RUANG UTAMA
DAMPAK KEBIJAKAN HARGA MINYAK TERHADAP DAYA BELI MASYARAKAT Nandang Najmulmunir Abstract Fossil fuel energy is still the main sources of economic development, even though in the people activity, especially the kerosene energy consumption. Pricing energy was determinate by market price. If the international market price increases, then the price of domestic fuel increases too. The increasing of fuel energy has impacted to the inflation and the purchasing power of the people in the bottom majority. In other that the public policy of price fossil fuel energy is strong direct impact to the social welfare, Keyword: Price fuel energy policy, fuel price, welfare, purchasing power
Pendahuluan Kebijakan adalah keputusan yang berkaitan dengan masyarakat. Kalau permasalahan individual tidak perlu kebijakan. Konsep masyarakat adalah sesuatu yang rumit karena cukup komplek. Dalam kaitan dengan kebijakan ekonomi, pemerintah yang diberi amanah selalu dihadapkan pada kebijakan alokasi sumberdaya, agar masyarakat meningkat kesejahteraannya. Apa dasar filosofis dan kriteria yang harus dijadikan pegangan dalam penetapan kebijakan tersebut. Salah satu filosofi yang menjadi dasar pijakan kebijakan ekonomi adalah teori Bentham dengan Utilitarianisme. Secara filosofis manusia adalah mencari kebahagiaan dan menghilangkan penderitaan. Premis
Bentham: Ultimate goal dari manusia adalah mencari kebahagiaan sekaligus menghindari penderitaan, dalam ekonomi pembangunan disebut dengan WELFARE Pemerintah melalui kebijakannya mendayagunakan sumberdaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang antara lain diukur oleh Indeks Daya Beli. Konsep Kebijakan Istilah publik berasal dari Bahasa Inggris public yang berarti umum, masyarakat atau negara. Dalam Bahasa Indonesia praja atau rakyat. Sehingga istilah untuk kata “pemerintah” disebut pamong praja (pelayan rakyat). Dalam Bahasa Inggris kata public sering digunakan menjadi “umum”, “masyarakat” atau
INSTITUSI INFORMASI
KEBIJAKAN
Produksi
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Konsumsi
Distribusi SISTEM EKONOMI
SUMBERDAYA
“negara”. Misalnya public utility (perusahaan umum), public service (pelayanan masyarakat), public sector (sektor negara), public revenue (penerimaan negara). Secara harfiah arti public adalah sejumlah manusia yang memiliki kesamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki (Syafiie et al. 1999:17). Menurut Hogwood dan Gunn (1984 dalam BPKP, 2000:4) terdapat pemakaian beberapa kata kebijakan antara lain: 1) Policy as a label for a field activity 2) Policy as an expression of general purpose or desired state of affairs 3) Policy as a specific proposal 4) Policy as a decision of government 5) Policy as a formal authorization 6) Policy as a program 7) Policy as an out put 8) Policy as an outcomes 9) Policy as a theory or model 10) Policy as a process Dengan demikian istilah kebijakan memiliki pengertian sangat luas meliputi kegiatan, program, prosedur, usulan, dan sistem.
Pengertian umum dari kebijakan publik adalah merupakan petunjuk, aturan, rambu-rambu, signal-signal penting, prinsip-prinsip yang harus dipegang, penggaris kewenangan, batas-batas, aturan main internal dan berbagai hal yang memayungi pembuatan program/kegiatan, maupun peraturan-peraturan untuk pelaksanaannya (BPKP, 2004:70). Sedangkan Kebijakan Publik (public policy) oleh Peters (1982:6) didefinisikan sebagai berikut: Public policy is the sum of the activities of governments, whether acting or through agent as it has an influence on the live of citizens. Selanjutnya Peter menjelaskan bahwa berdasarkan definisi di atas serta berdasarkan tahapannya menuju pada perubahan nyata dari kebijakan dalam kehidupan masyarakat adalah sebagai berikut: 1) tahap pertama adalah tahapan pemilihan kebijakan yang dibuat oleh para pembuat kebijakan, 2) tahap kedua adalah penetapan kebijakan. Pada tahap ini pemerintah sudah menetapkan anggaran, sosialisasi kebijakan, dsb 24
Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2008
3) tahap terakhir adalah kondisi yang diinginkan dari dampak kebijakan. Sifat kebijakan terbagi atas kebijakan regulatif dan alokatif atau kedua-duanya. Kebijakan regulatif adalah tindakan yang dirancang untuk menjamin kepatuhan terhadap standar atau prosedur tertentu, sedangkan tindakan alokatif adalah tindakan dalam alokasi sumberdaya, baik sumberdaya buatan, sumberdaya manusia maupun sumberdaya alam (BPKP, 2004:76) Selanjutnya dinyatakan oleh Peters (1982:6) bahwa terdapat beberapa instrumen kebijakan publik, yang dapat menghasilkan perubahan baik dalam aspek ekonomi maupun perubahan dalam kehidupan masyarakat. Beberapa instrumen tersebut adalah 1) Hukum, 2) Pelayanan, 3) Uang, 4) Pajak, 5) Ajakan persuasif (persuasion). Implementasi kebijakan benar-benar nampak dimulai pada
saat proses formalisasi kebijakan selesai. Jika suatu rancangan peraturan sudah disahkan, maka berarti sudah mulai proses implementasi. Peranan Kebijakan Harga BBM dalam Pembangunan Ekonomi Pengertian Pembangunan Ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Gambar 2 menunjukkan adanya komponen pertumbuhan ekonomi, yaitu kenaikan PDB/PNB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan penduduk. Jadi pertumbuhan ekonomi adalah menyangkut perkembangan PDB/PNB yang diukur melalui perhitungan output,
Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan Penduduk PDB Rate
Barang Sumberdaya
Pertumbuhan Ekonomi
Penduduk
Pencemaran Lingkungan
eksternalitas Penipisan Sumberdaya Alam
25 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2008
sekaligus menyangkut penggunaan sumberdaya alam. Sehingga semakin cepat pertumbuhan ekonomi, maka akan semakin besar sumberdaya alam yang digunakan dalam proses produksi, yang gilirannya akan mengurangi tersedianya sumberdaya alam. Dalam pembentukan output tersebut tercipta nilai tambah bagi wilayah, yaitu berupa upah, gaji, balas jasa faktor produksi lainnya, yang selanjutnya disebut Nilai Tambah Bruto (NTB) atau Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Output dikelompokkan sebagai berikut: 1. Sektor primer, yaitu sektor yang tidak mengolah bahan mentah atau bahan baku melainkan hanya mengadayagunakan sumber-sumber alam seperti tanah dan deposit di dalamnya. Yang termasuk kelompok ini adalah sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian. 2. Sektor sekunder, yaitu sektor yang mengolah bahan mentah atau bahan baku baik berasal dari sektor primer maupun dari sektor sekunder menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, sektor ini mencakup sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air minum dan sektor konstruksi. 3. Sektor Tersier, atau dikenal sebagai sektor jasa, yaitu yang tidak memproduksi dalam bentuk fisik melainkan dalam bentuk jasa. Sektor yang tercakup adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, bank dan lembaga keuangan lainnya dan jasa- jasa. Dari definisi dan skema di atas dapat dilihat bahwa jika pertumbuhan
ekonomi di bawah pertumbuhan penduduk sama dengan tidak ada pembangunan. Dengan demikian kebijakan pembangunan ekonomi adalah meliputi pendayagunaan sumberdaya sehingga pendapatan riil penduduk terus mengalami peningkatan. Faktor sumberdaya yang cukup penting dalam mendorong pertumbuhan atau mengerem pertumbuhan adalah BBM. Penyediaan Energi untuk Rakyat Pemakaian energi terbesar berada pada sektor industri dan transportasi, sedangkan pemakaian pada sektor rumah tangga lebih banyak pada rumah tangga perkotaan. Di pihak lain, 60-70 % penduduk Indonesia tinggal di daerah perdesaan dan masih memerlukan listrik, baik untuk penerangan maupun kegiatan produktif, khususnya di pelosok-pelosok dan pulau-pulau kecil. Situasi energi perdesaan secara umum adalah pola konsumsi energi yang masih ditandai oleh pemakaian energi non-komersial, khususnya kayu bakar. Pemenuhan kebutuhan energi yang bersih dan terbarukan bagi puluhan juta masyarakat Indonesia yang tinggal di perdesaan perlu diperjuangkan dan mendapat prioritas. Hal ini bukan saja demi pemerataan dan rasa keadilan, tetapi terlebih penting adalah untuk merangsang pembangunan perdesaan, sehingga tidak hanya tergantung pada sektor pertanian tradisional tetapi dapat bertumbuh ke arah industri perdesaan. Penggunaan energi untuk masyarakat paling besar adalah industri, kemudian disusul oleh transportasi dan terakhir adalah rumah tangga, proporsi masing26
Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2008
Pemakaian energi
100% 80% 60% 40% 20% 0% 1996/1997 1997/1998 1998/1999
1999
2000
2001
84667.4
89386.1
94292.1
103814.3
118298.7
113725.8
Transportasi
140932.6
155923.5
149086.5
151734.8
160873.3
165242.5
Industri
137511.0
141555.2
136824.4
145949.7
159760.1
176147.4
R.tangga
masing dapat dilihat dalam gambar di atas. Besarnya proporsi penggunaan energi yang digunakan untuk kebutuhan di atas, maka akan berpengaruh nyata pada daya beli masyarakat.
belum tentu akan menimbulkan inflasi, terlebih harga yang dengan mudah dapat dikendalikan oleh operasi pasar, namun jika dibiarkan terus meningkat maka akan memberikan kontribusi pada inflasi terutama pada komoditas sembako. Faktor yang berpengaruh pada kenaikan harga dan inflasi: 1. Pemerintah terlalu berambisi untuk menyerap sumber-sumber ekonomi dari pada swasta pada tingkat harga yang berlaku. 2. Berbagai golongan ekonomi dalam masyarakat berusaha memperoleh tambahan pendapatan relatif lebih besar daripada kenaikan produktivitasnya. 3. Adanya harapan yang berlebihan dari masyarakat sehingga permintaan barang dan jasa naik lebih cepat daripada tambahan keluaran (out put) yang mungkin dicapai oleh perekonomian yang bersangkutan 4. Adanya kebijakan ekonomi dan non ekonomi yang menyebabkan kenaikan harga.
Pengaruh Harga BBM Terhadap Perekonomian a. Inflasi Inflasi diartikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu). Dengan kata lain, inflasi merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi merupakan proses suatu peristiwa dan bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi, dianggap inflasi jika terjadi proses kenaikan harga yang terus-menerus dan saling pengaruh-mempengaruhi. Dengan demikian inflasi merupakan fenomena kecenderungan kenaikan harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga sesaat pada komoditas tertentu 27
Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2008
5. Pengaruh alam (musim kemarau yang panjang, banjir, bencana alam, dan lainnya) yang mempengaruhi produksi dan kenaikan harga 6. Pengaruh inflasi luar negeri, yang menyebabkan naiknya barang impor, sehingga berpengaruh pada biaya produksi. Inflasi dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Inflasi ringan adalah inflasi yang lajunya lebih kecil dari 10 % per tahun b. Inflasi sedang adalah inflasi yang lajunya 10-20 % c. Inflasi berat inflasi yang lajunya 30 % - 100 % d. Hyper inflasi adalah inflasi yang lajunya lebih besar dari 100 %.
dibandingkan pada saat meminjam 2) Dampak Negatif Jika inflasi yang terjadi relatif berat, maka akan mengalami dampak negatif adalah: Pekerja dengan gaji tetap sangat dirugikan dengan adanya Inflasi. para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh dan kaum p ensiunan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu. Orang enggan menabung karena nilai uangnya menurun. Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong tingkat bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
b. Dampak Umum Inflasi Secara umum, inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah atau tidaknya inflasi. 1) Dampak Positif Jika inflasi yang terjadi ringan, dapat berdampak positif berupa dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi kelompok orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan seperti pengusaha bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur) inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah
Pembangunan Ekonomi dan Daya Beli Kebijakan ekonomi sering dihubungkan dengan upaya-upaya peningkatan daya beli, yang terkait dengan capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Bagaimana hubungan kebijakan ekonomi dengan Indeks Daya Beli? Hubungannya terletak pada pemilihan kebijakan yang dapat meningkatkan perekonomian regional yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat (Rp X) dari berbagai balas jasa faktor produksi. Beberapa balas jasa faktor produksi yang diharapkan adalah seperti dapat dilihat pada 28
Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2008
tabel yang disimbulkan persamaan sebagai berikut:
Daya Beli diukur melalui rumus sebagai berikut:
dengan
Tabel 1. Nilai Tambah dari Faktor-Faktor Produksi
Faktor Produksi Tenaga Kerja Pinjaman Bank Teknologi Manajemen
IDB (%) = (X – A) x 100 % (B – A)
Bentuk Balas Jasa Upah Bunga Modal Nilai rental atau sewa Laba
dimana X = pendapatan tahun bersangkutan: Rp X A = Standar pendapatan minimum : Rp 300 000 B = Standar pendapatan Ideal: Rp 732 720
Sedangkan kemampuan untuk membelanjakannya didapatkan dalam matriks yang menjelaskan konsumsi rumah tangga (C1, C2, C3). Selanjutnya Variabel Daya Beli seseorang diukur oleh kemampuannya untuk membeli 27 komoditas, yakni sebagai berikut:
Sumber pendapatan bagi masyarakat dapat diperoleh dari balas jasa faktor tersebut, maka upah dan gaji merupakan terobosan utama, yang langsung bersentuhan dengan kemampuan kelompok paling rawan daya beli. Dengan demikian kebijakan ekonomi yang dapat mendorong peningkatan penyerapan tenaga kerja merupakan pilihan utama jika fokusnya pada peningkatan daya beli masyarakat.
Tabel 2. Daftar Komoditas Tolok Ukur Daya Beli Masyarakat N Nama No Nama o Komoditas Komoditas 1 Beras Lokal 15 Pepaya 2 Tepung Terigu 16 Kelapa 3 Ketela Pohon 17 Gula pasir 4 Ikan 18 Kopi Bubuk Tongkol/Tuna/ Cakalang 5 Ikan Teri 19 Garam 6 Daging Sapi 20 Merica/Lada 7 Daging Ayam 21 Mie Instan kampung 8 Telur ayam 22 Rokok/Filter 9 Susu Kental 23 Listrik manis 10 Bayam 24 Air Minum 11 Kacang 25 Bensin Panjang 12 Kacang tanah 26 Minyak Tanah 13 Tempe 27 Sewa rumah 14 Jeruk
Pengaruh Kenaikan BBM terhadap Daya Beli Kenaikan BBM industri per 1 November 2007 itu berdasarkan SK Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero) No. Kpts 681/ F00000/2007-SO. Keputusan menaik kan BBM industri akibat adanya pengaruh kenaikan harga minyak mentah di pasar dunia. Harga BBM per 1 Agustus 2007 untuk jenis premium naik 3,4 % atau menjadi Rp 5.556,00 per liter, minyak tanah naik 3,4 % (Rp 6.237,00 per liter), solar naik 3,7 % (Rp 6.227,00 per liter), minyak diesel naik 2,9 % (Rp 6.030,00 per liter), dan minyak 29 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2008
bakar naik 6,4 % (Rp 4.347,00 per liter). Sementara harga minyak tanah bersubsidi untuk masyarakat dan industri kecil tidak mengalami kenaikan, yakni tetap Rp 2.000,00 per liter. Sedangkan harga BBM premium maupun solar bersubsidi bagi transportasi tidak mengalami perubahan, yakni premium Rp 4.500,00 per liter dan solar Rp 4.300,00 per liter. Pihak industri menyatakan bahwa, kenaikan harga BBM industri akan berakibat semakin melambatnya pertumbuhan ekonomi di daerah karena kondisi ini akan membuat produktivitas setiap industri menjadi berkurang. Secara empiris, pada periode akhir tahun 2005, Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi beban subsidi atas Bahan Bakar Minyak (BBM) yang semakin meningkat, akibat adanya kenaikan harga minyak mentah di pasar dunia, yaitu dengan menaikkan harga BBM lebih dari 100 % (seratus persen). Kebijakan ini serta merta menyebabkan kenaikan laju inflasi yang sangat signifikan, contohnya untuk wilayah Kalimantan Timur, laju inflasi pada akhir tahun 2005 tercatat sebesar 16,94 %. Meningkatnya laju inflasi ini memberikan dampak yang sangat besar terutama pada penurunan daya beli (purchasing power) masyarakat. Oleh karena itu, Bank Indonesia Samarinda melakukan kerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Timur melakukan penelitian sejauh mana terjadi penurunan daya beli masyarakat Kalimantan Timur akibat kenaikan harga BBM tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan Indeks Daya Beli (IDB), yang dibedakan secara umum maupun secara sektoral terutama untuk sektor transportasi yang berkaitan dengan bahan bakar minyak. IDB ini merupakan variabel yang dapat menggambarkan derajat penurunan atau kenaikan kemampuan mengkonsumsi barang dan jasa oleh masyarakat. Indeks ini dirumuskan sebagai hasil bagi besaran Indeks PDRB perkapita atas dasar harga berlaku dengan Indeks Harga Konsumen (IHK). Dalam penelitian ini, dilakukan penyesuaian tahun dasar untuk data IHK, yaitu menjadi tahun 2004 = 100, karena akan melihat perubahan daya beli masyarakat pada periode tahun 2004 – 2006. Dari perhitungan daya beli masyarakat tahun 2004 – 2006, dapat terlihat bahwa daya beli masyarakat pada tahun 2005 relatif lebih baik dibandingkan pada tahun 2004. Namun pada akhir tahun 2005, tepatnya pada bulan Oktober, Pemerintah mengambil kebijakan pengurangan subsidi BBM yang mengakibatkan kenaikan harga BBM hingga mencapai 100 %. Hal ini mengakibatkan perubahan IHK yang melonjak dan mengakibatkan pada tahun 2006 daya beli masyarakat mengalami penurunan. Hal ini mengindikasikan bahwa kesejahteraan masyarakat mengalami penurunan karena kemampuan mengonsumsi barang dan jasa dari masyarakat pada tahun 2006 mengalami penurunan. Terlihat dari Tabel 3 berikut.
30 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2008
Tabel 3. Daya Beli Masyarakat Kalimantan Timur Tahun 2004 – 2006 (Rp 000) tahunan Sektor 2004 9.958 152.298
Tahun 2005 9.648 158.534
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri 27.111 24.397 Pengolahan Listrik, Gas, 52.262 47.618 Air Bersih Bangunan 14.637 17.141 Perdagangan 14.553 14.383 Angkutan dan 22.831 27.228 Komunikasi Keuangan, 38.845 47.998 Persewaan, Jasa Perusahaan Jasa – Jasa 7.892 9.040 Total 19.383 21.328 Sumber: BPS Kalimantan Timur, diolah
Pemerintah tersebut mengakibatkan harga barang dan jasa mengalami peningkatan, sehingga masyarakat Kaltim mengalami kes ulitan untuk memenuhi kebutuhannya pada tingkat yang memadai dibandingkan dengan periode sebelum timbulnya kebijakan kenaikan harga BBM tersebut.
2006 8.820 109.627 25.851 40.916 18.630 16.553 24.562
Tabel 4. Indeks Daya Beli Masyarakat Kalimantan Timur Tahun 2004 – 2006 (tahunan)
42.841
Sektor 2004 100 100
Tahun 2005 96,89 104,78
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri 100 89,99 Pengolahan Listrik, Gas, Air 100 91,11 Bersih Bangunan 100 117,10 Perdagangan 100 98,83 Angkutan dan 100 119,26 Komunikasi Keuangan, 100 123,56 Persewaan, Jasa Perusahaan Jasa – Jasa 100 114,54 Total 110,03 Sumber: BPS Kalimantan Timur, diolah.
8.699 20.652
Untuk melihat seberapa jauh perubahan dari kemampuan daya beli masyarakat, digunakan Indeks Daya Beli (IDB) yang menggambarkan derajat penurunan atau kenaikan tingkat konsumsi barang dan jasa masyarakat. Dari hasil perhitungan IDB tersebut diperoleh hasil bahwa IDB masyarakat Kalimantan Timur pada tahun 2005 mengalami peningkatan sebesar 10,03 % dibandingkan tahun 2004. Namun seiring dengan adanya kebijakan Pemerintah untuk menaikkan harga BBM, telah menyebabkan penurunan IDB masyarakat Kaltim pada tahun 2006 sebesar -3,49% dibandingkan tahun 2005. Perubahan tersebut ditampilkan dalam Tabel 4 berikut. Dari hasil penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa pasca kebijakan Pemerintah untuk menaikkan harga BBM pada periode akhir tahun 2005 telah menyebabkan lonjakan perubahan IHK dan mengakibatkan penurunan daya beli masyarakat Kaltim. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya kebijakan
2006 88,57 72,46 95,35 78,29 127,27 113,74 107,58 110,29
110,29 110,03
Kesimpulan Kebijakan pembangunan ekonomi memiliki ranah (domain) meliputi bagaimana penggunaan sumberdaya regional, tenaga kerja, modal, teknologi dan sosial untuk menghasilkan output yang selalu harus naik. Begitu juga dampak lingkungan yang ditimbulkannya akan berakumulasi pada kesejahteraan masyarakat. Ranah ini menjadi dasar dalam pengambilan keputusan kebijakan, yang harus dipertimbangan secara makro agar total manfaat kebijakan lebih besar daripada total biaya (BCR), termasuk kebijakan harga 31 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2008
Durkheim dan Max Weber. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
BBM, Secara empiris, kebijakan Pemerintah dalam peningkatan BBM telah menimbulkan harga barang dan jasa sehingga mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya pada tingkat yang memadai dibandingkan dengan periode sebelum timbulnya kebijakan kenaikan harga BBM.
Kadariah, Lien Karlina dan Cliev Gray. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Daftar Pustaka
Nettzel, Herald and Ute Landmann. 1994. Environmental Labeling Schemes and Ecological Product Standard for Indonesian Export Product. Indonesian German Government Cooperation Advisory Assistance to The Ministry of Trade. PEM Planning–Engineering-Management GmbH, Dusseldorf.
Hufschimdt, M.M, David E. James, Anton D, Meister, Blair T. Brown and John A. Dixon. 1983. Environment, Natural Systems and Development: an Economic Valuation Guide. The John Hopkins University Press, Baltimore, London. Dakhidae, Daniel. 1994. Economy, ecology and A sense of solidarity. In Economy And Ecology in Sustainable Development. Edited by SPES. Gramedia Pustaka Utama.
Pearce, D.W and Jeremy J. Warford. 1993. World without End, Economics, Environment and Sustainable Development. Oxford University Press. Pearce, D., Anil Markandya and E. Barbier. 1990. Blue Print for a Green Economy. Earthscan Publication Ltd. London.
Friend, Anthony M. 1993. A Framework for consideration of tertiary level training in environmental economics. Training in Environmental Economics in the Asia-Pacific Region and Report of the First NETTLAP Resources Development Workshop for Education and Training at Tertiary Level in Environmental Economics. United Nations Environment Program Regional Officer for Asia and The Pacific.
Randall, A. 1987. Resource Economics. An economic Approach to Natural resources and Environmental Policy. John Wiley & Son, New York. Tietenberg, T. 1994. Environmental Economics and Policy. Harper Collins College Publisher. www.kompas.com
Gidden, Anthony. 1986. Kapitalisme dan Teori Sosial Modern, Suatu analisis karya-tulis Marx, 32 Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2008