DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005)
OLEH TRI ISDINARMIATI H14094022
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN
TRI ISDINARMIATI. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Kinerja Sektoral (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) (dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI)
Bahan bakar minyak (BBM) merupakan salah satu sumber energi yang mempunyai peranan cukup besar dalam pembangunan ekonomi. Kondisi harga BBM dalam negeri yang jauh dibawah harga minyak mentah dunia yang terus menerus naik, disertai menurunnya produksi minyak mentah dalam negeri menyebabkan subsidi yang ditanggung pemerintah semakin besar. Jika BBM tetap disubsidi, maka subsidi pasti meningkat seiring bergejolaknya harga minyak mentah dunia. Sehingga untuk mengurangi beban APBN, pemerintah melakukan pengurangan subsidi BBM secara bertahap baik melalui pencabutan subsidi seperti pada kebijakan konversi minyak ke LPG ataupun dengan mengurangi subsidi BBM yaitu dengan menaikan harga BBM seperti premium dan solar didalam negeri. Kenaikan harga BBM yang terjadi selama ini menimbulkan dampak langsung terhadap sektor-sektor yang menginputnya dan berdampak tak langsung pada sektor ekonomi lainnya karena ada keterkaitan antar sektornya. Secara umum, keterkaitan antara input dan output sektor ekonomi dapat disusun dalam bentuk matriks yang dikenal dengan nama tabel input-output (tabel I-O). Tabel I-O ini dapat digunakan untuk mengukur dampak multiplier dan melihat dampak kenaikan harga suatu sektor terhadap sektor lain. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) melihat struktur input, output, NTB, permintaan akhir dari sektor ekonomi; (2) menghitung daya penyebaran dan derajat kepekaan pada sektor ekonomi dan (3) Menghitung dan menganalisis dampak langsung dan tidak langsung kenaikan harga BBM pada sektor ekonomi juga inflasi yang akan terjadi. Sehingga hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pemerintah dalam menentukan kebijakan. Penelitian ini menggunakan tabel I-O Indonesia tahun 2005 klasifikasi 68 X 68 transaksi domestik atas dasar harga produsen yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Kenaikan harga BBM menggunakan simulasi sebesar 10 persen, 20 persen dan 30 persen. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan analisis dampak. Pada analisis deskriptif tabel input output akan dianalisis dan dibahas secara kualitatif berdasarkan tabel yang telah disusun atau diolah kembali dari tabel I-O sehingga dapat dilihat struktur input BBM, alokasi output BBM dan struktur permintaan akhir dari konsumsi rumah tangga serta indeks daya penyebaran dan derajat kepekaan. Sedangkan pada analisis dampak akan dilihat berapa dampak langsung dan tidak langsung kenaikan harga BBM terhadap sektor-sektor ekonomi dan dampaknya terhadap inflasi nasional. Dari hasil penelitian diperoleh sektor yang terkena dampak paling besar dari kenaikan harga BBM adalah sektor listrik gas dan air bersih (LGA) terutama
subsektor listrik yang kebutuhan terhadap BBM nya dalam membangkitkan listrik sangat besar. Sektor yang berdampak besar selanjutnya adalah angkutan baik angkutan darat, angkutan air maupun angkutan kereta api, dan sektor bangunan, karena BBM merupakan komponen penting bagi sektor-sektor tersebut. Selain berdampak terhadap meningkatnya biaya produksi pada tiap sektor ekonomi yang mendorong kenaikan harga barang hasil produksinya pada masing-masing sektor, kenaikan harga BBM secara bersama-sama menyebabkan inflasi nasional. Dimana besar inflasi yang dihasilkan sejalan dan searah dengan besar kenaikan harga BBM yang terjadi. Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : pemerintah memantau sektor-sektor yang terkena dampak besar dari kenaikan harga BBM untuk melakukan efisiensi produksi dan efisiensi pemakaian BBM seperti pada PT. PLN dan PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI). Pemerintah sebaiknya melakukan operasi pasar pada awal terjadi kenaikan harga barang-barang pokok yang terkena dampak kenaikan harga BBM seperti beras, dan minyak goreng sehingga tidak terjadi kelangkaan barang. Selain itu sebaiknya dalam menetapkan kenaikan harga BBM dilakukan secara bertahap dan jangan disertai kenaikan harga komoditi-komoditi strategis lain seperti tarif dasar listrik (TDL), sembako, dan tarif transportasi yaitu dengan memberi subsidi pada komoditi tersebut, dan diperlukan upaya untuk mendapatkan subtitusi dari BBM yaitu dengan mencari bahan bakar alternatif.
DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005)
OLEH TRI ISDINARMIATI H14094022
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Skripsi
:
Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Kinerja Sektoral (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005)
Nama
:
Tri Isdinarmiati
NRP
:
H14094022
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si. NIP. 19620816 198701 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal lulus:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Oktober 2009
Tri Isdinarmiati H14094022
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis bernama Tri Isdinarmiati dilahirkan di Magelang pada tanggal 03 Januari 1975 dari pasangan R. Achmad Koerdi dan Sri Sulastri. Penulis merupakan anak kesepuluh dari sepuluh bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Tidar II Magelang pada tahun 1981 sampai dengan tahun 1987. Ditahun yang sama penulis melanjutkan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 8 Magelang sampai dengan tahun 1990. Dan menyelesaikan Sekolah Menengah Tingkat Atas di SMA Negeri 2 Magelang pada tahun 1990 sampai dengan tahun 1993 Pada tahun 1993 Penulis diterima di Akademi Ilmu Statistik Jakarta dan lulus tahun 1996, langsung bekerja di Badan Pusat Statistik kabupaten Karawang sampai tahun 1998. Penulis kembali melanjutkan ke Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2003. Selain itu Penulis juga mengikuti perkuliah di Universitas Terbuka jurusan statistik dan lulus pada tahun 2006. Dari Tahun 1998 sampai sekarang bekerja di BPS Pusat Jakarta Direktorat Neraca Produksi. Pada tahun 2009 penulis diterima menjadi mahasiswa program studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Mangemen di Institut Pertanian Bogor melalui seleksi bea siswa tugas belajar kerja sama BPS-IPB.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang dengan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul ”Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Kinerja Sektoral”. Secara garis besar, materi yang ada dalam skripsi ini adalah analisis mengenai dampak kenaikan harga BBM terhadap perubahan harga di tiap sektor sehingga bisa dilihat dampaknya terhadap kinerja sektoral maupun inflasi nasional. Selain itu hasil analisis ini diharap dapat menjadi masukan dalam menentukan kebijakan pemerintah dalam mengatasi tingginya harga minyak internasional sehingga proses pembangunan tetap berjalan dengan lancar. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih pada berbagai pihak yang telah membantu, terutama dalam penulisan skripsi ini. Pihak-pihak yang telah membantu penulis diantaranya: 1. Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran selalu bersedia membimbing, membantu dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi serta terima kasih atas ilmu, nasihat dan kepercayaan yang telah diberikan untuk penulis. 2. D.S. Priyarsono, Ph.D, selaku dosen penguji. Terima kasih atas segala bimbingan, masukan, kritik serta saran dalam penulisan skripsi ini. 3. BPS atas pemberian beasiswa Program S2 Penyelenggaraan Khusus BPS-IPB di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. 4. Ibunda, terima kasih untuk kasih sayang, suri tauladan serta berbagai dukungan baik moril maupun materi dan nasihat yang diberikan. 5. Agus Nuwibowo, SSi, MM, suami tercinta, atas doa, bantuan serta berbagai dukungan baik moril maupun materi dan nasihat serta semangat yang
diberikan kepada penulis 6. Suryadiningrat SE, MM, atas bantuan data, pemberian ilmu I-O nya maupun
kesempatan berdiskusinya telah diberikan kepada penulis di
sela-sela kesibukan pekerjaannya. 7. Widdia Angraeni, MT terima kasih atas waktu, penurunan ilmu I-O nya dan dorongan
yang
telah
diberikan
kepada
penulis
sehingga
dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 8. Rekan-rekan di BPS Pusat yang telah bersedia membantu dalam proses inventarisasi data. 9. Teman-teman yang sudah bersedia hadir dalam seminar. Terima kasih untuk kesediaannya menghadiri seminar dan memberikan saran serta kritik yang bermanfaat bagi penyusunan skripsi ini. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis yang sudah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan karunia-Nya kepada Bapak/Ibu dan rekan-rekan sekalian. Amin.
Bogor, Oktober 2009
Tri Isdinarmiati H14094022
i
DAFTAR ISI
Hal DAFTAR ISI …………………………………………………………...............
i
DAFTAR TAB EL …………………………………………………………...... iii DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….. iv DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………..
v
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ..................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah...........................................................................
3
1.3. Tujuan................................................................................................
4
1.4. Manfaat Penelitian.........................................................................
4
1.4. Ruang Linkup Penelitian.................................................................. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Teori .......... ..........................................................................
6
2.1.1. Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi..................
6
2.1.2. Keterkaitan Sektor dengan Sektor Lain .......................................... 6 2.1.3. Kenaikan Harga BBM dan Dampaknya........................................
7
2.1.4. Tujuan dan Kebijakan Pemerintah dalam Mengatur BBM ........
9
2.1.5. Model Input Output. ........ .................................................... ....
9
2.1.6. Kerangka Tabel I-O ........ ...................................................... .... 11 2.1.7. Asumsi-asumsi dan Keterbatasan .......................................... .... 15 2.1.8. Jenis-jenis Tabel Transaksi.................... ........ ....................... .... 16 2.2. Penelitian-penelitian Terdahulu ...................................................... .... 18 2.3. Kerangka Pemikiran......................................................................... .... 20 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data .................................................................... ..... 24 3.3. Analisis Tabel I-O .............................................................................. ..... 24
ii
BAB. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Deskriptif ................................................................................. 34 4.1.1. Struktur Input BBM …………………………………………… 34 4.1.2. Alokasi Output BBM …………………………………………. 36 4.1.3. Struktur Nilai Tambah Bruto di Indonesia…………………… ... 37 4.1.4. Struktur Konsumsi Rumah Tangga di Indonesia ……… ........... 39 4.1.5. Daya Penyebaran ……………………………………………..... 41 4.1.6. Derajat Kepekaan …………………………………………… .... 42 4.2. Analisis Dampak .................................................................................... 44 4.2.1. Analisis Dampak Kenaikan Harga BBM ..................................... 44 4.2.2. Analisis Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Output .......... 52 4.2.3. Analisis Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap NTB……… . 53 BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 56 5.2 Saran .......................................................................................................... 57 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 58 LAMPIRAN ........................................................................................................ 59
iii
DAFTAR TABEL
No 1
Hal Lima sektor yang menjadi struktur input terbesar di sektor pengilangan BBM di Indonesia tahun 2005………………………
2
Lima sektor terbesar yang menggunakan BBM di Indonesia tahun 2005…………………………………………………………………
3
43
Lima sektor terbesar menurut dampak enaikan BBM 10 persen di Indonesia tahun 2005......................................................................
8
41
Lima sektor utama menurut indeks derajat kepekaan di Indonesia tahun 2005…………………………………………….
7
40
Lima sektor utama menurut indeks daya penyebaran di Indonesia tahun 2005 …................................................................
6
38
Lima sektor terbesar menurut peringkat konsumsi rumah tangga di Indonesia tahun 2005…………………………………………...
5
36
Lima sektor terbesar menurut peringkat nilai tambah di Indonesia tahun 2005 ……………………………………………….
4
34
45
Lima sektor terbesar menurut dampak kenaikan BBM 20 persen di Indonesia tahun 2005....................................................................... 47
9
Lima sektor terbesar menurut dampak kenaikan BBM 30 persen di Indonesia tahun 2005....................................................................... 49
10.
Dampak kenaikan harga BBM terhadap output lima terbesar di Indonesia tahun 2005…..............................................................……
11.
52
Dampak kenaikan harga BBM terhadap NTB lima terbesar di Indonesia tahun 2005…...............................................................…. 54
iv
DAFTAR GAMBAR
No
Hal
1. Kerangka Tabel Input-Output.................................................................... 11 2. Ilustrasi Tabel Input-Output ( 3 sektor)................................................... .. 14 3. Kerangka Penelitian ................................................................................... 21
v
DAFTAR LAMPIRAN
Hal No 1
Klasifikasi 68 sektor tabel input output Indonesia 2005……………..
60
2
Struktur input BBM tahun 2005….......………..………....…………
62
3
Alokasi output BBM tahun 2005….......……………………………
63
4
Jumlah dan indeks daya penyebaran, jumlah dan indeks derajat kepekaan…………………………….....................................……...
5
65
Dampak langsung dan tidak langsung kenaikan harga BBM terhadap inflasi...................................................................................
67
6
Dampak kenaikan BBM terhadap output…...………………………
69
7
Dampak kenaikan BBM terhadap NTB.....…………………………
71
8
Harga BBM dan inflasi di Indonesia tahun 2004-2008........................
73
BAB. I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang
bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan mengusahakan pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Pembangunan ekonomi merupakan prioritas utama bagi bangsa Indonesia dalam merealisasikan kesejahteraan masyarakat karena dengan lancarnya
pelaksanaan pembangunan di bidang ekonomi,
diharapkan akan secara langsung berpengaruh terhadap tingkat pendapatan masyarakat. Perekonomian Indonesia sejak terjadinya krisis ekonomi sudah mulai memperlihatkan pertumbuhan yang positif, namun hingga saat ini rata-rata pertumbuhan pertahunnya relatif lebih lambat daripada rata-rata pertumbuhan yang pernah dicapai pada saat masa orde baru khususnya tahun 1980 an hingga tahun 1990 an. Pemerintah dihadapi oleh tuntutan untuk mempercepat pemulihan ekonomi yang tinggi namun di sisi lain berhadapan dengan sering bergejolak harga minyak mentah dunia yang berakibat dengan meningkatnya harga impor bahan bakar minyak (BBM). Indonesia sebagai negara penghasil minyak mentah ternyata konsumsi BBM nya masih tergantung pada impor. Hal ini akibat adanya penurunan produksi minyak mentah dalam negeri dan sebagian besar minyak mentah bangsa
2
Indonesia diekspor sehingga produksi BBM dalam negeri tidak memenuhi konsumsi masyarakat. Saat harga minyak mentah dunia melonjak seharusnya harga BBM juga meningkat namun karena BBM menyangkut hajat hidup orang banyak maka pemerintah membuat suatu kebijakan dalam penyediaan dan penentuan harga BBM di Indonesia, sehingga harga BBM di dalam negeri tidak terlalu bergejolak. Kondisi harga BBM dalam negeri yang jauh di bawah harga minyak mentah dunia yang terus menerus naik, disertai menurunnya produksi minyak mentah dalam negeri menyebabkan subsidi yang ditanggung pemerintah semakin besar. Pemerintah jika tetap mensubsidi BBM, maka jumlah subsidi pasti meningkat seiring meningkatnya harga minyak mentah dunia. Kebijakan pemerintah untuk mengurangi beban APBN, dengan melakukan pengurangan subsidi BBM secara bertahap baik melalui pencabutan subsidi seperti pada kebijakan konversi minyak ke LPG ataupun dengan mengurangi subsidi BBM yaitu dengan menaikkan harga BBM seperti premium dan solar didalam negeri. Kebijakan pemerintah tersebut akan menimbulkan pro dan kontra namun pemerintah tetap harus menaikkan harga BBM, karena dampak perekonomian tersebut akan diderita Indonesia jika tidak disikapi dari sekarang. Pengamat perminyakan Sofyan Zakaria berpendapat bahwa subsidi minyak lebih baik diberikan kepada Industri produktif karena hal ini akan tetap menggerakan roda perekonomian.
3
Kenaikan harga BBM yang terjadi selama ini menimbulkan dampak langsung terhadap sektor-sektor yang menginputnya dan berdampak tak langsung pada sektor ekonomi lainnya karena ada keterkaitan antar sektornya. Secara umum, keterkaitan antara input dan output sektor ekonomi dapat disusun dalam bentuk matriks yang dikenal dengan nama tabel input-output (Tabel I-O). Tabel I-O ini dapat digunakan untuk mengukur dampak multiplier dan melihat dampak kenaikan harga suatu sektor terhadap sektor lain.
1.2.
Perumusan Masalah Energi diperlukan oleh semua penduduk dan pelaku ekonomi. Penetapan
harga BBM yang disubsidi oleh pemerintah menyebabkan konsumsi berlebihan pada komoditi ini, bahkan lebih rendahnya harga BBM dalam negeri terhadap luar negeri sering dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang mengambil keuntungan besar dengan menjual BBM dalam negeri ke negara tetangga. Pemerintah tidak sanggup lagi mempertahankan harga BBM bersubsidi seperti yang telah dilakukan selama ini, terlebih lagi harga minyak mentah dunia yang terus melambung. Defisit APBN akibat kenaikan harga minyak mentah dunia diatasi dengan melakukkan pengurangan subsidi BBM yang menyebabkan kenaikan harga BBM, di mana kebijakan pemerintah tersebut akan menimbulkan dampak langsung terhadap sektor-sektor yang menginputnya dan memberikan dampak tak langsung terhadap sektor lain. Bagaimana dampak kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM terhadap kinerja sektoral di Indonesia? untuk menjawab permasalahan tersebut akan digunakan tabel I-O Indonesia tahun 2005 untuk menganalisisnya.
4
1.3.
Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Melihat keadaan perekonomian
Indonesia melalui beberapa indikator
seperti struktur struktur input, output, struktur NTB, struktur permintaan akhir dari sektor ekonomi . 2. Menghitung daya penyebaran dan derajat kepekaan pada sektor ekonomi. 3. Menghitung dan menganalisis
dampak langsung dan tidak langsung
kenaikan harga BBM pada sektor ekonomi juga inflasi yang akan terjadi.
1.4.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Mengetahui sektor-sektor utama yang paling terpengaruh kenaikan harga BBM sehingga dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan selanjutnya sehingga pembangunan ekonomi disemua sektor berjalan dengan lancar. 2. Mengetahui besar inflasi yang diakibatkan dari kebijakan menaikkan harga BBM sehingga bisa menjadi informasi bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan analisis tabel I-O Indonesia tahun 2005 klasifikasi 68 X 68 transaksi domestik atas dasar harga produsen. Kenaikan harga BBM yang digunakan menggunakan simulasi sebesar 10 persen, 20 persen dan 30 persen. Tabel input-output mempunyai keterbatasan yaitu rasio input-output
5
tetap konstan sepanjang periode analisis dimana hubungan antara input dengan output merupakan fungsi linier yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu naik atau turun sebanding dengan kenaikan atau penurunan output sektor tersebut berarti apabila input suatu sektor diduakalikan maka outputnya akan dua kali juga. Analisis dampak kenaikan harga BBM dalam penelitian ini hanya menggunakan tabel I-O 2005 sehingga belum memperhitungan efek subtitusi maupun efek income dari kenaikan harga BBM tersebut.
BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 .
Tinjauan Teori
2.1.1. Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi Todaro (2000) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai proses multidimensional yang mencakup perubahan struktur, sikap hidup dan kelembagaan, selain mencakup peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmeraataan distribusi
dan pemberantasan kemiskinan. Pembangunan
ekonomi perlu dipandang sebagai suatu proses, supaya dapat dilihat adanya saling keterkaitan hubungan yang saling mempengaruhi antar faktor-faktor yang menjadi pelaku dalam pembangunan ekonomi. Bahan bakar minyak (BBM) merupakan komoditi yang memiliki peranan yang sangat penting dalam menggerakan roda pembangunan karena BBM merupakan pendorong kegiatan ekonomi. Aktivitas perekonomian sangat tergantung dengan kelancaran dari penyediaan BBM dan tingkat daya beli masyarakat terhadap BBM. Manfaat BBM yang cukup vital ini sangat berpengaruh pada proses produksi pada sektor strategis seperti listrik, gas kota dan air bersih (LGA), transportasi dan konstruksi, serta sektor lainnya yang sebagian besar menginput BBM.
2.1.2. Keterkaitan Sektor dengan Sektor Lainnya Keterkaitan antarsektor dalam perekonomian dapat terjadi karena masingmasing sektor saling membutuhkan. Sektor tertentu membutuhkan sektor lain
7
untuk dapat menghasilkan produksinya, dipihak lain sektor tersebut juga dibutuhkan oleh sektor lain untuk kegiatan ekonominya. Hubungan keterkaitan antarsektor dapat dilihat dari indeks keterkaitan kebelakang (indeks daya penyebaran) dan indeks keterkaitan ke depan (indeks derajat kepekaan). Keterkaitan kebelakang menunjukan dampak dari perubahan permintaan akhir suatu sektor terhadap output seluruh sektor ekonomi. Sedangkan keterkaitan ke depan menunjukan dampak yang terjadi terhadap output suatu sektor sebagai akibat dari perubahan permintaan akhir pada masing-masing sektor perekonomian. (BPS 2008).
2.1.3. Kenaikan Harga BBM dan Dampaknya Kenaikan harga BBM memberikan efek yang sangat beragam (multiplier effect) terutama di masa-masa ekonomi sulit seperti sekarang. Mohamad Ikhsan kepala LPEM-FEUI berpendapat kenaikan harga BBM tentu akan mengakibatkan penurunan daya beli (pendapatan riil). Dampak ini sangat bervariasi tergantung pada pola konsumsi dan sensitifitas dari harga masing-masing komoditi terhadap kenaikan harga BBM. Rumah tangga miskin umumnya relatif terproteksi mengingat tiga hal. Pertama, pangsa konsumsi langsung BBM relatif kecil, untuk BBM non minyak tanah, pangsa kelompok 40 persen terbawah kurang dari 1 persen dari total pendapatan. Minyak tanah yang lumayan besar pangsanya yaitu sekitar 2,6 persen dari total pengeluaran. Kedua, konsumsi komoditi yang sensitif terhadap kenaikan BBM pun relatif kecil seperti pengeluaran untuk transportasi. Ketiga, Komoditi yang dominan dalam pola konsumsi rumah tangga 40 persen terbawah yaitu beras
8
sebetulnya juga tidak bergerak banyak karena harga komoditi ini dijaga oleh pemerintah. Menurut menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa alasan yang mendasari pemerintah menentukan
kebijakan
kenaikan
harga
BBM
serta
dampaknya terhadapnya APBN, ekonomi dan sosial antara lain adalah :
1.
Jika harga BBM dalam negeri tidak dinaikkan, maka akan terjadi perbedaan harga yang sangat besar antara harga BBM di dalam negeri dengan diluar negeri yang dapat memicu penyelundupan BBM ke luar negeri.
2.
Pengurangan harga BBM harus dapat dilihat sebagai kebijakan redistribudi karena selama ini subsidi BBM lebih banyak dinikmati oleh sekelompok masyarakat menengah ke atas yang memiliki kendaraan bermotor.
3.
Harga minyak dunia yang melonjak dua kali lipat dalam setahun terakhir mengakibatkan beban subsidi BBM meningkat dratis.
4.
Anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk program-program rakyat miskin, bantuan pangan, kredit usaha rakyat, dan program-program untuk masyarakat berpenghasilan rendah kurang dari satu per tiga subsidi BBM yang dinikmati kelompok menengah keatas.
5.
Jika harga BBM tidak dinaikkan, maka anggaran program-progam untuk rakyat miskin, pendidikan dan kesehatan serta subsidi pangan harus dikurangi.
9
2.1.4. Tujuan dan Kebijakan Pemerintah dalam Mengatur Harga BBM. Undang-undang No. 22 tahun 2001 mengatakan bahwa harga BBM dan gas bumi diserahkan kepada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar (mekanisme pasar), tapi undang-undang tersebut menekankan pemerintah untuk tidak mengurangi tanggung jawab sosialnya terhadap golongan masyarakat tertentu. Penjelasan pasal 28 ayat (3), pemerintah dapat memberikan bantuan khusus sebagai pengganti subsidi kepada konsumen tertentu untuk pemakaian jenis BBM tertentu, untuk itu ada beberapa pengecualian harga BBM dan gas bumi yang tidak diserahkan kepada mekanisme pasar. Penghapusan subsidi minyak tanah dan mengurangan subsidi BBM lainnya terhitung mulai tanggal 1 Mei 2008 diharapkan tidak ada lagi penyelundupan BBM termasuk pengoplosan minyak tanah dengan solar atau premium. Kebijakan dalam masalah BBM sangat penting, baik masalah harga jualnya maupun distribusinya. Kebijakan harga jual BBM dilakukan dengan membedakan antara harga jual untuk industri dengan rumah tangga, sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah melakukan pengawasan dalam pendistribusian BBM, sehingga tidak terjadi penyelundupan dan pengoplosan yang merugikan negara maupun masyarakat.
2.1.5.
Model Input Output. Konsep keterpaduan program pembangunan ekonomi menjadi semakin
penting dalam era pembangunan jangka panjang, idealnya output dari suatu progam pembangunan bisa menjadi input bagi program pembangunan yang lain. Pembangunan sektoral yang bersifat egosektor semakin tidak popular karena
10
dapat merugikan kepentingan disektor lain. Pendekatan ”win dan win” harus lebih banyak diterapkan dibandingkan pendekatan ”win and lose” (BPS, 2008). Dalam perekonomian yang lebih luas, hubungan antara kegiatan ekonomi juga menunjukan keterkaitan yang semakin kuat dan dinamis. Bahkan jenis-jenis kegiatan baru bermunculan untuk mengisi kekosongan mata rantai kegiatan yang semakin panjang dan kait mengkait. Kemajuan disuatu sektor tidak mungkin dicapai tanpa dukungan sektor sektor lainnya. Berbagai hubungan antar kegiatan ekonomi (inter-industry relationship) selanjutnya akan direkam dalam suatu instrumen statistik yang kemudian dikenal dengan tabel input Output ( tabel I-O) (BPS,2008). Analisis tabel I-O
pertama kali ditemukan oleh Professor Wassily
Leontief pada akhir dekade 1930 dan pada tahun 1973, Beliau menerima hadiah Nobel. Dalam perkembangannya, metode yang diturunkan dari suatu tabel I-O semakin banyak diterapkan sebagai alat analisis dan perencanaan ekonomi yang praktis dan bersifat kuantitatif. Model ini didasarkan atas model keseimbangan umum (general equilibrium). Tabel I-O pada dasarnya merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan antar-satuan kegiatan ekonomi (sektor) dalam suatu wilayah pada suatu periode waktu tertentu. Isian sepanjang baris dalam matriks menunjukkan bagaimana output suatu sektor ekonomi dialokasikan ke sektor-sektor lainnya untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir, sedangkan isian dalam kolom menunjukkan
11
pemakaian input antara dan input primer oleh suatu sektor dalam proses produksinya (BPS, 2008). Sebagai suatu model kuantitatif, tabel I-O akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: 1.
Struktur perekonomian nasional/regional yang mencakup struktur output dan nilai tambah masing-masing sektor.
2.
Struktur input antara, yaitu penggunaan berbagai barang dan jasa oleh sektorsektor produksi.
3.
Struktur penyediaan barang dan jasa baik berupa produksi dalam negeri maupun barang-barang yang berasal dari impor.
4.
Struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan antara oleh sektorsektor produksi maupun permintaan akhir untuk konsumsi, investasi dan ekspor (BPS, 2008).
2.1.6.
Kerangka Tabel I-O Bentuk tabel I-O dapat digambarkan seperti kerangka tabel berikut ini:
I
II
(n x n) Transaksi antar sektor/kegiatan
(n x m) Permintaan akhir
III
IV
(p x n) Input Primer
(p x m)
Gambar 1. Kerangka Tabel Input-Output
12
Kuadran pertama menunjukkan arus barang dan jasa yang dihasilkan dan digunakan oleh sektor-sektor dalam suatu perekonomian. Kuadran ini menunjukkan distribusi penggunaan barang dan jasa untuk suatu proses produksi. Penggunaan atau konsumsi barang dan jasa di sini adalah penggunaan untuk diproses kembali, baik sebagai bahan baku atau bahan penolong. Karenanya transaksi yang digambarkan dalam kuadran pertama ini disebut juga transaksi antara. Kuadran kedua menunjukkan permintaan akhir (final demand). Penggunaan barang dan jasa bukan untuk proses produksi digolongkan sebagai permintaan akhir. Permintaan akhir ini biasanya terdiri atas konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi dan ekspor. Kuadran ketiga memperlihatkan input primer sektor-sektor produksi. Input ini dikatakan primer karena bukan merupakan bagian dari output suatu sektor produksi seperti pada kuadran pertama dan kedua. Input primer adalah semua balas jasa faktor produksi dan meliputi upah dan gaji, surplus usaha ditambah penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Kuadran
keempat
memperlihatkan
input
primer
yang
langsung
didistribusikan ke sektor-sektor permintaan akhir. Informasi di kuadran keempat ini bukan merupakan tujuan pokok, sehingga dalam penyusunan tabel input-output kadang-kadang diabaikan. Demikian juga penyusunan tabel I-O di Indonesia mengabaikan kuadran keempat ini. Tiap kuadran dalam tabel I-O dinyatakan dalam bentuk matriks, masingmasing dengan dimensi seperti tertera dalam Gambar 1. Bentuk seluruh matriks ini, menunjukkan kerangka tabel I-O berisi uraian statistik yang menggambarkan
13
transaksi barang dan jasa antar berbagai kegiatan ekonomi dalam suatu periode tertentu. Kumpulan sektor produksi di dalam kuadran I yang berisi kelompok produsen memanfaatkan berbagai sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa secara makro disebut sistem produksi. Sektor di dalam sistem produksi ini dinamakan sektor endogen. Sektor di luar sistem (jadi yang di kuadran II, III, dan IV) dinamakan sektor eksogen, dengan demikian dapat dipahami bahwa tabel I-O membedakan dengan jelas antara sektor endogen dengan sektor eksogen. Output selain digunakan dalam sistem produksi dalam bentuk permintaan antara, juga digunakan di luar sistem produksi yaitu dalam bentuk permintaan akhir. Input yang digunakan ada yang berasal dari dalam sistem produksi yaitu input antara dan ada input yang berasal dari luar sistem produksi yaitu input primer. Penyusunan tabel I-O diperlukan suatu tahapan untuk mengelompokkan barang dan jasa ke dalam kelompok-kelompok tertentu. Proses pengelompokkan barang dan jasa ini dikenal sebagai proses klasifikasi sektor, dalam penyusunan tabel I-O klasifikasi sektor harus dilakukan pada tahap awal. Sebagai ilustrasi tabel I-O, umpamakan hanya ada tiga sektor dalam suatu perekonomian yaitu sektor produksi 1, 2, dan 3. Tabel transaksi yang dapat dibuat berdasarkan ini ditunjukkan pada gambar 2. Misalkan penyediaan sektor (1) terdiri dari output domestik sektor (1) adalah sebesar X1 dan impor produksi (1) adalah M1. Dari jumlah itu, sebesar x11 digunakan sebagai input oleh sektor (1) sendiri, sebesar x12 oleh sektor (2) dan sebesar x13 oleh sektor (3). Sisanya sebesar F1 digunakan untuk memenuhi permintaan akhir (lihat kuadran II) yang berupa konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi dan ekspor.
14
Untuk menghasilkan output X1 yang disebut di atas, sektor (1) membutuhkan input dari sektor (1), (2) dan (3) masing-masing sebesar x11, x21 dan x31 dan input primer yang diperlukan sebesar V1. Dari cara pemasukan angka-angka menurut sistem matriks dapat dilihat bahwa tiap angka di setiap sel bersifat ganda, misalnya di kuadran pertama yaitu transaksi antara (permintaan antara dan input antara), tiap angka bila dilihat secara horisontal merupakan distribusi output, baik yang berasal dari output domestik maupun dari luar negeri.
Alokasi Output Struktur Input
Penyediaan
Permintaan Antara
Sektor Produksi
Permintaan Akhir
Kuadran I
Kuadran II
Input Antara
Impor
Jumlah Output
Sektor 1
X11
x12
x13
F1
M1
X1
Sektor 2
x21
x22
x23
F2
M2
X2
Sektor 3
X31
x32
x33
F3
M3
X3
Input Primer
V1
Jumlah Input
X1
Kuadran III V2 V3 X2
X3
Gambar 2. Ilustrasi Tabel Input Output (3 Sektor)
Pada waktu yang bersamaan bila dilihat secara vertikal merupakan input dari suatu sektor yang diperoleh dari sektor lainnya. Gambaran di atas menunjukkan bahwa susunan angka-angka dalam bentuk matriks memperlihatkan suatu jalinan yang kait mengait di antara beberapa sektor. Dalam tabel I-O ada suatu patokan yang
15
amat penting, yaitu jumlah output suatu sektor harus sama dengan jumlah inputnya. (BPS, 2008).
2.1.7.
Asumsi-asumsi dan Keterbatasan Dalam suatu model input-output yang bersifat terbuka dan statis, transaksi-
transaksi yang digunakan dalam penyusunan tabel I-O harus memenuhi tiga asumsi dasar, yaitu: 1.
Asumsi homogenitas yang mensyaratkan bahwa tiap sektor memproduksi suatu output tunggal dengan struktur input tunggal dan bahwa tidak ada substitusi otomatis antara berbagai sektor;
2.
Asumsi proporsionalitas yang mensyaratkan bahwa dalam proses produksi, hubungan antara input dengan output merupakan fungsi linier yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu naik atau turun sebanding dengan kenaikan atau penurunan output sektor tersebut;
3.
Asumsi aditivitas, yaitu suatu asumsi yang menyebutkan bahwa efek total pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara terpisah. Ini berarti bahwa di luar sistem input-output semua pengaruh dari luar diabaikan.
Dengan adanya asumsi-asumsi tersebut, tabel input-output mempunyai keterbatasan, antara lain: karena rasio input-output tetap konstan sepanjang periode analisis, produsen tak dapat menyesuaikan perubahan-perubahan inputnya atau mengubah proses produksi. Hubungan yang tetap ini berarti menunjukkan bahwa apabila input suatu sektor diduakalikan maka outputnya akan dua kali juga. Asumsi
16
semacam itu menolak adanya pengaruh perubahan teknologi ataupun produktivitas yang berarti perubahan kuantitas dan harga input sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga output. Walaupun mengandung keterbatasan, model I-O tetap merupakan alat analisis ekonomi yang lengkap dan komprehensip. (BPS, 2008)
2.1.8.
Jenis - jenis Tabel Transaksi. Tabel I-O terdiri atas 4 (empat) kuadran, tiga kuadran yang pertama, yaitu
kuadran I, II dan III, merupakan tabel dasar yang dalam sistem input-output dikenal sebagai tabel transaksi. Tabel transaksi adalah tabel yang menggambarkan besarnya nilai transaksi barang dan jasa antar sektor-sektor ekonomi. Tabel transaksi atau tabel dasar ini dapat digunakan untuk melakukan analisis deskriptif seperti analisis struktur perekonomian nasional/regional, nilai tambah sektoral, pola distribusi barang dan jasa, struktur konsumsi dan pembentukan modal, struktur ekspor dan impor, dan sebagainya. Tabel transaksi yang biasa disajikan dalam tabel I-O terdiri atas transaksi atas dasar harga pembeli, transaksi atas dasar harga produsen, transaksi total dan transaksi domestik. Tabel transaksi atas dasar harga pembeli adalah tabel transaksi yang menggambarkan nilai transaksi barang dan jasa antar sektor ekonomi yang dinyatakan atas dasar harga pembeli. Artinya dalam tabel transaksi ini unsur margin perdagangan dan biaya pengangkutan masih tergabung dalam nilai input bagi sektor yang membelinya. Tabel transaksi atas dasar harga produsen adalah tabel transaksi yang menggambarkan nilai transaksi barang dan jasa antar sektor ekonomi yang dinyatakan atas dasar harga produsen. Artinya dalam tabel transaksi ini unsur margin
17
perdagangan dan biaya pengangkutan telah dipisahkan sebagai input yang dibeli dari sektor perdagangan dan pengangkutan. Tabel transaksi atas dasar harga produsen diperoleh dengan mengeluarkan unsur margin perdagangan dan biaya pengangkutan dari tabel transaksi atas dasar harga pembeli. Tabel transaksi total adalah tabel transaksi yang menggambarkan besarnya nilai transaksi barang dan jasa, baik yang berasal dari produksi dalam negeri maupun impor, antar sektor ekonomi. Artinya pada tabel transaksi ini nilai transaksi input antara (kuadran I) antar sektor ekonomi mencakup transaksi barang dan jasa produksi dalam negeri dan impor. Pada tabel transaksi ini tergambar informasi mengenai nilai impor menurut sektor ekonomi yang ditujukan pada vektor kolom di kuadran II (kuadran permintaan akhir). Penyajian tabel transaksi ini disebut juga tabel I-O dengan perlakuan impor secara bersaing (competitive import model). Penyajian tabel transaksi total pada dasarnya sama dengan penyajian tabel transaksi baik atas dasar harga pembeli maupun atas dasar harga produsen. Tabel transaksi domestik adalah tabel transaksi yang menggambarkan besarnya nilai transaksi barang dan jasa antar sektor ekonomi yang hanya berasal dari produksi dalam negeri. Tabel transaksi ini diperoleh dengan memisahkan nilai transaksi barang dan jasa yang berasal dari impor baik transaksi antara maupun permintaan akhir dari tabel transaksi total. Jumlah impor masing-masing kolom disajikan sebagai vektor baris tersendiri. Data pada vektor baris ini sekaligus menunjukkan rincian barang dan jasa menurut sektor yang menggunakan barang dan jasa tersebut. Penyajian tabel I-O dengan memunculkan impor sebagai vektor baris disebut juga sebagai tabel I-O dengan perlakuan impor tidak-bersaing (non-competitive import model)
18
2.2 .
Penelitian-Penelitian Terdahulu Untuk analisis dampak kenaikan harga BBM telah banyak dilakukan
antara lain :
1.
Penelitian oleh Apri Sahmarido Saragih (2008) Penelitian mengenai perbandingan dampak kenaikan harga minyak tanah
dengan kenaikan BBM terhadap inflasi dan konsumsi rumah tangga dilakukan oleh saragih dengan menganalisis alokasi output dan kontribusi sektor minyak tanah dan BBM di Indonesia serta melihat dampak kenaikan harganya. Inflasi yang diakibatkan dari kenaikan harga minyak tanah dan BBM juga dihitung sehingga diperoleh dampak penurunan konsumsi rumah tangga terhadap BBM. Hasil dari penelitian yang menggunakan alat analisis berupa tabel I-O Indonesia 45 X 45 sektor tahun 2005 ini adalah sektor yang paling besar
mengalami
kenaikan harga minyak tanah sebesar 25 persen adalah sektor pengilangan minyak tanah dan minyak bumi. Inflasi yang disebabkan kenaikan harga minyak tanah sebesar 0,49 persen sedangkan inflasi akibat kenaikan harga BBM 2,24 persen. 2.
Penelitian oleh Nenden Budiarti (2008) Penelitian mengenai pengaruh kenaikan harga BBM terhadap indeks harga
konsumen (IHK) masing-masing kelompok barang dan jasa di kota Banda Aceh tahun 1998-2008 yang dilakukan Budiarti mengkaji pengaruh harga BBM terhadap indeks harga konsumen dan respon IHK masing-masing kelompok komoditi barang dan jasa di kota Banda Aceh apabila terjadi shock (kenaikan harga) BBM, serta berapa lama pengaruh itu akan hilang. Dengan uji kausalitas diperoleh hasil penelitian harga
minyak
tanah,
premium
dan
solar
19
mempengaruhi IHK bahan makanan, perumahan, kesehatan, pendidikan, makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau serta sandang, namun tidak memengaruhi IHK transportasi dan komunikasi. Hasil analisis Impulse Response, diketahui bahwa apabila terjadi kenaikan harga BBM secara umum setiap IHK merespon adanya shock tersebut, dan shock itu akan hilang dalam jangka pendek yaitu 12 bulan. 3.
Penelitian oleh Hidayatullah Muttaqin (2008) Muttaqin dalam jurnal ekonomi ideologis dengan tulisannya tentang
dampak kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM 24 Mei 2008 ini berusaha menyediakan bahan khusus bagi yang ingin mengetahui dampak kebijakan kenaikan harga BBM ini baik bagi masyarakat maupun perekonomian nasional. Bahan-bahan ini diperoleh dari berbagai media online, beberapa hasil tulisannya adalah kenaikan harga BBM berdampak pada kenaikan pada tarif angkutan, harga sembako, dan harga bahan bangunan. Kenaikan harga BBM juga akan menyebabkan peningkatan jumlah penduduk miskin, peningkatan inflasi dan peningkatan jumlah karyawan yang di PHK serta peningkatan jumlah anggaran pemerintah untuk bantuan tunai langsung (BLT). 4.
Penelitian oleh Mohamad Ikhsan (2005) Ikhsan dalam penelitiannya tentang kenaikan harga BBM dan kemiskinan
melakukan analisis dengan pendekatan computable general equlibrium (CGE) dan pendekatan sistem permintaan yang dikembangkan oleh Prof. Angus Deaton dari Princeton University. Sumber data yang digunakan sepenuhnya berasal dari Susenas yang diterbitkan oleh BPS. Hasil penelitiannya adalah kenaikan harga
20
BBM akan mengakibatkan penurunan daya beli (pendapatan riil). Dampak ini sangat bervariasi tergantung pada pola konsumsi dan sensitifitas dari harga masing-masing komoditi terhadap kenaikan harga BBM. Rumah tangga miskin umumnya relatif terproteksi sehingga yang dimenangkan dari kebijakan ini adalah rumah tangga miskin yang mendapatkan kompensasi dan yang paling dirugikan sebetulnya kelompok pendapatan menengah yaitu kelompok kelas pendapatan 4060 persen. Distribusi pendapatan harus diperbaiki dengan menaikkan harga BBM karena subsidi BBM memang salah dan akan lebih baik jika diikuti dengan program kompensasi yang diarahkan pada rumah tangga miskin.
2.3.
Kerangka Pemikiran Pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh output yang dihasilkan
oleh sektor-sektor ekonomi, dimana nilai output yang dihasilkan dipengaruhi oleh faktor harga yang berlaku saat itu. Kenaikan atau penurunan harga yang tajam akan membuat perekomian yang ada mengalami goncangan, dimana goncangangoncangan yang terlalu sering dan tidak terkendali dalam perekomian ini akan menghambat proses pembangunan. Bahan bakar minyak (BBM) merupakan salah satu sumber energi yang mempunyai peranan dalam pembangunan ekonomi yaitu sebagai pendorong kegiatan ekonomi. Menurut Sagir (1982), melalui subsidi BBM, inflasi dikendalikan, stabilitas ekonomi dapat diciptakan dan pembangunan ekonomi dapat berjalan dengan lancar. Kenaikan harga BBM, akan mempengaruhi perekonomian Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung hal ini karena BBM memiliki keterkaitan antar sektor lain cukup besar.
21
Kenaikan harga BBM dipengaruhi dengan kenaikan harga minyak mentah dunia dan kebijakan pemerintah dalam mengatasi defisit APBN. Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM jika tidak tepat sasaran akan menurunkan daya beli masyarakat dan menghambat kegiatan produksi dalam negeri, untuk itu akan dilakukan analisis tabel I-O tahun 2005 sehingga informasi kuantitatif tentang dampak kenaikan harga BBM pada perekonomian Indonesia tersedia dan dapat dimanfaatkan untuk kebijakan selanjutnya.
Perekonomian Indonesia Tahun 2005
Tabel I-O Indonesia Tahun 2005 Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen
Output/ NTB
Kontribusi dan Keterkaitan Sektor BBM terhadap Sektor Lain
Kenaikan Harga BBM
Dampak terhadap Komoditas Sektor Lain
Implikasi Kebijakan
Gambar 3. Kerangka Penelitian
Backward /Forward Linkages
22
Dalam menganalisis dampak kenaikan harga BBM, yang pertama dilakukan adalah melihat bagaimana sektor BBM memberikan kontribusi bagi perekonomian di Indonesia dan bagaimana keterkaitan dengan sektor lain. Selanjutnya dilihat kenaikan harga BBM yang mempunyai dampak terhadap komoditas sektor lain, dan sektor apa saja yang terkena dampak paling tinggi .
Definisi peubah operasional yang digunakan : 1.
Output adalah nilai dari seluruh produk yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah (negara, propinsi dan sebagainya) dalam suatu periode waktu tertentu (umumnya satu tahun), tanpa memperhatikan asal-usul pelaku produksinya.
2.
Input antara adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk barang dan jasa yang digunakan habis dalam proses produksi. Komponen input antara terdiri dari barang tidak tahan lama dan jasa yang dapat berupa hasil produksi dalam negeri atau impor.
3.
Input primer (NTB) adalah input atau biaya yang timbul sebagai akibat dari pemakaian faktor produksi dalam suatu kegiatan ekonomi. Faktor produksi antara lain tediri dari tenaga kerja, tanah, modal dan kewiraswastaan.
4.
Permintaan akhir adalah permintaan atas barang dan jasa yang digunakan untuk konsumsi akhir. Sesuai dengan pengertian ini maka permintaan akhir tidak mencakup barang jasa yang digunakan untuk kegiatan produksi.
5.
Daya penyebaran merupakan ukuran untuk melihat keterkaitan ke belakang (backward linkages) sektor-sektor ekonomi di suatu wilayah atau Negara
23
6.
Derajat kepekaan merupakan ukuran untuk melihat keterkaitan kebdepan (forward linkages), yaitu besaran yang menjelaskan dampak yang terjadi terhadap output suatu sektor sebagai akibat dari perubahan permintaan akhir pada masing-masing sektor perekonomian.
7.
BBM adalah bahan bakar minyak yang dihasilkan oleh industri pengilangan minyak bumi seperti, minyak tanah, besin, solar dsb.
Adapun pengolahan (perhitungan) data yang digunakan baik dalam analisis deskriptif maupun analisis dampak menggunakan bantuan MS-Excel XP. 2007.
BAB. III. METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data tabel input-output
(I-O) tahun 2005 klasifikasi 68 X 68 yang diturunkan dari tabel I-O Indonesia tahun 2005 transaksi domestik atas dasar harga produsen, klasifikasi 175 X 175. Data tersebut diperoleh dari BPS Pusat dan untuk kenaikan harga BBM diperoleh dengan menggunakan simulasi kenaikan harga dari 10 persen, 20 persen dan 30 persen. Tabel I-O Indonesia tahun 2005 klasifikasi 175 X 175 sektor barangbarang hasil kilang minyak (104), nilai outputnya masih tergabung antara output BBM dan Non BBM. Penelitian ini dilakukan agregasi dan pengolahan lebih lanjut sehingga diperoleh tabel I-O Indonesia tahun 2005 klasifikasi 68 X 68 dimana sektor pengilangan BBM sudah memiliki klasifikasi sendiri (41) .
3.2.
Analisis Tabel I-O Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan
analisis dampak. Analisis deskriptif pada tabel I-O akan dibahas secara kualitatif berdasarkan tabel yang telah disusun atau diolah kembali dari tabel I-O, sedangkan pada analisis dampak akan dilihat berapa dampak langsung dan tidak langsung kenaikan harga BBM terhadap inflasi nasional. Tabel I-O yang digunakan disini adalah tabel I-O Indonesia tahun 2005 transaksi domestik atas dasar harga produsen dengan klasifikasi 68 X 68.
25
Analisis deskriptif yang akan dibahas, seperti struktur perekonomian nasional, nilai tambah sektoral, distribusi barang dan jasa serta analisis keterkaitan menggunakan indeks derajat kepekaan dan daya penyebaran. Analisis dampak dalam penelitian ini akan melihat dampak langsung dan tidak langsung serta inflasi akibat kenaikan harga BBM terhadap kinerja sektoralnya Proses analisis secara umum, yaitu gambaran mengenai struktur input dan alokasi output dapat dilihat pada tabel I-O secara langsung. Untuk struktur input, dapat diketahui sektor mana saja yang memberikan input terbesar untuk sektor BBM dan untuk alokasi output, dapat diketahui ke sektor mana saja output dari sektor BBM ini dialokasikan. Kontribusi sektor BBM dengan melihat NTB pada tabel I-O secara langsung. Analisis keterkaitan antar sektor (indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan) serta dampak dari kenaikan harga BBM terhadap inflasi terdapat beberapa tahapan dalam penghitungan.
a. Menghitung Koefisien Input Untuk menghitung matriks pengganda, tahap awal yang perlu dilakukan adalah menghitung koefisien input yang didefinisikan sebagai:
aij =
xij Xj
... (1)
dimana
aij = koefisien input sektor ke i oleh sektor ke j xij = penggunaan input sektor ke i oleh sektor ke j (dalam rupiah) Xj = output sektor ke j (dalam nilai rupiah)
26
Dalam suatu tabel I-O transaksi domestik atas dasar harga produsen, matriks koefisien input yang merupakan kumpulan berbagai koefisien input disebut sebagai matriks Ad
Matrik Ad
3X3
=
⎛ a11 ⎜ ⎜ a ⎜ 21 ⎜ a ⎝ 31
a12 a 22 a32
a13 ⎞ ⎟ a 23 ⎟ ⎟ a33 ⎟⎠
... (2)
b. Menghitung (I - Ad) Setelah memperoleh matriks Ad, tahap selanjutnya untuk memperoleh matriks pengganda adalah mengurangkan matriks I (matriks identitas) dengan matriks matriks Ad.
Matrik I (indentitas) 3X3 =
Matrik (I - Ad). 3X3
c.
=
⎛ 1 ⎜ ⎜ 0 ⎜⎜ ⎝ 0
0 1 0
⎛ (1 − a11 ) ⎜ ⎜ (1 − a ) 21 ⎜ ⎜ (1 − a ) 31 ⎝
0 ⎞ ⎟ 0 ⎟ ⎟ 1 ⎟⎠
(1 − a12 ) (1 − a 22 ) (1 − a32 )
... (3)
(1 − a13 ) ⎞ ⎟ (1 − a 23 ) ⎟ ⎟ (1 − a33 ) ⎟⎠
... (4)
Menghitung Matriks Pengganda Matriks pengganda didefinisikan sebagai matriks kebalikan (inverse
matrix) dari (I - Ad).
B = (I - Ad )-1
...
(5)
27
dimana:
B =
matriks pengganda
Ad =
matriks koefisien input domestik (diperoleh dari tabel I-O transaksi domestik atas dasar harga produsen)
d.
Menghitung Indeks Daya Penyebaran Hubungan antara output dan permintaan akhir pada tabel I-O,
dijabarkan sebagai X = (I - Ad)-1 Fd. Jika diuraikan dalam bentuk matriks, hubungan tersebut dapat dituliskan sebagai:
⎛ X 1 ⎞ ⎛⎜ b11 ⎜ ⎟ ⎜ M⎟ ⎜ M ⎜ ⎟ ⎜ ⎜ X i ⎟ = ⎜ bi 1 ⎜ ⎟ ⎜ M ⎜ ⎟ ⎜ M ⎜ ⎟ ⎜⎜ ⎝ X n ⎠ ⎝ bn 1
K
K
bij M
K
K
bij M
K
bnj
K
b1n ⎞ ⎟ M⎟ ⎟ bin ⎟ ⎟ M⎟ ⎟ bnn ⎟⎠
⎛ F 1d ⎞ ⎟ ⎜ ⎜ M⎟ ⎜ ⎟ ⎜ F id ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ M⎟ ⎟ ⎜ ⎜ d ⎟ ⎝ Fn ⎠
... (6)
dimana
bij
= sel matriks kebalikan (I - Ad)-1 pada baris I dan kolom j
Xi
= output sektor i
Fid
= permintaan akhir sektor i
i,j
= 1, 2, ..., n
Pada persamaan (6) dapat dilihat bahwa perubahan 1 unit F1d akan menimbulkan dampak perubahan terhadap X1 sebesar b11; terhadap X2 sebesar b21, dan seterusnya. Perubahan 1 unit F2d menimbulkan dampak perubahan terhadap
X1 sebesar b12; terhadap X2 sebesar b22, dan seterusnya. Secara umum jumlah
28
dampak akibat perubahan permintaan akhir suatu sektor terhadap output seluruh sektor ekonomi adalah:
r j = b1j + b2j + ...+ bnj = Σi bij
... (7)
di mana
rj = jumlah dampak akibat perubahan permintaan akhir sektor j terhadap output seluruh sektor ekonomi.
bij= dampak yang terjadi terhadap output sektor i akibat perubahan permintaan akhir sektor j.
Jumlah dampak dalam persamaan (7) disebut juga sebagai jumlah daya penyebaran; dan besaran ini menunjukkan dampak dari perubahan permintaan akhir suatu sektor terhadap output seluruh sektor ekonomi di suatu wilayah atau negara. Daya penyebaran merupakan ukuran untuk melihat keterkaitan ke belakang (backward linkages) sektor-sektor ekonomi di suatu wilayah atau negara. Berdasarkan persamaan (7) selanjutnya dapat dihitung rata-rata dampak yang ditimbulkan terhadap output masing-masing sektor akibat perubahan permintaan akhir suatu sektor:
Y j=(
1 rj ) = ( )Σi bij n n
... (8)
29
dimana
Yj =
rata-rata dampak terhadap output masing-masing sektor akibat perubahan permintaan akhir sektor j.
Akan tetapi karena sifat permintaan akhir dari masing-masing sektor saling berbeda satu sama lain, maka persamaan (7) dan (8) bukan merupakan ukuran yang sah untuk membandingkan dampak yang terjadi pada setiap sektor. Untuk keperluan perbandingan, maka persamaan (8) harus dinormalkan (normalized), yaitu dengan cara membagi rata-rata dampak suatu sektor dengan rata-rata dampak seluruh sektor. Ukuran yang dihasilkan dari proses ini disebut sebagai indeks daya penyebaran yang diformulasikan sebagai:
(
α j= 1 (
=
n
1 ) Σi bij n
2
) Σi Σ j bij
Σi bij 1 ( ) Σi Σ j bij n
... (9)
dimana
αj = adalah indeks daya penyebaran sektor j dan lebih dikenal sebagai daya penyebaran sektor j. Besaran αj dapat mempunyai nilai sama dengan 1; lebih besar 1 atau lebih kecil dari 1. Bila αj = 1, hal tersebut berarti bahwa daya penyebaran sektor j sama dengan rata-rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi. Nilai αj > 1 menunjukkan bahwa daya penyebaran sektor j berada di atas rata-rata daya
30
penyebaran seluruh sektor ekonomi; dan sebaliknya αj < 1 menunjukkan daya penyebaran sektor j lebih rendah. Dalam banyak analisis tabel I-O, αj disebut juga sebagai tingkat dampak keterkaitan ke belakang (backward linkages effect ratio).
e.
Menghitung Indeks Derajat Kepekaan Berdasarkan persamaan (6) dapat juga dilihat bahwa dampak yang terjadi
terhadap output sektor 1 (X1) sebagai akibat perubahan satu unit F1d adalah b11; sebagai akibat perubahan satu unit F2d sebesar b12; dan seterusnya. Dampak terhadap X2 sebagai akibat perubahan satu unit F1d sebesar b21, sebagai akibat perubahan satu unit F2d sebesar b22, dan seterusnya. Sehingga, jumlah dampak terhadap output suatu sektor i sebagai akibat perubahan permintaan akhir berbagai (seluruh) sektor dapat dituliskan dalam bentuk persamaan:
b11 + b12 + ... + b1j + ... + b1n = Σ b1j bi 1 + bi 2 + ... + bij + ... + bin = Σ bij
... (10)
bn1 + bn2 + ...+ bnj + ...+ bnn = Σ bnj atau dalam persamaan umum:
si = Σ j bij
... (11)
dimana
si =
jumlah dampak terhadap sektor i sebagai akibat perubahan seluruh sektor.
Nilai si pada persamaan (11) disebut juga sebagai jumlah derajat kepekaan, yaitu besaran yang menjelaskan dampak yang terjadi terhadap output suatu sektor
31
sebagai akibat dari perubahan permintaan akhir pada masing-masing sektor perekonomian. Besaran ini menjelaskan pembentukan output di suatu sektor yang dipengaruhi oleh permintaan akhir masing-masing sektor perekonomian, maka ukuran ini dapat dimanfaatkan untuk melihat keterkaitan ke depan (forward
linkages). Untuk keperluan perbandingan antar sektor dan logika yang serupa dengan pembahasan daya penyebaran, maka persamaan (8) dinormalkan menjadi:
βi=
Σ j bij 1 ( ) Σi Σ j bij n
...
(12)
di mana
βi =
indeks derajat kepekaan sektor i atau lebih sering disebut sebagai derajat kepekaan saja.
Nilai βi > 1 menunjukkan bahwa derajat kepekaan sektor i lebih tinggi dari rata-rata derajat kepekaan seluruh sektor, sedangkan βi < 1 menunjukkan derajat kepekaan sektor i lebih rendah dari rata-rata. Indeks derajat kepekaan disebut juga sebagai tingkat dampak keterkaitan ke depan (forward linkages effect ratio).
h.
Menghitung Dampak Kenaikan Harga BBM Dampak perubahan harga BBM terhadap harga sektor lain dihitung dengan
transpose matrik kebalikan. Transpose matrik dilakukan karena diasumsikan bahwa kenaikan harga BBM akan berpengaruh terhadap input antara sektor tersebut. Sehingga untuk melihat dampak yang ditimbulkan dilakukan perkalian
32
matriks pengganda dengan matrik input BBM oleh sektor-sektor (matriks diagonal sektor) yang telah mengalami kenaikan harga.
[
P = (I − A )
] πV
−1 T
...
(13)
Dimana : P
= matrik persentase dampak kenaikan harga BBM
[(I − A ) ]
−1 T
= invers matriks yang ditranspose
π
= konstanta atau persentase kenaikan BBM
V
= matrik input BBM oleh sektor-sektor ekonomi (matriks diagonal sektor BBM)
Total dampak kenaikan harga BBM persektor dapat diperoleh dengan menjumlahkan persentase dampak kenaikan BBM ini pada
tiap kolomnya.
Kenaikan harga BBM ini berdampak langsung dan tidak langsung terhadap kenaikan biaya produksi sektor lain.
Dampak langsung dari suatu sektor
disebabkan sektor tersebut menggunakan BBM langsung yang harganya meningkat sebagai permintaan antaranya. Sedangkan dampak tak langsung dari kenaikan harga BBM ini akibat dari sektor tersebut menggunakan sektor selain BBM yang harganya meningkat karena terkena dampak kenaikan BBM. Sehingga untuk mendapatkan jumlah dampak tidak langsungnya dengan mengurangi persentase dampak total dengan persentase dampak langsung tiap sektornya. Kenaikan harga BBM menyebabkan perbedaan output total sebelum adanya kenaikan harga BBM dan setelah ada kenaikan harga BBM. Dimana Output total setelah kenaikan diperoleh dari perkalian persentase dampak total
33
kenaikan harga BBM setiap sektor dengan output sebelum kenaikan harga BBM pada masing-masing sektornya. Begitu juga dengan perubahan NTB persektornya, cara penghitungan sama yaitu perkalian persentase dampak total kenaikan harga BBM setiap sektor dengan NTB sebelum kenaikan harga BBM pada sektor masing-masing. Kenaikan harga ini mempengaruhi besaran output dan NTB pada sektor ekonomi dan berkaitan erat dengan inflasi. Dengan analisis Tabel I-O 2005 inflasi nasional dapat dihitung dengan cara menghitung persentase perubahan output total setelah kenaikan harga BBM terhadap output total sebelum kenaikan harga BBM.
BAB. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Deskriptif 4.1.1. Struktur Input BBM Input antara adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk barang dan jasa yang digunakan habis dalam proses produksi atau barang yang
umur
pemakaiannya kurang dari setahun. Dengan menganalisis input antara sektor BBM akan diketahui sektor mana saja yang memberikan input terbesar dalam proses produksi BBM.
Tabel 1. Lima sektor yang menjadi struktur input terbesar disektor pengilangan BBM di Indonesia tahun 2005 NO.
KODE
SEKTOR
(1) 1 2 3 4 5
(2) 25 63 67 50 64
(3)
00
Penambangan Migas Lembaga keuangan Jasa lainnya Ind mesin, alat-alat & perlengk.listrik Real estate & jasa perusahaan Lainnya
JUMLAH
NILAI ( Juta Rp)
Persentase
(4) 7 722 208 242 566 67 011 32 565 29 993
(5) 93,28 2,93 0,81 0,39 0,36
184 010
2,22
8 278 354
100,00
Sumber : diolah dari tabel I-Otahun 2005 Indonesia
Total input antara sektor BBM di Indonesia tahun 2005 sebesar Rp. 8.278.354 juta dimana sumbangan input antara terbesar diduduki oleh sektor penambangan minyak, gas dan uap panas bumi yaitu Rp.7.722.208 juta atau 98,28 persen. Struktur input antara sektor BBM yang didominasi oleh sektor
35
penambangan minyak, gas dan uap panas bumi inilah yang membebani pemerintah jika harga minyak mentah dunia melonjak seperti pada tahun 2008. Indonesia
merupakan
negara
penghasil
minyak
mentah,
namun
kenyataannya pemerintah masih mengimpor minyak mentah yang menjadi input utama dalam memproduksi
BBM.
Kenaikan harga minyak mentah akan
meningkatkan biaya produksi BBM sehingga harga BBM yang diproduksi juga akan meningkat. Berdasarkan tabel 1 tersebut dapat dilihat lima sektor yang memberikan struktur input antara terbesar bagi sektor BBM. Setelah sektor penambangan minyak, gas dan uap panas bumi menjadi input antara utama industri BBM, maka sektor yang diinput terbesar berikutnya adalah sektor lembaga keuangan yaitu mencapai nilai sebesar Rp. 242.566 juta atau 2,99 persen dari total input antaranya. Sektor lembaga keuangan yang diinput pengilangan BBM memiliki peran yang besar karena cakupannya sangat luas seperti bank, bursa efek, asuransi, modal ventura dan lapangan usaha lainya yang masih berhubungan dengan keuangan. Struktur input BBM pada urutan ke tiga dipegang oleh sektor jasa lainnya dengan peranan mencapai 0,81 persen dimana nilainya sebesar Rp. 67.011 juta. Sektor jasa lainnya yang diinput meliputi kegiatan perbengkelan yang dibutuhkan dalam pemeliharaan maupun reparasi kendaraan yang digunakan dalam proses produksi BBM. Struktur input BBM terbesar selanjutnya adalah industri mesin, alat-alat dan perlengkapan dan sektor real estate dan jasa perusahaan, dimana masing-masing sektor hanya memberikan kontribusi terhadap struktur input totalnya kurang dari 0,4 persen.
36
Alokasi Output BBM Output merupakan nilai produksi yng dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi pada suatu wilayah atau negara, dengan menganalisis output sektor BBM akan diketahui sektor mana saja yang menggunakan output sektor BBM di Indonesia. Output BBM yang dihasilkan dapat dilihat distribusinya sebagai permintaan antara bagi sektor lain maupun permintaan akhir seperti konsumsi rumah tangga, stock dan ekspor melalui tabel I-O tahun 2005.
Tabel 2. Lima sektor terbesar yang menggunakan BBM di Indonesia tahun 2005 NO.
KODE
SEKTOR
NILAI ( Juta Rp)
Persentase
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1
58
Angkutan darat
18 991 029
20,56
2
54
Bangunan
18 602 024
20,14
3
53
Listrik, gas dan air minum
13 127 684
14,21
4
59
Angkutan air
7 863 140
8,51
5
55
Perdagangan
7 452 394
8,07
00
Lainnya
26 349 008
28,52
JUMLAH
92 385 278
100,00
Sumber : diolah dari tabel I-O tahun 2005 Indonesia
Total permintaan antara dari sektor pengilangan BBM yang dihasilkan di Indonesia pada tahun 2005 adalah sebesar Rp. 92.385.278 juta dimana 71,48 persennya digunakan oleh lima sektor terbesar yang menggunakan BBM, seperti terlihat pada tabel 2. Sektor angkutan darat merupakan sektor yang input utamanya adalah BBM sehingga permintaan antara sektor terhadap output BBM
37
menduduki urutan tertinggi yaitu mencapai Rp.18.991.029 juta atau 20,56 persen dari total output BBM. Tidak jauh berbeda dengan sektor sebelumnya ternyata permintaan antara sektor bangunan terhadap ouput BBM juga mencapai Rp. 18.602.024 juta (20,14 persen). Sektor listrik, gas kota dan air bersih (LGA) menduduki urutan ketiga dalam menggunakan output BBM sebagai permintaan antaranya. BBM pada sektor LGA khususnya subsektor listrik, menjadi komoditi yang sangat vital untuk memproduksi listrik karena sebagian besar di Indonesia tenaga pembangkitnya tergantung dengan BBM (PLTD). Hal ini terlihat dari permintaan antara sektor listrik terhadap BBM yang mencapai Rp. 13.127.684 atau 14,21 persen dari output BBM di gunakan sektor LGA. Diurutan selanjutnya diduduki oleh sektor angkutan air dan perdagangan, dimana permintaan antaranya terhadap BBM juga cukup besar masing-masing mencapai nilai Rp. 7.863.140 juta dan 7.452.394 juta (8,51 persen dan 8,07 persen).
Struktur Nilai Tambah Bruto di Indonesia Nilai tambah bruto (NTB) merupakan balas jasa faktor produksi atau biaya yang timbul sebagai akibat pemakaian produksi dalam suatu kegiatan ekonomi. Faktor produksi antara lain terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal dan kewiraswastaan dimana wujudnya adalah upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan barang modal dan pajak tak langsung neto. Sektor-sektor penting dalam perekonomian Indonesia dapat diketahui dengan menganalisis NTB.
38
Berdasarkan tabel 3 dibawah, total NTB Indonesia tahun 2005 sebesar Rp. 2.876.891.670 juta dan yang menciptakan NTB terbesar bagi perekonomian Indonesia adalah sektor perdagangan yaitu Rp 331.987l.421 juta atau memberi peranan sebesar 11,54 persen dari total nilai tambah (PDB nasional). Sektor yang menciptakan NTB terbesar berikutnya berturut-turut adalah sektor bangunan sebesar Rp. 206.862.192 juta atau 7,19 persen dari total NTB, sektor penambangan minyak gas dan panas bumi sebesar Rp. 185.919.086 juta atau peranannya 6,46 persen dari total NTB, dan sektor real estate dan jasa perusahaan sebesar Rp. 125.355.920 juta atau memberikan peranan pada total NTB sebesar 4,36 persen.
Tabel 3. Lima sektor terbesar menurut peringkat nilai tambah di Indonesia tahun 2005 NO.
KODE
SEKTOR
NILAI ( Juta Rp)
Persentase
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1
55
Perdagangan
331 987 421
11,54
2
54
Bangunan
206 862 192
7,19
3
25
Penambangan Migas
185 919 086
6,46
4
64
Real estate & jasa persh.
125 355 920
4,36
5
63
Lembaga keuangan
114 035 562
3,96
00
Lainnya
1 912 731 457
66,49
JUMLAH
2 876 891 638
100,00
Sumber : diolah dari tabel I-O tahun 2005 Indonesia
39
Sektor lainnya yang menciptakan NTB terbesar berikutnya adalah sektor lembaga keuangan dengan peranan sebesar 3,96 persen. Sektor pengilangan BBM hanya memberi peranan sebesar 2,25 persen dari output nasional sehingga tidak termasuk dalam lima besar sektor pencipta NTB terbesar. Sektor-sektor selain yang disebut diatas secara keseluruhan peranannya dalam menciptakan NTB nasional sebesar 66,49 persen, termasuk didalamnya sektor industri pengolahan yang jumlah klasifikasi sangat banyak dan terinci sehingga tidak masuk dalam lima besar sektor yang menciptakan NTB terbesar. Lima sektor terbesar dalam penciptaan NTB nasional ini mampu memberikan sumbangan pada PDB nasional lebih dari 30 persen yang berarti sektor-sektor tersebut merupakan sektor yang paling berpotensi untuk mendorong perekonomian Indonesia.
Struktur Konsumsi Rumah Tangga di Indonesia Permintaan akhir konsumsi rumah tangga atau pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga untuk semua pembelian barang dan jasa dikurangi penjualan neto barang bekas. Analisis ini akan melihat struktur dari konsumsi rumah tangga Indonesia sehingga bisa dilihat sektor sektor dominan yang menjadi konsumsi rumah tangga juga berapa besar konsumsi BBM nya. Pada tahun 2005 total konsumsi rumah tangga Indonesia mencapai Rp. 1.603.532.472 juta dan hampir 38,39 persen dari total konsumsi rumah tangga ini dihasilkan oleh lima sektor terbesar permintaan akhir konsumsi rumah tangga, seperti terlihat pada tabel. 4. Sektor perdagangan merupakan sektor yang menjadi permintaan akhir rumah tangga terbesar yaitu Rp. 194.331.579 atau 12,12 persen
40
dari total permintaan akhir rumah tangga di Indonesia. Diurutan kedua adalah sektor restoran dan hotel yang mencapai nilai yang cukup besar yaitu Rp. 160.683.679 sehingga peranannya mencapai 10,02 persen dari total pengeluaran rumah tangga untuk konsumsinya.
Tabel 4. Lima sektor terbesar menurut peringkat konsumsi rumah tangga di Indonesia tahun 2005 NO.
KODE
SEKTOR
NILAI ( Juta Rp)
Persentase
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1
55
Perdagangan
194 331 579
12,12
2
56
Restoran dan hotel
160 683 679
10,02
3
29
Industri penggilingan padi
90 384 888
5,64
4
67
Jasa lainnya
85 151 344
5,31
5
66
Jasa sosial kemasyarakatan
84 790 975
5,29
00
Lainnya
987 607 540
61,61
1 602 950 005
100,00
JUMLAH
Sumber : diolah dari tabel I-O tahun 2005 Sektor-sektor yang memberi peranan terbesar berikutnya terhadap total pengeluaran konsumsi akhir rumah tangga
adalah sektor industri penggilingan
padi dengan peranan sebesar 5,64 persen karena pada umumnya penduduk Indonesia bahan makanan pokoknya adalah beras. Sektor jasa lainnya seperti jasa perbengkelan, perfilman, bioskop, rekreasi, penjahit dan jasa perseorangan lainnya merupakan konsumsi akhir rumah tangga terbesar ke empat yaitu sebesar 5,31 persen dan urutan selanjutnya dipegang sektor jasa sosial kemasyarakatan sebesar 5,29 persen.
41
Daya Penyebaran Salah satu manfaat dari penggunaan tabel I-O adalah dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat hubungan atau keterkaitan antarsektor. Keterkaitan ini bisa berupa keterkaitan ke belakang (backward linkages) dan keterkaitan ke depan (forward lingkages). Keterkaitan ke belakang menunjukan dampak dari perubahan permintaan akhir suatu sektor terhadap output seluruh sektor ekonomi di suatu wilayah atau negara. Keterkaitan ke belakang ini biasa di sebut dengan daya penyebaran. Sektor yang memiliki indeks daya penyebaran lebih dari satu berarti daya penyebaran sektor tersebut diatas rata-rata indeks daya penyebaran secara keseluruhan.
Tabel. 5. Lima sektor utama menurut indeks daya penyebaran di Indonesia tahun 2005
NO.
KODE
SEKTOR
Daya Penyebaran
Indeks Daya Penyebaran
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1
28
Industri minyak dan lemak
2,1254
1,3978
2
29
Industri penggilingan padi
2,0569
1,3528
3
31
Industri gula
2,0199
1,3284
4
27
Ind. pengolahan & pengawetan makanan
2,0051
1,3187
5
32
Industri makanan lainnya
1,9909
1,3094
Sumber : diolah dari tabel I-O tahun 2005 Dari hasil penghitungan diketahui bahwa sektor yang mempunyai indeks daya penyebaran yang tertinggi adalah sektor industri minyak dan lemak yaitu
42
sebesar 1,3978, hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan satu unit output sektor tersebut (sektor 28) akan menyebabkan kenaikan output sektor lain secara keseluruhan sebesar 1,3978 unit. Urutan kedua tertinggi jatuh pada sektor industri penggilingan padi dengan indeks penyebarannya sebesar 1,3528. Sektor yang memiliki indeks daya penyebaran terbesar berikutnya secara berurutan adalah sektor industri gula, industri pengolahan dan pengawetan makanan, industri makanan lainnya dengan indeks daya penyebaran masingmasing sebesar 1,3284 dan 1,3187 serta 1,3094. Sedangkan sektor industri BBM indeks daya penyebarannya kurang dari satu yaitu hanya sebesar 0,7140 yang berarti sektor pengilangan BBM indeks daya penyebarannya dibawah rata-rata indeks daya penyebaran keseluruhan.
4.1.6. Derajat Kepekaan Keterkaitan kedepan menunjukan dampak yang terjadi terhadap output suatu sektor ekonomi
sebagai akibat dari perubahan permintaan akhir pada
masing-masing sektor perekonomian. Keterkaitan sektor ini biasa disebut dengan derajat kepekaan. Sektor yang mempunyai ketergantungan (kepekaan) yang tinggi terhadap sektor lain. Sektor yang memiliki indeks derajat kepekaan lebih dari satu berarti derajat kepekaan sektor tersebut diatas rata-rata indeks derajat kepekaan secara keseluruhan. Pada tabel 6 dibawah terlihat sektor perdagangan mempunyai derajat kepekaan yang paling tinggi yaitu sebesar 2,7238, ini menunjukan bahwa kenaikan 1 unit permintaan akhir seluruh sektor ekonomi (termasuk sektor
43
tersebut) menyebabkan output sektor tersebut naik sebesar 2,7238. Sektor yang memiliki derajat kepekaan terbesar selanjutnya yaitu sektor penambangan minyak, gas dan uap panas bumi dan sektor lembaga keuangan masing-masing memiliki indeks sebesar 2,4726 dan 2,0276. Lembaga keuangan disini meliputi perbankan, koperasi, asuransi, bursa efek, modal ventura dan lain sebagainya sehingga sangat luas cakupannya yang menyebabkan banyak sektor ekonomi yang menggunakan sektor ini sebagai input antaranya.
Tabel. 6. Lima sektor utama menurut indeks derajat kepekaan di Indonesia tahun 2005
Indeks Derajat Kepekaan (5)
NO.
KODE
SEKTOR
Derajat Kepekaan
(1)
(2)
(3)
(4)
1
55
Perdagangan
4,2808
2,7238
2
25
Penamb. minyak, gas & panas bumi
3,8860
2,4726
3
63
Lembaga keuangan
3,1866
2,0276
4
41
Pengilangan BBM
2,6700
1,6989
5
67
Jasa lainnya
2,4244
1,5427
Sumber : diolah dari tabel I-O tahun 2005
Sektor pengilangan BBM jatuh pada urutan
keempat dengan indeks
derajat kepekaan cukup besar yaitu 1,6989, yang artinya BBM merupakan sektor pendorong bagi pertumbuhan output sektor lain. Sektor berikutnya adalah sektor jasa lainnya seperti kegiatan usaha perbengkelan, hiburan, rekreasi maupun jasa perorangan dengan indeks derajat kepekaan sebesar 1,5427.
44
4.2.
Analisis Dampak
4.2.1. Analisis Dampak Kenaikan Harga BBM Analisis dampak dalam penelitian ini menggunakan simulasi kenaikan harga BBM sebesar 10 persen, 20 persen dan 30 persen. Besar kenaikan harga dalam rentang 10 - 30 persen ini dipilih dengan alasan kenaikan harga BBM yang mulai kelihatan dampaknya adalah diatas 10 persen. Kenaikan harga lebih dari 30 persen kemungkinan kecil sekali diterapkan di Indonesia, karena BBM merupakan kebutuhan
masyarakat yang sangat penting sehingga pemerintah akan
menghindari kenaikan harga BBM yang sangat tajam. Kenaikan harga BBM sebesar 10 persen ini diasumsikan akan menaikkan koefisien output antara sektor pengilangan BBM yang digunakan sektor lain sebagai permintaan antaranya sebesar 10 persen juga, sedangkan output sektor lain dianggap tidak berubah. Kenaikan harga BBM akan berdampak terhadap meningkatnya biaya produksi sektor lain. Penggunaan BBM pada sektor tertentu memberi dampak langsung terhadap sektor tersebut, sedangkan sektor lain yang di gunakan sektor tersebut berdampak tidak langsung pada kenaikan biaya produksinya. Sektor listrik, gas dan air minum (LGA) merupakan sektor yang memiliki dampak terbesar dari adanya kebijakan pemerintah jika ada kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM sebesar 10 persen berdampak langsung sektor LGA sebesar 19,21 persen yang artinya dengan adanya kenaikan harga BBM sebesar 10 persen maka akan terjadi peningkatan biaya produksi pada sektor LGA sebesar 19,21 persen. Selain itu juga berdampak tidak langsung terhadap LGA sebesar 18,13
45
persen. Dampak tidak langsung tersebut disebabkan oleh penggunaan sektor selain BBM yang harganya meningkat juga akibat terkena dampak kenaikan BBM, sehingga menambah besar biaya produksi sektor LGA. Secara total dampak kenaikan harga BBM 10 persen terhadap sektor LGA sangat besar hingga 37,33 persen.
Tabel. 7. Lima sektor terbesar menurut dampak kenaikan harga BBM 10 persen di Indonesia tahun 2005 Kenaikan BBM 10% NO
KODE
SEKTOR
Dampak Lanngsung
Dampak Tidak Total Lanngsung Dampak
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
1
53
Listrik, gas dan air minum
19,21
18,13
37,33
2
58
Angkutan darat
13,76
14,69
28,46
3
59
Angkutan air
13,90
5,02
18,92
4
57
Angkutan kereta api
12,52
0,33
12,85
5
54
Bangunan
3,57
4,14
7,71
Inflasi Nasional
1,89
1,85
3,73
Sumber : diolah dari tabel I-O tahun 2005 Kenaikan harga BBM yang semakin tinggi akan memberikan dampak yang lebih tinggi terhadap kenaikan biaya produksi sektor-sektor ekonomi. Seperti terlihat di tabel 8 dan tabel 9. Kenaikan harga BBM sebesar 10 persen memberi dampak total pada sektor LGA sebesar 37,33 persen, sedangkan kenaikan harga BBM sebesar 20 sedangkan kenaikan harga BBM sebesar 20 persen akan mendapatkan dampak total sebesar 40,73 persen, jika terjadi kenaikan harga
46
BBM sebesar 30 persen dampak kenaikan terhadap biaya produksinya akan mencapai 44,12 persen. Tingginya dampak kenaikan harga BBM pada sektor LGA, disebabkan BBM merupakan struktur input utama dalam membangkitkan listrik. PT. PLN ditahun 2007 memproduksi listrik sebesar 111.241 Gwh dimana yang dihasilkan dari pembangkit listrik berbahan bakar minyak (BBM) sebesar 37,231 Gwh atau 33,47 persen. Kenaikan harga BBM baik secara langsung maupun tidak langsung akan menyebabkan meningkatnya biaya produksi yang berefek pada kenaikan harga listrik. Tarif dasar listrik (TDL) kenyataanya untuk kurun waktu tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 telah diputuskan pemerintah tidak naik, hal itu karena perekonomian nasional dan daya beli masyarakat tidak mendukung jika ada kenaikan TDL. Pemerintah berdasarkan UU nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN, harus memberikan subsidinya untuk menutupi melonjaknya biaya produksi listrik sehingga tidak merugikan PT. PLN. Pemerintah juga harus memantau PT. PLN agar efisiensi dalam produksi baik dengan mengurangi pemakaian BBM atau mencari bahan bakar alternatif misalnya dengan batubara atau tenaga surya. Kebijakan dalam menaikkan harga BBM harus dicermati karena berdampak terhadap sektor LGA terutama listrik, jangan sampai masyarakat yang sudah terbebani jika ada kenaikan harga BBM ini akan dibebani juga dengan kenaikan TDL. Listrik merupakan komoditi strategis yang hampir semua sektor menggunakan untuk berproduksi sehingga kebijakan yang kurang pas akan
47
menyebabkan meningkatnya harga berbagai hasil produksi, yang akan menurunkan daya beli masyarakat sehingga roda perekonomian akan terhambat.
Tabel. 8. Lima sektor terbesar menurut dampak kenaikan harga BBM 20 persen di Indonesia tahun 2005 Kenaikan BBM 20% NO
KODE
SEKTOR
(1)
(2)
(3)
Dampak Lanngsung (4)
Dampak Tidak Total Lanngsung Dampak (5) (6)
1
53
Listrik, gas dan air minum
20,95
19,77
40,73
2
58
Angkutan darat
15,02
16,03
31,04
3
59
Angkutan air
15,16
5,48
20,64
4
57
Angkutan kereta api
13,66
0,36
14,01
5
54
Bangunan
3,90
4,51
8,41
Inflasi Nasional
2,06
2,01
4,07
Sumber : diolah dari tabel I-O tahun 2005
Setelah sektor LGA, dampak kenaikan harga BBM yang cukup besar terjadi pada sektor angkutan darat. Kenaikan harga BBM 10 persen akan memberikan dampak langsung sebesar 13,76 persen sedangkan dampak tak langsungnya lebih besar yaitu 14,69 persen dan secara total dampaknya mencapai 28,46 persen. Begitu juga dengan kenaikan harga BBM sebesar 20 persen akan berdampak pada meningkatnya biaya produksinya secara total 31,04 dan kenaikan harga BBM yang lebih tinggi lagi yaitu sebesar 30 persen akan berdampak langsung sebesar 16,27 persen dan berdampak tidak langsung sebesar 17,37 persen sehingga secara total dampak yang diterima adalah sebesar 33,63 persen.
48
Sektor angkutan air yang memiliki dampak terbesar selanjutnya karena alat tranportasi air pada umumnya berbahan bakar solar. Kenaikan harga BBM sebesar 10 persen pada sektor angkutan air dampak langsungnya mencapai 13,90 persen dan dampak tidak lansungnya 5,02 persen sehingga secara total sektor ini memiliki dampak 18,92 persen. Sedangkan kenaikan harga BBM sebesar 20 persen dan 30 persen memberikan dampak total terhadap kenaikan biaya produksi sektor angkutan air sebesar 20,64 persen dan 22,36 persen. Sektor angkutan kereta api menduduki urutan ke empat, dimana total dampak kenaikan harga BBM sebesar 10 persen terhadap
kenaikan biaya
produksinya yaitu sebesar 12,85 persen. Pada sektor ini kenaikan harga BBM sebesar 20 persen akan memberikan dampak lansung terhadap kenaikan biaya produksi sebesar 13,66 persen sedangkan dampak tak langsungnya sangat kecil yaitu hanya 0,36 persen. Begitu juga kenaikan harga BBM sebesar 30 persen akan menambah besar dampaknya terhadap kenaikan biaya produksi yang didorong oleh dampak langsungnya sebesar 14,79 persen.
Dampak tidak langsungnya
sektor angkutan kereta api sangat kecil karena suku cadang yang diperlukan merupakan barang impor yang tidak terkena dampak kenaikan harga BBM domestik. Sektor angkutan darat seperti angkutan kota, bus, taxi dan ojek selain tergantung dengan BBM juga tergantung dengan
komponen suku cadang
domestik, dimana harga komponen suku cadang maupun service juga melonjak akibat kenaikan BBM. Sektor angkutan darat merupakan komoditi strategis
49
sehingga kenaikan tarif angkutannya sebagian besar masih diatur pemerintah sehingga masyarakat masih tetap bisa menikmati transportasi yang terjangkau. Namun tidak dipungkiri kenaikan tarif transportasi ini akan memicu kenaikan harga di semua sektor yang menginputnya. Kenaikan tarif transportasi ini akan memicu tingginya harga pangan (sembako) akibat dari meningkatnya biaya distribusi hasil produksinya ke konsumen. Melonjaknya harga sembako yang tidak terkendali, terutama beras dan minyak goreng, akan menyebabkan meningkatnya
jumlah
penduduk
miskin.
Pemerintah
sebagai
pelindung
masyarakat harus melakukan operasi pasar di awal kenaikan harga BBM agar tidak terjadi kasus kelangkaan barang dan menindak tegas bagi spekulan-spekulan yang menimbun barang.
Tabel. 9. Lima sektor terbesar menurut dampak kenaikan harga BBM 30 persen di Indonesia tahun 2005
Kenaikan BBM 30% NO
KODE
SEKTOR
(1)
(2)
(3)
Dampak Lanngsung (4)
1
53
Listrik, gas dan air minum
22,70
21,42
44,12
2
58
Angkutan darat
16,27
17,37
33,63
3
59
Angkutan air
16,43
5,93
22,36
4
57
Angkutan kereta api
14,79
0,39
15,18
5
54
Bangunan
4,22
4,89
9,11
Inflasi Nasional
2,23
2,18
4,41
Sumber : diolah dari tabel I-O tahun 2005
Dampak Tidak Total Lanngsung Dampak (5) (6)
50
Kenaikan harga BBM sebesar 10 persen berdampak cukup besar pada sektor bangunan dimana dampak langsungnya sebesar 3,57 persen dan dampak tidak langsungnya sebesar 5,02 persen sehingga total dampaknya mencapai 7,71 persen. Apalagi jika kenaikan harga BBM mencapai 20 persen atau 30 persen, maka dampak kenaikan biaya produksi pada sektor ini juga bertambah besar. Sektor BBM merupakan komponen dalam biaya proyek pada sektor bangunan ditambah dengan melonjaknya harga bahan bangunan seperti, besi dan semen membuat
biaya produksi sektor ini membengkak. Kenaikan harga BBM
berdampak terhadap tingginya harga bangunan sehingga daya beli masyarakat turun.
Menurut
Yulfitni Djasiran sekretaris gabungan pengusaha konstruksi
Indonesia (Gapensi) Sumbar, kenaikan harga BBM sekitar 28 persen menyebabkan anggaran proyek pembangunan yang dibiayai APBD membengkak 10 hingga 15 persen dari nilai ditetapkan pada tahun anggaran, pembengkakan ini tidak bisa dihindari karena pembelian BBM salah satu komponen dalam dana proyek. Sektor industri dalam tabel I-O tahun 2005 memiliki klasifikasi yang paling banyak dan terinci sehingga NTB maupun output masing-masing sektornya cenderung kecil sehingga dalam penelitian ini tidak masuk ke lima besar. Klasifikasi sektor industri jika digabung seluruh sektornya maka output maupun NTB akan menjadi besar artinya kontribusi seluruh sektor industri sesungguhnya besar, namun karena dipenelitian ini menggunakan klaifikasi tabel I-O 2005 maka kontribusi seluruh sektor industri tidak terlihat. Kenaikan harga BBM pada tahun 2005 yang terjadi dua kali yaitu pada bulan maret sebesar 19,96 persen dan bulan
51
Oktober sebesar 125,99 persen sehingga terjadi lonjakan inflasi pada tahun 2005 hingga 17,11 persen. Bulan Oktober tahun 2008 terjadi lagi kenaikan harga BBM sebesar 28,75 yang menyebabkan inflasi sebesar 11,06 persen, dari sini terlihat jelas kenaikan harga BBM berkaitan erat dengan inflasi. Analisis tabel I-O dapat menghitung dampak inflasi total dengan mengalikan persentase dampak kenaikan harga setiap sektor dengan sebuah penimbang (output sektor i). Hasil penelitian Saragih, 2008 kenaikan minyak tanah sebesar 25 persen dan BBM sebesar 28,7 persen akan menyebabkan inflasi nasional masing-masing sebesar 0,49 persen dan 2,24 persen. Sejalan dengan penelitian Saragih, penelitian ini juga menghitung inflasi nasional yang diakibatkan kenaikan harga BBM. Dari tabel tabel diatas terlihat dampak kenaikan harga BBM sebesar 10 persen terhadap sektor-sektor ekonomi di Indonesia tercara bersama-sama mendorong inflasi nasional sebesar 3,73 persen. Kenaikan harga BBM sebesar 20 persen menyebabkan tingkat inflasi nasional lebih tinggi lagi yaitu 4,07 persen. Inflasi nasional akan lebih tinggi lagi jika harga BBM meningkat sebesar 30 persen yaitu mencapai 4,41 persen. Disini terlihat jelas kenaikan harga BBM sangat mempengaruhi tingginya inflasi nasional, jadi pemerintah dalam menentukan kebijakan menaikkan harga BBM sebaiknya dilakukan secara bertahap sehingga inflasi yang dihasilkan tidak meningkat tajam walaupun terus menerus sampai harga yang sesuai. Inflasi yang sedikit demi sedikit ini dan bertahap ini secara psikologis akan berdampak lebih baik di masyarakat.
52
4.2.2. Analisis Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Output Dari tabel I-O 2005 output terbesar dipegang sektor bangunan dimana nilainya mencapai Rp. 578.442 milliar dan jika terjadi kenaikan harga BBM sebesar 10 persen maka outputnya akan meningkat menjadi sebesar Rp.623.052 milliar, jika harga BBM naik sebesar 20 persen maka output bertambah besar lagi menjadi Rp. 627.107 milliar begitu juga dengan kenaikan harga BBM sebesar 30 persen maka output yang tercipta juga semakin besar yaitu mencapai Rp. 631.162 milliar. Seperti terlihat pada tabel 10.
Tabel 10. Dampak kenaikan harga BBM terhadap output lima terbesar di Indonesia tahun 2005 Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Output (Milliar Rp)
NO.
KODE I-O
SEKTOR
(1)
(2)
(3)
1
54
Bangunan
578 442
623 052
627 107
631 162
2
55
Perdagangan
507 854
542 947
546 137
549 327
3
50
Ind.mesin, alat & perlengk. listrik
271 718
274 241
274 470
274 700
4
56
Restoran dan hotel
223 080
223 692
223 748
223 804
5
25
Penambangan Migas
213 460
213 547
213 555
213 563
0 persen
10 persen
20 persen
30 persen
(4)
(5)
(6)
(7)
Sumber : diolah dari tabel I-O tahun 2005 Output terbesar berikutnya adalah sektor perdagangan, akibat kenaikan harga BBM sebesar 10 persen mengalami kenaikan output dari Rp. 507.854 menjadi Rp. 542.947 milliar begitu juga kenaikan harga BBM 20 persen dan 30 persen akan berdampak pada peningkatan output sektor perdagangan menjadi
53
sebesar Rp.546.137 milliar dan Rp. 549.327 milliar. Sektor-sektor lain seperti industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik, sektor restoran dan hotel, serta sektor lainnya yang juga mengalami peningkatan output sejalan dengan peningkatan harga BBM. Meningkatnya output
sektor-sektor ekonomi yang terkena dampak
kenaikan harga BBM ini merupakan efek dari meningkatnya harga barang yang diproduksi sedangkan jumlah barang yang diproduksi diasumsikan tetap. Sehingga kenaikan output dari dampak BBM ini bukan merupakan indikator dari produktivitas yang meningkat tapi akibat dari dorongan inflasi pada tiap sektornya.
4.2.3. Analisis Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap NTB Nilai tambah bruto merupakan balas jasa faktor produksi dari suatu kegiatan ekonomi, sehingga NTB sering digunakan untuk menghitung produk domestik bruto (PDB) suatu wilayah. Nilai PDB inilah perekonomian suatu negara bisa dilihat sehingga bisa menjadi tolok ukur keberhasilan dari pembangunan. NTB di Indonesia menurut tabel I-O tahun 2005 terbesar adalah sektor perdagangan dimana kenaikan harga BBM sebesar 10 persen berdampak pada peningkatan NTB nya dari Rp. 331.987 milliar menjadi RP. 354.928 milliar. Kenaikan harga BBM sebesar 20 persen akan menaikan NTB lebih besar lagi menjadi Rp. 357.013 milliar, sedangkan kenaikan harga BBM sebesar 30 persen akan menyebabkan NTB sektor perdagangan meningkat menjadi Rp. 359.099 milliar .
54
Tabel 11. Dampak kenaikan harga BBM terhadap NTB lima terbesar di Indonesia tahun 2005 Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap NTB (Milliar Rp)
NO.
KODE I-O
SEKTOR
(1)
(2)
(3)
1
55
Perdagangan
331 987
354 928
357 013
359 099
2
54
Bangunan
206 862
222 816
224 266
225 716
3
25
Penambangan Migas
185 919
185 995
186 002
186 008
4
64
Real estate & jasa perush
125 356
125 974
126 030
126 086
5
63
Lembaga keuangan
114 036
114 618
114 671
114 724
0 persen
10 persen
20 persen
30 persen
(4)
(5)
(6)
(7)
Sumber : diolah dari tabel I-O tahun 2005 NTB terbesar kedua dipegang oleh sektor bangunan, dimana output sektor tersebut yang terbesar di Indonesia. Besarnya nilai output tidak selalu memberikan jaminan sektor tersebut memiliki NTB yang besar juga, namun pada dasarnya peningkatan output suatu sektor ekonomi akan meningkatkan nilai tambah sektor tersebut. NTB yang semakin tinggi akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tabel I-O tahun 2005 digunakan dalam penelitian atas dasar harga berlaku sehingga masih sangat dipengaruhi faktor harga. Kenaikan output maupun NTB akibat dampak kenaikan harga BBM dalam penelitian ini sebenarnya akibat adanya kenaikan harga pada hasil produksinya bukan karena adanya peningkatan produksi karena asumsinya produksi konstan. Meningkatnya Output maupun NTB sektor-sektor ekonomi yang terkena dampak kenaikan harga BBM ini tidak
55
menunjukan peningkatan produktivitas suatu sektor namun karena adanya asumsi proposional pada tabel I-O yang menyebbakan hasil analisis juga bersifat linear. Persentase kenaikan output maupun NTB dari hasil perhitungan tidak sebesar kenaikan harga BBM, karena struktur input yang digunakan oleh suatu sektor tidak hanya BBM saja namun masih terdapat sektor lain yang digunakan sebagai input antaranya.
BAB.V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan Dari hasil penelitian yang diperoleh dari analisis tabel I-O tahun 2005,
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Sektor terkena dampak paling besar dari kenaikan harga BBM adalah sektor LGA terutama subsektor listrik karena kebutuhan terhadap BBM nya dalam membangkitkan listrik sangat besar, hal ini menyebabkan meningkatnya biaya produksi dalam membangkitkan listrik.
2.
Sektor angkutan baik darat, air maupun kereta api juga terkena dampak yang sangat besar dari kenaikan harga BBM, karena kendaraan dalam beroperasi tergantung dengan BBM. Kenaikan harga BBM ini akan menyebabkan kenaikan pada tarif transportasi.
3.
Kenaikan harga BBM juga berdampak besar pada sektor bangunan, dimana BBM merupakan komponen penting dalam sektor ini ditambah kenaikan bahan bangunan lain akibat dari meningkatnya biaya transportasi.
4.
Kenaikan harga BBM berdampak terhadap meningkatnya biaya produksi pada tiap sektor ekonomi sehingga mendorong kenaikan harga pada masingmasing sektor, dan secara bersama-sama menyebabkan inflasi nasional.
5.
Inflasi akan meningkat sejalan dan searah dengan kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM sebesar 10 persen akan memberikan inflasi nasional sebesar 3,73 persen, dan kenaikan harga BBM sebesar 20 persen dan 30
57
persen masing-masing meningkatkan inflasi nasional menjadi 4,07 persen dan 4,41 persen.
5.1.
Saran dan Implikasi Kebijakan
1.
Pemerintah memantau sektor-sektor yang terkena dampak besar dari kenaikan harga BBM untuk melakukan efisiensi produksi dan pemakaian BBM.
2.
Pemerintah sebaiknya melakukan operasi pasar pada awal terjadi kenaikan harga barang-barang pokok yang terkena dampak kenaikan harga BBM seperti beras, dan minyak goreng sehingga tidak terjadi kelangkaan barang.
3.
Pemerintah berupaya untuk mendapatkan subtitusi dari BBM dengan aktif mencari bahan bakar alternatif.
4.
Dalam menetapkan kenaikan harga BBM sebaiknya dilakukan secara bertahap dan jangan disertai kenaikan harga komoditi strategis seperti TDL, sembako, dan tarif transportasi yaitu dengan memberi subsidi pada komoditi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat S tatistik [BPS]. 2007. Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2007. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik [BPS]. 2008. Teknik Penyusunan Tabel Input-Output. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik [BPS]. 2008. Kerangka Teori dan Analisis Tabel InputOutput. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik [BPS]. 2008. Tabel Input Output Indonesia Tahun 2005. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Budiarti, N. 2008. Pengaruh Kenaikan Harga BBM Terhadap Indeks Harga Konsumen (IHK) Masing-masing Kelompok Barang Dan Jasa Di Kota Banda Aceh Tahun 1998-2008. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral [ESDM]. 2008. Strategi Menghadapi Kenaikan Harga Minyak Bumi. Jakarta: Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Muttaqin, H. 2008. Dampak Kebijakan pemerintah Menaikkan Harga BBM 24 Mei 2008. Jakarta: Jurnal Ekonomi Ideologis. Ihksan, M. 2005. Kenaikan Harga BBM dan Kemiskinan. (Tanggapan atas Tanggapan) Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Miller,R dan Blair, P. Input Output Analysis Foundation and Extension. Pennsylvania: University of Pennsylvania. Nazara, S. 2005. Analisis Input-Output. Edisi Kedua. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Perusahaan Listrik Negara. 2008. Laporan Tahunan PT. PLN tahun 2005-2007. Jakarta : PT. PLN Saragih, A. 2008. Perbandingn Dampak Kenaikan Minyak Tanah dan BBM terhadap Inflasi dan Konsumsi Rumah Tangga. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta. Siregar, S. 2003. Dampak Kenaikan BBM, TDL dan Telepon. Banjarmasin: Harian Umum Radar Banjarmasin.
59
LAMPIRAN
60
Lampiran 1
KLASIFIKASI 68 SEKTOR TABEL INPUT OUTPUT INDONESIA 2005 Kode I-O 68 Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Sektor
Padi Tanaman kacang-kacangan Jagung Tanaman umbi-umbian Sayur-sayuran dan buah-buahan Tanaman bahan makanan lainnya Karet Tebu Kelapa Kelapa sawit Tembakau Kopi Teh Cengkeh Hasil tanaman serat Tanaman perkebunan lainnya Tanaman lainnya Peternakan Pemotongan hewan Unggas dan hasil-hasilnya Kayu Hasil hutan lainnya Perikanan Penambangan batubara dan bijih logam Penambangan minyak, gas dan panas bumi Penambangan dan penggalian lainnya Industri pengolahan dan pengawetan makanan Industri minyak dan lemak Industri penggilingan padi Industri tepung, segala jenis Industri gula Industri makanan lainnya Industri minuman Industri rokok Industri pemintalan
Kode I-O 175 Sektor 1 6-8 2 3-5 9-10 11 12 13 14 15 17 18 19 20 16 21-23 24,34 25-26,28 49 27 29 30 31-33 35,38-45 36-37 46-48 50-54 55-56 57 58-61 62 63-69 70-71 72-73 74-75
61
Lampiran 1
KLASIFIKASI 68 SEKTOR TABEL INPUT OUTPUT INDONESIA 2005 Kode I-O 68 Sektor 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68
Sektor
Industri tekstil, pakaian dan kulit Industri bambu, kayu dan rotan Industri kertas, barang dari kertas dan karton Industri pupuk dan pestisida Industri kimia Pengilangan BBM Pengilangan Non BBM LNG Industri barang karet dan plastik Industri barang-barang dari mineral bukan logam Industri semen Industri dasar besi dan baja Industri logam dasar bukan besi Industri barang dari logam Industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik Industri alat pengangkutan dan perbaikannya Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan Restoran dan hotel Angkutan kereta api Angkutan darat Angkutan air Angkutan udara Jasa penunjang angkutan Komunikasi Lembaga keuangan Real estat dan jasa perusahaan Pemerintahan umum dan pertahanan Jasa sosial kemasyarakatan Jasa lainnya Kegiatan yang tak jelas batasannya
Kode I-O 175 Sektor 76-83 84-89 90-93 95-96 94,97-103 104 104 105 106-109 110-112, 114 113 115-116 117-118 119-122 123-130 131-136 137-141 142-143 144-148 149 150-151 152 153 154-155 156 157 158 159-161 162-163 164 165-170 171-174 175
62
Lampiran 2 STRUKTUR INPUT BBM TAHUN 2005
KODE I-O
SEKTOR
17
Tanaman lainnya
24
Penamb. batubara & bijih logam
25
Penambangan Migas
26
Penambangan & penggalian lainnya
36
Industri tekstil, pakaian dan kulit
37
SEKTOR
Share 6
0,00
27
0,00
7 722 208
93,28
172
0,00
29
0,00
Industri bambu, kayu dan rotan
498
0,01
38
Ind. kertas, barang dari kertas dan karton
432
0,01
39
Industri pupuk dan pestisida
10
0,00
40
Industri kimia
15 136
0,18
41
Pengilangan BBM
14 821
0,18
42
Pengilangan Non BBM
5 563
0,07
44
Industri barang karet dan plastik
2 495
0,03
45
Ind. brg-brg dari mineral bukan logam
465
0,01
47
Industri dasar besi dan baja
48
Industri logam dasar bukan besi
85
0,00
191
0,00
49
Industri barang dari logam
11 540
0,14
50
Ind mesin, alat-alat & perlengk.listrik
32 565
0,39
51
Ind. alat pengangkutan dan perbaikannya
1 601
0,02
52
Ind. brg lain yg blm digolongkan dimanapun
135
0,00
53
Listrik, gas dan air minum
21 504
0,26
54
Bangunan
20 538
0,25
55
Perdagangan
27 415
0,33
56
Restoran dan hotel
21 929
0,26
57
Angkutan kereta api
7 655
0,09
58
Angkutan darat
9 081
0,11
59
Angkutan air
5 038
0,06
60
Angkutan udara
4 744
0,06
61
Jasa penunjang angkutan
3 243
0,04
62
Komunikasi
6 000
0,07
63
Lembaga keuangan
242 566
2,93
64
Real estate & jasa perusahaan
29 993
0,36
66
Jasa sosial kemasyarakatan
1 184
0,01
67
Jasa lainnya
67 011
0,81
68
Kegiatan yang tak jelas batasannya
2 471
0,03
8 278 354
100,00
TOTAL INPUT
63
Lampiran 3 ALOKASI OUTPUT BBM TAHUN 2005
KODE I-O
SEKTOR
1
Padi
2 3
SEKTOR
Share
6 598
0,01
Tanaman kacang-kacangan
159
0,00
Jagung
803
0,00
4
Tanaman umbi-umbian
2 682
0,00
5
Sayur-sayuran & buah-buahan
8 196
0,01
6
Tanaman bahan makanan lainnya
767
0,00
7
Karet
119 211
0,13
8
Tebu
41 219
0,04
9
Kelapa
12 481
0,01
10
Kelapa sawit
96 090
0,10
11
Tembakau
4 080
0,00
12
Kopi
2 084
0,00
13
Teh
1 752
0,00
14
Cengkeh
1 026
0,00
15
Hasil tanaman serat
16
Tan. perkebunan lainnya
17
Tanaman lainnya
18
Peternakan
19
Pemotongan hewan
20
Unggas dan hasil-hasilnya
21
Kayu
22
Hasil hutan lainnya
23
Perikanan
1 006
0,00
13 643
0,01
313 072
0,34
6 952
0,01
80 078
0,09
9 015
0,01
51 697
0,06
16 483
0,02
1 050 272
1,14
695 242
0,75
24
Penamb. batubara & bijih logam
25
Penamb. minyak, gas & panas bumi
20 294
0,02
26
Penambangan & penggalian lainnya
824 685
0,89
27
Ind. pengolahan & pengawetan makanan
287 974
0,31
28
Industri minyak dan lemak
225 259
0,24
29
Industri penggilingan padi
104 380
0,11
30
Industri tepung, segala jenis
148 754
0,16
31
Industri gula
123 348
0,13
32
Industri makanan lainnya
653 162
0,71
33
Industri minuman
34
Industri rokok
35
Industri pemintalan
86 112
0,09
929 537
1,01
57 619
0,06
64
Lampiran 3 ALOKASI OUTPUT BBM TAHUN 2005
KODE I-O
SEKTOR
36
Industri tekstil, pakaian dan kulit
37
Industri bambu, kayu dan rotan
38
Ind. kertas, barang dari kertas dan karton
SEKTOR 1 289 298
Share 1,40
459 152
0,50
1 112 361
1,20
39
Industri pupuk dan pestisida
40
Industri kimia
81 510
0,09
905 207
0,98
41
Pengilangan BBM
42
Pengilangan Non BBM
14 821
0,02
43
GAS ALAM CAIR (LNG)
44 45 46
Industri semen
47
Industri dasar besi dan baja
48
Industri logam dasar bukan besi
482 987
0,52
49
Industri barang dari logam
1 747 240
1,89
50
Industri mesin, alat-alat & perlengk. listrik
1 182 756
1,28
51 52
Ind. alat pengangkutan dan perbaikannya Ind. brg lain yg blm digolongkan dimanapun
508 101 161 917
0,55 0,18
5 563
0,01
710 003
0,77
Industri barang karet dan plastik
2 354 762
2,55
Ind. brg-brg dari mineral bukan logam
1 996 292
2,16
556 247
0,60
1 413 901
1,53
53
Listrik, gas dan air minum
13 127 684
14,21
54
Bangunan
18 602 024
20,14
55
Perdagangan
7 452 394
8,07
56
Restoran dan hotel
372 756
0,40
57
Angkutan kereta api
58
Angkutan darat
530 116
0,57
18 991 029
20,56
59 60
Angkutan air
7 863 140
8,51
Angkutan udara
2 227 394
61
Jasa penunjang angkutan
2,41
105 391
0,11
62 63
Komunikasi
156 321
0,17
Lembaga keuangan
254 448
0,28
64
Real estate dan jasa perusahaan
357 036
0,39
65
Pemerintahan umum dan pertahanan
398 363
0,43
66
Jasa sosial kemasyarakatan
784 742
0,85
67 68
Jasa lainnya Kegiatan yang tak jelas batasannya
163 958 20 633
0,18 0,02
92 385 278
100,00
Total Output
65
Lampiran 4 JUMLAH & INDEKS DAYA PENYEBARAN (DP) JUMLAH & INDEKS DERAJAT KEPEKAAN (DK)
sektor
Jumlah
Indeks
Jumlah
Indeks
DP
DP
DK
DK
1
1,3411
0,8820
2,0341
1,2943
2
1,2458
0,8193
1,1779
0,7495
3
1,3161
0,8656
1,3387
0,8518
4
1,1706
0,7699
1,1499
0,7317
5
1,1667
0,7673
1,2817
0,8155
6
1,2570
0,8267
1,0444
0,6645
7
1,4438
0,9496
1,4906
0,9484
8
1,4046
0,9238
1,8283
1,1633
9
1,2815
0,8428
1,1225
0,7142
10
1,4680
0,9655
1,3592
0,8648
11
1,7489
1,1502
1,0316
0,6564
12
1,5489
1,0187
1,2385
0,7881
13
1,2873
0,8466
1,0235
0,6512
14
1,2741
0,8379
1,0596
0,6742
15
1,1626
0,7646
1,0088
0,6419
16
1,3900
0,9142
1,2983
0,8261
17
1,3153
0,8651
1,3572
0,8636
18
1,4077
0,9258
1,4911
0,9488
19
1,8786
1,2355
1,1192
0,7121
20
1,7009
1,1187
1,3250
0,8431
21
1,2139
0,7984
1,2300
0,7826
22
1,2256
0,8061
1,0474
0,6664
23
1,2608
0,8292
1,4258
0,9072
24
1,3176
0,8666
2,3196
1,4759
25
1,0934
0,7191
3,8860
2,4726
26
1,2703
0,8355
1,2961
0,8247
27
2,0051
1,3187
1,2415
0,7899
28
2,1254
1,3978
1,6593
1,0558
29
2,0569
1,3528
1,2612
0,8025
30
1,8765
1,2342
1,4397
0,9160
31
2,0199
1,3284
1,2506
0,7957
32
1,9909
1,3094
2,1396
1,3614
33
1,8525
1,2184
1,0514
0,6690
34 35
1,4302
0,9406
1,0754
0,6843
1,6184
1,0644
1,3781
0,8769
66
Lampiran 4 JUMLAH & INDEKS DAYA PENYEBARAN (DP) JUMLAH & INDEKS DERAJAT KEPEKAAN (DK)
sektor
Jumlah
Indeks
Jumlah
Indeks
DP
DP
DK
DK
36
1,9046
1,2526
1,4347
0,9129
37
1,7679
1,1627
1,3604
0,8656
38
1,7975
1,1822
1,8786
1,1953
39
1,6324
1,0736
2,3971
1,5252
40
1,5384
1,0118
2,1177
1,3475
41
1,0856
0,7140
2,6700
1,6989
42
1,0856
0,7140
1,6268
1,0351
43
1,5091
0,9925
1,0348
0,6584
44
1,7540
1,1536
1,8421
1,1721
45
1,5627
1,0278
1,1473
0,7300
46
1,7374
1,1426
1,0989
0,6992
47
1,6528
1,0870
1,3042
0,8299
48
1,9550
1,2858
1,2317
0,7837
49
1,6659
1,0956
1,4139
0,8996
50
1,5924
1,0473
1,9391
1,2338
51
1,5564
1,0236
1,7202
1,0945
52
1,7525
1,1526
1,0558
0,6718
53
1,8496
1,2165
2,2981
1,4623
54
1,7868
1,1751
2,1801
1,3872
55
1,4442
0,9499
4,2808
2,7238
56
1,8930
1,2450
1,4923
0,9496
57
1,9667
1,2935
1,0285
0,6544
58
1,5307
1,0067
2,1058
1,3399
59
1,6083
1,0578
1,3752
0,8750
60
1,6110
1,0595
1,1858
0,7545
61
1,5092
0,9926
1,4276
0,9084
62
1,2501
0,8222
1,6100
1,0244
63
1,4405
0,9474
3,1866
2,0276
64
1,3422
0,8827
2,2292
1,4184
65
1,5370
1,0108
1,0391
0,6611
66
1,6295
1,0717
1,1872
0,7554
67 68
0,5778
0,3800
2,4244
1,5427
0,6997
0,4602
1,0637
0,6768
67
lampiran 5 DAMPAK LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP INFLASI KODE I-O
DampakKenaikan BBM 10%
DampakKenaikan BBM 20%
Tidak
Tidak
Langsung
Langsung
Total
Langsung
Langsung
DampakKenaikan BBM 30%
Total
Langsung
Tidak Langsung
Total
1
0,01
0,01
0,02
0,01
0,01
0,02
0,01
0,01
0,02
2
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
3
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,01
0,00
0,00
0,01
4
0,01
0,00
0,02
0,02
0,00
0,02
0,02
0,00
0,02
5
0,01
0,00
0,01
0,01
0,00
0,02
0,01
0,00
0,02
6
0,06
0,00
0,07
0,07
0,00
0,07
0,08
0,00
0,08
7
0,65
0,18
0,83
0,71
0,20
0,90
0,77
0,21
0,98
8
0,74
0,51
1,25
0,81
0,55
1,36
0,88
0,60
1,48
9
0,15
0,01
0,16
0,16
0,02
0,17
0,17
0,02
0,19
10
0,55
0,18
0,73
0,60
0,20
0,80
0,65
0,22
0,86
11
0,21
0,01
0,22
0,23
0,01
0,24
0,25
0,01
0,26
12
0,03
0,00
0,03
0,03
0,00
0,03
0,03
0,00
0,04
13
0,25
0,00
0,26
0,27
0,01
0,28
0,30
0,01
0,30
14
0,05
0,00
0,05
0,05
0,00
0,06
0,06
0,00
0,06
15
0,34
0,00
0,34
0,37
0,00
0,37
0,40
0,00
0,40
16
0,13
0,03
0,16
0,14
0,04
0,18
0,15
0,04
0,19
17
3,60
1,27
4,87
3,93
1,39
5,32
4,26
1,50
5,76
18
0,04
0,02
0,05
0,04
0,02
0,06
0,04
0,02
0,06
19
0,23
0,03
0,25
0,25
0,03
0,27
0,27
0,03
0,30
20
0,02
0,01
0,03
0,02
0,01
0,03
0,02
0,01
0,03
21
0,26
0,06
0,32
0,29
0,06
0,35
0,31
0,07
0,38
22
0,34
0,02
0,36
0,37
0,02
0,39
0,40
0,02
0,42
23
1,64
0,62
2,26
1,79
0,68
2,47
1,94
0,73
2,68
24
0,60
0,68
1,29
0,66
0,75
1,41
0,71
0,81
1,52
25
0,01
0,03
0,04
0,01
0,03
0,04
0,01
0,03
0,05
26
2,53
0,72
3,25
2,76
0,79
3,55
2,99
0,86
3,84
27
0,54
0,08
0,62
0,59
0,09
0,68
0,64
0,09
0,73
28
0,38
0,06
0,44
0,42
0,07
0,49
0,45
0,07
0,53
29
0,11
0,02
0,13
0,12
0,03
0,14
0,12
0,03
0,15
30
0,42
0,06
0,48
0,46
0,06
0,52
0,50
0,07
0,56
31
1,26
0,30
1,57
1,38
0,33
1,71
1,49
0,36
1,85
32
0,82
0,76
1,59
0,90
0,83
1,73
0,97
0,90
1,88
33
0,80
0,03
0,83
0,88
0,03
0,91
0,95
0,03
0,98
34
1,49
0,04
1,53
1,62
0,04
1,66
1,76
0,05
1,80
35
0,16
0,03
0,19
0,18
0,04
0,21
0,19
0,04
0,23
68
lampiran 5 DAMPAK LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP INFLASI KODE I-O
DampakKenaikan BBM 10%
DampakKenaikan BBM 20%
Tidak
Tidak
Langsung
Langsung
Total
Langsung
Langsung
DampakKenaikan BBM 30%
Total
Langsung
Tidak Langsung
Total
36
0,95
0,16
1,11
1,03
0,18
1,21
1,12
0,19
1,31
37
0,70
0,12
0,81
0,76
0,13
0,89
0,82
0,14
0,96
38
1,68
0,72
2,40
1,83
0,78
2,62
1,99
0,85
2,84
39
0,46
0,64
1,11
0,50
0,70
1,21
0,55
0,76
1,31
40
0,78
0,80
1,58
0,85
0,87
1,72
0,92
0,95
1,87
41
0,02
0,03
0,04
0,02
0,03
0,04
0,02
0,03
0,05
42
0,02
0,01
0,02
0,02
0,01
0,03
0,02
0,01
0,03
43
0,95
0,00
0,95
1,04
0,00
1,04
1,12
0,00
1,12
44
2,17
1,56
3,74
2,37
1,71
4,08
2,57
1,85
4,42
45
6,76
0,90
7,65
7,37
0,98
8,35
7,99
1,06
9,04
46
2,92
0,28
3,20
3,19
0,31
3,49
3,45
0,33
3,79
47
5,24
1,11
6,35
5,71
1,21
6,93
6,19
1,31
7,50
48
1,35
0,20
1,55
1,47
0,22
1,69
1,59
0,24
1,83
49
2,44
0,93
3,36
2,66
1,01
3,67
2,88
1,10
3,98
50
0,56
0,37
0,93
0,61
0,41
1,01
0,66
0,44
1,10
51
0,43
0,17
0,61
0,47
0,19
0,66
0,51
0,20
0,72
52
0,95
0,04
0,99
1,04
0,05
1,08
1,12
0,05
1,17
53
19,21
18,13
37,33
20,95
19,77
40,73
22,70
21,42
44,12
54
3,57
4,14
7,71
3,90
4,51
8,41
4,22
4,89
9,11
55
1,65
5,26
6,91
1,80
5,74
7,54
1,95
6,22
8,17
56
0,18
0,09
0,27
0,20
0,10
0,30
0,22
0,11
0,32
57
12,52
0,33
12,85
13,66
0,36
14,01
14,79
0,39
15,18
58
13,76
14,69
28,46
15,02
16,03
31,04
16,27
17,37
33,63
59
13,90
5,02
18,92
15,16
5,48
20,64
16,43
5,93
22,36
60
5,91
0,86
6,77
6,45
0,94
7,39
6,99
1,02
8,01
61
0,02
0,41
0,43
0,02
0,45
0,47
0,03
0,48
0,51
62
0,19
0,10
0,29
0,21
0,11
0,32
0,23
0,12
0,34
63
0,20
0,31
0,51
0,22
0,34
0,56
0,24
0,37
0,60
64
0,23
0,27
0,49
0,25
0,29
0,54
0,27
0,31
0,58
65
0,30
0,01
0,31
0,33
0,01
0,34
0,36
0,01
0,37
66
0,45
0,07
0,52
0,49
0,08
0,57
0,53
0,09
0,62
67
0,10
0,13
0,23
0,11
0,14
0,25
0,12
0,16
0,27
68
0,97
0,05
1,02
1,06
0,06
1,11
1,14
0,06
1,21
Total
1,89
1,85
3,73
2,06
2,01
4,07
2,23
2,18
4,41
69
Lampiran 6 DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP OUTPUT simulasi kenaikan harga BBM
SEKTOR (1)
0 persen
10 persen
20 persen
30 persen
(2)
(3)
(4)
(5)
1
84 644 361
84 659 124
84 660 466
84 661 808
2
10 202 682
10 202 887
10 202 906
10 202 925
3
25 556 701
25 557 884
25 557 992
25 558 099
4
21 491 436
21 494 828
21 495 136
21 495 445
5
83 185 814
83 197 369
83 198 420
83 199 470
6
1 328 208
1 329 089
1 329 169
1 329 249
7
23 594 183
23 789 645
23 807 415
23 825 184
8
6 635 839
6 718 736
6 726 272
6 733 808
9
9 611 136
9 626 546
9 627 947
9 629 348
10
19 669 950
19 813 614
19 826 675
19 839 735
11
2 097 276
2 101 905
2 102 326
2 102 747
12
9 517 466
9 520 305
9 520 563
9 520 821
13
771 998
773 971
774 150
774 329
14
2 339 047
2 340 243
2 340 351
2 340 460
15
329 192
330 309
330 410
330 512
16
12 144 217
12 163 702
12 165 473
12 167 245
17
9 591 020
10 058 407
10 100 896
10 143 386
18
21 394 250
21 405 653
21 406 689
21 407 726
19
39 194 494
39 293 079
39 302 041
39 311 003
20
46 913 794
46 926 932
46 928 127
46 929 321
21
21 805 402
21 875 347
21 881 706
21 888 064
22
5 294 529
5 313 519
5 315 246
5 316 972
23
72 761 159
74 408 401
74 558 151
74 707 900
24
137 626 810
139 400 731
139 561 997
139 723 262
25
213 460 250
213 546 999
213 554 885
213 562 771
26
36 164 272
37 340 038
37 446 926
37 553 814
27
63 445 952
63 839 218
63 874 970
63 910 721
28
92 465 998
92 877 157
92 914 535
92 951 913
29
111 976 564
112 121 372
112 134 536
112 147 700
30
49 481 119
49 716 690
49 738 105
49 759 521
31
10 836 578
11 006 258
11 021 683
11 037 108
32
96 845 540
98 382 769
98 522 517
98 662 266
33
12 000 391
12 099 986
12 109 040
12 118 094
34
72 086 614
73 186 231
73 286 196
73 386 161
35
44 898 310
44 985 653
44 993 593
45 001 533
70
Lampiran 6 DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP OUTPUT simulasi kenaikan harga BBM
SEKTOR (1)
0 persen
10 persen
20 persen
30 persen
(2)
(3)
(4)
(5)
36
182 950 264
184 985 010
185 169 987
185 354 963
37
84 374 114
85 061 219
85 123 683
85 186 147
38
95 814 320
98 112 941
98 321 907
98 530 872
39
19 406 852
19 621 778
19 641 316
19 660 855
40
133 505 895
135 614 535
135 806 230
135 997 924
41
107 673 728
107 717 258
107 721 216
107 725 173
42
40 412 276
40 422 231
40 423 136
40 424 041
43
84 911 931
85 720 124
85 793 596
85 867 068
44
127 700 626
132 472 064
132 905 831
133 339 598
45
32 923 102
35 442 540
35 671 580
35 900 619
46
20 990 887
21 663 257
21 724 382
21 785 506
47
31 948 314
33 976 750
34 161 153
34 345 556
48
42 259 066
42 913 464
42 972 955
43 032 445
49
80 771 675
83 489 123
83 736 164
83 983 204
50
271 718 314
274 241 103
274 470 448
274 699 792
51
158 620 415
159 581 830
159 669 231
159 756 633
52
18 930 588
19 118 629
19 135 723
19 152 818
53
88 893 503
122 078 867
125 095 718
128 112 570
54
578 441 811
623 051 601
627 107 036
631 162 471
55
507 854 209
542 946 652
546 136 875
549 327 097
56
223 080 429
223 692 328
223 747 956
223 803 583
57
4 668 897
5 268 626
5 323 147
5 377 668
58
154 582 397
198 572 687
202 571 804
206 570 921
59
62 871 868
74 766 771
75 848 126
76 929 481
60
42 888 305
45 793 702
46 057 829
46 321 956
61
38 359 270
38 524 777
38 539 823
38 554 869
62
95 054 775
95 331 624
95 356 792
95 381 960
63
174 486 766
175 378 685
175 459 768
175 540 852
64
177 701 282
178 576 785
178 656 377
178 735 968
65
144 823 792
145 279 107
145 320 499
145 361 891
66
195 867 298
196 892 072
196 985 234
197 078 395
67
190 058 446
190 495 704
190 535 454
190 575 205
68
2 366 316
2 390 457
2 392 652
2 394 846
71
Lampiran 7 DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP NTB Simulasi Kenaikan Harga BBM
SEKTOR (1) 1
0 persen
10 persen
20 persen
30 persen
(2)
(3)
(4)
(5)
62 234 364
62 245 218
62 246 205
62 247 192
2
8 223 060
8 223 226
8 223 241
8 223 256
3
19 481 366
19 482 268
19 482 350
19 482 432
4
18 626 665
18 629 605
18 629 872
18 630 139
5
72 493 239
72 503 309
72 504 224
72 505 140
6
1 111 384
1 112 121
1 112 188
1 112 255
7
16 418 734
16 554 752
16 567 118
16 579 483
8
4 751 124
4 810 476
4 815 872
4 821 268
9
7 686 953
7 699 278
7 700 398
7 701 519
10
12 436 259
12 527 090
12 535 348
12 543 605
11
1 043 243
1 045 546
1 045 755
1 045 964
12
6 047 505
6 049 309
6 049 473
6 049 637
13
626 594
628 195
628 341
628 486
14
1 920 291
1 921 273
1 921 362
1 921 451
15
292 011
293 002
293 092
293 182
16
9 053 457
9 067 983
9 069 303
9 070 624
17
7 460 719
7 824 292
7 857 345
7 890 397
18
16 353 649
16 362 365
16 363 157
16 363 950
19
16 167 754
16 208 420
16 212 117
16 215 814
20
27 324 572
27 332 224
27 332 920
27 333 616
21
18 080 356
18 138 352
18 143 625
18 148 897
22
4 464 841
4 480 855
4 482 311
4 483 767
23
59 484 544
60 831 217
60 953 641
61 076 066
24
102 319 346
103 638 177
103 758 070
103 877 964
25
185 919 086
185 994 642
186 001 511
186 008 380
26
28 931 183
29 871 788
29 957 298
30 042 807
27
19 917 506
20 040 964
20 052 187
20 063 410
28
32 628 911
32 773 999
32 787 188
32 800 378
29
25 198 593
25 231 180
25 234 142
25 237 105
30
14 611 766
14 681 330
14 687 654
14 693 978
31
2 903 065
2 948 521
2 952 654
2 956 786
32
31 892 552
32 398 783
32 444 803
32 490 824
33
4 496 659
4 533 978
4 537 371
4 540 764
34 35
44 783 774 13 799 477
45 466 910
45 529 014
45 591 117
13 826 322
13 828 762
13 831 203
72
Lampiran 7 DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP NTB Simulasi Kenaikan Harga BBM
SEKTOR 0 persen (1)
(2)
10 persen (3)
20 persen (4)
30 persen (5)
36
68 777 124
69 542 053
69 611 592
69 681 131
37
35 462 474
35 751 264
35 777 518
35 803 772
38
34 933 083
35 771 141
35 847 328
35 923 515
39
6 445 684
6 517 068
6 523 558
6 530 047
40
39 275 030
39 895 354
39 951 747
40 008 140
41
64 841 270
64 867 484
64 869 867
64 872 250
42
24 336 329
24 342 324
24 342 869
24 343 414
43
46 486 932
46 929 395
46 969 619
47 009 843
44
34 339 559
35 622 631
35 739 274
35 855 917
45
16 096 798
17 328 604
17 440 587
17 552 569
46
8 601 348
8 876 862
8 901 909
8 926 956
47
8 152 862
8 670 497
8 717 554
8 764 612
48
10 402 269
10 563 352
10 577 996
10 592 640
49
30 750 425
31 784 979
31 879 030
31 973 080
50
89 949 166
90 784 306
90 860 228
90 936 149
51
64 306 971
64 696 742
64 732 176
64 767 610
52
6 123 469
6 184 294
6 189 824
6 195 354
53
26 910 750
36 956 963
37 870 255
38 783 547
54
206 862 192
222 815 532
224 265 836
225 716 139
55
331 987 421
354 927 567
357 013 035
359 098 503
56
101 198 135
101 475 717
101 500 952
101 526 186
57
1 402 736
1 582 920
1 599 301
1 615 681
58
64 289 383
82 584 536
84 247 732
85 910 927
59
19 556 001
23 255 855
23 592 206
23 928 556
60
13 099 094
13 986 470
14 067 141
14 147 812
61
21 862 690
21 957 020
21 965 595
21 974 171
62
74 212 576
74 428 722
74 448 371
74 468 021
63
114 035 562
114 618 474
114 671 466
114 724 458
64
125 355 920
125 973 527
126 029 673
126 085 819
65
83 795 515
84 058 962
84 082 911
84 106 861
66
108 615 047
109 183 319
109 234 980
109 286 641
67 68
93 948 823 1 294 398
94 164 966
94 184 616
94 204 265
1 307 603
1 308 804
1 310 004
73
Lampiran 8 HARGA BBM DAN INFLASI DI INDONESIA TAHUN 2004-2008 Harga Jenis
2004 sebelum kenaikan
Premium Minyak Tanah Solar
Kenaikan Harga
2005 1 Maret 1 Oktober
2008
2004
24 Mei
sebelum kenaikan
1 Maret
1 Oktober
2008 Total
24 Mei
1 810
2 400
4 500
6 000
-
32,60
87,50
148,62
33,33
700
700
2 000
2 500
-
-
185,71
185,71
25,00
1 650
2 100
4 300
5 500
-
27,27
104,76
160,61
27,91
19,96
125,99
164,98
28,75
Rata-rata Inflasi nasional
2005
6,4
17,11
11,06