juga akan terjamin. 4. Kebijakan dalam negeri yang baik dilakukan adalah Gerakan Nasional setiap komodti perkebunan Indonesia, bukan hanya komoditi kakao dan kopi saja, karena dengan adanya gerakan tersebut akan adanya tenaga pendamping yang disediakan pemerintah dari kalangan akademis sehingga dapat meningkatkan kemampuan petani perkebunan sehingga berimplikasi pula terhadap peningkatan produksi, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani pula.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. Berbagai Terbitan. www.bps.go.id [Maret 2011]. Damanhuri, D. S. 2010. Ekonomi Politik dan Pembangunan : Teori, Kritik dan Solusi bagi Indonesia dan Negara Sedang Berkembang. IPB Press. Bogor. Departemen Pertanian. 2008 dan 2009. Outlook komoditas Pertanian ( Perkebunan). Jakarta : Pusat Data dan Informasi Pertanian. Direktorat Jendral Perkebunan. Statistik Perkebunan Indonesia. Berbagai Terbitan. [April 2011]. Direktorat Perdagangan dan Perindustrian Multilateral. 2004. Persetujuan Bidang Pertanian. Departemen Luar Negeri RI. Jakarta. Djojohadikusumo, S. 1991. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Erizal. Qayyim, I dan Kartosuwondo, U. 2007. Pengantar ke Ilmu-ilmu Pertanian. Pustaka Litera AntarNusa. Jakarta. Food Association Organization. Berbagai Terbitan. www.fao.org [Maret 2011]. Gumilar, N. A. 2010. Dayasaing Komoditi Sayuran Utama Indonesia di Pasar Internasional [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mankiw, G. 2006. Macroeconomics Fifth Edition. Worth Publishers, New York. Mayangsari, C. 2010. Analisis Perdagangan Biji Kakao Indonesia Suatu Analisis Simulasi (Periode 1984-2008) [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nasoetion, A. H. 2002. Pengantar ke Ilmu-ilmu Pertanian. Pustaka Lintera AntarNusa. Jakarta. Oktaviani, R dan Novianti. 2009. Teori Perdagangan Internasional dan Aplikasinya di Indonesia. Departemen Ilmu Ekonomi Fem IPB. Bogor. Porter, M. E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. The Free Press, New York.
208
Rismunandar dan Paimin. 2009. Kayu Manis Budi Daya dan Pengolahan. Penebar Swadaya. Jakarta. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Terjemahan.Jakarta: Erlangga. Siregar, T. 2010. Dayasaing Buah-buahan Tropis Indonesia di Pasar Dunia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Soelaksono, A. 2010. Faktor-faktor yang memengaruhi Aliran Perdagangan Ekspor Komoditas Perkebunan Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tambunan, T. 2000. Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran : Teori dan Temuan Empiris. Pustaka LP3ES. Jakarta. Tim Penulis PS. 2008. Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya. Jakarta. United Nations Commodity Trade Statistics Database. Berbagai Terbitan. www.un.comtrade.org [Februari-Maret 2011]. World Trade Organization. Berbagai Terbitan. www.wto.org [Maret 2011].
LAMPIRAN
210
Lampiran 1. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Australia Komoditi Cengkeh
Kacang Mete
Kakao
Karet
Kayu Manis
Kelapa Sawit
Kelapa
Kopi
Lada
Pala
Teh
Tembakau
Tahun 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009
Pesaing 1 Pesaing 2 Indonesia Thailand Philippines Dunia Nilai Ekspor Negara Nilai Ekspor Negara Nilai Ekspor Nilai Ekspor Nilai Ekspor Nilai Ekspor 0 United States 538 Singapura 155.548 0 0 780.775 174.804 Sri Lanka 33.855 India 29.935 0 0 268.544 158.028 Singapura 104.384 madagascar 93.419 0 0 463.664 0 India 698.691 Tanzania 53.581 0 0 796.275 0 Fiji 0.812 Singapore 0.392 0 0 1.355 1.452 Fiji 0.41 Sri Lanka 0.012 0 0 1.874 0 Papua New Guinea 308.008 Singapura 35.74 0 0 349.748 0 Singapura 66.729 Fiji 13.987 0 0 91.418 1689.658 Singapura 61.263 Peru 46.617 0 0 1829.287 2.746 Malaysia 391.594 United States 146.355 86.308 0 773.225 157.945 Malaysia 650.535 United States 158.599 240.94 0 1360.712 0 France 412.63 Malaysia 383.193 124.717 0 1433.117 13.08 Sri Lanka 135.015 Seychelles 45.265 0.153 0 259.311 73.725 Sri Lanka 108.896 Malaysia 52.509 0.28 0 273.779 45.253 Sri Lanka 184.081 India 80.026 6.898 0 385.951 0 Papua New Guinea 10500.428 Malaysia 8.795 0 0 10515.265 0 Samoa 38.85 Malaysia 14.53 0 0 53.697 13.148 Netherlands 9.767 United Kingdom 1.209 0 0 24.807 60.831 Singapore 953.819 Sri Lanka 250.37 0.1 4655.919 5935.705 188.931 Singapore 910.105 Fiji 6.001 0.048 7688.062 8802.959 345.795 Singapore 592.581 Sri Lanka 204.143 4.498 7610.342 8779.674 1207.443 Colombia 7130.876 Vietnam 4311.283 0 0 23699.676 2895.285 Brazil 13859.666 Vietnam 11040.54 0 0 57421.421 14196.659 Brazil 22270.091 Colombia 8613.169 0 0 83523.577 878.883 Singapura 1115.433 India 565.692 82.268 0.611 3478.919 1086.125 Vietnam 996.294 Singapura 436.602 29.3 0 3661.231 1653.605 india 2656.914 South Africa 817.906 44.786 0.07 6235.345 0 Singapura 553.7 Sri Lanka 47.282 0 0 645.172 206.813 India 181.873 Vietnam 79.875 0 0 476.141 904.816 India 68.922 Netherland 12.558 0 0 1007.27 22.08 United Kingdom 379.213 China 267.613 0 0 1145.688 8696.139 United Kingdom 1135.299 Japan 397.751 2.529 0 11348.375 8256.343 Sri Lanka 2180.774 China 941.463 11.762 0 13700.898 230.493 Greece 1154.501 India 938.016 0 295.812 3664.321 225.8 Malawi 3902.201 India 1018.082 0 0 5898.003 349.692 Malawi 2400.438 India 846.112 73.725 0 4205.945
Sumber : UNcomtrade
211
Lampiran 2. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke China Komoditi
Tahun
2001 2005 2009 2001 Kacang Mete 2005 2009 2001 Kakao 2005 2009 2001 Karet 2005 2009 2001 Kayu Manis 2005 2009 2001 Kelapa Sawit 2005 2009 2001 Kelapa 2005 2009 2001 Kopi 2005 2009 2001 Lada 2005 2009 2001 Pala 2005 2009 2001 Teh 2005 2009 2001 Tembakau 2005 2009 Cengkeh
Pesaing 1 Pesaing 2 Indonesia Thailand Philippines Dunia Nilai Ekspor Negara Nilai Ekspor Negara Nilai Ekspor Nilai Ekspor Nilai Ekspor Nilai Ekspor 56.98 Hong Kong 1132.459 Singapura 701.221 0 0 2261.251 106.802 Singapura 75.278 Malaysia 27.886 0 0 217.433 11.106 Hong Kong 137.643 Kenya 49.074 0 0 245.547 56.785 Hong Kong 188.84 Tanzania 68.977 0 0 314.602 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Mexico 152.825 Cote d'Ivoire 102.863 0 0 379.374 11205.994 Cote d'Ivoire 4383.209 Netherland 3285.615 0 0 21004.123 20903.573 Ghana 20513.37 Cote d'Ivoire 7283.848 0 0 50737.832 17006.513 Nigeria 4849.158 Japan 301.237 0 0 22536.633 202.4 Hong Kong 9791.635 Malaysia 6510.67 30490.206 0 50199.384 900.372 Hong Kong 17239.713 Vietnam 15446.197 130823.916 0 181033.359 5945.231 Malaysia 10250.199 Hong Kong 8664.809 330519.829 0 357861.119 0 India 128.457 Jordan 16.788 0 0 159.709 30.225 Singapura 82.84 Sri Lanka 27.481 0.21 0 167.219 338.565 Sri Lanka 67.921 United States 30 0 0 502.037 6352.172 Malaysia 4568.179 Belgium 134.717 380.486 0 11604.355 19434.25 Malaysia 16907.514 Japan 54.242 0 0 36411.252 204950.846 Malaysia 174193.109 Germany 111 0 0 379291.367 14.826 Vietnam 3265.241 Hong Kong 135.508 0 72.249 3620.123 67.684 Vietnam 8941.739 Singapore 37.174 7.655 139.026 9230.048 1007.064 Singapore 429.648 Nigeria 91.337 70.916 1949.194 3611.088 228.682 Vietnam 2606.358 Hong Kong 422.291 0 0 4233.087 2822.632 Vietnam 7563.894 Brazil 1487.925 49.357 3.27 15901.216 2189.45 Brazil 2156.923 Hong Kong 1170.596 0 0 8230.049 143.324 Vietnam 6575.06 Hong Kong 1893.73 0 0 9397.596 48.45 malaysia 1537.396 singapura 320.497 0.009 0 2261.206 0 malaysia 6391.96 Hong Kong 288.671 8.41 0.081 7454.749 40.215 Hong Kong 4279.72 Malaysia 89.217 0 0 4482.737 41.79 Hong Kong 14.899 Germany 3 0 0 61.544 24.45 India 32.862 Korea, Rep. 9.827 0 0 81.878 0 United Kingdom 28.54 Hong Kong 25.737 0 0 78.507 88.611 Hong Kong 60.091 United Kingdom 56.223 0 0 350.981 0 Taiwan, China 427.849 Sri Lanka 170.23 0.08 4.95 1371.109 80.077 Zimbabwe 5483.216 Brazil 4747.812 1537.049 0 18319.897 0 Malawi 4406.348 Brazil 876.15 0 0 5786.862 2772.405 Malawi 18620.617 Turkey 2699.105 0 0 24486.475
Sumber : UNcomtrade
212
Lampiran 3. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Jepang Komoditi Cengkeh
Kacang Mete
Kakao
Karet
Kayu Manis
Kelapa Sawit
Kelapa
Kopi
Lada
Pala
Teh
Tembakau
Tahun 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009
Pesaing 1 Pesaing 2 Indonesia Thailand Philippines Dunia Nilai Ekspor Negara Nilai Ekspor Negara Nilai Ekspor Nilai Ekspor Nilai Ekspor Nilai Ekspor 0 Singapura 2082.432 Madagascar 142.412 0 0 2336.111 185.991 Singapura 735.696 Vietnam 262.212 0 0 1517.247 147.15 Singapura 564.881 Madagascar 453.529 0 0 1777.03 171.907 India 3230.367 Tanzania 50.368 2.379 0 3457.796 0 0 0 0 0 0 0 0 6.24 Nigeria 105.797 0 0 0 0 112.037 400.23 Ecuador 3430.072 Brazil 3372.789 0 0 9237.721 525.953 Ghana 45864.021 Ecuador 9142.757 2.339 0 66364.522 2604.195 Malaysia 14582.683 Ecuador 8640.34 0 0 31447.359 120.142 Malaysia 6404.32 United States 305.954 896.975 0 7776.187 534.191 Malaysia 8446.184 Vietnam 918.461 3443.714 0 14118.377 0.4 Malaysia 6650.159 Greece 63.966 4041.114 0 10915.249 32.336 China 1546.768 Vietnam 469.118 0.056 0 2444.289 7.407 China 1488.251 Vietnam 687.302 0 0 2523.802 1.16 China 1199.825 Malaysia 353.261 0 0 1713.004 252 Malaysia 5138.328 Papua New 164.648 176.83 0 5731.806 321.612 Ghana 0.563 0 0 0 0 322.175 2590.099 Malaysia 14454.966 Australia 2.404 0 0 17047.579 7.515 Vietnam 204.519 Sri Lanka 39.387 59.378 1335.727 1687.731 35.067 Singapore 104.481 Vietnam 81.695 4.062 2951.813 3213.349 0 Singapore 280.952 Sri Lanka 53.37 10.191 3248.56 3599.819 48697.058 Brazil 104888.616 Colombia 104196.576 610.504 0 440518.378 64321.006 Brazil 234473.174 Colombia 226648.353 50.086 23.867 720216.13 98123.778 Brazil 288701.209 Colombia 249960.78 94.949 0 889847.237 1945.194 Malaysia 8383.953 Singapura 1783.532 53.587 0 15276.675 2710.531 Malaysia 6649.802 Singapura 3060.196 4.496 1.598 14958.983 4461.455 Malaysia 10138.844 India 1510.396 5.011 0.16 18041.886 1412.037 Malaysia 154.733 Singapura 33.611 0 0 1638.148 3129.856 Vietnam 44.749 Sri lanka 12.629 0 0 3191.67 4091.099 Sri lanka 10.968 Korea, Rep. 6.405 0 0 4111.776 88.034 China 2742.893 Brazil 791.267 4.442 0 5800.357 364.461 China 5626.698 France 1770.557 0 0 12623.451 475.724 France 2862.01 China 2201.445 11.785 0 8901.824 118.185 Greece 16510.135 Turkey 15605.73 0 0 48927.27 163.944 Turkey 7192.929 Macedonia, FYR 6448.092 0 0 24131.018 0.061 Belgium 7869.686 United Kingdom 66.585 0 0 8002.481
Sumber : UNcomtrade
213
Lampiran 4. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Malaysia Komoditi Cengkeh
Kacang Mete
Kakao
Karet
Kayu Manis
Kelapa Sawit
Kelapa
Kopi
Lada
Pala
Teh
Tembakau
Tahun 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009
Pesaing 1 Pesaing 2 Indonesia Thailand Philippines Dunia Nilai Ekspor Negara Nilai Ekspor Negara Nilai Ekspor Nilai Ekspor Nilai Ekspor Nilai Ekspor 949.723 Singapura 1995.891 Tanzania 102.606 0 0.144 3165.538 248.012 Singapura 8753.189 UAE 67.309 0 0 9136.173 644.592 Singapura 7255.663 India 70.34 0 0 8012.336 0.351 Singapore 39.526 0 0 0 0 39.877 0.405 Singapore 658.134 India 0.689 0 0 659.228 117.434 Singapore 165.631 India 0.297 0 0 283.362 73542.581 Singapura 6642.798 Cote d'Ivoire 447.197 0 0 80721.569 193706.892 Ghana 46501.426 Cote d'Ivoire 32774.411 0 0 281642.75 451582.509 Cote d'Ivoire 48345.683 United Kingdom 4352.69 0 208.431 506496.599 153.883 Australia 448.029 United States 224.537 142047.023 0 143021.921 0 Vietnam 341.011 United Kingdom 288.267 460308.47 0 461333.821 919.38 Sri Lanka 2921.113 United States 168.902 712520.879 236 716904.865 365.061 China 158.212 Sri lanka 60.382 0 0 658.531 553.062 China 89.901 Sri lanka 73.42 0 0 774.215 989.429 China 113.154 Sri lanka 58.48 0 3.33 1167.915 11796.516 Italy 1.196 0 0 24799.43 0 36597.142 166094.896 Hong Kong 162.467 Taiwan 0.696 0 0 166258.059 635807.644 0 0 0 0 9182.409 0 644990.053 92.529 Sri Lanka 24.491 Singapore 11.886 0 126.253 257.202 511.394 Singapore 116.097 Hong Kong 0.964 34.147 84.59 747.192 493.002 Sri Lanka 64.271 Singapore 30.747 0 385.605 973.625 4483.424 Vietnam 2226.582 Singapore 1896.379 4704.459 0 13416.076 5676.543 Vietnam 5688.182 Singapore 5272.303 0 0 19112.446 24526.055 Brazil 3852.878 India 1955.374 0 0 34343.672 919.034 singapura 749.902 India 510.838 0 0 2613.006 77.821 Vietnam 2925.449 China 515.115 0.153 3.5 4251.821 2161.871 China 2489.649 Singapura 650.98 2.733 3.654 5827.315 149.415 Singapura 77.274 0 0 0 0 226.689 1174.221 Singapura 174.239 Sri Lanka 10.849 0 0 1361.776 633.216 India 50.414 Australia 17.403 0 0 712.165 136.889 China 333.089 Australia 294.739 0 0 1013.227 2373.509 Japan 421.02 China 379.689 4.157 0 3607.124 2335.937 Japan 882.099 China 555.08 69.703 0 4745.902 8538.181 Turkey 4606.547 Greece 1598.438 1942.498 0 18471.23 811.927 Turkey 2044.864 India 483.468 1782.011 71.76 5673.92 9834.124 Turkey 11253.894 Malawi 1889.851 4658.452 549.831 31178.626
Sumber : UNcomtrade
214
Lampiran 5. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Belgia Negara Tujuan Tahun Cengkeh
Kacang Mete
Kakao
Karet
Kayu Manis
Kelapa Sawit
Kelapa
Kopi
Lada
Pala
Teh
Tembakau
2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009
Pesaing 1 Pesaing 2 Indonesia Thailand Philippines Nilai Ekspor Negara Nilai Ekspor Negara Nilai Ekspor Nilai Ekspor Nilai Ekspor 0 Madagascar 208.966 France 100.286 0 0 34.95 Netherland 169.139 Malaysia 43.452 0 0 4.164 France 187.559 madagascar 89.655 0 0 0 India 717.841 0 0 0 0 0 Guinea 645.743 Netherlands 1.244 0 0 0 Nigeria 133.79 Netherlands 1.395 0 0 641.459 Cote d'Ivoire 29441.566 Netherland 5622.63 0 0 212.676 Ghana 93099.819 Cote d'Ivoire 90953.038 0 0 630.565 Cote d'Ivoire 161123.302 Nigeria 72055.943 0 0 0.173 Cameroon 930.942 Netherlands 768.555 7755.634 0 19.135 Cameroon 2343.152 Malaysia 1923.414 12324.166 0 46.44 Nigeria 5075.564 Malaysia 2165.283 12925.901 0 33.735 Netherland 65.39 France 17.908 0 0 141.738 Netherland 63.427 Vietnam 24.748 0.04 0 85.096 France 73.634 Netherland 62.788 0 0 0 Netherlands 28380.982 Papua New 6522.336 0 0 0 Netherlands 20918.489 Malaysia 1083.367 0 0 0 Netherlands 12073.379 Germany 217 0 0 346.798 Singapore 1934.204 Netherlands 1699.24 0 2343.172 0.215 Netherlands 3153.941 Singapore 2999.29 0 9295.422 11.52 Netherlands 5214.171 Singapore 3002.257 0.042 10924.282 3385.816 Brazil 62527.677 Vietnam 38886.925 1496.765 0 13609.177 Brazil 122560.362 colombia 93113.656 411.416 0 48180.772 Brazil 284677.173 colombia 102316.641 21.731 0 204.17 Netherland 2399.718 Singapura 837.014 0 0 582.003 Vietnam 1281.174 Netherland 993.69 0.53 0 710.72 Netherland 2570.11 India 1058.205 0 0.2 341.032 Grenada 807.495 Netherland 756.91 0 0 937.389 Netherland 1011.102 Germany 243 0 0 2091.411 Netherland 1862.702 France 514.05 0 0 0 China 832.796 France 604.405 0.108 0 0.088 France 1559.036 China 573.324 0.981 0 0 France 2007.575 China 1798.989 0 0 7226.176 India 13971.896 Sri lanka 7967.113 64.259 303.831 9697.667 Greece 47675.78 Turkey 42145.336 0 59.4 15446.775 malawi 127081.835 Greece 83391.903 2189.163 421.82
Sumber : UNcomtrade
Dunia Nilai Ekspor 457.424 333.263 427.346 717.841 648.231 136.574 48749.096 227321.291 271242.355 11554.085 20089.179 24130.238 126.962 286.64 234.193 35116.465 22249.201 12386.848 7020.428 16437.193 21190.243 232799.486 451504.253 802388.613 5742.305 5570.809 6618.397 2530.124 2628.646 5249.029 2082.089 3951.448 7477.444 64508.512 184385.86 477037.389
215
Lampiran 6. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Belanda Komoditi Cengkeh
Kacang Mete
Kakao
Karet
Kayu Manis
Kelapa Sawit
kelapa
Kopi
Lada
Pala
Teh
Tembakau
Tahun 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009
Pesaing 1 Pesaing 2 Indonesia Thailand Philippines Dunia Nilai Ekspor Negara Nilai Ekspor Negara Nilai Ekspor Nilai Ekspor Nilai Ekspor Nilai Ekspor 721.197 Madagascar 2646.482 Brazil 807.521 0 0 5441.728 92.816 Belgium 229.835 Madagascar 212.911 0.536 0 796.246 147.608 Madagascar 1638.208 France 404.294 0 0 2794.811 1.767 India 3495.907 United States 389 0 0 4119.443 0 United States 400 Tanzania 239.696 0 0 918.199 0 Burkina Faso 209.775 Belgium 42.24 0 0 252.082 285.871 Cote d'Ivoire 382204.634 Cameroon 97381.401 0 0 497968.697 1871.842 Cote d'Ivoire 383158.485 Ghana 265843.21 0 0 920699.128 5816.416 Cote d'Ivoire 796014.871 Belgium 77466.023 0 0 1011494.982 202.041 Belgium 2257.448 Malaysia 904.413 1763.702 0 6731.275 526.406 Belgium 5510.896 Guatemala 805.252 2991.727 0 12116.547 0 Belgium 4804.053 Malaysia 1496.161 2142.335 0 10163.767 2221.162 Vietnam 304.197 sri lanka 139.663 0 0 2748.887 3110.429 Belgium 424.914 sri lanka 310.732 1.132 0 4225.638 602.151 Sri Lanka 454.881 Belgium 219.259 0.12 0 1606.628 102574.649 Malaysia 98495.216 Papua New 9787.194 0 0 215723.927 239089.062 Malaysia 322966.001 Cote d'Ivoire 7549.671 0 0 579750.222 637874.768 Malaysia 598872.406 Cote d'Ivoire 23302.118 180.403 0 1274359.924 473.382 Belgium 7361.682 Singapore 1895.924 0 1853.009 14042.973 501.283 Belgium 10796.266 Singapore 3021.981 1.771 10189.593 26301.183 328.262 Belgium 15641.14 Singapore 1791.7 3.521 13040.486 32572.803 2719.482 Belgium 40414.014 Brazil 34055.132 19.363 0 186067.856 3567.028 Brazil 60978.37 Belgium 50513.656 27.314 0 316780.172 6810.511 Belgium 286700.203 Brazil 59784.879 0 0 437178.689 9008.576 Singapura 14769.006 Brazil 9075.823 3.02 0.6 49391.253 3918.146 Vietnam 12229.269 Mexico 4487.069 30.427 0.52 31646.104 6969.295 Brazil 5346.094 Germany 3424 174.26 0 22737.446 3464.293 Grenada 5963.645 Singapura 1945.162 0 0 12020.908 4173.655 Grenada 3930.734 Belgium 1016.691 2.767 0 11257.819 3839.291 Belgium 4548.688 Germany 1172 0 0 10770.179 60.918 China 580.001 Belgium 564.356 0 0 2638.155 296.07 Belgium 932.921 Germany 879 1.812 0 4613.292 227.72 Belgium 2311.45 Hungary 1257 31.263 0 8180.933 9913.787 Turkey 16538.595 Sri Lanka 14323.811 901.131 26.072 129220.834 2493.759 Turkey 44189.673 Greece 33214.246 999.146 0 196252.712 4839.395 Malawi 35298.237 Turkey 34840.16 103.961 459.311 185745.017
Sumber : UNcomtrade
216
Lampiran 7. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Singapura Komoditi Cengkeh
Kacang Mete
Kakao
Karet
Kayu manis
Kelapa Sawit
Kelapa
Kopi
Lada
Pala
Teh
Tembakau
Tahun 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009
Pesaing 1 Pesaing 2 Indonesia Thailand Philippines Dunia Nilai Ekspor Negara Nilai Ekspor Negara Nilai Ekspor Nilai Ekspor Nilai Ekspor Nilai Ekspor 5701.785 Madagascar 63864.096 Brazil 5199.17 0.091 0 80580.892 3527.885 Madagascar 11010.056 Tanzania 3447.671 0 0 18501.828 142.844 Madagascar 21238.206 Tanzania 4368.597 0 0 30255.441 103.668 Tanzania 1625.825 Cote d'Ivoire 247.334 0 0 2116.416 17.801 Benin 3075.379 Guinea-Bissau 2812.782 0 0 7219.668 100.149 Tanzania 1142.247 Cote d'Ivoire 214.326 0 0 1862.667 33048.388 Malaysia 10375.13 Papua New 1571.436 0 0 45074.902 40393.172 Malaysia 9434.249 Ghana 5045.835 5.389 80.64 56274.527 139238.795 Nigeria 10127.257 Cote d'Ivoire 9153.305 0 0 160974.252 113.45 Vietnam 1045.469 United States 92.727 22.241 0 1377.187 152.727 Vietnam 342.77 Netherlands 247.49 113.031 0 1186.139 0 United States 82.042 Malaysia 68.888 103.077 0 258.327 710.101 China 1811.183 Hong Kong 28.329 0.05 0 2572.237 704.629 China 777.464 Vietnam 16.66 0 0 1503.554 384.979 China 1007.936 Germany 3 0 3.183 1404.279 50217.185 Papua New 9525.424 Vietnam 48.398 0 0 59846.104 150946.672 Malaysia 2625.964 Taiwan 17.593 0 0 153590.229 357997.804 Malaysia 5939.149 United Kingdom 7.089 0 0 363950.563 28165.297 Malaysia 421.744 Sri Lanka 17.104 0 24.898 28631.77 23025.657 Malaysia 1775.817 Vietnam 42.95 16.672 5277.539 30164.86 11893.115 Malaysia 941.283 Nigeria 628.079 0 597.686 14149.273 7512.345 Vietnam 14264.827 Uganda 6085.738 425.706 0 30914.301 20269.387 Uganda 18757.506 Vietnam 7472.637 0 0 53435.482 12788.793 Burundi 2458.033 Malaysia 1726.204 1.105 0 20696.95 42381.936 Vietnam 19831.6 Malaysia 12239.992 4.226 1.949 75230.134 21772.25 Malaysia 4033.358 Vietnam 3810.682 3.767 0.07 29897.149 9722.525 Malaysia 4429.589 Nigeria 1597.962 41.826 0 17777.875 5670.863 India 225.728 Sri lanka 94.702 0.111 0 6081.519 5450.446 Sri lanka 170.682 Malaysia 95.541 0 0 5786.753 2159.345 India 2311.73 Netherland 553.927 0 0 5738.4 101.468 Japan 1309.824 China 1211.347 0.241 0 3151.504 1579.136 Japan 1723.516 China 676.473 0 0 4237.072 1760.439 Japan 3062.52 China 403.422 1.094 0 6426.241 0 India 4508.39 South africa 1751.098 0 0 7939.393 0 Vietnam 369.396 Ecuador 297.24 62.502 0 1144.461 1134.873 Germany 1106 India 694.543 50.85 632.956 4248.057
Sumber : UNcomtrade
217
Lampiran 8. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke India Komoditi Cengkeh
Kacang Mete
Kakao
Karet
Kayu Manis
Kelapa Sawit
Kelapa
Kopi
Lada
Pala
Teh
Tembakau
Tahun 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009
Pesaing 1 Pesaing 2 Indonesia Thailand Philippines Dunia Nilai Ekspor Negara Nilai Ekspor Negara Nilai Ekspor Nilai Ekspor Nilai Ekspor Nilai Ekspor 1736.937 Sri lanka 11587.408 Singapura 8776.504 0 0 23122.797 4132.172 Sri lanka 16498.642 Singapura 6754.163 0 0 36446.806 1010.688 Madagascar 10945.524 Sri Lanka 10415.436 0 0 34255.909 17776.753 Tanzania 48497.136 Cote d'Ivoire 31321.673 0 0 116604.561 42937.437 Cote d'Ivoire 87531.405 Tanzania 36482.283 0 342 237610.302 39306.952 Cote d'Ivoire 119737.538 Tanzania 64879.566 0 0 251013.517 606.739 Tanzania 113.725 Singapura 47.762 0 0 768.226 10.42 Ghana 4485.72 Cote d'Ivoire 1143.147 0.686 0 5803.64 4541.81 Dominican Rep 5194.414 Malaysia 1956.139 0 0 14705.508 0 Malaysia 1142.835 Singapore 76.891 1532.839 0 2831.448 0 Vietnam 1611.968 United States 466.075 197.926 0 2417.118 66.691 Malaysia 1335.318 United States 333.479 2638.305 0 4743.889 196.104 China 6582.283 Singapura 1207.109 0 0 8594.888 463.452 China 4667.712 Vietnam 2684.722 0 0 8796.773 250.038 China 8427.159 Sri Lanka 1244.057 3.654 0 10308.602 154666.363 Malaysia 141598.544 Kenya 31.851 5687.503 0 302006.632 622778.7 Malaysia 84378.644 Sri Lanka 5209.824 0 0 713908.87 2611278.77 Malaysia 368400.097 Italy 3.985 20553.249 0 3000236.101 184.516 Tanzania 300.73 Kenya 290.437 0 0 812.7 42.64 Sri Lanka 604.688 Malaysia 137.998 0 33.931 841.02 54.417 Sri Lanka 66.343 Malaysia 44.681 0.036 0 193.248 1334.386 Vietnam 250.499 Spain 54.958 66.585 0 1868.979 12926.54 Vietnam 13968.789 Tanzania 350.598 186.19 0 27527.387 12940.494 Nepal 850.322 Cote d'Ivoire 248.823 0 0 14268.104 2698.91 Vietnam 6450.987 Sri Lanka 4569.044 0 0 16538.787 2535.292 Vietnam 10341.993 Sri Lanka 10333.472 33.578 0 23575.729 16345.394 Sri Lanka 12838.247 Singapura 185.642 21.469 0 29683.596 139.03 Sri lanka 1066.15 Singapura 0.011 0 0 1205.191 343.858 Sri lanka 2313.723 Singapura 116.96 0 0 2801.849 990.63 Sri lanka 2133.612 Australia 25.585 0 0 3199.255 0 Sri Lanka 22.248 Spain 3.472 0.796 0 38.412 9.916 Netherland 89.544 Sri Lanka 20.943 0.259 0 131.627 0 Sri Lanka 119.144 Nepal 63.54 1.089 0 258.874 0 Turkey 1099.83 Greece 401.138 0 0 1532.483 0 Turkey 1038.376 Dominican Rep 229.279 0 0 1464.131 0 Turkey 1555.585 Greece 1312.686 0 0 2950.386
Sumber : UNcomtrade
218
Lampiran 9. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Inggris Komoditi Cengkeh
Kacang Mete
Kakao
Karet
Kayu Manis
Kelapa Sawit
Kelapa
Kopi
Lada
Pala
Teh
Tembakau
Tahun 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009
Pesaing 1 Pesaing 2 Indonesia Thailand Philippines Dunia Nilai Ekspor Negara Nilai Ekspor Negara Nilai Ekspor Nilai Ekspor Nilai Ekspor Nilai Ekspor 2.668 Tanzania 8425.828 Kenya 419.493 0 0 9612.617 71.689 Netherland 202.718 sri Lanka 173.03 0 0 615.841 5.074 France 536.279 Madagascar 397.133 0 0 1727.592 0 India 1965.091 Tanzania 529.525 0 0 2647.265 0 Tanzania 362.708 India 6.096 0 0 382.729 0 Nigeria 1198.916 Cote d'Ivoire 151.378 0 0 1449.754 11.824 Cote d'Ivoire 41346.319 Cameroon 6844.756 0 0 49052.905 12292.157 Ghana 109776.245 Cote d'Ivoire 36525.402 0 0 167961.063 0 Cote d'Ivoire 122851.154 Netherland 13177.047 0 0 145376.208 296.421 Malaysia 1930.642 Cameroon 1191.586 3544.124 0 8507.127 0 Cameroon 3884.858 Malaysia 1642.263 6180.585 0 15835.97 0 France 2609.152 Malaysia 1665.456 2676.726 0 10558.892 29.18 Sri Lanka 455.618 Netherland 303.66 0.09 0 1304.905 37.587 Sri Lanka 438.204 China 340.683 0 0 1185.767 27.984 China 541.618 France 450.141 0.22 0 1642.612 323.13 Papua New 14884 Colombia 7891.957 0 0 30041.218 15529.262 Colombia 35960.227 Brazil 13878.119 0 0 78822.824 6027.856 Honduras 17647.299 Colombia 16539.506 0 0 83550.811 458.642 Singapore 5062.082 Sri Lanka 1604.521 0.128 3908.602 11712.733 60.662 Singapore 5927.195 Sri Lanka 812.81 0.293 12787.746 20400.14 111.932 Singapore 5887.663 Sri Lanka 977.07 0 13674.777 21514.345 3851.929 Vietnam 25287.538 Colombia 16329.097 123.304 0 118688.143 15358.748 Colombia 44285.624 Vietnam 36811.599 0 0 223432.679 24359.653 Brazil 57644.012 Colombia 57527.296 14.66 0 231605.87 321.472 Netherland 4246.757 India 1932.3 14.297 0 10964.403 472.372 Vietnam 2684.342 India 1734.799 24.579 0 9945.624 304.465 United States 4133.171 France 2192.355 1.28 3.462 12805.16 0 Netherland 1314.067 Italy 118.31 0 0 1766.206 0 Netherland 2044.59 Italy 406.693 0 0 2794.121 9.602 Italy 1230.245 France 950.298 0 0 3336.429 233.914 France 1049.426 China 494.309 0 0 2708.653 642.588 China 580.939 Germany 430 0.884 0 2446.571 232.54 China 6748.853 Germany 924 0 0 9982.118 848.71 Sri lanka 5129.842 Germany 4934 0 0 22336.237 582.008 Sri lanka 7335.19 India 3947.627 0 71.28 23768.293 282.328 Malawi 10682.887 India 3330.812 0 0 18618
Sumber : UNcomtrade
219
Lampiran 10. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Amerika Serikat Komoditi
Tahun
2001 2005 2009 2001 Kacang Mete 2005 2009 2001 Kakao 2005 2009 2001 Karet 2005 2009 2001 Kayu Manis 2005 2009 2001 Kelapa Sawit 2005 2009 2001 Kelapa 2005 2009 2001 Kopi 2005 2009 2001 Lada 2005 2009 2001 Pala 2005 2009 2001 Teh 2005 2009 2001 Tembakau 2005 2009 Cengkeh
Pesaing 1 Pesaing 2 Indonesia Thailand Philippines Dunia Nilai Ekspor Negara Nilai Ekspor Negara Nilai Ekspor Nilai Ekspor Nilai Ekspor Nilai Ekspor 311.903 Brazil 1813.143 Madagascar 1796.033 0.762 0 6127.068 605.936 Madagascar 1334.889 Brazil 547.497 0 0 3486.906 607.077 Madagascar 1490.207 Brazil 1086.618 0 0 4473.495 245.987 India 21554.538 Mozambique 730.58 0 0 22881.954 278.05 Mexico 546.955 India 289.679 0 0 1435.538 310.063 Nigeria 568.082 United Kingdom 488.633 0 0 1437.425 110317.386 Cote d'Ivoire 170037.575 Dominican Rep 25698 0 0 327727.991 135204.138 Cote d'Ivoire 508494.787 Ecuador 43038.958 0 3 728529.614 297012.888 Cote d'Ivoire 557602.322 Ecuador 154873.75 0 6.6 1122233.645 3968.923 Malaysia 3825.723 United Kingdom 422.883 15539.534 0 24406.933 1537.485 Malaysia 2682.418 India 2115.373 18032.871 0 28315.482 312.39 Malaysia 4068.455 Canada 2546.619 8651.638 0 20963.481 7492.542 Sri Lanka 4309.854 India 417.764 0.223 0 13042.35 7812.611 Sri Lanka 7432.529 Vietnam 894.43 2.133 0 16392.352 8692.148 Sri Lanka 5924.877 Canada 354.929 12.733 0 15525.198 0 Honduras 7559.419 Papua New 4715.036 0 0 12306.035 0 Honduras 18438.498 Ecuador 1195.436 0 0 20210.148 4340 Honduras 2931.726 Kenya 40.119 0 0 7351.91 507.239 Dominican Rep 3195 Singapore 1076.578 17.868 27107.232 33298.063 63.664 Dominican Rep 3707.64 Canada 790.773 0.899 33897.67 40900.306 23.185 Dominican Rep 4166.741 Mexico 2274.08 17.991 40446.774 51443.907 41980.553 Colombia 243965.136 Brazil 147713.633 7850.972 5.962 1040812.729 136567.045 Colombia 522589.156 Brazil 447836.561 9658.604 0 1965054.889 161240.191 Brazil 722293.419 Colombia 651425.525 118.157 0 2642858.04 27335.597 India 20332.21 Brazil 19585.569 67.863 8.569 87871.023 17887.191 Vietnam 29138.748 Brazil 17733.012 14.218 10.413 86064.015 63377.612 Brazil 27736.239 India 19145.936 66.162 22.053 121364.255 1156.947 Singapura 1708.738 Grenada 1415.236 0.313 0 5260.991 663.825 Grenada 1292.291 Singapura 1273.143 0 0 5149.145 5213.742 Canada 550.919 Sri Lanka 207.23 0 0 6503.772 1.59 China 2345.784 Japan 1956.425 8.904 0 8463.953 222.685 China 6782.817 Japan 4314.79 0 0 28261.069 106.993 Japan 13891.295 China 10792.813 60.623 0 47906.6 5409.623 Turkey 141146.136 Lebanon 24670.424 229.08 2209.019 273481.76 4653.118 Turkey 158189.674 Greece 58911.429 0 1927.086 339533.093 10270.407 Turkey 168828.341 Bulgaria 49749.978 0 9045.249 333761.67
Sumber : UNcomtrade
220
Lampiran 11. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Jerman Komoditi Cengkeh
Kacang Mete
Kakao
Karet
Kayu Manis
Kelapa Sawit
Kelapa
Kopi
Lada
Pala
Teh
Tembakau
Tahun 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009
Pesaing 1 Pesaing 2 Indonesia Thailand Philippines Nilai Ekspor Negara Nilai Ekspor Negara Nilai Ekspor Nilai Ekspor Nilai Ekspor 2.913 Netherland 1663.41 Madagascar 683.087 0 0 5.5 Brazil 1579.014 Netherland 342.009 0 0 1.761 Netherland 1317.147 Madagascar 589.33 0 0 122.275 India 433.521 Tanzania 161.444 0 0 0 France 119.447 Netherlands 116.905 0 0 0.547 India 75.6 Lithuania 7.376 0 0 8797.677 Cote d'Ivoire 122538.644 Netherland 47738.166 0 0 2135.138 Cote d'Ivoire 52586.623 Belgium 34179.48 0 0 20714.923 Cote d'Ivoire 270186.983 Netherland 213913.543 0 0 578.012 Malaysia 1392.311 Denmark 822.393 8285.059 0 179.213 Denmark 10510.755 Belgium 9815.686 8848.181 0 2.381 Denmark 17274.278 Malaysia 1932.075 7323.957 0 393.325 Netherland 738.099 Sri Lanka 690.486 0 0 878.695 China 503.701 Sri Lanka 495.857 0 0 692.662 Netherland 1571.088 China 391.609 35.066 0 23698.008 Malaysia 9869.046 Netherlands 1756.568 0 0 63432.325 Malaysia 31407.774 Colombia 8077.886 0 0 227684.715 Colombia 38112.796 Netherlands 34679.745 0 0 210.378 Sri Lanka 3426.924 Singapore 2509.604 0 2845.072 2424.577 Singapore 3953.884 Netherlands 3724.784 0 7149.14 2088.325 Netherlands 5703.915 Singapore 3659.902 0 6942.673 18396.361 Brazil 239060.409 Colombia 147311.296 1791.065 0 78164.061 Brazil 513060.75 Colombia 201205.394 1853.565 0 109408.419 Brazil 845900.079 Peru 190182.53 28.037 0 2624.139 Netherland 19864.179 Singapura 9149.475 226.802 0 3056.156 Vietnam 10300.651 Brazil 5778.827 19.638 0 8204.212 Brazil 13645.374 Netherland 9457.224 63.343 0 306.949 Netherland 6674.242 Grenada 2906.59 0 0 809.399 Brazil 5263.004 Netherland 4907.512 0 0 2596.403 Netherland 4824.887 Italy 744.876 0 0 93.927 japan 399.122 United Kingdom 373.031 8.266 0 503.813 japan 1106.108 Austria 360.859 0.033 0 914.884 Austria 4705.964 Japan 1256.159 0.225 0 15562.776 Turkey 30427.291 Greece 14283.384 0 0 8749.386 Turkey 41952.891 Greece 34716.092 374.68 401.383 5053.999 Turkey 39462.389 Malawi 24830.433 623.856 1444.077
Sumber : UNcomtrade
Dunia Nilai Ekspor 3433.999 2208.503 2693.045 740.376 242.636 103.395 202013.664 176647.472 647200.024 13238.708 39549.053 34251.104 2256.303 2666.838 3278.425 35576.29 111522.927 343437.417 10949.24 19362.56 21939.332 852632.734 1412887.337 1889384.834 47926.856 36199.461 43995.043 10918.232 12273.033 9577.271 1979.567 4318.064 11473.158 112564.563 157860.928 156649.316
221
Lampiran 12. Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia dan Pesaing ke Dunia Komoditi Cengkeh
Kacang Mete
Kakao
Karet
Kayu Manis
Kelapa Sawit
Kelapa
Kopi
Lada
Pala
Teh
Tembakau
Tahun 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009 2001 2005 2009
Pesaing 1 Pesaing 2 Indonesia Thailand Philippines Nilai Ekspor Negara Nilai Ekspor Negara Nilai Ekspor Nilai Ekspor Nilai Ekspor 10669.337 Madagascar 91335.249 Singapura 35140.746 0.853 0.144 14916.386 singapura 35288.449 Sri Lanka 17522.656 0.605 0 5585.926 Madagascar 48374.301 Singapura 48182.392 31.082 0 23946.054 Tanzania 54493.5 India 38600.247 2.379 0 55611.213 Cote d'Ivoire 98649.248 Tanzania 39230.276 13.208 1036.292 62978.641 Cote d'Ivoire 170462.9 Tanzania 68379.973 43.629 0 272368.48 Cote d'Ivoire 1008735.265 Cameroon 112843.58 0 0 467827.362 Cote d'Ivoire 1473895.146 Ghana 792129.869 14.934 83.64 1087484.653 Cote d'Ivoire 2596121.06 Nigeria 1250868.139 0.118 464.826 7179.926 Malaysia 69275.824 United States 19711.402 262386.988 35.986 4986.077 Malaysia 94686.188 Vietnam 54396.277 754528.911 0 10199.669 Malaysia 83311.463 Guatemala 42769.263 1195005.137 236 14304.481 sri Lanka 41920.744 China 24362.991 2.637 0 18899.481 sri Lanka 58062.198 China 25696.977 6.187 0 19111.578 sri Lanka 71506.449 China 40165.19 77.736 6.567 406409.025 Malaysia 285516.8 Papua New 73662.318 36262.652 0 1593295.437 Malaysia 566651.817 Colombia 78880.973 0 0 5702126.189 Malaysia 1675850.018 Colombia 111710.889 43573.531 0 32189.295 Sri Lanka 31713.656 Singapore 18036.408 90.175 63314.648 35938.982 Sri Lanka 33557.3 Singapore 31033.905 316.397 127136.341 36607.791 Sri Lanka 50039.843 Singapore 28379.576 833.121 145756.839 182608.382 Brazil 1207574.215 Colombia 764167.104 25580.792 118.912 497777.213 Brazil 2516120.045 Colombia 1470660.163 13312.033 105.545 821956.589 Brazil 3761283.225 Colombia 1542697.499 626.156 0.15 100383.754 Vietnam 91236.911 Singapura 80769.413 721.276 41.392 57863.199 Vietnam 151538.464 Brazil 46390.774 267.187 48.956 139078.898 Brazil 91150.555 India 49621.864 563.154 268.73 17078.406 Grenada 13662.826 Netherland 13312.655 4.358 0 22365.251 Netherland 14008.672 Grenada 7994.054 2.767 0 32639.927 India 17582.168 Netherland 14222.114 3.919 0 1501.035 China 87661.562 United Kingdom 13581.279 38.812 0 22094.298 China 202367.487 United Kingdom 30613.356 96.541 0 24094.542 China 370471.513 United Kingdom 42214.679 451.175 6.974 80698.877 Turkey 342677.984 Greece 174707.943 7257.018 4796.151 61658.466 Turkey 448397.746 Greece 312963.864 10712.878 3875.776 90109.423 Turkey 486972.499 Malawi 472415.155 27625.683 20834.194
Sumber : UNcomtrade
Dunia Nilai Ekspor 193116.303 116828.357 162643.497 187709.198 278731.583 374405.305 1796530.261 3653007.879 6292792.827 425514.66 1080093.936 1481937.706 97258.188 122816.702 147069.777 945541.218 2502163.573 8019743.541 181759.034 297039.291 351052.162 4995422.277 8751087.892 11479133.19 500922.811 425167.711 490412.796 72653.532 84063.893 102339.407 146024.775 364406.461 649069.218 1600009.248 1997179.57 2666728.951
222
Lampiran 13. Produsen Komoditi Cengkeh Dunia Ranking 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2001
Tahun 2005
2008 Indonesia Indonesia Indonesia Madagascar Tanzania Madagascar Tanzania Madagascar Tanzania Comoros Sri Lanka Sri Lanka Sri Lanka Comoros Comoros Kenya Kenya Kenya China China China Malaysia Malaysia Malaysia Grenada Grenada Grenada
Sumber : FAO
Lampiran 14. Produsen Komoditi Kacang Mete Dunia Ranking 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2001 Nigeria India Viet Nam Brazil Tanzania Indonesia Côte d'Ivoire Guinea-Bissau Mozambique Benin
Sumber : FAO
Tahun 2005 Viet Nam Nigeria India Côte d'Ivoire Brazil Indonesia Philippines Mozambique Tanzania Guinea-Bissau
2008 Viet Nam Nigeria India Côte d'Ivoire Brazil Indonesia Philippines Tanzania Mozambique Guinea-Bissau
223
Lampiran 15. Produsen Komoditi Kakao Dunia Ranking 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2001 Côte d'Ivoire Indonesia Ghana Nigeria Brazil Cameroon Ecuador Malaysia Mexico Dominican Republic
Tahun 2005 Côte d'Ivoire Ghana Indonesia Nigeria Brazil Cameroon Ecuador Togo Papua New Guinea Colombia
2008 Côte d'Ivoire Indonesia Ghana Nigeria Brazil Cameroon Ecuador Togo Papua New Guinea Colombia
Sumber : FAO
Lampiran 16. Produsen Komoditi Karet Dunia Ranking 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2001 Indonesia Malaysia Nigeria Thailand Colombia Papua New Guinea Ecuador Côte d'Ivoire Honduras Cameroon
Sumber : FAO
Tahun 2005 Thailand Indonesia Malaysia India Viet Nam China Philippines Côte d'Ivoire Nigeria Sri Lanka
2008 Thailand Indonesia Malaysia India Viet Nam China Philippines Côte d'Ivoire Sri Lanka Brazil
224
Lampiran 17. Produsen Komoditi Kayu Manis Dunia Ranking 1 2 3 4 5 6 7
Tahun 2005
2001
8
Indonesia China Sri Lanka Viet Nam Madagascar Seychelles Timor-Leste Sao Tome and Principe
9 10
Dominica Grenada
2008
Indonesia China Sri Lanka Viet Nam Madagascar Seychelles Timor-Leste
Indonesia China Sri Lanka Viet Nam Madagascar Timor-Leste Seychelles Sao Tome and Principe
Dominica Sao Tome and Principe Grenada
Dominica Grenada
Sumber : FAO
Lampiran 18. Produsen Komoditi Kelapa Sawit Dunia Tahun
Ranking
2001
1 2 3 4 5
Malaysia Indonesia Nigeria Thailand Colombia
6 7 8 9
Papua New Guinea Ecuador Côte d'Ivoire China Democratic Republic of the Congo
10
Sumber : FAO
2005
2008
Malaysia Indonesia Nigeria Thailand Colombia Papua New Guinea Ecuador China Honduras
Indonesia Malaysia Nigeria Thailand Colombia Papua New Guinea Ecuador Côte d'Ivoire Honduras
Côte d'Ivoire
Cameroon
225
Lampiran 19. Produsen Komoditi Kelapa Dunia
2001
Tahun 2005
2008
Indonesia Philippines India Brazil Sri Lanka Thailand Mexico Viet Nam Malaysia Papua New Guinea
Indonesia Philippines India Brazil Sri Lanka Thailand Mexico Viet Nam Papua New Guinea Malaysia
Indonesia Philippines India Brazil Sri Lanka Thailand Mexico Viet Nam Papua New Guinea Tanzania
Ranking 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sumber : FAO
Lampiran 20. Produsen Komoditi Kopi Dunia
2001
Tahun 2005
2008
Brazil Viet Nam Colombia Indonesia Mexico Côte d'Ivoire India Guatemala Ethiopia Honduras
Brazil Viet Nam Colombia Indonesia Mexico India Guatemala Côte d'Ivoire Honduras Peru
Brazil Viet Nam Colombia Indonesia Peru Ethiopia Mexico India Guatemala Uganda
Ranking 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sumber : FAO
226
Lampiran 21. Produsen Komoditi Pala Dunia
2001
Tahun 2005
2008
Indonesia Guatemala India Nepal Bhutan Democratic Republic Grenada Sri Lanka Malaysia Tanzania
Guatemala India Bhutan Indonesia Nepal Democratic Republic Sri Lanka Grenada Honduras Tanzania
Guatemala India Indonesia Nepal Bhutan Democratic Republic Grenada Tanzania Malaysia Sri Lanka
Ranking 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sumber : FAO
Lampiran 22. Produsen Komoditi Lada Dunia Tahun
Ranking 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2001 China India Kenya Sri Lanka Turkey Indonesia Viet Nam Japan Argentina Iran (Islamic Republic of)
Sumber : FAO
2005 Viet Nam Indonesia Brazil India China Malaysia Sri Lanka Thailand Madagascar Philippines
2008 Viet Nam Indonesia Brazil India China Malaysia Sri Lanka Mexico Thailand Madagascar
227
Lampiran 23. Produsen Komoditi Teh Dunia
2001
Tahun 2005
2008
Brazil Viet Nam Colombia Indonesia Mexico Côte d'Ivoire India Guatemala Ethiopia Honduras
China India Kenya Sri Lanka Turkey Viet Nam Indonesia Japan Argentina Thailand
China India Kenya Sri Lanka Turkey Viet Nam Indonesia Japan Argentina Thailand
Ranking 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sumber : FAO
Lampiran 24. Produsen Komoditi Tembakau Dunia
2001
Tahun 2005
2008
China Brazil United States America India Indonesia Zimbabwe Turkey Greece Italy Argentina
China Brazil India United States America Argentina Indonesia Turkey Greece Italy Pakistan
China Brazil India United States America Indonesia Malawi Argentina Italy Pakistan Turkey
Ranking 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sumber : FAO
228
Lampiran 25. Produktivitas beberapa Komoditi Perkebunan Indonesia (kg/Ha) Komoditi Karet
Tahun 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
764,65
839
862,08
967
993
994
901
3045,24
2833
2925
3498
3634
3424
3487
Kopi
709,39
666
683
695
673
729
737
Teh
1441,93
1458
1465
1322
1363
1447
1571
Lada
819,23
662
688
668
656
702
729
Cengkeh
285,56
236,32
247,59
207
265
232
268
1101,12
898
921
849
801
889
834
186,5
231,35
233
469
474
493
468
781,84
825,71
776,46
867
847
863
867
811,5
1093
1105
1119
1145
1169
1175
460
728,3
805,6
869,1
973,5
1000,7
999,9*
325,4
139
118,4
130,3
125
133,4
134,1*
Kelapa Sawit
Kakao Kacang Mete Tembakau Kelapa Kayu Manis Pala Sumber : BPS *) angka sementara