PERHITUNGAN HARGA SEWA DAN SEWA-BELI RUMAH SUSUN SEDERHANA SERTA DAYA BELI MASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH DI DKI JAKARTA Jenis : Tugas Akhir Tahun : 2008 Penulis : Soly Iman Santoso Pembimbing : Ir. Haryo Winarso, M.Eng.,PhD Diringkas Oleh: Soly Iman Santoso
merupakan masyarakat tinggi (Yovi, 2005).
A. Latar Belakang Dengan terus bertumbuhnya jumlah penduduk yang ada di DKI Jakarta maka kapasitas daya tampung kota ini dalam melayani penduduk yang ada semakin lama semakin berkurang. Hal ini salah satunya dapat dilihat dari masih banyaknya penduduk terutama dari golongan masyarakat berpendapatan rendah di DKI Jakarta yang belum memiliki rumah sehat sebagai salah satu kebutuhan dasar.
berpenghasilan
Biaya tinggal yang harus ditanggung oleh penghuni di rumah susun pada dasarnya terdiri dari biaya sewa atau sewa-beli beserta surcharge. Besarnya harga sewa maupun sewa-beli(1) di rumah susun sederhana bagi masyarakat berpendapatan rendah dipengaruhi oleh besarnya biaya produksi pada tahap pembangunannya. Di samping biaya produksi terdapat juga biaya operasional dan pemeliharaan (operasional and maintainance cost) yang turut mempengaruhi besarnya surcharge(2) di rumah susun sederhana.
Dalam mengantisipasi ketidakmampuan masyarakat berpendapatan rendah dalam memiliki hunian dekat dengan lokasi pekerjaan di DKI Jakarta maka Kementrian Perumahan Rakyat (Menpera) mencanangkan program pembangunan rumah susun sederhana. Dalam realitas yang terjadi di DKI Jakarta, pelaksanaan kebijakan pembangunan rumah susun belum sepenuhnya terlaksana dengan baik.
Pembangunan rumah susun sederhana terutama di DKI Jakarta pada dasarnya membutuhkan biaya produksi yang besar sehingga seharusnya harga sewa ataupun sewa-belinya juga mahal. Pada kenyataannya harga sewa maupun sewabeli yang ditetapkan saat ini untuk rumah susun sederhana di DKI Jakarta lebih rendah apabila dibandingkan dengan harga yang berlaku menurut mekanisme pasar. Kemampuan daya beli dari golongan
Salah satu studi yang mengkaji mengenai kepemilikan rumah susun di Kemayoran Jakarta Pusat menunjukkan bahwa sekitar 60,1% penghuni asal yang merupakan masyarakat berpenghasilan rendah mengalihkan kepemilikannya dari penghuni asal kepada pendatang yang
1
)
2
)
Harga sewa-beli adalah harga jual per unit satuan rumah susun sederhana milik (rusunami). Surcharge adalah iuran pelayanan umum yang biasanya dibebankan oleh pengelola kepada penghuni rumah susun.
1
http://kk.pl.itb.ac.id/ppk
© 2008 UPDRG - ITB
3) Menghitung besarnya harga sewa ataupun sewa-beli berdasarkan komponen biaya produksi, operasional, dan pemeliharaan. 4) Memperkirakan golongan pendapatan masyarakat yang mampu menjadi penghuni berdasarkan harga sewa atau sewa-beli baik dari hasil perhitungan secara normatif maupun yang ditetapkan saat ini di rumah susun. 5) Mengidentifikasi kesesuaian target penghuni rumah susun sederhana berdasarkan harga sewa atau sewa-beli yang ditetapkan untuk rumah susun sederhana di DKI Jakarta saat ini. 6) Melakukan simulasi terhadap harga sewa ataupun sewa-beli yang memenuhi kriteria kelayakan finansial.
Masyarakat Berpendapatan Rendah (MBR) pada dasarnya belum diketahui secara jelas apabila harga sewa-beli ataupun sewa di rumah susun sederhana tersebut diterapkan menurut mekanisme pasar. Di sisi lain, dengan memberlakukan harga sewa ataupun sewa-beli yang ditetapkan saat ini juga belum diketahui keefektifan program pembangunan rumah susun dalam mendapatkan target penghuni dari golongan MBR. Oleh karena itu, studi ini dilakukan karena tidak jelas dasar-dasar perhitungan harga sewa-beli ataupun sewa yang ditetapkan saat ini di rumah susun. Besarnya selisih harga sewa maupun sewa-beli menurut perhitungan pasar dengan yang ditetapkan untuk rumah susun sederhana di DKI Jakarta memungkinkan adanya penghuni yang tidak sesuai sasaran.
C. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini akan dijelaskan ke dalam tiga bagian yaitu metode analisis studi, metode pengambilan sampel, dan metode pengambilan data.
B. Tujuan dan Sasaran Tujuan studi ini adalah menunjukkan perbedaan antara perhitungan harga sewa maupun sewa-beli secara normatif dengan yang ditetapkan untuk rumah susun sederhana di DKI Jakarta serta dampaknya terhadap target penghuni yang mampu menempati rumah susun sederhana berdasarkan perbandingan kedua harga sewa dan sewa-beli tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut maka sasaran dalam studi ini antara lain sebagai berikut: 1) Menguraikan besarnya biaya produksi sebagai komponen biaya pembangunan rumah susun yang dikeluarkan pihak pelaksana pembangunan. 2) Menghitung biaya operasional dan pemeliharaan yang dibebankan pengelola rumah susun sederhana sebagai surcharge kepada penghuni.
Metode analisis studi ini tergolong ke dalam metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan analisis dari sisi supply dan demand. Melalui pendekatan analisis dari sisi supply dilihat besarnya harga sewa atau sewa-beli yang diperoleh melalui biaya produksi, operasional dan pemeliharaan rumah susun sederhana. Adapun dari sisi demand dilihat kemampuan masyarakat melalui tingkat pendapatannya untuk dapat tinggal di rumah susun berdasarkan harga sewa atau sewa-beli yang ditetapkan saat ini maupun hasil perhitungan melalui biaya produksi, operasional dan pemeliharaan tersebut. Besarnya tingkat pendapatan masyarakat didasarkan pada klasifikasi yang dipakai 2
http://kk.pl.itb.ac.id/ppk
© 2008 UPDRG - ITB
harga sewa maupun angsuran harga sewabeli. Pendekatan persentase 25% dari total pendapatan diambil berdasarkan parameter pendapatan yang digunakan bank di Indonesia pada umumnya dalam menilai kelompok masyarakat yang layak memperoleh KPR.
oleh BPS menurut Buku Analisis pola Konsumsi Masyarakat dan Laporan Indikator Kesejahteraan Rakyat Propinsi DKI Jakarta tahun 2002. Berdasarkan klasifikasi tersebut maka struktur pendapatan masyarakat DKI Jakarta dibagi menjadi empat kategori antara lain: 1) Pendapatan Rendah (di bawah Rp.1.700.000) 2) Pendapatan Menengah Bawah (Rp.1.700.000-Rp.3.700.000) 3) Pendapatan Menengah Atas (Rp.3.700.001-Rp.5.700.000) 4) Pendapatan Tinggi (di atas Rp.5.700.001)
Pendekatan perhitungan dalam studi ini dibagi dalam perhitungan harga sewa dan perhitungan harga sewa-beli sebagai berikut(3): 1) Pendekatan Perhitungan Harga SewaBeli (SB) dan Angsurannya (A) ( SB ) =
Dalam studi ini pendekatan metode yang digunakan dalam memperoleh informasi mengenai kemampuan masyarakat dalam membayar harga sewa maupun angsuran harga sewa-beli didasarkan pada keterjangkauan harga sewa rumah yang didefinisikan oleh US Departement of Housing and Urban Development tahun 2001 dan disesuaikan dengan parameter pendapatan yang digunakan bank pada umumnya dalam menilai kelompok masyarakat yang layak memperoleh Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).
( A) =
BP ∑ unit
( SB − DP ).(1 + k %) n
Keterangan: SB BP ∑ unit
A DP k%` n
Definisi dari US Departement of Housing and Urban Development tahun 2001 menyebutkan bahwa sebuah keluarga dikatakan mampu membayar sewa-rumah (ataupun angsuran sewa-beli) jika persentase pengeluaran untuk sewa rumah ditambah utilitas dasar, pajak dan pembayaran asuransi adalah 20% sampai dengan 30% dari total pendapatan. Dari kisaran persentase antara 20%-30% tersebut diambil pendekatan persentase 25% dari total pendapatan untuk memperoleh informasi mengenai kemampuan masyarakat dalam membayar
2)
= Harga Sewa-Beli atau Harga Jual (hire-purchase) = Total Biaya Produksi = Jumlah unit hunian yang terbangun dalam rumah susun (disesuaikan dengan tingkat occupancy rate di tiap Rumah susun studi) = Angsuran = Biaya Uang Muka atau Down Payment (dalam rupiah) = Tingkat Suku Bunga KPR (dalam persen) = lama waktu angsuran selama jangka waktu 5 sampai dengan 20 tahun (dalam bulan)
Pendekatan Perhitungan Harga Sewa
(HSM ) =
BP n [(n - L) x (12 bulan) x ( ∑ unit)]
Keterangan: HSM
= Harga Sewa Murni (dalam rupiah)
3)
Perhitungan
harga sewa dan sewa-beli rumah susun sederhana diadaptasi dari pendekatan studi yang dilakukan oleh Purbo (1993) dan disesuaikan dengan perhitungan yang dilakukan oleh pengembang pada umumnya
3
http://kk.pl.itb.ac.id/ppk
© 2008 UPDRG - ITB
BPn n
L
∑ unit
= Biaya Produksi setelah komponen biaya lahan dikenakan tingkat inflasi = target waktu pengembalian modal/Break Even Point (dalam tahun) = lama waktu pembangunan konstruksi (dalam tahun) = jumlah unit hunian yang terbangun dalam rumah susun (disesuaikan dengan tingkat occupancy rate di tiap Rumah susun studi)
secara finansial digunakan dalam model pembiayaan pembangunan dan pengelolaan rumah susun apabila nilainya > 0. Ditinjau dari indikator IRR, maka harga sewa/sewa-beli dikatakan layak secara finansial digunakan dalam model pembiayaan pembangunan dan pengelolaan rumah susun apabila nilainya > social discount rate (15%)(5). Adapun Break Even Point (BEP) yang biasa ditargetkan oleh pihak swasta (developer) pada umumnya adalah 7 tahun.
Besarnya komponen biaya lahan yang dikenakan tingkat inflasi diperoleh dengan menggunakan formulasi sebagai berikut:
Adapun metode pengambilan sampel lokasi rumah susun sederhana yang ada di DKI Jakarta dilakukan dengan menggunakan purposive sampling berdasarkan pihak pelaksana pembangunannya. Berdasarkan pengelompokkan tersebut maka jenis rusuna yang menjadi objek studi yaitu rumah susun sederhana yang dibangun oleh pemerintah (Dinas Perumahan) dan rumah susun sederhana yang dibangun BUMN (perumnas). Dari dua puluh (20) lokasi rumah susun yang dibangun oleh pemerintah dan sembilan (9) lokasi rumah susun yang dibangun BUMN (perumnas) tersebut dipilih tiga lokasi rumah susun sederhana yaitu rumah susun sederhana milik (rusunami) Karet Tengsin dan Bendungan Hilir I (dibangun oleh Dinas Perumahan) serta rumah susun sederhana sewa (rusunawa) Pasar Jumat (dibangun oleh perumnas). Pemilihan ketiga lokasi rumah susun sederhana tersebut secara akademis dilakukan dengan pertimbangan bahwa pada dasarnya biaya pembangunan untuk tiap rumah susun dengan jenis unit yang serupa relatif sama
BT = BT × (1 + i ) n n
Keterangan: BTn = Komponen biaya lahan setelah dikenakan tingkat inflasi BT = Komponen biaya lahan sebelum dikenakan tingkat inflasi i = tingkat inflasi yang diperkirakan sebesar 0,75% (berdasarkan rata-rata fluktuasi inflation rate per bulan selama tahun 1996 sampai dengan 2007)4
Di samping itu, dalam studi ini juga akan dikaji mengenai kelayakan finansial yang harus dipertimbangkan dalam menentukan harga sewa maupun sewa-beli di rumah susun. Dalam melakukan uji kelayakan finansial, beberapa indikator yang digunakan antara lain: PI (Profitability Index), NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return) dan BEP (Break Even Point). Berdasarkan indikator PI maka harga sewa/sewa-beli dikatakan layak secara finansial digunakan dalam model pembiayaan pembangunan dan pengelolaan rumah susun apabila nilainya > 1. Dilihat dari indikator NPV maka harga sewa/sewa-beli dikatakan layak
4) Besarnya inflation rate mengacu kepada data besarnya tingkat inflasi berdasarkan pengeluaran di bidang perumahan yang dikeluarkan oleh BPS (Biro Pusat Statistik)
5)
Besarnya social discount rate didasarkan pada rata-rata suku bunga kredit investasi yang dikeluarkan dalam laporan triwulan I-IV tahun 2006-2007 oleh Bank Indonesia (BI)
4
http://kk.pl.itb.ac.id/ppk
© 2008 UPDRG - ITB
rumah susun dikatakan sesuai dengan sasaran apabila persentase penghuni dengan status pemilik (untuk rusunami) dan penyewa (untuk rusunawa) tidak kurang dari 100%. Di tinjau dari tingkat pendapatan maka penghuni rumah susun dikatakan sesuai dengan sasaran apabila persentase penghuni dengan pendapatan rendah (di bawah Rp.1.700.000) tidak kurang dari 100%. Adapun jika dilihat dari kepemilikan hunian lain, maka penghuni rusun dikatakan sesuai dengan sasaran apabila persentase penghuni yang belum memiliki hunian lain tidak kurang dari 100%.
besarnya. Adapun pertimbangan pemilihan lokasi rumah susun tersebut secara praktis adalah bahwa ketiga lokasi rumah susun di atas masih terletak di Propinsi DKI Jakarta dan memiliki aksesibilitas yang mudah serta ketersediaan data yang memadai sehingga memudahkan proses studi yang dilakukan. Di samping itu, dalam mendapatkan informasi mengenai kesesuaian target penghuni rumah susun sederhana berdasarkan harga sewa atau sewa-beli yang ditetapkan untuk rumah susun sederhana di DKI Jakarta saat ini, maka dilakukan survei terhadap penghuni rumah susun sederhana. Pengambilan sampel penghuni dilakukan dengan systematic sampling. Metode systematic sampling dilakukan dengan pertimbangan bahwa populasi penghuni rumah susun sederhana diasumsikan homogen karena mengingat sasarannya yang diperuntukkan untuk masyarakat berpendapatan rendah serta tipe/luas unit yang sama. Informasi dari hasil survei ini akan dibandingkan dengan indikator yang didasarkan kepada ketentuan kriteria target grup penghuni yang dapat tinggal di rumah susun sederhana menurut beberapa tinjauan kebijakan seperti: UU No.16 tahun 1985 tentang Rumah Susun, Peraturan pemerintah RI No.4 tahun 1988 tentang rumah susun, Lampiran Keputusan Menteri Negara Perumahan dan permukiman Nomor: 10/KPTS/M/1999, dan Buku Pola Induk Pembangunan Rumah Susun di DKI Jakarta.
Dalam hal metode pengambilan data dilakukan survei data primer dan survei data sekunder. D. Pembahasan Hasil analisis dalam studi ini menunjukkan bahwa Besarnya biaya produksi pembangunan rumah susun Karet Tengsin adalah sekitar Rp. 30,581,153,102.26(6). Adapun biaya pengelolaan yang terdiri dari biaya operasional dan pemeliharaan yang dikeluarkan pengelola setiap bulan adalah sebesar Rp. 5,040,986 atau setara dengan Rp. 60,491,838 per tahun7. Dengan biaya produksi dan pengelolaan tersebut maka harga sewa-beli per unit rumah susun Karet Tengsin berdasarkan hasil perhitungan sebesar Rp.239.000.000 dan surcharge hasil perhitungan sebesar Rp. 48,650 per bulan. Dengan harga sewa-beli dan surcharge hasil perhitungan tersebut maka perkiraan golongan pendapatan
Berdasarkan pertimbangan tersebut diambil tiga indikator yaitu status penghuni rumah susun, tingkat pendapatan dan kepemilikan hunian lain. Berdasarkan indikator status penghuni maka penghuni
6)
Besarnya biaya produksi didasarkan pada wawancara terhadap pihak Dinas Perumahan dan Buku Surat Perjanjian (Kontrak) oleh Dinas Perumahan Propinsi DKI Jakarta dengan rekanan PT Manda Putra Nusantara 7) Laporan Tahunan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) Karet Tengsin
5
http://kk.pl.itb.ac.id/ppk
© 2008 UPDRG - ITB
masyarakat yang mampu menempati rumah susun tersebut adalah golongan pendapatan sekitar Rp. 16,327,100 (tergolong dalam range pendapatan tinggi)
maka harga sewa-beli per unit dan rumah susun Bendungan Hilir I hasil perhitungan adalah sebesar Rp.47.000.000 per unit sedangkan surcharge hasil perhitungan adalah sebesar Rp. 38.850 per bulan. Dengan harga sewa-beli dan surcharge hasil perhitungan tersebut maka perkiraan golongan pendapatan masyarakat yang mampu menempati rumah susun tersebut adalah golongan pendapatan sekitar Rp. 3,327,900 (tergolong dalam range pendapatan menengah bawah). Di sisi lain, apabila harga sewa-beli tertinggi (Rp.12.100.000) dan surcharge (Rp.50.000/bulan) yang ditetapkan untuk rumah susun Bendungan Hilir I saat ini maka estimasi golongan pendapatan yang seharusnya mampu untuk tinggal di rumah susun adalah golongan pendapatan sekitar Rp. 964,812 per bulan (pendapatan rendah). Akan tetapi, hasil survei menunjukkan bahwa mayoritas (38,1%) penghuni rumah susun saat ini adalah golongan pendapatan menengah atas (Rp.3.700.001 - Rp.5.700.000). Temuan lapangan juga menunjukkan bahwa sekitar 42,9% penghuni berstatus pemilik rumah susun sedangkan sisanya (57,1%) berstatus bukan pemilik (pengontrak dan penumpang). Di samping itu, diketahui bahwa penghuni rumah susun Bendungan Hilir I sebesar 45,2% tidak memiliki hunian lain.
Melalui harga sewa-beli tertinggi(8) (Rp.12.100.000) dan surcharge (Rp.20.000/bulan) yang ditetapkan untuk rumah susun Karet Tengsin saat ini maka estimasi golongan pendapatan yang seharusnya mampu untuk tinggal di rumah susun adalah golongan pendapatan sekitar Rp. 844,812 (pendapatan rendah). Akan tetapi, hasil survei menunjukkan bahwa mayoritas (50%) penghuni rumah susun saat ini adalah golongan pendapatan menengah bawah (Rp.1.700.000Rp.3.700.000). Temuan lapangan juga menunjukkan bahwa sekitar 63,2% penghuni berstatus pemilik rumah susun sedangkan sisanya (36,8%) berstatus bukan pemilik (pengontrak/penyewa dan penumpang). Di samping itu, diketahui bahwa penghuni rumah susun Karet Tengsin sebesar 71,1% tidak memiliki hunian lain. Besarnya biaya produksi pembangunan rumah susun Bendungan Hilir I adalah sekitar Rp. 11,118,192,480.41(9). Adapun biaya pengelolaan yang terdiri dari biaya operasional dan pemeliharaan yang dikeluarkan pengelola setiap bulan adalah sebesar Rp. 9.200.000 atau setara dengan Rp. 110.400.000 per tahun(10). Dengan biaya produksi dan pengelolaan tersebut
Besarnya biaya produksi pembangunan rumah susun Pasar Jumat adalah sebesar Rp. 15,031,117,208.92(11). Adapun biaya pengelolaan yang terdiri dari biaya operasional dan pemeliharaan yang dikeluarkan pengelola setiap bulan adalah
8)
Harga sewa-beli tertinggi yang ditetapkan untuk rumah susun sederhana di Karet Tengsin dan Bendungan Hilir I didasarkan pada Keputusan Gubenur Kepala Daerah DKI Jakarta No.250 tahun 1996.
9)
Besarnya biaya produksi didasarkan pada wawancara terhadap pihak Dinas Perumahan Propinsi DKI Jakarta (melalui estimasi biaya konstruksi pada Kontrak Pembangunan Rumah Susun Bendungan Hilir I dengan rekanan PT Kuningan Persada)
11)
10 )
Hasil wawancara dengan Ketua Pengelola Rumah Susun Bendungan Hilir I (PPRS Bendungan Hilir I)
Biaya produksi Pembangunan Rumah Susun Pasar Jumat sebagian besar didasarkan pada Memorandum Tugas (Laporan Realisasi Keuangan Pembangunan) Asisten Manager Produksi Perumnas dan wawancara terhadap pihak pengelola rumah susun Pasar Jumat (Perumnas)
6
http://kk.pl.itb.ac.id/ppk
© 2008 UPDRG - ITB
sebesar Rp 37,030,820.78 (12). Dengan biaya produksi dan pengelolaan tersebut maka harga sewa rusunawa Pasar Jumat per bulan hasil perhitungan adalah Rp.928.700. Perhitungan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa target BEP yang nantinya akan dicapai adalah 28 tahun dengan lama konstruksi rumah susun selama 4 tahun. Dalam perhitungan harga sewa besarnya surcharge telah dimasukkan sebagai bagian dari biaya tinggal di rumah susun. Dengan menggunakan harga sewa hasil perhitungan ini estimasi pendapatan masyarakat yang mampi untuk tinggal di dalamnya adalah golongan pendapatan Rp. 3.714.800 per bulan (menengah atas). Di lain pihak, apabila digunakan harga sewa tertinggi yang ditetapkan untuk rumah susun Pasar Jumat sebesar Rp.750.000 maka estimasi pendapatan masyarakat yang mampu untuk menempati rumah susun Pasar Jumat seharusnya sebesar Rp. 3,000.000 per bulan (menengah bawah)(13). Hal ini didukung juga dengan temuan lapangan dari hasil survei yang menunjukkan bahwa mayoritas (sebesar 40,6%) pendapatan penghuni rumah susun Pasar Jumat adalah Rp.1.700.000 Rp.3.700.000 (pendapatan menengah bawah). Temuan lapangan juga menunjukkan bahwa sekitar 65,6% penghuni berstatus penyewa rumah susun sedangkan sisanya (34,4%) berstatus bukan penyewa (pemilik dan penumpang). Di samping itu, diketahui bahwa penghuni rumah susun Pasar Jumat sebesar 62,5% tidak memiliki hunian lain.
Dalam studi ini juga dijelaskan bahwa kegiatan investasi untuk pembangunan rumah susun pada umumnya merupakan bentuk investasi yang bersifat sosial (social investment) sehingga biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam pembangunan hanya sebatas menggunakan anggaran yang telah dipersiapkan. Apabila diteliti lebih lanjut, investasi yang dilakukan pelaksana pembangunan baik pemerintah ataupun perumnas kurang efisien apabila dipakai seluruhnya untuk pembangunan rumah susun. Dengan memakai keseluruhan anggaran untuk pembangunan rumah susun berarti pemerintah harus mempersiapkan anggarannya kembali untuk melakukan pembangunan rumah susun lainnya di lokasi yang berbeda. Apabila dalam investasi pembangunan rumah susun, biaya yang dikeluarkan tidak berasal seluruhnya dari modal sendiri tetapi melibatkan modal pinjaman. Dengan melibatkan modal pinjaman maka modal pemerintah yang bersisa untuk pembangunan dapat digunakan untuk membangun kembali rumah susun di lokasi lainnya Dengan mengkombinasikan modal sendiri dan modal pinjaman dalam kegiatan investasi pembangunan dan pengelolaan rumah susun sederhana, maka akan disimulasikan harga sewa ataupun sewabeli yang memenuhi kriteria kelayakan finansial. Pada alternatif I di asumsikan sumber dana berasal dari 30% modal sendiri dan 70% modal pinjaman, alternatif. Alternatif II mengasumsikan sumber dana berasal dari 40% modal sendiri dan 60% modal pinjaman. Adapun dalam alternatif III diasumsikan sumber dana berasal 50% modal sendiri dan 50% modal pinjaman. Besarnya bunga dari
12)
13)
Laporan Tahunan Keuangan Pengelola Rumah Susun Pasar Jumat (Perumnas) Periode 2006 sampai dengan 2008 Harga sewa tertinggi yang ditetapkan untuk rumah susun sederhana di Pasar Jumat didasarkan pada Keputusan General Manager Regional Khusus Usaha Rumah Sewa No: Reg.USEWA/12/KPTS/06/2006.
7
http://kk.pl.itb.ac.id/ppk
© 2008 UPDRG - ITB
dibandingkan dengan harga awal hasil perhitungan yang menghasilkan BEP di atas 7 tahun. Dengan besarnya harga sewa-beli maka angsuran yang harus dibayar penghuni juga akan semakin besar sehingga agar angsuran tersebut lebih ringan maka jangka waktu pengembaliannya harus lebih dari 20 tahun.
modal pinjaman yang diberikan ke pada pihak pelaksana pembangunan (developer) didasarkan pada bunga kredit pinjaman kegiatan pembangunan perumahan yang diberikan bank swasta pada umumnya sebesar 15%. Melalui simulasi tersebut diketahui bahwa harga sewa-beli hasil perhitungan yang selanjutnya diangsur oleh penghuni setiap bulan melalui angsuran KPR, dalam jangka waktu 5 sampai dengan 20 tahun tidak semua memenuhi kriteria kelayakan finansial. Dalam perhitungan harga sewabeli di rumah susun Karet Tengsin dan Bendungan Hilir I angsuran di atas jangka waktu 5 tahun (6-20 tahun) tidak memenuhi kriteria kelayakan finansial sedangkan angsuran dengan jangka waktu 5 tahun memenuhi kriteria kelayakan finansial namun break even point yang dibutuhkan tidak mencapai waktu 7 tahun sebagaimana ditargetkan oleh pihak swasta (developer) pada umumnya. Adapun harga sewa hasil perhitungan (sebesar Rp.928.700) untuk rumah susun sederhana Pasar Jumat juga tidak memenuhi kriteria kelayakan finansial.
Tabel 1 Hasil Uji Kelayakan Finansial dengan Harga Sewa dan Sewa-Beli Hasil Simulasi menggunakan Model Pembiayaan Pembangunan dan Pengelolaan Rumah Susun Alternatif III Rumah Susun Karet Tengsin Hasil Uji Kelayakan Finansial dengan harga sewa-beli simulasi sebesar Rp. 438,518,519 adalah: 1
•
PI = 1,98
• Nilai NPV = Rp. 26,066,717,269 • IRR=24,68% • BEP Selama 7 Tahun Rumah Susun Bendungan Hilir I Hasil Uji Kelayakan Finansial dengan harga sewa-beli simulasi sebesar Rp. Rp.91.851.852 adalah: 2 • PI = 2.07 • Nilai NPV = Rp. 10,454,012,212
Dengan memajukan jangka waktu balik modal (BEP) menjadi 7 tahun dan mengkombinasikan ketiga alternatif proporsi modal investasi pembangunan dan pengelolaan rumah susun tersebut diperoleh hasil perbandingan yang layak secara finansial bagi pihak pelaksana pembangunan dan menghasilkan harga sewa ataupun sewa-beli paling rendah adalah alternative III (dengan menggunakan komposisi 50% modal sendiri dan 50% modal pinjaman) untuk semua rumah susun studi Akan tetapi penggunaan ini akan berakibat harga sewa maupun sewa-beli menjadi lebih mahal
•
IRR= 25.13%
•
BEP selama 7 tahun
Rumah Susun Pasar Jumat Hasil Uji Kelayakan Finansial dengan harga sewa simulasi sebesar Rp. 5.870.000 per bulan adalah: 3 •
PI=1,98
• Nilai NPV =Rp 13.284.651.435 • IRR=24,37% • BEP selama 7 tahun
Sumber: Hasil Analisis
Harga sewa maupun sewa-beli yang dihasilkan melalui simulasi memiliki selisih yang sangat besar dengan harga 8
http://kk.pl.itb.ac.id/ppk
© 2008 UPDRG - ITB
Propinsi DKI Jakarta yang dapat menghuni rumah susun dengan menggunakan harga sewa-beli atau sewa hasil perhitungan adalah kelompok masyarakat berpendapatan menengah (Rp.1.700.001 – Rp. 5.700.000) hingga pendapatan tinggi (di atas Rp. 5.700.001). Di sisi lain estimasi kelompok pendapatan masyarakat yang dapat menghuni rumah susun dengan menggunakan harga sewa-beli atau sewa yang berlaku saat ini adalah kelompok pendapatan rendah (di bawah Rp.1.700.000). Akan tetapi, dalam kenyataannya penghuni rumah susun dengan harga sewa maupun sewa-beli yang berlaku saat ini adalah golongan masyarakat berpendapatan menengah (Rp.1.700.001 – Rp. 5.700.000).
yang ditetapkan untuk rumah susun sederhana di DKI Jakarta. Apabila diteliti lebih lanjut, harga sewa maupun angsuran sewa-beli yang terjangkau bagi masyarakat berpendapatan rendah (
Di samping itu, jika dilihat dari indikator kesesuaian target penghuni rumah susun yang dilihat dari tiga variabel yaitu status penghuni, tingkat pendapatan dan kepemilikan hunian lain, sebagaimana telah dijelaskan dalam metode penelitian sebelumnya, maka penghuni rumah susun dengan harga sewa maupun sewa-beli yang berlaku saat ini tidak sesuai dengan sasaran yang semestinya.
E. Kesimpulan Secara umum dari temuan studi yang dikemukakan dalam pembahasan di atas dapat diambil benang merah bahwa harga sewa dan Sewa beli yang dihasilkan melalui hasil perhitungan ternyata lebih besar dibandingkan harga yang sebenarnya di rumah susun studi. Dengan rendahnya harga sewa ataupun sewa-beli yang ditetapkan untuk rumah susun sederhana di DKI Jakarta maka dampak yang harus diwaspadai oleh Pemerintah atau Perumnas adalah adanya potensi bagi pemilik atau penyewa awal yang merupakan masyarakat berpendapatan rendah untuk menjual atau menyewakannya kembali ke pihak yang bukan golongan masyarakat berpendapatan rendah.
DAFTAR PUSTAKA Sumber Literatur Buku dan Jurnal Poerbo, Hartono. 1993. Tekno Ekonomi Bangunan Bertingkat Banyak. Jakarta: Penerbit Djambatan. Rangkuti, Freddy. 2005. Business Plan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, estimasi kelompok pendapatan masyarakat di 9
http://kk.pl.itb.ac.id/ppk
© 2008 UPDRG - ITB
Sumber Literatur Tugas Akhir dan Tesis Santoso, Soly Iman. 2008. Perhitungan Harga Sewa dan Sewa-Beli Rumah Susun Sederhana serta Daya Beli Masyarakat Berpendapatan Rendah di DKI Jakarta. Bandung: Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota ITB
Sumber Peraturan perundangundangan UU. Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
Yovi. 2005. Perpindahan dan Peralihan Kepemilikan Satuan Rumah Susun : Studi Kasus Rumah Susun Kemayoran, Jakarta Pusat. Bandung: Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota ITB
Lampiran Keputusan Menteri Negara Perumahan dan permukiman No.10/KPTS/M/1999
Peraturan Menteri Keuangan RI No.36/PMK 03/2007 Tentang Batasan Rusuna yang Dibebaskan Atas PPn.
Peraturan pemerintah RI No.4 tahun 1988 Tentang Rumah Susun Keputusan Gubenur Kepala Daerah DKI Jakarta No.250 tahun 1996 tentang Harga Sewa-Beli Rumah Susun Bendungan Hilir I dan Karet Tengsin.
Kelompok Laporan atau Publikasi Khusus Biro Pusat Statistik Propinsi DKI Jakarta. 2002. Analisis Pola Konsumsi Masyarakat DKI Jakarta.
Sumber Internet Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan triwulan I-IV tahun 2006-2007 oleh Bank Indonesia (BI). Diakses dari: http://www.bi.go.id (tanggal 30 Maret 2008)
Biro Pusat Statistik Propinsi DKI Jakarta. 2006. Indikator Kesejahteraan Rakyat di Propinsi DKI Jakarta. Dinas Perumahan Propinsi DKI Jakarta. 1996. Pola Induk Pembangunan Rumah Susun di DKI Jakarta. Laporan Tahunan Keuangan Pengelola Rumah Susun Pasar Jumat (Perumnas) Periode 2006 sampai dengan 2008 Keputusan General Manager Regional Khusus Usaha Rumah Sewa (Perumnas) No: Reg.USEWA/12/KPTS/06/2006. Memorandum Tugas (Laporan Realisasi Keuangan Pembangunan) Asisten Manager Produksi Perumnas Laporan Tahunan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) Karet Tengsin I dan II
10
http://kk.pl.itb.ac.id/ppk
© 2008 UPDRG - ITB